Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 PENGEMBANGAN SOFT SKILLS MELALUI PENDEKATAN STUDENT CENTRE LEARNING DI PERGURUAN TINGGI Herizon Dosen Politeknik Negeri Padang Jurusan Teknik Elektro email :
[email protected] Fisla Wirda Dosen Politeknik Negeri Padang Jurusan Administrasi Niaga email :
[email protected]
ABSTRACT Soft skills is a personal attitude and interpersonal skills are necessary for a person to develop and maximize performance. Getting a good GPA is not enough to be successful in the workplace, because based on the results of the survey NACE USA, 2002, it turns out GPA to rank 17 of the 20 indicators studied. Ranked first is the ability to communicate. This paper aims to describe the importance of soft skills and will present learning methods suitable for sharpening one's soft skills. With the conclusion that the descriptive method to hone soft skills students need to apply Competency Based Curriculum (CBC). CBC organized approach to learning that is expected to sharpen the soft skills of students, the approach is the Student Learning Centre, students should be active in searching for a lecture, the lecturer only as a facilitator and a role in designing the task, guiding, instructing, giving reviews, assess performance and provide data. The Forms of learning in the Student Centre Learning is: Small Group Discussion, Role Play & Simulation, Case Study, Discovery Learning, Self Directed Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learning, Contextual Instruction, Project Based Learning and Problem Based Learning and Inquiry. Keywords: Soft Skills, Student Centers Learning, Competency-Based Curriculum
1.PENDAHULUAN Perguruan Tinggi merupakan penyedia jasa pendidikan yang para lulusannya akan diserap oleh dunia kerja (user). Bekal ilmu yang dibawa dari Perguruan Tinggi yang dilegalkan oleh ijazah transkip nilai (IPK) dianggap modal untuk bisa bertarung memenangkan peluang kerja. Namun kondisi diluar sangatlah kompetitif karena jumlah lulusan Perguruan Tinggi baik program Diploma maupun Sarjana yang selalu meningkat setiap tahun sementara daya serap lapangan kerja sangat terbatas Menyikapi kondisi tersebut di atas maka Perguruan Tinggi dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya mempunyai kemampuan keilmuan (hard skills) yang memadai, tetapi juga diharuskan mempunyai kemampuan kepribadian (soft skills) yang kuat, karena paradigma rekrutmen sekarang telah mengalami perubahan. User bukan lagi menggunakan IPK sebagai satu-satunya tolak ukur kesuksesan seseorang dalam bekerja, IPK hanya dijadikan salah satu syarat untuk bisa memasukkan lamaran, misalnya syarat mendaftar IPK 2,75, kemudian akan disusul oleh syarat-syarat lain seperti mampu bekerja dalam team, mampu berkomunikasi, ulet, 101 ISSN 1858–3717
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 percaya diri dan lain sebagainya, yang indikator-indikator ini tidak termuat dalam transkrip nilai dan tidak diajarkan dalam kurikulum. Berdasarkan hasil survei National Association of Colleges and Employers, USA, 2002 tidak ada dalam daftar pustaka dilaksanakan oleh siapa atau jika mengutip dalam siapa? (disurvei dari 457 pimpinan), ternyata IPK bukanlah hal yang dianggap penting di dalam dunia kerja. Ada 20 point yang lebih penting yang akan menggiring sukses seseorang, seperti yang tertera pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Hasil Survei NACE USA Mengenai Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi yang diharapkan Dunia Kerja No Kualitas Skor* 1 Kemampuan berkomunikasi 4,69 2 Kejujuran / Integritas 4,59 3 Kemampuan bekerjasama 4,54 4 Kemampuan interpersonal 4,50 5 Etos kerja yang baik 4,46 6 Memiliki motivasi / berinisiatif 4,42 7 Mampu beradaptasi 4,41 8 Kemampuan analitikal 4,36 9 Kemampuan computer 4,21 10 Kemampuan berorganisasi 4,05 11 Berorientasi pada detail 4,00 12 Kemampuan memimpin 