KARYA TULIS ILMIAH
PENGGUNAAN MEDIA RANGKASBITUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK DALAM MEMAHAMI KONSEP BILANGAN DI TAMAN KANAK-KANAK (Dibuat sebagai salah satu karya inovasi dalam kegiatan simposium guru 2015)
Oleh
Eka Nurmala Annisa Rachman, S. Pd NUPTK. 0740764665220012 GURU TK ISLAM AL-AZHAR 45 GDC
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Karya ilmiah ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan disekolah tempat saya bertugas. Karya ilmiah yang berjudul PENGGUNAAN MEDIA RANGKASBITUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK DALAM MEMAHAMI KONSEP BILANGAN DI TAMAN KANAK-KANAK ini dilatarbelakangi oleh masih kurang bervariasinya media yang digunakan dalam menstimulus kognitif anak, disamping karena faktor kemampuan materi yang berbeda dari setiap lembaga pendidikan anak usia dini, hal ini juga disebabkan kurangnya kreativitas pendidik dalam memanfaatkan bahan yang sebenarnya banyak terdapat di sekitarnya seperti barang bekas dan lain sebagainya. Oleh karena itu dengan karya ilmiah ini diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi pendidik dalam mempersiapkan proses pembejaran bagi peserta didiknya. Karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari seluruh pihak terkait. Meskipun penulis telah berusaha menyelesaikan karya ilmiah ini dengan sebaik mungkin, namun penulis menyadari masih banyak terdapat banyak sekali kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun tetap penulis nantikan. Terakhir penulis berharap semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak pada umumnya.
Depok, 1 November 2015 Penulis
i
ABSTRAK PENGGUNAAN MEDIA RANGKASBITUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK DALAM MEMAHAMI KONSEP BILANGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Oleh : Eka Nurmala Annisa Rachman, S. Pd
Rangkasbitung (Barang Bekas Media Berhitung) merupakan media realia yang dibuat sebagai salah satu inovasi pembelajaran di taman kanak-kanak guna meningkatkan kualitas pembelajaran pada aspek perkembangan kognitif. Adanya kesulitan yang dialami pada saat proses mengajarkan bilangan dan konsep kepada anak merupakan salah satu hal yang melatar belakangi penelitian ini dibuat. Kecintaan penulis terhadap lingkungan juga menjadi salah satu alasan mengapa media ini dibuat menggunakan barang bekas, tanpa mengurangi esensi dari pendidikan ternyata pemanfaatan limbah di sekitar kita dapat digunakan sebagai salah satu media yang dapat mendukung tercapainya pendidikan. Adapun kesulitan-kesulitan yang dialami siswa disekolah dalam memahami konsep bilangan antara lain adalah; memahami konsep bilangan, mengenal urutan bilangan, meniru menuliskan lambang bilangan hingga kegiatan kompleks seperti proses penambahan dan pengurangan sederhana. Karya ilmiah ini menggunakan pendekatan kolaboratif (kuantitatif dan kualitatif) dengan metode PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Hasil penelitian ini adalah diagram hasil observasi dan deskripsi dari pra siklus, siklus 1, dan siklus 2 mengenai kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan. Terlihat pada pra siklus kemampuan anak yang masuk kategori rendah ada 10%, sedang 80%, dan tinggi 10%, kemudian di siklus 2 terlihat kenaikan yang signifikan dari kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan, yaitu mencapai 100% pada kategori tinggi dengan interval skor 8-11.
Kata Kunci : Rangkasbitung, Media Inovatif, Taman Kank-kanak, Konsep Bilangan, Kognitif pada anak usia dini, Barang Bekas.
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN BAB I PENDAHULUAN
i ii iii v
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Fokus Pembahasan
3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
3
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Media dalam Pendidikan Anak Usia Dini5 1. Konsep Media
5
2. Nilai dan Manfaat Media
6
B. Penggunaan Media Rangkasbitung
7
1. Pengertian Barang Bekas
8
2. Pemanfaatan Barang Bekas Menjadi Media Pembelajaran
8
3. Media Rangkasbitung
9
C. Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini
9
1. Definisi Matematika
9
2. Tahap-tahap Pemahaman Anak Usia Dini terhadap Matematika
10
D. Memahami Konsep Bilangan di Taman Kanak-kanak
13
1. Definisi Konsep Bilangan
13
2. Standar Kemampuan Pemahaman Konsep Bilangan AUD
15
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
17
A. Penerapan Media Rangkasbitung dalam Memahami Konsep Bilangan di Taman Kanak-kanak
17
1. Langkah-Langkah Penerapan Media Realia rangkas untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami Konsep Bilangan di Kelompok A TK Islam AlAzhar 45 Depok
17
B. Pembahasan dan Hasil Penelitian
iii
1. Kondisi Awal Kemampuan Anak Memahami Konsep Bilangan di Kelompok B TK Islam Al-Azhar 45 Depok Tahun Pelajaran 2013-2014
18
2. Kemapuan anak dalam mehami konsep bilangan melalui penerapan media Rangkasbitung di TK Islam Al-Azhar 45 Depok
19
3. Analisis Peningkatan kemampuan memahami konsep bilangan pada anak TK Islam Al-Azhar 45 Depok
21
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan
23
B. Rekomendasi
23
DAFTAR PUSTAKA
25
iv
HALAMAN PENGESAHAN
NASKAH KARYA TULIS ILMIAH : JUDUL
:
PENGGUNAAN MENINGKATKAN
MEDIA
RANGKASBITUNG
KEMAMPUAN
ANAK
UNTUK DALAM
MEMAHAMI KONSEP BILANGAN DI TAMAN KANAKKANAK PENULIS
: EKA NURMALA ANNISA RACHMAN, S.Pd
INSTITUSI
: TK ISLAM AL-AZHAR 45 GDC DEPOK – JAWA BARAT
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah dengan judul di atas merupakan karya asli bukan hasil plagiasi. Apabila dikemudian hari ditemukan kejanggalan pada karya ilmiah ini saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Depok, 1 November 2015
Mengetahui dan Mengesahkan Ka. TK Islam Al-Azhar 45 Grand Depok City
Dra. Siti Muznah NIK. 109950506
Penulis,
Eka Nurmala Annisa R, S.Pd NUPTK. 0740764665220012
