PENGGUNAAN METODE HIBRIDA UNTUK IDENTIFIKASI KERAPATAN KANOPI DI SEBAGIAN KABUPATEN KULONPROGO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan S1 pada Fakultas Geografi UGM
Oleh : Endra Gunawan No. Mhs 05/186755/GE/05691
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS GEOGRAFI YOGYAKARTA 2011
1
PENGGUNAAN METODE HIBRIDA UNTUK IDENTIFIKASI KERAPATAN KANOPI DI SEBAGIAN KABUPATEN KULONPROGO oleh: Endra Gunawan 05/186755/GE/05691
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menyusun suatu kunci interpretasi hibrida berdasar saluran tunggal atau hasil transformasi yang memiliki korelasi terbaik untuk memudahkan identifikasi tingkat kerapatan kanopi, (2) Interpretasi hibrida untuk mengoptimalkan kelebihan-kelebihan yang ada pada metode manual (visual) dan otomatis (komputasi) untuk identifikasi kerapatan kanopi. Metode hibrida yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi dua teknik interpretasi yaitu visual dan digital, yang kemudian digunakan dalam penyusunan formula kerapatan kanopi. Interpretasi visual digunakan untuk deliniasi satuan pemetaan pada daerah bervegetasi pada citra ASTER VNIR. Interpretasi digital digunakan untuk identifikasi kerapatan kanopi. Kunci interpretasi kerapatan kanopi disusun menggunakan citra atau hasil transformasinya yang memiliki korelasi tertinggi dengan tingkat kerapatan kanopi. Korelasi tersebut diperoleh dengan cara menumpangkan setiap blok sampel terukur pada setiap saluran ASTER VNIR, hasil transformasi NDVI, SAVI dan MSAVI. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa citra hasil transformasi NDVI memiliki korelasi tertinggi yaitu sebesar 0,99. Formula kerapatan disusun untuk tiga kelas kerapatan yaitu kerapatan tinggi (>70%) dengan nilai NDVI >0,54399, kerapatan sedang (40-70%) dengan nilai NDVI 0,3192-0,54399 dan kerapatan rendah (<40%) atau daerah non-vegetasi dengan nilai NDVI <0,3192. Pemetaan kerapatan kanopi dengan metode hibrida menghasilkan nilai akurasi formula kepadatan yang didapat dari hasil validasi lapangan sebesar 90,32% atau melebihi batas minimum akurasi interpretasi yang diperbolehkan sebesar 85% Kata kunci : interpretasi hibrida, NDVI, kerapatan kanopi
ii
THE USE OF HYBRID METHOD FOR IDENTIFICATION CANOPY DENSITY IN PART OF KULONPROGO REGENCY by: Endra Gunawan 05/186755/GE/05691
ABSTRACT The aim of this study are: (1) to develop an interpretation key based on the single band or the result of the transformation that has the best correlation for easy identification of canopy density, (2) hybrid interpretation to optimize a combination of visual interpretation and digital interpretation for identification of canopy density. Hybrid method used in this study is a combination of two techniques, visual and digital interpretation, which used
to create the canopy density
formula. Visual interpretation is used in delineation of mapping units in vegetated areas in ASTER VNIR imagery. Digital interpretation used to identify canopy density. Formula canopy density were prepared using the image or the result of transformation which has the highest correlation with canopy density. Correlations are obtained by lay each block of samples was measured at each band ASTER VNIR, the NDVI transformation, SAVI and MSAVI. From these results it can be seen that the image of the transformation of NDVI has the highest correlation of 0.99. Density formula developed for three classes of density that is high density (> 70%) with NDVI values> 0.54399, medium density (40-70%) with NDVI values from 0.3192 to 0.54399 and a low density (<40%) or non-vegetation areas with NDVI values <0.3192. Canopy density mapping with the hybrid method produces accurate formula for the density values obtained from field validation results of 90.32% or exceeds the minimum accuracy of interpretation is allowed by 85%
Keywords: hybrid interpretation, NDVI, canopy density
iii
KATA PENGANTAR Assalamua’alaikum wr.wb Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah meberikan anugerah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Penggunaan Metode Hibrida Untuk Identifikasi Kerapatan Kanopi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana S-1 Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Kelancaran penyusunan skripsi ini tentunya bukan semata-mata atas kerja keras penulis seorang diri, tetapi atas berkat bantuan dari berbagai pihak. Dengan tukus ikhlas dan rasa hormat penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih paling utama penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Suharyadi, Msc sebagai Ketua Jurusan Sains Informasi Geografi dan Pembangunan Wilayah sekaligus pembimbing yang telah memberikan begitu banyak arahan dan inspirasi dalam penyusunan skripsi ini, terima kasih untuk waktu dan berbagai nasehat, arahan dan bantuan baik dalam penyusunan skripsi ini maupun selama penulis menjalani program pendidikan di Fakultas Geografi. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada pihak lain yang telah turut membantu penyusunan skripsi ini, yaitu :
1.
Bapak Prof. Dr. Suratman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Geografi.
2.
Bapak Drs. Retnadi Heru Jatmiko, M.Sc, selaku dosen penguji pertama yang telah banyak memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
3.
Bapak Sigit Heru Murti BS, S.Si., M,S.i selaku dosen penguji kedua yang telah memberikan saran dalam penyusunan skripsi dan untuk pengalaman yang tidak didapat di bangku kuliah.
4.
Kepada kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan segalanya demi kelancaran studi dan keberhasilan penyusunan skripsi ini, begitu besar rasa terima kasih penulis hingga tidak ada kata yang yang dapat
iv
mewakili apa yang telah bapak ibu berikan, semoga gelar ini dapat memberikan kebanggaan. 5.
Terima kasih kasih kepada baby yang telah memberi dukungan moral sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan lancar.
6.
Komunitas Berburu Kradenan yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam melakukan pengukuran sampel.
7.
Keluarga besar GEGAMA Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Hari S, Ryan AF, Bakhtiar AM, Zuliadhi M. Terima kasih atas motivasi dan saran yang telah diberikan kepada penulis.
8.
Seluruh asisten dan mantan asisten PUSPICS, Dimar Wahyu, S.Si, Pramaditya, M.Si, M. Fauzi, S.Si, Bimo Fachrizal, S.Si, Tri Raharjo, S.Si, Wahyu Pramono Sidi, S.Si, Sanjiwana Arjasa kusuma, S.Si, Hafid M Hakim, yang telah memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan yang bermanfaat dalam kegiatan olah data.
9.
Terima Kasih Kepada M. Anshori S.Si, Widyasamratri, S.Si, Idham Hairully Umam, S.Si, Yudho Pramono, Felix Yanuar Endro, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian masalah yang ditemui dalam penyusunan skripsi ini.
10. Seluruh mahasiswa Prodi Kartografi Penginderaan Jauh angkatan 2005 atas pengalaman dan diskusi-diskusi dalam penyusunan skripsi ini. 11. Komunitas RGB, Ardella Putra Purama, S.Si, Resanto Budi Hartono, S.Si, Nurul Pramiftah, S.Si, Aji Gurenda, S.Si, Andhy Nugroho, Niko Widyatmoko, terima kasih atas kerjasama dan dukungan moral dalam penyusunan skripsi ini dan dalam menjalani hari-hari di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 12. Terima kasih kepada semua laboran laboratorium Prodi Kartografi dan Penginderaan Jauh atas bantuan, kerjasama dan dukungan kepada penulis. 13. Terima kasih kepada segenap civitas akademika Fakultas Geografi yang telah membantu penulis dalam ahal administrasi selama masa studi. 14. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
v
DAFTAR ISI Halaman INTISARI
i
ABSTRACT
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1
1.2.
Perumusan Masalah
4
1.3
Tujuan Penelitian
8
1.4
Kegunaan Penelitian
8
1.5
Telaah Pustaka
8
1.5.1. Konsep Energi dalam Pengindraan Jauh
8
1.5.2. Sistem ASTER
9
1.5.3. Sistem Penginderaan Jauh dan Kaitannya dengan Vegetasi
12
1.5.4. Karakteristik Spektral Vegetasi
13
1.5.5. Transformasi Indeks Vegetasi
15
1.5.6. Prosedur Interpretasi Citra Digital
17
1.5.6.1. Pra-Pengolahan Data Digital
18
1.5.6.2. Klasifikasi Citra Digital
18
1.5.7. Penelitian Sebelumnya
19
1.5.8. Kerangka Pemikiran
23
BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bahan dan Alat Penelitian
31
2.2.
2.1.1 Bahan Penelitian
31
2.1.2 Alat Penelitian
31
Tahap Penelitian
32
vi
2.2.1. Tahap Pra Lapangan
2.2.2
32
2.2.1.1. Tahap Pengumpulan Data
32
2.2.1.2. Pemrosesan Citra Digital
32
A.Koreksi Geometrik
32
B.Koreksi Radiometrik
32
C.Transformasi Indeks Vegetasi
36
2.2.1.3. Penentuan sampel
38
Analisis Statistik dan penyusunan algoritma
38
2.2.3. Tahap Kerja Lapangan
39
2.2.4. Uji Ketelitian
40
BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1. Letak dan Kondisi Wilayah
43
3.2. Kondisi Umum
45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemrosesan Citra ASTER
49
4.1.1. Koreksi Geometrik
49
4.1.2. Koreksi Radiometrik
49
4.2. Transformasi Indeks Vegetasi
52
4.2.1. Normalization Difference Vegetation Index (NDVI) 53 4.2.2. Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI)
54
4.2.3. Modified Soil Adjusted Vegetation Index (MSAVI) 55 4.2.4. Saluran Tunggal Citra Satelit ASTER
55
4.3. Pemetaaan Kerapatan Kanopi Dengan Metode Hybrid
56
4.3.1. Interpretasi Visual Citra Komposit ASTER VNIR
56
4.3.2. Penentuan blok sampel
57
4.4. Statistik nilai rata-rata blok sampel pada saluran tunggal, NDVI, SAVI dan MSAVI
59
4.5. Penyusunan Formula Kepadatan
63
4.6. Interpretasi Hibrida
64
4.7. Validasi hasil pemetaan
65
4.8. Kerapatan kanopi daerah penelitian
69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
vii
5.1.`Kesimpulan
72
5.2. Saran
72
DAFTAR PUSTAKA
73
viii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 kelebihan dan kekurangan Interpretasi Visual dan Interpretasi Digital
5
Tabel 1.2. ASTER Characteristic
11
Tabel 1.3. Beberapa Penelitian Sebelumnya
27
Tabel 2.1. ASTER Unit Conversion Coeff icients
35
Tabel 2.2. Kunci Interpretasi Kepadatan Bangunan
39
Tabel 3.1. Pembagian Daerah Administrasi Kabupaten Kulonprogo
44
Tabel 4.1. Perubahan nilai spektral pada kalibrasi dari nilai radians ke reflectan
51
Tabel 4.2 Hasil pengukuran blok sampel
59
Tabel 4.3. Nilai rata-rata blok sampel terukur
60
Tabel 4.4. Tingkat korelasi masing-masing saluran/transformasi indeks vegetasi dengan kerapatan kanopi
61
Tabel 4.5. Kelas kerapatan kanopi
61
Tabel 4.6. Rata-rata nilai piksel tiap band dan transformasi indeks vegetasi pada blok sampel terukur
62
Tabel 4.7. nilai NDVI untuk penyusunan formula kepadatan
64
Tabel 4.8. Luas masing-masing kelas kerapatan kanopi
65
Tabel 4.9. koordinat titik validasi dan hasil pengamatan
67
Tabel 4.10.Hasil pengamatan untuk validasi
70
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1. Spektrum elektromagnetik
9
Gambar 1.2. Satelit TERRA dan sensor yang ada
10
Gambar 1.3. Karakteristik Respon Spektral pada Vegetasi Hijau
14
Gambar 1.4. Kerangka Pemikiran
26
Gambar 2.1. Diagram Alir mrtode
42
Gambar 3.1. Kondisi Fisiografi Kabupaten Kulonprogo
48
Gambar 4.1. Perbandingan citra sebelum dan sesudah kalibrasi
51
Gambar 4.2 Titik Sampel
58
Gambar 4.2. Hubungan Linear kerapatan kanopi dan nilai rata-rata indeks vegetasi Gambar 4.3. Peta Kerapatan Kanopi
64 67
x
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Peta Komposit ASTER 321
L-1
Lampiran 2. Peta Citra NDVI
L-2
Lampiran 3. Peta Titik Validasi Kerapatan Kanopi
L-3
Lampiran 4. Peta Lokasi Blok Sampel Terukur
L-4
Lampiran 5. Peta Lokasi Titik Validasi
L-5
Lampiran 6. Nilai rata-rata dan kerapatan kanopi pada citra NDVI
L-6
Lampiran 7. Header Citra ASTER
L-31
Lampiran 8. Foto Lokasi Pengukuran Lapangan dan Kenampakan pada Citra NDVI
L-54
Lampiran 9. Foto Lokasi Validasi Hasil
L-55
xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan citra penginderaan jauh mencakup berbagai bidang mulai dari koreksi hingga aplikasinya dalam analisis yang dilandasi pada pendekatan spasial, salah satu bidang yang paling sering dibahas adalah klasifikasi suatu obyek berdasarkan nilai spektral yang direkam oleh sensor, nilai spektral tiap obyek bersifat unik dan umumnya berbeda pada tiap panjang gelombang., kemampuan tiap sistem optik-elektronik dalam membedakan obyek berdasar nilai spektralnya dikenal dengan resolusi spektral (Danoedoro, 1996). Resolusi spektral untuk tiaptiap sistem bervariasi tergantung pada jumlah sensor dan lebar jendela spektral yang dibawa oleh suatu sistem, semakin banyak jumlah sensor dan semakin sempit jendela spektral yang dimiliki suatu sistem maka akan semakin baik sistem tersebut dalam membedakan suatu obyek (resolusi spektral). Klasifikasi multispektral adalah suatu klasifikasi yang bertujuan untuk mendapatkan suatu gambaran penutup lahan yang ada di lapangan berdasar nilai spektral yang ditangkap oleh sensor, klasifikasi multispektral dibedakan menjadi beberapa jenis berdasar tingkat otomasinya yaitu klasifikasi terkontrol dan tak terkontrol (supervised dan unspervised). Klasifikasi tak terkontrol pada dasarnya adalah pengelompokan piksel yang didasarkan pada statistiknya, tanpa campur tangan manusia dalam penentuan kelas, hasil dari metode ini adalah kelas-kelas yang berisi kelompok piksel. Algoritma yang sering digunakan pada klasifikasi tak terkontrol adalah algoritma jarak terdekat ke pusat kluster (minimum distance to cluster centre) dan pengelompokan statistik (statistic clustering). Pada algoritma ini pengguna hanya menentukan jumlah kelas yang akan dihasilkan, cara kerja dari algoritma ini pada dasarnya hanya mengelompokkan piksel-piksel menurut jaraknya ke titik pusat, penentuan pusat kluster dilakukan secara acak oleh komputer, titik-titik pusat ini tidak sekali saja ditentukan namun mengalami perubahan saat kluister-kluster mulai terbentuk, penyesuaian letak titik pusat terjadi karena titik pusat yang pertama digunakan sebagai dasar pengelompokkan
1
ditentukan secara acak sebelum terbentuk suatu kluster, setelah kluster pertama terbentuk komputer kembali menentukan titik pusat berdasar kluster yang telah ada, hal ini terjadi seterusnya sampai didapat titik puast akhir. Pada algoritma kedua atau pengelompokkan yang didasarkan pada statistik pusat kluster ditentukan berdasar perhitungan yang dilakukan dengan suatu jendela yang berupa matrik yang mengkalkulasi nilai-nilai piksel yang dilewati oleh jendela ini, pusat kluster ditentukan berdasar nilai variansi yang diperoleh saat jendela matrik bergerak. Pada algoritma ini pengguna terlebih dahulu menentukan jumlah kluster ataukelas yang akan dihasilkan, nilai variansi, jumlah gerakan jendela matrik dan jarak untuk tiap kluster. Pada metode klasifikasi tak terkontrol pennguna menentukan jenis penutup lahan pada akhir klasifikasi dengan cara mendefinisikan kluster-kluster yang terbentuk dengan kondisi yang ada di lapangan. Metode yang kedua adalah klasifikasi terkontrol, pada metode ini pengguna menentukan terlebih dahulu suatu sampel berupa kelompok piksel yang digunakan sebagai dasar klasifikasi yang akan dilakukan, penentuan sampel ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir yang diperoleh nantinya. Pada penentuan sampel yang ideal perlu diperhatikan homogenitasnya, homogenitas ini didasarkan pada nilai piksel tiap sampel, sampel yang baik harus memiliki simpangan baku yang rendah pada tiap saluran, homogenitas ini dapat dilihat dari bentuk histogram tiap sampel dan kluster yang terbentuk pada feature space. Setelah ditentukan sampel pengguna harus menentuka algoritma yang akan digunakan untuk klasifikasi, pada metode klasifikasi terkontrol ada beberapa algoritma yang sering digunakan, diantaranya algoritma tetangga terdekat (nearest neighbour), parallelepiped (box classificaton) dan kemiripan maksimum (maximum likelihood). Algoritma tetangga terdekat sering dikatakan sebagai variasi dari algoritma kemiripan maximum (Danoedoro 1996), pada kedua algoritma ini pengkelasan dilakukan berdasarkan asumsi bahwa objek yang sama akan membentuk suatu histogram yang berdistribusi normal atau memiliki satu puncak, penentuan bahwa suatunilai piksel masuk ke dalam suatu kelas tertentu didasarkan pada suatu elipsoida yang posisinya ditentukan nilai vektor rerata
2
(rata-rata, variansi dan kovariansi) (Donoedoro 1996). Perbedaan algoritma kemiripan maksimum dan tetangga terdekat terletak pada adanya faktor pembobot yang terdapat pada algoritma tetangga terdekat, faktor pembobot ini menentukan probabilitas tiap kelas yang ada, sedang pada algoritma kemiripan maksimum probanilitas untuk tiap kelas dianggap sama (walaupun sebenarnya tidak.). Algoritma paralleliped menggunakan piksel sampel sebagai dasar penentuan nilai rata-rata dan simpangan baku yang selanjutnya pada algoritma ini digunakan sebagai dasar klasifikasi. Simapangan baku yang telah ada dikalikan dengan suatu koefisien pengali yang sebelumnya ditentukan oleh pengguna, hasil dari perkalian ini akan membentuk suatu ruang atau box yang menjadi batas kelas, nilai-nilai piksel yang ada pada citra akan diproses dan diputuskan masuk ke dalam suatu kelas yang diwakili oleh box tersebut, sedang nilai-nilai piksel yang tidak masuk dalam box yang telah ada akan dinyatakan sebagai piksel yang tak terklasifikasi (unclasified), namun apabila faktor pengali yang diberikan oleh pengguna terlalu besar maka akan terjadi overlap dari box-box yang ada yang mengakibatkan ada piksel-piksel yang masuk ke dalam dua kelas atau misclassified sehingga dapat diketahui bahwa yang paling menentukan dalam algoritma ini adalah nilai faktor pengali. Selain metode terkontrol dan tak terkontrol ada juga metode hibrida yang menggabungkan kedua metode tersebut, tujuan dari penggabungan kedua metode tersebut adalah untuk penghematan waktu dan biaya, pada klasifikasi ini ditentukan suatu kelas dari sebagian citra yang ada yang mewakili seluruh liputan citra, hasil klasifikasi ini digunakan sebagai acuan pengkelasan satu liputan citra yang utuh. Selain pengklasifikasian penutup lahan secara spektral telah dikenal pula suatu metode klasifikasi citra secara manual yang dilakukan berdasar tampilan visual citra yang terkomposit, kegiatan klasifikasi ini dilakukan melalui interpretasi kenampakan yang ada pada tampilan citra, interpretasi secara visual sangat bergantung pada penguasaan konsep dan pengalaman interpreter, hal tersebut dikarenakan tampilan pemilihan saluran untuk komposit warna akan mempengaruhi kenampakan visual tiap-tiap obyek, pemilihan saluran juga sangat
3
berpengaruh terhadap hasil dan akurasi interpretasi yang dilakukan karena masing-masing saluran memiliki kepekaan yang berbeda terhadap suatu obyek, oleh karena itu pemilihan saluran harus disesuaikan dengan obyek yang akan diinterpetasi. Berbeda dengan klasifikasi multispektral yang sangat terpengaruh oleh resolusi spektral, kegiatan interpretasi ini sangat dipengaruhi oleh resolusi spasial suatu citra, semakin baik resolusi spasialnya maka akan lebiah detail informasi yang ditampilkan dan yang dapat diinterpretasi, walaupun pengalaman dan penguasaan konsep masih sangat berpengaruh. Lain halnya dengan klasifikasi multispektral yang hanya menghasilkan kelas penutup lahan kegiatan interpretasi secara visual dapat menghasilkan informasi yang berbeda dan beragam seperti penggunaan lahan dan bentuk lahan, sedang tingkat akurasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan pengetahuan interpreter. Penelitian yang dilakukan mengambil lokasi di Kabupaten Kulonprogo, karena daerah ini masih memiliki kenampakan vegetasi yang baik sehingga dapat digunakan sebagai daerah penelitian untuk obyek vegetasi, hal tersebut dikarenakan belum padatnya pemukiman yang ada di sana yang menyebabkan masih banyaknya daerah dengan tutupan vegetasi alami (bukan hutan produksi) yang memiliki tingkat kerapatan yang bervariasi.
1.2. Perumusan Masalah Kecenderungan penelitian di bidang Penginderaan Jauh dewasa ini Lebih mengarah ke penelitian yang bersifat aplikatif yang menyebabkan tersendatnya perkembangan bidang ilmu ini, khususnya untik munculnya suatu gagasan baru baik untuk metode maupun perbaikan metode yang telah ada melalui penyesuaian algoritma yang ada dan umum dipakai agar lebih sesuai dengan tipe sensor yang semakin berkembang. Metode yang umum dikenal adalah metode interpretasi secara visual tau manual dan digital yang bernasis pada nilai spektral data citra penginderaan jauh, kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, diantaranya seperti yang tersaji pada tabel 1.1.
4
Tabel 1.1 kelebihan dan kekurangan Interpretasi Visual dan Interpretasi Digital INTERPRETASI VISUAL:
Lebih optimal, karena selain rona/warna juga mempertimbangkan unsur interpretasi lainnya, seperti tekstur, bentuk, ukuran, asosiasi, dsb. 2. Hasil interpretasi lebih mudah digunakan untuk analisis lebih lanjut, seperti pemodelan spasial.
INTERPRETASI DIGITAL: Kelebihan Kuantitatif dan lebih obyektif, karena didasarkan pada analisis data numerik (nilai pixel) menggunakan algoritma statistik. Efisien dihadapkan pada daerah yang luas. Kita hanya perlu menunjuk wilayah2 tertentu sebagai sampel, bahkan pada metode klasifikasi tak terselia, kita tidak menunjuk sampel sama sekali.