3,97 13 Percaya diri 3,95 14 Berkepribadian ramah 3,85 15 Sopan / beretika 3,82 16 Bijaksana 3,75 3,68 17 IP ≥ 3,0 18 Kreatif 3,59 19 Humoris 3,25 20 Kemampuan entrepreneurship 3,23 IPK yang dinilai sebagai kehebatan mahasiswa dalam indikator orang sukses ternyata menempati posisi no 17, posisi paling atas ternyata kemampuan berkomunikasi. Namun kemampuan ini sering disepelekan dan hanya dianggap sebagai basa-basi dalam iklan lowongan kerja, padahal kualitas tersebut dibutuhkan. Dari 20 komponen yang diharapkan dunia kerja terhadap lulusan perguruan tinggi ternyata 18 item merupakan soft skill hanya kemampuan komputer dan IPK yang tergolong hard skill. Beberapa keluhan dari user terhadap lulusan Perguruan Tinggi antara lain: tidak dapat bekerjasama dalam tim, tidak memiliki empati, kurang mampu berkomunikasi, kurang inisiatif dalam pekerjaan, termasuk kurang berinisiatif untuk bertanya, kurang berani bermimpi (membuat dreams, fokus pada kendala bukan pada dream (Dewajani 2008). Lulusan Perguruan Tinggi juga dinilai belum siap untuk terjun ke dunia kerja. Soft skill merupakan sebuah indikator kualitas yang bersifat intangible/tidak terlihat. Softskill merupakan hidden competency yang tidak bisa diajarkan secara instruksional tetapi harus diasah secara kontiniu, terintegrasi dan memerlukan komitmen yang kuat bagi semua jajaran yang ada di lembaga pendidikan mulai dari dosen, mahasiswa, karyawan, pimpinan dan terutama mahasiswa itu sendiri. Untuk bisa mengasah soft skill mahasiswa ada beberapa hal yang harus dilakukan antara lain: merancang kurikulum berbasis kompetensi kurikulum yang 102 ISSN 1858–3717
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 berbasis kompetensi ini penyusunannya diserahkan kepada perguruan tinggi masingmasing dan ditetapkan bersama-sama pengguna lulusan dan masyarakat. Dalam perancangan kurikulum ini muatan soft skills di berikan melalui bentuk pembelajaran. Student Centre Learning merupakan metode pembelajaran dimana mahasiswa menjadi pelaku utama dalam PBM. Jadi peran dosen bukan hanya sekedar menyampaikan pengetahuan akan tetapi juga berpartisipasi dengan mahasiswa dalam membentuk pengetahuan dan menjalankan berbagai strategi yang membantu mahasiswa untuk dapat belajar. Dengan Student Centre Learning diharapkan soft skill mahasiswa menjadi lebih baik karena dengan pola ini mahasiswa menjadi peserta aktif dalam PBM. Mahasiswa mencari Ilmu bukan diberi Ilmu. Model pembelajarannya seperti: Small Group Discussion, Role Play & Simulation, Case Study, Discovery Learning, Self Directed Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learning, Contextual Instruction, Project Based Learning, dan Problem Based Learning and Inquiry. 2. PEMBAHASAN 2.1 Definisi Skill Skill merupakan bagian dari kompetensi, dimana kompetensi adalah kumpulan dari knowledge, skill dan attitude yang ada pada diri seeorang untuk melakukan aktifitas secara efektif dalam pekerjaan yang merupakan standard yang diharapkan oleh karyawan. (Spencer and Spencer, 1993: 9) Kompetensi ini ditentukan oleh faktor-faktor motif (motives), watak (traits), konsep diri (self concept), pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) yang akan menentukan dan membedakan antara orang yang mempunyai performance yang superior atau rata-rata, atau performance yang efektif dan tidak efektif. Robbins (2001: 37) mengemukakan bahwa salah satu bentuk kompetensi SDM yang merupakan biographical characteristic adalah kemampuan (ability) yang terdiri dari intelektual ability dan physical ability. Secara komprehensif Robbins merumuskan kompetensi ke dalam 4 variabel, yaitu: 1) Knowledge (pengetahuan), 2) Skill (keahlian/ keterampilan), 3) Ability (kemampuan), 4) Attitude (sikap). Menurut Robbin (2003: 264) keterampilan dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu teknis, hubungan antar pribadi dan pemecahan masalah: a. Teknis/ technical skill Kebanyakan pelatihan diarahkan untuk menatar dan memperbaiki keterampilan teknis karyawan. Pelatihan teknis telah menjadi semakin penting dewasa ini karena dua alasan yaitu teknologi baru dan rancangan struktur baru. Pekerjaan berubah akibat teknologi baru dan metode yang diperbaiki. Perubahan rancangan organisasi mengakibatkan perlunya pelatihan teknis. Ketika organisasi membuat struktur lebih flat, memperluas penggunaan tim, karyawan perlu mempelajari berbagai tugas yang lebih luas. b. Hubungan antar pribadi/ human skill. Hampir semua karyawan masuk ke dalam suatu unit kerja. Pada tingkat tertentu kinerja mereka bergantung pada kemampuan mereka berinteraksi secara efektif dengan rekan sekerja dan atasan mereka. Kemampuan ini disebut human skill. c. Pemecahan masalah/ Problem Solving. Pemecahan masalah mencakup kegiatan mempertajam logika, penalaran dan keterampilan mendefinisikan masalah, maupun kemampuan menilai sebab dan akibat, mengembangkan alternatif, menganalisis alternatif dan memilih pemecahan. Technical skill dikategorikan pada hard skill sedangkan human skill dan problem solving ada pada kategori soft skills. Hard skill merupakan keterampilan yang bersifat tanggible/dapat dilihat contoh hard skill pemain sepak bola: berlari, ISSN 1858–3717
103
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 menendang, bertahan. Kita bisa melihat bagaimana seorang pemain berlari mengejar bola, menendang dan mengoper bola dan bagaimana mempertahankan bola. Kita bisa mengambil kesimpulan mana pemain yang larinya paling cepat atau mana pemain yang tendangannya paling kuat. Jadi hard skill seseorang bisa terlihat dan mudah diukur. Sedangkan Soft skill bersifat intanggible, contoh soft skill pemain sepak bola: kegigihan, kerja keras, team work, komponen ini tidak bisa terlihat. Hubungan antara competency, skill dan soft skill dapat digambarkan sebagai berikut: ______________________________________________________________
______________________________________________________________ Gambar 1. Competency, Skill dan Soft skill Definisi Soft Skills Soft skill is Personal and interpersonal behaviors that develop and maximize human performance (e.g. coaching, team building, decision making, initiative). Definisi ini sumber dari??? Soft skills do not include technical skills, such as financial, computer or assembly skills.” (Berthal dalam Abdul Bashit, 2008). Soft skill adalah perilaku personal dan interpersonal yang berkembang untuk memaksimalkan prestasi seseorang misalnya kerja sama tim, pengambilan keputusan dan inisiatif. Soft skill tidak termasuk teknikal skill seperti keuangan atau komputer. Secara garis besar soft skill bisa digolongkan ke dalam dua kategori : intrapersonal dan interpersonal skill. • Intrapersonal skill mencakup: self awareness (self confident, self assessment, trait & preference, emotional awareness) dan solf skill (improvement, self control, trust, worthiness, time/source management, proactivity, conscience). • Interpersonal skill mencakup social awareness (political awareness, developing others, leveraging diversity, service orientation, empathy dan social skill (leadership, influence, communication, conflict management, cooperation, team work, synergy) Mengapa Soft Skill Perlu? Beberapa hasil penelitian yang juga membahas tentang keterampilan yang diharapkan dunia kerja terhadap lulusan Perguruan Tinggi antara lain: 1. Scheetz LP, (1995), A Study of 527 Bussiness, Industries and Govermental Agencies Employing New College Graduates. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kandidat yang paling diinginkan kompetensinya antara lain adalah: kemampuan komputer, kepemimpinan, analytical thinking, communication skill, mampu berkomunikasi dalam dua bahasa, fleksibel dan kemampuan beradaptasi ISSN 1858–3717
104
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 2.