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Persaingan peningkatan mutu dalam bidang pendidikan serta pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, memaksa setiap individu agar selalu memacu diri meningkatkan kualitas pendidikannya sejak dini, sebagai bentuk berkembangnya pendidikan di negara Indonesia. Maju mundurnya pendidikan sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan itu sendiri. Begitupun dengan kualitas pendidikan akan sangat bergantung pada sumber daya manusia yang ada. Tingginya nilai Intelligence Quotient (IQ) seringkali disalahartikan, kebanyakan orang tua beranggapan bahwa semakin tinggi nilai IQ maka semakin cerdas pula anak tersebut. Anak cerdas bukan berarti anak yang memiliki nilai IQ yang tinggi saja, namun ia juga harus menyeimbangkan antara pengetahuan serta keterampilan-keterampilan yang dimiliki dirinya untuk mengembangkan kecerdasannya. Aspek kognitif merupakan salah satu aspek perkembangan yang dimiliki oleh setiap individu guna mengembangkan kemampuan daya pikir mereka, agar mampu meningkatkan kemampuan akademis pada dirinya. Seorang pakar psikologi Jean Piaget (Santrock alih bahasa Chusairi, 2002:44) mengemukakan bahwa: Anak-anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri; informasi tidak sekedar dituangkan ke dalam pikiran mereka dari lingkungan. Anak-anak juga menyesuaikan pemikiran mereka untuk mencakup gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan memajukan pemahaman. Berdasarkan pendapat Piaget di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan akademis pada dasarnya akan mampu dikembangkan oleh diri anak sendiri secara aktif, dan konsep pengetahuan dari lingkungan sekitarnya akan mampu mengembangkan gagasan-gagasan baru bagi anak. Gagasan baru yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan mengembangkan ide-ide matematika melalui pengalaman belajar anak. Matematika merupakan pelajaran di sekolah yang dipandang penting dan dipelajari oleh siswa di semua tingkat pendidikan. Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi sehingga dapat berpikir. Piaget mengemukakan bahwa perkembangan kognitif setiap anak melalui empat tahapan, yaitu sensorimotor, pra operasional, operasional konkret, dan operasional formal. Pada masa pra operasional
1
kemampuan kognitif anak usia taman kanak-kanak mencakup beberapa hal yang diantaranya adalah kemampuan untuk memahami konsep bilangan dan angka, mampu menghubungkan dan membandingkan objek, peristiwa dan orang-orang berdasarkan hubungan sebab akibat atau ukuran, bentuk dan jumlah, dan memahami bahwa simbolsimbol tertentu mengandung arti dan bermakna. Berdasarkan Permen 58 tahun 2009 lingkup perkembangan kognitif yang harus dicapai oleh anak usia 5-6 tahun dalam bidang matematika antara lain memahami konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf, dimana dalam lingkup ini ada beberapa aspek yang harus dicapai oleh seorang anak, yaitu (1). mengetahui konsep banyak dan sedikit, (2). membilang banyak benda satu sampai duapuluh, (3). mengenal konsep bilangan, (4).mengenal lambang bilangan, dan (5) mengenal lambang huruf. Fakta di lapangan menunjukan bahwa hasil kemampuan pembelajaran matematika di Indonesia sangatlah rendah. Trends in International Mathematics and Sciencs Study TIMMS (2011), menunjukan Indonesia berada pada urutan ke-36 dari 40 negara, peringkat 5 besar urutan terbawah dengan skor 386 untuk kategori Mathematics Achievment in Cognitive Domains for eight Grade di bawah standar rata-rata internasional yaitu 500 poin, disertai keterangan bahwa kemampuan matematika negara Indonesia berada di bawah standar internasional. Seiring dengan kondisi tersebut, kemampuan murid TK Islam Al-Azhar 45 khususnya kelompok B masih mengalami kendala dan kesulitan. Kesulitan tersebut tampak ketika anak diminta untuk membilang secara berurutan dari bilangan terbesar hingga terkecil atau sebaliknya. Pada beberapa anak pada dasarnya anak mampu membilang secara berurutan, namun ketika diminta untuk menunjukkan seberapa banyak benda sesuai dengan angka bilangan, kebanyakan anak belum paham. Kesulitan-kesulitan yang dialami di TK Islam Al-Azhar 45 disebabkan kurangnya media pendukung instan yang harganya cukup mahal di pasaran. Seyogyanya pembelajaran matematika khususnya dalam mengenal konsep bilangan didukung dengan media yang manipulative dan menyenangkan anak. Penggunaan media merupakan salah satu bantuan yang memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran anak usia dini. Karena media memiliki fungsi sebagai alat bantu untuk memperjelas informasi/pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan kepada si penerima pesan, yang dalam hal ini guru adalah pengirim pesan dan anak usia dini sebagai penerima pesan.
2
Media dalam proses pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapai anak. Namun, pengadaan media dalam suatu lembaga tidak selalu sesuai dengan kebutuhan di lapangan pada saat praktek pembelajaran. Pada dasarnya, media pembelajaran tidak selalu berbentuk barang yang mahal atau selalu dibeli, pengadaan media pembelajaran dapat juga dilakukan melalui pembuatan yang dilakukan oleh guru. Pembuatan media sendiri oleh guru memiliki kelebihan dalam hal guru dapat menyesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Media Rangkasbitung (Barang Bekas Media Berhitung) dibuat sebagai salah satu upaya meningkatkan kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan yang dilatar belakangi berdasarkan kondisi empirik yang terjadi di TK Islam Al-Azhar 45, sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan kecintaan kita terhadap lingkungan melalui pemanfaatan barang-barang bekas sebagai media pembelajaran.
B. Fokus Pembahasan Kemampuan memahami konsep bilangan pada anak usia dini merupakan bagian penting yang harus dilalui di tahap usianya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada prosesnya kesulitan dalam proses pembelajaran merupakan salah satu penghambatnya. Media Rangkasbitung (Barang Bekas Media Berhitung) merupakan salah satu media yang dibuat sebagai salah satu inovasi pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran di taman kanak-kanak khususnya dalam mengenal dan memahami konsep bilangan. Nilai tambah dari media Rangkasbitung ini antara lain adalah wujud kecintaan penulis terhadap lingkungan dengan pembuatan inovasi pembelajaran menggunakan barang bekas dilingkungan sekitar.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kajian ilmu mengenai penerapan media Rangkasbitung untuk anak usia dini dalam memahami konsep bilangan, serta dapat dijadikan sebagai sumber referensi keilmuan mengenai media pembelajaran dan penerapannya di lembaga pendidikan anak usia dini.
