Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
PENGGUNAAN ASAM ASETIL SALISILAT TERHADAP PENGENDALIAN PENYAKIT alternaria porri (TROTOL) PADA TANAMAN BAWANG MERAH Rasiska Tarigan1, Susilawati Barus1, dan Agung Lasmono2 1
Kebun Percobaan Berastagi. Jln. Raya Medan-Berastagi Km 60, Berastagi BPTP Lampung, Jl. Z.A. Pagar Alam No. 1 A. Raja Basa Bandar Lampung e-mail :
[email protected]
2
ABSTRAK Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki peluang agribisnis besar dan berfungsi dalam meningkatkan citra rasa masakan serta mempertahankan kesehatan tubuh, namun produksi bawang merah mengalami penurunan disebabkan penyakit trotol, untuk mengatasi permasalahan ini perlu dilakukan pengendalian secara biokimia yaitu dengan menggunakan asam asetil salisilat. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh dan interaksi penggunaan dosis asam asetil salisilat dan waktu aplikasi terhadap pengendalian penyakit Alternaria porri (Trotol) pada tanaman bawang merah dibandingkan fungisida sintesis. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Berastagi, Balai Penelitian Tanaman Sayuran dari bulan April 2014 sampai Juli 2014. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan pola faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah dosis pemberian asam asetil salisilat (Aspirin)/(A) yang terdiri dari : A0 = Kontrol, A1 = Fungisida berbahan aktif Maneb 80% sebanyak 20 g/10 L, A2 = Biokimia berbahan aktif asetil salisilat sebanyak 10 g/10 L, A3 = Biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat sebanyak 20 g/10 L, A4 = Biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat sebanyak 30 g/10L. Faktor kedua adalah Interval aplikasi (D) terdiri dari : D1 = sekali dalam seminggu D2 = sekali dalam dua minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis asam asetil salisilat pada perlakuan A2 yaitu biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat sebanyak 20 g/l memiliki hasil jumlah anakan dan persentase kerusakan tanaman terbaik dengan masingmasing 7,47 anakan dan 30,75 %, sedangkan tinggi tanaman dan produksi umbi ditemukan pada perlakuan A1 yaitu fungisida berbahan aktif maneb 80% dengan masing-masing 44,12 cm dan 57,66 g. Interval perlakuan memberi pengaruh nyata terhadap jumlah anakan dan persentase serangan penyakit, dengan hasil perlakuan D1 yaitu interval perlakuan 1 x seminggu terbaik dibandingan perlakuan D2 yaitu Interval perlakuan 1 x dua minggu Asam asetil salisilat memiliki ifikasi hampir sama dengan fungisida Maneb 80% Kata kunci : asam asetil salisilat, dosis, interval aplikasi, Alternaria Porri, bawang merah
ABSTRACT APPLICATION OF ACETYL SALICYLIC ACID TO DISEASE CONTROL ALTERNARIA PORRI (TROTOL) ON PLANT ONION. Onion is one of the horticultural commodities which it has large agribusniess oppurtunities and fungction in enhancing the image and maintain a healthy sense of cuisen,
298
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
however the shellot production has decreased due to deseases trotol to overcome this promblem so it is necessary to control by biochemical. Objective of this study was to determine the effect and interactions of acetyl salicylic acid doses and time of application to control alternaria porri diseases on onion plant compared fungicide. The study was conducted at Berastagi Experimental Garden, Indonesian Vegetable Research Institute from April until July 2014. The experiment was arranged in a randomized block design with factorial with 3 replications. The first factor is doses of acetyl salicylic acid (A) is A1 = Fungicide has active ingredient maneb 80% is 20 g/10 L, A2 = Biochemical has active ingredient acetyl salicylic acid as 10 g/10 l, A3 = Biochemical has active ingredient acetyl salicylic acid as 20 g/10 l, A3 = Biochemical has active ingredient acetyl salicylic acid as30 g/10 l. The second factor is application interval (D) is : D1 = once a week, D2 = once in two weeks. The results showed the doses of acetyl salicylic acid A2 treatmen has result the tiller number and percentage of best crop demage was 7,47 tiller and 30,75%, while for the plant height and tuber production was obtained A1 (fungicide have active ingredient maneb 80%, that is 20 g/10 L) treatment with 44,12 cm and 57,66 g. The application interval D1(once a week) treatment more the best than D2 (once in two weeks ) treatment. Biochemical have capability similar with the maneb 80 % fungicide. Keywords : asam asetil salisilat, dosis, interval of aplication, Alternaria Porri, onion PENDAHULUAN Bawang merah (Allium cepa) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang menjadi prioritas nasional untuk dikembangkan. Bawang merah mempunyai fungsi untuk terapi
dalam meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan tubuh. Dilihat dari segi ekonomi, usaha bawang merah memiliki peluang besar di pasar domestik. Kendala keberadaan hama dan penyakit merupakan faktor pembatas usaha tani bawang merah. Salah satu faktor yang menyebabkan kerugian produksi bawang merah dari segi penyakit adalah serangan cendawan Alternaria porri (Trotol). Menurut Suhardi (1998) bahwa penyakit A. porri (trotol) dapat mengakibatkan kehilangan hasil 3% sampai 57% tergantung pada musim tanam. Keadaan cuaca yang lembab dengan tingkat curah hujan yang tinggi dapat
mendorong
perkembangan
jamur.