Tidak terlalu terpengaruh gangguan/kerusakan pada citra, sepanjang tidak terlalu parah, seperti kabut, awan atau, stripping (kerusakan berupa garis2 pada citra). Kekurangan Konsistensi, jangankan orang yang Kurang optimal, karena hanya berbeda, satu orang yang sama disuruh mempertimbangkan rona/warna, melakukan interpretasi dua kali pada sehingga jika ada obyek yang citra yang sama hasilnya bisa berbeda. berbeda tapi mempunyai rona/warna akan terklasifikasikan menjadi satu kelas. Kurang efisien jika dihadapkan pada Hasil klasifikasi umumnya sulit wilayah yang luas. digunakan untuk analisis lebih lanjut seperti pemodelan spasial, hal ini dikarenakan jumlah poligon yang terlalu banyak. Kualitatif dan subyektif, sangat Memerlukan kondisi citra yang tergantung kemampuan dan pengalaman benar2 bersih/bebas dari interpreter. gangguan seperti kabut, awan atau stripping. Sumber (Samrumi, 2009)
Metode hibrida merupakan suatu metode yang dapat menjadi pintu munculnya teknik baru dalam bidang pengideraan jauh, hal tersebut dikarenakan metode ini berusaha memadukan dua metode yang umum dipakai untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Metode hibrida yang biasa dan umum dipakai adalah penggabungan dari klasifikasi un-supervised dan supervised. Akhir-akhir
5
ini metode hibrida yang diharapkan menjadi jembatan munculnya ide-ide baru dalam bidang penginderaan jauh menjadi terbatas pada metode yang telah ada tanpa menunjukkan adanya perkembangan lebih lanjut, walaupun banyak metode baru yang dapat dijembatani oleh metode ini, salah satunya dalam hal klasifikasi atau identifikasi suatu objek melalui karakter spektralnya yang unik. Aplikasi penginderaan jauh di berbagai bidang memunculkan banyak algoritma yang biasa digunakan dalam suatu transformasi unyuk suatu obyek, transformasi pada dasarnya menggunakan respon spektral obyek yang dapat membedakannya dengan obyek atau kenampakan lain. Salah satu transformasi yang terkenal dan sering digunakan adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) yang menggunakan respon spektral dari obyek vegetasi. Selain NDVI masih ada beberapa transformasi yang menggunakan respon spektral obyek sebagai dasar suatu algoritma, hal tersebut menunjukkan bahwa vegetasi memiliki nilai respon spektral yang baik dan mampu dibedakan dari obyek lainnya baik untuk identifikasi obyek maupun hal lain yang berhubungan dengan vegetasi, diantaranya seperti kesehatan vegetasi, kelembaban dan beberapa lainnya. Tingkat kerapatan kanopi daun merupakan salah satu obyek kajian yang sering dibahas dalam aplikasi penginderaan jauh khususnya yang berkaitan dengan aplikasi di bidang vegetasi, semakin besar nilai kerapatan kanopi tentunya akan semakin banyak kenampakan vegetasi (bukan jumlah vegetasi) yang menutupi permukaan tanah dan semakin sedikit cakupan obyek lain yang terlihat dari suatu kenampakan spasial baik peta, foto, maupun citra. Berangkat dari hal tersebut dapat diasumsikan bahwa pada citra satelit semakin rapat kanopi akan memunculkan semakin banyak nilai piksel citra yang mencerminkan obyek vegetasi, dan untuk kerapatan tinggi tentunya akan memunculkan semakin banyak pula piksel murni (untuk obyek vegetasi) yang akan mengurangi nilai piksel yang mencerminkan obyek selain vegetasi. Berdasarkan latar belakang penelitian, perumusan masalah dan asumsi yang telah diuraikan sebelumnya kemudian timbul suatu pertanyaan penelitian, sebagai berikut :
6
1. Dapatkah teknik yang berbasis spektral dan visual digabungan menjadi suatu metode gabungan baru (hibrida)? 2. Dapatkah disusun suatu rumusan baru berdasar nilai spektral vegetasi yang memudahkan untuk identifikasi dan klasifikasi kerapatan kanopi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dilakukan suatu percobaan dengan menggabungkan teknik manual (visual) dan berbasis nilai spektral, untuk melakukan hal tersebut tentunya dibutuhkan suatu citra yang representatif untuk kedua tehnik, visual maupun spektral, untuk itu dipilih citra yang memiliki resolusi spasial mendukung identifikasi secara visual dan memiliki resolusi spektral yang baik untuk klasifikasi multispektral dan identifikasi objek berdasar nilai reflektansinya. Untuk itu dipilih Citra ASTER VNIR karena dilihat dari segi resolusi spasial yg cukup memadai untuk melakukan interpretasi secara visual, yaitu 15 meter untuk VNIR, selain itu ASTER VNIR juga telah mencukupi untuk transformasi indeks vegetasi yang menggunakan saluran merah dan inframerah dekat. Daerah penelitian dipilih di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta hal tersebut dikarenakan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kenampakan fisik yang cukup bervariasi baik dilihat dari morfologi bentuk lahan maupun kenampakan penutup lahan yang ada di dalamnya yang mendukung untuk dijadikan sebagai lokasi penelitian dalam berbagai tema, termasuk dalam hal penutup lahan terutama vegetasi, kondisi vegetasi yang ada di beberapa kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kerapatan dan variasi jenis tegakan yang mendukung untuk suatu penelitian, salah satunya adalah Kabupaten Kulonprogo, di kabupaten ini terdapat kenampakan vegetasi yang cukup bervariasi dari segi kerapatan maupun jenis tegakannya, pemilihan daerah penelitian dilakukan pada daerah dengan topografi yang datar sampai bergelombang sehingga faktor arah lereng terhadap sensor dapat diabaikan, selain itu luasan daerah dengan penutup lahan berupa vegetasi yang ada di Kabupaten Kulonprogo apabila dilihat dari segi resolusi spasialnya sangat memungkinkan Citra ASTER digunakan sebagai sumber data pada kegiatan penelitian yang akan dilakukan.
7
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menyusun suatu kunci interpretasi berdasar saluran atau hasil transformasi
yang memiliki korelasi terbaik untuk memudahkan identifikasi tingkat kerapatan kanopi. 2. Interpretasi hibrida untuk mengoptimalkan kelebihan-kelebihan yang ada
pada metode manual (visual) dan otomatis (komputasi) untuk identifikasi kerapatan kanopi.
1.4. Kegunaan Penelitian Bagi ilmu pengetahuan dapat menambah pilihan metode untuk identifikasi dan klasifikasi khususnya yang berhubungan dengan tingkat kerapatan vegetasi dan kanopinya, selain itu diharapkan dapat mendorong memunculkan ide-ide penelitian baru yang lebih baik dan inovatif yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang penginderaan jauh.
1.5. Telaah Pustaka 1.5.1.
Konsep Energi dalam Pengindraan Jauh Pengertian penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji, seperti yang tertulis dalam Sutanto (1986), mengutip dari Lillesand dan Kiefer (1979), ”Remote sensing is the science and art of obtaining information about an object, area, or phenomenon through the analysis of data acquired by a device that is not in contact with the object, area, or phenomenon under investigation”. Alat yang dimaksud dalam pengertian tersebut adalah alat pengindera atau sensor yang dibawa melalui wahana yang berupa pesawat, balon udara, satelit dan sebagainya.
8
Craknell (1981 dalam Sutanto 1986) membedakan teknik penginderaan jauh atas tiga sistem, yaitu sistem pasif yang memanfaatkan tenaga pancaran obyek, sistem pasif yang menggunakan tenaga pantulan matahari, dan sistem aktif yang berupa radar, lidar, laser, dan sebagainya, dari ketiga sistem yang ada tersebut dapat diketahui bahwa tenaga atau energi adalah komponen utama yang digunakan dalam penginderaan jauh. Tenaga yang dimaksud disini adalah tenaga elektromagnetik, yaitu paket elektrisitas dan magnetisme yang bergerak dengan kecepatan sinar pada frekuensi dan panjang gelombang tertentu, dengan sejumlah tenaga tertentu,(Chanlet, 1979 dalam Sutanto 1986), dimana matahari merupakan sumber utama dari energi tersebut. Sumber energi tersebut dibagi lagi menjadi spektra kosmis, Gamma, X, ultraviolet, visible (tampak), inframerah, glombang mikro, dan gelombang radio, (Purwadhi, 2001). Dalam pengindraan jauh, tenaga elektromagnetik yang banyak digunakan adalah sebagian spektrum ultraviolet (0,3 μm-0,4 μm), spektrum tampak/visible (0,4 μm-0,7 μm), spektrum inframerah dekat (0,7 μm-1,3 μm), spektrum inframerah termal (3 μm-18 μm), dan gelombang mikro (1 mm-1 m).
Dalam penginderaan jauh, semakin panjang
suatu panjang gelombang, maka kandungan tenaga kuantumnya justru akan semakin rendah. Akibatnya pancaran radiasi alami pada spektrum yang mempunyai panjang gelombang panjang justru akan semakin sulit untuk diindera oleh sensor.
Gambar 1.1. Spektrum elektromagnetik (Sumber: Lillesand, et al., 2004.)
9
1.5.2.
Sistem ASTER Teknologi penginderaan jauh yang semakin berkembang saat ini telah
memunculkan berbagai generasi satelit penginderaan jauh. Earth Observing System (EOS) merupakan salah satu produk dari misi NASA untuk mengindera bumi, misi tersebut dinamai dengan Mission to Planet Earth (MTPE) yang kemudian pada tahun 1998 berganti nama menjadi Earth Science Enterprise (ESE). Misi ini juga telah berhasil meluncurkan Landsat 7. Lalu selanjutnya misi ini juga meluncurkan dua satelit baru yaitu Terra (18 Desember 1999), dan Aqua (4 Mei 2002). Masing-masing satelit ini membawa sensor pada tubuhnya. Terra memiliki lima sensor, yaitu : ASTER = Advanced Spaceborne Thermal Emision and Reflection Radiometer CERES = Clouds and the Earth’s Radiant Energy System MISR
= Multi-Angle Imaging Spectro-Radiometer
MODIS = Moderate Resolution Imaging Spectro-Radiometer MOPITT = Measurements of Pullution in the Troposphere Sedangkan Aqua mempunyai enam sensor, dua diantaranya adalah MODIS dan CERES), keempat sensor tersebut yaitu : AMSR/E = Advanced Microwave Scanning Radiometer-EOS AMSU
= Advanced Microwave Sounding Unit
AIRS
= Atmospheric Infrared Sounder
HSB
= Humidity Sounder for Brazil Sensor ASTER terdiri dari tiga macam instrumen, yaitu : Visible and
Near-Infrared Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer (SWIR), dan Thermal Infrared Radiometer (TIR). Posisi masing-masing instrumen pada satelit TERRA dapat dilihat pada Gambar 1.1. berikut :
10
Gambar 1.2 : Satelit TERRA dan sensor yang ada. (Sumber: http://asterweb.jpl.nasa.gov)
Ketiga sensor ASTER yaitu VNIR, SWIR dan TIR memiliki karakter yang perbedaan, misalnya pada resolusi spasialnya (ground resolution) dimana sensor VNIR memiliki resolusi tertinggi yaitu 15 meter, sedang terendah pada sensor TIR yaitu 90 meter, karakteristik tiap-tiap sensor lainnya tersaji pada tabel 1.2. Tabel 1.2 ASTER Characteristic Characteristic
VNIR (µm) Band 1: 0.52 – 0.60 Nadir looking Band 2: 0.63 – 0.69 Nadir looking Band 3: 0.76 – 0.86 Nadir looking Band 3: 0.76 – 0.86 Backward looking
Band 10: 8.125 – 8.475 Band 11: 8.475 – 8.825 Band 12: 8.925 – 9.275 Band 13: 10.25 – 10.95 Band 14: 10.95 – 11.65
15 m 62
23
4.3
Pointing
±24
±8.55
±8.55
Pointing
±318
±116
±116
Si
PtSi-Si
HgCdTe
8
8
12
Ground Resolution Data Rate (Mbits/sec)
Quantization (bits) System
TIR (µm)
Band 4: 1.600 1.700 Band 5: 2.145 2.185 Band 6: 2.185 2.225 Band 7: 2.235 2.285 Band 8: 2.295 2.365 Band 9: 2.360 2.430 30m
Spectral Range
Cross-track (deg.) Cross-track (km) Detector Type
SWIR (µm)
Response VNIR Chart VNIR Data Function
SWIR Chart SWIR Data
Sumber : http://asterweb.jpl.nasa.gov/characteristics.asp, 22 Agustus 2009
11
90m
TIR Chart TIR Data
VNIR merupakan instrumen yang digunakan untuk mendeteksi pantulan energi dari permukaan bumi dengan julat dari spektrum tampak hingga spektrum inframerah (0,52 – 0,86 µm) dan terletak pada 3 band pertama, berbeda dengan citra-citra kebanyakan, ASTER tidak memiliki band biru, sehingga band pertama adalah band hijau, hal tersebut menyebabkan tidak dapatnya dibentuk komposit tru color (komposit dari band merah, hijau, biru) . Saluran nomor 3 dari VNIR ini terdiri dari nadir dan backward looking, sehingga kombinasi saluran ini dapat digunakan untuk mendapatkan citra stereoskopik. Digital Elevation model (DEM) dapat diperoleh dengan mengaplikasikan data ini. SWIR merupakan instrumen dengan 6 saluran yang digunakan untuk mendeteksi pantulan energi dari permukaan bumi pada julat spektrum inframerah dekat (1,6 – 2,43 µm). Hal ini memungkinkan menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis batu dan mineral, serta untuk monitoring bencana alam seperti monitoring gunung berapi yang masih aktif. TIR adalah instrumen untuk observasi radiasi infamerah termal (800 – 1200 µm) dari permukaan bumi dengan menggunakan 5 saluran. Saluran-saluran ini dapat digunakan untuk monitoring jenis tanah dan batuan di permukaan bumi.
1.5.3.
Sistem Penginderaan Jauh dan Kaitannya dengan Vegetasi Dalam suatu analisis digital pada sistem penginderaan jauh, dikenal suatu
teknik manipulasi yang bertujuan untuk menonjolkan kenampakan-kenampakan khusus. Teknik tersebut sering disebut dengan penajaman citra, yang dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu manipulasi contrast (contrast manipulation), manipulasi kenampakan spasial (spatial feature manipulation), dan manipulasi multi-citra (multi-image manipulation). Masing-masing cara dalam manipulasi tersebut mempunyai fungsi dan tujuan sendiri-sendiri. Tiga unsur utama dipermukaan bumi yang dapat diindera secara langsung melalui sistem penginderaan jauh adalah obyek vegetasi, tanah,dan air. Pada kurva pantulan spektral antara obyek vegetasi, tanah, dan air; vegetasi mempunyai pantulan spektral yang kuat pada panjang gelombang 0,7 μm – 1,3 μm (spektrum
12
inframerah dekat). Pada panjang gelombang 0,45 μm – 0,67 (spektrum biru dan merah) μm akan terjadi penyerapan energi secara kuat oleh klorofil daun, sehingga akibatnya mata manusia akan melihat warna vegetasi tampak hijau. Pantulan yang kuat pada spektrum inframerah dekat disebabkan karena struktur internal daun (yang dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan). Mengacu pada kamus Merriam-Webster (1974, dalam Danoedoro,1989), definisi vegetasi dalam penelitian ini dibatasi sebagai tumbuhan dalam fungsinya sebagai penutup suatu wilayah. Vegetasi tidak dipandang sebagai individu namun berupa suatu kumpulan yang menutupi wilayah tertentu. Dalam penelitian ini keberadaan faktor internal daun tidak diperhitungkan secara khusus. Karakteristik daun secara individual akan berbeda dengan karakteristik daun dalam struktur vegetasi (Hoffer, 1978 dalam Danoedoro, 1989). Berkaitan dengan unsur vegetasi yang berupa tanaman padi, intensitas vegetasi itulah yang akan diteliti. Untuk menonjolkan obyek tersebut dalam analisis citra digital dipergunakan operasi manipulasi multi-citra (multi-image manipulation), yang termasuk didalamnya adalah proses penajaman berdasarkan indeks vegetasi yang pembuatannya dengan cara pengurangan, penambahan, dan membandingkan nilai digital setiap saluran yang spektralnya berbeda. Terdapat beberapa macam cara untuk menentukan nilai indeks vegetasi, yaitu dengan membandingkan
beberapa
saluran
(citra
rasio,
normalisasi,
dan
hasil
transformasi), dengan membuat selisihnya (different vegetation index), citra index vegetasi hasil kebakaran (Ashburn vegetation index), model ”Tasseled Cap”, dan perpendicular vegetation index. Dalam beberapa penelitian tentang penggunaan transformasi index vegetasi, terdapat hubungan yang sangat erat antara kerapatan tajuk dengan nilai kecerahan pada hasil transformasi indeks vegetasi. Semakin tinggi kerapatan tajuk maka akan semakin tinggi pula nilai kecerahan pada saluran hasil transformasi indek vegetasinya. Transformasi indek vegetasi merupakan salah satu proses penajaman dengan membuat citra perbandingan dari beberapa saluran. Tujuan dari penggunaan teknik transformasi ini adalah menonjolkan kenampakan vegetasi agar indeks yang didapat mempunyai julat yang pasti, yaitu
13
antara 0 dan 1, dimana selisih antara pantulan inframerah dekat dinormalisasi dengan cara membagi dengan jumlah dari keduanya.
1.5.4.
Karakteristik Spektral Vegetasi Setiap obyek di permukaan bumi mempunyai karakteristik tertentu dalam
memantulkan dan atau memancarkan tenaga ke sensor. Pengenalan obyek pada dasarnya dilakukan dengan melihat karakteristik spektral pada citra. Secara umum, karakteristik spektral obyek dirinci menurut obyek utama di permukaan bumi yaitu karakteristik spektral air, tanah, dan vegetasi. Berdasarkan ketiga obyek tersebut, objek vegetasi mempunyai variasi spektral dibandingkan kedua obyek yang lain. Objek vegetasi memiliki nilai pantulan yang tinggi pada spektrum hijau, rendah pada spektrum biru dan merah, serta sangat tinggi pada inframerah. Grafik yang menunjukkan karakteristik respon spektral vegetasi hijau dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Gambar 1.3 : Karakteristik Respon 3. Spektral pada Vegetasi Hijau Sumber: Hoffer, 1987 dalam Danoedoro 1996 Pada gafik tersebut, ada tiga faktor dominan yang mampu mempengaruhi respon spektral vegetasi, yaitu : pigmen daun, struktrul sel daun, dan kandungan air. Pada panjang gelombang tampak, pigmen daun (klorofil) akan mempengaruhi respon spektral vegetasi. Serapan tenaga pada saluran hijau relatif rendah,
14
sedangkan pada saluran tampak lainnya serapan tenaga yang terjadi lebih tinggi. Hal inilah yang memungkinkan mata kita melihat warna hijau pada vegetasi yang sehat. Tanaman yang mengalami stress akan menyebabkan kandungan klorofil berkurang, sehingga serapan tenaga juga akan berkurang dan dengan sendirinya pantulan spektrum merah bertambah. Hal ini dapat menyebabkan vegetasi tampak pucat kekuningan. Pada saluran inframerah dekat, serapan tenaga semakin berkurang atau dengan kata lain pantulan tenaga yang terjadi meningkat tajam. Pada kondisi ini, respon pantulan didominasi oleh kandungan air dalam daun dan karena kelembaban daun hijau cukup tinggi, maka pantulan spektral inframerah lebih tinggi dibandingkan spektrum tampak. Struktur internal daun yang kompleks memiliki pengaruh yang besar terhadap pantulan tenaga pada spektrum inframerah dekat. Hal ini disebabkan karena spektrum inframerah dekat mampu menembus lapisan pigmen daun, sehingga serapan tenaga yang terjadi kecil. Tenaga tersebut akan dipantulkan oleh lapisan mesofil dan menyebabkan apa yang dinamakan pantulan dalam. Jenis tanaman yang berbeda memiliki struktur internal yang berbeda pula, menyebabkan perbedaan nilai pantulan spektral pada saluran tertentu. Pada spektrum inframerah tengah, pantulan lebih ditentukan oleh kandungan air bebas dalam jaringan daun; semakin banyak kandugan air bebas akan menghasilkan pantulan yang rendah. Oleh sebab itu, saluran inframerah tengah ini disebut dengan saluran serapan air.
1.5.5. Transformasi Indeks Vegetasi Dengan penginderaan jauh, vegetasi dapat dibedakan dari material lain berdasarkan pada perbedaan serapan terhadap sinar merah dan biru pada spektrum tampak, dan memiliki pantulan terhadap sinar hijau yang besar, terlebih untuk inframerah dekat nilai pantulannya sangat tinggi. Berbagai transformasi indeks vegetasi telah dikembangkan guna memperoleh hasil yang lebih sensitif terhadap respon spektral objek vegetasi, jika dibandingkan dengan menggunakan saluran tunggal. Transformasi indeks vegetasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah :
15
a. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) NDVI merupakan salah satu produk standar NOAA (National Oceanic and Atmospheric Adinistration), yaitu satelit cuaca yang berorbit polar namun memberikan perhatian khusus pada fenomena global objek vegetasi. NDVI merupakan suatu transformasi yang menggunakan kombinasi antara teknik penisbahan dan teknik pengurangan citra dan dapat menonjolkan aspek kerapatan vegetasi. NDVI dipilih karena formula ini telah dikenal luas dalam penginderaan jauh untuk studi vegetasi. Meskipun sederhana, namun terbukti memiliki kemampuan untuk menonjolkan fenomena yang terkait dengan kerapatan vegetasi dengan menekan sumber-sumber variasi spektral lain. Nilai hasil transformasi indeks vegetasi berkisar antara +1 hingga -1. Formula NDVI adalah sebagai berikut : NDVI =
Inframerah dekat saluran merah ..........................(1) Inframerah dekat saluran merah
atau
NDVI =
band 3N band 2 ......................................................(2) band 3N band 2
SAVI (Soil-Adjusted Vegetation Index) SAVI merupakan suatu formula indeks vegetasi yang didesain untuk meminimalisir efek dari tanah yang pada citra menjadi latar belakang objek vegetasi. Formula ini dinamakan SAVI dan memiliki formula sebagai berikut : ………(3) atau –
…………….(4)
Untuk tutupan vegetasi yang tinggi, nilai L adalah 0,0 dan untuk tutupan vegetasi yang rendah 1,0. Sedangkan untuk tutupan vegetasi yang sedang, nilai L
16
adalah 0,5 dan nilai inilah yang umumnya digunakan. Penggunaan nilai L sebagai faktor pengali menyebabkan SAVI memiliki julat nilai yang identik dengan NDVI (-1 hingga +1). b. MSAVI 2 (Modified Soil-Adjusted Vegetation Index 2) MSAVI merupakan suatu formula indeks vegetasi yang merupakan optimalisasi dari transformasi SAVI, formula MSAVI juga menggunakan dua band yang digunakan dalam transformasi indeks vegetasi lainnya, saluran merah dan inframerah dekat, formula dari MSAVI adalah sebagai berikut :
MSAVI 2 = dimana : -NIR -R
–√
......(5)
= band infra merah dekat = band merah
nilai transformasi MSAVI ini juga berkisar antara -1 sampai +1. Pada citra ASTER terdapat banyak saluran yang beroperasi pada saluran yang peka terhadap respon spektral vegetasi, dengan demikian maka sangat menguntungkan
dalam
penelitian
dan
studi
tentang
vegetasi.
Dengan
memanfaatkan saluran-saluran yang peka terhadap vegtasi tadi ke dalam formula transformasi yang kemudian disebut sebagai indeks vegetasi, maka nilai spektral di luar vegetasi dapat dihilangkan atau dileminasi. Hal ini terutama pada hal yang menyangkut radiometri terhadap nilai kecerahan vegetasi atau bahkan mengurangi spektral obyek yang melatarbelakanginya. Melihat kenyataan ini maka dapat dimungkinkan untuk melakukan studi tentang kerapatan vegetasi, indeks luas daun (LAI/ Leaf Area Index), biomasa, umur tegakan, konsentrasi klorofil dan juga kandungan nitrogennya. Karakteristik indek vegetasi tanaman padi tidak hanya ditentukan oleh pertumbuhan dan kerapatan daun yang khas, melainkan juga kombinasi antara air dan tanaman padi itu sendiri. Karakteristiknya terletak pada proporsi air dan tanaman padi yang terus berubah sejalan dengan pertumbuhannya.
17
1.5.6. Prosedur Interpretasi Citra Digital Prosedur pengolahan dan interpretasi citra digital diuraikan sesuai dengan format data dari CDROM, CCT, atau Cartridge, dan peralatan yang digunakan. Analisis dan interpretasi data penginderaan jauh atau citra digital dapat dikelompokan menjadi tiga prosedur operasional, yaitu pra-pengolahan data mencakup rektifikasi (koreksi geometrik) dan restorasi (pemugaran atau pemulihan)
citra,
pembuatan
citra
komposit,
penajaman
citra
(image
enhancement) atau peningkatan mutu citra, serta klasifikasi citra mencakup klasifikasi terselia, klasifikasi tak terselia, dan klasifikasi gabungan (hibrida). Hasil pengolahan perlu dikoreksi ketelitian hasilnya baru kemudian dikeluarkan sebagai hasil klasifikasi atau interpretasi data (Danoedoro,1996) 1.5.6.1. Pra-Pengolahan Data Digital Pra-pengolahan data digital mencakup rektifikasi dan restorasi citra. Rektifikasi dan restorasi merupakan prosedur operasi agar diperoleh data permukaan bumi sesuai dengan aslinya. Citra hasil sensor penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor, faktor media antara, dan faktor obyeknya sendiri sehingga perlu diperbaiki atau dipulihkan kembali. Prosedur operasi ini biasa disebut dengan operasi data awal (preprocessing operations) atau pra-pengolahan citra yang meliputi berbagai koreksi, yaitu koreksi radiometrik, koreksi geometrik, dan koreksi atmosferik.
1.5.6.2. Klasifikasi Citra Digital Klasifikasi citra adalah proses pengumpulan informasi dari citra digital berdasarkan analisis nilai spektral, bertujuan untuk mengelompokan atau membuat segmentasi mengenai kenampakan-kenampakan yang homogen dengan teknik kuantitatif. Prosedur operasi dilakukan dengan pengamatan dan evaluasi setiap piksel yang terkandung di dalam citra dan dikelompokan pada setiap kelompok informasi.
