PENGEMBANGAN WAHANA PENCITRAAN BAWAH AIR GUNA IDENTIFIKASI DAN KUANTIFIKASI TERUMBU KARANG DENGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN
JUSRON ALI RAHAJAAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis Pengembangan Wahana Pencitraan Bawah Air Guna Identifikasi Dan Kuantifikasi Terumbu Karang Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini
Bogor, Maret 2011
Jusron Ali Rahajaan NRP.C552080061
Abstract Initially finger printing methods was used by police for criminal case investigation; then expanded to other practical application. Artificial Neural Network is one of the technique to process data to identify and recognize a particular pattern similar to the way human brain functions. In this thesis, I investigate and identify various coral features using artificial neural network (ANN) back-propagation method. The underwater vehicle was constructed to collect coral imagery, using; stainless steel body with two floats on the left and right and equipped with camera, GPS-map sounder, and light sources. The 3000 images were collected and pre-processed, to extract descriptor or key parameters of the features, during field measurements. The ANN back-propagation applied to identify the life form as sub-massive coral has an accuracy of 92.86%. Therefore, the application of this technique for features identification of the coral life form is recommended.. Key words: Underwater Observation Platform, Underwater Image, finger print, Coral reef, Artificial Neural Network
RINGKASAN
JUSRON ALI RAHAJAAN. Pengembangan Wahana Pencitraan Bawah Air Guna Identifikasi Dan Kuantifikasi Terumbu Karang Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan TOTOK HESTIRIANOTO.
Metode Sidik Jari awalnya dibangun dan digunakan polisi pada penyelidikan bekas perkara pidana, yang saat ini telah berkembang dan digunakan dalam pekerjaan praktis lain. Jaringan Syaraf Tiruan (JST) mulai dikenal pada tahun 1940-an, yang didasari kemampuan otak manusia memroses informasi, mengenali bentuk wajah, tulisan, bunyi dan sebagainya dengan pola dan sudut pandang yang belum pernah dialami sebelumnya sebagaimana dialami bayi dan anak-anak. Dewasa ini telah berkembang pula penelitian pengenalan pola sidik jari berbasis JST. Untuk transformasi dan pengenalan dilakukan dengan pendekatan nyata berdasarkan geometris dan biometrik yang diekstrasi menyadi deskriptor dalam mengidentifikasi suatu obyek target. Karakteristik terumbu karang dapat diketahui secara spesifik untuk tiap jenisnya, sehingga dapat dilakukan identifikasi berdasarkan perbedaan tersebut. Pengembangan metode dasar identifikasi menggunakan karakteristik alami terumbu karang yang dikenali sebagai biometrik, mencakup karakteristik fisiologis dan behaviour. Thesis ini merupakan hasil analisis terhadap obyek dasar perairan khususnya terumbu karang, dengan menetapkan analisis JST sebagai bagian metode sidik jari bagi pengenalan pola karang berdasarkan deskriptor dari data yang didapat dari unjuk kerja WPBA yang di bangun dan diuji lapang untuk mendapatkan informasi jenis dan kuantifikasi obyek target secara akurat. Perancangan dan pembangunan serta pengujian wahana di lakukan Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan IPB sejak Februari hingga Maret, kemudian tahap kedua pengambilan data lapang di Perairan Pantai Tanjung Kolser, Pulau Nuhuroa di Kepulauan Kei, Maluku, April hingga Juni 2010. WPBA dibuat dengan rangka utama pelat stainless steel jenis 316 tahan terhadap pengkaratan dengan dimensi tebalnya 2 milimeter, lebar dan panjang masing-masing 60 centimeter. Pelat dilubangi sebanyak empat jendela berukuran 10 x 10 centimeter; dua jendela didepan (kiri dan kanan) sebagai jendela untuk penempatan dua unit lampu 50 Watt sebagai sumber cahaya. Satu jendela ditengah untuk penempatan Kamera Sony CCTV + Cashing Kedap Air, serta satu jendela dibelakang sejajar jendela tengah, untuk penempatan transducer dan GPSmap Sounder C170 portable. Vitek Color LCD Car Television 10", DVR 60800, Stik Kontrol + Memori SD External 2 GB, Unit Power System 3000 Watt, Accu 24 VA), dengan peralatan pendukung Obyek Hexagon putih, Secchi Disk, Alat Selam, Sony Underwater Camera, Computer, Motor Tempel. Untuk preprocessing dan analisis menggunakan Perangkat Photoshop versi 7.0, Imagej, Arc View GIS 3.3, Surfer 08, Matlab 7.0, Minitab 16. Corel Draw X4. Citra karang diperoleh dengan melakukan pemotretan jenis life form karang dari arah vertical (atas) dengan titik dan jarak ditentukan, dimana pengambilan
data dilakukan berulang-ulang sebanyak mungkin agar memenuhi target data minimal 3000 citra, dengan asumsi bahwa setiap perubahan situasi mempengaruhi citra, sehingga akan didapatkan citra yang berbeda dalam jumlah diinginkan, sebanyak 3000 citra. Setelah pre-processing citra, ekstraksi data deskriptor dilakukan dan dikelompokan dalam dua proses, hal ini didasarkan atas bagaimana proses fisis dari deskriptor itu bisa muncul dan berada pada sebuah obyek yang nantinya menjadi data input (X1 sampai X14) pada pelatihan JST yang digunakan nanti. Bila berdasarkan fisik, deskriptor geometrik adalah sebagai berikut; X1 = Area (A), X2 = Perimeter (P), X3 = Lebar (W), X4 = Panjang (L), X5 = Elongation (Elo n g= L/W), X6 = Circu larity (Circ = P/4 ΠA), X7 = Rectangu lar (Rect = P*L/A). Data descriptor X1, X2, X3 dan X4 dapat di ekstrak langsung namun X5, X6 dan X7 harus dihitung terlebih dahulu karena merupakan deskriptor turunan dari keempat deskriptor lainya. Berdasarkan intensitas energy dan spectrum warna yang dihasilkan, diantaranya; X8= Indeks warna merah (I red = R/(R+G+B)), X9 = Indeks warna hijau (I green = G/(R+G+B)), X10 = Indeks warna biru (I blue = B/(R+G+B)), X11 = Indeks warna kuning (I yelow = Y/(C+M+Y)), X12 = Intensitas (I = (R+G+B)/3), X13 = Hue (Cos Hu = (2R-GB)/(2√2(R+G)+(R+B)+(R+G)), X14 = Saturation (S = I – 3/(R+G+B)-(RGB). Tingkat kecerahan yang diukur dengan sechi disk adalah 100% berada pada 11 meter laut, namun kamera yang digunakan hanya mampu mengenali obyek di titik ke -35, sebagaimana di darat yakni 10,5 meter ukuran obyek berubah secara teratur tanpa efek dari kamera pada titik ke 14 sedangkan titik 1 sampai 13 dipengaruhi kecembungan kamera. Hasil ekstraksi geometris memberikan sebaran nilai-nilai geometris serta nilai-nilai kecenderungannya, tampak bahwa nilai circularity mendekati nol maka dapat dikatakan lifeform adalah cenderung bundar sedangkan indeks Red, Blue dan Yelow menyebar sangat berfariasi sementara Green kurang bervariasi. ini mempengaruhi rendahnya nilai Hue, tetapi saturation dan intensity di atas setengah sehingga mengambarkan bahwa lifeform ini berwarna merah, sebagai efek percampuran semua unsur penyusun warna obyek JST dengan pola umpan maju (feed forward) dan kemudian perambatan mundur (back-propagation) yang dibentuk arsitekturnya untuk penelitian ini terdiri dari 14 lapisan masukan (input) yakni nilai sidik deskriptor X1 sampai X14, yang dilatih melalui 3 lapisan tersembunyi (hyden layer) yang masingmasing lapisan terdiri dari 28 neuron menggunakan bobot jaringan 0.75, konstanta belajar adalah 0.1, momentum 0.01, serta rasio kesalahan 0.9 serta 1 lapisan keluaran pendugaan (output) dengan dua pola target yakni (1 0), dalam 75/15000 epoch, sedangkan fungsi aktivasi logsig adalah fungsi yang dipakai dalam JST ini, digunakan untuk melakukan iterasi terhadap data dalam bentuk matriks 14 x 2100 (70% dari 3000) untuk pelatihan, kemudian 14 x 900 (30% dari 3000) untuk pengujian. Selain itu, untuk pendugaan akurasi pengenalan life form maka dilakukan pelatihan data matrix sebanyak 14 x 3000, terbagi dalam 30 kelompok, masing-masing sebanyak 14 x 100 data matrix. Dari hasil pelatihan data yang dikelompokan dalam 30 set data, yakni; 25 set data mengalami konvergensi sejak epoch ke satu dan mengenali data dengan baik, 3 set data mengalami konvergensi pada epoch kedua dan mengenali data dengan baik sedangkan hanya 2 set data yang tidak mengalami konvergensi atau tidak mengenali data yang dilatihkan. R
R
R
R
R
R
R
R
Hasil pengujian menunjukan pengenalan yang benar, sehingga dari hasil uji trial dan error maka JST ini mampu mengenali life form sebanyak 28 set data memiliki dugaan mendekati target nilai (1) tetapi 2 data memiliki nilai dibawah (0) maka akurasinya adalah 92.86%. Kata Kunci: Wahana Bawah Air, Citra, Sidik jari, Terumbu Karang, Jaringan Syaraf Tiruan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN WAHANA PENCITRAAN BAWAH AIR GUNA IDENTIFIKASI DAN KUANTIFIKASI TERUMBU KARANG DENGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN
JUSRON ALI RAHAJAAN
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
U
Penguji Luar Komisi; Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si
Judul Tesis : Pengembangan Wahana Pencitraan Bawah Air Guna Identifikasi Dan Kuantifikasi Terumbu Karang Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Nama : Jusron Ali Rahajaan NRP : C552080061
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr.Ir. Indra Jaya, M.Sc Hestirianoto, M.Sc. Ketua U
U
U
Dr.
rer
nat.
Ir.
Totok
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
U
Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Tanggal Ujian:
U
U
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus:
HALAMAN PERSEMBAHAN
Apa yang kita gali adalah sedikit dibanding ilmu Allah yang menjadi rahmat bagi alam, ibarat mengambil setitik air di samudra tanpa berbekas
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Q.S. 94:6)
Tulisan ini Aku persembahkan kepada Ayahanda (Alm) dan Ibunda (Alm), Istriku serta Putra-Putriku Tercinta
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Azza wajalla atas segala karunia-Nya sehingga penulisan thesis dengan judul “Pengembangan Wahana Pencitraan Bawah Air Guna Identifikasi Dan Kuantifikasi Terumbu Karang Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan” sebagai syarat kelulusan studi master sains teknologi kelautan yang penulis tempuh, berhasil diselesaikan. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing sekaligus Kepala Bagian Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Bapak Dr. rer nat. Ir Totok Hestirianoto, M.Sc, (anggota komisi pembimbing), Bapak Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si selaku penguji luar komisi, Bapak Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc. (Ketua Prodi Teknologi Kelautan, Bapak dan Ibu Staf Dosen Prodi TEK. Terimakasih pula kepada Bapak Dr. rer nat Ir. E. A. Renjaan, M.Sc (Direktur Polikant), Ir. P. Beruatwarin, M.Si, Ir B. Tumiwa, M.Si dan Dr. Ir A. Nanlohy, M.Si, Bapak Dr. Ir. O.T.S Ongkers, M.Sc, Bapak Ir. O. Noija, M.Sc, atas dukungan yang diberikan. Terimakasih kepada teman seangkatan; Anin, Hengky, Dody, Yuli, Vito, Zulham, Juni dan Akbar juga Bang Ikbal, Akta, juga teman-teman dosen dan teknisi Polikant. Kepada Bang Hary, Usman, Haris, Dulah, Bang Sofyan dan keluarga Namsa, Om Beny dan Keluarga Foudubun, Ismail, Ibu Ivone, Ibu Corry Resubun, atas dukungannya. Kepada Yayasan Toyota dan Astra, Yayasan Supersemar, Yayasan Dana Bantuan Maluku dan Yayasan Tahija atas bantuan yang dikucurkan. Ungkapan terimakasih dihaturkan kepada Ayah dan Ibunda, Mama Butri, Bapak Djafar, Bapak Abbas dan keluarga besar Rahanyaan, Aba YeHud, Mama Syarifah Aminah, Mama Saliba, adiku Achmad, istriku Halima serta putra-putriku Vadir dan Fairus atas pengertian, doa dan kasih sayangnya. Sesungguhnya penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga diperlukan saran dan kritik untuk perbaikan serta pengembanganya. Semoga thesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang berkepentingan. Bogor, Maret 2011 Jusron Ali Rahajaan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Tual, Kepulauan Kei, pada tanggal 12 Agustus 1972 dari ayah Achmad Husein Rahajaan dan ibu Maryam Rahajaan, sebagai anak ke dua dari empat bersaudara. Pada tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri I Tual dan pada tahun yang sama masuk Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Patimura Ambon, melalui jalur Sipenmaru. Sejak tahun 2000, penulis bekerja pada Lembaga Swadaya Masyarakat (Bumi Lestari) dengan perhatian pada pemulihan Maluku dan lingkungan hidup, serta Lembaga Survei dan Pemetaan Kelautan (MERDI). Mulai tahun 2005 penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Politeknik Perikanan Negeri Tual, kemudian pada tahun 2008 melanjutkan tugas belajar untuk memperoleh gelar Magister Sains pada mayor Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
Halaman ………………………………………………………. xii
DAFTAR GAMBAR
...………………………………………………….
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
….………………………………………………..
xiv
I PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1.1 Latar belakang ………....………………………………………… 1.2 Permasalahan ………………………………………………………… 1.3 Ruang lingkup ………………………………………………………. 1.4 Tujuan Penelitian …………………………………………………….. 1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………………….. 1.6 Hipotesis …………………………………………………………….
1 1 3 4 4 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………. 2.1 Jaringan Syaraf Tiruan ………………………………………………. 2.1.1 Sejarah Jaringan Syaraf Tiruan ………………………………… 2.1.2 Defenisi Jaringan Syaraf Tiruan ………………………………... 2.1.3 Arsitektur Jaringan …………………………………………….. 2.1.4 Algoritma Belajar atau Pelatihan ……………………………… 2.1.5 Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation ……………………… 2.1.6 Backpropagation Momentum …………………………………. 2.2 Metode Sidik Jari …………………………………………………… 2.3 Optik Bawah Air ……………………………………………………. 2.4 Citra dan Warna ……………………………………………………. 2.5 Peramalan (Interpolasi dan Exkstrapolasi) …………………………. 2.5.1 Pengertian Peramalan ………………………………………….. 2.5.2 Metode-metode Peramalan ……………………………………. 2.6 Wahana Bawah Air ………………………………………………… 2.7 Terumbu Karang ……………………………………………………
5 5 5 6 8 9 10 14 16 19 20 21 21 22 23 24
3 BAHAN DAN METODE …………………………………………….... 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………….. 3.1.1 Lokasi Penelitian ………………………………………………. 3.1.2 Waktu Penelitian ………………………………………………. 3.2 Bahan dan Alat ……………………………………………………... 3.3 Metode ……………………………………………………………... 3.3.1 Rancang Bangun Wahana Penggambaran Bawah Air …..……. 3.3.2 Metode Pengambilan Data ……………………………………. 3.3.2.1 Pengambilan Data Pendukung …………………………. 3.3.2.2 Teknik Pengambilan Data Citra ……………………….. 3.3.4 Metode Analisis ………………………………………………. 3.3.4.1 Interpolasi dan Ekstraprolasi Kalibrasi Kamera ………. 3.3.4.2 Analisis Kecenderungan Fisheye Effect Kamera ……….. 3.3.4.3 Ekstraksi Deskriptor Citra Jenis Karang ……………….. 3.3.4.4 Jaringan Syaraf Tiruan Yang Digunakan ……………….. 3.3.4.5 Flow Chart Penelitian …………………………………...
26 26 26 27 27 28 29 30 30 33 35 36 39 40 42 47
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
48
…...……………………………………
4.1 Wahana Pencitraan Bawah Air ……………………………………… 4.1.1 Rangka Utama …………………………………………………. 4.1.2 Pelampung Wahana …………………………………………….. 4.1.3 Perangkat Peralatan dan Sensor ………………………………. 4.1.4 Hasil Uji Stabilitas ……………………………………………... 4.1.5 Interpolasi Kalibrasi Camera View Angle dan Field Of View …………………………………………………. 4.1.6 Extrapolasi Kalibrasi Untuk Peramalan Jarak Pandang Kamera ………………………………………………. 4.1.7 Kecenderungan Fisheye Effect Akibat Kecembungan Lensa Kamera ………………………………………………….. 4.1.7.1 Efek Kecembungan Lensa Untuk Obyek di Posisi Horizontal ……………………………………… 4.1.7.2 Efek Kecembungan Lensa Untuk Obyek di Posisi Vertikal ………………………………………… 4.1.7.3 Efek Kecembungan Lensa Untuk Obyek di Posisi Diagonal ………………………………………… 4.2 Sidik Jari Karang Dan Artificial Neural Network ………………….. 4.2.1 Data Deskriptor Sebagai Sidik Jari Life Form Karang ………… 4.2.1.1 Deskriptor Geometrik sebagai Sidik Jari Karang ………... 4.2.1.2 Deskriptor Energetik sebagai Sidik Jari Karang ………… 4.2.2 Pola Sidik Deskriptor Life Form Coral Sub-masive(CS). ……… 4.2.3 Hasil Analisis Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Life Form Karang …………………………………………… 4.3. Profil Unjuk Kerja Wahana Pencitraan Bawah Air Untuk Survei……
48 48 49 50 54 56 58 60 62 64 65 67 67 69 75 80 84 90
5 SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………. 5.1 Kesimpulan ………………………………………………………. 5.2 Saran ……………………………………………………………...
91 91 91
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………....
92
…………………………………………………………….
98
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman 1 Alokasi penggunaan waktu selama masa penelitian berlangsung ………... 27 2 Tabulasi bahan dan peralatan serta fungsinya dalam penelitian ini ………. 28 3 Parameter statistik deskriptor geometrik …………………………………. 74 4 Parameter statistik deskriptor energetik ………………………………….
80
5 Tingkat akurasi JST untuk deteksi Lifeform karang ……………….…….. 89 6 Perbandingan Unjuk Kerja Wahana Pencitraan Bawah Air ……………… 90
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Jaringan Syaraf Tiruan
…………………………………………………
7
2
Jaringan Layar Tunggal ………………………………………………...
8
3
Jaringan Layar Jamak …………………………………………………..
9
4
Arsitektur-JST Backpropagation menurut Kusumadewi, 2003. ……….
16
5
Lokasi Penelitian Tanjung Kolser, Kepulauan Kei
……………………
26
6
Ilustrasi Piramida dengan irisan-irisan(S) yang menjelaskan luas area, Berdasarkan perubahan jarak (A, C, B) ……………………..
30
Ilustrasi metode kalibrasi kedalaman terhadap area sapuan dengan memperhitungkan beam kamera. …………………………...
31
8
Skenario pengambilan data citra pada ketiga lifeform
………………..
34
9
Skema towing Cruise track dilokasi penelitian
………………………
34
10 Skema towing Cruise track model Systematic Parallel (Simmond and MacLennan, 2005,H 313) dilokasi penelitian …………………….
35
7
11 Alur Analisis pada Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Multi Layer Perceptron Backpropagatin yang akan digunakan dalam penelitian ini .… 36 12 Grafik Pola Garis Linier (Abdul Rozak, 2010) …………………………
37
13 Skema kerja dan analisis Fish Eye Effect pada kamera yang digunakan pada penelitian sebagaimana prosedur 1 sampai 7. …………………….
40
14 Metode Deteksi Tepi dan Ujung Obyek (Wayan Sriyasa) …………….
41
15 Jaringan Syaraf Tiruan menurut Kusumadewi, 2003.
…………………
43
16 Model Jaringan Syaraf Tiruan yang Dikembangkan berdasarkan data deskriptor yang digunakan. ……………………………………….
44
17 Bagan Alir (flow chart) Metode Penelitian
…………………………...
47
18 Pelat baja stailess steel yang digunakan sebagai rangka utama wahana …
49
19 Pelampung yang digunakan pada rangka utama wahana
……………...
50
20 Skema seting group peralatan yang dioperasikan pada wahana sesuai sumber energi yang digunakan(Group (a) energy AC/UPS dan Group (b) energy DC/Accu) ……………………………………...
51
21 (a) wahana tampak belakang tanpa instalasi peralatan, (b) wahana tampak belakang setelah terinstalasi alat. ………………….
52
22 (a) wahana tampak depan tanpa instalasi peralatan, (b) wahana tampak depan setelah terinstalasi alat. ……………………
52
23 Wahana tampak samping (kiri) setelah ter-instalasi peralatan.
53
……….
24 Wahana tampak atas setelah ter-instalasi peralatan ……………………
53
25 Wahana tampak bawah setelah ter-instalasi peralatan
………………..
53
26 Uji Stabilitas daya apung wahana; (a) 50% buritan mengapung, (b) 50% buritan tenggelam, (c) 50% haluan terapung ……………….
55
27 Uji Kualitatif Stabilitas wahana saat (a) air tenang dan (b) air berombak dengan obyek target berwarna kuning
……………..
55
28 Grafik Interpolasi Luas Area Sapuan Beam Kamera (FOV) terhadap perubahan jarak; bulatan hitam menunjukan nilai-nilai luas area sedang garis lurus menunjukan linear to infinity …................
57
29 Grafik Interpolasi jumlah Pixel Area Sapuan Beam Kamera (FOV) terhadap perubahan jarak …………………………………...…… 57 30 Grafik Ploting ganda Interpolasi jumlah Pixel dan Luas Area Sapuan Beam Kamera (FOV) terhadap perubahan jarak; …………….. 58 31 Grafik Ektrapolasi peramalan jarak pandang maksimum/efektif kamera wahana di darat, pada titik jarak ke 35 ……………………….
59
32 Grafik Ektrapolasi peramalan jarak pandang maksimum/efektif kamera wahana di laut, pada titik jarak ke 35 ………………………..
59
33 Grafik Overlay Ektrapolasi peramalan jarak pandang maksimum/ efektif kamera wahana di laut dan darat, pada titik jarak ke 35 ………… 60 34 Grafik Efek Mata Ikan (FEE) oleh Kecembungan lensa kamera terhadap ukuran lebar, panjang, perimeter dan area obyek pada posisi Horizontal lensa. ………………………………………………….
62
35 Grafik Efek Mata Ikan (FEE) oleh Kecembungan lensa kamera terhadap ukuran lebar, panjang, perimeter dan area obyek pada posisi Vertikal lensa. …………………………………………………………..
64
36 Grafik Efek Mata Ikan (FEE) oleh Kecembungan lensa kamera terhadap ukuran lebar, panjang, perimeter dan area obyek pada posisi Diagonal lensa. …………………………………………………..
66
37 Grafik Pola sebaran nilai jumlah pixel area dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X1) …………………………………
69
38 Grafik Pola sebaran nilai jumlah pixel perimeter dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X2) …………………………………
70
39 Grafik Pola sebaran nilai jumlah pixel width/lebar dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X3) …………………………….
71
40 Grafik Pola sebaran nilai jumlah pixel length/panjang dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X4) …………………………….
71
41 Grafik Pola sebaran nilai kecenderungan bentuk elongation dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X5) ……………………….
72
42 Grafik Pola sebaran nilai kecenderungan bentuk circularity dari
3000 data citra yang diambil sebagai input (X6)
………………………. 72
43 Grafik Pola sebaran nilai kecenderungan bentuk rectangularity dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X7) …………………..
73
44 Grafik Trend pola sebaran hasil sidik deskriptor geometrik serta nilai-nilai kecenderungannya. ……………………………………
74
45 Grafik Pola sebaran skala nilai indek merah dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai input (X8) ……………………………
75
46 Grafik Pola sebaran skala nilai indek hijau dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai input (X9) …………………………….
76
47 Grafik Pola sebaran skala nilai indek biru dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai input (X10) ………………………………… 76 48 Grafik Pola sebaran skala nilai indeks kuning dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X11) …………………………………
77
49 Grafik Pola sebaran nilai intensitas dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai input (X12) ………………………………..
77
50 Grafik Pola sebaran nilai Hue dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai deskriptor input (X13) …………………………..
78
51 Grafik Pola sebaran nilai Saturation dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai input (X14) ……………………………….
78
52 Grafik Trend pola sebaran hasil sidik descriptor energetik …………..
79
53 Grafik Pola Sidik Deskriptor Geometrik X1, X2, X3, X4, Coral Sub Masive …………………………………………………….
80
54 Grafik Pola Sidik Deskriptor Geometris X5, X6, X7 Coral Sub Masive …………………………………………………………….
81
55 Grafik Pola Sidik Skala Red Green Blue Yelow (RGBY), Coral Sub Masive ………………………………………………………
83
56 Grafik Pola Sidik Deskriptor Energetik X8, X9, X10, X11, Coral Sub Masive ……………………………………………………..
83
57 Grafik Pola Sidik Deskriptor Energetik (indikator independen) X12, X13, X14, Coral Sub Masive …………………………………..
84
58 Grafik Sum Square Error (SSE) JST pada pelatihan 70% data sidik deskriptor. …………………………………………………..
85
59 Grafik Sum Square Error (SSE) JST pada pelatihan 100% data sidik deskriptor iterasi 1. Mewakili sebanyak 25 iterasi set data ……….
86
60 Grafik Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok 100% data sidik deskriptor iterasi 10 mewakili sebanyak 3 iterasi set data.
...… 87
61 Grafik Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok 100% data sidik deskriptor iterasi 16 mewakili sebanyak 2 iterasi set data ……... 87
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Metode Sidik Jari awalnya dibangun dan digunakan polisi di penyelidikan bekas perkara pidana, tetapi pada saat ini dengan cepat berkembang dan digunakan dalam pekerjaan praktis lain, seperti medis, mikro-biologi, genetika dan industri. Klasifikasi kategori sidik jari merupakan bagian penting dalam system pengidentifikasian individu di bagian kriminologi atau forensik. Pemanfaatan identifikasi sidik jari sudah semakin meluas sebagai bagian dari biometri. Biometri adalah cabang ilmu untuk mengidentifikasi individu berdasarkan sifat-sifat fisiknya. (Ardisasmita M.S, 2005) Berbagai teknik klasifikasi sidik jari telah dikembangkan. Pengenalan dan klasifikasi sidik jari dengan cara mendeteksi jumlah titik fokal, lingkaran alur (whorl), pusat (core), dan parameter gradien antara dua titik fokal tersebut. Dewasa ini telah berkembang penelitian pengenalan pola sidik jari berbasis Metode JST. Setelah mulai dikenal pada tahun 1940-an, dimulai ditemukanya jaringan syaraf tiruan yang didasari kemampuan otak manusia dalam memroses informasi, mengenali wajah, bentuk, tulisan, bunyi dan sebagainya dengan pola dan sudut pandang yang belum pernah dialami sebelumnya sebagaimana yang dialami bayi dan anak-anak, dimana kemampuan komputasi otak yang bergantung pada hubungan antar sel syaraf, struktur jaringan otak yang terorganisasi, karakteristik target yang diprediksi serta banyaknya jumlah hubungan antara sel otak. (Ardisasmita M.S, 2005) Daya analisis manusia secara aplikatif mudah dilakukan, tetapi sulit ditransformasikan ke dalam bentuk matematis dan algoritmik, yang disebabkan oleh proses pembelajaran manusia yang terjadi dalam waktu tertentu serta bersifat terus-menerus (continue), hal ini semakin berkembang hingga sekarang. Perkembangan penelitian berkembang kearah pengenalan pola sidikjari berbasis JST yang menggabungkan dua arsitektur JST yaitu arsitektur Jaringan WidrowHoff (JWH) dan Jaringan Perambatan-Balik (JPB). Keduanya mengekstraksi ciri dengan menguraikan ciri minusi cabang (bifurcation). Adapula penelitian sistem verifikasi sidikjari dengan ekstraksi ciri berbasis filter bank Gabor.
1
Aplikasi jaringan syaraf tiruan telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti; otomotif, sistim penerbangan udara, perbankan, sistim pertahanan dan keamanan, elektronik, dunia hiburan, financial, suara, asuransi, pabrik, pertambangan dan eksplorasi, kesehatan, robotika, telekomunikasi serta transportasi. Hingga saat ini salah satuaplikasi dari hasil pengembangan JST adalah pengenalan pola sidikjari. Penggunaan Transformasi wavelet sebagai ekstraksi ciri yang merupakan input bagi system klasifikasi. Hal ini disebabkan wavelet mempunyai kemampuan membawa keluar ciri-ciri (feature) khusus pada suatu citra yang diteliti. Dalam penelitian ini dilakukan pengembangan Jaringan LVQ dalam mengklasifikasi sidikjari dengan pemrosesan awal transformasi wavelet. Learning Vector Quantizations (LVQ) merupakan suatu metode klasifikasi pola yang masingmasing unit mewakili kategori atau kelas tertentu. Selain transformasi tersebut, pengenalan juga dilakukan dengan pendekatan nyata berdasarkan geometris dan biometrik yang diekstrasi menyadi deskriptor dalam mengidentifikasi suatu obyek target. Identifikasi merupakan suatu proses penting untuk bagaimana mengenali dan membedakan obyek tertentu dari yang lainnya. Obyek dapat berupa benda hidup ataupun benda mati dimana benda hidup seperti hewan, tumbuhan maupun manusia bahkan benda mati dengan karakter tertentu yang permanen. Identifikasi dapat dilakukan dengan melakukan pengenalan terhadap ciri spesifik yang dimiliki obyek tersebut. (Achmad Hidayatno et al, 2008) Timotius (2003), mengemukakan bahwa Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Lebih lanjut dalam tesis ini pembahasan lebih menekankan pada karang sejati (Scleractinia). Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun umumnya polip karang berukuran kecil, polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter.
2
Karakteristik fisiologis pada terumbu karang terbentuk dari endapanendapan masif kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta organisme lain yang men-sekresi kalsium karbonat. Karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) hidup berkoloni, dan tiap individu karang yang disebut polip menempati mangkuk kecil yang dinamakan koralit. Tiap mangkuk koralit
mempunyai beberapa septa yang tajam dan
berbentuk daun yang tumbuh keluar dari dasar koralit, dimana septa ini merupakan dasar penentuan spesies karang. Tiap polip adalah hewan berkulit ganda, dimana kulit luar yang dinamakan epidermis dipisahkan oleh lapisan jaringan mati (mesoglea) dari kulit dalamnya yang disebut gastrodermis. Dalam gastrodermis terdapat tumbuhan renik bersel tunggal dinamakan zooxantellae, hidup bersimbiosis dengan polip.