Hal
ini
mendorong
petani
mengandalkan penyemprotan pestisida untuk mengatasi masalah hama dan penyakit secara bersamaan. Petani bawang merah menggunakan pencampuran 3 sampai 5 macam pestisida (Moekasan & Murtiningsih (2010) ; Moekasan et al (2012)). Pengendalian penyakit trotol dapat menggunakan fungisida berbahan
299
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
aktif maneb 80%, antracol 70 WP, mankozeb dan klorotalonil. Penggunaan fungisida pada tingkat petani bawang melebihi dosis aturan produk sehingga berpengaruh terhadap tinggi residu tanaman dan usaha tani. Penggunaan fungisida dan insektisida pada bawang merah secara terjadwal 2-3 kali per minggu. Salah satu upaya menekan penggunaan pestisida ialah melalui pestisida nabati dan biokimia. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa pemberian asam salisilat
(SA) pada perlakuan tanaman
efektif mengendalikan jamur
Alternaria solani pada tomat dan tanaman lainnya (Spletzer and Enyedi, 1999). Pada dosis 200 µm SA memberi resistensi sistemik terhadap Alternaria solani dengan sistem hidroponik tanaman yang diinduksi. Menurut Weeta, (1992) bahwa dengan dosis 1000 µm SA dapat merangsang resistensi sistemik terhadap A. Cassia dengan sistem aplikasi penyemprotan kedaun. Pemberian Eksogen SA dan beberapa bahan kima seperti asam poliakrilat, asam asetil salisilat, 2, asam 6-dichloroisonicotinic, metil salisilat, benzothiadiazole derivatif, dan asam oksalat, dapat menyebabkan akumulasi terkait pada protein pathogenensis sehingga berakibat berkurangnya berbagai serangan penyakit pada tanaman (Gozzo, 2003). Pada Asam asetil salisilat ditemukan aktif sebagai antimikroba, resistensi teradap beberapa patogen tanaman, layu bakteri, busuk akar, penyakit layu dan penyakit jamur daun (Mandavia et al 2000; Marrero et al 1990 dan El-Mougy, 2004). Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai aspirin merupakan salah satu senyawa asetosal dan digolongkan kedalam obat-obatan heterogen secara kimia untuk kesehatan manusia. Dalam 1 tablet aspirin terkandung
0,324 g
Asam asetil salisilat (Furnis, 1989). Menurut El-Mougy (2004). Bahwa pemberian 3 g dosis ASA (Asam asetil salisilat) pada persemaian bunga Lupin dapat mengendalikan penyakit Rizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii. Asam asetil salisilat dapat mudah dicari farmasi dan apotik melalui resep dokter atau tanpa resep dokter dengan harga terjangkau. Oleh karena itu dilakukan peneliti tentang penggunaan asam asetil salisilat (biokimia) terhadap penyakit Alternaria porri (Trotol) Pada Tanaman Bawang Merah.
