Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
PENGENDALIAN KESEIMBANGAN BALL AND PLATE MENGGUNAKAN PENGENDALI PID DAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL
Rosalia H. Subrata(1). dan Richard R. Ligianto(2) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti Jl. Kiai Tapa No 1, Grogol, Jakarta Barat 11410 (1)
[email protected] ,
[email protected], (2)
[email protected]
ABSTRAK Sistem pengendali PID dan pengolahan citra digital pada pengendali keseimbangan Ball and Plate yang dikembangkan merupakan sistem pengendali keseimbangan yang menggabungkan pengendali PID dengan proses color tracking terhadap citra digital dari objek yang dikendalikan. Sistem terdiri dari tiga bagian utama yaitu bagian input, bagian pengendali serta plant ball and plate. Bagian input terdiri dari kamera web untuk menangkap citra digital dari posisi bola pada plate serta input posisi yang diinginkan user melalui keyboard. Dengan bantuan program MATLAB dengan metoda color tracking dihasilkan data array yang berisi koordinat x dan y dari bola dan titik tujuan. Selisih dari koordinat bola dan titik tujuan adalah galat dari sistem yang dikirimkan ke bagian pengendali yang menggunakan mikrokontroler AdruinoUno untuk menentukan parameter PID yang sesuai. Hasil perhitungan bagian pengendali ini digunakan untuk menggerakan motor servo yang mengatur sudut kemiringan plate sehingga tercapai keseimbangan plant ball and plate. Hasil pengujian yang dilakukan memperlihat respon sistem yang cukup baik untuk berbagai perubahan posisi bola pada plate, warna bola yang berbeda serta besar ukuran bola yang digunakan. Kata kunci: Ball and plate, PID, color tracking, MATLAB.
1. Pendahuluan Dalam sistem kendali, pengendalian keseimbangan suatu sistem merupakan salah satu hal yang sangat penting khususnya dalam aplikasi yang berkaitan dengan gerakan seperti yang dijumpai pada aplikasi robotika. Salah satu sistem kendali keseimbangan yang banyak digunakan adalah ball and beam, dimana plant ball and beam merupakan sebuah plant yang mengendalikan bola yang dapat bergerak di atas beam menuju posisi yang diinginkan. Umumnya pengendali PID (Proportional-IntegralDerivative) diterapkan pada Ball and Beam untuk memperbaiki respon sistem [1, 2]. Sistem Ball and Plate dalam penelitian ini merupakan pengembangan dua dimensi dari sistem ball and beam. Masalah yang dihadapi pada ball and plate menjadi lebih komplex karena bola dapat bergerak bebas ke arah sumbu x dan y pada plate. Metode yang digunakan dalam mendeteksi bola adalah dengan papan sensor [2] atau computer vision dengan kamera [4]. Papan sensor mempunyai kecepatan sampling yang tinggi, tetapi sensor tersebut mahal dan sulit diperoleh, serta terbatas untuk bola dengan bahan tertentu sedangkan metode computer vision mempunyai kelemahan dalam
1
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
kecepatan input dan tergantung pada pencahayaan, namun tidak terpengaruh pada jenis bahan bola.. Dari berbagai cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki respon sistem, maka penggunaan pengendali PID banyak mendapat perhatian, mengingat pengendali PID merupakan pengendali yang sangat mudah digunakan dan efektif untuk memperbaiki respon sistem. Dilihat dari kelemahan dan kelebihan pengendali PID serta metode computer vision dalam pengaturan keseimbangan sistem, maka dilakukan penggabungan kedua metode di atas dalam pengendalian keseimbangan pada plant ball and plate.
2. Pembahasan Pengendali Keseimbangan Ball and Plate Menggunakan Pengendali PID dan Pengolahan Citra Digital yang dikembangkan secara umum dapat digambarkan seperti Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Diagram umum sistem pengendali Ball and Plate Sistem terbagi dalam tiga bagian besar yaitu, bagian input, bagian pengendali dan bagian plant ball and plate. Bagian input terdiri dari kamera web yang digunakan untuk mengambil gambar posisi bola pada papan plant ball and plate. Posisi bola yang dikehendaki pada papan diberikan oleh user melalui input keyboard. Komputer akan mengolah input citra digital dengan konsep color tracking serta input posisi dengan menggunakan program MATLAB R2013a dengan bantuan Image Acquisition dan Image Processing Toolbox. Hasil proses berupa data array yang berisi koordinat x dan y dari bola dan titik tujuan. Selisih dari koordinat bola dan titik tujuan adalah galat dari sistem tersebut. Nilai ini dikirimkan secara serial ke bagian pengendali yang menggunakan Mikrokontroler AdruinoUno untuk menentukan parameter pengendali PID yang dibutuhkan. Hasil perhitungan pengendali PID ini digunakan untuk menggerakkan motor servo yang mengatur sudut kemiringan dari plate dimana bola tersebut berada. Proses dari ketiga bagian sistem tersebut di atas dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
2
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 2. Diagram blok proses pengendalian keseimbangan ball and plate Penentuan koordinat x dan y berdasarkan citra digital yang diterima dilakukan dengan color filtering. Dengan mengatur nilai minimum dan maksimum warna RGB (Red, Green, Blue) maka warna yang akan difilter seperti pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Proses penentuan koordinat bola pada plate Dalam penelitian ini ball and plate dibuat dengan bentuk seperti Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Desain Ball and plate Bola yang diletakkan di atas papan atau plate, seperti terlihat pada gambar 5 akan menggelinding dengan 2 derajat kebebasan sepanjang luas permukaan papan. Ujung lengan pengangkat dilekatkan pada papan dan lengan servo. Dengan demikian, ketika servo bergerak sebesar sudut maka sudut papan akan bergerak sebesar . Ketika sudut berubah dari posisi horizontal, gravitasi menyebabkan bola mengelinding di permukaan papan.
3
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 5. Model ball and plate Dalam pengembangan model plant ball and plate dan perhitungan transfer function system, digunakan parameter fisik terkait seperti massa bola m = 0.001 kg, radius bola R 0.03 m, jarak titik tengah papan ke servo 0.15 m. Bentuk fisik sistem pengendalian keseimbangan ball and plate dapat dilihat pada gambar 6 berikut.
Gambar 6. Bentuk fisik sistem pengendalian keseimbangan ball and plate Performance sistem diamati melalui simulasi dan pengujian terhadap parameter kendali PID untuk berbagai besaran. Simulasi dengan kendali PID dilakukan terhadap parameter Kp (pengendali P), terhadap nilai Kp, Kd (pengendali PD) dan terhadap nilai Kp, Ki, Kd (pengendali PID). Sistem yang hanya diberi pengendali P, sama seperti sistem diberi gain K memperlihatkan bahwa dengan meningkatkan nilai Kp maka rise time sistem akan semakin berkurang dan nilai overshoot semakin berkurang, tetapi sistem tidak mencapai keadaan tunak dengan hanya diberi pengendali P seperti terlihat pada gambar 7. P=1
P=2
4
4
2
2
0
0
P=3 5
0
-2
0
5
10
-2
0
5
10
-5
0
5
10
Gambar 7. Hasil simulasi sistem dengan pengendali P Simulasi terhadap nilai Kp, Kd (pengendali PD) dimana pengendali D menghitung perubahan error, dari perubahan error tersebut dapat diperkirakan error selanjutnya. Pengendali ini berfungsi sebagai estimator posisi selanjutnya. Dalam melakukan simulasi Kd, digunakan nilai parameter Kp konstan = 3 diperoleh sistem dapat mencapai keadaan tunak seperti terlihat pada gambar 8.
4
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
d=1
ISBN:978-979-1194-11-2
d=2
4
d=3
2
2
1
1
2 0 -2
0
5
10
0
0
5
10
0
0
5
10
Gambar 8 Hasil simulasi sistem dengan pengendali PD Simulasi terhadap nilai Kp, Ki, Kd (pengendali PID), Pengendali I menghitung total galat yang terjadi sehingga digunakan untuk mengurangi steady state error. Dalam simulasi Ki, nilai Kp dan Kd konstan yaitu 3 dan 2. Simulasi menunjukkan sistem tidak mencapai keadaan tunak seperti pada Gambar 9. I=1.000000e-01
I=2.000000e-01
4
I=3.000000e-01
5
10
0
0
2 0 -2
0
5
10
-5
0
5
10
-10
0
5
10
Gambar 9 Hasil simulasi sistem dengan Pengendali PID Pengujian sistem pengendalian ball and plate dilakukan sama seperti hal nya pada proses simulasi. Pengujian sistem dengan pengendali P memperoleh respon seperti terlihat pada Gambar 10. Dengan parameter Kp = 3 sistem dapat mencapai keadaan tunak. Tetapi dengan selisih galat yang lebih besar sistem menjadi tidak stabil atau tidak mencapai keadaan tunak, sama seperti simulasi dengan MATLAB.
Gambar 10. Pengujian sistem dengan pengendali P Pengujian terhadap kendali PD dengan nilai K p = 3 diperoleh hasil seperti pada Gambar 11 dimana sistem dapat mencapai keadaan tunak dengan menambah nilai Kd. Tetapi nilai parameter Kd yang terlalu besar membuat sistem menjadi tidak stabil.
Gambar 11. Pengujian sistem dengan pengendali PD
5
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Pengujian terhadap kendali PID dilakukan dengan nilai Kp = 3 dan Kd = 2 memperlihatkan penambahan I tidak memeperbaiki respons sistem seperti dilihat pada gambar 12.
Gambar 12. Pengujian sistem dengan pengendali PID 3. Kesimpulan 1. Dari pengujian yang dilakukan terhadap sistem didapatkan dampak dari pengaruh gain. Gain maksimum yang bisa diberikan pada sistem agar sistem bisa mencapai keadaan tunak yaitu sebesar 3. 2. Pengendali menggunakan PID terbukti sangat efisien untuk mengatur respon sistem untuk bekerja lebih baik. Penggunaan pengendali integral atau I tidak harus ada. Dengan menggunakan pengendali proposional (P) dan derivative (D) sudah cukup untuk memperbaiki kinerja sistem. 3. Dari pengujian yang dilakukan terhadap sistem didapatkan bahwa sistem digital dengan menggunakan input visual dapat bekerja dengan baik. Tetapi dalam sistem kendali digital, kestabilan bergantung dari waktu sampling, selain dari parameter PID dan transfer function. Semakin cepat samplingnya maka sistem akan semakin baik performanya. 4. Pengujian sistem tidak sama persis dengan simulasi karena adanya persamaan yang tidak linear. Dalam hal ini adalah persamaan antar sudut servo dan sudut kemiringan papan, serta persamaan gaya gesek bola pada permukaan papan.
Daftar Pustaka [1] Setiawan, M, 2013, Perancangan Sistem Kendali PID Untuk Sistem Ball And Beam. Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro FTI Usakti, tidak diterbitkan. Jakarta: Univeristas Trisakti, 2013. [2] Awtar S, Bernard C, Boklund N, Mater A, Ueda D, Craig K, 2002 Mechatronic Design of a Ball and Plate Balancing System. Mechatronics. Vol.12, No 2, hal. 217228. [3] Landau, Ioan D. and Zito, G, 2006, Digital Control system. Spinger. hal 25-33. [4] Moreno-Armendariz M A, Rubio E, Perez-Olvera C A, 2010. Design and Implementation of a Visual Fuzzy Control in FPGA for Ball and Plate System. International Conference on Reconfigurable Computing, hal. 85-90.
6
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARANMATA KULIAH PASAR MODAL DENGAN METODE SIMULASI ONLINETRADING DI BURSA EFEK INDONESIA Sri Hermuningsih1, Kristi Wardani2 Email:
[email protected] Email:
[email protected]
ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini adalah merancang model pembelajaran Mata Kuliah Pasar Modal dengan metode simulasi Online Trading di Bursa Efek Indonesia. Pengembangan model simulasi menggunakan aplikasi Fast Asia Capital Sekuritasyang bekerja sama dengan Galeri Investasi Fakultas Ekonomi Unversitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Pasca Sajana Magister ManajemenUST yang menempuh mata kuliah Pasar Modal dan Institusi Depository dan Pasar Modal. Sampel penelitian sejumlah 100 mahsiswa. Metode analisis dengan pendekatan perilaku penggunaan sistem informasi Technology Acceptance Model (TAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa merasakan persepsi kemudahan penggunaan 80,42%, persepsi kegunaan yang besar 79,70%, sikapmenggunakan 76,44%, kecenderungan perilaku pengguna 75,96%, dan perilaku Penggunaan sebenarnya 74,96 % dalam menggunakan model simulasi Online Tradingini. Pembelajaran dengan menggunakan model simulasi aplikasi Fast (First Asia Smart Trading) dari First Asia Capital Sekuritas, mata kuliah Pasar Modal, Institusi Depository dan Pasar Modal menjadi lebih menarik, efektif memotivasi belajar dan tidak membosankan.
Kata Kunci : model pembelajaran, pasar modal, metode simulasi online trading PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan suatu proses menstransformasikan ilmu pengetahuan dengan mengorganisasikan meteri ajar dengan menggunakan metode yang akan digunakan sehngga peserta kuliah memahami matri secara efektif. Metode pembelajaran Mata kuliah Pasar Modal pada umumnya masih berlangsung secara klasikal berupa tatap muka dikelas antara mahasiswa dan dosen. Mahasiswa mendapatkan materi kuliah berdasarkan acuan yang telah diberikan oleh dosen sehingga materi yang berupa konsep, pengertian, berbagai perhitungan serta teori tentang surat berharga akan dipelajari oleh mahasiswa. Kondisi pembelajaran mata kuliah pasar modal demikian perlu didesain kembali untuk menyesuaikan dengan berkembangnya bisnis saat ini. Pasar modal telah mengadopsi teknoligi informasi berbasis internet. Sistem perdagangan pasar modal dengan bantuan teknologi informasi saat ini, cukup mudah diakses oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. Pertumbuhan sistem teknologi informasi berbasis internet ini dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku pasar modal baik otoritas pasar modal dalam hal ini PT Bursa Efek Indonesia maupun para anggota bursa termasuk perusahaan sekuritas 1
Sri Hermuningsih, dosen , Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Kristi Wardani, dosen, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
2
7
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
sebagai anggota bursa. Perusahaan sekuritas harus melayani investor yang akan melakukan keputusan jual beli surat berharga dengan efisien dan efektif. Salah satu pelayanan tersebut adalah menyediakan sistem online trading bagi insvestor maupun calon insvestor. Sistem online trading dapat terlaksana sebagai bagian integrasi dari komponen – komponen sistem perdagangan otomatis (Jakarta Automated Trading System atau JATS) yang saat ini telah diperbaharui. Sistem online trading memungkinkan setiap investor untuk melakukan perdagangan jual-beli surat berharga secara mandiri kapanpun dan dimanapun. Oleh karena itu, penting sekali jika sistem yang telah disediakan oleh otoritas bursa ini dapat diadopsi dalam pembelajaran Mata Kuliah Pasar Modal di perguruan tinggi sehingga menarik dilakukan penelitian untuk mengembangkan model simulasi online trading di BEI yang dapat digunakan dalam pembelajaran mata kuliah Pasar Modal Institusi Depository dan Pasar Modal Penelitian ini bertujuan untuk mengadopsi sistem perdagangan surat berharga secara otomatis tersebut menjadi bagian /materi dalam satuan acara perkuliahan sebagai model simulasi online trading di BEI. Model simulasi didesain mirip dengan kondisi sebenarnya, sebagai alternatif untuk mengatasi model pembelajaran mata kuliah pasar modal secara klasikal. Kelebihan yang melekat dalam model simulasi pembelajaran online trading Mata Kuliah Pasar Modal ini diharapkan mampu memberikan pemahaman riil tentang kondisi perdagangan di pasar modal, sehingga mahasiswa tidak hanya menguasai konsep dan seluk beluk pasar modal tetapi mempunyai keahlian (Skill) melaksanakan kegiatan transaksi perdagangan surat berharga di pasar modal sesuai standar kompetensi mata kuliah pasar modal diperguruan tinggi. PEMBAHASAN Hasil penelitian yang telah dilakukan denganmembuat model simulasi online trading di Bursa Efek Indonesia dalam pembelajaran mata kuliah Pasar Modal sebagai berikut.Setelah melakukan tahap uji coba maka selanjutnya mengadakan evaluasi atas prototype yang telah dihasilkan ketika diterapkan kegiatan simulasi online trading di Bursa Efek Indonesia.
No
Tabel 5.1 Model simulasi online trading di Bursa Efek Indonesia Jenis Kegiatan Tujuan Kegiatan Materi yang harus Waktu pembelajaran Pembelajaran dipahami Kegiatan TAHAP ORIENTASI : Penjelasan Materi tentang Pasar Modal Indonesia
1
2
Penjelasan tentang Sejarah dan perkembangan Pasar Modal Indonesia
Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang Sejarah dan perkembangan Pasar Modal Indonesia
1. Sejarah Pasar Modal Indonesia 2. Perkembangan Pasar Modal Indonesia
Penjelasan tentang Investasi surat berharga di Pasar Modal Indonesia
Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang Investasi surat berharga di Pasar Modal
Investasi surat berharga di Pasar Modal Indonesia
8
1x menit
25
1x menit
25
1x menit
50
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Indonesia 3
Penjelasan tentang analisis fundamental dan teknikal
Mahasiswa melakukan analisis fundamental dan teknikal
Analisis fundamental dan teknikal
1x menit
50
TAHAP PERSIAPAN : Penjelasan cara Pembukaan Rekening Efek Individu 4
Penjelasan tentang cara mendaftar First Asia Capital Sekuritas sebagai calon investor
Mahasiswa dapat melakukan cara mendaftar aplikasi First Asia Capital Sekuritas
Mendaftarkan diri ke First Asia Capital Sekuritas dengan cara : 1. Mengisi formulir Pembukaan Rekening Efek Individu 2. ID dan password dikirim ke email calon investor 3. Memasukkan dana deposit ke rekening Bank yang ditunjuk
1x menit
30
1x menit
15
1x menit
25
TAHAPAN LATIHAN : Praktek transaksi dengan bantuan internet 5
Penjelasan tentang cara mendowload aplikasi Fast (First Asia Smart Trading) dari First Asia Capital Sekuritas
Mahasiswa dapat mendowload aplikasi Fast (First Asia Smart Trading) dari First Asia Capital Sekuritas
Software aplikasi Fast (First Asia Smart Trading) dari First Asia Capital Sekuritas
1x menit
60
6
Mahasiswa mengamati Fitur aplikasi FAST (First Asia Smart Trading) dari First Asia Capital Sekuritas
Mahasiswa dapat memahami tentang (First Asia Smart Trading) dari First Asia Capital Sekuritas
1x menit
60
7
Mahasiswa melakukan transaksi jual beli surat berharga sendiri dengan pendampingan dari
Mahasiswa dapat melakukan transaksi surat berharga sendiri
1. Fitur aplikasi FAST 2. Sistem, 3. jadwal perdagangan, 4. kode saham, 5. harga saham, 6. volume perdagangan, 7. kode sekuritas 8. Macam-macam indeks harga saham 1. Software aplikasi Fast (First Asia Smart Trading) dari First Asia Capital Sekuritas 2. Membuka aplikasi dengan username
1x menit
60
9
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
First Asia Sekuritas
ISBN:978-979-1194-11-2
Capital 3.
dan password Aplikasi Running Trade pada menu Trading board
Penyebaran kuesioner dengan menggunakan 5 aspek yaitu(1) Perceived Ease of Use (2) perceived usefulnes, (3)Attitude Toward Using, (4) Behavioral Intention to Use , (5) Actual Usage Behavior. Berdasarkan jumlah mahasiswa sebagai sampel berjumlah sebanyak 100 orang mahasiswa yang mengikuti tahapan simulasi sampai akhir serta mengembalikan online trading di Bursa Efek Indonesia sejumlah 90 orang mahasiswa. Hasil dari penyebaran kuisioner dan yang mengembalikan kuisioner sebagai berikut Tabel 5.2 Hasil dari penyebaran kuesioner dan yang mengembalikan kuisioner Keterangan Jumlah kuisioner persentase Jumlah hadir
mahasiswa
Jumlah responden memenuhi kriteria
yang
100 orang
-
yang
90 orang
90 %
Untuk menilai bagaimana persepsi mahasiswa dalam menggunakan aplikasi Fast (First Asia Smart Trading) dari First Asia Capital Sekuritas sebagai sarana alat untuk melaksanakan kegiatan dalam model pembelajaran Pasar Modal ini dipergunakan pendekatan Techology Acceptance Model (TAM) dari Davis (1986). Berikut adalah hasil dari penyebaran kuesioner : (1) persepsi kemudahan penggunaan80, 42%; (2) persepsi kegunaan yang besar 79,70%; (3)kecenderungan perilaku pengguna 75, 96% ;(4) sikap menggunakan 76, 44%; (5) perilaku Penggunaan sebenarnya 74, 96%. Pembahasan Kuesioner mengenai persepsi mahasiswa terhadap metode simulasi trading online meliputi lima aspek meliputi perceived ease of use, perceived usefulnes, attitude toward using, behavioral intention to use, dan actual usage behavior. Hasil penelitian secara deskriptif menunjukkan bahwa aspek : (1) perceived ease of use termasuk kategori tinggi, rata-rata skor diperoleh sebesar 80, 42%; (2) perceived ease of use tergolong tinggi,skor rata-rata sebesar79, 70%; (3) attitude toward using termasuk kategori tinggi, skor rata-rata sebesar 76,44%; sedangkan aspek (4) behavioral Intention to Use termasuk kategori sedang, rata-rata skor sebesar 75, 96% ; dan (5) Actual Usage Behavior termasuk kategori sedang, rata-rata skor sebesar 74, 96%. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa terhadap metode simulasi trading online merasakan manfaat (perceived ease of use), kemudahan kegunaan (perceived usefulnes) dan sikap (attitude toward using) positif bahwa metode simulasi trading on linedi Bursa Efek Indonesia ini menjadikan pembelajaran mata kuliah pasar modal, menyenangkan dan tidak membosankan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran simulasi ini cukup efektif untuk mendorong dan memotivasi untuk belajar tentang investasi saham di pasar modal. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Model simulasi trading on linedi Bursa efek Indonesia dalam pembelajaran mata kuliah pasar modal, disusun mulai dari desain standar kompetensi dan kompetensi dasar setiap materi perkuliahan. Pelaksanaan simulasi dapat dimulai
10
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
dari kegiatan pengamatan, latihan dan pelaksanaan simulasi dengan bantuanSoftware aplikasi Fast (First Asia Smart Trading) dari First Asia Capital Sekuritas 2. Secara deskriptif menunjukkan bahwa aspek : (1) perceived ease of use termasuk kategori tinggi, rata-rata skor diperoleh sebesar 80, 42%; (2) perceived ease of use tergolong tinggi,skor rata-rata sebesar79, 70%; (3) attitude toward using termasuk kategori tinggi, skor rata-rata sebesar 76,44%; sedangkan aspek (4) behavioral Intention to Use termasuk kategori sedang, rata-rata skor sebesar 75, 96% ; dan (5) Actual Usage Behavior termasuk kategori sedang, rata-rata skor sebesar 74, 96%. 3. Persepsi mahasiswa terhadap metode simulasi trading onlinedi Bursa Efek Indonesia merasakan manfaat, kemudahan kegunaan dan sikap adalah positif bahwa metode simulasi trading on linedi Bursa Efek Indonesia ini menjadikan pembelajaran mata kuliah pasar modal Institusi Depository dan Pasar Modal menyenangkan dan tidak membosankan. Saran 1. Penggunaan teknologi informasi dalam praktek bisnis, perlu diadopsi oleh perguruan tinggi dalam pembelajaran mahasiswa. Demikian juga pada pembelajaran pasar modal juga perlu mengadopsi teknologi informasi berbasis internet yang mudah dan telah disediakan oleh pihak otoritas bursa efek. 2. Penelitian ini baru sebatas pada subjek mahasiswa, sehingga penelitian untuk mengetahui persepsi dan pemahaman dosen pengampu mata kuliah pasar modal dalam penggunaan model simulasi online tradingdi Bursa Efek Indonesia perlu dilakukan, sehingga lingkup penelitian dapat meluas di perguruan tinggi lain. DAFTAR PUSTAKA [1] Bruce Joyce & Marsha Weil. 1996. Models of Teaching. Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore: Prentice-Hall, Inc. [2] Dick, W. dan Carey L, 1996.The Systematic Design of Instruction. New York: Longmand [3] Gaspersz, Vincent. 1997. Manajemen Kualitas Penerapan Konsep-Konsep Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. [4] Gilstrap, Robert L. dan Martiin, 1975.Current Strategies for Teachers. California : Goodyear Pubh.Co.Inc. [5] Plomp, Tjeeedan Elly Donald P. 1996. Encyclopedia of Educational Techonogy. London: Cambridge Univ. Press. [6] Sanjaya, Wina, 2007.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung. Kencana [7] Seels, Barbara B. dan RicheyRita C, 1994, Teknologi Pembelajaran, Terjemahan Dewi, Raphael dan Yusufhadi Miarso, Jakarta : Unit Percetakan UNJ. [8] Suhendro, 2012. Model Simulasi Online Trading Bursa Efek Indonesia Dalam Pembelajaran Mata Kuliah Pasar Modal, GEMA TH XXIV/43, hal 999-1013. [9] Wahyuningsih, 2005. Meningkatkan logika berpikir Pokok Bahasan Suhu Melalui Model Pembelajaran PBI. FMIPA, UNES, Semarang [10] Winataputra, Udin S. 2001.Model-model pembelajaran Inovatif. Universitas Terbuka. Jakarta
11
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
MODEL MATURITAS PROSES PEMBELAJARAN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KUALITAS LULUSAN PERGURUAN TINGGI YANG BERKELANJUTAN J.Sudirwan 1), Eka Miranda 2) of Information System, Bina Nusantara University, Jakarta Jalan Anggrek (Postal Address) email :
[email protected] ,
[email protected] 2) School of Information System, Bina Nusantara University, Jakarta Jalan Anggrek (Postal Address) email :
[email protected] 1) School
ABSTRAK Pemerintah telah menyadari bahwa pendidikan tinggi kita sedang dalam masalah, terbukti dari pemindahan tanggung jawab pengelolaan perguruan tinggi dari DikNas ke lingkungan BPPT. Terpuruknya tingkatan Pendidikan Tinggi kita dalam ajang peringkatan baik di tingkat Asia maupun dunia, juga mengindikasikan sedang ada masalah dalam pengelolaan Pendidikan Tinggi. Berbagai upaya baik oleh Pemerintah maupun Lembaga Pendidikan Tinggi untuk menerapkan Penjaminan Kualitas, baik secara internal dengan mengadopsi Model Pejaminan Kualitas seperti ISO, dan Akreditasi-akrediatasi. Penelitian ini ditujukan untuk memberikan alternatif model dalam peningkatan kualitas di Pendidikan Tinggi melalui perbaikan proses pembelajaran yang berkelanjutan sebagai model penjamiinan kualitas lulusan Pendidikan Tinggi, pada tingkatan bidang studi, sesuai dengan tingkatan akreditasi dari BAN Pendidikan Tinggi. Model Maturitas Proses Pembelajaran ini dikembangkan dengan berbasis pada CMMI-Development yang ditujukan proses pengembangan piranti lunak. Perbedaan dari sifat produk atau luaran proses dari proses- proses pembelajaran yang ada di program studi Pendidikan Tinggi, dilakukan penyelarasan area proses pembelajaran dengan area proses CMMI – Development, untuk pemetaanya kedalam level-level maturitas proses pembelajaran. Seperti halnya tujuan penerapan CMMI-Development, maka penerapan model maturitas pemebelajaran akan dapat meningkatkan kualitas lulusan sebagai hasil atau luaran, efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Kata Kunci : Model, Maturitas Proses Pembelajaran, Kualitas-Lulusan, CMMIDevelopment, Penjaminan Kualitas, BAN PT.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas Sumberdaya Manusia sangat diperlukan untuk menjalankan roda pembangunan Nasional, agar tujuan masyarakat yang sejahtera yang berkeadilan, aman maju bisa diwujudkan. Salah satu pilar dalam pembangunan Sumberdaya Manusia adalah Lembaga Pendidikan Tinggi, yang harus dapat menghasilkan lulusan berkualitas yang dibutuhkan untuk pembangunan, serta pengetahuan dan teknologi terbarukan dari inovasi dan kajian-kajian ilmiah. Menghadapi Asean Economic Community 2015 dengan kebebasan pasar, dimana ada kebebasan perpindahan barang, jasa, investasi dan sumberdaya terampil yang akan membuka persaingan sumberdaya manusia antar negara Asean, menjadi tantangan bagi Pendidikan Tinggi, untuk mempersiapkan kapabilitas agar menyiapkan para lulusan untuk bersaing dengan para lulusan Pendidikan Tinggi tetangga. Realitasnya Lulusan Perguruan Tinggi kita masih banyak dikeluhkan terutama dari para pengguna, masih tertinggal dari lulusan Perguruan Tinggi tetangga (Detik-Finance, 04/06/2015) seperti dikeluhkan Ketua Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulistio.
12
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Sebelumnya juga telah dikeluhkan tentang kualitas lulusan Pendidikan Tinggi Indonesia, dilihat dari kualitas dan kuantitas Penelitian sebagi indikator kualitas Lulusan diungkapkan Moh Nuh, dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2013, (Republika Online, 11/02/2013). Himbauan Sekretaris Pelaksana Kopertis III, dalam Wisuda UPH 22/ November 2014 ”Peningkatan mutu pemebalajaran dan mutu lulusan harus menjadi perhatian utama Perguruan Tinggi. Banyak di Universitas Asean, terdapat kesenjanagn besar antara subyek yang dipelajari di Universitas dengan keterampilan kerja yang dibutuhkan. ( ”Concern over higher education quality as Asean Community Iooms”, 30/09/2013) Menurut World Education News & Reviews Universitas-universtas di Indonesia pada 2013, kinerjanya rendah dan dalam rangking Universitas Internasional tidak satupun Universitas di Indonesia masuk top 400 global University atau to 100 di Asia. Hanya UI, UGM, ITB, Unair, yang masuk Global top 500 dalam QS World Ranking. Keterpurukan Universitas di Indonesia berlanjut tahun 2014, 2015 juga tidak satupun Universitas masuk 400 besar dalam ”best Global University, sebagai World Class University berdasarkan kinerja ”core missions-teaching, research, knowledge transfer and International outlook” dengan 13 indikator yang digunakan. Pada umumnya lembaga Pendidikan Tinggi, menyadari pentingnya penjaminan kualitasnya secara internal dengan menerapkan sistem penjaminan kualitas dengan menerapkan Standar Mutu Internasional seperti ISO, HELTS dan sebagai Sistem penjaminan kualitas. Upaya-upaya Pemerintah telah mendorong Perguruan Tinggi melakukan penjaminan kualitas secara internal, dengan memberikan pelatihan-pelatihan penyusunan standar kualitas internal Perguruan Tinggi dan standarisasi Penjaminan Kualitas Perguruan Tinggi. Standarisasi Penjaminan mutu dengan menerbitkannya Buku panduan Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi, buku tersebut kemudian dilengkapi dengan bukubuku Best Practices yang meliputi Pembelajaran, Kurikulum Program Studi, Sumber Daya Manusia, Kemahasiswaan, Prasarana dan Sarana, Suasana Akademik, Pengelolaan Keuangan, Penelitian dan Publikasi, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Tata Kelola. ( Dirjen Pendidikan Tinggi, DikNas, 2006: Panduan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi). 1.2 Permasalahan Studi ini akan menitik beratkan pada ranah penjaminan internal Perguruan Tinggi , untuk memberikan alternatif model penjaminan kualitas Perguruan Tinggi dengan menggunakan pendekatan CMMI-Development. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah :
Apa kelebihan penerapan CMMI development pada proses pembelajaran suatu bidang studi, sebagai bagian pengembangan kualitas yang berkelanjutan. Seperti apa kerangka model maturitas pembelajaran njaminan kualitas yang berorientasi pada hasil tersebut. Bagaimana stategi penerapannya dalam lingkup Pendidikan Tinggi, agar layak dijadikan sebagai model umum dalam proses pembelajaran Bagaimana mengukur keberhasilan penerapan Model Maturitas Pembelajaran ( LMM ) .
1.3 Tujuan dan Manfaat Studi ini merupakan bagian awal dari keseluruhan pengembangan model manajemen kualitas lulusan di Perguruan Tinggi , untuk memberikan kerangka dari penjaminan kualitas lulusan berkelanjutan dengan menerapkan model CMMI Development. Kerangka model yang diusulkan akan dijadikan landasan strategis pengembangan aspek operasionalnya untuk bisa diterapkan pada Program-program Studi Perguruan Tinggi. Kerangka dari penjaminan kualitas lulusan berkelanjutan dengan menerapkan model CMMI Development. Dengan kerangka model yang diusulkan akan dijadikan landasan
13
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
strategis pengembangan aspek operasionalnya untuk bisa diterapkan secara nyata pada Program-program Studi Perguruan Tinggi.. Tingkat Maturitas memandu evolusi organisasi dari keadaan di mana praktek-praktek yang kurang baik didefinisikan dan koheren ke tingkat inovasi dan optimasi terus menerus. (Duarte, 2011) 2. TINJAUAN TEORI 2.1 Manajemen kualitas Menurut Edward Sallis manajemen kualitas terpadu, menjelaskan dua hal yang berbeda tetapi terkait. Yang pertama adalah filosofi perbaikan berkelanjutan. Maksud terkait yang kedua yang digunakan manajemen kualitas terpadu adalah untuk menjelaskan alat dan teknik, yang digunakan untuk meletakkan perbaikan kualitas dalam tindakan.(Sallis,1993) Konsep dasar dan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan manajemen kualitas terpadu adalah Rumah Kualitas. Komponen utama Rumah Kualitas yaitu atap, yang terdiri dari sistem social, teknis dan sistem manajemen yang ditunjang oleh empat pilar kepuasan pelanggan, perbaikan berkelanjutan, berbicara dengan fakta dan penghargaan terhadap manusia. Pilar-pilar berdiri diatas pondasi tingkat manajerial yaitu strategi, proses, proyek dan manajemen tugas yang ditopang oleh misi, visi, nilainilai dan sasaran-sasaran.( Ralph, 1994) Falsafah, prinsip dan konsep dasar manajemen kualitas terpadu, menurut Buddy Ibrahim sebagai suatu sistem manajemen yang membuat perencanaan dan mengambil keputusan, mengorganisir, memimpin, mengarahkan, mengolah, memanfaatkan seluruh modal peralatan dan material, teknologi, sistem informasi, energi dan sumberdaya manusia untuk membuat produk atau jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasar konsumen terus-menerus untuk kelangsungan hidup secara efisien, efektif dan bertanggung jawab dengan partisipasi seluruh sumberdaya manusia.(Buddy ,1997) Selain Manajemen Kualitas Terpadu, organisasi-organisasi dapat menerapkan ISO 9000 dalam manajemen kualitas nya. Sistem kualitas yang ditekankan pada ISO 9000, adalah suatu panduan manajemen menyeluruh yang mencakup fasilitas dan proses, program dari rencana-rencana, aktivitas-aktivitas, sumberdaya dan keluaran. Program ini diimplementasikan dan dikelola dengan tujuan untuk mendapat jaminan bahwa proses keluaran akan memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan sekaligus tercapainya sasaran operasional organisasi.(Perry,1993). Penerapan atau praktik manajemen kualitas, dapat dilakukan dengan kadar atau intensitas yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan lembaga, melalui aktivitasaktivitas manajemen secara umum, yaitu : perencanaan kualitas, pengorganisasian, praktek kepemimpinan dan komunikasi horizontal serta pengendalian organisasi. 2.2 Proses Pembelajaran Bidang Studi Dengan menggunakan analogi proses produksi suatu barang, dimana orientasinya bukan pada proses tetapi kepada produk atau hasil atau outcome. Proses pembelajaran dengan hasil atau outcome yang sifatnya abstrak yaitu : Pengetahuan , ketrampilan, sikap kerja yang dibalut dalam kompetensi dan kapabilitas dari suatu profesi dalam bidang ilmu tertentu yang diperoleh siswa yang selama mengikuti pembelajaran. Serangkaian proses untuk menghasilkan keluaran seperti diatas adalah yang dilakukan oleh lembaga pendidikan, khususnya dalam Pendidikan Tinggi. Karena sifat dan cara menghasilkan dan penyampaian yang berbeda-beda, maka untuk kepentingan analisis dari kinerja lembaga dibentuk kelompok-kelompok yang mengkhususkan atau spesialisasi dengan bidang-bidang studi atau disiplin ilmu (www.qmu.ac.uk, akses 21/6/2016). Studi Kelompok kerja pada Queen Margaret University, untuk atribut lulusan mengidentifikasi sejumlah area yang akan diharapkan untuk dijadikan fitur atau karakteristik dari lulusan sebagai hasil pembelajaran, bagi yang telah berhasil menyelesaikan, meliputi (annoname, www.qmu.ac.uk, akses 21/6/2015) : Pengetahuan dan pemahaman ; Keterampilan ; sikap dan Literasi informasi ;
14
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Kajian ini memilih pendekatan pada bidang studi sesuai dengan pembagian atau pengkhususan dalam Lembaga Pendidikan Tinggi, dimana ada Fakultas, School, Jurusan dan bahkan sampai ke Peminatan. Akreditasi BAN, dilakukan berdasarkan Bidang Studi tertentu dari lembaga Pendidikan Tinggi. Sebagai Penjaminan Kualitas Eksternal dari Pendidikan Tinggi untuk menjamin kualitas. Secara strategis dapat digunakan model Value-Chain dari Porter, yang mengelompokkan aktivitas-aktivitas dalam Aktivitas Utama atau Primary Activities dan Aktivitas Pendukung atau Support Activities. Tiga tahap dalam Aktivitas Utama, yaitu : a. Pengadaan Aktivitas Utama dari proses pembelajaran dimulai dari mendapatkan calon siswa yang siap mengikuti pembelajaran, fokusnya pada menyiapkan peserta didik yang memiliki kemampuan dasar pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan : Pendaftaran dan seleksi calon; Penerimaan dan Orientasi b. Pembelajaran, diambil dari proses belajar-mengajar yang dilakukan berulang ulang disetiap semester, setiap mata pelajaran, fokus pada penyampaian dan mendapatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja : Kuliah ; Praktikum (jika ada) ;Kerja praktek (jika ada) ;Proyek (jika ada) ;Assesmen Sumatif c. Paska Pembelajaran, menitik beratkan integrasi pengetahuan dan ketrampilan dengan penjaminan kualitas lulusan dan penempatan kerja : Proyek Akhir ; Assessmen yang komprehensif ; Penempatan kerja . Sementara untuk Aktivitas Pendudkung, dikelompokkan dalam aktivitas-aktivitas terkait, seperti : Perencanaan strategis dan tahunan Bidang Studi yang diturunkan dari Perencanaan Strategis Fakultas/Lembaga, Manajemen Kurikulum, Layanan Operasional Akademis, dll. Yang mendukung aktivitas utama. l. Semua proses atau aktivitas dalam proses pembelajaran ini, dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah, standar-standar dan pedoman yang sudah dikembangkan sebelumnya, dalam kurikulum, instrusional dan prosedur-prosedur administrasi pelaksanaan kegiatan, jadwal dan sebagainya. 2.3 CMMI development Model yaang populer dikembangkan oleh Carnegi Melon University bersama degan Software Engineering Institute khususnya dibidang piranti lunak adalah CMM yaitu Capability Maturity Model, dan diperbaharui menjadi CMMI, yang memetakan tingkat kedewasaan capabilitas suatu lembaga dalam mengembangkan piranti lunak. Kondisi kematangan atau maturitas pelaksanaan proses suatu organisasi dapat dikategorikan sebagai Permulaan , Dikelola , Didefinisikan , Dikelola secara Kuantitatif , atau Optimalisasi . Lima level Model Maturitas Kapabilitas (CMM) dapat digambarkan sebagai : • Permulaan : Proses pembangunan ditandai sebagai ad hoc, dan kadangkadang bahkan kacau. Beberapa proses didefinisikan, dan keberhasilan terutama tergantung pada usaha individu dan heroik. • Dikelola : proses manajemen proyek dasar yang dibentuk untuk melacak biaya, jadwal, dan fungsionalitas. Disiplin proses yang diperlukan di tempat untuk mengulang kesuksesan sebelumnya pada proyek-proyek dengan aplikasi yang serupa. • Didefinisikan : kegiatan Manajemen dan pengembangan didokumentasikan, standar, dan diintegrasikan ke dalam keluarga proses standar untuk organisasi. • Dikelola secara kuantitatif : tindakan rinci proses dan kualitas produk dikumpulkan sehingga proses dan produk dipahami dan dikendalikan. • Optimalisasi : perbaikan proses berkelanjutan difasilitasi oleh umpan balik dari proses dan dari piloting ide-ide inovatif dan teknologi. Area Proses adalah sekelompok praktek terkait di area tertentu, yang ketika diimplementasikan secara kolektif, memenuhi serangkaian tujuan dianggap penting untuk melakukan perbaikan yang signifikan di daerah itu. Semua area proses CMMI yang
15
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
sifatnya umum untuk kedua represesntasi baik untuk yang terus-menerus yang berkelanjutan maupun representasi yang perbaikan yang bertahap. CMMI Process Area (PA) dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori berikut untuk memahami interaksi dan hubungan satu sama lain terlepas dari tingkatan mereka didefinisikan : Manajemen Proses; Manajemen Proyek; Rekayasa / Teknik dan Dukungan atau layanan. Komponen informatif pada setiap Process Area adalah komponen CMMI yang membantu pengguna Model, dalam memahami. Komponen dari setiap Proses, digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1: Komponen CMMI Model ( Sumber CMMI Dev 1.3) Hubungan Tingkatan Kedewasaan atau level Maturitas : CMMI – development , dengan proses area sebagai berikut : Maturitas atau Kedewasaan Level 1 – Permulaan, proses-proses sifat ad hoc, kacau, keberhasilan tergantung pada individu pelaksana. Maturitas atau Kedewasaan Level 2 – Dikelola, mencakup proses : CM – Manajemen Konfigurasi ; MA Pengukuran dan Analisis ; PMC Pengawasan Proyek dan Pengendalian; PP - Perencanaan Proyek; PPQA – Jaminan Mutu Proses dan Produk ; • REQM - Manajemen Persyaratan ; SAM Manajemen Perjanjian Pemasok. Maturitas Level 3 – Didefinisikan, mencakup proses-proses : DAR - Analisis Keputusan dan Resolusi; IPM - Manajemen Proyek Terpadu ; OPD – Definisi Proses Organisasi; OPF - Organisasi Fokus Proses ; OT - Pelatihan Organisasi ; PI - Integrasi Produk ; RD - Pengembangan Persyaratan ; RSKM - Manajemen Risiko ; TS - Solusi Teknis ; VAL – Validasi ; VER – Verifikasi. Kedewasaan Level 4 – Dikelola secara kuantitatif, ada dua proses yaitu : OPP - Kinerja Proses Organisasi, dan QPM - Manajemen Proyek Kuantitatif Kedewasaan Level 5 – Mengoptimalkan, juga ada dua proses : CAR - Analisis kausal dan Resolusi dan OPM – Organizatio-nal Performance Management 3. METODOLOGY Dalam mengembangakan kerangka model maturitas ini, dilakukan melalui studi pustaka, dari teori dan sumber-sumber yang berhubungan dengan proses belajar, manajemen kualitas dan secara mendalam tentang model penjaminan kualitas yang sering dihubungkan dengan penjaminan kualitas yang berkelanjutan dalam bidang Rekayasa Piranti Lunak atau Software Engginering yaitu CMMI Development. Hasil kajian secara teoritis dipadukan dengan pengalaman sekian tahun di beberapa Perguruan Tinggi sebagai dosen maupun sebagai “Subject Content Spesialist” di Lingkungan Bidang Studi Sistem Informasi, menghasilkan konsep penjaminan kualitas lulusan dengan penerapan CMMI pada Bidang Studi di Perguruan Tinggi. Dalam pengembangan L_MM dengan basis CMMI development, proses-proses pembelajaran atau belajar-mengajar pada suatu Bidang Studi, dipetakan dalam kerangka CMMI, dengan dasar teori pemetaan atau mapping theory (Getner,1983) dari dua objek berdasarkan attribute proses yang selanjutnya disebut Learning. Basis penerapan CMMI development ini, dipilih pada tingkatan Bidang Studi, yang mengembangkan, menyampaikan, dalam kesatuan profesi satu disiplin ilmu (mmm, 2006).