Zooxantellae dapat menghasilkan bahan
organik melalui proses fotosintesis, yang kemudian disekresikan sebagian ke dalam usus polip sebagai pangan. Perbedaan spesies binatang karang memungkinkan pembentukan terumbu berbeda secara spesifik untuk tiap jenisnya, sehingga dapat dilakukan identifikasi berdasarkan perbedaan tersebut. Pengembangan metode dasar identifikasi dengan menggunakan karakteristik alami terumbu karang yang kemudian bisa dikenali sebagai biometrik, yang mencakup karakteristik fisiologis dan behaviour. Ini memberikan kemudahan memahami dan mengenali bentuk berbeda-beda dari jenis-jenis
lifeform
karang
yang
dalam
penelitian
ini
menggunakan
pengkategorian dan pengkodean lifeform menurut English et al. (1994). 1.2. Permasalahan Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi jenis terumbu karang seperti Manta Tow, Line Intercept Transect dan Quadrate Transect yang memiliki keunggulan, juga kekurangan dan kesalahan pengamatan, serta menyebabkan interpretasi yang keliru sehingga mempengaruhi kesimpulan tentang obyek tersebut, termasuk keterbatasan manusia dalam pekerjaan ini. Keterbatasan-keterbatasan dalam melakukan eksplorasi tersebut terjawab dengan kehadiran robot-robot pengamatan bawah air seperti Remotely 3
Underwater Vehicle (ROV) dan Autonomous Underwater Vehicle (AUV), bersamaan tantangan yang muncul adalah bagaimana mengenali pola bentuk dalam menyimpulkan definisi sebuah obyek melalui analisis hasil gambar dan video bawah air yang dihasilkan dengan akurasi yang tinggi. 1.3. Ruang lingkup Penelitian ini merupakan integrasi dari ilmu instrumentasi optik bawah air dan akustik kelautan dalam aplikasinya untuk eksplorasi bawah air, yakni Analisis terhadap obyek dasar perairan khususnya terumbu karang . 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menguji perangkat analisis JST sebagai bagian metode sidik jari bagi pengenalan pola karang berdasarkan deskriptor dari data yang didapat dari unjuk kerja WPBA yang dibangun dan diuji lapang untuk mendapatkan informasi jenis dan kuantifikasi obyek target secara akurat dengan meminimalisir faktor galat. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan mengatasi kekurangankekurangan metode terdahulu, dalam analisis dan identifikasi serta kuatifikasi obyek bawah air dari data gambar dan video dengan koreksi geografis serta bathymetry, yang dihasilkan WPBA dengan akurasi yang tinggi. Sehingga kelak akan mempermudah penyediaan data dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengambilan kebijakan-kebijakan eksploratif juga keruangan area laut. 1.6. Hipotesis Setiap jenis karang memiliki kekhususan yang dapat ditentukan dari nilai karakter jenisnya. Karakter ini dapat diidentifikasi dan dikuantifikasi melalui metode JST
.
4
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jaringan Syaraf Tiruan 2.1.1. Sejarah Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan (JST) telah dikembangkan sejak tahun 1940. Pada tahun 1943 McCulloch dan W.H.Pitts memperkenalkan pemodelan matematis neuron. Tahun 1949, Hebb mencoba mengkaji proses belajar yang dilakukan oleh neuron. Teori ini dikenal sebagai Hebbian Law. Tahun 1958, Rosenblatt memperkenalkan konsep perseptron suatu jaringan yang terdiri dari beberapa lapisan yang saling berhubungan melalui umpan maju (feed foward). Konsep ini dimaksudkan untuk memberikan ilustrasi tentang dasar-dasar intelejensia secara umum. Hasil kerja Rosenblatt yang sangat penting adalah perceptron convergence theorem (tahun 1962) yang membuktikan bahwa bila setiap perseptron dapat memilah-milah dua buah pola yang berbeda maka siklus pelatihannya dapat dilakukan dalam jumlah yang terbatas. (ANN-A neural network tutorial, html doc. 2010). Pada tahun 1960 Widrow dan Hoff menemukan ADALINE (Adaptive Linear Neuruon). Teknik ini dapat beradaptasi dan beroperasi secara linier. Penemuan ini telah memperlebar aplikasi jaringan syaraf tiruan tidak hanya untuk pemilihan pola, tetapi juga untuk pengiriman sinyal khususnya dalam bidang adaptive filtering. (ANN-A neural network tutorial, html doc. 2010). Namun, Tahun 1969, Minsky dan Papert melontarkan suatu kritikan tentang kelemahan perseptronnya Rosenblatt di dalam memilah-milah pola yang tidak linier. Sejak saat itu penelitian di bidang jaringan syaraf tiruan telah mengalami masa vakum untuk kurang lebih satu dasawarsa. Tahun 1982, Hopfield telah memperluas aplikasi JST untuk memecahkan masalah-masalah optimasi. Hopfield telah berhasil memperhitungkan fungsi energi ke dalam jaringan syaraf yaitu agar jaringan memiliki kemampuan untuk mengingat atau memperhitungkan suatu obyek dengan obyek yang pernah dikenal atau diingat sebelumnya (associative memory). Konfigurasi jaringan yang demikian dikenal sebagai recurrent network. Salah satu aplikasinya adalah TravellingSalesman Problem (TSP). (Artificial Neural Networks -A neural network tutorial, 2010)
5
Pada tahun 1986 Rumelhart, Hinton dan William menciptakan suatu algoritma belajar yang dikenal sebagai propagasi balik (backpropagation). Bila algoritma ini diterapkan pada perseptron yang memiliki lapisan banyak (multi layer perceptron), maka dapat dibuktikan bahwa pemilahan pola-pola yang tidak linier dapat diselesaikan sehingga dapat mengatasi kritikan yang dilontarkan oleh Minsky dan Papert. (ANN-A neural network tutorial, html doc. 2010).
2.1.2. Defenisi Jaringan Syaraf Tiruan JST merupakan sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi (Siang, 2005). Menurut Sekarwati (2005), JST merupakan sistem komputasi yang didasarkan atas pemodelan sistem syaraf biologis (neurons) melalui pendekatan dari sifat-sifat komputasi biologis (biological computation). Menurut Subiyanto (2002), JST adalah membuat model sistem komputasi yang dapat menirukan cara kerja jaringan syaraf biologi, sedangkan menurut Siang (2005), JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi dengan asumsi sebagai berikut. a.
Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neurons).
b.
Sinyal
dikirimkan
diantara
neuron-neuron
melalui
penghubung
penghubung. c.
Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal.
d.
Untuk menentukan keluaran (output), setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi yang dikenakan pada penjumlahan masukan (input) yang diterima. Besarnya keluaran (output) ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas
ambang, dimana Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam pengoperasian jaringan syaraf tiruan (Siang 2005). Neuron terdiri dari 3 elemen pembentuk sebagai berikut. a.
Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi.
b.
Suatu unit penjumlah yang akan menjumlahkan masukan-masukan sinyal yang sudah dikalikan dengan bobotnya.
6
c.
Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan diteruskan ke neuron lain ataukah tidak. JST ditentukan oleh 3 hal sebagai berikut.
a.
Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan ).
b.
Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut algoritma training/learning /pelatihan/belajar)
c.
Fungsi aktivasi. Di dalam JST, istilah simpul (node) sering digunakan untuk menggantikan
neuron, dimana setiap simpul pada jaringan menerima atau mengirim sinyal dari atau ke simpul-simpul lainnya. Pengiriman sinyal disampaikan melalui penghubung. Kekuatan hubungan yang terjadi antara setiap simpul yang saling terhubung dikenal dengan nama bobot. Model-model JST ditentukan oleh arsitektur jaringan serta algoritma pelatihan. Arsitektur biasanya menjelaskan arah perjalanan sinyal atau data di dalam jaringan, sedangkan algoritma belajar menjelaskan bagaimana bobot koneksi harus diubah agar pasangan masukan-keluaran yang diinginkan dapat tercapai. Perubahan harga bobot koneksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada jenis algoritma pelatihan yang digunakan. Dengan mengatur besarnya nilai bobot ini diharapkan bahwa kinerja jaringan dalam mempelajari berbagai macam pola yang dinyatakan oleh setiap pasangan masukan-keluaran akan meningkat. X1
W1 R
X2
W2 R
W3 R
R
R
Y
R
X3
Gambar 1, Sel Jaringan Syaraf Tiruan
Pada Gambar 1 diperlihatkan sebuah sel syaraf tiruan sebagai elemen penghitung. Simpul Y menerima masukan dari neuron x1, x2 dan x3 dengan 7
bobot hubungan masing-masing adalah w1, w2 dan w3. Argumen fungsi aktivasi adalah net (jejaring) masukan (kombinasi linear masukan dan bobotnya). Ketiga sinyal simpul yang ada dijumlahkan net = x1w1 + x2w2 + x3w3 . Besarnya sinyal yang diterima oleh Y mengikuti fungsi aktivasi y = f(net). Apabila nilai fungsi aktivasi cukup kuat, maka sinyal akan diteruskan. Nilai fungsi aktivasi (keluaran model jaringan) juga dapat dipakai sebagai dasar untuk merubah bobot. 2.1.3. Arsitektur Jaringan Berdasarkan arsitekturnya, model JST tergolong menjadi: a.
Jaringan Layar Tunggal (Single Layer Network) Pada jaringan ini, sekumpulan masukan neuron dihubungkan langsung dengan sekumpulan keluarannya. Sinyal mengalir searah dari layar (lapisan) masukan sampai layar (lapisan) keluaran. Setiap simpul dihubungkan dengan simpul lainnya yang berada diatasnya dan dibawahnya, tetapi tidak dengan simpul yang berada pada lapisan yang sama. Model yang masuk kategori ini antara lain : ADALINE, Hopfield, Perceptron, LVQ, dan lain-lain. Pada Gambar 2 diperlihatkan arsitektur jaringan layar tunggal dengan n buah masukan (x1, x2,..., xn) dan m buah keluaran (y1, y2,..., ym) W 11 W 12 W 13
X1
Y1
R
R
R
R
R
W 21 W 22 W 23 R
X2
Y2
R
R
W 3n W 3n W 3n R
Xn
R
Ym
R
Gambar 2, Jaringan Layar Tunggal
8
b.
Jaringan Layar Jamak (Multiple Layer Network) Jaringan ini merupakan perluasan dari jaringan layar tunggal. Dalam jaringan ini, selain unit masukan dan keluaran, ada unit-unit lain (sering disebut layar tersembunyi). Dimungkinkan pula ada beberapa layar tersembunyi. Model yang termasuk kategori ini antara lain : MADALINE, backpropagation. Pada Gambar 3 diperlihatkan jaringan dengan n buah unit masukan (x1, x2,..., xn), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari m buah unit (z1,z2,..., zm) dan 1 buah unit keluaran.
W 11
X1
R
R
Z1
W 21 R
W n1 R
X2
W 11
R
R
W 12 R
W 22 R
Z2
R
W 12
Y
R
W n2 R
W 1n R
Xn
W 1m
R
R
W 2n R
W nn
Zm
R
Gambar 3, Jaringan Layar Jamak
c.
Jaringan Recurrent Model jaringan recurrent (recurrent network) mirip dengan jaringan layar tunggal ataupun jamak. Hanya saja, ada simpul keluaran yanng memberikan sinyal pada unit masukan (sering disebut feedback loop). Dengan kata lain sinyal mengalir dua arah, yaitu maju dan mundur. Contoh : Hopfield network, Jordan network, Elmal network.
2.1.4. Algoritma Belajar atau Pelatihan Ide dasar JST adalah konsep belajar atau pelatihan. Jaringan-jaringan belajar melakukan generalisasi karakteristik tingkah laku objek. Algoritma pelatihan artinya membentuk pemetaan (fungsi) yang menggambarkan hubungan antara 9
vektor masukan dan vektor keluaran (Sekarwati 2005:4). Biasanya diberikan contoh yang cukup penting dalam membangun pemetaan tersebut. Walaupun untuk pasangan masukan dan keluaran yang belum pernah digambarkan sebelumnya. Untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan, jaringan syaraf
tiruan
memerlukan algoritma belajar atau pelatihan yaitu bagaimana sebuah konfigurasi jaringan dapat dilatih untuk mempelajari data historis yang ada. Dengan pelatihan ini, pengetahuan yang terdapat pada data dapat diserap dan direpresentasikan oleh harga-harga bobot koneksinya. Menurut Siang (2005:30) algoritma belajar atau pelatihan digolongkan menjadi sebagai berikut. a.
Dengan Supervisi (Supervised Training) Dalam pelatihan dengan supervisi, terdapat sejumlah pasangan data (masukan-target keluaran) yang dipakai untuk melatih jaringan. Pada setiap pelatihan, suatu masukan diberikan ke jaringan. Jaringan akan memproses dan mengeluarkan keluaran. Selisih antara keluaran jaringan dengan target (keluaran yang diinginkan) merupakan kesalahan yang terjadi. Jaringan akan memodifikasi bobot sesuai dengan kesalahan tersebut. Model yang menggunakan pelatihan dengan supervisi antara lain : Perceptron, ADALINE, MADALINE, Backpropagation, LVQ.
b.
Tanpa Supervisi (Unsupervised Training) Dalam pelatihannya, perubahan bobot jaringan dilakukan berdasarkan parameter tertentu dan jaringan dimodifikasi menurut ukuran parameter tersebut. Model yang menggunakan pelatihan ini adalah model jaringan kompetitif.
2.1.5. Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Backpropagation merupakan model JST dengan layar jamak. Seperti halnya model JST lainnya, backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan. 10
a.
Fungsi Aktivasi pada Backpropagation Dalam backpropagation, fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut. 1. Kontinyu. 2. Terdiferensial dengan mudah. 3. Merupakan fungsi yang tidak turun. Salah satu fungsi yang memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga sering dipakai adalah fungsi sigmoid biner yang memiliki range (0,1). Fungsi sigmoid biner didefinisikan sebagai berikut. ……………...(1) ………………….(2) Fungsi lain yang sering dipakai adalah fungsi sigmoid bipolar dengan range (-1,1) yang didefenisikan sebagai berikut. ……………….(3) ……………….(4) Fungsi sigmoid memiliki nilai maksimum 1. Untuk pola yang targetnya lebih dari 1, pola masukan dan keluaran harus terlebih dahulu ditransformasi sehingga semua polanya memiliki range yang sama seperti fungsi sigmoid yang dipakai. Alternatif lain adalah menggunakan fungsi aktivasi sigmoid hanya pada layar yang bukan layar keluaran. Pada layar keluaran, fungsi aktivasi yang dipakai adalah fungsi identitas
b.
f (x) = x .
Pelatihan Backpropagation (JST Propagasi Balik) Seperti halnya jaringan syaraf yang lain, pada jaringan feedfoward (umpan maju) pelatihan dilakukan dalam rangka perhitungan bobot sehingga pada akhir pelatihan akan diperoleh bobot-bobot yang baik. Selama proses pelatihan, bobot-bobot diatur secara iteratif untuk meminimumkan galat (error) yang terjadi. Galat dihitung berdasarkan rata-rata kuadrat kesalahan (MSE). Rata-rata kuadrat galat juga dijadikan dasar perhitungan unjuk kerja fungsi aktivasi. Sebagian besar pelatihan untuk jaringan feedfoward (umpan maju) menggunakan gradien dari fungsi aktivasi untuk menentukan
bagaimana
mengatur
bobot-bobot
dalam
rangka 11
meminimumkan kinerja. Gradien ini ditentukan dengan menggunakan suatu teknik yang disebut backpropagation. Pada dasarnya, algoritma pelatihan standar backpropagation akan menggerakkan bobot dengan arah gradien negatif. Prinsip dasar dari algoritma backpropagation adalah memperbaiki bobot-bobot jaringan dengan arah yang membuat fungsi aktivasi menjadi turun dengan cepat. Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase sebagai berikut; 1).Fase 1, yaitu propagasi maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. 2).Fase 2, yaitu propagasi mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan galat yang terjadi. Galat yang terjadi itu dipropagasi mundur. Dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unitunit di layar keluaran. 3).Fase 3, yaitu perubahan bobot. Modifikasi bobot untuk menurunkan galat yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Algoritma pelatihan untuk jaringan backpropagation dengan satu layar tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner) adalah sebagai berikut. a) Langkah 0 Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil. b) Langkah 1 Jika kondisi penghentian belum dipenuhi, lakukan langkah 2-8. c) Langkah 2 Untuk setiap pasang data pelatihan, lakukan langkah 3-8. d) Langkah 3 (langkah 3-5 merupakan fase 1) Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi diatasnya. e) Langkah 4 12
Hitung semua keluaran di unit tersembunyi z j (j = 1, 2,..., p). R
R
………………….(6) f) Langkah 5 Hitung semua keluaran jaringan di unit keluaran y k (k = 1, 2,...,m). R
R
…………………(7) …………………(8) g) Langkah 6 (langkah 6-7 merupakan fase 2) Hitung faktor δ unit keluaran berdasarkan kesalahan di setiap unit keluaran yk (k = 1, 2,..., m). R
R
………(9) t k = target keluaran R
R
δ k = merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan R
R
bobot layar dibawahnya. Hitung perubahan bobot w kj dengan laju pemahaman α R
R
K = 1, 2, …, m ; j = 0, 1, …p h) Langkah 7 Hitung faktor δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap unit tersembunyi z j (j = 1, 2, ..., p). R
R
……………………(11) Factor δ unit tersembunyi. …………(12) Hitung suku perubahan bobot V ji R
………………………….(13) J = 1, 2, …, p; i = 1, 2, …,n i) Langkah 8 (fase 3) Hitung semua perubahan bobot. Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran, yaitu: 13
(k = 1, 2,…,m; j = 0, 1,…,p)…(14) Perubahan bobot garis yang menuju ke uit tersembunyi, yaitu: (j = 1, 2,…,p ; i = 0, 1,…,n)
….(15)
Parameter α merupakan laju pemahaman yang menentukan kecepatan iterasi. Nilai α terletak antara 0 dan 1 (0 ≤ α ≤ 1). Semakin besar harga α , semakin sedikit iterasi yang dipakai. Akan tetapi jika harga α terlalu besar, maka akan merusak pola yang sudah benar sehingga pemahaman menjadi lambat. Satu siklus pelatihan yang melibatkan semua pola disebut epoch. Pemilihan bobot awal sangat mempengaruhi jaringan syaraf tiruan dalam mencapai minimum global (atau mungkin lokal saja) terhadap nilai galat dan cepat tidaknya proses pelatihan menuju kekonvergenan. Apabila bobot awal terlalu besar maka masukan (input) ke setiap lapisan tersembunyi atau lapisan keluaran (output) akan jatuh pada daerah dimana turunan fungsi sigmoidnya akan sangat kecil. Apabila bobot awal terlalu kecil, maka masukan ke setiap lapisan tersembunyi atau lapisan keluaran akan sangat kecil. Hal ini akan menyebabkan proses pelatihan berjalan sangat lambat. Biasanya bobot awal diinisialisasi secara random dengan nilai antara -0.5 sampai 0.5 (atau -1 sampai 1 atau interval yang lainnya). Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola. Dalam hal ini, hanya propagasi maju (langkah 4 dan 5) saja yang dipakai untuk menentukan keluaran jaringan. 2.1.6. Backpropagation Momentum Pada standar backpropagation, perubahan bobot didasarkan atas gradien yang terjadi untuk pola yang dimasukkan saat itu. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah melakukan perubahan bobot yang didasarkan atas arah gradien pola terakhir dan pola sebelumnya (disebut momentum) yang dimasukkan. Jadi tidak hanya pola masukan terakhir saja yang diperhitungkan. Penambahan momentum dimaksudkan untuk menghindari perubahan bobot yang mencolok akibat adanya data yang sangat berbeda dengan yang lain (outlier). Apabila beberapa data terakhir yang diberikan ke jaringan memiliki pola serupa (berarti arah gradien sudah benar), maka perubahan bobot dilakukan secara
14
cepat. Namun apabila data terakhir yang dimasukkan memiliki pola yang berbeda dengan pola sebelumnya, maka perubahan bobot dilakukan secara lambat. Dengan penambahan momentum, bobot baru pada waktu ke (t+1) didasarkan atas bobot pada waktu t dan (t-1). Disini harus ditambahkan dua variabel yang mencatat besarnya momentum untuk dua iterasi terakhir. Jika μ adalah konstanta (0 ≤ μ ≤ 1) yang menyatakan parameter momentum maka bobot baru dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut. ………..(16) dengan, W kj (t ) = bobot awal pola kedua (hasil dari itersi pola pertama) R
R
W kj (t - 1) = bobot awal pada iterasi pola pertama R
R
dan ……………..(17) dengan V ji (t ) = bobot awal pola kedua (hasil dari itersi pola pertama) R
R
V ji (t - 1) = bobot awal pada iterasi pola pertama R
R
(Siang, 2005:113) Menurut Rich dan Knight, (2001), Perambatan Balik merupakan salah satu model JST yang popular dan ampuh. JST ini menggunakan arsitektur yang mirip dengan arsitektur JST Multi Layer Perceptron (yang memiliki satu atau lebih lapisan tersembunyi diantara lapisan masukan dan lapisan keluaran). JST perambatan balik menggunakan metode pembelajaran terawasi (supervised training) sedangkan Kusumadewi, (2003), mengutarakan bahwa; JST perambatan balik tidak memiliki hubungan umpan balik (feedback), artinya suatu lapisan (layer) tidak memiliki hubungan dengan lapisan sebelumnya sehingga bersifat umpan maju (feedforward), namun galat yang diperoleh diumpankan kembali ke lapisan sebelumnya selama proses pelatihan, kemudian dilakukan penyesuaian bobot. (Gambar 4)
.
15
I n p u t i n p u t
X0
O1 H0 O2
X1 H1
O3
X2 Bobot Matrik 1
Input Layer
Bobot Matrik 2
Hidden Layer
Ouput Layer
Gambar 4, Arsitektur-JST Backpropagation menurut Kusumadewi, 2003. 2.2. Metode Sidik Jari Pengenalan sidikjari (fingerprint recognition) merupakan teknologi yang amat sering dan umum digunakan oleh khalayak ramai dalam identifikasi identitas seseorang, bahkan telah menjadi teknologi yang cukup diandalkan karena efektifitas dan penggunaannya yang mudah. Sidik jari (fingerprint) merupakan identitas seseorang yang sangat terjamin keunikannya. Karena keunikannya itulah sidik jari (fingerprint) dapat digunakan untuk menjadi identitas utama yang digunakan dalam mengenali seseorang. Hal tersebut menyebabkan dibutuhkannya suatu metode pengenal terhadap sidik jari (fingerprint) tersebut. Algoritma pencocokan string (string matching) merupakan algoritma yang banyak digunakan dalam pengenalan pengenalan suatu permasalahan. Algoritma ini merupakan algoritma yang sangat mangkus dan sangkil dalam proses pengenalan. Dalam hal ini, contoh yang kita ambil adalah pengenalan sidik jari (fingerprint recognition) sebagai aplikasi algoritma pencocokan string (string matching). (Winanti, 2007) Sistim pengenalan pola sidik jari merupakan salah satu sistim biometrik yang paling popular disamping tingkat akurasi yang baik juga lebih mudah daripada sistim biometrik lainya. Meskipun demikian, pada sistim pengenalan pola , sidikjari, Proses awal untuk mendapatkan cirri-ciri khusus tidak mudah dan memerlukan waktu. Pada sistim tertanam (embedded system) dengan keterbatasan
16
kapasitas dari elemen-elemen didalamnya, kecepatan dan kepadatan /keringkasan algoritma ekstraksi pola sidik jari merupakan syarat utama. Deteksi titik-titik singular (singular points), merupakan salah satu pilihan mengingat jumlah titiktitik ini antara 2 sampai 4 untuk setiap sidik jari sehingga data tempelate yang disimpan sangat sedikit dibandingkan jika menggunakan deteksi minutiae yang jumlahnya antara 60 sampai 100. (Sudiro, 2004). Dikatakan pula bahwa; salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan membangun matrix berarah (direction matrix) atau penghitungan arah citra (directional image calculation) yang dapat mendiskripsikan tekstur pola sidik jari. Kemudian menggunakan pendekatan sederhana untuk mendeteksi keberadaan titik-titik singular (core dan delta) yakni menggunakan bilangan bertanda pada perubahan kurva didalam citra berarah tersebut. Metode ini mampu mengenali keberadaan seluruh titik-titik singular pada posisi yang akurat dan cepat (0.9) detik meski bermasalah pada area batas citra (border area). Biometrik mencakup karakteristik fisiologis dan karakteristik perilaku. Karakteristik fisiologis adalah cirri fisik yang relative stabil seperti sidik jari, siluent tangan, cirri khas wajah, pola iris, atau retina mata. Karakteristik perilaku seperti tanda tangan, pola ucapan, atau ritme mengetik, selain memiliki basis fisiologis yang relative stabil, juga dipengaruhi kondisi psikologis yang mudah berubah. (Hidayanto et al., 2008). Menurut Ardisasmita, bahwa; Sidik jari memiliki suatu orientasi dan struktur periodik berupa komposisi dari garis-garis gelap dari kulit yang naik (ridges) dan garis-garis terang dari kulit yang turun (furrows) yang berliku-liku membentuk suatu pola yang berbeda-beda. Walaupun garis-garis alur tangan terbentuk berbeda-beda, tetapi sifat-sifat khusus dari sidik jari yang disebut dengan minutiae adalah unik untuk setiap individu. Ciri-ciri ini membentuk pola khusus yang terdiri dari terminasi atau percabangan dari alur. Untuk memeriksa apakah dua sidik jari berasal dari jari yang sama atau bukan, para ahli mendeteksi minutiae tersebut. Sistem Identifikasi Sidik Jari Otomatis (AFIS) akan mengambil dan membandingkan ciri-ciri tersebut untuk menentukan suatu kecocokan. Verifikasi sidik jari adalah proses pencocokan sidik jari. Peranan verifikasi sidik jari ini dalam model medis adalah salah satunya mendukung proses Visum Et
17
Repertum (VER) di bidang kedokteran forensik. Verifikasi yang sudah ada Berbasis algoritma minutiae, tetapi ditemukan permasalahan terutama pada poin minutiae (ridge) yang belum bisa diproses secara lengkap. Kelemahan ini akan tampak pada proses pencocokan sidik jari yang mengandung perbedaan jumlah poin minutiae dua sidik jari yang berkorespondensi yang banyak ditemui pada sidik jari korban dalam proses visum et repertum (VER). Pada penelitian ini akan dihasilkan model perangkat lunak verifikasi citra sidik jari poin minutiae yang dapat mengatasi kelemahan tersebut.( Pratama, 2008) Aplikasi bitoteknologi dan pemuliaan tanaman telah dilakukan oleh Bustaman et all. (2004), menginformasikan bahwa; keragaman genetik tanaman sangat diperlukan dalam program pemuliaan. Karakterisasi plasma nutfah untuk menyediakan data genotype atau molekuler. Sehingga informasi keragaman genetik untuk varietas padi berdasarkan sidik jari DNA menggunakan bagian motif urutan DNA terkonservasi dari gen resisten, dimana contoh DNA dari 28 varietas padi diamplifikasi menggunakan lima resistance gene analogue, kemudian diseparasi dalam gel poliakrilamid 5% dengan teknik elektroforesis dan dideteksi lewat pewarna nitrat perak. Pita DNA diskor berdasarkan ada (1) dan tidak ada (0) pita. Citra sidikjari diproses awal dengan transformasi wavelet sehingga menghasilkan multiresolusi dari citra aslinya. Penggunaan transformasi wavelet ini dimotivasi oleh adanya hasil penelitian tentang transformasi wavelet yang mempunyai kemampuan memunculkan (feature) khusus pada citra yang diteliti. Transformasi wavelet di sini digunakan selain sebagai metode ekstraksi ciri juga sekaligus mereduksi dimensi citra masukan. Citra tereduksi selanjutnya diproses untuk klasifikasinya. Pengenalan dan klasifikasi dengan menerapkan JST mengelompokkan sidikjari ke salah satu pola utama sidikjari (whorl, left loop, right loop, arch, dan tented arch). Sebagai basis masukan jaringan syaraf, digunakan citra ukuran 16x16, yang kemudian dianalisis juga pengaruh besarnya dimensi vektor masukan terhadap unjuk kerja pengenalan. (Minarni, 2004). Menurut Kanata (2008); Alihragam gelombang-singkat yang digunakan Wavelet Daubechies yang merupakan wavelet terbaik untuk pencarian citra. Alihragam wavelet berfungsi untuk mengekstrak citra sidikjari menjadi ciri-ciri
18
citra dengan cara memilih sejumlah kecil koefisien hasil alihragam yang memiliki magnitude terbesar (Koefisien Aproksimasi). Ruang warna yang digunakan YIQ yang merupakan ruang warna yang baik untuk pencarian citra dan hanya diambil luminansnya (Y) yang merupakan skala keabuan. Hasil eksraksi citra sidik jari asli digunakan untuk dilatihkan pada jaringan syaraf tiruan backpropagation, sedangkan pengujian berupa citra sidik jari asli dan sidikjari terdistorsi. 2.3. Optik Bawah Air Penggambaran yang berhubungan dengan kemampuan melihat di bawah air dibatasi oleh volume cahaya yang menyebar secara umum di kolom air yang dilintasi sebagai area sapuan oleh kamera dan sumber cahaya. Dalam masalah ini, sistim penggambaran adalah berlawanan-terbatas. Pada situasi yang lain, perbedaan gambar mungkin akan sangat besar berbeda, bagaimanapun banyaknya daya yang turun dan diterima sensor mungkin terlalu kecil untuk dideteksi; kasus ini terjadi untuk penggambaran dengan daya terbatas.(Jaffe, 1998). Kemungkinan melakukan pembuatan gambar bawah air untuk jarak yang jauh sungguh terbatas. Melalui perjalanan pergi pulang, intensitas beam cahaya mengalami atenuasi secara exponensial, e -2cr , dimana total koefisien atenuasi dan P
P
r adalah jarak dari sumber ke obyek. Dengan asumsi bahwa satu kilowatt dari satuan energy dalam cahaya dengan panjang gelombang 488 nanometer, nilai dari atenuasi (karena panjang jarak) dapat dihasilkan dalam penerimaan tunggal adalah diperkirakan sebesar 50. (Jaffe, 1998). Dasar yang disepakati pada disain penggambaran (image) bawah air adalah pemisahan antara kamera dan cahaya. Kekontrasan dan daya/power secara keseluruhan bergantung pada situasi yang alamiah. Suatu pengukuran yang tepat yang dihasilkan dari suatu sistim penggambaran bawah air dalam jarak total panjang atenuasi sebagaimana sistim yang dibuat mampu menerima gambar. Sistem konvensional menggunakan penentuan posisi bersamaan dari kamera dan cahaya dapat menghasilkan gambar yang baik 1 atenuasi panjang. tapi akan sebaliknya akan sangat terbatas pada jarak lebih besar. System pemisahan antara kamera dan cahaya dapat menghasilkan gambar pada jarak hingga 2 – 3 panjang atenuasi. Tapi jarak yang sangat besar akan sangat berharap pada hamburan balik.
