ABSTRAK
PenggunaanRadiasiSynchrotonUntukPengukuranDaerahPlastisPadaMaterial Baja Karbon (YunanPrawoto)
PENGGUNAAN RADIASI SYNCHROTRON UNTUK PENGUKURAN DAERAH PLASTIS PADA MATERIAL BAJA KARBON YunanPrawoto LaboratoriumUji Konstruksi(LUK-BPPTeknologi), PuspiptekSerpongTangerang15314
PENGGUNAAN RADIASI SYNCHROTRON UNTUK PENGUKURAN DAERAH PLASTIS PADA MATERIAL BAJA KARBON. Pada penelitian ini perubahan ukuran daerahplastis digunakan untuk verifikasi basil analisis faktor intensitas tegangandari retakan lelah yang dilakukan pada material yang memiliki tegangan sisa tarik. Daerah plastis vertikal digunakan untuk menyelidiki jejak faktor intensitas tegangan maksimum di dalam dan di luar daerahyang memiliki tegangansisa tarik. Daerah plastis vertikal dideteksi dengan metoda line broadening dengan menggunakanradiasi synchrotron dengan ukuran spot 50 x 50 J,lm.Hasil pengukuran daerah plastis ini kemudian dibandingkan dengan basil estimasi analitik. Hasil estimasi analitik ini didapatkan dengan menjumlahkan faktor intensitas tegangan kerja maksimum dan faktor intensitas tegangan sisa yang dihitung denganmetoda weightfunction. Ukuran daerahplastis terletakantarabasilanalisisRice dan Irwin. Jugadibandi:l1gkan dengan perhitungan menggunakan konstanta yang diperoleh dengan metoda micro hardness dan metod~letsa. Disimpulkan bahwa line broadening dari radiasi synchrotron dapat digunakan untuk mengukur daerah plastis yang terbentuk selama proses peretakan. Total maximum faktor intensitas tegangan adalahjumlah dari faktor intensitas tegangan kerja maksimum dan faktor intensitas tegangan sisa sesuai dengan prinsip superposisi. Kata kunci : Faktor intensitas tegangan, daerah plastik, weight Junction, tegangan SiBStarik, line broad'1ning, radiasi synchrotron
ABSTRACT APPLICATIONS OF SYNCHROTRON RADIATION FOR PLASTIC ZONE INVESTIGATION OF CARBON STEEL MATERIALS. In this researchthe plastic zone sizechanges are used to verify an analysis of the stress intensity factors for a fatigue crack grown in a tensile residual stressfield. The vertical extent of the plastic zone was used to investigate the history of the maximum stress intensity factors outside and inside a tensile residual stress field. The plastic zone was revealed by diffraction line broadening using a 50 x 50 J.1m synchrotron x-ray beam. The measured plastic zone size is compared to analytical estimates from the maximum stress intensity factor seenduring crack growth. The maximum stress intensity factor during crack growth was obtained by summing the applied maximum stress intensity factor and the residual stress intensity factor computed from the residual stressesusing the weight function method. The measured plastic zone sizes al~ laid between Rice's and Irwin's analytical solutions. They are also compared with the calculation results using the constants obtained by micro hardnessand etching methods. It is concluded that diffraction line broadening,from synchrotron radiation is capable of revealing the plastic zone formed during fatigue cracking and that thl: total maximum stress intensity factor is indeed the sum of the maximum applied and residual stress intensity factors. Key words: Stress intensity factor, plastic lone. weight function, residual stress, line broadening, synchrotron radiation.
