IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE
RONI SALAMBUE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dengan letak geografis di antara samudera hindia dan samudera pasifik yang memiliki keanekaragaman jenis (biodiversity) laut yang tak terhitung jumlahnya. Salah satunya adalah terumbu karang (coral reefs). Terumbu karang terdiri atas bangunan ribuan karang batu yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan biota laut lainnya yang memiliki banyak fungsi penting bagi lingkungan maupun manusia. Masalah biodiversity selalu menanyakan ada berapa spesies di suatu area, seperti berapa jenis karang di area tersebut kemudian berapa jenis biota lainnya. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis karang maka diperlukan proses identifikasi dan inventarisasi. Proses ini dilakukan secara kontiniu karena dikhawatirkan keanekaragaman jenis akan berkurang atau hilang karena pemanfaatan yang tidak pada tempatnya, pengelolaan lingkungan yang tidak ramah dan bencana alam. Secara spesifik kerusakan pada karang disebabkan oleh rusaknya fisik akibat pengeboman ikan atau bencana alam, karang dijadikan sumber bahan bangunan atau souvenir (coral mining) dan habitatnya rusak karena polusi atau sampah (Sukarno R 15 Februari 2007, komunikasi pribadi). Salah satu usaha untuk melestarikan terumbu karang adalah dengan melakukan program konservasi dan monitoring terumbu karang (Donelly & Mous 2002). Pada dasarnya kegiatan monitoring bertujuan untuk menentukan populasi organisme di area karang seperti karang hidup, karang mati, alga dan sebagainya (Kenchington & Hudson dalam Marcos et al. 2005). Sehingga para peneliti dan ilmuwan di bidang kelautan dapat mengambil kesimpulan apakah ekosistem karang baik, rusak atau mati. Dalam kegiatan monitoring terumbu karang telah memanfaatkan teknologi foto satelit dan foto udara. Untuk mendapatkan korelasi antara citra spektral yang dihasilkan oleh foto satelit dengan informasi sebenarnya seperti distribusi karang hidup digunakan teknik pengolahan citra (image processing) dan pengenalan pola (pattern recognition). Teknik ini digunakan menganalisa citra foto satelit sehingga dapat diketahui citra terumbu karang diantara citra species lainnya (Bradbury et
2
al. 1986; Freire 2001). Disamping foto satelit dan foto udara, ilmuwan dan peneliti kelautan juga menggunakan video dan fotografi bawah laut untuk melakukan identifikasi dan inventarisasi terumbu karang (Suharsono 1996, 2005; Veron 1986). Pada umumnya peneliti menggunakan dua macam teknik identifikasi yaitu teknik visual (identifikasi langsung) dan teknik struktur karang (identifikasi tidak langsung). Teknik visual dilakukan dengan memperhatikan warna, tekstur dan bentuk koloni karang secara langsung atau citra hasil fotografi. Sementara teknik struktur karang dilakukan dengan memperhatikan bentuk kerangka kapur karang pada karang yang telah mati dengan alat bantu mikroskop dan kaca pembesar. Saat ini trend metode identifikasi adalah teknik visual karena tidak harus mengambil dan mematikan karang yang dapat merusak pertumbuhan karang. Namun teknik visual ini hanya dapat dilakukan oleh peneliti atau ilmuwan yang ahli dan berpengalaman. Sementara itu pada peneliti pemula yang ingin menerapkan teknik visual harus melengkapi diri dengan referensi-referensi yang memadai dan waktu yang relatif lama untuk dapat mengidentifikasi karang dengan teknik ini. Semakin sering seorang peneliti pemula melakukan identifikasi karang maka akan terbentuk secara intuisi pengetahuan tentang karang sehingga waktu yang digunakan untuk mengidentifikasi relatif lebih cepat (Sukarno R 18 Januari 2007, komunikasi pribadi). Teknik visual adalah teknik yang membutuhkan skill penglihatan dan kemampuan untuk mengklasifikasikan pola yang terbentuk dari warna, tekstur dan bentuk karang. Teknik ini dapat dimodelkan ke dalam teknik statistik yang menjadi basic ilmu pengolahan citra dan pengenalan pola. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan guna mengimplementasikan teknik visual tersebut kedalam sistem komputer yang dapat membantu dan memudahkan para peneliti dalam mengidentifikasi karang dari citra hasil fotografi. Ada kesulitan yang melekat dalam mengaplikasikan teknik pengolahan citra dan pengenalan pola untuk mengidentifikasi citra karang. Karang memiliki variasi warna, tekstur dan bentuk yang beranekaragam, tidak seperti wajah atau sidik jari yang mempunyai derajat kemiripan yang tinggi dan memiliki ciri yang terdefinisi dengan baik. Karang adalah obyek tiga dimensi yang dapat dilihat berbeda dari
3
bermacam-macam perspektif dan skala (Marcos et al. 2005). Menurut Lovell dalam Veron (1986) karang memiliki tiga warna yaitu: (1) warna yang dilihat di dalam air, (2) warna yang dilihat ketika karang diambil dan (3) warna yang dihasilkan dari hasil fotografi. Beberapa penelitan citra terumbu karang yang menggunakan teknik image processing dan pattern recognition dilakukan oleh Soriano et al. (2001) untuk mengidentifikasi lima jenis obyek dari citra terumbu karang. Marcos et al. (2005) melakukan hal yang sama dengan mengurangi jumlah obyek yang diklasifikasikan menjadi tiga kelompok benthic (organisme bawah laut) dari citra terumbu karang dengan teknik klasifikasi menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST) dan two-step classifier. JST adalah sistem pemroses informasi berbasis komputer yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf manusia. JST dapat dilatih dan melakukan pembelajaran untuk membentuk suatu model referensi berdasarkan pola data yang diberikan (Fausett 1994). JST mampu menyelesaikan persoalan rumit yang sulit atau bahkan tidak mungkin jika diselesaikan dengan menggunakan komputasi konvensional dan memiliki tingkat akurasi pengenalan terhadap pola yang baik. Pada penelitian ini dilakukan perancangan dan implementasi JST untuk identifikasi citra karang dengan mengektraksi nilai warna, tekstur dan bentuk dari citra karang sebagai parameter input JST. Pengukuran kinerja sistem dilakukan dengan menggunakan parameter konvergensi dan generalisasi.
1.2 Tujuan Penelitian 1.
Menentukan ektraksi ciri (feature extraction) sebagai parameter input yang akan digunakan dalam model JST.
2.
Melakukan komparasi antara tiga metode analisa tekstur yang digunakan untuk mengekstraksi nilai tekstur.
3.
Mengembangkan prototipe sistem yang dapat mengidentifikasi citra karang dengan teknik JST.
4
1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini mencakup : 1.
Identifikasi citra karang dilakukan pada jenis karang batu (hard coral) family pocilloporidae.
2.
Identifikasi yang dilakukan dibatasi sampai pada tingkat genus.
3.
Identifikasi dilakukan berdasarkan citra masing-masing genus karang.
4.
Ektraksi ciri dilakukan pada warna, tekstur dan bentuk.
5.
Warna yang dijadikan referensi adalah warna citra hasil fotografi.
6.
Format citra karang .JPG.
7.
Tidak memperhatikan noise citra.
8.
Pengembangan model JST dan prototipe sistem menggunakan perangkat lunak MATLAB versi 7.0.1
1.4 Manfaat Penelitian 1.
Sistem ini diharapkan memberikan kontribusi kepada peneliti terumbu karang dalam mengidentifikasi karang dengan lebih cepat dan akurat.
2.
Implementasi teknik pengolahan citra pada tahap ekstraksi ciri yaitu model warna RGB dan HSV untuk warna, tiga metode analisis tekstur untuk tekstur dan momen invarian untuk bentuk.
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur dan Anatomi Karang Istilah karang mempunyai banyak arti, tapi umumnya berhubungan dengan order scleractinia, semua karang yang membentuk kapur. Karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu (hermatypic coral) dan karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatypic coral). Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian reef building corals, sementara kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan kapur yang dikenal dengan non–reef building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron 1986). Karang yang hidup di laut tampak terlhat seperti batuan dan tanaman yang memiliki bentuk, ukuran dan warna yang berbeda-beda. Tetapi sebenarnya setiap koloni (bentuk) karang merupakan kumpulan hewan-hewan kecil yang dinamakan polip. Polip adalah makhluk yang sangat sederhana dan termasuk dalam hewan tak bertulang belakang. Polip memiliki sebuah mulut yang dikelililingi oleh tentakel-tentakel yang dapat menyengat. Pada tentakel terdapat sel-sel racun yang digunakan untuk menangkap berbagai jenis hewan dan tumbuhan laut yang sangat kecil atau disebut plankton sebagai bahan makanan (Sukarno R 18 Januari 2007, komunikasi pribadi). Menurut Suharsono (1996, 2005) karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan mulut berada diatas yang juga berfungsi sebagai anus. Di sekitar mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut dilanjutkan dengan tenggorokan yang pendek yang langsung menghubungkan dengan rongga perut. Di dalam rongga perut terdapat semacam usus yang disebut dengan mesentri filamen yang berfungsi sebagai alat pencerna. Untuk tegaknya seluruh jaringan, polip didukung oleh kerangka kapur sebagai penyangga. Kerangka kapur ini berupa lempengan-lempengan yang tersusun secara radial dan berdiri tegak pada lempeng dasar. Lempengan yang berdiri ini disebut sebagai septa yang tersusun dari bahan anorganik dan kapur yang merupakan hasil sekresi dari polip karang.
6
Dinding dari polip karang terdiri dari tiga lapisan yaitu ektoderm, endoderm dan mesoglea. Ektoderm merupakan jaringan terluar yang terdiri dari berbagai jenis sel antara lain sel mucus dan sel nematocyst. Endoderm berada dilapisan dalam yang sebagian besar selnya berisi sel algae yang merupakan simbion karang. Sedangkan mesoglea merupakan jaringan yang ditengah berupa jelly. Di dalam lapisan jelly terdapat fibril-fibril sedangkan dilapisan luar terdapat sel semacam sel otot. Seluruh permukaan jaringan karang dilengkapi dengan cilia dan flagela. Kedua sel ini berkembang dengan baik di tentakel dan di dalam sel mesenteri. Pada lapisan ektoderm banyak dijumpai sel glandula yang berisi mucus dan sel knidoblast yang berisi sel nematocyts. Nematocyts merupakan sel penyengat yang berfungsi sebagai alat penangkap makanan dan mempertahankan diri. Sedangkan sel mucus berfungsi sebagai produsen mucus yang membantu menangkap makanan dan untuk membersihkan diri dari sedimen yang melekat. Karang mempunyai sistem syaraf, jaringan otot dan reproduksi yang sederhana akan tetapi telah berkembang dan berfungsi secara baik. Jaringan syaraf yang sederhana ini tersebar baik di ektoderm, endoderm dan mesoglea yang dikoordinasi oleh sel khusus yang disebut sel junction yang bertanggung jawab memberi respon baik mekanis maupun khemis terhadap adanya stimuli cahaya. Jaringan otot yang sederhana biasanya terdapat diantara jaringan mosoglea yang bertanggung jawab atas gerakan polip untuk mengembang atau mengkerut sebagai respon perintah jaringan syaraf. Sinyal jaringan itu tidak hanya di dalam satu polip tetapi juga diteruskan ke polip yang lain. Jaringan mesenterial filamen berfungsi sebagai alat pencernaan yang sebagian besar selnya berisi sel mucus yang berisi enzim untuk mencerna makanan. Lapisan luar dari jaringan mesenteri filamen dilengkapi sel cilia yang halus. Organ reproduksi karang berkembang diantara mesenteri filamen. Pada saat tertentu organ-organ reproduksi terlihat dan pada waktu yang lain menghilang, terutama untuk jenis karang yang hidup di daerah sub tropis. Untuk karang yang hidup di daerah tropis organ reproduksi ini dapat ditemukan sepanjang tahun karena siklus reproduksinya terjadi sepanjang tahun. Dalam satu polip dapat ditemukan organ betina saja atau jantan saja atau kedua-duanya (hermaprodit).
7
Namun karang hermaprodit jarang yang mempunyai tingkat pemasakan antara gonad jantan dan betina matang pada saat yang bersamaan. Pemberian nama karang adalah berdasar skeleton yang terbuat dari kapur, oleh karena itu pengenalan terminologi skeleton sangat penting artinya. Untuk memperoleh gambaran tentang karang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur polip dan kerangka kapur karang (Suharsono 2005).
Lempeng dasar yang merupakan lempeng yang terletak di dasar sebagai fondasi dari septa yang muncul membentuk struktur yang tegak dan melekat pada dinding yang disebut epitheca (epiteka). Keseluruhan skeleton yang terbentuk dari
8
satu polip disebut corallite (koralit), sedangkan keseluruhan skeleton yang dibentuk oleh keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni disebut corallum (koralum). Permukaan koralit yang terbuka disebut calyx (kalik). Septa dibedakan menjadi septa utama, kedua, ketiga dan seterusnya tergantung dari besar kecilnya dan posisinya. Septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit disebut costae (kosta). Pada dasar sebelah dalam dari septa tertentu sering dilanjutkan suatu struktur yang disebut pali. Struktur yang berada di dasar dan di tengah koralit yang sering merupakan kelanjutan dari septa disebut columella (kolumela). Dari cara terbentuknya koralit maka dibedakan menjadi extra tentacular jika koralit yang baru terbentuk di luar koralit yang lama. Intra tentacular jika koralit yang baru terbentuk di dalam koralit yang lama. Cara pembentukan koloni karang yang demikian akhirnya membentuk berbagai bentuk koloni yang dibedakan berdasar konfigurasi koralit.
2.2 Sistematika dan Karakteristik Karang Sistematika klasifikasi karang yang menjadi obyek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Sistematika karang (Veron 1986) Kelas Anthozoa
Ordo
Sub-Ordo
Familia
Scleractinia
Archaecoenina
Pocilloporidae
Genus
Species
Madracis
M. Kirbyi
Palauastrea
P. Ramosa P. Damicornis P. Eydouxi
Pocillopora
P. Meandrina P. Verrucosa P. Woodjonesi
Seriatopora
S. Caliendrum S. Hystrix
Stylophora
S. Pistillata
Pocilloporidae terdiri dari genus madracis, palauastrea, pocillopora, seriatopora dan stylophora yang semuanya dapat ditemukan di Indonesia. Berikut
9
ini adalah karakteristik dari family pocilloporidae dan genus-genusnya (Suharsono 1996, 2005; Veron 1986).
Family Pocilloporidae •
Koloni bercabang atau submasive, ditutupi bintil-bintil disebut verrucosae.
•
Koralit hampir tenggelam dan kecil.
•
Kolumela berkembang dengan baik.
•
Septa dua tingkat dan bergabung dengan kolumela.
•
Diantara koralit dipenuhi duri-duri kecil.
Genus Madracis •
Koloni merayap berupa lembaran atau membentuk pilar.
•
Koralit cerioid (dinding dari koralit yang berdekatan menjadi satu) dengan sudut-sudut membulat dengan kolumela membentuk tonjolan.
•
Jumlah septa sepuluh yang masing-masing menyatu dengan kolumela.
•
Warna cenderung coklat atau hijau.
Gambar 2 Genus madracis.
Genus Palauastrea •
Koloni bercabang.
•
Koralit membulat.
•
Septa menyatu dengan kolumela membentuk tonjolan.
•
Warna hijau kecoklatan dengan ujung cenderung memutih.
10
Gambar 3 Genus palauastrea.
Genus Pocillopora •
Koloni bercabang dan submasive.
•
Koralit hampir tenggelam.
•
Septa bersatu dengan kolumela
•
Percabangan relatif besar dengan permukaan berbintil-bintil yang disebut verrucosae. Hal ini menjadi ciri khas yang membedakannya dari genus yang lain.
Gambar 4 Genus pocillopora.
Genus Seriatopora •
Koloni bercabang dan cabang-cabangnya dapat bersatu.
•
Koralit tersusun secara seri sepanjang percabangan.
•
Kolumela berbentuk tonjolan
•
Percabangan relatif kecil dan ramping serta saling bersatu dengan ujung runcing.
11
Gambar 5 Genus seriatopora. Genus Stylophora •
Koloni bercabang dengan percabangan tumpul.
•
Kolumela menonjol dengan septa terlihat jelas.
•
Diantara koralit ditutupi duri-duri kecil.
Gambar 6 Genus stylophora.
2.3 Pengolahan Citra Defenisi citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu obyek atau benda (Balza & Kartika 2005). Citra sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra adalah gambar pada bidang dua dimensi dan jika ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontiniu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi, sumber cahaya menerangi obyek, obyek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut, pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik sehingga banyangan obyek tersebut terekam (Munir 2004).
