PENGETAHUAN PEKERJA DAN PENGURUS TEMPAT PENIMBUNAN KAYU TRADISIONAL TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
ARNALDO PRATAMA LUKMAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengetahuan Pekerja dan Pengurus Tempat Penimbunan Kayu Tradisional terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Arnaldo Pratama Lukman NIM E14090096
ABSTRAK ARNALDO PRATAMA LUKMAN. Pengetahuan Pekerja dan Pengurus Tempat Penimbunan Kayu Tradisional terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dibimbing oleh EFI YULIATI YOVI. Kegiatan di bidang kehutanan seperti di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) merupakan kegiatan yang rentan akan kecelakaan kerja. Rendahnya pemahaman tentang pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat memperbesar risiko terjadinya kecelakaan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi lingkungan kerja di TPK serta menilai pengetahuan pekerja dan pengurus TPK terhadap K3. Data diperoleh dengan wawancara langsung dari kuisioner dengan menggunakan skala Likert kepada seluruh responden dan pengamatan langsung di lapangan. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan nilai setiap responden. Data yang telah didapat dari analisis deskriptif diolah dengan mencari selisih antara pengetahuan responden dengan penilaian berdasarkan standar yang akan dianalisis menggunakan uji Wilcoxon. Pengamatan kondisi lingkungan kerja di TPK menunjukkan nilai iklim kerja, kebisingan, debu masih melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di tempat kerja. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pengetahuan responden termasuk dalam kategori sangat buruk dalam topik (1) informasi dasar K3, (2) alasan dan manfaat K3, (3) hak dan kewajiban pekerja dan pengurus, (4) informasi dasar sumber bahaya, dan (5) informasi nilai ambang batas. Pengetahuan seluruh responden bersifat overestimate yang berarti responden mengira dirinya telah mempunyai pengetahuan yang baik terhadap aspek K3 tetapi sebenarnya tidak. Strategi peningkatan pengetahuan K3 bagi pekerja dan pengurus dapat dilakukan dengan mengadopsi temuan tersebut di atas. Kata kunci: K3, lingkungan kerja, nilai ambang batas, TPK
ABSTRACT ARNALDO PRATAMA LUKMAN. Workers and Managers Knowledges of Traditional Log Yard to Occupational Safety and Health (OSH). Supervised by EFI YULIATI YOVI. Forestry activities like log yard is an activity that is prone to accidents. Poor understanding about the importance of Occupational Safety and Health (OSH) can increase the risk of accidents. This study aims to describe working conditions in log yard and assess knowledge log yard workers and log pond managers to OSH. Data obtained by direct interviews from the questionnaire using a Likert scale for all respondents and direct observation in the field. Data were processed and analyzed descriptively to get the value of each respondent. Data that has been obtained from the analysis of descriptive processed by finding the difference between the knowledges of the respondents with an assessment based on standards that will be analyzed using the Wilcoxon test. Observations
the work environment in log yard showed the value of work climate, noise, and dust were exceeding the allowable threshold value as was stated by Regulations of the Minister of Labor and Transmigration in 2011 about a Threshold Value of Physical Factors and Chemical Factors in The Workplace. The results also showed that the knowledge of the respondents were in very bad category in this topic of (1) OSH basic information, (2) OSH reasons and benefits, (3) rights and obligations of workers and managers, (4) the basic source of dangers information, and (5) the information of threshold value. Knowledge of all respondents were overestimate mean that the respondents count itself has a good knowledge on OSH aspect but they did not actually. Strategies for increasing workers and managers knowledges on OSH aspect can be done by adopting the abovementioned findings. Keywords: OSH, work environment, threshold value, log yard
PENGETAHUAN PEKERJA DAN PENGURUS TEMPAT PENIMBUNAN KAYU TRADISIONAL TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
ARNALDO PRATAMA LUKMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pengetahuan Pekerja dan Pengurus Tempat Penimbunan Kayu Tradisional terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nama : Arnaldo Pratama Lukman NIM : E14090096
Disetujui oleh
Dr. Efi Yuliati Yovi, S. Hut, M. Life. Env. Sc Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M. Sc. F. Trop Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia–Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 sampai bulan Juli 2013 ini ialah Pengetahuan Pekerja dan Pengurus Tempat Penimbunan Kayu Tradisional terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Iin Ichwandi, M. Sc. F. Trop selaku pembimbing akademik, Ibu Dr. Efi Yuliati Yovi, S. Hut, M. Life. Env. Sc selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan untuk kegiatan penelitian ini dan Bapak Ir. Siswoyo, MSi selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran dan perbaikan skripsi. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2014 Arnaldo Pratama Lukman
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian METODE Tempat dan Waktu Alat Pelaksanaan Penelitian Pengamatan Penelitian Prosedur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Kondisi Fisik Lingkungan Kerja Karakteristik Pekerja dan Pengurus Hasil Penilaian terhadap Pekerja Hasil Penilaian terhadap Pengurus Topik K3 yang Perlu Mendapatkan Perhatian SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
ix ix ix 1 1 2 2 2 3 3 3 3 4 4 6 6 8 10 13 13 17 17 17 18 20 22
DAFTAR TABEL 1 Kriteria penilaian dalam skala Likert 2 Hasil pengamatan iklim kerja 3 Hasil pengamatan kebisingan 4 Hasil pengamatan debu 5 Karakteristik responden 6 Nilai SA dan CBA untuk pekerja 7 Hasil uji Wilcoxon untuk pekerja 8 Nilai SA dan CBA untuk pengurus 9 Hasil uji Wilcoxon untuk pengurus 10 Hasil penilaian topik untuk pekerja 11 Hasil penilaian topik untuk pengurus 12 Hasil uji Wilcoxon antara pengurus dan pekerja
5 7 7 8 8 10 11 13 14 15 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir 2 Pekerja memanggul kayu yang berat
4 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuisioner
20