PENDAHULUAN Dari penelitian-penelitian sebelumnya[ 1-4], diketahui bahwa tegangan sisa tarik meningkatkan laju cepat rambat retak, sedangkan tegangan sisa tekan bersifat sebaliknya, yaitu menunmkan laju cepat rambat retak. Dilain pihak, konsep faktor intensitas tegangan (FIT) telah terbukti efektif untuk menganalisa laju cepat rambat [5]. Rice telah membuktikan pacta tahun 1967 bahwa FIT memiliki hubungan unik dengan ukuran daerahplastis pada ujung retakan [6]. Sehingga daerah plastis yang terbentuk pada ujung retakan dapat
memberikan informasi tentang FIT efektif yang terjadi selamaperetakanberlangsung.Padapenelitian ini, daerah plastis yang diukur secaraeksperimen digunakan untuk verifikasi basil analisis. Analisis tersebut dilakukan dengan prinsip superposisi dan metoda weiJghtfunction. Berbagaicara digunakan untuk menl~ daerah plastis secaraexperimen. Lankford etal. [7] melaporkan basil pengukumn ukumn dan bentuk daeralllplastis pada berbagaimaterial denganmenggunakan me1loda electron channeling. Metoda ini pada prinsipny:a dilakukan
15
(
Jurnal Sains Materi Indonesia Indonesian Journal ofMaterials Science
dengan menggeser ke depan/ke be1akangbenda uji di dalam e1ektron mikroskop. Deformasi p1astis menyebabkan degradasi yang sistematis pacta hasil electron channeling pattern. Denganmetoda ini, mereka menemukan hubungan antara basil pengujian dengan teori. Mereka juga menemukan bahwa bentuk daerah plastis tergantung pacta jenis material. Dengan menggunakan metoda laser speckle, Tay et a1. [8) menemukan hubungan yang beralasan antara teori daD percobaanpactamaterial aluminium 2024-T3 51. Metoda ini berdasarpactaperubahankekasaranpermukaanketika snafu material mengalami deformasi plastis. Mereka menemukan bahwa daerah plastis secara praktek lebih kecil dati teori. Bathiasdan Pelloux [9) menelusuridaerah plastis dengan menggunakan metoda microhardness pada material baja martensitik dan austenitik. Metoda ini berdasar pacta perubahan nilai kekerasan karena deformasi plastis. Metoda etsa berhasil diterapkan oleh Hahn et al. [10, II). Metoda yang lain juga digunakan dan didiskusikan secararinci o1ehbeberapapene1itilain. Diantaranya: optical interference [12), x-ray line broadening [13), daD rekristalisasi yang diikuti oleh etsa [ 14]. Metodayang terakhir ini merupakanpenyempurnaan metodaetsa.Uguz and Martin mendiskusikan 17metoda yangberbedadalam mengukur daerahplastis [15). Semua metoda yang didiskusikan itu dilakukan pactabenda uji dengan kondisi teganganbidang, baik denganbenda uji tipis maupun daTipermukaan benda uji.
Vol. 1 No.3, Juni 2000, hal.. 15 -20 ISSN.. 1411-1098
lebihbesardari r=C
~ (J" YS
2
[1
cos 2 8--V+SlD2
2
.8
2
,dan
(4) adalahFIT maksimumyang
TEORI Banyak basil pengujian maupun basil analisis tentang daerah plastis telah dipublikasikan. Dari publikasi-publikasi tersebut, banyak juga yang dihubungkan dengan FIT [6, 9, 16, 17, 18]. Gambar 1 mengilustrasikan daerah plastis pada tegangan bidang dan reganganbidang yang dihitung dengankriteria luluh van Mises. Dengan prinsip ini [19], batas daerah plastis teganganbidang adalah :
Gambar 1. Batasdaerahplastis sebagaifungsi e. (a). menunjukkankondisi teganganbidang, (b). menunjukkankondisi reganganbidang
dialami selama proses retak lelah, crrsadalah tegangan luluh, v adalah rasio Poisson, dan C adalah konstanta Tabel I. Besarvertikal dan horizontal PZ denganmenggunakan kriteria luluh von Mises and Tresca.