300
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
METODOLOGI Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Berastagi, Balai Penelitian Tanaman Sayuran dari
bulan April sampai Juni 2014. Kegiatan meliputi 1)
Persiapan lahan dan benih bawang merah, 2) Penanaman, 3) Perlakuan, dan 4) Pengamatan. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah Dosis pemberian asam asetil salisilat /(A) yang terdiri dari : A0 = Kontrol, A1 = Fungisida berbahan aktif Maneb 80% sebanyak 20 g/10 L (pembanding), A2 = Biokimia berbahan aktif asetil salisilat sebanyak 10 g/10 L, A3 = Biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat sebanyak 20 g/10 L, A4 = Biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat sebanyak 30 g/10L. Faktor kedua adalah Interval aplikasi (D) terdiri dari : D1 = sekali dalam seminggu D2 = sekali dalam dua minggu. Varietas umbi bawang merah yang digunakan adalah lokal dari Samosir. Jarak 20 cm x 20 cm. Jumlah tanaman setiap petak adalah 30 tanaman/perlakuan dengan sampel pengamatan 10 tanaman. Pemberian dolomite (2 ton/ha) pada saat pengolahan dan pembentukan
bedengan
sedangkan
pupuk
kandang
ayam
diberikan
100gr/lubang tanam diberikan setelah pemasangan mulsa. Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan yang dilakukan sebagai berikut : Pupuk dasar yang terdiri dari NPK 16-16-16, 3 sebanyak 500 Kg/ha, SP-36 sebanyak 200 Kg/ha, Kcl sebanyak 60 Kg/ha diberikan dua hari sebelum pemasangan mulsa pada bedengan sedangkan setengah dosis berikutnya diberikan pada saat tanaman berumur empat minggu, pengendalian penyakit Alternaria porri (Trotol) bawang merah menggunakan berbahan aktif
Maneb 80%, dan asam asetil salisilat
sesuai perlakuan. Untuk pengendalian hama bawang merah menggunakan bahan aktif
klorfirifos dengan dosis sesuai anjuran untuk tanaman bawang
merah. Perlakuan diberikan pada saat tanaman telah berumur 21 HST. Setiap petak perlakuan dipasang sungkup plastik. Penyemprotan air dilakukan pada pagi hari, sedangkan aplikasi perlakuan aspirin dan interval perlakuan diberikan sampai umur tanaman bawang merah mencapai 2,5 bulan. Peubah yang diamati (1) Persentase kerusakan tanaman oleh serangan penyakit A.porri (trotol) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Suhardi et al 1994 ) diamati pada umur 30 HST, 37 HST, 44 HST, 51 HST, 58 HST, dan 65 HST.
301
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
i
P
(nv) 0
ZxN
x100%
Keterangan : P = Tingkat kerusakan tanaman (%) n = Jumlah tanaman yang memiliki skoring yang sama v = Nilai yang menunjukkan kerusakan tanaman yaitu 0 = Tanaman yang sehat (tidak ada serangan) 1 = >0-≤10%, bagian daun terserang 2 = >10-≤20%, bagian daun terserang 3 = >20-≤40%, bagian daun terserang 4 = >40-≤60%, bagian daun terserang 5 = >60-≤100%, bagian daun terserang Z = Nilai kerusakan tertinggi (V=5) N = rumpun yang diamati 2) Tinggi Tanaman bawang merah diamati pada umur 30 HST, 37 HST, 44 HST, 51 HST, 58 HST, dan 65 HST. 3) Jumlah anakan (anakan) diamati pada umur 30 HST, 37 HST, 44 HST, 51 HST, 58 HST, dan 65 HST. 4) Produksi bawang merah dengan menimbang berat bawang merah (g)/rumpun yang dipanen dari setiap plot perlakuan yang diamati pada saat panen. Data
hasil
pengamatan
dianalisis
secara
statistik
dan
perbedaan
antarperlakuan diuji menggunakan uji jarak duncan untuk mengetahui respon perlakuan pada tanaman bawang merah terhadap penyakit tanaman trotol.
HASIL DAN PEMBAHASAN Data persentase kerusakan tanaman, tinggi tanaman, jumlah anakan dan produksi pada bawang merah dapat dilihat pada masing-masing pengamatan. Persentase Kerusakan Tanaman (%) Analisis hubungan antara perlakuan dosis asam asetil salisilat dan interval perlakuan dengan persentase kerusakan tanaman. Adanya pertanaman terinfeksi oleh jamur Alternaria torri terlihat pada waktu 44 HST, perbedaan pengaruh aplikasi dosis asam asetil salisilat ditemukan pada umur 44 HST hingga 65HST, sedangkan interval perlakuan memberi pengaruh nyata tampak pada umur 51 HST dan 58 HST. Analisis data dapat dilihat pada Tabel 2.