16
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Pemetaan proses-proses pembelajaran dengan proses-proses CMMI – Development ini sekaligus tingkatan atau level maturitasnya, yaitu tetap pada 5 level. Untuk kepentingan assessment maturitas dikembangkan sebagai kelengkapan model maturitas, dikembangkan berdasarkan kapabilitas dan kompentensi lembaga dalam menerapkan proses-proses pembelajaran. 4. MODEL MATURITAS Untuk meerapkan CMMI Development, proses pembelajaran dalam satu bidang studi disesuaikan dengan karakteristik CMMI, seperti proses area dengan tujuan umum dan tujuan khusus, dan tingkat maturitas untuk setiap area proses. Yang pertama dilakukan adalah mencocokkan area proses dalam pembelajaran dengan proses piranti lunak dalam CMMI, penepatan tujuan umum dan khusus belum dibahas. Tabel 4.1 menunjukkan tingkatan maturitas, dan proses proses area yang diperlukan untuk pencapaian tingkat maturitas bersangkutan baik dari CMMI maupun dari L_MM. 4.1 Pencocokan Proses Pembelajaran dengan standar area proses CMMI Level 5 Optimizing Focus: Continuous Process Improvement 4 Quantitatively Managed Focus : Quantitatively Managed
3 Defined Focus : Process Standardization
CMMI Key Process Area CAR - Causal Analy-sis and Resolution OPM – Organizatio-nal Performance Management
Learning Performance Management (LPM)
OPP – Organizatio-nal Process Performance QPM - Quantitative Project Management
Learning Processes Performance (LPP)
DAR - Decision Analysis and Resolution IPM - Integrated Project Management OPD - Organizational Process Definition OPF - Organizational Process Focus OT - Organizational Training PI - Product Integration RD - Requirements Development RSKM - Risk Management TS - Technical Solution
Curriculum Development (CD)
VAL – Validation VER - Verificatio
2 Managed Focus : Basic Learning Management
L-MM Key Process Area
CM - Configuration Management
Causal Analysis and Resolution (CAR)
Quantitative Learning Management (QLM)
Technological Solution (TS) Learning Outcome Integration(LOI) Verification (Ver) Validation (Val) Learning Process Focus (LPF) Learning Process Definition (LPD) Organizational Training (OT) Integrated Learning Mgmt (ILM) Risk Management (RISK) Decision Analysis and Resolution (DAR) Integrated Teaching Learning Environment (LTLE) Integrated Supporting Unit (ISU) Learning Requirement Management (LRM)
MA - Measurement and Analysis PMC - Project Monitoring and Control
Learning Process Planning and Scheduling (LPPS)
PP - Project Planning
Learning Monitoring and Control (LMC)
PPQA - Process and Product Quality Assurance
Supplier Agreement Management (SAM)
REQM - Requirements Management
Measurement and Analysis (MA) Process and Outcomes Quality
17
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
SAM - Supplier Agreement Management
ISBN:978-979-1194-11-2
Assurance (POCA) Learning Outcome Management (LOM)
1.Initial Process is informal and Adhoc
-
-
4.2 Learning Maturity Model (LMM) Model Maturitas Pembelajaran Mengacu pada tingkat maturitas CMMI, tingkatan maturitas L_MM menggunakan lima tingkat atau level maturitas, denama yang sama pula. Kelima tingkatan maturitaas adalah : Permulaan, Dikelola, Didefinisikan, dikelola secara Kuantitatif dan Optimalisasi. Maturitas Level 1: Permulaaan Pada tingkat 1 ini, proses biasanya ad hoc dan kacau. Lembaga biasanya tidak menyediakan lingkungan pembelajaran yang stabil untuk mendukung proses. Keberhasilan dalam lembaga ini tergantung pada kompetensi dan heroik dari orangorang dalam organisasi baik staf pengajar maupun manajemen. Meskipun ini tingkat kekacauan, pada saatnya lembaga dapat menghasilkan lulusan yang dapat bekerja, tetapi mereka sering melebihi target waktu maupun upaya. Maturitas Tingkat 1 dari lembaga, ditandai dengan kecenderungan untuk overcommit, mengulangi proses mereka dalam waktu krisis, dan tidak dapat mengulangi keberhasilan mereka dimasa lalu. Maturitas Level 2: Dikelola Pada saatnya lembaga, telah memastikan bahwa proses yang direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan; pembelajaran mempekerjakan orang terampil dan professional, memiliki sumber daya yang memadai untuk menghasilkan lulusan dan dikendalikan; melibatkan pemangku kepentingan yang relevan; dimonitor, dikontrol, dan ditinjau; dan dievaluasi untuk kepatuhan terhadap deskripsi proses mereka. Proses disiplin tercermin pada tingkat maturitas 2, membantu untuk memastikan bahwa praktek-praktek yang ada dipertahankan selama tertentu . Ketika praktek ini di tempat, pembelajaran dilakukan dan dikelola sesuai dengan rencana mereka dan didokumentasikan. Komitmen ditetapkan antara para pemangku kepentingan yang relevan dan direvisi sesuai kebutuhan. Hasil pembelajaran (Learning Outcome) secara tepat dikendalikan. Hasil , prosedur dan proses yang memenuhi ketentuan dan standar mereka didokumentasikan. Maturitas Level 3: Didefinisikan Pada level maturitas 3, hasil dan proses pembelajaran ditandai dengan baik dan dipahami, dan dijelaskan dalam standar, prosedur, alat, dan metode. Sekumpulan proses standar lembaga, yang merupakan dasar untuk pencapaian level 3, didirikan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu. Proses pembelajaran ditetapkan dan definisikan dengan menyesuaikan dengan proses standar dan pedoman lembaga. Pada level maturitas 3, standar, deskripsi proses, dan prosedur untuk pembelajaran disesuaikan dengan himpunan proses standar lembaga, sehingga proses lebih konsisten kecuali perbedaan
18
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
yang diperbolehkan oleh pedoman. Proses biasanya dijelaskan lebih ketat dari pada level maturitas 2. Sebuah proses yang jelas menyatakan tujuan, masukan, kriteria masuk, kegiatan, peran, langkah-langkah, langkah verifikasi, luaran , dan kriteria keluar. Pada level maturitas 3, proses yang dikelola lebih proaktif menggunakan pemahaman tentang keterkaitan kegiatan proses dan langkah-langkah rinci proses, hasil kerja, dan layanan. Pada level maturitas 3, organisasi lebih meningkatkan proses nya yang terkait dengan area proses pada level maturitas 2. Praktek generik terkait dengan tujuan generik 3 yang tidak ditujukan pada level maturitas 2 diterapkan untuk mencapai level maturitas 3. Maturitas Tingkat 4: Dikelola Secara kuantitatif Pada tingkat maturitas 4, lembaga dan pembelajaran membangun tujuan kuantitatif untuk kualitas dan kinerja proses dan menggunakannya sebagai kriteria dalam mengelola pembelajaran. Tujuan kuantitatif didasarkan pada kebutuhan pelanggan, pengguna akhir, organisasi, dan proses pelaksana. Kualitas dan kinerja proses dipahami secara statistik dan dikelola sepanjang hidup pembelajaran . Untuk subproses yang dipilih seperti, praktikum, kerja praktek , langkah-langkah khusus kinerja proses yang dikumpulkan dan dianalisis secara statistik. Ketika memilih subproses untuk analisis, sangat penting untuk memahami hubungan antara subproses yang dipilih dan dampaknya terhadap pencapaian tujuan untuk kualitas dan kinerja proses. Pendekatan seperti ini membantu untuk memastikan bahwa pemantauan subproses menggunakan teknik kuantitatif statistik dan lainnya diterapkan, untuk melihat pengaruhnya pada nilai keseluruhan untuk lembaga. Basis kiinerja proses dan model dapat digunakan untuk membantu menetapkan kualitas dan tujuan kinerja proses yang membantu mencapai tujuan lembaga. Perbedaan penting antara level maturitas 3 dan 4 adalah prediktabilitas kinerja proses. Pada tingkat maturitas 4, kinerja pembelajaran dan subproses yang dipilih dikendalikan menggunakan statistik dan teknik kuantitatif lainnya dan prediksi didasarkan, sebagian besar pada analisis statistik. Maturitas Level 5: Optimalisasi Pada tingkat maturitas 5, sebuah lembaga terus meningkatkan proses-prosesnya berdasarkan pemahaman secara kuantitatif tujuan strategis lembaga dan kebutuhan kinerja. Lembaga menggunakan pendekatan kuantitatif untuk memahami variasi yang melekat dalam proses dan penyebab hasil proses. Tingkat maturitas 5 lembaga fokus pada meningkatkan kinerja proses terus-menerus melalui proses tambahan dan inovatif dan perbaikan teknologi. Kualitas dan tujuan kinerja proses lembaga ditetapkan, terus direvisi untuk mencerminkan perubahan tujuan lembaga dan kinerja lembaga, dan digunakan sebagai kriteria dalam mengelola proses perbaikan. Efek dari proses dikerahkan perbaikan diukur menggunakan statistik dan model dan teknik kuantitatif lainnya dan dibandingkan dengan tujuan kualitas kinerja dan proses. Didefinisikan proses pembelajaran , standar proses lembaga, dan teknologi yang mendukung, menjadi target yang terukur dari kegiatan perbaikan berkelanjutan. 4.3 Temuan Beberapa temuan selama proses pengembangan model L-MM, berdasarkan analisis fakta-fakta yang diperoleh : Penerapan CMMI development, pada proses pembelajaran bidang studi di Perguruan Tinggi, diperlukan perubahan orientasi manajamen operasional, dari orientasi pada layanan dimana siswa diperlakukan sebagai pelanggan ke orientasi pada hasil atau outcome dan proses sebagai persyaratan dalam perbaikan kualitas lulusan berkelanjutan. Definisi yang kongkrit dari kompetensi dan kapabilitas yang dibutuhkan pengguna lulusan, agar dapat dengan mudah diterjemahkan dalam proses-proses dan teknik penyampaian serta sumberdaya yang diperlukan dalam manajemen kurikulum dan Instruksional.
19
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Pendekatan rekayasa diperlukan dalam pengembangan dan perawatan kurikulum dan instruksional, melalui siklus hidup kurikulum. Pembakuan standar proses, luaran dan kinerja seperti dalam CMMI development, untuk menjamin proses dan luaran memenuhi standar yang diperlukan serta pembakuan basis kompetensi bidang studi, dan pengelolaannya melalui manajemen konfigurasi. Diperlukan pengembangan area proses-proses, terutama yang mendukung level maturitas 4 dan 5, yang berhubungan dengan manajemen proses secara kuantitatif, inovasi dan pengembangan kualitas secara berkelajutan. Perubahan-perubahan yang cukup radikal, membutuhkan upaya dan sumberdaya yang lebih dengan penerapan L-MM, maka diperlukan komitmen dan dukungan para pemangku kepentingan, demi tercapainya tujuan bersama dalam pembangunan bangsa, melalui Pendidikan Tinggi.
5. SIMPULAN DAN KAJIAN LANJUTAN 5.1. Simpulan . Model CMMI untuk Development, dapat diaplikasikan untuk proses pembelajaran atau sering dikenal dengan proses belajar dan mengajar dalam lingkungan program studi di Universitas atau Pendidikan Tinggi, Perbedaan-perbedaan dalam cakupan maupun ciri untuk pembelajaran suatu bidang studi atau disiplin ilmu dan upaya-upaya peningkatan kualitas lulusan bidang studi selanjutkan diberinama L_MM ( Learning Maturity Model). Keberhasilan penerapan L_MM, dan tujuan pengembangan kualitas lulusan Perguruan Tinggi, seperti keunggulan dari CMMI selain diperuntukkan bagi peningkatan efisiensi dan efektivitas proses Lembaga, juga dapat menghasilkan kualitas hasil yaitu kualitas lulusan. dengan komitmen dan kesesuaian dengan standar dan prosedur yang selalu dikembangkan dan diperbaharui sebagai bagian dari perbaikan berkelanjutan. Pendekatan dalam proses di Lembaga yang berientasi pada Hasil atau Outcome. Kendala dalam penerapannya, lembaga diharuskan mengembangkan standar dan prosedur sesuai tujuan, bagi sebagian Lembaga harus merekayasa ulang proses pembelajaran yang sekarang berjalan. Perubahan yang dramatis dalam pemgelolaan bidang studi diperlukan kemauan para pemangku kepentingan, sebagai tanggung jawab kepada masyarakat untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas yang sekaligus bersifat strategis dimana tingkat persaingan Lembaga Pendidikan Tinggi semakin ketat. 5.2 Kajian Lanjutan Kajian ini masih tahapan konsep dasar yang dituangkan dalam kerangka model, untuk implementasinya diperlukan kajian mendalam terhadap proses-proses pembelajaran yang disesuaikan dengan sifat CMMI ; Manajemen pembelajaran, baik yang genenal atau umum maupun spesifik untuk bidang studi. Rekayasa ulang proses pembelajaran yang berorientasi pada hasil, untuk memenuhi kebutuhan pengguna lulusan. Mengkaji dan merancang proses-proses pembelajaran, dengan pendekatan perancangan area proses CMMI Pengembangan Sistem Informasi Pendukung pembelajaran, untuk efektivitas proses, administratif dan pengembangan Knowledge manajemen yang mendukung maturitas pada tingkatan 4 dan 5.
20
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim. (2010). CMMI for Devlopment, Version 1.3, Software Engineering Institute, http://www.sei.cmu.edu/reports/10tr033.pdf. [2] Anonim. (2010). Generic graduate attributes for undergraduate programmes, Quen Margaret University, www.qmu.ac.uk (akses 21/06/2015) [3] Billing, David. (2004). International Comparison and Trends in external Quality Assurance of Higher Education, Commonality or Diversity ?, Higher Education47, Kluwer Academic Publisher, Netherlands. http://eric.ed.gov/?id=EJ732677 [4] Duarte, Duarte dan Paula Ventura a Martin,(2011). Toward a Matuity Model for Higher Education Institution, CIEO Vol-731, Faro, Portugal. http://ceurws.org/Vol-731/05.pdf [5] Getner, Bedre.(1983). Structure Mapping : A Theoretical Framework for Analogy, Cognitive Science, Bolt Berawak and Newman Inc., Cambridge, MA02238, http://csjarchive.cogrci.rpi.edu/1983-Vo7/002/p155p0170/MAIN.pdf. [6] Ibrahim, Buddy. (1997). Total Quality Management: Panduan Menghadapi Persaingan Global, . Jakarta : Penerbit Djambatan. ISBN 979-428-301-0 [7] Johnson, Perry L.(1993). ISO 9000 Meeting The New International Standard. Singapore: Mc Graw Hill International Edition, [8] Mole, David dan Wong, (2003). Balancing Autonomy and Accountability in Higher Education : Quality Audit at City University of Hongkong, Jurnal of Philippine Higher Education Quality Assurance, Philippine. ISSN-1655-8545. http://www.aaccupqa.org.ph/Journal%20of%20Philippine%20Higher%20Educatio n%20Quality%20Assurance.pdf [9] Lewis, Ralph G. dan . Smith, Douglas H. (1994). Total Quality In Higher Education . Florida: St. Lucie Press. [10] Sallis, Edward.(1993). Total Quality Management In Education. London : Kogan Page.
21
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
PENGEMBANGAN KERANGKA KERJA PENJADWALAN BEBAN SECARA REAL TIME BERBASIS SISTEM MULTI AGEN PADA JARINGAN CERDAS RAMAH LINGKUNGAN
Anggoro Suryo Pramudyo1, Bobby Kurniawan2, Didik Aribowo3 1Jurusan
Teknik Elektro Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Jend. Sudirman km.3 Cilegon – Banten – Indonesia,
[email protected]
2Jurusan
Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Jend. Sudirman km.3 Cilegon – Banten – Indonesia,
[email protected]
3Jurusan
Teknik Elektro Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Jend. Sudirman km.3 Cilegon – Banten – Indonesia,
[email protected]
ABSTRAK Pada makalah ini diusulkan sebuah sistem cerdas manajemen energi pada rumah tangga. Sistem ini memungkinkan setiap alat rumah tangga untuk melakukan komunikasi dua arah. Alat listrik dimodelkan sebagai agen otonom sehingga sistem multi agen dapat digunakan sebagai pendekatan yang cocok dalam masalah ini. Sistem ini terdiri atas beberapa agen alat otonom dan agen penjadwal sentral yang menggunakan penjadwalan real-time untuk mengalokasikan beban. Algoritma penjadwalan real-time dikembangkan berdasarkan perkiraan beban permintaan, waktu trigger dan respon permintaan. Algoritma penjadwalan juga mempertimbangkan prioritas sehubungan dengan tingkat interaksi manusia untuk setiap alat listrik. Simulasi dilakukan untuk memvalidasi algoritma penjadwalan yang diusulkan dengan mengambil sampel penggunaan alat elektronik dalam mingguan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa algoritma penjadwalan dapat digunakan sebagai teknik alternatif untuk mengelola beban secara efisien dalam rumah tangga.
Kata kunci: sistem manajemen energi, sistem multi-agen, penjadwalan real-time
1. Pendahuluan Pentingnya kesadaran konsumsi energi sangat menarik perhatian para peneliti dari berbagai disiplin ilmu. Akibatnya, beberapa pendekatan telah diusulkan untuk menyelaraskan dengan topik ini dan kadang-kadang memerlukan pendekatan antardisiplin. Salah satu pendekatan yang telah mendapatkan popularitas di kalangan para peneliti adalah jaringan smart grid. Smart grid adalah teknologi untuk membawa sistem pengiriman utilitas listrik menggunakan remote control berbasis komputer dan otomatisasi yang dimungkinkan oleh dua arah teknologi komunikasi dan pemrosesan komputer (US Department of Energy 2014). Pengembangan manajemen energi dalam peralatan rumah tangga yang cerdas adalah contoh aplikasi smart grid. Semua peralatan di rumah cerdas bertindak sebagai node untuk membentuk jaringan smart grid. Beban peramalan, yang kadang-kadang menciptakan konflik dengan penggunaan pengguna, merupakan hal penting yang harus ditangani dalam alat rumah tangga cerdas
22
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
(Alfares dan Nazeeruddin 2002). Sebuah alat harus memiliki kemampuan yang baik untuk memprediksi waktu, durasi, dan jumlah konsumsi berdasarkan data penggunaan dari data masa lalu. Sebagai konsekuensi dari perbedaan antara prediksi dan permintaan penghuni, peralatan juga membutuhkan mekanisme untuk menanggapi permintaan penghuni. Oleh karena itu, alat harus mampu melakukan penjadwalan real-time sehingga respon dapat dilakukan segera. Keuntungan dari penjadwalan real-time dalam manajemen beban yang prediktabilitas, ketahanan, usabilitas, otomatisasi, dan skalabilitas (Caprinoet al. 2014). Pada makalah ini diusulkan sisi permintaan sistem manajemen energi yang terdiri atas beberapa agen alat otonom dan agen penjadwal sentral dalam lingkungan rumah tangga yang menggunakan penjadwalan real-time untuk mengalokasikan beban. Aplikasi berbasis agen di rumah pintar telah banyak diadopsi oleh beberapa peneliti seperti Joumaaet al. (2011) dan Lagorse et al. (2010). Berdasarkan karakteristik peralatan di rumah tangga yang memiliki kemampuan untuk memrediksi konsumsi daya, untuk membuat keputusan secara mandiri, dan untuk merespon perubahan dari lingkungan, pada makalah ini digunakan pendekatan berbasis agen yang memiliki karakteristik yang disebutkan sebelumnya. Setiap alat dimodelkan sebagai agen. Selain itu, agen penjadwal pusat, yang menerima permintaan dari sebuah alat dan mengaktifkan pengoperasian penjadwalan berdasarkan permintaan juga diusulkan. Agen adalah komponen perangkat lunak yang memiliki otonomi untuk melakukan interoperabilitas antara perangkat dalam suatu sistem, bertindak mirip dengan perilaku manusia, serta memiliki tugas tertentu (Bellifemine et al. 2007). Pendekatan sistem multiagen terurai masalah menjadi beberapa sub-masalah yang diselesaikan secara terpisah oleh agen yang sesuai (Lim et al. 2009). Dalam makalah ini, agen alat, yang merupakan perangkat dalam rumah, memrediksi konsumsi dan kemudian meminta kepada agen penjadwal untuk mengalokasikan penggunaan diprediksi. Agen penjadwal membuat keputusan penjadwalan berdasarkan waktu yang dipicu dari peralatan agen. Selain itu, agen penjadwal harus diberikan kemampuan untuk mengenali prioritas berdasarkan permintaan. Dengan demikian koordinasi dilakukan oleh semua agen di sistem multi-agen yang mampu menghasilkan mekanisme alokasi daya yang efisien dalam rumah tangga. Untuk mencoba sistem multi-agen yang diusulkan, simulasi digunakan untuk menggunakan data konsumsi rumah tangga.
2. Pembahasan Ada empat komponen utama yang diusulkan penjadwalan real-time berbasis agen. Mereka adalah sistem prediksi beban, sistem multi-agen, komunikasi antar-agen, dan mekanisme penjadwalan real-time. 2.1. Sistem Prediksi Beban Ada beberapa teknik dan pendekatan yang diterapkan untuk memprediksi kebutuhan beban di rumah otomatis. Arghira et al. (2012) mengusulkan beberapa prediktor untuk memrediksi kebutuhan beban berdasarkan kemungkinan penggunaan instrumen dalam
23
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
window time. Selanjutnya, dalam survei yang dilakukan oleh Alfares dan Nazeeruddin (2002), beberapa metode yang umumnya digunakan sebagai energi sistem prediksi dijelaskan, antara lain, (1) multiple regression, (2) exponential smoothing, (3) iterative reweighted least-squares, (4) Adaptive load forecasting, (5) stochastic time series, (6) ARMAX models based on genetic algorithms, (7) fuzzy logic, (8) neural networks, dan (9) expert systems. Selain itu, Basu et al. (2013) juga mengusulkan modul sistem prediksi yang menganggap pengetahuan ahli yang diambil dari basis data Residential Monitoring to Decrease Energy Use and Carbon Emissions di Eropa (REMODECE). Dalam penelitian ini alat agen harus membuat dua prediksi, yaitu waktu dan beban durasi harus dipenuhi. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan window time sebagaimana diusulkan oleh Arghiraetal. (2012) sebagai pendekatan yang tepat dengan penelitian ini. Jika D menunjukkan hari, T menunjukkan waktu (nilai integer antara 0-23), h adalah interval waktu, α adalah faktor smoothing, dan Fd(T+h) adalah prediksi waktu buka yang harus dijalankan selama periode T dan T+h pada hari d. Kita bisa memprediksi Fd(T+h) menggunakan weighted exponential smoothing seperti berikut:
dengan F'd-1(T+h) adalah waktu yang sebenarnya beban dialokasikan selama periode T dan T+h pada hari ke d-1 dan F'0(T+h)=F0(T+h). Dengan cara yang sama, durasi beban permintaan bisa dirumuskan menjadi
dengan L'd-1(T+h) menunjukkan durasi beban yang sebenarnya selama durasi T+h. Gambar 1 mengilustrasikan konsep peramalan yang diusulkan. Time (t) 23:00 – 00:00
F’d(T+h) L’d(T+h) Ld(T+h)
01:00 – 02:00
Fd(T+h) 00:00 – 01:00
1
2
Day (d)
Gambar 1. Waktu dan prediksi beban alat tunggal pada pukul 01:00 sampai 02:00 untuk hari ke-2.
24
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
2.2. Macam-macam Agen 1. Agen Alat Agen alat merupakan alat di rumah. Tugas utama dari agen ini adalah untuk membuat prediksi sesuai dengan sub bab 2.1. Dalam rangka untuk memprediksi beban, agen menyimpan alokasi beban yang sebenarnya dijadwalkan oleh agen penjadwal. Dengan kata lain, data yang disimpan adalah apakah hasil prediksi yang tepat atau permintaan yang diminta oleh penghuni. Agen alat melakukan komunikasi dua arah dengan agen penjadwal. 2. Agen Penjadwal Agen penjadwal memiliki tugas penting untuk mengalokasikan permintaan beban dari agen alat yang dipicu oleh window time. Selain itu, agen ini harus menanggapi permintaan dari penghuni. Agen ini digunakan dengan kemampuan untuk mengenali jumlah konsumsi daya masing-masing alat dan juga prioritas perangkat berkaitan dengan interaksi manusia. Dalam penelitiannya, Shah et al. (2012) menggunakan prioritas untuk menjadwalkan pekerjaan dalam komputasi grid. 2.3. Komunukasi Antar-Agen Komunikasi antara agen penjadwal dan agen alat terjadi dalam kondisi berikut: a. Ketika agen alat meminta konsumsi beban dari agen penjadwal Appliance Agent
Scheduler Agent Load request
Request approved
Request rejected
Gambar 2. Agen Alat meminta konsumsi beban ke agen penjadwal b. Ketika agen scheduler membuat penjadwalan ulang saat ada penghuni. Appliance Agent
permintaan dari
Scheduler Agent
Load is rescheduled When and how much is actual load dispatched Actual load is F’ and L’
Gambar 3. Agen Penjadwal mengumumkan penjadwalan ulang terhadap agen alat.
25
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
2.4. Mekanisme Penjadwalan Real-time Pada makalah ini diusulkan sebuah penjadwalan real-time berulang untuk mengalokasikan permintaan beban oleh agen alat. Agen penjadwal menentukan keputusan penjadwalan berdasarkan jumlah permintaan dari agen alat dan permintaan dari penghuni. Jika ketersediaan pasokan memenuhi semua permintaan, agen penjadwal mengalokasikan semua permintaan. Namun, jika beban total yang dibutuhkan oleh semua agen alat tidak dapat dipenuhi maka agen penjadwal akan membuat jadwal berdasarkan prioritas masing-masing alat. Prioritas ditentukan oleh tingkat interaksi pengguna. Penggunaan prioritas dalam penjadwalan real-time dilakukan oleh agen penjadwalan dengan melakukan penjadwalan ulang jika hasil prediksi tidak sesuai dengan penghuni. 3. Kesimpulan Pada makalah ini diusulkan sebuah algoritma penjadwalan real-time berbasis agen untuk alat rumah tangga yang terdiri atas sistem prediksi beban, sistem multi-agen, komunikasi antar-agen, dan mekanisme penjadwalan real-time. Simulasi dilakukan untuk menyelidiki perilaku mekanisme penjadwalan berbasis agen dalam lingkungan. Penelitian berikutnya dapat menambahkan kecerdasan buatan untuk mengenali pola konsumsi. Daftar Pustaka [1] Alfares, H.K., and Nazeeruddin, M. (2002) Electric load forecasting: literature survey and classification of methods, International Journal of Systems Science, 33(1), 23-34. [2] Arghira, N., Hawarah, L. Ploix, S., and Jacomino, M. (2012) Prediction of appliances energy use in smart homes, Energy, 48, 128-134. [3] Basua, K., Hawaraha, L., Arghiraa, N., Joumaaa, H., and Ploixa, S. (2013) A prediction system for home appliance usage, Energy and Buildings, 67, 668-679. [4] Bellifemine, F., Caire, G., and Greenwood, D. (2007)Developing Multi Agent System with JADE, John Wiley & Sons Ltd, Chichester,West Sussex. [5] Caprino, D., Della Vedova, M.L., and Facchinetti, T. (2014)Peak shaving through real-time scheduling of household appliances, Energy and Buildings, 75, 133148. [6] Joumaa, H., Ploix, S., Abras, S., and De Oliveira, G. (2011)A MAS integrated into Home Automation system, forthe resolution of power management problem in smarthomes, Energy Procedia, 6, 786-794. [7] Lagorse, J., Paire, D., and Miraoui, A. (2010) A multi-agent system for energy management of distributed power sources, Renewable Energy,35, 174-182. [8] Lim, M.K., Zhang, Z., and Goh, W.T. (2009) An Iterative Agent Bidding Mechanism for Responsive Manufacturing, Engineering Applications of Artificial Intelligence, 22, 1068-1079. [9] Shah, S.N.M, Zakaria, M.N.B., Mahmood, A.K.B., Pal, A.J., and Haron, N. (2012) Agent Based Priority Heuristic for Job Scheduling onComputational Grids, Procedia Computer Science, 9, 479-488. [10] U.S. Department of Energy (2014) SMART GRID. http://energy.gov/oe/services/ technology-development/smart-grid.
26
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
PENINGKATAN PROSES AUTHENTIKASI KEAMANAN JARINGAN IMS (IP MUTIMEDIA SUBSYSTEM) PADA LTE (LONG TERM EVOLUTION) Dadiek Pranindito1 1 ST3 Telkom, Puwokerto,
[email protected] ABSTRAK LTE (Long Term Evolution) dan IMS (IP Multimedia Subsystem) merupakan dua teknologi telekomunikasi berkecepatan tinggi yang didefinisikan oleh 3GPP (3rd Generation Patnership Project). Selain dalam hal kecepatan dua teknologi telekomunikasi tersebut harus dapat memperhatikan harapan pengguna dari sisi keamanannya. Sistem keamanan menjadi fundamental untuk memenuhi harapan pengguna akan kepercayaan dan privasi dalam berkomunikasi. Penelitian ini akan mengulas mengenai sistem keamanan pada jaringan integrasi LTE-IMS untuk meminimalkan kerentanan terhadap serangan, yaitu didukung oleh sebuah prosedur Authentication Key Agreement (AKA). Prosedur AKA berfungsi untuk melindungi signalling dan user plane traffic antara user equipment dan jaringannya. Prosedur AKA tersebut dapat memastikan bahwa kunci yang digunakan untuk satu jaringan akses tidak dapat digunakan dalam jaringan akses yang lain. Authentikasi sangat penting bagi suatu terminal untuk masuk ke dalam jaringan, namun dengan adanya konvergensi antara dua jaringan yaitu LTE dan IMS maka akan muncul keterbatasan dalam proses authentikasi. Permasalahan yang muncul pada jaringan terintegrasi antara LTE dan IMS tersebut adalah terjadinya dua tahap proses authentikasi dalam mengakses layer jaringannya. Penelitian ini akan melakukan peningkatan kinerja protokol AKA tersebut dengan memodifikasi proses authentikasi dari two-pass authentification menjadi one-pass authentification, yang kemudian akan menghasilkan suatu proses authentikasi yang disebut dengan IAKA (Improved Authentication Key Agreement). Proses authentikasi IAKA diharapkan hanya berlangsung sekali dalam proses authentikasi didalam jaringan. Kata kunci : LTE, IMS, Authentication Key Agreement (AKA) 1.
Pendahuluan
Dengan berkembangnya generasi jaringan telekomunikasi masa depan atau sering disebut dengan next-generation network (NGN), muncullah beberapa standar-standar baru untuk komunikasi data baik data yang berupa gambar, suara, video dan formatformat data lainnya. IP Multimedia Subsystem (IMS) merupakan salah satu wujud perkembangan dari teknologi NGN dan menjadi faktor utama dalam perkembangan dari NGN. IP Session Initiation Protocol (SIP) dan Session Description Protocol (SDP) adalah pensinyalan yang digunakan pada protokol di jaringan IMS, oleh karenanya perangkat yang digunakan dalam layanan komunikasi IMS harus dapat mendukung kedua protokol tersebut.[1] IMS memiliki arsitektur jaringan yang standar tapi mampu menggabungkan layanan multimedia antara dunia seluler dengan dunia IP, tanpa harus merubah protokol standar yang telah digunakan oleh keduanya. LTE merupakan standar teknologi telekomunikasi terbaru yang dikeluarkan oleh 3rd Generation Patnership Project (3GPP) pada wireless mobile communication. Kehadiran LTE diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pengguna mobile broadband dengan data rate mencapai 100 Mbps, yang lebih tinggi dibandingkan HSPA.[2] Dengan munculnya dua teknologi tersebut maka kepercayaan dan rasa aman dari pengguna telekomunikasi merupakan salah satu prioritas utama dalam berkomunikasi.
27
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Spesifikasi jaringan integrasi LTE-IMS 3GPP menawarkan authentikasi sebanyak 2 tahap (two-pass authentication) dalam mengakses layer jaringan multimedia. Tahap pertama adalah authentikasi lapisan jaringan LTE yang memungkinkan pengguna/user untuk mengakses jaringan paket data LTE melalui proses pemeriksaan yang disebut dengan IMSI (International Mobile Subcriber Identity).[3] Kemudian tahap kedua yaitu proses authentikasi lapisan jaringan IMS yang meng-aunthentikasi pengguna/user melalui proses pemeriksaan yang disebut dengan IMPI (IP Multimedia Private-user Identity), hal ini memungkinkan pengguna untuk mengakses lapisan layanan multimedia.[4] Pendekatan dua tahap authentikasi tersebut kemudian dikenal sebagai protokol AKA (Authentification Key Agreement). Akan tetapi, dua tahap proses authentikasi pada protokol AKA tersebut, termasuk didalamnya proses respon dan request, proses generation, dan proses distribusi AV (Authentification Vektor) menyebabkan meningkatnya waktu delay dan konsumsi energi di sisi terminal. Dalam rangka untuk mengurangi waktu delay dan konsumsi energi tersebut, maka pada penelitian ini akan diusulkan perbaikan proses authentikasi dengan menggunakan protokol IAKA (Improved AKA) yang mengusulkan proses one-pass authentification. Konsep dari protokol IAKA yaitu dengan menggabungkan dua tahap proses authentikasi pada protokol AKA tersebut melalui proses nomor IMPI, sehingga tidak terjadi dua eksekusi pada saat proses authentikasi. Mekanisme proses authentikasi pada protokol IAKA adalah HSS (Home Subscriber Server) akan menghasilkan AV (Authentification Vektor) dengan menggunakan IMPI number dan hasil AV tersebut akan didistribusikan kepada UE (User Equipment), MME (Mobility Management Entity) dan PCSCF (Proxy Call Session Control Function). Pada saat terjadi proses authentikasi, terminal dan jaringan entitas akan saling meng-authentikasi satu sama lain menggunakan AV yang dihasilkan oleh HSS tersebut.[5] 2.
Pembahasan
2.1. Network Arsitektur LTE-IMS 3GPP telah menentukan jaringan IP-based pada teknologi LTE, yaitu sebuah jaringan flat yang dimana fungsi untuk bagian RNC telah dipindahkan ke eNode B dan beberapa fungsi lainnya jg dipindahkan ke MME dan SGW. Gambar berikut menunjukan konvergensi jaringan core antara LTE dengan IMS.
Gambar 2.1. Integrasi Arsitektur jaringan LTE dan IMS Integrasi antara jaringan LTE dan IMS terjadi pada jaringan core masing-masing teknologi. Pada gambar tersebut jaringan core untuk LTE terdiri dari MME, SGW, PGW, sedangkan IMS terdiri dari CSCF, HSS dan AS. Dari segi keamanan jaringan, protokol protokol yang memiliki relasi dengan prosedur authentikasi adalah sebagai berikut :
28
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
S6a merupakan hubungan antara MME dengan HSS, menggunakan protocol Diameter Mw merupakan hubungan antara CSCF dengan CSCF yang lain, menggunakan protokol SIP Cx merupakan hubungan antara CSCF dengan HSS, menggunakan protokol Diameter Protokol antara UE dengan MME merupakan protokol NAS (Non Access Stratum)
2.2. User Authentification , Key Agreement, and Key Generation ( IAKA )
Gambar 2.2. IAKA authentification protocol Gambar diatas merupakan mekanisme proses authentikasi integrasi jaringan antara LTE dengan IMS. Proses authentikasi diawali dengan mengubah identitas authentikasi jaringan dari IMSI menjadi IMPI. Karena pada jaringan inti LTE dan IMS telah menggunakan IP based, maka untuk proses authentikasi konvergensi kedua jaringan tersebut dapat dilakukan dengan memodifikasi kunci KASME. Modifikasi kunci KASME dilakukan dengan menggunakan AV (Authentification Vektor) yang dihasilkan oleh HSS. MME pada LTE dan PCSCF pada IMS digunakan sebagai gerbang dalam membentuk suatu koneksi jaringan.[6] Hirarki kunci diturunkan menggunakan fungsi kriptografi. Misal nya jika key-1 dan key-2 (digunakan dalam dua eNB yang berbeda) adalah beberapa kunci yang diturunkan dari kunci asal oleh sebuah MME. Maka sebuah penyerang yang mendapatkan key-2 masih belum dapat mengambil key-1 yang berada pada layer yang lebih tinggi dalam hirarki kunci. Setiap kunci tersebut akan terikat kedalam suatu bagian dan memiliki tujuan penggunaan masing-masing. Hal ini memastikan bahwa kunci yang digunakan untuk satu jaringan akses tidak dapat digunakan dalam jaringan akses yang lain. Karena GSM tidak mempunyai fitur tersbut, maka penyerang yang dapat mematahkan satu algoritma kunci di GSM juga dapat membahayakan keamanan yang ditawarkan ketika algoritma lainnya menggunakan kunci yang sama.
Gambar 2.3. IAKA authentification protocol
29
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Pada Gambar 2.3 IAKA IMS-LTE menggunakan 4 level key hierarchy, kunci KASME digunakan untuk penurunan kunci ke KPCSCFenc dan KPCSCFint yang bertujuan melindungi trafik antara UE dan P-CSCF. KASME dikhususkan untuk hubungan antara UE dan P-CSCF dan menghasilkan turunan kunci control plane dan user plane. Selama perpindahan dari sumber AP ke target AP, KASME selanjutnya dirubah menjadi KPCSCFenc dan KPCSCFint dengan Key Derivation Function (KDF).[7] Konsep dari protokol IAKA yaitu dengan menggabungkan dua tahap authentikasi pada protokol AKA tersebut melalui penomoran dalam proses IMPI, sehingga tidak terjadi dua eksekusi pada saat proses authentikasi. Pada protokol IAKA, HSS (Home Subscriber Server) menghasilkan AV dengan menggunakan nomor IMPI dan mendistribusikannya kepada UE (User Equipment), MME (Mobility Management Entity) dan PCSCF (Proxy Call Session Control Function).[4] Pada saat terjadi proses authentikasi di lapisan jaringan dan lapisan layanan, terminal dan jaringan entitas saling meng-authentikasi satu sama lain menggunakan AV yang sama yang dihasilkan oleh HSS tersebut.
Gambar 2.4. IAKA LTE-IMS IAKA authentification procedure 2.3. Sistem Pemodelan OPNET adalah salah satu software untuk network modeling yang sering digunakan dalam mendesain atau optimasi suatu jaringan. OPNET memiliki banyak modul yang disesuaikan dengan perangkat dari banyak vendor yang digunakan pada banyak perusahaan. Dukungan inilah yang mempermudah user ataupun designer dalam merancang maupun melakukan optimasi suatu jaringan. Sayangnya fitur-fitur yang lengkap tersebut dijual per modul dengan harga yang cukup mahal. Pada dasarnya di Opnet tidak bisa mensimulasikan IMS, maka harus menambahkan modul IMS tersendiri kedalam node model yang berada di program Opnet. Desain sistem pemodelan jaringan pada penelitian ini akan diperlihatkan pada gambar berikut ini.
30
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 2.4. prosedur LTE-IMS IAKA Dalam simulasi OPNET ini akan memodelkan komponen-komponen yang diterapkan pada jaringan IMS dan LTE dengan mensimulasikannya menyerupai kondisi nyata dilapangan, dengan komponen inti yaitu P-CSCF, I-CSCF , S-CSCF, dan HSS server. Kemudian akan dikembangkan protokol IAKA dalam rangka peningkatan proses authentikasi yang akan disimulasikan dalam program OPNET tersebut. 2.4. Hipotesis Hipotesis awal dari penelitian ini adalah penyederhanaan prosedur authentikasi dari twopass authentication menjadi one-pass authentication pada jaringan integrasi LTE-IMS akan dapat memperbaiki kinerja proses authentikasi yaitu mengurangi waktu delay dan melakukan penghematan konsumsi energi tanpa mengurangi tingkat keamanan jaringannya.
3. Kesimpulan 1. Long Term Evolution (LTE) dan IP Multimedia Subsystem (IMS) merupakan teknologi telekomunikasi yang diinisiasi oleh 3GPP untuk meningkatkan kecepatan data, meningkatkan efisiensi spektrum, meningkatkan cakupan, dan mengurangi latency. 2. Kemanan pada LTE dan IMS didukung oleh sebuah protokol Authentication key Agreement (AKA) untuk melindungi signaling dan user plane traffic antara User Equipment dan jaringannya, sehingga memastikan bahwa kunci yang digunakan untuk satu jaringan akses tidak dapat digunakan dalam jaringan akses yang lain. 3. Peningkatan kinerja protokol authentikasi pada penelitian ini adalah dengan meggabungkan proses authentikasi antara nomor IMSI dan IMPI pada lapisan jaringan dan lapisan layanan. 4. Protokol IAKA merupakan metode penyederhanaan authentikasi dari dua tahap proses authentikasi menjadi satu tahap authentikasi.
31
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
5. Protokol IAKA dapat mengurangi delay proses authentikasi, mengurangi konsumsi terminal di sisi terminal, dan meningkatkan kinerja keamanan jaringan.
Daftar Pustaka [1] [2] [3]
[4]
[5]
[6]
[7] [8]
[9]
Rebecca Copeland, Converging NGN Wireline and Mobile 3G Network with IMS, Taylor & Francis Group, U.S.A, 2009 Khan, Farooq, LTE for 4 G Mobile Broadband Air Interface and Performance. first edition. Cambridge: University Press, 2009. L. Huang, Y. Huang, Z. Gao, J. Lin, and X. Jiang, “Performance of authentication protocols in LTE environments,”in CIS 2009 – 2009 International Conference on Computational Intelligence and Security, 2009, vol. 2, pp. 293-297 Chung-Ming Huang and Jian-Wei Li, “Reducing Signaling Traffic for the Authentication and Key Agreement Procedure in an IP Multimedia Subsystem”, Wireless Personal Communications, Vol51, pp95-107, 2009 L. Gu and M. A. Gregory, “Improved one-pass IP multimedia subsystem authentication for UMTS,” in International Conference on Information Networking 2011, ICOIN 2011, 2011, pp. 31-36 M.J. Sharma and V. C. M. Leung, “Improved IP multimedia subsystem authentication mechanism for 3G-WLAN networks,” in 2011 IEEE Conference on Computer Communications Workshops, INFOCOM WKSHPS 2011,2011, pp. 100-1005 Donald Eastlake, Tony Hansen, “US Secure Hash Algorithms (SHA and SHA based HMAC and HKDF)”, draft-eastlake-sha2b-07, 15 Feb 2011 Christoforos Ntantogian and Christos Xenakis, “One-pass EAP-AKA Authentication in 3G-WLAN Integrated Networks”, Wireless Personal Communications, Vol48, pp569-584, 2009 OPNET Technologies, Inc., Opnet Modeler - ver. 16.0, http://www.opnet.com, Accessed Mar 22 2011
32
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
APLIKASI DEMPSTER SHAFER DALAM AKUISISI PENGETAHUAN SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSIS PENYAKIT KEJIWAAN Chairisni Lubis 1) Agus Budi Dharmawan 2) Zyad Rusdi 3) Fakultas Teknologi Informasi Universitas Tarumanagara Jalan S.Parman No.1 Jakarta 11140 Indonesia
[email protected])
[email protected])
[email protected])
ABSTRAK Sistem pakar adalah salah satu bagian dari ruang lingkup kecerdasan buatan (Artifical Intelligence) yang merupakan suatu sistem yang memiliki kemampuan untuk berpikir mendekati kepintaran seorang pakar dalam menjawab masalah-masalah yang dihadapi tanpa harus menghadirkan pakar pada saat itu juga. Domain yang dapat memanfaatkan aplikasi dari sistem pakar sebagai alat bantu dalam pelaksanaan kegiatan adalah bidang kedokteran atau medis. Pada penelitian ini, akan diteliti pemakaian metode Dempster Shaffer pada fakta berupa gejala penyakit kejiwaan yang akan digunakan sebagai input pada Sistem Pakar untuk mendiagnosis penyakit kejiwaan Skizofrenia. Tingkat kepercayaan adanya suatu gejala dalam suatu penyakit menggunakan teorema probabilitas. Tingkat keberhasilan diagnosis dengan menggunakan metode Dempster Shaffer untuk mengakuisisi pengetahuan pada penelitian ini sebesar 38.%. Hal ini disebabkan karena pada diagnosis penyakit kejiwaan Skizofrenia ini, gejala penyakit yang paling dominan yang sangat mempengaruhi hasil diagnosis, sedangkan metode Dempster Shaffer tetap memperhitungkan seluruh gejala. Kata kunci Akuisisi pengetahuan, Dempster Shaffer, Sistem Pakar, Skizofrenia 1.
Pendahuluan Sistem Pakar (Expert System) merupakan salah satu cabang Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligent) dalam ilmu komputer yang dapat membantu manusia dalam melaksanakan kegiatannya. Sesuai dengan kecerdasan buatan yang bekerja berdasarkan pengetahuan yang diberikan, maka sistem pakar juga bekerja berdasarkan pengetahuan yang diberikan oleh seorang pakar. Salah satu komponen sistem pakar yang sangat penting adalah akuisisi pengetahuan (knowledge acquitition). Pada penelitian sebelumnya sistem pakar digunakan untuk mendiagnosis penyakit kejiwaan skizofrenia dengan menggunakan metode Certainty Factor dan Bayesian Probability untuk akuisisi pengetahuannya. Pengetahuannya didapat berdasarkan hasil diagnosis beberapa pakar. Hasil diagnosis yang dicapai dengan menggunakan metode Certainty Factor sebesar 88,75% dan Bayesian Probability sebesar 91.25%. Kesalahan diagnosis terjadi karena dipengaruhi oleh adanya irisan gejala pada semua penyakit. [1] Untuk meningkatkan hasil diagnosis sitem pakar untuk mendiagnosis penyakit kejiwaan skizofrenia, maka pada penelitian ini akan dicoba untuk mengaplikasikan metode Dempster Shafer untuk akuisisi pengetahuannya. Dempster Shafer bekerja berdasarkan kepercayaan dimana memungkinkan penggabungan kepercayaan sehingga dicapai suatu hasil yang memperhitungkan semua kejadian yang ada.
33
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
2.
Landasan Teori Penelitian “ Aplikasi Dempster Shafer dalam Akuisisi Pengetahuan Sistem Pakar untuk Mendiagnosis Penyakit Kejiwaan “ ini merupakan Penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang berjudul “ Sistem Pakar untuk Mendiagnosis Penyakit Kejiwaan “. Pada penelitian ini metode Dempster Shaffer akan digunakan untuk meangakuisisi pengetahuan menggantikan metode Certainty Factor dan metode Bayesian Probability pada penelitian sebelumnya, karena belum didapatkan hasil diagnosis yang memuaskan. Pada bab ini akan dijelaskan teori mengenai metode Dempster Shaffer dan aplikasinya pada sistem pakar untuk mendeteksi penyakit kejiwaan Skizofrenia. 2.1. Teori Dempster Shafer Dempster Shafer adalah sebuah teori matematika berdasarkan kepercayaan dimana memungkinkan penggabungan kepercayaan sehingga dicapai suatu hasil yang memperhitungkan semua kejadian yang disediakan. Ada 3 hal mendasar dalam teori Dempster-Shaffer : – Basic probability assignment (bpa,m) – Belief function (Bel) – Plausibilty function (Pl) Bpa merupakan bentuk dasar dalam teori pembuktian. Tingkat kepercayaan pada suatu bukti sama dengan massa/kumpulan dari obyek secara fisik. Kumpulan dari bukti/evidence akan mendukung tingkat kepercayaan. Ukuran terhadap adanya kumpulan bukti/evidence yang mendukung adanya kepercayaan dikenal dengan istilah bpa (basic probabilty assignment) atau kadang disimbolkan sebagai m. Perbedaan utama dari Dempster-Shaffer dengan teori probabilitas klasik adalah pada pertimbangan pada faktor pengabaian/ignorance. Setiap peluang dalam teori probablitas klasik harus didistribusikan secara merata. Pada teori dempster shafer dikenal dengan adanya frame of discernment atau environment yang dinotasikan dengan θ. Frame ini menunjukan semesta dari sekumpulan hipotesis. Tujuan teori dempster shafer sendiri adalah untuk mengaitkan ukuran kepercayaan elemen – elemen θ. Sehingga tidak semua evidence mendukung tiap- tiap elemen. Untuk itu diperlukan adanya probabilitas fungsi densitas (m). Nilai m bukan hanya mendefinisikan elemen – elemen θ saja, namun juga semua subsetnya. Andai diketahui X adalah subset dari θ, dengan m 1 sebagai funsi densitasnya, dan Y juga merupakan subset dari θ dengan m 2 sebagai fungsi densitasnya, maka dapat dibentuk fungsi kombinasi m 1 dan m2 yaitu m3, yaitu : [3]
m3 ( z )
1
x y z
m1 ( X ).m2 (Y )
x y
m1 ( X ).m2 (Y ) (1)
Keterangan: m3(z) : nilai Kombinasi dari fungsi densitas dan m1(X) : Fungsi densitas terhadap X m2(Y) : Fungsi densitas terhadap Y 2.2 Aplikasi Dempster Shafer pada Sistem Pakar Dalam penelitian ini teori Dempster Shafer digunakan untuk mengakuisisi pengetahuan yang berasal dari hasil diagnosis penyakit kejiwaan Skizofrenia berdasarkan gejala-gejalanya. Pada sistem pakar ini, nilai setiap rule untuk penyakit skizofrenia ditentukan oleh fungsi densitas m. Setiap rule yang dibentuk berdasarkan data rekam medis menyatakan jenis penyakit skizofrenia berdasarkan gejala yang diderita. Nilai densitas m(H) merupakan nilai kemungkinan (probabilitas) jenis penyakit Skizofrenia (Hipotesis) berdasarkan gejala yang diderita (Evidence). Perhitungan
34
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
probabilitas didapat dari peluang penyakit H jika munculnya gejala E dibagi dengan banyaknya penyakit H yang muncul, yaitu :
m(H)=
Kemungkinan hipotesis H muncul jika Evidence E terjadi Banyaknya H muncul
(2)
Jika terdapat gejala yang sama pada penyakit yang berbeda, maka perhitungan nilai densitas m dihitung berdasarkan persamaan (1). Contohnya, jika suatu gejala muncul pada 2 penyakit yang terdapat pada Rule 1 (R 1) dan Rule 2 (R2) maka fungsi densitas kombinasinya adalah : m(H1,H2) = [m(H1)+m(H2)]/2 2.3. Penyakit Kejiwaan Skizofrenia Pada penelitian ini, data penyakit kejiwaan yang digunakan masih sama seperti penelitian sebelumnya yaitu penyakit kejiwaan Skizofrenia yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun deficit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). Gangguan skizofrenik umumnya ditandai oleh distoris pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh afek yang tidak wajar (Inappropriate) atau tumpul (blunted). Penyakit Skizofrenia terbagi menjadi 9 jenis yaitu: [4] 1. Skizofrenia Paranoid. 2. Skizofrenia Hebefrenik 3. Skizofrenia Katatonik. 4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated) 5. Depresi Pasca-skizofrenia 6. Skizofrenia Residual 7. Skizofrenia Simpleks 8. Skizofrenia lainnya 9. Skizofrenia ytt. 3.