3.
4.
Rynes S.L, (1997), Experienced Hiring Versus College Recruiting Practices and Emerging Trend Personel Psycology. Penelitian ini menyimpulkan bahwa karyawan yang dicari adalah: mengerti dengan bisnis, pengetahuan tentang persaingan, harapan yang rasional, kemampuan teknis, kemampuan interpersonal, kemampuan menulis dan etika kerja. Van Horn, CE. (1995). Enhanching the connection between higher education and work place A Survey of Employess. Penelitian ini menyimpulkan bahwa manajemen kesulitan menemukan lulusan yang mempunyai nilai lebih dalam hal team work, kemampuan berkomunikasi, problem solving, creative thinking, juga termasuk interpersonal skill, critical thinking, motivasi, sikap dan tingkah laku, bisa bekerja dengan data dan informasi serta mampu mengaplikasikan matematika. Richard, AD. (2000), What New Worker in Entry Level Job Need to be Able to do?. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada beberapa keterampilan yang dibutuhkan oleh karyawan baru ketika memasuki dunia kerja antara lain: communication skills, interpersonal skills, decision making skills, lifelong learning skills. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini. The Work Readiness Credential Profile What News Workers in Entry level Jobs Need to be Able to do Communication Skills 1. Speak so others can understand 2. Listen activity 3. Read with understanding 4. Observe critically
News Workers need to be able to use these EFF skills
Decision Making Skills Interpersonal Skills 1. Cooperate with other 2. Resolve conflict and negotiate
1. Use math to solve problems and communicate 2. Solve problem and making decisions
Lifelong Learning Skills 1. Take responsibility for learning 2. Use information and communication technology
Gambar 3. What News Workers in entry Level Jobs Ned to be Able to do? (Richard, 2000; page 1) Menurut Dewajani (2008), kunci sukses seseorang 80% ditentukan oleh mindset,sedangkan teknis hanya berperan 20%. Seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Sumber Dewajani, 2008
Gambar 3. Kunci sukses Jadi keberhasilan seseorang akan lebih ditentukan oleh mindset atau cara pandang/pola fikirnya terhadap suatu keadaan sehingga dia mampu berperilaku positif dan mengambil keputusan dalam berbagai kondisi. Mindset akan membuat seseorang: ISSN 1858–3717
105
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 mampu memilah mana yang benar sehingga harus diikuti dan mana yang salah sehingga harus ditinggalkan, mampu memilah persoalan yang memerlukan ketajaman berfikir dan mengatasi masalah yang sulit, mampu membedakan mana persoalan yang memerlukan daya analisa tinggi (analitis) dan mana yang hanya memerlukan intuisi /just feeling. Sedangkan pola pendidikan kita lebih cenderung hanya bertumpu pada penataan hard skill. Muatan hard skill mencapai 90% sedangkan soft skill hanya 10%. Hard skill lebih berorientasi pada ketepatan, kelancaran, dan kecepatan. Misalnya dalam mata kuliah Matematika yang dilihat bagaimana mahasiswa itu mampu menghitung angka secara tepat, lancar dan cepat. Jadi mahasiswa yang dianggap bisa adalah yang hasilnya tepat dan selesainya cepat. Tanpa memperhitungkan sikap (soft skill) seperti: memperhatikan kejujuran, (tidak menyontek), komitmen untuk menyelesaikan tanpa bantuan orang lain. Hasilnya, paradigma kuliah hanya untuk mencari nilai, menjadi sulit untuk dihilangkan. Sehingga mahasiswa berlomba-lomba mencari IPK yang tinggi nilai yang bagus (A) tetapi tidak mengerti apa makna dari nilai A tersebut. Pola pembelajaran yang lebih berorientasi pada hard skill dapat dilihat pada gambar di bawah ini. ____________________________________________________________
Sumber: Basith, 2008