12
Pengolahan citra (image processing) merupakan bidang yang bersifat multidisiplin, yang terdiri dari banyak aspek, antara lain: fisika, elektronika, matematika, seni, fotografi dan teknologi komputer. Pengolahan citra memiliki hubungan yang sangat erat dengan disiplin ilmu yang lain seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Jika inputnya citra dan outputnya citra maka termasuk dalam pengolahan citra (image processing). Jika inputnya citra dan outputnya suatu informasi yang merepresentasikan citra tersebut maka dinamakan pengenalan pola (pattern recognition). Pengenalan Pola DESKRIPSI/ INFORMASI
CITRA Grafika Komputer
Pengolahan Citra
Kecerdasan Buatan
Gambar 7 Disiplin ilmu pengolahan citra (Balza & Kartika 2005).
Ada dua macam citra, yaitu citra kontiniu dan citra diskrit. Citra kontiniu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, seperti mata manusia atau kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontiniu (Munir 2004). Pengolahan citra menghasilkan citra baru, termasuk di dalamnya perbaikan citra (image restoration) dan peningkatan kualitas citra (image enhancement). Analisis citra digital menghasilkan suatu keputusan atau suatu data termasuk di dalamnya pengenalan pola. Operasi pengolahan citra antara lain (Balza & Kartika 2005) : 1. Operasi titik, dimana pengolahan dilakukan pada tiap titik dari citra. 2. Operasi global, dimana karakteristik global (bersifat statistik) dari citra digunakan untuk memodifikasi nilai setiap titik. 3. Operasi temporal, dimana suatu citra diolah dengan cara dikombinasikan dengan citra lain.
13
4. Operasi geometri, dimana bentuk, ukuran atau orientasi citra dimodifikasi secara geometris. 5. Operasi banyak titik bertetangga, dimana data dari titik-titik yang bersebelahan dengan titik yang ditinjau ikut berperan dalam mengubah nilai. 6. Operasi morfologi, yaitu operasi yang berdasarkan segmen atau bagian dalam citra yang menjadi perhatian.
2.4 Representasi Citra Digital Citra digital adalah sebuah fungsi intensitas cahaya f(x,y) dengan x dan y menunjukkan koordinat spasial dari nilai f pada tiap titik (x,y) menunjukkan kecerahan citra pada titik tersebut (Gonzales & Woods 2002). Setiap citra digital direpresentasikan dalam bentuk matriks berukuran m x n, dimana m dan n menunjukkan banyaknya elemen baris dan kolom dari matriks tersebut. ⎛ f ( x1 , y1 ) K K ⎜ M O f ( x, y ) = ⎜ ⎜ M O ⎜⎜ ⎝ f ( xm , y1 ) L L
f ( x1 , yn ) ⎞ ⎟ M ⎟ ⎟ M ⎟ f ( xm , yn ) ⎟⎠
(1)
Dari persamaan 1 terlihat bahwa citra dapat disajikan dalam bentuk matrik. Tiap sel matrik disebut picture element disingkat dengan pixel yang mewakili tingkat keabuan atau intensitas warna. Pada citra digital dengan format 8 bit akan memiliki 256 (28) intensitas warna. Nilai ini berkisar antara 0 sampai dengan 255 dengan nilai 0 menunjukkan intensitas paling gelap dan nilai 255 menunjukkan intensitas paling terang.
2.5 Mode Citra Mode citra yang akan digunakan pada penelitian ini adalah citra warna dan citra grayscale.
14
2.5.1 Citra warna (true color) Pada citra warna, setiap titik mempunyai warna yang spesifik yang merupakan kombinasi dari unsur warna merah, hijau dan biru. Format citra ini sering disebut sebagai citra RGB (red-green-blue). Dasarnya adalah warna-warna yang diterima oleh mata manusia merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang memberikan rentang warna paling lebar adalah warna merah (red), hijau (greeen) dan biru (blue) (Munir 2004). Jumlah kombinasi warna yang mungkin untuk format citra ini adalah 224 atau lebih dari 16 juta warna dengan demikian bisa dianggap mencakup semua warna yang ada, inilah sebabnya format dinamakan true color (Balza & Kartika 2005).
2.5.2 Citra keabuan (grayscale) Pada citra grayscale pada umumnya warna yang dipakai adalah antara hitam sebagai warna minimal dan putih sebagai warna maksimal, sehingga warna antaranya adalah abu-abu. Namun pada prakteknya warna yang dipakai tidak terbatas pada warna abu-abu, sebagai contoh dipilih warna minimalnya adalah putih dan warna maksimalnya merah, maka semakin besar nilainya semakin besar pula intensitas warna merahnya. Sehingga format citra ini dapat juga disebut sebagai citra intensitas.
2.6 Ekstraksi Ciri Tujuan ekstraksi ciri (feature extraction) adalah untuk mereduksi data sebenarnya dengan melakukan pengukuran terhadap properti atau ciri tertentu yang membedakan pola masukan (input) satu dengan yang lainnya (Duda et al. 2001).
Ciri
yang
menjadi
masukan
memiliki
karateristik
dan
dapat
mendeskripsikan properti yang relevan dari citra ke dalam ruang ciri (feature space) dalam dimensi D. Pada persamaan dibawah ini pixel dari citra grayscale ditransformasikan ke dalam ruang vektor (feature vector). X = [ x1 , x2 ,..., xD ] dimana xi adalah vektor ciri dan D adalah dimensi dari vektor ciri.
(2)
15
2.6.1 Warna Menurut Pitas (1993), model warna RGB mengandung tiga komponen warna yaitu merah (Red), hijau (Green) dan biru (Blue) atau disebut juga sebagai warna primer. Model warna RGB didasarkan pada sistem koordinat cartesian berbentuk kubus. Rentang nilai R, G dan B merupakan representasi semua vektor warna dalam ruang tiga dimensi R-G-B.
Model warna RGB merupakan
kombinasi dari tiga lapisan warna sehingga menghasilkan satu warna komposit. 1.0 Putih
Hijau 120º
Kuning
Cyan
Merah 0º
0.5
Biru 240º
Magenta
0.0 Hitam
(a) RGB
(b) HSV Gambar 8 Model warna RGB dan HSV.
Pada Gambar 8 (a) menunjukkan bahwa koordinat awal (0,0,0) adalah warna hitam, dan koordinat (1,1,1) adalah warna putih. Warna abu-abu berada disepanjang garis diagonal antara koordinat (0,0,0) sampai dengan (1,1,1), magenta merupakan hasil campuran antara warna biru dan merah, kuning antara merah dan hijau dan cyan antara biru dan hijau. Pengambilan nilai feature dari masing-masing unsur warna dilakukan dengan menormalisasi setiap unsur warna dengan persamaan sebagai berikut :
r=
R R+G+ B
(3)
g=
G R+G + B
(4)
16
b=
B R+G + B
(5)
Untuk mendapatkan informasi dari tingkat kecerahan citra maka citra RGB dikonversi ke dalam model warna hue, saturation, value (HSV) (Gambar 8 (b)). Model warna HSV mempunyai tiga atribut warna,yaitu :
• Hue berhubungan dengan ragam warna adalah nilai sudut antara vektor warna aktual dan vektor warna referensi.
• Saturation berhubungan dengan kecerahan warna adalah
persentasi dari
pencahayaan ditambah warna referensi.
• Value berhubungan dengan intensitas warna. Untuk menghitung nilai HSV berdasarkan nilai RGB dilakukan dengan persamaan berikut :
⎡ (G − B ) ⎤ H = 0 + 60 ⎢ ⎥ ; R = Max ⎣ ( Max − Min ) ⎦
(6)
⎡ ( B − R) ⎤ H = 120 + 60 ⎢ ⎥ ; G = Max ⎣ ( Max − Min ) ⎦
(7)
⎡ (R − G) ⎤ H = 240 + 60 ⎢ ⎥ ; B = Max ⎣ ( Max − Min ) ⎦
(8)
S=
( Max − Min )
(9)
Max
V = Max
(10)
dimana Max adalah nilai maksimum dan Min nilai minimum dari citra RGB.
2.6.2 Tekstur
Walaupun tidak ada defenisi formal dari konsep tekstur, tapi secara intuisi tekstur mendeskripsikan karakterisitik permukaan dari sebuah obyek seperti halus, licin, kasar dan sebagainya (Gonzalez and Woods 2002). Tujuan analisa tekstur adalah
memperoleh
beberapa
parameter
yang
dapat
digunakan
dalam
17
menggolongkan
tekstur
tertentu.
Hasilnya
menjadi
referensi
dalam
mendeskripsikan bentuk obyek (Nixon dan Aguado 2002). Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menganalisa tekstur dari sebuah citra yaitu statistik, struktural dan spektral. Pendekatan statistik menghasilkan karakteristik permukaan citra seperti halus, licin, kasar dan sebagainya. Teknik struktural
menghasilkan garis-garis beraturan yang merepresentasikan citra.
Teknik spektral berdasarkan spektrum Fourier yang mendeteksi perubahan global dari citra dengan cara mengidentifikasi tingkat keseragaman dan puncak spektrumnya (Gonzalez & Woods 2002). Pada penelitian ini digunakan pendekatan statistik untuk mengukur nilai tekstur. Dimana umumnya pendekatan statistik mempunyai dua konsep yaitu: first dan second order spatial statistics (Tuceryan & Jain 1998). (i) First-order statistics mengukur peluang nilai gray secara random pada citra grayscale. First-order statistics dapat dihitung dari histogram intensitas pixel pada sebuah citra. Nilai yang dihasilkan hanya pada satu pixel yang diukur dan tidak berpengaruh pada nilai pixel yang bersebelahan dengannya. Rata-rata intensitas pada sebuah citra adalah contoh dari first-order statistic. (ii) Second-order statistics mengukur peluang nilai dari pasangan pixel yang bersebelahan secara random pada sebuah citra di lokasi dan arah yang random. Propertinya dari pasangan tersebut adalah nilai pixel. Ada tiga metode analisa tekstur yang digunakan yaitu: statistical moment, gral-level co-occurrence matrix dan local binary patterns.
2.6.2.1 Statistical Moment
Menurut Gonzalez dan Woods (2002) untuk mendapatkan nilai-nilai tekstur dilakukan dengan menghitung momen statistik intensitas histogram dari sebuah citra grayscale. Nilai yang dihitung adalah rata-rata intensitas (mean), standar deviasi, kehalusan permukaan (smoothness), kesimetrisan histogram (third moment), ragam
variasi gray level (uniformity) dan keteracakan distribusi
(entropy). Untuk menghitung nilai-nilai tersebut dilakukan dengan persamaan berikut:
18
L −1
m = ∑ zi p ( zi )
Mean
(11)
i =0
1
Standard deviation
σ = ( μ2 ( z ) ) 2
Smoothness
R = 1−
Third Moment
μ3 = ∑ ( zi − m ) p ( zi )
(12)
1 (1 + σ 2 )
L −1
(13)
3
(14)
i =0
Uniformity
L −1
U = ∑ p 2 ( zi )
(15)
i =0
Entropy
L −1
e = ∑ p ( zi ) log 2 p ( zi )
(16)
i =0
dengan
zi = intensitas citra p = probability μn = moment ke n.
2.6.2.2 Gray-level Co-occurrence Matrix (GLCM) Metode GLCM didefenisikan oleh Haralick et al. pada tahun 1973 yang merupakan fungsi kepadatan peluang bersyarat orde kedua yang bertujuan menganalisa pasangan pixel yang bersebelahan secara horizontal (Chandraratne et al. 2003). Nilai tekstur dihasilkan dengan menghitung nilai threshold global citra grayscale (level), standar deviasi, energy, contrast, homogeneity dan entropy pada citra grayscale. Energy berfungsi untuk mengukur konsentrasi pasangan gray level pada matriks co-occurance, contrast berfungsi untuk mengukur perbedaan lokal dalam citra, homogeneity berfungsi untuk mengukur kehomogenan variasi gray level lokal dalam citra dan entropy berfungsi untuk mengukur keteracakan dari distribusi perbedaan lokal dalam citra. Persamaan untuk menghitung nilai level dan standard deviasi pada metode ini sama dengan persamaan (11) dan (12) di metode statistical moment. Sementara untuk menghitung nilai energy, contrast, homogeneity dan entropy dapat dilakukan dengan persamaan berikut (Tuceryan & Jain 1998):
19
Energy
∑ p ( i, j )
(17)
∑ ( i − j ) p ( i, j )
(18)
2
ij
2
Contrast
ij
p ( i, j )
Homogeneity
∑ 1+ i − j
(19)
∑ p ( i, j ) log ( p ( i, j ) )
(20)
ij
Entropy
ij
p = probability
dengan
i,j = koordinat pixel citra grayscale (0…255).
2.6.2.3 Local Binary Patterns (LBP)
Metode LBP dikenalkan oleh Ojala et al. pada tahun 2002 (Ojala et al. 2002). Prinsip kerjanya adalah membandingkan satu pixel (center pixel) dengan delapan pixel disekitarnya. Gambar 9 memperlihatkan ilustrasi dari LBP, pasangan pixel 3 x 3 (Gambar 9(a)) dikodekan kedalam bilangan biner dengan memberi nilai threshold pada center pixel. Pixel yang mempunyai nilai gray lebih besar atau sama dengan center pixel dikodekan dengan nilai 1 dan selain itu dikodekan dengan 0 (Gambar 9(b)). Bilangan biner bernilai 1 dari pasangan pixel 3 x 3 selanjutnya dikalikan dengan bobot binernya (Gambar 9(c)). Hasil perkalian yang diambil adalah nilai biner yang bernilai 1 (Gambar 9(d)). Hasil pejumlahan dari pasangan pixel ini ditandai sebagai center pixel berikutnya dan bernilai unique. Operasi ini diulang untuk semua pixel dalam frame citra sehingga dihasilkan nilai LBP keseluruhan pada citra.
5
4
3
1
4
3
1
1
2
0
3
0
(a)
1
0 (b)
1
1
0
128
1
64
2
32
4
1
8
128
16
0
(c)
2
4 0
0
16
(d)
Gambar 9 Operasi LBP pada dimensi image 3 x 3 pixel. Dari Gambar 9 bilangan biner yang dihasilkan adalah 11101001 dan selanjutnya dikonversi ke dalam bilangan desimal menjadi 233.
20
LBP8riu1 adalah versi LBP yang invarian terhadap rotasi, dimana dasar operasi LBP diaplikasikan pada delapan pixel dari kelompok pasangan secara simetris (Gambar 10(a)). Sembilan nilai LBP yang menunjukkan kesamaan pola (Gambar 10(b)) adalah pola yang berhubungan dengan garis dan titik dalam citra. Pola rotasi lain yang tidak menunjukkan sembilan kesamaan pola dikompres kedalam sepuluh bin intensitas warna (histogram). Histogram inilah yang merepresentasikan nilai ciri tekstur pada sebuah citra (Ojala et al. 2002).
(a)
(b)
Gambar 10 Pasangan pixel yang invarian terhadap rotasi untuk LBP8riu1.
2.6.3 Bentuk
Deskripsi bentuk adalah bagian yang fundamental dari sebuah obyek. Menurut Kim dan Sung (2000) dalam Mercimek et al. (2005) ada dua jenis deskripsi bentuk yaitu berdasarkan kontur dan keseluruhan. Salah satu metode deskripsi bentuk berdasarkan kontur yang popular adalah momen invarian yang diperkenalkan oleh Hu tahun 1962 (Khotanzad et al. 1990). Dengan metode ini Dudani et al. (1977) berhasil melakukan pengenalan terhadap obyek tiga dimensi yaitu identifikasi citra pesawat terbang (Khotanzad et al. 1990; Mercimek et al. 2005). Momen invarian merupakan persaman vektor turunan momen orde ketiga (kovarian) yang menguji independensi antara peubah x dan y. Pada penelitian ini deskripsi bentuk dilakukan dengan mengelompokkan citra grayscale dalam himpunan vektor momen invarian.