3
2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil dari penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut : a. Bagi pendidik, penelitian ini menghasilkan ide-ide baru untuk menciptakan lingkungan belajar yang bervariasi dengan media yang beragam bagi anak serta sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas belajar dengan tetap menjadikan lingkungan sekitar anak sebagai tempat bermain seraya belajar. Selain itu, diharapkan mampu memberikan wawasan bagi para pendidik untuk mengkaji dan merencanakan pengalaman matematika kepada anak dengan pendekatan yang lebih kreatif dan bervariasi. b. Bagi anak usia dini, hasil penelitian ini memberikan manfaat berupa pengalaman belajar anak dalam menggali kemampuannya untuk memahami konsep bilangan guna meningkatkan kemampuan diri untuk mempersiapkan masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya, dalam hal ini Sekolah Dasar (SD). c. Bagi lembaga, penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan peserta didik secara keseluruhan, sehingga dapat memberi kesan baik dan berbeda atas kekhasan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Penelitian ini memberikan pengetahuan seputar cara memfasilitasi anak sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya, agar kelak lembaga pendidikan mampu mengarahkan praktik-praktik mengajar yang sesuai dengan kondisi peserta didiknya sekaligus kondisi lembaga dalam penyediaan media pembelajaran. d. Bagi orang tua, penelitian ini diharapkan dapat merubah pemikiran orang tua terkait dengan mind set yang menganggap bahwa belajar itu hanya berada pada lingkup membaca, menulis, dan berhitung. Serta memberikan pengetahuan mengenai tahapan-tahapan belajar anak agar dalam proses mendidik orangtua menjadi lebih terampil dalam mengembangkan metode-metode belajar yang sesuai dengan tumbuh kembang anak dan memahami kemampuan yang dimiliki anak berdasarkan tumbuh kembangnya
4
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Konsep Media dalam Pendidikan Anak Usia Dini 1. Definisi Media Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata "medium" yang secara harfiah berarti "perantara" yaitu perantara sumber pesan (a source) dengan penerima pesan (a receiver), (Eliyawati, 2010: 3). Association of Education and Communication Technology (AECT, 1977) dalam Eliyawati (2010: 3), menyatakan bahwa media merupakan segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne (1970) dalam Eliyawati (2010: 3) menjelaskan pula definisi dari media yaitu berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Kemudian, Briggs (1970) dalam Eliyawati (2010: 3) memaparkan media sebagai segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh-contohnya. National Education Association (NEA, 1969) megemukakan media merupakan bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca. Berdasarkan beberapa definisi media tersebut, dapat disimpulkan bahwa media adalah berbagai macam alat yang bersifat visual, audio dan audio visual, yang dapat digunakan sebagai sarana atau alat bantu penyampaian informasi yang akan disampaikan pada peserta didik, serta mampu merangsang siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar. Melalui media perolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Bruner (1966) ada tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). Tingkatan pengalaman perolehan hasil belajar seperti ini digambarkan oleh Dale (1969) sebagai satu proses komunikasi. Materi yang ingin disampaikan dan diinginkan peserta didik hingga dapat menguasainya disebut sebagai pesan. Guru sebagai sumber pesan menuangkan pesan ke dalam simbol-simbol tertentu (encoding) dan peserta didik sebagai penerima menafsirkan simbol-simbol tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding).
5
Dalam
situasi
pembelajaran
di
TK
terdapat
pesan-pesan
yang
harus
dikomunikasikan. Pesan tersebut biasanya merupakan isi dari tema atau topik pembelajaran. Pesan-pesan tersebut disampaikan oleh guru kepada anak melalui suatu media dengan menggunakan suatu prosedur pembelajaran tertentu yang disebut metode. Masih terdapat pengertian lain yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya media diartikan sebagai berikut : a. Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Schramm, 1977). b. Sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran seperti buku, film, video, slide dsb (riggs, 1997). c. Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar, termasuk teknologi perangkat kerasnya (NEA, 1969). Media sering diidentikkan dengan berbagai jenis peralatan atau sarana. Pada dasarnya media dapat dikatakan sebagai sarana atau peralatan untuk menyajikan pesan, namun yang terpenting bukanlah peralatannya, tetapi pesan belajar yang dibawa oleh media tersebut atau guru yang memanfaatkannya. Berdasarkan pengertian beberapa ahli tersebut maka media pembelajaran dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Media merupakan peralatan yang digunakan dalam peristiwa komunikasi dengan tujuan membuat komunikasi lebih obyektif b. Media pembelajaran merupakan peralatan pembawa pesan atau wahana dari pesan yang oleh sumber pesan (guru) ingin diteruskan kepada penerima pesan (anak) c. Pesan yang disampaikan adalah isi pembelajaran dalam bentuk tema atau topik pembelajaran d. Tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar pada diri anak.
2. Nilai dan Manfaat Media Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar peserta didik dalam pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkn hasil belajar yang dicapainya. Masih banyak guru saat ini yang menganggap bahwa peran media dalam proses pembelajaran hanya terbatas sebagai alat bantu semata dan boleh diabaikan manakala media itu tidak tersedia di sekolah. Guru TK yang professional harus memiliki pandangan sebaliknya, dan menempatkan media sebgai bagian integral dari keseluruhan
6
proses pembelajaran. Media pembelajaran merupakan salah satu komponen yang tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dengan komponen lainnya dalam rangka menciptakan situasi belajar yang diharapkan. Tanpa media maka proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan efektif. Berikut merupakan nilai-nilai yang dimiliki media pembelajaran dalam mengoptimalkan pencapaian hasil belajar di Taman Kanak-kanak : a. Nilai media pembelajaran 1) Mengkonkretkan konsep-konsep yang abstrak 2) Menghadirkan obyek-obyek yang terlalu berbahaya atau sukar untuk di bawa ke dalam lingkungan belajar. 3) Menampilkan obyek yang terlalu besar. 4) Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat. b. Manfaat media pembelajaran Selain keempat nilai media pembelajaran di atas masih terdapat pula nilai-nilai yang lainnya dari pemanfaatan media pembelajaran di Taman Kanak-kanak yaitu berikut ini : 1) Memungkinkan anak berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya. 2) Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar pada masing-masing anak. 3) Membangkitkan motivasi belajar anak. 4) Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan. 5) Menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak bagi seluruh anak. 6) Mengatasi keterbatasan waktu dan ruang. 7) Mengontrol arah kecepatan belajar anak.
B. Penggunaan Media Rangkasbitung Media pembelajaran memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pada pembahasan sebelumnya telah dipaparkan bahwa media yang memberikan pengelaman langsung atau media realia memiliki kelebihan tersendiri dalam menstimulus perkembangan anak usia dini. Banyak sekali ragam komponen yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat media pembelajaran, salah satunya pemanfaatan barang bekas sebagai media pembelajaran di taman kanak-kanak. Selain pemanfaatan media barang bekas ini, hal yang dapat diperoleh melalui pemanfaatannya antara lain, tumbuhnya
7
kecintaan anak pada lingkungan sekitar, dan melatih berpikir kreatif melalui pemanfaatan barang bekas.
1. Pengertian Barang Bekas Barang bekas merupakan barang atau bahan sisa atau yang sudah tidak terpakai yang dapat diolah kembali menjadi sesuatu yang bermanfaat. Berdasarkan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, ‘barang’ diartikan sebagai benda yang berwujud sedangkan arti kata ‘bekas’ adalah sisa habis dilalui, sesuatu yang menjadi sisa dipakai. Berdasarkan pengertian tersebut, barang bekas merupakan barang atau benda yang telah dilalui penggunannya yang kemudian benda tersebut dianggap tidak terpakai namun dapat dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang, serta dijadikan sesuatu yang bermanfaat. Contoh botol air kemasan sebagai alat pembelajaran dengan dibuat menjadi marakas, kemasan makanan yang dijadikan hiasan dinding, dsb.
2. Pemanfaatan Barang Bekas Menjadi Media Pembelajaran Berdasarkan pengertian barang bekas pada pemaparan sebelumnya, pada dasarnya banyak sekali sumber belajar yang dapat dimanfaatkan melalui media barang bekas, terutama media pembelajaran untuk anak usia dini. Namun, hal tersebut sangatlah bergantung pada keinginan seorang guru untuk menciptakan suasana belajar yang berbeda, tanpa mengurangi kebutuhan peserta didik untuk melaksanakan kegiatan belajar seraya bermain. Media barang bekas sangat mungkin dijadikan menjadi media pembelajaran yang menarik, kreatif hingga memberi kemudahan pada proses belajar siswa. Selain bahan yang mudah ditemukan disekeliling kita, pemanfaatannyapun dapat sangat beragam sesuai dengan kebutuhan proses kegiatan belajar mengajar di Taman Kanak-kanak. Adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pembuatan media melalui barang bekas ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan observasi terhadap kebutuhan peserta didik, dengan melakukan analisis kematangan serta kemampuan peserta didik agar pembuatan media tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan. 2. Mengamati lingkungan sekitar untuk menemukan barang bekas yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran. 3. Membeli atau meminjam media sederhana yang telah ada adalah jalan terakhir guru jika lingkungan sekitar kurang mampu memberikan solusi yang tepat.
