PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI DENGAN HALOFANTRIN DI DAERAH RESISTEN KLOROKUIN Emiliana ~jitra', Sri 0emiyati2, Wita pribadi2, Ali Romzan P.R. ~ r b a n i Marvel ~, en^', dan Hariyani ~ a m o t o '
3,
ABSTRACT Treatment of uncomplicated falciparum malaria with halofantrine was cam0ed out at ZTCI Hospital, Balikpapan, East Kalimantan, Indonesia in 199011991. This study was conducted to assess the eficacy and safety of halofantrine. Eighty out of 96 malaria falciparum patients who had been selected according to WHO criteria for the in-vivo sensitivity test were treated with 500 mg halofantrine 6 hourly for three doses orally. The other 16 patients were treated with mefloquine 750 mg single dose orally as a control group. All patients were hospitalized for 3-5 days and followed up on day 7, 14, 21 and 28. The cure rate of halofatitrine was 98.4% (62163) and relapse rate was 1.6% (1163) as a late RI. The mean fever clearance time (FCT) and parasite clearance time (PCT) were 22.4 2.7 h and 58.3 + 5.2 h respectively. The FCT was significantly different compared to that of mefoquine (9.3 + 2.4 h). Some kaematological abnormalities appeared to be associated with malaria but no biochemical abnormalities were found. Mild diarrhoea ( ] I S % ) , nausea (6.4%), palpitation (2.6%) and dizziness (1.370) were observed as side effects of halofantrine but disappeared without treatment. This study showed that halofantrine is effective and safe for the treatment of uncomplicated falcipatum malaria in a chloroquine resistant area.
+
PENDAHULUAN Pengobatan sebagai salah satu upaya pemberantasan malaria sering menghadapai masalah, terutama pada pengobatan malaria falsiparum. Seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan adanya kasus Plasmodium falcipatum resisten klorokuin in vivo atau in vitro l. Resisten in vivo terhadap sulfadoksiniriietamin juga telah dilaporkan di 4 propinsi P 3 4 ~R. falcipatum resisten meflokuin in vitro juga telah ditemukan di 2 propinsi walaupun
obat antimalaria tersebut belum beredar dan dipakai di 1ndonesia6. Kalimantan Timur merupakan daerah asal kasus pertama malaria falsiparum resisten terhadap klorokuin yang ditemukan di Yogyakarta pada tahun 1973, dan penyebaran malaria falsiparum resisten banyak ditemukan di daerah itu '. Di Balikpapan terdapat area hutan International Timber Corporation Indonesia (ITCI) yang terletak di wilayah hutan tropis, dengan vektor An. balabacencis yang
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. 2. Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 3. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan RI.
BuL PencliL Kesehat. 20 (1) 1992
1
Pengobalan malaria falsiparum
merupakan vektor potensial dan mempunyai tempat perindukan di dalam hutan. Pada tahun 1989, Slide Positivity Rate (SPR) Rumah Sakit ITCI Kenangan, di Balikpapan adalah 36% dan Slide Falciparum Rate (SFR) adalah 29,1% '. Halofantrin adalah suatu fenantren metanol yang dilaporkan memberikan hasil baik u n t u k s t r a i n R falcipamm yang resisten beberapa obat in vitro dan in vivo, dan pada penelitian klinis obat itu aman untuk digunakan. Penelitian farmakokinetik terhadap sukarelawan laki-laki dengan menggunakan dosis tunggal 500-1000 mg secara oral, menunjukkan bahwa penyerapan maksimal dicapai dalam waktu lebih kuran 6 jam dan waktu paruhnva adalah 1-2 hari . Halofantrin merupakan obat antimalaria b a r u yang m e m b e r i k a n h a r a p a n untuk pengobatan malaria falsiparum di daerah resisten klorokuin, dan belum pernah diteliti di Indonesia. Oleh sebab itu untuk mengetahui efikasi dan efek sampingnya, dilakukan penelitian pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi dengan halofantrin di RS ITCI Kenangan, Balikpapan, Kalimantan Timur.
5
BAHAN DAN CARA
Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di daerah pusat industri perkayuan yang terletak dalam wilayah hutan di Balikpapan, Kalimantan Timur yaitu di Rumah Sakit ITCI Kenangan, pada tahun 1990-1991. Pemilihan penderita L
I
Dipilih penderita malaria dengan syaratsyarat sesuai kriteria tes sensitivitas in vivo menurut WHO^ yaitu :
..... Emiliana Tjitra eta1
1. 2.