Pengujian dan Hasil Pengujian Pada penelitian “Aplikasi Dempster Shafer dalam Akuisisi Pengetahuan Sistem Pakar untuk Mendiagnosis Penyakit Kejiwaan “ ini, dibutuhkan suatu program aplikasi yang akan digunakan untuk mendiagnosis penyakit kejiwaan Skizofrenia. Program aplikasi dirancang berdasarkan struktur sistem pakar yang terdiri dari lingkungan pengembangan (Development Environment) dan lingkungan konsultasi (Development Consultation). Kedua diagram alur tersebut dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2. Pada lingkungan pengembangan , input program berasal dari data rekam medik berupa gejala dan penyakit kejiwaan yang diperoleh dari Rumah Sakit Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan. Rule yang akan dibentuk yang berisi jenis penyakit skizofrenia berdasarkan gejala yang diderita. Akuisisi pengetahuan akan dilakukan dengan menggunakan metode Dempster Shafer seperti yang dijelaskan pada bab 2. Pada lingkungan konsultasi, input program berupa gejala penyakit yang diderita pasien. Dengan menggunakan Inference Enggine, maka akan ditelusuri rule yang terpicu pada basis pengetahuan yang sudah terbentuk pada lingkungan pengembangan. Metode penelusuran yang digunakan adalah Forward Chaining, dimana penelusuran dimulai dari fakta (gejala penyakit) terlebih dahulu untuk menguji kebenaran hipotesis (jenis penyakit). Output dari lingkungan konsultasi berupa hasil diagnosis penyakit kejiwaan skizofrenia berdasarkan gejala penyakit yang diderita pasien.
35
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
Lingkungan Pengembangan
ISBN:978-979-1194-11-2
Lingkungan Konsultasi
Start
Start
Rekam Medis
Input Gejala
Akuisisi Pengetahuan
Mesin Inferensi
Basis Pengetahuan
Penggabungan nilai probabilitas dengan metode Dempster Shafer
Nilai probabilitas
Hasil Diagnosis
Rule disertai nilai probailitas
Stop
Stop
Gambar 1 Diagram Alur Lingkungan Pengembangan
Gambar 2 Diagram Alur Lingkungan Konsultasi
Tahap Pengujian dilakukan untuk membuktikan apakah hasil keluaran metode Dempster Shafer dalam Sistem Pakar untuk mendiagnosis penyakit kejiwaan Skizofrenia ini sesuai dengan fakta yang ada berupa hasil penelitian rekam medik pasien penyakit kejiwaan Skizofrenia (hasil diagnosis Pakar). Pembuatan basis data untuk aplikasi program ini dilakukan dengan melakukan penelitian terhadap data rekam medik penyakit kejiwaan Skizofreniadi RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Grogol. Jumlah data yang dihimpun sebanyak 331 data selama tahun 2009 sampai tahun 2013. Pengujian ini menggunakan 251 data untuk membuat rule yang dilakukan pada lingkungan pengembangan, serta untuk melakukan pengujian data training digunakan 16 data training dan untuk melakukan melakukan pengujian tahap testing digunakan 16 data testing yang dilakukan pada lingkungan konsultasi. 3.1 Hasil Pengujian Rule untuk diagnosis penyakit kejiwaan dibentuk pada lingkungan pengembangan. Untuk mengetahui unjuk kerja dari metode Dempster Shafer pada penelitian ini digunakan juga metode Certainty Factor (yang sudah dilakukan pada penelitian sebelumnya) untuk mendiagnosis penyakit kejiwaan ini. Bentuk pengujian yang digunakan pada lingkungan konsultasi adalah dengan membandingkan hasil diagnosis dari Dokter spesialis kejiwaan (Pakar) dengan hasil diagnosis sistem pakar ini. Pengujian dilakukan dengan mengisi Form yang berisi gejalagejala penyakit kejiwaan yang diderita pasien pada program Sistem Pakar yang dirancang seperti terlihat pada gambar 3. Hasil diagnosis penyakit kejiwaan berdasarkan gejala penyakit yang dimasukkan pada form gejala dapat dilihat pada form Hasil Konsultasi seperti yang terlihat pada gambar 4. Diagnosis dilakukan dengan menggunakan metode Dempster Shafer dan Certainty Factor seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Hasil diagnosis kedua metode ini dibandingkan dengan hasil penelitian pakar (dokter kejiwaan) untuk menunjukkan tingkat keberhasilan kedua metode tersebut. Tingkat Keberhasilan Hasil Pengujian dengan menggunakan 16 data training dan 16 data testing dapat dilihat pada tabel 2 dan 3
36
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 3 Form Gejala Penyakit
Gambar 4 Form Hasil Konsultasi Tabel 2 Tingkat Keberhasilan data training NO.
Metode
Jumlah Kasus
Hasil Pengujian Benar
Salah
1.
Dempster Shafer
16
9
7
Tingkat Keberhasilan 56%
2.
Certainty Factor
16
14
2
88%
Tabel 3 Tingkat Keberhasilan data testing NO.
Metode
Jumlah Kasus
Hasil Pengujian Benar
Salah
1.
Dempster Shafer
16
6
10
Tingkat Keberhasilan 38%
2.
Certainty Factor
16
14
2
88%
3.2 Pembahasan Hasil Pengujian Metode Dempster Shafer mempertimbangkan seluruh rule yang terpicu berdasarkan gejala penyakit yang dimasukkan, sedangkan metode Certainty Factor dominan melihat nilai Kepastian terbesar dari kemunculan gejala. Dari hasil di atas terlihat diagnosis dengan menggunakan metoda Dempster Shafer lebih kecil daripada metode Certainty Factor. Hal ini dikarenakan data gejala yang diberikan dalam rekam medik adalah gejala yang dominan pada penyakit tersebut sehingga memiliki nilai Certainty Factor yang tinggi.
37
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Sebagai contoh pada data pengujian untuk penyakit Skizofrenia Simpleks, dimana salah satu gejala yang diinputkan adalah komunikasi lambat. Gejala tersebut memiliki nilai Certainty Factor yang tinggi yaitu sebesar 0.8681 sehingga penyakit Skizofrenia Simpleks terpilih dengan nilai kepercayaan 100%. Namun nilai Certainty Factor yang tinggi dapat juga membuat hasil yag dicapai oleh metode Certainty Factor menjadi kurang optimal ketika gejala yang dimasukkan justru memiliki nilai Certainty Factor yang lebih tinggi pada penyakit lain. Seperti contoh pada hasil Data Training pada penyakit Skizofrenia Tak Terinci. Gejala yang diinputkan adalah Teriak-teriak, curigaan, menggangu lingkungandan berbicara sendiri. Gejala-gejala tersebut memiliki nilai CF yang tinggi untuk penyakit selain Skizofrenia Tak terinci sehinggga menghasilkan hasil yang salah yaitu Paranoid 80% dan YTT 69.41% (tabel 2). Pada metode Demster Shafer nilai kepastian gejala yang tinggi tidak langsung memicu rule untuk memilih salah satu jenis penyakit namun tetap memperhitungkan seluruh nilai kepastian gejala yang lain. Sehingga pada hasil pengujian ini metode Dempster Shafer menghasilkan nilai tertinggi untuk penyakit Skizofrenia Tak Terinci. 4.
Kesimpulan Dalam Sistem Pakar untuk mendiagnosis penyakit Kejiwaan Skizofrenia ini metode Dempster Shafer masih memiliki tingkat keberhasilan diagnosis yang masih kecil yaitu 56 % untuk pengujian dengan menggunakan data training dan 38% untuk data testing. Metode Certainty Factor yang digunakan sebagai pembanding justru memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi yaitu 88% untuk pengujian dengan menggunakan data training dan 88% untuk data testing. Hal ini disebabkan karena pada diagnosis penyakit kejiwaan Skizofrenia ini, gejala penyakit yang paling dominan yang sangat mempengaruhi hasil diagnosis yang mendukung metode Certainty Factor sedangkan metode Dempster Shafer tetap memperhitungkan seluruh gejala. REFERENSI [1] Chairisni Lubis, Agus Budi Dharmawan, Marthalisa dan Lucy Komala. Sistem Pakar untuk Mendiagnosis Penyakit kejiwaan Skizofrenia. Digital Information & Systems Conference, Buku 1A, Computer Engineering Dept, Faculty of Engineering, UK.Maranataha, Bandung. [2] Agus Budi Dharmawan, Chairisni Lubis, Christian Sugiarto. Perancangan Aplikasi Sistem Pakar untuk Mendiagnosis Penyakit Dalam dengan Metode Certainty Factor dan Dempster Shafer. Jurnal INFOTEK Dharma Putra Vol.9 No.1. April 2014. [3] Sri Kusumadewi, Artifical Intelligence (Teknik dan Aplikasinya), Graha Ilmu, Yogyakarta, 2003. [4] Departemen Kesehatan R.I Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, S-PPDGJIII, 1995
38
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
APLIKASI MEDIA PEMBELAJARAN SISTEM & ANATOMI TUBUH MANUSIA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI CLIENT SERVER BERBASIS ANDROID Wahyudi Setiawan1, Farah Rahadiani2, Budi Dwi Satoto3 Prodi Manajemen Informatika, Universitas Trunojoyo Madura JL Raya Telang PO BOX 2 Kamal, Bangkalan, Jawa Timur
[email protected]
1,2, 3
ABSTRAK Media pembelajaran merupakan sarana untuk mempermudah proses pembelajaran. Saat ini, pembelajaran yang mengharuskan tatap muka di kelas masih menjadi pilihan utama antara murid dan guru. Pada penelitian ini dikembangkan sebuah media pembelajaran berbasis Android dengan bahasan sistem & anatomi tubuh manusia. Aplikasi ini dikembangkan menggunakan teknologi client-server. Materi didapatkan dari mata pelajaran biologi kelas 8 dan 9 diantaranya Sistem pencernaan, Sistem pernapasan, Sistem Reproduksi, alat indera dan rangka tubuh. Media pembelajaran ini berisi diantaranya, pertama, materi berupa teks, gambar serta video tentang sistem tubuh manusia, Kedua, soal pilihan ganda sebagai latihan serta soal ujian akhir yang dilengkapi dengan nilai jika user telah menyelesaikan ujiannya. Ketiga, menu rating yang berguna sebagai interaksi antar user dan pengembang. Rating diberikan dari user untuk menilai aplikasi media pembelajaran. Nilai rating mulai 1 sampai 5. Media pembelajaran ini diharapkan dapat dikembangkan dan diunggah di Playstore. Kata kunci : Anatomi Tubuh Manusia, Android,Media Pembelajaran 1. Pendahuluan Latar Belakang Media pembelajaran merupakan alat atau sarana untuk memudahkan seseorang melakukan proses belajar tentang hal tertentu. Proses pembelajaran diperlukan mulai dari usia dini, tingkat dasar, menengah hingga pendidikan tinggi. Proses pembelajaran tidak hanya berlaku di sekolah formal, sekolah non formal juga membutuhkan proses pembelajaran. Pembelajaran dinilai berhasil jika tujuan atau kompetensi yang diharapkan sesuai dengan harapan. Proses pembelajaran berbasis kelas tentunya tetap menjadi prioritas utama pelaksanaan pembelajaran. Kelemahan dari proses pembelajaran di kelas diantaranya pertama, rasio perbandingan antara siswa dan guru. Jumlah siswa yang terlalu banyak tentunya menyulitkan guru untuk memberikan pengajaran efektif. Kedua, kemampuan memahami materi diantara siswa tidak sama. Materi hanya terbatas dijelaskan satu kali atau hingga batasan tertentu. Pemahaman tambahan terhadap materi diantaranya didapatkan melalui proses mengulang melalui media pembelajaran lain seperti pemanfaatan media online. Namun, media online tentunya membutuhkan sambungan data agar dapat diakses. Kelemahan terjadi jika sambungan data tidak terdapat pada suatu wilayah. Oleh karena itu, pada usulan penelitian ini dibuat sebuah media pembelajaran pada salah satu
39
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
bahasan mata pelajaran biologi yaitu sistem dan anatomi tubuh manusia berbasis Android. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menghasilkan aplikasi media pembelajaran sistem dan anatomi tubuh manusia berbasis Android. 2. Aplikasi yang dihasilkan sesuai dengan materi pembelajaran biologi kelas 8 dan kelas 9 khususnya materi sistem pencernaan, sistem pernapasan, sistem reproduksi, alat indera dan rangka tubuh. 3. Aplikasi terdiri dari : a. Materi berupa teks, gambar dan video. b. Latihan soal pilihan berganda serta Quiz yang langsung dapat diketahui nilainya c. Pemberian rating atau nilai aplikasi yang dibangun oleh pengguna kepada sistem d. Aplikasi menggunakan teknologi client server untuk update soal.
2. Pembahasan Penelitian Sebelumnya Penelitian selanjutnya tentang aplikasi rekayasa pembelajaran ipa sub bab anatomi manusia (antropotomi) berbasis multimedia menggunakan flash. Aplikasi ini membahas tentang organ tubuh manusia baik organ dalam maupun organ luar serta sistem tubuh manusia yaitu pencernaan,pernapasan dan reproduksi. Aplikasi ini diperuntukkan bagi siswa SMA [1]. Penelitian selanjutnya yaitu tentang aplikasi pengenalan anatomi tubuh manusia berbasis Android. Penelitian ini menghasilkan aplikasi yang berisi tentang penjelasan organ-organ tubuh manusia menggunakan gambar dan teks . Aplikasi ini dapat dimanfaatkan pelajar Sekolah Menengah khususnya IPA [2]. Penelitian selanjutnya tentang aplikasi media pembelajaran kerangka tubuh manusia dan fungsinya menggunakan Android. Penelitian ini menghasilkan aplikasi yang berisi tentang tulang dan sendi serta penyakit yang terdapat padanya. Aplikasi ini berisi materi yang bersifat teks dan gambar serta soal ujian pilihan ganda. Aplikasi ini dapat dimanfaatkan oleh pelajar sekolah dasar [3]. Perancangan Perancangan menggunakan konsep Software Development Life Cycle (SDLC) yang merupakan standar perancangan pembuatan perangkat lunak. SDLC terdiri dari Analisis, Desain,Implementasi, Uji coba [4]. 1. Analisa Kebutuhan, Berdasarkan permintaan konsumen yaitu guru SMP negeri 3 Bangkalan, riset market dan studi teknologi untuk mendapatkan spesifikasi modul pembelajaran. 2. Desain, Mendesain ide/skenario agar produk menjadi menarik dan tidak membosankan, untuk mempercantik tampilan maka diperlukan desain grafis yang unik dan spesifik dalam membentuk lingkungan sekitarnya serta karakter yang ada di dalamnya. Dan untuk mendukung efek dari produk tersebut agar sempurna maka dirancang juga musik yang menjadi background utama dan
40
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
3. 4.
ISBN:978-979-1194-11-2
suara pendukungnya. Implementasi Produk, Implementasi produk menggunakan beberapa software dan hardware yang diperlukan dengan melakukan programming. Uji Coba, Uji coba produk dilakukan, untuk mendapatkan bug/kesalahan. Dengan adanya tahapan ini bisa dilakukan perbaikan kembali, bisa mulai dari tahap desain/implementasi
Gambar 1. Flowchart aplikasi sistem dan anatomi tubuh Gambar 1. Merupakan flowchart dari sistem yang dibangun. Sistem terdiri dari login, materi pembelajaran, soal latihan & quiz, pemberian rating dan penjelasan tentang aplikasi.
41
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Percobaan dan Hasil Sistem terdiri dari 2 (dua) bagian , yaitu Server dan Client. Bagian Server menyimpan database login user & admin, database soal dan database hasil rating & hasil ujian. Bagian server merupakan tampilan program berbasis web. Data login dan soal dapat diupdate sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, nilai dari semua user yang mengerjakan soal dapat diketahui melalui server. Sedangkan client berisi tentang penjelasan materi berbentuk teks, gambar dan video. Selanjutnya, client berisi tentang soal pilihan ganda. Nilai latihan soal dan quiz langsung didapatkan saat user menyelesaikan dan men-submit bahwa latihan selesai. Selain itu, rating dapat diberikan oleh user untuk memberikan penilaian terhadap aplikasi yang telah dibuat. Langkah-langkah ujicoba adalah sebagai berikut : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
User memasukkan login yang terdiri dari username dan password, jika user belum terdaftar pada sistem, maka user harus melakukan pendaftaran. Gambar 3a. menunujukkan antarmuka login dan daftar. Jika login benar, sistem akan menuju menu utama. Menu Utama terdiri dari materi, soal, rating dan tentang aplikasi yang dibuat. Gambar 3b. merupakan menu utama sistem Jika memilih menu materi maka user dapat membaca materi dan melihat video tentang rangka, pencernaan, pernapasan, reproduksi dan alat indra. Materi didapatkan dari mata pelajaran biologi kelas 8 dan kelas 9. Gambar 3c. menunjukkan menu materi. Jika memilih menu soal, maka user menuju ke menu soal tiap bab pembahasan. Soal menggunakan jenis pilihan berganda. Gambar 3f. menunjukkan antarmuka soal. User dapat melihat nilai langsung dari soal yang telah selesai dikerjakan. Tiap bab terdiri dari 10 (sepuluh) soal latihan. Contoh bentuk soal latihan ditunjukkan pada Gambar 3g. Selain soal latihan di setiap bab, user dapat melakukan ujian berdasarkan kelas. Menu masing-masing soal untuk kelas 8 dan kelas 9 ditujukkan pada Gambar 3h. Tiap ujian terdiri dari 25 soal pilihan ganda. Jika memilih rating, user dapat memberikan penilaian dari skala 1 hingga 5 untuk aplikasi yang telah dihasilkan. Gambar 3i. adalah antarmuka rating. User dapat memilih nilai skala 1 sampai dengan skala 5, yaitu Sangat Kurang, Kurang, Biasa, Baik dan Sangat Baik. Dari sisi server, admin dapat melakukan update soal, login dan melihat rating yang diberikan user. Database dapat dilakukan proses update untuk mengelola data soal dan aplikasi yang terdapat pada client.
42
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 3. Tampilan Antarmuka (a). Awal aplikasi (b). Menu utama (c).Menu materi (d). materi berbasis teks, gambar (e). Tampilan video (f). Menu Soal (g). Soal pilihan ganda (h). Menu Soal Ujian (i) rating
43
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Aplikasi yang telah dibuat diujicobakan pada guru dan siswa di SMPN 3 Bangkalan. Selanjutnya responden mengisi survey yang telah disediakan. Pertanyaan pada survey diantara adalah [3], [5] : 1. Desain aplikasi menarik 2. Tampilan gambar jelas 3. Materi aplikasi lengkap 4. Materi sudah sesuai kurikulum 5. Materi dalam aplikasi mudah dipahami 6. Aplikasi mudah digunakan 7. Aplikasi cukup interaktif 8. Aplikasi membantu siswa belajar 9. Aplikasi membantu guru menyampaikan materi 10. Aplikasi ini cocok digunakan sebagai media pembelajaran Penilaian terdiri dari 5 nilai yaitu Sangat Kurang, Kurang, Biasa, Baik dan Sangat Baik. Responden terdiri dari 20 orang, terdiri dari 4 orang guru biologi dan 21 siswa SMP. Dari hasil survey menunjukkan prosentase responden menjawab baik sebanyak 76%. 3 Kesimpulan Dari hasil ujicoba dapat diambil kesimpulan diantaranya : 1. Sistem terdiri dari client server. Fungsionalitas client dari sistem diantaranya login, daftar anggota, menu utama yang terdiri dari materi, latihan soal, ujian, pemberian rating dan tentang penjelasan aplikasi. Sedangkan fungsi server sebagai pengolah data login, update soal dan rating. 2. Hasil survey menunjukkan 76% responden menjawab baik untuk aplikasi yang telah dihasilkan.
Daftar Pustaka [1] Akhmadi, Farid. Rekayasa Pembelajaran IPA Sub Bab Anatomi Manusia berbasis Multimedia. Semarang : Universitas Dian Nuswantoro, 2007. [2] Ridowan and Erlangga, Dony. Aplikasi Pengenalan Anatomi Tubuh Manusia berbasis Android. Jakarta : Universitas Gunadharma, 2012. [3] Prasetyo, Agung, Nurgiyatna and Rakhmadi, Aris. Media Pembelajaran Kerangka Tubuh Manusia beserta fungsinya untuk sekolah dasar berbasis android. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013. [4] Radack, The System Development Life Cycle. National Institut of Standard and Technologies,2009. [5] Setiawan, T.P. Survei Online Penunjang Penelitian Praktis Dan Akademis, Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan hal 114- 118, Semarang, 2012
44
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
TELEMETRI SUHU MULTI INPUT SECARA REAL TIME DENGAN MEDIA WIRELESS MODEM YS-1020 BERBASIS ARDUINO DAN PENAMPIL GRAFIK PADA KOMPUTER Hidayat Nur Isnianto1, Imam Muttaqin2, Dwi Arianti3 1 Program Diploma IV Teknologi Jaringan, Sekolah Vokasi UGM Jln. Yacaranda Sekip Unit IV, Yogyakarta 55281 email :
[email protected] 2,3 Program Diploma III Teknik Elektro, Sekolah Vokasi UGM Jln. Yacaranda Sekip Unit IV, Yogyakarta 55281 ABSTRAK Telemetri merupakan sistem pengukuran jarak jauh dengan media terpandu maupun tak terpandu dengan beberapa alasan karena obyek yang diukur bergerak, berbahaya, jauh, maupun tersebar. Penelitian ini bertujuan mengembangkan sistem telemetri yang real time secara wireless untuk memantau dua kondisi suhu. Sistem terdiri 2 sensor suhu yang terhubung ke Arduino untuk dibaca dan direkam secara secara real time dengan modul RTC dan direkam dengan µSD Card. Hasilnya ditransmisikan dengan modem wireless YS-1020 ke komputer untuk proses monitoring, merekam, dan menampilkan secara grafis. Hasil pengujian menunjukkan sistem bekerja pada frekuensi 434,1MHz dan mampu monitoring, mengukur, merekam, dan menampilkan secara grafik pada komputer untuk 2 sensor suhu dengan interval waktu yang dapat dipilih mulai dari 1 detik, 1 menit, 15 menit, 30 menit, hingga 1 jam dengan rerata error sensor 1 = 0,13% dan 0,81% untuk sensor 2 dengan jarak pancar 110 m pada kondisi tidak terhalang dan 70 m dalam kondisi terhalang. Kata kunci : telemetri, suhu, real time, arduino, grafik. ABSTRACT A telemetry measurement system remotely guided and non-guided media with some of the reasons for moving the measured object, dangerous, far away, and scattered. This research aims to develop a real-time telemetry system to wirelessly monitor two temperature conditions. The system comprises two temperature sensors are connected to the Arduino to read and recorded in real time with the RTC module and recorded with μSD Card. The results are transmitted to the YS-1020 wireless modem to a computer for monitoring, recording, and display graphics. The test results show the system works on a frequency 434,1MHz and capable of monitoring, measuring, recording, and displaying graphically on the computer for a second temperature sensor with selectable time intervals ranging from 1 second, 1 minute, 15 minutes, 30 minutes, up to 1 hour with a mean error sensor 1 = 0.13% and 0.81% for sensor 2 with a projection distance of 110 m on the conditions are not blocked and 70 m in unobstructed condition. Keywords: telemetry, temperature, real time, arduino, charts. 1.Pendahuluan Telemetri merupakan sebuah teknologi yang memungkinkan pengukuran jarak jauh dan pelaporan informasi pada perancang atau operator. Telemetri merujuk pada komunikasi nirkabel yang salah satu contohnya menggunakan sinyal radio sebagai media pengiriman data.[1] Sistem telemetri biasanya digunakan untuk melakukan pengukuran dimana operator yang hendak mengukur tidak dapat berkontak langsung dengan benda
45
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
yang akan diukur. Biasanya telemetri digunakan pada pengukuran di tempat yang ekstrim seperti kawah gunung, gua, ataupun ruangan berbahaya. [2] Suhu adalah besaran yang menunjukkan derajat panas suatu benda atau ruangan. Biasanya suhu juga menjadi salah satu parameter dalam prakiraan cuaca di suatu daerah. Suhu yang diukur akan selalu dimutakhirkan untuk mengetahui perkembangan sebuah keadaan. Pengukuran suhu yang dilakukan dapat langsung diterima operator tanpa harus berulang kali pergi ke objek yang diukur.[3] Aplikasi telemetri dalam skala kecil dapat digunakan sebagai update suhu pada sebuah ruangan atau juga objek tertentu, dimana sensor suhu dan perangkat pengirim akan diletakkan di dalam ruangan tersebut dan hanya memperhatikan perubahannya dari perangkat penerima. Penelitian ini untuk merancang sebuah prototipe telemetri pemantau suhu secara real time yang ditampilkan dan direkam oleh komputer dengan periode yang dapat diatur sehingga hasilnya dapat disimpan dan ditampilkan untuk mendapatkan informasi tentang perilaku objek. 2. Perancangan Sistem Sistem yang dibuat terdiri dari bagian pengirim dan penerima seperti pada blok diagram Gambar 1.
Gambar 1. Blok Diagram Sistem Telemetri Pengirim terdiri atas sensor LM35 untuk mengukur suhu dan DS1307 sebagai sumber waktu nyata yang akan diproses oleh Arduino UNO. Data keluaran Arduino UNO disimpan pada microSDcard dalam berkas berekstensi .txt dan dikirimkan secara serial dengan YS-1020 RF module. Pada penerima YS-1020 RF modul yang terhubung serial dengan FTDI RS232 dan PC. a. Arduino UNO Arduino UNO adalah sistem mikrokontroler menggunakan Atmega328. Arduino UNO memiliki 14 pin digital masukan/keluaran (dimana 6 pin dapat digunakan sebagai keluaran PWM), 6 masukan analog, 16 MHz osilator kristal, koneksi USB, jack power, ICSP header, dan tombol reset. Bentuk microcontroller Arduino Uno seperti pada Gambar 2.[4]
Gambar 2. Board Arduino UNO dan pin yang digunakan pada alat telemetri suhu b. Sensor Suhu LM35 Sensor suhu LM35 berfungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi tegangan agar dapat diolah Arduino. Sensor ini memiliki keakuratan tinggi dan
46
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
kemudahan dalam perancangan serta bersifat linear. Keluaran sensor ini akan naik sebesar 10 mV setiap satu derajad celcius.[5] c. Media Penyimpan µSD card berfungsi untuk menyimpan data hasil pengukuran suhu dan waktu dalam format txt. Konfigurasi pin keluaran µSD card seperti Gambar 3. Mode komunikasi melalui SPI atau I2C dengan tegangan kerja 3,3 V.[6]
Gambar 3. Modul microSDcard dan pin yang yang terhubung ke Arduino. d. Sumber Waktu Nyata (Real Time Clock/RTC) RTC sebagai penyedia informasi detik, menit, jam, tanggal bulan dan tahun untuk melengkapi data pembacaan sensor, sehingga hasil pembacaan dapat diketahui lengkap dengan waktu pengambilannya. Sumber waktu nyata yang digunakan adalah DS1307 seperti pada Gambar 4.[7] e. RF Transreceiver Data YS-1020 Modul YS-1020 seperti Gambar 5 dapat mengirimkan dan menerima data serial dari udara, dengan frekuensi 433MHz ISM band dan baud rate sebesar 9600bps. Baud rate air sendiri adalah jumlah kali perdetik sinyal dalam perubahan data komunikasi analog.
Gambar 4. Rangkaian DS-1307
Gambar 5. Modul Transceiver YS-1020
f. Diagram Alir Sistem Diagram alir pada bagian pngirim adalah seperti pada Gambar 7.
47
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
(a)
ISBN:978-979-1194-11-2
(b)
Gambar 6. a. Diagram Alir bagian pengirim pengirim b. Diagram Alir bagian penerima 3. Pembahasan a. Pengujian Sensor LM35 Pengujian LM35 dengan membandingkan antara tegangan keluaran dengan thermometer. Pengkondisian dengan memanaskan sensor suhu LM35 berdampingan dengan thermometer yang kemudian mengukur tegangan keluarannya menggunakan voltmeter digital. Range suhu yang diukur antara 25°C-40°C seperti pada Gambar 7.
(a) Gambar 7.
(b) a Pengukuran tegangan pada suhu 29,4°C b. Pengukuran dengan termomoter pada suhu 29,4°C
Hasil pengujian ke dua sensor suhu LM35 seperti pada Tabel 1.
48
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Tabel 1 Hasil pengukuran Sensor 1 dan Sensor 2
Dari Tabel 1 terlihat bahwa kesalahan pengukuran sebesar 0,13% untuk sensor 1 dan 0,81% untuk sensor 2. Kedua sensor suhu LM35 bekerja dengan baik. b. Pengujian YS-1020 RF Modul Pengujian ini untuk mengetahui besaran frekuensi carrier yang terpancar dari modul YS-1020. Pengujian menggunakan Spectrum Analyzer seperti pada Gambar 8.
Gambar 8 Pengujian dengan Spectrum Analyzer Hasil yang tertera pada Spectrum Analyzer menunjukan angka 434,1 MHz sesuai dengan posisi marker. Frekuensi 434,1 MHz masuk ke dalam kanal ke-enam dari delapan kanal yang tersedia. c. Pengujian Jarak Pengukuran jarak dalam keadaan terhalang dilakukan di ruang Lab. Diploma Teknik Elektro, sedangkan untuk kondisi terhalang dilakukan di halaman Lab. Hasilnya seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengujian Kondisi Terhalang dan Tak Terhalang
49
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Dari Tabel 2 terlihat bahwa suhu pada termometer stabil karena di dalam Lab. terpasang pendingin ruangan. Jarak maksimal adalah 70 m kondisi terhalang dan 110 m kondisi tak terhalang. d. Pengujian Keseluruhan Komputer berfungsi untuk menampilkan dan memonitor suhu yang terbaca oleh sensor LM35. Proses penerimaan data oleh pihak receiver terlebih dahulu dilakukan dengan memasukkan port number dan baud rate , dalam hal ini port number yang dimasukkan adalah port number yang sedang aktif dan baud rate 9600 bps. Hasilnya seperti pada Gambar 9.
Gambar 9 Tampilan grafik tanggal 25 Juni 2015 Data yang ditampilkan seperti pada Gambar 9 selanjutnya dibandingkan dengan source file data yang dipilih pada Gambar 10. Dapat terlihat bahwa data yang ditampilkan program aplikasi telah sesuai dengan source file yang telah disimpan.
Gambar 10 Source file data yang dipilih Proses penerimaan data akan terus dilakukan, sehingga grafik akan secara otomatis akan ter-update. Selain itu jika ditekan button Open Data untuk menampilkan data dalam bentuk tabel. Selain dapat menampilkan grafik dengan interval satu detik, program juga dapat menampilkan grafik dengan interval yang dapat dipilih. Hasilnya seperti pada Gambar 11. Pada pengujian sistem secara keseluruhan dapat diketahui bahwa sistem berjalan dengan baik dan sesuai dengan perancanaan. Ketika modul transmitter aktif, sensor akan membaca suhu ruangan yang nantinya akan diolah pada Arduino dan menghasilkan output suhu dalam °C yang kemudian dikirim melalui antenna YS-1020 dan di-backup oleh SD card pada sisi pengirim, data suhu yang telah diterima oleh modul receiver akan ditampilkan dalam format tabel dan grafik pada PC.
50
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 11 Tampilan grafik tanggal 25 Juni 2015 dengan periode 1 menit dan 60 menit
4. Kesimpulan Hasil pengujian terhadap sistem yang dibuat, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sistem mampu beroperasi dengan baik untuk memantau suhu secara real time. 2. Sensor LM35 memiliki rerata error untuk sensor 1 = 0,13%, dan 0,81% untuk sensor 2. 3. Jarak maksimal yang dapat dicapai modul YS-1020 yaitu 110 m pada kondisi tidak terhalang dan 70 m dalam kondisi yang terhalang. 4. Frekuensi pembawa modul YS-1020 434,1MHz yaitu berada pada kanal 6. 5. Penyimpanan dan pengiriman data telemetri suhu dapat diatur mulai dari 1 detik, 1menit, 15 menit, 30 menit, dan 60 menit. 5. Daftar Pustaka 1. Carden, Frank., Jedlicka, Russell P., Henry, Robert., 2002, Telemetry Systems Engineering, ARTECH HOUSE, INC., 685 Canton Street, Norwood, MA 02062 2. Krejcar, Ondrej., 2011, Modern Telemetry, InTech Janeza Trdine 9, 51000 Rijeka, Croatia 3. Bailey, David., 2003, Practical Radio Engineering and Telemetry for Industry, Newnes, Linacre House, Jordan Hill, Oxford OX2 8DP, 200 Wheeler Road, Burlington, MA 01803 4. Alvarojusten, 2011, DS1307 Arduino Library, https://github.com/turicas/DS1307, diakses pada 03 April 2015. 5. Anonim, 2015, LM35 Precision Centigrade Temperature Sensors terdapat di www.ti.com/lit/ds/symlink/lm35.pdf 6. RTC:Boxall, John., 2013, Arduino Workshop A hands - on introduction with 65 projects, No Starch Press, Inc., 38 Ringold Street, San Francisco, CA 94103 7. Blum, Jeremy., 2013, Exploring Arduino® Tools and Techniques for Engineering Wizardry, John Wiley & Sons, Inc., 10475 Crosspoint Boulevard, Indianapolis, IN 46256.
51
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
PENGEMBANGAN APLIKASI ENTERPRISE UNTUK TOKO PERABOT
1
Gunawan1, Fandi Halim2, Erlinda3 STMIK Mikroskil, Jl. Thamrin No. 140 Medan,
[email protected] 2 STMIK Mikroskil, Jl. Thamrin No. 140 Medan,
[email protected] ABSTRAK
Toko perabot merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan berbagai alat perabot. Pada kebanyakan toko perabot, pencatatan data pembelian, penjualan, dan persediaan masih dicatat dan dihitung secara manual pada buku. Pencatatan data barang masuk dan barang ke luar juga tidak efisien karena perusahaan sulit melacak persediaan barang yang dimiliki perusahaan. Selain itu, tidak terdapat laporan yang disajikan tiap periode sehingga terdapat keterbatasan informasi yang tersedia bagi perusahaan dalam mengambil keputusan mengenai hal-hal yang terkait dengan kegiatan operasional perusahaan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan harus memiliki aplikasi yang dapat mengolah seluruh transaksi yang terjadi di perusahaan. Aplikasi enterprise yang dikembangkan dapat menangani pencatatan data cabang, customer, supplier, transaksi pembelian, transaksi penjualan, dan pencatatan persediaan. Metodologi pengembangan yang digunakan mengacu kepada System Development Life Cycle (SDLC). Dengan adanya aplikasi ini diharapkan perusahaan dapat memperoleh beberapa kemudahan, yaitu dapat meningkatkan efisiensi, meminimalkan kesalahan yang terjadi pada pencatatan, dan menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu, aplikasi juga dapat menghasilkan berbagai laporan yang dilengkapi dengan fitur filter sehingga dapat lebih memudahkan pihak manajemen perusahaan dalam mengambil keputusan. Kata kunci: perabot, enterprise, SDLC
1. Pendahuluan Teknologi informasi telah memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi perusahaan dalam menyediakan informasi untuk mendukung keuntungan strategis perusahaan. Informasi merupakan aset yang sangat berharga dalam meningkatkan operasi yang efisien dan manajemen yang efektif dari perusahaan, sehingga tidak mengherankan jika sistem informasi telah digunakan pada berbagai bidang bisnis, dimana dengan penggunaan sistem informasi berbasis komputer tersebut dapat lebih meningkatkan produktivitas waktu dan tenaga kerja. Toko perabot merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan berbagai alat perabot. Pada kebanyakan toko perabot, pencatatan data pembelian, penjualan, dan persediaan masih dicatat dan dihitung secara manual pada buku. Pencarian data tagihan cicilan pelanggan membutuhkan waktu yang lama dan penagihan cicilan juga sering mengalami keterlambatan karena banyaknya tanggal penagihan cicilan pelanggan yang sulit diingat. Pencatatan data barang masuk dan barang ke luar juga tidak efisien karena perusahaan sulit melacak berapa banyak persediaan yang dimiliki perusahaan. Selain itu, tidak terdapat laporan yang disajikan tiap periode sehingga menyulitkan perusahaan dalam mengambil keputusan mengenai hal-hal yang terkait dengan kegiatan operasional perusahaan. Untuk meningkatkan efisiensi, meminimalkan kesalahan yang terjadi pada
52
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
pencatatan, dan menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan, maka diperlukan suatu aplikasi enterprise yang dapat mengatur dan mengolah data pembelian, penjualan, dan persediaan pada perusahaan, khususnya pada toko perabot. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan sebuah aplikasi enterprise untuk toko perabot terkait proses pembelian, penjualan, dan persediaan yang lebih efisien dan mampu memberikan laporan yang cepat dan akurat. Metodologi pengembangan yang digunakan mengacu kepada System Development Life Cycle (SDLC), yaitu pendekatan melalui beberapa tahap untuk menganalisis dan merancang sistem dimana sistem tersebut telah dikembangkan dengan sangat baik melalui penggunaan siklus kegiatan penganalisis dan pemakai secara spesifik, dimana tahapannya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini (Kenneth E. Kendall dan Julie E. Kendall, 2011).
Gambar 1 System Development Life Cycle (SDLC) Langkah-langkah yang dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan dalam metodologi SDLC sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi masalah, peluang, dan tujuan Analisis terhadap masalah dilakukan dengan melalukan observasi terhadap beberapa toko perabot sehingga dapat diketahui masalah yang umum dihadapi oleh toko perabot. 2. Menentukan syarat-syarat informasi Pada tahapan ini akan dianalisis syarat-syarat informasi yang dibutuhkan oleh pemakai melalui pengambilan sampel dan pemeriksaan data mentah, wawancara, dan observasi. 3. Menganalisis kebutuhan-kebutuhan sistem Analisis terhadap kebutuhan-kebutuhan aplikasi dilakukan dengan mengidentifikasi layanan apa saja yang harus disediakan oleh sistem nantinya. 4. Merancang sistem yang direkomendasikan Dari informasi-informasi yang telah terkumpul akan dirancang aplikasi enterprise yang dibutuhkan dengan membuat gambaran Data Flow Diagram (DFD) sesuai dengan kebutuhan dan syarat-syarat informasi yang telah ditentukan sebelumnya. 5. Mengembangkan dan mendokumentasikan perangkat lunak Pengembangan aplikasi menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 2008. Database aplikasi akan ditangani dengan menggunakan DBMS Microsoft SQL Server 2005. 2. Pembahasan 2.1. Menganalisis Kebutuhan Sistem
53
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
hasil analisis kebutuhan fungsional pada beberapa toko perabot yang diobservasi yang akan diimplementasikan pada aplikasi enterprise yang dikembangkan adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan fitur untuk memroses data master, pembelian, penjualan, persediaan, pengaturan user, dan reminder. 2. Terdapat pilihan filter bagi pemilik untuk menghasilkan informasi yang akan disajikan. 3. Menghasilkan laporan-laporan yang dibutuhkan serta purchase order, sales invoice, surat jalan pengiriman barang, surat jalan transfer persediaan, dan bukti bayar cicilan. Adapun Diagram Konteks dari aplikasi yang dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2 Diagram Konteks Aplikasi Usulan 2.2. Merancang Sistem Yang Direkomendasikan Aplikasi enterprise yang dirancang untuk toko perabot memiliki struktur menu seperti Gambar 3. Penyimpanan data dirancang dengan menggunakan DBMS Microsoft SQL Server 2005, dimana terdiri dari 27 tabel sebagai berikut: 1. Tabel admin, digunakan untuk menyimpan informasi user sistem. 2. Tabel cabang, digunakan untuk menyimpan informasi cabang perusahaan. 3. Tabel cicilan header dan cicilan detail, digunakan untuk menyimpan informasi pembayaran cicilan dari customer. 4. Tabel customer, digunakan untuk menyimpan informasi customer. 5. Tabel info persediaan, digunakan untuk menyimpan informasi nilai persediaan. 6. Tabel info perusahaan, digunakan untuk menyimpan informasi umum perusahaan. 7. Tabel keterangan customer, digunakan untuk menyimpan informasi keterangan customer. 8. Tabel order pembelian header dan order pembelian detail, digunakan untuk menyimpan informasi order pembelian barang ke supplier. 9. Tabel pembayaran hutang header dan pembayaran hutang detail, digunakan untuk menyimpan informasi pembayaran hutang ke supplier.
54
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
10. Tabel pembelian header dan pembelian detail, digunakan untuk menyimpan informasi pembelian barang ke supplier. 11. Tabel penerimaan header dan penerimaan detail, digunakan untuk menyimpan informasi penerimaan barang dari supplier. 12. Tabel pengiriman header dan pengiriman detail, digunakan untuk menyimpan informasi pengiriman barang ke customer. 13. Tabel penjualan header dan penjualan detail, digunakan untuk menyimpan informasi penjualan barang ke customer. 14. Tabel persediaan, digunakan untuk menyimpan informasi persediaan barang. 15. Tabel promo, digunakan untuk menyimpan informasi harga promo barang. 16. Tabel retur pembelian header dan retur pembelian detail, digunakan untuk menyimpan informasi retur pembelian barang ke supplier. 17. Tabel supplier, digunakan untuk menyimpan informasi supplier. 18. Tabel transfer persediaan header dan transfer persediaan detail, digunakan untuk menyimpan informasi transfer persediaan barang antar cabang.
Gambar 3 Rancangan Struktur Menu Aplikasi Usulan 2.3. Tampilan Aplikasi Tampilan awal aplikasi berisi menu utama untuk memudahkan pengguna dalam menjalankan aplikasi, dimana terdiri dari menu Master, Pembelian, Penjualan, Laporan, Reminder, Logout, dan User Setting seperti pada Gambar 4.
Gambar 4 Tampilan Menu Utama Aplikasi
55
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Untuk melihat dan mengubah informasi umum perusahaan dapat dilakukan melalui form informasi perusahaan yang diakses melalui menu Master > Informasi Perusahaan seperti pada Gambar 5.
Gambar 5 Tampilan Form Informasi Perusahaan Form transfer persediaan dapat diakses melalui menu Master > Transfer Persediaan. Form ini digunakan untuk melakukan transfer persediaan dari satu cabang ke cabang lainnya seperti pada Gambar 6.
Gambar 6 Tampilan Form Transfer Persediaan Form pembelian dapat diakses melalui menu Pembelian > Pembelian. Form ini digunakan untuk memproses data pembelian berdasarkan data pemesanan seperti pada Gambar 7.
Gambar 7 Tampilan Form Pembelian Form pembayaran cicilan dapat diakses melalui menu Penjualan > Pembayaran Cicilan. Form ini digunakan untuk memproses data pembayaran cicilan dari penjualan barang ke customer seperti pada Gambar 8.
56
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 8 Tampilan Form Pembayaran Cicilan Puchase Order dapat diakses melalui menu Pembelian > Order Pembelian, kemudian klik tombol Cetak pada form Order Pembelian. Tampilan Purchase Order dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Tampilan Purchase Order Laporan Laba Kotor dapat diakses melalui menu Laporan > Laporan Laba Kotor, kemudian akan muncul form Report Format dimana user dapat memilih jangka waktu tanggal faktur penjualan yang akan ditampilkan pada laporan. Tampilan Laporan Laba Kotor dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Tampilan Laporan Laba Kotor 3. Kesimpulan Aplikasi yang dikembangkan telah dapat mengatasi kelemahan dari sistem berjalan pada toko perabot, dimana dapat menghasilkan berbagai laporan yang dapat mendukung pemilik dalam mengambil berbagai keputusan terkait dengan kegiatan operasional perusahaan. Dengan menerapkan aplikasi ini, toko perabot dapat meningkatkan kinerja perusahaan menjadi lebih baik dan meminimalkan resiko human error dalam pencatatan transaksi. Daftar Pustaka 1. Kendall, K. E. dan Kendall, J. E., 2011, Systems Analysis and Design, Pearson Education, Inc., New Jersey.