18
Pada proses klasifikasi citra digital tersebut, kriteria yang digunakan hanya nilai spektralnya, dengan asumsi perbedaan obyek dapat dikenali berdasarkan perbedaan karakteristik spektralnya. Karakteristik spektral merupakan gambaran sifat dasar interaksi obyek dan spektral yang bekerja padanya (Dulbahri, 1984) Klasifikasi secara digital secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu : 1.
Klasifikasi nilai piksel didasarkan pada contoh daerah yang diketahui jenis obyek dan nilai spekltralnya, disebut sebagai klasifikasi terbimbing atau terselia (supervised classification).
2.
Klasifikasi tanpa daerah contoh yang diketahui jenis obyek dan nilai spektralnya, disebut klasifikasi tak terbimbing atau tak terselia (unsupervised classification). Metode klasifikasi yang dapat digunakan dalam pengelompokan nilai
spektral ada tiga macam, salah satunya adalah klasifikasi kemiripan maksimum (maximum likelihood). Pengklasan kemiripan maksimum (maximum likelihood) merupakan kegiatan evaluasi, baik secara kuantitatif, varian, maupun korelasi pola tanggapan spektral kategori ketika mengklasifikasikan piksel tak dikenal dengan suatu asumsi bahwa distribusi titik (piksel) yang berbentuk data sampel mempunyai kategori bersifat distribusi normal (Gaussian).
1.5.7. Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai vegetasi dengan bantuan citra penginderaan jauh telah banyak dilakukan sebelumnya dengan menggunakan berbagai metode. Hildanus dalam tulisannya yang berjudul “Pendugaan Beberapa Parameter Tegakan Hutan Tropika Dataran Rendah Menggunakan Data Satelit Landsat” meneliti mengenai hubungan nilai NDVI pada citra Landsat dengan jumlah pohon, rata-rata tinggi total, basal area, biomasa bagian pohon di atas permukaan tanah, LAI, dan penutupan tajuk dengan cara matematis, pendugaan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan persamaan alometrik. Penelitian ini menggunakan interpretasi visual sebagai dasar penentuan plot-plot sample pada citra, untuk klasifikasi hutan pada penelitian ini menggunakan system klasifikasi dari FAO
19
yang membagi menjadi tiga kelas, yaitu hutan rapat (closed forest:high density), hutan kerapatan sedang (closed forest:medium density) dan hutan jarang (opened forest), dari hasil interpretasi visual tersebut dibuat plot-plot sample berukuran 80 x 80 m. Penelitian ini menggunakan citra Landsat yang telah ditransformasi NDVI sebagai sumber data yang akan dikorelasikan dengan data-data yang dikumpulkan di lapangan). Pada analisis data digunakan model regresi antara parameter tegakan hutan hasil pengukuran di lapangan (jumlah pohon, rata-rata tinggi total, basal area, biomasa bagian pohon di atas permukaan tanah, LAI, dan penutupan tajuk) dengan NDVI, untuk menunjukkan ada atau tidaknya hubungan antara parameter tegakan hutan dengan nilai NDVI penelitian ini menggunakan uji hipotesis dengan uji F pada taraf nyata 95%, sedang untuk menentukan tingkat ketelitian model atau menunjukkan presentase kemampuan peubah bebas (nilai NDVI) dalam menjelaskan peubah tidak bebas (parameter tegakan hutan) digunakan koefisien determinasi (R²). Penelitian menghasilkan suatu kesimpulan yang menyebutkan bahwa transformasi NDVI pada citra Landsat berkorelasi dengan rata-rata tinggi total, basal area, biomasa, di atas permukaan tanah, LAI, dan penutupan tajuk dari pohon berdiameter 10cm atau lebih, tetapi tidak mempunyai korelasi dengan jumlah pohon. Penelitian lainnya yang menyebutkan mengenai hubungan transformasi indeks vegetasi terutama NDVI dan keterkaitannya dengan presentasi vegetasi dilakukan oleh A. Rahman As-syakur dan I.W. Sandi Adnyana dalam Jurnal Bumi Lestari melakukan mengenai analisis indeks vegetasi dengan menggunakan citra ALOS/AVNIR-2, pada penelitian ini digunakan tiga jenis transformasi indeks vegetasi yaitu NDVI, SAVI dan MSAVI yang akan ditentukan hubungan ketiga transformasi tersebut dengan persentasi vegetasi, disebutkan bahwa dari ketiga transformasi tersebut transformasi indeks vegetasi dengan NDVI dan SAVI memiliki akurasi yang lebih baik dibanding MSAVI. Penelitian ini menghasilkan suatu persamaan yang yang menghubungkan antara nilai NDVI dengan presentase vegetasi sebagai berikut: Presentase Vegetasi = 132.71 (NDVI)² + 3.461 (NDVI) + 5.6775.
20
Michael Shank (2008) pada penelitiannya yang dilakukan bagian selatan West Virginia dengan menggunakan citra multispektral quickbird juga menyebutkan keterkaitan antara NDVI dengan presentase vegetasi. Penelitian menggunakan sampel yang diperoleh melalui identifikasi citra stelit yang telah mengalami transformasi NDVI, disini NDVI digunakan untuk dasar pengukuran kerapatan vegetasi homogenitas nilai piksel suatu obyek, nilai rata-rata NDVI dari kernel berukuran 5 x 5 digunakan untuk mengkelaskan nilai-nilai piksel obyek menjadi sepuluh kelas mulai dari lahan terbuka sampai mdaerah bervegetasi penuh, dari setiap kelas dipilih sejumlah nilai piksel dengan jumlah sama dan dilakukan secara acak dari suatu set piksel dengan varian tetangga yang rendah (low neighborhood variance) yang akan digunakan sebagai sample uji lapangan. Penelitian ini menfokuskan penelitiannya pada pembandingan dua tipe area, yaitu area tanpa vegetasi dan tertutup penuh oleh vegetasi, dengan asumsi awal bahwa daerah diantara nilai NDVI kedua tipe area tersebut memiliki presentase vegetasi yang membentukm suatu model korelasi regresi, pada akhirnya penelitian ini menyimpulkan bahwa NDVI dapat digunakan untuk estimasi penutup vegetasi dengan dua ketentuan, yang pertama adalah material substrat yang cukup seragam, kedua tidak ada pengaruh dari kelembaban tanah (material batu atau kondisi daerah penelitian kering). Penelitian yang dilakukan oleh Widyasamratri (2008) menggunakan data satelit penginderaan jauh ASTER untuk mengetahui kondisi daerah perkotaan dari keberadaan vegetasi serta lahan terbangun perkotaan. Proses ekstraksi obyek vegetasi dari citra satelit menggunakan metode transformasi indek vegetasi yaitu NDVI dan ekstraksi obyek kepadatan lahan terbangun menggunakan transformasi urban indeks. Untuk melihat serta menganalisis kondisi daerah perkotaan dengan menggunakan transformasi indeks perkotaan dan NDVI di Kota Semarang dipergunakan analisis statistik deskriptif, yaitu berupa penyajian data kedalam tabel silang. Pengembangan metode untuk pemetaaan vegetasi juga dilakukan oleh Y.Hirose dkk (Tanpa Tahun) dengan menggabungkan dua pendekatan melalui metode hibrida, disini hibrida yang ada dimaksud pada penelitian ini lebih kepada
21
pendekatan proses yang digunakan yaitu dengan analisa klasifikasi secara segment based dan image based melalui pendekatan nilai piksel dengan metode maximum likelihood, pada pengolahan secara digital berdasar nilai piksel dengan metode maximum likelihood sering dijumpai kenampakan seperti taburan garam dan merica yang biasanya dianggap sebagai gangguan, namun dalam konteks pemetaan vegetasi dengan menggunakan data satelit dengan resolusi spasial yang tinggi kenampakan tersebut sangat berguna untuk menggabungkan hasil klasifikasi dari metode maximum likelihood dengan hasil klasifikasi berdasar objek (object based classification) karena pada klasifikasi berdasar nilai pikesl (maximum likelihood) dihasilkan informasi mengenai kerapatan dan distribusi vegetasi yang dihasilkan pada deliniasi pendekatan berdasar obyek (object based). Emil Galev (2006) meneliti mengenai pendataan ukuran sebenarnya dari vegetasi di lapangan dengan menggunakan data penginderaan jauh resolusi tinggi (IKONOS) dengan menggunakan bantuan software non spasial untuk proses penajaman, penekanan yang dilakukan disini hanya pada kemampuan data spasial resolusi tinggi merekam obyek dengan akurat sesuai dengan ukuran di lapangan. Metode analisis yang dilakukan disini juga metode tradisional, yaitu deliniasi secara visual. Penelitian dalam vegetasi dapat menggunakan berbagai jenis citra, Frida Sidik dan Denny Wijaya Kusuma (Tanpa Tahun) menggunakan citra Formosat dengan resolusi 8 meter, yang digabungkan dengan data pengamatan lapangan untuk pemetaan kerapatan hutan mangrove. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah transformasi indeks vegetasi dengan NDVI. Empat penelitian yang telah dibahas sebelumnya menganalisa hubungan antara citra hasil transformasi indeks vegetasi dengan parameter vegetasi, penelitian yang dilakukan Hildanus (2005) mengkaji hubungan antara NDVI pada citra Landsat dengan beberapa parameter vegetasi termasuk dengan tutupan tajuk vegetasi, penelitian yang dilakukan oleh A. Rahman As-syakur dan I.W. Sandi Adnyana (2009) mengkaji hubungan beberapa transformasi termasuk NDVI pada citra ALOS dengan presentase tutupan vegetasi, penelitian yang dilakukan oleh Michael Shank (2008) secara khusus mengakaji hubungan antara NDVI pada citra
22
multispektral Quickbird dengan tutupan vegetasi, Frida Sidik dan Denny Wijaya Kusuma (tanpa tahun) menggunakan indeks vegetasi hasil dari transformasi dengan NDVI untuk analisa kerapatan hutan mangrove pada citra Formosat, keempat penelitian tersebut menggunakan jenis citra yang berbeda baik dari resolusi spasial maupun resolusi spektralnya, dalam penelitian tersebut disebutkan adanya hubungan antara nilai indeks vegetasi pada citra hasil transformasi dengan NDVI dengan tutupan vegetasi, khususnya kerapatan tegakan dan kanopi. Penelitian lain yang dibahas sebelumnya mengkaji obyek vegetasi dengan bantuan citra penginderaan jauh yang berbeda untuk tujuan yang berbeda dan dengan metode yang berbeda, Widyasamratri (2008) menggunakan citra ASTER untuk mengkaji hubungan antara variabel fisik perkotaan dengan, penelitian yang dilakukan oleh Y.Hirose,
M.Mori,
Y.Akamatsu dan Y.Li (tanpa tahun)
menggunakan citra ikonos dengan metode hibrida untuk klasifikasi vegetasi. Penelitian lain yang dibahas adalah penelitian dengan menggunakan citra ikonos dengan menggunakan pendekatan visual untuk pendataan vegetasi berdasar ukurannya. Suharyadi (2010) melakukan penelitian dengan judul ”Interpretasi Hibrida Citra Satelit Resolusi Spasial Menengah Untuk Kajian Densifikasi Bangunan Daerah Perkotaan” yang mengambil lokasi di daerah Perkotaan Yogyakarta menggunakan citra satelit resolusi menengah seperti Landsat TM, Landsat ETM+, ASTER SWIR dan VNIR untuk pemetaan kerapatan bangunan dan mengkaji karateristik densifikasi Daerah Perkotaan Yogyakarta. Ide menggunakan transformasi indeks vegetasi khususnya NDVI terinsparasi dari penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya (mengacu pada tabel 1.2), demikian pula dengan penggabungan dua metode yang berbeda pendekatan dengan menggunakan metode hibrida. Hibrida yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah kombinasi identifikasi obyek secara digital pada kelompok pikselm dimana kelompok piksel tersebut telah dideliniasi secara visual. Penelitian yang dilakukan oleh Endra Gunawan (2010) menggunakan data satelit penginderaan jauh ASTER untuk menganalisa hubungan antara nilai
23
spektral dari citra ASTER dengan tingkat kerapatan kanopi. Proses interpretasi dimulai dengan deliniasi citra secara manual atau visual untuk membedakan variabel fotomorfik yang kemudian dilakukan analisa secara spektral berdasarkan hasil interpretasi visual, ekstraksi obyek vegetasi dari citra satelit menggunakan metode transformasi indek vegetasi.
1.5.8. Kerangka Pemikiran Keberadaan teknologi penginderaan jauh sangat membantu dalam mengamati berbagai kenampakan yang ada di permukaan bumi. Kenampkan permukaan bumi yang oleh sensor satelit penginderaan jauh direpresentasikan melalui nilai-nilai piksel memiliki karakteristik yang khas untuk tiap jenis obyek pada panjang gelombang tertentu, hal tersebutlah yang digunakan sebagai acuan interpretasi dari data penginderaan jauh dengan dibantu oleh data hasil uji lapangan. Citra satelit ASTER sebagai salah satu data penginderaan jauh merupakan salah satu citra multispektral dengan resolusi sedang yang mempunyai saluran VNIR (visible-near infra red) yaitu saluran yang memiliki kisaran panjang gelombang 0,52-0,60 µm (band 1), 0,63-0,69µm (band 2), 0,76 – 0,86 µm (band 3N dan 3B) sehingga sesuai untuk mengidentifikasi obyek vegetasi secara spektral karena obyek vegetasi memang peka terhadap panjang gelombang inframerah dekat, selain itu citra ASTER memiliki ground resolution sebesar 15 m yang mendukung interpretasi visual dengan cukup baik untuk obyek vegetasi. Citra ASTER yang digunakan merupakan citra yang telah terkoreksi hingga level 1B, yang berarti citra ini telah mengalami koreksi geometrik dan radiometrik. Nilai piksel yang muncul pada suatu citra mewakili gambaran obyek pada permukaan buni seluas resolusi spasial dari sensor itu sendiri, citra ASTER yang memiliki resolusi spasial 15 m menunjukkan bahwa setiap kenampakan dalam luasan 15 x 15 m di permukaan bumi direpresentasikan dalam satu nilai piksel, walaupun dalam luasan tersebut memiliki kenampakan obyek yang beragam, jika suatu piksel dengan luasan tersebut merepresentasikan satu jenis obyek saja maka nilai piksel tersebut murni berasal dari obyek tersebut (piksel murni), pada
24
penelitian ini keberadaan piksel murni digunakan sebagai salah satu obyek bahasan untuk interpretasi kerapatan kanopi daun, satu piksel murni yang merepresentasikan obyek vegetasi menunjukkan bahwa pada luasan 15 x 15 m hanya berisi obyek vegetasi saja, hal tersebut memunculkan suatu hipotesis bahwa semakin banyak jumlah piksel murni yang merepresentasikan obyek vegetasi maka kerapatan kanopi daun di tempat tersebut semakin tinggi. Penggunaan transformasi indeks vegetasi bertujuan untuk menonjolkan kenampakan obyek vegetasi dan mengetahui persebaran dari obyek vegetasi itu sendiri, hasil dari transformasi indeks vegetasi dapat digunakan untuk dasar interpretasi kerapatan vegetasi dan kanopi daun secara visual melalui tingkat kecerahannya dimana semakin cerah rona yang muncul pada citra hasil transformasi akan menunjukkan tingkat kerapatan kanopi daun yang semakin tinggi. Hasil dari interpretasi secara visual ini digunakan sebagai acuan dalam penentuan blok sampel untuk pengumpulan data di lapangan dan jugan untuk dasar pengambilan sampel piksel pada proses analisis data statistik kumpulan piksel, penentuan blok sampel tersebut didasarkan pada kesamaan aspek visual atau rona dari citra. Blok sampel yang telah diukur kerapatan kanopi daunnya di lapangan akan digunakan juga pada tahap analisis spektral, yaitu sebagai dasar klasifikasi spektral kerapatan kanopi daun yang selanjutnya akan digunakan untuk menguji beberapa saluran untuk mengetahui saluran manakah yang memiliki hubungan tertinggi dan terendah dengan obyek vegetasi yang dapat digunakan untuk penyusunan suatu algoritma untuk memudahkan klasifikasi kerapatan kanopi daun.
25
Citra ASTER
Presentase Kerapatan Kanopi
Luas area tertutup vegetasi
Tertutup Rata
Tertutup Sebagian
Transformasi Indeks Vegetasi
Tidak Tertutup
Homogenitas Obyek
Piksel Ve get asi
Piksel Non-vegetasi
Dalam Area (Kumpulan Piksel)
Kombinasi antara Piksel Vegetasi dan Piksel Non-vegetasi
Hanya Piksel vegetasi
Stop (tidak dapat dilanjutkan)
Variabel Statistik
Kunci Interpretasi
Peta Kerapatan Kanopi Gambar 1.4 Kerangka Pemikiran
26
Tabel 1.3 Beberapa Penelitian Sebelumnya No. Nama Peneliti
Judul Penelitian
Lokasi
1.
Hildanus (2005)
2.
A. Rahman As- Analisis Indeks Denpasar syakur Vegetasi Bali dan I.W. Mengguna Sandi kan Citra Adnyana ALOS/AV (2009) NIR-2 dan Sistem Informasi Geografis
Sumber Data
Pendugaan Gunung 1. Landsat TM Beberapa Ber 2. Uji Lapangan Parameter atus, Tegakan Kali Hutan man Tropika tan Dataran Tin Rendah ur. Mengguna kan Data Satelit Landsat
Tujuan
Metode
Meneliti mengenai Transformasi hubungan NDVI. nilai NDVI pada citra Landsat dengan jumlah pohon, ratarata tinggi total, basal area, biomasa bagian pohon di atas permukaan tanah, LAI, dan penutupan tajuk. 1.Citra ALOS ( Evaluasi Peta Tata 1. Transformasi Ruang kota September 2006). NDVI Denpasar 2.Peta tata ruang 2. Transformasi berdasar peta kota Denpasar SAVI persebaran 2003 3. Transformasi vegetasi MSAVI 4. Overlay/Tump ang Susun
Hasil Model regeresi Linear antara NDVI dengan beberapa parameter tegakan hutan
1. Hubungan indeks Vegetasi dengan tutupan vegetasi untuk NDVI,SAVI, dan MSAVI 2. Peta sebaran vegetasi berdasarkan tutrupannya di Kota Denpasar
3.
4.
Michael Shank (2008)
Widyasamratri (2008)
Untuk Evaluasi Tata Ruang Kota Denpasar Using Remote West Sensing to Map Vegetation Density on a Reclaimed Surface Mine
Pemanfaatan Kota Transforma si Indeks Perkotaan dan Indeks Vegetasi pada Citra ASTER untuk Analisis Kondisi Lingkunga n Perkotaan (Kasus
Demonstrasi/Pembuk 1. Transformas tian Bahwa NDVI. NDVI dapat 2. Regresi digunakan untuk estimasi presentase vegetasi dengan akurasi yang baik 1.Citra ASTER 1. Pemetaan obyek 1. Transformasi Sem vegetasi Kota Semarang index vegetasi. aran dengan tahun 2006 2.Transformasi g memanfaatka index perkotaan 2.Peta RBI skala 1: n citra satelit 3. Analisis statistik 25.000. ASTER deskriptif. 2. Pemetaan kepadatan lahan terbangun Kota Semarang. 3. Analisis hubungan antara luas tutupan
1.Citra
Virg inia, US A
Multispektral Quickbird (14 Juni 2007)
28
1. Grafik
Korelasi NDVI dengan tutupan Vegetasi 2. Peta Tutupan Vegetasi
1. Peta vegetasi 2. Peta kepadatan
lahan terbangun. 3. Tabel hubungan antara variabel fisik perkotaan dengan vegetasi.
Kota Semarang)
5.
Y.Hirose, M.Mori, Y.Akam atsu, Y.Li
6.
Emil
7
Frida
vegetasi dengan kondisi kepadatan perkotaan di Kota Semarang Citra IKONOS Pengembangan 1. Segment Based metode Clasification pemetaan 2. Piksel Based vegetasi Clasification untuk 3. Hibrida mengahasilka (Penggabungan n metode metode Segment survey yang Based dan lebih hemat Object Based) biaya melalui pixel based IKONOS (3 Juli Pendataan ukuran 1. Deliniasi visual 2003) vegetasi melalui pendekatan digital
Vegetation Cover Sebagian Mapping Dae Using rah Hybrid Alir Analisis of an IKONOS Sun Data gai Niy odo, Jepa ng Galev Applicability of Bulgarian (2006) Remote Park Sensing , Data and Balc GIS hik, Methodolo Tur gy to ki Detailed Vegetation Mapping Sidik, Penggunaan Citra Gili Sulat- 1.Citra Denny Formosat Gili Formosat
satelit Pemetaan kerapatan Transformasi hutan NDVI
29
1. Peta Klasifikasi Vegetasi dengan Metode Segment Based 2. Peta Klasifikasi Vegetasi dengan Metode Piksel Based 3. Peta Klasifikasi Vegetasi Dengan Metode Hibrida
Peta
Persebaran Vegetasi berdasar ukurannya
Peta
Kerapatan Mangrove
hutan
Wijaya Kusuma
8
Suharyadi
9
Endra Gunawan
Unruk Law 2.Pengamatan mangrove Identifikasi ang, Lapangan Kerapatan Lo Hutan mbo Mangrove k di Gili Tim Sulat-Gili ur Lawang, Lombok Timur Interpretasi Hibrida Daerah Hibrida antara Peta kerapatan bangunan 1. Landsat TM, 1. Pemetaan Citra Perk 2. Landsat ETM+ tehnik kerapatan Satelit otaa 3. ASTER SWIR indentifika bangunan Resolusi n si visual 2. Mengkaji 4. ASTER VNIR Spasial Yog dan karateristik Menengah yak spektral densifikasi Untuk arta (Hibrida) Daerah Perkotaan Kajian Yogyakarta Densifikasi Bangunan Daerah Perkotaan Penggunaan Sebagian suatu 1. Transformasi 1.Citra Satelit 1.Menyusun 1. Peta Kerapatan Kanopi Metode Kab kunci ASTER 2006 Indeks Vegetasi Sebagian Daerah hibrida upat 1.Peta Rupa Bumi interpretasi Kulonprogo 2. Analisis Korelasi Untuk en berdasar 2. Tabel hubungan antara nilai 2.Data Pengamatan Identifikasi Kul saluran atau 30olygon30 dengan Lapangan dan onpr hasil kerapatan kanopi Klasifikasi ogo, transformasi Kerapatan Yog yang Kanopi di yak memiliki
30
Kabupaten Kulonprog o
arta
korelasi terbaik untuk memudahkan identifikasi tingkat kerapatan kanopi. 2. Interpretasi hibrida Untuk mengoptimalkan kelebihan-kelebihan yang ada pada metode manual (visual) dan otomatis (komputasi) untuk identifikasi kerapatan kanopi
Sumber: berbagai sumber 2009
31
BAB II METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hibrida yang menggabungkan antara hasil interpretasi visual dan spektral ke dalam suatu rumusan statistik yang dapat digunakan dalam kegiatan pemetaan kerapatan kanopi. Interpretasi visual dalam kegiatan ini dilakukan dalam tahap awal untuk mendapatkan gambaran tentatif dari kenampakan vegetasi yang ada berdasarkan aspek fotomorfik yang terlihat pada citra yang selanjutnya akan menjadi acuan dalam penentuan lokasi sampel dalam kegiatan penelitian ini, tahapan selanjutnya adalah interpretasi dan analisa nilai piksel dari hasil blok-blok sampel untuk mengetahui tingkat korelasi anatara nilai piksel dengan tingkat kerapatan kanopi.
2.1. Bahan dan Alat Penelitian 2.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data digital ASTER Level 1B sebagian Kabupaten Kulonprogo 2. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Lembar Sendang Agung (1406-232) skala 1 : 25000 3. Data hasil uji akurasi di lapangan 4. 2.1.2. Alat Penelitian Alat penelitian terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Peralatan laboratorium, meliputi : a. Personal komputer untuk image processing b. Perangkat lunak pengolahan citra digital c. Perangkat lunak untuk analisa Sistem Informasi Geografis d. Perangkat lunak untuk uji statistik 2. Peralatan lapangan : a. GPS receiver b. Kamera digital
31
2.2. Tahap Penelitian Tahap penelitian ini meliputi tiga bagian, yaitu : tahap pra-lapangan, tahap lapangan, dan tahap pasca lapangan. Tahap pra-lapangan meliputi pengumpulan data (studi pustaka yang terkait dengan penelitian ini, serta persiapan bahan dan alat penelitian), pemrosesan citra digital, dan penentuan sampel. Tahap lapangan dilakukan untuk memperoleh informasi dari sampel yang telah ditentukan, sedang tahap pasca lapangan dilakukan untuk mengolah data yang telah dikumpulkan, analisis statistik, dan pengujian tingkat akurasi hasil klasifikasi kerapatan vegetasi dengan metode hibrida.