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mempunyai manfaat yang besar bagi makhluk hidup terutama manusia. Pemanfaatan hutan adalah bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal, berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya (Silaen 2008). Salah satu kegiatan dari pemanfaatan hasil hutan kayu yaitu dengan memasarkan kayu dari hutan di Tempat Penimbunan Kayu (TPK). Di TPK Jepara terdapat pengurus dan pekerja yang biasanya berjumlah 1 pengurus dan 5 pekerja per TPK. Mayoritas kayu yang ada di TPK Jepara yaitu kayu jati kelas A2. Pengurus bertugas melayani pembeli yang ingin membeli kayu yang ada di TPK. Setelah sepakat dengan jumlah kayu yang ingin dibeli, maka kayu akan dikirim ke tempat pembeli dengan menggunakan mobil bak terbuka atau truk. Pekerja mengangkut kayu ke mobil bak terbuka atau truk dengan jumlah yang diinginkan oleh pembeli. Jenis kegiatan dan karakter pekerja di TPK tradisional Jepara dapat dianggap mewakili kondisi keselamatan pekerja yang ada di TPK tradisional seluruh Indonesia. Dalam kegiatan mengangkut kayu di TPK terdapat risiko kecelakaan kerja yang dapat terjadi. Maka dari itu, sangat penting bagi para pekerja dan pengurus untuk memahami Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). K3 adalah ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja (Husni 2003). Tujuan dari K3 adalah melindungi kesehatan dan keamanan tenaga kerja, meningkatkan efisiensi kerja, dan mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pekerjaan di bidang kehutanan merupakan jenis pekerjaan berbahaya yang memiliki berbagai kendala seperti lingkungan kerja yang sulit, pekerjaan fisik yang berat (yang sering melebihi batas kapasitas kerja pekerja kehutanan), dan risiko kecelakaan kerja yang tinggi (Yovi 2007). K3 belum banyak diperhatikan oleh pengurus dan pekerja padahal K3 sangat penting untuk melindungi pekerja agar tidak terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Observasi pada beberapa hutan di Indonseia menunjukkan pekerjaan kehutanan yang tidak aman walaupun terdapat peraturan dan rekomendasi yang berhubungan dengan perlindungan K3. Kurangnya perhatian terhadap K3 disebabkan kurangnya motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan cara yang benar (Yovi 2009). Pekerja seharusnya menggunakan alat pelindung diri saat bekerja untuk memperkecil risiko terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan bukan suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja atau karena persoalan nasib. Faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor manusia. Faktor teknis biasanya
2
menyangkut peralatan yang digunakan, ventilasi yang buruk, dan buruknya lingkungan kerja. Faktor manusia biasanya dikarenakan sifat pekerja yang ceroboh, tidak mampu menjalankan tugas dengan baik, dan mengantuk (Sirait 2006). Faktor manusia merupakan faktor yang sangat rentan terhadap kecelakaan kerja. Beberapa penelitian berhasil mengidentifikasi beberapa faktor manusia yang menyebabkan kecelakaan kerja yaitu umur, kemampuan, pengalaman, obat–obatan, kelelahan, dan motivasi kerja (Maurits dan Widodo 2008). Dalam penerapan K3 di TPK terdapat beberapa hambatan yaitu pekerja masih banyak yang tidak menuntut jaminan K3 karena sumber daya manusia yang rendah dan pengurus hanya memikirkan keuntungan yang besar sehingga tidak memikirkan perlindungan K3 bagi pekerja. Perlindungan tenaga kerja dari bahaya dan penyakit akibat kerja sangat dibutuhkan oleh pekerja agar pekerja merasa aman dan nyaman dalam bekerja. Pelaksanaan K3 merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sangat penting karena mempengaruhi keselamatan, kesehatan, produktivitas, dan kesehatan tenaga kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya dengam memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang akibat kecelakaan kerja (Heni 2011). Tenaga kerja yang sehat akan bekerja produktif sehingga diharapkan produktivitas kerja pekerja meningkat dan dapat mendukung keberhasilan suatu usaha.
Tujuan Penelitian Menggambarkan kondisi lingkungan kerja di TPK dan menilai pengetahuan pengurus dan pekerja terhadap K3.
Hipotesis Kondisi lingkungan kerja di TPK buruk dan tingkat pengetahuan pekerja dan pengurus terhadap K3 buruk.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk menyusun strategi agar meningkatkan perlindungan K3.
3
METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di TPK tradisional Jepara, Desa Karang Kebagusan, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Penelitian dilakukan dari bulan Juni sampai Juli 2013.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kuisioner, alat tulis, alat perekam, laptop, perangkat lunak Microsoft Word 2007, perangkat lunak Microsoft Excel 2007, perangkat lunak SPSS versi 20, QUESTemp 34, Sound Level Meter/Center 321–RS 232, HAZ–DUST (Particulate Air Monitoring Equipment) model EPAM–5000, dan kamera.
Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian diawali dengan pengamatan kondisi fisik lingkungan kerja di TPK meliputi iklim kerja yang diukur menggunakan alat QUESTemp 34, kebisingan yang diukur menggunakan alat Sound Level Meter/Center 321-RS 232, dan debu yang diukur menggunakan alat HAZDUST (Particulate Air Monitoring Equipment) model EPAM-5000. Kegiatan pengamatan kondisi fisik lingkungan kerja dilakukan dengan bantuan dari Hiperkes Semarang. Untuk mengetahui pengetahuan pengurus dan pekerja terhadap K3, maka digunakan alat kuisioner. Kuisioner berisikan hal-hal yang berkaitan dengan K3. Di dalam kuisioner juga dibagi menjadi dua tipe pertanyaan yaitu self assessment (SA) dan control–based assessment (CBA). SA merupakan penilaian responden terhadap dirinya sendiri. CBA merupakan penilaian peneliti terhadap jawaban dari responden berdasarkan standar yang ada. Jumlah pertanyaan yang ada di kusioner yaitu 38 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di kuisioner lalu dikelompokkan menjadi 11 topik. Untuk mendapatkan jawaban dari responden, maka dilakukan wawancara secara langsung terhadap responden. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan membagi responden menjadi pekerja dan pengurus. Untuk mendapatkan responden dari pekerja dan pengurus maka digunakan teknik accidental sampling yang merupakan teknik sampling non–probabilitas yang menyeleksi contoh dari orang–orang atau poin–poin yang sudah ada dan cocok (Soegoto 2008). Seorang ahli statistik, Bailey, menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data statistik, ukuran contoh minimum adalah 30 (Arifin 2008). Dengan ketentuan ukuran contoh minimum adalah 30 orang, maka responden dalam penelitian ini berjumlah 60 orang yang terdiri dari 30 pengurus dan 30 pekerja TPK. Setelah didapatkan dari hasil kuisioner, maka dilihat juga kondisi lingkungan kerja
4
yang ada di TPK. Pengamatan kondisi lingkungan kerja meliputi tingkat kebisingan, debu, dan iklim kerja
Pengamatan Penelitian Pengamatan penelitian dilakukan terhadap kondisi fisik lingkungan kerja kemudian selisih nilai SA dengan nilai CBA setiap pertanyaan untuk melihat apakah responden tersebut overestimate, underestimate, atau tidak overestimate dan underestimate. Pengamatan juga dilakukan terhadap nilai SA dan nilai CBA yang ada dengan menggunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata atau tidak.