57
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
SENSUALITAS KITSCH PADA IKLAN TV KOMERSIAL “BIJI SELASIH BINTANG TOEDJOE” Wildan Hanif1, Yasraf Amir Piliang2, Agung Eko Budi Waspada3 Seni Rupa & Desain, Institut Teknologi Bandung,
[email protected] 2Fakultas Seni Rupa & Desain, Institut Teknologi Bandung,
[email protected] 3Fakultas Seni Rupa & Desain, Institut Teknologi Bandung,
[email protected]
1Fakultas
ABSTRAK Setelah era reformasi di Indonesia, jumlah channel televisi swasta makin banyak. Maka iklan- iklan yang menonjolkan sensualitas wanita kian menjamur. Unsur sensualitas dalam iklan diungkapkan secara langsung (denotatif) maupun tidak langsung (konotatif). Teknik sinematografi film iklanpun makin canggih, dengan efek spesial yang makin jauh dari realitas (hyperreality). Tujuan iklan untuk menyeru massa sebanyak-banyaknya dengan memakai citra yang sensual dan vulgar, membuat iklan menjadi kitsch. Karakteristik kitsch ditandai dengan adanya unsur-unsur provokasi, simulasi, repetisi, keganjilan, yang berfungsi untuk meredupkan aura dari seni tinggi atau objek mitos yang diambilnya (demitosisasi) dan mengubahnya menjadi stereotip yang bertujuan untuk menggaet massa secepat dan sebanyak mungkin. Penelitian ini berusaha menjawab permasalahan bagaimana karakteristik iklan TV bermuatan kitsch yang khas Indonesia. Iklan TV “kitsch” yang menonjolkan sensualitas dan sempat menjadi fenomenal pada rentang bulan Juni sampai dengan awal Agustus 2015 adalah Iklan TV Komersial “Biji Selasih Bintang Toedjoe” yang menampilkan artis Cita Citata. Metodologi penelitian yang digunakan adalah CDA (Critical Discourse Analysis) dari Norman Fairclough, karena berkaitan dengan aspek produksi, konsumsi, dan sosio kultural dari sebuah teks pada media massa berupa iklan TV. Penelitian ini berupaya membedah elemen/ muatan kitsch pada iklan TV Komersial “Biji Selasih Bintang Toedjoe”, sebagai satu strategi pengiklan (produsen teks) dalam membujuk atau merayu audiensnya (konsumen teks). Hasil dari penelitian adalah mendapatkan semacam karakteristik iklan bermuatan “kitsch” yang khas Indonesia, yang membedakannya dengan iklan sejenis di luar negeri. Dengan demikian, kita akan mendapatkan gambaran umum “selera masyarakat konsumer Indonesia” yang direpresentasikan oleh iklan TV bermuatan “kitsch”. Sensualitas, adalah cara yang ampuh untuk menarik perhatian, ditambah dengan cara- cara lain seperti pengulangan kalimat iklan yang terus menerus, akting yang berlebihan/ tidak wajar, lagu pop dangdut yang sedang hits, serta objekobjek ganjil yang membuat orang tertarik -lepas dari masalah suka atau tidak sukaterhadap iklan tersebut. Kata kunci: Kitsch, Iklan TV Komersial, Sensualitas, Selera Massa
PENDAHULUAN Kemunculan media televisi dengan iklan- iklannya menjadi sebuah fenomena kebudayaan massa yang tak bisa dihindari dalam dunia modern di manapun, termasuk Indonesia. Meskipun internet sudah masuk ke desa- desa, namun medium televisi masih menjadi primadona dari kota sampai ke desa. Televisi merupakan sarana yang paling ampuh untuk menyebarluaskan informasi dan paling luas dalam menjangkau khalayak sasarannya. Tayangan apapun pada dasarnya bisa disebarkan melalui televisi, termasuk mengiklankan sebuah produk. Pada awalnya hanya ada satu stasiun TV,
58
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
yakni TVRI (Televisi Republik Indonesia) yang dikelola dan dikuasai penuh oleh Orde Baru. Acara- acara TVRI yang dikemas sedemikian rupa menjadi sarana penyebaran gagasan, ideologi, dan program pemerintahan Orde Baru. Iklan produk, sebagai selingan di sela- sela sebuah tayangan, sempat menghiasi layar TVRI di awal- awal kemunculannya pada tahun 70-an. Cara beriklan yang sederhana, dengan pemakaian kalimat yang bersifat membujuk dan menjelaskan kelebihan produk, serta visualisasi yang mudah dicerna anak- anak sekalipun, merupakan cara iklan produk berkomunikasi saat itu kepada khalayak. Memasuki dekade 80-an, Orde baru melarang iklan produk komersil ditayangkan di TVRI. Fokus program tayangan televisi di masa itu adalah sosialisasi berbagai program Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dengan Soeharto sebagai pimpinan tertinggi yang dijuluki Bapak Pembangunan Indonesia. Soeharto menyadari sepenuhnya akan keampuhan media televisi dalam menanamkan nilai- nilai yang mampu menghegemoni rakyat Indonesia yang sangat rapuh terhadap teknologi pencitraan. Namun gelombang kapitalisme dan kemunculan pasar bebas akibat globalisasi di akhir era 80-an menjelang masuk era 90-an, tak terbendung. Televisi swasta pertama, RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) dan disusul SCTV (Surya Citra Televisi Indonesia), dan TPI (Televisi Pendidikan Indonesia), walaupun masih milik kolega orde baru, mulai menyaingi TVRI dengan aneka tayangan, dan tentu saja dengan sisipan iklan produk yang menjadi sumber utama pemasukan keuangannya. Iklan produk komersil mulai membanjiri televisi. Karakteristik utama Iklan adalah keharusannya untuk direpetisi dan direproduksi terus menerus, serta durasinya yang relatif pendek (15 detik, 30 detik, paling lama 2 menit). Makin sering ditayangkan, iklan diharapkan makin menempel di benak pemirsanya. Maka ketika teknologi perfilman dimanfaatkan sebesar- besarnya oleh industri periklanan, dengan televisi sebagai medium utamanya, iklanpun mencapai puncak pemanfaatannya. Produk perlu diiklankan, dan memproduksi sebuah produk harus diiringi dengan memproduksi tontonan yang mengiringi produk tersebut (Piliang: 2012). Media elektronik semacam televisi akan memberikan keuntungan yang sangat signifikan kepada iklan karena sifatnya yang melipatgandakan (mereproduksi) secara besar- besaran dan massal guna mempromosikan sebuah produk. Setelah era reformasi, jumlah channel televisi swasta makin banyak. Maka iklan- iklan yang menonjolkan sensualitas wanitapun kian menjamur di televisi swasta. Unsur sensualitas dalam iklan makin ditonjolkan, baik secara langsung (konotatif) maupun tidak langsung (denotatif), visual maupun verbal. Teknik sinematografi film iklanpun makin canggih, dengan efek spesial yang makin jauh dari realitas (hyperreality), namun sebagian besar tetap menonjolkan sensualitas tubuh wanita. Dalam dunia industri periklanan modern, pemilik stasiun TV mengeruk keuntungan sedemikian rupa dari iklan yang ditayangkan. Para pemilik stasiun TV berlomba membuat tayangan yang dapat mendatangkan para pengiklan sebanyakbanyaknya, terutama pada jam- jam tayang primetime (jam tayang utama), yakni jam tayang yang paling banyak menyedot jumlah pemirsa ketika menonton tayangan tersebut. Maka strategi pembuat iklan adalah bagaimana membuat iklan yang mampu merebut perhatian pemirsa yang menjadi target sasarannya di sela- sela tayangan. Bahkan untuk tayangan yang menyedot jumlah pemirsa paling banyak seperti sinetron “Preman Pensiun” (RCTI) atau “Dangdut Academy” (Indosiar), durasi untuk slot iklan bisa lebih lama dibanding durasi tayangan acara televisinya dalam tiap jeda iklan. Kedua acara tersebut ditujukan untuk target pemirsa kelas sosial ekonomi menengah ke bawah, yang merupakan mayoritas di negeri ini. Pada tayangan acara dengan rating yang tinggi, iklan berbagai produk komersil, dengan berbagai gaya ungkap visualisasinya, berebut meminta perhatian pemirsa. Permainan tanda- tanda visual, verbal, dan musikal dari iklan produk yang beraneka ragam membombardir mata, telinga, dan pikiran pemirsa. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Iklan TV komersil memiliki kemampuan untuk membujuk, merayu, menggoda, bahkan ‘memaksa’ khalayak untuk memperhatikan dan mengikuti perintah-perintahnya. Salah satu alat yang ampuh untuk merayu adalah dengan mengeksploitasi naluri dasar manusia, salah satunya adalah sensualitas. Unsur
59
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
sensual ini disimulasikan berupa citra- citra visual dalam iklan, dengan tujuan agar langsung menarik keluar hasrat penontonnya. Pencitraan atau teknologi citra merupakan strategi amat penting dalam periklanan. Wolfgang Fritz Haug, seorang filsuf budaya Frankfurt School, menggambarkan bahwa dalam masyarakat kapitalis, citra digunakan sebagai alat untuk mengendalikan massa konsumer (Haug, 1986). Selera massa, diarahkan dan dikendalikan dengan citra- citra sensual yang mudah membangkitkan hasrat konsumer. Sensualitas, adalah cara yang ampuh untuk menarik perhatian, selain cara- cara lain seperti pengulangan kalimat iklan yang terus menerus, akting yang berlebihan/ tidak wajar, serta objek- objek ganjil yang membuat orang tertarik -lepas dari masalah suka atau tidak suka- terhadap iklan tersebut. Tujuan iklan untuk menyeru massa sebanyak-banyaknya dengan memakai citra yang sensual dan vulgar, membuat iklan menjadi kitsch. Yasraf. A. Piliang menyebutkan salah satu jenis estetika post-modernisme adalah kitsch. Istilah kitsch berakar dari bahasa Jerman verkitschen (membuat murah) dan kitschen yang berarti secara literal ‘memungut sampah dari jalan’. Oleh sebab itu, istilah kitsch sering ditafsirkan sebagai sampah artistik, atau selera rendah (bad taste). Manifestasi dari sebuah karya kitsch adalah lemahnya ukuran atau kriteria estetik dalam suatu karya. Ciri lain yang paling menonjol dari kitsch adalah upaya memassakan seni tinggi, sehingga perkembangannya tidak dapat dipisahkan dari perkembangan konsumsi massa dan kebudayaan media massa sendiri. Kitsch memiliki mata rantai yang kuat dengan nilai keuntungan maksimum secara ekonomis, oleh karena kitsch menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat, dengan memprovokasi efek keganjilan, keanehan – sebagai raison d’etre-nya -, untuk menghimbau massa sebanyak mungkin. (Piliang, 2012) Clement Greenberg dalam ‘Avant Garde & Kitsch’ (dalam Piliang, 2012) menjelaskan bahwa kitsch mengandung unsur imitasi dan reproduksi bersama- sama dengan seni avant-garde, Namun arah yang dituju oleh kitsch berlawanan dengan avantgarde. Bila avant-garde mengimitasi proses seni, kitsch mengimitasi efek- efeknya. Efek yang dimaksud adalah provokasi, kejanggalan, keganjilan, dan sejenisnya. Namun Gillo Dorfles dalam tulisannya yang berjudul Kitsch, The Antology of Bad Taste, yang pertama kali terbit tahun 1969, menolak menyebut kitsch sebagai selera rendah atau seni rendahan. Kitsch memiliki sistem sendiri yang berada di luar sistem seni, meskipun pada kenyataannya kedua sistem ini tak bisa dipisahkan. Salah satu iklan “kitsch” yang menonjolkan sensualitas verbal dan visual yang mungkin paling fenomenal dan sempat memunculkan kontroversi pada rentang bulan Juni sampai dengan awal Agustus 2015 adalah Iklan TV Komersial “Biji Selasih Bintang Toedjoe” yang menampilkan artis Cita Citata sebagai pemeran utama, dengan jingle iklan mengadaptasi dari lagu “Goyang Dumang” yang dipopulerkan olehnya, dan sempat menjadi hits di awal tahun 2015. Penelitian ini berupaya membedah elemen/ muatan kitsch pada iklan TV Komersial “Biji Selasih Bintang Toedjoe”, sebagai satu strategi pengiklan (produsen teks) dalam membujuk atau merayu audiensnya (konsumen teks). Metodologi penelitian yang digunakan adalah CDA (Critical Development Analysis) dari Norman Fairclough, karena berkaitan dengan aspek produksi, konsumsi, dan sosio kultural dari sebuah teks media berupa iklan TV Hasil dari penelitian ini adalah didapatkan semacam karakteristik iklan bermuatan “kitsch” yang khas Indonesia, yang membedakannya dengan iklan sejenis di luar negeri. Dengan demikian, kita akan sekaligus mendapatkan gambaran secara umum “selera masyarakat konsumer Indonesia” yang direpresentasikan oleh iklan TV bermuatan “kitsch”.
60
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Selera
Produsen
Iklan TV ‘kitsch
Konsumen
’
Tanda Gambar 1. Ruang lingkup penelitian kitsch pada iklan TV komersial PEMBAHASAN Pembahasan Kitsch pada iklan TV komersial menjadi menarik karena televisi merupakan alat kapitalisme yang paling ampuh untuk memasarkan sebuah produk, sedangkan iklan TV bermuatan kitsch biasanya ditujukan ke kalangan masyarakat menengah, atau menengah ke bawah. Sehingga kriteria indah, baik, dan kreatif dalam iklan TV yang bersifat kitsch, jikapun ada, bukan karena iklan TV tersebut dibuat dengan tujuan memenuhi kaidah estetika barat tentang sinematografi atau kreatifitas yang baku ala modernisme barat, namun lebih tepat disebabkan oleh strategi pasar dan market positioning dari pengiklannya. Penelitian mengenai iklan TV komersil di Indonesia yang dianggap memiliki muatan kitsch dalam bentuk visual, verbal, musikal, maupun lateral (tulisan), bisa dijadikan contoh bagaimana kitsch begitu melekat dan bersahabat dengan Iklan, yang bertujuan untuk menarik perhatian massa konsumer, yang memiliki motif utama meraih keuntungan ekonomi sebanyak- banyaknya dari khlayak sasaranterutama kalangan menengah ke bawah- yang pemenuhan kebutuhannya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan primer, dan merupakan mayoritas di negeri ini. Muatan kitsch dalam iklan TV komersial akan berpengaruh secara timbal balik dengan selera, pemahaman, dan keyakinan konsumen yang paling dalam (Consumer Insight) dari khalayak sasaran iklan TV bermuatan kitsch tersebut, dan hal ini menjadi sesuatu yang penting dan menarik untuk dikaji. Bagaimana muatan kitsch masuk ke dalam iklan TV komersial “Biji Selasih Bintang Toedjoe”? , temuan dari penelitian ini adalah: ada dua faktor yang menyebabkan muatan kitsch dapat masuk ke dalam iklan tersebut, yakni, Faktor teknis (yang bersifat material, yakni konten iklan berupa kode-kode visual, verbal, dan aural yang tampak, terlihat, dan terdengar) dan faktor non teknis (yang bersifat immaterial, yakni berkaitan dengan kandungan makna dan nilai-nilai yang hendak disebarluaskannya, baik yang ditampilkan secara denotatif maupun konotatif, yang dicerap oleh penonton sesuai kadar intelektualitasnya).
61
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 2. Penggunaan artis dan lagu populer dengan bumbu sensualitas dan konotasi seksual dalam Iklan serbuk minuman “Biji Selasih Bintang Toedjoe”, Juli 2015 (Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=TQ-UGNIJQWQ) Berkaitan dengan teknis pembuatan/ desain iklan TV yang disisipi elemenelemen kitsch, perwujudan elemen-elemen kitsch terdapat pada objek, figur, visualisasi efek, lagu/ musik, narasi dan dialog verbal, serta slogan/ tulisan, yang meliputi : Pertama, Penggunaaan slogan/ bahasa verbal yang vulgar, eksplisit dan diulang-ulang, dan berkonotasi seksual (‘bijinya digoyang, panas dalam hilang’), kedua, kurang memanfaatkan aspek metaforis/ kiasan dari objek- objek visualnya, dengan kata lain mudah dicerna dan difahami. Ketiga, estetika film/ sinematografi kitsch cenderung tidak memakai kaidah estetika barat tentang sinematografi yang baik, yang meliputi: Lighting/ pencahayaan yang flat, komposisi objek yang tumpang tindih, dan pengambilan sudut pandang (angle) yang lebih banyak didominasi close up shot, serta ketiadaan unsur framing objek , keempat, Ide cerita mengambil dari mitos populer seperti puteri duyung (yang diperankan oleh artis Cita Citata) yang bertemu para pelaut, kelima, Teknik Pewarnaan (Color Grading) yang kontras/ memakai warna- warna dasar dalam teori warna komplementer, sangat jarang memakai warna monokromatik, yang biasa digunakan untuk iklan- iklan dengan target audiens menengah atas perkotaan yang dianggap lebih intelek. keenam, penggunaan typografi / huruf yang umum dan standard semacam font huruf yang berukuran besar dan mudah terbaca dengan warna yang terang dan efek yang provokatif. Contoh ketika di layar muncul tulisan: ‘bijinya digoyang’, maka huruf- hurufnyapun bergerak dan bergoyang, Ketujuh, penggunaan musik latar atau lagu tema yang diambil dari lagu yang sedang populer dengan nada yang mudah ditangkap, dan terkadang bernuansa musik dangdut atau pop melayu. Kedelapan, Penggunaan objek- objek yang ditampilkan dengan ganjil, seperti misalnya jeruk nipis yang beterbangan yang menandakan kandungan aroma jeruk nipis dalam produk. Berkaitan dengan makna yang terkandung di dalam iklan TV komersial bermuatan kitsch, semacam “Biji Selasih Bintang Toedjoe”. Peneliti menemukan adanya unsur ideologi dan mitos sensualitas artis wanita yang ingin disebarluaskan oleh iklan TV tersebut, tidak hanya sebagai strategi promosi produk, tetapi juga sebagai nilai- nilai yang menjadi milik kitsch itu sendiri di balik wujud iklan TV. Sebagai sebuah gagasan etis maupun estetis, kitsch yang termasuk dalam ungkapan estetika posmodern, berjuang dan mampu menyejajarkan diri dengan iklan yang tidak bermuatan kitsch, yang dianggap lebih berkelas, lebih cerdas, lebih metaforis, dan lebih estetis menurut standard estetika barat modern. Inilah pertarungan dan ‘perang iklan’ yang terjadi terus menerus dengan tujuan menarik perhatian dan menaikkan angka penjualan. Sensualitas kitsch menjadi strategi pembeda (positioning) dengan memanfaatkan mitos berupa artis wanita populer maupun cerita yang diharapkan mampu memasuki alam bawah sadar penonton
62
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
3. Kesimpulan Sensualitas sebagai salah satu unsur provokasi iklan adalah cara yang ampuh untuk menarik perhatian khalayak sasaran. Kasus Iklan TV “Biji Selasih Bintang Toedjoe” menunjukkan bahwa unsur sensualitas artis wanita populer yang dianggap cantik dan seksi sangat efektif untuk menarik dan merayu konsumen. Sensualitas iklan tersebut makin diperkuat dengan teknik lainnya seperti pengulangan tagline iklan yang berulangulang, akting yang berlebihan/ tidak wajar, lagu pop dangdut yang sedang hits, serta objek- objek ganjil yang membuat orang tertarik Makna denotatif yang ingin disampaikan sangat jelas, sangat mudah dicerna, yakni menjual produk yang murah, dengan sedikit menaikkan prestise produk tersebut melalui aktor atau artis terkenal, atau dengan memanfaatkan karakteristik masyarakat menengah bawah Indonesia yang gemar berkumpul, bercanda, makan bersama, dan bernyanyi bersama. Makna konotatifnyapun masih dapat ditebak oleh khalayak sasaran, yakni bagaimana meraup sebanyak mungkin pembeli, dengan cara menghindari metafora- metafora simbolik yang sulit dicerna masyarakat awam, dengan konotasi yang terkadang bersifat seksual dan menonjolkan sensualitas. Walaupun demikian, iklan bermuatan kitsch tidak lantas melulu memakai provokasi seksual secara vulgar. Terkadang, demi kepentingan tertentu seperti dalam momen- momen keagamaan (misalnya saat bulan suci Ramadhan), kadar sensualitas dalam wujud kata- kata, objek, atau bahasa tubuh lebih diperhalus. Daftar Pustaka [1] Dorfles, G, 1969, The Antology of Bad Taste, Universe Book, New York [2] Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, LKiS, Yogyakarta, 2008 [3] Fairclough, N., 1995, Critical Discourse Analysis, Longman Publishing, New York [4] Haug, W, F, 1986, Critique of Commodity Aesthetics: Appearance, Sexuality, and Advertising in Capitalist Society, Trans. Robert Bock. Polity Press, New York [5] Piliang, Y, A, 2012, Hipersemiotika, Matahari, Bandung
63
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
FOTOGRAFI SINEMATIK, SEBUAH PENDEKATAN GAYA FILM KE DALAM DUNIA FOTOGRAFI Wildan Hanif Fakultas Seni Rupa & Desain, Institut Teknologi Bandung,
[email protected] ABSTRAK Film sebenarnya adalah fotografi yang bergerak. Satu detik durasi waktu pada sebuah film dapat berisi 1, 6, 12, 24, 30, 50, 60, bahkan sampai 120 gambar foto yang ditempatkan berjejer berurutan sehingga menimbulkan ilusi gerak. Gambar- gambar tersebut sering disebut dengan frame. Dalam dunia sinema atau perfilman, istilah yang populer untuk penata gambar film adalah sinematografer atau pengarah fotografi (Director of Photography). Seni Fotografi terikat dengan aturan komposisi, sudut pandang, pencahayaan, pembingkaian, pengaturan warna, dan juga terkait dengan aturan estetika yang terkenal dalam seni lukis modern, yakni adanya unsur pengulangan objek yang berirama, penonjolan objek yang penting, adanya kualitas tekstur dari objek dan bentuk, adanya keseimbangan antara gelap dan terang, adanya unsur variasi objek yang kaya, serta adanya kesatuan. Fotografi sinematik pada dasarnya adalah menambahkan suasana dramatis, nuansa gerak, dan kekuatan naratif (bercerita) pada sebuah foto, sehingga foto tersebut terkesan seakan- akan diambil dari sebuah adegan film. Untuk menghasilkan sebuah foto yang bernuansa sinematik, diperlukan kemampuan teknis fotografi yang baik yang digabungkan dengan teknik khusus pengungkapan adegan dalam film. Hal yang tidak kalah penting adalah pengayaan data visual dengan sering menonton film- film yang dikenal memiliki gambar yang artistik dan sinematik, seperti film-film pemenang Academy Award, Cannes, Golden Globe, dan Festival Film bergengsi lainnya, yang mendapat predikat Best Picture atau Best Cinematographer. Metoda penelitian dilakukan secara deskriptif naratif, dengan pendekatan manajemen seni dan teori desain dengan mengacu pada berbagai literatur fotografi, literatur film, serta literatur mengenai estetika seni rupa.
Kata kunci: Fotografi, sinematik, estetika film
1. PENDAHULUAN Fotografi memiliki perbedaan dan persamaan dengan film. Perbedaan fotografi dengan film terletak pada cara ungkapnya. Fotografi hanya menampilkan satu gambar untuk sekali pijitan tombol kamera (yang di dalam bahasa Indonesia disebut dengan memotret), sedangkan di dalam film, pada saat tombol kamera dipijit, ia memiliki durasi waktu untuk merekam dan menayangkan suatu adegan atau peristiwa, selama mungkin yang diinginkan. Perbedaan fotografi dan film lainnya adalah: film memiliki kode umum dan kode khusus yang diolah sedemikian rupa oleh sutradara melalui proses pengambilan gambar dan editing. Menurut Tanete Pong Masak, seorang pakar semiotika film dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ), kode umum dan kode khusus dalam film berhubungan dengan gerakan kamera : traveling (gerak kamera mengikuti gerak objek), panning (gerak kamera ke kiri/kanan), zoom in/zoom out ( kamera semakin mendekati/menjauhi objek),dll. Kode umum pasti ada di semua film, sebagai sebuah “kumpulan cara kamera film mengambil gambar”, sedangkan kode khusus hanya terdapat pada film tertentu sebagai ciri khas suatu genre, suatu kurun, suatu aliran,/suatu bangsa (Masak, 2002).
64
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Persamaan fotografi dan film adalah dalam hal sudut pengambilan gambar, komposisi, warna, pencahayaan, dan segala hal di luar permasalahan durasi waktu. Menurut Masak, film memuat kode yang sering digunakan dalam fotografi (long shot, medium shot, close up shot, Extreme Close Up, dll), serta kode analogi visual (Masak, 2002). Pratista (2008:89) mengungkapkan dalam sebuah ilmu sinematrografi, seorang pembuat film tidak hanya merekam setiap adegan, melainkan bagaimana mengontrol dan mengatur setiap adegan yang diambil, seperti jarak, ketinggian, sudut, lama pengambilan, dan lain-lain. Hal ini menjelaskan bahwa unsur sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni kamera atau film, framing, dan durasi gambar. Framing dapat diartikan sebagai pembatasan gambar oleh kamera, seperti batasan wilayah gambar atau frame, jarak ketinggian, pergerakan kamera, dan sebagainya (Pratista, 2008). Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan atau menjelaskan obyek tertentu secara mendetail, dengan mengupayakan wujud visual film yang tidak terkesan monoton. Penelitian yang berjudul Fotografi Sinematik, Sebuah Pendekatan Gaya Film ke dalam dunia fotografi ini didasarkan pada berbagai literatur pemikiran mengenai bahasa dan kode dalam film, terutama teori dan penelitian ‘Bahasa Rupa’ dari Primadi Tabrani (2012), lalu teori mengenai komposisi dan pencahayaan fotografi dari Deniek G. Sukarya (2007), sedangkan literatur untuk gaya visual film dan sinema didapat dari Buku “Grammar of The Shot” karya Roy Thompson (2002). Penelitian yang berjudul Fotografi Sinematik, Sebuah Pendekatan Gaya Film ke dalam dunia fotografi ini memakai metode observatif praktis, yakni pembacaan dengan seksama mengenai berbagai literatur fotografi, film, dan sinematografi , lalu mengaplikasikannya secara praktis dalam bentuk karya fotografi sinematik . Adapun pendekatan yang dilakukan untuk penelitian adalah pendekatan manajemen seni, dan teori desain. Manajemen seni, akan lebih banyak berbicara pada persoalan seni fotografi sebagai popular art, yakni wujud karya fotografi sinematik sebagai sarana berkomunikasi dan kaitannya dengan publik/ penonton. Manajemen seni secara umum menanamkan dan mempelajari prinsip-prinsip mediasi karya senirupa, ihwal produksi-konsumsi karya senirupa (termasuk fotografi) dan hubungannya dengan publik secara lebih luas. Dalam istilah dunia senirupa yang lebih dikenal dengan istilah “artworld”, merupakan “dunia” yang terdiri dari sejumlah masyarakat seni atau orang-orang yang terlibat dalam aspekaspek produksi, bertugas, melakukan pemeliharaan, promosi, kritik dan penjualan karya senirupa. Lebih jauh peneliti senirupa Howard S. Becker (1982) pernah menyatakan tentang “artworld” ini yakni: jaringan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan koperasi (cooperative activity), yang secara teratur menghubungkan pengetahuan seni, utamanya membuat, menghasilkan, menunjukkan, memberikan jenis karya senirupa. Tugas manajer dalam manajemen senirupa ialah untuk menciptakan kondisi dimana kegiatan kesenian atau budaya dapat terjadi dan dipertahankan. Manajer adalah orang dalam posisi untuk menentukan apa yang akan dilakukan, bagaimana, oleh siapa dan dengan apa. Dalam konteks penelitian ini, manajemen seni yang dipakai adalah prinsip-prinsip produksi yang dijalankan dalam pembuatan karya fotografi sinematik. Pendekatan ilmu manajemen seni dan teori desain juga berguna untuk mempelajari struktur dan tahapan pekerjaan dalam kaitannya dengan Sistem Produksi Fotografi Sinematik: Pertama. Pembuatan storyboard, yakni sketsa gambaran fotografi yang akan dihasilkan. Kedua, Hunting dan Pemotretan. Ketiga, Editing dan Color Grading, yakni mengolah foto dengan perangkat lunak Adobe photoshop, Keempat, finishing dengan membuat bar (bidang) hitam di atas dan di bawah agar terkesan seperti aspek rasio dalam sinema, namun hal ini tidak menjadi satu kemutlakan. Foto sinematik tidak mesti ditambahkan bar hitam jika kita tidak menghendakinya. 2. PEMBAHASAN Peneliti mencoba memadukan aspek estetika fotografi (komposisi, framing, aturan pencahayaan) dengan aspek sinematik (sudut pandang kamera, unsur gerak, dan unsur naratif. Hasilnya adalah sebagai berikut:
65
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Untuk memberikan efek dramatik suatu objek pada penonton sutradara/kameramen secara umum memakai 4 sudut pengambilan (Thompson, 2002) : 1. High Angle (HA), yakni objek disyut dari atas: Kesan yang ditimbulkan adalah bahwa objek yang dishot tidak berdaya/ tidak memiliki wibawa
Gambar 1. Seorang anak sedang diamati oleh mata orang dewasa (dok. Pribadi) 2.
Normal Angle (NA): Objek yang disyut terkesan biasa/normal
Gambar 2. Cuplikan adegan perkelahian 2 orang mahasiswa dengan sudut pandang normal sejajar mata (dokumentasi pribadi) 3. Low Angle (LA) : Objek yang disyut dari bawah, terkesan lebih berwibawa.
Gambar 3. Ibu- ibu penjual Kayu Bakar di Cimenyan, Bandung, Jawa Barat. (dokumentasi pribadi)
66
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
4. Bird Eye View (BEV): Objek disyut jauh dari atas (seperti sedang diamati oleh mata burung) ,mengesankan bahwa objek sangat rendah martabatnya.
Gambar 4. Seorang Anak yatim dan Janda yang menjadi Pemulung (dok.pribadi) Cara berikutnya yang tidak kalah penting untuk pertimbangan pada saat mengambil gambar adalah sudut pandang kamera obyektif (objective shot) dan sudut pandang kamera subyektif (subjective shot). Dalam objective shot , penonton melihat adegan secara deskriptif/sedang menceritakan suatu peristiwa.
Gambar 6. Seorang Peserta Lomba Gambar Anak sedang berpikir mau menggambar apa (dok. Pribadi) Sedangkan dalam Subjective Shot, penonton seolah-olah sedang melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh aktor dalam adegan/ bersifat partisipatif)
67
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 7. “Kita” seolah-olah sedang ikut memegang mouse dan menggambar di laptop (dok. pribadi) KESIMPULAN Dari berbagai hasil foto di atas, kita dapat memahami bahwa unsur yang paling penting untuk membuat sebuah foto sinematik adalah perencanaan dan kecermatan. Sebelum memotret, sebaiknya kita rencanakan terlebih dahulu dalam sebuah sketsa di atas kertas, seperti apakah kira- kira gambaran objek, cerita, sudut pandang, framing, pencahayaan, serta komposisi dari objek dan suasana yang akan kita ambil fotonya. Makin lama, mata kita akan terlatih untuk membidik objek tanpa harus membuat sketsa. Hal yang tidak kalah penting adalah pengayaan data visual dengan sering menonton film- film yang dikenal memiliki gambar yang artistik dan sinematik, seperti filmfilm pemenang Academy Award, Cannes, Golden Globe, dan Festival Film bergengsi lainnya, yang mendapat predikat Best Picture atau Best Cinematographer.
DAFTAR PUSTAKA 1. Becker, H,S, 1982, Art Worlds, University California Press: California 2. Biran, HM, Y 1987, Angle- Kontiniti-Editing-Close Up-Komposisi dalam Sinematografi (terjemahan “The Five C’ s of Cinematography karya Joseph V Mascelli,A.S.C), Jakarta: Yayasan Citra 3. Masak, T,P, 2002, Semiotika Film, Kritik atas Teori Semiotika Sinematografi Christian Mertz (Bab 19 dalam Buku Kumpulan Makalah Seminar Semiotika), PPKB LPUI, Depok 4. Metz, C,1990, Film Language, A Semiotic of the Cinema, The University of Chicago Press,Chicago. 5. Pratista, H, 2008, Memahami Film, Homarian Pustaka, Yogyakarta 6. Sukarya, D,G, 2008, Kiat Sukses Deniek G Sukarya dalam Fotografi dan Stok Foto, Elex Media Komputindo, Jakarta 7. Tabrani, P, 2002, Semiotika dan Bahasa Rupa Gambar (Bab 6 dalam Buku Kumpulan Makalah Seminar Semiotika) Depok : PPKB LPUI 8. Tabrani, P, 2012, Bahasa Rupa, Penerbit Kelir, Bandung 9. Thompson, R, 2002, Grammar of The Shot, Focal Press, Oxford
68
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
IMPLEMENTASI PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN INDEPENDENT COMPONENT ANALYSIS PADA SISTEM AUTENTIKASI WAJAH Agus Budi Dharmawan1), Lina 2) Fakultas Teknologi Informasi Universitas Tarumanagara Jalan S.Parman No.1 Jakarta 11140 Indonesia
[email protected])
[email protected]) ABSTRAK Biometrik adalah suatu teknologi yang menggunakan bagian tubuh manusia sebagai identitas. Berapa bagian dari tubuh manusia memiliki ciri yang unik yang tidak dimiliki oleh lebih dari satu individu. “Implementasi Principal Component Analysis dan Independent Component Analysis Pada Sistem Autentikasi Wajah“ adalah sistem yang menggunakan komputer sebagai pemrosesan utama terintegrasi dengan kamera sebagai sensor yang menangkap citra wajah dan mikrokontroler sebagai penerima output dari proses autentikasi.Dalam penelitian ini akan dirancang suatu sistem berbasiskan komputer untuk melakukan autentikasi identitas seseorang menggunakan citra wajah dengan menggunakan kamera. Sistem ini akan dapat mengenali wajah manusia sehingga hanya orang yang telah terdaftar dalam basis data saja yang dapat dikenali. Sistem yang dirancang akan membandingkankan algoritma Principal Component Analysis (PCA) dan Independent Component Analysis (ICA) untuk mengenali wajah manusia dengan berbagai ekspresi, posisi dan background yang berbeda. Dari hasil yang diperoleh, ditemukan bahwa ICA memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan PCA dalam mengenali wajah manusia. Kata Kunci Independent Component Analysis, Principal Component Analysis,Pengenalan 1.
Pendahuluan Biometrik menggunakan bagian tubuh manusia yang memiliki ciri yang unik yang tidak dimiliki oleh lebih dari satu individu untuk melakukan autentikasi identitas seseorang. Sebagai contoh adalah sidik jari atau retina mata. Meskipun bentuk atau warna mata bisa saja sama, namun retina mata yamg dimiliki oleh tiap makhluk hidup belum tentu sama. Begitu juga dengan suara dan struktur wajah. Bagian-bagian unik inilah yang kemudian dikembangkan sebagai atribut keamanan. Sebagai bagian dari teknologi keamanan, biometrik memiliki dua fungsi sekaligus yang dapat dijalankan terpisah maupun secara bersamaan. Fungsi yang pertama sebagai pencatat ID atau sebagai alat verifikasi (password). Teknologi biometrics hampir dapat diterapkan di mana saja. Mulai untuk melindungi sebuah barang tertentu dari akses yang tidak diinginkan, seperti komputer, sampai untuk melindungi sebuah ruangan yang ramai dari orang-orang tertentu. Sebagai contoh ID berupa wajah maupun sidik jari digunakan untuk memasuki ruangan. 2.
Landasan Teori Sistem yang dirancang adalah sistem pengenalan wajah berdasarkan citra wajah dua dimensi. Sistem ini bekerja melalui dua tahap, yaitu tahap pelatihan terhadap citra latih dan tahap pengenalan terhadap citra uji. Setelah data wajah diperoleh, data tersebut akan diproses menggunakan metode Principal Component Analysis dan Independent Component Analysis. Nilai ciri yang didapatkan dengan menggunakan metode tersebut kemudian disimpan untuk digunakan sebagai proses pengenalan. Nilai ciri antara citra pembelajaran dan citra latih akan dihitung menggunakan perhitungan jarak Euclidean Distance. Dengan kombinasi PCA dan ICA diharap mempu melakukan proses autentikasi citra wajah dengan berbagaimacam posisi dan ekspresi.
69
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
2.1. Independent Component Analysis (ICA) Independent Component Analysis (ICA) merupakan metode untuk mencari faktor atau komponen yang tersembunyi dari data statistik yang multi-dimensional. Hal yang membuat ICA berbeda dari metode statistik lain adalah ICA mencari komponenkomponen yang independen secara statistik dan non Gaussian.[5] Jika dibandingkan dengan PCA yang menganggap bahwa citra dengan distribusi Gaussian, ICA lebih menganggap citra dengan distribusi non Gaussian sehingga bila citra dengan distribusi non Gaussian benar diproses maka ICA akan tetap dapat merespon variasi yang paling besar pada basis citranya.[6] Sebelum menghitung representasi ICA, dilakukan dulu proses sphering S, sehingga dapat dihitung nilai W terbaik untuk pencarian Independent Component dengan proses learning. Dalam penelitian ini learning rate yang digunakan sebesar 0.0001 dengan batch block 50 dan iterasi sebanyak 1000 kali. Learning rate 0.0001 didapat dari hasil penilitian Bell & Sejnowski yang menyebutkan bahwa dengan learning rate 0.0001 sistem akan dapat melakukan peningkatan secara lambat namun pasti. Batch block 50 kali didapat dari mengadaptasi hasil penelitian yang dilakukan oleh M.S Bartlett et al,. Iterasi sebanyak 1000 kali adalah hasil dari trial and error. Setelah W terbaik didapat maka representasi ICA dapat dihitung dengan menggunakan rumus:[6]
𝑈 = 𝑊𝑖𝑥𝑋
(1) 2 5
Dimana matriks U dengan ukuran N x ( 𝑥𝑁) adalah representasi ICA. 𝑊𝑖 adalah hasil kali dari matriks 𝑊 yang didapat dari proses learning dengan sphering matriks 𝑊𝑧:
𝑊𝑖 = 𝑊 . 𝑊𝑧
(2)
Keterangan: 𝑊 : nilai learning 𝑊𝑧 : whitening filter Lalu 𝑋 adalah hasil kali dari invers matriks 𝑊𝑧 dengan matriks S:
𝑋 = 𝑖𝑛𝑣(𝑊𝑧). 𝑆
(3)
2.2 Principal Component Analysis (PCA) Karhunen–Loève transform atau yang dikenal sebagai Principal Component Analysis (PCA) adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi pola (pattern) pada sebuah data, dan merepresentasikan data ke dalam ruang tertentu berdasarkan kemiripan dan perbedaan dari data tersebut[2]. Cara kerja yang dilakukan oleh PCA yaitu [3]: 1. Bentuk suatu matriks zn dari M citra latih, dimana setiap matriks citra disusun dalam bentuk kolom dengan dimensi d x 1. 2. Hitung vektor rata-rata µz dengan persamaan:
𝝁𝒛 =
1 𝑀
∑𝑀 𝑛=1 𝒛𝒏 (1)
Keterangan: µz : Nilai rata-rata dari vektor wajah M : Banyaknya citra latih zn : Nilai vektor dari citra wajah ke-n 3. Hitung matriks kovarian Cz dengan persamaan: 1
𝑇 𝑪𝒛 = 𝑀 ∑𝑀 𝑛=1(𝒛𝒏 − 𝝁𝒛 )(𝒛𝒏 − 𝝁𝒛)
(4)
70
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Keterangan: Cz : Matriks kovarian T : Transpose 4. Hitung nilai eigen dan vektor eigen dari matriks kovarian Cz Det (λI-Cz) = 0 (5) Cz . ez= λz . ez (6) Keterangan: λz : Nilai eigen dari Cz I : Matriks Identitas ez : Vektor eigen dari Cz Setelah nilai eigen dan vektor eigen diperoleh, λzakan diurutkan sesuai nilai eigen terbesar sampai yang terkecil. Posisi vektor eigen akan mengikuti urutan nilai eigen yang bersesuaian.Nilai eigen berguna untuk mendeskripsikan varian yang terdapat pada faktor-faktor yang ada, sedangkan vektor eigen berguna untuk penentuan penyebaran data. 5. Hitung dan tentukan proporsi kumulatif nilai eigen αk untuk memilih k komponen utama dengan persamaan:
(5) Keterangan: αk : Proporsi kumulatif k dari nilai eigen z : Banyaknya nilai eigen atau banyak dimensi citra 6. Reduksi dimensi citra untuk diproyeksikan ke ruang eigen melalui k vektor eigen dengan persamaan: Yn‘ = EkT(zn - µz) (6) Keterangan: Yn’: Nilai vektor citra wajah ke-n berdimensi k x 1 Ek : Matriks dengan k vektor eigen pertama Masing-masing vektor yang terdapat pada matriks Yn’ telah berukuran k x 1. Nilai vektor inilah yang satu per satu akan ditransformasikan ke dalam ruang eigen dan menjadi titik ciri. 2.3. Euclidean distance Euclidean distancemerupakan metode pengukuran jarak yang digunakan untuk mengukur jarak antara dua buah objek pada sebuah ruang atau dimensi[4]. Secara umum metode Euclidean distance dapat dinyatakan sebagai persamaan berikut:
d | x p |
j
(x i 1
i
pi ) 2 (12)
Keterangan: d : Euclidean distance xi : Koordinat titik pertama pi : Koordinat titik kedua j : Banyaknya dimensi yang digunakan 3.
Pengujian dan Hasil Pengujian Pre-processing yang dilakukan dalam sistem pengenalan wajah ini adalah dengan mengubah citra warna menjadi citra grayscale. Lalu dilanjtkan dengan proses pemotongan citra wajah secara manual, tujuannya untuk mndapatkan citra yang hanya diperlukan untuk proses ekstraksi, dalam hal ini adalah citra wajah dan membuang citra lain yang tidak diperlukan. Selanjutnya akan dilakukan normalisasi ukuran agar besar matriks pada seluruh citra wajah menjadi sama.
71
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Tahap selanjutnya adalah melakukan proses ekstraksi ciri menggunakan metode Principal component Analysis dan Independent Component Analysis untuk mendapatkan nilai vektor ciri yang merupakan ciri dari citra wajah. Pengenalan wajah dengan metode ICA diawali dengan mengubah matriks dua dimensi menjadi satu dimensi. Setelah itu dilakukan pencarian nilai eigen dan vektor eigen untuk mendapatkan representasi PCA yang akan digunakan untuk penghitungan nilai representasi ICA. Hasilnya yaitu berupa nilai vektor dan disimpan dalam basis data. Setelah didapatkan nilai vektor citra wajah, tahap selanjutnya adalah melakukan pengenalan dengan menghitung jarak kemiripan citra input dengan database dengan metode Euclidean Distance. Pada proses pengenalan, aplikasi akan menghitung dan membandingkan jarak dari vektor ciri yang akan diuji dengan vektor ciri yang telah disimpan dalam basis data saat proses pembelajaran. Dan jika nilai pada saat proses pengujian mendekati atau memiliki jarak yang kecil dengan pada saat proses pengenalan, maka wajah tersebut dikenali. Proses selanjutnya adalah pengujian. Pengujian terhadap hasil keluaran program secara umum dilakukan untuk mengetahui hasil keberhasilan pengenalan citra wajah dari sistem yang telah dibuat. Data pengujian yang digunakan dibagi menjadi dua data yaitu, 20 orang terdiri dari 200 citra wajah tanpa background dan 20 orang terdiri dari 200 citra wajah dengan background. Citra wajah tanpa background memiliki variasi pose dan ekspresi, sedangkan citra wajah dengan background pose wajah hanya menghadap ke depan dengan berbagai variasi ekspresi. Format dari data citra wajah yang digunakan adalah JPEG. Pada tahap pelatihan, citra wajah dimasukkan ke dalam basis data lalu dilakukan proses pelatihan terhadap database itu sendiri. Tahap kedua adalah tahap pengujian, yaitu citra wajah yang berbeda dengan citra database akan dilakukan pengenalan. Tahap pelatihan dan pengujian untuk citra tanpa background dan citra dengan background dilakukan masing-masing dua kali tahap, yaitu menggunakan ICA dan PCA. Pada tahap pengenalan, citra wajah yang akan diuji adalah citra dengan orang yang sama dengan citra latih dalam database, namun dengan ekspresi sudut dan background yang berbeda dengan citra pada database. Citra uji yang digunakan adalah dari 20 orang yang sama dengan jumlah citra uji yang akan digunakan yaitu 100 data citra wajah.Berikut adalah hasil pengujian terhadap citra model untuk masing-masing data pengujian. Tabel 1 Hasil pelatihan menggunakan citra model Citra Model
Berhasil dikenali
Persentase Pengenalan
PCA tanpa Background PCA dengan Background ICA tanpa Background ICA dengan Background
93
93%
90
90%
99
99%
100
100%
Tabel diatas adalah hasil pengenalan citra uji yang sama dengan citra database yang digunakan pada tahap pelatihan. Jumlah data yang diuji sama dengan jumlah data yang dilatih. Pada pengenalan untuk citra wajah dengan background, menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi daripada pengenalan untuk citra wajah tanpa background. Pada pengenalan dengan data yang sama dengan data yang dilatih, hasil pengenalan menggunakan metode Independent Component Analysis mendapatkan persentase keberhasilan yang lebih tinggi pada citra tanpa background maupun citra dengan background. Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan proses pengujian terhadap citra wajah yang berjumlah 100 citra untuk masing-masing data pengujian. Hasil pengujiannya sebagai berikut.
72
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 1 Citra Wajah yang digunakan dalam pengenalan Tabel 2 Hasil pengenalan menggunakan citra uji tanpa background Citra Model Berhasil dikenali Persentase Pengenalan PCA Tanpa Background 67 67% PCA dengan Background 89 89% ICA Tanpa Background 79 79% ICA dengan Background 100 100% Pengujian terhadap pengenalan wajah manusia yang dilakukan menggunakan metode Independent Component Analysis terbukti mendapatkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan metode Principal Component Analysis. Pada pengujian citra wajah tanpa background menghasilkan persentase pengenalan yang lebih kecil daripada citra wajah dengan background, baik menggunakan metode ICA maupun metode PCA. Hal ini dikarenakan pada citra wajah tanpa background, pose wajah manusia bervariasi sehingga sulit untuk dikenali dengan baik. 4. Kesimpulan Dari hasil pengujian pada pengujian didapatkan kesimpulan bahwa hasil pengenalan ICA terbukti lebih baik dibandingkan dengan performa pengenalan PCA.Metode Independent Component Analysis menghasilkan tingkat keberhasilan yang baik dengan persentase keberhasilan antara 78% sampai 100% untuk database yang berbeda. Pose dan ekspresi wajah lebih menentukan tingkat keberhasilan pengenalan wajah dibandingkan tambahan background yang dimiliki citra wajah tersebut. REFERENSI [1] Nouzag (2010), Principal Component Analysis, http://nouzag.wordpress.com/2009/06/27/principal-analysis-component. [2] Smith, Lindsay I. (2009), A tutorial on Principal Components Analysis, http://www.cs.otago.ac.nz/cosc453/student_tutorials/principal_components.pdf. [3] Kusumoputro, Benyamin dan Sripomo, Rina (2002), Pengembangan Sistem Penentu Sudut Pandang Wajah 3-D dengan Menggunakan Perhitungan Jarak Terpendek pada Garis Ciri dalam Ruang Eigen, Vol.6, No.2., Jakarta: Makara Sains. [4] EricWeisstein (2010), Pythagorean theorem, http://mathworld.wolfram.com/Distance.html. [5] Aapo Hyvarinen, Patrik O. Hoyer, and Mika Inki, “Topographic Independent Component Analysis”, Neural Computation, Vol. 13, No. 7, (Juli, 2001) [6] M. S. Bartlett et al., “Face Recognition by Independent Component Analysis”, IEEE Transactions On Neural Networks, Vol. 13, No. 6, (November, 2002) [7] Bruce A. Daper et al., “Recognizing Faces with PCA and ICA”, Computer Vision and Image Understanding, (Februari, 2003) [8] Mushawir, Ahmad; Rozzaq, Ready Prima; Sugondo dan Santika, Diaz D. Pengenalan Wajah dengan Metode Independent Component Analysis. http://library.binus.ac.id/Collections/ethesis_detail/2013-1-00511-IF, 26 Februari 2014.