302
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
Tabel 2. Persentase Kerusakan Tanaman Bawang Merah (%) setelah aplikasi perlakuan dosis asam asetil salisilat dan Interval perlakuan (Tabel. 2 Percentage shellot Damage plant (%) after application of acetyl salicylic acid treatment dose and treatment interval) Faktor Perlakuan (Treatment Factor)
Umur Tanaman Bawang Merah (Age Plant of Shellot)
30 HST Dosis Asam Asetil Salisilat (A) A0 = Kontrol 4,79 tn
37 HST
44 HST
51 HST
58 HST
65 HST
5,43 tn
6,50 b
8,86 b
22,99 c
43,19 c
A1 = Fungisida berbahan 3,79 tn aktif Maneb 80% 20 g/10 L
4,69 tn
5,46 ab
7,45 ab
16,86 bc 31,3 bc
A2 = Biokimia berbahan 3,55 tn aktif asam asetil salisilat 10 g/10 L
4,61 tn
5,25 a
7,10 a
16,13 a
A3 = Biokimia berbahan 3,60 tn aktif asam asetil salisilat 20 g/10 L
4,47 tn
5,27 ab
7,50 ab
16,38 ab 31,18 ab
A4 = Biokimia berbahan 3,61 tn aktif asam asetil salisilat 30 g/10 l
4,52 tn
5,48 ab
7,56 ab
16,32 ab 31,12 ab
Interval Perlakuan
3,56 tn
4,12 tn
5,35 tn
7,41 a
17,04 a
32,89 tn
D1 =1 x 1 minggu
4,18 tn
4,01 tn
5,81 tn
8,02 b
18,43 b
34,11 tn
9,79
9,54
30,75 a
D2 = 1 x 2 minggu KK9 ( %)
19,16
20,78
11,37
6,94
Keterangan: tn (ns) = tidak berbeda nyata (not significant) n(s) = berbeda nyata (significant).
Persentase kerusakan tanaman bawang merah beragam di setiap petak perlakuan, walau demikian serangan ini tidak menyebabkan tanaman mati sampai panen. Pengamatan umur 44 HST dan 51 HST menunjukkan bahwa pemberian dosis asam asetil salisilat pada perlakuan A2 menghasilkan rataan persentase kerusakan tanaman berbeda nyata dengan A0, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3, A4 dan A1. Rataan persentase kerusakan tanaman tertinggi pada masing-masing pengamatan umur 44 HST dan 51 HST ditemukan pada A0 yaitu 6,50% dan 8,8%, diikuti perlakuan A4 yaitu 5,48% dan 7,56%, sedangan rataan persentase kerusakan tanaman terendah ditemukan pada perlakuan A2 dengan masing-masing 5,25% dan 7,10%. Ini menunjukkan dosis
303
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat dalam mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur Alternaria porri memiliki kemampuan hampir sama dengan pestisida berbahan aktif maneb 80%. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Shah (2003) bahwa asam salisilat dan asam jasmonic dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen. Dosis asam asetil salisilat pada perlakuan A2 di umur 58 HST dan 65 HST menghasilkan masing-masing rataan persentase kerusakan tanaman berbeda nyata dengan perlakuan A1 dan A0, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3 dan A4. Sedangkan pada setiap dosis asam asetil salisilat menunjukkan berbeda tidak nyata dengan perlakuan pembanding (fungisida) yaitu A1. Rataan persentase kerusakan tanaman tertinggi pada umur 58 HST dan 65 HST ditemukan pada perlakuan A0% dengan masing-masing 22,99% dan 43,19%, diikuti perlakuan A1 dengan masing-masing 16,86 % dan 31,3%, sedangkan rataan terendah pada perlakuan A2 dengan masing-masing yaitu 16,13% dan 30,75% diukuti perlakuan A4 dengan masing-masing 16,32% dan 31,2%. Hal ini diduga karena Asam asetil salisilat berfungsi sebagai indikator dalam mengubah racun didalam tanaman, meningkatkan protein tanaman. Hal ini dinyatakan Bakshi et al 2003 bahwa asetil salisliat menghasilkan PR-protein yakni asam amino, peroxida serta aktivitas kitinase dan ß-1,3-glucanase pada tanaman. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Zhang-ShiGong et al. (1999) yang menyatakan 1 g/l asam salisilat atau 2 g/l aspirin meningkatkan perkecambahan, protein peroxida didalam tanaman. Menurut Mandavia et al 2000 dalam dan El-Mougy, 2004 bahwa asam salisilat dan asam setil salisilat telah ditemukan aktif sebgai antimikrobia seperti bakteri atau jamur yang menyerang tanaman. Pada perlakuan Interval menunjukkan bahwa di umur 37 HST, 44 HST dan 65 HST menunjukkan tidak nyata terhadap rataan persentase kerusakan tanaman bawang merah, namun terlihat nyata ditemukan pada umur 51 HST dan 58 HST,