19
Pemisahan jarak pengoperasian adalah 3-5 meter. (Harris and Ballard, 1986 dalam Jaffe, 1998). Untuk jarak yang besar melebihi 3 atenuasi panjang dibutuhkan sistem yang lebih rumit; sebagai contoh; laser range-gatet system dan scanning light beam. (Jaffe, 1998). Sudah pasti bahwa fisika dasar perambatan dari pada cahaya di dalam laut dipengaruhi oleh keseluruhan tampilan sistem penggambaran secara optikal di bawah air, seperti transparansi dari medium intergalaksi yang memberi peluang untuk para astronom melihat jarak obyek-obyek. Di lautan, sifat optis yang tidak dapat dipisahkan atau Inherent Optics Properties (IOPs) adalah parameterparameter yang menyebabkan perambatan dari cahaya. Jadi, serapan dan hamburan haruslah diperhitungkan dalam memperkirakan bentuk tampilan dari sistim penggambaran bawah air dalam situasi yang bervariasi. Untuk penggunaan dari sistim simulasi dan permodelan, akurasi data diperlukan untuk atenuasi sebagai bagian dalam menduga jarak penggambaran, permukaan yang menghamburkan, yang mengakibatkan gambar menjadi kabur dan latarbelakang hamburan balik cahaya, yang mana batasan secara umum perbedaan dari gambar bawah air yang terbentuk oleh kilauan cahaya. Untung kemajuan saat ini instrumentasi optik untuk pengukuran parameter saat ini menjanjikan peningkatan pengetahuan kita tentang hal ini. (Jaffe, et al, 2001).
2.4. Citra dan Warna Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwiwarna (dua dimensi). Jika ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi penerus (continu) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi obyek, obyek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan obyek yang disebut citra tersebut direkam (Munir, 2004) Penangkapan (capture) warna pada suatu citra meliputi penangkapan tiga citra secara simultan. Dengan sistim RGB (Red Green Blue), sebagai suatu standarisasi industry, intensitas masing-masing warna baik red, green, ataupun blue harus diukur pada masing-masing spot. Dengan kamera yang beroperasi 20
secara linear yang menjelajahi keseluruhan visible spectrum, kumpulan-kumpulan warna yang sederhana dapat digunakan untuk mengambil tiga citra, yang masingmasing, satu untuk spektra red, green, dan blue. (Fadlisyah, 2007) Beberapa perangkat keras standard, untuk menghasilkan warna, memiliki model-model tertentu yang berbeda satu sama lain dalam penyimpanan warna. Pada umumnya sebuah pixel warna ditampilkan sebagai suatu titik pada ruang tiga dimensi. Ruang tersebut memiliki suatu sumbu yang diberi label sebagai warna independen (red, green dan blue), atau juga memiliki suatu indicator independen seperti hue, luminosity (lightness), dan saturation. (Fadlisyah, 2007) Commission International de l’Eclairage (CIE) atau International Lighting Committee adalah lembaga yang membakukan warna pada tahun 1931. CIE mulamula menstandarkan panjang gelombang warna-warna pokok sebagai berikut; R : 700 nm, G : 546.1 nm, 435.8 nm, dimana warna-warna lain dapat dihasilkan dengan mengkombinasikan ketiga warna pokok tersebut. Namun RGB bukan satu-satunya warna pokok yang dapat digunakan untuk menghasilkan kombinasi warna. Warna lain dapat juga digunakan sebagai warna pokok misalnya C = Cyan, M = Magenta, dan Y = Yellow). Ketiga warna CMY ini merupakan warna komplementer dari RGB. Dua buah warna disebut komplementer jika dicampur dengan perbandingan yang tepat menghasilkan warna putih. Misalnya, magenta jika dicampur dengan perbandingan yang tepat dengan green menghasilkan putih, karena itu magenta adalah komplemen dari green. Model CMY dapat diperoleh dari model RGB dengan perhitungan bahwa; C = 1-R, M = 1-G, Y = 1-B. (Munir, 2004)
2.5. Peramalan (Interpolasi dan Exkstrapolasi) 2.5.1. Pengertian Peramalan Peramalan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk mengetahui peristiwaperistiwa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang mengenai obyek tertentu dengan menggunakan pertimbangan, pengalaman-pengalaman ataupun data historis. Dari definisi diatas terdapat beberapa istilah yang perlu dijelaskan pengertiannya, antara lain: 21
1. Peristiwa; adalah suatu kejadian tentang suatu obyek yang merupakan hasil suatu proses atau kegiatan; misalnya baik/buruk, turun/naik, atau mendatar dan lain sebagainya. 2. Waktu yang akan datang; Maksudnya peristiwa yang ingin diramal itu adalah kejadian masa datang. 3. Pertimbangan, intuisi, pengalaman, ataupun data historis. Adalah merupakan variable-variabel yang digunakan untuk melakukan peramalan.
Dengan memperhatikan uraian diatas, maka peramalan merupakan proses atau metode dalam meramal suatu peristiwa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan berdasarkan pada variable-variabel tertentu. 2.5.2. Metode-metode Peramalan Peramalan dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Melakukan peramalan secara kuantitatif, artinya menggunakan data angka, sebab variabel yang diramal itu hanya terbatas pada variabelvariabel yang dapat di ukur secara kuantitatif. Jelas bahwa variabel-variabel yang digunakan untuk melakukan peramalan itu adalah benar-benar secara teoritis. Pada umumnya, peramalan kuantitatif dapat dikelompokkan dalam 2 model, yaitu: i. Model deret berkala (time-series) ii. Model regresi (kausal) Kedua model tersebut hanya dapat diterapkan apabila terpenuhi beberapa kondisi, antara lain: a. Tersedianya informasi tentang masa lalu. b. Informasi tersebut bersifat kuantitatif atau dikuantitatifkan menjadi data angka. c. Diasumsikan bahwa pola masa lalu akan berkelanjutan pada pola masa datang. Dengan model deret berkala kita berusaha menduga nilai suatu variabel untuk masa datang dengan menggunakan nilai-nilai variabel tersebut pada masa lalu. Artinya dengan menganalisis pola data masa lalu secara deret berkala untuk melakukan ekstrapolasi bagi nilai masa datang. Ini tentu saja kita berasumsi
22
bahwa
adanya
kesinambungan
kondisi
antar
masa
lalu
dan
masa
datang.(Satyawan, 2008)
2.6. Wahana Bawah Air Wahana bawah air dalam bidang observasi bawah air kini telah berkembang pesat untuk kepentingan eksplorasi sumberdaya laut. Wahana-wahana ini dapat berupa robot-robot ataupun mini kapal selam yang dilengkapi peralatan akustik, navigasi dan kamera serta tangan-tangan untuk pengambilan sampel. Wahanawahana ini kita kenal dengan Remotely Operated Vehicles (ROV) dan Autonomous Underwater Vehicles (AUV), yang dapat dioperasikan tanpa kabel, ada juga dengan sistem kabel, serta yang menggunakan awak ataupun tanpa awak. Sebagian observasi laut dalam menggunakan jaringan kabel. Jaringan ini memungkinkan sampling data dari Samudra dengan temporal tinggi dan resolusi vertikal. Melalui kabel ke darat. Jaringan ini memonitor dan menunjukkan secara real time. Satu komponen dari observasi ini adalah penggunaan bentuk plat form ROVs. ROVs dapat digunakan untuk pemantauan bawah air dan melakukan sedikit pemeliharaan pada bagian struktur navigasi. ROVs adalah satu klas dari Maneuverable Underwater Robotic Vehicles dengan ditambatkan melalui sebuah kawat ke stasiun operator dipermukaan. Kekuatan membawa pusat dan signal operasi ke ROV dan pengembalian gambar, still images, status pembawa dan data sensor ke stasiun operator (Kidby 2006). Teknologi ROV dibutuhkan pada perminyakan lepas pantai, hidroelektronik dan kekuatan industri nuklir, dan berbagai kepentingan militer (angkatan laut). ROV Ventana adalah sebuah wahana bawah air yang mampu melayang – layang dapat menyelam sampai kedalaman 1500 m dan membawa seperangkat instrument, camera, sebuah defenisi kamera yang tinggi ,manipulator untuk pekerjaaan dan signal kembali dari instrumen dan alat untuk sampling dasar lautan dan hewan – hewan di tengah kolom air. Pada ROV Model Pegasus, Insite Pasifik. Inc, diguanakan camera warna dengan auto focus. Model ini mempunyai bagian horizontal dengan sudut pandang 48
0 P
P
dan vertikal dengan sudut pandang
37 0 didalam air. Model ini dilengkapi dengan Octans Gyrocompass Attitude and P
P
23
Heading Reference System (AHRS). Komponen perangkat lunak memiliki kemampuan visual traking yang tingggi.
2.7. Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22 o C), memiliki kadar CaCO3 P
P
(Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. Kalsium Karbonat ini berupa endapan masif yang dihasilkan oleh organisme karang (filum Scnedaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria Scleractinia), alga berkapur, dan organisme lain yang mengeluarkan CaCO3 (Guilcher, 1988). Beberapa genera hermatypic corals penting yang ada di Indo-Pacific tidak ditemukan didaerah Atlantik (Vaughan, 1919). Genera terebut meliputi Pocillopora, Hydnophora, Leptoria, Pavona dan Goniopora. Demikian pula beberapa jenis karang yang ada di Atlantik tidak dijumpai di Indo-Pacifik. Mengenai jumlah jenis, tidak hanya jumlah genera yang lebih sedikit di daerah Atlantik, akan tetapi jumlah spesies per genus, dibandingkan dengan ada di daerah Indo-Pacifik. Sebagai contoh, Genus Acropora, didaerah Indo-Pacific tercatat sekitar 150 species, akan tetapi hanya ada tiga di Atlantik. Demikian juga genus Porites, masing-masing tercatat ada 30 species di Indo-Pacific dan 3 species di daerah Atlantik. Menurut Wells (1964) keanekaragaman yang terbesar berada di wilayah Indo-Pacific, tercatat di daerah Melanesia, Asia Tenggara, dan yang paling tinggi tercatat di Indonesia (Rosen, 1971), yaitu dengan lebih dari 50 genera dan 700 species, sedangkan diperairan terumbu karang di kawasan IndoPacific lainya hanya mempunyai keanekaragaman sekitar 20-40 genera (Stoddart, 1969). Menurut perkiraan, terumbu karang yang ada di Indonesia menempati area seluas 7.500 km 2 dari luas perairan Indonesia (Kantor Menteri Negara P
P
Lingkungan Hidup, 1992). Berdasarkan hasil penelitian jenis-jenis karang yang mendominasi di perairan tersebut adalah dari genera Acropora, Montipora dan Porites, dan mempunyai jumlah species yang cukup banyak. Sebagai contoh genus Acropora, di Sumatera Barat tercatat ada 49 species, Laut Jawa ada 63 species, Sulawesi Selatan ada 75 species, Flores dan Sumbawa ada 65 species 24
(Moosa et al, 1996). Jumlah total scleractinian corals yang ditemukan di perairan Indonesia pada mulanya dilaporkan ada sekitar 362 species, yang berasal dari 76 genera. Namun hasil Expedisi Snellius II tahun 1984, jumlah genera scleractinian corals ditemukan hanya 75 genera, yang terdiri dari 350 species (Borel-Best et al,1989). Dalam pengukuran kelimpahan dan keanekaragaman karang, peneliti mengalami keraguan tentang jenis karang yang diamati atau diteliti. Berkaitan dengan ini perlu dilakukan pengambilan sampel karang tersebut. Sampel karang yang diambil dianjurkan tidak terlampau besar, karena bisa merusak ekosistim terumbu karang, namun juga tidak terlampau kecil, karena sulit diidentifikasi. (Supriharyono, 2007). Dikatakan pula bahwa untuk identifikasi karang digunakan kunci identifikasi karang, yang sesuai dengan daerah atau lokasi pengambilannya. Indo-Pacific atau Caribbean karang.
25
III. BAHAN DAN METODE
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian pada tahap perancangan dan pembuatan wahana dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi, Institut Pertanian Bogor kemudian pengambilan data lapang di Perairan Pantai Tanjung Kolser, Pulau Nuhuroa di Kepulauan Kei, Maluku. Lokasi ini memiliki perairan yang tenang karena merupakan perairan semi tertutup sehingga tenang dan aman dari terjangan ombak, sehingga memperkecil sudut tilt, yaw dan roll atau pitching dari wahana Penggambaran Bawah Air yang digunakan.
Gambar 5, Lokasi Penelitian Tanjung Kolser, Kepulauan Kei, Maluku.(lampiran 1. peta 3Dimensi bathymetri; titik-titik lifeform)
26
3.1.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai dengan fase merancang dan membangun Wahana Pencitraan Bawah Air (WPBA), kemudian pengambilan data lapang di perairan berkarang, serta pengolahan data dan analisis, yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1, Alokasi penggunaan waktu selama masa penelitian berlangsung N o 1
2
3
4
5 6 7 8
Uraian
Maret 2
3
April 4 5
6
7
Mei 8
Juni
Juli-dst
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Rancang Bangun Wahana Uji perangkat a elektronik Uji Stabilitas b Kolam Uji Pemotretan c Lab. Kalibrasi Kamera a Kalibrasi Darat b Kalibrasi Laut Data Penunjang c Kecerahan d Bathymetri Data Citra E Life Form 1 F Life Form 2 g Life Form 3 Pengolahan Data Analisis Data Seminar Thesis
3.2. Bahan dan Alat Dalam penelitian ini digunakan beberapa bahan, peralatan termasuk juga perangkat keras dan perangkat lunak secara skematis untuk pengambilan data, proses pengolahan data serta analisis (Tabel 2) .
27
Tabel 2, Tabulasi bahan dan peralatan serta fungsinya dalam penelitian ini No 1
Alat/Bahan WPBA a) Kamera Sony CCTV Photo Resolution VGA 640x480 dan Video Performance QVGA 320x240 5 fps + Cashing Kedap Air
b) Garmin GPSmap Sounder C170 portable c) 2 bh Lampu 50 Wat, kedap air d) Vitek Color LCD Car Television 10" e) DVR 60800, Stik Kontrol + Memori SD External 2 GB f) Unit Power System 3000 Wat g) Accu 24 VA 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Obyek Hexagon putih Sechi Disk Alat selam Sony Underwater camera 10.1 Mega pixel Computer Unit Perangkat lunak Photoshop versi 7.0 Perangkat lunak Imagej Perangkat lunak Arc View GIS 3.3 Perangkat lunak Surfer 08 Perangkat lunak Matlab 7.0 Perangkat lunak Minitab 14 Corel Draw 14 Tangki percobaan laboratorium+Kolam Motor Tempel
Fungsi Alat utama pengambilan data pembuatan citra dan video Bathymetry dan Geo-positioning Untuk pencahayaan Untuk tampilan FOV+Target Life Form Kontrol sistim dan penyimpanan data citra dan video Sumber energy perangkat di wahana yang beraliran AC. Sumber energy perangkat di wahana yang beraliran DC. Obyek target untuk kalibrasi Pengukuran kecerahan Pemantauan dan verifikasi Dokumentasi Pengolahan data dan Untuk analisis Pre-procesing dan ekstraksi Pre-procesing dan ekstraksi Layout Peta Layout Bathymetri Alat analisis Neural Network Alat analisis Statistik Disain gambar teknik wahana Uji Wahana dan Sistem Untuk pembuatan data lapangan+transportasi
3.3. Metode Penelitian ini dikerjakan dalam dua tahap utama yaitu: rancang bangun WPBA yang di uji dilaboratorium dan penelitian lapang untuk pengambilan citra dari target berupa lifeform karang, secara rinci akan dijelaskan secara poin sebagaimana berikut.
28
3.3.1. Rancang Bangun Wahana Pencitraan Bawah Air Efisiensi sebuah pekerjaan survey maupun riset di lapang sangat dipengaruhi oleh metode dan peralatan yang dipergunakan. Hal ini merupakan alasan rasional bagi sebuah pemikiran untuk perancangan wahana ini. Disisi lain secara ilmiah, dengan mengacu pada prinsip dasar dari metode manta tow dan prinsip kerja dari wahana bawah laut yang modern seperti Remotely Operated Vehicle (ROV), Autonomous Underwater Vehicle (AUV), dan versi lainya, maka dilakukan pembuatan WPBA yang merupakan sebuah penyederhanaan wahana bawah air yang modern agar lebih efisien dari segi pembiayaan maupun lebih sederhana pengoperasiannya. WPBA terdiri dari rangka utama besi stainless steel 316, yang di pasang dua pelampung disisi kiri dan kanan dari bahan PVC, sedangkan untuk perangkat elektreonik dilengkapi dengan Sony CCTV, GPSmap Sounder serta Lampu sebagai sumber cahaya yang kesemuanya terinstalasi dan bekerja secara bersamaan untuk menghasilkan data citra yang terkoreksi koodinat dan kedalaman keberadaanya. Sehingga dengan data tersebut dapat dilakukan identifikasi dan kuantifikasi obyek maupun area sapuannya. Kamera bawah air berfungsi melakukan pemotretan ataupun merekan data berupa video, dimana prose pencuplikan dan perekaman diatur menggunakan sebuah Stick DVR 60800 dengan mengatur model video dan jeda waktu setiap pencuplikan citra. Untuk pengawasan dan pemantauan langsung digunakan Vitek Color LCD Car, dan untuk penyimpanan data mentah menggunakan Eksternal Memori SD yang terpasang pada Stick DVR. Geo-positioning (penentuan data koordinat lintang dan bujur) digunakan receiver dari GPSmap Sounder 170 C portable yang sekaligus memiliki transducer single beam untuk pengukuran kedalaman. Kebutuhan cahaya yang stabil diperlukan untuk mengatasi kondisi cuaca yang mempengaruhi iluminasi sinar matahari kedalam perairan, untuk maksud tersebut digunakan dua unit lampu kedap air dengan daya masing masing 50 Watt. (total 100 Watt). Semua data kemudian dimasukan ke dalam komputer.(Bab IV, Gambar 18 - 25)
29
3.3.2. Metode Pengambilan Data 3.3.2.1. Pengambilan Data Pendukung a)
Kalibrasi Field Of View dan Camera View Angle Kalibrasi beam kamera dilakukan agar mendapatkan ketetapan rasio
hubungan antara kedalaman terhadap ukuran Field Of View (FOV). FOV merupakan kuantifikasi terhadap perubahan kedalaman yang menentukan luasan FOV yang dihasilkan, hal ini tentunya sangat dipengaruhi oleh besar sudut beam atau Camera View Angle (CVA) yang sudah menjadi standar keluaran pabrik, yang harus di uji pengoperasiannya di darat dan di dalam air laut. Kalibrasi dilakukan dengan mengukur setiap perubahan kedalaman terhadap ukuran area sapuan yang diakibatkan oleh perubahan kedalaman tersebut dengan memperhatikan besar sudut beam kamera. Persegi panjang dari sebuah bentuk menyerupai irisan piramida dengan sisi berupa segi tiga sama kaki merupakan bentuk terusan mengikuti pola FOV A ke B juga C (Gambar 6), sehingga jika B dan C merupakan Paralel dari A maka, dari rumusan Clemens. S.R, et al, 1984(hal 415) dinyatakan bahwa; Jika
………………………... (18) A S C
B
S’
Gambar 6, Ilustrasi Piramida dengan irisan-irisan(S) yang menjelaskan luas area. Berdasarkan perubahan jarak (A, C, B) Sehingga untuk penelitian ini perumusan metodenya menjadi berikut ini; Jika
………………(19)
Dapat dilihat ilustrasinya pada Gambar 7.
30
O
Gambar 7, Ilustrasi metode kalibrasi kedalaman terhadap area sapuan dengan memperhitungkan beam kamera. Sehingga teknik kerja yang dilakukan di darat dapat berlaku sama dengan di laut, adalah sebagaimana berikut (untuk kalibrasi darat); •
Obyek hexagon putih di tempatkan pada papan hitam dengan diberi marka area 1 x 1 m
•
Pada lantai diberikan skala jarak setiap 30 cm sebagai acuan perlakuan jarak.
•
Wahana yang sudah terinstalasi di tempatkan sejajar horizontal agar axis obyek dan axis kamera berhimpit.
•
Pemotretan dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap jarak 30 cm termasuk jarak referensi 1 meter, dilakukan 31 kali perubahan jarak Kemudian untuk kalibrasi dilaut, dilakukan sebagaimana prosedur berikut;
•
Sebelum kalibrasi, terlebih dahulu dilakukan pengukuran kecerahan dengan secchi disk, dimana hingga kedalaman dasar laut (11m) kecerahan tampak masih 100%, dan obyek mulai tidak jelas saat Z ≤ 11m (10.5m)
•
Tali yang telah diberi penanda di setiap 30 cm, ditambatkan pada obyek hexagon berwarna putih tepat di tengah.
•
Kemudian obyek ditempatkan tepat di bawah kamera, sejajar axis keduanya
•
Obyek diturunkan bertahap sesuai jarak tiap 30 cm hingga 30 kali (9m).
•
Tiap jarak dilakukan pemotretan 3 kali, juga jarak referensi 1 meter. 31
a)
Pengukuran Kecerahan Prosedur pengukuran tingkat kecerahan perairan dilakukan dengan ; •
menggunakan Secchi Disk berwarna putih, berdiameter 30 cm yang diikatkan dengan tali yang diberi penanda setiap jeda jarak 30 cm.
•
secchi disk kemudian dimasukan ke dalam laut secara perlahan hingga bentuk dan warna tidak lagi tampak pada kedalaman tertentu sebagaimana kondisi perairan saat itu dan jarak dicatat.
•
Setelah itu secchi disk kemudian ditarik kembali perlahan hingga bentuk dan warna terlihat jelas dan pada jarak tersebut penarikan dihentikan, kemudian dilakukan pencatatan jarak kedalaman sebagai persentase kecerahan
dengan
melakukan
perbandingan
terhadap
persentase
sebagaimana butir dua. b)
Bathymetri Hubungannya dengan penggunaan data kedalaman untuk kuantifikasi luasan
area sapuan (FOV), ukuran lifeform target juga visualisasi pola tiga dimensi lokasi penelitian sebagai data penunjang, maka digunakan GPSmap Sounder C170 Portable, dengan tranducer single beam yang telah terinstalasi pada WPBA, untuk mendeteksi kedalaman perairan secara stasioner untuk titik sampling citra lifeform dan pemantauan, pengukuran bathymetri lokasi dengan melakukan towing WPBA secara Cruise Track Transek Paralel. c)
Geo-positioning Akurasi data yang berhubungan dengan kebenaran tentang keberadaan
lifeform, titik kedalamannya serta penentuan posisi koordinat lokasi sebagai data yang saling terkait dengan data kedalaman dalam format XYZ adalah sangat penting untuk dilakukan, dimana pengambilan data ini dilakukan secara bersamaan data bathymetry, dengan menggunakan GPSmap Sounder C170 Portable yang telah terinstalasi termasuk receiver pada WPBA
32
3.3.2.2. Teknik Pengambilan Data Citra Pekerjaan pengambilan data lapangan mulai dilakukan, setelah terlebih dahulu dilakukan towing zig-zag wahana (cruise track) di area penelitian untuk mendapatkan posisi yang ideal, dengan memperhitungkan situasi dan kondisi nyata habitat karang, faktor oseanografis, cuaca, serta kemungkinan lain yang berpeluang mengganggu tingkat akurasi, efisiensi juga efektifitas pekerjaan yang mau dilakukan. Kemudian citra karang diperoleh dengan melakukan pemotretan terhadap beberapa jenis life form karang dari arah vertical (atas) dengan titik dan jarak yang ditentukan dimana pengambilan data dilakukan berulang-ulang, dengan asumsi bahwa setiap perubahan situasi akan mempengaruhi citra, sehingga akan didapatkan data citra dalam jumlah banyak namun berbeda-beda terhadap setiap lifeform karang. Jumlah lifeform yang menjadi target pengambilan data adalah tiga lifeform yang masing masing berjumlah 3000 data citra, sehingga total citra yang dihasilkan berjumlah 9000 data citra. Pelaksanaan aktifitas pemotretan dilangsungkan dengan memperhitungkan waktu efektif dari penyinaran matahari dengan sudut terhadap permukaan laut yang efektif menghasilkan iluminasi maksimum kedalam perairan yakni saat sudut datang cahaya adalah 45° timur dari sumbu vertical tertinggi kuliminasi matahari hingga sudut 45° barat setelah titik tertinggi kulminasi matahari. Menurut Antony J.F (2005; www.seafriends.org.nz/phgraph/water.htm ) 0TU
U0T
pada sudut penetrasi 45° terjadi reflektansi hanya sebesar 3.5% saja dan makin kecil hingga menjadi 0% saat matahari tegak lurus (90°). Hal ini menjadikan asumsi bahwa perbedaan besar-kecilnya sudut penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan akan memberikan dampak terhadap kecerahan laut yang mempengaruhi resolusi serta gangguan fisis air pada citra yang diproleh akan berbeda dari target atau jenis yang sama. (lihat skenario Gambar 8 - 10)
33
Pantai
Wahana> St I
St II
St III
Z1
Lifeform 1 Lifeform 2 Lifeform 3
Z2 Z3
L1
L2
L3
Gambar 8, Skenario pengambilan data citra pada ketiga lifeform.; ST I,II,III) Stasiun Wahana tiap lifeform. Z1;Z2;Z3; adalah Tinggi air yang bervariasi tergantung situasi lapang dan pasang-surut. L1) jarak garis pantai hingga lifeform 1 mengikuti kedalaman St1. L2) jarak lifeform(lf) 1 ke lf 2, L3) jarak lf 2 ke lf 3, bersifat fleksibel
R W
B AT LB
Z
CB AB
DL
LF
Gambar 9, Skema towing Cruise track dilokasi penelitian; keterangan; B (Boat), W(Wahana), LB(Light Beam), CB(Camera Beam), AB(Acoustic Beam), R(receiver), Z(kedalaman), AT(Arah Towing), DL(Dasar Laut), dan LF(lifeform).
34
Gambar 10, Skema towing Cruise track model Systematic Parallel (Simmond and MacLennan, 2005,H 313) dilokasi penelitian; Garis hitam dengan arah panah menunjukan arah line track dengan kecepatan rata-rata 2 knot, persegi empat hitam menunjukan titik lifeform (lihat lampiran 5) 3.3.4. Metode Analisis Secara utuh dari analisis yang dilakukan tentang bagaimana memunculkan unit-unit metode analisis yang menghasilkan pemahaman tentang bagaimana mengenali pola untuk identifikasi obyek sehingga akan tampak prosesi dari suatu metode sidik jari yang berkenaan tujuan penelitian ini. Untuk penelitian ini dibuat suatu alur analisis yang dimulai dari data, image pre-processing, ekstraksi ciri atau deskriptor obyek yang kemudian akan dilatih, di analisis dan disimpulkan secara statistik. Atas dasar tersebut maka dibagun sebuah alur analisis sebagaimana tertera pada Gambar 11 dan dari beberapa acuan teoritis tentang arsitektur JST Multi layer Perceptron Back Propagation yang telah disebut di atas dan dengan mengacu pada Lieberman dan Wang (2004) maka dirancang JST. Namun tentunya sebelum analisis-analisis yang berhubungan dengan metode sidik jari dilakukan, terlebih dahulu perlu dikemukakan analisisanalisis yang berhubungan dengan hasil rancang-bangun WPBA, sebagaimana dituliskan secara berurutan berikut ini.
35
Coral Descriptor
Image Pre-Processing
CB
AB
ACS
CE
MC
Input Features
Hidden Layer
Output Classification
ANN / JST Metode Sidik
Gambar 11, Alur Analisis pada Arsitektur JST Multi Layer Perceptron Backpropagatin yang akan digunakan dalam penelitian ini. 3.3.4.1. Interpolasi dan Ekstraprolasi Kalibrasi Kamera Untuk mendapatkan kuantifikasi dari hasil kalibrasi yang dilakukan untuk menguji efektifitas kamera dalam menghasilkan citra yang diharapkan berkualitas maka
analisis
statistik
interpolasi
dan
ekstrapolasi
digunakan
untuk
menyimpulkan data yang diperoleh. a)
Interpolasi Kalibrasi Kamera Apabila harga suatu f(x) ingin kita ketahui, tetapi x tidak terdapat dalam
tabel, tetapi masih dalam interval [x1,y1], maka harga f(x) tersebut dapat ditaksir dengan f(x) yang diketahui disekitarnya, penaksiran ini disebut interpolasi. Aproksimasi atau dikenal sebagai interpolasi. merupakan salah satu usaha untuk menyajikan data berbentuk grafis menjadi kalimat matematis. Secara umum
36
aproksimasi harus mendapatkan suatu fungsi yang melewati semua titik yang diketahui. Karena harus melewati semua titik yang ada, maka ada banyak fungsi yang memenuhi, kecuali jika fungsi tersebut mempunyai syarat tertentu.
x = xi → f(xi) = yi
………………... (20)
Sedangkan secara khusus aproksimasi tidak mensyaratkan melewati semua titik. Walaupun demikian solusi haruslah merupakan hasil terbaik mendekati semua titik diketahui. Aproksimasi secara khusus lebih dikenal dengan istillah regresi.
x = xi → f(xi) ≈ yi •
……………..…. (21)
Interpolasi Linier Jika terdapat dua titik misalanya titik P1 (x1,y1) dan P2 (x2,y2) sedangkan ada titik Q(x,y) yang berada di antara dua titik tersebut, maka kita dapat menentukan nilai koordinat pada titik Q, perhatikan grafik di bawah ini ;
Gambar 12, Grafik Pola Garis Linier (Rozak, 2010) Dari kurva di atas maka kita dapat menentukan persamaan garis dengan menggunakan persamaan;
y-y 1 /y 2 -y1 = x-x 1 /x 2 -x 1 ….............………………..…. (22) R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
y-y 1 = (y 2 -y 1 /x 2 -x 1 ) x-x 1 ……………………………….. (23) R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
y = (y 2 -y 1 /x 2 -x 1 ) x – x 1 + y1 R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
……………………………(24)
sehingga dengan mengetahui nilai x yang ditentukan maka akan diperoleh nilai y dengan mensubtitusi x ke dalam persamaan. 37
b)
Ekstraprolasi Kalibrasi Kamera Teknik ekstrapolasi digunakan untuk melakukan pendugaan adanya data
dengan memanfaatkan data yang ada. Teknik ekstrapolasi pada umumnya digunakan untuk melakukan peramalan terhadap data di masa datang dengan memanfaatkan data historis yang telah dimiliki (Hanke & Reitsch 1992). Beberapa teknik ekstrapolasi yang telah digunakan secara luas antara lain: Rataan Bergerak, Regresi Kuadratik dan Regresi Eksponensial. Misalkan terdapat data y , y , …, y , Metode Rataan Bergerak yang R
1
R
R
2
R
R
n
R
digunakan untuk meramal data adalah suatu metode untuk menduga y
yang
R
n+i
R
merupakan rataan dari m buah data terakhir sampai data ke-n, dalam hal ini m << n (m jauh lebih kecil daripada n) atau dapat diformulasikan: ……………………….(25) Nilai m dapat ditentukan secara bebas dengan catatan bahwa m buah data terakhir dapat merepresentasikan kumpulan data terakhir yang dipakai sebagai dasar untuk meramalkan data berikutnya. Semakin besar nilai m maka semakin besar pula
efek pemulusan datanya. Metode Rataan Bergerak ini dapat digunakan dengan asumsi bahwa data yang digunakan bersifat stasioner dan tidak mengandung trend, musiman atau siklus (Hanke & Reitsch 1992). Teknik ekstrapolasi lainnya yang juga sering digunakan adalah dengan menggunakan regresi. Regresi linear digunakan ketika dapat diketahui dari eksplorasi data yang ada bahwa data hanya mengandung trend linear, sedangkan jika pola data contoh diketahui tidak linear atau mengandung trend yang tidak linear maka dapat digunakan regresi kuadratik atau regresi eksponensial. Bentuk umum dari regresi kuadratik adalah:
+γ
, i = 1, 2, …., n
………………… (26)
kemudian untuk mendapatkan nilai dugaan data ke-i berdasarkan nilai k i . R
R
Selanjutnya nilai-nilai dugaan berikutnya (nilai hasil ekstrapolasi) didapatkan dengan menghitung untuk ŷ i yang bernilai (n+1) atau (n+2), dan seterusnya. R
R
Jika berdasarkan hasil eksplorasi data ternyata memiliki pola data yang mengandung asimtot maka dipertimbangkan regresi eksponensial dengan rumus: 38
……………….. (27)
atau
untuk mendapatkan nilai dugaan ke-i berdasarkan nilai k i Selanjutnya nilai-nilai R
R
dugaan berikutnya (nilai hasil ekstrapolasi) didapatkan dengan menghitung ŷ i R
R
untuk i yang bernilai (n+1) atau (n+2), dan seterusnya (Hanke & Reitsch 1992 dalam Setiawan M.A, 2008). Untuk menganalisis data yang diperoleh pada penelitian ini digunakan analisis trend non linier, dimana langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut: a.