73
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION UNTUK PREDIKSI UMUR LELAH MATERIAL KOMPOSIT POLIMERIK DENGAN NEURAL NETWORKS Mas Irfan P. Hidayat1 1 Departemen Teknik Material dan Metalurgi-FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih Sukolilo 60111 Surabaya
[email protected] ABSTRAK Permodelan umur lelah dari material komposit pada berbagai kondisi beban dan lingkungan menjadi tugas penting dan menantang ditinjau dari sudut pandang kinerja dan kehandalan karena permodelan tersebut membentuk basis dari perkiraan umur struktur komposit pada keadaan tegangan yang kompleks dan bervariasi. Penggunan teknikteknik soft-computing untuk permodelan tersebut telah menarik banyak perhatian di waktu-waktu belakangan ini. Dalam makalah ini, algoritma differential evolution untuk prediksi umur lelah komposit polimerik pada kondisi tegangan yang bervariasi dengan menggunakan neural networks disajikan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan permodelan umur lelah material komposit polimerik dengan neural networks dan differential evolution juga dibahas. Kata kunci: differential evolution; neural networks; prediksi umur lelah; komposit polimerik 1. Pendahuluan Didorong oleh perkembangan dan kemajuan aplikasi-aplikasi teknologi, keperluan akan kelas-kelas material baru yang memiliki sifat-sifat yang diinginkan, sesuai untuk aplikasiaplikasi khusus, efektif dan berumur panjang menjadi meningkat dalam dasawarsa terakhir ini. Dari sudut pandang kinerja dan kehandalan, adalah selalu penting memahami degradasi material akibat kelelahan atau fatik untuk menjamin kehandalan jangka panjang dari komponen atau struktur material tersebut pada berbagai macam terapan-terapannya. Sudah lazim diketahui bahwa kegagalan akibat fatik adalah aspek desain yang paling penting karena hal tersebut berkaitan erat dengan ketahanan dari sebuah komponen atau struktur [1]. Selain itu, dari sebuah studi yang intensif oleh US National Institute of Standards and Technology, dilaporkan bahwa kegagalan struktur akibat fatik dapat mencapai 60 % dari seluruh kegagalan material yang ada [2]. Oleh karenanya, prediksi umur lelah dari sebuah material menjadi sangat penting, selain juga menantang, karena kemampuan untuk membuat prediksi yang akurat terhadap umur lelah material berkaitan erat dan berpengaruh kritis terhadap desain yang dihasilkan [3]. Komposit polimerik adalah salah satu material yang banyak digunakan di berbagai industri seperti otomotif, dirgantara, ruang angkasa dan energi dikarenakan sifat-sifatnya yang outstanding seperti: rasio kekuatan dan berat yang tinggi, mudah didesain dengan sifat-sifat mekanis tertentu serta tahan korosi. Dengan variasi terapan yang sedemikian beragam, perilaku dan respons komposit polimerik dibawah pengaruh beban-beban spektrum atau bervariasi perlu dipahami dan diperkirakan dengan baik. Dalam makalah ini, algoritma differential evolution untuk peningkatan prediksi umur lelah komposit polimerik pada kondisi tegangan yang bervariasi dengan menggunakan neural networks disajikan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan permodelan umur lelah material komposit polimerik dengan neural networks dan differential evolution juga dibahas. 2. Model Soft computing untuk Prediksi Umur Lelah 2.1 Teknik Identifikasi Sistem dan Neural Networks untuk Prediksi Umur Lelah Neural networks (NN) adalah salah satu model soft computing yang dipakai untuk prediksi umur lelah material, baik metal maupun komposit. Ide dasar dari NN adalah pembelajaran (learning) dari data-data yang dipaparkan ke dalam suatu model NN tertentu untuk kemudian model NN tersebut diminta melakukan generalisasi untuk suatu pola input yang baru yang sama sekali tidak ditunjukkan sebelumnya, berdasarkan
74
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
pengalaman belajar tersebut. Learning dalam NN tersebut dimanifestasikan dalam bentuk update nilai-nilai bobot (weights) yang dilakukan dalam suatu tatacara atau algoritma pembelajaran tertentu. Pengalaman atau pengetahuan yang didapat dari hasil belajar disimpan dalam bentuk nilai-nilai bobot tersebut. Nilai-nilai tersebut juga mencerminkan koneksi dan interaksi antara layer input, layer proses dan layer output dalam struktur NN tersebut. Dengan demikian NN dapat mengasosiasikan dan mengemulasikan pola-pola baru sebagaimana manusia belajar dari pengalaman dan membuat perkiraan-perkiraan baru dengan kecerdasan yang diberikan padanya. Pengarang dalam [4, 5] belakangan ini telah mengenalkan sebuah pendekatan baru untuk prediksi umur lelah material komposit polimerik berdasarkan kerangka gabungan teknik identifikasi system dan neural networks. Kelebihan dari model fatik tersebut adalah ia mampu melakukan prediksi umur lelah material komposit dalam kondisi pembebanan multivariable (spectrum) maupun multiaxial (tegangan kompleks). Fitur kunci dari teknik kombinasi tersebut adalah struktur nonlinear autoregressive exogenous inputs (NARX) yang memungkinkan seseorang untuk berpindah dari satu sektor ke sektor lainnya dari sebuah diagram umur konstant atau constant life diagrams (CLD). Dengan cara sliding dari satu level tegangan ke level tegangan lainnya, kemudian dari satu nilai rasio tegangan ke rasio tegangan lainnya, maka prediksi umur lelah material untuk beragam spektrum beban maupun kondisi tegangan dapat dilakukan secara efisien. Adapun struktur neural networks yang digunakan dalam teknik kombinasi tersebut adalah multilayer perceptron (MLP) yang merupakan struktur yang paling banyak dipakai dalam simulasi NN. Penjelasan lebih rinci mengenai model NN tersebut dapat ditemukan dalam [4, 5]. 2.2 Algoritma Differential Evolution Penggunaan teknik kombinasi di atas memberikan hasil prediksi umur lelah material komposit yang efisien dengan dengan tingkat akurasi yang baik. Namun demikian, keakuratan dari hasil prediksi umur lelah material tersebut masih dapat ditingkatan dengan menggunakan algoritma differential evolution (DE). Algoritma ini bekerja dengan cara mengoptimalkan nilai-nilai bobot NN sehingga proses learning dan generalisasi NN menjadi lebih baik [6]. 3. Material dan Metode Material-material yang diuji [7, 8] berikut data yang digunakan untuk learning maupun data testing ditunjukkan dalam Tabel 1. R dan θ masing-masing menunjukkan rasio tegangan dan orientasi pemotongan specimen. Tabel 1. Material yang diuji untuk prediksi umur lelah beserta data learning dan testing. Material
Data fatik sebagai data training: R dan θ
E-glass/polyester [0/(±45)2/0]T [7]
R = 0.1: θ = 0°
E-glass fabrics/epoxy
R = 0.1: θ = 0°
Data fatik sebagai data testing: R dan θ R = 0.5: θ = 0° R = -1: θ = 0° R = 0.1: θ = 15° R = -1: θ = 30° R = 10: θ = 30° R = 0.1: θ = 45° R = 0.5: θ = 45° R = -1: θ = 45° R = 10: θ = 45° R = -1: θ = 60° R = 10: θ = 60° R = 0.1: θ = 75° R = 0.1: θ = 90° R = -1: θ = 90° R = 10: θ = 90° R = 0.5: θ = 0°
R = 10: θ = 0°
75
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
[±45/04/±45/] [8]
R = 10: θ = 0°
E-glass/polyester [90/0/±45/0]S [8]
R = 0.1 and 10
ISBN:978-979-1194-11-2
R = -0.5: θ = 0° R = -1: θ = 0° R = -2: θ = 0° R = 0.1: θ = 90° R = 0.5: θ = 90° R = -0.5: θ = 90° R = -1: θ = 90° R = -2: θ = 90° R = 10: θ = 90°
R = 0.9, 0.8, 0.7, 0.5, -0.5, -1 and -2 (on-axis or θ = 0°)
Sebagai input adalah tegangan maksimum, rasio tegangan dan θ, dengan umur lelah N (dalam log) sebagai output. Algoritma Levenberg-Marquardt dengan regularisasi Bayesian digunakan sebagai algoritma pembelajaran NN. Referensi [4, 5] dapat diacu lebih lanjut untuk teknik regularisasi yang digunakan. Sedangkan untuk algoritma differential evolution dengan kode “DE/rand/1/bin” untuk mendapatkan nilai-nilai bobot yang lebih optimal diberikan sebagai berikut [6]: i 1,2,..., NP , dimana NP 1. Initialisasi populasi (bobot NN) dengan nilai acak X xi
adalah jumlah populasi yang dihasilkan dari distribusi probabilitas yang uniform dalam ruang masalah D-dimensional. 2. Evaluasi nilai fitness dari tiap individu dalam populasi. Jika fitnessnya sesuai criteria, berhenti dan simpan nilainya. Jika tidak ke langkah 3. 3. Lakukan operasi mutasi atau diferensial dengan menambahkan suku differential terskala ke vektor basis (individual): vi xb F xk x p (1)
F adalah faktor skala yang mengatur laju perkembangan populasi, serta
xb ( xi ) vektor basis
x k dan x p adalah vektor-vektor unik yang random to mencapai tingkat probabilitas
dan kecepatan konvergensi yang baik. 4. Lakukan operasi crossover untuk membuat vektor trial dengan mengganti karakteristik dari vektor basis dengan karakteristik dari vektor mutant. Crossover (rekombinasi) tersebut diberikan oleh proses binomial sebagai berikut:
vi , j ui , j xi , j
if (rand j 0,1 C r otherwise
(2)
dimana j = 1,2,...,D dan Cr adalah parameter yang menyediakan kemampuan dekomposisi untuk keberagaman. 5. Lakukan operasi seleksi dengan membandingkan fitness dari vektor basis x i vektor trial
u i untuk menghasilkan keturunan yang lebih baik dengan memakai kriteria: xi
G
G u i G xi
f x
if f u i
G
G
i
(3)
otherwise
G menggambarkan generasi ke-G. 6. Iterasikan operasi-operasi mutasi, rekombinasi dan seleksi tersebut sampai hasil optimal didapat atau kriteria-kriteria yang ditentukan sebelumnya terpenuhi. Setelah mendapatkan struktur NN dengan bobot yang optimal dengan algoritma DE di atas, selanjutnya struktur NN tersebut dipilih dan dilatih dengan algoritma pembelajaran yang ditentukan. Parameter-parameter yang digunakan dalam proses-proses di atas: scaling factor F 0.1, crossover rate Cr 0.5 dan number of iterations 1000.
76
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
4. Hasil dan Diskusi Perbandingan akurasi dari model NN dengan model NN yang dioptimalkan dengan algoritma DE dalam nilai mean squared error (MSE) disajikan dalam Tabel 2. Perbandingan waktu akurasi dari kedua model tersebut juga diberikan. Kedua model dibuat dalam MATLAB dan dijalankan pada Toshiba Tecra dengan Intel Core i7-4600U 2.70 GHz, 4 GB RAM dan 64-bit Windows 7 Professional. Dapat dilihat bahwa kedua model tersebut memberikan prediksi umur lelah material komposit polimerik dengan akurasi yang baik. Terdapat peningkatan akurasi dengan penggunaan model DE-NN, terutama untuk simulasi umur lelah dari material DD16 dengan sudut potong 0°. Akan tetapi, model DE-NN secara umum memerlukan waktu simulasi yang lebih lama dibandingkan dengan model NN. Untuk memperlihatkan efektivitas dari penggunaan model-model NN untuk prediksi umur lelah material komposit polimerik, hasil-hasil simulasi umur lelah dari material tersebut pada beberapa nilai rasio tegangan disajikan dalam Gambar-gambar 1 dan 2. Table 2. Perbandingan akurasi model NN dengan model DE-NN untuk prediksi umur lelah material komposit polimerik. Material dan sudut potong
Model NN MSE dan waktu simulasi
Model DE-NN MSE dan waktu simulasi
E-glass/polyester [0/(±45)2/0]T [7]
0°, 15°, 30°, 45°,60°,75° & 90°
0.123 (4.57 detik)
0.123 (8.42 detik)
E-glass fabrics/epoxy [±45/04/±45/] [8]
0° & 90°
0.27 (19.78 detik)
0.268 (12.45 detik)
E-glass/polyester (DD16) [90/0/±45/0]S [8]
0°
0.27 (7.77 detik)
0.255 (9.22 detik)
Menarik untuk dicatat bahwa model NN juga dapat memberikan batas-batas prediksi seperti yang terlihat dalam gambar-gambar tersebut. Batas-batas prediksi tersebut bermanfaat untuk menggambarkan scatter dari nilai-nilai umur lelah material. Dapat dilihat dari Gambar-gambar 1 dan 2 bahwa scatter dari nilai-nilai umur lelah material yang diuji berada di dalam rentang prediksi dari model NN telah yang dikembangkan.
Gambar 1. Prediksi umur lelah material E-glass/polyester ([90/0/±45/0]S) beserta batasbatas prediksi atas dan bawah (R = 0.5).
77
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 2. Prediksi umur lelah material E-glass/polyester ([90/0/±45/0]S) beserta batasbatas prediksi atas dan bawah (R = -2). 5. Kesimpulan Algoritma differential evolution untuk prediksi umur lelah komposit polimerik pada kondisi tegangan yang bervariasi dengan menggunakan neural networks telah disajikan dalam makalah ini. Aspek-aspek yang berkaitan dengan permodelan umur lelah material komposit polimerik dengan neural networks dan differential evolution juga dibahas. Hasil simulasi pada beberapa jenis material komposit polimerik menunjukkan efektivitas modelmodel neural networks dan differential evolution yang telah dikembangkan tersebut. Daftar Pustaka [1] Reifsnider, K.L. (Ed.). (1991). Fatigue of composite materials. Amsterdam: Elsevier. [2] Manson, S.S. and Halford, G.R. (2006). Fatigue and Durability of Structural Materials. USA: ASM International. [3] Vassilopoulos, A. P. (2010). Introduction to the fatigue life prediction of composite materials and structures: past, present and future prospects. In A.P. Vassilopoulos (Ed.), Fatigue life prediction of composites and composite structures (pp. 1-38). Cambridge: Woodhead Publishing Limited. [4] Hidayat M.I.P. and Berata, W. (2011). Neural networks with radial basis function and NARX structure for material lifetime assessment application. The 12th International Conference on Quality in Research (QiR 12), 4-7 July 2011, Bali, Indonesia, pp. 143-150. DOI: 10.4028/www.scientific.net/AMR.277.143. [5] Hidayat M.I.P (2015). System identification technique and neural networks for material lifetime assessment application. In Q. Zhu and A.T. Azar (Eds.), Complex System Modelling and Control Through Intelligent Soft Computations, Studies in Fuzziness and Soft Computing 319. DOI: 10.1007/978-3-319-12883-2_27. Switzerland: Springer International Publishing. [6] Storn, R. and Price, K. (1995). Differential evolution-a simple and efficient adaptive scheme for global optimization over continuous spaces. Technical Report TR-95-012. ICSI. [7] Vassilopoulos, A.P. and Philippidis, T.P. (2002). Complex stress state effect on fatigue life of GRP laminates. Part I, experimental. International Journal of Fatigue, 24(8), 813-823. [8] Mandell, J. F. and Samborsky, D. D. 2010. DOE/MSU composite material fatigue database: test, methods, material and analysis. SAND97-3002. Albuquerque, NM: Sandia National Laboratories.
78
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
ECOMMERCE HANDPHONE DENGAN MODEL B2B, B2C, B2LELANG Muhammad Ali Syakur Program Studi Teknik Multimedia dan Jaringan, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo Jl Raya Telang, PO. BOX 2, Kamal, Bangkalan Telp : 081216510710, Email :
[email protected]
ABSTRAK Teknologi internet merupakan salah satu bidang yang mengalami perkembangan sangat pesat. Telah banyak sektor yang menerapkan teknologi ini, salah satunya dalam bidang perdagangan. Ecommerce secara umum dapat diartikan : "proses membeli, menjual, baik dalam bentuk barang, jasa ataupun informasi, yang dilakukan melalui media internet". Radja Cellular adalah salah satu toko yang menjual alat komunikasi telepon genggam atau yang sering disebut handphone yang terletak di jl.KH Moh Kholil Bangkalan. Tujuan penelitian ini untuk merancang website penjualan handphone yang dapat memberikan kemudahan bertransaksi maupun informasi kepada konsumen dalam melakukan pembelian barang dengan menggunakan media internet. Serta dapat meningkatkan promosi dan penjualan handphone pada Radja Cellular. Website ini dibangun menggunakan bahasa pemrograman PHP dan database MySQL. Kata Kunci : E-commerce, Handphone, Php, Web 1. Pendahuluan Seiring dengan perkembangan jaman dan ilmu pengetahuan, hadirlah internet yang sudah menjadi pelengkap hidup, dimana semua terjadi di dunia online, dari mulai mencari ilmu, hiburan atau hanya sekedar chatting bersama teman atau kerabat yang berada jauh dari jangkauan mata kita. Dengan tersedianya informasi yang berada di internet sekarang ini, memudahkan seseorang atau sekelompok orang untuk mencari informasi yang dibutuhkan, dari mulai informasi bisnis, informasi olahraga dan informasi yang berguna lainnya. Bagaimana cara mengembangkan teknologi ini menjadi informasi yang bermanfaat untuk mempermudah pengguna dalam melakukan sebuah pekerjaan adalah hal yang sangat penting, salah satunya dalam bidang bisnis. Teknologi informasi bisa memudahkan proses transaksi, baik dalam transakasi pembelian, penjualan, pembayaran, dan juga sebagainya. Sehingga dapat menjadikan nilai tambah bagi bidang bisnis tersebut. Contoh perkembangan teknologi informasi online ini salah satunya adalah electronic commerce atau disingkat E-commerce. E-commerce dapat membantu dalam proses bisnis, mulai dari penjualan barang sampai pemasaran barang. Dengan adanya E-commerce memudahkan para costumer membeli barang tanpa harus datang ke tempat pembelian. E-commerce juga dapat dijadikan sebagai solusi untuk membantu dalam perkembangan sebuah perusahaan dalam mengahadapi tekanan-tekanan industri perdagangan. Penggunaan E-commerce dapat meningkatakan efisiensi biaya penjualan barang di perusahaan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam bersaing. Radja Cellular adalah salah satu toko yang menjual alat komunikasi telepon genggam atau yang sering disebut handphone yang terletak di jl.KH Moh Kholil Bangkalan. Pada penelitian ini dengan judul “Ecommerce Handphone Dengan Model B2B, B2C, B2Lelang“ diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat dalam transaksi penjualan handphone dan menguntungkan dari segi bisnis. 2. Pembahasan Ecommerce Ecommerce, atau electronic commerce merupakan suatu sistem atau paradigma baru dalam dunia bisnis, yang menggeser paradigma tradisional commerce yaitu dengan memanfaatkan ICT (Information and Communication Technology), atau dengan kata lain
79
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
teknologi internet. Definisi Ecommerce secara umum dapat diartikan : "proses membeli, menjual, baik dalam bentuk barang, jasa ataupun informasi, yang dilakukan melalui media internet" (disarikan dari berbagai sumber). Menurut Stefan Probst (Opticom), definisi e-commerce adalah "business yang dilakukan secara electronic yang melibatkan aktivitas-aktivitas bisnis berupa business to business ataupun business to consumen melalui teknologi internet". [2]Sementara itu, menurut Bidgoli (Bidgoli 2002) e-commerce adalah penjualan dan pembelian melalui media internet. Selain itu, dalam bukunya Bidgoli juga mendefinisikan e-business sebagai berikut: "e-business adalah transaksi yang menggunakan media elektronik yang yang dipergunakan untuk berjualan atau proses pembelian suatu atau beberapa produk mengggunakan teknologi ICT". Secara umum e-business tidak hanya ditujukan atau melibatkan proses selling dan buying saja, akan tetapi dapat juga meliputi online services, consumen relationship management (CRM), supply chain management, kolaborasi business partners, electronic transaction dan electronic payment. Dan jika dilihat dari aktivitasnya dapat berlangsung dengan melibatkan antar konsumen ataupun antar pelaku business. [1] Jenis E-Commerce E‐Commerce dapat dibagi menjadi beberapa jenis yang memiliki karakteristik berbeda‐beda yaitu Business to business (B2B) Adalah model e-commerce dimana pelaku bisnisnya adalah perusahaan, sehingga proses transaksi dan interaksinya adalah antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Contoh model e-commerce ini adalah beberapa situs e-banking yang melayani transaksi antar perusahaan. [4] Business to Business eCommerce memiliki karakteristik : a.) Trading Partners yang sudah diketahui dan umumnya memiliki hubungan (relationship) yang cukup lama. Informasi hanya dipertukarkan dengan partners tersebut. Dikarenakan sudah mengenal lawan komunikasi, maka jenis informasi yang dkirimkan dapat disusun sesuai dengan kebutuhan dan kepercayaan (trust). b.) Pertukaran data (data exchange) berlangsung berulang – ulang dan secara berkala, misalnya setiap hari, dengan format data yang sudah disepakati bersama. Dengan kata lain, servis yang di gunakan sudah tertentu. Hal ini memudahkan pertukaran data untuk dua entiti yang menggunakan standar yang sama. c.) Salah pelaku dapat melakukan inisisatif untuk mengirimkan data, tidak harus menunggu partnernya. d.) Model yang umum digunakan adalah peer-to-peer, dimana processing intelligence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis. Business to Cunsumer (B2C) Adalah model e-commerce dimana pelaku bisnisnya melibatkan langsung antara penjual (penyedia jasa e-commerce) dengan individual buyers atau pembeli. Contoh model ecomerce ini adalag Amazon.com. Business to Consumer eCommerce memiliki karakteristik sebagai berikut : a.) Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan ke umum. b.) Servis yang diberikan berdifat umum (generic) dengan mekanisme yang dapat digunakan oleh khalayak ramai. Sebagai contoh, karena sistem web sudah umum digunakan maka servis diberikan dengan menggunakan basis web. c.) Servis diberikan berdasarkan permohonan (on demand) konsumer melakukan inisiatif dan produser harus siap memberikan respon sesuai dengan permohonan. d.) Pendekatan client/server sering digunakan dimana diambil asumsi client(consumer) menggunakan sistem yang minimal (berbasis web) dan processing (business procedure) diletakkan disisi server.
80
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Consumen to Consumen (C2C) Adalah model e-commerce dimana perorangan atau individu sebagai penjual berinteraksi dan bertransaksi langsung dengan individu lain sebagai pembeli. Konsep e-commerce jenis ini banyak digunakan dalam situs online auction atau lelang secara online. Contoh portal e-commerce yang menerapkan konsep C2C adalah e-bay.com . Dalam C2C seseorang menjual produk atau jasa ke orang lain. Dapat juga disebut pelanggan ke pelanggan yaitu orang yang menjual produk dan jasa ke satu sama lain. Lelang C2C Penjualan dan pembelian C2C dalam situs lelang sangat banyak. Kebanyakan lelang dilakukan oleh perantara, seperti e-bay.com dan auctionanything.com. Para pelanggan juga dapat menggunakan situs khusus seperti buyit.com atau bid2bid.com. Selain itu banyak pelanggan yang melakukan lelangnya sendiri seperti greatshop.com menyediakan piranti lunak untuk menciptakan komunitas lelang terbaik C2C online. Iklan Kecik Orang menjual ke orang lainnya setiap hari melalui iklan kecik (classified ad) di koran dan majalah. Iklan kecik berbasis internet memiliki satu keunggulan besar dari pada berbagai iklan kecik yang lebih tradisional. Iklan ini menawarkan pembaca nasional bukan hanya local. Iklan kecik tersedia melalui penyedia layanan iklan internet seperti AOL, MSN dan lain - lain. [5] Use Case Diagram Aplikasi Ecommerce Diagram ini menggambarkan fungsional dari aplikasi Ecommerce.
Gambar 1.Use Case Ecommerce. PDM (Physical Data Model) Model yang menggunakan sejumlah tabel untuk menggambarkan data serta hubungan antara data-data tersebut.
81
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 2 Physical Data Model Selanjutnya merupakan interface halaman Home dari Ecommerce yang dibuat :
Gambar 3. Halaman Katalog Halaman Menu Lelang Halaman yang akan tampil jika user memilih menu lelang. Disini terdapat daftar produk yang kami lelang.
82
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 4. Halaman Menu Lelang Halaman Detail Produk Lelang Halaman ini merupakan halaman detail dari produk yang kami lelang. Disini user dapat melakukan penawaran dari produk yang kami lelang.
Gambar 5. Halaman Detail Produk Lelang Halaman Histori Lelang Halaman ini akan tampil ketika user batas tanggal pelelangan telah habis. Maka system otomatis menampilkan daftar penawar dan menampilkan daftar pemenang lelang.
Gambar 6. Halaman History Lelang 3. Kesimpulan. Dari hasil perancangan, pembuatan dan pengujian Ecommerce ini didapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Ecommerce ini dapat mempermudah konsumen dalam berbelanja. 2. Memudahkan konsumen dalam melakukan pembelian produk tanpa harus datang langsung ke tempat. Saran Adapun saran dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Diperlukan dukungan teknis berupa perangkat keras (hardware), perangkat lunak(software) dan pemakai (brainware).
83
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
2. Aplikasi ecommerce ini dibangun berdasarkan alur pemikiran penulis, maka untuk hasil yang lebih baik diperlukan saran dari pihak manapun untuk melengkapi kekurangan yang ada. Daftar Pustaka [1] Amalia M, Eko D and Heriyono L, (2012), Website Penjualan Handphone Online, Politeknik Telkom, Bandung [2] Bidgoli H, (2002), Electronic Commerce Principles and Practice, Academic Press. [3] H.A, Puspitosari, (2010), Pemrograman Web Database dengan PHP MySQL, HENI, Malang. [4] Ade Hendra Putra D, (2009), Aplikasi E-Commerce, Politeknik Telkom, Bandung. [5] http://research.amikom.ac.id/index.php/KIM/article/view4517/2850 [6] Ayu A, dkk. (2011), Perancangan dan Implementasi Aplikasi Ecommerce Penjualan Mesin pada PT. Gapura Jaya Graphindo, [7] Baharudin Lusianto A, (2011), Sistem Informasi Penjualan Handphone Berbasis Web pada toko Macel, STMIK Amikom, Yogyakarta. [8] Kustiyahningsih Y dkk, 2011, Pemrograman Basis data berbasis web menggunaan php & mysql, Graha ILMU, Bangkalan. [9] Hakim L, (2009), Trik Rahasia Master php Terbongkar Lagi, Lokomedia, Yogyakarta. [10] Rejeki A, Rara S, (2011). Perancangan dan pengaplikasian sistem penjualan pada Distro Smith, Universitas Stikubank, Semarang.
84
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
PERANCANGAN BAND PASS FILTER (BPF) FREKUENSI 3,5 GHz BERBASIS STUKTUR METAMATERIAL MIKROSTRIP
Andri Suherman1, Yus Rama Denny1, Teguh Firmansyah1, Toni2 1
2
Teknik Elektro. Fakultas Teknik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA). Jl. Jenderal Sudirman Km. 3, Cilegon - Banten 42435.
Program Studi Teknik Navigasi Udara. Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI). Curug. Tangerang. Banten ABSTRAK
Pada komunikasi nirkabel, band pass filter (BPF) berfungsi untuk memisahkan sinyal informasi dan noise. Pada penelitian ini dirancang BPF menggunakan metode struktur metamaterial berbasis open split ring resonator (OSRR) yang ditempatkan pada subtrat FR4 dengan er=4,4 dan h=1,6 serta tand = 0,002. Proses simulasi menggunakan perangkat lunak Advance Design System (ADS). Hasil simulasi menunjukan bahwa BPF ini bekerja pada frekuensi 3,5 GHz dengan bandwidth mencapai 207 MHz serta memiliki nilai return loss (S11) pada frekuensi batas bawah 3,396 GHz yaitu sebesar -10,342 dB. Serta pada frekuensi batas bawah 3,603 GHz yaitu sebesar -10,407 dB. Serta bandwidth mencapai 207 MHz. Dengan nilai insertion loss (S21) terbaik berada pada frekuensi 3,569 GHz dengan nilai -0.429 dB. Hal ini memperlihatkan bahwa filter tersebut memiliki loss yang rendah. Kata kunci: terdiri dari 3-5 kata utama 1. Pendahuluan Filter berguna untuk memisahkan sinyal informasi dan derau (noise) [1]. Agar sinyal informasi dan noise dapat terpisah secara baik, maka diperlukan sebuah filter yang memiliki kinerja yang bagus. Penilaian kinerja sebuah filter dapat dilihat dari nilai parameter yang dihasilkan. Parameternya meliputi koefisien gelombang pantul/return loss (S11), insertion loss (S21), voltage standing wave ratio (VSWR), bandwidth, dan efisiensi transmissi [2]-[4]. Kinerja sebuah filter sangat erat kaitannya dengan material yang dipergunakan untuk pabrikasi filter tersebut [5]. Beberapa penelitian mengenai band pass filter (BPF) diantaranya dilakukan oleh (JungWoo [6] dengan metode yang dikembangkan yaitu Electromagnetic Band Gap (EBG). Hasil penelitian ini diaplikasikan untuk perangkat Ultra Wide Band (UWB) dengan nilai bandwidth 7 GHz dan nilai S11 = -25 dB dan S21 = -3 dB. Penelitian selanjutnya Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rowd Ghatak : 2011[7] dengan metode yang dikembangkan yaitu Stepped Impedance Resonator (SIR). Hasil penelitian ini diaplikasikan untuk perangkat Wireless LAN (WLAN) dengan nilai bandwidth 7,5 GHz dan nilai S11 = -15 dB dan S21 = -3 dB. Penelitian ini di optimasimasi oleh Liang Han : 2010 [8]. Hasil penelitian ini diaplikasikan untuk perangkat UWB dengan nilai Bandwidth 7 GHz dan nilai S11 = -30 dB dan S21 = -3 dB.
85
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Sebagai state of the art, pada penelitian ini diusulkan pengembangan bahan metamaterial berbasis mikrostrip. Mikrostrip memiliki banyak keunggulan diantaranya ringan, compact, dan murah. Ide utama (metode) penggunaan mikrostrip sebagai basis bahan metamaterial adalah dengan membuat sebuah struktur material mikrostrip yang memiliki sifat yang tidak tersedia di alam. Struktur metamaterial ini yang memiliki nilai permitivity (ε) dan permeability (μ) negatif. Bahan metamaterial ini memiliki kelebihan berupa low loss. Sehingga penggunaannya diharapkan dapat menurunkan koefisien gelombang pantul dan meningkatkan efisiensi transmissi dari filter yang dihasilkan serta dapat meningkatkan efisiensi baterai dan menjadikan perangkat semakin compact. Pada penelitian ini dirancang BPF menggunakan metode struktur metamaterial berbasis open split ring resonator (OSRR) yang ditempatkan pada subtrat FR4 dengan er=4,4 dan h=1,6 serta tand = 0,002. Proses simulasi menggunakan perangkat lunak Advance Design System (ADS). 2. Pembahasan Penggunaan mikrostrip sebagai basis bahan metamaterial dapat dilakukan dengan membuat sebuah struktur material mikrostrip yang memiliki sifat yang tidak tersedia di alam. Struktur metamaterial ini yang memiliki nilai permitivity (ε) dan permeability (μ) negatif terlihat pada Kuadran III pada Gambar 1.
Gambar 1. Permitivity-permeability diagram (ε-μ) dan indek bias (n) Bahan metamaterial ini memiliki kelebihan berupa low loss. Sehingga, penggunaannya diharapkan dapat menurunkan koefisien gelombang pantul dan meningkatkan efisiensi transmissi dari filter yang dihasilkan serta dapat meningkatkan efisiensi baterai dan menjadikan perangkat semakin compact. Perancangan metamaterial dapat dilakukan dengan model pendekatan saluran transmisi. Model Composite Right-left Handed Transmission Line (CRLH-TL) ini dapat menjadi dasar dalam mendesain bandpass filter. CRLH dimodelkan dalam sebuah unit sel sebagai rangkaian kapasitor seri (CL), induktor seri (LR) dan induktansi shunt (LL) serta kapasitortor shunt (CR). Sehingga CRLH TL memiliki konstanta propagasi positif, negatif
86
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
dan, nol sesuai dengan karakteristik dari permitivitas efektif dan permeabilitas. Menurut (Itoh : 2006) konstanta propagasi ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik konstanta propagasi metamarial CRLH-TL T. [5] Pendekatan metamaterial CRLH-TL memiliki beberapa keuntungan yaitu [5]. 1. Frekuensi kerjanya lebar (wideband). 2. Loss nya rendah (lossy) 3. Dimensi compact 4. Mudah dalam mendesain filter. Desain BPF menggunakan metode struktur metamaterial berbasis open split ring resonator (OSRR) yang ditempatkan pada subtrat FR4 dengan er=4,4 dan h=1,6 serta tand = 0,002. Terlihat pada Gambar 3 berikut ini. 35 mm
14 mm
(a)
(b) (c) Gambar 3. (a) Dimensi BPF dan simulasi BPF, (b) BPF tampak samping, dan (c) BPF tampak perspektif
87
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 4 menunjukan hasil simulasi frekuensi tengah dari BFP yaitu sebesar 3,5 GHz. Hasil simulasi tersebut memiliki rentang frekuensi 1 GHz s.d 6 GHz. Nilai return loss pada frekuensi tengah sebesar -12,5 dB. Hal ini menujukan bahwa spesifikasi filter ini telah memenuhi standar minimal yaitu kurang dari -10 dB.
Gambar 4. Hasil Simulasi frekuensi tengan BPF. Sementara itu, gambar 5 menujukan hasil simulasi nilai return loss (S11). Nilai return loss (S11) pada frekuensi batas bawah 3,396 GHz yaitu sebesar -10,342 dB. Serta pada frekuensi batas bawah 3,603 GHz yaitu sebesar -10,407 dB. Serta bandwidth mencapai 207 MHz. Bandwidth sebesar ini sudah dapat dinamakan filter dengan kinerja broadband.
Gambar 5. Simulasi nilai Return Loss (S11) Sementara pada Gambar 6 menunjukkan nilai insertion loss (S21) terbaik yang berada berada pada frekuensi 3,569 GHz dengan nilai -0.429 dB. Hal ini memperlihatkan bahwa BPF tersebut memiliki loss yang rendah.
Gambar 6. Simulasi nilai Return Loss (S11)
88
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Sementara pada gambar 7 memeprlihatkan hasil simulasi secara keseluruhan, mulai dari return loss, insertion loss, phase, dan smith chart plot.
(a)
(b) (c) Gambar 7. Simulasi secara keseluruahan (a). Kombinasi retun loss dan Insertion Loss. (b) Phase (S21). dan (c) Smith chart plot Simulasi secara keseluruhan ini memperlihatkan kinerja BPF secara garis besar, mulai dari bandwith, return loss, sampai dengan phase. Dimana plot dilakukan pada frekuensi 1 GHz sampai dengan 6 GHz. 3. Kesimpulan Pada penelitian ini berhasil dirancang BPF menggunakan metode struktur metamaterial berbasis open split ring resonator (OSRR) yang ditempatkan pada subtrat FR4 dengan er=4,4 dan h=1,6 serta tand = 0,002. Proses simulasi menggunakan perangkat lunak Advance Design System (ADS). Hasil simulasi menunjukan bahwa BPF ini bekerja pada frekuensi 3,5 GHz dengan bandwidth mencapai 207 MHz serta memiliki nilai return loss (S11) pada frekuensi batas bawah 3,396 GHz yaitu sebesar -10,342 dB. Serta pada frekuensi batas bawah 3,603 GHz yaitu sebesar -10,407 dB. Serta bandwidth mencapai 207 MHz. Dengan nilai insertion loss (S21) terbaik berada pada frekuensi 3,569 GHz dengan nilai -0.429 dB. Hal ini memperlihatkan bahwa filter tersebut memiliki loss yang rendah dengan bandwith yang lebar.
89
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Daftar Pustaka [1] David M. Pozar, “Microwave Engineering, “2nd Ed.,John Wiley & Sons, 2003. [2] Bartia.Prakash, Inder Bahl, K.C Gupta “Microstrip Line and Slot Line,” 2nd Ed.Artech House, London, 1996 [3] Garg, R., Bhartia, P, Bahl, I., dan Ittipiboon, A., “Microstrip Design Handbook”, Artech House Inc., Norwood, MA, 2001. [4] Teguh Firmansyah (2014). Desain Mikrostrip Wideband Band Pass Filter Menggunakan Metode Open Split Ring Resonator Untuk Komunikasi Bergerak Nirkabel. Seminar Nasional Peranan Teknologi Iptek Menuju Industri Masa Depan (PIMID). Institut Teknologi Padang (ITP). Page (s) 42-45. [5] T. Itoh, (2006) “Electromagnetic Metamaterials : Transmission Line Theory and Microwave Applications”, WILEY-INTERSCIENCE, John-Wiley & Sons Inc., Hoboken, NJ. [6] Jung-Woo. (2008). “Compact Ultra-Wideband Bandpass Filter With EBG Structure” IEEE Microwave and Wireless Components Letters, Volume: 18 , Issue: 10, Page(s): 671 – 673. [7] Liang Han. (2010). “Development of Packaged Ultra-Wideband Bandpass Filters”. IEEE Transactions on Microwave Theory and Techniques. Volume: 58 , Issue: 1. [8] Rowd Ghatak (2011). “A Compact UWB Bandpass Filter With Embedded SIR as Band Notch Structure”. IEEE Microwave and Wireless Components Letters. Volume: 21 , Issue: 5, Page(s): 261 – 263.
90
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
DESAIN ANTENA DUAL BAND MIKROSTRIP LINGKARAN UNTUK KOMUNIKASI NIRKABEL Teguh Firmansyah1, Feti Fatonah2 1
Teknik Elektro. Fakultas Teknik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA). Jl. Jenderal Sudirman Km. 3, Cilegon - Banten 42435. 2 Teknik Navigasi Udara (TNU). Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug. Tangerang. Banten.
ABSTRAK Pada penelitian ini dilakukan perancangan antena dual band mikrostrip berbentuk lingkaran. Antena ini memiliki dimensi 49 mm x 35 mm x 1,6 mm dengan substrat FR4 yang memiliki er =4,4, h=1,6 mm, dan dielektrik loss tand = 0.002. Desain antena disimulasikan menggunakan perangkat lunak Advance Design System (ADS). Hasil simulasi menunjukan bahwa antena tersebut memiliki frekuensi pertama sebesar 3,16 GHz dengan return loss -15,904 dB dan VSWR 1,38. Selain itu juga memiliki bandwidth 500 MHz dengan gain sebesar 3,91 dB. Sementara pada frekuensi ke dua sebesar 5,11 GHz dengan return loss -14,116 serta VSWR 1,49. Anten ini memiliki bandwidth sebesar 580 dan gain sebesar 5,67 dB. Kata kunci: dual band, mikrostrip, lingkaran. 1. Pendahuluan Antena berfungsi memancarkan atau menerima gelombang elektromagnetik [1]. Berdasarkan definisi standar dari IEEE, antena merupakan alat/divais yang digunakan untuk meradiasi atau menerima gelombang radio (elektromagnetik) [2]-[4]. Pada penelitian ini dilakukan perancangan antena mikrostrip dual band. Antena mikrostrip adalah salah satu jenis antena yang mempunyai kelebihan dalam hal bentuknya yang sederhana, ringan, dapat dibuat sesuai kebutuhan. Antena ini memiliki dimensi 49 mm x 35 mm x 1,6 mm dengan substrat FR4 yang memiliki er =4,4, h=1,6 mm, dan dielektrik loss tand = 0.002. Desain antena disimulasikan menggunakan perangkat lunak Advance Design System (ADS). 2. Pembahasan Perkembangan antena mikrostrip didasarkan pada ide untuk mendapatkan teknologi printed circuit yang tidak hanya diterapkan pada komponen rangkaian dan saluran transmisi tetapi juga untuk elemen peradiasi suatu sistem elektronik. [5]-[8] Bentuk antena mikrostrip secara umum ditunjukkan dengan Gambar 1.
Gambar 1. Antena mikrostrip patch [1]
91
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Salah satu keunggulan dari antena berbentuk lingkaran diantarannya adalah desain yang sederhana. Persamaan patch jari-jari antena lingkaran mengikuti persamaan [9]-[10] yang diberikan oleh.
dimana nilai F memenuhi persamaan ;
Pada persamaan (1) nilai h harus dalam satuan cm, sementara pada persamaan (2) nilai f harus dalah satuan Hz. Desain antena tersebut memiliki fundamental frekuensi yang bekerja pada dominan mode TM110. Nilai resonannya diberikan oleh persamaan.
Dimana nilai c merupakan kecepatan cahaya sebesar 3.108 m/s. Pada perancangan ini, antena mikrostrip lingkaran memiliki karakteristik seperti tabel 1 sementara Desain antena yang akan disimulasikan terlihat pada gambar 2 : Tabel 1. Karakteristik dimensi antena Karakteristik Nilai L 49 mm W 39 mm H 1,6 mm d (besar) 35,4 mm d (kecil) 22,3 mm Subtrat FR 4 er =4,4 tand = 0.002
49 mm
35 mm Gambar 2. Dimensi antena mikrostrip dual band
92
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Pada gambar 2 memperlihatkan bentuk antena mikrostrip lingkaran dengan dimensi sebesar 49 mm x 35 mm x 1,6 mm dengan substrat FR4 yang memiliki er =4,4, h=1,6 mm, dan dielektrik loss tand = 0.002. Hasil simulasi terlihat pada Gambar 3 sampai dengan Gambar 8.
Gambar 3. Simulasi frekuensi tengah antena dan nilai return loss. Pada gambar 3 memperlihatkan hasil simulasi frekuensi tengah antena dual band mikrostrip. Nilai frekusensi tengah antena yang pertama yaitu pada frekuensi 3,16 GHz sementara frekuensi tengah yang kedua yaitu 5,11 GHz. Antena ini memiliki nilai retun loss dibawah -10 dB sehingga memiliki loss yang rendah. Nilai retun loss frekuensi bawah sebesar -15,904 dB sementara nilai return loss pada frekuensi atas yaitu sebesar -14,116 dB.
Gambar 4. Nilai VSWR Pada Gambar 4 memperlihatkan nilai VSWR dari antena. Nilai VSWR pada frekuensi pertama yaitu sebesar 1,383, sementara pada frekuensi kedua yaitu sebesar 1,49. Nilai VSWR masing-masing frekuensi telah mencapai kondisi yang diharapkan, yaitu memiliki nilai antara 1 – 2 pada semua frekuensi kerja antena tersebut. Semakin mendekati satu maka VSWR semakin baik.
Gambar 5. Nilai bandwidth antena
93
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Antena ini memiliki nilai bandwidth yang cukup besar, pada frekuensi kerja pertama banwidthnya mencapai 3,370 GHz – 2,870 GHz = 500 MHz. Sementara pada frekuensi ke dua sebesar 5,360 GHz – 4,780 GHz = 580 MHz. Bandwidth antena dapat dilihat saat nilai retun loss sebesar -10 dB. Pada gambar tersebut juga memperlihatkan bahwa antena tersebut memiliki bandwidth yang cukup seimbang antara frekuensi pertama dan frekuensi kedua.
Gambar 6. Karakteristik antena pada frekuensi pertama
Pada gambar 6 memperlihatkan karakteristik antena yang bekerja pada frekuensi pertama. Frekuensi pertama ini memiliki directivity sebesar 4,66 dB. Sementara itu gain yang dihasilkan yaitu sebesar 3,91 dB. Selain itu juga memperlihatkan pola radiasi yang dipancarkan pada antena tersebut.
Gambar 7. Karakteristik antena pada frekuensi kedua Sementara itu, pada gambar 7 memperlihatkan karakteristik antena yang bekerja pada frekuensi kedua. Frekuensi kedua ini memiliki directivity sebesar 7,17 dB. Sementara itu gain yang dihasilkan yaitu sebesar 5,67 dB. Sementara itu juga memperlihatkan pola radiasi yang dipancarkan pada antena tersebut.
94
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 8. Phase antena dan smith chart plot Sementara itu pada gambar 8 memperlihatkan Phase antena dan smith chart plot. Rangkuman kinerja antena terlihat pada Tabel 2. Dibawah ini : Tabel 2. Kinerja Antena Kinerja Antena Frekuensi tengah (GHz) Return Loss (dB) VSWR Bandwidth (MHz) Directivity (dB) Gain (dB)
Dual band antena 3,16 5,11 -15,904 -14,116 1,38 1,49 500 580 4,66 7,17 3,91 5,67
3. Kesimpulan Pada penelitian ini berhasil dirancang antena yang memiliki dimensi 49 mm x 39 mm x 1,6 mm dengan substrat FR4 yang memiliki er =4,4, h=1,6 mm, dan dielektrik loss tand = 0.002. Hasil simulasi menunjukan bahwa antena tersebut memiliki frekuensi pertama sebesar 3,16 GHz dengan return loss -15,904 dB dan VSWR 1,38. Selain itu juga memiliki bandwidth 500 MHz dengan gain sebesar 3,91 dB. Sementara pada frekuensi ke dua sebesar 5,11 GHz dengan return loss -14,116 serta VSWR 1,49. Anten ini memiliki bandwidth sebesar 580 dan gain sebesar 5,67 dB. Daftar Pustaka [1] C.A. Balanis, "Antenna Theory," 2nd Ed., Wiley, 1997 [2] Bartia.Prakash, Inder Bahl, K.C Gupta “Microstrip Line and Slot Line,” 2nd Ed.Artech House, London, 1996 [3] David M. Pozar, “Microwave Engineering, “2nd Ed.,John Wiley & Sons, 2003
95
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
[4] Richards, W. F., S. E. Davidson, and S. A. Long, “Dual band reactively loaded microstrip antenna,” IEEE Trans. Ant. Prop., Vol. AP-33, No. 5, 556–561, 1985 [5] Nakano, H. and K. Vichien, “Dual frequency square patch antenna with rectangular notch,” Elec. Letters, Vol. 25, No. 16, 1067–1068, 1989 [6] Zhong, S. S. and Y. T. Lo, “Single element rectangular microstrip antenna for dual-frequency operation,” Elec. Letters, Vol. 19, No. 8, 298–300, 1983. [7] James JR and Hall PS,"Handbook of Microstrip Antennas,"Peter Peregrinus Ltd., London, 1989 [8] Garg, R., Bhartia, P, Bahl, I., dan Ittipiboon, A., “Microstrip Design Handbook”, Artech House Inc., Norwood, MA, 2001. [9] Owens, RP, " Chapter 14 Microstrip Antenna Feeds," in Handbook of Microstrip Antennas, Vol. 2, JR James and PS Hall (Eds.), Peter Peregrinus, London, UK, 1989 [10] Zhang Y.P., Wang J.J. (2006) Theory and analysis of differentially-driven microstrip antennas. IEEE Transactions on Antennas and Propagation. 54(4), 1092-1099.
96
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
PERANCANGAN SISTEM INTEGRATED SMART STREET LIGHTING BERBASIS KOMUNIKASI WIRELESS ZIGBEE Yus Rama Denny1, Teguh Firmansyah1, Suhendar1, Andika1 1
Teknik Elektro. Fakultas Teknik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA). Jl. Jenderal Sudirman Km. 3, Cilegon - Banten 42435. ABSTRAK
Pada penelitian ini dirancang prototype integrated smart street ligting berbasis komunikasi wireless zigbee. Dimana street light dapat mengatur jumlah luminasi secara otomatis. Selain itu juga memeiliki power cadangan berupa baterai yang terhubung dengan solar sel. Informasi mengenai power yang dikomsumsi maupun kondisi lampu dapat dikirimkan menggunakan komunikasi zigbee. Perangkat yang dipergunakan meliputi lampu seperti light emission diode (LED), solar cell, relay, passive infrared receiver (PIR), dan light dependent resistor (LDR) serta zigbee. Hasil pengukuran menunnjukan bahwa informasi mampu dikirim oleh zigbee sampai jarak 130 m. Sementara itu, kinerja sensor menunjukant bahwa sensor dapat mendeteksi dengan baik pada sudut 0ᴼ. Akan tetapi, kemampuan sensor akan semakin berkurang jika sudut semakin besar. Seperti pada saat 45ᴼ pada jarak 5 meter sudah tidak dapat mendeteksi benda gerak. Sedangkan pada saat 90ᴼ, sensor sudah tidak dapat mendeteksi gerakan pada saat jarak 4 meter. Prototype ini dapat diaplikasikan pada perangkat street light yang sebenarnya. Kata kunci: s 1. Pendahuluan Dewasa ini ketergantungan terhadap ketersediaan energi listrik semakin hari semakin meningkat. Keberlangsungan berbagai macam bentuk aktivitas di masyarakat dan sektor industri nasional sangat tergantung kepada tersediannya energi listrik, oleh karena itu sektor ketenagalistrikan mempunyai peranan yang sangat strategis dan menentukan dalam upaya mensejahterakan masyarakat dan mendorong berjalannya roda perekonomian nasional, maka energi listrik harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan mutu dan tingkat keandalan yang baik. Seiring pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, perkembangan dunia industri, dan kemajuan teknologi, meningkatnya standar kenyamanan hidup di masyarakat, permintaan terhadap energi listrik pun semakin hari semakin meningkat. Salah satu bentuk penghematan pemanfaatan energi listrik adalah dengan mengefisiensikan penggunaan energi listrik untuk peneranagan jalan umum, di mana akhir- akhir ini sedang gencar digalakan konsep smart city. Perjalanan menuju konsep smart city ini juga sudah mulai kreatif di bidang teknologi, merupakan langkah awal yang baik menuju kota pintar. Setidaknya, hal tersebut dapat dilihat di kota semacam Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar. Sedangkan pada saat ini lampu penerangan jalan umum yang ada sekarang bersifat statis dan tidak mendukung dengan konsep smart city. Di mana masih terdapat banyak kekurangan dari sistem statis ini seperti daya yang digunakan pada lampu masih besar dan intensitas pencahayaan lampu yang masih tinggi. Selain itu juga intensitas pada lampu yang tidak bisa di atur mengikuti aktifitas di sekitar titik lampu dan ketika ada kerusakan pada salah satu titik
97
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
lampu, untuk perbaikannya tidak bisa cepat, karena harus menunggu laporan dari warga atau petugas yang menemukannya sendiri. Hal ini sangat tidak efektif, karena akan memakan biaya yang cukup besar dalam proses pengecekan. Pada penelitian ini akan dirancang lampu penerangan jalan umum yang bekerja sesuai dengan kebutuhan, yaitu lampu akan menyala redup ketika tidak ada objek yang lewat dan akan menyala terang ketika ada objek yang melewatinya. Selain itu penggunaan lampu seperti light emission diode (LED) sangat penting untuk menekan biaya tagihan listrik, karena light emission diode (LED) memakan daya yang rendah, dan solar cell sebagai sumber energi lampu penerangan jalan umum ketika sumber baterai habis, maka akan secara otomatis relay bekerja, sehingga terjadi switching listrik ke PLN. Pada lampu penerangan jalan umum yang dibuat juga akan dipasang sensor seperti passive infrared receiver (PIR), light dependent resistor (LDR), arus dan alat untuk komunikasi via jaringan nirkabel menggunakan zigbee wireless system untuk dihubungkan ke server. Sehingga kondisi lampu dapat diketahui dari tempat yang telah tentukan. 2. Pembahasan Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu perancangan alat smart street lighting berbasis mikrokontroler dan menggunakan komunikasi data dengan jaringan nirkabel zigbee. Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian.
