PENGGUNAAN PESTISIDA BAGI TANAMAN PANGAN DALAM PERSPEKTIF USHUL FIQH Oleh : Misbahul Anam, S.H.I Bismillaah ar-Rahman ar-Rahim A. Mengenal Pestisida 1. Pengertian Pestisida Nama pestisida berasa dari kata pest (yang berarti hama) dan cide (yang berarti pembasmi). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pestisida diartikan sebagai zat yang beracun untuk membunuh hama; racun pembasmi hama; racun hama.1 Pestisida adalah substansi kimia dan bahal lain, serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama seperti serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, nematode (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Jadi,
pestisida
adalah
bahan
yang
digunakan
untuk
mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organismE pengganggu. Karena sifatnya sebagai bahan kimia yang berfungsi untuk mengendalikan, menolak, memikat dan atau membasmi, maka pestisida dikalangan masyarakat luas lebih dikenal sebagai “racun untuk….”, walaupun memang terdapat pula pestisida yang tidak mengandung racun.
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Digital Ofline, v.01.
1
2. Aneka Pestisida dan Kegunaannya Dilihat dari nama dan fungsinya, terdapat aneka pestisida sebagaimana berikut ini: a. Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut sebagai mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu. b. Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahasa latinnya berarti ganggang laut. Berfungsi untuk melawan alge. c. Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung. Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi burung. d. Bakterisida, berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani bacron. Berfungsi untuk melawan bakteri. e. Fungisida, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani spongos yang berarti jamur. Berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. f. Herbisida, berasal dari kata latin herba yang berarti tanaman setahun. Berfungsi membunuh gulma (tumbuhan pengganggu). g. Insektisida, berasal dari kata latin insectum yang berarti potongan, keratan atau segmen tubuh. Berfungsi untuk membunuh serangga. h. Larvisida, berasal dari kata Yunani lar. Berfungsi untuk membunuh ulat atau larva. i. Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus yang berarti berselubung tipis lembek. Berfungsi untuk membunuh siput. 2
j. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nema yang berarti benang. Berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang hidup di akar). k. Ovisida, berasal dari kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk membunuh telur. l. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis berarti kutu, tuma. Berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma. m. Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis yang berarti ikan. Berfungsi untuk membunuh ikan. n. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat. Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus. o. Predisida, berasal dari kata Yunani praeda yang berarti pemangsa. Berfungsi untuk membunuh pemangsa (predator). p. Silvisida, berasal dari kata latin silva yang berarti hutan. Berfungsi untuk membunuh pohon. q. Termisida, berasal dari kata Yunani termes yang berarti serangga pelubang daun. Berfungsi untuk membunuh rayap.2 Selain dari nama-nama tersebut, masih terdapat bahan kimia yang termasuk pestisida namun namanya tiak menggunakan akhiran “sida”. Bahan tersebut adalah: a. Atraktan, zat kimia yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik. Sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan perangkap. b. Kemosterilan, zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga atau hewan bertulang belakang. 2
http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida
3
c. Defoliant, zat yang dipergunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan panen, digunakan pada tanaman kapas dan kedelai. d. Desiccant. zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman lainnya. e. Disinfektan,
zat
yang
digunakan
untuk
membasmi
atau
menginaktifkan mikroorganisme. f. Zat
pengatur
tumbuh.
Zat
yang
dapat
memperlambat,
mempercepat dan menghentikan pertumbuhan tanaman. g. Repellent, zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya. Contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak nyamuk. h. Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma. i. Pengawet kayu, biasanya digunakan pentaclilorophenol (PCP). j. Stiker, zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan. k. Surfaktan dan agen penyebar, zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun. l. Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas. m. Stimulan tanaman, zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan terjadinya buah.