Membuat ploting garis dari data deret jarak terhadap jumlah pixel pada tabulasi dengan skala hitung dengan mengambil sumbu datar menyatakan jarak dan sumbu tegak menyatakan jumlah pixel. Jika titik-titik nampak terletak sekitar garis lurus, trend linier dapat ditentukan. Jika tidak, trend tidak linier harus diambil.
b. Jika menunjukkan trend non linier lalu buat garis lengkungan yang diperkirakan paling cocok dengan kedudukan titik-titik itu. c.
Untuk trend non linier kemudian ditentukan peramalan terhadap kemampuan kamera untuk kualitas jarak pandang maksimum.
3.3.4.2. Analisis Kecenderungan Fisheye Effect Akibat Kecembungan Lensa Kamera Tingkat kecembungan dari sebuah kamera merupakan standard yang diberikan oleh pabrikan, namun dampak dari hal tersebut menyebabkan sebuah obyek akan berubah-ubah ukurannya jika berada pada posisi yang berbeda-beda terhadap
axis
kamera.
Kenampakan
penglihatan
sebagaimana
akibat
kecembungan lensa kamera ini merupakan kemiripan penglihatan kita seperti pantulan penglihatan mata ikan. Sehingga disebut sebagai efek mata ikan pada kamera (Camera Fish Eye Effect). Pengukuran FEE lensa kamera yang digunakan pada penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil beberapa sampel gambar dari citra yang telah diperoleh sebagai sampel; 1. dengan posisi sejajar axis, 2. 50% dari axis ke tepi searah horisintal 3. 100% dari axis ke tepi searah horizontal
39
4. 50% dari axis ke tepi searah vertikal 5. 100% dari axis ke tepi searah horizontal 6. 50% dari axis ke tepi searah diagonal 7. 100% dari axis ke tepi searah diagonal Berdasarkan data yang diambil dari ketujuh posisi tersebut (lihar gambar 13) maka akan di analisis nilai-nilai deskriptor geometrik-nya, yang kemudian dihitung nilai rata-rata rasio perubahan berhuhubungan dengan beda posisi tersebut.
Gambar 13, Skema kerja dan analisis Fisheye Effect pada kamera yang digunakan pada penelitian sebagaimana prosedur 1 sampai 7. 3.3.4.3. Ekstraksi Deskriptor Citra Jenis Karang Setelah image pre-processing dilakukan kemudian ekstraksi data deskriptor dilakukan dan dikelompokan dalam dua proses, hal ini didasarkan atas bagaimana proses fisis dari deskriptor itu bisa muncul dan berada pada sebuah obyek yang nantinya menjadi data input (Xn) pada pelatihan jaringan syaraf tiruan yang digunakan nanti. a) Deskriptor Geometrik Setiap benda adalah sesuatu bentuk yang memiliki keruangan tiga dimensi (XYZ), ketika unsur keruangan tersebut tercuplik kedalam sebuah citra sebagai dua dimensi (XY), maka yang akan tampak adalah benda dengan geometris;
40
panjang, lebar, serta kelilingngnya disertai kecenderungan-kecenderungan fisisnya. Berdasarkan hal tersebut maka benda dikuantifikasi ukurannya dengan konversi kedalam ukuran jumlah pixel yang memenuhi keruangan dua dimensi benda tersebut. (lihat Gambar 14) Pixcel (X,Yatas)
Awal deteksi
Pixcel (Xkiri,Y)
Akhir deteksi Pixcel (X,Ybawah)
Pixcel (Xkanan,Y)
Gambar 14, Metode Deteksi Tepi dan Ujung Obyek (Sriyasa, 2003)
Penggunaan perangkat lunak citra, untuk ekstraksi data deskriptor lifeform karang berdasarkan situasi fisis dari citra yang diperoleh dilakukan setelah preprocessing terhadap citra tersebut, dengan menghitung
area dan perimeter,
panjang dan lebar sebagai deskriptor geometrik sebagaimana berikut; X1 = Area (A) X2 = Perimeter (P) X3 = Lebar (W) X4 = Panjang (L) X5 = Elongation (Elong = L/W) X6 = Circularity (Circ = P/4ΠA) X7 = Rectangular (Rect = P*L/A) Data deskriptor X1, X2, X3 dan X4 dapat di ekstrak langsung namun X5, X6 dan X7 harus dihitung terlebih dahulu karena merupakan deskriptor turunan 41
dari keempat deskriptor lainya. Kemudian dengan scater plot, dilakukan analisis hubungan trend data ke tujuh deskriptor terhadap perubahan jarak kedalaman. b) Deskriptor Energetik Citra merupakan suatu fungsi intensitas dala bidang dua dimensi. Intensitas berrasal dari sumber cahaya, adalah sebuah bentuk energi. Fungsi intensitas berada pada; 0 < f(x , y)< ∞ dimana fungsi intensitas merupakan fungsi sumber cahaya yang menerangi obyek serta cahaya yang dipantulkan obyek yang ditulis sebagai; 0 < I (x,y) < ∞ (iluminasi sumber cahaya), sedangkan 0 < r(x,y) < 1 (koefisien pantul obyek). Fungsi intensitas pada suatu titik (x,y) disebut derajat keabuan atau gray level (l), dengan l terletak diantara ; L min ≤ 1 ≤ L max (Wijaya R
R
R
R
dan Priyono, 2007). Dengan menggunakan perangkat lunak Photosop, ekstraksi nilai Red Green Blue (RGB) diambil sebagai informasi fungsi intensitas energi yang direfleksikan lifeform dalam spektrum warna. Data ini di ambil untuk mendeskripsikan ciri lifeform karang secara energetik, diantaranya; X8 = Indeks warna merah (I red = R/(R+G+B)) R
R
X9 = Indeks warna hijau (I green = G/(R+G+B)) R
R
X10 = Indeks warna biru (I blue = B/(R+G+B)) R
R
X11 = Indeks warna kuning (I yelow = Y/(C+M+Y)) R
R
X12 = Intensitas (I = (R+G+B)/3) X13 = Hue (Cos Hu = (2R-G-B)/(2√2(R+G)+(R+B)+(R+G)) X14 = Saturation (S = I – 3/(R+G+B)-(RGB)
3.3.4.4. Jaringan Syaraf Tiruan Yang Digunakan JST Perambatan Balik merupakan salah satu model JST yang popular dan ampuh. JST ini menggunakan arsitektur yang mirip dengan arsitektur JST Multi Layer Perceptron (yang memiliki satu atau lebih lapisan tersembunyi diantara lapisan masukan dan lapisan keluaran, sebagaimana Gambar 15). JST perambatan balik menggunakan metode pembelajaran terawasi (supervised training) (Rich dan Knight, 2001).
42
JST perambatan balik tidak memiliki hubungan umpan balik (feedback), artinya suatu lapisan (layer) tidak memiliki hubungan dengan lapisan sebelumnya sehingga bersifat umpan maju (feedforward), namun galat yang diperoleh diumpankan kembali ke lapisan sebelumnya selama proses pelatihan, kemudian dilakukan penyesuaian bobot seperti pada Gambar 4 merupakan arsitektur JST perambatan balik dengan satu lapisan input (unit-unit X i ), satu lapisan R
R
tersembunyi (unit H i ) dan satu lapisan output (unit-unit O i ). Neuron-neuron pada R
R
R
R
lapisan yang sama tidak saling berhubungan, tetapi pada lapisan yang berbeda saling berhubungan (fully interconnected). Lapisan input berfungsi untuk meneruskan input dan tidak melakukan komputasi, sedangkan lapisan tersembunyi dan lapisan output melakukan komputasi. Pada Gambar 15 menjelaskan fungsi aktivasi yang berlaku sebagaimana Gambar 4.
Nilai Bobot Nilai Bobot
x
ω1
ω2
x
X f(x)
Y = f(X)
ω3
x
Output
Input
Gambar 15, Jaringan Syaraf Tiruan menurut Kusumadewi, 2003.
Hasil ekstraksi deskriptor kemudian dimasukan kedalam jaringan syaraf tiruan yang dibangun (Gambar 15). (Hasil diskusi dengan Indra Jaya, pengembangan deskriptor dari; M. Ikbal 2005)
43
Hidden Layer 2
Hidden Layer
Hidden Layer 3
1
1
1
Hi1
Hj1
Hk1
1
Hi2
Hj2
Hk2
X1
Hi3
Hj3
Hk3
X2
Hi4
Hj4
Hk4
X3
Hi5
Hj5
Hk5
X4
Hi6
Hj6
Hk6
X5
Hi7
Hj7
Hk7
Hi8
Hj8
Hk8
Hi9
Hj9
Hk9
Hi28
Hj28
Hk28
Input Layer
Output Layer [1 0]
X14
Gambar 16, Model Jaringan Syaraf Tiruan yang Dikembangkan berdasarkan data deskriptor yang digunakan. Umumnya, neuron-neuron yang terletak pada lapisan yang sama akan memiliki keadaan yang sama. Faktor terpenting dalam menentukan perilaku suatu neuron adalah fungsi aktivasi dan pola bobotnya. Pada lapisan yang sama, neuron-neuron akan memiliki aktivasi yang sama. Menurut Rich dan Knight (2001) algoritma yang dipakai JST perambatan balik adalah sebagai berikut : 1) Tentukan Matrik X A sebagian lapisan input, vector O C sebagai lapisan R
R
R
R
output dengan c sebagai banyak unit neuronnya, dan matrik H B sebagai R
R
lapisan terselubung dengan B unit neuron. Tingkat aktivasi masing-masing lapisan adalah; - X i sebagai tingkat aktivasi pada lapisan input R
R
- H i sebagai tingkat aktivasi pada lapisan terselubung R
R
- O k sebagai tingkat aktivasi pada lapisan output R
R
Normalisasi nilai input X A dan target Y K dalam selang [0..1] R
R
R
R
2) Bobot yang menghubungkan masing-masing layer adalah:
44
- W ij, merupakan bobot yang menghubungkan lapisan lapisan input dengan R
R
lapisan terselubung. - Vjk, merupakan bobot ynag menghubungkan lapisan terselubung dengan keluaran. Tiap-tiap bobot harus bernilai acak dengan nilai antara -1 dan 1. 3) Inisialisasi aktivasi unit ambang, dimana nilai unit ini bersifat tetap dan tidak berubah, yaitu: -
X 0 = 1.0 R
-
R
H 0 = 1.0 R
R
4) Perambatan nilai aktivasi mulai dari unit-unit lapisan input ke unit-unit lapisan terselubung dengan menggunakan fungsi aktivasi: ………………..(28) dimana : X 0 = selalu bernilai 1 (satu) W0j = merupakan bobot ambang (threshold) untuk unit ke-j lapisan R
R
terselubung 5) Lakukan perambatan aktivasi dari unit-unit lapisan terselubung ke unit-unit lapisan output dengan fungsi aktivasi : ………………….(29) dimana :
H 0 = selalu bernilai 1 (satu) R
R
V 0k = merupakan bobot threshold unit ke-k lapisan output R
R
6) Hitung besar error (δk) keluaran yang dihasilkan oleh lapisan output. Error merupakan selisih antara output actual network (O k ) dengan target (y k ). R
R
R
R
…….……….(30) 7) Hitung besar error (δ j ) unit-unit neuron pada lapisan terselubung sebagai R
R
berikut:
………………….(31)
8) Sesuaikan bobot unit-unit neuron antara lapisan terselubung dengan lapisan output dengan memberikan nilai learning rate (β) yang menentukan kecepatan jaringan untuk melakukan training. Δv jk = βδ k H j R
R
R
R
…….………………………………..(32)
R
R
Vjk = v jk + βδ k H j R
dimana
R
R
R
R
……………………………………..(33)
R
j = 0, ….,B dan k = 1,…., C
45
9) Sesuaikan bobot unit-unit neuron antara lapisan input dengan lapisan terselubung
Δw jk = βδx i R
R
....……………….…………………..(34)
R
R
W jk = w jk + βδx i R
dimana
R
R
R
R
………………………………………(35)
R
I = 0,…., A dan j = 1,….B
10) Kembali ke langkah 4 dan ulangi sampai dengan langkah 10, proses dihentikan sampai dengan O k mendekati y k , dengan menentukan nilai R
R
R
R
E < 0.0001. Dari kedua hasil analisis data, baik dari laboratorium maupun dari data lapang tersebut masing-masing akan memiliki nilai error tertentu. Sehingga dari kedua kelompok nilai error (SSE) hasil pelatihan terhadap masing-masing kesepuluh jenis karang tersebut anak dilakukan analisis Statistik untuk membandingkan korelasi dan error yang terbaik yang dapat dipakai sebagai indikator pembuktian kebenaran serta kesimpulan terhadap proses yang dilakukan. Sementara data yang tersimpan sebagai data base pada jaringan syaraf tiruan ini akan digunakan sebagai data base untuk mengenali jenis karang yang dilatih datanya agar memudahkan secara cepat dan tepat penentuan jenis life form karang.
46
3.3.4.5. Flow Chart Penelitian Pada Gambar 17 ditunjukan diagram alir keseluruhan rangkaian penelitian yang telah dilakukan. MULAI RANCANG BANGUN WAHANA
TAHAP 1 TAHAP 2
UJI WAHANA
DATA PENUNJANG
POTRET LIFE FORM KARANG
KALIBRASI DAN KOREKSI KAMERA
DATA CITRA KARANG
BATHYMETRI KECERAHAN
POTRET TARGET HEXAGON
GEO’POSITION PREPROCESSING CITRA
DATA CITRA PANGGIL CITRA
BACA CITRA SECARA SISTEMATIS
DATA BASE *db
ANALISIS DATA OUTPUT
SIMPULAN
INPUT DESKRIPTOR
ENHANCED CONTRAST
HISTOGRAM EQUALIZED EXTRAKSI CIRI GEOMETRIK ULANG PROSES SESUAI DATA
AKTIVASI / PELATIHAN & PENGUJIAN
ITERASI + PROPAGASI MAJU DAN BALIK
PERULANGAN JIKA MASIH ADA DATA
EXTRAKSI CIRI ENERGETIK OUTPUT SIMPAN DATA SIDIKJARI/DESKRIPTOR OBYEK
SSE
BERHENTI JIKA TIDAK ADA DATA
Gambar 17, Bagan Alir (flow chart) Metode Penelitian 47
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Wahana Pencitraan Bawah Air Dilandasi kelebihan-kelebihan serta keterbatasan ataupun kekurangan beberapa metode pemantauan karang yang selama ini digunakan seperti Manta Tow, Line Trancect Intercept dan Quadrate Transect, maka untuk kepentingan perolehan data akurat dengan pembenaran geo-positinoning sebagaimana keberadaan obyek di lokasi atau habitatnya maka dilakukan perancangan dan pembangunan peralatan utama yang disebut sebagai Wahana Pencitraan Bawah Air (WPBA). Uji kelayakan stabilitasnya termasuk daya apung, deviasi haluan saat towing, serta kalibrasi rasio area sapuan
(field of view) dan efek
kecembungan kamera (fisheye effect), agar menjadi acuan dalam kuantifikasi serta pemahaman terhadap realitas lifeform terhadap citra yang dihasilkan. Wahana ini digunakan dengan fungsi melakukan pemotretan dan pengamatan secara vertikal kedalam perairan terhadap obyek tertentu termasuk area yang disapu searah besarnya beam kamera. Data yang dihasilkan berupa citra dan video aktif yang masing-masing dapat di atur berdasarkan keperluan dan tujuan penelitian. 4.1.1. Rangka Utama WPBA dibuat dengan rangka utama berupa pelat baja stainless steel dari jenis 316 yang tahan terhadap pengkaratan (korosit) dengan dimensi tebalnya 2 milimeter, lebar 60 centimeter dan panjangnya juga 60 centimeter. Pelat ini dilubangi empat jendela berukuran; 10 x 10 centimeter dengan kedudukan; dua jendela didepan (kiri dan kanan) sebagai jendela untuk tempat penenmpatan dua unit lampu yang berfungsi menjadi sumber cahaya. Satu jendela ditengah sebagai yang berfungsi untuk penempatan kamera utama, serta satu jendela dibelakang sejajar jendela tengah, yang berfungsi untuk penempatan transducer. Untuk penempatan pelampung, maka pada haluan dan buritan dari sisi kanan dan kiri pelat/rangka utama dilubangi untuk alur bagi pemasangan mur dan baut penahan cincin yang berfungsi sebagai sabuk penahan pelampung. Sedangkan pada sisi kiri dan kanan haluan, dilubangi juga, guna penambatan tali 48
penarik, dimana masing-masing lubang berdiameter 8 milimeter sesuai mur dan baut yang digunakan. Bagian bawah pelat utama ini di pasang dua sirip pada sisi kiri dan kanan secara sejajar haluan dan buritan dengan ukuran panjang masing-masing 40 centimeter dan lebar 7 centimeter yang akan berfungsi menjaga stabilitas wahana dan mengurangi dampak besarnya sudut deviasi haluan ke kiri dan kanan atau mengoleng (yaw). Dan pada bagian atas, sisi kiri dan kanan ditambahkan dua pegangan yang berguna untuk memudahkan pemindahan wahana pada saat bekerja, terutama disaat sudah terinstalasi secara keseluruhan beserta peralatan lainya.(Gambar 18)
Gambar 18, Pelat baja stailess steel yang digunakan sebagai rangka utama wahana
4.1.2. Pelampung Wahana Untuk memudahkan koreksi geometrik dan geo-posisi dari obyek dan area sapuan beam maka kedudukan wahana haruslah stabil dipermukaan air pada jarak tertentu dari obyek target dan dasar perairan. Sehingga, pada wahana dipasang
49
pelampung pada sisi kiri dan kanan dengan fungsi pengapungan (gaya vertikal) dan stabilitas horizontal terhadap permukaan air. Pelampung dibuat dari bahan pipa PVC berdiameter 4 inci (10 centimeter) dengan panjang masing masing adalah 112 centimeter dengan tinggi bagian tengah 17,5 centimeter. Pada bagian haluan pelampung dibentuk melengkung keatas tinggi 25,5 centimeter menyerupai sepatu ski agar pada saat penarikan di laut tidak menukik kedalam air. Kedudukan rangka utama terhadap pelampung tepat di tengah, berjarak 20 cm dari buritan dan 32 cm dari haluan merupaan jarak ideal keseimbangan hasil uji. Untuk pengamatan stabilitas maka, pada bagian buritan dan sisi luar haluan diberikan penanda tinggi air (draft) sebagai marka penanda daya apung.(Gambar 21 dan 23)
Gambar 19, Pelampung yang digunakan pada rangka utama wahana
4.1.3. Perangkat Peralatan dan Sensor Wahana pencitraan bawah air ini dibuat dengan dukungan beberapa perangkat utama yang diadakan sebagai alat buatan pabrikan dan disetting terinstalasi secara apik dengan menyesuaikan pada kebutuhan data yang akan diperoleh yaitu: data citra bawah air dan data geo-posisi. Perangkat-perangkat itu yakni; 50
•
Untuk data citra; digunakan Kamera CCTV Sony yang di masukan kedalam Cashing kedap air yang dibuat dari bahan PVC 3 inci, terhubung ke sebuah Stik Kontrol DVR 60800 yang dilengkapi sebuah Memori Card Eksternal berkapasitas 2 Giga Bite, kemudian terhubung dengan sebuah layar monitor tipe Vitek LCD Car Television berukuran 7 inci untuk tampilan pengamatan kamera, dengan control dan seting digital stik. Sebagai sumber energy, digunakan UPS 3000 wat yang mampu menyimpan
energy
untuk
dipakai
selama
delapan
jam
bekerja
dilaut.(Gambar 20, Group (a)) •
Ketepatan mengidentifikasi keberadaan obyek di lokasi/habitatnya di lakukan dengan mengambil data X sebagai Lintang, Y sebagai bujur dan Z berupa kedalaman, yang dikerjakan menggunakan Perangkat Garmin GPSmap 170C Sounder yang memiliki receiver untuk data geo-posisi serta transducer untuk data Bathymetri. Sumber energy berasal dari unit Accu 24 VA. (Gambar 20, Group (b))
Vitek, Colour LCD Car Television, 7”,
Garmin GPS Receiver
UPS 3000W
ACCU 24 VA
DVR, 60800 CCTV kamera
Lampu
Group (a)
Garmin GPSmap 178C Sounder
Garmin Transducer
Group (b)
Gambar 20, Skema setting group peralatan yang dioperasikan pada wahana sesuai sumber energi yang digunakan(Group (a) energy AC/UPS dan Group (b) energy DC/Accu).(foto tiap unit alat pada lampiran 2) Dari kedua group peralatan ini kemudian dihasilkan data yang berbeda tipe namun dikerjakan secara bersama-sama. Data dari sistim group (a) berupa citra,
51
akan tersimpan sebagai citra digital secara otomatis di dalam memori card eksternal, kemudian dipindahkan ke komputer sebagai data base citra dengan ekstensi JPEG atau BMP. Data yang bersumber dari sistim group (b) dapat tersimpan didalam memori GPSmap C170 Sounder, ataupun akan langsung diinput secara manual kedalam data sheet yang sudah disediakan ataupun langsung ke data base sebagai data XYZ. (Lampiran 1 Dan 6) Hasil rancang bangun dapat dilihat pada Lampiran 3, namun secara lengkap WPB dapat dilihat pada Gambar 21 – 25.
Receiver Pegangan
Kamera
Pegangan Pelampung Draft Air
Penyangga
Transducer
Sirip-sirip
(a)
(b)
Gambar 21, (a) wahana tampak belakang tanpa instalasi peralatan, (b) wahana tampak belakang setelah terinstalasi alat.
(a)
(b)
Gambar 22, (a) wahana tampak depan tanpa instalasi peralatan, (b) wahana tampak depan setelah terinstalasi alat. 52
Marka Air
Haluan
Pegangan
Sirip
Buritan
Cincin
Gambar 23, wahana tampak samping (kiri) setelah ter-instalasi peralatan. Lampu
Receiver
Transducer Kamera
Gambar 24, wahana tampak atas setelah ter-instalasi peralatan
Lampu
Kamera
Transducer
Sirip
Gambar 25, wahana tampak bawah setelah ter-instalasi peralatan
53
Setelah pekerjaan rancang bangun selesai dilakukan maka, untuk mengetahui kemampuan unjuk kerja WPBA yang dapat diacu sebagai standar maka dilakukan pengujian dengan sasaran mengetahui daya apung serta stabilitas wahana. Jika dioperasikan di laut pada penelitian yang sesungguhnya maka terlebih dahulu wahana di uji dalam skala laboratorium dan di kolam (Gambar 27) kemudian dilakukan pula di air laut sebelum pengambilan data lapang. Cara kerja pengujian dapat dijelaskan sesuai poin uji secara berurutan berikut ini. 4.1.4. Hasil Uji Stabilitas Cara kerja pengujian stabilitas diawali dengan setting peralatan secara keseluruhan, kemudian ditempatkan di air kolam/laut. Setelah semua perangkat di aktifkan, pengamatan posisi keseimbangan marka draft haluan dan buritan yang mesti seimbang antara gaya apung terhadap gaya tenggelam (Gambar 26). Setelah itu dilanjutkan pengamatan kondisi perairan beriak/ombak, yang dibuktikan dengan hasil cuplik gambar melalui display (Gambar 27). Kemudian dilakukan pengamatan pada saat towing untuk mengetahui keseimbangan horizontal di permukaan air sehingga dapat dipahami orientasi wahana dan hubungannya dengan kecepatan towing yang layak. Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, setelah ditempatkan seluruh kelengkapan group perangkat peralatan yang digunakan hingga mencapai berat 11 kilogram sebagai gaya berat, wahana terendam sebagian (1/2 bagian) dari pelampung, artinya bahwa kemampuan mengapung wahana ini adalah 50% dan daya tenggelamnya adalah 50% atau dengan kata lain keseimbangan vertikal seimbang (0.5 : 0.5) sebagaimana tampak pada marka apung/draft yang ada di haluan dan buritan. Kecepatan maksimum saat towing yang dianggap baik untuk menghasilkan citra serta video berkualitas baik serta layak untuk dijadikan data adalah maksimal 2 knot, karena kecepatan yang terlalu lambat akan kurang efisien akan tetapi kecepatan yang melebihi 2 knot akan mempengaruhi stabilitas. Hal tersebut tentunya akan memperburuk kualitas citra maupun video yang akan dihasilkan oleh wahana ini. (Gambar 26).
54
Gambar 26, Uji Stabilitas daya apung wahana; (a) 50% buritan mengapung, (b) 50% buritan tenggelam, (c) 50% haluan terapung Untuk mengetahui faktor alamiah yang tidak terkontrol di lapang seperti ombak, angin dan arus yang pasti mempengaruhi orientasi (tilt, yaw, roll atau pitch) dari WPBA ini, secara eksperimental diberi riak-riak ombak tidak beraturan di air kolam juga di laut, dengan asumsi skala beaufort mendekati ‘I’, sehingga secara kualitatif tampak tidak terjadi perubahan yang nyata terhadap kualitas gambar yang dihasilkan sebagaimana display monitor. Namun untuk mendapat kualitas citra yang berkualitas, sebaiknya penggunaan WPBA pada periran yang tenang, tidak pada perairan yang berombak. (Gambar 27)
Gambar 27, Uji Kualitatif Stabilitas wahana saat (a) air tenang dan (b) air berombak dengan obyek target berwarna kuning 55
4.1.5. Interpolasi Kalibrasi Camera View Angle dan Field Of View Dengan menggunakan obyek berbentuk hexagon berwarna putih, memiliki dimensi rata-rata dari tiga ukuran panjang, rata-rata dari tiga ukuran lebar dan tinggi yakni; 22,5 centimeter X 20 centimeter X 6.5 centimeter, kemudian dilakukan pemotretan untuk standard kalibrasi di darat (diluar air) dan di laut (dalam air). Dari hasil pemotretan tersebut diperoleh data obyek sebanyak 31 citra untuk di darat dan 31 citra dilaut, dimana masing-masing pemotretan memiliki jeda jarak 30 centimeter sehingga menghasilkan citra dengan komposisi yang berubah-ubah, termasuk masing masing 1 citra referensi berjarak 1 meter dari target. Dari data berupa citra tersebut kemudian dilakukan penghitungan total jumlah pixel dari obyek terhadap jumlah pixcel area sapuan yang diulangi dengan prosedur yang sama bagi setiap kali perlakuan atau setiap citra.. Besar sudut pantauan kamera atau Camera View Angle (CVA) yang ada pada kamera yang digunakan memiliki dua proyeksi yakni berdasarkan lebar (θL) dan panjang (θP). Pada jarak referensi 1 meter, jumlah pixel berdasarkan lebar adalah 480 dengan θL sebesar 22,5° dan berdasarkan panjang memenuhi 640 pixel dengan θP sebesar 30° dan total pixel yang memenuhi area sebesar 307200 unit pixel (resolusi ; 640 x 480). Dari hasil tersebut maka perbandingan sebesar 75% per 100% atau 3 banding 4. Secara alamiah, penglihatan yang tampak pada lensa oleh mata manusia adalah berbanding lurus dan tidak terbatas atau to infinity (menuju arah tak terbatas). Sehingga berdasarkan data tersebut, dapat dilakukan interpolasi untuk mendapatkan pola yang terbentuk dari hubungan antara beberapa parameter indikator berupa luasan area sapuan terhadap jarak dalam satuan meter di grafik 1 dan jumlah pixcel terhadap jarak, terlihat pada grafik 2, menunjukan bahwa pertambahan jarak secara lurus akan bersamaan dengan
perubahan
pertambahan luas area sapuan dengan perubahan yang konstan linier hingga menjadi tak terbatas (to infinity), sebagaimana terlihat pada Gambar 28 - 30.