98
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Prototype smart street lighting ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: Xbee Pro S2B, sistem minimum mikrokontroler Arduino Uno, power suplay, relay, sensor arus, sensor tegangan, sensor pir, sensor ldr, driver lampu, lampu led, solar cell, solar charger kontrol, baterai.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 (a) Prototype Smart Street Lighting, (b) Xbee Pro S2B , (c)Board Minimum System Arduino Uno Prototype smart street lighting, selain perangkat keras (hardware), terdapat perangkat lunak (software), yang termasuk bagian dari keseluruhan sistem. Perangkat lunak (software) terdiri dari membuat source code untuk sistem menggunakan software Arduino IDE, dan untuk mengkonfigurasi modul Xbee digunakan software XCTU.
Gambar 3. Tampilan utama Arduino IDE dan tampilan utama XCTU Pengujian Sensor Arus ACS712 Secara umum, tujuan dari pengujian sensor arus ACS712 adalah untuk mengetahui apakah sensor arus ini bekerja sesuai dengan spesifikasi yang ditunjukan oleh datasheet. Untuk mencapai pengujian dilakukan dengan DC Clamp meter sebagai refrensi pengukuran arus. Data pengujian arus pada table 5.1 adalah pengujian dengan menggunakan sensor arus ACS712 dan alat ukur DC Clamp meter Constan DC400. Pengujian sensor arus ACS712 yang ditampilkan pada tabel 1 merupakan hasil dari pengukuran arus beban listrik yang digunakan lampu led.
99
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Tabel 1. Hasil Pengujian Arus Pengukuran Arus NO. Beban ACS 712 (A) Clamp Meter Padam Redup Terang Padam Redup Terang 1. Lampu LED 12 Volt, 50 0,01 2,56 4,21 0 2,45 4,18 Watt 0,01 2,55 4,22 0 2,47 4,16 0,01 2,57 4,20 0 2,46 4,17 0,01 2,55 4,23 0 2,45 4,17 0,01 2,57 4,21 0 2,46 4,18 Rata- rata Arus 0,01 2,56 4,21 0 2,45 4,17 Hasil pengukuran arus berubah seiring perubahan kondisi intensitas lampu. Apakah lampu tersebut dalam keadaan terang, redup atau padam. Namun hasil pengukuran menggunakan sensor arus cenderung berbeda dengan hasil pengukuran menggunakan clamp meter. Pengujian Relay 4 Chanel Pada dasarnya pengujian relay 4 chanel ini bertujuan untuk mengetahui fungsi relay yaitu kontak Normally Close (NC) dan Normally Open (NO) bekerja dengan baik. Pengujian relay juga dilakukan dari keseluruhan sistem untuk mengetahui apakah fungsi logika yang diberikan Arduino dapat berjalan dengan benar sesuai perintah. Tabel 2. Hasil Pengujian Relay Kondisi Kontak Relay Lampu Relay V input Logika Indikator NO NC 5 Volt 1 Tertutup Terbuka Menyala Relay 1 0 Volt 0 Terbuka Tertutup Padam 5 Volt 1 Tertutup Terbuka Menyala Relay 2 0 Volt 0 Terbuka Tertutup Padam 5 Volt 1 Tertutup Terbuka Menyala Relay 3 0 Volt 0 Terbuka Tertutup Padam 5 Volt 1 Tertutup Terbuka Menyala Relay 4 0 Volt 0 Terbuka Tertutup Padam Pada tabel 5. dapat dilihat bahwa kontak NO dari relay akan menutup jika diberikan input 5 Volt DC atau diberikan logika 1 dari Arduino. Hal ini sesuai antara pengujian dengan data sheet dari relay. Pengujian Xbee Pro S2B Pada pengujian Xbee dilakukan dengan asumsi mencari jarak terjauh yang dapat digunakan untuk sensor yang ada di tiang lampu sebagai transmitter mengirim paket data ke server sebagai receiver untuk memonitoring keadaan keadaan teknis dari tiang lampu. Pengujian ini dilakukan pada dua kondisi, yaitu pada ruangan terbuka dan ruangan tertutup dengan jarak tertentu dengan baudrate yang sama. a. Pengujian Pengiriman Data Tanpa Penghalang Pengujian jangkauan maksimum dengan kondisi tanpa penghalang dilakukan di area kampus FT. UNTIRTA Cilegon. Metode pengujian dimulai dengan meletakan tiang lampu dengan jarak 20 meter kemudian jarak peletakan tiang lampu ditambahkan dengan jarak kelipatan 10 meter. Hasil pengujian pada table 3 menunjukan paket yang dikirim tiang lampu ke server adalah paket Hello World berhasil terkirim sampai jarak 130 meter, sedangkan pada jarak 140 meter paket tidak terkirim. Hal tersebut diakibatkan oleh jarak
100
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
pancar dari pemancar yang sedah tidak menjangkau lagi untuk mengirimkan data pada penerima. Tabel 3. Hasil Pengujian Xbee Pro S2B Tanpa Penghalang Jarak (meter) Paket dari tiang lampu Paket yang diterima server Keterangan 20 Hello World Hello World Terkirim 30 Hello World Hello World Terkirim 40 Hello World Hello World Terkirim 50 Hello World Hello World Terkirim 60 Hello World Hello World Terkirim 70 Hello World Hello World Terkirim 80 Hello World Hello World Terkirim 90 Hello World Hello World Terkirim 100 Hello World Hello World Terkirim 110 Hello World Hello World Tersendat 120 Hello World Hello World Tersendat 130 Hello World Hello World Tersendat 140 Hello World Tidak Terkirim Pengujian Rangkaian Sensor Gerak Rangkaian sensor gerak yang digunakan adalah sensor PIR. Pengujian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana sensor PIR dapat mendeteksi jarak terjauh untuk mendeteksi pergerakan. Komponen yang digunakan adalah sensor PIR, power supply 5 volt, dan LED. Gambar dibawah ini adalah gambar dimensi rangkaian PIR dan juga gambar dari rangkaian PIR. Tabel 4. Hasil Pengujian Sensor PIR
Gambar 4. Dimensi Rangkaian Sensor PIR
Gambar 5. Rangkaian Sensor PIR Tampak Dari Bawah Sensor PIR memiliki 3 buah keluaran yaitu Vreff, Ground dan Output. Output digunakan untuk sebagai keluaran nilai dari hasil sensor. Vreff adalah tegangan refrensi yang dibutuhkan untuk menjadi tegangan acuan dari sensor PIR tersebut, untuk tegangan Vreff digunakan sebesar 5 Volt DC. Dari hasil data yang diperoleh, terlihat bahwa sensor dapat mendeteksi dengan baik pada sudut 0ᴼ. Akan tetapi, kemmpuan sensor akan semakin berkurang jika sedut semakin besar. Seperti contoh pada saat 45ᴼ pada jarak 5 meter sudah tidak dapat mendeteksi benda gerak. Sedangkan pada saat 90ᴼ, sensor sudah tidak dapat mendeteksi gerakan pada saat jarak 4 meter.
101
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
3. Kesimpulan Pada penelitian ini dirancang prototype integrated smart street ligting berbasis komunikasi wireless zigbee. Dimana street light dapat mengatur jumlah luminasi secara otomatis. Perangkat yang dipergunakan meliputi lampu seperti light emission diode (LED), solar cell, relay, passive infrared receiver (PIR), dan light dependent resistor (LDR) serta zigbee. Hasil pengukuran menunnjukan bahwa informasi mampu dikirim oleh zigbee sampai jarak 130 m. Sementara itu, kinerja sensor menunjukant bahwa sensor dapat mendeteksi dengan baik pada sudut 0ᴼ. Akan tetapi, kemampuan sensor akan semakin berkurang jika sudut semakin besar. Seperti pada saat 45ᴼ pada jarak 5 meter sudah tidak dapat mendeteksi benda gerak. Sedangkan pada saat 90ᴼ, sensor sudah tidak dapat mendeteksi gerakan pada saat jarak 4 meter. Prototype ini dapat diaplikasikan pada perangkat street light yang sebenarnya. Daftar Pustaka [1] Sirojuddin, Muhammad. 2014. ”Desain Sistem Monitoring dan Kontrol Penggunaan Energi Listrik Menggunakan Wireless Sensor Network”. Program Pasca Sarjana Teknik Elektro ITS: Surabaya [2] Arkan, Fardhan. “Aplikasi Teknologi Zigbee Pada Sistem Detektor Kebakaran Pada Rumah Susun”. Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas: Padang [3] Ilham, Julian. “Perancangan Sistem Pengendali dan Penjadwalan Lampu Ruangan Berdasarkan Database Melalui Komunikasi Wireless ZigBee”. Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro: Semarang [4] Shofwa, Dinan Muftian.2013. “Rancang BangunTrainer Mikrokontroler Berbasis Sensor Passive Infrared Receiver”. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, FPTK Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung [5] Timotius, William.2014. “Efisiensi Penerangan Jalan Umum Menggunakan Sensor Gerak Berbasis Mikrokontroler”. Jurusan Teknik Elektro Industri Politeknik Elektronika Nergri Surabaya: Surabaya [6] Sihombing, Donny T B.2013. “Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum dan Taman di Areal Kampus USU Dengan Menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi di Areal Pendopo dan Lapangan Parkir)”. Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatrera Utara: Medan [7] Hamdan, Isa. “Rancang Bangun Kontrol Peralatan Listrik Otomatis Berbasis AT89s51”. Jurusan Teknik Elektro Institut Adhi Tama Surabaya: Surabaya [8] Garaudy, Hendrit. “Perancangan Sistem Monitoring Kelembaban dan Temperatur Menggunakan Komunikasi Zigbee 2,4 GHz”. Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro: Semarang [9] A. MicroSystems.2012 “Datasheet Current Sensor ACS712,” pp. 1–15. [10] Yuwono Marta Dinata.2014 “Arduino itu Mudah,” Surabaya [11] Sutono. “Perancangan Sistem Aplikasi Otomatisasi Lampu Penerangan Menggunakan Sensor Gerak Dan Sensor Cahaya Berbasis Arduino Uno (Atmega328)”. Jurusan Teknik Komputer Universitas Komputer Indonesia: Bandung [12] Denardin. (2012).”An Intelligent System for Street Lighting Control and Measurement” IEEE Industry Applications Society (IAS). Pages(s): 1 – 5. [13] Lanfranco Marasso. (2014). “Idea Management System for Smart City Planning” Interdisciplinary Studies Journal : Special Issue on Smart Cities. Volume 3, Page(s) 227-236.
102
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
TRANSFORMASI NILAI PADA KAIN BATIK BAGI MASYARAKAT DI KABUPATEN TUBAN, KECAMATAN KEREK – JAWA TIMUR Fajar Ciptandi1, Agus Sachari2, Achmad Haldani3 Universitas Telkom, Prodi Kriya Tekstil dan Mode, Fakultas Industri Kreatif
[email protected] 2 Institut Teknologi Bandung, Prodi Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain
[email protected] 3 Institut Teknologi Bandung, Prodi Kriya Tekstil, Fakultas Seni Rupa dan Desain
[email protected] 1
ABSTRAK Kain tradisional batik tulis gedhog khas Kecamatan Kerek bukan hanya selembar kain biasa, melainkan berfungsi pula sebagai penunjuk status sosial, identitas kelompok masyarakat, dan alat pelengkap upacara adat. Untuk dapat sampai pada tujuan tersebut kain yang dihasilkan dibuat dengan warna dan motif khusus yang memiliki makna-makna tertentu dan dibuat dengan menggunakan teknik tenun dan batik. Dalam selembar kain tradisional khas Kerek terkandung berbagai pemaknaan mendalam yang lahir sebagai hasil pemikiran yang terbentuk melalui proses yang sangat panjang, serta merupakan manisfestasi terhadap sikap-sikap spiritual dari masyarakat di Kabupaten Kerek tersebut. Masyarakat telah menjadikan setiap lembaran kain tersebut sebagai bagian yang sangat penting dalam kehidupan mereka, dan secara berdampingan mereka telah hidup bersama seluruh makna yang terkandung di dalamnya. Namun saat ini penghayatan masyarakat di Kabupaten Kerek itu sendiri terhadap kain tradisionalnya telah banyak mengalami penurunan diakibatkan oleh beberapa faktor. Transformasi yang terjadi tersebut secara tidak langsung telah menggantikan bentuk-bentuk tradisi yang sebelumnya sempat mapan di tengah masyarakat menjadi bentuk-bentuk yang baru. Maka melalui pendekatan kajian ilmu seni, kriya, dan desain akan coba dikaji apa saja esetika yang terkandung di dalam selembar kain batik tulis gedhog khas masyarakat Kerek tesebut, serta faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya transformasi pada tradisi tersebut. Keywords: Transformasi, Batik,Tenun Gedhog, Kecamatan Kerek 1. Pendahuluan Kain tradisional atau sering juga disebut sebagai kain adati berbeda dibandingkan dengan kain nontradisional yang dibuat sebagai komoditi untuk memenuhi kebutuhan akan produk sandang. Selain itu dari segi teknik pembuatan, kain tradisional memiliki proses yang membutuhkan craftmenship tinggi dan dilakukan dengan prinsip yang diberikan secara turun temurun. Hal ini menjadikan kain tradisional di Indonesia memiliki sebuah peran sangat besar dalam membangun identitas yang otentik yang menggambarkan tradisi asli dari budaya Indonesia. Seiring berjalannya waktu kain tradisional pun kini telah mengalami berbagai proses transformasi, dibarengi dengan berkembangnya pula sikap-sikap dari masyarakat dalam menyikapi persoalan tradisi itu sendiri, dimana sebagian menyikapi tradisi secara moderat, bahwa tradisi boleh saja berubah asalkan hal-hal yang bersifat fundamental dari budaya tersebut tidak dihilangkan. Hal ini dikarenakan pergerakan budaya sangatlah cepat, dimana telah mempengaruhi lahirnya perubahan nilai-nilai pada tataran lokal sehingga mulai berkolaborasi dengan nilai-nilai global. Sebagian lainnya menyikapi tradisi secara radikal, yang mengatakan bahwa tradisi boleh saja berubah—termasuk dalam merubah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang sebelumnya sempat mapan, asalkan masih memberikan ciri khusus pada tradisi tersebut sehingga masih dapat dikenali asal muasalnya. Lahirnya pemikiran tersebut menjadikan makna dan fungsi kain-kain tersebut tak lagi harus sebagai kain adati, melainkan dapat berkembang sesuai tren. Secara umum tradisi kain tradisional di seluruh Indonesia tidak secara ekslusif berbeda dalam hal spirit untuk menghasilkan makna tertentu. Oleh karena itu
103
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
memilih salah satu saja tradisi kain tradisional di Indonesia diyakini mampu mewakili persoalan mendasar dari tradisi kain tradisional di daerah lainnya. 2. Pembahasan Nilai fungsi pada kain tradisional masyarakat kerek pada awalnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan, antara lain: 1) Benda pakai sandang yang digunakan untuk menutupi tubuh dengan cara dijaritkan atau dililitkan pada bagian tubuh yang ingin ditutupi, sehingga sampai saat ini istilah kain tersebut dikenal masyarakat dengan nama kain jarit. Tak hanya itu, berkembang juga fungsi pakai lainnya dari kain batik tradisional masyarakat Kerek, yaitu sebuah kain yang biasa disayutkan pada bahu lalu melingkar ke pinggang yang biasa mereka gunakan juga sebagai alat bantu untuk menopang barang bawaan sehari-hari. Berkembanglah istilah untuk tekstil tersebut sebagai kain Sayut; 2) Barang komoditi perniagaan yang biasanya mereka tukar dengan berbagai produk kebutuhan sehari-hari dengan sistem barter; 3) Alat ritual, yang selama ini dijadikan sebagai komponen penting untuk melaksanakan berbagai upacara ritual yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat; 4) Alat penunjuk status sosial, yang bagi masyarakat di Kabupaten Kerek berfungsi untuk menentukan kelompok geografis darimana dusun asalnya, serta dapat juga digunakan sebagai penujuk status pernikahan. Kain merupakan salah satu benda yang sangat penting bagi masyarakat Kerek. Fungsi utama dari kain tersebut adalah untuk melindungi tubuh mereka dari lingkungan sekaligus menutupi bagian yang menjadi organ intim. Selain itu ada pula kain khas lainnya yaitu sayut, yang oleh masyarakat perempuan di Kabupaten Kerek biasa digunakan dengan cara diselempangkan ke bahu lalu melingkar ke pinggang untuk menopang barang-barang bawaan mereka berupa sayuran dan hasil ladang lainnya. Penggunaan kain Sayut dan Jarit ini secara khusus telah menciptakan identitas yang khas yang melekat bagi kelompok masyarakat di Kabupaten Kerek ini. Melalui fungsinya serta tata cara penggunaannya tersebut yang telah dilakukan secara turun temurun dengan pola-pola yang sama dan diikuti oleh hampir sebagian besar masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan dalam fungsi kain tersebut diantara beberapa faktor lainnya adalah masuknya kebudayaan Islam ke Pulau Jawa yang telah memberikan sebuah penyamaan identitas visual kepada sekelompok masyarakat tersebut. Jika sebelumnya masyarakat Kerek memiliki identitas yang otentik dalam hal berpakaian dan juga dalam hal pandangan hidup serta ritual, maka masuknya kebudayaan Islam yang mengajarkan agar mereka berpenampilan syari yang disebutsebut sebagai penampilan Islami menjadikan nilai originalitas penampilan masyarakat Kerek perlahan hilang dan menjadi bias dengan daerah-daerah lain disekitarnya. Adanya pergeseran nilai budaya pada masyarakat Kerek tersebut tentu akan berpengaruh pada tampilan tekstil-tekstil tradisional yang mereka hasilkan serta perilaku masyarakat tersebut dalam menghasilkan dan menggunakan tekstil tersebut. Hal ini berarti ada sebagian dari nilai identitas yang sebelumnya telah lama melekat pada mereka perlahan-lahan melemah dan akhirnya tergantikan dengan budaya yang baru. Mereka seolah menjalankan budaya dan tradisi lama namun dengan sebenarnya pemaknaan yang mereka berikan terhadap tekstil tersebut telah sama sekali berbeda dengan yang di awal. Selain itu dalam kondisi saat ini, melihat pola gerakan yang terjadi pada tradisi kain batik masyarakat Kerek, tampak perlahan mulai menunjukan degradasi terhadap pemaknaan nilai-nilai kosmologi dan spriritualitas yang sebelumnya sempat begitu mapan. Sebagian masyarakat yang lahir dalam generasi terakhir mulai meninggalkan keyakinan mereka terhadap konsep-konsep tradisional. Hal ini tidak terjadi begitu saja, melainkan ada peran factor luar, seperti media informasi, industrialisasi, tren budaya popular, gerakan ideologi, yang memaksa tradisi tersebut bergerak dan bertransformasi menciptakan bentuk yang baru. Mulai tampak terjadi subversive pada tradisi tersebut. Kerek yang merupakan daerah terisolasi membuat masyarakatnya sebelumnya menciptakan kain untuk mereka gunakan sebagai busana pakai (jarit dan sayut), atau untuk mereka perniagakan di pasar yang berada di dusun sentral Kerek agar dapat
104
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
memenuhi kebutuhan mereka yang lain. Kain-kain tersebut berputar hanya di lingkungan internal masyarakat Kerek. Namun, semenjak kawasan di sekitarnya yang terdekat— yaitu Tuban menjadi salah satu pusat kerajinan batik dan menjadikannya sebagai komoditi industri yang sangat penting, maka hal ini berimbas pula pada Kerek. Tampak bahwa saat ini banyak masyarakat Kerek membuat kain dengan motivasi komersil. Mereka menunggu pengepul datang untuk kemudian menjual kain buatan mereka ke luar Kerek. Bahkan mereka mulai terbiasa menerima tamu wisatawan yang datang dan menawarkan kain-kain buatannya.
Gambar 1: Degradasi Makna pada Visual Motif Batik Kerek dan Proses Produksinya Kain batik tak lagi tampil sebagai sebuah kebudayaan yang tinggi, melainkan menjadi sebuah produk komoditi yang telah kehilangan makna dan nilainya. Tak jarang bahkan masyarakat Kerek memandang indah kain-kain batik yang beredar di luar Kerek yang dilabeli sebagai batik Kontemporer. Mereka kemudian bersikap sebagai penganut tradisi radikal yang mengijinkan batik berubah sampai pada tatanan ekstrim sekalipun, namun masih mempertahankan ciri khasnya yaitu diproses dengan batik, atau membubuhkan sedikit motif yang khas Kerek, atau menggunakan kain dari tenunan Gedhog. Namun, secara umum melihat batiknya sudah tak lagi sama, baik dari segi visual maupun nilai dan maknanya. Industrialisasi, isu budaya popular, dan juga isu-isu lainnya telah secara tidak langsung menggiring pada pertumbuhan infrastruktur masyarakat Kerek. Pergerakan ini telah mempawa Kerek kepada satu tatanan kemasyarakatan yang lebih modern melalui pembangunan daerah yang lebih baik. Area kultur budaya yang sebelumnya sangat dekat dengan alam memungkinkan pemahaman pada konsep siklus kehidupan dan spriritualitas dapat terjaga. Namun kini perlahan nilai-nilai tersebut kian menghilang akibat inetraksi masyarakat terhadap lingkungan dan alam pun semakin berbeda.
Gambar 2: Degradasi Visual terhadap Alam dan Lingkungan Masyarakat Kerek Apa yang terjadi di Kerek telah menunjukan hal itu, dimana batik kini telah berkembang menjadi sesuatu hal yang dinamis, yang mampu memposisikan dirinya terhadap permintaan dan penerimaan masyarakat saat ini. Ini akan terus bergerak hingga dimungkinkan tiba di suatu titik dimana batik Kerek tidak hanya berkembang sebagai milik internal Kerek, namun juga menjadi sesuatu yang lebih bersifat nasional,
105
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
atau dalam skala lebih luas lagi batik Kerek dengan segala kedinamisannya mampu diterima secara global. 3. Kesimpulan Perubahan sejatinya adalah sebuah keniscahyaan. Maka tradisi yang selama ini dianggap bersifat statis, konstan, cenderung mengulang, tidak berorientasi pada penemuan baru (non-inventive), serta kontras dengan modernitas pun tak terkecuali akan mengalaminya, baik yang secara alami tidak disadari atau memang dengan sengaja diciptakan. Perubahan pada tradisi bukanlah sesuatu yang bisa dikatakan salah, sebab seringkali sebuah tradisi memang harus menyesuaikan diri agar dapat bertahan dan menunjukan daya saingnya. Nilai-nilai estetika yang berwujud fisik maupun nonfisik yang melekat begitu mapan di dalam kain batik gedhog khas masyarakat Kerek pun tentu menghadapi persoalan serupa. Ada setidaknya empat faktor utama yang saling bersinergi menggiring terjadinya transformasi tradisi kepada bentuknya yang baru, yaitu penghayatan akan nilai-nilai kehidupan yang terkandung pada kain, keahlian membuat kain, potensi lokal setempat, serta arus kekuatan faktor eksternal/asing. Kondisi yang saat ini terjadi adalah masyarakat Kerek cenderung mulai terbawa oleh pengaruh faktor kekuatan asing melalui teknologi informasi, pertumbuhan ekonomi, hingga tren gaya hidup modern. Namun, jika pada faktor penghayatan akan nilai yang terkandung pada kain, keahlian membuat kain, serta pemanfaatan potensi lokal kurang mampu mengimbangi faktor kekuatan asing, dikhawatirkan tradisi tersebut akan bertransformasi kepada bentuknya yang baru namun kehilangan spirit dan jejak dari tradisi aslinya. Kualitas perupaan produk akan memberikan kesan yang monoton saat tidak terjadi pengembangan dalam hal teknik dan desainnya. Kemudian lingkungan pun tak lagi menjadi sebuah tempat yang memberikan daya dukung untuk tumbuh dan berkembangnya sebuah tradsi, melainkan hanya sebagai tempat untuk tinggal dan dieksploitasi sumber daya alamnya. Lalu yang tak kalah penting, saat hilang penghayatan terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam tradisi, maka manusia dikhawatirkan tidak lagi memiliki keinginan untuk berupaya mempertahankan eksitensi tradisi yang dimilikinya. Jika hal ini terjadi, maka muaranya adalah matinya sebuah tradisi. Maka upaya yang penting dilakukan adalah memaksimalkan tiga faktor tersebut agar mampu berkembang secara bersinergis mengimbangi cepatnya pertumbuhan faktor kekuatan asing. Melihat bahwa estetika pada kain batik gedhog merupakan nilai yang telah memberikan nyawa pada tradisi kain tersebut; serta memiliki keterkaitan terhadap hampir sebagian besar unsur kehidupan masyarakat Kerek, maka dengan memberikan peningkatan terhadap estetika, diyakini akan mampu melahirkan peningkatan mutu pengerjaan kain, peningkatan kualitas estetis dalam perwujudan visual kain (corak, warna, dan tekstur), berimplikasi terhadap daya tawar kepada konsumen, dan tentunya meningkatkan daya tahan dan daya saing tradisi. Daftar Pustaka [1] Anas, Biranul, dkk, (1995): Indonesia Indah 3, “Tenunan Indonesia”, Yayasan Harapan Kita/BP3 TMII, Jakarta, Indonesia. [2] Forlizzi, Jodi, (2008), The Product Ecology:Understanding Social Product Use and Supporting Design Culture, International Journal of Design Vol.2 No.1, School of Design, Carnegie Mellon University, Pittsburgh, USA. [3] Hidajat, Robby, (2004), Kajian Strukturalisme-Simbolik Mitos Jawa pada Motif Batik Berunsur Alam, Jurnal Bahasa dan Seni Vol. 32, Nomor 2. [4] Karsam, (2014), Pelestarian dan Ekspansi Pasar Batik Tulis Gedhog Tuban di Era Globalisasi, Jurnal Budaya Nusantara, LPPM Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas PGRI Adi Buana, Surabaya, Indonesia. [5] Knight, Judi, dkk, (2010), Tenun Gedhog: The Hand-loomed Fabrics of Tuban, East Java, Media Indonesia Publishing, Jakarta, Indonesia.
106
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
[6] Koentjaraningrat, (2002), Pengantar Ilmu Antropologi, PT. Rineka Cipta, IKAPI, Jakarta. [7] Nugraha, Adhi, (2011), Transforming Tradition: A Method for Maintaining Tradition in a Craft and Design Context, Doctoral Disertation Aalto University, School of Arts, Design and Architecture, Helsinki, Finland. [8] Sachari, Agus, (2002): Estetika Makna Simbol dan Daya, Penerbit ITB, Bandung, Indonesia. [9] Tim Penyusun, (2013), Tuban Bumi Wali: The Spirit of Harmony, Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Indonesia. [10] Tim Penyusun, (2006), Pemerintahan Tuban dalam Untaian Sejarah, Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Indonesia. [11] Widiawati, Dian, (2014), Pergeseran Eststik Kain Bebali Sembiran dalam Revitalisasi Pewarna Alam di Desa Pacung Kecamatan Tejakula-Bali, Jurnal Seni Rupa dan Desain, PPM Universitas Telkom, Bandung, Indonesia.
107
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
SENI RUPA PASEMAH POTENSI KONSEP SENI RUPA KHAS NUSANTARA A. Erwan Suryanegara¹,Dr. Agus Sachari² ,Prof. Dr. Tjetjep Rohendi Rohidi, M.A.³ ¹ Mahasiswa Program Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain – Institut Teknologi Bandung
[email protected] ² Desain Industri, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung
[email protected] ³ Universitas Negeri Semarang,
[email protected] ABSTRAK Keragaman adalah warisan Nusantara kita sekaligus potensinya, baik secara geografis yang berpulau-pulau dengan sumber daya alamnya yang cenderung lengkap dan melimpah, maupun masyarakatnya yang terdiri dari beragam etnik dengan sumber daya manusianya, serta hasil kebudayaannya yang secara alami begitu kaya dengan keanekaragaman. Keragaman itu sejak lama berproses hadir dan ada dia tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi sejak puluhribuan tahun silam seiring kehadiran manusia-manusia awal di Bumi Nusantara ini. Setiap kepulauaan belum tentu bias dikatakan Nusantara. Nusantara merupakan suatu kepulauan yang dilalui garis khatulistiwa, berada di sebelah selatan Asia dan utara Australia, diapit oleh Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, salah satu pulau di Nusantara itu di antaranya adalah Pulau Sumatra. Kondisi alam berkepulauan tentu memiliki corak khas kelokalannya masing-masing, sehingga masyarakat yang mendiami kemudian meresponnya, dan menghasilkan budaya etnis yang beragam pula. Satu di antaranya adalah peninggalan Tradisi Megalitik Pasemah, di Dataran Tinggi Pasemah, di Bukit Barisan bagian selatan, yang membentang di sebelah barat Pulau Sumatra. Dalam penelitian awal pada tahun 2005 - 2006 atas peninggalan budaya prasejarah itu, penulis berhasil mengidentifikasi artifak berwujud karya seni rupa, yang merupakan jenis artifak terbanyak dalam jumlah satuan tinggalannya terutama patung megalitik. Dari bentuk karya-karya seni rupa tersebut tidak satupun yang sama satu dengan lainnya. Kemudian berlanjut dalam kajian berkesinambungan, penulis menemukan adanya konsep khas dalam penciptaan karya seni rupa sebagai hasil budaya masa prasejarah Nusantara itu. Di Bukit Barisan bagian selatan Sumatra (Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung), di sana dapat ditemukan karya-karya seni rupa Pasemah yang tidak terpisahkan dengan alam sekitarnya sebagai Konsep Puyang (leluhur). Sejak masa itu di Nusantara telah mempresentasikan keragaman bentuk karya seni rupa dengan konsep khas, sebagai wujud adanya kebebasan berekspresi, dengan nilai-nilai luhur lainnya. Seni Rupa Pasemah itu kini masih bagaikan mutiara terpendam, sehingga kesemuanya penting diketahui dan diberdayagunakan sebagai potensi bangsa dalam menapaki era Masyarakat Ekonomi Asean. Kata Kunci: Pasemah, megalitik, patung, area, kultur.
108
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
1. PENDAHULUAN Menurut Antropologi pun Arkeologi, peninggalan megalitik tidak menyebar merata ke seantero dunia. Tradisi megalitikum yang berlangsung secara turun-temurun hanya terdapat di beberapa wilayah tertentu, seperti di sebagian kecil benua Eropa, Amerika, Asia, dan Afrika, itu sebabnya disebut Tradisi Megalitik, tidak seperti Kebudayaan Batu Tua (paleolitikum), Batu Menengah (mesolitikum), Batu Baru (neolitikum), dan juga Kebudayaan Logam, yang tersebar hampir merata ke berbagai wilayah penjuru dunia. Demikian pula di Nusantara, artifak megalitik juga hanya ditemukan di beberapa wilayah, seperti di sebagian Pulau Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Pulau Bali, Pulau Jawa, dan Pulau Sumatra. Tradisi megalitikum dalam makna sempitnya adalah dimana masyarakatnya kala itu cenderung banyak memanfaatkan batu-batu besar yang monolit untuk kepentingan kebutuhan religiusnya.
Totem Polynesia, Pulau Easter – Chili
Dolmen Ballyvaghan, Irlandia Barat
Totem Wanita & Pria, Sulawesi Tenggara –Sulawesi
Cromlech Stonehenge, Salisbury– Inggris
Gambar 1. Beberapa contoh karya megalitik dunia (Sumber: Web Depdiknas RI dan Encarta ® Reference Library) Diagram 1. Tradisi Megalitik dalam Peradaban Awal Dunia
Pasemah merupakan suatu wilayah di Pulau Sumatra, adalah nama dari suatu daerah di Bukit Barisan, Pulau Sumatra bagian selatan. Sejak lama oleh para peneliti wilayah itu dikenal dengan sebutan Dataran Tinggi Pasemah (Dtt. Pasemah), adalah suatu kawasan yang cukup luas meliputi empat provinsi di Sumatra bagian selatan, yakni mulai dari wilayah Provinsi Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan, hingga Lampung, sebagaimana
109
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
penelitian Van der Hoop pada 1930 – 1931 dan dituliskan di dalam bukunya, Megalithic Remains in South-Sumatra, 1932 [1]. Kawasan itu merupakan daerah hutan tropis yang subur dengan kandungan sumber daya alam yang melimpah, keadaan topografinya cenderung bergelombang, berbukitbukit, berlembah, mengalir sungai besar pun kecil, tersebar banyak bongkah-bongkah batuan andesit yang monolit, dan di sanalah menyebar suatu ragam artifak karya-karya budaya dari masa lalu Nusantara, yang hingga kini masih dapat kita jumpai dan dikenal sebagai peninggalan karya suatu masyarakat pra-aksara, dan dikategorikan sebagai Tradisi Batu Besar atau disebut juga Tradisi Megalitik.
Gambar 2. Wilayah sebar peninggalan Megaitik Pasemah Berdasarkan penelitiannya, Van der Hoop pada tahun 1931 berhasil mematahkan spekulasi peneliti-peneliti sebelumnya, yang mengatakan bahwa patung batu Pasemah merupakan pengaruh dari kebudayaan Hindu, secara tegas Hoop membantahnya, menurutnya artifak-artifak di Dataran Tinggi Pasemah adalah peninggalan manusia praaksara atau masa prasejarah dengan tradisi megalitiknya, dan tidak ditemukan ciri-ciri Hinduistik. Masih menurut Hoop, Kabupaten Lahat (baca: sekarang Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, Sumatra Selatan) adalah wilayah yang paling banyak ditemukan peninggalan megalitik, sehingga disebutnya center of megalithic [1].
Gambar 3. Center of Megalithic
110
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Sejak masa kolonial Belanda itu hingga era kemerdekaan dan sampai sekarang, tradisi megalitik Pasemah terus menjadi perhatian banyak peneliti, termasuk oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan Balai Arkeogi Palembang, tentu kajiannya lebih condong dari sudut pandang arkeologis, namun sayangnya dari hasil penelitian-penelitian itu seakan hanya menjadi bahan kajian di kalangan para peneliti, dengan kata lain kurang dipublikasikan kepada masyarakat luas, bahkan masyarakat terdekat yang berada di sekitar artifak-artifak itupun tidak mengetahui dan merasakan manfaat dari hasil penelitian-penelitian tersebut. Dari sekian banyak tinggalan-tinggalan yang telah ditemukan, terlihat bahwa masih rendahnya tingkat kesadaran, perhatian, upaya pelestarian, dan pemberdayaan atas warisan leluhur yang sesungguhnya tak ternilai itu, sehingga kian hari artifak-artifak tersebut terus mengalami aus dan kerusakan, baik oleh adanya dampak perubahan alam, dimakan usia, dan apa lagi adanya ketidakbijakan manusia saat ini yang ekploitatif. Sementara beberapa temuan baru biar perlahan tapi pasti terus bertambah dari waktu ke waktu, karenanya penelitian ini menjadi penting dan bahkan mendesak dilakukan. 2. MEGALITIK PASEMAH Saat studi pada 2004 penulis telah mendapatkan data lapangan, bahwa secara kesenirupaan sesungguhnya artifak tinggalan tradisi megalitik di Dataran Tinggi Pasemah tidak hanya berwujud patung, masyarakat pra-aksara di Pasemah kala itu ternyata juga sudah mengenal dan menghasilkan karya seni rupa lainnya, seperti: lukisan ada yang sudah berwarna, gambar gores, relief, dan ragam hias. Bagaimana konsep penciptaan kekaryaannya dan seperti apa nilai-nilai yang melingkupinya, walaupun tentunya dalam berkarya rupa ketika itu motivasi utama mereka lebih kepada kepentingan religi yang simbolik [6-7].
Gambar 4. Sebaran area kultur Pasemah Baik karya patung maupun karya seni rupa lainnya itu tidak bisa begitu saja dipisahkan dari artifak megalitik jenis lainnya, seperti menhir, batu datar, lumpang batu, dolmen, dan sebagainya, yang bersama ada dan menjadi pola tetap serta memiliki hubungan satu dengan lainnya di dalam satu area kulturnya (situs arkeologis), bahkan juga dengan sungai (air) dan bukit atau gunung, termasuk kondisi lingkungan alam yang ada di sekitarnya. Area kultur megalitik Pasemah terbanyak jumlahnya menyebar di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, di Sumatra Selatan sekarang.
111
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 5. Area kultur Tanjung Sirih, Pasemah Dengan keberadaan sungai-sungai, bukit-bukit (gunung) dan kondisi lingkungan hutan tropis itu pula yang menjadi dasar kuat dibangunnya monumen megalitik di wilayah itu, mengingat di air atau gunung itulah wilayah suci tempat bersemayam arwah leluhur mereka, sesuai konsep berpikir mistis masyarakat kala itu. Benarkah kondisi lingkungan alam yang subur dengan Sumber Daya Alam yang melimpah termasuk ketersedian bahan baku berupa batu-batuan monolit itu, turut berperan penting dalam menginspirasi bahkan memotivasi beragamnya perwujudan karya-karya rupa monumental Pasemah kala itu.
Gambar 6. Area kultur Pagaralam Pagun, Pasemah 3. PATUNG PASEMAH Berdasar khazanah kesenirupaan di Nusantara, maka di dalamnya akan ditemukan unsur-unsur pokok, yaitu: seni bangunan/arsitektur, seni patung, seni lukis dan seni krya. Dalam seni rupa pra-aksara (pra-sejarah), konsep dasar penciptaannya adalah pola pikir
112
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
mistis sesuai sistem kepercayaan, kesenian dan budaya mistis manusia pra-aksara. Temuan-temuan tinggalan artifak purba di Indonesia, dapat dikatakan semuanya merupakan karya rupa atau berwujud (visual), adalah cikal-bakal tradisi seni rupa Indonesia. Sebagai karya rupa, artifak-artifak peninggalan masa pra-aksara di Indonesia tersebut dapat digolongkan atas beberapa kategori, misalnya: sifat wujud (dimensi), kebentukan atau perupaan, fungsi, dan sebagainya [4]. Hal di atas sangat selaras dengan temuan-temuan yang terdapat di Dataran Tinggi Pasemah berupa artifak-artifak peninggalan tradisi megalitik Pasemah, begitu beragam jenisnya termasuk yang dapat dikategorikan lebih khusus sebagai karya seni rupa (patung, lukisan, relief, gambar bergores di batu/dinding batu, dan motif hias). Peninggalan tradisi megalitik di Pasemah mengisyaratkan sekaligus mempertegas adanya keunikan lokalitasnya, yang bukan hanya gambar/lukisan dan atau hanya patung saja, tetapi sudah sebagai karya seni rupa dengan keragaman jenis dan sekaligus kekhasan karya seni rupa awal di Nusantara, yang juga tentu diciptakan selaras dengan konsep hidup masyarakat mistis-religius kala itu. Jacob Sumardjo di dalam bukunya Filsafat Seni, mengatakan bahwa artifak-artifak (termasuk patung megalitik Pasemah) karya budaya suatu masyarakat pra-aksara, dimana masyarakatnya menjunjung konsep hidup dalam konteks budaya mistis dengan cara berpikir yang berdasarkan kesatuan kosmos, lebih lanjut dikatakan bahwa mikrokosmos (manusia), makrokosmos (semesta), dan metakosmos (alam lain), adalah satu keutuhan [5]. Juga R. Moh. Ali dalam Rachmat Subagya, mengatakan bahwa manusia dalam budaya mistis berdaya upaya agar kesadaran diri dileburkan dalam kesadaran kesatuan kosmos, dengan jagad raya, dengan pusat tenaga sakti (gaib) atau alam ruh [3]. Haris Sukendar (arkeolog) dalam disertasinya Arca Menhir di Indonesia, Fungsinya dalam Peribadatan, FIB – UI, 1993, menjelaskan perbedaan antara arca menhir dengan patung megalitik. Menhir selalu berhubungan dengan upacara penguburan. Sedangkan patung megalitik dalam bentuk yang lebih lengkap biasanya terkait dengan upacara pemujaan dan permohonan perlindungan dari kekuatan supernatural yang dalam hal ini adalah arwah nenek moyang [2]. Patung megalitik Pasemah: Pertama, menggambarkan satu wujud rupa atau sosok tunggal, dapat berupa seorang atau tokoh manusia atau bahkan hanya binatang saja. Kedua, menggambarkan lebih dari satu wujud rupa atau sosok jamak, dapat berupa manusia dengan manusia atau manusia dengan binatang, sedangkan untuk objek binatang dengan binatang tidak terdapat di Pasemah. Semua artifak megalitik Pasemah memiliki orientasi atau arah hadap ke bukit atau gunung dan sungai atau sumber air, karena masyarakat kala itu meyakini bahwa air, bukit atau gunung merupakan tempat suci atau dunia bersih dan dunia atas, sebagai tempat bersemayamnya arwah leluhur mereka [6].
Gambar 7. Patung Macan Kawin di area kultur Pagaralam Pagun, Kab. Lahat
113
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Dalam penelitian-penelitian atas karya seni rupa Pasemah, selama ini cenderung lebih dilihat dengan sudut pandang estetika Barat, sehingga sering bias pembacaannya seperti: masih sederhana, dinilai tidak proporsional atau proporsinya “tambun”, bergaya arca Polynesia, mengambarkan “manusia kangkang”, berkaos kaki bahkan ada yang mengatakan bersepatu boot, setengah patung setengah relief, padahal konsep penciptaan karya seni rupa Pasemah adalah kosep mistis, yang bukan estetika modern. Sesuai masa penciptaannya, keberadaan seni rupa Pasemah merupakan hasil olah kreatif visual yang berlandaskan konsep berpikir mistis, yang tentu khas memiliki komposisinya sendiri, keselarasannya sendiri, dan takaran tingkat estetiknya sendiri, sehingga tidak bisa serta-merta mengacu kepada estetika di Barat, seperti di masa: Yunani, Romawi, Renaisance, atau konsep modern, karena seni rupa Pasemah adalah seni rupa Nusantara awal yang khas sebagai jenius lokal. Dengan kata lain seni rupa Pasemah bukan diciptakan dengan landasan estetika Barat. Patung megalitik Pasemah bila dilihat dengan konsep estetika Barat, memang tidak akan pernah proporsional karena patung Pasemah dibuat berdasarkan konsep kesatuan kosmos, yang demikianlah justru proporsional kala itu, karena patung tersebut diyakini mampu menjadi medium yang menghubungkan antara dunia manusia (mikro kosmos), kesemestaan (makro kosmos), dan dunia gaib yang tak terjangkau (meta kosmos), begitulah komposisi idealnya sehingga mencapai keselarasan kosmos sebagai puncak estetiknya. Dengan kata lain itulah bentuk patung yang proporsional dalam konsep mistis, jadi salah membaca bila dikatakan tidak proporsional karena “tambun” sebab takaran menjadi tambun itu alat ukurnya estetika Barat. Demikian pula sebutan menggambarkan manusia kangkang, berkaos kaki atau bersepatu boot, dan setengah patung setengah relief, semuanya jelas-jelas menggunakan konsep berpikir sekarang. Mengapa penggambaran manusia kangkang? Untuk dapat memahaminya tentu bisa merujuk kepada lukisan Mesir Kuno dan atau penggambaran manusia dalam dunia pewayangan. Begitupun kesalahan pembacaan atas penggambaran kaki manusia di patung megalitik Pasemah, sehingga dikatakan berkaos kaki atau bersepatu boot. Patung Pasemah adalah media terkait dengan upacara pemujaan dan permohonan perlindungan kepada kekuatan supernatural dalam hal ini adalah arwah leluhur, yang diyakini merupakan tokoh atau pemimpin yang perkasa penguasa wilayah tertentu, karenanya simbolnya diterapkan pada kaki patung sebagai simbol kekuasaan, berupa gelang kaki dengan varian jumlah selalu ganjil. Masih sehubungan dengan gelang kaki pada patung-patung Pasemah, para peneliti sering melupakan bahwa monumen-monumen megalitik itu dibangun di area kulturnya, sehingga pembacaannya pun jangan tercerabut dari kelokalan yang memiliki relasi tidak terpisahkan. Bumi Pasemah, dimana area-area kultur itu berada sesungguhnya sejak lama dijuluki wilayah Batanghari Sembilan, adalah kawasan yang secara kultural dalam aktivitas hidup keseharian masyarakatnya lebih banyak merespon keberadaan sungai baik sungai besar pun sungai kecil, yang cenderung memang banyak terdapat di wilayah itu. Berdasar varian gelang kaki yang dipahatkan ternyata jumlah sembilan adalah yang terbanyak dan hanya ada pada Patung Imam, di Bukit Gumay Ulu, Kabupaten Lahat. Varian jumlah gelang kaki pada patung-patung Pasemah adalah lokal genius, yang menyimbolkan berapa Daerah Aliran Sungai wilayah kekuasaan sang leluhur kala itu.