8
3. Media Rangkasbitung Media Rangkasbitung (Barang bekas media berhitung), pada awalnya dibuat karena keresahan pendidik terhadap kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan di Taman kanak-kanak khususnya pada kelompok B TK Islam Al-Azhar 45 Grand Depok City. Dalam lingkungan lembaga pendidikan, pengadaan media pembelajaran terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran berlangsung. Namun, pada dasarnya media pembelajaran tidak selalu berbentuk barang yang mahal atau selalu dibeli, pengadaan media pembelajaran dapat juga dilakukan melalui pembuatan yang dilakukan oleh guru berdasarkan kebutuhan peserta didik. Zaman, (2010) mengemukakan bahwa pembuatan media sendiri oleh guru memiliki kelebihan, dalam hal guru dapat menyesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Berdasarkan pemahaman tersebut, media Rangkasbitung (Barang bekas media berhitung), dibuat sebagai salah satu upaya meningkatkan kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan yang dilatar belakangi berdasarkan kondisi empirik yang terjadi di taman kanak-kanak saat ini, sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan kecintaan kita terhadap lingkungan melalui pemanfaatan barang-barang bekas sebagai media pembelajaran. Adapun beberapa barang bekas yang dimanfaatkan dalam media Rangkasbitung ini antara lain adalah gulungan tisue, botol-botol minuman, kardus, tutup botol, dsb.
C. Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini 1. Definisi Matematika Menjumlahkan, mengurangi, membagi, mengalikan merupakan operasi-operasi dasar dalam matematika. Namun menurut pengertiannya, matematika bukan hanya sekedar ilmu yang berhubungan dengan angka dan bilangan. Sumantri dalam Sriningsih (2009:16) mengemukakan pengertian matematika sebagai berikut : Matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan; matematika merupakan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif; matematika merupakan sarana berpikir deduktif. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat dipahami bahwa matematika merupakan bahasa simbol yang universal yang dapat dipahami tanpa makna ganda dan memungkinkan untuk dijadikan sarana berpikir deduktif dimana kebenaran suatu konsep atau pernyataan
9
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang membuat kebenaran tersebut menjadi konsisten. Irawati (2006) memaparkan bahwa matematika merupakan halhal yang berkaitan dengan kecerdasan logis-matematika, yaitu kemampuan anak mengatur pola pikir induktif dan deduktif, bekerja dengan pola abstrak, serta berpikir logis. Pendapat lainnya diungkapkan oleh Ismayani (2010) yang mendefinisikan bahwa : Matematika adalah ilmu berpikir dan bernalar. Tentang bagaimana cara memperoleh kesimpulan-kesimpulan yang tepat dari berbagai keadaan, matematika juga merupakan ilmu tentang bilangan dan ruang, serta ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk, struktur. Matematika adalah aktivitas manusia. Ruseffendi dalam Sriningsih (2009:16) menyatakan bahwa: Matematika merupakan ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan kepada pengamatan atau observasi (induktif) tetapi generalisasi itu harus didasarkan kepada pembuktian secara deduktif; matematika sebagai bahasa, seni, dan ratunya ilmu; ilmu tentang struktur yang terorganisasikan dengan baik; ilmu tentang pola dan hubungan. Uraian di atas mengemukakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia dalam mencari kebenaran yang logis dan memperoleh kesimpulan-kesimpulan dari berbagai keadaan dalam kehidupannya melalui kemampuannya dalam mengatur pola pikir induktif dan deduktif, serta cara pandang dari pengetahuan dan pengalaman masingmasing individu.
2. Tahap-tahap Pemahaman Anak Usia Dini Terhadap Matematika Pada dasarnya anak-anak sudah mengenali konsep-konsep matematika melalui aktivitas yang dilakukaknya sehari-hari. Lingkungan sekitar anak biasanya menstimulasi konsep tersebut dengan natural melalui pengalaman dan aktivitas serta interaksi yang dilakukan dengan anggota keluarga, teman sebayanya serta lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Sriningsih (2009:29) memandang bahwa pengalaman langsung merupakan salah satu faktor yang mampu mengembangkan konsep matematika untuk anak, sebagaimana dikemukakannya bahwa ”konsep matematika juga dibentuk melalui pengalaman langsung yang dapat dilakukan anak pada berbagai percobaan atau penemuan”. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka sangatlah mungkin bagi para pendidik untuk mengembangkan kemampuan matematika sedini mungkin. Penerapan untuk memahami konsep matematika pada anak usia dini bukanlah hal yang mudah, bagi anak penalaran matematika merupakan hal yang rumit dimana kebenaran suatu konsep matematika diperoleh akibat logis dari kebenaran sebelumnya 10
sehingga pada akhirnya kaitan antar konsep atau pernyataan matematika akan bersifat konsisten dan menetap. Pernyataan tersebut berkesuaian dengan teori kognitif yang dikemukakan Jean Piaget (Santrock alih bahasa Rachmawati, 2007:49) beliau meyakini bahwa: Seorang individu beradaptasi dalam dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi saat anak mengabungkan informasi ke dalam pengetahuan yang telah mereka miliki. Akomodasi terjadi bila anak menyesuaikan pengetahuan mereka agar cocok dengan informasi dan pengalaman baru.
Memberikan pengalaman-pengalaman matematika pada anak usia dini memerlukan pengetahuan mengenai perkembangan anak itu sendiri. Kesiapan dan kematangan secara kognitif pada diri anak akan memudahkan lingkungan memberi pengertian pada anak dalam memahami matematika sesuai dengan kapasitas kognitif dan usia kematangan anak, hal tersebut selaras dengan yang dikemukakan oleh Vidal (Santrock alih bahasa Rachmawati, 2007:449) bahwa kognisi setiap anak berbeda secara kualitatif dalam satu tahap dibandingkan dengan tahap yang lain.