Prosedur Analisis Data Analisis data tentang kondisi fisik lingkungan kerja yaitu dengan mencari nilai rata-rata dari data yang didapatkan untuk iklim kerja, kebisingan, dan debu. Analisis data untuk hasil kuisioner dilakukan dengan analisis deskriptif yang bertujuan mengubah kumpulan data mentah menjadi mudah dipahami dalam bentuk yang lebih ringkas. Kerangka pikir dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 1. Observasi lapang
Pengumpulan data dari kuisioner
Pengamatan kondisi lingkungan kerja
Analisis deskriptif dan uji Wilcoxon
Pengukuran nilai kondisi fisik lingkungan kerja
Mengetahui tingkat pengetahuan responden terhadap K3
Mengetahui kondisi fisik lingkungan kerja di TPK
Menentukan strategi untuk meningkatkan pengetahuan responden terhadap K3 Gambar 1 Kerangka pikir
5
Pengolahan data selanjutnya memasukkan nilai SA dan CBA setiap responden terhadap 38 pertanyaan yang ada. Dari 38 pertanyaan yang ada dikelompokkan menjadi 11 topik yaitu terdapat 3 pertanyaan tentang informasi dasar K3, 3 pertanyaan tentang alasan dan manfaat K3, 2 pertanyaan tentang hak dan kewajiban pengurus dan pekerja TPK, 7 pertanyaan tentang persiapan dasar tenaga kerja, 4 pertanyaan tentang risiko dalam bekerja, 3 pertanyaan tentang informasi dasar sumber bahaya, 4 pertanyaan tentang informasi alat pelindung diri, 2 pertanyaan tentang bahaya yang dapat terjadi dalam mengangkut kayu, 3 pertanyaan tentang informasi dasar nilai ambang batas, 4 pertanyaan tentang informasi dasar kebisingan, 3 pertanyaan tentang informasi debu. Untuk menilai SA digunakan skala Likert. Skala Likert yaitu skala pengukuran ordinal yang menentukan tingkat persetujuan seseorang terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Skala Likert dapat mengukur tanggapan positif atau negative terhadap suatu pernyataan. Pilihan yang tersedia umumnya menggunakan lima angka penilaian yaitu: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, dan (5) sangat setuju (Likert 1932). Dalam penelitian ini menggunakan interval nilai 1 sampai 5 dengan keterangan: 1 = sangat tidak tahu, 2 = tidak tahu, 3 = cukup tahu, 4 = tahu, 5 = sangat tahu. Setelah data diperoleh, kemudian mencari rataan untuk mengetahui nilai setiap responden dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: Xi = nilai masing–masing pertanyaan dalam skala Likert (1–5) N = jumlah pertanyaan Untuk melakukan pengelompokan nilai rataan maka ditentukan terlebih dahulu intervalnya dengan menggunakan rumus:
Setelah mengetahui nilai intervalnya, kemudian dibuat kriteria penilaian sebagai berikut: Tabel 1 Kriteria penilaian dalam skala Likert Interval Nilai >4,20–5,00 >3,40–4,20 >2,60–3,40 >1,80–2,60 1,00–1,80
Tingkat Pemahaman Sangat Baik Baik Cukup Buruk Sangat Buruk
6
Cara untuk menentukan kriteria penilaian dalam CBA juga mengikuti dengan cara SA yang sudah dijelaskan di atas. Setelah didapatkan data hasil SA dan CBA setiap pertanyaan, maka dicari selisih antara CBA dengan SA setiap pertanyaan dengan menggunakan rumus:
Selisih CBA dan SA = CBA–SA Keterangan: 1. Jika selisih CBA dan SA bernilai negatif, maka responden tersebut overestimate 2. Jika selisih CBA dan SA bernilai positif, maka responden tersebut underestimate 3. Jika selisih CBA dan SA bernilai nol, maka responden tersebut tidak overestimate dan underestimate Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata atau tidak, maka dilakukan uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon merupakan pengujian yang dapat menunjukkan besar perbedaan untuk mengetahui apakah benar–benar terdapat perbedaan pada data ordinal pasangan yang ada (Harinaldi 2005). Uji Wilcoxon berfungsi untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara CBA dengan SA. Uji Wilcoxon dilakukan menggunakan SPSS versi 20. Langkah–langkah dalam melakukan uji Wilcoxon yaitu menggunakan langkah–langkah yang sudah baku (Djarwanto 1996).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan Kondisi Fisik Lingkungan Kerja Banyak TPK tradisional di Jepara menyatu langsung dengan penggergajian kayu. Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan terhadap beberapa aspek kondisi fisik lingkungan kerja. Pengamatan kondisi fisik lingkungan kerja meliputi iklim kerja, kebisingan, dan debu dilakukan dengan bantuan dari Hiperkes Semarang di dua tempat yang ada kegiatan penggergajian kayu yaitu TPK Sumber Jati dan TPK Sahabat Sejati. Berdasarkan Permenaketrans Nomor 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di tempat kerja, iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya. Nilai ambang batas untuk iklim dengan kategori kerja sedang dengan peraturan waktu kerja 75–100% yaitu 28 °C. Alat yang digunakan untuk mengukur iklim kerja yaitu QUESTemp 34.