4
Jadi, berdasarkan fungsi atau sasaran penggunaannya pestisida dibagi kedalam enam jenis3: a. Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat. Insektisida juga
digunakan
untuk
memberantas
serangga
di rumah,
perkantoran atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh : basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, diazinon,dll. b. Fungisida
adalah
pestisida
untuk
memberantas/mencegah
pertumbuhan jamur/cendawan seperti bercak daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun. Contoh: tembaga oksiklorida, tembaga (I) oksida, carbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat. c. Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Salahsatu contoh bakterisida adalah tetramycin yang digunakan untuk membunuh virus CVPD yang meyerang tanaman jeruk. Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu tanaman sukar diberantas. Pemberian obat biasanya segera diberikan kepada tanaman lainnya yang masih sehat sesuai dengan dosis tertentu. d. Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat seperti tikus. Lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya dicampur dengan beras atau jagung. Hanya penggunaannya harus hati-hati, karena
3
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2009/060914/jenisjenis%20pesti sida.html
5
dapat mematikan juga hewan ternak yang memakannya. Contohnya warangan. e. Nematisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa nematoda (cacing). Hama jenis ini biasanya menyerang bagian akar dan umbi tanaman. Nematisida biasanya digunakan pada perkebunan kopi atau lada. Nematisida bersifat dapat meracuni tanaman, jadi penggunaannya 3 minggu sebelum musim tanam. Selain memberantas nematoda, obat ini juga dapat memberantas serangga dan jamur. Dipasaran dikenal dengan nama DD, Vapam, dan Dazomet. f. Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu (gulma) seperti alang-alang, rerumputan, eceng gondok, dll. Contoh ammonium sulfonat dan pentaklorofenol. Dari berbagai macam pestisida yang telah penulis sebutkan di atas, hampir selurunya digunakan oleh petani agar nilai modal berbanding lurus dengan nilai panen, sehingga petani tidak merugi. 3. Bahaya Pestisida Bagi Kesehatan Penelitian
terbaru
mengenai
bahaya
pestisida
terhadap
keselamatan nyawa dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. WHO (World Healt Organisation) dan program lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sector pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida. Dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya. (Miller, 2004). Di cina diperkirakan setiap tahunnya ada setengah juta orang keracunan pestisida dan 500 orang di antaranya meninggal dunia. (Lawrence, 2007). 6
Pada
dasarnya
beberapa
pestisida
memang
bersifat
karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian terbaru dalam environmental health perspective menemukan adanya kaitan kuan antara pencemaran DDT pada masa muda dengan menderita kanker payudar pada masa tuanya. (Barbara and Mary, 2007). Menurut NRDC (Natural Recources Defense Council), tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukimia, dan cacat pada anak-anak pada awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia. Menurut Watterson (1988) secara umum telah banyak sekali bukti-bukti yang ditemukan pengaruh samping senyawa kimia pestisida terhadap kesehatan manusia. Beberapa jenis penyakit yang telah diteliti dapat diakibatkan oleh pengaruh samping penggunaan senyawa
pestisida
antara
lain
leukemia,
myaloma
ganda,
lymphomas, sarcomas jaringan lunak, kanker prostae, kanker kulit, kanker perut, melanoma, penyakit otak, penyakit hati, kanker paru, tumor syaraf dan neoplasma indung telur.