56
Interpolasi Luas Area Beam Terhadap Jarak 8 7
Area Beam (M2)
6 5 4 3 2 1 0 0
1
2
3
4 5 Jarak (M)
6
7
8
9
Gambar 28, Grafik Interpolasi Luas Area Sapuan Beam Kamera (FOV) terhadap perubahan jarak; bulatan hitam menunjukan nilai-nilai luas area sedang garis lurus menunjukan linear to infinity (dalam satuan meter untuk jarak)
Interpolasi Pixel Area terhadap Jarak 3000000 2500000
Jumlah Pixel
2000000 1500000 1000000 500000 0 0
100
200
300
400 500 Jarak (Cm)
600
700
800
900
Gambar 29, Grafik Interpolasi jumlah Pixel Area Sapuan Beam Kamera (FOV) terhadap perubahan jarak ; persegi empat hitam menunjukan nilai-nilai luas area sedang garis lurus menunjukan linear to infinity (dalam satuan centimeter terhadap pixel)
57
Ploting Ganda Interpolasi Pixel dan Luas terhadap Jarak
Nilai Luas(C2) dan Pixel(C3)
3000000
Variable C2 C3
2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0 0
1
2
3
4 5 Jarak
6
7
8
9
Gambar 30, Grafik Ploting ganda Interpolasi jumlah Pixel dan Luas Area Sapuan Beam Kamera (FOV) terhadap perubahan jarak; persegi empat hitam menunjukan nilai pixel, bulatan menunjukan luas area dan garis lurus menunjukan linear to infinity 4.1.6. Extrapolasi Kalibrasi Untuk Peramalan Jarak Pandang Kamera Sebagaimana metode dan obyek yang digunakan untuk perolehan data guna analisis interpolasi, maka untuk keperluan ekstrapolasi dalam meramalkan jarak pandang kamera di darat maupun di laut/bawah air, dilakukan melalui analisis terhadap pola trend data, adalah sama proses perlakuannya. Dari 30 unit data dengan jeda jarak 30 centimeter hingga mencapai jarak 9 meter, dilakukan plotting hingga membentuk trend line yang secara umum berbentuk eksponensial negative. Data ke tiga puluh kemudian dihitung dengan asumsi statistik Y mendekati nilai 1 atau Y tertinggi (Y=A + Bx) dan setelah diperoleh selisih perubahan nilainya maka kemudian dijumlahkan dengan x ke 30 dan selanjutnya untuk setiap pertambahan nilai akibat pertambahan jarak, dari nilai ke 31 hingga ke 50 dari fungsi eksponensial
, lalu berdasarkan
data tersebut, dilakukan ekstrapolasi untuk melihat hubungan antara jumlah pixel obyek yang berkurang berbanding terbalik dengan pertambahan jarak atau pertambahan kedalaman laut. Peramalan menggunakan teori ekstrapolasi ini dapat dilihat hasilnya pada Gambar 31.
58
Ekstrapolasi Pixel terhadap Jarak di Darat 250000
Jumlah Pixel
200000
150000
100000
50000
0 0
10
20
30
40
50
Jarak
Gambar 31, Grafik Ektrapolasi peramalan jarak pandang maksimum/efektif kamera wahana di darat, pada titik jarak ke 35 (bulatan merah dengan persilangan) Dari ekstrapolasi terhadap citra obyek hexagon yang dipotret di luar air /di darat sebanyak 30 data yang dipakai untuk meramalkan data ke 31 hingga 50. Kemudian setelah diplot, ternyata penurunan secara eksponensial decreasing dan mencapai titik nol pada data ke 35, hal ini berarti bahwa pada titik tersebut, kamera tidak menghasilkan citra yang bisa diinterpretasi lagi. Itupun terjadi pada hasil pemotretan di laut, dimana dari tingkat kecerahan yang diukur dengan secchi disk adalah 100% berada pada 11 meter laut, namun kamera ini hanya mampu mengenali obyek di titik ke -35, sebagaimana di darat yakni 10,5 meter.(Gambar 32). Ekstrapolasi Pixel terhadap Jarak di Laut 200000
Jumlah Pixel
150000
100000
50000
0 0
10
20
30
40
50
Jarak
59
Gambar 32, Grafik Ektrapolasi peramalan jarak pandang maksimum/efektif kamera wahana di laut, pada titik jarak ke 35 (Persegi empat merah) Dari kedua grafik hasil ekstrapolasi ini dilakukan overlay kedalam satu grafik yang menunjukan titik temu yang sama sebagaimana ditunjukan pada Gambar 33. Ekstrapolasi Pixel Obyek Darat dan Laut Versus Jarak 250000
Variable A rea-O D(SPix) A rea-O L(SPix)
Jumlah Pixel Obyek
200000
150000
100000
50000
0 0
10
20 30 Jarak (per 30Cm)
40
50
Gambar 33, Grafik Overlay kedua pola Ektrapolasi peramalan jarak pandang maksimum/efektif kamera wahana di laut dan darat, pada titik jarak ke 35 (bintang biru) Dari Gambar 31 - 33 tampak pola eksponensial juga menginformasikan bahwa ukuran obyek berubah secara teratur tanpa efek dari kamera pada titik ke 14 sedangkan titik 1 sampai 13 dipengaruhi kecembungan kamera (akan dibahas lebih lanjut, bagian 4.1.7. FEE). Sehingga kemudian dari pemahaman tentang prinsip interpolasi dan ekstrapolasi yang menunjukan linear to infinity serta proyeksi ekstrapolasi jarak pandang maksimum kamera yang berhubungan dengan kuantitas ukuran obyek dapat dipahami bahwa area dan obyek memiliki situasi yang terbalik terhadap perubahan jarak. Atas dasar inilah kuantifikasi sebuah obyek dibawah air dapat dilakukan dengan benar.(Lampiran 4) 4.1.7. Kecenderungan Fisheye Effect Akibat Kecembungan Lensa Kamera
60
Ikan memiliki posisi mata pada sisi kiri dan kanan yang masing-masing mampu memandang dengan sudut 180°, sehingga kedua mata ikan akan memenuhi 360° yang equisolid dengan visi silindris atau sama besar dan seimbang. Pengembangan kamera dengan mengacu pada efek fisheye ini kemudian digunakan dalam mempelajari geometri, serta bidang-bidang lain. (Solarradiation http://en.wikipedia.org/wiki/solar_radiation ). 0T
0T
Dalam bidang fotografi, lensa dengan pengaruh fisheye merupakan pelebaran sudut lensa yang mengakibatkan obyek menjadi sangat lebar atau panjang dari semestinya atau dengan kata lain berubah ukuran menjadi lebih, atau hingga setengah bola (hemispherical). Dalam bidang lain, seperti meteorology, fisheye lens dari kamera dilakukan untuk mempelajari kondisi perawanan, dengan sebutan yang dikenal dengan ‘Whole Sky lens’, yang mana metode ini diatur dengan kaidah tertentu berdasarkan kepentingan bidang masing-masing. Hal ini memiliki permasalahan terhadap distorsi dari setiap sisi pandangan yang mengalami perubahan bentuk yang menjadi tidak semestinya serta tampak buram. Jika sebuah lensa kamera dibuat dengan fisheye frame sebesar 10.5 mm (misalnya; Nikon tipe sudut equisolid), sensor akan memotong secara rektangular terhadap besar sudut vertical, horizontal dan diagonal sebesar 180°. Untuk kamera yang dibuat tidak dengan fisheye atau sudut lebih kecil, seperti Sony CCTV yang digunakan pada penelitian ini, dilakukan pengujian sehingga diketahui efek fisheye ini ada, yakni dengan resolusi foto 640x480 akan memiliki sudut vertikal 22.5°, horizontal 30° dan diagonal 47.5°, secara rata-rata menghasilkan frame 1.944 mm, tentulah sangat kecil dibanding lensa kamera dengan fisheye. Sehingga secara kasat mata tidak tampak adanya distorsi pada sisi kamera terhadap obyek tertentu yang dihasilkan pada sebuah citra. Meskipun demikian, jika mengacu pada hasil ekstrapolasi pada bagian sebelumnya sebagaimana Gambar 31, 32 dan 33, menunjukan adanya kecembungan kamera yang diindikasikan oleh pola eksponensial negatif yakni obyek yang berada sejajar axis, tidak terpengaruh kecembungan kamera setelah berada dititik 13 (30cm x 13 = 390cm) atau hampir tiga kali lebar horizontal beam kamera. Pada analisis ini dilakukan kuantifikasi terkait kecembungan kamera 61
yang berdampak pada citra dihasilkan, semata-mata untuk mengetahui seberapa jauh trend data dari pengaruh kecembungan lensa pada kamera yang digunakan, (sudah terbuat secara pabrikan) dapat mempengaruhi unsur panjang, lebar, perimeter dan area karang yang di potret pada penelitian ini. Untuk itu, dilakukan pengambilan beberapa sampel citra lifeform karang dari data base yang dipotret pada waktu yang sama, dengan tinggi air yang sama namun memiliki posisi orientasi obyek terhadap axis kamera yang berubah-ubah. Dalam penelitian ini axis tersebut dikategorikan menjadi tiga kategori orientasi area dari axis yaitu; 1. Sejajar axis hingga 1/3 jarak dari ½ lebar citra sebagai posisi pertama. 2. 1/3 sampai 2/3 dari jarak dari axis ke arah ½ lebar citra sebagai posisi kedua. 3. 2/3 sampai tepi atau 3/3 dari axis kea rah ½ lebar citra sebagai posisi ke tiga. Ketiga posisi ini akan diberikan perlakuan identifikasi pengelompokan posisi orientasi obyek secara horizontal, vertikal, dan diagonal dari citra sampel yang kemudian dianalisis kecenderungannya serta seberapa besar rasio perubahannya yang dapat dilihat pada Gambar 34. 4.1.7.1. Efek Kecembungan Lensa Untuk Obyek di Posisi Horizontal Dari kelompok data yang diamati sebanyak tujuh citra, merupakan citra tertangkap kamera ber-orientasi sejajar garis datar tengah atau horizontal kamera, kemudian dilakukan ekstraksi data geometris-nya yaitu jumlah pixel memenuhi panjang, lebar, perimeter dan area, kemudian diplot menggunakan matrix plot dengan memunculkan trendline keempat variabel deskriptor tersebut, yakni; Matrix Plot Horizontal of Posisi vs Panjang, Lebar, Perimeter, Area 170
180
190
26000
27000
28000
20
Posisi
15
10
5
0 195 200 Panjang
X4
205 Lebar
X3
585 600 Perimeter
X2
615 Area
X1
62
Gambar 34, Grafik FEE oleh Kecembungan lensa kamera terhadap ukuran obyek pada posisi Horizontal lensa. (X4: Panjang, X3: Lebar, X2: Perimeter, X1: Area) Dari Gambar 34 menunjukan bahwa setiap kolom matriks panjang, lebar, perimeter dan area memiliki sebaran yang kecenderungan trend searah trend line meningkat jika posisi orientasi terpotret makin berada disisi bingkai citra atau sisi bingkai kamera secara horizontal. Pada kolom panjang; titik 1 hingga 7 merupakan kelompok data orientasi lifeform pada axis kamera (posisi I) yang secara rata-rata memiliki pixel sebanyak 194,43 kemudian sebaran titik 8 sampai 14 merupakan kelompok data lifeform berorientasi pada 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 196,29 mengartikan lifeform bertambah panjang 1,86 pixel atau 0,95% dari bentuk awal, sedangkan posisi 100% dari axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 199,86 memiliki perubahan panjang sebesar 3,57 pixel atau 1,82%. Kolom lebar: titik 1 hingga 7 merupakan kelompok data orientasi lifeform pada axis kamera (posisi I), secara rata-rata memiliki pixel sebanyak 167,86 kemudian sebaran titik 8 sampai 14 merupakan kelompok data lifeform berorientasi pada 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 172,29 mengartikan lifeform bertambah lebar 4,43 pixel atau 2,64% dari bentuk awal, sedangkan pada posisi 100% dari axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 177,86 memiliki perubahan lebar 5,57 pixel atau 3,23%. Pada kolom perimeter: titik 1 hingga 7 adalah kelompok data orientasi lifeform pada axis kamera (posisi I) secara rata-rata memiliki pixel sebanyak 587,27 kemudian sebaran titik 8 sampai 14 merupakan kelompok data lifeform berorientasi pada 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 595,29 yang artinya lifeform bertambah lingkar/perimeter 8 pixel atau 1,36% dari bentuk awal, sedangkan pada posisi 100% dari axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 604,29 memiliki perubahan lingkar/perimeter 9 pixel atau 1,51%. Untuk kolom area; titik 1 hingga 7 merupakan kelompok data orientasi lifeform pada axis kamera (posisi I), secara rata-rata memiliki pixel 26170,57 kemudian sebaran titik 8 sampai 14 merupakan kelompok data life form berorientasi 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 26607,43 mengartikan lifeform bertambah luas 436,86 pixel atau 1,67% dari awal, 63
sedangkan posisi 100% axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 27207,43 memiliki perubahan luas 600 pixel atau 2,26%. Sehingga perubahan panjang ratarata 2,71 pixel atau 1,39%. Untuk perubahan lebar rata-rata 5 pixel atau 2,94%, lalu perubahan rata-rata perimeter 8,5 pixel atau 1,44%. Serta perubahan rata-rata luas area 518,43 pixel dan 1,97%, untuk efek mata ikan secara horizontal. 4.1.7.2. Efek Kecembungan Lensa Untuk Obyek di Posisi Vertikal Sebanyak tujuh citra, merupakan citra obyek yang ber-orientasi sejajar garis tengah vertical lensa kamera, kemudian dilakukan ekstraksi data geometris-nya yaitu jumlah pixel memenuhi panjang, lebar, perimeter dan area yang dan diplot menggunakan matrix plot dengan trend line untuk keempat variabel deskriptor ditunjukan pada Gambar 35.
Matrix Plot of Posisi Vertikal vs Panjang, Lebar, Perimeter, Area 165
170
175
26000
27000
28000
20
Posisi
15
10
5
0 190
200 Panjang
X4
210 Lebar
X3
585 600 Perimeter
X2
615 Area
X1
Gambar 35, Grafik FEE oleh Kecembungan lensa kamera terhadap ukuran lebar, panjang, perimeter dan area obyek pada posisi Vertikal lensa. Dengan melihat Gambar 35, tampak bahwa setiap kolom matriks panjang, lebar, perimeter dan area memiliki sebaran data lifeform memberikan kecenderungan trend data yang searah dengan trend line, yakni meningkat jika posisi orientasi yang terpotret makin berada menjauh dari axis ke sisi bingkai citra atau sisi bingkai kamera secara vertikal. Pada kolom panjang; titik 1 hingga 7 merupakan kelompok data orientasi lifeform pada axis kamera (posisi I) yang secara rata-rata memiliki pixel sebanyak 194,43 kemudian sebaran titik 8 sampai 64
14 merupakan kelompok data lifeform yang berorientasi pada 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 200 yang artinya lifeform bertambah panjang 5,57 pixel atau 2,87% dari bentuk awal, sedangkan pada posisi 100% dari axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 202,43 dan perubahan panjang sebesar 2,43 pixel atau 1,21%. Pada kolom lebar: titik 1 hingga 7 merupakan kelompok data orientasi lifeform pada axis kamera (posisi I) yang secara rata-rata memiliki pixel sebanyak 167,86 kemudian sebaran titik 8 sampai 14 merupakan kelompok data lifeform yang berorientasi pada 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 171,43 yang artinya lifeform bertambah lebar 3,6 pixel atau 2,13% dari bentuk awal, sedangkan pada posisi 100% dari axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 172,17 memiliki perubahan lebar sebesar 0,74 pixel atau 0,43%. Pada kolom perimeter: titik 1 hingga 7 merupakan kelompok data orientasi lifeform pada axis kamera (posisi I) yang secara rata-rata memiliki pixel sebanyak 587,29 kemudian sebaran titik 8 sampai 14 merupakan kelompok data lifeform yang berorientasi pada 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 597,43 yang artinya lifeform bertambah lingkar/perimeter 10,14 pixel atau 1,73% dari bentuk awal, sedangkan pada posisi 100% dari axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 600 memiliki perubahan perimeter 2,57 pixel atau 0,43%. Untuk kolom area; titik 1 hingga 7 merupakan kelompok data orientasi lifeform pada axis kamera (posisi I) yang secara rata-rata memiliki pixel sebanyak 26170,57 kemudian sebaran titik 8 sampai 14 merupakan kelompok data lifeform yang berorientasi pada 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 26805,43 yang artinya lifeform bertambah luas 634,71 pixel atau 2,43% dari bentuk awal, sedangkan pada posisi 100% dari axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 27068,29 memiliki perubahan luas 263 pixel atau 0,98%. Sehingga perubahan panjang rata-rata adalah 4 pixel atau 2,04%. Untuk perubahan lebar rata-rata 2,17 pixel atau 1,28%. Lalu untuk perubahan rata-rata perimeter 6,36 pixel atau 1,08%. Serta untuk perubahan rata-rata luas area 448,86 pixel dan 1,71%. Untuk efek mata ikan secara vertikal 4.1.7.3. Efek Kecembungan Lensa Untuk Obyek di Posisi Diagonal
65
Sebanyak tujuh citra, merupakan citra yang tertangkap kamera ber-orientasi sejajar garis tengah diagonal lensa kamera, kemudian dilakukan ekstraksi data geometris-nya yaitu jumlah pixel yang memenuhi panjang, lebar, perimeter dan area yang dan diplot menggunakan matrix plot dengan memunculkan trend line untuk keempat variabel deskriptor tersebut sebagaimana berikut.
Matrix Plot of Posisi Diagonal vs Panjang, Lebar, Perimeter, Area 165
170
175
25000
26000
27000
20
Posisi
15
10
5
0 195 200 Panjang X4
205 Lebar X3
585 595 605 Perimeter X2
Area X1
Gambar 36, Grafik FEE oleh Kecembungan lensa kamera terhadap ukuran lebar, panjang, perimeter dan area obyek pada posisi Diagonal lensa. Mengacu pada Gambar 36, tampak bahwa setiap kolom matriks panjang, lebar, perimeter dan area memiliki sebaran data lifeform memberikan kecenderungan trend data yang searah dengan trend line, yakni meningkat jika posisi orientasi yang terpotret makin berada menjauh dari axis ke sisi bingkai citra atau sisi bingkai kamera secara diagonal. Pada kolom panjang; titik 1 hingga 7 merupakan kelompok data orientasi life form pada axis kamera (posisi I) yang secara rata-rata memiliki pixel sebanyak 194,43 kemudian sebaran titik 8 sampai 14 merupakan kelompok data lifeform yang berorientasi pada 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 197,43 yang artinya lifeform bertambah panjang 3 pixel atau 1,54% dari bentuk awal, sedangkan pada posisi 100% dari axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 200 dan perubahan panjang sebesar 2,6 pixel atau 1,3%. Di kolom lebar: titik 1 hingga 7 merupakan kelompok data orientasi lifeform pada axis kamera (posisi I) yang secara rata-rata memiliki pixel sebanyak 66
167,86 kemudian sebaran titik 8 sampai 14 merupakan kelompok data lifeform yang berorientasi pada 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 169,14 yang artinya lifeform bertambah lebar 1,29 pixel atau 0,77% dari bentuk awal, sedangkan pada posisi 100% dari axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 172,71 memiliki perubahan lebar sebesar 3,6 pixel atau 2,11%. Dari kolom perimeter: titik 1 hingga 7 merupakan kelompok data orientasi lifeform pada axis kamera (posisi I) yang secara rata-rata memiliki pixel sebanyak 587,29 kemudian sebaran titik 8 sampai 14 merupakan kelompok data lifeform yang berorientasi pada 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 588,86 yang artinya lifeform bertambah lingkar/perimeter 1,57 pixel atau 0,27% dari bentuk awal, sedangkan pada posisi 100% dari axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 594,57 memiliki perubahan lingkar/perimeter 5,71 pixel atau 0,97%. Untuk kolom area: titik 1 hingga 7 merupakan kelompok data orientasi lifeform pada axis kamera (posisi I) yang secara rata-rata memiliki pixel sebanyak 26170,57 kemudian sebaran titik 8 sampai 14 merupakan kelompok data life form yang berorientasi pada 50% jarak dari axis (posisi II) dengan rata-rata pixel 26210,42 yang artinya lifeform bertambah luas 39,86 pixel atau 0,15% dari bentuk awal, sedangkan pada posisi 100% dari axis (posisi III) dengan 7 data memiliki rata-rata 26639 memiliki perubahan luas 428,57 pixel atau 1,64%. Sehingga perubahan panjang rata-rata adalah 2,8 pixel atau 1,42%. Untuk perubahan lebar rata-rata 2,45 pixel atau 1,44%. Lalu untuk perubahan rata-rata perimeter 3,64 pixel atau 0,62%. Serta untuk perubahan rata-rata luas area 234,22 pixel dan 0,9%.
4.2. Sidik Jari Karang dan JST 4.2.1. Data Deskriptor Sebagai Sidik Jari Life Form Karang. Citra adalah kumpulan beberapa elemen gambar yang secara keseluruhan merekam atau menyimpan suatu adegan atau kejadian melalui media indra visual (media tampak). Citra dapat dideskripsikan sebagai data 2 dimensi dalam bentuk matrik M x N. Citra digital adalah citra 2 dimensi yang dapat direpresentasikan dengan sebuah fungsi intensitas cahaya dimana x dan y menyatakan koordinat
67
spatial dari citra tersebut, sedangkan elemen terkecil dari sebuah citra digital disebut dengan image element, picture element, pel atau pixels. Bagi suatu obyek yang memiliki dimensi tertentu, sudah tentu memiliki sesuatu ciri-ciri secara umum maupun secara khusus yang dapat digunakan untuk mengenali mendeskripsikan dan menyimpulkan benda tersebut sebagai sesuatu dengan sebutan tertentu pula. Kekhususan-kekhususan inilah kemudian digunakan sebagai dasar dalam melakukan pengenalan-pengenalan pola yang pada saat ini dikenal sebagai sidik pola atau lebih popular sebagai sidik jari. Dari 18 jam (6 jam per hari) yang digunakan untuk pencuplikan citra dalam penelitian ini, diperoleh citra lifeform karang sebanyak 4369 (100%) citra, ternyata sebanyak 927 (21.22%) citra tidak layak digunakan. Hal ini dikarenakan lifeform karang terlalu dekat dengan lensa kamera sehingga cenderung menutupi field of fiew kamera, dan akan menyulitkan kuantifikasi obyek tersebut. Kemudian dari jumlah citra yang layak sebanyak 3442 (78.78%) unit, yang dianalisis adalah sebanyak 3000 unit citra saja (87.16%) dari total citra yang layak. Sehingga efisiensi WPBA untuk memperoleh citra yang baik setiap harinya adalah 1147 citra per 6 jam atau sebesar 78.78%. Hasil pencuplikan citra yang dijadikan standar uji sebanyak 3000 unit tersebut di olah pada tahapan pre-processing yakni enhanced contrast dengan meningkatkan saturasi sebesar 15% dan equalisasi histogram. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra seperti kekontrasan antara gelap dan terang dari lifeform dan substrat serta perbaikan kenampakan tepian obyek agar mempermudah tahapan ekstraksi, Karena citra yang diperoleh dalam keadaan tidak jelas/keruh akibat dampak kolom air. Disisi lain enhanced contrast ini dilakukan dengan sangat hati-hati dan terbatas agar tidak menghilangkan keaslian citra tersebut yang berimplikasi pada simpul suatu deskriptor. Selanjutnya adalah melakukan ekstraksi ciri atau sidik jari lifeform karang tersebut berdasarkan cirri-ciri serta sifat khusus yang tampak dan terukur untuk menjadi deskriptor obyek karang atau dengan kata lain sebagai sidik jari lifeform karang. Dimana jika berdasarkan penampakan dan perwujudannya, maka deskriptor-deskriptor sebanyak empat belas kemudian dapat kelompokan kedalam
68
dua kelompok
deskriptor
yakni;
kelompok
deskriptor
geometrik
yang
dikelompokan berdasarkan dimensi fisik dan keruangan dari obyek target dan Kelompok deskriptor energetik yang dikelompokan berdasarkan penonjolan obyek sebagai akibat dari refleksi energi yang bisa di tampakan dalam bentuk spektrum energi warna dari obyek target. (Diskusi dengan Indra Jaya, 2010). 4.2.1.1. Deskriptor Geometrik sebagai Sidik Jari Karang Sidik jari karang dideskripsikan oleh skala geometrik pada penelitian ini adalah
mengukur
total
Keliling/Perimeter
jumlah
(X2),
pixel
Lebar/Width
dari
setiap
(X3),
Luasan/Area
Panjang/Length
(X1), (X4),
Kelonjongan/Elongation (X5), Kebundaran/Circularity (X6) dan kecenderungan persegi empat/Rectangularity (X7). Pola sebaran data sidik jari geometris dari 3000 citra yang diekstrak, dapat dipahami dengan melihat Gambar 37-43. Scatterplot Area(X1) Lifeform Karang 29000 28000
Jumlah Pixcel
27000 26000 25000 24000 23000 22000 21000 20000 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
Gambar 37, Grafik Pola sebaran nilai jumlah pixel area dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X1) Secara keseluruhan data berjumlah 3000 menunjukan trend meningkat dengan rata-rata pixel area 23738, tertinggi pada 29331 dan terendah 20129, sedangkan nilai tengah 24730. Besarnya nilai tengah melebihi nilai rata-rata ke jeda atas maupun bawah, mengartikan sebaran nilai memiliki variasi besar atau heterogen. Hal tersebut dimungkinkan karena data menyebar dalam dua kelompok. Kelompok pertama dimulai dari data ke-1 sampai data ke-2062, ratarata pixel area 22374.54, rentang tertinggi 25317, rentang terendah 20129, nilai 69
tengah 22723. Dekatnya nilai tengah terhadap nilai rata menunjukan bahwa variasi tidaklah besar sehingga sebaran mendekati homogen. Pada kelompok kedua dari data ke 2063 sampai data ke 3000, memiliki rata-rata pixel area 26812.13, nilai tengah 26691, nilai tertinggi 29331, nilai terendah 24051, menunjukan sebaran kelompok kedua cenderung homogen. Perbedaan pegelompokan sebaran data terjadi karena beda kedalaman (nilai Z) pada pengambilan data kelompok pertama Z sebesar 2.3 meter dan kelompok kedua Z sebesar 1.50 meter sehingga mengakibatkan rentang sebaran yang besar (heterogen) tetapi secara berkelompok memiliki sebaran cenderung homogen. Hali ini pun terjadi pada sidik Perimeter (X2) (Gambar 38). Scatterplot Perimeter(X2) Lifeform Karang 620
Jumlah Pixcel
600
580 560 540
520 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
Gambar 38, Grafik pola sebaran nilai jumlah pixel perimeter dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X2) Dari 3000 data menunjukan trend meningkat dengan rata-rata pixel perimeter 558.83, nilai tertinggi 621 dan terendah 516, sedangkan nilai tengah 568.5. adanya jeda antara nilai rata-rata terhadap nilai tengah yang cukup, mengartikan sebaran nilai memiliki variasi cenderung heterogen. Dari kelompok pertama dimulai yaitu data ke-1 sampai data ke-2062 mempunyai rata-rata pixel perimeter 546.8, rentang tertingginya 575, rentang terendah 516, bernilai tengah 545.5, yang sangat dekat dengan rata-rata mengartikan kelompok pertama memiliki sebaran nilai cenderung homogen. Pada kelompok kedua dari data ke 2063 sampai data ke 3000, memiliki rata-rata pixel perimeter 585,27 bernilai tengah 592, nilai tertinggi 621, nilai terendah 563, mengartikan bahwa kelompok
70
kedua memiliki sebaran cenderung homogen. Kecenderungan sama terjadi juga pada sebaran nilai lebar (X3) (Gambar 39). . Scatterplot Width/Lebar(X3) Lifeform Karang 190
Jumlah Pixcel
180
170
160
150
140 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
Gambar 39, Grafik pola sebaran nilai jumlah pixel width/lebar dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X3) Total data citra 3000 unit, memberi trend rata-rata pixel width 162.44, nilai tertinggi 184 dan terendah 146, sedangkan nilai tengah 165. Nilai rata-rata yang dekat dengan nilai tengah menunjukan sebaran nilai memiliki variasi kecil dan cenderung heterogen. Kelompok pertama dari data 1 sampai ke-2062, rata-rata pixel lebar 158.75, rentang tertingginya 170, rentang terendah 146, bernilai tengah 158, mengartikan sebaran adalah cenderung homogen. Pada kelompok kedua, data 2063 sampai 3000, memiliki rata-rata pixel lebar 170.56 bernilai tengah 171.5 nilai tertinggi 184, nilai terendah 159, mengartikan kelompok kedua memiliki sebaran
cenderung
homogen.
Kecenderungan
sama
terjadi
pula
pada
pengelompokan sebaran nilai panjang seperti pada Gambar 40. Scatterplot Length/Panjang(X4) Lifeform Karang 210
Jumlah Pixcel
200
190
180
170
160 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
71
Gambar 40, Grafik pola sebaran nilai jumlah pixel length/panjang dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X4)
Dari 3000 citra, menunjukan trend meningkat, rata-rata pixel Length 184.721, nilai tertinggi 211, terendah 164, nilai tengah 187.5. dekatnya nilai ratarata terhadap nilai tengah mengartikan cenderung homogen. Kelompok pertama dimulai dari 1 sampai ke-2062, rata-rata pixel panjang 180.62, rentang tertinggi 191, rentang terendah 164, nilai tengah 177.5, mengartikan cenderung homogen. Kelompok kedua, data 2063 sampai 3000, rerataa pixel panjang 193.73, bernilai tertinggi 211, terendah 181, tengah 196, mengartikan cenderung homogen. Scatterplot Elongation(X5) Lifeform Karang 1.30
Kecenderungan Panjang
1.25 1.20 1.15 1.10 1.05 1.00 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
Gambar 41, Grafik Pola sebaran nilai kecenderungan bentuk elongation dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X5) Dari total citra 3000, menunjukan trend menurun. Rata-rata nilai elogation 1.1, nilai tertinggi 1.27, terendah 1.022, nilai tengah 1.145. Ini memberikan kecenderungan homogen. Hal ini sedikit berbeda terhadap Circularity (6) (Gambar 42).. Scatterplot Circularity (X6) Lifeform Karang 1.20
Kecenderungan Bundar
1.15 1.10 1.05 1.00 0.95 0.90 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
72
Gambar 42, Grafik pola sebaran nilai kecenderungan bentuk circularity dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X6) Untuk total citra 3000, X6 menunjukan trend yang datar hingga kurang dari 2300 kemudian menurun dengan rata-rata nilai circularity 1.05, nilai tertinggi 1.48 dan terendah 0.072, sedangkan nilai tengah 0.777, sehingga sebaran bervariasi cenderung homogen. sedangkan trend pola sebaran nilai kecenderungan bentuk persegi empat atau rectangularity dapat dilihat pada Gambar 43. Scatterplot Rectangularity(X7) Lifeform Karang
Kecenderungan Persegi Empat
1.45 1.40 1.35 1.30 1.25 1.20 1.15 1.10 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
Gambar 43, Grafik pola sebaran nilai kecenderungan bentuk rectangularity dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X7) Dari total citra 3000, menunjukan trend menurun juga dipengaruhi oleh perubahan jarak dan orientasi axis pemotretan ternyata mempengaruhi pola obyek rectangularity tampak pada citra, dengan rata-rata pixel 1.27, nilai tertinggi 1.41 dan terendah 1.07, sedangkan nilai tengah 1.24. ternyata bervariasi kecil dan cenderung homogen. Penggunaan satuan metrik jumlah pixcel per area untuk pengukuran geometrik seperti area, perimeter, length, width dari lifeform tentunya akan berbeda dengan satuan yang digunakan untuk memahami kecenderungannya seperti elongation, circularity dan rectangularity yakni yang mengacu pada kesempurnaan bentuk yang mendekati nilai satu(1). Hal ini menyebabkan 73
gambaran yang ditayangkan disetiap grafik satuan tampak jelas. Namun jika dilihat pola sebarannya secara bersama-sama tentu akan berbeda karena nilai-nilai kecenderungan merupakan rasio dari geometrik obyek, namun guna memudahkan pemahaman dari analisis ini maka ditampilkan pula grafik gabungan sebaran nilainilai geometris serta nilai-nilai kecenderungannya, tampak bahwa nilai circularity mendekati satu(1) maka dapat dikatakan lifeform adalah cenderung bundar. sebagaimana terlihat pada Gambar 44, sedangkan secara statistik dapat dilihat pada Tabel 3.