Prosesnya dilakukan dengan menghitung
momen dan momen pusat citra dengan persamaan sebagai berikut (Sebe & Lew 2000) :
21
m
n
ω pq = ∑∑ x p y q f ( x, y ) m
n
c pq = ∑∑ ( x − x) p ( y − y ) q f ( x, y ) dengan ω
(21)
(22)
= momen citra
p, q = orde momen f
= nilai intensitas warna
c
= momen pusat
x, y = koordinat piksel
x, y = pusat citra m, n = jumlah piksel vertikal dan horisontal Momen pusat ini invarian terhadap translasi citra, sedangkan untuk memperoleh momen yang invarian terhadap rotasi maupun penskalaan, maka momen pusat dinormalisasikan dengan persamaan :
η pq =
c pq λ c00
(23)
dengan : λ = 1 + ( p + q ) / 2 untuk p+q >= 2,3...... Untuk mendapatkan momen yang invarian baik terhadap translasi, penskalaan maupun rotasi adalah menghitung tujuh vektor momen invarian dengan persamaan sebagai berikut : 1. ϕ1 = η 20 + η 02
(24)
2. ϕ 2 = (η 20 − η 02 ) 2 + 4η 112
(25)
3. ϕ 3 = (η 30 − 3η 12 ) 2 + (3η 21 − η 03 ) 2
(26)
4. ϕ 4 = (η 30 + η 12 ) 2 + (η 21 + η 03 ) 2
(27)
5.
6.
7.
ϕ 5 = (η 30 − 3η12 )(η 30 − η12 )[(η 30 + η12 ) 2 − 3(η 21 + η03 ) 2 ] + (3η 21 − η03 )(η 21 + η03 )[3(η 30 − η12 ) 2 − (η 21 − η03 ) 2 ]
ϕ6 = (η 20 − η02 )[(η 30 + η12 ) 2 − (η 21 + η03 ) 2 ] + 4η11 (η 30 + η12 )(η 21 + η03 ) ϕ7 = (3η 21 − η03 )(η 30 + η12 )[(η 30 + η12 ) 2 − 3(η 21 + η03 ) 2 ] + (3η12 − η 30 )(η 21 + η03 )[3(η 30 + η12 ) 2 − (η 21 − η03 ) 2 ]
(28)
(29)
(30)
22
dengan ϕ = momen invarian
η = momen pusat normalisasi ϕ1 dan ϕ 2 merupakan representasi momen yang invarian terhadap translasi
dan skala, ϕ3 − ϕ6 representasi momen yang invarian terhadap rotasi dan ϕ7 representasi momen yang invarian terhadap ketidaksimetrisan, yang bisa membedakan dua citra identik dalam posisi kebalikan (mirror) (Rickard 1999). Untuk lebih lengkap daftar ekstraksi ciri dari penelitian ini disajikan pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Daftar ekstraksi ciri dari citra karang Ciri
Kelas Ciri
x1
Red
Warna
x2
Green
Warna
x3
Blue
Warna
x4
Hue
Warna
x5
Saturation
Warna
x6
Value
Warna
x7
Mean
Statistical moment
x8
Standard Deviation
Statistical moment
x9
Smoothness
Statistical moment
x10
Third Moment
Statistical moment
x11
Uniformity
Statistical moment
x12
Entropy
Statistical moment
x13
ϕ1
Momen invarian
x14
ϕ2
Momen invarian
x15
ϕ3
Momen invarian
x16
ϕ4
Momen invarian
x17
ϕ5
Momen invarian
x18
ϕ6
Momen invarian
x19
ϕ7
Momen invarian
23
2.7 Jaringan Syaraf Tiruan
Dalam identifikasi karang, pembentukan model referensi karang dan pencocokan pola adalah dua tahapan yang sangat berkaitan. Pembentukan model referensi karang akan membentuk suatu model referensi yang akan digunakan untuk pencocokan pola. Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pencocokan pola adalah Jaringan Syaraf Tiruan (JST). JST akan melakukan pembelajaran untuk membentuk suatu model referensi, kemudian JST yang telah melakukan pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk pencocokan pola. JST didefinisikan sebagai sistem komputasi yang didasarkan pada pemodelan syaraf biologi (neuron) melalui pendekatan dari sifat-sifat komputasi biologis (biological computation). JST bisa dibayangkan berupa jaringan dengan elemen pemroses sederhana yang saling terhubung. Seperti pada Gambar 11, elemen pemroses berinteraksi melalui sambungan variabel yang disebut bobot, dan bila diatur secara tepat dapat menghasilkan sifat yang diinginkan (Fausett 1994). Model neuron sederhana disajikan pada Gambar 11.
x1 x2
xn
w1 w2
∑
wn
θ
Gambar 11 Sistem komputasi pemodelan neuron.
Dan pernyataan matematisnya n ⎛ y = f ⎜ ∑ wi xi − θ ⎞⎟ ⎝ i =1 ⎠
dengan
xi
= sinyal masukan, i = 1,2,…,n (n = banyaknya simpul masukan)
wi
= bobot hubungan atau synapsis
θ
= threshold atau bias
ƒ(*)
= fungsi aktivasi
y
= sinyal keluaran dari neuron
(31)
24
Ide dasar JST adalah konsep belajar. Jaringan belajar melakukan generalisasi karakteristik tingkah laku obyek. Jika dilihat dari sudut pandang manusia, hal ini sama seperti bagaimana manusia belajar sesuatu. Manusia mengenal obyek dengan mengatur otak untuk menggolongkan atau melakukan generalisasi terhadap obyek tersebut. Manusia menyimpan ilmu pengetahuannya ke dalam otak yang berisikan synapsis, neuron, dan komponen lainnya. JST menyimpan ilmu pengetahuannya dalam nilai bobot sambungan (seperti synapsis dalam otak manusia) dan elemenelemen (neuron) yang menghasilkan keluaran. Untuk menyelesaikan permasalahan, JST memerlukan algoritma untuk belajar, yaitu bagaimana konfigurasi JST dapat dilatih untuk mempelajari data histories yang ada. Dengan pelatihan ini, pengetahuan yang terdapat pada data bisa diketahui dan direpresentasikan dalam bobot sambungannya. Jenis Algoritma belajar yang ada diantaranya (Jang et al. 1997) : a. Supervised Learning Algoritma ini diberikan target yang akan dicapai. Contohnya Backpropagation algorithm (algoritma propagasi balik) dan Radial basis function. b. Unsupervised Learning Pada Algoritma ini sama sekali tidak disediakan target, misalnya CarpenterGrossberg Adaptive Resonance Theory (ART), Learning Vector Quantization (LVQ) dan Competitive Learning Algorithm. c. Reinforcement Learning Bentuk khusus dari supervised learning, contohnya Genetic Algorithm (GA).
Propagasi balik (backpropagation) yang merupakan salah satu model JST untuk pencocokan pola (pattern matching), menggunakan arsitektur multi layer perceptron (Gambar 12) dan pelatihan backpropagation. Walaupun JST backpropagation membutuhkan waktu yang lama untuk pelatihan tetapi bila pelatihan telah selesai dilakukan, JST akan dapat mengenali suatu pola dengan cepat. Beberapa karakteristik dari JST backpropagation adalah sebagai berikut:
25
• Jaringan Multi Layer. JST backpropagation mempunyai lapisan input, lapisan tersembunyi dan lapisan output dan setiap neuron pada satu lapisan menerima input dari semua neuron pada lapisan sebelumnya.
Gambar 12 Arsitektur jaringan backpropagation. • Fungsi Aktivasi. Fungsi aktivasi akan menghitung input yang diterima oleh suatu neuron, kemudian neuron tersebut meneruskan hasil dari fungsi aktivasi ke neuron berikutnya, sehingga fungsi aktivasi berfungsi sebagai penentu kuat lemahnya sinyal yang dikeluarkan oleh suatu neuron. Beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam JST backpropagation adalah : 1. Fungsi sigmoid biner (seperti pada Gambar 13), yaitu fungsi biner yang memiliki rentang 0 s/d 1 dengan fungsi sebagai berikut :
f ( x) =
1 , 1 + exp(− x)
Gambar 13 Sigmoid biner pada selang [0,1].
(32)
26
2. Fungsi sigmoid bipolar(seperti pada Gambar 14), yaitu
fungsi yang
memiliki rentang -1 s/d 1 dengan fungsi sebagai berikut :
f ( x) =
2 −1 1 + exp(− x)
(33)
Gambar 14 Sigmoid bipolar pada selang [-1,1]. • Algoritma pembelajaran JST backpropagation bersifat iterative dan didesain untuk meminimalkan mean square error (mse) antara output yang dihasilkan dengan output yang diinginkan (target). Dalam Mathworks (2004) mse dapat dihitung dengan :
mse =
1 N
N
∑ ( ei ) i =1
Langkah-langkah
2
=
1 N
N
∑ (t − a ) i =1
algoritma
i
2
(34)
i
pelatihan
JST
backpropagation
yang
diformulasikan oleh Rumelhart, Hinton dan Rosenberg tahun 1986, secara singkat adalah sebagai berikut : a. Inisialisasi bobot, dapat dilakukan secara acak atau melalui metode Nguyen Widrow b. Perhitungan nilai aktivasi, tiap neuron menghitung nilai aktivasi dari input yang diterimanya. Pada lapisan input nilai aktivasi adalah fungsi identitas. Pada hidden neuron dan output nilai aktivasi dihitung melalui fungsi aktivasi. c. Penyesuaian bobot dipengaruhi oleh besarnya nilai kesalahan (error) antara target output dan nilai output jaringan saat ini. d. Iterasi akan terus dilakukan sampai kriteria error tertentu dipenuhi.
27
Untuk mengimplementasikan algoritma pelatihan diatas, JST harus memiliki suatu set data pelatihan. Data pelatihan harus mencakup seluruh jenis pola yang ingin dikenal agar nantinya dapat mengenali seluruh pola yang ada. Dalam kaitannya dengan sistem identifikasi karang, data pelatihan harus mencakup seluruh spesies. Dalam JST semakin banyak contoh suatu pola dalam pelatihan maka JST akan semakin baik mengenal pola tersebut. Untuk itu akan lebih baik jika tiap citra karang digunakan lebih dari satu kali pengulangan untuk nantinya digunakan dalam pembelajaran JST. JST akan menerima data input berupa vektor. Jika dimensi vektor terlalu besar maka JST akan bekerja lebih lambat. Dalam identifikasi ini setiap citra digital akan diproses terlebih dahulu dengan teknik ekstraksi ciri sehingga dimensi data akan tereduksi. Dalam pembelajaran seluruh set data pembelajaran akan diproses sehingga JST akan membentuk suatu model referensi bagi seluruh polapola yang ada.
2.8 Review Riset Terdahulu
Beberapa penelitan yang relevan dilakukan oleh Soriano et al. (2001) yang mengekstraksi warna dan tekstur sebagai parameter input untuk mengidentifikasi lima jenis obyek citra terumbu karang yaitu karang hidup, karang mati, karang mati dengan algae, abiotics dan karang lunak (soft coral). Hasil yang diperoleh tidak cukup baik dimana tingkat pengenalan yang dihasilkan adalah 48%. Dari rekomendasi penelitian dinyatakan bahwa kegagalan ini karena terlalu banyak jenis obyek yang diidentifikasi dan jumlah sample citra tidak sama dengan jumlah distribusi masing-masing jenis. Berdasarkan hal tersebut Marcos et al. (2005) mengurangi jumlah karang yang diklasifikasi menjadi tiga kelompok benthic pada citra terumbu karang yaitu karang hidup, karang mati dan pasir. Untuk teknik klasifikasi digunakan JST dan two-step classifier. Hasilnya menunjukkan tingkat pengenalan JST lebih baik dari two-step classifier, perbandingannya adalah JST 86% dan two-step classifier 79.7% . Penelitian lain yang relevan dilakukan oleh Blaschko et al. (2005) yang melakukan identifikasi terhadap binatang plankton dengan teknik analisa tekstur
28
mengunakan metode statistical
moment, GLCM dan LBP8riu1. Untuk
mendeskripsikan bentuk dari obyek citra digunakan metode momen invarian dan zernike moment features.
29
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu diagram alir seperti pada Gambar 15. Mulai
Identifikasi Masalah
Studi Pustaka
Akuisisi Pengetahuan
Pengumpulan Data Citra
Akuisisi Citra Digital
Ekstraksi Ciri
Model Warna
Model Tekstur
Model Bentuk
Data Ektraksi Ciri
Data Testing
Data Training
JST
Identifikasi
Pembuatan Keputusan
Dokumentasi
Selesai
Gambar 15 Diagram alir penelitian.
30
Berikut ini akan dijelaskan beberapa tahap yang ada dalam diagram alir pada gambar diatas.
1. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari penyusunan penelitian ini. Masalah yang diidentifikasi adalah terumbu karang jenis karang keras (hard coral) yang distribusinya terdapat di indonesia.
2. Studi pustaka
Studi pustaka yang dilakukan meliputi pengetahuan jenis dan struktur karang, teknik identifikasi karang, prinsip pengenalan pola (pattern recognition), pengolahan citra (image processing), ektraksi ciri (feature extraction), jaringan syaraf tiruan (JST), pemograman MATLAB serta metode pendukung lainnya.
3. Akuisisi pengetahuan
Akuisisi pengetahuan dilakukan melalui wawancara dengan ahli peneliti utama terumbu karang spesialisasi karang batu (hard coral)1 di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta pada tanggal 18 Januari, 15 Februari, 30 April, 7 Juni 2007. Wawancara ini diperlukan untuk mendapatkan pengetahuan tentang keilmuan, sistematika dan teknik identifikasi karang. Dari hasil wawancara diperoleh kesimpulan bahwa teknik identifikasi terbagi atas dua bagian, yaitu teknik visual (identifikasi langsung) dan teknik struktur karang (identifikasi tidak langsung) dan untuk saat ini trendnya lebih diarahkan ke teknik visual karena tidak harus mengambil karang dan mematikan karang sebagai sample identifikasi. Karena masih sedikitnya penelitian identifikasi karang berdasarkan citra maka atas saran dari peneliti utama, identifikasi yang dilakukan dibatasi sampai pada tingkat genus dan genus karang yang diidentifikasi termasuk dalam family pocilloporidae yang
1
Dr. Ir. R. Sukarno, MSc, APU
31
merupakan pionir di indonesia. Family pocilloporidae ini memiliki lima genus yaitu madracis, palauastrea, pocillopora, seriatopora dan stylophora.
4. Pengumpulan data citra dan Akuisisi citra digital
Berdasarkan hasil akuisisi pengetahuan kemudian dilakukan pengumpulan data citra karang yang akan digunakan untuk pelatihan dan pengujian model yang akan dikembangkan. Data citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diambil dari buku tentang karang (Suharsono 1996, 2005; Veron 1986) dengan menggunakan alat pindai scanner. Sumber data sekunder diperoleh dari Australian Institute of Marine Science di situs www.aims.gov.au dalam format citra JPG. 5. Ekstraksi Ciri
Ekstraksi ciri menggunakan model warna, tiga metode analisa tekstur dan momen invarian. Hasil ekstraksi ciri dikombinasikan menjadi data training untuk pelatihan JST dan data testing untuk pengujian JST dalam mengidentifikasi genus karang.
6. Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
Dalam penelitian ini model JST yang dikembangkan adalah JST backpropagation dengan arsitektur multilayer perceptron. Pengembangan model JST menggunakan perangkat lunak MATLAB versi 7.0.1.
7. Pembuatan Keputusan
Proses pembuatan keputusan dihasilkan berdasarkan tingkat pengenalan JST dalam mengenali sejumlah pola yang diberikan (generalisasi) yaitu dengan membandingkan pola yang dikenali dengan jumlah seluruh pola yang ada.
3.2
Bahan dan Alat
Bahan dari penelitian ini adalah citra karang family pocilloporidae dan alat yang digunakan adalah:
32
1.
Komputer PC dengan spesifikasi processor Pentium 4 1.7 GHz, RAM 384 MB, Hard disk 40 GB.
2.
Komputer Notebook dengan spesifikasi processor Centrino Core 2 Duo 1.8 GHz, RAM 1 GB, Hard disk 120 GB.
3.
Perangkat lunak MATLAB versi 7.0.1.
4.
Perangkat lunak pengolahan citra Adobe Photoshop versi 7.0 dan CS.
5.
Perangkat lunak Microsoft Excel 2003.
6.
Alat pindai (scanner) merk HP tipe PSC 1210.
3.3
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai Desember 2006 hingga Juni 2007 bertempat di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Jakarta dan Laboratorium Pascasarjana Departemen Ilmu Komputer FMIPA-IPB.