Interval perlakuan D1 menghasilkan rataan berbeda nyata dengan
perlakuan D2 terhadap persentase kerusakan tanaman bawang merah. Rataan persentase kerusakan tanaman tertinggi ditemukan pada perlakuan D2 dengan masing-masing 8,02% dan 18,43% dan terendah pada perlakuan D1 dengan masing-masing 7,41% dan 17,04%. Penggunaan interval pestisida atau biokima mempengaruhi efektivitas dalam mengendalikan phatogen yang menyerang tanaman.
304
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
Tinggi Tanaman (cm) Data analisis sidik ragam padaa perlakuan dosis asam asetil salisilat dan interval perlakuan disajikan di tabel 1. Dosis asam asetil salisilat memberi pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bawang merah ditemukan pada umur 58 HST dan 65 HST, sedangkan interval aplikasi perlakuan tidak memberi pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada setiap umur pengamatan. Tabel 1.Tinggi Tanaman Bawang Merah Biwa (cm) setelah aplikasi perlakuan dosis asam
asetil salisilat dan Interval perlakuan (Tabel.1 High Plant
Shallots (cm) after application of acetyl salicylic acid treatment dose and treatment interval) Faktor Perlakuan (Treatment Factor)
Umur Tanaman Bawang Merah (Age Plant of Shellot) 30 HST
37 HST
44 HST
51 HST
58 HST
65 HST
A0 = Kontrol
18,12 tn
22,59 tn
23,12 tn
32,14 tn
38,89 ab
39,61 a
A1 = Pembanding (Fungisida berbahan aktif Maneb 80%) 20 g/10 L
19,75 tn
23,08 tn
23,08 tn
33,36 tn
42,38 b
44,12 b
A2 = Biokimia berbahan aktif asam asetil 19,01 tn salisilat 10 g/10 L
22,09 tn
23,19 tn
33,03 tn
40,43 b
43,46 b
A3 = Biokimia berbahan aktif asam asetil 18,96 tn salisilat 20 g/10 L
23,07 tn
22,70 tn
30,11 tn
37,34 a
39,74 ab
A4 = Biokimia berbahan aktif asam asetil 19,22 tn salisilat 30 g/10 L
23,02 tn
23,02 tn
31,25 tn
38,47 ab
41,02 ab
Dosis Asam Asetil Salisilat (A)
Interval Perlakuan D1 =1 x 1 minggu
18,55 tn
22,30 tn
67,40 tn
32,29 tn
40,04 tn
41,66 tn
D2 = 1 x 2 minggu
19,01 tn
23,60 tn
70,60 tn
31,66 tn
39,37 tn
41,22 tn
KK (%)
9,17
7,64
7,21
8,48
6,92
6,55
tn(ns) = tidak berbeda nyata (not significant) n(s) = berbeda nyata (significant) Analisis dosis asam asetil salisilat menghasilkan variasi rataan tinggi tanaman pada umur 58 hari setelah tanam (HST). Rataan tinggi tanaman pada taraf A3 berbeda nyata dengan perlakuan dosis asam asetil salisilat A2 dan perlakuan pembanding A1, namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan A0 dan A4. Pada dosis asam asetil salisilat yang ditingkatkan taraf A2 terlihat
305
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
berbeda tidak nyata dengan A1 sebagai pembanding yaitu fungisida berbahan aktif maneb. Rataan tertingi tinggi tanaman bawang merah diperoleh pada perlakuan A1 yaitu 42,12cm diikuti A2 yaitu 40,43 cm dan A4 yaitu 39,37 cm. Hal ini diduga dosis asam asetil salisilat yang diberikan sesuai bagi tanaman, sehingga dapat merangsang peningkatan protein tanaman disisi lain memiliki hubungan dengan katabolisme auxin maupun sitokinin pada tanaman. Hal ini didukung oleh pendapat shetti et al
dan Walter et al 1997 bahwa asam asetil salisilat