3. 4.
5. 6,
7.
Umur 13-60 tahun Menderita infeksi tunggal P.falcipamm dengan bentuk aseksual. Tidak menderita sakit berat dan atau penyakit lain. Tidak hamil atau menyusui. Dapat minum obat. Tidak minum obat antimalaria dalam 2 minggu terakhir yang dibuktikan dengan tes urin Dill-Glazko dan Lignin. Penderita bersifat kooperatif.
Perawatan Semua penderita yang terpilih dirawat di R u m a h Sakit yang bangsal d a n semua jendelanya tertutup dengan kasa, dan daerah sekitarnya disemprot secara rutin dengan DDT. Penderita dirawat selama 3-5 hari sampai sembuh secara klinis dan parasitologis, dan diikuti perkembangannya sampai 28 hari. Setiap penderita mempunyai buku status sendiri dan harus menanda-tangani surat persetujuan untuk mengikuti penelitian sampai selesai. Sebelum diobati, penderita diperiksa secara klinis, parasitologis, serta dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan rutin darah (hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, eritrosit dan trombosit) dan kimia darah (bilirubin, protein, fosfatase alkali, SGOT, SGPT, glukosa, ureum dan kreatinin). Selama perawatan, setiap penderita diikuti perkembangan klinisnya, diperiksa suhu tubuhnya 5 kali sehari yaitu jam 6.00, 14.~, 1 8 . ~d a n 22.00. Pemeriksaan parasitologis diiakukan setiap 12 jam sampai negatif 3 kali berturut-turut. Setiap keluhan dan tanda-tanda klinik dicatat dalam status, d a n selama perawatan tidak diberikan obat apapun kecuali kompres.
I BuL PcmUL KsebaL 20 (1) 1992
Pengobatanmalaria falsiparum
Pengobatan Penelitian dilakukan dengan membandingkan efikasi kelompok uji coba dan kelompok kelola. Delapan puluh penderita kelompok uji coba diobati dengan halofantrin (HalfanR), dosis tucgyal 500 mg (2 tablet), secara oral, tiap 6 jam, dengan dosis total 1.500 mg. Enam belas penderita kelompok kelola diobati dengan meflokuin ( ~ a r i a m ~dosis ) tunggal 750 mg (3 tablet), secara oral. Pemeriksaan ulang Sebelum penderita dipulangkan, dilakukan bemeriksaan laboratorium ulang yaitu pemeriksaan darah rutin dan kiiia darah. Mereka dibekali roboransia (multivitamin) dan kelambu yang telah dicelup dengan permetrin untuk dipakai setiap malam, minimal sampai penelitian selesai. Penderita juga diingatkan untuk tidak minum obat antimalaria selama masa pengawasan penelitian. Pada hari ke 7, 14,21dan 28 darahnya diperiksa ulang terhadap parasit malaria. Pengobatan kasus yang gagal dan relaps
Kasus yang gagal adalah kasus yang pada masa penelitian ternyata merupakan infeksi campur dengan R viva. Bila infeksi R vivax ditemukan pada masa pengobatan, pengobatan dengan halofantrin diteruskan. Bila infeksi R viva ditemukan setelah bebas Rfalciparum atau selesai pengobatan atau selesai perawatan di Rumah Sakit, penderita diobati dengan klorokuin 25 mglkg BB dalam 3 hari dan primakuin 15mglhari selama 5 hari. Kasus yang gagal tersebut diieluarkan dari daftar penelitian dan tidak diikutkan dalam analisis data. Untuk hasus relaps, pengobatan diulang dengan halofantrin dan diikuti perkembangan-
.....k i l i a n a Tjiua eLal
nya selama 14 hari. Bila tetap resisten, diobati dengan Fansidar dosis tunggal 3 tablet. Analisis data Data diolah dan dianalisis dengan bantuan komputer program D-base dan SPSS dengan menggunakan t-tes dan x2-tes. HASIL
Terpilih 96 penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi yang . - berumur antara 16-57 tahun, yang terdiri atas 91 penderita laki-laki dan 5 wanita. Sebanyak 943% merupakan pendatang, dan 99% adalah buruh yang bekerja di hutan. Mereka yang pernah menderita malaria 79,8% dengan suhu tubuh antara 36,0° - 41 OC dan kepadatan parasit antara 759-281.160/mm3 darah (tabel 1). Gejala klinik penderita pada saat masuk Rumah S&it yang paling sering dijumpai adalah sakit kepala (94,8%), panas atau demam (88,5%), menggigil (85,4%) dan mual atau muntah (57,3%). Pada pemeriksaan ditemukan beberapa kasus dengan anemia, ikterus, edema, hepatomegali antara 2-5 cm dan splenomegali antara HI-H2 19,8% (tabel 2). Ternyata penderita yang dapat diteliti sampai hari ke-28 adalah 77 orang yaitu 63 dari 80 penderita pada kelompok uji coba yang diobati dengan halofantrin dan 14 dari 16 penderita pada kelompok kelola yang diobati dengan meflokuin. Ke 19 penderita yang tidak dapat diteliti disebabkan karena selama pengobatan ditemukan infeksi campuran (I? falcipmm dan R viva), selama penelitian ditemukan infeksi I! viva atau tidak datang untuk kontrol pada hari yang telah ditentukan.