Matrix Plot Geometrik X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 X1
30000 25000 20000
X2
600 400 200
X3
1600 800 0
10 5 0
1.6
X6
X5
X4
1200 800 400
0.8 0.0
X7
10 5 0
0
500
1000
1500 Nomor Data
2000
2500
3000
Gambar 44, Grafik trend pola sebaran hasil sidik deskriptor geometrik serta nilainilai kecenderungannya. Tabel 3, Parameter statistik deskriptor geometrik N o 1
2
3
Deskriptor X1 (Area) X1 kelompok 1 X1 Kelompok 2 X2 (Perimeter) X2 kelompok 1 X2 Kelompok 2 X3 (Width) X3 kelompok 1 X3 Kelompok 2
Rentang Absolut 9202 5188 5280 105 59 58 38 24 25
Rentang Relatif 0.37 0.19 0.20 0.18 0.11 0.10 0.23 0.15 0.15
Nilai Baku Ekstrim 0.19 0.09 0.10 0.09 0.05 0.05 0.12 0.08 0.07
2109640151
Simpangan Baku 145246.00
160376.76
400.47
11327466.29
3365.63
Nilai Ragam
74
4 5 6 7
X4 (Length) X4 kelompok 1 X4 Kelompok 2 X5 (Elongation) X6 (Circularity) X7 (Rectangular)
47 27 30 0.245985 1.410394 0.344028
0.25 0.15 0.15 0.21 1.81 0.28
0.13 0.08 0.08 0.11 0.91 0.14
4384170480
209384.11
1662746.25 6.84716295 206560.58
1289.48 2.61670842 1437.22
4.2.1.2. Deskriptor Energetik sebagai Sidik Jari Karang Sidik jari karang, berdasarkan skala energetik dari obyek pada penelitian ini adalah mengukur besaran energi yang dipantulkan kembali lifeform karang didalam kolom air sebagai sinar tampak dalam spektrum warna Red Green Blue (RGB) dalam skala warna 0 sampai 256 sebanyak 255 nilai serta Yelow (kuning) sebagai warna komplementer dari Blue (biru) sebagai indikator yang menjelaskan kecerahan sebenarnya dari obyek yang cenderung keruh saat didalam air. Hasil ekstraksi ini kemudian disebut sebagai sidik deskriptor energetik sebagai Input (Input Layer) JST dengan inisial X8 sebagai Indeks Red (merah), X9, sebagai Indeks Green(hijau), X10 sebagai indeks Blue(biru), X11 sebagai indeks Yelow(kuning), X12 sebagai intensity (intensitas), X13 adalah Hue (corak warna) serta X14 sebagai Saturation (kejenuhan warna). Trend sebaran sidik nilai-nilai deskriptor energetik disajikan sebagaimana tampilan pada Gambar 45 - 51. Scatterplot Red Index(X8) Lifefrom Karang 0.7 0.6
Indeks Merah
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
Gambar 45, Grafik pola sebaran skala nilai indek merah dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai input (X8)
75
Hasil ekstraksi citra lifeform sebanyak 3000 unit, diperoleh trend nilai- nilai indeks merah cenderung bervariasi memberi rata-rata indeks merah 0.45, nilai tertinggi 0.67, dan terendah 0.065, sedangkan nilai tengah 0.37, mengartikan sebaran bervariasi cenderung heterogen. Untuk pola trend indeks Green/Hijau pada tersajikan pada Gambar 46. Scatterplot Green Index(X9) Lifeform Karang
Indeks Kehijauan
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
Gambar 46, Grafik pola sebaran skala nilai indek hijau dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai input (X9) Nilai indeks hijau dari ke-3000 citra memberi rata-rata indeks hijau 0.37, nilai tertinggi 0.52, dan terendah 0.13, sedangkan nilai tengah 0.32, menunjukan sebaran cenderung homogen. Scatterplot Blue Index (X10) Lifeform Karang 0.6
Indeks Kebiruan
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
Gambar 47, Grafik pola sebaran skala nilai indek biru dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai input (X10)
76
Nilai indeks biru dari ke-3000 citra memberi rata-rata indeks biru 0.18, nilai tertinggi 0.53, terendah 0, nilai tengah 0.26, ini ternyata lebih besar hampir dua kali rata-rata, artinya bervariasi besar/cenderung heterogen. Kemudian pada Gambar 48 menyajikan sebaran indeks kuning yang merupakan warna komplementer warna, biru, bertujuan menginformasikan kecerahan obyek (Gambar 48). Scatterplot Yelow Index (X11) Lifeform Karang 1.0 0.9
Indeks Kekuningan
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
Gambar 48, Grafik pola sebaran skala nilai indeks kuning dari 3000 data citra yang diambil sebagai input (X11) Indeks kuning dari 3000 citra memberi rerata indeks kuning 0.49, nilai tertinggi 0.80, terendah 0.15, nilai tengah 0.47, nilai-nilai ini lebih stabil dibanding komplementer asal kuning yaitu biru dan sebaran yang cenderung homogen. Selanjutnya Gambar 49 adalah intensitas. Scatterplot Intensity (X12) Lifeform Karang 180
Nilai Intensitas
160 140 120 100 80 60 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
Gambar 49, Grafik pola sebaran nilai intensitas dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai input (X12)
77
Dari citra 3000 unit, nilai intensitas cukup tinggi dengan trend datar walaupun terjadi perubahan kedalaman, dengan rerata nilai 128.14, nilai tertinggi 178.67, terendah 71, sedangkan nilai tengah 124.83, ini terlihat mervariasi kecil walaupun dengan jeda yang cukup besar, sehingga cenderung homogen.
Scatterplot Hue (X13) Lifeform Karang 0.01 0.00
Nilai Hue
-0.01 -0.02 -0.03 -0.04 -0.05 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
Gambar 50, Grafik pola sebaran nilai Hue dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai deskriptor input (X13) Nilai Hue cendrung rendah dengan rerata 0.0023, nilai tertinggi 0.0073, terendah -0.05, nilai tengah -0.021, menunjukan akumulasi berkelompok bervariasi nilai rendah, sehingga cenderung heterogen. Untuk sidik deskriptor Saturasi atau input X14 bagi jaringan syaraf tiruan dari obyek dapat dilihat pada Gambar 51. Scatterplot Saturation (X14) Lifeform Karang 180
Nilai Saturasi
160 140 120 100 80 60 0
500
1000
1500 Urutan Data
2000
2500
3000
78
Gambar 51, Grafik pola sebaran nilai Saturation dari jumlah 3000 data citra yang diambil sebagai input (X14) Sidik terhadap total citra 3000 unit, nilai saturasi menyerupai X12, walaupun terjadi perubahan kedalaman, memberi rerata nilai 128.14, nilai tertinggi 178.67, terendah 71.00, nilai tengah 124.83, ini bervariasi kecil walau dengan jeda cukup besar, sehingga cenderung homogen. Gambar 52 adalah matrix plot untuk deskriptor energetik yang penggunaan satuan skalanya adalah sama yakni skala warna 0 sampai 256 dalam mengekspresikan energi yang diberikan lifeform. tentunya akan sama antara skala Indeks Red, Indeks blue, Indeks Green, Indeks Yelow, Intensity, Hue serta saturation. Hal ini menyebabkan gambaran yang ditayangkan disetiap grafik satuan tampak jelas, begitupula matriks pola sebarannya secara bersama-sama tentu akan berbeda karena nilai-nilai kecenderungan merupakan rasio dari geometik obyek, namun guna memudahkan pemahaman dari analisis ini maka ditampilkan pula grafik gabungan sebaran nilai-nilai energetik serta nilai-nilai kecenderungannya. Pada grafik jelas tampak bahwa indeks Red, Blue dan Yelow menyebar sangat berfariasi sedangkan Green cenderung kurang bervariasi. Hal ini pula yang mempengaruhi rendahnya nilai Hue, sedangkan saturation dan value dari intensity diatas setengah sehingga mengambarkan bahwa lifeform ini berwarna merah, sebagai efek percampuran semua unsur penyusun warna obyek, sebagaimana Gambar 52 dan secara statistik tampak pada Tabel 4 berikut.(lihat juga Lampiran 7, 8, 9 dan 10)
0.50 0.25 0.00
0.5 0.3 0.1
0.4 0.2 0.0
0.9 0.6 0.3
180 120 60
0.00 -0.02 -0.04
X14
X13
X12
X11
X10
X9
X8
Matrix Plot Energetik X8, X9, X10, X11, X12, X13, X14
180 120 60
0
500
1000
1500 Nomor Data
2000
2500
3000
79
Gambar 52, Grafik trend pola sebaran hasil sidik deskriptor energetik
Tabel 4, Parameter statistik deskriptor energetik N o 1 2 3 4 5 6 7
Deskriptor X8 (Red Indeks) X9 (Green Indeks) X10 (Blue Indeks) X11(Yelow Indeks)
X12 (Intensity) X13 (Hue) X14 (Saturation)
Rentang Absolut 0.60 0.40 0.53 0.65 107.67 0.06 107.67
Rentang Relatif 1.64 1.22 2 1.36 0.86 -2.70 0.86
Nilai Baku Ekstrim 0.82 0.61 1 0.68 0.43 1.35 0.43
Nilai Ragam 262009.40 173095.02 42271.37 307392.90 210964079 6.85 210964015
Simpangan Baku 511.87 416.05 20560.00 554.43 145246.02 2.62 145.25
4.2.2. Pola Sidik Deskriptor Lifeform Coral Sub-masive (CS). Dari nilai-nilai hasil ekstraksi citra secara geometrik dan energrtik, kemudian diplot untuk melihat trend pembentukan pola yang dijadikan acuan kuantitatif sederhana mengenali nilai-nilai penciri obyek dan sebab akibat yang saling mempengaruhi ataupun mengikat nilai-nilai tersebut secara pasti sehingga dapat digunakan menjadi acuan mendiskripsikan obyek lifeform tersebut. Sebagai deskriptor geometrik, nilai-nilai yang didapat dari jumlah pixel (picture element), rerata 3000 data, memenuhi area luasan obyek, keliling (perimeter), lebar (width) dan panjang (length) lifeform tampak polanya sebagaimana grafik 24, bahwa rerata pixel area yang diplot sebagai X1 memiliki nilai tertinggi 23737 unit, Perimeter sebagai X2 bernilai 559 unit pixel, Width sebagai X3 bernilai 163.2 unit pixel sedangkan Length sebagai X4 bernilai 185 unit pixel, yang secara keseluruhan mendiskripsikan ciri geometris lifeform.
80
Gambar 53, Grafik Pola Sidik Deskriptor Geometrik X1, X2, X3, X4, Coral Sub Masive (dalam satuan Pixel/Unit) Dari data X1, X2, X3 dan X4 dilakukan perhitungan lanjutan sehingga menghasilkan nilai rata-rata Elongation (kecenderungan panjang) atau X5 sebesar 1.14, Circularity (kecenderungan bundar) atau X6 sebesar 1.05, serta Rectangularity (kecenderungan persegi empat) atau X7 sebesar 1.28. Yang mana tergambar pada Gambar 54 bahwa ketiga descriptor memberikan nilai mendekati satu atau mendekati kemutlakan bentuk yang diwakili. Namun dilihat secara terpisah, nilai terkecil adalah X6 yakni benda mendekati bundar. Sementara elongation memberikan gambaran benda sedikit lonjong. Tetapi rectangularity memberikan nilai yang jauh lebih tinggi sehingga dideskripsikan bahwa life form ini jauh dari bentuk persegi empat. Maka secara keseluruhan berdasarkan grafik ini maka dapat dibenarkan secara bersama dengan pengamatan visual bahwa life form Coral Sub-masive ini adalah bundar. Lebih jelasnya lihat pada Gambar 54.
Gambar 54, Grafik Pola Sidik Deskriptor Geometris X5, X6, X7 Coral Sub Masive (dalam skala unity=1)
81
Sebagai deskriptor energetik maka, nilai-nilai yang dihasilkan akan menjadi indikator penciri obyek tersebut. Hal ini tentunya akan sangat dipengaruhi obyek tersebut mampu merefleksikan spektrum energy cahaya yang diterima melalui kolom air lalu di kembalikan sebagai spectrum warna yang secara visioner yang dalam penelitian ini dilakukan pencuplikan menggunakan kamera pada wahana. Dari seluruh spektrum warna tampak yang diterima, yang memiliki rentang paling lebar adalah Red, Green dan Blue sebagai warna primer. Dalam penelitian dikembangkan lebih detil lagi dengan menggunakan warna kuning sebagai deskriptor baru. Hal ini dimungkinkan karena warna kuning adalah warna komplementer dari warna biru yang ditentukan sebagai selisih antara derajat skala warna antara 0 sampai 256 atau rentang skala 255 terhadap banyaknya wana biru yang muncul, sehingga selisihnya merupakan warna kuning. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya kecerahan lifeform indeks kuningnya. Besaran nilai nilai Red, Green, Blue dan Yelow dari 3000 data citra life form, kemudian diplot setelah diekstraksi, tampak bahwa; Red memberikan rerata 174 dengan indeks red (X8) sebesar 0.45, ini cukup tinggi dibanding Green; bernilai 141 dengan indeks green (X9) sebesar 0.37 dan terendah adalah nilai Blue yakni 69,8 dengan indeks (X10) sebesar 0.49, ini dimungkinkan karena absorpsi kolom air terhadap iluminasi cahaya matahari serta sinar lampu wahana akan mempengaruhi pula kemungkinan pemantulan kembali spektrum warna, mengakibatkan Red dengan panjang gelombang 700 nm memiliki kemungkinan lebih besar direfleksikan dibanding Green, berpanjang gelombang 546.1 nm dan Blue 435.8 nm. Dari prosesi fisika inilah menyebabkan citra mentah cenderung berwarna buram, sebelum dilakukan pre-processing. Untuk mengetahui seberapa besar keseimbangan warna sebenarnya maka obyek harus diketahui tingkat kecerahannya yang diindikasikan oleh warna kuning, atas dasar pemikiran ini maka, dilakukan pengembangan deskriptor warna kuning (Yelow) yang merupakan warna komplementer dari warna biru. Nilai biru yang sangat tinggi sebesar 185.2 dengan indeks 0.49, sehingga dapat diketahui bahwa life form karang ini sebenarnya memiliki warna yang seimbang dan cukup cerah. 82
Sebagai nilai indeks warna RGBY maka pola pada Gambar 56, mendapatkan refleksi yang sama terhadap Gambar 55 namun dalam skala satuan yang berbeda, ini terjadi karena pola nilai Gambar 56 dihitung berdasarkan nilai mutlak yang terbentuk sebagaimana Gambar 55.
Gambar 55, Grafik Pola Sidik Skala Red Green Blue Yelow (RGBY), Coral Sub Masive (dalam Gray Scale 0-256)
Gambar 56, Grafik Pola Sidik Deskriptor Energetik Indeks X8, X9, X10, X11, Coral Sub Masive (dalam derajat reflection antara 0 dan 1) Sebagai data sidik deskriptor yang bersifat independen, intensitas (brightness/luminance) merupakan perangkat yang menyatakan seberapa banyak cahaya yang diterima kamera sebagai refleksi dari obyek, tentunya juga 83
mengindikasikan seberapa besar cahaya tersebut diterima obyek/lifeform, dengan mengabaikan warna-warna yang besertanya, sehingga jika terang atau
tinggi
angkanya maka akan cenderung putih tetapi jika gelap atau rendah nilainya maka akan hitam. Dalam penelitian ini, Intensity (X12) memiliki nilai cukup tinggi, sebesar 128.14. hal yang sama terjadi pada Saturation (X14) yang bernilai 128.1376472. saturasi adalah deskriptor yang menginformasikan tingkat kemurnian warna spektrum cahaya yang diterima kamera dari lifeform, sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruh warna putih pada warna-warna yang direfleksikan lifeform yang mampu ditangkap kamera. Dari keduan data nilai deskriptor X12 dan X14 maka tampak bahwa besarnya pengaruh tingkat kecerahan yang cukup tinggi pada nilai intensitas menyebabkan besarnya warna putih yang mampu mempengaruhi warna sebenarnya, baik itu merah, hijau, biru ataupun kuning dari obyek sehingga Saturasi-nya menjadi tinggi pula. Hal tersebut akan secara serta-merta mempengaruhi sidik deskriptor Hue yang merupakan indikator independen yang berfungsi menjelaskan seberapa besar warna sebenarnya dari lifeform yang mampu direfleksikan kearah kamera pada saat pengambilan citra di lapang. Nampak nyata bahwa nilai Hue adalah memang rendah pada penelitian ini sebagaimana terlihat pada Gambar 57.
Gambar 57, Grafik Pola Sidik Deskriptor Energetik (indikator independen)X12, X13, X14, Coral Sub Masive (dalam Gray Scale 0-256 untuk X12 dan X14 dan Derajat Radian skala 360 untuk X13)
84
4.2.3. Hasil Analisis JST Untuk Life Form Karang Membangun JST pada aplikasi Matlab dengan pola melakukan umpan maju (feed forward) dan kemudian perambatan galat mundur (back-propagation) yang dibentuk arsitekturnya untuk penelitian ini terdiri dari 14 lapisan masukan (input) yakni nilai sidik deskriptor X1 sampai X14, yang dilatih melalui 3 lapisan tersembunyi (hidden layer) yang masing-masing lapisan terdiri dari 28 neuron menggunakan bobot jaringan 0.75, konstanta belajar adalah 0.1, momentum 0.01, serta rasio kesalahan 0.9 serta 1 lapisan keluaran pendugaan (output) dengan dua pola target yakni (1 0), dalam 75/15000 epoch, sedangkan fungsi aktivasi logsig adalah fungsi yang dipakai dalam JST ini, digunakan untuk melakukan iterasi terhadap data dalam bentuk matriks 14 x 2100 (70% dari 3000) untuk pelatihan, kemudian 14 x 900 (30% dari 3000) untuk pengujian. Selain itu, untuk pendugaan akurasi pengenalan life form maka dilakukan pelatihan data matrix sebanyak 14 x 3000, terbagi dalam 30 kelompok, masing-masing sebanyak 14 x 100 data matrix. (lihat Lampiran 11) Dari hasil pelatihan untuk ke-2100 data tersebut terjadi keterpisahan secara linier atau konvergensi linier yang sangat cepat yaitu hanya pada epoch ke-1, yang menghasilkan error sebesar 0.10, dan dugaan output sebesar 0.90 terhadap target 1. Hal ini menginformasikan bahwa hasil pelatihan dapat berhasil mengenali sidik deskriptor lifeform secara baik.
85
Grafik 58, Sum Square Error (SSE) JST pada pelatihan 70% data sidik 14 deskriptor sebanyak 2100. Setelah prosesi pelatihan selesai untuk JST perambatan mundur yang didahului umpan maju, maka dilakukan pengujian data menggunakan data baru sebanyak 30% dari 3000 yaitu matrix 14 x 900 data. Pada pengujian terhadap hasil pengenalan dari pelatihan ini dilakukan perambatan maju tanpa perambatan mundur, memberikan nilai rata-rata secara keseluruhan dari 900 baris data adalah 0.8 < hasil uji < 1 atau mendekati target. Untuk menentukan tingkat akurasi pendugaan lifeform karang maka pelatihan dilakukan untuk ke-3000 data yang terbagi dalam 30 kelompok data dengan hasil iterasi yang dapat dilihat pada Gambar 59 - 61. Dari pelatihan yang dilakukan terhadap 30 kelompok data yang diambil secara acak, masing-masing kelompok terdiri dari 100 baris terhadap 14 kolom deskriptor. Ternyata bahwa keterpisahan konvergen secara linier serta cepat dengan 1 kali epoch (75/15000), terjadi pada 25 kelompok data yang dilatih, kemudian konvergensi tidak linier terjadi dengan 2 epoch (150/15000) pada kelompok data ke 10, 18 dan 29. Sementara konvergensi tidak terjadi pada kelompok data ke-16 dan ke-24 hingga epoch terakhir (15000/15000).
86
Gambar 59, Grafik Sum Square Error (SSE) JST pada pelatihan 100% data sidik deskriptor iterasi 1. Mewakili kesamaan pola dari kelompok data ke 1-9, 1115, 17, 19-23, 25-28, & 30 sebanyak 25 iterasi set data.(lampiran 12)
Gambar 60, Grafik Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok 100% data sidik deskriptor iterasi 10 mewakili kesamaan pola dari kelompok ke 10, 18, 29 sebanyak 3 iterasi set data. (lampiran 12)
87
Gambar 61, Grafik Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok 100% data sidik deskriptor iterasi 16 mewakili pola dari kelompok ke 16 dan 24 sebanya 2 iterasi set data. (lampiran 12)
Cepatnya proses pembelajaran ini diakibatkan karena penggunaan hidden layer yang banyak sebanyak tiga lapisan dengan masing-masing terdiri dari 28 neuron atau totalnya 84 neuron, menyebabkan terjadinya pemberhentian awal (early stopping) sehingga tidak diperlukan jumlah epoch yang banyak pada setiap iterasi pelatihan dan pengujian data input. Perbedaan-perbedaan yang terjadi sebagaimana Gambar lain yang dimunculkan, bisa terjadi sebagaimana konvergensi yang gagal pada kelompok data ke-16 dan 24 dikarenakan keterbatasan atau kondisi perceptron yang tidak mengijinkan kemungkinan penempatan lapisan tersembunyi diantara lapisan input dan output terhadap kecil atau bahkan besarnya variasi pola dari input-input yang dimasukan terhadap pola target yang diinginkan. Dengan kata lain tidak terjadinya konvergensi bisa disebabkan oleh terlalu kecilnya variasi data ataupun adanya data tertentu yang terlalu kecil, juga bahkan terlalu besar, akan bisa menyebabkan terlalu besarnya error yang terjadi, tidak diimbangi dengan pola masukan inputinput indikator pembelajaran serta konfigurasi numerik yang diberikan, seperti kesesuaian learning rate, momentum, bias, target, galat, rasio kesalahan, jumlah epoch, jumlah neuron, jumlah input, tipe output serta fungsi aktivasi. Namun dari hasil pelatihan ini secara keseluruhan memberikan hasil pelatihan berupa hasil pengurangan nilai target terhadap sum square error (SSE) sehingga diperoleh nilai output dugaan secara keseluruhan bahwa jaringan arsitektur yang dibangun beserta variabel input yang diberikan mampu mengenali input deskriptor lifeform karang dengan baik sebagai karang Sub-masive (CS) Coral yang dapat dilihat seperti pada Tabel 5.
88
Tabel 5, Tabulasi tingkat akurasi JST untuk deteksi Lifeform karang. (E = Error, A =Output/Dugaan, T = Target, *= Dugaan Salah {Output < 0}, MC = Masive Coral) Kelompok Data ke-n 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Error (E)
Output/ Dugaan(A)
0.000205516 0.240101 0.00598525 0.000503747 0.00127813 0.00802414 0.250868317
0.99979448 0.759899 0.99401475 0.999496253 0.99872187 0.99197586 0.749131683
0.014332
0.985668
0.0764111 0.0053706 0.000186185 0.00104509 0.035095489 0.001021256 0.000116946 17.9197 0.000295294 0.00467773 0.0366268 0.000407498 0.0783133 0.000155058 0.00174714 101.549 0.000962765 0.000192007 0.0395623
0.9235889 0.9946294 0.999813815 0.99895491 0.964904511 0.998978744 0.999883054 -16.9197(*) 0.999704706 0.99532227 0.9633732 0.999592502 0.9216867 0.999844942 0.99825286 -100.549(*) 0.999037235 0.999807993 0.9604377
1 1 1 1 1 1 1 1
Keputusan Masive Coral (MC) Benar Benar Benar Benar Benar Benar Benar Benar
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Benar Benar Benar Benar Benar Benar Benar Salah Benar Benar Benar Benar Benar Benar Benar Salah Benar Benar Benar
Target (T)
89
28 29 30 Benar Salah Akurasi
0.057417561 0.0256859 0.000695836
0.942582439 0.9743141 0.999304164
1 1 1
Benar Benar Benar 28 2 92,86%
4.3. Profil Unjuk Kerja Wahana Pencitraan Bawah Air Untuk Survei Setelah diuji pada penelitian lapang dalam pengambilan citra kemudian citra diolah dan menghasilkan berbagai hasil dan simpulan, ternyata WPBA ini memiliki beberapa kemampuan yang menjadi kelebihan dalam mengatasi kekurangan-kekurangan dari metode terdahulu seperti Manta Tow, Line Intercept Transect dan Quadrate Transect. Untuk profil unjuk lerja WPBA ini sendiri dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6, Perbandingan Unjuk Kerja Wahana Pencitraan Bawah Air Perbandingan Unjuk Kerja WPB • Mudah dan praktis dilakukan • Tidak merusak biota karang • Peralatan sederhana dan praktis • Tidak memerlukan peralatan berat • Tidak perlu tenaga yang banyak, (towing) • Memadai mengetahui kondisi lifeform • Cakupan luas, kuantitatifikasi kelimpahan dan distribusi yang akurat karena ter-kalibrasi • Akurat untuk mengkaji perubahan kondisi terumbu karang secara temporal, dan spasial terkoreksi secara geometrik dan geografis pertumbuhan dan mortalitas, karena mengacu citra dan video • Data secara digital terkoreksi geografis dalam volume banyak • Memadai untuk memetakan profil terumbu karang • Mengatasi masalah perairan berarus kuat dan beriak. • Dapat digunakan secara bersamaan atan melengkapi metode survey lain, sebelumnya. Kekurangan • Biota yang berukuran kecil tidak terdata pada jarak pandang maximum kamera dalam air • Tidak dapat dilakukan pada perairan keruh. • Hanya untuk pengamatan global kajian studi terbatas hanya Kelebihan
90
kategori life form • Kuantifikasi dan indentifikasi belum otomatisasi.
V. 5.1.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan •
Hasil rancang-bangun Wahana Pencitraan Bawah Air yang dikembangkan, menunjukan unjuk kerja yang baik dan dapat digunakan mengatasi kekurangan metode terdahulu terutama pada penelitian atau survey sejenis dalam menghasilkan citra yang layak.
•
Kecembungan dan kecekungan kamera memang mempengaruhi kualitas dan kuantitas obyek yang cenderung meningkat, baik didalam maupun diluar air, sebagai Fisheye Effect.(FE)
•
Hasil sidik deskriptor geometrik dan energetik dapat digunakan mendiskripsikan lifeform karang sub-masif secara baik dengan trend geometrik secara keseluruhan menyebar sangat bervariasi, kecuali untuk kebundaran yang cenderung mendekati nilai satu serta trend energetik yang mengidinkasikan lifeform berwarna merah.
•
JST Perambatan Balik yang digunakan mampu mengenali Lifeform sebagai Terumbu Karang Sub-Masif sangat baik pada tingkat akurasi mencapai 92,86%.
5.2.
Saran •
Untuk kepentingan eksplorasi sumberdaya alam laut dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka diperlukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan wahana pencitraan bawah air ini menjadi lebih
91
modern dengan teknologi tinggi serta keterpaduan automatisasi data secara digital.
DAFTAR PUSTAKA
Anugerah PSW. 2007. Perbandingan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Dan Metode Deret Berkala Box-Jenkins (ARIMA) Sebagai Metode Peramalan Curah Hujan [Skripsi]. Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Ardisasmita MS. 2005. Pengembangan Model Matematika Untuk Analisis Sistem Identifikasi Sidik Jari Otomatis. [Jurnal]: Pusat Pengembangan Teknologi Informatika dan Komputer - BATAN. Birgul E, Ozturan M, Badur B. 2002. Stock Market Prediction Using Artificial Neural Networks. [jurnal]: Istambul, Hisar Kampus 34342, Bogazici University, Turkey. Bustaman M, Reflinur, Agisimanto D, Suyono. 2004. Variasi Genetik Padi Tahan Blas Berdasarkan Sidik Jari DNA dengan Markah Gen Analog Resisten. [Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 9, No. 2, 2004, pp. 56-61]: Bogor. Cannady J. 1997. Artificial Neural Networks for Misue Detection. [Journal]: School of Computer and Information Sciences, Nova Southeastern University Fort Lauderdale, FL 33314. Castilo E, Berdinas BG, Romera OF, Betanzos AA. 2006. A Very Fast Learning Method for Neural Networks Based on Sensitivity Analysis. [Journal of Machine Learning Research 7 (2006) 1159–1182]. Clemens SR, O’Daffer PG, Cooney TJ. 1984. GEOMETRY With Applications and Problem Solving. by Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Canada.