7
Tabel 2 Hasil pengamatan iklim kerja
a
Nomor
Nama TPK
1 2
Sumber Jati Sahabat Sejati
Iklim Kerja Hasil Pengamatan (°C) 29,4 28,3
NAB (°C) 28a 28a
PERMENAKETRANS (2011), NAB: nilai ambang batas
Tabel 2 menunjukkan bahwa iklim kerja dari hasil pengamatan di 2 TPK melebihi nilai ambang batas. Iklim kerja yang melebihi nilai ambang batas pada lingkungan kerja dapat menimbulkan berbagai kondisi seperti gangguan perilaku pekerja, performansi kerja, dehidrasi, berkeringat, dan hilangnya garam natrium dari tubuh yang dapat menyebabkan kejang otot. Untuk menghindari gangguan tersebut yaitu dengan menciptakan sirkulasi udara yang baik sehingga sirkulasi udara berjalan dengan cepat (Cahyadi dan Kurniawan 2011). Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat–alat proses produksi dan atau alat–alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Nilai ambang batas kebisingan untuk waktu pemaparan 8 jam per hari adalah 85 dBA (Permenaketrans 2011). Alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan yaitu Sound Level Meter/Center 321–RS 232. Tabel 3 Hasil pengamatan kebisingan Kebisingan
a
Nomor
Nama TPK
1 2
Sumber Jati Sahabat Sejati
Hasil Pengamatan (dBA) 99,3 99,4
NAB (dBA) 85a 85a
PERMENAKETRANS (2011), NAB: nilai ambang batas
Tabel 3 menunjukkan bahwa kebisingan dari hasil pengamatan di 2 TPK melebihi nilai ambang batas. Kebisingan yang melebihi nilai ambang batas akan berdampak pada kesehatan para pekerja sehingga berpengaruh terhadap kinerja pekerja. Tingkat kebisingan yang dialami secara terus menerus oleh pekerja di area kerja dapat mengganggu kesehatan seperti ketulian bagi pekerja (Kholik dan Krishna 2012). Gangguan kesehatan akibat kebisingan dapat dihindari dengan memakai alat pelindung diri saat bekerja terutama ear plug. Debu yaitu partikel padat yang mempunyai ukuran lebih besar dari 0,0002 mikron dan lebih kecil dari 500 mikron (Sumardjo 2009). Pencemaran udara yang ada dalam kegiatan penggergajian kayu yaitu debu hasil dari penggergajian kayu. Nilai ambang batas debu untuk jenis kayu keras yaitu 1 mg/m3 (Permenaketrans 2011). Alat yang digunakan untuk
8
mengukur debu yaitu HAZ–DUST (Particulate Air Monitoring Equipment) model EPAM–5000. Tabel 4 Hasil pengamatan debu
a
Nomor
Nama TPK
1 2
Sumber Jati Sahabat Sejati
Debu Hasil Pengamatan (mg/m3) 4,780 1,572
NAB (mg/m3) 1a 1a
PERMENAKETRANS (2011), NAB: nilai ambang batas
Tabel 4 menunjukkan bahwa debu dari hasil pengamatan di 2 TPK melebihi nilai ambang batas. Debu yang melebihi niai ambang batas dapat menyebabkan terjadinya penyakit paru-paru (Sholihah et al. 2008). Pemeriksaan spirometri yang dilakukan Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kabupaten Jepara pada 2010 menunjukkan sebanyak 41% dari 237 pekerja mengalami gangguan fungsi pernafasan (Yovi et al. 2013). Penyakit yang ditimbulkan akibat banyak menghirup debu dapat dihindari dengan menggunakan alat pelindung diri terutama masker saat bekerja. Kondisi fisik lingkungan kerja yang buruk akan meningkatkan risiko gangguan K3.
Karakteristik Pekerja dan Pengurus Responden pada penelitian ini memiliki karakteristik yang berbedabeda dilihat dari jenis kelamin, pendidikan, usia, dan pengalaman kerja. Tabel 5 Karakteristik responden Nomor
Variabel
1
Jenis kelamin
2
Tingkat pendidikan
3
Usia
4
Pengalaman kerja
Kategori Laki-laki Perempuan SD SMP SMA S1 <15 tahun 15-64 tahun >64 tahun 1-5 tahun 6-10 tahun 11-19 tahun 20-29 tahun
Pekerja (%) 100 0 70 27 3 0 0 90 10 30 40 20 10
Pengurus (%) 73 27 10 23 57 10 0 100 0 44 23 23 10
9
Tabel 5 menunjukkan bahwa pengurus yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 73% (22 orang) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 27% (8 orang). Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan di bidang kehutanan dapat dikerjakan juga oleh perempuan. Untuk pekerja semuanya berjenis kelamin laki–laki. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap wawasan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka wawasannya akan semakin luas. Orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi dapat dengan sengaja maupun tidak sengaja menyebarluaskan pengetahuannya sewaktu mereka bergaul dalam masyarakat (Tarigan 2006). Dari responden yang ada, terdapat tingkat pendidikan yang berbeda–beda. Tabel 5 menunjukkan bahwa pekerja yang berpendidikan SD sebanyak 70% (21 orang), SMP sebanyak 27% (8 orang), dan SMA sebanyak 3% (1 orang). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas pekerja berpendidikan SD. Pengurus yang berpendidikan SD sebanyak 10% (3 orang), SMP sebanyak 23% (7 orang), SMA sebanyak 57% (17 orang), dan S1 sebanyak 10% (3 orang). Mayoritas pengurus berpendidikan SMA. Semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin tinggi tingkat pemahaman terhadap K3. Usia mempengaruhi produktivitas kerja seseorang yang berdampak terhadap pencarian kerja. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Setiawan (2010) bahwa usia yang semakin tua akan semakin sulit untuk mencari kerja dan tingkat produktivitas kerja dari golongan usia muda lebih baik dibanding golongan usia tua. Usia responden yang ada sangat bervariasi. Tabel 5 menunjukkan bahwa pekerja yang berusia di bawah 15 tahun tidak ada, yang berusia 15–64 tahun sebanyak 90% (27 orang), dan yang berusia di atas 64 tahun sebanyak 10% (3 orang). Masih ada pekerja yang berusia di atas 64 tahun bertentangan dengan ketentuan usia produktif yaitu usia 15–64 tahun (BPS Jakarta 2012). Pengurus yang berusia di bawah 15 tahun tidak ada, yang berusia 15–64 tahun sebanyak 100% (30 orang), dan yang berusia di atas 64 tahun tidak ada. Dapat disimpulkan bahwa usia seluruh pengurus masih termasuk dalam usia produktif. Produktivitas pekerja tidak hanya dinilai berdasarkan ketelitian dan kecermatan dalam mencatat segala sesuatu yang terkait, tetapi diperlukan pula pengalaman kerja dan pemahaman matang tentang perilaku kehidupan tenaga kerja (Dipohusodo 1996). Pengalaman kerja menjadi acuan bagi pekerja dan pengurus dalam memahami kegiatan yang ada di TPK. Tabel 5 menunjukkan bahwa pekerja yang sudah bekerja selama 1–5 tahun sebanyak 30% (9 orang), yang sudah bekerja selama 6–10 tahun sebanyak 40% (12 orang), yang sudah bekerja selama 11–19 tahun sebanyak 20% (6 orang), dan yang sudah bekerja selama 20–29 tahun sebanyak 10% (3 orang). Mayoritas pekerja memiliki pengalaman kerja selama 1–10 tahun. Pengurus yang sudah bekerja selama 1–5 tahun sebanyak 44% (13 orang), yang sudah bekerja selama 6–10 tahun sebanyak 23% (7 orang), yang sudah bekerja selama 11–19 tahun sebanyak 23% (7 orang), dan yang sudah bekerja selama 20–29 tahun sebanyak 10% (3 orang). Mayoritas pengurus memiliki pengalaman kerja selama 1–10 tahun. Semakin lama pengalaman bekerja diharapkan semakin tinggi tingkat kesadaran terhadap K3.