2.2.1. Tahap Pra Lapangan 2.2.1.1. Tahap Pengumpulan Data 1. Studi Pustaka 2. Persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan
2.3. Pemrosesan Citra Digital A.
Koreksi Geometrik Koreksi geometrik bertujuan untuk menempatkan kembali posisi piksel
pada citra hasil perekaman satelit sesuai dengan koordinat bumi, sehingga citra digital yang tertransformasi dapat dilihat gambaran obyek di permukaan bumi yang terekam sensor sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan (Danoedoro, 1996), Sistem koordinat dan proyeksi peta tertentu dijadikan rujukan untuk koreksi geometrik ini sehingga diperlukan titik ikat lapangan atau Ground Control Point (GCP) berupa obyek statis yang mudah dikenali pada citra atau peta rujukan. B.
Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalisir
kesalahan radiometrik (radiometric error) akibat aspek eksternal berupa gangguan
33
atmosfer pada saat proses perekaman. Biasanya gangguan atmosfer ini dapat berupa serapan, hamburan, dan pantulan yang menyebabkan nilai piksel pada citra hasil perekaman tidak sesuai dengan nilai piksel obyek sebenarnya di lapangan. Dari citra ASTER yang telah terkoreksi hingga level 1B ini dapat diperoleh informasi fisik seperti nilai radian dan temperatur dengan menggunakan nilai digital ( Digital Number/DN ) dalam data. Dalam pemrosesan citra selanjutnya, nilai DN pada data harus dirubah dahulu kedalam nilai radian. Langkah pengubahan dari DN ke nilai radian merupakan suatu prosedur standar yang dilakukan dalam pemrosesan citra digital, berfungsi untuk memperoleh informasi yang akurat bukan hanya di permukaan obyek saja namun juga di sensor. Pada citra ASTER nilai pantulan obyek dapat
diperoleh
dengan
melakukan koreksi atmosferik sehingga menghasilkan nilai radiance . Nilai radiance digunakan karena nilai ini mengindikasikan seberapa kuat emisi yang dipancarkan atau dipantulkan suatu permukaan yang akan diterima kembali oleh sistem optik yang mengarah pada permukaan dari berbagai sudut pandang. Nilai ini sangat baik digunakan sebagai indikator seberapa cerah suatu obyek akan tampak. Nilai radiance yang dibagi oleh index refraction square yaitu turunan dari geometrika optik, artinya untuk keadan ideal suatu sistem optik di udara nilai radiance keluaran akan sama dengan nilai radiance yang masuk. Hal ini sering disebut dengan conservation of radiance. Tujuan dari dilakukannya langkah pengubahan dari digital number ke nilai radiance adalah untuk memperoleh nilai pantulan obyek asli seperti yang terekam pada sensor. Formula yang digunakan adalah: Radiance at sensor = (DN value – 1) x Unit Conversion Coefficient...(1) Dimana : DN : Digital Number Unit Conversion Coefficient (UCC) : nilai unit konfersi koefisien yang digunakan untuk mengkonversikan nilai skala DN ke sensor radian ditunjukkan pada tabel 2.1.
34
Tabel 2.1.ASTER Unit Conversion Coeff icients Band N o High Gain VNIR 1 2 3N 3B SWIR 4 5 6 7 8 9 TIR 10 11 12 13 14
Normal Gain
Low Gain -1
Low Gain -2
0,676 0,708 0,423 0,423
1,688 1,415 0,862 0,862
2,25 1,89 1,15 1,15
N/A N/A N/A N/A
0.1087 0.0348 0.0313 0.0299 0.0209 0.0159
0.2174 0.0696 0.0625 0.0597 0.0417 0.0318
0,0290 0.0925 0.083 0.0795 0.0556 0.0424
0,0290 0.409 0.39 0.332 0.245 0.265
N/A N/A N/A N/A N/A
6.882x 10-3 N/A N/A 6.780x 10-3 N/A N/A 6.590x 10-3 N/A N/A 5.693x 10-3 N/A N/A 5.225x 10-3 N/A N/A Sumber : ASTER User Handbook 11 Agustus 2007
Setelah didapatkan nilai radiance proses berikutnya adalah pengubahan ke nilai pantulan asli atau reflectance at sensor dengan menggunakan nilai-nilai yang terdapat pada header citra dan informasi mengenai sensor dari ASTER itu sendiri. Pengubahan nilai tersebut menggunakan persamaan matematis sebagai yang ditunjukkan pada persamaan 2 berikut : Pλ =
π.Lλ.d.2
.........(2)
ESUN λ.cosθ dimana: - Pλ
= nilai pantulan obyek tiap saluran
-Lλ
= nilai spektral radian
- ESUN λ = nilai spektral iradians matahari -d
= jarak bumi – matahari
-θ
= sudut elevasi matahari
35
tujuan dari pengubahan nilai digital ke nilai pantulan pada sensor (reflectance at sensor) adalah agar nantinya hasil dari penelitian ini dapat diaplikasikan pada berbagai citra lain sehingga tidak terbatas pada citra tertentu saja (ASTER). Kesalahan radiometrik pada citra dapat
menyebabkan kesalahan
interpretasi terutama jika interpretasi dilakukan secara digital yang mendasarkan pada nilai piksel. Sehingga, koreksi radiometrik ini sangat penting untuk dilakukan agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diinginkan. Koreksi radiometrik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah penyesuaian regresi, penyesuaian histogram, dan kalibrasi bayangan. C.
Transformasi Indeks Vegetasi Transformasi indeks vegetasi diterapkan untuk mengubah nilai pixel
melalui suatu operasi aritmatik beberapa saluran sekaligus, sehingga nilai pixel baru yang dihasilkan lebih representatif dalam menyajikan aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi vegetasi, misalnya kerapatan, LAI, biomassa, umur tegakan, konsentrasi klorofil, dan juga kandungan nitrogen (Danoedoro, 1996). Transformasi indeks vegetasi ini biasanya melibatkan saluran-saluran yang peka terhadap pantulan vegetasi, khususnya saluran merah dan inframerah dekat, citra hasil transformasi indeks vegetasi ini akan digunakan sebagai acuan interpretasi visual yang kemudian digunakan sebagai acuan pengambilan sampel berdasarkan hasil klasifikasi/deliniasi secara fotomorfik atau kenampakan visualnya, hal tersebut berdasar beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan menyatakan bahwa tingkat nilai piksel yang direpresentasikan dengan tingkat kecerahan pada citra hasil transformasi indeks vegetasi memiliki hubungan dengan kerapatan vegetasi. Selain dipengaruhi oleh respon spektral dari obyek vegetasi seperti klorofil respon spektral vegetasi dipengaruhi oleh sumber sumber variasi spektral lainnya, seperti jenis tanah dan aspek lereng. Pengaruh sumber-sumber variasi spektral di luar obyek kajian dapat dikurangi melalui transformasi saluran spektral. Transformasi saluran spektral merupakan teknik manipulasi citra yang dapat menampilkan fenomena tertentu pada citra secara lebih ekspresif. Pada
36
transformasi ini, informasi spektral berupa nilai pixel pada beberapa saluran digabung menjadi suatu saluran baru (Samrumi, 2009). Transformasi indeks vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah NDVI (Normalization Difference Vegetation Index). NDVI merupakan salah satu transformasi indeks vegetasi yang biasa digunakan dalam penginderaan jauh yang menggunakan kombinasi antara teknik penisbahan dan teknik pengurangan citra, hasil transformasi ini mampu menonjolkan kenampakan objek vegetasi. NDVI dipilih karena formula ini telah dikenal luas dalam penginderaan jauh untuk studi vegetasi. Meskipun sederhana, namun terbukti memiliki kemampuan untuk menonjolkan fenomena yang terkait dengan objek vegetasi dengan menekan sumber-sumber variasi spektral lain. Nilai hasil transformasi indeks vegetasi berkisar antara +1 hingga -1. Formula NDVI menggunakan persamaan sebagai berikut: NDVI =
Inframerah dekat saluran merah Inframerah dekat saluran merah ..........(3)
pada ASTER NDVI = Band 3N – Band 2 ..........(4) Band 3N + Band 2
Selain transformasi NDVI digunakan pula transformasi lain sebagai pembanding, transformasi yang dipilih pada penelitian ini adalah Soil Adjusted Vegetation Indeks (SAVI) dan Modified Soil Adjusted Vegetation Indeks (MSAVI). Transformasi MSAVI merupakan optimalisasi transformasi SAVI (Soil Adjusted Vegetation Indeks) yang bertujuan untuk mengurangi efek tanah, sehingga obyek vegetasi lebih dapat terlihat, dimana algoritma untuk SAVI dan MSAVI adalah sebagai berikut :
..........(5)
MSAVI =
–√
.............(6)
37
dimana : -NIR -R
= band infra merah dekat = band merah
pada ASTER akan saluran merah ada pada saluran 2, sedang infra merah dekat ada pada saluran 3, saluran infra merah dekat yang digunakan pada transformasi indeks vegetasi adalah saluran 3N (Nadir Looking). 2.2.1.3. Penentuan sampel Tahap ini dilakukan untuk menentukan lokasi sampel yang akan diugunakan sebagai acuan dalam kegiatan klasifikasi kerapatan vegetasi dengan metode hibrida. Penentuan sampel didasarkan pada interpretasi pada citra hasil transformasi indeks vegetasi dengan transformasi NDVI yang telah dideliniasi berdasar kenampakan fotomorfiknya. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan tujuan mencari hubungan kenampakan fotomorfik citra hasil transformasi dengan kerapatan kanopi vegetasi di daerah penelitian. Nilai kerapatan vegetasi yang disajikan dalam nilai NDVI dapat dikelaskan dalam beberapa kelas, menurut kenampakan fotomorfiknya, yang kemudian dari hasil interpretasi tersebut digunakan sebagai dasar penentunan blok sampel, blok-blok sampel tersebut yang selanjutnya digunakan dalam kegiatan pengukuran di lapangan. Blok sampel yang telah ditentukan berdasar tingkat kecerahan indeks vegetasi dari citra hasil transformasi NDVI yang telah melalui tahap kerja lapangan (untuk diukur tingkat kerapatan kanopinya) kemudian digunakan pada tahap analisis untuk diamati statistik untuk tiap blok sampel yang ada untuk dihubungkan dengan hasil pengukuran kerapatan kanopi pada blok sampel tersebut.
2.2.1. Analisis Statistik dan penyusunan algoritma Analisis statistik pada penelitian ini bertujuan untuk menyusun suatu rumusan dari hasil korelasi antara nilai piksel pada blok sampel yang telah dipotong dengan hasil pengukuran tingkat kerapatan kanopi vegetasi di lapangan, hasil dari tahap ini berupa suatu algoritma berdasar nilai piksel dari saluran yang
38
memiliki korelasi terbaik dengan tinkat kerapatan kanopi vegetasi. Dari hasil intrpretasi visual didapat suatu blok-blok sampel yang akan diuji di lapangan mengenai kerapatan vegetasinya, blok-blok sampel tersebut terdiri dari kumpulan nilai-nilai piksel, dari kumpulan nilai piksel dan hasil pengukuran disusun suatu rumusan yang menunjukkan hubungan antara kumpulan nilai piksel dengan tingkat kerapatan kanopinya. Algoritma yang disusun akan menjadi suatu kunci interpretasi dalam kegiatan klasifikasi kerapatan kanopi vegetasi berdasar nilai-nilai matematis ataupun spektral yang dihasilkan pada tahap pemrosesan citra digital sampai tahap uji lapangan, contoh penyusunan kunci interpretasi terlihat pada tabel 2.3, pada tebel tersebut kinci interpretasi disusun untuk klasifikasi kepadatan bangunan dengan tiga kelas kerapatan, nilai yang digunakan pada kunci interpretasi tersebut adalah nilai transformasi urban indeks (UI) dan saluran 4 Landsat ETM+.
Tabel 2.2 kunci Interpretasi Kepadatan Bangunan NO
KELAS
KEPADATAN KUNCI INTERPRETASI
1 I
Padat
(ui > 85 or if ((ui < 85 and ui > 65),b4 > 0.18)
2 II
Sedang
((ui < 85 and ui > 65),b4 < 0.18)
3 III
Jarang
(ui < 65) Sumber : Suharyadi 2008
2.2.2. Tahap Kerja Lapangan Kerja lapangan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerapatan kanopi pada blok sampel yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan algoritma, selain itu hasil kerja lapangan digunakan juga pada tahap uji ketelitian interpretasi. Pengukuran di lapangan dengan menggunakan alat ukur berupa meteran, sampel di lapangan yang diambil harus memiliki ukuran yang sesuai dengan resolusi spasial citra yang digunakan, yaitu 15 x 15m. Uji lapangan merupakan suatu langkah yang sebaiknya dilakukan dalam penelitian terutama penelitian yang berkaitan dengan wilayah keruangan. Selain untuk lebih mengenali medan juga untuk mencocokkan hasil interpretasi dengan
39
kenyataan. Sampel uji lapangan juga dapat berfungsi sebagai pengontrol hasil interpretasi. Penentuan sampel uji lapangan dilakukan berdasarkan hasil pengolahan citra yang berupa hasil transformasi indeks vegetasi. Sampel uji lapangan ditentukan setelah tahap pengolahan citra digital, hasil yang diperoleh dalam uji lapangan akan berguna dalam pencocokan hasil interpretasi dengan keadaan yang adadi daerah penelitian. Metode pengambilan sampel yang dipilih pada uji lapangan adalah metode purposive sampling, teknik ini dipilih karena yang strata yang didasarkan pada hasil interpretasi untuk kelas kerapatan kanopi vegetasi. Pengambilan sampel dilakukan menyebar dan acak pada sebaran area bervegetasi yang ada di daerah penelitian, sampel yang diambil secara menyebar bertujuan agar semua area bervegetasi yang memiliki kriteria berbeda akan tersampel. Pengukuran di lapangan dilakukan dengan mengukur diameter tajuk terpenjang dan terpendek untuk tiap tegakan yang ada di dalam blok sampel untuk mengetahui presentase tutupan kanopi yang kemudian dibagi dengan luas area sampel untuk mengetahui presentase kerapatan kanopi dalam blok sampel tersebut. Pengukuran dapat dilakukan dengan pengambilan sampel dalam sampel dengan catatan bahwa ukuran diameter tajuk dalam blok sampel homogen, bila tidak terdapat homogenitas dalam blok sampel maka perlu dilakukan pengukuran diameter tajuk untuk tiap tegakan yang ada dalam blok sampel.
2.2.3. Uji Ketelitian Uji ketelitian pada penelitian ini dilakukan setelah didapatkan peta kerepatan kanopi daun dari klasifikasi hibrida, tujuan dari uji ketelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat akurasi algoritma yang dihasilkan pada penelitian ini, selain itu tingkat akurasi yang dihasilkan akan menentukan apakah algoritma hasil penelitian ini dapat digunakan dalam penelitian lain yang bersifat aplikatif. Metode Uji ketelitian yang dipakai adalah dengan menggunakan tabel, Hasil klasifikasi dari pengolahan citra dengan Transformasi NDVI akan lebih baik apabila dilakukan uji ketelitian interpretasi.
40
Uji ketelitian dilakukan karena pada penginderaan jauh pengenalan medan melalui analisis citra tidak menyentuh obyek secara langsung. Oleh sebab itu, penentuan kualitas interpretasi citra ditentukan oleh ketelitian tersebut. Metode uji ketelitian hasil interpretasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji hasil interpretasi yang dikemukan oleh Short (1982) dalam Danoedoro (1996), Purwadhi (2001), dan Sutanto (1986).Metode uji ketelit ian hasil interpretasi juga dipergunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Putristiyanto (2007) dan Nurcahyani (2005). Langkah uji ketelitian tersebut disusun sedemikian rupa dengan membandingkan antara data dari hasil klasifikasi dan data dari pengamatan di lapangan yang dibuat dalam bentuk matriks uji ketelitian hasil interpretasi. Selanjutnya dari nilai keluaran yang didapat
digunakan untuk
menghitung
persentase ketelitian hasil interpretasi.
41
persentase
akurasi
pemetaan
dan
CITRA ASTER VNIR
PETA RUPABUMI
KOREKSI GEOMETRIK
KOREKSI RADIOMETRIK
CITRA ASTER TRKOREKSI (RADIANCE AT SENSOR)
KOMPOSIT CITRA ASTER VNIR
CITRA ASTER DIGITAL
INTERPRETASI VISUAL
INTERPRETASI DIGITAL
DELINIASI BERDASAR ASPEK FOTOMORFIK
TRANSFORMASI INDEKS VEGETASI SALURAN ASTER VNIR
BLOK SAMPEL
SATUAN PEMETAAN
NDVI
SAVI
MSAVI
CEK LAPANGAN
ANALISIS PADA BLOK SAMPEL TERUKUR BLOK SAMPEL TERUKUR (KERAPATAN KANOPI)
HIBRIDA ANALISIS KORELASI
SALURAN DENGAN KORELASI TERBAIK
KUNCI INTERPRETASI
REKLASIFIKASI
Gambar 2.1 Diagram Alir metode PETA KERAPATAN KANOPI
42
BAB III DESKRIPSI WILAYAH Daerah penelitian yang dipilih pada penelitian ini adalah sebagian Kabupaten Kulonprogo yang terliput pada Citra ASTER dengan luas area kurang lebih 9207,73 hektar. Pemilihan daerah ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah tutupan awan dari citra yang dipergunakan, kemiringan lereng dan kenampakan tutupan vegetasinya. Karena penelitian ini memanfaatkan nilai dari obyek yang terekam oleh sensor maka daerah penelitian yang dipilih adalah daerah dengan tutupan awan yang paling minimal (diusahakan tidak memiliki tutupan awan) agar nilai pantulan yang didapat dapat maksimal dengan gangguan dari pantulan awan yang minimal.
3.1. Letak dan Kondisi Wilayah Kabupaten
Kulonprogo
merupakan
salah
satu
dari
lima
Kabupaten/Kotamadya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak paling barat dengan batas sebelah barat dan utara adalah Provinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan adalah Samudera Indonesia. Secara astronomis terletak antara 7°38’42” – 7°59’3” Lintang Selatan dan 110°1’37” – 110°16’26” Bujur Timur. Luas area adalah 58.627,54 hektar yang secara
administratif meliputi 12
kecamatan dan 88 desa dan 930 dusun. Dari luas tersebut 24,89 % berada di wilayah Selatan yang meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur, 38,16 % di wilayah tengah yang meliputi Kecamatan Lendah, Pengasih, Sentolo, Kokap, dan 36,97 % di wilayah utara yang meliputi Kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh. Luas kecamatan antara 3.000 – 7.500 km2 dan yang wilayahnya paling luas adalah kecamatan Kokap seluas 7.379,95 km2 sedangkan yang wilayahnya paling sempit adalah Kecamatan Wates seluas 3.291,23 km2. Secara umum kondisi Kabupaten Kulonprogo wilayahnya adalah daerah datar, meskipun dikelilingi pegunungan yang sebagian besar terletak pada wilayah utara, luas wilayahnya 17,58% berada pada ketinggian dibawah 7 m di atas
43
permukaan laut, 15,20% berada pada ketinggian 8 – 25 m di atas permukaan laut, 22,85% berada pada ketinggian 26-100 m di atas permukaan laut, 33% berada pada ketinggian 101-500 m di atas permukaan laut dan 11,37% berada pada ketinggian lebih dari 500 m di atas permukaan laut. Jika dilihat letak kemiringannya, luas wilayahnya 58,81% dengan kemiringan kurang dari 15°, 18,73% memiliki kemiringan antara 16-40° dan 22,46% memiliki kemiringan lebih dari 40°. Kulonprogo terdiri dari dataran pantai di bagian selatan, di bagian tengah dan timur berupa daerah dengan topografi bergelombang sampai berbukit dan di bagian barat serta utara berupa perbukitan dan pegunungan. Rangkaian perbukitan-pegunungan di bagian barat dan utara Kulonprogo ini dikenal sebagai perbukitan Menoreh. Tabel 3.1 Pembagian Daerah Administrasi Kabupaten Kulonprogo No.
Kecamatan
Luas
Jumlah
Jumlah
(Km2)
Desa
Dusun
1.
Temon
36,29
15
339
2.
Wates
32,00
8
96
3.
Panjatan
44,59
11
68
4.
Galur
32,91
7
75
5.
Lendah
35,59
6
62
6.
Sentolo
52,65
8
84
7.
Pengasih
61,66
7
78
8.
Kokap
73,79
5
59
9.
Nanggulan
39,61
6
57
10.
Girimulyo
54,90
4
61
11.
Samigaluh
69,29
7
106
12
Kalibawang
52,96
4
84
586,28
88
930
Jumlah
Sumber data: Bagian Pemerintahan Desa Setda Kulonprogo
Secara geografis lokasi Kulonprogo terletak pada jalur tranportasi Jawa selatan. Wilayah Kulonprogo terhubung dengan kota-kota di Pulau Jawa oleh
44
jaringan transportasi darat, termasuk jalur kereta api. Jalur selatan Jawa ini memiliki prospek baik untuk berkembang. Prospek ini juga didukung oleh kekayaan sumberdaya wilayah di bidang pertanian, peternakan, perikanankelautan, wisata, pertambangan. Kawasan perbukitan Kulonprogo dengan pemandangan yang elok menyimpan kekayaan di bidang pertanian, perkebunan dan pariwisata. Sementara kawasan selatan dan pesisir menyediakan potensi kelautan dan perikanan serta pariwisata. Berbagai produk industri kecil dan kerajinan tangan dapat ditemukan 45olygo di seluruh Kulonprogo. Produk kerajinan Kulonprogo seperti berbagai anyaman serat, wayang golek, makanan tradisional telah tersebar ke berbagai daerah 45olygo luar negeri. Untuk menggarap potensi dan memajukan wilayahnya Pemerintah Kabupaten Kulonprogo memiliki komitmen yang ditunjukkan antara lain: pelayanan administrasi cepat dan mudah, dukungan prasarana dasar tersebar di seluruh wilayah. Semua itu didukung oleh kondisi wilayah yang aman dengan masyarakat yang aman, guyub.
3.2. Kondisi Umum Batas Kabupaten Kulonprogo di sebelah timur yaitu Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah, di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Kulonprogo memiliki topografi yang bervariasi dengan ketinggian antara 0 – 1000 meter di atas permukaan air laut, yang terbagi menjadi 3 wilayah meliputi : A.
Bagian Utara Merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara
500 sampai 1000 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Girimulyo, Kokap, Kalibawang dan Samigaluh. Wilayah ini penggunaan tanah
45
diperuntukkan sebagai kawasan budidaya konservasi dan merupakan kawasan rawan bencana tanah longsor. B.
Bagian Tengah Merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 sampai 500
meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Nanggulan, Sentolo, Pengasih, dan sebagian Lendah, wilayah dengan lereng antara 2 sampai 15%, tergolong berombak dan bergelombang merupakan peralihan dataran rendah dan perbukitan. C.
Bagian Selatan Merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0-100 meter di atas
permukaan air laut, meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur, dan sebagian Lendah. Berdasarkan kemiringan lahan, memiliki lereng 0 sampai 2%, merupakan wilayah pantai sepanjang 24,9 km, apabila musim penghujan merupakan kawasan rawan bencana banjir. Luas wilayah Kabupaten Kulonprogo adalah 58.627,54 hektar, secara administratif terbagi menjadi 12 kecamatan yang meliputi 88 desa dan 930 dusun. Penggunaan tanah di Kabupaten Kulonprogo, meliputi sawah 10.732,04 Ha (18,30%), tegalan 7.145,42 Ha (12,19%), kebun campur 31.131,81 Ha (53,20%), perkampungan seluas 3.337,73 Ha (5,69%), hutan 1.025 Ha (1,75%), perkebunan rakyat 486 Ha (0,80%), tanah tandus 1.225 Ha (2,09%), waduk 197 Ha (0,34%), tambak 50 Ha (0,09%), dan tanah lain-lain seluas 3.315 Ha (5,65%). Kabupaten Kulonprogo dilewati oleh 2 (dua) prasarana perhubungan yang merupakan perlintasan nasional di Pulau Jawa, yaitu jalan Nasional sepanjang 28,57 km dan jalur Kereta Api sepanjang kurang lebih 25 km. Hampir sebagian besar wilayah di Kabupaten Kulonprogo dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi darat. Curah hujan di Kulonprogo rata-rata per tahunnya mencapai 2.150 mm, dengan rata-rata hari hujan sebanyak 106 hari per tahun atau 9 hari per bulan dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus. Suhu terendahnya lebih kurang 24,2°C (Juli) dan tertinggi 25,4°C (April), dengan
46
kelembaban terendah 78,6% (Agustus), serta tertinggi 85,9% (Januari). Intensitas penyinaran matahari rata-rata bulanan mencapai lebih kurang 45,5%, terendah 37,5% (Maret) dan tertinggi 52,5% (Juli). Sumber air baku di Kabupaten Kulonprogo meliputi 7 (tujuh) buah mata air, Waduk Sermo, dan Sungai Progo. Mata air yang sudah dikelola PDAM meliputi mata air Clereng, Mudal, Grembul, Gua Upas, dan Sungai Progo. Di Kecamatan Kokap, mata air dikelola secara swakelola oleh pihak Kecamatan dan Desa, yang kemudian disalurkan secara gravitasi dengan perpipaan. Kabupaten Kulonprogo yang terletak antara Bukit Menoreh dan Samudera Hindia dilalui Sungai Progo di sebelah timur dan Sungai Bogowonto dan Sungai Glagah di Bagian barat dan tengah. Keberadaan sungai dengan air yang mengalir sepanjang tahun di wilayah Kabupaten Kulonprogo tersebut membantu dalam menjaga kondisi permukaan air tanah. Keberadaan Waduk Sermo di Kecamatan Kokap didukung dengan keberadaan jaringan irigasi yang menyebar di seluruh wilayah kecamatan, menunjukkan keseriusan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo untuk meningkatkan produksi pertanian dan perikanan di wilayah Kabupaten Kulonprogo.