33
BAB 4 DISAIN MODEL Disain model sistem identifikasi citra karang dirancang sedemikian rupa dengan tujuan untuk memudahkan dalam pengolahan data dan pembuatan aplikasi serta memudahkan pengguna dalam menjalankan aplikasi tersebut. Ilustrasi dari sistem yang dirancang ditampilkan pada Gambar 16. Sistem yang dirancang terbagi dalam tiga modul yaitu modul ektraksi ciri, modul pelatihan (training) dan modul pengujian (testing) identifikasi. Modul training dan modul testing identifikasi dirancang dalam satu interface. Modul ektraksi ciri dirancang sebagai suatu aplikasi terpisah dari dua modul lainnya. Hasil ektraksi ciri menghasilkan ciri yang direpresentasikan dalam bentuk pola matrik C. Hasilnya disimpan dalam bentuk matrik H dengan dimensi N x D, dimana N adalah jumlah citra pengamatan dan D adalah jumlah ekstraksi ciri. Citra
Pengguna
Ekstraksi Ciri
Antar muka (Interface)
⎡ x1 ⎤ ⎢x ⎥ C=⎢ 2⎥ ⎢M ⎥ ⎢ ⎥ ⎣⎢ xm ⎦⎥
Data Hasil Ekstraksi Ciri
H = N×D Training
Testing dan Identifikasi
Gambar 16 Disain model sistem. 4.1
Data Citra
Data citra yang digunakan di dalam sistem ini adalah citra karang yang termasuk dalam family pocilloporidae. Family ini memiliki 5 genus yaitu madracis, palauastrea, pocillopora, seriatopora dan stylophora. Masing-masing genus memiliki jumlah spesies yang berbeda-beda. Genus madracis memiliki satu spesies yaitu madracis kirbyi, begitu juga dengan genus palauastrea yaitu palauastrea ramosa. Genus pocillopora memiliki variasi spesies yang paling banyak yaitu pocillopora damicornis, pocillopora eydouxi, pocillopora meandrina, pocillopora verrucosa dan pocillopora woodjonesi. Genus seriatopora memiliki
34
dua spesies yaitu seriatopora caliendrum dan seriatopora hystrix. Genus stylophora hanya memiliki satu spesies yaitu stylophora pistilata. Walaupun pada genus pocillopora dan seriatopora memiliki jumlah spesies lebih dari satu, namun pada dasarnya masing-masing spesies memiliki kemiripan satu sama lain dalam karateristik struktur skeletonnya. Seperti pada genus pocillopora, spesies pocillopora damicornis mirip dengan pocillopora meandrina dan pocillopora verrucosa, pocillopora eydouxi mirip dengan pocillopora woodjonesi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara garis besar genus pocillopora hanya memiliki dua struktur citra yang telah merepresentasikan lima spesies yang dimilikinya (Veron 1986). Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai bentuk masing-masing spesies dan struktur citra yang digunakan, dapat dilihat pada Gambar 17 s/d 21.
Gambar 17 Citra spesies madracis kirbyi.
Gambar 18 Citra spesies palauastrea ramosa.
35
(a) damicornis
(b) meandrina
(c) verrucosa
(d) eydouxi
(e) woodjonesi
Gambar 19 Citra spesies dari genus pocillopora.
(a) caliendrum
(b) hystrix
Gambar 20 Citra spesies dari genus seriatopora.
36
Gambar 21 Citra spesies stylophora pistilata.
Pengambilan citra dilakukan sebanyak 10 kali perulangan pada 5 genus, sehingga menghasilkan 50 data citra yang digunakan untuk data pelatihan. Sementara pada data uji terdiri dari 25 citra hasil dari 5 kali perulangan. Mekanisme perulangan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengubah-ubah orientasi citra dengan merotasi citra pada sudut 0º, 45º, 60º, 90º, 135º,180º, 200º, 225º, 270º dan 315º. 2. Mengubah-ubah posisi citra. 3. Mengubah-ubah ukuran citra.
Semua mekanisme diatas dilakukan pada sepuluh data pelatihan untuk masing-masing genus. Sedangkan untuk data uji diambil lima citra masing-masing genus secara random dari data pelatihan Hal ini dimaksudkan agar sistem lebih robust, sehingga pada saat dilakukan identifikasi terhadap genus yang sama tapi memiliki orientasi, posisi dan ukuran citra yang berbeda-beda, sistem masih dapat mengenalinya genus tersebut. Mekanisme perulangan dan struktur citra yang menjadi data pelatihan disajikan pada Gambar 22 dan Tabel 3.
37
(a) obyek citra
(b) perubahan ukuran
(c) perubahan posisi
(d) perubahan orientasi
Gambar 22 Perubahan ukuran, posisi dan orientasi citra.
Tabel 3 Struktur ciri citra yang digunakan pada pelatihan No.
Ekstraksi Ciri
Mode Citra
Ukuran Pixel
Jumlah
1
Warna
RGB
300 x 220
10
2
Tekstur
Grayscale
300 x 220
10
3
Tekstur - GLCM
Grayscale
300 x 220
10
4
Tekstur - LBP8riu1
Grayscale
300 x 220
10
5
Bentuk
Grayscale
300 x 220
10
4.2
Rotasi 0º, 45º, 60º, 90º, 135º,180º, 200º, 225º, 270º dan 315º 0º, 45º, 60º, 90º, 135º,180º, 200º, 225º, 270º dan 315º 0º, 45º, 60º, 90º, 135º,180º, 200º, 225º, 270º dan 315º 0º, 45º, 60º, 90º, 135º,180º, 200º, 225º, 270º dan 315º 0º, 45º, 60º, 90º, 135º,180º, 200º, 225º, 270º dan 315º
Pembentukan Model dan Pencocokan Pola
Pembentukan model dan pencocokan pola dilakukan menggunakan JST backpropagation dengan arsitektur multi layer perceptron dengan satu hidden layer. Jumlah neuron input sesuai dengan jumlah ekstraksi ciri. Jumlah neuron pada hidden layer didapat dari hasil trial & error yang terbaik. Jumlah neuron pada lapisan output disesuaikan dengan jumlah karang yang diidentifikasi.
38
Untuk inisialisasi bobot awal digunakan inisialisasi secara random dan fungsi aktivasi yang digunakan adalah sigmoid biner. Penggunaan sigmoid biner sesuai untuk pengenalan dengan selang antara 0 dan 1. Toleransi galat yang digunakan yang menjadi batasan waktu bagi jaringan dalam melakukan pelatihan adalah 10-3 dan 10-4 dan laju pembelajaran (α = learning rate) yang digunakan adalah 0.1. Jumlah epoch maksimal yang ditetapkan adalah 3000 yang diperlukan sebagai kriteria henti jaringan. Satu epoch adalah proses satu kali perulangan untuk melatih semua pasangan data pelatihan (Kusumadewi & Hartati 2006). Toleransi galat yang cukup kecil diharapkan akan memberikan hasil yang cukup baik. Jika ternyata JST gagal mencapai kekonvergenan maka akan dilakukan penambahan jumlah hidden neuron sampai kekonvergenan tercapai. Jika JST berhasil mencapai kekonvergenan maka akan dilihat generalisasinya dan dilakukan penambahan neuron. Jika ternyata generalisasi yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan generalisasi sebelumnya maka JST telah sampai pada batas optimal. Penambahan kembali hidden neuron tidak akan menambah generalisasi dan hanya akan menambah waktu komputasi. Berikut ini disajikan struktur JST yang digunakan (Tabel 4) dan defenisi target dengan fungsi aktivasi sigmoid biner (Tabel 5). Tabel 4 Struktur JST untuk identifikasi citra karang KARAKTERISTIK
SPESIFIKASI
Arsitektur
1 lapisan tersembunyi
Neuron input
Hasil ekstraksi ciri
Neuron hidden
trial & error
Neuron output
Jumlah genus karang
Fungsi aktivasi
Sigmoid biner
Toleransi galat
10-3 dan 10-4
Laju pembelajaran
0.1
Jumlah epoch maksimum
3000
Sampel pelatihan pada tiap genus karang
10 citra
Sampel pengujian pada tiap genus karang
5 citra
39
Tabel 5 Definisi target untuk fungsi sigmoid biner pada 5 genus karang No.
4.3
Representasi Genus Karang
Target
1
1
0
0
0
0
Madracis
2
0
1
0
0
0
Palauastrea
3
0
0
1
0
0
Pocillopora
4
0
0
0
1
0
Seriatophora
5
0
0
0
0
1
Stylophora
Algoritma Pelatihan
Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dulu. Pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan fungsi aktivasi sigmoid biner (Kusumadewi & Hartati 2006). Gambar 23 memperlihatkan arsitektur jaringan backpropagation, jaringan terdiri dari atas 19 neuron pada lapisan input, dengan input masukan bagi JST adalah warna (RGB-HSV), tekstur (statistical moment) dan bentuk (momen invarian); satu hidden layer dengan neuron h1 ... hn; serta lima neuron pada lapisan output. Setiap neuron input memiliki bobot yang menghubungkan ke neuron pada lapisan tersembunyi, b1 adalah bobot bias yang menuju ke neuronneuron pada hidden layer, b2 menghubungkan hidden layer dengan lapisan output.
40
R
x1
G
x2
B
x3
H
.
S
.
V
.
Mean
.
Std Deviasi
vij
h1
z1
wjk h2
z2 y1
Karang 1
.
y2
Karang 2
Smoothness
.
.
Karang 3
Third Moment
.
Uniformity
.
Karang 4
.
Entropy
.
yk
Karang 5
ϕ1
.
ϕ2
.
ϕ3
.
ϕ4
.
ϕ5
.
ϕ6
.
ϕ7
xi
b2
zj
hn b1
Gambar 23 Model JST backpropagation dengan arsitektur multilayer perceptron. Dalam Kusumadewi dan Hartati (2006) algoritma backpropagation adalah sebagai berikut : • Inisiasi bobot ( ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil). • Tetapkan: Maksimum Epoch, Target Error, dan Learning Rate • Inisialisasi : Epoch = 0. • Kerjakan langkah-langkah berikut selama (Epoch < Maksimum Epoch) dan (MSE < Target Error): 1. Epoch = Epoch + 1 2. Untuk tiap pasangan elemen yang akan dilakukan pembelajaran, kerjakan:
41
Feedforward
a. Tiap-tiap unit input (Xi, i=1,2,3,...,n) menerima sinyal xi dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan di atasnya (lapisan tersembunyi). b. Tiap-tiap unit lapisan tersembunyi (Zj, j=1,2,3,...,p) menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot: n
z _ in j = b1 j + ∑ xi vij i =1
gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya:
z j = f ( z _ in j ) dan kirimkan sinyal tersebut pada kesemua unit pada lapisan atasnya (lapisan output). c. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,...,m) menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot. p
y _ ink = b2k + ∑ zi w jk i =1
gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya: yk = f ( y _ ink ) dan kirimkan sinyal tersebut pada ke semua unit di lapisan atasnya (lapisan output). Langkah (b) dilakukan sebanyak jumlah lapisan tersembunyi.
Backpropagation
d. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,...,m) menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pembelajaran, hitung informasinya error:
δ 2k = ( tk − yk ) f ' ( y _ ink ) ϕ 2 jk = d k z j β 2k = d k kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai wjk): Δw jk = αϕ jk
42
hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakn untuk memperbaiki nilai b2k): Δb2k = αβ k Langkah (d) ini juga dilakukan sebanyak jumlah lapisan tersembunyi, yaitu menghitung informasi error dari suatu lapisan tersembunyi ke lapisan tersembunyi sebelumnya. e. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,...,p) menjumlahkan delta inputnya (dari unit-unit yang berada pada lapisan di atasnya): m
δ _ in j = ∑ δ k w jk k =1
kalikan nilai ini dengan turunan fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi error:
δ 1 j = δ _ in j f ' ( z _ in j ) ϕ1ij = δ j x j β1j = δ 1j kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai vij): Δvij = αϕ1ij hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai b1j): Δb1 j = αϕ1 j f. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,...,m) memperbaiki bias dan bobotnya (j=0,1,2,...,p): w jk ( baru ) = w jk ( lama ) + Δw jk b2k ( baru ) = b2k ( lama ) + Δb 2k Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,...,p) memperbaiki bias dan bobotnya (i=0,1,2,...,n): vij ( baru ) = vij ( lama ) + Δvij b1 j ( baru ) = b1 j ( lama ) + Δb1 j 3. Hitung MSE
43
4.4
Pengukuran Kinerja Sistem
Jaringan yang telah diberi pelatihan kemudian dapat dianalisa kinerjanya yaitu dengan melakukan proses pencocokan pola antara data testing dengan output dari jaringan (Fausset 1994). Algoritmanya adalah sebagai berikut : 1. Inisiasi bobot (ambil bobot hasil pelatihan) 2. Untuk setiap vektor input kerjakan langkah 3 sampai 5 3. For i=1,…,n; Xi 4. For j=1,…,p; n
z _ in j = v0 j + ∑ xi vij i =1
zi = f ( z _ in j ) 5. For k=1,…,m;
p
y _ ink = w0 k + ∑ z j w jk j =1
yk = f ( y _ ink )
Kinerja sistem diukur dengan menggunakan parameter konvergensi dan generalisasi. Konvergensi adalah tingkat kecepatan jaringan mempelajari pola input yang dinyatakan dalam satuan waktu atau satuan epoch. Generalisasi adalah tingkat pengenalan jaringan dalam mengenali sejumlah pola yang diberikan. Secara matematis generalisasi dapat ditulis sebagai berikut (Hoekstra 1998):
Generalisasi =
Jumlah pola yang dikenali × 100% Jumlah seluruh pola
Secara lebih detail Jumlah pola yang dikenali adalah jumlah genus karang yang dikenali dan Jumlah seluruh pola adalah jumlah citra yang digunakan pada penelitian ini.
44
4.5
Program Aplikasi Aplikasi identifikasi citra karang yang telah dirancang, dikemas dalam
interface yang dibangun dengan graphical user interface (GUI) Matlab versi 7.01. Aplikasi tersebut hanya dapat dijalankan di dalam lingkungan perangkat lunak Matlab. Tampilan aplikasi terdiri atas form utama yang berisi form pelatihan, form hasil pengujian dan form hasil identifikasi karang (Lampiran 1).
45
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Ada tiga tahap utama yang dilakukan pada percobaan ini yaitu ektraksi ciri, pelatihan dan pengujian JST. Percobaan dilakukan dengan mengkombinasikan data hasil ekstraksi ciri yaitu: warna dan tekstur, warna dan bentuk, tekstur dan bentuk dan kombinasi gabungan ketiganya warna, tekstur dan bentuk. Dari percobaan ini akan dilihat ciri mana yang lebih dominan dan signifikan dalam mengidentifikasi citra. Total citra yang digunakan berjumlah 75 dan jumlah karang yang diidentifikasi terdiri dari 5 genus. Citra dibagi dalam dua bagian dimana 50 citra digunakan untuk data pelatihan dan 25 citra untuk pengujian.
4.6
Ekstraksi Ciri Citra yang digunakan direduksi dimensinya untuk mengurangi waktu
komputasi pada sistem. Dimensi citra yang digunakan adalah 220 x 300 pixel untuk citra potrait dan 300 x 220 pixel untuk citra landscape. Setiap citra dirotasi 0º, 45º, 60º, 90º, 135º,180º, 200º, 225º, 270º dan 315º agar sistem dapat mengenali obyek citra karang dari sudut manapun. Untuk memenuhi kriteria tersebut maka citra diolah secara manual dengan perangkat lunak manipulasi citra. Pada bagian ekstraksi ciri, citra yang digunakan adalah citra RGB untuk warna dan citra grayscale untuk tekstur dan bentuk. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai tahapan ektraksi ciri berikut ini disajikan 5 citra karang dari masing-masing genus (Gambar 24).
(a) madracis
(b) palauastrea
(c) pocillopora
46
(d) seriatopora
(e) stylophora
Gambar 24 Citra warna karang. Dari citra diatas dihitung nilai warna merah, hijau dan biru (RGB) dan nilai warna hue, saturation dan value (HSV). Nilai warna yang dihasilkan dari dari 5 citra warna (Gambar 24) dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini. Tabel 6 Nilai warna RGB dan HSV dari citra karang madracis
palauastrea
pocillopora
seriatopora
stylophora
R
105.02
137.35
95.372
131.05
144.46
G
86.489
125.45
98.018
88.027
151.86
B
98.422
127.95
79.167
89.589
173.33
H
0.66335
0.47735
0.30629
0.48825
0.62461
S
0.2417
0.18704
0.2538
0.50606
0.19152
V
0.43028
0.55904
0.39971
0.52061
0.67971
Setelah nilai warna selesai dihitung, tahap selanjutnya adalah menghitung nilai tekstur dan bentuk citra karang. Untuk itu maka citra karang yang berwarna (Gambar 24) dikonversi kedalam bentuk citra grayscale (Gambar 25).