114
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
Inzet, sembilan gelang kaki
ISBN:978-979-1194-11-2
Inzet, tujuh gelang kaki
Gambar 8. Varian atribut gelang kaki menunjukkan fungsi patung megalitik sebagai monumen lambang kekuasaan leluhur Studi lapangan yang membuktikan bahwa di kawasan Pasemah memang banyak tersebar dan menghampar batuan-batuan andesit monolit berukuran besar. Fakta itu membantah pendapat selama ini yang mengatakan sebelum monumen-monumen itu dipahat batunya, dipindahkan ke tempat tertentu sesuai yang diinginkan (mobile art). Patung pun artifak megalitik Pasemah lainnya adalah monumen-monumen yang tidak melalui proses pemindahan (non-mobile art), karena bahan atau media batu monolitnya sudah tersedia dimana-mana, tinggal memilih area kulturnya agar selalu selaras dengan konsep mistis yang mereka hayati dan junjung tinggi di masa itu. Patung-patung Pasemah antara yang satu dengan lainnya tidak ada satupun yang memiliki kesamaan bentuk pun sikap patungnya. Keragaman bentuk visual patungpatung Pasemah tentunya mengingatkan akan kebebasan ekspresi seni, yang pada akhir-akhir ini justru berhadapan dengan dilema fornografi dan pornoaksi semisal di negeri ini (dibentuknya satuan tugas tujuh menteri memberantas pornografi oleh Pemerintah RI), undang-undang pornografi memang sudah ada di era Presiden SBY, namun belum bisa diterapkan karena juklaknya belum ada. Seniman dengan seperangkat intuisi dan akal budi tentu dengan sendirinya harus paham betul apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan diekspresikan [8]. Seniman pemahat patung-patung Pasemah kala itu tentu adalah seorang empu yang begitu menguasai konsep mistis dan diteladani oleh masyarakatnya kala itu. Keberadaan monumen-monumen megalitik Pasemah itu tentunya didorong kuat oleh kebutuhan bersama akan naluri religius, namun dari keragaman perwujudan visual patung-patung Pasemah, sesungguhnya menggambarkan pada saat itu antara kekuasaan dengan seni sama-sama berperan penting dalam proses mengadanya suatu area kultur. Bahkan, sangat memungkinkan sekali pada proses awal penciptaan patung motivasinya bukanlah merepresentasikan leluhur seperti yang dibaca oleh para peneliti selama ini, tetapi lebih sebagai monumen eksistensi diri sang penguasa kala itu, baru kemudian setelah turun ke beberapa generasi penerusnya barulah menjadi media pemujaan leluhur. Sementara bagi sang empu atau para maestro pemahat patung batu, mereka memiliki kebebasan dalam mengekspresikan gagasannya masing-masing atas pesanan dan kepentingan kekuasaan, namun tetap selaras dengan konsep mistis yang bersama dijunjung tinggi. Menurut seorang negarawan Athena bernama Pericles yang mengembangkan prinsip demokrasi, di antaranya adalah kemerdekaan dan kebijakan bersama [9]. Dengan demikian maka keragaman patung-patung Pasemah adalah wujud sekaligus nilai-nilai
115
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
awal penerapan proses demokrasi di Bumi Nusantara, karena pada patung-patung Pasemah memperlihatkan kemerdekaan berekspresi dari si seniman pemahatnya dan kebijakan bersama antara seniman dengan penguasa. Hal itu selaras juga dengan pendapat Michel Foucault bahwa pengetahuan hanya mungkin berkembang di luar wilayah kekuasaan antara pengetahuan dan kuasa justru terdapat relasi yang saling berkembang [10]. Karenanya, tidak satupun patung-patung Pasemah memiliki kesamaan satu dengan lainnya, walaupun konsep religinya tetap satu yaitu konsep mistis. Sehinggapatung-patung Pasemah bisa disebut bersifat “Jamak-Tunggal” (beragam bentuk rupanya dengan satu konsep mistis). Sementara untuk letak atau posisi area kulturnya dalam tradisi megalitik Pasemah juga menunjukkan pola tetap, selalu berada di sebelah kiri hulu sungai, dan keberadaan patung megalitik di Pasemah memiliki kecenderungan berteman atau bersama artifak megalitik jenis lainnya, merupakan satu kenyataan kuat yang mengisyaratkan bahwa patung megalitik Pasemah kala itu, juga memiliki peranan penting dalam suatu ritual mistis ketika itu, yang artinya patung megalitik adalah center of interrest dalam pelaksanaan upacara dan ritus-ritus pemujaan terhadap arwah leluhur.
Gambar 9. Beberapa contoh karya patung dan lukisan di Pasemah
Gambar 10. Contoh reka gambar patung sebagai center of interrest di area kulturnya Pola struktur dari area kultur tradisi megalitik Pasemah yang bersifat tetap, dimana patung sebagai center of interrest mengindikasikan bahwa area kultur ketika itu merupakan tempat berlangsungnya suatu ritual yang religius, namun tentunya dalam ritus-ritus itu telah dipergelarkan bunyi-bunyian, gerakan-gerakan diiringi bebunyian, mantra-mantra, ada peran atau lakon. Sehingga di era kita kini menyebutnya semacam pementasan kesenian. Dari penelitian Tim Geologi – ITB atas balok-balok batuan andesit di GunungPadang – Jawa Barat, yang telah membuktikan bila batuan berbentuk balok-
116
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
balok itu dipukul dengan berpindah tempat memukulnya, maka akan melahirkan nada bunyi. Sehingga perlu penelitian lanjutan yang bahkan mungkin merekonstruksi seperti apa dan bagaimana “kesenian” awal itu berlangsung. Dari area kultur yang berpola tetap itu, memperlihatkan pula bahwa masyarakat di masa itu sangat tinggi kepeduliannya atas lingkungan di sekitar mereka dalam rangka membangun monumen-monumen tersebut. Hal itu bisa dibaca dari arah hadap masingmasing artifak yang selalu menghadap ke gunung atau ke bukit (wilayah tinggi), bisa juga mengarah ke sungai (sumber air). Demikian juga pada pilihan binatang yang dipahatkan, termasuk yang dipahatkan bersama manusia pada patung-patung Pasemah, seperti antara lain: Manusia berpelukan dengan gajah, manusia memangku harimau, manusia menunggang kerbau, manusia dililit ular, dan lain-lain, jelas merepresentasikan bahwa manusia harus bersahabat dengan alam. Sementara untuk orang dililit ular adalah persoalan teknik pemahatan yang terkait dengan konsep monumental.
Gambar 11. Empat patung yang menggambarkan manusia bersahabat dengan alam Adalah Wagner dan R. P. Soejono, mereka berpendapat bahwa konsep megalitik sebenarnya bukan hanya mengacu pada batu besar, karena batu kecil bahkan tanpa monumen sekalipun sesuatu dapat dikatakan megalitik. Selama hal tersebut didasarkan pada maksud dan tujuan utamanya adalah arwah nenek moyang atau leluhur. Dengan demikian semakin jelas bahwa apapun yang terkandung di dalam suatu area kultur, seperti arah hadap ke bukit dan atau ke air termasuk bersahabat dengan alam semesta adalah megalitik [6]. Artinya setiap patung, lukisan, arifak megalitik lainnya, bahkan cara keseluruhan dari setiap area kultur di Pasemah diciptakan berdasarkan Konsep Puyang (leluhur).
Gambar 12. Area kultur Tanjung Aro, Kota Pagaralam
117
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Patung megalitik Pasemah sebagai hasil kebudayaan masa lalu yang bukan living Megalithic Tradition tetapi merupakan death-monument atau monumen yang sudah mati atau tidak dipergunakan lagi karena sudah tidak ada pendukungnya, seperti yang dikemukakan oleh Von Heine Geldern [2], ternyata memiliki hubungan dengan masyarakat sekarang di sekitarnya melalui mitos “Si Pahit Lidah.” Seperti apa mitos yang terbangun dari karya visual tradisi megalitik itu, dan bagaimana hubungan erat antara mitos Si Pahit Lidah dengan masyarakat sekarang ini yang ada di sekitarnya, juga sangat menarik sebagai bahan kajian Keberadaan patung Pasemah sebagai suatu karya budaya, telah mendorong lahirnya genius lokal lainnya berupa mitos Si Pahit Lidah yang khas, karena di luar kebiasan pada umumnya suatu mitos, yang selalu lahir dari fenomena alam. Sementara, mitos Si Pahit Lidah justru lahir dari karya-karya budaya berupa patung-patung megalitik Pasemah. Mitos Si Pahit Lidah mengisahkan bahwa patung-patung Pasemah adalah wujud dari kutukan si tokoh mitos, yang disebut oleh masyarakat sebagai Si Pahit Lidah. Bagi masyarakat Pasemah sekarang ada kepercayaan bahwa si tokoh Pahit Lidah adalah leluhur mereka yang sakti, sehingga apapun sumpahan atau kutukan dari Si Pahit Lidah akan berubah menjadi patung batu. Uniknya, keberadaan mitos Si Pahit Lidah yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai kisah yang merepresentasikan sepak terjang dari kedigdayaan Sang Leluhur itu, ternyata berhasil menyelimuti dalam artian meyelamatkan dan melestarikan keberadaan artifak-artifak megalitikdi Pasemah, bahkan cukup efektif bila dibandingkan dengan produk hukum formal yang telah diberlakukan oleh pemerintah, berupa Undang-undang Cagar Budaya. Mitos Si Pahit Lidah ternyata berkemampuan tinggi menggerakkan masyarakat setempat dalam hal turut menjaga artifak-artifk budaya dari masa lalu Nusantara itu. 4. KESIMPULAN 1). Peninggalan tradisi megalitik di Pasemah khususnya karya-karya seni rupa (patung, lukisan, relief, gambar bergores di batu/dinding batu, dan motif hias), merupakan cikal-bakal karya seni rupa dengan keragaman jenisnya dan sekaligus khas karya seni rupa awal Nusantara. Sehingga keberadaan artifak bersama area kulturnya patut dilestarikan, dijaga, dan diberdayakan. 2). Karya seni rupa Pasemah diciptakan melalui olah kreatif visual berdasarkan Konsep Puyang yang selaras dengan konsep berpikir mistiss, yang khas memiliki komposisi, keselarasan, dan takaran tingkat estetiknya sendiri sebagai jenius lokal, yaitu berdasarkan konsep ideal kesatuan kosmos, sebagai medium yang menghubungkan antara dunia manusia (mikro kosmos), kesemestaan (makro kosmos), dan dunia gaib yang tak terjangkau (meta kosmos), sebagai komposisi ideal keselarasan kosmos, dan di situlah puncak estetiknya, sehingga tidak mungkin diukur dan ditakar dengan konsep estetika Barat. 3). Patung pun artifak megalitik Pasemah lainnya adalah monumen-monumen yang tidak melalui proses pemindahan (non-mobile art), karena bahan atau media batu monolitnya sudah tersebar dan tersedia dimana-mana, di Bumi Pasemah, maka dalam upaya pelestarian artifak-artifak megalitik Pasemah harus tetap berada di area kulturnya masing-masing, agar tidak merubah dan merusak relasi yang ada pun kelestarian lingkungannya, dan selayaknya dijadikan museum alam terbuka sebagai laboratorim penelitian dan sekaligus potensi wisata budaya pun ilmiah skala dunia. 4). Keragaman visual, bentuk, dan sikap patung-patung megalitik Pasemah adalah representasi dari keragaman dan kebebasan ekspresi, yang telah mengakar kokoh sejak lama di Bumi Nusantara, selain itu juga merupakan warisan pesan visual Nusantara yang bernilai tinggi dan luhur, akan pentingnya kesadaran dalam menjaga keseimbangan lingkungan.
118
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
5). Keunikan mitos Si Pahit Lidah yang lahir dari karya budaya, dan berhasil meyelamatkan serta melestarikan keberadaan artifak-artifak megalitik di Pasemah, bahkan terbukti sangat efektif dalam mendukung Undang-undang Cagar Budaya, dapat menjadi kajian yang cukup menarik bahkan berikutnya dapat menginspirasi kita dalam melahirkan karya-karya kekinian. 6). Perlu penelitian lanjutan secara interdisiplin ilmu, dan bahkan mungkin merekonstruksi seperti apa serta bagaimana “kesenian” (bunyi-bunyian, gerakangerakan diiringi bebunyian, mantra-mantra, ada pemeran atau lakon) awal Nusantara itu berlangsung, di seputar patung-patung Pasemah yang monumental itu. Sehingga dapat menjadi sumber pengetahuan dan menginspirasi anak bangsa dalam berkarya inovatif namun tidak lepas dari nuansa akar lokalitasnya ke depan.
DAFTAR PUSTAKA [1]. Hoop, van der, A.N.J.Th.A.Th., (1932), MegalithicRemains in South-Sumatra, Translated by William Shirlaw, Printed and Published by W.J. Thieme & Cie Zutphen, Netherland. [2]. Kusumawati, Ayu, dan Sukendar, Haris, (2003), Pustaka Wisata Budaya Megalitik Bumi Pasemah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. [3]. Subagya, Rachmat, (1981), Agama Asli Indonesia, Penerbit Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta. [4]. Sumadio, Bambang, D.D., Bintarti, Sedyawati, Edi, R., Soekmono, Martowikrido, Wahyono, Kartiwa, Suwati, , K.R.T., Hardjonagoro, dan Damais, Soedarmadji, (1992), Pusaka Art of Indonesia, Archipelago Press, Singapore. [5]. Sumardjo, Jacob, (2000), Filsafat Seni, ITB, Bandung. [6]. Suryanegara, Erwan, Damayanti, Nuning, dan Yudoseputro, Wiyoso, (2007), “Artifak Purba Pasemah”, ITB Journal of Visual Art and Design, Vol. I No. 1, 128 – 151. [7]. Wiyana, Budi, (1996), Survei Situs-situs Megalitik di Kabupaten Lahat Provinsi Sumatra Selatan, Balai Arkeologi Palembang. [8]. http://archief.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/indonesia-perangi-pornografi-tapibatasi kebebasan-ekspresi (Rabu, 19 November 2014 Pkl. 24:15:35). [9]. http://www.bisosial.com/2012/11/teori-teori-demokrasi.html (Rabu, 19 November 2014 Pkl. 24:15:00). [10]. http://www.wartamadani.com/2013/09/michel-foucault-teori-tentang-kekuasaan.html (Rabu, 19 November 2014 Pkl. 24:15:35). [11]. Microsoft ® Encarta ® Reference Library 2005. © 1993-2004 Microsoft Corporation. All rights reserved. [12]. www.kebudayaan,
[email protected]/BudayaOline/SitusBcb/Musnas
119
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
TRANSFORMASIPEMANFAATAN MATERIALDAN BENTUK BANGUNAN HUNI BALI AGA Ida Ayu Dyah Maharani1, Imam Santosa2, Prabu Wardono3 1
1
Dosen di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar Mahasiswa Doktoral Ilmu Seni Rupa dan Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB email :
[email protected]/
[email protected] 2 Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung email :
[email protected] 3 Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung email :
[email protected]
Abstrak Dalam perkembangan sejarah arsitektur tradisional Bali, sangat jelas bahwa berarsitektur di Bali dimulai dari periode Bali Aga ketika manusia mulai hidup menetap. Namun saat ini gaya arsitektur Bali Aga sebagai salah satu lokal genius yang dimiliki arsitektur Bali mulai memudar sejak era Bali Madya. Tidak seperti halnya arsitektur Bali Madya yang banyak dituliskan dalam lontar, maka tidak banyak yang bisa ditemukan tentang arsitektur Bali Aga pada tulisan-tulisan kuno tersebut. Kehadiran gaya arsitektur Bali Aga juga semakinkabur oleh pesatnya perkembangan modernitas yang membawa pengaruh bagi perkembangan arsitektur Bali. Hadirnya modernitas yang pertama kali dibawa pada periode Bali Kolonial, semakin menguat sekarang ini. Modernitas hadir melalui masuknya material-material modern, teknologi canggih, standar ukuran yang baku serta gaya arsitektur baru yang berimbas pada lahirnya arsitektur Bali Modern. Sayangnya, arsitektur Bali Modern cenderung menjadi versi terbaru dari arsitektur Bali yang memiliki bentuk potongan bersih, geometris, minimalis, menggunakan material modern, teknologi baru serta standar ukuran yang telah baku. Modernitas pada arsitektur Bali tidak hanya memunculkan suatu gaya arsitektur baru, namun juga berimbas pada arsitektur tradisional Bali dari periode-periode sebelumnya, baik arsitektur Bali Madya dan bahkan arsitektur Bali Aga. Pada arsitektur Bali Aga, modernitas dianggap memperparah kaburnya identitas asli bangunan Bali Aga. Ide penelitian ini adalah untuk bisa mengenali mana yang merupakan lokal genius arsitektur Bali Aga dan yang telah bertransformasi menjadi produk yang telah terkena imbas modernisasi. Dengan menggunakan metode kualitatif fenomenologi, diharapkan mampu mengungkap apa yang menjadi penyebab perubahan tersebut dan apa yang menjadi dampaknya. Dengan mengetahui transformasi yang terjadi pada bangunan huni Bali Aga maka dapat dilihat beberapa perubahan tersebut ada yang bersifat adaptif atau tidak terhadap lingkungan pegunungan tempat desa-desa Bali Aga berada. Kata Kunci : bentuk bangunan huni, Bali Aga, transformasi, modernitas arsitektur, material bangunan A. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN DAN TUJUAN PENELITIAN Arsitektur Bali Aga merupakan arsitektur tertua kedua di Bali. Pada jaman ini manusia sudah mulai mencoba untuk hidup menetap dan memilah-milah ruang dalam bangunan huninya. Bali Aga atau yang dikenal juga dengan Bali Kuno meliputi kurun waktu antara abad masehi ke-8 (setelah berakhirnya jaman Bali Mula atau Bali Purba yang masyarakatnya masih hidup nomaden) hingga abad ke-13 (sebelum datangnya ekspedisi mahapatih Gajah Mada dari Majapahit ke Bali). Kata “Aga” memiliki arti gunung, maka desa-desa Bali Aga biasanya dapat ditemui di daerah pegunungan di Bali. Di kabupaten Buleleng yang terletak di utara pulau Bali terdapat desa Pedawa, desa Cempaga, desa Banyuseri, desa Tigawasa, desa Sidatapa dan sebagainya. Di kabupaten Bangli, terdapat desa-desa Bali Aga seperti desa Sukawana, desa Siakin, desa Pinggan, desa
120
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Belandingan, desa Bayung Gede, desa Penglipuran dan sebagainya. Sedangkan di kabupaten Karangasem yang terletak di sebelah timur pulau Bali, juga terdapat desadesa Bali Aga seperti desa Tenganan, desa Bugbug dan sebagainya. Pada dasarnya hunian Bali Aga terdiri dari bangunan-bangunan yang selalu berupaya berselaras dengan lingkungannya, dengan tetap mengikuti pedoman tradisi religius lokal. Hunian Bali Aga seolah menyatu dengan alam sebagai tempat tinggal makrokosmosnya, agama yang dianutnya, adat istiadat, kebudayaan serta kepercayaan dalam masyarakat, dimana hal ini disebabkan masyarakat Bali Aga yang selalu memegang teguh budaya adat istiadat. Hunian Bali Aga juga selalu berupaya berselaras dengan manusia sebagai alam mikrokosmos, seperti dengan adanya beberapa aturan yang mengharuskan adanya penyesuaian antara ukuran detail-detail bangunan sesuai dengan petunjuk orang yang ditetuakan pada msyarakat Bali Aga. Namun akhir-akhir ini dapat dilihat bahwa hunian Bali Aga banyak yang mengalami perubahan, baik pada bentuk, material dan teknologi yang digunakan, hingga tatanan nilai yang semula diterapkan pada hunian Bali Aga juga ikut berubah. Pengaruhpengaruh dari luar Bali yang memang tidak bisa dihindari membawa perubahan pada bentuk arsitektur Bali termasuk pada hunian Bali Aga. Hal ini melahirkan fenomena baru dimana nilai-nilai kebebasan dalam berekspresi lebih mendapatkan porsi besar dan menekan unsur-unsur budaya lokal. Namun apakah benar transformasi ini hanya disebabkan hanya karena faktor eksternal saja yang memaksa terjadinya pertukaran dan perubahan budaya (Kusumohamidjojo, 2009)?Adakah faktor internal dari masyarakat Bali Aga yang juga menjadi penyebab terjadinya transformasi hunian Bali Aga ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mencari transformasi material dan bentuk yang telah terjadi, penyebabnya dan apa yang menjadi dampak dari perubahan tersebut. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan merupakan penelitian dengan metode kualitatif fenomenologis (Creswell, 2014) yang mengungkap adanya kecenderungan pergeseran dalam memanfaatkan material pada bangunan huni Bali Aga yang secara tidak langsung mengakibatkan perubahan pada bentuk bangunannya. Diduga bahwa perubahanperubahan ini terjadi karena adanya tiga hal yaitu ketersediaan bahan natural yang telah lama digunakan sebelumnya, ketersediaan pilihan bahan-bahan modern dan standar ukuran, serta sikap masyarakat Bali Aga itu sendiri dalam menghadapi modernitas. Sikap/prilaku masyarakat Bali Aga terhadap modernitas
TRANSFORMASI BANGUNAN HUNI BALI AGA
Ketersediaan bahan natural
Modernitas bahan dan standar ukuran
Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi material dan bentuk bangunan huni Sumber : dokumentasi penulis TINJAUAN PUSTAKA Bangunan huni Bali Aga pada awalnya dibangun dengan cara lokal untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap perlindungan dari kondisi alam dan lingkungannya (sebagai shelter). Umumnya bangunan dibuat dengan teknik konstruksi yang dikembangkan setempat oleh masyarakat dan telah teruji selama bertahun-tahun. Hal ini membuat bangunan huni Bali Aga mampu beradaptasi secara sangat baik dengan lingkungannya.
121
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Bangunan Bali Aga dapat digolongkan sebagai bangunan vernakular yang merupakan reaksi alami manusia di jamannya. Nilai-nilai vernakular tidak hanya terkandung pada hal-hal yang nampak saja, tetapi juga terlihat pada hubungan yang terjalin antara penghuni dengan bangunan, antara bangunan dengan bangunan lain, serta antara bangunan dengan lingkungan dan site yang membentuk sebuah permukiman (Oliver, 2006). Arsitektur Bali Aga ini memiliki unsur artistik, orisinal dan memenuhi kebutuhan fungsional masyarakat penghuninya. Keseragaman dan nilai-nilai bersama antara satu bangunan dengan bangunan lain di sekitarnya menciptakan cita rasa permukiman yang akrab dalam skala manusia. Melalui tradisi yang dijalankan secara turun temurun serta upaya trial and error yang panjang, bangunan dibuat dengan pertimbangan yang matang. Menurut Remawa dkk (2006), bangunan tinggal di desa Bali Aga biasanya terdiri dari 1-2 massa bangunan dengan ruang dalam yang tidak memiliki banyak level. Bangunan tinggal tersebut berupa bangunan huni yang tertutup dan bangunan lainnya yang berfungsi sebagai tempat upacara agama yang terbuka. Fisik bangunan lebih banyak menggunakan bentuk-bentuk persegi empat nyaris sama sisi (mendekati bentuk bujur sangkar) dan tidak ditemukan bentuk-bentuk lengkung seperti yang dipergunakan pada desain interior yang berkonsep geosentris. Konsep ruang bangunan tradisional Bali Aga pada umumnya menggunakan konsep linear atau grid, atau berkonsep kombinasi antara grid dan linear. Sebagian besar huniannya menggunakan konsep Hulu-Teben (gunung-laut). Tempat yang lebih suci berada di hulu, sedangkan tempat yang lebih kotor ditempatkan pada daerah teben. Rumah tinggal tradisional Bali Aga menggunakan pola-pola yang sederhana, dengan bentuk bangunan yang sederhana pula.Bentuk ruang dalam bangunan huninya menyerupai pola ruang di dalam ruang (space in space) yaitu semua ruang seperti ruang suci, ruang tidur, dapur dan ruang keluarga berada pada satu bangunan dengan hanya menggunakan satu pintu masuk. Efesiensi ruang pada bangunan huni Bali Aga diterapkan dengan baik. Pola ruang tidak memerlukan area yang luas namun telah dapat membuat hunian dapat memenuhi kebutuhan aktivitasnya. Bahan-bahan bangunan diperoleh dari tempat sekitar bangunan atau permukiman sehingga tampilan bangunan tampak menyatu dengan lingkungannya secara harmonis. Tipelogi bangunan semacam ini selalu dapat diidentifikasikan sebagai bangunan yang mencirikan suatu wilayah (region specific). Perwujudan iklim mikro yang nyaman terjadi dari penggunaan material lokal serta keselarasan bentuk, bukaan, konstruksi dan teknologi yang dipakai dengan alam sekitarnya. Struktur bangunan menggunaan teknologi setempat (native technologi) yang juga mempertimbangkan kesediaan material lokal, ikatan untuk menahan gaya tarik atau kemiringan atap untuk menanggulangi curah hujan. Dari penggunaan material serta teknologi lokal yang ramah lingkungan, terwujud bangunan yang rendah biaya pemeliharaan serta hemat energi. Bangunan huni Bali Aga merupakan contoh yang sempurna, bagaimana sebuah hunian dibangun selaras dengan lingkungan sekitarnya, menyelesaikan persoalan-persoalan kebutuhan ruang, pemilihan bahan, teknik konstruksi serta mampu bertahan selama bertahun tahun. B. PEMBAHASAN ELEMEN LANTAI Bangunan Bali Aga umumnya memiliki bentuk bebaturan (bagian kaki bangunan yang memiliki ketinggian 50 cm) yang pada awalnya memakai tanahpopolan (tanah liat yang dipadatkan). Sebagai bahan penutup lantai menggunakan papan kayu atau bahkan tanah popolanyang dibiarkan seperti apa adanya tanpa finishing.Kini dalam perkembangannya, dengan pertimbangan kebersihan dan didukung kemampuan ekonomi yang lebih baik, maka elemen lantai pun kemudian banyak yang menggunakan bahan semen, tegel atau keramik. Jika dibandingkan, bahan tanah liat yang dulu digunakan memiliki sifat lebih mampu memberi rasa hangat pada penghuninya. Demikian juga semen. Kedua bahan ini masih cocok digunakan pada desa-desa Bali Aga yang pada umumnya berada di pegunungan. Sedangkan tegel dan keramik sebagai transformasi bahan penutup lantai yang dianggap lebih modern, memiliki sifat rapi, bersih namun menyimpan dingin. Sehingga sebenarnya kedua bahan ini agak kurang cocok
122
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
digunakan di daerah pegunungan yang dingin. Demikian juga dengan keberadaan teras, yang pada awalnya bangunan ini tidak memiliki teras. Kemunculan teras dianggap sebagai bagian dari kelatahan meniru bentuk-bentuk arsitektur Bali dataran yang dianggapnya lebih modern. Desa-desa Bali Aga terletak di daerah pegunungan yang berudara dingin, sehingga biasanya para penghuni akan langsung masuk ke dalam rumah untuk menghangatkan tubuh pada tungku yang di dalam rumah. Teras pada bangunan huni Bali Aga yang lebih modern, hanya dipakai sewaktu-waktu sehingga keberadaan teras ini tidak difungsikan secara optimal.
Gambar 2Perubahan lantai Sumber : dokumentasi penulis
material dan bentuk
Seringkali ditemui pada bangunan huni Bali Agakeberadaan tungku yang digunakan untuk memasak sekaligus untuk menghangatkan tubuh di malam hari. Pada lantai dengan bahan penutupnya menggunakan papan kayu, disisakanlah sedikit bagian lantai dengan membiarkannya tanpa papan kayu, yang difungsikan sebagai tempat tungku. Sebagai tempat menyimpan cadangan kayu bakar, mereka menyimpannya pada rak terbuka yang digantung di atas tungku atau yang tertempel pada bagian dinding, atau pada lemari di bawah dipan. Untuk bangunan huni yang telah menggunakan tegel maupun keramik sebagai bahan penutup lantainya, tentu saja menghilangkan keberadaan tungku. Jadi dalam hal perubahan elemen lantai baik bentuk maupun bahan penutup lantainya, masyarakat mulai mementingkan terciptanya kesan rapi dan bersih dengan mengabaikan kebutuhan untuk melindungi diri dari rasa dingin. Lemari gantung di atas tungku tempat menyimpan kayu Kayu bakar disimpan di bawah dipan
Gambar 3 Keberadaan tungku dalam ruang bangunan huni sebagai penghangat Sumber : dokumentasi penulis
ELEMEN DINDING Udara yang cenderung dingin di pegunungan membuat bangunan huni Bali Aga cenderung rendah (dengan jarak lantai-plafon 220 cm) dan tertutup dengan bukaan yang sangat sedikit. Pada awalnya dinding bangunan huni Bali Agamenggunakan bahan anyaman bambu dengan bukaan hanya berupa pintu kecil setinggi 160 cm dengan lebar 60 cm (tanpa ada jendela). Dimensi anyaman yang besarmenciptakanlubanglubang kecilyang difungsikan sebagai ventilasi yang memungkinkan sebagai celah tempat masuknya penerangan alami dan sirkulasi udara. Dengan adanya pemakaian tungku di dalam ruangan, maka dengan menggunaan anyaman bambu sebagai dinding tersebut masih memungkinkan sebagai celah tempat jalan keluarnya asap tungku (selain celah pada sirap sebagai bahan penutup atap). Pada bagian bangunan yang bersifat struktural,kolom dinding hanya menggunakan bahan kayu (kayu nangka, kwanitan)
123
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
ataupun bambu dengan diameter 8 cm yang tidak terlalu sulit untuk diperoleh di sekitar desa.Bangunan huni Bali Aga ada juga yang pada awalnya menggunakan tanah popolan sebagai dindingnya, yang biasanya terdapat dua bukaan jendela kecil di dekat tungku sebagai jalan keluarnya asap. Lalu perubahan yang terjadi pada material yang digunakan, beralih dengan menggunakan bahan bata maupun batako. Bata bersifat kedap air dan mampu memberi rasa hangat, sehingga masih cocok digunakan di pegunungan. Sebaliknya, batako bersifat menyerap air, sehingga bisa menimbulkan rasa dingin dan tidak cocok digunakan.Dengan adanya penggunaan bahan bangunan yang modern, maka memungkinkan bangunan dibuat lebih tinggi dengan jarak lantai-plafon mengikuti standar pada umumnya (270 cm). Tidak ada masalah dengan ketinggian jarak lantai-plafon ini dikarenakan pertimbangan anatomi tubuh manusia yang juga semakin tinggi sehingga dirasa lebih tepat. Bentuk baru lainnya yang muncul adalah banyaknya bukaan jendela. Sebenarnya akan lebih tepat jika jendela tersebut merupakan bukaan mati (yang tidak dapat dibuka). Karena mengingat udara dingin pegunungan sehingga tidak perlu adanya bukaan berupa jendela besar. Sehingga bukaan jendela hanya berfungsi sebagai jalan masuknya penerangan alami.
Gambar 4Perubahan pada elemen dinding Sumber : dokumentasi penulis ELEMEN ATAP Struktur rangka atap umumnya memakai bahan sirap bambudan merupakan atap pelana. Bahan bambu diperoleh di sekitar desa karena biasanya desa-desa Bali Aga dikelilingi oleh hutan bambu. Bentuk atap dibuat dengan sudut kemiringan yang curam mengikuti bentuk gunung, mengikuti kepercayaannya mengganggap gunung sebagai arah orientasinya yang utama. Kecuraman atap ini juga memudahkan mengalirkan jalannya air. Namun kini bahan penutup atap telah bertransformasi menggunakan genteng atau seng, dan ini tentu saja turut merubah bentuk atap menjadi limasan yang memiliki standar kemiringan 30. Pergeseran jenis material penutup atap ini bukan hanya disebabkan karena mulai berkurangnya sumber bambu yang bisa digunakan (seperti yang terjadi di desa Pinggan) namun juga karena dari sikap masyarakat Bali Aga yang menganggap bahan-bahan modern ini lebih mudah diperoleh dan digunakan. Genteng
Seng
Gambar 5 Perubahan pada elemen penutup atap Sumber : dokumentasi penulis Sedangkan pada elemen atap di bagian dalam, pada awalnya merupakan struktur yang ekspos. Hal ini masih bertahan hingga kini terutama yang masih terdapat tungku di dalam ruangan (hanya pada yang menggunakan bahan penutup atap berupa sirap bambu dan genteng). Atap ekspos ini diharapkan dapat mengeluarkan asap tungku melalui celah-celah kecil pada pasangan sirap bambu ataupun genteng. Sedangkan bagi bangunan huni yang tidak terdapat tungku di dalam ruangnya, terdapat adanya plafon.
124
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Gambar 6 Penggunaan plafon ekspos Sumber : dokumentasi penulis C. KESIMPULAN Hasil karya bangunan huni Bali Agamerupakan arsitektur yang jujur, spontan sehingga memiliki karakter dan kepribadian yang kuat. Karya-karya ini juga telah dapat memenuhi kebutuhan fungsional masyarakat pada saat itu.Sedangkan di ujung jaman yang kekinian, dengan adanya tuntutan modernitas, lahirlah arsitektur Bali Modernyang mengandalkan inovasi dengan lebih kreatif menggunakan bentuk, bahan-bahan atau material bangunan yang lebih simpel, mudah diperoleh dan dipasang. Konsep modernitas ini membawa pengaruh bagi arsitektur Bali dari semua periode, termasuk bangunan huni Bali Aga. Dari pembahasan sebelumnya dapat dilihat bahwa perubahan yang terjadi pada bangunan huni Bali Aga akibat modernitas ini (khususnya penggunaan material dan bentuk bangunan) terjadi tidak hanya faktor eksternal namun juga faktor internal. Faktor kelangkaan bahan bangunan yang semula digunakan, menjadi bukan satu-satunya penyebab. Faktor masyarakat Bali Aga dalam menyikapi modernitas yang menerimanya dengan sangat terbuka juga menjadikan adanya pergeseran penggunaan material alami ke material modern. Penggunaan material modern ini juga mengakibatkan perubahan bentuk bangunan huni. Bentuk dan bagian bangunan huni pun bertambah walaupun tidak difungsikan secara optimal. Kini, hampir sulit dibedakan mana yang merupakan bangunan huni Bali Aga dan bangunan kebanyakan yang bisa ditemui di Bali dataran. Hal ini menimbulkan semakin parahnya identitas bangunan huni Bali Aga. Sehingga untuk rencana selanjutnya, akan dilakukan penelitian terkait bagaimana bangunan huni Bali Aga yang sebenarnya oleh penulis. DAFTAR PUSTAKA [1] Creswell, John W (2014) Penelitian Kualitatif & Desain Riset : Memilih di Antara Lima Pendekatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta [2] Gartiwa, Marcus (2011) Morfologi Bangunan dalam Konteks Kebudayaan, Penerbit Muara Indah, Bandung [3] Gelebet, Ir. I N (1978) Arsitektur Tradisionil Bali : dalam Rangka Pengembangan Kepariwisataan, Universitas Udayana, Denpasar [4] Kusumohamidjojo, Budiono (2010) Filsafat Kebudayaan Proses Realisasi ManusiaJalasutra, Yogyakarta [5] Oliver, Paul (2006) : Built to Meet Needs (Cultural Issues in Vernacular Architecture), Architectural Press, Oxford [6] Remawa, AA. Gde Rai dkk (2006) : Studi Desain Interior Rumah Tinggal Tradisional Bali Age (Bali Pegunungan), Penelitian Dosen Muda, Institut Seni Indonesia Denpasar [7] Rudofsky, B (1964) Architecture without Architects: A Short Introduction to NonPedigreed Architecture, Museum of Modern Art, New York
125
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
JALUR PERDAGANGAN INDUSTRI FURNITURE KAYU DI JAWA TENGAH SEBAGAI ELEMEN PENDUKUNG INDUSTRI KREATIF INDONESIA Arianti Ayu Puspita, M.Ds1, Dr.Agus Sachari2, Dr. Andar Bagus Sriwarno3 Program Studi Doktor Ilmu Seni Rupa &Desain, Institut Teknologi Bandung,
[email protected] Program Studi Doktor Ilmu Seni Rupa & Desain, Institut Teknologi Bandung,
[email protected] Program Studi Magister Seni Rupa & Desain, Institut Teknologi Bandung,
[email protected] 3
ABSTRAK Pulau Jawa Tengah sebagai cikal bakal sentra industri furnitur, kini memiliki persebaran industri furnitur hingga ke daerah tengah dan selatan pulau Jawa Tengah. Melihat sejarahnya yang cukup panjang, awal mula perkembangan sentra industri kayu di Pulau Jawa, berada di kota Jepara. Sejak saat itu, industri furnitur berkembang dan mengalami persebaran dari pulau Jawa Barat hingga ke Jawa Timur. Untuk mempertahankan dan mengembangkan potensi furnitur di Indonesia, maka Pemerintah bekerjasama dengan asosiasi, akademia, dan dinas setempat. Asosiasi Furnitur dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) adalah salah satu asosiasi yang menjadi wadah bagi industri furnitur untuk bersatu menjalin kerjasama. Untuk mengetahui persebaran industri besar furnitur di pulau Jawa, maka penulis akan melakukan pemetaan data terhadap industri yang menjadi anggota dari AMKRI. Keaktifan industri akan dapat diketahui dengan keikutsertaannya pada asosiasi terkait. Pemetaan data menggunakan metode database yang langsung terhubung dengan letak alamat industri, sehingga titik letak persebaran akan terbaca. Diharapkan, penelitian ini dapat memberikan informasi lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mendukung perkembangan industri furnitur kayu, terutama di Jawa Tengah. Kata kunci: Industri furnitur, kayu, Jawa Tengah, pemetaan
1. Pendahuluan Tidak lama lagi, Indonesia akan menghadapi pelaksanaan program dari Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (ASEAN Economic Community atau AEC) dari komunitas ASEAN 2015. Program tersebut salah satunya adalah arus bebas sektor produksi (Free Flows of Goods) dan arus bebas sektor jasa (Free Flows of Services). ASEAN didirikan pada tahun 1967 dengan fokus pada isu keamanan dan ,perdamaian di kawasan Asia Tenggara (ASEAN Declaration, Bangkok, 8 Agustus 1967). Dimulai dari lima negara pendiri, Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand, kini ASEAN terdiri dari sepuluh Negara yang bergabung kemudian, yakni Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Myanmar dan Laos (1997), serta Kamboja (1999). Seiring dengan perjalanan waktu, ASEAN kini juga fokus pada persoalan ekonomi, yang mengusung semangat stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan Asia Tenggara. Pengembangan produk furnitur menjadi salah satu senjata dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, yang disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 melalui BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). Faktor pendukung dari program tersebut adalah karena industri
126
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
furniturmerupakan industri padat karya yang berbasis pada komoditas unggulan lokal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai ekspor produk dan menyiapkan SDM dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015. Salah satu keunggulan produk furnitur Indonesia adalah penggunaan bahan yang ramah lingkungan seperti rotan, kayu, pelepah pisang, dan sebagainya. Hal ini menjadi potensi untuk menjawab tren pembicaraan sustainable material atau bahan ramah lingkungan yang banyak dibicarakan di Inggris dan Amerika Serikat, yang diperlihatkan oleh penyusuran Google Trends tahun 2015. Nilai ekspor furnitur dan kerajinan Indonesia tahun 2013 adalah 1,8 miliar dolar AS untuk furnitur, dengan rincian ekspor furnitur kayu mencapai 1,2 miliar dolar AS, furnitur rotan 262,5 juta dolar AS, furnitur bambu 1,8 juta dolar AS, furnitur berbahan metal 43,7 juta dolar AS, furnitur berbahan plastik 49,7 juta dolar AS, dan produk furnitur lainnya 311 juta dolar AS (website International Furniture Expo Indonesia 2015). AMKRI (Asosiasi Furnitur dan Kerajinan Republik Indonesia) telah memprediksikan bahwa pertumbuhan ekspor furnitur dan kerajinan akan terus meningkat hingga tahun 2024, dengan dukungan ketersediaan bahan baku hasil hutan yang melimpah, sumber daya manusia yang terampil dan semakin kondusifnya iklim investasi di negeri ini (Furnicraft Today, Edisi Maret 2015).
Gambar 1. Proyeksi Pertumbuhan Ekspor Furnitur dan Kerajinan 10 Tahun ke depan (Sumber: Furnicraft Today, Edisi Maret 2015)
Peluangpasar furnitur di dalam negeri cukup besar, mengingat banyaknya produk impor furnitur yang masuk ke Indonesia seperti produk ACE Living yang tersebar di kota-kota besar Indonesia dan IKEA di Tangerang, Jakarta. Namun, hambatan tersebut juga diiringi dengan besarnya produksi furnitur kayu pada tahun 2014, yang mendominasi sebagai basis material utama (Furnicraft Today, Maret 2015:15). Hal tersebut terlihat pada data di bawah ini. Tabel 1. Nilai Ekspor Furniture 2014, Berdasarkan Bahan Baku (Sumber: Majalah Furnicraft Today, 2015)
Keberlanjutan industri furnitur sangat penting, karena penyerapan tenaga kerja yang besar, penguasaan teknologi dan tenaga terampil yang berpotensi, serta memiliki nilai tambah yang tinggi sekaligus berbahan baku dari sumber yang bisa terbarui, yaitu hutan.
127
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Selain berbagai alasan tersebut, peran furnitur di Indonesia juga menjadi bagian dari perkembangan budaya dan peradaban masyarakat. Pada bab selanjutnya, akan dibahas mengenai cikal bakal industri furnitur kayu dan perkembangannya dengan membaca keberadaan industri pada pemetaan yang telah dihasilkan.
2. Pembahasan 2.1. Permulaan Industri Furnitur Kayu Sejak ratusan tahun yang lalu, industri furnitur ukir di Jepara telah menjadi pusat perekonomian di pesisir utara Jawa Tengah. Perkembangan kerajinan ukir tersebut banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh perempuan yang menjadi pemimpin di Jepara. Pada abad ke-16, di Jepara terdapat seorang tokoh wanita yang sangat terkenal yaitu Ratu Kalinyamat. Pada zaman pemerintahannya, Jepara berkembang menjadi kota pelabuhan penting. Kesibukan pembuatan galangan kapal di Jepara telah memperlihatkan pengerjaan keterampilan kayu penduduk Jepara. Pada waktu itu, ia juga telah membuka jaringan pasar lokal, regional dan internasional antara lain ke Maluku, Palembang, Malaka, India, Tionghoa, Arab dan Eropa (Gustami, 2000:159). Jaringan pasar lokal yang dimaksud adalah jaringan pemasaran antar daerah di sekitar kerajaan, sedangkan yang dimaksud jaringan pasar internasional, yaitu pemasaran produk industri ke luar kawasan kerajaan sampai di luar negeri. Pada tahun 2010, terdapat 11.981 unit usaha furnitur di Jepara yang terdiri atas 92% unit usaha kecil, 6% unit usaha menengah, dan 2% unit usaha skala besar, dengan jumlah pekerja lebih dari 100.000 orang (Irawati RH., dkk, 2013:4). Pada alur usaha, terdapat hubungan antara industri kecil dengan industri besar, yang menjadi industri utama dalam memasarkan produk-produk furnitur. Pada zaman pemerintahan Ratu Kalinyamat, jaringan pasar dilakukan dalam bentuk perdagangan darat dan laut. Jalur perdagangan laut kemudian berkembang demikian jauh sehingga dikenal jalur sutera emas di sepanjang pantai (Gustami, 2000:160).Jalur sutera tersebut kini berkembang dan membentuk jalur lain di darat, dari utara hingga selatan pesisir pulau Jawa Tengah. Agar dapat terlihat dengan seksama, maka harus dilakukan pemetaan terhadap titik persebaran industri utama yang menyokong industriindustri kecil di sekitarnya. Umumnya, saat ini industri-industri utama tersebut telah banyak bergabung dengan Asosiasi di Indonesia, baik itu AMKRI (Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia) dan juga ASMINDO (Asosiasi Mebel Indonesia). keberadaan titik industri utama yang telah tergabung di asosiasi dapat menunjukkan keaktifan, kelangsungan industri, dan ketersediaan dalam membuka akses kerjasama. Karena itu untuk melihat bentuk perkembangan jalur perdagangan furnitur di Jawa Tengah, penulis akan menyaring data dari letak-letak persebaran industri utama di Jawa Tengah.
2.2. Pemetaan Data Industri Furnitur Kayu A. Metode Aktual data yang dipublikasikan oleh Kementerian Perindustrian Indonesia secara keseluruhan baik itu menggunakan material kayu, rotan, plastik, dan lain sebagainya, di pulau Jawa Barat terdata sebanyak 392 industri, di Jawa Tengah terdata sebanyak 543 industri dan di Jawa Timur terdata sebanyak 502 industri furnitur. Data tersebut masih mencakup industri kecil dan industri besar, dan tidak ada aktual data mengenai apakah industri tersebut masih ada atau tidak. Untuk lebih memfokuskan pencarian industri furnitur kayu, maka penulis melakukan seleksi industri melalui data industri yang terdaftar
128
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
saat ini pada Asosiasi Furnitur di Indonesia yaitu AMKRI. Industri yang mendaftar menjadi anggota Asosiasi dapat diposisikan sebagai industri yang produktif dan masih bertahan hingga kini. Metode yang dilakukan adalah pengumpulan data nama, alamat dan dominasi jenis material yang digunakan (kayu / rotan / bambu). Kemudian, dilakukan pengolahan data bekerjasama dengan bidang Information Technology (Teknologi Informasi – IT) dengan melakukan tahap sebagai berikut: 1. Pengumpulan data anggota industri yang terdapat pada website AMKRI. 2. Penyaringan industri yang memiliki kelengkapan alamat, email dan website. 3. Memasukkan data alamat industri pada fitur Google map API, yaitu aplikasi library Javascript yang dapat membantu untuk membangun digital map yang terperinci dengan menghubungkan pengetahuan HTML, Javascript dan koneksi internet. 4. Satu persatu setiap alamat industri akan dicari titik koordinat latitude dan longitude, kemudian dimasukkan pada fitur Google map API.
B. Hasil Pemetaan Berdasarkan data dari AMKRI, dari total 276 industri yang terdaftar, peneliti menelusuri kembali bahwa 269 industri berada di pulau Jawa. Kemudian peneliti menyaring kembali berdasarkan kelengkapan profil data, alamat dan website. Dari 269 industri, hanya 136 industri yang memiliki data lengkap termasuk kontak, alamat, email dan website (khusus industri berbasis material alam). Dari 136 industri tersebut, 73 industri berfokus pada pengolahan material kayu, 44 industri berfokus pada pengolahan material rotan, 17 industri berfokus pada material kayu dan rotan, 2 industri berfokus pada material bambu. Terlihat bahwa sebanyak lebih dari 50% industri yang terdaftar, didominasi dengan penggunaan material kayu. Penulis kemudian menyusun persebarannya dalam peta sebagai berikut agar gambaran persebaran industri furnitur dapat terlihat dengan jelas (berdasarkan data anggota industri furnitur AMKRI).
Keterangan:
industri furnitur kayu industri furnitur rotan industri furnitur kayu & rotan industri furnitur bambu Gambar 2. Persebaran 136 industri furnitur di pulau Jawa (Sumber: Analisa oleh Penulis berdasarkan data anggota AMKRI)
Keberadaan industri-industri didukung dengan sumber daya alam yang letaknya berdekatan di Jawa Tengah (lihat gambar 4). Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan Jawa Tengah, pada tahun 2011, 47,85% kawasan hutan yang ada di provinsi Jawa Tengah merupakan hutan produksi tetap. Persebaran industri-industri furnitur di Jawa Tengah mulai dari kawasan utara Jepara hingga selatan yaitu Yogyakarta, membentuk jalur industri furnitur, berbeda dengan industri furnitur lain yang ada di Jawa Barat dan Jawa Timur.
129
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Persebaran industri furnitur kayu terpusat di Jawa Tengah dengan persebaran pada sekitar kota Jepara, Semarang, Klaten, Solo dan Yogyakarta.