_____________________________________________________________ Gambar 4 Our Education System Ketidakseimbangan pendidikan di ruang kuliah yang lebih bertumpu pada hard skill perlu segera diatasi antara lain dengan memberikan bobot lebih kepada pengembangan soft skill. Implementasi soft skill tersebut dapat dilakukan melalui pengembangan kurikulum, memilih metode pembelajaran yang tepat, ataupun kegiatan ekstrakurikuler. Pendekatan Pembelajaran Berpusat pada Mahasiswa (Student Centre Learning) Seiring dengan perubahan paradigma rekrutment, bahwa soft skill lebih diperlukan daripada hard skill namun akan lebih sempurna jika keduanya dimiliki, paradigma pembelajaran juga mengalami perubahan seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini: Dari gambar di atas terlihat bahwa dalam paradigma lama pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sudah jadi, sehingga tidak perlu perubahan, tidak perlu modifikasi ataupun improvisasi, ilmu siap dipindahkan (ditransfer) dari dosen kepada mahasiswa. Sedangkan paradigma baru memandang bahwa pengetahuan itu ada karena dibentuk atau hasil dari transformasi sesorang yang sedang belajar. Jadi pengetahuan itu dicari, bukan didapat. Paradigma lama juga memandang bahwa belajar itu sifatnya pasif dengan hanya duduk, diam dan catat belajar akan selesai. Akan tetapi paradigma baru mengatakan bahwa belajar adalah mencari dan membentuk pengetahuan. Mahasiswa diajarkan 106 ISSN 1858–3717
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 secara aktif untuk berperan serta dalam mencari pengetahuan. Bukan hanya sekedar mendengar dan mengikuti apa yang diajarkan oleh dosen. Dosen lebih berperan dalam fungsi perencanaan dan kontrol. Mahasiswalah yang melaksanakan. Sehingga mahasiswa juga dilibatkan bertanggung jawab dalam proses belajar. ___________________________________________________________
Sumber: Dewajani, 2008 ___________________________________________________________________
Gambar 5 Perubahan paradigma dalam pembelajaran;) Paradigma lama juga memandang bahwa mengajar itu hanya sekedar menyampaikan dan menjalankan sebuah instruksi yang telah dirancang (TIU dan TIK). Sedangkan paradigma baru memandang bahwa mengajar sebagai membelajarkan dimana dosen berpartisipasi dengan mahasiswa untuk mengkonstruksi suatu pengetahuan. Jadi dosen merupakan partner mahasiswa dalam PBM. Pendekatan dalam pembelajaran juga mengalami perubahan. Dahulunya pembelajaran berpusat pada guru, pola pembelajaran satu arah dimana mahasiswa hanya sebagai pendengar. Pembelajaran sekarang berpusat pada mahasiswa (Student Centre Learning) Mahasiswa harus aktif mencari bahan kuliah yang akan dipelajarinya, terlibat dalam pemecahan masalah dalam kasus, menjadi model melalui role play dan simulasi serta membuat perencanaan untuk observasi, outbond dan lain-lain. Pendekatan Student Centered Learning ini akan banyak mengasah Soft Skills mahasiswa. Perubahan pendekatan tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. ___________________________________________________________
Sumber: Dewajani; (2008)
___________________________________________________________ Gambar 6. Perubahan pendekatan dalam pembelajaran
ISSN 1858–3717
107
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 Bentuk Kegiatan Belajar Tabel 2.1 Model Belajar dan Bentuk Kegiatan Belajar No Model Bentuk Kegiatan Belajar Belajar 1 Small Group Membentuk kelompok 5-10 • Discussion mahasiswa untuk mendiskusikan kajian dari • dosen atau yang diperoleh mahasiswa sendiri, sehingga dapat digunakan untuk mencapai kompetensi yang ditentukan. 2 Simulasi Membawa situasi/kegiatan • yang mirip dengan yang sesungguhnya, bisa berupa bermain peran, model komputer, atau berbagai latihan simulasi.