meningkatkan pembentukan tunas dan tinggi tanaman melalui sitokinin dan auksin. Pengamatan umur 65 HST rataan tinggi tanaman bawang merah pada perlakuan pembanding (A0) memiliki perbedaan nyata dengan perlakuan A3 dan A0, namun berbeda tidak nyata perlakuan A2 dan A4, sedangkan antar dosis asam asetil salisilat pada perlakuan A2 dan A4 menunjukkan berbeda tidak nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan A3. Rataan tertingi tinggi tanaman bawang merah diperoleh pada perlakuan A1 yaitu 44,12 cm diikuti A2 yaitu 43,46 cm dan A4 yaitu 41,22 cm. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada
perlakuan asam asetil salisilat
merangsang auxin pada tanaman bawang merah dalam pembelahan dan pemanjangan sel serta sitokinin dalam merangsang sintesis protein tanaman untuk mensisntensis substansi lain. Menurut Karjadi dan Buchory 2007 pola pertumbuhan tanaman merupakan hasil
antara auksin dan sitokinin didalam
tanaman. Jumlah Anakan Bawang Merah per Rumpun Bawang merah merupakan komoditas sayuran unggul Indonesia, namun produksi akan menurun apabila diluar musim. Hal ini disebabkan lingkungan yang kurang mendukung sehingga tingginya resiko kegagalan panen. Penangan permasalah penyakit bawang merah dapat melalui pemberian pestisida dengan interval waktu pemberian. Interval perlakuan memberi pengaruh terhadap proses pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.
306
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
Tabel 3. Jumlah anakan Tanaman Bawang Merah (anakan) setelah aplikasi perlakuan dosis asam asetil salisilat dan Interval perlakuan Faktor Perlakuan (Treatment Factor) 30 HST
Umur Tanaman Bawang Merah (Age Plant of Shellot) 37 HST 44 HST 51 HST 58 HST 65 HST
A0 = Kontrol
3,52 tn
4,03 tn
5,13 tn
6,00 tn
6,33 tn
7,97 tn
A1 = Fungisida berbahan aktif Maneb 80% 20 g/10 L
3,98 tn
4,50 tn
5,17 tn
6,37 tn
6,87 tn
8,37 tn
A2 = Biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat 10 g/10 L
4,14 tn
4,77 tn
5,03 tn
6,23 tn
6,77 tn
8,47 tn
A3 = Biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat 20 g/10 L
4,01 tn
3,80 tn
4,77 tn
6,13 tn
6,33 tn
8,27 tn
A4 = Biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat 30 g/10 l
3,73 tn
3,87 tn
4,77 tn
6,10 tn
6,30 tn
7,63 tn
D1 =1 x 1 minggu
3,82 tn
4,15 tn
5,20 b
6,56 b
7,01 b
8,47 tn
D2 = 1 x 2 minggu
3,67 tn
3,68 tn
4,59 a
5,77 a
6,03 a
7,81 tn
KK (%)
11,03
15,99
13,99
16,35
14,61
14,11
Dosis Asam Asetil Salisilat (A)
Interval Perlakuan
Keterangan: tn(ns) = tidak berbeda nyata (not significant) n(s) = berbeda nyata (significant)
Berdasarkan analisis data statistik menunjukkan perlakuan dosis asam asetil salisilat tidak memberi pengaruh nyata terhadap jumlah anakan bawang merah, sedangkan pada interval perlakuan menujukkan pengaruh nyata pada umur 44 HST, 51 HST dan 58 HST. Rataan jumlah anakan pada interval pemberian perlakuan sekali dalam dua minggu berbeda nyata dengan sekali seminggu. Pada umur 44 HST, 51 HST dan 58 HST rataan jumlah anakan bawang merah terbanyak di peroleh pada perlakuan D1 dengan masing- masng 5,20 rumpun, 6,56 rumpun dan 7,01 rumpun. Hal ini diduga karena jadwal intensif penyemprotan masih minimum sekali dalam seminggu sehingga serangan penyakit pada bawang merah telah diatas abang pengendalian. Persentase
serangan
hama
dan
penyakit
tinggi
dapat
menyebabkan
terganggunya pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, sehingga hasil diperoleh menjadi turun bahkan gagal panen. Menurut hasil moekasan et al 2012, bahwa pada perlakuan sistem kalender (interval) penyemprotan fungisida dilakukan secara intensif 3 hari sekali, dan bila jumlah interval penyemprotan 68% maka hasil panen dengan parameter jumlah anakan tinggi.