3.3. Kondisi Vegetasi KabupatenKulonprogo masih memiliki daerah dengan tutupan vegetasi yang cukup luas, sebagian besar daerah yang bervegetasi merupakan kebun-kebun milik masyarakat yang masih belum dipergunakan untuk pemukiman dalam jangka waktu yang lama sehingga vegetasi yang ada tumbuh dengan cukup lebat. Selain kebun-kebun yang belum dimanfaatkan juga terdapat daerah yang telah dipergunakan untuk menanam vegetasi yang memiliki nilai ekonomi seperti jati atau sengon, Masih banyaknya vegetasi di Kabupaten Kulonprogo tidak lepas dari masih rendahnya tingkat kepadatan penduduk maupun bangunannya, berbeda dengan Kotamadya Yogyakarta yang merupakan daerah perkotaan, Kabupaten Kulonprogo masih dapat dikatakan sebagai daerah pedesaan.
47
Gambar 3.1. Kondisi Fisiografi Kabupaten Kulonprogo
48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menghasilkan kunci interpretasi untuk kerapatan kanopi dan peta kerapatan kanopi yang dibuat berdasar kunci interpretasi yang telah dihasilkan. Tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini tertulis dalam poin-poin berikut.
4.1. Pemrosesan Citra ASTER Citra ASTER yang digunakan pada penelitian ini masih dalam format asli sehingga perlu dilakukan pemrosesan agar diperoleh nilai reflectan at sensor dengan tujuan agar hasil penelitian ini dapat digunakan untuk citra selain ASTER, untuk medapatkan nilai reflectan at sensor perlu melewati beberapa proses koreksi, mulai koreksi geometrik dan radiometrik.
4.1.1. Koreksi Geometrik Koreksi geomerik adalah koreksi yng bertujuan untuk menempatkan kembali posisi piksel sesuai dengan kondisi nyata di lapangan (sesuai dengan koordinat referensi) sehingga pada citra digital yang tertransformasi dapat dilihat gambaran obyek dipermukaan bumi yang terekam oleh sensor. Karena citra ASTER yang dipergunakan telah terkoreksi hingga level 1B yang telah mengalami koreksi radiometrik dan geometrik (koreksi geometrik sistematik maupun non sistematik) maka tahap ini sudah tidak dilakukan kembali. Setiap piksel yang terdapat pada citra ini sudah dikoreksi sesuai dengan koordinat peta permukaan bumi sehingga setiap pixel posisinya telah sesuai dengan letak sebenarnya di permukaan bumi.
4.1.2. Koreksi Radiometrik Citra ASTER yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra ASTER AST_L1B_00306062006025903_20070620105315_9644.hdf,
49
format
*.hdf
(Hierarchical Data Format) merupakan format asli Citra ASTER yang masih memiliki nilai asli, atau memiliki nilai piksel antara 0-255, nilai asli tersebut dalam harus dikonversi menjadi nilai reflectance at sensor karena hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk penelitian lain walaupun menggunakan citra yang berbeda. Untuk mendapatkan citra yang memiliki nilai reflectan at sensor perlu dilakukan kalibrasi radiometrik nilai piksel dari nilai awal pada citra yang digunakan (ASTER level 1B) yang masih berada pada nilai asli menjadi radiance at sensor yang kemudian menjadi diubah menjadi nilai reflectan at sensor. Konversi yang pertama adalah mengubah nilai asli atau DN (Digital Number) ke dalam nilai radiance at sensor, konversi tersebut dilakukan dengan menggunakan suatu persamaan (persamaan 1, halaman 32) yang melibatkan unit koefisien konversi (Unit Conversion Coefficient) yang telah ditetapkan oleh penyedia citra, seperti yang tersaji pada tabel 2.1 (halaman 33), proses konversi berikutnya adalah mengubah nilai radiance at sensor menjadi reflectance at sensor, konversi ini dilakukan dengan menggunakan suatu formula matematis (persamaan 2, halaman 33) memperhatikan beberapa nilai yang tersedia pada citra itu sendiri yang berupa nilai spektral pada level radians, ESUN λ (nilai spektral iradians matahari) nilai ini merupakan suatu konstanta yang berbeda nilainya pada setiap saluran ASTER, selain itu juga diperlukan informasi lain yang ada pada header citra berupa d (jarak bumi ke matahari) dan θ (sudut elevasi matahari), jarak bumi dan matahari dapat diketahui dari tanggal perekamannya. Untuk mengetahui jarak bumi dan matahari dipergunakan tanggal perekaman dalam Kalender Julian (Julian Day), tanggal perekaman citra pada sistem penanggalan masehi adalah 6 Juni 2006 yang dalam sistem penanggalan julian adalah 2.453.892. dan hasil perhitungan menunjukkan bahwa jarak bumi dan matahari adalah 0,995 unit astronomi, informasi lain yang terdapat pada header yang digunakan dalam konversi nilai radians ke reflectant adalah sudut elevasi, besarnya sudut elevasi yang terdapat pada header citra sebesar 51,361 , selanjutnya besar sudut tersebut dipergunakan untuk mengetahui nilai sudut zenith atau sudut puncak matahari dengan
50
perhitungan 90 -sudut elevasi (51,361 ) sehingga diperoleh nilai sudut
enith
sebesar 38,639 . Perubahan nilai spektral citra pada tahap kalibrasi dari nilai radians yang memiliki rentang nilai yang cukup besar ke nilai pantulan atau reflectan dapat dilihat dari nilai statistik yang ada pada citra seperti yang tersaji pada tabel 4.1 dibawah :
Tabel 4.1 Perubahan nilai spektral pada kalibrasi dari nilai radians ke reflectan Radians at sensor Band
Minimal value
Reflectan at sensor
Maximal value
Minimal value
Maximal value
Band 1
0,00000
428,751984
0,00000
0,904269
Band 2
0,00000
359,410004
0,00000
0,921048
Band 3
0,00000
218,947998
0,00000
0,779404
Sumber: Olah data 2010
Secara visual citra hasil kalibrasi visual dari nilai spektral pada kalibrasi dari nilai radians ke reflectan tidak mengalami perbedaan yang mencolok, namun saat pembacaan barulah terlihat hasil dari kalibrasi yang dilakukan, seperti terlihat pada gambar 4.1 yang merupakan perbandingan citra sebelum (radians) dan sesudah (reflectan) dilakukan kalibrasi.
Gambar 4.1. perbandingan citra sebelum dan sesudah kalibrasi
51
Citra hasil kalibrasi dari radians ke reflectan memang tidak dapat terlihat dengan pengamatan pada tampilan visualnya tetapi apabila dilakukan pengamatan nilai spektralnya akan terlihat perbedaan yang mencolok, nilai radians yang memiliki rentang nilai yang tinggi setelah mengalami proses kalibrasi ke reflectan akan memiliki rentang yang lebih kecil (0-1). Secara teori proses kalibrasi dilakukan sebanyak dua kali, yang pertama adalah kalibrasi dari nilai digital atau DN (Digital Number) yang merupakan nilai asli dari citra yang memiliki nilai antaraa 0-255 dengan menggunakan persamaan yang ada (persamaan 1, halaman 32), proses ini tidak dilakukan karena software olah citra yang digunakan (ENVI 4.5) secara otomatis telah melakukan koreksi tersebut (dari DN ke radians), kalibrasi yang kedua adalah dari nilai radians ke reflectan, kalibrasi ini dilakukan dengan menggunakan persamaan 2 (halaman 32), proses ini dilakukan dengan memasukkan persamaan yang ada beserta nilai-nilai yang digunakan dalam persamaan yang diambil dari header citra ke dalam fitur bandmath yang ada pada software olah citra, hasil dari kalibrasi ini terlihat dalam table 3.1, saluran infra merah dekat yang merupakan saluran peka vegetasi yang sebelumnya memiliki rentang nilai antara 0 – 218,947998 berubah menjadi lebih kecil dengan rentang antara 0 – 0,779404, demikian pula dengan kedua saluran lain yang ada pada sensor VNIR (Visible-Near Infra Red) memiliki rentang yang lebih kecil.
4.2. Transformasi Indeks Vegetasi Transformasi indeks vegetasi adalah transformasi matematis dari nilai spektral citra yang secara umum bertujuan untuk menonjolkan kenampakan permukaan yang berupa tutupan vegetasi. Data tentang kerapatan vegetasi sangat penting dalam melakukan inventarisasi maupun pemantauan wilayah mangrove, karena bisa digunakan dalam menduga leaf area index (LAI), biomassa, volume tegakan, produktivitas dan lain-lain. Dalam sistem penginderaan jauh, kerapatan vegetasi diperoleh dengan menggunakan suatu algoritma indeks vegetasi. Indeks vegetasi dibuat dengan membentuk kombinasi beberapa spektral kanal, dengan menggunakan operasi
52
penambahan, pembagian, perkalian antara kanal yang satu dengan yang lain untuk mendapatkan suatu nilai yang bisa mencerminkan kelimpahan atau kesehatan vegetasi. Indeks vegetasi merupakan persentase pemantulan radiasi matahari oleh permukaan daun yang berkorelasi dengan konsentrasi klorofil. Banyaknya konsentrasi klorofil yang dikandung oleh suatu permukaan vegetasi, khususnya daun menunjukkan tingkat kehijauan vegetasi tersebut. Indeks vegetasi adalah pengukuran secara kuantitatif dalam mengukur biomassa maupun kesehatan vegetasi, dilakukan dengan membentuk kombinasi beberapa spektral kanal, dengan menggunakan operasi penambahan, pembagian, perkalian antara kanal yang satu dengan yang lain untuk mendapatkan suatu nilai yang bisa mencerminkan kelimpahan atau kesehatan vegetasi. Pada penelitian ini digunakan beberapa tansfomasi indeks vegetasi untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, transformasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Normalization Difference Vegetation Index (NDVI), Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI) dan Modified Soil Adjusted Vegetation Index2 (MSAVI 2).
4.2.1. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Transformasi indeks vegetasi pertama yang digunakan pada penelitian ini adalah transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), tranformasi ini adalah transfomasi untuk menonjolkan kenampakan obyek vegetasi yang paling umum digunakan dalam kegiatan analisi dan pengolahan citra digital teutama pada bidang kajian vegetasi. Transformasi ini menggunakan 2 saluran peka vegetasi yaitu saluran merah dan infra merah dekat yang ada pada ASTER VNIR (persamaan 3 dan 4 pada halaman 34). Hasil dari transfomasi ini memiliki nilai yang berkisar antara -1 sampai 1 pada seluruh scene citra yang digunakan, dengan nilai rata-rata atau mean 0,228681 dan standar deviasi sebesar 0,251704. Sedang pada daerah penelitian memiliki nilai antara -1 sampai 0,747742 dengan rata-rata 0,427733 dan standar deviasi 0,223273 Nilai -1 pada transformasi indeks vegetasi memiliki rona hitam
53
yang berarti daerah tersebut tidak memiliki tutupan vegetasi, nilai -1 pada daerah penelitian berada pada daerah tepi atau border citra yang bukan merupakan kenampakan obyek lapangan. Semakin mendekati nilai 1 pada transformasi indeks vegetasi ini akan memiliki rona yang semakin cerah dan semakin cerah kenampakan pada citra akan menunjukkan daerah dengan tutupan vegetasi yang semakin banyak, pada daerah penelitian nilai maksimal berada pada nilai 0,747, nilai 0,747 menunjukkan bahwa tidak ada daerah yang memiliki tutupan vegetasi mutlak 100%, hal tersebut dapat dikarenakan adanya pantulan dari obyek lain sepeti tanah atau obyek lain yang berada diantara vegetasi, pantulan obyek lain tersebut sangat dimungkinkan karena ground resolution dari Citra ASTER VNIR sebesar 15 meter yang berarti memiliki luasan 225 meter persegi, dimana akan sangat sulit menemukan kenampakan obyek vegetasi yang secara utuh menutupi daerah dengan luas sebesar itu.
4.2.2. Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI) Transfomasi vegetasi berikutnya yang digunakan pada penelitian inim adalah Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI), yang juga menggunakan 2 saluran yang sama seperti yang digunakan pada NDVI, perbedaan transformasi ini dengan transfomasi sebelumnya (NDVI) adalah adanya faktor L pada SAVI yang bertujuan untuk meminimalisir pantulan dari obyek tanah yang menjadi latar belakang pada kenampakan obyek vegetasi, sehingga nilai indeks vegetasi yang ada akan semakin optimal, persamaan SAVI terdapat pada halaman 34 (persamaan 5) Nilai L pada transfomasi SAVI adalah 0 sampai 1, dimana nilai 0 digunakan untuk daerah dengan tutupan vegetasi yang tinggi, hasil dari transformasi SAVI dengan nilai 0 akan sangat identik dengan hasil transformasi NDVI, sedang nilai 1 digunakan pada daerah dengan tutupan vegetasi yang rendah. Transfomasi SAVI yang digunakan pada penelitian ini mengambil nilai L sebesar 0,5 karena daerah penelitian yang memiliki tutupan vegetasi yang bervariasi mulai dari daerah dengan tutupan yang tinggi sampai rendah, selain itu nilai 0,5 adalah nilai L yang umum digunakan pada transfomasi ini.
54
Hasil transfomasi ini memiliki nilai antara -0,874922 sampai 0,905231, denagan rata-rata nilai 0,133690 dan standar deviasi 0,142019 untuk seluruh liputan citra, sedang pada daerah penelitian memiliki nilai antaa -0,655406 sampai 0,541972 dengan rata-rata 0,246866 dan standar deviasi sebesar 0,125295.
4.2.3. Modified Soil Adjusted Vegetation Index (MSAVI) Transfomasi ketiga yang digunakan pada penelitian ini adalah Modified Soil Adjusted Vegetation Index 2 (MSAVI 2) yang merupakan optimalisasi dari transformasi SAVI dan MSAVI. Transformasi ini masih menggunakan 2 saluran yang sama seperti yang digunakan pada transformasi-transfomasi sebelumnya, perbedaan MSAVI 2 dengan MSAVI dan SAVI adalah tidak lagi dijumpai nilai L (persamaan 6 halaman 34). Nilai hasil trasformasi MSAVI 2 pada seluruh cakupan citra adalah -2,492509- 2,000005 dengan rata-rata 0,048593 dan standar deviasi 0,216722, sedang pada daerah penelitian memiliki nilai -1,684773 sampai 0,820726 dengan rata-rata 0,190047 dan standa deviasi 0,214688. Hasil dari MSAVI 2 tidak berada pada rentang nilai -1 sampai 1, tapi bisa melebihinya, hal tersebut karena tranformasi
yang
digunakan
bukan
berupa
persamaan
dengan
normalisasi,sehingga nilai yang diperoleh tergantung pada nilai spektral saluran yang digunakan (http://www.yale.edu/ceo/Documentation/rsvegfaq.html).
4.2.4. Saluran Tunggal Citra Satelit ASTER Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah ASTER VNIR yang memiliki 3 saluran yaitu 2 saluran tampak dan 1 saluran inframeah dekat. Saluran tampak yang ada pada ASTER adalah saluran hijau dan saluran merah, sedang infra merah dekat berada pada saluran 3 atau infra merah dekat. Nilai citra yang telah mengalami kalibrasi sehingga memiliki nilai reflectan at sensor yang terekam pada citra seluruh liputan citra pada saluran 1 (hijau) adalah 0,00 – 0,904269, saluran 2 (merah) adalah 0,00 – 0,921048 dan saluran 3 (infra merah dekat) adalah 0,00 – 0,79404, sedang pada cakupan daerah
55
penelitian saluran 1 (hijau) memiliki nilai 0,00 – 0.509096, saluran 2 (merah) 0,00 – 0,496785 dan pada saluran 3 (infra merah dekat) memiliki nilai antara 0,00 – 0,469484.
4.3. Pemetaaan Kerapatan Kanopi Dengan Metode Hibrida Metode hibrida adalah metode yang dihasilkan dengan mengkombinasikan dua atau lebih metode yang telah ada sebelumnya, metode hibrida yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara metode interpretasi visual yangmerupakan metode interpretasi konvensional dengan metode interpretasi digital yang berbasis pada nilai spectral suatu citra penginderaan jauh. Kombinasi yang dilakukan adalah dengan menggabungkan satuan pemetaan yang telah dihasilkan melalui interpretasi visual dengan blok sampel terukur untuk mendapatkan nilai statistik dari tiap blok sampel untuk menghasilkan suatu kunci interpretasi kerapatan kanopi. 4.3.1. Interpretasi Visual Citra Komposit ASTER VNIR Penyusunan komposit dari Citra ASTER VNIR memiliki kombinasi yang sangat terbatas, hal tersebut dikarenakan instrumen VNIR ASTER hanya memiliki 3 saluran, yaitu, saluran hijau, merah dan infra merah dekat. Komposit terbaik yang dapat dihasilkan untuk interpretasi obyek vegetasi dengan menggunakan 3 saluran tersebut adalah komposit 321 yang menghasilkan warna dominan merah untuk obyek vegetasi. Komposit 321 dari ASTER VNIR cukup baik dalam interpretasi visual karena didalam komposit tersebut telah terdapat saluran peka vegetasi, yaitu saluran 3 atau infra merah dekat. Interpretasi visual Citra ASTER dilakukan berdasar kenampakan fotomorfik dalam komposit yang dipilih, interpretasi visual secara fotomorfik sangat tergantung kepada unsur-unsur interpretasi, dimana terdapat 9 unsur yang digunakan untuk interpretasi visual, yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona atau warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti. Tujuan dari interpretasi visual ini adalah membedakan kenampakan obyek vegetasi dan non vegetasi, untuk obyek vegetasi sendiri yang merupakan obyek kajian dalam penelitian ini
56
akan dilakukan klasifikasi yang lebih detail dibanding obyek non vegetasi. Klasifikasi obyek vegetasi dilakukan berdasar kenampakan tegakan yang ada sehingga diharapkan mendapatkan hasil klasifikasi yang representatif terhadap tingkat kerapatan kanopinya. Citra ASTER yang digunakan dalam interpretasi ini memiliki resolusi spasial sebesar 15 meter yang termasuk dalam citra skala menengah sehingga hasil interpretasi obyek vegetasi yang didapat sudah cukup baik. Interpretasi visual yang dilakukan sangat bergantung pada kenampakan citra yang dipergunakan, dari kenampakan yang ada, unsur warna dan tekstur sangat dominan dalam interpretasi visual ini, walaupun tidak menutup penggunaan unsur interpretasi lain yang ada. Hasil komposit citra yang ada mengasilkan warna dominan merah untuk kenampakan obyek vegetasi, sedang obyek lain akan berwarna lebih gelap, misal pada obyek bangunan akan berwarna coklat gelap, dan obyek air akan berwarna biru gelap. Warna merah pada obyek vegetasi digunakan sebagai dasar klasifikasi secara fotomorfik dibantu dengan unsur tekstur yang nampak pada citra. Tekstur digunakan dalam interpretasi vegetasi karena kenampakan tegakan akan memiliki tekstur yang khas yang disebabkan perbedaan tinggi dari tegakan yang ada, dalam citra juga terdapat daerah dengan warna merah rata dengan tekstur yang halus, daerah tersebut menunjukkan daerah dengan tutupan vegetasi yang bukan pepohonan, namun dapat berupa padang rumput atau sawah. Selain warna dan tekstur unsur bentuk juga membantu proses interpretasi, terutama untuk daerah yang berupa areal persawahan, daerah dengan warna merah dan memiliki bentuk yang tersegmentasi dalam persegi kemungkinan besar adalah areal pertanian sawah. Penarikan batas untuk tiap satuan pemetaan dilakukan berdasar kesamaan unsur interpretasinya, terutama warna dan tekstur.
4.3.2. Penentuan blok sampel Blok sampel ditentukan dari citra komposit yang ada dengan luasan kurang lebig 6x6 piksel atau 90x90 meter, blok sampel ditentukan berdasar
57
kenampakan berupa warna dan tekstur yang ada. Penentuan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan tujuan mengetahui kerapatan kanopi dari tiap satuan pemetaan yang diperoleh dari interpretasi secara fotomorfik. Blok sampel tersebut digunakan sebagai sampel lapangan yang akan diukur kerapatan kanopinya, kemudian blok sampel terukur itulah yang akan sangat berpengaruh dalam penelitian ini. Blok sampel terukur akan digunakan dalam penyusunan formula kepadatam dengan menggunakan citra saluran tunggal, komposit atau hasil transformasi indeks vegetasi yang memiliki korelasi tertinggi terhadap kerapatan kanopi. Pengukuran dilakukan dengan menghitung luasan kanopi tiap tegakan, hal tersebut dikarenakan perbedaan luas kanopi tiap tegakan dalam blok sampel yang beragam, metode pengukuran dilakukan dengan menghitung diameter kanopi terpanjang dan terpendek (D1 dan D2) dan mengasumsikan sebagai bentuk laying-layang dan bagian lubang atau sela-sela kanopi yang tertembus sinar matahari dianggap masif (Widoretno, 2010), sehingga Luas kanopi dapat dihitung dengan persamaan ½(D1x D2), kerapatan kanopi blok sampel diketahui dengan menumlahkan seluruh luasan kanopi tegakan dalam blok sampel dibagi dengan luas blok sampel (90 x90 m) .
Foto Lap ang an
Citra NDVI
Gambar 4.2 Titik Sampel 5, Koordinat : 410395 mT ; 9125300 mU, Kerapatan 75% (Tinggi)
Penelitian kali ini mengambil 18 blok sampel yang memiliki tingkat kerapatan yang berbeda seperti yang terlihat pada tabel berikut :
58
Tabel 4.2 Hasil pengukuran blok sampel
No s a m p e l 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Koordinat sampel x y
Kerapatan kan opi (% )
409990 9121535 408775 9121325 409495 9122255 409105 9124040 410395 9125300 409930 9123920 411265 9123530 417100 9127745 410740 9120725 409525 9120320 411190 9121835 413050 9122000 412765 9119495 413995 9119930 412735 9125450 410020 9126200 415075 9122960 412765 9121205 Sumber : Pengukuran 2010
65 25 26 20 75 72 63 81 18 13 71 68 30 67 70 33 83 81
4.4. Statistik nilai rata-rata blok sampel pada saluran tunggal, NDVI, SAVI dan MSAVI Nilai rata-ratadari blok sampel terukur merupakan cerminan nilakai dari kumpulan piksel yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan formula kerapatan kanopi. Blok sampel terukur yang memiliki tingkat kerapatan yang berbeda pada untuk masing-masing sampel dipergunakan untuk analisis nilai piksel pada setiap saluran Citra ASTER VNIR dan 3 hasil transformasi indeks vegetasi yang telah dipersiapkan. Untuk mendapatkan nilai rata-rata dari setiap
59
blok sampel dilakukan proses penumpangan blok sampel yang berupa file evf atau ROI ke pada masing-masing saluran Citra ASTER VNIR dan hasil transformasi indeks vegetasi (NDVI, SAVI dan MSAVI2) sehingga didapat nilai rata-rata dari masing-masing blok sampel berikut standar deviasinya, seperti yang tersaji pada tabel berikut :
Tabel 4.3. Nilai rata-rata blok sampel terukur dalam reflectan at sensor NDVI Nomor sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
mean 0,50904 0,195206 0,202173 0,156783 0,598909 0,557934 0,491164 0,62937 0,142319 0,105229 0,550262 0,539294 0,235554 0,517989 0,543989 0,259921 0,647436 0,631252
VNIR band 1 mean 0,111155 0,116792 0,117682 0,114121 0,102057 0,107693 0,104529 0,09553 0,120846 0,121538 0,097606 0,096716 0,140921 0,099881 0,100474 0,131526 0,097508 0,096914
VNIR band 2 mean 0,077761 0,09428 0,103749 0,095993 0,065775 0,074236 0,074639 0,056911 0,102842 0,100727 0,065271 0,066581 0,128427 0,070207 0,068293 0,119261 0,061242 0,059832
VNIR band 3 mean 0,239004 0,141663 0,156409 0,131861 0,263722 0,262444 0,221274 0,269945 0,137657 0,125383 0,226815 0,224513 0,207296 0,221956 0,23227 0,203204 0,287759 0,26483
SAVI MSAVI2 Kerapatan (L=0,5) kanopi Dalam % mean mean 0,296116 0,246611 65 0,095535 -0,13878 25 0,103615 -0,14703 26 0,073805 -0,17777 20 0,336982 0,398039 75 0,357221 0,336421 72 0,275162 0,216638 63 0,358418 0,423718 81 0,070012 -0,19801 18 0,050285 -0,22352 13 0,304899 0,294654 71 0,298336 0,278885 68 0,141641 -0,13274 30 0,286326 0,248917 67 0,306668 0,289837 70 0,152902 -0,09667 33 0,399 0,497005 83 0,372727 0,444111 81 Sumber : Olah data 2010
Nilai rata-rata blok sampel untuk setiap saluran Citra ASTER VNIR dan hasil transformasi indeks vegetasi akan memiliki tingkat korelasi yang berbeda dengan kerapatan kanopi terukur, nilai korelasi tertinggi akan menunjukkan salauran atau transformasi indeks vegetasi mana yang memiliki hubungan terbaik dengan kerapatan kanopi. Tingkat korelasi setiap saluran Citra ASTER VNIR dan hasil transformasi indeks vegetasi dapat diketahui melalui analisis korelasi dengan bantuan software statistik (SPSS).