3
Discovery Learning
4
Self-Directed Learning
5
Cooperative Learning
ISSN 1858–3717
Yang dilakukan Dosen Membuat rancangan bahan dikusi dan aturan diskusi. Menjadi moderator dan sekaligus mengulas pada setiap akhir sesion diskusi mahasiswa.
Merancang situasi/kegiatan yang mirip dengan yang sesungguhnya, bisa berupa bermain peran, model komputer, atau berbagai latihan simulasi. • Membahas kinerja mahasiswa. Memberikan penilaian kepada mahasiswa sehingga mahasiswa mengetahui bagaimana hasil pekerjaannya • Menyediakan data, atau petunjuk (metode) untuk menelusuri suatu pengetahuan yang harus dipelajari oleh mahasiswa. • Memeriksa dan memberi ulasan terhadap hasil belajar mandiri mahasiswa. • Sebagai fasilitator.
Metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi untuk menyajikan pengetahuan yang dibutuhkan, baik yang disediakan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri Perencanaan belajar, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pengalaman belajar yang telah dijalani dilakukan semuanya oleh mahasiswa yang bersangkutan. Dosen sebagai fasilitator. Metode belajar berkelompok • Merancang dan dimonitor yang dirancang dan dimonitor proses belajar dan hasil oleh dosen, untuk belajar kelompok memecahkan suatu masalah/ mahasiswa. kasus atau untuk mengerjakan • Menyiapkan suatu masalah/ tugas. Prinsip utama yang kasus atau bentuk tugas harus muncul adalah PIGs untuk diselesaikan oleh 108
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
6
7
Face (=Positive interdependency-Individual accountibiliy-Group Processing-Social Skills – Face to face interaction Collaborative Menitik beratkan pada kerjaLearning sama antar mahasiswa berdasarkan konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok. Tugas dari dosen, bersifat open ended, proses dan bentuk penilaian menurut konsesus kelompok. Contextual Belajar yang menghubungkan Instruction bahan kajian (teori) dengan situasi nyata (aplikasi) dalam kehidupan sehari-hari, atau kerja profesional, atau manajerial, atau entrepreneurial. Selain membahas konsep, mahasiswa jaga diberi tugas terjun di dunia nyata.
mahasiswa berkelompok.
secara
• Merancang tugas yang bersifat open ended. • Sebagai fasilitator dan motivator.
• Menjelaskan bahan kajian yang bersifat teori dan mengkaitkannya dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, atau kerja profesional, atau manajerial, atau entrepreneurial. • Menyusun tugas untuk studi mahasiswa terjun ke lapangan • Merancang suatu tugas (proyek) yang sistematik agar mahasiswa belajar pengetahuan dan ketrampilan melalui proses pencarian/ penggalian (inquiry), yang terstruktur dan kompleks. • Merumuskan dan melakukan proses pembimbingan dan asesmen.
8
Project Based Learning
Pembelajaran yang sistematik dalam belajar pengetahuan dan ketrampilan melalui proses pencarian/ penggalian (inquiry) yang panjang dan terstruktur terhadap persoalan yang otentik (proyek) dan kompleks, dalam bentuk tugas dan mutu produk/ hasil belajar yang dirancang secara seksama
9
Problem Based Learning
Berangkat dari permasalahan, • Merancang tugas untuk pencarian solusi masalah mencapai kompetensi adalah proses pembelajaran tertentu yang diharapkan muncul. • Membuat petunjuk (metode) Aspek belajar yang akan untuk mahasiswa dalam dipelajari disusun di dalam mencari pemecahan masalah permasalahan/kasus yang akan yang dipilih oleh mahasiswa diselesaikan sendiri atau yang ditetapkan.