Sriningsih (2009) mengemukakan pula karakteristik perkembangan kognitif anak usia 3-6 tahun bahwa : 1) Pada tahap Pra-Operasional, anak belum mampu berpikir secara operasional. 2) Operasi merupakan perangkat tindakan terinternalisasi yang memungkinkan anak melakukan secara mental apa yang dilakukan secara fisik sebelumnya. 3) Subtahap Fungsi Simbolis (2-4 tahun) a) Egosentrisme, yaitu ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif dirinya dengan orang lain. b) Animisme, yaitu suatu keyakinan bahwa obyek yang tidak bergerak memiliki kualitas ”semacam kehidupan” dan dapat bertindak; 4) Subtahap pemikiran intuitif (4-7 tahun) a) Centration, yaitu memusatkan perhatian terhadap satu karakteristik dan mengesampingkan semua karakteristik yang lain b) Konservasi, yaitu keyakinan akan keabadian atribut obyek atau situasi tertentu terlepas dari perubahan yang bersifat dangkal
11
Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan di atas dapat dikemukakan bahwa proses kognitif yang dialami anak dalam memahami matematika akan berbeda berdasarkan tahapan perkembangan dan kematangan usianya. Dalam setiap tahapannya tersebut, anak mengalami
situasi-situasi
yang
secara
bertahap
memungkinkan
berkembangnya
kemampuan kognitif mereka berdasarkan pengalaman belajarnya dalam memahami kemampuan matematika. Cruikshank (1980:23) mengemukakan tiga tahapan pemahaman anak terhadap konsep matematika yaitu: 1) Pemahaman Konsep (intuitive concept level), pada tahap ini anak memahami berbagai konsep matematika melalui pegalaman bekerja dan bermain dengan bendabenda konkrit. Kemudian, setelah anak memahami konsep guru mengenalkan lambang konsep 2) Masa transisi (connecting level), pada tahap ini anak sedang dalam proses asimilasi dan akomodasi 3) Tingkat lambang bilangan (symbolic level), pada tahap ini guru baru dapat mengenalkan berbagai lambang bilangan yang ada dalam matematika sebagai penyempurna proses kognitif anak.
Selaras dengan pernyataan di atas, Bruner (Cruikshank, 1980:23) mengungkapkan bahwa ada tiga tahapan yang dilakukan oleh anak untuk memahami konsep matematika, hal tersebut antara lain : 1) Tahap enaktif, pada tahap ini anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek 2) Tahap ikonik, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya 3) Tahap simbolik, pada tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambanglambang tertentu. Pernyataan yang dikemukakan oleh Cruikshank dan Bruner tersebut menggambarkan dengan lebih mendetail tahap-tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget berkenaan dengan bagaimana cara anak mendapatkan informasi sesuai dengan tahap perkembangannya, hal tersebut juga selaras dengan ungkapan yang dikemukakan Jamaris (2005:46), bahwa : Kemampuan dasar berkaitan dengan ukuran diperoleh dari pengalaman anak pada waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya, khususnya pengalaman yang berkaitan
12
dengan membandingkan, mengklasifikasikan, dan menyusun atau mengurutkan benda-benda. Pemaparan yang telah dikemukakan di atas, secara keseluruhan dapat digunakan untuk dijadikan acuan dalam melaksanakan, merencanakan, serta melakukan penilaian pembelajaran matematika pada pendidikan anak usia dini agar sesuai dengan tahapantahapan perkembangan serta kematangan anak.
D. Memahami Konsep Bilangan di Taman Kanak-kanak Salah satu unsur yang ada di dalam matematika adalah kemampuan membilang. Bilangan atau biasa disebut dengan angka tidak terlepas dari matematika. Bilangan merupakan bagian dari hidup kita, setiap hari kita selalu menemukan angka atau bilangan kapanpun dimanapun. Bilangan adalah suatu alat bantu yang mengandung suatu pengertian. Bilangan-bilangan ini mewakili suatu jumlah yang diwujudkan dalam lambang bilangan. Copley (2001:47) angka atau bilangan adalah lambang atau simbol yang merupakan suatu objek yang terdiri dari angka-angka. Sebagai contoh bilangan 10, dapat ditulis dengan dua buah angka (double digits) yaitu angka 1 dan angka 0. Bilangan banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian, bilangan yang ditemui anak-anak sebenarnya memiliki arti yang berbeda-beda. Seperti yang dikemukakan oleh Fatimah (Anggraeni, 2011:14) anak-anak akan belajar membedakan arti bilangan
berdasarkan
penggunaan
yaitu:
(1)
bilangan kardinal menunjukkan kuatitas atau besaran benda dalam sebuah kelompok. Kuantitas terbagi menjadi 2 yaitu: (1) kuantitas diskret untuk menjawab pertanyaan berapa banyak benda, diakhiri dengan satuan benda (buah, butir, ekor, dll); (2) kuantitas kontinu untuk menjawab pertanyaan tentang pengukuran benda diakhiri dengan satuan benda (buah, butir, ekor,dll); (3) bilangan ordinal, digunakan untuk menandai urutan dari sebuah benda, contoh juara kesatu, dering telepon, ke lima kalinya, hari kartini hari ke 21 di bulan April, dll; (4) bilangan nominal, digunakan untuk member nama benda, contoh: nomor rumah, kode pos, nomor lantai/ruang di dedung, jam, uang, dll.
1. Definisi Konsep Bilangan Konsep bilangan adalah himpunan benda-benda atau angka yang dapat memberikan sebuah pengertian. Konsep bilangan ini selalu dikaitkan dengan pekerjaan menghubung-hubungkan baik benda-benda maupun dengan lambang bilangan. 13
Menurut montessori dalam Sujiono (2006;26), mengatakan bahwa dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep dan pengertian secara alamiah tanpa paksaan seperti konsep bilangan dan konsep warna. Konsep bilangan merupakan salah satu unsur yang ada di dalam matematika adalah kemampuan membilang. Bilangan atau biasa disebut dengan angka tidak terlepas dari matematika. Bilangan merupakan bagian dari hidup kita, setiap hari kita selalu menemukan angka atau bilangan kapanpun dimanapun. Bilangan memiliki beberapa bentuk/ tampilan (representasi) yang saling berkaitan diantaranya benda nyata, model mainan, ucapan, simbol (angka atau kata). Untuk dapat mengembangkan konsep bilangan pada anak anak Taman Kanak-kanak tidak dapat dilakuakan dalam jangka waktu pendek, yang harus dilakukan secra bertahap dalam jangka waktu yang lama, serta dibutuhkan media yang kongkrit untuk membantu proses pembalajaran mengenal bilangansuatu konsep tentang bilangan yang terdapat unsur-unsur penting seperti nama, urutan, bilangan dan Jumlah. Menurut Coopley (2000: 55-64) mengungkapkan indikator yang berkaitan dengan kemampuan mengenal konsep bilangan yaitu (1) counting (berhitung), (2) one-to-one correspondence (koresponden satu-satu), (3) quality (kuantitas), (4) comparison (perbandingan) dan (5) recognizing and writing numeral (mengenal dan menulis angka). Anak memiliki kemampuan counting (berhitung) sebelum berusia 3 tahun bahwa anak mampu menyebutkan urutan bilangan, misalnya satu, dua, tiga, empat, dan seterusnya. Anak dinyatakan dapat berhitung ketika ia bisa membilang dari 1 sampai 9 setelah itu 10 dan seterusnya yaitu bilangan yang terdiri dari 2 angka, misalnya anak mampu menyebutkan bilangan “sebelas” bukan menyebutkan “sepuluh satu” dan sebagainya.