10
Hasil Penilaian terhadap Pekerja Untuk mengetahui tingkat pemahaman pekerja, maka dicari nilai ratarata SA dan CBA dari seluruh pekerja terhadap seluruh pertanyaan. Tabel 6 Nilai SA dan CBA untuk pekerja Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 a
Nilai SAa 2,53 2,67 2,53 4,00 2.,80 1,97 3,30 3,40 2,80 3,23 4,27 3,43 2,90 2,23 3,63 3,63 3,43 3,60 3,70 3,13 3,27 3,20 3,37 3,57 2,80 3,70 3,77 3,10 1,83 3,70 2,97 1,53 2,47 3,17 3,53 1,47 3,40 3,73
Nilai CBAa 2,17 1,47 1,10 1,70 1,30 1,00 1,33 1,90 1,20 2,40 2,67 2,23 1,60 2,20 2,67 3,37 1,87 1,20 1,00 2,23 1,40 3,13 2,13 2,10 1,67 1,13 2,87 1,83 1,00 2,40 2,13 1,00 2,13 2,13 2,33 1,00 3,37 3,00
Selisih CBA dan SA –0,36 –1,20 –1,43 –2,30 –1,50 –0,97 –1,97 –1,50 –1,60 –0,83 –1,60 –1,20 –1,30 –0,03 –0,96 –0,26 –1,56 –2,40 –2,70 –0,90 –1,87 –0,07 –1,24 –1,47 –1,13 –2,57 –0,90 –1,27 –0,83 –1,30 –0,84 –0,53 –0,34 –1,04 –1,20 –0,47 –0,03 –0,73
Kategori penilaian berdasarkan CBA Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Buruk Sangat Buruk Buruk Cukup Buruk Sangat Buruk Buruk Cukup Cukup Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Buruk Sangat Buruk Cukup Buruk Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Cukup Buruk Sangat Buruk Buruk Buruk Sangat Buruk Buruk Buruk Buruk Sangat Buruk Baik Cukup
nilai rata–rata dari 30 responden, SA: self assessment, CBA: control–based assessment
11
Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat 16 pertanyaan (42,11%) yang termasuk kategori penilaian sangat buruk, 15 pertanyaan (39,47%) yang termasuk kategori penilaian buruk, 7 pertanyaan (18,42%) yang termasuk kategori penilaian cukup. Mayoritas pekerja memiliki kategori yang sangat buruk dan buruk terhadap pertanyaan yang ada. Rendahnya persepsi pekerja di bidang kehutanan terhadap K3 juga dibuktikan oleh penelitian Salman (2009) bahwa dari seluruh responden yang bekerja di bidang penebangan terdapat 13 responden (68,4%) menyatakan tidak tahu tentang pemahaman dan penerapan K3. Seluruh 38 pertanyaan yang ada di kuisioner ternyata memiliki nilai selisih CBA dan SA yang negatif yang berarti penilaian yang dilakukan pekerja bersifat overestimate terhadap penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar (Tabel 6). Penilaian yang dilakukan responden di bidang kehutanan bersifat overestimate juga dibuktikan oleh penelitian Yovi (2009) dan Syakir (2011) bahwa responden yang merupakan pekerja di bidang penebangan memiliki nilai selisih CBA dan SA yang negatif yang berarti penilaian yang dilakukan pekerja bersifat overestimate terhadap penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar. Pekerja mengatakan mempunyai pengetahuan yang baik terhadap aspek K3 tetapi sebenarnya tidak. Signifikansi antara nilai CBA dan SA ditelusuri melalui uji Wilcoxon. Tabel 7 Hasil uji Wilcoxon untuk pekerja Nilai
CBA – SA
Z
–5,316
Asymp. Sig. (2–tailed)
0,0000001
α
0,01
Angka probabilitas dari CBA dan SA kurang dari 0,01 berarti bahwa pemahaman tentang K3 antara pengetahuan pekerja dengan penilaian menggunakan standar adalah berbeda nyata, artinya pengetahuan pekerja terhadap K3 belum sesuai dengan pengetahuan yang dituntut berdasarkan standar (Tabel 7). Banyak kejadian yang terjadi di lapangan menandakan bahwa memang pengetahuan para pekerja terhadap K3 masih kurang. Dalam kegiatan di lapangan seperti ditunjukkan pada Gambar 2, pekerja akan memanggul kayu sampai batas kemampuannya padahal ada batas maksimum untuk seseorang dalam mengangkut beban yaitu 23 kg (NIOSH 1994) (Gambar 2). Pekerja merasa kuat untuk memanggul kayu berdiameter 22 cm dan panjang 1,9 m yang setara dengan 50 kg dan menganggap batas 23 kg terlalu ringan dan tidak efektif dalam kegiatan memanggul kayu. Bahaya yang terjadi akibat mengangkat beban melebihi batas maksimum yaitu dapat menyebabkan keluhan muskuloskeletal yaitu keluhan pada bagian–bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit (Astuti 2007).
12
Pekerjaan dengan beban yang berat mengakibatkan pengerahan tenaga yang berlebihan dan postur tubuh yang salah seperti membungkuk menyebabkan risiko terjadinya keluhan muskuloskeletal dan kelelahan dini. Postur punggung terlalu membungkuk dan leher terlalu menunduk menyebabkan nyeri otot pada leher, bahu, punggung, dan pinggang. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi maka semakin tinggi pula risiko keluhan otot skeletal. Kegiatan yang monoton atau berulang–ulang dapat menyebabkan keluhan muskuloskeletal karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan relaksasi (Abdillah 2013). Hasil penelitian Prajawati (2012) tentang Rapid Entire Body Assessment (REBA) juga menunjukkan adanya keselarasan antara postur tubuh dengan keluhan dari pekerja.
Gambar 2 Pekerja memanggul kayu yang berat Pekerja tidak memakai alat pelindung diri saat mengangkut kayu karena merasa tidak nyaman jika memakai alat pelindung diri, sedangkan pekerja tidak tahu bahaya yang dapat terjadi jika tidak memakai alat pelindung diri. Pekerja sangat rawan akan kecelakaan kerja karena belum mengerti pentingnya kegunaan alat pelindung diri saat bekerja. Selain itu, belum seimbangnya antara jumlah alat pelindung diri dengan jumlah pekerja yang ada juga merupakan salah saru faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja (Fahrizi 2012). Jika terjadi kecelakaan kerja, maka yang rugi adalah pekerja tersebut dan pengurus juga mengalami kerugian materi karena kekurangan tenaga kerja. Pengurus bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang dialami oleh pekerja dengan menanggung biaya pengobatan. Seharusnya pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri akan diberikan sanksi tetapi untuk di TPK tidak ada sanksi yang diberikan.