Selain dari pada itu,
beberapa senyawa pestisida telah terbukti dapat menjadi faktor "carsinogenic agent" baik pada hewan dan manusia, yakni tercatat ada 47 jenis bahan aktif pestisida ditemukan terbukti sebagai carsinogenic agent pada hewan, dan 12 jenis lagi terbukti sebagai carsinogenic agent pada manusia (Gosselin, 1984: IARC, 1978: Saleh, 1980). Fakta lain ditemukan pula bahwa ternyata tercatat 80 jenis bahan aktif pestisida juga dapat menjadi penyebab atau sebagai faktor "mutagenic agent" (Moriya, 1983; Weinstein, 1984; Sandhu, 7
1980; Simmon, 1980). Lebih jauh ditemukan lagi fakta bahwa senyawa
pestisida
juga
dapat
menjadi
penyebab
penyakit
peradangan kulit dan penyakit kulit lainnya sebagai akibat timbulnya alergi dan iritasi. Yang dapat menyebabkan alergi pada kulit tercatat ada 20 jenis bahan aktif sedangkan yang menyebabkan iritasi tercatat ada 42 jenis bahan aktif (Weinstein, 1984: Gosselin, 1984). Jadi, berdasarkan fakta dan kajian ilmiah di atas, telah terbukti bahwa penggunaan pestisida berdampak nyata terhadap penurunan kualitas kesehatan manusia bahkan rusaknya ekosistem lingkungan sebagaimana hal itu telah diketahui. B. Penggunaan Pestisida Pada Tanaman Pangan Dalam Perspektif Ushul Fiqh Berdasarkan kajian ilmiah sebagaimana diatas dan fakta penggunaan pestisida pada tanaman pangan maka dapatlah dimengerti bahwa penggunaan pestisida adalah untuk mengendalikan hama yang menyerang tanaman dan bahkan membunuh hama yang menyerang tanaman. Namun demikian, ternyata efek daripada penggunaan pestisida tidak selesai pada matinya hama tanaman yang dimaksud, akan tetapi pestisida memiliki dampak secara langsung dan bertahap bagi tanaman dan juga manusia yang memakan tanaman tersebut. Jadi, dalam kasus penggunaan pestisida pada tanaman pangan terdapat dua dloror yakni: hama tanaman yang merugikan; dan pestisida itu sendiri yang menimbulkan bahaya laten bagi kesehatan manusia dan ekosistem lingkungan. Memang, dalam Islam sangat tampak jelas, bahwa bahaya harus dihilingkan dengan berbagai upaya 8
yang tentu tidak menimbulkan bahaya yang serupa atau bahkan bahaya (dloror) yang lebih besar. Secara etimologi, kata dloror adalah antonim atau kebalikan dari manfaat (khilaf al-naf’i). sedangakn secara etimologi sebagaimana yang disampaikan oleh Abdullaah bin Said Muhammad al-Lahji, bahwa yang dimaksud dengan dloror adalah seseorang tidak boleh menghilangkan bahaya pada dirinya dengan menimbulkan bahaya pada diri orang lain.4 Jadi, bila bercocok tanam adalah aktivitas yang dapat mendukung terpenuhinya kebutuhan pokok makanan seseorang, maka tidak bercocok tanam adalah dloror, atau jika panen merupakan sarana terpenuhinya kebutuhan pangan seseorang, maka gagal panen adalah dloror,
jika tanpa hama petani dapat panen maksimal, maka hama
adalah dloror, karena itu hama supaya dihilangkan. Demikian juga dengan efek yang ditimbulkan pestisida baik pada ekosistem lingkungan hidup atau pada manusia yang dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung hal itu merupakan dloror, karena itu hama tanaman pangan harus dihilangkan dan juga penggunaan pestisida harus diganti dengan senyawa yang tidak membahayakan bagi manusia dan ekosistem alam5. Sebab dloror yang dihilangkan dengan menggunakan dloror yang
lain
tidak
dinamakan
menghilangkan
dloror,
melainkan
membiarkan dloror, seperti sediakala walapun menggunakan sarana yang berbeda. Disinilah kemudian kaidah fiqh dloror la yuzalu bid dloror, dapat 4
5
digunakan.
Sehingga
dengan
menggunakan
kaidah
Mughinl Muhtaj, III/262 Zayn al-Din Muhammad bin Abu Bakar al-Razi, Mukhtar as-Shibhah, I/159.