16
Penggunaan Radiasi Synchroton Unhtk Pengukuran Daerah Plastis Pada Material Baja Karbon (Yunan Prawoto)
yang tergantung pada jenis material. Pada umumnya, material dengan daktilitas tinggi memiliki nilai C yang tinggi pula. Tabell merangkum persamaan (1)-(4). Tabel tersebut memberikan perbandingan antara ukuran daerahplastis secarahorizontal dan vertikal. Tabel ini memungkinkan untuk diadakannya pembandingan basil percobaan denganbasil-basil yang telah dipublikasikan sebelumnya [6,9, 16-18]. Pada proses retak lelah, perkembangan retakan akan merusak daerahplastis horizontal. Namun, daerah plastis vertikal akan tetap tertinggal dan dapat diamati. Selama proses pelelahan berlangsung, daerah plastis siklis akan selalu dibarengi dengan daerah plastis monotonik. Telah diketahui bahwa daerah plastis monotonic berhubungan secara langsung dengan FIT maksinum Kmax'sedangkan daerah plastis siklis lebih berhubungan dengan selisih FIT t.K [6, 20]. Pada umumnya, percobaan retak lelah menggunakan rasio bebanpositif, biasanyaantara 0,1 sid 0,5. Dengankondisi ini, ukuran daerah plastis siklis adalah sekitar 80% sid 25% daTidaerahplastis monotonik. Namun demikian kebanyakan peneliti melaporkan tentang sukarnya mengukur daerah plastis siklis [15]. Alasan utama sukamya menentukandaerahplastis siklis adalahkarena ukurannya yang kecil dan miripnya karakteristik daerah plastis siklis dengan daerahplastis monotonik. Dengan metoda yang tersedia, batasantara daerah plastis siklisl monotonik tidak sejelasbatasantara daerah plastis siklis dan elastic zone. Hal ini menyebabkan sangat sulitnya pembedaanantara daerahplastis siklis/monotonik. Pactapenelitian ini yang dibutuhkan hanyalah daerah plastis monotonik karena itulah yang berhubungan secara langsung dengan FIT maksimum. Besar daerahplastis vertikal digunakan untuk verifikasi total-FIT maksimum pactaretakan yang dilakukan pada material yang memiliki tegangansisa.
TATA KERJA Benda Uji daD Pengujian Retak Lellah Bendauji yang dig\Ulakanadalahberula uji ASTM compact tension(CT -specimen)[21] dengan1mterialbaja 1080,seperti yang ditunjukkan pada Gamb~lf2, Baja ini kemudian dispheroidisasi dengan memanaskan pada 8000C selarna3 jam dan kemudian didinginkan di udara, Ukuran butiran ferrite sekitar 5 ~m, sedangkan partikel cementitemerniliki ukuran 1 ~, Tegangansisadiberikan dengan menekan suatu oversized tapered pin kedalam suatulubang dengan 1,9 % misfit strain secanthidraulis, Peretakan awal dilakukan dengarl perangkat lunak[22] sehingga dapat dikontrol, Panjimg retakan retakan awal kira-kira 8,6 mm dibutuhkan sebelum pengujian yang sebenarnyadapat dilakukarl. Frekwensi yang digunakan adalah 4 Hz sinusoidal,Prosesperetakan dilakukan dengan selisih FIT kerja kon,s'tan sebesar 25 MPa"m daDrasio pembebanan konstan 10,I, Panjang retakan diukur dengan menggunakan double-cantilever clip-in displacement gage (clip gage) YWlg dipasang pada mulut benda uji sesuai dengan salran standar ASTM [21], Panjang retakanjuga diamati sc~aracermat dengan menggunakan traveling microscope,
Pengukuran TeganganSisa Awal Pengukurantegangansisaawal dilakilJkandengan difraksi sinal X di Northwestern University 123].Sumber rotating anodedigunakan dengankamkteristik chromium denganpanjang gelombang2,2897A. Sinar J~difokuskan dengan tapered glass capillary tube pad:! benda uji. Ukuran spotpada permukaan benda uji adalah 210 J.l.m. Komponen tegangan yang diukur adalab yang tegak turns terhadap arab retakan daD tegak turns dengan permukaanretakan