13
Hasil Penilaian terhadap Pengurus Untuk mengetahui tingkat pemahaman pengurus, maka dicari nilai rata-rata SA dan CBA dari seluruh pengurus terhadap seluruh pertanyaan. Tabel 8 Nilai SA dan CBA untuk pengurus Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 a
Nilai Nilai SAa CBAa 2,87 2,73 3,23 1,90 3,17 1,30 4,00 1,87 3,33 1,87 1,90 1,03 3,83 1,90 3,53 1,70 3,03 1,67 3,27 2,90 3,47 2,20 3,17 2,73 2,77 1,87 2,60 2,57 3,77 2,77 3,80 3,47 3,17 2,67 3,40 1,07 3,47 1,13 3,67 3,00 3,80 1,33 3,00 2,73 3,40 1,93 4,17 2,73 2,73 2,17 3,00 1,20 4,03 2,80 3,37 2,63 1,80 1,10 3,57 2,00 3,53 1,93 1,83 1,07 2,13 1,87 3,63 1,87 3,73 2,50 1,70 1,10 3,70 2,50 3,87 3,00
Selisih CBA dan SA –0,14 –1,33 –1,87 –2,13 –1,46 –0,87 –1,93 –1,83 –1,36 –0,37 –1,27 –0,44 –0,90 –0,03 –1,00 –0,33 –0,50 –2,33 –2,34 –0,67 –2,47 –0,27 –1,47 –1,44 –0,56 –1,80 –1,23 –0,74 –0,70 –1,57 –1,60 –0,76 –0,26 –1,76 –1,23 –0,60 –1,20 –0,87
Kategori penilaian berdasarkan CBA Cukup Buruk Sangat buruk Buruk Buruk Sangat buruk Buruk Sangat buruk Sangat buruk Cukup Buruk Cukup Buruk Buruk Cukup Baik Cukup Sangat buruk Sangat buruk Cukup Sangat buruk Cukup Buruk Cukup Buruk Sangat buruk Cukup Cukup Sangat buruk Buruk Buruk Sangat buruk Buruk Buruk Buruk Sangat buruk Buruk Cukup
nilai rata–rata dari 30 responden, SA: self assessment, CBA: control–based assessment
14
Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat 11 pertanyaan (28,95%) yang termasuk kategori penilaian sangat buruk, 15 pertanyaan (39,47%) yang termasuk kategori penilaian buruk, 11 pertanyaan (28,95%) yang termasuk kategori penilaian cukup, dan 1 pertanyaan (2,63%) yang termasuk kategori penilaian baik. Mayoritas pengurus memiliki kategori penilaian buruk terhadap pertanyaan yang ada. Tabel 8 menunjukkan bahwa seluruh 30 pengurus yang telah diwawancara ternyata memiliki nilai selisih CBA dan SA yang negatif yang berarti pekerja tersebut overestimate. Pengurus mengatakan mempunyai pengetahuan yang baik terhadap aspek K3 tetapi sebenarnya tidak. Signifikansi antara nilai CBA dan SA ditelusuri melalui uji Wilcoxon. Tabel 9 Hasil uji Wilcoxon untuk pengurus Nilai
CBA – SA
Z
–5,373
Asymp. Sig. (2–tailed)
0,00000007
α
0,01
Tabel 9 menunjukkan bahwa angka probabilitas dari CBA dan SA kurang dari 0,01 yang berarti pemahaman tentang K3 antara pengetahuan pengurus dengan penilaian menggunakan standar berbeda nyata yaitu pengetahuan pengurus terhadap K3 belum sesuai dengan pengetahuan yang dituntut berdasarkan standar. Dari hasil wawancara dengan pengurus TPK memang menandakan bahwa pengetahuan para pengurus terhadap K3 masih kurang. Pengurus tidak memberikan peraturan bahwa setiap pekerja harus menggunakan alat pelindung diri saat bekerja. Pekerja akan rentan terhadap kecelakaan kerja jika tidak memakai alat pelindung diri apalagi saat cuaca buruk. Menurut ILO (2002) pekerja harus disediakan pakaian kerja yang baik untuk melindungi tubuh dan kepala dalam menghadapi cuaca buruk. Pengurus menyerahkan kembali kepada pekerjanya apakah ingin menggunakan alat pelindung diri atau tidak. Pengurus hanya memberitahu kepada para pekerja agar hati–hati. Jika terjadi kecelakaan kerja, pengurus akan mengalami kerugian materi yaitu harus menanggung biaya pengobatan pekerja dan kehilangan pekerja selama beberapa hari karena belum bisa bekerja.