Kemampuan
one-to-one
correspondence
(koresponden
satu-satu)
ditunjukkan oleh anak ketika ia mampu menghubungkan satu benda dengan benda lain, misalnya anak dapat mencari pasangan gambar yang tepat seperti gambar ikan dengan gambar kail, gambar sikat gigi dengan pasta gigi dan lain sebagainya. Kemampuan quality (kuantitas) bahwa anak mampu menyebutkan jumlah benda dalam satu kelompok dengan menyebutkan bilangan terakhir sebagai perwakilan dari keseluruhan, misalnya anak menghitung banyaknya buku “1,2,3,4,5” jadi anak menyebutkan ada 5 buku. Kemampuan comparison (perbandingan) yaitu anak mampu membandingkan sebuah benda atau kumpulan benda, misalnya lebih besar, lebih kecil, lebih banyak, lebih sedikit, dan sama banyak. Kemampuan recognizing and writing numeral
14
(mengenal dan menulis angka) yaitu anak mengenal dan mampu menulis angka. Anak mengenal dan mampu menuliskan angka bisa melalui beberapa media dari bendabenda disekitarnya, misalnya angka dari telephone, dari halaman buku, majalah dan keyboard komputer. Mengetahui kemampuan anak menegnal konsep bilangan tidak hanya melalui visual yaitu mengetahui lambang bilangan dan kemampuan verbal menyebutkan bilangan, maka kegiatan mengenal konsep bilangan harus dilakukan dengan menggunakan benda kongkret ataupun gambar yang mewakili lambang bilangan tersebut. Dalam penelitian ini, kemampuan mengenal konsep bilangan dibatasi hanya meliputi kemampuan (1) berhitung (counting), (2) hubungan satu ke satu (one-to one correspondence) dan (3) lambang bilangan yang disesuaikan dengan kegiatan penelitian.
2. Standar Kemampuan Pemahaman Konsep Bilangan Anak Usia Dini Mengetahui kemampuan anak mengenal konsep bilangan tidak hanya melalui visual yaitu mengetahui lambang bilangan dan kemampuan verbal menyebutkan bilangan, maka kegiatan mengenal konsep bilangan harus dilakukan dengan menggunakan benda kongkret ataupun gambar yang mewakili lambang bilangan tersebut. Adapun standar tingkat pencapaian kemampuan konsep bilangan dan lambang bilangan berdasarkan permen 58 tahun 2009 untuk anak usia dini adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Standar Pencapaian Kemampuan Konsep Bilangan Lingkup Perkembangan Konsep bilangan, lambang bilangan
Tingkat Pencapaian Perkembangan 1. 2. 3. 3. 4. 5.
Mengetahui konsep banyak dan sedikit. Membilang banyak benda satu sampai sepuluh. Mengenal konsep bilangan. Mengenal lambang bilangan. Menyebutkan lambang bilangan 1-10. Mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan.
Berikut merupakan standar kemampuan memahami konsep pengukuran yang diharapkan tercapai untuk usia 4-6 tahun yang berdasarkan Kurikulum Pengembangan Pribadi Muslim (KP2M) yang diharapkan tercapai di taman kanak-kanak khususnya TK Islam Al-Azhar.
15
Tabel 2.2 Standar Pencapaian Kemampuan Konsep Bilangan (KP2M) TK Islam Al-Azhar Aspek Perkembangan
Tingkat Pencapaian Perkembangan
Indikator
Konsep Bilangan dan Lambang Bilangan
Memahami konsep bilangan 1-10
Membilang dan menyebut urutan bilangan 1-20 tanpa pengertian Membilang dengan benda-benda 1-20 Membilang (Mengenal konsep bilangan, dengan benda-benda 110 Menunjuk lambang bilangan 120 Mengenal penambahan dan pengurangan dengan benda (110) Menghubungkan dan memasangkan lambang bilangan dengan benda 1-10 Mencocokkan konsep bilangan dengan lambang bilangan Mengetahui nilai bilangan
Berpijak pada standar konsep bilangan yang telah disebutkan di atas, dan jika dibandingkan dengan pencapaian kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan di taman kanak-kanak masih rendah, maka kemampuan anak usia dini dalam memahami konsep bilangan perlu ditingkatkan. Pemahaman konsep bilangan melalui media yang terstandarisasi diharapkan akan mampu memberikan peluang kepada anak untuk mendapatkan pengalaman baru dalam proses belajarnya.
16
BAB III PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Penerapan Media Rangkasbitung dalam Memahami Konsep Bilangan di Taman Kanak-kanak Media Rangkasbitung (Barang Bekas Media Berhitung) merupakan media pembelajaran yang dibuat peneliti sebagai salah satu inovasi pembelajaran guna meningkatkan kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan. Rangkasbitung dibuat sedemikian rupa berdasarkan pemanfaatan limbah atau barang bekas yang tidak habis pakai seperti kemasan minuman, kardus-kardus, tutup botol, piring kertas, dll, yang kemudian di daur ulang dan diolah untuk dijadikan media pembelajaran khususnya bidang pengembangan matematika. Pemanfaatan barang bekas atau limbah ini, selain dikembangkan untuk dijadikan media pembelajaran, peneliti berharap dapat dijadikan ajang untuk meningkatkan kecintaan kita terhadap lingkungan sekitar serta membawa pesan kepada khalayak khususnya para guru Taman kanak-kanak untuk mau berinovasi dan memanfaatkan hal-hal yang ada disekeliling kita untuk dijadikan media pembelajaran, sehingga ketersediaan media pembelajaran tidaklah selalu mahal akan terwujud di lembaga sekolah manapun.
1. Langkah-Langkah Penerapan Media Rangkasbitung untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami Konsep Bilangan di Kelompok B TK Islam Al-Azhar 45 Depok Pada dasarnya langkah pelaksanaan pembelajaran dilakukan seperti halnya kegiatan pembelajaran sehari-hari di TK Islam Al-Azhar 45 Depok, namun penggunaan media Rangkasbitung dititik beratkan pada waktu kegiatan inti di area matematika, dan dilakukan secara intens selama proses penelitian berlangsung berdasarkan siklus 1 dan 2. Berikut merupakan uraian penerapan media Rangkasbitung dalam rangka meningkatkan kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan beserta langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan di TK Islam Al-Azhar 45 Depok.
Guru menciptakan lingkungan belajar dan media yang dibutuhkan, dalam hal ini media Rangkasbitung.
17
Guru mengenalkan konsep dasar bilangan kepada anak melalui demonstrasi alat peraga Rangkasbitung.
Melakukan tanya jawab mengenai konsep bilangan serta proses mengemukakan pendapat melalui cerita dari anak mengenai pengalamannya tentang konsep bilangan.
Menyampaikan peraturan main dan pijakan, serta mengenalkan kosakata baru
Membagi anak menjadi beberapa kelompok main, dan mengarahkan anak untuk memilih kegiatan sesuai dengan kesempatan yang telah diberikan.
Memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi sumber belajar yang disediakan
Melakukan penilaian melalui proses observasi dokumentasi, dan proses pengalaman main anak selama kegiatan berlangsung
B. Hasil Penelitian 1. Kondisi Awal Kemampuan Anak Memahami Konsep Bilangan Kelompok B TK Islam Al-Azhar 45 Depok Tahun Pelajaran 2013-2014 Kemampuan memahami konsep bilangan merupakan bagian dari aspek pengembangan kognitif di Taman Kanak-kanak pada bidang matematika. Berdasarkan hasil evaluasi bersama rekan sekerja di TK Islam Al-Azhar 45 Depok, ditemukan beberapa indikator kurangnya pencapaian pembelajaran dalam kemampuan anak memahami konsep bilangan khususnya di Kelompok B. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil pembelajaran selama 3 term berlangsung. Melalui hasil penilaian dan observasi yang telah dilakukan, beberapa anak di kelompok B TK Islam Al-Azhar 45 Depok mengalami kendala atau kesulitan untuk memahami beberapa indikator pencapaian yang sudah ada dalam standar KP2M. Hasil dari pencapaian yang kurang memuaskan tersebut, memicu peneliti untuk menciptakan inovasi baru mengenai media pembelajaran khususnya bidang pengembangan kognitif dalam memahami konsep bilangan pada anak. Pada awalnya kegiatan belajar mengajar di TK Islam Al-Azhar 45 Depok dalam pengembangan konsep kognitif lebih sering diberikan melalui worksheet atau penugasan berupa lembar kerja anak, adapun stimulasi yang diberikan melalui media nyata masih sangatlah terbatas. Masih kurangnya kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan ditunjukkan melalui kemampuan anak langsung, anak kelompok B TK Islam 18
Al-Azhar 45 masih kesulitan untuk mengenali beberapa lambang bilangan, beserta jumlahnya. Pada beberapa siswa, anak hanya mampu membilang angka tanpa mengetahui makna atau nilai dari angka tersebut. Kebutuhan anak untuk mampu memahami konsep bilangan sangatlah penting, terutama pada semester akhir di Taman kanak-kanak. Tujuannya tidak lain adalah untuk mempersiapkan diri anak agar lebih mantap ketika melangkah ke jenjang pendidikan berikutnya. Berikut merupakan data berdasarkan hasil observasi terhadap kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan di kelompok B TK Islam Al-Azhar 45 Depok, dengan berdasarkan standar pencapaian Kurikulum Pengembangan Pribadi Muslim (KP2M) TK Islam. 80% 60% 40%
Skor Pra…
20% 0% TinggiSedang Rendah Diagram 1. Pra Siklus Diagram pra siklus di atas menunjukan bahwa kemampuan anak kelompok B di TK Islam Al-Azhar 45 Depok masih termasuk dalam kategori sedang dan membutuhkan stimulus lebih agar anak-anak mampu lebih baik dalam memahami konsep bilangan sebagai tahap perkembangan kognitif yang harus dicapainya.
2. Kemapuan anak dalam mehami konsep bilangan melalui penerapan media Rangkasbitung di TK Islam Al-Azhar 45 Depok 2.1 Pembahasan dan Analisis Siklus 1 Berdasarkan hasil observasi awal (pra siklus), maka dibuatlah skenario pembelajaran yang akan diterapkan dalam siklus 1 penelitian tindakan kelas mengenai penggunaan media Rangkasbitung untuk meningkatkan kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan di taman kanak-kanak. Siklus 1 ini terdiri dari dua tindakan, setiap tindakan anak dilakukan dengan pemberian kesempatan anak untuk memiliki pengalaman langsung memainkan media Rangkasbitung (barang bekas media berhitung). Media Rangkasbitung yang
19
disediakan lebih dari satu alat permainan edukatif, sehingga anak-anak antusias dalam mengikuti kegiatan. Pada siklus 1 ini terlihat anak-anak kelompok B TK Islam Al-Azhar 45 Depok masih belum menunjukan penguasaan dan pemahaman pada konsep bilangan dengan sangat baik, jika dikategorikan masih dalam kategori sedang. Contohnya pada saat bermain konsep angka dengan papan tutup botol, masih terlihat ada yang kebingungan dan membutuhkan bantuan dari teman maupun dari guru. Selain itu, masih terlihat anak yang belum mampu menebak keseluruhan jumlah benda yang terlihat, sehingga masih perlu di hitung satu per satu sebelum dicocokan dengan kartu lambang bilangan yang ditanyakan. Berikut diagram hasil perbandingan kemampuan memahami konsep bilangan anak di kelompok B TK Islam Al-Azhar 45 Depok. 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Skor…
TinggiSedang Rendah Diagram 2. Siklus 1 Hasil dari siklus 1 diatas menjadi tolak ukur diperlukan atau tidak diperlukannya siklus 2 untuk dilakukan. Dikarenakan hasil yang terlihat masih belum sesuai dengan harapan, maka perlu dilakukan kembali tindakan untuk menstimulasi kemampuan anak dalam memahami dengan penggunaan media Rangkasbitung di kelompok B TK Islam Al-Azhar 45 Depok.
2.2 Pembahasan dan Analisis Siklus 2 Penjabaran hasil dari siklus sebelumnya menunjukan bahwa penggunaan media Rangkasbitung memberikan efek positif dalam meningkatkan kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan. Pada siklus 2 ini, treatment dilakukan dengan media Rangkasbitung yang sama, dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, media Rangkasbitung ini bervariasi dan bermacam-macam bentuknya, sehingga anak banyak pilihan dan antusias dalam memainkannya. Setelah dilakukan treatment, dilakukan observasi untuk melihat sejauh mana perkembangan kemampuan anak dalam 20
memahami konsep bilangan. Berikut diagram hasil observasi kemampuan anak pada siklus 2. 100% 80% 60% Skor…
40% 20% 0% Tinggi SedangRendah Diagram 3. Siklus 2
Diagram siklus 2 diatas menunjukan peningkatan yang signifikan dari kemampuan anak kelompok B di TK Islam Al-Azhar 45 Depok dalam memahami konsep bilangan. Setiap anak mampu mencapai skor tinggi yang artinya sudah muncul lebih besar sama dengan 8 indikator, sehingga dapat dikatakan anak-anak kelompok B di TK Islam Al-Azhar tahun ajaran 2013/2014 sudah mampu memahami konsep bilangan dengan sangat baik.
3. Analisis Peningkatan kemampuan memahami konsep bilangan pada anak Tk Islam Al-Azhar 45 Depok Peningkatan yang ditunjukkan oleh murid TK Islam Al-Azhar 45 Kota Depok tahun ajaran 2013/2014 secara keseluruhan menunjukan peningkatan yang signifikan. Diagram 4 menunjukkan bahwa hasil penggunaan media Rangkasbitung ini mencapai angka yang termasuk dalam kategori tinggi. Nilai rata-rata setelah dipergunakannya media Rangkasbitung meningkat menjadi 100% yang pada awalnya 10% sebelum diberikan treatment media Rangkasbitung. Berikut diagram perbandingan datanya. 100%
Tinggi Sedang Rendah
50%
0% Pra Siklus Siklus S1iklus 2
21
Diagram 4. Perbandingan skor kemampuan memahami konsep bilangan anak dari pra siklus, siklus 1, dan siklus 2 Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa penggunaan media Rangkasbitung dapat meningkatkan kemampuan memahami konsep bilangan pada anak usia taman kanak-kanak dengan cukup signifikan. Melalui penggunaan media Rangkasbitung kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan menjadi lebih baik, dan pembelajaran dengan media ini mempermudah anak untuk memahami konsep bilangan sesuai dengan lambang bilangannya, seperti aktifitas anak dalam berbagi kue, menghitung penjumlahan atau operasi matematika sederhana. Semua aktivitas yang diungkap tersebut merupakan bagian dari kehidupan dan keseharian anak yang sangat sering dijumpai pada kehidupannya. Faktor penggunaan media Rangkasbitung yang memiliki tujuh prinsip dasar ternyata mampu memberikan pengalaman belajar yang berbeda bagi anak, pendekatan pembelajaran yang menyenangkan serta proses-proses seperti konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, hingga berdiskusi dilakukan oleh anak. Sehingga informasi yang ingin disampaikan oleh guru menjadi lebih mudah diterima oleh anak, karena informasi tersebut bukan dari hal yang bersifat memaksa dengan cara melihat dan mendengarkan saja, tetapi anak secara langsung mengalaminya dan menemukan informasi yang ingin diketahui dengan sendirinya. Dalam menerapkan penggunaan media Rangkasbitung guru memiliki peran penting, karena guru dalam proses ini merupakan manajer yang berperan menciptakan iklim belajar kondusif, dan sebagai konselor yang senantiasa memberi bimbingan, motivator, fasilitator, serta mediator yang menjembatani agar anak menemukan keterkaitan selama proses belajar berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat terlihat bahwa kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan melalui penggunaan media Rangkasbitung menunjukan peningkatan minat, hal tersebut ditunjukkan oleh peningkatan anak dalam memahami konsep bilangan serta perubahan cara belajar anak yang semula pasif menjadi aktif.