Pengobatanmalaria falsiparum
Tabel 1.
.....Emiliana Tjitra eta1
Karakteristik penderita malaria falsiparum tanpa kornplikasi di Rumah Sakit ITCI Kenangan, Balikpapan, 199011991.
* jumlah kasus yang menjawab = 91. * * jumlah kasus yang menjawab = 94.
Tabel 2.
Gejala klinik penderita malaria falsipamm tanpa komplikasi di RS lTC1 Kenangan, Balikpapan, 199011991
Jumlah kasus = %
Hasil pemeriksaan darah rutin dan kimia darah dari penderita yang diobati halofantrin umumnya menunjukkan nilai rata-rata yang normal, baik pada saat masuk rumah sakit (sebelum diobati) maupun pada saat keluar
rumah sakit (sesudah diobati) kecuali jumlah trombosit sedikit di bawah normal, kadar bilirubin dan kreatinin pada saat masuk rumah sakit sedikit di atas normal. Pada analisis data ditemukan perbedaan bermakna antara hail
pemerilrsaan hemoglob'i eritrosit, trombosit, b i b i n t o t d protein, fosfatase fiali,glukosa, ureumdankreatininpadaspatmasuk dibandingkan dengan pada saat keluar rumah .skit-JW ditemukan Penwman nilai rata-rat dari hemoglobin, eritrosit, trombosit, dan protein ~ a d saat a penderita keluar rumah sakit (tabel 3). Tabel 3.
Dari 63 penderita kelompok uji coba ditemukan 1kasus relaps pada hari ke 28 yaitu
je~resisfenRIk~e~-Jadi~&ake~embuha adalah 98,4% clan angka relaps adalah 1,6%. ~ a k t uuntuk bebas panas yang dibutuhkan ant ar a 0-72 jam aitu : 22,4 ;t 2,7 jam, sedangkan waktu untuk bebas parasit yang 5,2 dibutuhkan antara 24-96 jam yaitu : 58,3 jam (tabel 4).
+
Hasil pemeriksaan bra! rutin dan kimia darah penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi yang diobati halofantrin pa& mat masuk dan keluar RS lTCI Kenangan, Balikpapan, 90191
Jumlah penderita yang dapat diteliti sampai dengan D28 = 63 B = hermakna TB = tidak bermakna
Tabel 4.
Hasil pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi dengan halofantrin dibandingkan dengan meflokuin di RS ITCI, Kenangan, Balikpapan, 1990/1991.
B = bermakna TB = tidak bermakna
BuL Penelit. Kesehat. 20 (1) 1992
Pengobatan malaria falriparum .....Emiliana Tjim eLal
Angka kesembuhan dari kelompok kelola adalah sedikit lebih tinggi yaitu 100%. Waktu untuk bebas panas yang dibutuhkan lebih cepat yaitu antara 0-44 jam yaitu : 9,3 2,4 jam dan berbeda bermakna (p = 0,001) dibandingkan kelompok uji coba, sedangkan waktu untuk bebas parasit yang dibutuhkan sedikit lebih lama antara 36-84jam yaitu 47,l L 3,7 jam dan tidak berbeda bermakna (tabel 4). Efek samping halofantrin yang ditemukan pada 78 penderita yang selesai perawatan sampai hari ke 3-5 adalah gangguan saluran pencernaan yaitu diare (11,5%) dan mual (6,4%), berdebar (2,6%), dan pusing (1,3%). Semua efek samping tersebut bersifat ringan dan sembuh tanpa pengobatan (tabel 5).