Pengukuran Daerah plastis
W=38.1,~5.4
Karena tebalnya benda uji, fenomena retakan didominasi oleh regangan bidang, sehingga daerah plastis didalam benda uji merupakan yang hal paling menarik untuk diamati. Benda uji dipotong secara memanjang dengan abrasive wheel yang didinginkan dengan air. lni memungkinkan dilakuk:mnya akses terhadap daerah plastis terhadap obyek di dalam material. Untuk menghilangkan kerusakan material yang disebabkanoleh prosespemotongan,benda lllji kemudian dipreparasi metallography yaitu dipolish and dietsa. Untuk polishing terakhir digunakan 0,05 j.l.malumina powder, sedangkan etsamenggunakan 2 0;0nital. Daerah plastis diukur dengan beam sinar X denganmetoda peak broadening. Percobrumdilakukan di beam line BM-l di Advanced Photon Source di Argonne National Laboratory-USA. Sinar memiliki energy 10 keY dengan ukuran spot 50 x 50 j.l.m,puncak
17
Jurnal Sains Materi Indonesia Indonesian Journal ofMaterials Science
ISSN,' 1411-1098
yang digunakan diambil daTiferrite 411 dengan sudut difraksi 20 sebesar133°. Pengujian dimulai dengan mencari posisi permukaan retakan. lni dilakukan denganmenempatkan fluorescent screen.PosisidimanajIuorescence mencapai setengah daTi nilai penuhnya dinyatakan sebagai permukaanretakan. Setelahpermukaanretakan diketemukan,puncak difraksi pada beberapa lokasi yang berjarak tertentu
sisa. Percobaan dilakukan dengan selisih FIT kerja konstans 25 MPa"m. Terlihat bahwa cepat rambat retak dipercepat secarasigniflkan oleh adanya tegangan sisa.
TeganganSisadaBDaerahPlastis Gambar 5 menunjukkan tegangan sisa awal. Tegangansisa awal adalah tegangan sisa pada material sebelumdilakukan pengujian retak lelah. Di sekitar pin, acta sedikit perbedaan tegangan sisa antara bagian depan dan bagian belakang. Hal ini dibahas di publikasi lain, denganelemenhingga [24]. Gambar 6 menunjukkan daerah plastis vertikal. Data menunjukkan bahwa semakinretakan mendekatipin, besardaerahplastis juga bertambah.
Superposisi Tegangansisadikonversikanke FIT sisadengan
direkam. Oi sekitarpemlukaan retakan, akanterjadipeak broadening karena deformasi plastis. Puncak difraksi didekati dengan fungsi Gaussian dengan linear background untuk menentukan full width at half maximum(FWHM). Gambar 3 menunjukkan contohbasil percobaan.Posisidimana FWHM kembalike nilai asalnya dinyatakan sebagaibarns daerah plastis.
~
~ .,~
.~
~ on
~
~
I (XH;.O2
.d6/ct'{ Tegang." sisa " d6/ct'{Tanpa tegangansis.
:£" lOOE-OJ
,.
i
.dK
TegaJIg.,1sisa
.,IK
Tallpa tegallgansia.
J_~-_=::
J~"
",.,
~ IOOE-04
=
,.
~
"i
»~ .,
1000-OS .6
II
10
Panjangretak lInin]
GambqT 4. Perbandingan cepat rarnbat retak pada benda uji tanpa tegangan sisa dan dengan tegangan sisa. Walaupun selisih FIT kerja (25 MPa,jm) sarna, kecepatan mereka mef\iadi berbeda setelah retakan mencapai daerah yang memiliki tegangan sisa.
Gambar 5. Tegangan sisa awal sepanjang garis caJon retakan (pro.rpeclive crack line).
menggunakanweightfunction [25, 26,27] a
KR =f I U(x). m(a, x)dx
,
(5)
0
BASIL DAN PEMBABASAN PerambatanRetakLelah Gambar 4 menunjukkan perbandingan cepat rambat retak pada benda uji dengan dan tanpa tegangan
i~~~~'"
Vol. 1 No.3, Jun; 2000, hal.. 15 -20
Di sini, weight function m(a,x) hanya tergantung pada bentuk dan ukuran suatu komponen. Kurva pada Gambar 5 adalahrata-ratategangansisayang digunakan pada persamaan(5) untuk menghitung FIT sisa. Gambar 7 menunjukkan basil perhitungan dengan tiga basil analitik daTi3 weightfunction yangberbeda [25, 26, 27].