22
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Penggunaan Media Rangkasbitung dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Memahami Konsep Bilangan Pada di TK Islam AlAzhar 45 Depok Tahun Ajaran 2013/2014, dapat disimpulkan bahwa: 1. Kemampuan memahami konsep bilangan kelompok B di TK Islam Al-Azhar 45 Kota Depok pada pra siklus menunjukkan kategori kemampuan yang beragam, yaitu 10% termasuk dalam kategori rendah, 80% sedang, dan 10% tinggi. 2. Kemampuan memahami konsep bilangan kelompok B di TK Islam Al-Azhar 45 Kota Depok pada siklus 2 atau setelah diberikan perlakuan menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Melalui hasil pengolahan data, dapat diketahui bahwa kemampuan memahami konsep bilangan anak kelompok B di TK Islam Al-Azhar 45 Kota Depok meningkat, hal tersebut dapat dilihat melalui peningkatan skor yang ditunjukkan dan bertambahnya anak yang berada pada kategori tinggi setelah diberi perlakuan. Kemudian hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan anak yang memiliki kategori rendah dalam memahami kemampuan konsep bilangan setelah diberi perlakuan. 3. Penggunaan media Rangkasbitung terbukti dapat meningkatkan kemampuan memahami konsep bilangan pada anak taman kanak-kanak. Melalui pengolahan data yang telah dilakukan, terlihat adanya perbedaan rata-rata antara kemampuan memahami konsep bilangan anak sebelum dan sesudah diberi perlakuan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan media Rangkasbitung efektif dalam meningkatkan kemampuan memahami konsep bilangan pada anak taman kanakkanak.
B. Rekomendasi Berdasarkan kajian teoritis dan hasil penelitian, berikut merupakan rekomendasi bagi para guru atau praktisi pendidikan di taman kanak-kanak khususnya dalam meningkatkan kemampuan memahami konsep bilangan pada anak. 1.
Bagi Guru atau Praktisi TK
23
a. Dalam proses kegiatan belajar khususnya agar anak dengan mudah dapat memahami konsep bilangan, guru dapat menggunakan metode belajar yang menarik dan menyenangkan serta bervariasi. Penggunaan media Rangkasbitung merupakan media pembelajaran yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan Kemampuan Memahami Konsep Bilangan pada anak usia dini. b. Dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan Media Rangkasbitung ini secara langsung maupun tidak langsung memicu guru menggunakan berbagai media yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan anak. Media tersebut tidak selalu harus mahal dan bagus, namun guru dituntut untuk lebih dapat memanfaatkan barangbarang yang ada dilingkungan sekitar anak sehingga saat penggunaanya anak merasa tidak asing karena anak temukan juga dikehidupannya sehari-hari. c. Aspek-aspek yang ada pada penggunaan media Rangkasbitung hendaknya mampu memberikan masukan bagi guru untuk dijadikan acuan pembelajaran, sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan lebih bermakna bagi anak.
2.
Bagi Kepala TK a. Kepala sekolah hendaknya memberikan kesempatan kepada guru untuk mencoba menerapkan penggunaan media yang berasal dari limbah untuk digunakan dalam meningkatkan kemampuan memahami konsep bilangan. Selain itu diharapkan lebih dapat membangun komunikasi dan kerjasama yang baik, serta berkelanjutan agar perencanaan pembelajaran terutama dalam meningkatkan kemampuan memahami konsep bilangan pada anak usia dini menjadi maksimal.
3.
Bagi Peneliti selanjutnya a. Penggunaan media Rangkasbitung tidak hanya dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan memahami konsep bilangan pada anak usia dini saja. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan media pembelajaran ini untuk meneliti aspek perkembangan lainnya serta mengaplikasikannya terhadap sampel yang berbeda. b. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan media pembelajaran yang beragam dalam meningkatkan kemampuan memahami konsep bilangan pada anak usia dini, sebagai alternatif media pembelajaran lainnya agar dapat memberikan ide baru.
24
DAFTAR PUSTAKA Chruikshank, D.E. (1980). Young Children Learning Mathematics. Boston: Allyn & Bacon. Copley, V. J. (2001). The Young Child and Mathematics. Amerika: NAEYC. Depdiknas. (2007). Standar dan Bahan Ajar PAUD Formal. Jakarta: Badan Peneltian dan Pengembangan (Depdiknas). Fathani, H. A. (2008). Belajar Matematika di Usia Dini. [Online]. Tersedia: http://BelajarMatematikadiUsiaDini.penulislepas.com.html [07 Januari 2010] Irawati, M. (2006). Menggali Kecerdasan Jamak Melalui Bermain. Banjarmasin Post. [Online]. Hal.1. Tersedia: http://www.indomedia.com [8 April 2011] Ismayani, A. (2010). Fun Math With Children (Mengenalkan maatematika kepada anak usia 2 hingga 6 tahun melalui beragam aktivitas). Jakarta: Elex Media Komputindo. Jumaris, M. (2005). Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak. Jakarta: Grasindo. Santrock W. J. (2007). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Alih Bahasa: Mira Rachmawati & Anna Kuswanti. Santrock W. J. (2002). Life – Span Development (Perkembangan Masa Hidup) Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Alih Bahasa: Achmad Chusairi & Juda Damanik. Sriningsih, N. (2009). Pembelajaran Matematika Terpadu Untuk Anak Usia Dini. Bandung: Pustaka Sebelas. Sriningsih, N. (2009). Pembelajaran Matematika untuk Anak Usia Dini. Handout PGPAUD FIP UPI: tidak diterbitkan. Sujiono, N. Y. (2006). Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta : Universitas Terbuka. TIMSS and PIRLS INTERNATIONAL STUDI CENTER. (2003). The Developmental Project to Report TIMSS 2003 Mathematics Achievment in Cognitive Domains (for eight grade). Boston College: Lynch School of Education. [Online]. Tersedia: http://translate.google.co.id [05 Januari 2010]
25