Gambar 3. Persebaran Industri Furnitur Kayu di Jawa Tengah (Sumber : Analisa Data oleh Penulis)
Keterangan:
Jalur industri furnitur kayu di Jawa Tengah Titik kawasan hutan penghasil kayu Industri furnitur kayu Pelabuhan Semarang
Gambar 4. Networking antara jalur industri furnitur kayu, kawasan hutan penghasil kayu, dan pelabuhan Semarang (Sumber: Analisis Data oleh Penulis)
Beberapa kawasan hutan penghasil kayu utama di Jawa Tengah adalah Wonogiri sebagai penghasil kayu Jati dan Mahoni, Kebumen sebagai penghasil kayu Pinus dan Sonokeling, Blora dan Gundih sebagai penghasil kayu Jati, Banyumas, Pekalongan dan Kedu sebagai penghasil kayu Pinus dan Damar (Departemen Kehutanan Jawa Tengah 2011), kemudian Boyolali sebagai penghasil kayu Mindi. Kondisi yang mendukung dengan adanya pelabuhan Semarang sebagai pintu ekspor, memberi kesempatan industri furnitur untuk dapat bertahan di Jawa Tengah.
130
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
3. Kesimpulan 3.1. Networking sebagai Faktor Pendukung Hasil pemetaan memperlihatkan bahwa industri furnitur kayu di Jawa Tengah dapat berkembang terutama didukung dengan adanya hasil hutan yang tersebar mengelilingi jalur industri di tengah pulau Jawa Tengah. Saat ini, tidak hanya kayu Jati yang dimanfaatkan sebagai bahan baku furnitur, tapi juga kayu alternatif lainnya seperti Mindi, Mahoni, Trembesi dan sebagainya, yang ternyata dapat mendukung perkembangan industri furnitur ke daerah pesisir selatan Jawa Tengah. Hasil hutan kayu perlu terus dilestarikan dan dijaga agar dapat mendukung produksi industri furnitur, sebagai salah satu industri penting di Indonesia. 3.2. Pentingnya Divisi Desain untuk Pengembangan Produk Furnitur Untuk memenuhi kebutuhan produk yang lebih beragam, dibutuhkan aktivitas pengembangan desain di dalam industri, terutama untuk pasar dalam negeri. Berdasarkan wawancara penulis kepada divisi art director di salah satu industri furnitur kayu Wisanka, yaitu Iman Setiabudhi, pasar dalam negeri merupakan salah satu faktor penyelamat Wisanka ketika mengalami krisis pada tahun 2008. Krisis tersebut disebabkan oleh jatuhnya perekonomian Amerika dan Eropa, dimana negara-negara tersebut adalah tujuan utama ekspor dari sebagian besar industri furnitur di Indonesia. Karena itulah hingga saat ini, divisi desain menjadi faktor penting di industri Wisanka danmemiliki fokus utama pada pasar dalam negeri. Dari kasus tersebut, aspek desain di industri furnitur mulai menjadi kebutuhan utama. Daftar Pustaka [1] Gustami, S.P, 2000, Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara, Kajian Estetik Melalui Pendekatan Multidisplin, Edisi 05, Kanisius, Yogyakarta. [2] Furnicraft Today, 2015, Menyongsong Masa Emas Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia, Edisi Maret 2015,Kementerian Perindustrian , Republik Indonesia, 1617. [3] Irawati RH, Purnomo H dan Shantika B, 2013, Mengukir Fajar baru Perajin Mebel Jepara – Berbisnis, Berserikat dan Meraih Sertifikat Legalitas Kayu, CIFOR, Bogor. [4] Wawancara Kepada Art Director Industri Wisanka, Bpk. Imam Setiabudhi, Juni 2015. [5] Website Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia : www.amkri.org
131
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
PENGARUH PARIWISATA PADA KEBERAGAMAN SENI RUPA SEBAGAI MODAL KULTURAL BALI (STUDI PADA KOMUNITAS DAN PERHELATAN SENI RUPA DI WILAYAH DENPASAR, KLUNGKUNG DAN SINGARAJA BALI) Willy Himawan1, Setiawan Sabana2, A. Rikrik Kusmara3 Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung,
[email protected] 2 Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung,
[email protected] 3 Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung,
[email protected] 1
ABSTRAK Pulau Bali terkenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata terbesar di dunia. Pariwisata Bali erat kaitannya dengan budaya yang dimiliki orang Bali. Budaya Bali telah mengalami perkembangan dan perubahan sejak masa Pra-Sejarah, masa Bali Kuno (800-900M), Bali Tengah (1500-1800M) hingga Bali Modern (dimulai 1900M). (Ardika, Parimartha, Wirawan, 2013). Perkembangan seni modern Bali tidak lepas dari pertemuan budaya Bali dengan budaya barat dalam era kolonialisme pada tahun 1900an melalui perkembangan awal pariwisata. Pariwisata Bali kini telah berkembang menjadi hal yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat Bali yang juga mempengaruhi perkembangan praktek dan wacana seni rupa. Studi kualitatif ini akan melihat Bali sebagai kawasan-kawasan yang berbeda dalam spektrum perkembangan seni rupa yang dipengaruhi oleh konteks perkembangan pariwisata di tiap wilayah. Metode yang digunakan adalah aksi partipatoris di lapangan (participatory action field research) dengan pendekatan hermeneutik untuk memahami konteks, makna dan nilai estetik yang terbangun dalam kegiatan-kegiatan seni rupa di Klungkung dalam kegiatan komunitas Batu Belah dalam acara Global Change Art Climate 2015, di Denpasar sekitarnya dalam kegiatan komunitas Sprites Art 2015, dan di Buleleng dalam kegiatan komunitas Segra Lor pada Buleleng Festival 2013. Perbedaan konteks perkembangan pariwisata pada wilayah-wilayah tertentu di Bali telah mempengaruhi perkembangan dan perbedaan makna dan nilai estetik karya-karya seni rupa yang ada. Kata kunci: pariwisata bali, konteks seni, aksi partisipatoris, keragaman seni rupa 1. Pendahuluan Bali telah mengalami perubahan dalam sejarah yang panjang. Dalam buku “Sejarah Bali Pra-Sejarah Hingga Modern” (Ardika, Parimartha, Wirawan, 2013) diungkap bahwa Bali merupakan suatu tempat/wilayah dengan perkembangan berbagai bentuk peradaban dalam kurun waktu yang sangat panjang. Ardika, Parimartha dan Wirawan, melalui kajian terhdap artefak-artefak budaya serta sejarah, mengklasifikasikan perkembangan budaya bali dalam 4 (empat) masa besar, yaitu: Masa Pra-sejarah Bali, Masa Bali Kuno, Masa Bali Tengah, Masa Bali Modern. Pariwisata Bali, menurut Michel Picard dimulai sejak runtuhnya kekuasaan VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) yang diiringi dengan kokohnya kekuasaan Belanda terhadap Bali dan Nusantara bagian timur pada umumnya. Keruntuhan “kerajaan besar” VOC di wilayah Nusantara adalah akibat bobroknya organisasi serta adanya perlawanan yang sangat sengit dari bekas kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Kenyataan bahwa Bali adalah wilayah yang berdasar pada kehidupan masyarakat yang menganut agama Hindu yang notabene berbeda dengan mayoritas masyarakat Indonesia, kenyataan bahwa Belanda kemudian hanya memiliki kekuasaan yang kokoh di Bali, menyebabkan konservasi Bali adalah pertahanan yang kokoh bagi keberadaan Belanda di Indonesia. Selain itu pranata-pranata penunjang pariwisata yang telah dibangun Belanda sejak tahun 1914 telah menghidupi dan memberikan imaji yang baik bagi Belanda di mata internasional. (Picard, 2006: 30-32)
132
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Pada awal masa pemerintahan Soeharto, presiden kedua Republik Indonesia, melalui Repelita I ditunjuk juga sebuah perusahaan Perancis, SCETO (Societe Centrale pour l’Equipment Touristique Outre-Mer) yang dibiayai oleh United Nations Development Program (UNDP) dibawah Bank Dunia untuk membantu menganalisa pariwisata Indonesia yang dinilai dapat menjadi sarana untuk memulihkan kehormatan rezim yang citranya buruk akibat kekerasan yang menyertai kehadirannya. SCETO berkesimpulan bahwa aset terbesar negara Indonesia adalah citra Bali sebagai “sorga” – yang merupakan warisan kolonial – dan oleh karenanya mereka menganjurkan agar Bali dijadikan ‘etalase’ Indonesia dan supaya usaha perkembangan pariwisata internasional difokuskan di sana. Dengan biaya 143,5 juta dolar Amerika, infrastruktur kepariwisataan Bali mulai dibangun disertai dengan dibangunnya infrastruktur pendukung yang dimiliki oleh masyarakat Bali seperti infrastruktur yang terdapat dalam sistem-sistem sosial tradisi masyarakat semacam banjar, dan pembangunan komunitas-komunitas lokal. Hal ini menjadikan hampir semua bentuk produk tradisi diarahkan untuk menjadi komoditi atau paling tidak sesuai dengan kebutuhan pariwisata. (Picard, 2006: 63-66) Sejak ±3 dekade kebelakang, keberadaan pariwisata di Bali mengalami guncangan yang menyebabkan penurunan dan perubahan drastis dalam industri pariwisata, seperti yang digambarkan pada penurunan jumlah kunjungan selama setahun terakhir dalam data yang didapat Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.
(sumber: Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Bali No. 15/03/51/Th. VII, 1 Maret 2013) Faktor utama yang mempengaruhi penurunan industri pariwisata di Bali secara global dapat digolongkan pada dua faktor utama, yaitu pertama, kerusakan alam oleh karena perubahan iklim dunia serta eksploitasi alam oleh pertumbuhan pesat populasi masyarakat. hal kedua adalah penurunan minat investasi diakibatkan oleh penurunan kepercayaan investasi akibat rasa ketidak-amanan setelah terjadinya peristiwa kemanusiaan Bom Bali yang terjadi 2 kali, dan juga ketidak-mampuan pelaku industri pariwisata Bali untuk melakukan inovasi-inovasi untuk peningkatan industri pariwisata Bali. Pada dasarnya, industri pariwisata Bali bertumpu pada keunikan sosial-budaya tradisi masyarakat Bali yang bertumpu pada kehidupan Hindu-Bali. Nilai-nilai kesenian tradisional sebagai bagian dari infrastruktur industri pariwisata Bali telah digunakan sebagai daya tarik utama industri pariwisata Bali, namun pada kenyataannya hal ini tidak mampu meningkatkan animo pada pariwisata Bali, terlihat dalam penurunan kunjungan wisatawan secara umum terhdap museum-museum di Indonesia, termasuk di Bali.
(sumber: Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan, Depbudpar 2009)
133
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Di lain pihak, Bali memiliki sejarah, perkembangan dan infrastruktur yang berhubungan dengan keberadaan seni rupa modern. Tercatat sejak 1920an, budaya Bali telah mendapat pengaruh seni rupa modern dari pengaruh kolonialisme Belanda, yang melahirkan akulturasi estetika modern barat dan tradisi Bali, serta melahirkan infrastruktur-infrastruktur budaya modern, seperti studio seniman dan galeri seni. Hingga kini, keberadaan seni rupa modern seperti Lukis, patung dan seni rupa media baru telah berkembang pesat, dengan adanya puluhan museum seni, ratusan galeri seni dan juga 2 pendidikan tinggi seni yaitu Fakultas Seni Rupa dan Desain – Institut Seni Indonesia, Denpasar, dan Jurusan Seni Rupa IKIP Singaraja (sekarang Undiksha). Namun modal besar seni rupa modern Bali ini belum digunakan secara maksimal sebagai modal dan inovasi dalam industri pariwisata Bali. Dalam kegiatan besar tahunan Provinsi Bali, Pesta Kesenian Bali (PKB), seni rupa hanya mendapat porsi yang sangat kecil, hanya 1 ruang pamer, tiap tahunnya dibandingkan seni tradisi, seni pertunjukan dan kerajinan yang mendapat porsi yang gigantik. Hal yang sama pun terjadi dalam festival-festival budaya lainnya, seperti Bali Art Festival, Sanur Festival dan sebagainya. Dalam satu dekade terakhir, perkembangan seni rupa Bali diwarnai oleh kegiatankegiatan komunitas seni rupa yang berasal dari daerah-daerah yang berbeda di Bali. Komunitas-komunitas tersebut dibangun oleh berbagai pihak, seperti akademisi, seniman, penggiat seni dan pencinta seni, serta kadang kala kegiatan-kegiatannya mendapat dukungan (terutama dukungan dana) dari pihak swasta maupun pemerintah. Orang-orang yang terlibat dalam komunitas-komunitas seni rupa di Bali tersebut berkumpul terutama disebabkan oleh kesamaan daerah asal dan juga kedekatan dengan daerah-daerah tertentu. Di antara begitu banyak komunitas-komunitas seni rupa di Bali, terdapat beberapa komunitas seni rupa yang aktif dan cukup merepresentasikan konsep dan intensi yang dibangun komunitas melalui proses artistik dan keluasan sifat kegiatankegiatan yang telah dilakukan. Komunitas-komunitas tersebut diantaranya adalah; komunitas Batu Belah (yang kemudian menjadi Batu Belah Art Space) di daerah Lepang, Klungkung, dengan figurnya I Wayan Sujana “Suklu”; komunitas Segara Lor di daerah Singaraja, Buleleng, dengan figurnya I Wayan Sudiarta; dan komunitas Sprites Art (yang kemudian menjadi event 2 tahunan – biennale dengan nama yang sama), di daerah Denpasar sekitarnya dengan figurnya Yoka Sara. Kegiatan yang ditinjau pada studi ini adalah kegiatan “Global Change Art Climate” di tahun 2015 yang diprakarsai oleh komunitas Batu Belah Art Space; kegiatan Buleleng Festival 2013 dengan keterlibatan komunitas Segara Lor dalam artistik besarnya (keseluruhan); serta kegiatan Sprites Art 2015. Tujuan studi ini adalah untuk melihat kegiatan-kegiatan tersebut di atas serta kaitannya dengan suasana serta perkembangan pariwisata di daerah tempat kegiatan berlangsung. Oleh karena kegiatan-kegiatan tersebut di atas adalah kegiatan yang berlangsung belum lama (2013-2015) maka metode aksi partipatoris di lapangan (Bergold & Thomas, 2012) diperlukan untuk membangun pemahaman terhadap kegiatan yang telah berlangsung dalam kerangka pengalaman mengalami kegiatan yang berlangsung. Pemahaman terhadap suasana dan perkembangan pariwisata di daerah-daerah tempat kegiatan berlangsung memerlukan pendekatan hermeneutik dan kesejarahan untuk dapat memetakan keadaan. 2. Pembahasan Pengembangan wilayah pariwisata Bali berdasarkan Perda Provinsi Bali no. 2 tahun 2012 (www.baliprov.go.id) tentang kepariwisataan budaya Bali, pada dasarnya dibangun berlandaskan pada keberadaan komponen budaya Bali yang meliputi; a. kesenian; b. kepurbakalaan; c. kesejarahan; d. permuseuman; e. kesusastraan; f. tradisi; dan g. saujana. Pengembangan komponen-komponen ini dilakukan pemerintah daerah Bali untuk memperbaharui kebijakan pemerintah sebelumnya (Perda Provinsi Bali No. 3 tahun 1991) yang masih mengetengahkan keunggulan potensi alam, terutama pantai, sebagai modal utama kepariwisataan daerah Bali. Dalam studinya, Pertiwi (2012:2) mengungkapkan bahwa kebijakan yang mengetengahkan keunggulan potensi alam, terutama pantai, telah mengakibatkan
134
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
terjadinya ketimpangan perkembangan kawasan, terutama yang sangat menonjol adalah perkembangan wilayah Bali Selatan, meliputi Sanur, Kuta dan Nusa Dua, yang memiliki pantai dengan pasir putih telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan bahkan kini terlalu berlebihan dibandingkan dengan kawasan lain di wilayah Bali. Wilayah Bali Tengah masih dapat menyamai Bali Selatan, walau tidak sepesat perkembangan Bali Selatan. Di sisi lain wilayah Bali utara, menurut Pertiwi (2012:3) telah mengalami fase stagnan dan bahkan menuju fase decline.
Gambar 1. Daerah Pantai Kuta (sumber: http://img.antaranews.com/new/2013/01/ori/20130101wisatawan-Kuta-311212fik-2.jpg; diunduh 06-09-2015; pk. 23:18)
Gambar 2. Pantai Lovina Buleleng, Bali Utara (sumber, http://2.bp.blogspot.com/SvS62wRk4DE/UYKkc9m19mI/AAAAAAAABrs/zkyzGbx39uo/s1600/beach_lovina.jpg; diunduh 06-09-2015; pk: 23:20) Sebagai keunggulan baru, kegiatan kesenian dalam Perda No. 2 tahun 2012 memiliki posisi yang kuat dan mulai mendapat perhatian dalam pandangan kepariwisataan Bali. Sebagai bagian dari budaya Bali kini, perkembangan komunitas-komunitas seni rupa khususnya, dan komunitas-komunitas seni pada umumnya menjadi suatu bentuk representasi baru dari budaya Bali itu sendiri. Komunitas-komunitas seni rupa di Bali sejak satu decade terakhir sebagian besar diprakarsai oleh akademisi-akademisi yang berasal dari perguruan-perguruan tinggi seni, khususnya yang ada di Denpasar (Intitut Seni Indonesia - ISI Denpasar) dan juga yang berasal dari Yogyakarta (Institut Seni Indonesia - ISI Yogyakarta). Komunitas-komunitas seni yang dilihat dalam studi ini adalah; Batu Belah (yang kemudian menjadi Batu Belah Art Space) di daerah Lepang, Klungkung, dengan figurnya I Wayan Sujana “Suklu” yang merupakan sosok akademisi yang berasal dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia - STSI Denpasar (kini ISI Denpasar); komunitas Segara Lor di daerah Singaraja, Buleleng, dengan figurnya I Wayan Sudiarta, lulusan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan – STKIP Singaraja (kini Universitas Ganesha – Undiksha Sngaraja) ; dan komunitas Sprites Art (yang kemudian menjadi event 2 tahunan – biennale dengan nama yang sama), di daerah Denpasar sekitarnya dengan figurnya Yoka Sara, seorang arsitek terkenal Bali lulusan Universitas Udayana Bali. Studi ini meninjau kegiatan pertama, “Global Change Art Climate” di tahun 2015 yang diprakarsai oleh komunitas Batu Belah Art Space. Komunitas Batu Belah merupakan komunitas yang memulai kegiatannya sejak tahun 2007 dengan mengetengahkan konsep mengenai tanggung jawab sosial dari proses kreasi para seniman terhadap masyarakat sekitar. Kegiatan “Global Change Art Climate” ini merupakan kegiatan seni rupa yang juga melibatkan bentuk kesenian lain seperti instalasi seni, seni pertunjukan,
135
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
sastra dan musik. Kegiatan ini mendapat dukungan Direktorat Pengembangan Kesenian dan Perfilman – Kemendikbud Republik Indonesia dan juga wilayah daerah kecamatan Desa Takmung Klungkung. Kegiatan ini diselenggarakan di Batu Belah Art Space, Desa Takmung dan juga pantai Lepang Klungkung. Acara puncak kegiatan ini dilaksanakan pada 30 mei 2015 dengan juga menggelar workshop menggambar ekspresi di atas novel-novel bekas bersama anak-anak dalam rangka menumbuh-kembangkan kedekatan anak-anak terhadap artefak sastra atau kegiatan membaca. Sedangkan di Pantai Lepang, digelar bentuk-bentuk karya seni rupa instalasi yang lebih banyak mengkritik keberadaan pembangunan infrastruktur kepariwisataan seperti resort, hotel dan kondotel yang dinilai oleh seniman-seniman yang terlibat sebagai pengekploitasian terhadap alam. Salah satunya adalah bentuk seni rupa instalasi “Not For Sale” karya Nano u Hero.
Gambar 3. Penulis dan Wayan Sujana “Suklu” di depan karya instalasi di Pantai Lepang (sumber: dokumentasi penulis) Kegiatan ke dua, adalah kegiatan Buleleng Festival 2013 dengan keterlibatan komunitas Segara Lor dalam artistik besarnya (keseluruhan). Buleleng Festival merupakan kegiatan rutin tahunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng yang bertujuan untuk membangkitkan kembali budaya lokal dan budaya kreatif kontemporer daerah Buleleng dan menjadikannya sebagai kebanggaan baru daerah Buleleng. (http://www.bulelengfestival.com/berita/visi--misi.html, ditinjau 07-09-2015; pk. 0.04WIB). Keterlibatan komunitas Segara Lor yang diprakarsai oleh I Wayan Sudiarta, dimulai sejak perhelatan pertama Buleleng Festival tahun 2012 dengan mengadakan pameran seni rupa dalam perhelatan besar Buleleng Festival 2012. Pada tahun 2013, komunitas Segara Lor dipercayai oleh Pemkab Buleleng sebagai tim artistik keseluruhan acara. Komunitas Segara Lor adalah komunitas yang sebagian besar terdiri dari alumnus Jurusan seni rupa Undiksha Singaraja. Komunitas ini telah mengadakan berbagai pameran yang menunjukkan perkembangan artistik yang terjadi terutama di daerah Buleleng, yang memiliki karakteristik berbeda dengan wilayah Bali lainnya, dengan mengetengahkan perpaduan antara estetika tradisi dengan keadaan kontemporer wilayah Buleleng yang secara geo-sosial memiliki budaya yang cenderung beragam dibandingkan wilayah Bali lainnya. Hal ini dikarenakan oleh sejarah daerah Buleleng, seperti disebutkan oleh Lombard (1996), bahwa daerah Buleleng pada era sebelum kolonialisme dan juga pada era kolonialisme menjadi pintu masuk ke pulau Bali melalui pelabuhan-pelabuhannya seperti Pelabuhan Singaraja, Pelabuhan Sangsit dan daerah Tejakula. Pada perhelatan Buleleng Festival tahun 2013, komunitas Segara Lor mengetengahkan karya-karya seni rupa yang bersifat dekoratif sebagai bagian besar dari bentuk artistik perhelatan ini. Hal ini dikarenakan oleh keinginan akomodatif Pemkab Buleleng sendiri terhadap struktur Buleleng Festival sebagai tujuan pariwisata. Kegiatan ketiga, adalah kegiatan Sprites Art 2015 yang berlangsung bulan juni – awal September 2015 di wilayah Sanur Bali. Kegiatan ini didukung oleh Yayasan Nithyakala, Yayasan Pembangunan Sanur dan Sanur Village Festival. Kegiatan Sprites Art sendiri merupakan kegiatan dua tahunan yang dimulai sejak tahun 2013, yang mengambil tema besar “Earth” atau “Tanah”, dan untuk perhelatan Sprites Art 2015, tema besar yang diambil adalah “Water” atau “Air”. Kedua tema besar yang telah berlangsung ini merupakan bagian dari lima unsur utama kosmologi Bali, yaitu terdiri dari
136
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
“Tanah”, “Air”, “Angin”, “Cahaya” dan “Udara”. Dalam laman internet resmi kegiatan Sprites Art, www.spritesbali.com, dikatakan bahwa kegiatan Sprites Art akan dijadualkan berlangsung hingga 2021 untuk melengkapi kelima unsur kosmologis Bali tersebut.
Gambar 4. (kiri) I Wayan Sudiarta mengawasi pembuatan karya seni dekoratif untuk Buleleng Festival 2013, (kanan) Penulis bersama I Wayan Sudiarta mengikuti rapat Buleleng Festival 2013 di kantor Bupati Buleleng. (sumber: dokumentasi penulis) Kegiatan Sprites Art 2015, merupakan kegiatan yang melibatkan berbagai bentuk kesenian dan juga puluhan seniman. Kegiatan ini juga merupakan kegiatan yang terintegrasi dengan kegiatan besar lain yang telah menjadi daya tarik pariwisata, yaitu Sanur Festival, selain oleh karena Sanur telah menjadi daerah tujuan pariwisata Bali sejak awal masa kemerdekaan Republik Indonesia. Seperti pada satu momen penyelenggaraan Sprites Art 2015, yang bertepatan dengan bulan purnama diselenggarakan di Pantai Griya Santrian Sanur, penataan wilayah penyelenggaraan dipenuhi oleh berbagai macam jenis kegiatan seni rupa, seperti melukis di atas tubuh (body painting), pertunjukan kontemporer dalam tari-tari kontemporer, pertunjukan digital pada video mapping, serta seni rupa instalasi dengan melibatkan alat berat (crane). Selain itu, penampilan pemusik-pemusik genre jazz juga menjadi suatu ekspresi yang kolaboratif antar seniman. Dipilihnya momen bersamaan dengan puncak bulan purnama oleh karena malam puncak bulan purnama bagi masyarakat Hindu Bali adalah hari/malam yang penting dalam ritual menyembah Tuhan dan mensyukuri perubahan bulan. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi ritual baru namun tetap berdasar pada ritual yang sudah ada.
Gambar. 5. Searah jarum jam (dimulai kiri atas) karya instalasi Wayan Upadana, karya instalasi-arsitektur dengan melibatkan crane dan video mapping, baliho kegiatan. (sumber: dokumentasi penulis) Dalam melakukan aksi partisipatoris di lapangan, studi ini melihat keberadaan kegiatan dengan berbagai bentuk karya-karya seni, konsep dan kaitan jejaring yang berada di dalam masing-masing kegiatan. Di saat yang sama, sebagaimana sikap pendekatan aksi partisipatoris di lapangan, juga melihat dan mengambil jarak terhadap hubungan antara
137
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
keberadaan pariwisata di daerah tempat pelaksanaan kegiatan dengan kegiatan-kegiatan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam gambar berikut,
Gambar 6. Peta pulau Bali dan titik-titik pelaksanaan kegiatan (sumber peta: google map) Dalam gambar (gambar. 6) dapat dilihat 3 titik berwarna merah, kuning dan hijau. Warna merah menunjukkan tempat pelaksanaan kegiatan Sprites Art 2015, di wilayah Sanur dengan perkembangan pariwisata yang pesat dan sudah terbentuk. Warna merah dipilih dengan pertimbangan psikologi umum terhadap warna (Psychology of Color, 2012) yang membangun emosi yang kuat, meningkatkan hasrat dan menunjukkan cinta, terutama berkaitan dengan keberadaan pariwisata daerah Bali Selatan yang telah kuat keberadaannya. Warna kuning juga dipilih berdasarkan pertimabngan psikologi umum terhadap warna yang menunjukkan suatu keriahan, namun bersifat melelahkan mata. Warna kuning merupakan tempat pelaksanaan “Global Change Art Climate” di tahun 2015, dimana warna kuning sesuai dengan perkembangan pariwisata daerah Bali Tengah yang selalu ingin menyeimbangkan diri terhadap perkembangan pariwisata daerah Bali Selatan, namun seringkali tidak mampu dan mengalami kelelahan oleh karena stabilitas dan kekuatan infrastruktur pariwisata di daerah Bali Selatan. Hal yang sama juga digunakan dalam pemilihan warna hijau yang merupakan gabungan dari warna biru dan kuning. Biru memiliki sifat yang lebih tenang dengan kecenderungan rasa sepi. Seperti halnya perkembangan pariwisata di daerah Bali bagian Utara sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan Buleleng Festival 2013. Daerah Bali Utara tidak lah sepi dan setenang representasi warna biru, oleh karena itu warna hijau dipilih untuk merepresentasikan keadaan pariwisata di daerah tersebut. 3. Kesimpulan Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa Bali adalah pulau yang dihidupi oleh budaya homogen Hindu Bali, namun perkembangan yang berbeda-beda pada aspek kepariwisataan telah berpengaruh pada perkembangan yang berbeda-beda juga pada kegiatan seni rupa. Hal ini kemudian memperlihatkan perbedaan pandangan, nilai dan konsep pada ekspresi seni rupa yang dihasilkan. Daerah yang memiliki perkembangan pariwisata yang sudah kuat dan stabil memungkinkan terjadinya peristiwa/perhelatan seni yang massif dengan jejaring yang sangat memadai. Ekspresi seni yang dihasilkan pun beragam yang lebih kontemporer dengan kenyamanan masing-masing seperti tampak pada perhelatan Sprites Art 2015. Daerah pariwisata yang sedang berkembang dan berdekatan dengan daerah pariwisata yang sudah stabil menghasilkan ekspresi seni yang lebih memiliki nilai kritik terhadap pariwisata, terutama terhadap pembangunan infrastruktur dan efek-efek sosial dari pariwisata itu sendiri, seperti tampak pada perhelatan Global Change Art Climate 2015. Sedangkan daerah pariwisata yang cenderung belum berkembang dan ingin berkembang, menghasilkan ekspresi seni yang cenderung lebih dekat dengan keberadaan budaya asal (tradisi) dalam bentuk-bentuk dekoratif yang memang dapat ditemukan pada budaya tradisi seperti dalam perhelatan Buleleng Festival 2013. Diversifikasi ekspresi seni rupa ini adalah merupakan modal kultural tersendiri yang dapat dimafaatkan oleh Bali di kemudian hari.
138
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Studi ini tentu saja memiliki banyak kelemahan yang dapat diperbaiki dalam studi-studi lanjutan seperti studi mendalam pada pariwisata wilayah Bali dan pendalaman pada masing-masing seniman secara individual. Daftar Pustaka [1] Covarrubias, M. (1937): Island of Bali, Knopf, New York, cetak ulang (1972), Oxford University Press, Kuala Lumpur. [2] Ed. Hasan, A. (2001): Dua Seni Rupa (Serpihan Tulisan Sanento Yuliman), Penerbit Kalam, Jakarta. [3] Lombard, D. (1996): Nusa Jawa: Silang Budaya, Kajian Sejarah Terpadu, bagian I: Batas-batas Pembaratan, PT. Gramedia Pustaka Utama. [4] Lull, J. (2001): Culture in The Communication Age, Routledge, USA. [5] Pertiwi, Putu Ratih, 2012, “Pola Perencanaan & Pengembangan Kawasan Lovina, Wilayah Bali Utara, Perencanaan Pariwisata Program Paska Sarjana Kajian Pariwisata (DDIP) Universitas Udayana. [6] Picard, M. (2006): Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata, KPG, Jakarta. [7] Sabana, S. (2002): Spiritualitas Dalam Seni Rupa Kontemporer di Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina sebagai Wilayah Kajian, Disertasi Program Doktor, Insitut Teknologi Bandung. [8] Sumardjo, J. (2006): Estetika Paradoks, Sunan Ambu Press, Bandung. [9] Supangkat, J. (1979): Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia, PT Gramedia, Jakarta. [10] Laman Internet: [11] http://www.baliprov.go.id/files/subdomain/disparda/file/PERDA%20NO%202%20TA HUN%202012%20TTG%20KEPARIWISATAAN%20BUDAYA%20BALI.doc [12] Bergold, Jarg & Thomas, Stefan, 2012, Participatory Research Methods: A Methodological Approach in Motion, Forum Qualitative Social Research, Volume 13, No. 1, Art. 30 – January 2012, http://www.qualitativeresearch.net/index.php/fqs/article/view/1801/3334.%20Accessed%20December%20 2013 [13] Psychology of Color, 2012, http://paintersoflouisville.com/the-psychology-of-color/ dilihat 07-09-2015, pk. 12.24 WIB.
139
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
TRADISI MEMBATIK SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN DESA WISATA BATIK GIRILAYU Agus Nur Setyawan1, Desy Nurcahyanti2, dan Yayan Suherlan3 1Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A, Kentingan Surakarta 57126 telp. (0271) 64994.
[email protected] 2Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A, Kentingan Surakarta 57126 telp. (0271) 64994.
[email protected] 3Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A, Kentingan Surakarta 57126 telp. (0271) 64994.
[email protected] ABSTRAK Dengan kehidupan tradisinya yang telah berlangsung puluhan tahun, desa Girilayu dikenal sebagai pusat produksi batik tulis halus, yakni suatu tradisi batik bergaya Surakarta. Pada kenyataannya, keterampilan yang membatik dimiliki oleh sebagian besar perempuan di desa Girilayu tersebut belum mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup mereka. Mereka sekedar menerima upah sebagai seorang perajin penghasil batik tulis halus. Sebagai sebuah desa dengan tradisi panjang batik tulisnya, desa Girilayu dikenal memendam potensi nilai kearifan budaya yang layak untuk dikembangkan sebagai sebuah desa wisata dengan kehidupan tradisinya yang masih asli, dengan balutan keramah-tamahan penduduknya, sertaatmosfir tata kehidupannya yang unik. Melalui penelitian berkelanjutan, artikel ini menyajikan hasil penelitian tahun pertama dengan judul TRADISI BATIK GIRILAYU, KECAMATAN MATESIH, KABUPATEN KARANGANYAR SEBAGAI MODEL PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS BUDAYA. Kata kunci: batik tradisi, desawisata, Girilayu. 1. Pendahuluan Keterampilan tinggi dalam mengolah batik tradisi, kekayaan potensi alamiah, serta pranata kehidupan masyarakat desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, JawaTengah yang sarat dengan nilai kegotong-royongan. Pada kenyataannya belum memberikan nilai tambah berarti bagi taraf kehidupan warga. Sebagai desa yang kaya sumber daya dan balutan nilai-nilai luhur kearifan budaya, Girilayu memendam potensi untuk dikembangkan sebagai sebuah tujuan wisata berbasis budaya, dalam bentuk desa wisata (Beirman, 2003). Hal tersebut terkait suatu tata kelola industri kepariwisataan yang mengandalkan tata kehidupan masyarakat yang asli, yang menyentuh sekaligus melibatkan masyarakat dengan segala karakteristik alamiahnya. Sebuah penelitian mendalam diperlukan untuk mendapatkan pemahaman komprehensif terhadap kekayaan potensi sumber daya desa Girilayu. Secara umum penelitian bertujuan untuk merumuskan Model Pengembangan Desa Wisata Batik Girilayu Berbasis Budaya Lokal Sebagai Konsep Strategis Pengembangan Ragam Tujuan Wisata (Destination Branding) ‘Kantong Budaya’. Untuk mencapai tujuan ini, kegiatan penelitian dilaksanakan selama tiga tahun dengan tahapanmeliputi;tahun pertama merumuskan model pengembangan desa wisata dengan potensi sentra batik tulis sebagai unggulannya, tahun ke dua merupakan tahap implementasi, dan tahun ketiga tahap evaluasi. Pendekatan kualitatif digunakan sebagai metode. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi ke lapangan, wawancara secara mendalam, serta focus group discussion dan dokumentasi (Sutopo, 2006). Pendekatan analisis SWOT dipandang sebagai teknik
140
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
analisis paling tepat untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman objek penelitaian, sebagai dasar penyusunan model atau konsep (Sachari, 2005). Tulisan ini sebagai publikasi luaran penelitian, yang menyajikan hasil penelitian tahun pertama terkait dengan program pengembangan potensi daerah dalam menciptakan ekonomi kreatif masyarakat dari sektor industri kreatif dan pariwisata (Kartajaya, 2005). Revenue generating yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebuah destinasi wisata berbasis local genius masyarakat Girilayu (Morgan, 2004).
2. Panorama,Potensidan Prospek PengembanganDesaWisata Nama Girilayu tak bisa dipisahkan kaitannya dengan keberadaan makam leluhur Trah Mangkunagara, yang dibangung di atas sebuah bukit tepat di barat daya desa Girilayu. Sesuai dengan namanya, sebutan Girilayu merepresentasikan keberadaan sebuah ‘gunung’ (giri=bukit) tempat bersemayamnya para leluhur trah Mangkunegara, Surakarta yang sudah ‘surut’, ‘layu’ atau meninggal dunia. Seiring dengan berjalannya waktu, wilayah di bawah bukit persemayaman tersebut kemudian berkembang layaknya sebuah desa pemukiman, di bawah kerindangan pepohonan khas kaki gunung Lawu. Wilayahnya yang berada pada ketinggian sekitar 750 meter di atas permukaan laut, dengan konturnya yang berbukit-bukit, menyajikan kesejukan alamiah. Sistem irigasi yang cukup memadai dan keadaan alam yang subur, sehingga kehidupan bertani menjadi andalan hidup sebagian besar penduduknya, terutama bagi penduduk lelaki. Sedangkan, bagi penduduk perempuan, di samping membantu suami ke sawah atau ladang, rata-rata memiliki kegiatan sampingan sebagai perajin batik tulis. Bahkan, produk batik tulis dari desa Girilayu menjadi pemasok utama batik klasik Surakarta, yang dikenal berkembang dari dalam karaton atau kerajaan Surakarta Hadiningrat, sejak abad 14. Secara historis, kegiatan membatik di desa Girilayu tak bisa dipisahkan kaitannya dengan keberadaan makam beberapa Pangeran leluhur Trah Mangkunagara di bukit Mangadeg, Kecamatan Matesih. Sebagai situs makam keturunan bangsawan, sudah barang tentu perawatan dan pengelolaannya ditangani langsung oleh Pura (kadipaten atau kerajaan), dalam hal ini para abdi dalem yang bertindak sebagai pelaksananya. Senyampang para abdi dalem mengurusi makam, maka para istri abdi dalem mengisi kesibukannya di rumah dengan pekerjaan membatik. Kebiasaan membatik para istri abdi dalem inilah yang kemudian diwarisi oleh para perempuan desa Girilayu, dan terus berjalan hingga kini secara turun-temurun. Begitu kuatnya tradisi membatik di kalangan warga perempuan Girilayu, sampai-sampai berkembang pameo, “kalau ada perempuan dari luar desa Girilayu yang dipersunting jejaka setempat, maka ia akan segera pandai membatik”, sebaliknya “bila ada perempuan desa Girilayu yang dipersunting oleh jejaka dari luar desa, maka ia akan mengikuti suami dengan membawa perlengkapan membatiknya”. Kebiasaan membatik para perajin desa Girilayu, dapat dikatakan sebagai sebuah kebiasaan sehari-hari yang tak dapat ditinggalkan. Meski bagi sebagian perempuan warga desa kegiatan membatik ini termasuk pekerjaan sampingan (dengan pekerjaan utama sebagai petani), tak dapat dipungkiri bahwa aktifitas yang nyaris mewarnai setiap teras rumah warga desa ini menjadi atmosfir khas Girilayu. Itulah sebabnya, mengapa anak-anak desa Girilayu pada umumnya, terutama kaum perempuanya tidak membutuhkan waktu lama untuk mempelajari cara membatik, sebagaimana biasa dilakukan oleh kakak, atau ibu dan nenek mereka sehari-hari. Pada perkembangannya, seiring dengan keberadaan makam keluarga mantan presiden RI ke II, Soeharto, yang banyak mendapatkan kunjungan wisatawan ziarah ke Giri Bangun, dan ditambah dengan semakin terbukanya arus informasi, keberadaan desa Girilayu semakin dikenal luas, dan menjadi ramai dengan kedatangan para peziarah
141
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
yang menyempatkan diri singgah ke sentra perajin batik tulis klasik ini. Meski para perajin sudah sering mendapatkan kunjungan para pemijnat batik sejak lama, namun keberadaan makam Giri Bangun memberikan dampak positif yang signifikan. Kondisi di atas mau tak mau menumbuhkan harapan baru para perajin, karena melalui para pengunjung itulah mereka bisa mendapatkan uang tunai, tanpa harus menunggu kedatangan para pengusaha yang akan mengambil pesanannya secara berkala saja. Koperasi Sido Mukti sebenarnya adalah lembaga ke tiga yang berdiri di desa Girilayu, setelah sebelumnya, pada tahun 2010 terbentuk koperasi Mekar Sari di dusun Seberan, selain dibentuknya Desa Vokasi Wetan Kali pada 2013. Melalui lembaga-lembaga inilah para perajin mencoba menata kehidupan membatiknya, demi sebuah harapan mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Terkait program pengembangan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karanganyar (BAPPEDA) berwenang mengurus dan mengembangkan sumber daya alam bersama dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) seperti pelaku usaha, komunitas, pihak swasta serta perguruan tinggi. Cakupan pengembangannya meliputi: a. regulasi; b. identifikasi potensi; c. membentuk kelembagaan; d. memperkuat kelembagaan; e. pengelolaan produksi sumber daya alam; f. serta akses pasar. Sesuai dengan visi dan misi Kabupaten Karanganyar, tahun 2014-2018 menargetkan pengembangan 10.000 (sepuluh ribu) wira usaha mandiri, tanpa melupakan yang telah ada lebih dahulu. Dalam bidang kepariwisataan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar disamping telah mendirikan UMKM Batik di Girilayu, juga menargetkan terbentuknya kawasan edu park, kampung wisata dan kampung purba. Melalui sinergitas beberapa satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) diharapkan rancangan program akan berjalan sesuai yang diharapkan (Yoeti, 2008).Seperti permasalahan yang terkait dengan urusan pasar, maka sekarang dikelola oleh Badan Koordinasi antar Wilayah (BAKORWIL), sementara untuk urusan sumber daya manusia (SDM), juga masalah bahan baku menjadi kewenangan dinas perindustrian, perdagangan dan koperasi (Disperindagkop). Dukungan anggaran disiapkan melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), apabila tidak mencukup pemerintah mengupayakan melalui dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang diusulkan secara temporer (Suharto, 2005). Desa Girilayu dengan kekayaan tradisi membatiknya yang telah berlangsung secara turun-temurun, merupakan aset atau potensi unggulan desa yang didukung oleh sumber daya manusia yang tidak sedikit, dengan kompetensi yang tinggi. Tradisi yang dibangun semenjak masuknya wilayah Matesih (disamping wilayah-wilayah Wonogiri, Pacitan, Blora dan Pati) dalam penguasaan Pura Mangkunagara selepas berlangsungnya perjanjian Giyanti pada tahun 1757, terus bertahan hingga kini dan melahirkan keahlian membatik berkualitas tinggi, didukung oleh iklim setempat yang mempengaruhi proses pembatikan secara positif. Berkembangnya tradisi membatik di kalangan penduduk desa Girilayu, terutama kaum perempuannya itu berawal bersamaan dibangunnya makam keluarga Pura Mangkengara di wilayah perbukitan Mangadeg, Matesih. Tempat yang kemudian dikenal sebagai Astana Mangadeg, dimana leluhur Trah Mangkunegaran seperti Pangeran Mangkunegara I, Pangeran Mangkunagara II dan Pangeran Mangkunagara III disemayamkan. Keberadaan Astana yang banyak dikunjungi oleh peziarah ini kemudian memberlakukan tata tertib, bagi siapa pun yang berziarah ke Astana untuk mengenakan kain batik, yang selanjutnya memicu berkambangnya pewarisan tradisi di kalangan penduduk desa Girilayu.
142
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Ditunjang latar belakang hitoris yang kuat, keterampilan para perajin yang handal, serta kondisi alamiah suasana desa yang asri dan beriklim sejuk, dengan kehidupan sosial budaya yang penuh kegotong-royongan, kekayaan nilai dan tradisi budaya membatik masyarakat desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sebuah desa wisata batik, berbasis budaya lokal (Pramono, 2012).Kehidupan dan kebiasaan membatik yang dilakukan di teras rumah, nyaris dapat ditemui di setiap rumah tangga penduduk desa Girilayu. belum lagi aktifitas proses lanjut yang biasanya dikerjakan di bagian belakang rumah, terutama yang sudah melakukan proses produksi secara lengkap hingga finishing: mewarnai (pencelupan dan pencoletan); pelorodan (melepaskan lilin denganmerebus); merupakan atraksi menarik yang bisa diandalkan sebagai objek wisata berkarakter (destination branding) desa wisata Girilayu. Sebagai pelengkap, keberadaan beberapa pengusaha keripik ubi, kehidupan tradisi merti dusun dan rasulan, menjadikan desa Girilayu sebagai aset berharga yang sangat potensial guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya.
3. Kesimpulan Selama ini, keberadaan pembatik Girilayu lebih dikenal sebagai penjual jasa membatik saja, bukan sebagai pengusaha batik.Upaya dan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan perajin, meski telah dibantu dengan keberadaan koperasi, belum mampu secara signifikan mengangkat taraf kehidupan ekonomi warga. Meski keahlian dan kompetensi perajin dalam membatik cukup tinggi, terbukti nilai jual produk batik tulis halus dengan tingkat kerumitan tinggi bisa mencapai ratusan bahkan jutaan rupiah, upah yang diterima para perajin masih berada pada kisaran upah minimum regional (UMR). Bahkan bila dihitung secara rata-rata, dengan upah lima ratus ribu rupiah untuk sebuah kain batik yang diselesaikan dalam waktu satu bulan, jatuhnya tak labih dari lima belas ribu rupiah per bulan. Pada satu sisi, keberanian sebagian perajin untuk memproduksi sendiri kain batik dengan menciptakan motif sendiri, masih sangat terbatas kemampuan mendesainnya. Baik dalam aspek rancangan motif maupun pewarnaan, dapat dikatakan belum didukung kreatifitas yang memadai. Tambahan lagi, kain batik yang telah dihasilkan belum dikelola secara khusus dengan menyajikanya dalam suatu ruang pamer (show room) meski itu bisa dilakukan di ruang tamu rumah misalnya. Dari aspek proses pengolahan bahan, batik Girilayu selama ini mengandalkan sistem pewarnaan sintetis, terutama dengan bahan Indigosol. Kemudian sehabis proses pewarnaan berlangsung, biasanya limbah dibuang begitu saja di halaman belakang, di sekitar kebun. Masyarakat perajin belum mengenal proses pengolahan limbah pasca produksi. Pada sisi lain, munculnya koperasi yang sejenis dalam kurun waktu yang relatif berdekatan, mengindikasikan adanya persoalan dalam aspek perniagaan yang selama ini berlangsung, yang mempengaruhi keberadaan dan nasib serta eksistensi perajin batik desa Girilayu. Berdasarkan deskripsi pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa kondisi perekonomian warga, terutama keluarga perajin, belum mendapatkan nilai tambah dari kemampuan dan kompetensi yang dimilikinya secara turun-temurun itu. Keberadaannya selama ini masih berkutat sebatas perajin yang menerima upah, tidak lebih. Keterlibatan para remaja, termasuk para pemudanya untuk ikut mengelola dan mengolah proses batik di Girilayu, masih sangat memerlukan pembimbingan dan pelatihan guna meningkatkan baik dari segi wawasan desain; penguasaan proses produksi; manajemen pemasaran; serta pengetahuan pengelolaan limbah produksi.
143
Digital Information & System Conference 2015 Universitas Kristen Maranatha
ISBN:978-979-1194-11-2
Keterlibatan pemerintah Kabupaten Karanganyar yang memiliki sumber daya manusia, sumber dana serta kelembagaan, cenderung masih menunggu inisiatif pihak lain. Usaha menduniakan kepariwisataan Karanganyar melalui pencanangan Desa Wisata Batik Girilayu pada tahun 2011, tidak berlanjut seiring habisnya masa jabatan Bupati. Sampai saat ini, upaya warga untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah masih terkendala oleh keterbatasan pengetahuan dalam penyusunan dan penyampaian proposal, sehingga tidak mendapatkan tanggapan yang semestinya karena salah alamat. Diperlukan usaha-usaha sinergis dari berbagai pihak (stake holder), untuk bisa mengangkat harkat hidup perajin Batik Girilayu ke taraf yang lebih baik.
Daftar Pustaka [1] Beirman, D., 2003, Restoring TourismDestinations in Crisis:A Strategic Marketing Approach, Allen & Unwin,Australia [2] Kartajaya, H., 2005, Attracting Tourists, Traders, Investor:Strategi Memasarkan Daerah, Penerbit Gramedia, Jakarta [3] Morgan, N., 2004, Destination Branding: Creating The Unique Destination Proposition, Edisi Kedua, Elsevier Butterworth-Heinemann, London [4] Pramono, P. R., 2012, Brand atau Merek Kunci Sukses Usaha, Elex Media Computindo, Jakarta [5] Sachari, A., 2005, Pengantar Metodologi Penelitian: Budaya Rupa, Erlangga, Jakarta [6] Suharto, E., 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, PT. Refika Aditama, Bandung [7] Sutopo, H.B., 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, UNS Press, Surakarta [8] Yoeti, O. A., 2008, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, PT.Pradnya Paramitha, Bandung
144