Sumber: Dewajani, 2008
Kemampuan Apa yang diperoleh Mahasiswa dengan Student Centre Learning? Student Centre Learning (pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa) di rancang untuk bisa meningkatkan soft skills mahasiswa. Beberapa kemampuan dari model belajar student centre learning dapat dilihat pada tabel di bawah ini. ISSN 1858–3717
109
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 Tabel 2.2 Kemampuan yang didapat Mahasiswa dari Pendekatan Student Centre Learning No
1
Model Belajar
Yang dilakukan Mahasiswa
Small Group • membentuk kelompok (5-10) Discussion • memilih bahan diskusi • mepresentasikan paper mendiskusikan di kelas
Kemampuan yang bisa diperoleh Mahasiswa
dan
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
2
Simulasi
• mempelajari dan menjalankan suatu peran yang ditugaskan kepadanya. • atau mempraktekan/mencoba berbagai model (komputer) yang telah disiapkan
3
Discovery Learning
mencari, mengumpulkan, dan menyusun informasi yang ada untuk mendeskripsikan suatu pengetahuan.
4
Self-Directed Learning
merencanakan kegiatan belajar, melaksanakan, dan menilai pengalaman belajarnya sendiri.
5
Cooperative Learning
Membahas dan menyimpulkan masalah/ tugas yang diberikan dosen secara berkelompok.
6
Collaborative • Bekerja sama dengan anggota Learning kelompoknya dalam mengerjakan tugas • Membuat rancangan proses dan bentuk penilaian berdasarkan konsensus • kelompoknya sendiri. • •
7
Contextual Instruction
8
Project Based Learning
9
Problem Based Learning
• Membahas konsep (teori) kaitannya dengan situasi nyata • Melakukan studi lapang/ terjun di dunia nyata untuk mempelajari kesesuaian teori • Mengerjakan tugas ( berupa proyek) yang telah dirancang secara sistematis. • Menunjukan kinerja dan mempertanggung jawabkan hasil kerjanya di forum. • Belajar dengan menggali/ mencari informasi (inquiry) serta memanfaatkan informasi tersebut untuk memecahkan masalah faktual/ yang dirancang oleh dosen .
• • • • • • • • • • • • • • • •
komunikasi kerjasama sintesa hasil, saling menghargai inisiatif, leadership apresiasi analogi/ imajinasi empati kreativitas pengalaman, trampil kreatif inovasi analisis inisiatif menyenangkan kemandirian kreatif bertanggung jawab percaya diri ketekunan teamwork toleransi kepemimpinan komunikasi penghargaan apresiasi pendapat/toleransi networking share vision group decision making time management sintesis analisis responsif apresiasi pengalaman ketaat asas-an tanggung jawab inovasi, kreatif komunikasi aktualisasi prioritas mengambil keputusan berfikir kritis selektif tanggung jawab
Sumber: (Dewajani, 2008)
ISSN 1858–3717
110
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 SIMPULAN Soft skills merupakan kemampuan yang bersifat intangible/tidak dapat dilihat namun sangat dibutuhkan untuk kesuksesan seseorang dalam dunia kerja. Soft skills tidak bisa diajarkan secara instruksional, soft skills merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang yang butuh waktu untuk mengasahnya. Sehingga diperlukan komitmen yang kuat untuk mengimplementasikan dalam PBM agar soft skills yang akan menjadi hidden identitas bagi individu bisa bergerak menuju perubahan yang positif dari waktu kewaktu. Karena meskipun membutuhkan waktu dan proses soft skills bukanlah sesuatu yang bersifat stagnan. Soft skills bisa diasah, diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya. Kebutuhan akan soft skills dirasakan sangat dibutuhkan oleh dunia kerja karena ternyata mahasiswa yang fresh graduate dan diterima bekerja belum bisa bekerja dengan baik. Kritikan dari user pun bermunculan, karyawan baru meskipun pintar tetapi tidak bisa bekerja sama, tidak adabtable, tidak fleksibel tidak komunikatif, tidak bisa mengambil keputusan dan tidak memiliki motivasi. Menyikapi kondisi diatas lembaga pendidikan pun melakukan perubahan, salah satunya adalah dengan merubah kurikulum yang berbasis isi kepada kurikulum berbasis kompetensi. Dimana perancangan kurikulum harus memperhatikan market signal. Lulusan diharapkan mempunyai keahlian yang sesuai dengan kebutuhan user, yaitu memiliki soft skill yang bagus. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi ini disusun pula pendekatan pembelajaran yang diharapkan mampu mengasah soft skills mahasiswa. Salah satu pendekatan tersebut adalah Student Centre Learning (pembelajaran yang berpusat pada Mahasiswa). Dalam pendekatan ini mahasiswa harus aktif dalam mencari bahan kuliah, dosen hanya berperan dalam hal perancangan tugas, membimbing, memberi petunjuk, menjelaskan bahan kajian yang benbentuk teori, memberi ulasan, menilai kinerja/memberi umpan balik dan menyediakan data. Jadi dosen bukan lagi menerangkan, atau mencatatkan dipapan tulis. Akan tetapi bersamasama dengan mahasiswa berpartisipasi dalam pembelajaran. Sehingga pembelajaran berlangsung dua arah bukan satu arah. Bentuk bentuk pembelajaran pada Student Centre Learning adalah: Small Group Discussion, Role Play & Simulation, Case Study, Discovery Learning, Self Directed Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learning, Contextual Instruction, Project Based Learning, dan Problem Based Learning and Inquiry. Implementasi soft skill akan berhasil jika dan hanya jika adanya sistem yang terintegrasi dari semua jajaran untuk menerapkan soft skill. Karena soft skill memerlukan upaya yang kontiniu dan komitmen yang kuat dari pimpinan sebagai fasilitator dan dosen sebagai model untuk menjalankan soft skill. DAFTAR PUSTAKA Basith. A. 2008. Why Soft Skill?. Bogor : IPB Publisher Dewajani, S. 2008. Materi Pelatihan SCL : Pembelajaran Student Centered Learning. Yogyakarta Fink, L.D. 2003. Creating Significant Learning Experiences; An Integrated Approach to Designing College Courses. San Fransisco: Jossey Bass, A Wiley Imprint Haller, C.R, Gallagher, V.J, Weldon, T.L, and Felder, R.M. 2000. Dynamics of Peer Education in Cooperative Learning Workgroups. Journal of Engineering Education. Vol. 89 No.3. pp 285 – 293. Putra, I. 2006. Sukses Dengan Soft Skills. Bandung : ITB Publisher Richard AD, 2000. What News Workers in entry Level Jobs Ned to be Able to do? Management Magazine., page 1 Robbins, S. P. 2003. Organizational Behavior. 9th Ed. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. ISSN 1858–3717
111
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 Rynes S.L, 1997. Experienced Hiring Versus College Recruiting Practices and Emerging Trend Personel Psycolog. Practice and Emerging Trends Personel Psycology, Personnel Psychology, 50:2 (1997) pp.309, http://ir.uiowa.edu/tippie_pubs/45 Spencer, L. and Spencer, S. 1993. Competence At Work: Models For Superior Performance. New York: John Wiley & Sons. Scheetz LP. 1995. A Study of 527 Bussiness, Industries and Govermental Agencies Employing New College Graduates. USA: Michigan State University East Lansing Collegiate Employment Reseach Institution. Wood, Wallace, Zeffane and Schamerhorn. 1998. Organizational Behaviour an Asia Pasific Perspective. Sydney: Jacaranda Wiley LTD. Van, H.C.E. 1995. Enhanching The Connection Between Higher Education And Work Place A Survey Of Employess. Denver, Colorado : State Higher Education Executive Officer and the Education Commission of the States.
ISSN 1858–3717
112