+
Tabel
5.
Efek samping halofantrin pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi di RS KC1 Kenangan, Balikpapan, 1990/1991
Jumlah penderita s/d D3-5 = 78
PEMBAHASAN
Sesuai dengan keadaan daerah penelitian yang merupakan wilayah hutan dan pusat industri perkayuan, maka tidak mengherankan biia penderita malaria umumnya adalah dewasa muda, laki-laki, pekerja di hutan, pendatang, dan bukan pertama kali menderita sakit malaria ini. Jadi malaria di ITCI Kenangan merupakan penyakit akibat tempat bekerja. Hal ini perlu
6
diperhatikan dalam upaya menurunkan angka morbiditas dan mortalitas sehingga produktivitas dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Pada penelitian ini hanya dipilih penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi atau bukan malaria berat. Gejala klinik yang paling sering dijumpai adalah sakit kepala, menggigil, panas atau demam, muaVmuntah dan splenomegali. Gejala tersebut sesuai dengan gejala klinik yang biasanya dijumpai pada penderita malaria tanpa komplikasi lo*''. Adanya beberapa keluhan yang tampaknya seperti malaria berat antara lain : sesak, berdebar, perdarahan (epistaksis) dan oliguria sebagai akibat panas atau demam yang tinggi d a n bukan akibat edema paru, Disseminated Intravascular Coagulation atau gaga1 ginjal. Pada penelitian ini juga ditemukan sebanyak 11,5% penderita malaria tanpa keluhan dan tanda klinik panas atau demam. Gejala seperti ini banyak dijumpai di daerah endemi malaria seperti di Irian Jaya, Timor Timur, Nusa Tenggara Timur dan Banjarnegara 12,13 Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia darah pada saat masuk dan keluar rumah sakit menunjukkan umumnya nilai rata-rata dalam batas normal. Hal ini berarti bahwa penderita malaria yang diteliti merupakan malaria tanpa komplikasi dan efek samping obat tidak tercermin dalam darah. Walaupun terdapat beberapa perbedaan bermakna dari hasil pemeriksaan darah penderita pada saat masuk dibandingkan dengan saat keluar rumah sakit, perbedaan tersebut menuju kearah perbaikan. Efek samping obat dalam kimia darah tidak ditemukan dalam penelitian ini, sama seperti yang dilaporkan oleh Chitchang dkk, 198914.
BuL Penelit. Kcschat.20 (1) 1992
Pengobatan malaria falaipamm
...- fhiliana Tjitra eLal
Penderita pada saat masuk rumah sakit didapat sediit peninggian kadar bilirubin total dan kreatinin darah. Peninggian kadar bilirubin total dapat disebabkan akibat pen ancuran sel darah merah oleh parasit lrsedangkan peninggian kadar Iwcatinin mungkin karena terdapat dehldrasi relatif pada penderita sebagai akibat demam dan tidak mau makan dan &urn karena mud - muntah16. Pada saat keluar rumah sakit atau masa penyembuhan (hari 3-9, terdapat penurunan nilai rata-rata hemoglobin, eritrosit dan protein. Hal ini dapat disebabkan karena adanya penghancuran sel darah merah oleh parasit, pemasukan makanan yang berkurang karena ada perasaan mual dan muntah. Angka kesembuhan halofantrin pada penelitian ini adalah 98,4%, sedangkan beberapa peneliti lain yang juga menggunakan halofantrin 3x500 mg tiap 6jam, memberi angka kesembuhan antara 883-100%17. Waktu untuk bebas panas yang dibutuhkan halofantrin adalah 22,4 & 2,7 jam, berarti lebih cepat dibandingkan beberapa peneliti lain yan memerlukan waktu antara 28,8-68,l jam 1.B. Waktu untuk bebas parasitnya adalah 5 8 3 2 5,2 jam, hampir sama atau lebii cepat atau lebii lambat dibandingkan yang ditemukan beberapa peneliti lain yaitu antara 42,4-75,9 jam 17.
pengobatan. Hal ini sesuai dengan yang ditemukan oleh para peneliti lain17.