Topik K3 yang Perlu Mendapatkan Perhatian Untuk mengetahui topik apa saja yang perlu mendapatkan perhatian maka dilakukan penilaian untuk setiap topik yang ada dalam kuisioner. Topik yang termasuk dalam kategori penilaian sangat buruk berarti topik tersebut perlu mendapatkan perhatian. Penilaian setiap topik dibedakan
15
menjadi dua yaitu penilaian setiap topik untuk pekerja dan penilaian setiap topik untuk pengurus. Topik informasi dasar K3 terdapat pada pertanyaan 1, 2, dan 3. Topik alasan dan manfaat K3 terdapat pada pertanyaan 4, 5, dan 6. Topik hak dan kewajiban pengurus dan pekerja TPK terdapat pada pertanyaan 7 dan 8. Topik persiapan dasar tenaga kerja terdapat pada pertanyaan 9, 10, 11, 13, 24, 25, dan 28. Topik risiko dalam bekerja terdapat pada pertanyaan 12, 14, 15, dan 16. Topik informasi dasar sumber bahaya terdapat pada pertanyaan 17, 18, dan 19. Topik informasi alat pelindung diri terdapat pada pertanyaan 20, 21, 22, dan 23. Topik bahaya yang dapat terjadi dalam mengangkut kayu terdapat pada pertanyaan 26 dan 27. Topik informasi dasar nilai ambang batas terdapat pada pertanyaan 29, 32, dan 36. Topik informasi dasar kebisingan terdapat pada pertanyaan 30, 31, 33, dan 34. Topik informasi dasar debu terdapat pada pertanyaan 35, 37, dan 38. Tabel 10 Hasil penilaian topik untuk pekerja Nomor
Topik
Nilai
Kategori penilaian
1
Informasi dasar K3
1,58
Sangat buruk
2
1,33
Sangat buruk
1,62
Sangat buruk
4
Alasan dan manfaat K3 Hak dan kewajiban pengurus dan pekerja TPK Persiapan dasar tenaga kerja
1,92
Buruk
5
Risiko dalam bekerja
2,62
Cukup
6
Informasi dasar sumber bahaya
1,36
Sangat buruk
7
2,31
Buruk
2,00
Buruk
9
Informasi dasar alat pelindung diri Bahaya yang dapat terjadi dalam mengangkut kayu Informasi dasar nilai ambang batas
1,00
Sangat buruk
10
Informasi dasar kebisingan
2,20
Buruk
11
Informasi dasar debu
3,11
Cukup
1,91
Buruk
3
8
Rataan
Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat 2 topik yang termasuk kategori penilaian cukup, 4 topik yang termasuk kategori penilaian buruk, dan 5 topik yang memiliki nilai sangat buruk yaitu informasi dasar K3, alasan dan manfaat K3, hak dan kewajiban pekerja dan pengurus TPK dalam konteks K3, informasi dasar sumber bahaya, dan informasi dasar nilai ambang batas. Informasi dasar K3 terdiri dari aspek pengertian K3, syarat– syarat keselamatan kerja, dan penyuluhan K3. Alasan dan manfaat K3 terdiri dari aspek alasan pentingnya perlindungan K3, manfaat dari pelaksanaan perlindungan K3, dan dasar–dasar hukum yang terkait dengan K3. Hak dan kewajiban pengurus dan pekerja TPK terdiri dari aspek hak
16
dalam konteks K3 dan kewajiban dalam konteks K3. Informasi dasar sumber bahaya terdiri dari aspek pengertian sumber bahaya, sumber bahaya yang ada di tempat kerja, dan cara mengontrol sumber bahaya yang ada di tempat kerja. Informasi dasar nilai ambang batas terdiri dari aspek pengertian nilai ambang batas, nilai ambang batas kebisingan di tempat kerja, dan nilai ambang batas debu di tempat kerja. Pekerja sangat tidak mengerti tentang 9 topik yang ada dalam kuisioner. Tabel 11 Hasil penilaian topik untuk pengurus Nomor
Topik
Nilai
Kategori penilaian
1
Informasi dasar K3
1,98
Buruk
2
Alasan dan manfaat K3
1,59
Sangat buruk
3
Hak dan kewajiban pengurus dan pekerja TPK
1,8
Sangat buruk
4
Persiapan dasar tenaga kerja
2,31
Buruk
5
Risiko dalam bekerja
2,89
Cukup
6
Informasi dasar sumber bahaya
1,62
Sangat buruk
7
Informasi dasar alat pelindung diri
2,25
Buruk
8
Bahaya yang dapat terjadi dalam mengangkut kayu
2,00
Buruk
9
Informasi dasar nilai ambang batas
1,09
Sangat buruk
10
Informasi dasar kebisingan
1,92
Buruk
11
Informasi dasar debu
2,67
Cukup
2,01
Buruk
Rataan
Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat 2 topik yang termasuk kategori penilaian cukup, 5 topik yang termasuk kategori penilaian buruk, dan 4 topik yang memiliki nilai sangat buruk yaitu alasan dan manfaat K3, hak dan kewajiban pekerja dan pengurus TPK dalam konteks K3, informasi dasar sumber bahaya, dan informasi dasar nilai ambang batas. Pengurus sangat tidak mengerti tentang 9 topik yang ada dalam kuisioner. Tabel 10 dan Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai rataan pengurus dan pekerja termasuk dalam kategori penilaian buruk tetapi nilai rataan pengurus lebih besar dari pekerja yang berarti pengurus memiliki pengetahuan yang lebih baik dari pekerja. Signifikansi antara perbedaan nilai tersebut ditelusuri melalui uji Wilcoxon.
17
Tabel 12 Hasil uji Wilcoxon antara pengurus dan pekerja Pengurus – Pekerja –9,69 0,33 0,01
Nilai Z Asymp. Sig. (2–tailed) α
Angka probabilitas dari pengurus dan pekerja lebih dari 0,01 yang berarti pengetahuan antara pengurus dan pekerja tidak berbeda nyata (Tabel 12). Pengetahuan pekerja dan pengurus terhadap K3 berada dalam tingkatan yang sama yang berarti strategi peningkatan pengetahuan K3 untuk pekerja dapat digunakan juga untuk pengurus.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan kondisi lingkungan kerja yang ada di TPK buruk dilihat dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai iklim kerja, kebisingan, dan debu masih lebih besar dari nilai ambang batas yang diperbolehkan. Pengetahuan pekerja dan pengurus terhadap K3 masih sangat belum memadai dilihat dari hasil analisis deskriptif yaitu mayoritas pengetahuan responden terhadap pertanyaan yang ada termasuk dalam kategori penilaian sangat buruk dan buruk.
Saran Penelitian ini pada dasarnya dapat mewakili kondisi dan permasalahan yang sangat mungkin ditemui di TPK lainnya mengingat karakter TPK tradisional hampir serupa. Perlu dipilih strategi yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan responden terhadap K3 dengan mengadopsi dari hasil penelitian ini.