(a) madracis
(b) palauastrea
(c) pocillopora
47
(d) seriatopora
(e) stylophora
Gambar 25 Citra grayscale karang. Ada tiga metode analisa tekstur yang digunakan yaitu statistical moment, GLCM dan LBP8riu1. Pada metode statistical moment nilai yang dihitung adalah mean, standard deviation, smoothness, third moment, uniformity dan entropy yang merupakan momen statistik intensitas histogram citra. Nilai tekstur yang dihasilkan dari dari 5 citra (Gambar 25) dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini. Tabel 7 Nilai tekstur citra karang dengan metode statistical moment madracis
palauastrea
pocillopora
seriatopora
stylophora
Mean
93.397
129.3
95.078
101.08
152.11
Std Deviation
50.981
56.999
47.338
69.083
69.409
0.038434
0.047586
0.033314
0.068377
0.068979
1.2986
-0.20412
0.48993
2.5255
0.40465
0.005926
0.0051936
0.0059329
0.0046922
0.084749
7.5699
7.7083
7.5343
7.8562
6.1682
Smoothness Third moment Uniformity Entropy
Pada metode GLCM nilai yang dihitung adalah level, standar deviasi, energy, contrast, homogeneity dan entropy dari matrik co-occurrence. Nilai yang dihasilkan oleh metode ini dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Nilai tekstur citra karang dengan metode GLCM madracis
palauastrea
pocillopora
seriatopora
stylophora
0.40392
0.53333
0.38431
0.4549
0.64706
50.981
56.999
47.338
69.084
69.41
0.39304
0.43106
0.76772
0.56158
0.44532
0.111
0.096836
0.082039
0.081831
0.1324
Energy
0.84091
0.83849
0.75029
0.81443
0.83409
Entropy
7.5699
7.7083
7.5343
7.8562
6.1682
Level Std Deviation Contrast Homogeneity
48
Selanjutnya pada metode LBP8riu1 nilai yang dihasilkan adalah sepuluh vektor kolom yang berisi informasi tekstur citra karang (Tabel 9). Tabel 9 Nilai tekstur citra karang dengan metode LBP8riu1 madracis
palauastrea
pocillopora
seriatopora
stylophora
1
3694
5101
5960
1611
5917
2
4736
4944
6719
2382
5882
3
4990
3533
6774
2544
2818
4
8467
6532
10514
7027
3146
5
10780
10768
9933
12896
4116
6
8339
11054
8078
7190
3698
7
5532
5965
6520
3269
3576
8
5180
6161
7770
2574
5934
9
5218
6838
7461
2401
24715
10
8028
9518
12221
3738
11122
Untuk menghasilkan nilai ciri bentuk dilakukan dengan menghitung tujuh vektor momen invarian (Tabel 10). Tabel 10 Nilai bentuk citra karang dengan metode momen invarian madracis
ϕ1 ϕ2 ϕ3 ϕ4 ϕ5 ϕ6 ϕ7 4.7
1.966 x 10
palauastrea -3
1.331 x 10
pocillopora -3
1.734 x 10
seriatopora -3
1.626 x 10
stylophora -3
1.338 x 10-3
5.993 x 10-7
2.57 x 10-7
3.508 x 10-8
3.427 x 10-7
6.036 x 10-8
1.464 x 10-10
4.113 x 10-13
3.056 x 10-11
1.137 x 10-10
1.767 x 10-12
1.609 x 10-10
8.921 x 10-12
3.893 x 10-11
1.671 x 10-11
4.449 x 10-12
1.929 x 10-20
-5.529 x 10-26
-1.336 x 10-21
-2.834 x 10-22
-1.247 x 10-23
1.197 x 10-13
-4.281 x 10-15
-3.758 x 10-15
-9.724 x 10-15
5.74 x 10-16
1.539 x 10-20
-1.709 x 10-23
-1.327 x 10-22
-6.711 x 10-22
-3.627 x 10-25
Waktu Komputasi (Elapsed time) Ekstraksi Ciri
A. Warna Ekstraksi ciri tiap satu citra pada bagian ini menghasilkan koefisien sebanyak 6 elemen, dimana 3 elemen pertama merupakan representasi dari nilai RGB dan 3 elemen berikutnya adalah nilai HSV dengan . Elapsed time (waktu komputasi) yang dibutuhkan untuk proses ekstraksi ciri terhadap 75 citra adalah 4.636 detik.
49
B. Tekstur Pada bagian ini koefisien ciri tekstur dengan metode statistical moment adalah 6 elemen dengan elapsed time 0.521 detik. Pada metode GLCM koofisien yang dihasilkan sebnyak 6 elemen dengan elapsed time 6.851 detik dan pada metode LBP8riu1 menghasilkan 10 elemen koofisien dengan elapsed time 5.898 detik. Hasil koofisisen ini sesuai dengan persamaan dari masing-masing metode analisa tekstur yang digunakan.
C. Bentuk Untuk ciri bentuk koefisien yang dihasilkan adalah 7 elemen. Hal ini dikarenakan metode momen invarian yang digunakan menghasilkan 7 vektor ciri sesuai dengan persamaan yang dimilikinya dan elapsed time yang diperlukan untuk proses ini adalah 6.004 detik. Data elapsed time keseluruhan proses ektraksi ciri ini dapat dilihat di Tabel 11 dan hasil ekstraksi ciri yang digunakan sebagai data pelatihan dan data pengujian dapat dilihat di Lampiran 2 s/d 11 . Tabel 11 Waktu proses ektraksi ciri Ektraksi Ciri
Metode
Jumlah Koofisien
RGB
3
HSV
3
Tekstur
Analisa tekstur
Tekstur
Warna
Jumlah Citra
Elapsed Time (detik)
75
6.027
6
75
0.521
GLCM
6
75
6.851
Tekstur
LBP8riu1
10
75
5.898
Bentuk
Momen invarian
7
75
6.004
4.8
Pelatihan dan Pengujian Pada proses pelatihan, JST dilatih untuk menyesuaikan tiap bobot yang ada
untuk mencapai konvergensi, sehingga akan terbentuk model referensi bagi pola lainnya. Waktu yang dibutuhkan untuk pelatihan tergantung pada jumlah input JST, semakin besar jumlah input semakin lama waktu yang diperlukan jaringan untuk konvergen.
50
Dengan dimensi yang tereduksi pada proses sebelumnya, diharapkan waktu yang dibutuhkan JST untuk pelatihan akan semakin singkat. Pada penelitian ini, akan dilihat perilaku JST dalam mencapai konvergensi dengan mengubah-ubah parameter yang berpengaruh terhadap hal tersebut seperti toleransi galat dan pengaruh jumlah hidden neuron terhadap konvergensi dan generalisasi. Hal lain yang diperhatikan dalam pelatihan JST adalah jumlah epoch untuk mencapai kekonvergenan, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai jumlah epoch tersebut dan nilai generalisasi yang didapat dari pelatihan yang telah dilakukan. Pelatihan dan pengujian pada masing-masing kombinasi ciri dilakukan dalam sepuluh kali percobaan pada masing-masing hidden neuron dan toleransi galat. Dari sepuluh kali percobaan tersebut diamati dan diambil tingkat pengenalan tertinggi yang dihasilkan. Selanjutnya setiap nilai tertinggi tersebut dibandingkan sehingga diperoleh tingkat pengenalan terbaik yang dihasilkan oleh kombinasi ciri yang digunakan. Parameter JST yang digunakan adalah toleransi galat 10-3 dan 10-4, laju pembelajaran 0.1, epoch maksimum 3000 dan jumlah hidden neuron 5, 10, 15 dan 20.
A. Warna dan Tekstur (WT) Percobaan pertama dilakukan terhadap dua kombinasi ciri yaitu ciri warna dan tekstur, terlihat pelatihan konvergen pada epoch ke-2591 dengan waktu pelatihan 16.899 detik dan waktu pengujian 0.032, seperti diperlihatkan pada Tabel 12. Tabel 12 Pelatihan dan pengujian pada ciri warna dan tekstur Pelatihan Hidden neuron 5
10
15
20
galat
epoch
Pengujian Waktu (dtk)
Dikenal
Generalisasi
Waktu
(%)
(dtk)
10
-3
477
3.311
19/24
76
0.047
10
-4
3000
22.148
17/25
68
0.031
10
-3
3000
20.312
21/25
84
0.032
10
-4
2591
16.899
22/25
88
0.032
10
-3
2254
15.722
21/25
84
0.031
10
-4
1331
9.253
21/25
84
0.046
10
-3
971
7.139
21/25
84
0.046
10
-4
1719
12.606
21/25
84
0.015
51
Generalisasi yang dihasilkan terhadap data uji sebesar 88% (22 citra dari 25 data citra dikenali). Secara keseluruhan, terlihat bahwa toleransi galat 10-3 dan 10-4 memberikan tingkat generalisasi yang hampir sama. Dengan metode trial and error dalam menentukan besarnya hidden neuron, maka diperoleh hasil terbaik pada hidden neuron 10.
B. Warna dan Bentuk (WB) Percobaan kedua dilakukan pada ciri warna dan bentuk, mencapai kekonvergenan pada epoch ke-2612 dengan waktu pelatihan 17.65 detik dan waktu pegujian 0.033, seperti diperlihatkan pada Tabel 13. Tabel 13 Pelatihan dan pengujian pada ciri warna dan bentuk Pelatihan Hidden neuron 5
10
15
20
Pengujian Waktu
Generalisasi
Waktu
(%)
(dtk)
20/25
80
0.033
7.434
18/25
72
0.035
976
6.621
20/25
80
0.032
489
3.602
18/25
72
0.034
2612
17.65
23/25
92
0.033
2611
18.916
21/25
84
0.034
10-3
3000
21.321
22/25
88
0.042
-4
3000
21.786
20/25
80
0.033
galat
epoch
10-3
1917
12.30
10
-4
1102
10
-3
10
-4
10
-3
10
-4
10
(dtk)
Dikenal
Generalisasi yang dihasilkan terhadap data testing sebesar 92% (23 citra dari 25 data citra dikenali). Disini terlihat bahwa secara keseluruhan toleransi galat 103
memiliki tingkat generalisasi lebih baik daripada 10-4 dan jumlah hidden neuron
terbaik diperoleh pada hidden neuron 15.
C. Tekstur dan Bentuk (TB) Percobaan ketiga dilakukan pada ciri tekstur dan bentuk, mencapai kekonvergenan pada epoch ke-2913 dengan waktu pelatihan 20.56 detik dan waktu pengujian 0.033, seperti diperlihatkan pada Tabel 14.
52
Tabel 14 Pelatihan dan pengujian pada ciri tekstur dan bentuk Pelatihan Hidden neuron 5
10
15
20
galat
Pengujian
epoch
Waktu (dtk)
Dikenal
Generalisasi
Waktu
(%)
(dtk)
10
-3
736
4.978
14/25
56
0.033
10
-4
319
2.196
16/25
64
0.032
10
-3
2536
17.093
22/25
88
0.033
10-4
2346
16.147
20/25
80
0.034
10
-3
3000
21.857
22/25
88
0.034
10
-4
2913
20.56
24/25
96
0.033
10
-3
3000
21.419
22/25
88
0.031
10
-4
3000
21.54
22/25
88
0.035
Generalisasi yang dihasilkan terhadap data testing sebesar 96% (24 citra dari 25 data citra dikenali). Disini terlihat bahwa toleransi galat 10-4 memiliki tingkat generalisasi lebih baik daripada 10-3 dan jumlah hidden neuron terbaik diperoleh pada hidden neuron 15.
D. Warna, Tekstur (Statistical Moment) dan Bentuk (WTB) Setelah dilakukan percobaan dengan dua kombinasi ciri, maka selanjutnya pada percobaan keempat dilakukan terhadap tiga kombinasi ciri yaitu ciri warna, tekstur dan bentuk, terlihat pelatihan konvergen pada epoch ke-1652 dengan waktu pelatihan 10.94 detik dan waktu pengujian 0.035 (Tabel 15). Tabel 15 Pelatihan dan pengujian pada ciri warna, tekstur dan bentuk Pelatihan Hidden neuron 5
10
15
20
galat
Pengujian
epoch
Waktu (dtk)
Dikenal
Generalisasi
Waktu
(%)
(dtk)
-3
4
0.111
23/25
92
0.032
10-4
10
4
0.159
23/25
92
0.034
10
-3
515
3.36
23/25
92
0.031
10
-4
515
3.466
23/25
92
0.035
10
-3
1652
10.94
24/25
96
0.035
10
-4
2478
42.52
24/25
96
0.033
10
-3
2524
17.89
24/25
96
0.033
10-4
3000
21.352
24/25
96
0.033
53
Generalisasi yang dihasilkan terhadap data testing sebesar 96% (24 citra dari 25 data citra dikenali). Disini terlihat bahwa hampir pada semua hidden neuron mencapai tingkat generalisasi yang sama dengan hidden neuron terbaik diperoleh pada hidden neuron 15, perbedaannya terdapat pada waktu pelatihan toleransi galat 10-3 yang lebih cepat dibandingkan 10-4. Pada percobaan keempat ini terlihat bahwa kombinasi dari tiga ciri memiliki generalisasi yang lebih baik dari dua kombinasi ciri. Berdasarkan hal tersebut untuk percobaan selanjutnya dilakukan dengan tiga kombinasi ciri sekaligus melakukan perbandingan antara metode analisa tekstur yang lain.
E. Warna, Tekstur (GLCM) dan Bentuk (WGB) Percobaan kelima dilakukan pada ciri warna, tekstur dengan metode GLCM dan bentuk. Kekonvergenan tercapai pada epoch ke-3000 dengan waktu pelatihan 20.849 detik dan waktu pengujian 0.033, seperti diperlihatkan pada Tabel 16.
Tabel 16 Pelatihan dan pengujian pada ciri warna, tekstur (GLCM) dan bentuk Pelatihan Hidden neuron 5
10
15
20
galat
epoch
Pengujian Waktu (dtk)
Dikenal
Generalisasi
Waktu
(%)
(dtk)
10
-3
1042
7.127
19/25
76
0.033
10
-4
908
5.926
21/25
84
0.033
10
-3
1021
7.234
21/25
84
0.034
10-4
2043
13.594
23/25
92
0.034
10
-3
3000
20.849
24/25
96
0.033
10
-4
1414
10.223
20/25
80
0.037
10
-3
3000
23.649
22/25
88
0.037
10
-4
3000
22.347
24/25
96
0.034
Generalisasi yang dihasilkan terhadap data testing sebesar 96% (24 citra dari 25 data citra dikenali). Disini terlihat secara keseluruhan toleransi galat 10-3 dan 10-4 mencapai tingkat generalisasi yang bervariasi dan hampir sama, perbedaan terdapat pencapaian generalisasi pada hidden neuron yang digunakan, dimana toleransi galat 10-3 menghasilkan generalisasi terbaik pada hidden neuron ke-15,
54
ke-15, sementara itu toleransi galat 10-4 menghasilkan generalisasi terbaik pada hidden neuron ke-20.
F. Warna, Tekstur (LBP8riu1) dan Bentuk (WLB) Percobaan keenam dilakukan pada ciri warna, tekstur dengan metode LBP8riu1 dan bentuk. Disini telihat bahwa jaringan telah lebih cepat konvergen dibandingkan kombinasi ciri yang lain namun generalisasi tertinggi yang dihasilkan adalah 68% pada hidden neuron ke-15 di toleransi galat 10-4, seperti diperlihatkan pada Tabel 17.
Tabel 17 Pelatihan dan pengujian pada ciri warna, tekstur (LBP8riu1) dan bentuk Pelatihan Hidden neuron 5
10
15
20
galat
Pengujian
epoch
Waktu (dtk)
Dikenal
Generalisasi
Waktu
(%)
(dtk)
10
-3
127
1.063
8/25
32
0.036
10
-4
25
0.149
5/25
20
0.035
10
-3
9
0.184
9/25
36
0.037
10
-4
25
0.253
5/25
20
0.033
10
-3
14
0.219
10/25
40
0.035
10-4
43
0.465
17/25
68
0.035
10
-3
8
0.193
9/25
36
0.035
10
-4
5
0.162
10/25
40
0.038
Dari semua hasil percobaan dengan kombinasi ciri yang diubah-ubah, terlihat bahwa setiap dilakukan pengulangan terhadap pelatihan, nilai yang selalu berubah adalah waktu. Hal ini disebabkan karena nilai inisialisasi bobot yang digunakan pada jaringan adalah nilai random sehingga diperlukan waktu komputasi yang berbeda pada setiap hidden neuron dan toleransi galat.
55
Hubungan antara hidden neuron terhadap konvergensi pada toleransi galat pelatihan ditunjukkan pada Gambar 26 dan Gambar 27. Dari grafik terlihat bahwa semakin besar hidden neuron maka epoch yang dihasilkan oleh masing-masing kombinasi ciri juga relatif semakin besar.