9
ini,
hukumnya haram menggunakan pestisida dalam pertanian, ataupun aktivitas apapun, sebab pestisida telah terbukti dapat menimbulkan bahaya laten bagi kesehatan, kelangsungan hidup manusia, dan keberlangsungan ekosistem lingkungan. Namun demikian, tampaknya memasukkan hama pada tumbuhan pangan dalam kategori dloror, adalah terlalu berlebihan dan seolah memaksakan dalil kaidah fiqh. Sebab hama tanaman bukanlah obyek hukum, mereka diakherat kelak tidak akan mendapatkan hisab atas apa yang telah dilakukannya apalagi pembalasan, manusialah yang dikenai hisab dan pembalasan di akherat kelak atas perbuatanperbuatannya. Oleh karena itu sepertinya lebih tepat dikatakan bahwa perbuatan manusia yang menggunakan pestisida itulah yang termasuk dalam katergori dloror. Termasuk juga pengusaha pembuat pestisida, distributor, masuk didalam kategori dloror. Jadi, aktivitas di dalam pembuatan pestisida, penggunaan, penyebarluasan inilah yang lebih tepat disebut sebagai dloror. Dan manusia yang menjalankan aktivitas itu berdosa, karena ia melakukan hal-hal yang membahayakan bagi ekosistem alam dan keberlangsungan kehidupan manusia. Oleh karena aktivitas itu berbahaya dan berdosa (mengandung dloror), maka aktivitas tersebut harus dihilangkan diganti dengan aktivitas yang sama sekali tidak terdapat dloror. Jadi, penggunaan kaidah yang tepat dalam pesoalan ini bukanlah dengan kaidah adloror la yuzalu bid dloror, melainkan dengan kaidah al-dloror yuzalu. Kemudian, akibat hukum yang timbul dari kaidah
ini
adalah
haramnya
memproduksi
pestisida,
mendistribusikan pestisida, haram menggunakan pestisida. 10
haram
Oleh sebab itu, dalam upaya memajukan hasil pertanian haruslah menggunakan produk-produk yang tidak mengandung dloror dan produk tersebut memiliki kualitas yang mumpuni untuk mengkondisikan hama dan memaksimalkan hasil pertanian. Hanya pemerintahlah yang bisa dan berkewajiban untuk mengatur kebijakan pertanian sebagaimana dimaksud. Melalui kementerian pertanian dan beragai lembaga negara yang bergerak dalam bidang pertanian, tentu pemerintah mampu untuk mengupayakan terwujudnya senyawa-senyawa kimia yang ramah lingkungan dan bermanfaat untuk keberlangsungan kehidupan manusia. Tidak kemudian justru malah pemerintah turut andil di dalam peredaran senyawa kimia yang merugikan masyarakat dan kehiduban berbangsa negara. Bila upaya itu dilaksanakan oleh pemerintah, maka pada hakikatnya pemerintah sedang mengamalkan hadits Nabi SAW, yang masyhur, hadits nomor 32 dalam kitab arba’in nawawi, riwayat Ibnu Majah, Ahmad dan Daaruqutni. Imam an-Nawawi mengatakan, “Hadis ini hasan, diriwayatkan oleh Ibn Majah, ad-Daraquthni dan yang lain secara musnad.
Imam Malik meriwayatkan hadis ini dalam Al-
Muwatha’ secara mursal dari Amru bin Yahya, dari bapaknya, dari Nabi saw., dan ia menggugurkan Abu Said. Hadits ini memiliki beberapa jalur periwayatan yang saling menguatkan sebagian dengan yang lain.” Az-Zayla’i mengatakan di dalam Nasb ar-Râyah, hadis ini diriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit, Ibn Abbas, Abu Said alKhudzri, Abu Hurairah, Abu Lubabah, Tsa’labah bin Malik, Jabir bin Abdullah dan Aisyah ra. 11
Abu Said al-Khudzri ra. juga menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
ُه َال َال ْن ِض
ا َال َّر ُه َال َال ْن َال َّر
َال َّرا َال َّرا ُه
َال َال َال َالا َال َال ِض َال َالا َال ْن
Tidak boleh ada madarat (bahaya) dan tidak boleh ada yang menimpakan bahaya. Siapa saja yang menimpakan kemadaratan niscaya Allah menimpakan kemadaratan atas dirinya dan siapa saja yang menyusahkan niscaya Allah akan
menyusahkan
dirinya (HR
al-Hakim,
al-Baihaqi
dan
ad-
Daraquthni). Inilah hadits, yang menjadi landasan tumbuhnya kaidah fiqh tersebut di atas. Jadi, mengamalkan hadits di atas, dan atau mengamalkan kaidah fiqh di atas, pada hakikatnya dalah bentuk ketaatan terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, meninggalkan hadits di atas, dan atau meninggalkan kaidah di atas, adalah bentuk kemungkaran dan maksiat terhadap Allah SWT. Semoga kita senantiasa mendapatkan petunjuk dan hidayah-Nya. Amien. Wallahhu A’lam Bil As-Shawab
12