92
Desiani A. 2007. Kajian Pengenalan Wajah Dengan Menggunakan Metode FaceArg Dan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation. [Jurnal Media Informatika, Vol. 5, No. 2, Desember 2007, 99-111 ISSN: 0854-4743], Palembang: Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Sriwijaya. Edgington DR, Salamy KA, Risi M, Sherlock RE, Walther D, Koch C. 2002. Automated Event Detection in Underwater Video. Fadlisyah. 2007. Computer Vision dan Pengolahan Citra. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Gershenson C. 2000. Artificial Neural Network For Beginners. Guha R. 2008. The Fngerprint Package. Hallacher L, Tissot B. 1998. Quantitative Underwater Ecological Surveying Tecniques. University of Hawai’I at Hilo. Hi 96720. Harintaka, Baskoro I. 2005. Kajian Pemanfaatan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Klasifikasi Jenis Tanaman Pertanian Pada Foto Udara Format Kecil. [Jurnal]. Yogyakarta: Teknik Geodesi dan Geomatika Fakultas TeknikUniversitas Gajah Mada. Hanke, John E, Arthur G. Reitsch, Dean W. Wichern. 2001. New Jersey: Business Forecasting, Seventh Edition, Prentice-Hall Inc. Hermawan A. 2006, Jaringan Syaraf Tiruan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Hidayanto A, Isnanto RI, Buana DKW. 2008. Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Perambatan Balik (Backpropagation). Semarang: Fakultas Teknik, Universitas Dipanegoro . Hinoue M, Fujita M, Azuma C, Saji F, O.Tanizawa. 1992. Histogenic Analysis of Ovarian Germ Cell Tumors by DNA Fingerprinting. Osaka: Departement of Obstetrics and Gynecology, Osaka University Medical School, Japan. Honkavirta V. 2008. Location Fingerprinting Methods In Wireless Local Area Network. [Thesis], Faculty of Science and Environmental Engineering, Department of Mathematics Tampere University of Technology. Ikawati Y, Hanggarwati PS, Parlan H, Handini H, Siswodiharjo B. 2001. Terumbu Karang di Indonesia. Jakarta: Terbitan Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi bekerjasama dengan Kantor Menteri Negara Riset Dan Teknologi. Ikbal M. 2006. Penerapan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Pendugaan Jenis Kelamin Ikan, Studi Kasus Ikan Koi (Ciprinus carpio) [skripsi]. Bogor: 93
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Inoue M, Fujita M, Azuma C, Saji F, Tanizawa O. 1992. Histogenetic Analysis of Ovarian Germ Cell Tumors by DNA Fingerprinting. Osaka: Department of Obstetrics and Gynecology, Osaka University Medical School, Japan. Jafe JS. 1988. Underwater Optical Imaging:The Design of Optimal System. Marine Physical Laboratory A-O05, Scripps Institution of Oceanography La Jolla. CA 92093. Jafe JS, Moore KD, McLean J, Strand MP. 2001. Underwater Optical Imaging: Status and Prospects. Marine Physical Laboratory A-O05, Scripps Institution of Oceanography La Jolla. CA 92093 Jia J, Cai L, Lu P, Liu X. 2005. Fingerprint Matching Based On Weighting Method and SVM. Beijing: Key Laboratory of Pervasive Computing, Tsinghua University, Ministry of Education Beijing 100084, P.R.China. Kanata B. 2008. Deteksi Sidik Jari Berbasis Alihragam Gelombang Singkat (wavelet) Dan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Khusus Kota Mataram Dan Sekitarnya. [Jurnal Teknologi Elektro]. Mataram: Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mataram. Keim DA, Oelke D. 2007. Literature Fingerprinting. A New Method for Visual Literary Analysis. University of Constanz. Ku K.K, Bradbeer RS, Yeung LF, Lam KY. 2004. Un Underwater Camera and Instrumentation System for Monitoring The Undersea Environment. Macau: City University of Hong Kong, Hong Kong. Kusumadewi S. 2004. Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Matlab dan Excel Link. Yogyakarta: Graha Ilmu. Lever JH, Phettepace GE, Weale JC. 2007. Benefits of Using Remotely Operated Vehicles to Inspect USACE Navigation Structures. Washington DC: Cold Regions Research and Engineering Laboratory U.S. Army Engineer Research and Development Center 72 Lyme Road Hanover. Mason JS, and Cheney DL. 2000. Library Design And Virtual Screening Using Multiple 4-Point Pharmacophore Fingerprints. Princeton: ComputerAssisted Drug Design, Department of Macromolecular Structure, BristolMyers Squibb Pharmaceutical Research Institute, PO Box 4000, Princeton NJ 08543, USA. Minarni. 2004. Klasifikasi Sidikjari Dengan Pemrosesan Awal Transformasi Wavelet. [Jurnal, Transmisi, Vol. 8, No. 2, Desember 2004 : 37 – 41], Padang: Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Padang. 94
Munir R. 2004. Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik. Bandung: Penerbit Informatika Bandung. Nugroho S, Harjoko A. 2006. Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Mendeteksi Posisi Wajah Manusia pada Citra Digital. [Jurnal] Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Osinga R, Janse M, Jones R. 2005. Towards Coral Reefs in Tanks: The Coralzoo Project, received by EAZA on 19 August 2005. Parisi A, Ottaviani D, Addante N, Stea G, Normanno G, Montagna CO, Chiocco D. 2008. Amplified Fluorescent Length polymorphism fingerprinting characterization of Vibrio parahaemolyticus isolated from seafoods collected from Adriatic Sea, Italy. Plotnik AM, Rock SM. 2006. Visual Servoing of an ROV for Servicing of Thetered Ocean Moorings. [IEEE Journal]. Monterey: Aerospace Robotics Laboratory, Stanford Univesity. Pratama AB. 2008. Verifikasi Citra Sidik Jari Poin Minutiae Dalam Visum Et Repertum (VER) Menggunakan K-Mean Clustering. [Jurnal Ilmu Komputer]. Malang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya. Puspita A, Eunike. 2007. Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Backpropagation Untuk Memprediksi Bibir Sumbing. [Seminar Nasional Teknologi 2007, ISSN : 1978 – 9777] Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teknik Surabaya. Rajashi G. 2008. Function to Operate on Binary Fingerprint Data; The Fingerprint Package. Rich E, Knight K. 2001. Artificial Intelligence, 2 nd edition. Toronto: McGrawHill, inc. P
P
Robert GDS, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. (cetakan ke 3) Rozak A. 2010. Aplikasi Interpolasi Linier Dalam Statistika. Shamim MA, Ghumman AR, Ghani U. 2004. Forecasting Groundwater Contamination Using Artificial Neural Networks. [International Conf. on Water Resources and Arid Environment Journal] Taxila: Civil Engg. Department, UET Taxila. Simmonds J, MacLennan D. 1992. Fisheries Acoustics Theory and Practice. FRS Marine Laboratory, Aberdeen, Scotland. First edition published by Chapman and Hall 1992. 95
Simmonds J, MacLennan D. 1992. Fisheries Acoustics Theory and Practice. FRS Marine Laboratory, Aberdeen, Scotland. Second edition published by Blackwell Science 2005.. Siang, Jok Jek. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan Matlab. Yogyakarta: Andi Offset. Singh FN, Jaiswal AK. 1984. Underwater Optical Instrumentation. [Journal, Def Sci J. Vol 34, No 1, January 1984, pp 35-43] Instruments Research & Development Establishment, Dehra Dun-248008. Sirait H. 2004. Klasifikasi Sidikjari Dengan Pemrosesan Awal Transformasi Wavelet LVQ. [Jurnal] Makasar: Pascasarjana Universitas Hasanudin. Smith RC, Baker KS. 1978. Optical Classification of Natural Waters. [Journal], Visibility Laboratory, Scripps Institution of Oceanography, University of California, San Diego, La Jolla, 92093. Sriyasa W. 2003. Identifikasi Jenis Kawanan (schooling) Ikan Dengan Artificial Neural Network. [Skripsi] Bogor: Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB, Bogor. Sterckx S, Debruyn W, Vanderstraete T, Gooseens R, Heijden PVd. 2005. Hyperspectral Data For Coral Reef Monitoring; A Case Study: Fordate, Tanimbar, Indonesia. [EARSeL eProceedings 4] Subekti MR, Achmad B, Suyitno G. 2005. Analisis Kondisi Ginjal Pasien Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan. Diterbitkan dalam Majalah Batan. Sudiro AS. 2004. Algoritma Ekstraksi Titik Singular Dengan Citra Sidik Jari Terbalik. Fakultas Ilmu Komputer-Universitas Gunadarma. Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Edisi ke-6. Bandung: Penerbit Tarsito Bandung. Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Taylor JSJr, Cordes B, Osofsky S, Domnich A. 2004. Process for The Development Of Image Quality Metrich For Underwater Electro Optic Sensors. Timotius S. 2003. Biologi Terumbu Karang. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi)
96
Ploeg MVD, Zee SVD, Wijnen TV. 2008. Application of The Mass Response Function Modelling Aprroach on the Hupselse Beek Catchment; Water Quality Fingerprint Methods and Excamples, Wageningen University. Vasilescu I, Varshavskaya P, Kotay K, Rush D. 2005. Autonomous Modular Optical Underwater Robot (AMOUR) Design, Prototype and Feasibility Study. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika (edisi ke–3). Jakarta: penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Wang PF, Lieberman, Stephen. 2004. Unsupervised Learning Neural Network For Classification Of Ship-Hull Fouling Conditions. [SERDP 2003 Conference] San Diego: Tate University Foundation, College Road, San Diego, CA, USA. Wijaya MCh, Priyono A. 2007. Pengolahan Cira Digital Menggunakan Matlab Image processing toolbox. Bandung: penerbit Informatika Bandung. Winanti W. 2007. Aplikasi Algoritma Pencocokan String Knuth-Morris-Pratt (KPM) Dalam Rangka Pengenalan Sidik Jari. [Thesis] Bandung: Prodi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung. Yi W. 2005. Artificial Neural Networks. Zeelenberg AJ. 2008. Method For Fingerprint Identification. Interpol European Expert Group on Fingerprint Identification(IEEGFI).
97
LAMPIRAN
Lampiran 1; Peta Bathymetri hasil unjuk kerja wahana dalam perolehan data XYZ sekaligus lokasi keberadaan lifeform
98
Lampiran 2; Kelompok Peralatan pada Wahana berdasarkan penggunaan energi. Kelompok AC
Kelompok DC
Lampiran 3; Wahana setingan lengkap
99
Lampiran 4; Gambar Proses Kalibrasi
100
Lampiran 5; Prosedur lapang
101
Lampiran 6; Citra data storage
Lampiran 7; Image pre-processing
102
Lampiran 8; Ekstraksi deskriptor geometrik
103
Lampiran 9; Ekstraksi deskriptor energetik
Lampiran 10; Data Nilai hasil ekstraksi (data storage)
104
Lampiran 11; Matlab Code untuk ANN back propagation serta hasilnya. >> nntwarn off p=[22676 557 161 184 1.142857143 1.089317053 1.306403246 0.561764706 0.305882353 0.132352941 113.3333333 0.005063634 113.3333367 0.494117647; 22835 554 161 180 1.118012422 1.070111113 1.269104445 0.526570048 0.316425121 0.157004831 138 0.003820919 138.0000016 0.541310541; 23404 561 162 182 1.12345679 1.070646234 1.259784652 0.538461538 0.310541311 0.150997151 117 0.004626271 117.0000027 0.487922705; 23799 564 163 182 1.116564417 1.064167177 1.246522963 0.575268817 0.303763441 0.120967742 124 0.004781817 124.0000028 0.534351145; 22470 550 157 176 1.121019108 1.07184668 1.229728527 0.594594595 0.278378378 0.127027027 123.3333333 0.004853022 123.3333362 0.526582278; 22863 555 164 180 1.097560976 1.072662531 1.291169138 0.583106267 0.302452316 0.114441417 122.3333333 0.004927058 122.3333363 0.535175879; 22836 549 161 178 1.105590062 1.050836176 1.254948327 0.536507937 0.33968254 0.123809524 105 0.005327466 105.0000043 0.48; 22741 552 163 170 1.042944785 1.066790054 1.218504024 0.569587629 0.322164948 0.108247423 129.3333333 0.004643181 129.3333359 0.564986737; 22954 565 157 181 1.152866242 1.107258133 1.237997735 0.516304348 0.328804348 0.154891304 122.6666667 0.004214423 122.666669 0.498740554; . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22704 548 159 181 1.13836478 1.053098755 1.267573996 0.581395349 0.337209302 0.081395349 143.3333333 0.004413049 143.3333357 0.656716418]
p = p' t=[1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 . . . . . . 1 0] t=t' tp=[75 15000 0.75 0.1 0.01 0.9 1.04 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1] [w1,b1,w2,b2,w3,b3]=initff(p,28,'logsig',28,'logsig',t,'logsig') [w1,b1,w2,b2,w3,b3]=trainbpm(w1,b1,'logsig',w2,b2,'logsig',w3,b3,'logsig',p,t,tp) p= 1.0e+004 * 2.2676 2.2835 2.3404 2.3799 2.2470
0.0557 0.0554 0.0561 0.0564 0.0550
0.0161 0.0161 0.0162 0.0163 0.0157
0.0184 0.0180 0.0182 0.0182 0.0176
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0113 0.0138 0.0117 0.0124 0.0123
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0113 0.0138 0.0117 0.0124 0.0123
0.0000 0.0001 0.0000 0.0001 0.0001
105
2.2863 2.2836 2.2741 2.2954 2.2329 . . . 2.2704
0.0555 0.0549 0.0552 0.0565 0.0554 . . . 0.0548
0.0164 0.0161 0.0163 0.0157 0.0156 . . . 0.0159
0.0180 0.0178 0.0170 0.0181 0.0177
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
0.0181
0.0001
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 . . . 0.0001
2.3799 0.0564 0.0163 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0124 0.0000 0.0124 0.0001
2.2470 0.0550 0.0157 0.0176 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0123 0.0000 0.0123 0.0001
2.2863 0.0555 0.0164 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0122 0.0000 0.0122 0.0001
2.2836 0.0549 0.0161 0.0178 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0105 0.0000 0.0105 0.0000
2.2741 0.0552 0.0163 0.0170 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0129 0.0000 0.0129 0.0001
2.2954 2.2329 0.0565 0.0554 0.0157 0.0156 0.0181 0.0177 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0123 0.0132 0.0000 0.0000 0.0123 0.0132 0.0000 0.0001
2.2659 0.0551 0.0162 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0143 0.0000 0.0143 0.0001
2.2472 0.0551 0.0161 0.0178 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0118 0.0000 0.0118 0.0001
2.2754 0.0553 0.0158 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0137 0.0000 0.0137 0.0001
2.1821 0.0541 0.0162 0.0177 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0120 0.0000 0.0120 0.0000
2.0536 0.0522 0.0159 0.0170 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0120 0.0000 0.0120 0.0000
2.2761 0.0548 0.0155 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0135 0.0000 0.0135 0.0001
2.1667 0.0539 0.0158 0.0175 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0125 0.0000 0.0125 0.0000
2.1051 0.0534 0.0160 0.0175 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0140 0.0000 0.0140 0.0001
2.2710 0.0549 0.0161 0.0175 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0150 0.0000 0.0150 0.0001
2.2959 2.2741 0.0555 0.0548 0.0162 0.0162 0.0183 0.0177 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0134 0.0146 0.0000 0.0000 0.0134 0.0146 0.0001 0.0001
2.2089 0.0541 0.0162 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0148 0.0000 0.0148 0.0001
2.3065 0.0553 0.0161 0.0179 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0144 0.0000 0.0144 0.0001
2.2069 0.0549 0.0158 0.0189 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0126 0.0000 0.0126 0.0000
2.3306 0.0558 0.0162 0.0189 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0154 0.0000 0.0154 0.0001
2.1904 0.0541 0.0159 0.0179 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0146 0.0000 0.0146 0.0001
2.2683 0.0551 0.0159 0.0186 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0149 0.0000 0.0149 0.0001
2.2279 0.0545 0.0162 0.0179 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0137 0.0000 0.0137 0.0001
2.2659 0.0547 0.0160 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0134 0.0000 0.0134 0.0001
2.2801 0.0550 0.0161 0.0181 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0136 0.0000 0.0136 0.0001
2.2541 2.3047 0.0554 0.0554 0.0156 0.0159 0.0184 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0140 0.0130 0.0000 0.0000 0.0140 0.0130 0.0001 0.0001
2.2977 0.0549 0.0159 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0121 0.0000 0.0121 0.0001
2.2556 0.0556 0.0158 0.0191 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0139 0.0000 0.0139 0.0001
2.2578 0.0546 0.0159 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0137 0.0000 0.0137 0.0001
2.2747 0.0547 0.0159 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0131 0.0000 0.0131 0.0001
2.2815 0.0549 0.0164 0.0178 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0130 0.0000 0.0130 0.0001
2.2936 0.0549 0.0162 0.0176 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0129 0.0000 0.0129 0.0001
2.2942 0.0552 0.0157 0.0184 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0144 0.0000 0.0144 0.0001
2.3122 0.0553 0.0157 0.0185 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0153 0.0000 0.0153 0.0001
2.3357 0.0555 0.0162 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0144 0.0000 0.0144 0.0001
2.2338 2.2802 0.0546 0.0554 0.0158 0.0159 0.0175 0.0185 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0132 0.0133 0.0000 0.0000 0.0132 0.0133 0.0001 0.0001
2.2828 0.0551 0.0156 0.0179 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0133 0.0000 0.0133 0.0001
2.3205 0.0556 0.0160 0.0179 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0131 0.0000 0.0131 0.0001
2.2192 0.0544 0.0158 0.0177 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0139 0.0000 0.0139 0.0001
2.3205 0.0557 0.0161 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0136 0.0000 0.0136 0.0001
. . .
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 . . . 0.0001
0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 . . . 0.0001 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 . . . 0.0000
0.0122 0.0105 0.0129 0.0123 0.0132 . . . 0.0143
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0122 0.0001 0.0105 0.0000 0.0129 0.0001 0.0123 0.0000 0.0132 0.0001 . . . . . . 0.0000 0.0143 0.0001
p= 1.0e+004 * Columns 1 through 14 2.2676 0.0557 0.0161 0.0184 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0113 0.0000 0.0113 0.0000
2.2835 0.0554 0.0161 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0138 0.0000 0.0138 0.0001
2.3404 0.0561 0.0162 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0117 0.0000 0.0117 0.0000
Columns 15 through 28 2.1217 0.0530 0.0153 0.0174 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0134 0.0000 0.0134 0.0001
2.0952 0.0531 0.0156 0.0170 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0113 0.0000 0.0113 0.0000
2.0675 0.0533 0.0155 0.0168 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0144 0.0000 0.0144 0.0001
Columns 29 through 42 2.3500 0.0555 0.0167 0.0181 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0139 0.0000 0.0139 0.0001
2.2555 0.0549 0.0161 0.0185 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0152 0.0000 0.0152 0.0001
2.2773 0.0555 0.0163 0.0184 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0132 0.0000 0.0132 0.0001
Columns 43 through 56 2.3039 0.0551 0.0157 0.0184 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0140 0.0000 0.0140 0.0001
2.2092 0.0540 0.0153 0.0181 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0138 0.0000 0.0138 0.0001
2.2179 0.0543 0.0158 0.0181 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0111 0.0000 0.0111 0.0000
106
Columns 57 through 70 2.2731 0.0546 0.0155 0.0178 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0133 0.0000 0.0133 0.0001
2.2179 0.0546 0.0156 0.0179 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0141 0.0000 0.0141 0.0001
2.2004 0.0540 0.0155 0.0179 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0139 0.0000 0.0139 0.0001
2.2433 0.0548 0.0162 0.0172 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0137 0.0000 0.0137 0.0001
2.2724 0.0549 0.0153 0.0184 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0113 0.0000 0.0113 0.0000
2.2076 0.0542 0.0153 0.0175 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0133 0.0000 0.0133 0.0001
2.2781 0.0549 0.0158 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0116 0.0000 0.0116 0.0000
2.2748 0.0548 0.0159 0.0178 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0122 0.0000 0.0122 0.0000
2.3421 2.2779 0.0559 0.0550 0.0164 0.0157 0.0180 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0120 0.0134 0.0000 0.0000 0.0120 0.0134 0.0000 0.0001
2.2284 0.0544 0.0151 0.0179 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0118 0.0000 0.0118 0.0000
2.2481 0.0545 0.0157 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0118 0.0000 0.0118 0.0000
2.3133 0.0554 0.0163 0.0181 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0138 0.0000 0.0138 0.0001
2.2146 0.0550 0.0158 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0121 0.0000 0.0121 0.0001
2.2104 0.0545 0.0159 0.0175 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0135 0.0000 0.0135 0.0001
2.2002 0.0543 0.0155 0.0179 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0125 0.0000 0.0125 0.0001
2.2373 0.0552 0.0164 0.0175 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0133 0.0000 0.0133 0.0000
2.2270 0.0544 0.0158 0.0177 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0140 0.0000 0.0140 0.0001
2.2008 0.0542 0.0154 0.0178 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0121 0.0000 0.0121 0.0001
2.1400 2.2325 0.0533 0.0547 0.0152 0.0156 0.0177 0.0178 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0122 0.0121 0.0000 0.0000 0.0122 0.0121 0.0001 0.0001
2.3295 0.0555 0.0169 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0108 0.0000 0.0108 0.0000
2.3518 0.0559 0.0158 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0113 0.0000 0.0113 0.0000
2.3058 0.0551 0.0158 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0146 0.0000 0.0146 0.0001
2.2785 0.0550 0.0157 0.0187 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0137 0.0000 0.0137 0.0001
2.2432 0.0549 0.0163 0.0176 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0125 0.0000 0.0125 0.0000
2.1840 0.0545 0.0153 0.0176 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0101 0.0000 0.0101 0.0000
2.2223 0.0546 0.0154 0.0181 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0130 0.0000 0.0130 0.0001
2.2696 0.0551 0.0160 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0137 0.0000 0.0137 0.0001
2.2764 0.0550 0.0159 0.0178 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0132 0.0000 0.0132 0.0001
2.2606 2.3252 0.0548 0.0556 0.0161 0.0159 0.0179 0.0179 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0118 0.0130 0.0000 0.0000 0.0118 0.0130 0.0000 0.0001
2.4091 0.0569 0.0164 0.0184 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0129 0.0000 0.0129 0.0001
2.3468 0.0555 0.0166 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0130 0.0000 0.0130 0.0001
2.2505 0.0546 0.0161 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0148 0.0000 0.0148 0.0001
2.2518 0.0544 0.0159 0.0182 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0135 0.0000 0.0135 0.0001
Columns 71 through 84 2.1381 0.0532 0.0151 0.0176 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0125 0.0000 0.0125 0.0001
2.2922 0.0551 0.0165 0.0177 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0114 0.0000 0.0114 0.0000
2.2504 0.0551 0.0162 0.0183 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0129 0.0000 0.0129 0.0001
Columns 85 through 98 2.3201 0.0554 0.0166 0.0177 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0137 0.0000 0.0137 0.0001
2.2829 0.0557 0.0162 0.0184 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0115 0.0000 0.0115 0.0000
2.2673 0.0550 0.0158 0.0180 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0117 0.0000 0.0117 0.0001
Columns 99 through 100 2.1430 0.0535 0.0152 0.0183 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0122 0.0000 0.0122 0.0001
2.2704 0.0548 0.0159 0.0181 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0143 0.0000 0.0143 0.0001
t= 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0
107
1 1 . . . 1
0 0 . . . 0
t= Columns 1 through 23 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 Columns 24 through 46
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 Columns 93 through 100
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
Columns 47 through 69 1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
Columns 70 through 92
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
tp = 1.0e+004 * 0.0075 1.5000 0.0001 0.0000 0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000
0.0001
0.0000
0.0000
0.0000 0.0000
w1 = 1.0e+003 * 0.0000 -0.0000 0.0000 -0.0000 0.0000 0.0000 -0.0000 -0.0000 0.0000 -0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0000 -0.0000 0.0000 0.0000 -0.0000 0.0000 -0.0000 -0.0000 0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 0.0000
-0.0000 -0.0000 -0.0001 0.0000 -0.0000 0.0001 -0.0000 -0.0000 0.0001 0.0000 -0.0000 0.0000 0.0000 -0.0001 0.0000 -0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 0.0000 -0.0000 0.0000 -0.0001 0.0000
-0.0000 0.0001 0.0001 0.0000 -0.0000 0.0001 0.0001 0.0000 0.0001 0.0001 -0.0001 -0.0001 -0.0001 0.0000 0.0001 -0.0001 0.0001 0.0000 -0.0001 0.0001 0.0000 -0.0000 0.0001 0.0000 0.0001 0.0002 0.0000 0.0001
-0.0001 0.0001 -0.0001 -0.0001 0.0001 0.0001 -0.0001 -0.0001 0.0001 -0.0001 -0.0001 0.0001 -0.0001 -0.0000 -0.0001 0.0001 0.0000 -0.0000 0.0000 -0.0001 -0.0000 -0.0001 0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 -0.0001 -0.0000