3500 3000
WT
Epoch
2500 2000
WB TB
1500
WTB
1000
WGB WLB
500 0 5
10
15
20
Hidden Neuron
Gambar 26 Grafik hidden neuron terhadap konvergensi pada toleransi galat 10-3. 3500 3000 WT WB TB WTB
Epoch
2500 2000 1500
WGB WLB
1000 500 0 5
10
15
20
Hidden Neuron
Gambar 27 Grafik hidden neuron terhadap konvergensi pada toleransi galat 10-4.
56
Hubungan antara hidden neuron terhadap generalisasi pada toleransi galat pelatihan ditunjukkan pada Gambar 28 dan Gambar 29. Dari grafik terlihat bahwa rata-rata nilai generalisasi terbaik yang dihasilkan diperoleh pada hidden neuron
Generalisasi (%)
ke-15. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
WT WB TB WTB WGB WLB 5
10
15
20
Hidden Neuron
Generalisasi (%)
Gambar 28 Grafik hidden neuron terhadap generalisasi pada toleransi galat 10-3. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
WT WB TB WTB WGB WLB 5
10
15
20
Hidden Neuron
Gambar 29 Grafik hidden neuron terhadap generalisasi pada toleransi galat 10-4.
57
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Dalam melakukan identifikasi citra karang maka ciri yang diekstraksi dari citra adalah warna, tekstur dan bentuk yang menjadi input bagi JST. 2. Tingkat pengenalan pada kombinasi ciri warna, tekstur (statistical moment) dan bentuk lebih baik dari kombinasi ciri lainnya, dimana tingkat identifikasi yang dihasilkan adalah 96% dengan waktu komputasi 10.94 detik. Pada kombinasi ciri warna, tekstur (GLCM) dan bentuk tingkat identifikasi yang dihasilkan adalah 96% dengan waktu komputasi 20.849 detik dan pada kombinasi ciri warna, tekstur (LBP8riu1) dan bentuk dihasilkan tingkat identifikasi yang lebih kecil yaitu 68% dengan waktu komputasi 0.465 detik. 3. Pada penelitian ini dari hasil perbandingan antara tiga metode analisa tekstur pada kombinasi ciri, tekstur dan bentuk memperlihatkan bahwa metode statistical moment memberikan hasil yang bagus. Indikasinya terlihat pada tingkat pengenalan yang dihasilkan pada semua hidden neuron memiliki nilai yang lebih homogen dibandingkan metode GLCM dan LBP8riu1. 4. Dalam mendeskripsikan bentuk obyek, penggunaan metode moment invariant memberi hasil yang bagus karena variabel-variabel yang dihasilkan oleh metode ini tidak terpengaruh terhadap rotasi, translasi dan skala citra.
6.2 Saran Saran yang dapat dipertimbangkan dan ditindaklanjuti, yaitu: 1. Identifikasi citra karang dapat dilanjutkan pada tingkat spesies. 2. Melakukan perbandingan metode deskripsi bentuk antara moment invarian dengan zernike moment features. 3. Penelitian ini dapat dikatakan sebagai langkah awal yang paling hilir pada obyek citra karang. Penelitian masih dapat dilanjutkan dengan
58
melakukan identifikasi karang (karang hidup) dari citra hamparan karang dengan terlebih dahulu melakukan segmentasi terhadap obyek citra berdasarkan metode dari hasil penelitan sebelumnya yang dapat membedakan antara karang hidup, karang mati, alga, pasir dan obyek lainnya.
59
DAFTAR PUSTAKA Bradbury RH, Green DG and Reicheltl RE. 1986. Qualitative Patterns And Processes In Marine Ecology: A Conceptual Programme. Marine Ecology Progress Series Vol. 29: 299-304, 1986. Balza A, Kartika F. 2005. Teknik Pengolahan Citra Digital Menggunakan Delphi. Ardi Publishing, Yogyakarta. Blaschko MB et al. 2005. Automatic In Situ Identification of Plankton. wacv-motion, pp. 79-86, Seventh IEEE Workshops on Application of Computer Vision (WACV/MOTION'05) - Volume 1. Chandraratne MR., Samarasinghe S, Kulasiri D, Frampton C and Bickerstaffe R. 2003. Determination Of Lamb Grades Using Texture Analysis And Neural Networks. Proceedings of the 3rd IASTED International Conference Visualization, Imaging And Image Processing September 8-10, 2003, Benalmadena, Spain Donnelly R and Mous J.P. 2002. Report on a rapid ecological assessment of the Raja Ampat Islands, Papua, Eastern Indonesia held October 30 – November 22, 2002. Terjemahan dari Universitas Negeri Papua. Duda R, Hart P and Stork D. 2001. Pattern Classification, Second Edition. John Wiley and Sons Inc., Canada. Fausett L. 1994. Fundamentals of Neural Networks (Architectures, Algorithms, and Applications). Prentice-Hall, New Jersey. Freire FFM. 2001. The Application of Geographic Information System to the Coral Reef Southern Okinawa. Asian Conference on Remote Sensing, Singapore. Gonzalez RC, Wood RE. 2002. Digital Image Processing, Second Edition. Prentice Hall, Inc., New Jersey. Hoekstra A. 1998. Generalisation in Feed Forward Neural Classifiers. [dissertations] Netherlands: Delft Universiteit, Netherlands. Jang JSR, Sun CT, Mizutani E. 1997. Neuro Fuzzy and Soft Computing, A Computational Approach to Learning and Machine Intelligence, International Edition, Prentice-Hall International Inc. Khotanzad A, Lu JH. 1990. Classification of invariant image representations using a neural network. IEEE Transactions on Volume 38, Issue 6, June. Kusumadewi S, Hartati S. 2006. Neuro-Fuzzy: Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Saraf. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.
60
Marcos MSAC, Soriano MN, Saloma CA. 2005. Classification Of Coral Reef Images From Underwater Video Using Neural Networks. Optical Society of America. Mathworks, Inc. 2004. Sample Training Session : Matlab Documentation Version 7.0.1.24704 Release 14. Mercimek M, Gulez K and Mumcu TV. 2005. Real Object Recognition Using Moment Invariants. Sadhana Vol. 30, Part 6, December. Munir R. 2004. Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik. Bandung : Informatika. Nixon MS, Aguado AS. 2002. Feature Extraction and Image Processing. British Library Cataloguing in Publication Data. England. Ojala T, Pietikäinen M, Mäenpää T. 2002. Multiresolution Gray-Scale and Rotation Invariant Texture Classification with Local Binary Patterns. IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, Vol. 24, No. 7, July. Pitas I. 1993. Digital Image Processing Algorithms. Prentice Hall, London. Rickard HE. 1999. Feature Selection For Self-Organizing Feature Map Neural Networks With Applications in Medical Image Segmentation. [thesis] Louisville: University of Louisville. Sebe N, Lew MS. 2000. Robust Computer Vision : Theory and Applications. Leiden : Leiden Institute of Advance Computer Science. Soriano M, Marcos S, Saloma C, Quibilan M, Alino P. 2001. Image Classification of Coral Reef Components from Underwater Color Video. OCEANS, 2001. MTS/IEEE Conference and Exhibition Volume 2, Issue, 2001 Page(s):1008 - 1013 vol.2. Suharsono. 1996. Jenis-Jenis Karang Yang Umum Dijumpai di Indonesia. PUSLIT Oseanologi Proyek Penelitian dan Pengembangan Daerah Pantai, Jakarta. Suharsono. 2005. Jenis-Jenis Karang di Indonesia. PUSLIT Oseanografi LIPI Press, Jakarta. Tuceryan M and Jain AK. 1998. Texture Analysis. The Handbook of Pattern Recognition and Computer Vision (2nd Edition) by C.H. Chen, L.F. Pau, P.S.P. Wang (eds), pp. 207-248, World Scientific Publishing Co. Veron JEN. 1986. Coral of Australia and Indo-Pacific. Angus and Robertson Publisher, Australia.
61
LAMPIRAN
62
Lampiran 1 Gambar tampilan aplikasi identifikasi citra karang
63
Lampiran 2 Tabel hasil ektraksi ciri warna untuk data training No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R 105.02 104.95 105 105.03 107.71 85.659 85.688 85.655 85.676 84.15
G 86.489 86.513 86.495 86.456 89.655 79.578 79.567 79.585 79.556 78.616
Genus Madracis B H 98.422 0.66335 98.396 0.66195 98.456 0.66117 98.423 0.66299 100.58 0.63817 80.203 0.51982 80.18 0.50999 80.251 0.50922 80.284 0.51258 79.123 0.49654
S 0.2417 0.24273 0.24246 0.24391 0.23424 0.10164 0.10174 0.10184 0.10205 0.098394
V 0.43028 0.43012 0.43017 0.43049 0.44016 0.34227 0.34233 0.34247 0.34253 0.3367
R 153.95 153.96 153.96 153.93 153.95 137.35 137.32 137.35 137.31 137.35
G 167.87 167.87 167.84 167.9 167.87 125.45 125.45 125.46 125.44 125.45
Genus Palauastrea B H 179.46 0.54997 179.44 0.55088 179.48 0.5514 179.37 0.55101 179.46 0.54997 127.95 0.47735 127.94 0.47605 127.96 0.47715 127.99 0.48326 127.95 0.47735
S 0.15892 0.15876 0.15871 0.15865 0.15892 0.18704 0.18607 0.18617 0.18614 0.18704
V 0.71015 0.71008 0.71011 0.70988 0.71015 0.55904 0.55884 0.55893 0.5588 0.55904
R 82.529 111.83 149.14 123.18 118.39 118.57 95.372 134.8 123.44
G 61.233 92.318 121.99 96.607 103.35 106.63 98.018 124.31 127.75
Genus Pocillopora B H 84.904 0.75297 94.223 0.55074 118.5 0.33292 98.999 0.55368 89.163 0.24918 100.61 0.30091 79.167 0.30629 108.73 0.2771 115.06 0.29979
S 0.31746 0.24281 0.2281 0.25145 0.28433 0.2583 0.2538 0.22098 0.14909
V 0.34843 0.44319 0.58492 0.48807 0.46701 0.48721 0.39971 0.53711 0.51245
82.538
61.228
0.32041
0.34879
84.939
0.74938
64
Lampiran 2 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R 85.354 104.43 107 131.05 108.33 147.63 147.26 127.03 153.18 135.1
G 71.803 92.186 73.639 88.027 92.826 138.02 123.91 94.944 160.67 139.91
Genus Seriatopora B H 72.185 0.57922 81.343 0.34755 81.603 0.65492 89.589 0.48825 82.994 0.34239 118.77 0.17475 123.65 0.49575 100.27 0.54658 131.39 0.24318 124.21 0.30128
S 0.23266 0.26123 0.35454 0.50606 0.27901 0.23115 0.23296 0.38872 0.20177 0.1675
V 0.33902 0.41069 0.4236 0.52061 0.42665 0.59341 0.58197 0.51031 0.64081 0.56525
R 97.305 105.12 118.48 118.9 126.13 121.31 167.71 167.65 118.89 144.46
G 91.356 72.536 103.45 123.97 116.58 71.617 144.14 144.16 123.95 151.86
Genus Stylophora B H 72.615 0.33095 85.169 0.79754 107.39 0.64949 121.16 0.42357 91.927 0.27287 80.135 0.70996 123.38 0.20278 123.38 0.19841 121.18 0.42899 173.33 0.62461
S 0.23709 0.31596 0.21008 0.17963 0.26845 0.40847 0.27689 0.27662 0.18033 0.19152
V 0.39004 0.42516 0.48178 0.51905 0.49887 0.47577 0.6581 0.65794 0.51907 0.67971
65
Lampiran 3 Tabel hasil ektraksi ciri teksur (statistical moment) untuk data training No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mean 93.397 93.389 93.398 93.378 96.306 81.472 81.471 81.482 81.469 80.328
Std Dev 50.981 50.933 50.888 50.908 49.333 28.225 28.233 28.245 28.246 27.294
Genus Madracis Smo TM 0.038434 1.2986 0.038364 1.2935 0.038299 1.2883 0.038328 1.2907 0.036077 1.102 0.012103 0.59845 0.01211 0.5988 0.01212 0.59903 0.012121 0.59887 0.011327 0.54584
Uni 0.005926 0.0059191 0.0059236 0.0059193 0.0061559 0.015736 0.015706 0.015711 0.015687 0.015863
Ent 7.5699 7.5729 7.5717 7.5723 7.5428 6.4514 6.4523 6.4533 6.4542 6.4215
Mean 165.03 165.03 165.02 165.03 165.03 129.3 129.29 129.3 129.28 129.3
Std Dev 48.673 48.687 48.698 48.689 48.673 56.999 56.999 56.978 57.003 56.999
Genus Palauastrea Smo TM 0.035153 -0.35264 0.035172 -0.35132 0.035187 -0.35389 0.035175 -0.35411 0.035153 -0.35264 0.047586 -0.20412 0.047586 -0.20155 0.047552 -0.2041 0.047592 -0.20532 0.047586 -0.20412
Uni 0.0061793 0.006171 0.0061787 0.0061844 0.0061793 0.0051936 0.005201 0.0051948 0.0051896 0.0051936
Ent 7.4765 7.4766 7.4779 7.4768 7.4765 7.7083 7.7079 7.7082 7.7094 7.7083
Mean 70.3 98.37 129.71 104.83 106.23 109.51 95.078 125.67 125.01 70.304
Std Dev 44.672 59.317 51.62 59.187 77.188 63.207 47.338 63.056 48.735 44.482
Genus Pocillopora Smo TM 0.029775 1.0155 0.051332 0.85546 0.039366 0.17078 0.05112 0.24495 0.083935 1.8896 0.057883 0.022805 0.033314 0.48993 0.057623 0.25181 0.035239 0.88946 0.029531 0.99543
Uni 0.0082039 0.0053132 0.0057599 0.005359 0.0061283 0.0053182 0.0059329 0.0044009 0.0062435 0.0080813
Ent 7.2365 7.6891 7.5162 7.6554 7.7484 7.7173 7.5343 7.8686 7.5004 7.2416
66
Lampiran 3 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mean 75.9 94.609 84.522 101.08 96.346 138.7 130.87 105.15 155.09 136.68
Std Dev 35.024 67.003 52.595 69.083 65.758 51.046 63.892 77.658 44.932 41
Genus Seriatopora Smo TM 0.018516 0.62665 0.064582 1.9314 0.040805 0.42537 0.068377 2.5255 0.062354 1.2285 0.038529 0.22792 0.05907 -0.31072 0.084875 3.1828 0.030113 -0.49516 0.0252 -0.24404
Uni 0.010483 0.0070918 0.0061618 0.0046922 0.0061263 0.0055679 0.004607 0.0049169 0.006291 0.0070448
Ent 6.8781 7.5768 7.4817 7.8562 7.6633 7.5602 7.8176 7.8469 7.4347 7.3348
Mean 90.975 83.714 108.39 122.14 116.63 87.459 148.82 148.82 122.12 152.11
Std Dev 70.421 50.863 52.514 54.724 48.875 36.692 60.97 60.937 54.606 69.409