60
Tingkat korelasi memiliki nilai antara -1 sampai 1, semakin mendekati nilai 1 atau -1 maka saluran atau transformasi indeks vegetasi akan memiliki hubungan yang semakin erat, dimana nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik dan nilai positif menunjukkan bahwa citra atau transformasi indeks vegetasi berbanding lurus dengan kerapatan kanopi. Tabel diatas menunjukkan bahwa saluran infra merah dekat dan ketiga hasil transformasi indeks vegetasi berbanding lurus dan memiliki hubungan yang kuat, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai korelasi yang mendekati angka 1 (melebihi 0,9), dari keempatnya hasil transformasi indeks vegetasi NDVI memiliki korelasi tertinggi, yaitu 0,999. Tabel 4.4. Tingkat korelasi masing-masing saluran/transformasi indeks vegetasi dengan kerapatan kanopi Saluran VNIR/Transformasi indeks vegetasi
Tingkat korelasi
Saluran 1 (hijau)
0,813
Saluran 2 (merah)
-0,878
Saluran 3 (infra merah dekat)
0,947
SAVI
0,995
MSAVI2
0,945
NDVI
0,999743 Sumber : Olah data 2010
Pembacaan blok sampel terukur pada saluran atau transformasi dilakukan pada pada masing-masing kelas, nilai kerapatan kanopi dikelompokkan dalam 3 kelas, kelas pertama antara 0-40%, kelas kedua 41-70% dan kelas terakhir 71100% seperti tersaji pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Kelas kerapatan kanopi Kelas Kerapatan
Nilai Kerapatan
Rendah (non-vegetasi)
0-40%
Sedang
41-70%
Tinggi
71-100%
Sumber : Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 2 No.1: 1·5 (1996)
61
Pembacaan nilai saluran dan hasil transformasi dilakukan pada tiap kelas dan saluran atau transformasi, saluran atau transformasi yang memiliki hubungan yang konsisten pada tiap kelas adalah yang akan digunakan dalam penyusunan formula kepadatan. Nilai rata-rata dalam tabel 4.6 menunjukkan bahwa kelas pertama atau kerapatan rendah nilai yang ada pada saluran infra merah dekat, NDVI, SAVI dan MSAVI2 memiliki korelasi yang baik dimana setiap pertambahan
nilai
pada
saluran
atau
hasil
transformasi
menunjukkan
bertambahnya kerapatan kanopi, pada kelas kedua mulai terdapat hubungan yang kurang baik pada saluran infra merah dekat,SAVI dan MSAVI2 dimana nilai dari infra merah dekat, SAVI atau MSAVI2 tidak mewakili nilai kerapatan kanopi yang semakin bertambah, lain halnya dengan NDVI yang masih memiliki hubungan yang baik, terlihat dari nilai NDVI yang naik seiring naiknya nilai kerapatan kanopi, dari pembacaan pada kelas terakhir diketahui bahwa ketiga hasil transformasi indeks vegetasi memiliki korelasi yang baik dengan tingkat kerapatan kanopi, sedang untuk saluran infra merah dekat memiliki tingkat korelasi yang kurang baik.
Tabel 4.6 Rata-rata nilai piksel tiap band dan transformasi indeks vegetasi pada blok sampel terukur NDVI
VNIR band 1
VNIR ba nd 2
VNIR
Nomor 10 9 4 2 3 13 16
0,10523 0,14232 0,15678 0,19521 0,20217 0,23555 0,25992
0,121538 0,120846 0,114121 0,116792 0,117682 0,140921 0,131526
0,100727 0,102842 0,095993 0,09428 0,103749 0,128427 0,119261
b a n d 3 0,125383 0,137657 0,131861 0,141663 0,156409 0,207296 0,203204
7
0,49116
0,104529
0,074639
0,221274
62
SAVI
MSAVI2
( L = 0, 5) 0,05029 0,07001 0,07381 0,09554 0,10362 0,14164 0,1529
-0,22352 -0,19801 -0,17777 -0,13878 -0,14703 -0,13274 -0,09667
Kerapatan kan opi 13 18 20 25 26 30 33
0,27516
0,216638
63
1 14 12 15
0,50904 0,51799 0,53929 0,54399
0,111155 0,099881 0,096716 0,100474
0,077761 0,070207 0,066581 0,068293
0,239004 0,221956 0,224513 0,23227
0,29612 0,28633 0,29834 0,30667
0,246611 0,248917 0,278885 0,289837
11 6 5 8 18 17
0,55026 0,55793 0,59891 0,62937 0,63125 0,64744
0,097606 0,107693 0,102057 0,09553 0,096914 0,097508
0,065271 0,074236 0,065775 0,056911 0,059832 0,061242
0,226815 0,262444 0,263722 0,269945 0,26483 0,287759
0,3049 0,294654 0,35722 0,336421 0,33698 0,398039 0,35842 0,423718 0,37273 0,444111 0,399 0,497005 Sumber : Olah data 2010
Pembacaan tabel hubungan nilai pada tiap saluran dan transformasi indeks vegetasi
citra hasil transformasi menunjukkan bahwa saluran infra merah
dekat,NDVI, SAVI dan MSAVI2 memilki hubungan tingkat korelasi yang baik pada kelas pertama atau tingkat kerpatan rendah, pada tingkat kerapatan sedang atau kelas kedua hanya nilai NDVI saja yang terkorelasi dengan baik, sedang untuk kelas keriga atau kerapatan tinggi ketiga hasil transformasi indeks vegetasi memilki korelasi yang baik. Kesimpulan yang diperoleh dari pembacaan tabel hubungan tiap saluran atau hasil transformasi indeks vegetasi menghasilkan transformasi indeks vegetasi dengan NDVI memiliki nilai yang paling baik dan representatif terhadap ketiga kelas tingkat kerapatan kanopi, hubungan yang ada antara nilai NDVI dan kerapatan kanopi merupakan hubungan positif yang berarti semakin tinggi nilai NDVI semakin tinggi pula kerapatan kanopinya, dengan demikian diketahui bahwa nilai pada NDVI adalah yang paling sesuai untuk digunakan dalam penyusunan formula kerapatan konopi.
4.5. Penyusunan Formula Kepadatan Penyusunan formula kepadatan menggunakan citra atau hasil transformasi yang memiliki tingkat korelasi terbaik, walaupun menurut hasil olah data ada 3 data yang memiliki nilai korelasi diatas 0,9 namun nilai korelasi dari transformasi NDVI adalah yang memiliki korelasi terbaik dengan tingkat kerapatan kanopi
63
65 67 68 70 71 72 75 81 81 83
yaitu 0,999743 , penyusunan formula kepadatan dilakukan berdasar pembacaan hubungan nilai rata-rata NDVI dengan kerapatan kanopi yang telah dibagi berdasar kelas tertentu (tabel 3.5). Nilai NDVI pada masing-masing kelas tersebut adalah nilai yang digunakan dalam penyusunan formula kepadatan. Nilai NDVI digunakan sebagai batas kelas kerapatan yang telah ditentukan yang selanjutnya digunakan dalam penyusunan formula kepadatan, selain nilai NDVI dari blok sampel terukur penyusunan formula kerapatan kanopi ini menggunakan bantuan nilai dari hubungan antara nilai NDVI dan kerapatan kanopi yang berupa suatu korelasi linear, asumsi linear ini berdasar pada penelitan yang dilakukan Zainudin Fanani, Ign. Kristanto Adiwibowo (2001), penggunaan asumsi tersebut dikarenakan tidak adanya blok sampel terukur untuk tingkat kerapatan 40% yan merupakan batas nilai kerapatan sedang dan rendah. Nilai NDVI yang telah dilengkapi dengan hasil dari nilai dan korelasi linear kerapatan kanopi dengan NDVI yang menjadi batas pada tiap kelas tersaji pada tabel berikut:
Tabel 4.7 nilai NDVI untuk penyusunan formula kepadatan Kelas Kerapatan Rendah (non-vegetasi)
Nilai NDVI
Nilai Kerapatan
0,10523
0,3192
0-40%
Sedang
0,3192
0,54399
40-70%
Tinggi
0,54399
0,64744
70-100%
Sumber : Olah data 2011
64
0.7
Nilai Mean NDVI
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
20
40
60
80
100
kerapatan %
Gambar 4.3 Hubungan Linear kerapatan kanopi dan nilai rata-rata indeks vegetasi
4.6. Interpretasi Hibrida Nilai rata-rata citra transformasi NDVI untuk masing-masing poligon hasil interpretasi visual digunakan untuk identifikasi tingkat kerapatan kanopi berdasar kunci interpretasi atau formula kerapatan kanopi yang telah dihasilkan sehingga diperoleh poligon-poligon yang telah memiliki nilai rata-rata pada NDVI dan nilai kerapatan kanopi berdasar formula yang ada. Penghitungan nilai rata-rata masing-masing poligon pada citra hasil transformasi NDVI dilakukan dengan bantuan software, disini digunakan software arcgis,dengan tool berupa zonal statistik, setelah diperoleh nilai rata-rata NDVI untuk masing-masing poligon selanjutnya dilakukan pengelasan kerapatan kanopi pada masing-masing poligon berdasar formula kepadatan yang telah disusun sebelumnya sehingga diperoleh peta tingkat kerapatan kanopi. Hasil
klasifikasi
kerapatan
kanopi
pada
2023
poligon
dengan
menggunakan kunci interpretasi yang telah disusun (tabel 4.8) untuk tiga kelas kerapatan kanopi menghasilkan luasan yang berbeda seperti tersaji dalam tabel berikut:
65
Tabel 4.8. Luas masing-masing kelas kerapatan kanopi KELAS KERAPATAN LUAS (ha) non-vegetasi 3632,16 41-70% 2026,09 Lebih 70% 3382,73 Sumber : Olah data 2011
Pada tabel terlihat luasan terbesar terdapat pada kelas kerapatan nonvegetasi (kerapatan kanopi rendah), hal tersebut dikarenakan daerah penelitian bukan merupakan daerah hutan melainkan daerah permukiman yang belum berkembang dengan baik.
4.7. Validasi hasil pemetaan Setelah diperoleh peta kerapatan kanopi formula kerapatan yang telah disusun sebelumnya langkah berikut yang dilakukan adalah uji ketelitian atau validasi peta kerapatan yang telah dihasilkan. Validasi hasil dilakukan dengan pengamatan lapangan pada beberapa titik yang memiliki kelas kerapatan kanopi sedang dan tinggi dengan metode stratified sampling, titik-titik pengamatan tersebut diambil pada setiap kelas kepadatan dan disesuaikan dengan luas keseluruhan dari setiap kelas. Sehingga kelas yang memiliki luas terbesar akan memiliki titik pengamatan terbanyak. Hasil uji validasi menghasilkan ketelitian interpretasi keseluruhan sebesar = 28/31 = 0,9032 atau 90,32%. Tingkat akurasi yang mencapai 90% dikatakan memenuhi batas minimum interpretasi, menurut Campbell (2002, dalam Suharyadi 2011) batas minimum pemetaan dengan citra satelit adalah sebesar 85%, sedang menurut Anderson (1976, dalam Martono 2007) dan Kannegeiter (1984, dalam Martono 2007) tingkat ketelitian yang disarankan untuk suatu interpretasi penginderaan jauh adalah berkisar antara 80 – 85%. Hasil uji validasi menemukan beberapa lokasi pada titik validasi memiliki tingkat kerapatan kanopi yang berbeda dengan peta kerapatan kanopi yang dihasilkan berdasar kunci interpretasi, hal tersebut sebagian dikarenakan perubahan penggunaan lahan dari daerah berupa kebun campuran atau hutan
66
rakyat menjadi daerah yang dimanfaatkan oleh penduduk sekitar, seperti pemukiman maupun tegalan. Munculya ruang-ruang kosong pada daeerah yang pada interpretasi menghasilkan daerah dengan kerapatan kanopi yang tinggi juga diakibatkan semakin banyaknya pemanfaatan lahan di daerah hutan rakyat yang rata-rata memiliki kerapatan kanopi tinggi. Potensi perubahan penggunaan lahan itulah yang digunakan sebagai dasar penentuan titik-titik uji validasi yang sebagian besar berada di sepanjang jalan dan sekitar pemukiman selain disebabkan sulitnya akses ke daerah-daerah yang masih berupa hutan rakyat atau daerah berkerapatan kanopi tinggi. Kesalahan interpretasi untuk obyek vegetasi juga dapat diakibatkan oleh perubahan volume daun akibat musim kemarau yang menyebabkan meranggasny vegetasi di daerah penelitian, namun pada penelitian ini daerah yang digunakan tidak memilki vegetasi musiman yang dominan, sebagian besar merupakan tanaman yang hijau sepanjang tahun atau evergreen sehingga respon spektral tidak berubah secara signifikan pada citra yang digunakan, seperti yang disebutkan pada penelitan yang dilakukan oleh Zainudin Fanani dan Ign. Kristanto Adibowo tahun 2001, bahwa perubahan spektal vegetasi akan berubah secara signifikan pada tanaman yang menggugurkan daun, berbeda dengan tanaman evergreen yang memiliki respon relatif konstan.
Tabel 4.9. koordinat titik validasi dan hasil pengamatan Koordinat
X 414253 411028 412305 412370 412906 413062 413208 413896 414479
Hasil Inter preta Y si Kerapatan Tinggi 9122724 tinggi 9123370 tinggi 9127049 tinggi 9128555 tinggi 9127972 tinggi 9127203 tinggi 9126932 tinggi 9127463 tinggi 9127429 tinggi
67
Pengamatan Lapa ngan tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi
415643 415075 412765 410395 409930 417100 411190
9127046 tinggi tinggi 9122960 tinggi tinggi 9121205 tinggi tinggi 9125300 tinggi tinggi 9123920 tinggi tinggi 9127745 tinggi tinggi 9121835 tinggi tinggi Kerapatan Sedang 412374 9123305 sedang sedang 411514 9124988 sedang sedang 412198 9126456 sedang sedang 412427 9128020 sedang sedang 413036 9127429 sedang sedang 413516 9126684 sedang sedang 413847 9127048 sedang rendah 415075 9127377 sedang sedang 415432 9127280 sedang sedang Kerapatan Rendah 409105 9124040 rendah rendah 408775 9121325 rendah rendah 409525 9120320 rendah rendah 412765 9119495 rendah rendah 409495 9122255 rendah rendah 410020 9126200 rendah rendah 410740 9120725 rendah rendah Sumber : Olah data dan Pengamatan Lapangan 2011 Tabel 4.10. Hasil pengamatan untuk validasi Pengamatan Lapangan Interpretasi
Padat
Sedang
Jumlah
jarang
13
3
0
16
Sedang
0
8
1
9
jarang
0
0
7
7
13 11 8 Jumlah Sumber : Pengamatan Lapangan 2011
31
Padat
68
Akurasi pengguna (user’s accuracy) merupakan hasil akurasi interpretasi terhadap semua kategori yang dikenali pada citra, berikut nilai akurasi pengguna dalam penelitian ini : Padat
= 100%
sedang
= 72,72%
jarang
= 87,5%.
Akurasi pembuat (producer’s accuracy) merupakan akurasi interpretasi terhadap keadaan yang ditemui di lapangan, berikut tingkat ketelitian pembuat dalam penelitian ini : Padat
= 81,25%
sedang
= 88,89%
jarang
= 100%
nilai akurasi yang dihasilkan baik nilai akurasi pengguna maupun pembuat menunjukkan masih adanya kelemahan dalam penyusunan formulaa kerapatan kanopi ini, hal tersebut dapat dicermati pada hasil perhitungan akurasi pengguna menunjukkan bahwa masih ada kelemahan dalam akurasi formula kepadatan yang disusun, terutama untuk akurasi pengguna pada kelas kerapatan sedang yang memiliki nilai terendah, yaitu sebesar 72,72% dan nilai akurasi pembuat untuk kelas kerapatan tinggi yang sebesar 81,25% yang menurut rujukan masih dibawah nilai yang disarankan yaitu sebesar 85%, kelemahan-kelemahn tersebut kemungkinan dikarenakan citra yang digunakan dalam penyusunan formula kerapatan direkam pada tahun 2006 (kurang lebih 5 tahun yang lalu) sehingga memungkinkan terjadi perubahan kerapatan kanopi karena jumlah tegakan ataupun perubahan penggunaan lahan
4.8. Kerapatan kanopi daerah penelitian Penerapan formula kerapatan kanopi pada penelitian ini menghasilkan tiga kelas kerapatan kanopi yaitu kerapatan kanopi rendah atau daerah non vegetasi, kerapatan kanopi sedang dan daerah dengan kerapatan kanopi tinggi. Berdasarkan peta kerapatan kanopi yang dihasilkan diketahui bahwa daerah dengan kerapatan kanopi tinggi lebih mendominasi disbanding dengan daerah dengan kerapatan
69
kanopi sedang namun memiliki luas yang polygon sama dengan daerah dengan kerapatan kanopi rendah atau daerah non-vegetasi, banyaknya daerah yang masih memiliki tutupan kanopi tinggi menunjukkan bahwa daerah penelitian masih tergolong kedalam daerah pedesaan, terlihat dari luas daerah dengan penggunaan lahan berupa pemukiman yang lebih kecil disbanding dengan luas daerah dengan yang memiliki tutupan kanopi. Bagian timur daerah penelitian yang berbatasan dengan Sungai Progo merupakan daerah yang didominasi daerah dengan tutupan kanopi baik sedang maupun tinggi, sedang bagian selatan daerah penelitian (pantai) didominasi oleh daerah dengan tutupan kanopi rendah atau daerah non-vegetasi, seperti halnya yang terjadi di bagian barat daerah penelitian.
70
Gambar 4.3. Peta Kerapatan Kanopi 71
Tutupan kanopi yang ada di daerah penelitian sebagian besar merupakan daerah dengan penggunaan lahan berupa kebun campuran, penggunaan lahan berupa pemukiman di daerah ini masih kecil dibandingkan daerah dengan penggunaan lahan berupa kebun campuran sehingga menyebabkan sebagian besar daerah ini tertutup kanopi vegetasi dari kebun campuran tersebut. Dominasi daerah yang tertutup kanopi juga disebabkan oleh pemukiman masyarakat yang menyebar dan memiliki jarak yang cukup jauh antara satu bangunan dengan bangunan lain serta memang masih rendahnya kepadatan bangunan di bagian timur daerah penelitian, seperti yang terlihat pada peta diatas.
72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Formula kerapatan kanopi disusun berdasar citra hasil transformasi NDVI yang memiliki tingkat korelasi sebesar 0,999743. Kunci interpretasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut : NDVI < 0,3192 untuk daerah non-vegetasi atau kepadatan kanopi rendah (<40%), nilai NDVI 0,3192-0,54399 untuk kepadatan kanopi sedang (40-70%) dan nilai NDVI > 0,54399 untuk kerapatan kanopi tinggi (>70%) 2. Metode interpretasi secara hibrida memanfaatkan prinsip interpretasi secara visual dalam penentuan poligon-poligon yang mewakili suatu daerah dengan kenampakan visual yang sama dan menggunakan prinsip metode komputasi dalam penerapan dan penyusuan formula kepadatan
menghasilkan nilai
akurasi 90,32% menunjukkan bahwa metode ini layak digunakan dalam kegiatan interpretasi kerapatan kanopi.
5.2. Saran 1. Peningkatan akurasi formula interpretasi hibrida untuk kerapatan kanopi dapat dilakukan dengan melakukan uji coba di daerah dengan pola jarak tanam vegetasi yang teratur (missal, hutan produksi) dan daerah dengan variasi kerapatan yang lebih tinggi serta penambahan sampel acuan dan data rujukan (citra atau peta skala detail). 2. Hasil transformasi vegetasi lain seperti SAVI dan MSAVI serta saluran merah dan inframerah dekat dalam ASTER VNIR yang memiliki korelasi lebih dari 0,9 juga dapat dimanfaatkan dalam penyusunan formula kerapatan kanopi. 3. Interpretasi dengan metode hibrida dapat dikembangkan untuk obyek-obyek penutup lahan lainnya.
73
DAFTAR PUSTAKA ASTER (2002), Aster Indomicrowave Corporation (Official Website). Diakses tanggal 2 September 2010, dari http://www.aster.Indomicrowave.com/ applications.html ASTER (2002), Aster Indomicrowave Corporation (Official Website). Diakses tanggal 2 September 2010, dari http://www.aster.Indomicrowave.com/ specification.html Astuti, T. R. (2010). Pemetaan Kepadatan Bangunan dengan pendekatan hibrida menggunakan citra satelit ASTER di Kota Surakarta. Skripsi. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Danoedoro, P. (1996). Pengolahan Citra Digital – Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. ERSDAC. 2002. ASTER: EOS and Terra. USA: University of Idaho. Diakses tanggal 25 Januari 2010, dari http://www.gds.aster.ersdac.or.jp/gds_www 2002/index_e.html ERSDAC. 2002. ASTER: EOS and Terra. USA: University of Idaho. Diakses tanggal
25
Januari
2010,
dari
http://www.gds.aster.ersdac.or.jp/
gds_www2002/index_e./aster/set_a_sensor_e html ERSDAC. 2002. ASTER: EOS and Terra. USA: University of Idaho. Diakses tanggal 25 Januari 2010, dari http://www.gds.aster.ersdac.or.jp/gds_ www2002/index_e./aster/ set_e_project_e_EOS.html Fanani, Z. Ign. Kristanto, A. (200i). Analisis Faktor yang mempengaruhi Nilai Spektral Tegakan Jati Pada Data Digital Landsat TM. Buletin Kehutanan=Forestry Bulletin 2001 Galev, E. (2006). Applicability of Remote Sensing Data and GIS Methodology to Detailed Vegetation Mapping. Fatih University. Istambul. Hildanus (2005). Pendugaan Beberapa Parameter Tegakan Hutan Tropika Dataran Rendah Menggunakan Data Satelit Landsat. Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor
74
Hirose, Y, Mori, M. Akamatsu, Y. dan Li, Y. (Tanpa Tahun). Vegetation Cover Mapping Using Hybrid Analisis of IKONOS Data. Japan Space Imaging Corporation. Lillesand, Kiefer,
dan
Chipman. (2004). Remote Sensing
and image
Interpretation. Wiley & Sons. New York. Martono, Dwi Nowo (2007). Kajian Ketelitian Planimetrik bangunan Rumah Menggunakan Citra IKONOS Tipe Geomono. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologo Penginderaan Jauh, LAPAN NASA. 2004. ASTER: EOS and Terra. USA: California Institute of Technology. Diakses tanggal 22 Agustus 2009, dari http://asterweb.jpl.nasa.gov/EOS and Terra Samrumi, 2009. Pemetaan Agihan dan Tingkat Kerapatan Jenis Mangrove di Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar dengan Menggunakan Citra Satelit SPOT IV. Skripsi. Jurusan Geografi Fakulktas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar. Shank, Michael (2008). Using Remote Sensing to Map Vegetation Density on a Reclaimed Surface Mine. Incorporating Geospatial Technologies into SMCRA Business Processes. Sidik, F. Kusuma, D. W. (Tanpa Tahun). Penggunaan Citra Formosat Unruk Identifikasi Kerapatan Hutan Mangrove di Gili Sulat-Gili Lawang, Lombok Timur. Balai Riset dan Observasi Kelautan, BRKP-DKP Suharyadi, R (2011). Interpretasi Hibrida Citra Satelit Menengah untuk Kajian Densitifikasi Bangunan Daerah Perkotaan Di Daerah Perkotaan Yogyakarta. Disertasi.Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Pemkab Kulonprogo. 20054. Kondisi Geografis Kulonprogo. Diakses tanggal 5 Januari 2011, dari http://www.kulonprogokab.go.id/v2/Geografis Purwadhi, Sr i, Hardiyanti, 2001.