18
DAFTAR PUSTAKA Abdillah F. 2013. Analisis postur kerja dengan metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) pada pekerja kuli angkut buah di “Agen Ridho Ilahhi” pasar Johar kota Semarang. J. Kesehatan Masyarakat 2(1): 1–10. Arifin J. 2008. Statistik Bisnis Terapan dengan Microsoft Excel 2007: 81 Fungsi Statistik Terapan, 60 Studi Kasus Statistik Bisnis. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo. Astuti RD. 2007. Analisa pengaruh aktivitas kerja dan beban angkat terhadap kelelahan muskoloskeletal. J. Gema Teknik 2(10): 27–32. [BPS Jakarta] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial–Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Cahyadi D, Kurniawan A. 2011. Pengukuran lingkungan fisik kerja dan workstation di kantor pos pusat Samarinda . J. Eksis. 7(2): 1267-2000. Dipohusodo I. 1996. Manajemen Proyek dan Konstruksi. Yogyakarta (ID): Kanisius. Djarwanto. 1996. Mengenal Beberapa Uji Statistik dalam Penelitian. Yogyakarta (ID): Liberty. Fahrizi. 2012. Pengaruh keselamatan kerja terhadap kinerja karyawan pada CV Sriwijaya Utama Bandar Lampung. J. Organisasi dan Manajemen 2(2): 69–75. Harinaldi. 2005. Prinsip–Prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Jakarta (ID): Erlangga. Heni Y. 2011. Improving Our Safety Culture: Cara Cerdas Membangun Budaya Keselamatan yang Kokoh. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Husni L. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. [ILO] International Labour Oraganization. 2002. Kode Praktis ILO Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Kehutanan. Yanri Z, Yususf M, Ernawati AW, penerjemah; Elias, editor. Jakarta (ID): ILO Country Office for Indonesia. Terjemahan dari: Safety and Health in Forestry Work. Likert R. 1932. A Technique for the Measurement of Attitudes. New York (US): Archives of Psychology. Kholik HM, Krishna DA. 2012. Analisis tingkat kebisingan peralatan produksi terhadap kinerja karyawan. J. Teknik Industri 13(2): 194–200. Maurits LS, Widodo ID. 2008. Faktor dan penjadwalan shift kerja. J. Teknoin. 13(2): 11–22. [NIOSH] National Institute for Occupational Safety and Health. 1994. Applications Manual For The Revised NIOSH Lifting Equation. Springfield (US): US Department of Commerce Technology Administration NTIS. [PERMENAKETRANS RI] Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 13/MEN/X/2011 tentang Nilai
19
Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta (ID): RI. Prajawati W. 2012. Rapid Entire Body Assessment (REBA) dan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) dalam kegiatan pemanenan hutan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Salman AA. 2009. Peningkatan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada pekerjaan kehutanan (studi kasus: IUPHHK-HA PT. Sarmiento Prakantja Timber, Kalimantan Tengah) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setiawan SA. 2010. Pengaruh umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman kerja, dan jenis kelamin terhadap lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik di kota Malang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro Semarang. Sholihah Q, Khairiyati L, Setyaningrum R. 2008. Pajanan debu batubara dan gangguan pernafasan pada pekerja lapangan tambang batubara. J. Kesehatan Lingkungan 4(2): 1–8. Silaen AP. 2008. Pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup dalam perspektif hukum lingkungan. J. Visi 16(3): 575–594. Sirait JT. 2006. Memahami Aspek–Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Soegoto ES. 2008. Marketing Research: The Smart Way to Solve a Problem. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo. Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Syakir MA. 2011. Analisis kompetensi penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja kehutanan bidang pemanenan kayu di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tarigan R. 2006. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pendapatan perbandingan antara empat hasil penelitian. J. Wawasan 11(3): 21–27. Yovi EY. 2007. %VdotO2max as physical load indicator unit in forestwork operation. J. Man. Hut. Trop. 13(3): 140–145. Yovi EY. 2009. Penilaian perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja pada kerja kehutanan melalui pendekatan kompetensi. J. Ilmu Faal Indonesia 8(2): 94–100. Yovi EY, Nurrochmat DR, Saleh MB. 2013. Arah Kebijakan Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bagi Pelaku IKRT Mebel dan TPK Skala Kecil di Kabupaten Jepara. Bogor (ID): IPB Press.
20
Lampiran 1 Kuisioner Nomor 1
Pertanyaan Jelaskan yang dimaksud dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja!
2
Jelaskan syarat–syarat keselamatan kerja!
3
Jelaskan tentang penyuluhan K3!
4 5 6 7 8
Jelaskan alasan pentingnya perlindungan K3! Jelaskan manfaat dari pelaksanaan perlindungan K3! Sebutkan dasar–dasar hukum yang terkait dengan K3! Jelaskan kewajiban anda dalam konteks K3! Jelaskan hak anda dalam konteks K3!
9
Jelaskan apa yang dimaksud dengan pelatihan kerja!
10
Jelaskan yang dimaksud dengan perjanjian kerja!
11 12 13 14 15
Jelaskan cara yang benar dalam mengangkat kayu! Jelaskan yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja! Jelaskan yang dimaksud dengan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja! Jelaskan yang dimaksud dengan kecelakaan kerja! Jelaskan penyebab terjadinya kecelakaan kerja!
16
Sebutkan kerugian akibat kecelakaan kerja!
17
Jelaskan yang dimaksud dengan sumber bahaya!
18
Sebutkan sumber bahaya yang ada di TPK!
19
Jelaskan cara untuk mengontrol sumber bahaya yang ada di TPK!
20
Jelaskan yang dimaksud dengan alat pelindung diri!
21
Jelaskan fungsi dari alat pelindungi diri!
Jawaban
21
22 23 24 25 26
27 28 29 30 31 32 33 34
Sebutkan bahaya yang terjadi apabila tidak memakai alat pelindung diri! Sebutkan alat pelindung diri apa saja yang perlu digunakan! Jelaskan yang dimaksud dengan tempat kerja! Jelaskan yang dimaksud dengan tenaga kerja! Sebutkan batas maksimum beban kerja yang diperbolehkan dalam mengangkat kayu! Sebutkan bahaya yeng terjadi apabila mengangkat kayu melebihi batas maksimum! Jelaskan yang dimaksud dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)! Jelaskan yang dimaksud dengan nilai ambang batas! Jelaskan yang dimaksud dengan kebisingan! Sebutkan sumber kebisingan yang ada di TPK! Sebutkan nilai ambang batas kebisingan di TPK! Sebutkan gangguan kesehatan yang ditimbulkan dari kebisingan! Sebutkan upaya yang dilakukan untuk mengendalikan faktor kebisingan!
35
Jelaskan yang dimaksud dengan debu!
36
Sebutkan nilai ambang batas debu di TPK!
37 38
Sebutkan gangguan kesehatan yang akan terjadi apabila debu masuk kedalam mulut atau hidung anda! Sebutkan upaya untuk mencegah debu masuk ke dalam hidung atau mulut anda!
22
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Juni 1991 dari ayah Effendi Lukman dan ibu Jenny Wongsaputra. Penulis adalah putra pertama. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Regina Pacis Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjalani masa perkuliahan di IPB, penulis terdaftar sebagai anggota organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Manajemen Hutan yaitu Forest Management Student Club (FMSC). Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Barat-Kamojang dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani KPH Banyumas Timur, Jawa Tengah. Penulis melaksanakan penelitian di Jepara, Jawa Tengah dengan judul Pengetahuan Pekerja dan Pengurus Tempat Penimbunan Kayu Tradisional terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan dibimbing oleh Dr. Efi Yuliati Yovi, S. Hut, M. Life. Env. Sc.