Genus Stylophora Smo TM 0.070861 2.2726 0.038263 1.1685 0.040684 -0.035798 0.044027 0.62834 0.035434 0.76689 0.020284 0.95064 0.054077 -0.43194 0.054021 -0.42789 0.043847 0.6224 0.068979 0.40465
Uni 0.012161 0.0064374 0.0056452 0.0053657 0.0064715 0.0093602 0.0050126 0.004994 0.0053729 0.084749
Ent 7.3852 7.4595 7.5847 7.6414 7.4356 6.9873 7.7039 7.7072 7.6398 6.1682
67
Lampiran 4 Tabel hasil ektraksi ciri teksur (GLCM) untuk data training No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Level 0.40392 0.40392 0.40392 0.40392 0.40392 0.4 0.40392 0.4 0.4 0.39216
Std Dev 50.981 50.933 50.888 50.908 49.333 28.225 28.233 28.245 28.246 27.294
Genus Madracis Con Hom 0.39304 0.111 0.4244 0.1067 0.37659 0.11312 0.41957 0.10741 0.37615 0.11959 0.14425 0.42109 0.15175 0.41817 0.14502 0.42088 0.15223 0.41518 0.14412 0.41702
En 0.84091 0.83154 0.84519 0.83297 0.84687 0.9305 0.92713 0.93008 0.92637 0.93008
Ent 7.5699 7.5729 7.5717 7.5723 7.5428 6.4514 6.4523 6.4533 6.4542 6.4215
Level 0.63137 0.63137 0.63137 0.63137 0.63137 0.53333 0.53333 0.52941 0.53333 0.53333
Std Dev 48.674 48.687 48.698 48.69 48.674 56.999 56.999 56.978 57.003 56.999
Genus Palauastrea Con Hom 0.25971 0.11675 0.22532 0.12289 0.26131 0.11637 0.22444 0.12297 0.25971 0.11675 0.43106 0.096836 0.49741 0.092191 0.43384 0.096499 0.49612 0.091974 0.43106 0.096836
En 0.87926 0.89172 0.87891 0.89193 0.87926 0.83849 0.8255 0.83741 0.82545 0.83849
Ent 7.4765 7.4766 7.4779 7.4768 7.4765 7.7083 7.7079 7.7082 7.7094 7.7083
Level 0.31373 0.38824 0.50588 0.40784 0.43529 0.40392 0.38431 0.50588 0.52549 0.31373
Std Dev 44.672 59.317 51.621 59.188 77.188 63.207 47.338 63.057 48.735 44.483
Genus Pocillopora Con Hom 0.6705 0.12916 0.55626 0.077332 0.38784 0.10816 0.49834 0.080772 1.6323 0.047588 1.0024 0.069053 0.76772 0.082039 1.4233 0.045815 1.2977 0.073612 0.72446 0.12349
En 0.77401 0.78571 0.83357 0.80348 0.67016 0.74013 0.75029 0.68124 0.68103 0.76434
Ent 7.2365 7.6891 7.5162 7.6554 7.7484 7.7173 7.5343 7.8686 7.5004 7.2416
68
Lampiran 4 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Level 0.33725 0.4 0.33333 0.4549 0.38824 0.5451 0.48627 0.46667 0.58039 0.49804
Std Dev 35.025 67.004 52.595 69.084 65.759 51.047 63.893 77.66 44.932 41
Genus Seriatopora Con Hom 0.27061 0.19422 0.45261 0.095945 0.42832 0.095754 0.56158 0.081831 0.71508 0.069116 0.29885 0.12143 0.39541 0.090125 0.9791 0.069317 0.34033 0.129 0.3949 0.12766
En 0.8833 0.83364 0.83766 0.81443 0.77975 0.87754 0.85221 0.76124 0.8636 0.83257
Ent 6.8781 7.5768 7.4817 7.8562 7.6633 7.5602 7.8176 7.8469 7.4347 7.3348
Level 0.39216 0.36078 0.4 0.4902 0.47059 0.38824 0.55294 0.55294 0.4902 0.64706
Std Dev 70.422 50.863 52.514 54.724 48.875 36.692 60.971 60.938 54.607 69.41
Genus Stylophora Con Hom 0.59148 0.080134 0.29802 0.13595 0.43611 0.1052 0.52833 0.081613 0.24678 0.12669 0.2287 0.19025 0.34951 0.095261 0.33371 0.09624 0.57978 0.079427 0.44532 0.1324
En 0.81037 0.87395 0.83638 0.80141 0.88548 0.89018 0.86171 0.86339 0.79217 0.83409
Ent 7.3852 7.4595 7.5847 7.6414 7.4356 6.9873 7.7039 7.7072 7.6398 6.1682
69
Lampiran 5 Tabel hasil ektraksi ciri teksur (LBP8riu1) untuk data training
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
L1 3694 3454 3393 3474 3487 3005 3013 3063 2986 2955
L2 4736 4822 4700 4759 4649 4890 4831 4833 4968 4759
L3 4990 4953 5036 5083 4917 4758 4732 4713 4683 4661
Genus Madracis L4 L5 L6 8467 10780 8339 8749 10934 8475 8893 10920 8708 8814 10750 8583 8632 10784 8795 8826 10516 8674 8914 10494 8583 8781 10646 8483 8816 10469 8732 8836 10764 8764
L7 5532 5561 5631 5518 5629 6051 6263 6136 6126 6044
L8 5180 5121 5089 5078 5068 5194 5228 5309 5136 5106
L9 5218 5080 4866 5007 5174 5283 5200 5195 5286 5297
L10 8028 7815 7728 7898 7829 7767 7706 7805 7762 7778
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
L1 4166 4223 4211 4167 4166 5101 5068 5069 5032 5101
L2 5478 5547 5649 5593 5478 4944 5031 5085 5087 4944
L3 4063 3990 4097 4024 4063 3533 3506 3491 3555 3533
Genus Palauastrea L4 L5 L6 7410 8642 9892 7576 8602 9691 7494 8594 9862 7438 8650 9852 7410 8642 9892 6532 10768 11054 6591 10463 11163 6475 10467 11309 6546 10529 11051 6532 10768 11054
L7 6661 6646 6708 6748 6661 5965 6025 5844 6030 5965
L8 6460 6603 6535 6478 6460 6161 6085 6077 6122 6161
L9 8062 7897 7749 7933 8062 6838 6911 7052 6921 6838
L10 9580 9639 9515 9531 9580 9518 9571 9545 9541 9518
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
L1 6031 2922 3803 3573 4880 7249 5960 7087 6833 5818
L2 6497 3717 4984 4299 5283 6477 6719 6927 6985 6518
L3 4599 5200 5249 5084 5168 3469 6774 6420 6459 4701
Genus Pocillopora L4 L5 L6 5539 6023 5336 11442 12591 7728 8786 10039 7457 9677 10738 7806 8506 6842 5474 4922 5602 4838 10514 9933 8078 8785 8264 7337 7755 5776 4760 5744 6085 5631
L7 4511 5215 5318 5565 4465 4071 6520 6077 4816 4769
L8 6514 4774 5349 5044 6340 7029 7770 7827 8119 6512
L9 7828 4633 5397 5622 7688 8364 7461 7883 8376 7389
L10 12086 6742 8582 7556 10318 12943 12221 13555 13727 11797
70
Lampiran 5 Lanjutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
L1 2772 1856 2964 1611 3086 2132 1900 1937 4129 3783
L2 3962 2535 3830 2382 3665 2697 2685 2527 5158 4794
L3 4056 2602 4064 2544 3595 2649 3069 2023 4549 4517
Genus Seriatopora L4 L5 L6 7929 10602 6866 5681 9354 5630 8231 12888 7885 7027 12896 7190 6854 9508 5878 5294 7727 5129 7205 11679 7056 4735 8913 4554 8025 10540 7918 8541 12742 8189
L7 4566 2892 4701 3269 3764 3121 3685 2461 5392 5067
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
L1 3586 1657 3649 5390 3452 4573 4149 4030 4984 5917
L2 4439 2376 4658 6250 4948 6318 5624 5669 6101 5882
L3 3809 2809 4574 5522 4560 4790 4370 4592 5477 2818
Genus Stylophora L4 L5 L6 6204 7735 6578 6192 9510 6039 8666 12980 7973 7811 9443 7331 8520 11627 8463 6913 7596 6755 7789 9931 7596 7676 9792 7686 8330 10034 7813 3146 4116 3698
L7 4461 3479 5016 5762 5467 5800 5356 5582 5795 3576
L8 4420 2749 4148 2574 3999 2954 2958 2667 5390 4988
L8 4752 2781 5008 6440 5108 6341 5788 5687 6225 5934
L9 4390 3115 4230 2401 4382 2868 2625 2507 5110 4538
L10 6733 4258 6579 3738 6605 4613 4258 3910 8753 7805
L9 7959 2722 4712 6276 4940 5999 5348 5237 5873 24715
L10 7517 3851 7728 10699 7879 9879 9013 9013 10292 11122
71
Lampiran 6 Tabel hasil ektraksi ciri bentuk untuk data training No.
ϕ1
ϕ2
1
0.0019656
5.993e-007
2
0.001966
5.9965e-007
3
0.0019656
5.9946e-007
4
0.0019659
5.9948e-007
5
0.0018766
5.3048e-007
6
0.0022411
6.406e-007
7
0.0022411
6.4073e-007
8
0.0022406
6.4035e-007
9
0.0022412
6.4082e-007
10
0.0022903
6.3905e-007
No.
ϕ1
ϕ5
ϕ6
1.6085e-010
1.9293e-020
1.1967e-013
1.539e-020
1.6142e-010
1.938e-020
1.2011e-013
1.5459e-020
1.6092e-010
1.933e-020
1.1975e-013
1.5384e-020
1.6118e-010
1.937e-020
1.1995e-013
1.5415e-020
1.4423e-010
2.1159e-020
1.0035e-013
1.0527e-020
4.1965e-011
4.6496e-022
3.2558e-014
1.2997e-021
4.2081e-011
4.7546e-022
3.2673e-014
1.3109e-021
4.2036e-011
4.6469e-022
3.2614e-014
1.3093e-021
4.2207e-011
4.6752e-022
3.2752e-014
1.317e-021
6.1427e-011
2.3014e-022
4.8415e-014
1.989e-021
Genus Palauastrea
ϕ7
ϕ2
ϕ3
ϕ4
ϕ5
ϕ6
1.7334e011 1.733e-011
9.1859e-012
5.0498e-023
2.4744e-015
1.0434e-022
9.1941e-012
5.0553e-023
2.4749e-015
1.0446e-022
9.2243e-012
5.1073e-023
2.4879e-015
1.0508e-022
9.2008e-012
5.0678e-023
2.4806e-015
1.0453e-022
9.1859e-012
5.0498e-023
2.4744e-015
1.0434e-022
8.9214e-012
-5.529e-026
-1.7088e-023
8.9182e-012
8.9104e-012
-2.7019e026 -5.6284e026 2.7568e-025
-4.2805e015 -4.2737e015 -4.278e-015
8.9214e-012
-5.529e-026
1 2 3
0.0010517
1.6431e-007
0.0010517
1.6431e-007
4
0.0010516
1.6427e-007
5
0.0010517
1.6426e-007
6
0.0013313
2.5696e-007
7
0.0013313
2.5702e-007
8
0.0013314
2.5707e-007
9
0.0013315
2.5701e-007
10
0.0013313
2.5696e-007
ϕ1
1.4635e010 1.4611e010 1.4647e010 1.4634e010 1.8614e010 2.5784e011 2.6095e011 2.5986e011 2.5975e011 1.7297e011
ϕ4
1.6426e-007
0.0010517
No.
Genus Madracis
ϕ3
ϕ2
1
0.0023606
4.7692e-007
2
0.0016323
1.9145e-007
3
0.0013304
1.5887e-007
4
0.0015536
2.5115e-007
5
0.001565
2.6395e-007
1.7391e011 1.7327e011 1.7334e011 4.1125e013 4.1558e013 4.087e-013 4.0798e013 4.1125e013
8.9186e-012
Genus Pocillopora
ϕ3
1.5579e010 1.4248e010 1.6419e011 1.1875e010 8.4576e-
-4.2776e015 -4.2805e015
ϕ7
-1.7169e-023 -1.7027e-023 -1.6987e-023 -1.7088e-023
ϕ4
ϕ5
ϕ6
1.2953e-010
3.8936e-021
7.9298e-014
1.7983e-020
7.0066e-012
-1.6369e022 6.4084e-023
4.8387e-016
-1.4904e-022
2.8756e-015
-9.4352e-023
-1.3276e023 -2.5952e-
-1.2527e019 1.3729e-015
-7.3904e-024
9.2534e-012 1.2481e-012 2.6428e-011
ϕ7
-2.9794e-022
72
6
0.0014393
2.4709e-007
7
0.001734
3.5075e-008
8
0.0012487
1.4967e-008
9
0.0012514
5.2492e-008
10
0.0023604
4.7694e-007
012 1.1737e010 3.0559e011 7.741e-012 1.1008e011 1.5554e010
3.9893e-011 3.893e-011 6.1188e-012 5.5483e-014 1.2958e-010
022 2.2812e-021 -1.3362e021 -4.1808e023 -1.2389e026 3.8575e-021
1.1832e-014
-1.4994e-021
-3.7584e015 -2.1759e016 1.6521e-019
-1.3271e-022
-4.1553e-026
7.9282e-014
1.7988e-020
-5.0379e-024
73
Lampiran 6 Lanjutan No.
ϕ1
ϕ2
1
0.0020624
2.8589e-008
2
0.0018607
5.1748e-007
3
0.0018187
4.7729e-008
4
0.0016255
3.4266e-007
5
0.001476
5.2146e-008
6
0.0013017
2.7526e-007
7
0.0011969
1.0462e-007
8
0.0014176
1.1456e-007
9
0.0010712
8.7445e-008
10
0.0011871
1.0199e-007
1.0122e010 4.6344e011 1.2021e010 1.1367e010 1.9021e011 9.1588e012 2.5675e013 1.5058e010 1.6528e013 1.0224e011
ϕ4
ϕ5
ϕ6
1.6746e-011
1.6987e-022
2.8312e-015
-6.682e-022
4.0479e-011
-1.2969e021 -2.3975e021 -2.8342e022 4.084e-023
9.399e-015
-1.1797e-021
7.795e-015
-1.5568e-021
-9.7238e015 -1.2249e015 -4.354e-016
-6.7105e-022
-4.5899e-025
6.7229e-016
1.4305e-024 -1.03e-020 9.6392e-027 -5.5373e-024
4.0812e-011 1.6713e-011 5.4887e-012 9.843e-013
8.9229e-011
-2.9195e024 -5.1174e025 9.4031e-022
8.269e-014
7.3336e-028
-5.8009e016 1.9715e-017
4.6931e-012
3.2034e-023
1.4851e-015
2.0793e-012
Genus Stylophora
ϕ2
ϕ3
1
0.0017051
2.8052e-008
2
0.0018451
3.8303e-007
3
0.0016154
2.5064e-007
4
0.0014428
1.3648e-007
5
0.0013545
1.485e-007
6
0.0018935
2.5572e-007
7
0.0010265
1.2196e-007
8
0.0010265
1.2193e-007
1.9635e010 3.0814e010 3.4253e011 1.5963e011 1.4549e011 8.1011e011 5.3726e012 5.386e-012
9
0.0014431
1.3651e-007
10
0.0013381
6.036e-008
No.
ϕ1
Genus Seriatopora
ϕ3
1.5983e011 1.767e-012
ϕ4
ϕ7
-3.8436e-023
ϕ5
ϕ6
ϕ7
1.23e-010
1.2786e-020
9.7913e-015
-1.4209e-020
2.1149e-010
5.3806e-020
1.3034e-013
4.4671e-021
4.7272e-011
3.7427e-023
8.9857e-015
-1.9018e-021
1.4342e-011
-2.1632e022 -6.0356e023 -7.3629e022 -2.602e-024
-2.1113e015 -1.7393e015 2.207e-015
-1.725e-023 -4.2367e-023
1.9482e-016
4.4954e-024
1.9637e-016
4.5201e-024
-2.1122e015 5.7403e-016
-1.7576e-023
7.2032e-012 3.2897e-011 1.7124e-012 1.7144e-012 1.435e-011 4.449e-012
-2.5897e024 -2.1662e022 -1.2469e023
1.5304e-021
-3.6272e-025
74
Lampiran 7 Tabel hasil ektraksi ciri warna untuk data testing
1 2 3 4 5
R 86.59 105.03 85.655 85.688 105.02
G 80.21 86.456 79.585 79.567 86.489
Genus Madracis B H 81.153 0.53244 98.423 0.66299 80.251 0.50922 80.18 0.50999 98.422 0.66335
S 0.10547 0.24391 0.10184 0.10174 0.2417
V 0.34655 0.43049 0.34247 0.34233 0.43028
1 2 3 4 5
R 153.96 137.31 153.93 137.32 137.35
G 167.87 125.44 167.9 125.45 125.46
Genus Palauastrea B H 179.44 0.55088 127.99 0.48326 179.37 0.55101 127.94 0.47605 127.96 0.47715
S 0.15876 0.18614 0.15865 0.18607 0.18617
V 0.71008 0.5588 0.70988 0.55884 0.55893
1 2 3 4 5
R 82.504 150.23 111 134.73 118.21
G 61.291 125.21 98.119 124.31 103.32
Genus Pocillopora B H 84.802 0.74736 108.66 0.14467 90.253 0.37021 108.77 0.27687 89.204 0.25133
S 0.3192 0.27657 0.24823 0.2237 0.28805
V 0.34839 0.58943 0.44318 0.5372 0.46641
1 2 3 4 5
R 85.707 104.45 107.05 108.3 127.01
G 71.545 92.128 73.607 92.851 94.681
Genus Seriatopora B H 72.545 0.59896 81.353 0.34024 81.57 0.65093 82.972 0.33041 100.54 0.56439
S 0.2365 0.26682 0.35853 0.28338 0.38734
V 0.34022 0.41097 0.42385 0.42661 0.50957
1 2 3 4 5
R 97.299 105.24 118.89 167.67 144.46
G 91.349 72.381 123.95 144.12 151.86
Genus Stylophora B H 72.592 0.33009 85.372 0.79529 121.18 0.42899 123.35 0.20413 173.33 0.62461
S 0.24427 0.31972 0.18033 0.27747 0.19152
V 0.39036 0.42532 0.51907 0.65795 0.67971
No.
No.
No.
No.