0.0122 0.0077 -0.0015 0.0030 0.0120 -0.0171 0.0041 -0.0166 -0.0040 -0.0092 0.0167 -0.0212 0.0106 0.0218 0.0153 0.0113 -0.0028 -0.0001 -0.0124 0.0071 -0.0077 0.0164 0.0103 -0.0034 0.0100 -0.0102 -0.0035 0.0154
0.0205 -0.0318 0.0344 0.0150 -0.0390 -0.0296 0.0113 0.0125 -0.0158 0.0093 -0.0056 -0.0520 -0.0489 -0.0227 -0.0396 -0.0118 0.0222 -0.0442 -0.0523 0.0144 0.0120 -0.0450 -0.0573 -0.0314 0.0092 -0.0508 -0.0204 0.0122
0.0108 0.0094 -0.0187 -0.0024 -0.0027 -0.0066 -0.0161 0.0075 0.0107 0.0124 -0.0011 0.0028 -0.0174 -0.0026 0.0078 0.0178 -0.0122 -0.0118 0.0182 -0.0152 0.0150 0.0168 -0.0141 -0.0117 -0.0212 -0.0214 0.0096 -0.0127
0.0150 -0.0140 -0.0130 0.0225 -0.0025 -0.0063 -0.0076 -0.0050 -0.0051 0.0044 -0.0172 -0.0205 -0.0017 0.0174 0.0137 -0.0094 -0.0160 0.0158 -0.0115 0.0073 0.0202 0.0060 0.0171 -0.0193 -0.0150 0.0143 -0.0042 0.0141
0.0154 0.0121 -0.0091 -0.0228 -0.0214 -0.0183 -0.0048 0.0199 -0.0007 0.0228 -0.0027 -0.0028 -0.0030 -0.0062 0.0191 -0.0295 -0.0143 -0.0286 0.0127 0.0113 0.0313 0.0029 -0.0069 -0.0178 0.0078 0.0157 -0.0111 -0.0266
-0.0045 0.0142 0.0151 0.0248 0.0186 -0.0068 0.0064 0.0112 -0.0189 0.0253 0.0041 0.0076 -0.0139 0.0030 0.0178 -0.0085 0.0095 -0.0059 0.0073 0.0130 -0.0058 -0.0041 0.0093 0.0173 -0.0069 -0.0043 0.0074 0.0031
0.0000 0.0000 0.0000 -0.0000 -0.0000 0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 -0.0000 -0.0001 0.0000 -0.0000 -0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0001 -0.0001 -0.0000 0.0000 -0.0000 0.0000 -0.0001 0.0000 0.0000 0.0001
0.6743 0.6371 -0.1660 0.3761 0.7755 -1.0109 1.1243 0.9580 0.2985 -0.7315 1.0427 0.0367 0.5783 -0.2258 0.8999 -1.0490 0.1552 -0.5421 0.9682 -0.5067 0.4800 -0.9971 -0.4082 -0.0041 -0.1674 0.1723 0.4304 -0.8624
0.0001 -0.0023 0.0000 -0.0038 0.0000 -0.0093 0.0000 0.0107 0.0000 0.0099 -0.0000 -0.0013 -0.0000 0.0132 0.0000 -0.0093 0.0000 0.0124 -0.0001 0.0092 -0.0001 -0.0018 -0.0000 0.0038 -0.0000 0.0129 -0.0000 0.0047 0.0000 -0.0057 0.0000 -0.0041 -0.0000 -0.0104 -0.0000 -0.0003 0.0000 -0.0028 -0.0001 -0.0013 0.0000 0.0034 0.0001 -0.0110 0.0000 -0.0061 -0.0001 0.0030 0.0000 -0.0095 0.0000 0.0038 0.0000 -0.0108 -0.0000 0.0022
b1 = -49.1656 -3.0631 16.5971 -46.2151 -1.6741 -2.2399 -4.5195
108
23.8950 -93.4473 -15.5199 51.1151 63.7140 36.6684 29.5412 -0.6390 -8.0685 -70.7539 42.1256 31.0339 -14.3480 -15.7538 51.6017 64.1281 59.6680 31.5867 51.0044 91.1195 -41.3309
w2 = Columns 1 through 14 1.4084 2.0078 1.1560 -1.4742 -0.6373 -0.5519 -0.4183 -1.7780 1.2750 0.0887 1.0906 -1.9364 0.8578 1.5527 0.3851 0.3091 -0.9554 2.0067 -0.1641 -1.0420 -0.8845 -0.2117 1.6747 1.5048 -1.4686 -1.3145 -1.4192 -0.2212 1.7257 -1.7017 -0.5645 0.8523 -1.1219 -0.7500 1.3205 1.6449 1.2455 -1.0291 -1.5465 1.1346 -0.1964 -1.0310 1.7376 -1.6184 1.9298 0.2514 1.5233 -1.2495 -2.0763 0.2652 -0.0068 0.3667 -0.6891 -0.7989 1.5304 -0.6055 0.8361 1.8441 1.4216 1.7703 -1.0967 -0.5041 1.0512 0.8682 -1.8172 0.7081 0.0858 -1.1677 -1.4357 1.6456 -1.7125 -1.5380 0.8882 0.2777 -2.0197 -1.0761 -1.4960 -0.8381 -0.2199 0.0966 1.3831 -1.2464 -1.4561 1.8460
-2.0670 1.4109 0.4776 0.2572 -1.0067 1.4386 -0.9917 0.9816 0.5687 -1.1194 0.4312 0.3986 0.5646 -1.3846 0.5275 -1.4303 0.1693 0.4705 0.8997 0.6855 1.4861 -2.0764 -0.7376 1.0609 -0.8022 1.6883 0.7804 -1.6186
-1.8387 -2.1560 -1.0757 0.0694 -0.1644 0.9079 0.3454 0.0356 -1.5165 -1.2009 -0.5083 -0.8491 0.9589 -0.8136 0.5339 2.1108 0.0123 1.7072 1.5877 1.6140 -1.5259 1.3305 1.5883 -1.3062 -1.5732 1.0393 0.9686 0.5766
1.0879 0.7207 1.5120 -0.9732 -0.3169 -1.2823 -1.9449 -1.6209 1.2488 -0.6256 -0.1429 1.5715 -0.9608 1.5831 0.6051 1.6970 -0.0507 1.8786 -0.6131 0.1213 -1.2568 0.0083 -0.3027 0.6098 0.7229 1.8096 -1.3456 -1.4783
0.2786 0.6017 1.2498 2.0725 -1.1933 -1.5346 -1.8777 0.7149 1.3130 1.5813 0.7083 -1.3161 -1.8607 -1.4366 0.5466 0.0872 -2.1334 0.7550 -1.2887 -0.9959 1.1395 0.8347 -1.4841 -0.4651 -0.8882 -1.5342 -0.2081 1.6985 1.3816 -0.0663 -1.5319 -1.3497 0.4565 0.0821 -1.7759 -1.2306 1.3989 0.8281 -1.7627 1.9345 0.1597 1.2691 -0.6371 -0.8653 0.0526 -0.2717 -0.5707 -1.2441 -0.1233 -2.0820 -1.6949 -1.3373 1.4841 -1.3067 -1.7624 1.7715 -0.4476 0.1256 -0.9499 -0.3565 0.8904 0.2740 -1.7640 -0.4318 -1.4524 1.8833 -0.5508 0.3671 -1.3617 -0.8162 -0.6420 -0.4395 1.5347 0.6603 -0.7866 0.5002 1.4389 -1.3116 -1.1303 0.2953 1.7321 1.8179 1.8270 -0.6741
Columns 15 through 28 0.4699 -1.2128 0.9660 -0.8840 0.6705 -1.4895 1.4037 -1.7633 1.7987 -1.6569 -1.1563 -1.2975 -0.8198 0.6585 1.0862 -1.7985 -0.8447 0.5062 -0.4295 -0.8098 -1.4144 -0.6451 0.8541 -1.8149 1.5825 1.6187 -0.7530 1.3253 -1.4440 1.8441 -1.0200 -1.8229 1.9021 -1.7361 -1.4234 -1.0329 -1.7491 -1.1818 1.6231 0.3254 1.7990 0.7865 0.9423 -1.4052 -1.7193 1.3311 0.5076 0.4331 0.5880 -0.9874 -0.4567 -0.9485 -1.0652 -1.0854 -1.7215 1.0304 -1.5372 0.5858 0.1894 -1.6360 1.7592 1.7405 -1.9426 1.3465 -0.7252 1.2310 1.6738 0.7955 -1.8759 -0.7225 1.6856 1.4367 -0.9624 0.3397 -0.6139 0.1442 1.5042 0.8790 -1.4704 1.0900 2.0457 -1.0990 -0.4578 -1.3093
-1.4435 -0.8243 -1.8555 -0.6081 -1.8595 1.3120 2.0908 -1.5084 0.4367 -1.4384 -0.8021 -1.3871 -0.9794 -0.4524 -1.4096 -1.1234 1.8273 -0.4153 0.0545 -1.5736 -1.8863 -1.4513 1.3403 1.4413 -1.3031 1.9440 0.9259 1.4121
-0.0872 -0.0176 -0.8377 -1.8753 -0.9342 -1.4017 1.7468 -1.4580 -1.7332 -0.5101 0.8387 1.4788 0.3319 -1.5012 -0.7082 -1.1566 -2.1011 -0.3931 0.7254 -1.6041 1.0601 2.0021 0.8356 1.0718 -1.0925 -1.2040 -1.0340 0.8129
2.0454 0.6057 0.1811 1.4866 1.1881 0.7519 0.7161 1.2409 1.6759 -0.0512 1.3404 0.5377 -0.6855 0.7037 -0.5485 1.9010 -0.0527 -1.5596 0.8414 0.0575 -1.0980 0.9591 -1.6796 1.7643 -1.2170 -1.3409 0.6036 -1.9004
-0.7039 -0.9935 -1.7958 -1.7346 -0.3540 1.4158 1.5518 -1.8478 0.8093 1.3624 0.9652 1.7285 0.5535 1.0595 -0.5989 1.6660 -0.6529 -1.6798 1.0571 1.7711 -1.3533 -0.3566 -1.5793 -0.1903 1.5368 -0.4289 -1.0796 -0.5537
1.0021 -0.3936 -0.3951 0.0236 -1.3006 0.1106 0.5914 -1.8724 1.1999 1.1880 0.8351 -0.1448 -1.4775 1.4024 -1.1860 -0.2371 -2.0817 -0.7293 1.8167 1.2959 -0.6582 1.6228 -0.0790 0.2312 0.4825 0.6406 0.5093 0.7040
0.0435 -0.2084 0.5528 -0.9469 0.9451 -1.3444 1.2926 0.2510 0.0600 1.1321 -0.2025 -0.0568 0.4522 0.5064 0.1040 1.9315 1.8355 -1.9054 -1.2920 -1.0543 1.4391 1.7462 -1.6501 -0.0953 -0.7633 1.0960 -1.1778 0.1111 0.3394 1.5753 -1.5268 1.1329 -1.3173 0.9211 -1.2773 -1.0936 -0.9616 -0.4669 -0.1685 1.6035 1.2795 -0.7131 1.2166 1.7826 0.6375 0.0155 -0.8315 -1.8486 -1.7217 0.2286 -0.9742 0.9471 0.2693 1.1684 1.7879 1.9561 -0.1755 1.0812 -1.9033 1.2104 1.7568 -0.0690 0.3850 1.8387 -0.9311 1.2917 0.1800 -1.2865 -1.6586 -0.1105 0.5854 0.6645 -0.1133 -1.4387 -0.9030 2.0672 1.8697 0.3077 -1.0391 -0.6037 1.6656 0.6566 -0.3310 0.3727 0.2609 0.7535 -0.8576 0.4923 0.5926 1.7215 0.6708 -1.9320 1.0366 1.0269 1.6660 1.8323 -1.6395 0.9883 -0.6530 1.6632 -1.9742 1.4492 0.2491 0.7627 0.1824 2.1439 -1.6643 -0.2635 -1.8752 0.0149 -1.2585 0.7644
1.0406 -0.7470 -0.3698 2.0606 1.0649 0.7908 1.4719 0.6663 -0.5297 0.2669 -1.7848 -0.5563 2.1137 1.6852 1.7340 1.5238 -0.9120 0.1084 -0.1804 -1.1679 0.7886 1.4215 1.1159 1.2141 0.1950 -1.9709 0.3985 1.0921 -0.1181 1.5093 -0.4410 -0.8481 0.2455 1.7759 1.8662 0.5802 -0.1903 -2.0954 -0.5772 -0.5705 -1.0710 -0.4372 -1.8503 1.2531 0.3581 -1.8231 1.2262 0.0615 -1.5442 0.1633 -1.4162 0.2266 0.1734 1.1426 0.5276 0.8697 -0.1577 -1.5485 -1.0662 1.1983 -0.4171 -0.3528 1.4232 1.4214 -0.4888 -1.6151 -1.3885 -0.9678 -0.0524 -1.2891 1.4997 -0.5340 1.8292 -1.3869 -0.6632 1.0575 -1.9295 -0.1054 -0.0607 -0.9139 -1.6406 1.7767 -1.4197 -0.0792 1.0157 1.6618 -1.0472 1.1469 -0.0715 -1.6175 -1.4374 0.6821 -0.6906 -1.9712 -1.6006 -0.5758 -0.5644 0.6561 -1.9315 -0.9554 0.4101 1.4866 1.0221 0.7468 1.7473 -1.5998 0.3683 0.2011 0.0639 -0.5330 1.8907 -0.1835 -0.0219 0.1013 -1.7275 1.9817 1.7110 -0.0958 0.1576 -1.7604 -1.2835 0.5224 -1.4471 -1.2071 -1.4143 -1.6531 -1.3192 -0.0658 -0.2761 -2.1863 -0.6373 -0.0783 -0.0297 -0.6653 -0.0152 -1.6761 -0.4632 1.6136 1.7224 -0.3187 1.5754 1.3535 -0.4958 -0.3439 0.0628 -0.5216 -0.8193 -0.7940 1.3052 -1.0695 -0.4203 -1.7464 -0.7311 -0.8966 -0.9661 1.3919 1.6529 -0.3073 0.9154 1.0616 0.9875 -0.2547 0.4172 0.4923 -0.4677 -1.8828 -0.7706 -1.5327 1.4254 0.2736 1.5749 1.6958 0.4293 -1.3411 -1.7613 -1.2484 0.4428 0.5606 0.6733 1.8078 0.7550 0.8741 0.0357 -1.7338 1.3030 2.0168 -0.4479 -1.0308 1.1568 -0.1816 -1.2992 -0.2471 -1.2815 0.8805 -0.1607 0.6006
109
b2 = -2.8789 1.0388 -1.0753 -0.4214 2.4064 -1.2237 4.3972 1.0840 4.0935 4.2350 -1.9652 4.4746 3.8127 -2.8041 -2.2913 -3.1563 6.8804 8.1461 1.5430 -6.1809 2.6978 0.9218 -2.8806 -2.3858 -1.1380 -3.8193 -5.7112 3.9728
w3 = Columns 1 through 14 -0.3116 -1.6196 -0.7055 1.7854 1.8143 -0.9594 1.6137 0.6939 0.5468 1.5702 0.5948 -0.0863 0.7648 0.8067 -1.0453 -1.4175 1.4804 0.1837 0.6386 1.0328 -1.2374 -0.6759 -0.1208 -0.8610 -0.5591 -0.1041 -0.8669 1.2174 Columns 15 through 28 -0.3306 1.6872 0.7375 1.2231 -0.7424 -0.2201 -0.7729 -0.0266 -1.1298 -0.4969 -1.8021 0.8829 -1.4776 0.9800 -0.2507 1.2715 -0.6487 1.5688 1.6604 -1.6461 0.6397 -1.3885 1.5921 -1.2020 0.4688 -1.5776 1.3112 0.2756 b3 = -1.4455 2.8118 TRAINBPX: 0/15000 epochs, lr = 0.1, SSE = 74.0513. TRAINBPX: 1/15000 epochs, lr = 0.1, SSE = 0.000205516. w1 = 1.0e+003 * -1.1374 -0.0279 1.4601 0.0356 -5.0877 -0.1237 0.0570 0.0015 -8.0077 -0.1944 -1.4438 -0.0349 8.8388 0.2150 -6.1153 -0.1487 -1.3976 -0.0338 -0.5578 -0.0134 0.1001 0.0024 0.8114 0.0198 3.2191 0.0784 -0.3110 -0.0076 2.0065 0.0489 0.8190 0.0200 0.9797 0.0237 0.1700 0.0041 1.4263 0.0346 2.6519 0.0642 0.4378 0.0109 1.8363 0.0445 0.0956 0.0022 -0.0878 -0.0022 4.8700 0.1183 0.4444 0.0110 4.6355 0.1128 0.0333 0.0009
-0.0081 0.0106 -0.0356 0.0005 -0.0562 -0.0101 0.0624 -0.0431 -0.0097 -0.0039 0.0006 0.0056 0.0225 -0.0021 0.0142 0.0056 0.0070 0.0012 0.0098 0.0187 0.0032 0.0129 0.0007 -0.0006 0.0343 0.0033 0.0327 0.0003
-0.0092 0.0117 -0.0405 0.0004 -0.0637 -0.0113 0.0700 -0.0487 -0.0110 -0.0044 0.0008 0.0066 0.0256 -0.0025 0.0159 0.0068 0.0077 0.0014 0.0113 0.0208 0.0035 0.0144 0.0008 -0.0007 0.0388 0.0036 0.0368 0.0003
0.0121 0.0077 -0.0018 0.0030 0.0116 -0.0172 0.0046 -0.0169 -0.0040 -0.0093 0.0167 -0.0212 0.0108 0.0218 0.0154 0.0114 -0.0028 -0.0001 -0.0123 0.0072 -0.0076 0.0165 0.0103 -0.0034 0.0102 -0.0102 -0.0033 0.0154
0.0205 0.0107 0.0150 0.0154 -0.0046 -0.0066 0.6743 -0.0066 -0.0023 -0.0317 0.0095 -0.0140 0.0121 0.0142 0.0091 0.6371 0.0092 -0.0038 0.0342 -0.0190 -0.0131 -0.0092 0.0151 -0.0293 -0.1660 -0.0293 -0.0095 0.0150 -0.0024 0.0225 -0.0228 0.0248 0.0003 0.3761 0.0004 0.0107 -0.0394 -0.0032 -0.0027 -0.0216 0.0186 -0.0461 0.7755 -0.0461 0.0097 -0.0297 -0.0067 -0.0063 -0.0183 -0.0068 -0.0085 -1.0109 -0.0086 -0.0014 0.0117 -0.0156 -0.0074 -0.0046 0.0065 0.0524 1.1243 0.0523 0.0134 0.0122 0.0071 -0.0052 0.0199 0.0112 -0.0353 0.9580 -0.0354 -0.0095 -0.0159 0.0107 -0.0051 -0.0007 -0.0189 -0.0083 0.2985 -0.0083 0.0124 0.0093 0.0124 0.0044 0.0228 0.0253 -0.0034 -0.7315 -0.0035 0.0092 -0.0056 -0.0011 -0.0172 -0.0027 0.0041 0.0007 1.0427 0.0007 -0.0018 -0.0520 0.0028 -0.0205 -0.0028 0.0076 0.0048 0.0367 0.0047 0.0038 -0.0488 -0.0172 -0.0016 -0.0029 -0.0139 0.0184 0.5783 0.0184 0.0130 -0.0227 -0.0027 0.0174 -0.0062 0.0030 -0.0018 -0.2258 -0.0018 0.0047 -0.0395 0.0079 0.0138 0.0191 0.0178 0.0118 0.8999 0.0118 -0.0056 -0.0118 0.0178 -0.0093 -0.0295 -0.0085 0.0047 -1.0490 0.0047 -0.0041 0.0222 -0.0121 -0.0160 -0.0143 0.0095 0.0053 0.1552 0.0053 -0.0104 -0.0442 -0.0118 0.0158 -0.0286 -0.0059 0.0009 -0.5421 0.0008 -0.0003 -0.0523 0.0183 -0.0115 0.0127 0.0073 0.0079 0.9682 0.0078 -0.0028 0.0146 -0.0151 0.0074 0.0113 0.0130 0.0148 -0.5067 0.0148 -0.0012 0.0121 0.0150 0.0202 0.0313 -0.0058 0.0026 0.4800 0.0027 0.0034 -0.0449 0.0169 0.0060 0.0029 -0.0041 0.0102 -0.9971 0.0102 -0.0109 -0.0573 -0.0141 0.0171 -0.0069 0.0093 0.0004 -0.4082 0.0005 -0.0061 -0.0314 -0.0117 -0.0193 -0.0178 0.0173 -0.0006 -0.0041 -0.0006 0.0030 0.0095 -0.0209 -0.0149 0.0078 -0.0069 0.0284 -0.1674 0.0285 -0.0094 -0.0508 -0.0214 0.0143 0.0157 -0.0043 0.0025 0.1723 0.0025 0.0038 -0.0201 0.0098 -0.0041 -0.0111 0.0074 0.0272 0.4304 0.0272 -0.0106 0.0122 -0.0127 0.0141 -0.0266 0.0031 0.0004 -0.8624 0.0003 0.0022
b1 = -49.2166 -2.9980
110
16.3718 -46.2121 -2.0286 -2.3037 -4.1269 23.6235 -93.5089 -15.5442 51.1197 63.7505 36.8114 29.5273 -0.5499 -8.0315 -70.7114 42.1334 31.0967 -14.2313 -15.7335 51.6826 64.1320 59.6639 31.8027 51.0246 91.3257 -41.3292 w2 = Columns 1 through 14 1.5295 2.0959 1.2458 -1.3177 -0.5117 -0.4254 -0.5936 -1.9101 1.1272 0.0885 1.0888 -1.9331 0.8112 1.5185 0.3525 0.2714 -0.9815 1.9730 -0.1433 -1.0205 -0.8562 -0.1330 1.7291 1.5658 -1.4469 -1.2994 -1.4009 -0.1459 1.7849 -1.6422 -0.5403 0.8758 -1.1006 -0.7465 1.3229 1.6472 1.3613 -0.9365 -1.4446 1.0907 -0.2233 -1.0504 1.7537 -1.6069 1.9451 0.2176 1.4857 -1.2814 -2.0719 0.2689 -0.0032 0.1970 -0.8248 -0.9358 1.3033 -0.7796 0.6493 1.8623 1.4419 1.7917 -1.1052 -0.5096 1.0451 0.9651 -1.7390 0.7835 0.0492 -1.1987 -1.4747 1.7845 -1.6096 -1.4350 0.8531 0.2522 -2.0467 -0.9724 -1.4093 -0.7607 -0.2684 0.0461 1.3228 -1.2656 -1.4716 1.8334
-1.8834 1.6584 0.1977 0.2582 -1.0764 1.3748 -0.9510 1.1016 0.6022 -1.0062 0.4743 0.4036 0.7524 -1.4411 0.5542 -1.4967 0.1756 0.2043 0.5397 0.7174 1.4722 -1.9180 -0.7994 1.2741 -0.8521 1.8496 0.6857 -1.6478
-1.7623 -2.0551 -1.1893 0.0679 -0.1935 0.8789 0.3602 0.0810 -1.5037 -1.1665 -0.4897 -0.8469 1.0347 -0.8390 0.5442 2.0757 0.0139 1.5988 1.4413 1.6230 -1.5326 1.4022 1.5702 -1.2156 -1.5873 1.1005 0.9282 0.5632
1.1664 0.8275 1.3847 -0.9688 -0.3455 -1.3129 -1.9260 -1.5599 1.2646 -0.5767 -0.1233 1.5731 -0.8702 1.5549 0.6161 1.6697 -0.0484 1.7641 -0.7792 0.1304 -1.2669 0.0917 -0.3321 0.7048 0.7024 1.8657 -1.3962 -1.4892
0.3237 0.6600 1.3142 2.1299 -1.1049 -1.4526 -1.9478 0.6166 1.2199 1.5834 0.7103 -1.3146 -1.8775 -1.4594 0.5207 0.0723 -2.1510 0.7337 -1.2802 -0.9769 1.1471 0.8682 -1.4403 -0.4159 -0.8787 -1.5216 -0.1964 1.7296 1.4346 -0.0228 -1.5234 -1.3329 0.4691 0.0833 -1.7745 -1.2289 1.4447 0.8956 -1.6966 1.9167 0.1459 1.2318 -0.6307 -0.8553 0.0593 -0.2823 -0.5932 -1.2563 -0.1216 -2.0785 -1.6924 -1.3991 1.3920 -1.3947 -1.8514 1.6465 -0.5737 0.1321 -0.9307 -0.3510 0.8867 0.2706 -1.7730 -0.3947 -1.4024 1.9505 -0.5661 0.3369 -1.3841 -0.7647 -0.5764 -0.3629 1.5200 0.6370 -0.8057 0.5344 1.5001 -1.2614 -1.1479 0.2605 1.7034 1.8119 1.8185 -0.6841
Columns 15 through 28 0.5892 -1.1258 0.9777 -0.7216 0.7855 -1.4719 1.2239 -1.8858 1.7810 -1.6582 -1.1582 -1.2964 -0.8658 0.6257 1.0821 -1.8358 -0.8709 0.4975 -0.4041 -0.7916 -1.4097 -0.5700 0.9025 -1.8040 1.6039 1.6327 -0.7507 1.3999 -1.3951 1.8507 -0.9907 -1.8056 1.9071 -1.7326 -1.4207 -1.0327 -1.6293 -1.0972 1.6395 0.2892 1.7712 0.7831 0.9590 -1.3939 -1.7173 1.2837 0.4781 0.4265 0.5921 -0.9840 -0.4564 -1.1221 -1.1911 -1.1047 -1.9532 0.8690 -1.5655 0.6087 0.2066 -1.6348 1.7517 1.7361 -1.9460 1.4465 -0.6592 1.2487 1.6385 0.7702 -1.8861 -0.5841 1.7832 1.4524
-1.2741 -0.6030 -2.1103 -0.6066 -1.9239 1.2539 2.1243 -1.3972 0.4676 -1.3411 -0.7653 -1.3824 -0.8083 -0.5068 -1.3858 -1.1805 1.8323 -0.6557 -0.2732 -1.5495 -1.8997 -1.3089 1.2919 1.6377
0.0871 0.2224 -1.1050 -1.8749 -1.0014 -1.4588 1.7862 -1.3424 -1.7010 -0.3972 0.8815 1.4835 0.5125 -1.5558 -0.6834 -1.2212 -2.0948 -0.6509 0.3804 -1.5716 1.0472 2.1552 0.7766 1.2756
2.0842 0.6657 0.1164 1.4865 1.1731 0.7317 0.7285 1.2674 1.6830 -0.0290 1.3564 0.5385 -0.6402 0.6961 -0.5418 1.8725 -0.0519 -1.6221 0.7569 0.0640 -1.1027 1.0073 -1.6985 1.8143
-0.6637 -0.9399 -1.8485 -1.7350 -0.3706 1.4061 1.5581 -1.8200 0.8164 1.3963 0.9739 1.7297 0.5906 1.0427 -0.5941 1.6554 -0.6503 -1.7362 0.9854 1.7818 -1.3557 -0.3282 -1.5958 -0.1472
1.0380 -0.3334 -0.4597 0.0251 -1.3154 0.0978 0.6058 -1.8430 1.2079 1.2233 0.8477 -0.1440 -1.4312 1.3929 -1.1797 -0.2532 -2.0793 -0.7915 1.7328 1.3094 -0.6613 1.6616 -0.1027 0.2740 0.4674 0.6825 0.4798 0.6983
0.1309 -0.0406 0.6557 -0.9252 1.0738 -1.1124 1.4270 0.2793 -0.0789 0.8698 -0.3588 -0.0874 0.4478 0.5075 0.1041 1.9302 1.8024 -1.9700 -1.3327 -1.0623 1.4061 1.6883 -1.6864 -0.1025 -0.7388 1.1352 -1.1601 0.1153 0.3873 1.6869 -1.4580 1.1437 -1.3024 0.9523 -1.2581 -1.0901 -0.9113 -0.3613 -0.1129 1.6137 1.3101 -0.6709 1.2408 1.7887 0.6401 0.0199 -0.8285 -1.8478 -1.6329 0.4052 -0.8735 0.9666 0.2557 1.1167 1.7499 1.9505 -0.1611 1.1055 -1.8895 1.2135 1.6992 -0.1342 0.3464 1.8259 -0.9288 1.2972 0.1822 -1.2861 -1.7928 -0.3591 0.4419 0.6345 -0.2887 -1.7756 -1.1028 2.0266 1.8906 0.3372 -1.0287 -0.5998 1.6613 0.6434 -0.3402 0.3717 0.3416 0.9061 -0.7636 0.5089 0.5647 1.6652 0.6467 -1.9359 1.1434 1.2247 1.7899 1.8579 -1.6589 0.9425 -0.6773 1.6590 -1.8756 1.5986 0.3326 0.7832 0.1313 2.0526 -1.7064 -0.2721 -1.8923 -0.0122 -1.2754 0.7602
1.2075 -0.5652 -0.1842 2.1430 1.2534 0.8735 1.6423 0.8955 -0.2812 0.5226 -1.6633 -0.2987 2.2282 1.9132 1.4797 1.2427 -1.1987 -0.0244 -0.4699 -1.2956 0.5288 1.4204 1.1158 1.2142 0.1937 -1.9706 0.3987 1.0934 -0.1823 1.4400 -0.5116 -0.8795 0.1727 1.7451 1.8021 0.5274 -0.2531 -2.1600 -0.6074 -0.6346 -1.0943 -0.4979 -1.8119 1.2935 0.4018 -1.7979 1.2678 0.0845 -1.5066 0.2691 -1.2984 0.3470 0.2236 1.2671 0.5788 0.9807 -0.1273 -1.5151 -1.0321 1.2136 -0.3824 -0.3368 1.4542 1.5278 -0.3783 -1.4989 -1.3354 -0.8493 0.0072 -1.1876 1.5393 -0.4884 1.8761 -1.3616 -0.6170 1.0772 -1.8901 -0.1006 -0.0557 -0.9088 -1.6382 1.7819 -1.4172 -0.0745 1.1858 1.8487 -0.8550 1.2349 0.1222 -1.5308 -1.2630 0.6319 -0.7451 -2.0244 -1.6159 -0.6337 -0.5823 0.6036 -1.9076 -0.9290 0.4376 1.5003 1.0495 0.7601 1.7721 -1.6615 0.2959 0.1273 0.0211 -0.6039 1.8584 -0.2448 -0.0158 0.1069 -1.7211 1.9844 1.7174 -0.0919 0.1631 -2.0084 -1.5491 0.2484 -1.5766 -1.4834 -1.5363 -1.9000 -1.6458 -0.4274 -0.6441 -2.3552 -1.0097 -0.2421 -0.3633 -0.6323 0.0161 -1.6414 -0.4434 1.6472 1.7465 -0.2917 1.5655 1.3398 -0.5093 -0.3484 0.0486 -0.5247 -0.8326 -0.6553 1.4666 -0.9058 -0.3468 -1.5814 -0.6742 -0.7483 -1.0199 1.3353 1.5885 -0.3403 0.8527 1.0320 0.9312 -0.0606 0.6324 0.7101 -0.3687 -1.6618 -0.6803 -1.3338
111
-0.9949 0.3172 -0.6162 -1.3459 -1.1423 -1.2249 1.5206 1.3778 0.2263 0.2527 1.5799 0.8885 2.0810 -1.0468 -1.2997 -0.3892 -1.0957 0.6053 -1.5263 1.0458 2.0298 0.8443 -1.1237 0.5709 -1.0912 -0.0480 -1.8278 -1.1188 -0.4726 -1.3109 1.3859 0.7848 -1.9073 -0.5599 -0.2091 -1.3291
1.5241 0.7301 1.2034 -0.2773
1.6726 0.3772 -1.3676 -1.8060 0.7609 1.9767 0.8319 1.0204 1.9649 -0.5437 -1.0717 1.0673 -1.2960 0.8500 -0.1735 0.5736
b2 = -2.6826 1.3082 -1.3768 -0.4213 2.3314 -1.2915 4.4422 1.2119 4.1295 4.3588 -1.9164 4.4799 4.0146 -2.8631 -2.2626 -3.2321 6.8873 7.8575 1.1552 -6.1449 2.6833 1.0947 -2.9486 -2.1557 -1.1924 -3.6404 -5.8142 3.9408 w3 = Columns 1 through 14 -0.2388 -1.5583 -0.6390 1.8123 1.8769 -0.9517 1.7236 0.7635 0.6286 1.5899 0.6025 0.0227 0.8316 0.8149 -1.6175 -1.9449 1.0024 -0.1340 -0.0300 0.9654 -2.2102 -1.3782 -0.8233 -1.0580 -0.6577 -1.0480 -1.4702 1.1510 Columns 15 through 28 -0.3055 1.6923 0.8506 1.2943 -0.6886 -0.2182 -0.6623 -0.0058 -1.0222 -0.4528 -1.7916 0.9853 -1.4658 1.0620 -0.4376 1.1802 -1.6452 1.0254 1.1717 -1.6703 -0.3442 -1.5612 0.6317 -1.6267 0.3662 -2.4104 1.2236 -0.3491 b3 = -1.3313 1.8055 >>
112
Lampiran 12; Grafik SSE untuk 30 kelompok data iterasi 1 sampai 30.
Grafik 32, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 1 (iterasi 1)
Grafik 35, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 2 (iterasi 2)
113
Grafik 36, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 3 (iterasi 3)
Lanjutan lampiran 12; Grafik SSE untuk 30 kelompok data iterasi 1 sampai 30.
Grafik 37, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 4 (iterasi 4)
Grafik 38, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 5 (iterasi 5) 114
Grafik 39, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 6 (iterasi 6) Lanjutan lampiran 12; Grafik SSE untuk 30 kelompok data iterasi 1 sampai 30.
Grafik 40, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 7 (iterasi 7)
Grafik 41, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 8 (iterasi 8)
115
Grafik 42, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 9 (iterasi 9) Lanjutan lampiran 12; Grafik SSE untuk 30 kelompok data iterasi 1 sampai 30.
Grafik 33, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 10 (iterasi 10)
Grafik 43, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 11 (iterasi 11)
116
Grafik 44, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 12 (iterasi 12) Lanjutan lampiran 12; Grafik SSE untuk 30 kelompok data iterasi 1 sampai 30.
Grafik 45, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 13 (iterasi 13)
Grafik 46, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 14 (iterasi 14) 117
Grafik 47, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 15 (iterasi 15) Lanjutan lampiran 12; Grafik SSE untuk 30 kelompok data iterasi 1 sampai 30.
Grafik 34, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 16 (iterasi 16)
Grafik 48, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 17 (iterasi 17) 118
Grafik 49, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 18 (iterasi 18) Lanjutan lampiran 12; Grafik SSE untuk 30 kelompok data iterasi 1 sampai 30.
Grafik 50, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 19 (iterasi 19)
Grafik 51, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 20 (iterasi 20)
119
Grafik 52, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 21 (iterasi 21)
Lanjutan lampiran 12; Grafik SSE untuk 30 kelompok data iterasi 1 sampai 30.
Grafik 53, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 22 (iterasi 22)
Grafik 54, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 23 (iterasi 23)
120
Grafik 55, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 24 (iterasi 24) Lanjutan lampiran 12; Grafik SSE untuk 30 kelompok data iterasi 1 sampai 30.
Grafik 56, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 25 (iterasi 25)
Grafik 57, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 26 (iterasi 26) 121
Grafik 58, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 27 (iterasi 27) Lanjutan lampiran 12; Grafik SSE untuk 30 kelompok data iterasi 1 sampai 30.
Grafik 59, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 28 (iterasi 28)
Grafik 60, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 29 (iterasi 29)
122
Grafik 61, Sum Square Error (SSE) JST di pelatihan kelompok data 30 (iterasi 30) Lampiran 13, Metode Survei menurut Setyobudiandi, dkk. (2009). METODE MANTA TOW KELEBIHAN
KELEMAHAN
• Mudah dan praktis dilakukan • Dapat dioperasikan oleh tenaga yang tidak berpengalaman • Cakupan lokasi pengambilan contoh luas dalam waktu yang singkat • Tidak memerlukan peralatan yang berat • Mudah dilakukan pada daerah yang terpencil(remote area) • Tidak memerlukan tenaga yang banyak, karena pengamat ditarik oleh perahu (passive moving) • Tidak merusak karang karena pengamat tidak bersentuhan dengan biota karang • Kuantitas data besar, dan cukup memadai untuk tujuan monitoring kelimpahan biota berdasarkan nilai tutupan biota karang
• Sering terjadi kekosongan data, misalnya hamparan pasir atau hanya kolom air, karena pengamatan hanya dari permukaan perairan. • Biota yang berukuran kecil < 5cm tidak terdata • Adanya bias dalam hal perhitungan kelimpahan biota, misalnya jumlah Acanchaster, Diadema atau Teripang. • Adanya bias dalam me-record data kedalam data sheet, karena kelupaan pengamat (banyak yang harus diingat) • Tidak dapat dilakukan pada perairan yang keruh, karena jarak pandang yang terbatas • Hanya untuk pengamatan global
LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT) KELEBIHAN
KELEMAHAN
123
• Tidak merusak biota karang • Dapat digunakan peneliti tanpa harus menguasai jenis spesies biota karang • Peralatan yang diperlukan cukup sederhana dan praktis dalam pengoperasiannya • Cukup memadai untuk mengetahui kondisi terumbu karang berdasarkan lifeform-nya • Cakupan area cukup luas dan memadai untuk kajian kuantitatif kelimpahan dan distribusi biota berdasarkan lifeform-nya
• Ada bias dalam penentuan kategori lifeform antara satu pengamat dengan yang lainnya • Kajian studi terbatas hanya kategori life form • Tidak cukup akurat untuk mengkaji perubahan kondisi terumbu karang secara temporal, pertumbuhan dan mortalitas, kecuali ditambah dengan data photografi
Lanjutan Lampiran 13, Metode Survei menurut Setyobudiandi, dkk. (2009). TRANSEK KUADRAT KELEBIHAN
KELEMAHAN
• Tidak merusak biota karang • Dapat digunakan untuk mengamati biota pada ukuran yang kecil • Menghasilkan informasi yang bervariasi dan lengkap tentang perubahan suatu komunitas secara temporal di lokasi pengamatan • Sangat memadai untuk mengkaji tingkat pertumbuhan, kematian dan rekruitmen biota karang secara temporal. • Cukup memadai untuk memetakan profil terumbu karang
• Waktu dan tenaga dalam pengoperasiannya banyak • Cakupan area terbatas • Pengoperasiannya sulit pada perairan yang berarus kuat • Pengoperasian alat photografi memerlukan banyak peralatan tambahan, karena umumnya profil tumbuh terumbu karang secara vertikal tidak beraturan • Ada kesulitan dalam mengekstrak photo komposit biota karang dalam satu transek • Tidak dapat dilakukan pada perairan yang keruh, karena jarak pandang yang terbatas • Hanya untuk pengamatan yang global
124