Interpretasi citra Digital. Grasindo,
Yogyakarta.
75
Rahman As-syakur dan I.W. Sandi Adnyana (2009). Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra ALOS/AVNIR-2 dan Sistem Informasi Geografis Untuk Evaluasi Tata Ruang Kota Denpasar. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Udayana Sutanto (1986). Penginderaan Jauh Jilid 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sutanto (1987). Penginderaan Jauh Jilid 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Widoretno, S. (2010). Ekologi Tumbuhan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Solo. Widyasamratri (2008). Pemanfaatan Transformasi Indeks Perkotaan dan Indeks Vegetasi pada Citra ASTER untuk Analisis Kondisi Lingkungan Perkotaan (Kasus Kota Semarang). Skripsi. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Yusityro . 2005. Galian Kulonprogo. Diakses tanggal 5 Januari 2011, dari http://www.yusityro.web.ugm.ac.id/galian/geog.php
31
1 Lampiran 1. Peta Komposit ASTER 321 L-1
2 Lampiran 2. Peta Citra NDVI
L-2
3 Lampiran 3. Peta Titik Validasi Kerapatan Kanopi
L-3
4 Lampiran 4. Peta Lokasi Blok Sampel Terukur L-4
5 Lampiran 5. Peta Lokasi Titik Validasi L-5
Lampiran 6. Nilai rata-rata dan kerapatan kanopi pada citra NDVI Nomor poligon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
MEAN 0.610165 0.119039 0.198872 0.160153 0.23179 0.184002 0.23279 0.547952 0.530199 0.513549 0.451004 0.514691 0.565147 0.53821 0.335226 0.521814 0.545121 0.563167 0.520543 0.553041 0.533842 0.592422 0.574449 0.509113 0.604678 0.599701 0.545797 0.581159 0.572322 0.532649 0.520166 0.553376 0.536201 0.541834 0.548799 0.582903 0.587267
KERAPATAN KANOPI tinggi rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi sedang rendah (non-vegetasi) sedang tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi
L-6
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
0.576413 0.593461 0.359941 0.572185 0.581408 0.5728 0.489799 0.515816 0.532343 0.58142 0.404405 0.532691 0.525999 0.585953 0.515126 0.58511 0.556285 0.466848 0.469898 0.596371 0.535079 0.579589 0.6064 0.490817 0.588646 0.568878 0.57941 0.553861 0.611859 0.565435 0.585143 0.5885 0.58731 0.518006 0.58999 0.550975 0.511262 0.563035 0.534164 0.513528 0.56982
tinggi tinggi rendah (non-vegetasi) tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi
79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119
0.590453 0.584258 0.547201 0.589955 0.536446 0.567911 0.557573 0.575794 0.583944 0.61686 0.532691 0.542592 0.540783 0.59355 0.544885 0.544828 0.570075 0.551253 0.585975 0.544099 0.573729 0.571961 0.553331 0.554825 0.594211 0.562608 0.545964 0.553006 0.588984 0.574549 0.566615 0.560128 0.604607 0.513944 0.527253 0.581415 0.588008 0.565974 0.562263 0.561243 0.508795
tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang
120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160
L-7
0.52739 0.526038 0.565007 0.531408 0.581255 0.559251 0.579969 0.590697 0.595862 0.534235 0.56723 0.551801 0.537804 0.5658 0.535284 0.550579 0.513007 0.561029 0.528614 0.599463 0.556797 0.566378 0.571767 0.573477 0.546211 0.571258 0.543521 0.545727 0.556601 0.550138 0.564178 0.565849 0.570419 0.55098 0.542364 0.593738 0.546368 0.587471 0.558321 0.577345 0.606763
sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi
161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201
0.610271 0.576304 0.575763 0.530209 0.538248 0.548576 0.565868 0.489342 0.531682 0.482863 0.588417 0.593906 0.570976 0.581923 0.552282 0.584157 0.563969 0.597819 0.595648 0.591263 0.554503 0.501642 0.572238 0.600853 0.547275 0.57603 0.51829 0.563226 0.565713 0.571317 0.567198 0.575593 0.593005 0.553943 0.566142 0.588807 0.477637 0.468739 0.462721 0.542128 0.48564
tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang
202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242
L-8
0.513927 0.552949 0.477894 0.559826 0.496669 0.556079 0.54909 0.555933 0.526367 0.570571 0.571775 0.530743 0.533421 0.534865 0.57756 0.527618 0.551322 0.502352 0.473018 0.504828 0.513578 0.490802 0.57651 0.497385 0.52356 0.597157 0.54882 0.505731 0.567907 0.53394 0.536579 0.57056 0.424227 0.377372 0.367357 0.456432 0.553685 0.390362 0.52125 0.498665 0.548721
sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi rendah (non-vegetasi) sedang sedang rendah (non-vegetasi) sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi sedang tinggi rendah (non-vegetasi) sedang tinggi rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) tinggi rendah (non-vegetasi) sedang sedang tinggi
243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283
0.530056 0.565394 0.509507 0.542272 0.572613 0.524604 0.538519 0.550932 0.507069 0.549795 0.5599 0.542548 0.575773 0.520536 0.389144 0.535548 0.613711 0.63087 0.610448 0.493884 0.47516 0.424722 0.498282 0.536689 0.456389 0.383793 0.573658 0.580102 0.563093 0.490159 0.505245 0.567445 0.484058 0.55403 0.554471 0.520893 0.540894 0.526765 0.572136 0.474797 0.559848
sedang tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi sedang rendah (non-vegetasi) sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi
L-9
284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324
0.503467 0.574937 0.505942 0.455342 0.524051 0.552481 0.552371 0.600141 0.56207 0.530061 0.508928 0.565554 0.509296 0.500907 0.573813 0.524935 0.554951 0.558827 0.52189 0.556585 0.567125 0.532711 0.584061 0.569157 0.587327 0.553401 0.572387 0.545232 0.537679 0.575271 0.593811 0.58053 0.533878 0.509843 0.572246 0.52975 0.560072 0.514282 0.54261 0.532722 0.583382
sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi
325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365
0.565824 0.527185 0.611804 0.591242 0.571827 0.515393 0.499612 0.537902 0.560024 0.519757 0.563793 0.501558 0.536103 0.517839 0.535929 0.511162 0.57358 0.621965 0.535929 0.585505 0.572327 0.533677 0.457567 0.526513 0.591487 0.5548 0.537344 0.388779 0.477972 0.435498 0.527951 0.554395 0.5932 0.584826 0.575178 0.549016 0.557502 0.58858 0.556974 0.548719 0.524898
tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang
366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406
L-10
0.551763 0.573331 0.549659 0.518709 0.560083 0.576127 0.577217 0.536324 0.517192 0.542084 0.526188 0.564444 0.568537 0.568078 0.602516 0.578532 0.5639 0.498943 0.550049 0.568554 0.570495 0.569179 0.553586 0.546152 0.524881 0.541134 0.552701 0.576527 0.611454 0.523328 0.545403 0.546821 0.549089 0.585596 0.576003 0.496944 0.53648 0.555562 0.576025 0.560116 0.492523
tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang
407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447
0.592492 0.507502 0.566467 0.545996 0.502681 0.503452 0.422474 0.474067 0.465215 0.554317 0.487577 0.433241 0.525427 0.559795 0.52127 0.417166 0.506176 0.485308 0.553437 0.554277 0.52685 0.559269 0.532379 0.586233 0.5505 0.583692 0.558085 0.57374 0.549655 0.542175 0.568854 0.592682 0.553327 0.493561 0.604483 0.609289 0.362397 0.616597 0.574559 0.548617 0.543179
tinggi sedang tinggi tinggi rendah (non-vegetasi) sedang rendah (non-vegetasi) sedang sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi rendah (non-vegetasi) tinggi tinggi tinggi sedang
L-11
448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488
0.542659 0.544324 0.528596 0.611893 0.618494 0.399061 0.590664 0.559003 0.589213 0.638933 0.63075 0.613708 0.628961 0.634881 0.581126 0.60078 0.614556 0.556539 0.607531 0.554559 0.587494 0.534735 0.558118 0.311578 0.3435 0.588373 0.620842 0.63121 0.670946 0.671106 0.629781 0.636743 0.604498 0.583975 0.547315 0.534909 0.582072 0.573263 0.570207 0.608786 0.607561
sedang tinggi sedang tinggi tinggi rendah (non-vegetasi) tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) sedang tinggi rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi
489 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 500 501 502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529
0.623964 0.488011 0.485855 0.528866 0.550085 0.53465 0.483109 0.523462 0.512157 0.573538 0.56509 0.528726 0.485369 0.507025 0.52928 0.540529 0.447351 0.480892 0.485005 0.520644 0.595482 0.577655 0.576602 0.54346 0.590602 0.552078 0.551745 0.567586 0.437172 0.505852 0.454473 0.536462 0.494407 0.566583 0.47862 0.597136 0.59779 0.523531 0.518335 0.442056 0.555054
tinggi rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi rendah (non-vegetasi) sedang sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi
L-12
530 531 532 533 534 535 536 537 538 539 540 541 542 543 544 545 546 547 548 549 550 551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 566 567 568 569 570
0.586203 0.580421 0.575577 0.533836 0.573891 0.606372 0.553448 0.565734 0.549934 0.583753 0.587096 0.569691 0.555107 0.578871 0.610006 0.558124 0.525249 0.519352 0.567903 0.566361 0.53606 0.462745 0.549027 0.566655 0.566601 0.565501 0.549256 0.500265 0.571679 0.579446 0.551775 0.493727 0.447679 0.582892 0.512996 0.55525 0.550755 0.464116 0.596019 0.535227 0.564045
tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi
571 572 573 574 575 576 577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 588 589 590 591 592 593 594 595 596 597 598 599 600 601 602 603 604 605 606 607 608 609 610 611
0.546854 0.55969 0.553655 0.518222 0.531375 0.563908 0.478678 0.496898 0.486926 0.560296 0.461721 0.579745 0.540697 0.57959 0.56639 0.557066 0.533229 0.579479 0.528983 0.584898 0.603578 0.585829 0.463933 0.545567 0.593399 0.545637 0.586809 0.56746 0.57924 0.609333 0.585377 0.563055 0.589488 0.571268 0.535345 0.604499 0.590728 0.562447 0.591896 0.596582 0.530767
tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang
612 613 614 615 616 617 618 619 620 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 632 633 634 635 636 637 638 639 640 641 642 643 644 645 646 647 648 649 650 651 652
L-13
0.565074 0.498914 0.479073 0.544708 0.500286 0.480062 0.572324 0.580473 0.576917 0.586648 0.551065 0.502772 0.525773 0.56709 0.562076 0.548823 0.571775 0.588544 0.550279 0.57256 0.579038 0.56172 0.576125 0.455024 0.559215 0.467738 0.513568 0.419367 0.557577 0.588557 0.58212 0.561064 0.545622 0.58095 0.577933 0.613996 0.558566 0.585867 0.541096 0.542364 0.560021
tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang rendah (non-vegetasi) tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi
653 654 655 656 657 658 659 660 661 662 663 664 665 666 667 668 669 670 671 672 673 674 675 676 677 678 679 680 681 682 683 684 685 686 687 688 689 690 691 692 693
0.589731 0.62482 0.580433 0.518682 0.542809 0.626153 0.590947 0.490247 0.584628 0.594079 0.545688 0.571343 0.575215 0.553846 0.407961 0.557166 0.467594 0.539299 0.49963 0.590231 0.447002 0.578166 0.594328 0.606202 0.621802 0.552801 0.560858 0.510089 0.482096 0.565369 0.522675 0.595809 0.513708 0.573014 0.575106 0.537932 0.60005 0.598895 0.526136 0.593369 0.576621
tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi
694 695 696 697 698 699 700 701 702 703 704 705 706 707 708 709 710 711 712 713 714 715 716 717 718 719 720 721 722 723 724 725 726 727 728 729 730 731 732 733 734
L-14
0.59594 0.594055 0.556617 0.543435 0.522318 0.571044 0.57956 0.585209 0.57535 0.556361 0.600168 0.550976 0.59756 0.576953 0.534898 0.595351 0.528613 0.579587 0.550229 0.561192 0.589811 0.601523 0.626655 0.571675 0.586911 0.602232 0.477275 0.548358 0.615353 0.574549 0.552879 0.470246 0.571464 0.58869 0.564991 0.609605 0.528944 0.549208 0.554226 0.470613 0.517553
tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang
735 736 737 738 739 740 741 742 743 744 745 746 747 748 749 750 751 752 753 754 755 756 757 758 759 760 761 762 763 764 765 766 767 768 769 770 771 772 773 774 775
0.482206 0.553268 0.501933 0.521565 0.495209 0.504221 0.544957 0.53737 0.545685 0.5027 0.541368 0.545615 0.559532 0.550378 0.556195 0.560447 0.495106 0.480639 0.4043 0.501085 0.512389 0.454616 0.519245 0.497965 0.533311 0.558994 0.520388 0.502479 0.478777 0.517824 0.553964 0.53115 0.498097 0.534788 0.578915 0.487816 0.581938 0.539642 0.559408 0.572802 0.575446
sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi
776 777 778 779 780 781 782 783 784 785 786 787 788 789 790 791 792 793 794 795 796 797 798 799 800 801 802 803 804 805 806 807 808 809 810 811 812 813 814 815 816
L-15
0.511468 0.549065 0.459821 0.501157 0.510385 0.528318 0.55499 0.558834 0.384973 0.464138 0.540169 0.553797 0.498588 0.588543 0.601549 0.540267 0.512869 0.601067 0.621053 0.547589 0.516893 0.566904 0.554558 0.51899 0.506142 0.558922 0.554019 0.554415 0.553747 0.578273 0.566929 0.511775 0.492426 0.590314 0.539874 0.51432 0.583423 0.624095 0.548461 0.553965 0.589252
sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi
817 818 819 820 821 822 823 824 825 826 827 828 829 830 831 832 833 834 835 836 837 838 839 840 841 842 843 844 845 846 847 848 849 850 851 852 853 854 855 856 857
0.558879 0.592266 0.542074 0.580951 0.505271 0.57944 0.521857 0.528589 0.451194 0.566054 0.589241 0.532756 0.5807 0.59656 0.538992 0.529698 0.513883 0.564792 0.490513 0.578937 0.483026 0.532177 0.429534 0.576284 0.555283 0.569065 0.523484 0.571118 0.551013 0.567155 0.51191 0.581562 0.568553 0.434434 0.501775 0.490867 0.545725 0.564574 0.511298 0.462228 0.527608
tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang
858 859 860 861 862 863 864 865 866 867 868 869 870 871 872 873 874 875 876 877 878 879 880 881 882 883 884 885 886 887 888 889 890 891 892 893 894 895 896 897 898
L-16
0.597332 0.53511 0.585208 0.526637 0.500699 0.576114 0.546438 0.550337 0.596974 0.593961 0.538272 0.53661 0.5694 0.565351 0.591544 0.551364 0.589223 0.54758 0.59735 0.557162 0.596719 0.532379 0.579094 0.51926 0.608876 0.585104 0.600827 0.581518 0.598418 0.560739 0.578078 0.594301 0.498708 0.572217 0.610007 0.592484 0.580067 0.475632 0.544735 0.533408 0.468168
tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang
899 900 901 902 903 904 905 906 907 908 909 910 911 912 913 914 915 916 917 918 919 920 921 922 923 924 925 926 927 928 929 930 931 932 933 934 935 936 937 938 939
0.513441 0.574103 0.560365 0.578213 0.517542 0.574083 0.584311 0.531389 0.515324 0.491189 0.544175 0.567008 0.556993 0.590376 0.598719 0.562314 0.555088 0.516249 0.497748 0.521527 0.532738 0.546582 0.594334 0.599706 0.553928 0.572214 0.59564 0.565501 0.543171 0.589508 0.494424 0.561153 0.51381 0.572062 0.482249 0.534777 0.596498 0.549118 0.597112 0.526263 0.523509
sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang
940 941 942 943 944 945 946 947 948 949 950 951 952 953 954 955 956 957 958 959 960 961 962 963 964 965 966 967 968 969 970 971 972 973 974 975 976 977 978 979 980
L-17
0.563619 0.624588 0.558479 0.571688 0.526747 0.589553 0.543591 0.520867 0.603732 0.554057 0.518735 0.583907 0.578496 0.559612 0.515347 0.480147 0.564781 0.510244 0.562045 0.560832 0.626782 0.521287 0.623218 0.600917 0.489358 0.629512 0.624496 0.58418 0.550667 0.563303 0.586884 0.559878 0.57204 0.567594 0.526262 0.584542 0.508903 0.506968 0.58986 0.576149 0.58757
tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi rendah (non-vegetasi) sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi rendah (non-vegetasi) tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi
981 982 983 984 985 986 987 988 989 990 991 992 993 994 995 996 997 998 999 1000 1001 1002 1003 1004 1005 1006 1007 1008 1009 1010 1011 1012 1013 1014 1015 1016 1017 1018 1019 1020 1021
0.574584 0.585976 0.57194 0.546365 0.581759 0.558016 0.536511 0.588215 0.528802 0.495719 0.564367 0.576727 0.575636 0.547664 0.578734 0.572982 0.58263 0.542009 0.455074 0.476986 0.488127 0.540459 0.552115 0.58206 0.538361 0.554011 0.550755 0.472204 0.530161 0.537768 0.525952 0.476818 0.552362 0.378715 0.485462 0.561052 0.596552 0.5481 0.537129 0.553851 0.589101
tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang tinggi rendah (non-vegetasi) rendah (non-vegetasi) tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi
L-18
1022 1023 1024 1025 1026 1027 1028 1029 1030 1031 1032 1033 1034 1035 1036 1037 1038 1039 1040 1041 1042 1043 1044 1045 1046 1047 1048 1049 1050 1051 1052 1053 1054 1055 1056 1057 1058 1059 1060 1061 1062
0.61412 0.54175 0.600425 0.580283 0.552088 0.496312 0.534477 0.592309 0.547394 0.418471 0.468208 0.504899 0.576405 0.568732 0.54805 0.554503 0.547088 0.515366 0.56945 0.517309 0.549369 0.491699 0.581575 0.537167 0.557709 0.535343 0.594362 0.563308 0.574807 0.550806 0.601943 0.557891 0.47127 0.535871 0.520511 0.555973 0.55336 0.517166 0.585767 0.532548 0.532746
tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang
1063 1064 1065 1066 1067 1068 1069 1070 1071 1072 1073 1074 1075 1076 1077 1078 1079 1080 1081 1082 1083 1084 1085 1086 1087 1088 1089 1090 1091 1092 1093 1094 1095 1096 1097 1098 1099 1100 1101 1102 1103
0.587294 0.554722 0.560991 0.531708 0.513507 0.505066 0.536581 0.476982 0.566135 0.560251 0.575388 0.523129 0.527827 0.588893 0.565584 0.581896 0.603685 0.576286 0.563241 0.588823 0.591083 0.524888 0.595677 0.516157 0.571112 0.557398 0.510493 0.591227 0.513842 0.527607 0.558344 0.57712 0.567576 0.539126 0.574567 0.546707 0.592618 0.584057 0.569481 0.434454 0.546873
tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi
1104 1105 1106 1107 1108 1109 1110 1111 1112 1113 1114 1115 1116 1117 1118 1119 1120 1121 1122 1123 1124 1125 1126 1127 1128 1129 1130 1131 1132 1133 1134 1135 1136 1137 1138 1139 1140 1141 1142 1143 1144
L-19
0.527506 0.557806 0.561993 0.545567 0.462264 0.507314 0.532256 0.535659 0.55442 0.528793 0.496221 0.564433 0.54161 0.504674 0.531523 0.572464 0.529788 0.520964 0.55861 0.557866 0.479976 0.509624 0.55376 0.49866 0.514707 0.557527 0.519046 0.546243 0.564005 0.531963 0.552249 0.561159 0.530311 0.550889 0.56811 0.568213 0.589223 0.564162 0.574021 0.613435 0.542654
sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang
1145 1146 1147 1148 1149 1150 1151 1152 1153 1154 1155 1156 1157 1158 1159 1160 1161 1162 1163 1164 1165 1166 1167 1168 1169 1170 1171 1172 1173 1174 1175 1176 1177 1178 1179 1180 1181 1182 1183 1184 1185
0.54154 0.57831 0.545862 0.588631 0.557397 0.559866 0.579271 0.525264 0.583128 0.576955 0.59588 0.520518 0.594867 0.583027 0.567997 0.546033 0.488458 0.551996 0.59536 0.561415 0.607073 0.551354 0.564696 0.598345 0.555961 0.603089 0.557844 0.562121 0.608685 0.598282 0.569697 0.55189 0.584861 0.586752 0.595965 0.574495 0.586184 0.587107 0.561979 0.570216 0.566387
sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi
1186 1187 1188 1189 1190 1191 1192 1193 1194 1195 1196 1197 1198 1199 1200 1201 1202 1203 1204 1205 1206 1207 1208 1209 1210 1211 1212 1213 1214 1215 1216 1217 1218 1219 1220 1221 1222 1223 1224 1225 1226
L-20
0.495648 0.469022 0.541246 0.587459 0.570982 0.558946 0.520962 0.558791 0.590331 0.485396 0.493397 0.555175 0.571033 0.594961 0.53878 0.592678 0.56419 0.566881 0.54371 0.524735 0.567182 0.57881 0.589828 0.59604 0.559101 0.404131 0.510207 0.497012 0.580878 0.601181 0.479151 0.567107 0.603549 0.536206 0.511147 0.552526 0.533675 0.58015 0.558517 0.551334 0.524755
sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang
1227 1228 1229 1230 1231 1232 1233 1234 1235 1236 1237 1238 1239 1240 1241 1242 1243 1244 1245 1246 1247 1248 1249 1250 1251 1252 1253 1254 1255 1256 1257 1258 1259 1260 1261 1262 1263 1264 1265 1266 1267
0.469846 0.485934 0.570469 0.542562 0.599137 0.557082 0.63111 0.550807 0.510999 0.590898 0.568084 0.538911 0.507121 0.445225 0.568719 0.552103 0.56132 0.592234 0.613907 0.598645 0.269523 0.530928 0.532274 0.593925 0.605696 0.558813 0.575714 0.533891 0.601447 0.60518 0.598165 0.583777 0.586182 0.585262 0.622226 0.577853 0.62459 0.53713 0.528798 0.53893 0.498322
sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi rendah (non-vegetasi) sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang
L-21
1268 1269 1270 1271 1272 1273 1274 1275 1276 1277 1278 1279 1280 1281 1282 1283 1284 1285 1286 1287 1288 1289 1290 1291 1292 1293 1294 1295 1296 1297 1298 1299 1300 1301 1302 1303 1304 1305 1306 1307 1308
0.457159 0.548091 0.500633 0.599202 0.531489 0.521125 0.562184 0.468469 0.603653 0.596611 0.628446 0.577001 0.567045 0.615309 0.53884 0.577164 0.624599 0.585661 0.627262 0.573812 0.628219 0.564227 0.583986 0.594259 0.599391 0.579856 0.560719 0.554757 0.587389 0.533342 0.502619 0.495991 0.553409 0.540487 0.563839 0.533176 0.572289 0.58388 0.583526 0.542746 0.572525
sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi
1309 1310 1311 1312 1313 1314 1315 1316 1317 1318 1319 1320 1321 1322 1323 1324 1325 1326 1327 1328 1329 1330 1331 1332 1333 1334 1335 1336 1337 1338 1339 1340 1341 1342 1343 1344 1345 1346 1347 1348 1349
0.565371 0.483557 0.552799 0.605641 0.559521 0.563426 0.538156 0.587107 0.512877 0.49033 0.579829 0.587876 0.570574 0.476829 0.531295 0.564686 0.516902 0.582857 0.558871 0.432173 0.524984 0.420572 0.501633 0.415626 0.527473 0.578526 0.497789 0.442857 0.480306 0.53116 0.429514 0.551725 0.564907 0.573244 0.503336 0.44895 0.523059 0.524676 0.429947 0.584481 0.58652
tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi
1350 1351 1352 1353 1354 1355 1356 1357 1358 1359 1360 1361 1362 1363 1364 1365 1366 1367 1368 1369 1370 1371 1372 1373 1374 1375 1376 1377 1378 1379 1380 1381 1382 1383 1384 1385 1386 1387 1388 1389 1390
L-22
0.568694 0.538882 0.565115 0.505269 0.549935 0.446459 0.505119 0.558051 0.55724 0.532359 0.560791 0.492193 0.511562 0.540271 0.519919 0.559 0.566963 0.52264 0.556563 0.589395 0.547468 0.519576 0.457219 0.451002 0.497396 0.556031 0.569062 0.548765 0.438817 0.534578 0.576418 0.533339 0.448918 0.536603 0.433512 0.506428 0.456228 0.489129 0.531557 0.444033 0.577012
tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi
1391 1392 1393 1394 1395 1396 1397 1398 1399 1400 1401 1402 1403 1404 1405 1406 1407 1408 1409 1410 1411 1412 1413 1414 1415 1416 1417 1418 1419 1420 1421 1422 1423 1424 1425 1426 1427 1428 1429 1430 1431
0.444397 0.567661 0.54543 0.487767 0.542174 0.562342 0.463057 0.503891 0.553043 0.530697 0.555704 0.538273 0.462362 0.478466 0.456689 0.523581 0.494108 0.45152 0.574672 0.574354 0.575963 0.52981 0.49695 0.519559 0.439389 0.515177 0.495676 0.49485 0.538314 0.588756 0.507849 0.594393 0.446881 0.566264 0.55372 0.537567 0.501729 0.569462 0.561835 0.454012 0.496189
sedang tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang
1432 1433 1434 1435 1436 1437 1438 1439 1440 1441 1442 1443 1444 1445 1446 1447 1448 1449 1450 1451 1452 1453 1454 1455 1456 1457 1458 1459 1460 1461 1462 1463 1464 1465 1466 1467 1468 1469 1470 1471 1472
L-23
0.529729 0.515031 0.517642 0.472953 0.438502 0.535168 0.536983 0.540007 0.536071 0.504325 0.460443 0.503101 0.522776 0.567024 0.52617 0.470326 0.518383 0.48757 0.565736 0.39641 0.521344 0.558675 0.53724 0.553109 0.537616 0.508388 0.547529 0.584138 0.549791 0.535769 0.444441 0.555762 0.534876 0.520688 0.434248 0.537982 0.599257 0.530064 0.56812 0.495956 0.442373
sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang
1473 1474 1475 1476 1477 1478 1479 1480 1481 1482 1483 1484 1485 1486 1487 1488 1489 1490 1491 1492 1493 1494 1495 1496 1497 1498 1499 1500 1501 1502 1503 1504 1505 1506 1507 1508 1509 1510 1511 1512 1513
0.58372 0.531463 0.552766 0.585076 0.567327 0.531829 0.540416 0.520391 0.564939 0.508659 0.546099 0.571914 0.574058 0.543736 0.540561 0.559373 0.567222 0.540116 0.539972 0.497432 0.546303 0.501161 0.564359 0.567764 0.541541 0.538246 0.464435 0.521332 0.524762 0.509144 0.510289 0.513285 0.551155 0.534887 0.513027 0.484825 0.523279 0.567977 0.558097 0.505431 0.532676
tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang
1514 1515 1516 1517 1518 1519 1520 1521 1522 1523 1524 1525 1526 1527 1528 1529 1530 1531 1532 1533 1534 1535 1536 1537 1538 1539 1540 1541 1542 1543 1544 1545 1546 1547 1548 1549 1550 1551 1552 1553 1554
L-24
0.523177 0.450091 0.535236 0.530768 0.518625 0.512976 0.453182 0.528619 0.505292 0.474591 0.521076 0.600905 0.412554 0.483276 0.468125 0.503266 0.537658 0.497915 0.474577 0.493714 0.502932 0.448613 0.46634 0.535641 0.585835 0.531424 0.490643 0.501196 0.517562 0.488157 0.543814 0.555011 0.5183 0.499107 0.534377 0.555369 0.532101 0.458962 0.528807 0.591261 0.538672
sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang
1555 1556 1557 1558 1559 1560 1561 1562 1563 1564 1565 1566 1567 1568 1569 1570 1571 1572 1573 1574 1575 1576 1577 1578 1579 1580 1581 1582 1583 1584 1585 1586 1587 1588 1589 1590 1591 1592 1593 1594 1595
0.489906 0.414395 0.525538 0.479763 0.461873 0.512323 0.469205 0.42073 0.443274 0.509191 0.528029 0.52835 0.46646 0.527749 0.485659 0.447819 0.493696 0.504471 0.478965 0.518278 0.432124 0.467079 0.518889 0.448953 0.539539 0.518945 0.494743 0.538171 0.587811 0.608917 0.556818 0.596872 0.508871 0.592918 0.519234 0.494895 0.546609 0.485683 0.514202 0.486906 0.416984
sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang
1596 1597 1598 1599 1600 1601 1602 1603 1604 1605 1606 1607 1608 1609 1610 1611 1612 1613 1614 1615 1616 1617 1618 1619 1620 1621 1622 1623 1624 1625 1626 1627 1628 1629 1630 1631 1632 1633 1634 1635 1636
L-25
0.477944 0.430519 0.452488 0.43463 0.523431 0.445372 0.525829 0.531861 0.571741 0.564708 0.592022 0.56421 0.574785 0.570241 0.468326 0.514494 0.502908 0.464334 0.446044 0.515695 0.537267 0.539663 0.522364 0.528252 0.568467 0.518735 0.491291 0.524367 0.465425 0.518036 0.574665 0.565853 0.550808 0.581337 0.44451 0.546609 0.506799 0.553612 0.546572 0.527923 0.541984
sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang sedang
1637 1638 1639 1640 1641 1642 1643 1644 1645 1646 1647 1648 1649 1650 1651 1652 1653 1654 1655 1656 1657 1658 1659 1660 1661 1662 1663 1664 1665 1666 1667 1668 1669 1670 1671 1672 1673 1674 1675 1676 1677
0.582378 0.58332 0.510734 0.497152 0.583072 0.528975 0.486674 0.537345 0.548837 0.575379 0.567869 0.608455 0.551206 0.484268 0.582396 0.59004 0.585186 0.489028 0.548385 0.491247 0.513912 0.512565 0.504942 0.479129 0.553961 0.578094 0.515503 0.526095 0.581923 0.58077 0.550624 0.572384 0.562599 0.592153 0.600233 0.55214 0.569616 0.58563 0.586377 0.509307 0.547404
tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi
1678 1679 1680 1681 1682 1683 1684 1685 1686 1687 1688 1689 1690 1691 1692 1693 1694 1695 1696 1697 1698 1699 1700 1701 1702 1703 1704 1705 1706 1707 1708 1709 1710 1711 1712 1713 1714 1715 1716 1717 1718
L-26
0.619894 0.58622 0.562608 0.576437 0.533912 0.563172 0.549564 0.591254 0.574305 0.615688 0.523542 0.57485 0.580371 0.544537 0.568794 0.546159 0.585123 0.567149 0.601589 0.598094 0.586383 0.554284 0.563037 0.485725 0.487755 0.600462 0.589505 0.549233 0.523827 0.551736 0.535594 0.568224 0.605507 0.563222 0.618549 0.572155 0.565833 0.510859 0.638796 0.518516 0.610023
tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi
1719 1720 1721 1722 1723 1724 1725 1726 1727 1728 1729 1730 1731 1732 1733 1734 1735 1736 1737 1738 1739 1740 1741 1742 1743 1744 1745 1746 1747 1748 1749 1750 1751 1752 1753 1754 1755 1756 1757 1758 1759
0.589684 0.544488 0.606448 0.605837 0.590865 0.586683 0.598292 0.561205 0.582963 0.599576 0.569386 0.509395 0.611418 0.550618 0.558403 0.577698 0.609254 0.504817 0.455482 0.590074 0.599897 0.594781 0.570537 0.593031 0.568757 0.565422 0.562753 0.539395 0.58434 0.554526 0.568533 0.514675 0.512865 0.502966 0.579618 0.605916 0.575708 0.537129 0.525498 0.613053 0.512546
tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang
1760 1761 1762 1763 1764 1765 1766 1767 1768 1769 1770 1771 1772 1773 1774 1775 1776 1777 1778 1779 1780 1781 1782 1783 1784 1785 1786 1787 1788 1789 1790 1791 1792 1793 1794 1795 1796 1797 1798 1799 1800
L-27
0.55634 0.576377 0.551327 0.533733 0.541564 0.506207 0.539585 0.475508 0.546614 0.434695 0.569133 0.543389 0.490069 0.509639 0.53964 0.56601 0.514708 0.518129 0.545255 0.552387 0.564552 0.550356 0.515474 0.542243 0.440279 0.526792 0.500419 0.453055 0.580392 0.569439 0.565224 0.533293 0.558684 0.517867 0.573036 0.53802 0.547522 0.498296 0.55335 0.513178 0.521951
tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang sedang
1801 1802 1803 1804 1805 1806 1807 1808 1809 1810 1811 1812 1813 1814 1815 1816 1817 1818 1819 1820 1821 1822 1823 1824 1825 1826 1827 1828 1829 1830 1831 1832 1833 1834 1835 1836 1837 1838 1839 1840 1841
0.540018 0.49424 0.484393 0.592504 0.518641 0.52401 0.532905 0.522868 0.563361 0.595716 0.549179 0.483113 0.549738 0.5687 0.527189 0.607606 0.554152 0.581606 0.54189 0.559482 0.577041 0.57208 0.542027 0.469626 0.574569 0.530789 0.549905 0.52093 0.589171 0.577321 0.599426 0.455123 0.528312 0.50033 0.547734 0.52624 0.553459 0.559661 0.567604 0.558307 0.597505
sedang sedang sedang tinggi sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi
1842 1843 1844 1845 1846 1847 1848 1849 1850 1851 1852 1853 1854 1855 1856 1857 1858 1859 1860 1861 1862 1863 1864 1865 1866 1867 1868 1869 1870 1871 1872 1873 1874 1875 1876 1877 1878 1879 1880 1881 1882
L-28
0.562006 0.558192 0.586452 0.530005 0.574934 0.495964 0.517665 0.590873 0.611651 0.563799 0.460029 0.582015 0.602497 0.615734 0.535378 0.592428 0.5947 0.565302 0.576592 0.58586 0.552289 0.512791 0.581212 0.547878 0.54525 0.575986 0.585158 0.5087 0.576831 0.551981 0.590206 0.578492 0.566918 0.58603 0.599334 0.523204 0.556978 0.5318 0.582299 0.533929 0.586162
tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi sedang tinggi
1883 1884 1885 1886 1887 1888 1889 1890 1891 1892 1893 1894 1895 1896 1897 1898 1899 1900 1901 1902 1903 1904 1905 1906 1907 1908 1909 1910 1911 1912 1913 1914 1915 1916 1917 1918 1919 1920 1921 1922 1923
0.564717 0.599975 0.561445 0.603332 0.609117 0.556941 0.597226 0.53991 0.522935 0.594109 0.542843 0.582401 0.603475 0.500109 0.549588 0.555046 0.594826 0.584604 0.541053 0.581634 0.572601 0.494808 0.572624 0.58616 0.589131 0.58937 0.57864 0.582264 0.5805 0.575657 0.5743 0.55487 0.594529 0.563215 0.531854 0.578367 0.596009 0.574637 0.58069 0.561652 0.573879
tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi
1924 1925 1926 1927 1928 1929 1930 1931 1932 1933 1934 1935 1936 1937 1938 1939 1940 1941 1942 1943 1944 1945 1946 1947 1948 1949 1950 1951 1952 1953 1954 1955 1956 1957 1958 1959 1960 1961 1962 1963 1964
L-29
0.494831 0.57094 0.605777 0.541029 0.620244 0.602412 0.544096 0.60195 0.552027 0.59347 0.577285 0.553025 0.521773 0.586431 0.58834 0.550969 0.601853 0.605411 0.562424 0.607716 0.615632 0.607095 0.55774 0.595947 0.541383 0.566469 0.569384 0.49955 0.580108 0.557691 0.575104 0.503992 0.510343 0.497853 0.560385 0.589866 0.580708 0.515198 0.601243 0.612452 0.543444
sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang
1965 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
0.480067 0.575578 0.557392 0.567632 0.591987 0.541468 0.593263 0.531264 0.581542 0.569147 0.54559 0.54706 0.576204 0.478773 0.560831 0.489099 0.569903 0.56814 0.513183 0.591155 0.576554 0.59811 0.538883 0.590273 0.551038 0.557862 0.59664 0.559716 0.483853 0.545198 0.595947 0.600607 0.623403 0.487232 0.623169 0.540044 0.594807 0.613096 0.571033 0.411839 0.565825
sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang tinggi
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
L-30
0.632893 0.611114 0.564175 0.549573 0.584828 0.571877 0.575827 0.560138 0.603537 0.560533 0.518956 0.519834 0.577812 0.491305 0.481539 0.533024 0.585793 0.605349
tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi tinggi
Lampiran 7. Header Citra AST_L1B_00306062006025903_20070620105315_9644
GROUP GROUPTYPE GROUP
= INVENTORYMETADATA = MASTERGROUP = ECSDATAGRANULE
OBJECT = LOCALGRANULEID NUM_VAL =1 VALUE “AST_L1B_00306062006025903_20070620105315_9644.hdf” END_OBJECT = LOCALGRANULEID OBJECT NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= PRODUCTIONDATETIME =1 = “2007-06-20T15:53:53.000Z” = PRODUCTIONDATETIME
OBJECT NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= DAYNIGHTFLAG =1 = “Day” = DAYNIGHTFLAG
OBJECT NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= REPROCESSINGACTUAL =1 = “not reprocessed” = REPROCESSINGACTUAL
END_GROUP GROUP OBJECT CLASS GROUP CLASS
=
= ECSDATAGRANULE = MEASUREDPARAMETER = MEASUREDPARAMETERCONTAINER = “1” = QAFLAGS = “1”
OBJECT = AUTOMATICQUALITYFLAGEXPLANATION NUM_VAL =1 CLASS = “1” VALUE = “Passed if algorithm ran within bounds of execution constraints. Suspect if bounds of execution constraints violated. Failed if PGE failed.”
L-31
END_OBJECT OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP GROUP CLASS
= AUTOMATICQUALITYFLAGEXPLANATION = AUTOMATICQUALITYFLAG =1 = “1” = “Passed” = AUTOMATICQUALITYFLAG = QAFLAGS = QASTATS = “1”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT
= QAPERCENTMISSINGDATA =1 = “1” =0 = QAPERCENTMISSINGDATA
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT
= QAPERCENTOUTOFBOUNDSDATA =1 = “1” =0 = QAPERCENTOUTOFBOUNDSDATA
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT
= QAPERCENTCLOUDCOVER =1 = “1” =3 = QAPERCENTCLOUDCOVER
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT
= QAPERCENTINTERPOLATEDDATA =1 = “1” =0 = QAPERCENTINTERPOLATEDDATA
END_GROUP OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT END_OBJECT
= QASTATS = PARAMETERNAME = “1” =1 = “Registered Radiance at Sensor” = PARAMETERNAME = MEASUREDPARAMETERCONTAINER
L-32
END_GROUP GROUP
= MEASUREDPARAMETER = COLLECTIONDESCRIPTIONCLASS
OBJECT NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= VERSIONID =1 =3 = VERSIONID
OBJECT NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= SHORTNAME =1 = “AST_L1B” = SHORTNAME
END_GROUP GROUP
= COLLECTIONDESCRIPTIONCLASS = INPUTGRANULE
OBJECT = INPUTPOINTER NUM_VAL =1 VALUE = “LGID:AST_L1A:003:ASTL1A 06060602590306061005429U” END_OBJECT = INPUTPOINTER END_GROUP GROUP GROUP GROUP OBJECT CLASS GROUP CLASS
= INPUTGRANULE = SPATIALDOMAINCONTAINER = HORIZONTALSPATIALDOMAINCONTAINER = GPOLYGON = GPOLYGONCONTAINER = “1” = GRINGPOINT = “1”
OBJECT = GRINGPOINTLONGITUDE NUM_VAL =4 CLASS = “1” VALUE = (110.181370172793, 110.851329529588, 110.768230381829, 110.097399402834) END_OBJECT = GRINGPOINTLONGITUDE
L-33
OBJECT = GRINGPOINTLATITUDE NUM_VAL =4 CLASS = “1” VALUE = (-7.56744789916831, -7.66611523572516, 8.22992948559193, -8.13107242507811) END_OBJECT = GRINGPOINTLATITUDE OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP
= GRINGPOINT
GROUP CLASS
= GRING = “1”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT END_GROUP END_GROUP END_GROUP GROUP
= GRINGPOINTSEQUENCENO =4 = “1” = (1, 2, 3, 4) = GRINGPOINTSEQUENCENO
= EXCLUSIONGRINGFLAG =1 = “1” = “N” = EXCLUSIONGRINGFLAG = GRING = GPOLYGONCONTAINER = GPOLYGON = HORIZONTALSPATIALDOMAINCONTAINER = SPATIALDOMAINCONTAINER
= SINGLEDATETIME
OBJECT NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= TIMEOFDAY =1 = “02:59:03.7050000” = TIMEOFDAY
OBJECT NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= CALENDARDATE =1 = “2006-06-06” = CALENDARDATE
L-34
END_GROUP GROUP OBJECT NUM_VAL VALUE END_OBJECT END_GROUP GROUP OBJECT CLASS
= SINGLEDATETIME = PGEVERSIONCLASS = PGEVERSION =1 = “06.20R01” = PGEVERSION = PGEVERSIONCLASS = ADDITIONALATTRIBUTES = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “1”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “1” =1 = “ASTERMapProjection” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “1”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “1” = “Universal Transverse Mercator” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “2”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “2” =1 = “SceneCloudCoverage” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “2”
L-35
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “2” = “3” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “3”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “3” =1 = “UpperLeftQuadCloudCoverage” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “3”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “3” = “3” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “4”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “4” =1 = “UpperRightQuadCloudCoverage” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “4”
OBJECT
= PARAMETERVALUE
L-36
NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
=1 = “4” = “11” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “5”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “5” =1 = “LowerLeftQuadCloudCoverage” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “5”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “5” = “0” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “6”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “6” =1 = “LowerRightQuadCloudCoverage” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “6”
OBJECT NUM_VAL CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “6”
L-37
VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= “0” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “7”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “7” =1 = “VNIR1_ObservationMode” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “7”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “7” = “ON” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “8”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “8” =1 = “VNIR2_ObservationMode” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “8”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT
= PARAMETERVALUE =1 = “8” = “ON” = PARAMETERVALUE
L-38
END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “9”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “9” =1 = “SWIR_ObservationMode” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “9”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “9” = “ON” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “10”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “10” =1 = “TIR_ObservationMode” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “10”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP
= PARAMETERVALUE =1 = “10” = “ON” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT
L-39
END_OBJECT OBJECT CLASS
= ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “11”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “11” =1 = “Band1_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “11”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “11” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “12”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “12” =1 = “Band2_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “12”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT
= PARAMETERVALUE =1 = “12” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER
L-40
OBJECT CLASS
= ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “13”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “13” =1 = “Band3N_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “13”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “13” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “14”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “14” =1 = “Band3B_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “14”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT
= PARAMETERVALUE =1 = “14” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER
L-41
CLASS
= “15”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “15” =1 = “Band4_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “15”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “15” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “16”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “16” =1 = “Band5_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “16”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “16” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “17”
L-42
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “17” =1 = “Band6_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “17”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “17” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “18”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “18” =1 = “Band7_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “18”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “18” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “19” = ADDITIONALATTRIBUTENAME = “19”
L-43
NUM_VAL VALUE END_OBJECT
=1 = “Band8_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “19”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “19” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “20”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “20” =1 = “Band9_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “20”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE
= PARAMETERVALUE =1 = “20” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “21” = ADDITIONALATTRIBUTENAME = “21” =1 = “Band10_Available”
L-44
END_OBJECT GROUP CLASS OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = INFORMATIONCONTENT = “21” = PARAMETERVALUE =1 = “21” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “22”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “22” =1 = “Band11_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “22”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= PARAMETERVALUE =1 = “22” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “23” = ADDITIONALATTRIBUTENAME = “23” =1 = “Band12_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
L-45
GROUP CLASS OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “23” = PARAMETERVALUE =1 = “23” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “24”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “24” =1 = “Band13_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “24”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “24” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “25”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “25” =1 = “Band14_Available” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “25”
L-46
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “25” = “Yes, band is acquired” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “26”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “26” =1 = “Solar_Azimuth_Angle” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “26”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “26” = “37.300699” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “27”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “27” =1 = “Solar_Elevation_Angle” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “27”
OBJECT
= PARAMETERVALUE
L-47
NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
=1 = “27” = “51.360543” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER
= ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “29”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “29” =1 = “GenerationDateandTime” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “29”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “29” = “2007-06-20T15:53:53.000Z” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “30”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “30” =1 = “GeometricDBVersion” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “30”
OBJECT NUM_VAL CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “30”
L-48
VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= “03.01” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “31”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “31” =1 = “RadiometricDBVersion” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “31”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “31” = “03.02” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “32”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “32” =1 = “ASTERGains” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “32”
OBJECT = PARAMETERVALUE NUM_VAL =1 CLASS = “32” VALUE = “01 NOR, 02 NOR, 3N NOR, 3B NOR, 04 NOR, 05 NOR, 06 NOR, 07 NOR, 08 NOR, 09 NOR”
L-49
END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “33”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “33” =1 = “Resampling” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “33”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “33” = “CC” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “34”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “34” =1 = “DAR_ID” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “34”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT
= PARAMETERVALUE =1 = “34” = (“45539”) = PARAMETERVALUE
L-50
END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “35”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “35” =1 = “ASTERProcessingCenter” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “35”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “35” = “LPDAAC” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “36”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “36” =1 = “ASTERReceivingCenter” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “36”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP
= PARAMETERVALUE =1 = “36” = “EDOS” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT
L-51
END_OBJECT OBJECT CLASS
= ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “38”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “38” =1 = “ASTERVNIRPointingAngle” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “38”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “38” = “-8.578000” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “39”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “39” =1 = “ASTERSWIRPointingAngle” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “39”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT
= PARAMETERVALUE =1 = “39” = “-8.498000” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER
L-52
OBJECT CLASS
= ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “40”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “40” =1 = “ASTERTIRPointingAngle” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “40”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT OBJECT CLASS
= PARAMETERVALUE =1 = “40” = “-8.558000” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = “37”
OBJECT CLASS NUM_VAL VALUE END_OBJECT
= ADDITIONALATTRIBUTENAME = “37” =1 = “ASTERMapOrientationAngle” = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP CLASS
= INFORMATIONCONTENT = “37”
OBJECT NUM_VAL CLASS VALUE END_OBJECT END_GROUP END_OBJECT END_GROUP
= PARAMETERVALUE =1 = “37” = “8.332628” = PARAMETERVALUE = INFORMATIONCONTENT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER = ADDITIONALATTRIBUTES
L-53
END_GROUP
= INVENTORYMETADATA
END
Lampiran 8 Foto Lokasi Pengukuran Lapangan dan Kenampakan pada Citra NDVI Foto Lap ang an
Citra NDVI
Titik Sampel 5, Koordinat : 410395 mT ; 9125300 mU, Kerapatan 75% (Tinggi) Foto Lap ang an
Citra NDVI
Titik Sampel 12, Koordinat : 413050 mT ; 9122000 mU, Kerapatan 68% (Sedang) Foto Lap ang an
Citra NDVI
Titik Sampel 1, Koordinat : 409990 mT ; 9121535 mU, Kerapatan 65% (Sedang)
L-54
Lampiran 9 Foto Lokasi Validasi Hasil Foto Kegiatan Validasi Hasil Koordinat : 409930 mT , 9123920 mU Kerapatan Interpretasi : Tinggi Kerapatan Sebenarnya : Tinggi
Foto Kegiatan Validasi Hasil Koordinat : 415075 mT , 9122960 mU Kerapatan Interpretasi : Tinggi Kerapatan Sebenarnya : Tinggi
Foto Kegiatan Validasi Hasil Koordinat : 411028 mT , 9123370 mU Kerapatan Interpretasi : Tinggi Kerapatan Sebenarnya : Sedang
L-55
Foto Kegiatan Validasi Hasil Koordinat : 413847 mT , 9127048 mU Kerapatan Interpretasi : Sedang Kerapatan Sebenarnya : Rendah
L-56