No.
75
Lampiran 8 Tabel hasil ektraksi ciri teksur (statistical moment) untuk data testing
1 2 3 4 5
Mean 82.227 93.378 81.482 81.471 93.397
Std Dev 28.407 50.908 28.245 28.233 50.981
Genus Madracis Smo TM 0.012258 0.59489 0.038328 1.2907 0.01212 0.59903 0.01211 0.5988 0.038434 1.2986
Uni 0.015289 0.0059193 0.015711 0.015706 0.005926
Ent 6.4807 7.5723 6.4533 6.4523 7.5699
1 2 3 4 5
Mean 165.03 129.28 165.03 129.29 129.3
Std Dev 48.687 57.003 48.689 56.999 56.978
Genus Palauastrea Smo TM 0.035172 -0.35132 0.047592 -0.20532 0.035175 -0.35411 0.047586 -0.20155 0.047552 -0.2041
Uni 0.006171 0.0051896 0.0061844 0.005201 0.0051948
Ent 7.4766 7.7094 7.4768 7.7079 7.7082
1 2 3 4 5
Mean 70.316 130.81 101.08 125.66 106.16
Std Dev 44.523 46.248 68.442 62.874 76.928
Genus Pocillopora Smo TM 0.029583 0.99849 0.031845 -0.36143 0.067197 0.85096 0.05731 0.22462 0.083419 1.8108
Uni 0.0080902 0.0062791 0.0065696 0.0044001 0.0059005
Ent 7.241 7.4095 7.6139 7.8715 7.7628
1 2 3 4 5
Mean 75.898 94.585 84.518 96.349 105.02
Std Dev 34.994 66.964 52.56 65.644 77.358
Genus Seriatopora Smo TM 0.018485 0.62437 0.064512 1.9228 0.040753 0.42406 0.062149 1.2214 0.084274 3.098
Uni 0.010402 0.006868 0.0061099 0.0059351 0.004898
Ent 6.8845 7.595 7.4883 7.6809 7.8512
1 2 3 4 5
Mean 90.967 83.682 122.12 148.8 152.11
Std Dev 70.378 50.853 54.606 60.896 69.409
Genus Stylophora Smo TM 0.070781 2.2636 0.038249 1.1678 0.043847 0.6224 0.053953 -0.43502 0.068979 0.40465
Uni 0.011056 0.0063773 0.0053729 0.0050048 0.084749
Ent 7.4166 7.4705 7.6398 7.7048 6.1682
No.
No.
No.
No.
No.
76
Lampiran 9 Tabel hasil ektraksi ciri teksur (GLCM) untuk data testing
1 2 3 4 5
Level 0.40392 0.40392 0.4 0.40392 0.40392
Std Dev 28.407 50.908 28.245 28.233 50.981
Genus Madracis Con Hom 0.14557 0.41237 0.41957 0.10741 0.14502 0.42088 0.15175 0.41817 0.39304 0.111
En 0.92948 0.83297 0.93008 0.92713 0.84091
Ent 6.4807 7.5723 6.4533 6.4523 7.5699
1 2 3 4 5
Level 0.63137 0.53333 0.63137 0.53333 0.52941
Std Dev 48.687 57.003 48.69 56.999 56.978
Genus Palauastrea Con Hom 0.22532 0.12289 0.49612 0.091974 0.22444 0.12297 0.49741 0.092191 0.43384 0.096499
En 0.89172 0.82545 0.89193 0.8255 0.83741
Ent 7.4766 7.7094 7.4768 7.7079 7.7082
1 2 3 4 5
Level 0.3098 0.48627 0.39608 0.50196 0.43137
Std Dev 44.523 46.248 68.442 62.874 76.929
Genus Pocillopora Con Hom 0.63973 0.12888 0.35024 0.11316 0.71387 0.073394 1.5696 0.043832 1.5725 0.047329
En 0.77928 0.84251 0.77283 0.67013 0.6687
Ent 7.241 7.4095 7.6139 7.8715 7.7628
1 2 3 4 5
Level 0.33725 0.4 0.33333 0.38824 0.46275
Std Dev 34.995 66.965 52.56 65.644 77.359
Genus Seriatopora Con Hom 0.25015 0.19764 0.46497 0.09431 0.40954 0.095667 0.69146 0.069298 0.72259 0.074341
En 0.88857 0.83048 0.83801 0.78069 0.79241
Ent 6.8845 7.595 7.4883 7.6809 7.8512
1 2 3 4 5
Level 0.39216 0.36078 0.4902 0.55294 0.64706
Std Dev 70.379 50.854 54.607 60.897 69.41
Genus Stylophora Con Hom 0.5886 0.079918 0.26433 0.13967 0.57978 0.079427 0.32575 0.098111 0.44532 0.1324
En 0.80842 0.88131 0.79217 0.86788 0.83409
Ent 7.4166 7.4705 7.6398 7.7048 6.1682
No.
No.
No.
No.
No.
77
Lampiran 10 Tabel hasil ektraksi ciri tekstur (LBP8riu1) untuk data testing
1 2 3 4 5
L1 3017 3474 3063 3013 3694
L2 4789 4759 4833 4831 4736
L3 4850 5083 4713 4732 4990
Genus Madracis L4 L5 L6 9108 10601 8569 8814 10750 8583 8781 10646 8483 8914 10494 8583 8467 10780 8339
L7 6042 5518 6136 6263 5532
L8 5171 5078 5309 5228 5180
L9 5147 5007 5195 5200 5218
L10 7670 7898 7805 7706 8028
1 2 3 4 5
L1 4223 5032 4167 5068 5069
L2 5547 5087 5593 5031 5085
L3 3990 3555 4024 3506 3491
Genus Palauastrea L4 L5 L6 7576 8602 9691 6546 10529 11051 7438 8650 9852 6591 10463 11163 6475 10467 11309
L7 6646 6030 6748 6025 5844
L8 6603 6122 6478 6085 6077
L9 7897 6921 7933 6911 7052
L10 9639 9541 9531 9571 9545
1 2 3 4 5
L1 5683 3581 4989 6901 4802
L2 6446 4766 5452 6985 5345
L3 4754 5120 4397 6438 5179
Genus Pocillopora L4 L5 L6 5823 6241 5663 9662 10215 7635 7019 7554 6715 9067 8294 7546 8619 6999 5525
L7 4808 5786 5045 6140 4528
L8 6610 5266 5921 7707 6231
L9 7291 4897 7722 7809 7535
L10 11645 8036 10150 13275 10201
1 2 3 4 5
L1 2647 1731 2817 2945 1948
L2 4047 2557 3981 3646 2500
L3 3944 2579 4093 3565 2003
Genus Seriatopora L4 L5 L6 8186 10761 7153 5809 9498 5734 8393 12892 7981 7025 9768 6247 4789 8905 4546
L7 4691 3035 4721 3820 2501
L8 4358 2722 4175 3976 2627
L9 4181 2868 4107 4141 2484
L10 6328 4139 6360 6203 3931
1 2 3 4 5
L1 3519 1636 4984 3917 5917
L2 4408 2448 6101 5484 5882
L3 3899 2791 5477 4518 2818
Genus Stylophora L4 L5 L6 6392 7764 6728 6232 9579 6020 8330 10034 7813 7914 10285 7868 3146 4116 3698
L7 4588 3466 5795 5437 3576
L9 7285 2641 5873 5201 24715
L10 7615 3843 10292 8710 11122
L8 4842 2760 6225 5630 5934
78
Lampiran 11 Tabel hasil ektraksi ciri bentuk untuk data testing No.
ϕ1
ϕ2
1
0.0022484
7.2423e-007
2
0.0019659
5.9948e-007
3
0.0022406
6.4035e-007
4
0.0022411
6.4073e-007
5
0.0019656
5.993e-007
ϕ3
1.1076e011 1.4634e010 2.5986e011 2.6095e011 1.4635e010
ϕ4
ϕ5
ϕ6
1.6962e-011
8.7143e-023
9.4702e-015
2.1555e-022
1.6118e-010
1.937e-020
1.1995e-013
1.5415e-020
4.2036e-011
4.6469e-022
3.2614e-014
1.3093e-021
4.2081e-011
4.7546e-022
3.2673e-014
1.3109e-021
1.6085e-010
1.9293e-020
1.1967e-013
1.539e-020
Genus Palauastrea
ϕ7
ϕ2
ϕ3
ϕ4
ϕ5
ϕ6
1 2
0.0010517
1.6431e-007
1.733e-011
9.1941e-012
5.0553e-023
2.4749e-015
1.0446e-022
0.0013315
2.5701e-007
8.9104e-012
2.7568e-025
0.0010516
1.6427e-007
9.2008e-012
5.0678e-023
-4.2776e015 2.4806e-015
-1.6987e-023
3 4
0.0013313
2.5702e-007
8.9182e-012
0.0013314
2.5707e-007
-2.7019e026 -5.6284e026
-4.2737e015 -4.278e-015
-1.7169e-023
5
4.0798e013 1.7327e011 4.1558e013 4.087e-013
-1.7027e-023
ϕ2
ϕ3
ϕ6
ϕ7
No.
No.
ϕ1
Genus Madracis
ϕ1
1
0.00236
4.7735e-007
2
0.0012936
1.5335e-007
3
0.0015269
2.2257e-007
4
0.0012489
1.5004e-008
5
0.0015662
2.6439e-007
No.
ϕ1
ϕ2
1
0.0020623
2.8711e-008
2
0.001861
5.1783e-007
3
0.0018191
4.7638e-008
4
0.0014761
5.2131e-008
5
0.0014198
1.1439e-007
8.9186e-012
Genus Pocillopora
1.5499e010 9.3992e012 1.3784e011 7.7571e012 8.4788e012
ϕ4
ϕ3
1.0453e-022
1.2868e-010
3.828e-021
7.891e-014
1.7765e-020
8.7917e-012
6.0773e-023
3.0439e-015
5.1902e-023
1.4246e-011
-2.2966e023 -4.1769e023 -2.6059e022
-3.878e-015
1.9832e-022
-2.1775e016 1.354e-015
-4.9879e-024
6.1101e-012 2.6442e-011
Genus Seriatopora
1.0161e010 4.6214e011 1.2045e010 1.9021e011 1.5019e010
ϕ5
ϕ7
-2.9807e-022
ϕ4
ϕ5
ϕ6
ϕ7
1.6712e-011
1.7425e-022
2.8313e-015
-6.6628e-022
4.0438e-011
9.3475e-015
-1.1747e-021
7.8108e-015
-1.5633e-021
5.4879e-012
-1.2946e021 -2.4152e021 4.0955e-023
-3.8294e-023
8.9551e-011
8.9949e-022
-1.2243e015 -6.2754e016
4.096e-011
Genus Stylophora
-1.0346e-020
79
No.
ϕ1
ϕ2
ϕ3
ϕ4
1.9714e010 3.0922e010 1.5983e011 5.3652e012 1.767e-012
1.2321e-010
1.285e-020
9.817e-015
-1.4269e-020
2.1161e-010
5.3947e-020
1.3045e-013
4.4597e-021
1.435e-011
-2.1662e022 -2.6025e024 -1.2469e023
-2.1122e015 1.9243e-016
-1.7576e-023
5.7403e-016
-3.6272e-025
1
0.0017052
2.8073e-008
2
0.0018458
3.8331e-007
3
0.0014431
1.3651e-007
4
0.0010267
1.22e-007
5
0.0013381
6.036e-008
1.7042e-012 4.449e-012
ϕ5
ϕ6
ϕ7
4.4476e-024
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Citra Karang Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan: Kasus Family Pocilloporidae adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
Roni Salambue NIM G651050114
ABSTRAK RONI SALAMBUE. Identifikasi Citra Karang Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan: Kasus Family Pocilloporidae. Dibimbing oleh PANJI WASMANA dan RINDANG KARYADIN. Trend metode identifikasi karang saat ini adalah teknik visual karena tidak harus mengambil karang yang dapat merusak pertumbuhan karang. Teknik ini membutuhkan skill penglihatan dan kemampuan untuk mengklasifikasikan pola yang terbentuk dari warna, tekstur dan bentuk karang. Sejauh ini teknik visual ini hanya dapat dilakukan oleh peneliti yang ahli dan berpengalaman. Karena itulah dalam penelitian ini diimplementasikan jaringan syaraf tiruan propagasi balik untuk mengidentifikasi citra genus karang sebagai aplikasi teknik visual dalam sistem komputer. Aplikasi ini diharapkan dapat membantu dan memudahkan para peneliti pemula dalam mengidentifikasi karang dari citra hasil fotografi. Genus yang diidentifikasi adalah genus yang termasuk ke dalam family pocilloporidae. Ciri yang diektraksi dari citra adalah warna, tekstur dan bentuk yang menjadi input bagi jaringan. Metode yang digunakan adalah model warna RGB dan HSV untuk warna, momen invarian untuk bentuk dan tiga metode analisa tekstur yaitu statistical moment, gray-level co-occurrence matrix (GLCM) dan local binary patterns (LBP) untuk tekstur. Percobaan dilakukan terhadap kombinasi dari ciri warna dan bentuk pada masing-masing ciri tekstur. Hasilnya adalah tingkat identifikasi pada kombinasi ciri warna, tekstur (statistical moment) dan bentuk lebih baik dari kombinasi ciri lainnya, dimana tingkat identifikasi yang dihasilkan adalah 96% dengan waktu komputasi 10.94 detik. Pada kombinasi ciri warna, tekstur (GLCM) dan bentuk tingkat identifikasi yang dihasilkan adalah 96% dengan waktu komputasi 20.849 detik dan pada kombinasi ciri warna, tekstur (LBP) dan bentuk dihasilkan tingkat identifikasi yang lebih kecil yaitu 68% dengan waktu komputasi 0.465 detik. Kata kunci: karang, citra, ektraksi ciri, warna, tekstur, bentuk, jaringan syaraf tiruan
ABSTRACT RONI SALAMBUE. Identification of Coral Images Using Neural Network: Case Family Pocilloporidae. Under direction of PANJI WASMANA and RINDANG KARYADIN. Nowadays, the trend method for coral identification is by using the visual technique since it does not have to take the coral sample which can damage the coral growth. This technique needs visual skill and the ability to classify the patterns which are formed by the color, the texture and the shape of coral. So far, this visual technique can only be done by the expert and experienced researchers. Therefore, in this research, the implementation of backpropagation artificial neural network is done to identify the genus image of corals as the application of visual technique in computer system. Hopefully, this application can help and make it easier for the early-stage researchers to identify corals from the features of photography results. The genus which belong to the family of pocilloporidae. The feature extractions; colors,textures and shapes are used as the input to the network. The methods are RGB and HSV for color, moment invariant for shape and three methods which are statistical moment, gray-level co-occurrence matrix (GLCM) and local binary patterns (LBP). The experiments towards the combination of color and shape features on each texture feature, show that the identification level of color, texture (statistical moment) and shape is better than other feature combinations. The result of the recognition rate is 96% and the elapsed time ìs 10.94 second. The recognition rate of color, texture (GLCM) and shape is 96% and the elapsed time is 20.849 second. While the recognition rate on color, texture (LBP) and shape is lower, that is 68% and the elapsed time is 0.465 second. Keywords: coral, image, feature extraction, color, texture, shape, neural network.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE
RONI SALAMBUE
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis Nama NIM
: Identifikasi Citra Karang Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan: Kasus Family Pocilloporidae : Roni Salambue : G651050114
Disetujui Komisi Pembimbing
Panji Wasmana, S.Kom, M.Si Ketua
Rindang Karyadin, ST, M.Kom Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Komputer
Dr. Sugi Guritman
Tanggal Ujian : 20 Agustus 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2006 ini adalah Identifikasi Citra Karang Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan: Kasus Family Pocilloporidae. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Panji Wasmana, S.Kom, M.Si dan Bapak Rindang Karyadin, ST, M.Kom selaku pembimbing, serta Bapak Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom yang telah banyak memberikan saran. Disamping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. R. Soekarno, MSc dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS), Pemerintah Daerah Propinsi Riau dan Universitas Riau. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, abang, kakak, mertua, istri dan putriku, serta seluruh keluarga yang dengan sabar dan penuh pengertian memberi semangat dan dukungan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2007
Roni Salambue
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 30 September 1974 dari ayah H. Abdul Rahman Harahap dan ibu Hj. Hartati M. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan sarjana komputer pada Jurusan Teknik Komputer STMIK YPTK Padang dari tahun 1994 hingga 1999. Tahun 1999 penulis menjadi staf EDP di PT. Bank Panin Tbk, tahun 2000-2002 menjadi staf IT di PT. Monagro Kimia Central Sumatera Region. Semenjak tahun 2003 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Matematika FMIPA Universitas Riau.