PenggunaanRadiasiSynchrotonUntukPengukuranDaerahPlastisPadaMaterial Baja Karbon (YunanPrawoto)
I .~
~ -a .~
~
.I
~
~
Gambar 6. Daerah plastis vertical diukur dari permukaan retakan. Hasil pengujiandibandingkandenganbeberapabasil analisis.
Tidak diketernukan perbedaanyang signifikan. Pendekatandengan rnenggunakan linear ela.~tic fracture mechanics sangat rnudah dilakukan, karena setelahtegangan diubah rnenjadi FIT, penarnbahandaD pengurangan terhadapnya dapat dilakukan sesuai prinsip superposisi. Untuk benda uji yang tidak rnemiliki tegangansisa, FIT rnaksirnurn sarnauntuk sernuaposisi AK K max =(1- R) (6) Untuk selisih FIT kerja konstan AK=25 MPa..Jrndan rasio beban R=O,1 Kmaxadalah 27,78 MPa..Jrn.Di lain pihak, untuk benda uji yang rnerniliki tegangan sisa, FIT rnaksirnurn akan berubah karena prinsip superposisi hams diterapkan
Tabel 2. Konstanta yang digunakan untuk membandingkan daerahplastis Pene/ill
Konstanta:
Balbia.
Rice [6)
Irwin [18)
Dugdale [17]
Birol [16)
[9)
1/27t
1/7t
1'.18
039
010
Catatan Konstanta-konstanta ini adalah2C padspersamaan(1)-(4)
daerahplastis diketemukan meningkat. Total FIT adalah FIT sisa ditambabkan dengan FIT kerja seperti ditunjukkan pada persamaan(7). Pada Gambar 6, basil percobaan dibandingkan dengan basil perhitungan. Dalamperhitungan, digunakan beberapa konstanta, 2C pactapersamaan(1 )-(4), yang diperoleb secara analitik maupun dengan percobaan [9, 16, 17, 18]. Untuk itu digunakan Tabel 1 daD Tabel 2. Kedua label ini memungkinkan kita untuk membuatperoandingansecara langsung terbadap konstanta-konstanta yang dipublikasikan terdahulu. Data percobaan ini menunjukkan bahwa 2C= 0,25. Nilai ini dapat dibandingkan langsung dengantabel2, yaitu antara Rice-2C, 1/2 1l'~ 0,159, daD
~
i
~ t::: Ix.
Irwin-2C, 1/1l'~0,318.
KESIMPULAN Gambar 7. Faktor intensitas tegangan yang dihitung daTi tegangan sisa dengan 3 solusi weight function.
Telah dibuktikan bahwa radiasi synchrotron denganmetodapeak broadening dapat digunakan untuk
19
Jurnal SainsMateri Indonesia IndonesianJournal ofMaterialsScience mengukur besar daerah plastis. Juga telah dibuktikan bahwa prinsip superposisi dapat dibuktikan secara experimen. Besar daerah plastis terletak antara basil analitik Rice dan Irwin. Ini membuktikan bahwa nilai daerah plastis yang diukur dalam percobaan ini adalah benar mengingat analisis Rice berdasarkanpactadaerah teganganelastis dan Irwin berdasarpactaanalisa elastisplastis sempuma.