Mengenai efikasi halofantrin bila dibandingkan dcngan meflokuin, ternyata waktu untuk bebas panas berbeda bermWAktu untuk bebas panasyang dibutuhkan oleh meflokuin lebih cepat (9,3 A 2,4 jam), sedangltan peneliti lain yang menggunakan
DAFLAR KEPUSTAKAAN
meflokuindcngancarasamamcmerlukaawaktu lebib lama (54 jam)u. Efek umping ymg ditimbullw oleh hdohntrin yaitu diare, mual, betdebar clan pusing adalah ringan dan sembuh trnpa
KESIMPULAN Halofantrin memberikan hasil baik dan aman pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi di daerah resisten klorokuin. UCAPAN TERIMA KASIH
Kepada Kepala Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan R.I. di Jakarta; Kepala Sub Dit P2B2 dan staf, Ditjen PPM-PLP Departemen Kesehatan R.I. di Jakarta; Kepala Direktorat Pengawasan Obat dan staf, Dit. Jen. POM Departemen Kesehatan R.I. di Jakarta; Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Kalimantan Timur d a n staf, Samarinda; Pimpinan Smith Kline & FrencWBeechem dan s t 4 Pimpinan PT.Roche dan staf,Jakarta; Piipinan PT.ITCI khususnya RS ITCI dan staf, di Jakarta dan Balikpapan; diucapkan terima kasih atas bantuan dan pengarahan yang berharga s e h i i a penelitian ini dapat terlaksana.
2
'
Hoffman, SL,Dimpudus, AJ., Rustam, D, dkk.
(lsar)R1I.adRmtypcrrrirtraccot?kmodI.m lJdpurm to eombiaatioa of mefloquine rod
Pengobatanmalaria falsiparurn
4.
Manvoto, H.A., Arbani, P.R, Sulaksono S.T.,dkk. (1984- 1985) Laporan Akhir Penelitian Resistensi Plasmodium falcipamm terhadap Fansidar di Indonesia. Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R I .
5.
Pribadi, W., Dakung, LS., dan Ajung, S.A. (1983) Infeksi Plasmodium falcipamm resisten terhadap klorokuin dari beberapa daerah di Indonesia. Medika, 8: 689-693.
6.
Hoffman, S.L., dkk. (1983) In vitro studies of the sensitivity of Plasmodium falclparum to mefloquin in Indonesia. Panel Diskusi Seminar Parasitologi Nasional dan Kongres ke 2 P41, Bandung, Agustus.
7.
D e p a r t e m e n Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. (1990) Malaria. Tes resistensi in vivo dan in vitro untuk P. falclparum No. 9.
8.
9.
10.
Rumah Sakit ITCI, Kenangan, Balikpapan. (1989) Laporan tahunan kunjungan penderita di Rumah Sakit ITCI Kenangan, Balikpapan. Broom, C. (1989) Human pharmocokinetics of halofantrine hydrochloride. Parasitology Today Suppl : 15-20. Manson-Bahr, P.E.C., & Apted, F.I.C., (1983) Malaria and Babesiosin, In : 18" ed. Manson's Tropical Disease. London :The English Languange Book Society and Bailliere Tindall. : 38-69.
..... Emiliana T j i m era1
Miller, L.H. (1984) Malaria. In : 1" eds. Tropical and Geographical Medicine. New York : Mc Graw Hill Book Company : 223-239. Oemijati, S. (1990) Komunikasi pribadi. Tjitra, E. (1990) Sensitivitas P. falciparum terhadap beberapa obat antimalaria di desa Pekandangan, Jawa Tengah. Seminar Parasitology Nasional VI & Kongres P41, Pandaan-Pasuman, 23-25 Juni. Chitchang, S dan Wongteptien, S. (1989) A Clinical Trial of Halofantrine in Acute Uncomplicated malaria in Thai Soldiers. Halofantrine in the treatment of multidmg resistant malaria. Suppl Parasitology Today : 21-26. Hall, A.P., dkk. (1975) Jaundice in Falcipamm malaria. Annual report S E A T 0 Medicine Research Laboratory : 234-236. Sitprija, V. (1970) Renal involvement in malaria. Transoetions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene; 64 (5) : 695- 699. Horton, R J . dan Pam, S.N. (1989) Halofantrine : a n overview of efficacy and safety. Suppl Parasitology Today : 65-79. Karbwang, J., dkk. (1988) Single dose mefloquine pharmakokinetics in healthy Thai subjects and Tahi p a t i e n t ' s with f a l c i p a r u m malaria. XI1 International Congress for Tropical Medicine and Malaria. 18-23 September, Amsterdam, T h e Netherlands.
"
BuL Penelit Kesehat20 (1)1992