307
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
Produksi Umbi (g/rumpun) Bawang merah dipanen pada umur 60 HST dan hasilnya disajikan pada tabel 4. Dari aspek produksi dalam analisis data menunjukkan dosis asam asetil salisilat memberi pengaruh nyata terhadap produksi umbi bawang merah, sedangkan interval perlakuan menunjukkan tidak nyata dan tidak terjadi interaksi. Tabel 4. Produksi umbi tanaman bawang merah (g) setelah aplikasi perlakuan dosis asam asetil salisilat dan Interval perlakuan Faktor Perlakuan (Treatment Factor)
Bobot umbi Bawang (g/rumpun)
Dosis Asam Asetil Salisilat (A) A0 = Kontrol
35,51 b
A1 = Fungisida berbahan aktif Maneb 80% 20 g/10 L
57,66 a
A2 = Biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat 10 g/10 L
56,58 ab
A3 = Biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat 20 g/10 L
54,14 ab
A4 = Biokimia berbahan aktif asam asetil salisilat 30 g/10 l
52,16 ab
Interval Perlakuan D1 =1 x 1 minggu
52,11 tn
D2 = 1 x 2 minggu
50,31 tn
KK (%)
16,67
Keterangan: tn(ns) = tidak berbeda nyata (not significant) n(s) = berbeda nyata (significant).
Rataan produksi bawang merah dari hasil analisi sidik ragam memiliki perbedaan nyata, pada perlakuan pembanding (fungisida) yaitu A1 terhadap perlakuan A0, namun berbeda tidak nyata terhadap perlakuan dosis asam asetil salisilat yaitu A2,A3 dan A4, demikian juga pada perlakuan antar dosis asam asetil salisilat menunjukan berbeda tidak nyata terhadap produksi bawang merah. Rataan produksi bawang merah tertinggi ditemukan pada perlakuan A1 yaitu 57,66 g diikuti dengan perlakuan A2 yaitu 56,58 g dengan selisih mencapai 1,08 g sedangkan rataan produksi umbi terendah ditemukan pada perlakuan A0 yaitu 35,51 g. Rendahnya produksi umbi di waktu panen disebabkan berbagai faktor antara lain asal benih sembarangan, penerapan teknologi budidaya seperti pemupukan yang tidak seimbang, pengendalian hama dan penyakit yang tidak
308
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
intensif serta kondisi lingkungan tidak mendukung. Penyakit yang menyerang daun-daun bawang merah seperti penyakit trotol yang disebabkan cendawan Alternaria porri akan berdampak terhadap proses fotosintesis, pembentukan protein tanaman, serta produksi. Daun-daun bawang merah yang terserang lambat laun mati apabila tidak dikendalikan. Menurut Suhardi et al 1994, bahwa penyakit trotol dapat menimbukan kerugian secara ekonomi jika serangan telah mencapai 10%.
Pendapat
ini didukung oleh
Napitupulu,
2010 bahwa
mendapatkan jumlah an bobot umbi bwang merah yang dihasilkan tinggi maka pertumbuhan tanaman harus baik dan sehat.