Vol. 1 No.3,
Juni 2000, hal ..15 -20 ISSN.. 1411-1098
G. T. HAHN, R. G. HOAGLAND, and A. R. ROSENFIELD, Metallurgical Transactions,3 (1972)1189. G.R. CHANANI, International Journal of [12] Fracture,13 (1977)394. andJ.B. COHEN, Metallur[13J W.H. SCHLOSBERG gical Transactions A, 13A (1982)1987. [14] E. TSHEGG, C. FALTIN, and S. STANZL, Journal of Materials Science,15 (1980)131. A. UGUZ and J.W. MARTIN, Materials [15] UCAPAN TERIMA KASIH Characterization, 37 (1996)105. Penulis mengucapkanterima kasih alaSbimbingan [16] Y. BIROL,Journal ofMaterialsScience, 23 (1988) professor Winholtz dari University of Missouri dalam 2079. melakukan riset ini. Penulis juga mengucapkan terima [17] D.S. DUGDALE,Journal ofMechanics and Physkasih pada Dr. Almer atas pemberian data tegangansisa. ics of Solids, 8 (1960)100. Pengujian dengan APS didukung oleh U.S Department [18] G.R. IRWIN, Proceedingof SeventhSagamore of Energy, Basic Energy Sciences, Office of Science, OrdanceMaterials Conference, SyracuseUniver dibawah kontrak No. W-31-109-Eng-38. Asistensidalam sity, 1960,p.63-78. pengukuran ini dilakukan oleh Dr. Haeffner clanDr. Lee, [19] D. BROEK, Elementary engineeringfracture dari Argonne-Illinois. mechanics, 4thedition", Kluwer Academic Publishers,Dordrecht-Netherland, (1996). [20] A. SAXENA and C.L. MUHLSTEIN, Fatigue DAFT AR ACUAN crackgrowth testingin: ASM HandbookVol. 19[1] J.H. UNDERWOOD,"ExperimentalMechanics", Fatigue and Fracture, ASM International, March 1995,p. 61-65. MaterialsPark,OH, 1996,p. 168-184. [2] J.H. UNDERWOOD, L. P. POOK, and J.K. [21] Standard Test Methods for Measurement of SHARPLES,Flaw GrowthandFracture,STP631, FatigueCrackGrowth Rates,ASTM Designation American Society for Testing and Materials, E 647-95a, American Society for Testing and Philadelphia, PA, (1977)p.402-415. Materials,Philadelphia,PA, 1995,P 565-601. [3] D. V. NELSON,ResidualStressEffectsin Fatigue, [22] 759.40 Testware fatigue crack growth test STP 776, American Society for Testing and operator'sguide,MTS SystemsCorporation,Eden Materials,Philadelphia,PA, (1982)p. 172-194. Prairie,1993. [4] A. P. PARKER,ResidualStressEffectsin Fatigue, [23] J. D. ALMER, Metallurgical and Materials STP 776, American Society for Testing and Transactions A, 29A (1998)2127. Materials,Philadelphia,PA, (1982)p. 13-31. [24] J.D. AlMER, J.B. COHEN,K.R. MCCALLUM,and [5] H. P. ROSSMANITH, Fracture Research in R.A. WINHOLTZ, in: T. ErricsonandM. aden Retrospect,An AnniversaryVolumein Honourof (Eds.), Proceedings of the Fifth International G.R. Irwin's~ Birthday,A.A. BalkemaPublishers, Conference on TeganganSisa" , Soc.Exp. Mech., Rotterdam-Netherland, (1997). Bethel,CT, 1997,p.l072-1077. [6) J.R. RICE, FatigueCrackPropagation,STP415, [25] A. TODOROKI and H. KOBAYASHI, American Society for Testing and Materials, TransactionsoftheJapanSociety of Mechanical Philadelphia, PA, (1%7) p. 247-309. Engineers",seriesA, 54 (1988)30-36. m J. LANKFORD,D.L. DAVIDSON,and T.S.COOK, [26] X. R. WU andA. J. CARLSSON,Weightfunctions in: "Cyclic Stress-Strain andPlasticDeformation and faktor intensitas tegangan solutions, Aspectsof Fatigue Crack Growth", STP 637, Pergamon Press,Oxford-UK,(1991). AmericanSocietyfor TestingandMaterials,Phila- [27] T. FETT and D. MUNZ, Faktor intensitas delphia,PA, (1977)p. 36-55. tegangansand WeightFunctions,Computational mechanics publications,Southampton-UK, (1997). [8] T.E. TA Y, C.M. YAP, andC.J. TAY, Engineering FractureMechanics,52,5 (1995)879. [9] C. BATHIAS andR. M. PELLOUX,Metallurgical Transactions, 4 (1973)1265. [10] G. T. HAHN, P. N. MINCHER and A. R. ROSENFIELD,ExperimentalMechancis,(1971) 248.
20
Kembali ke Jurnal
[II)