KESIMPULAN Tidak terdapat interaksi antar perlakuan dosis asam asetil salisilat dengan interval perlakuan terhadap semua peubah. Dosis asam asetil salisilat pada dosis 10 g/10 L dapat menekan serangan penyakit trotol yang disebabkan cendawan Alternaria porri, memiliki jumlah anakan dan produksi umbi hampir sama dengan hasil dari perlakuan fungisida. Interval perlakuan memberi pengaruh nyata terhadap jumlah anakan dan persentase serangan penyakit, dengan hasil perlakuan D1terbaik dibandingan perlakuan D2. Pada perlakuan dosis asam asetil salisilat diperoleh hasil jumlah anakan dan persentase kerusakan tanaman terbaik ditemukan pada perlakuan A2 dengan masingmasing 7,47 anakan dan 30,75 %, sedangkan tinggi tanaman dan produksi umbi ditemukan pada perlakuan A1 dengan masing-masing 44,12 cm dan 57,66 g.
DAFTAR PUSTAKA BOKSHI, AI., S.C. MORRIS and B.J. DEVERALL, 2003. Effects of benzothiadiazole and acetylsalicylic acid on -1,3-glucanase activity and disease resistance in potato. Plant Pathology. 52: 22-27 El- Mougy N,S, 2004, Preliminary evaluation of salicylic acid efficacy from controlling root rot disease of lupin under green house conditions. Egypt J.phytopathol. Vol 32 N0 1-2 pp 11-21 Gozzo, F, 2003, Sytemic acquired resistence in crop protection from nature to a chemical approach, J. Agric Food Chem. 51 :pp 4487-4503. Hendro w, Celina M, Mello, M.A Manzano and eny I,S Floh, 1997, Enchancement of steam elongation and flower bud regeneration by salicylic acid. R. Bras Fisiol Veg 9(2): 139-142.
309
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
Karjadi A K, Buchory A, 2007. Pengaruh NAA dan BAP terhadap pertumbuhan jaringan meristem bawang putih pada media BS J. Hort. 17. 3 : 217-223. Moekasan, TK, Suryaningsih, E. Sulastrini, I Gunadi, N, Adiyoga, W. Hendra, A.Martono M A & Karsum, 2004, Kelayakan teknis dan ekonomis penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada sisitem tanaman tumpanggilir bawang merah dan cabai. J. Hort. Vol, 14 no. 3 hlm 1882003. Moekasan TK, Basuki, RS & Prabaningrum L, 2012. Penerapan ambang pengendalian organisme penggangu tumbuhan pada budidaya bawang merah dalam upaya mengurangi penggunaan pestisida, J. Hort 22(1) : hlm 47-56. Mandavia, M.K.; Khan, N.A.; Gajera, H.P.; Andaria, J.H. and Parameswaram, M. 2000. Inhibitory effects of phenolic compounds on fungal metabolism in hostpathogen interactions in Fusarium wilt of cumin. Allelopathy J., 7: 8592. Marrero, N.; Fernandez, T.; Caballero, O.; Rivero, M. and Lopez, M. 1990. Induction of antiviral factors in kidney beans var. Bolita 42. Ciencias- dela Agricultura, 43: 17-21. Shah, J. 2003. The salicylic acid loop in plant defense. Curr. Opin. Plant Biol. 6:365-371. Shetti, K, Shetti G, a Nakazaki, I, Yoshioka K, Asano Y & Osawa K, 1992, Stimulatio of benzyladenine induced in vitro shoot organogenesis in cucumis meto l by proline salicylic acid and aspirin. Plant Sciences 64 : 193-199 Spletzer, M E and A,J Enyedi 1999, Salicylic acid induces resistance to alternaria solani in hyroponically grown tomato. Phytopathology 89 : 722-727. Suhardi, 1998, Pengaruh penyemprotan awal fungisida terhadap intensitas penyakit pada beberapa varietas bawang merah, J. Hort 8(1): hlm 10211030. Suhardi, T, Koestoni & Soetiarso, AT, 1994, Pengujian teknologi pengendalian hama terpadu pada tanaman bawang merah berdasarkan ambang kendali dan modifikasi tipe nozzle alat semprot. Bul penel Hor. Vol 26 No 4 hlm 10-17. Weee, J,D, 1992, Induced sytemic resistence to alternaria cassiae in sicklepod physiol mol. Plant Pathol. 40 : 437-445.
310