Pengembangan Snack Ekstrudat Berbasis Ubi Jalar Oranye – Utami, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.620-630, April 2015
PENGEMBANGAN SNACK EKSTRUDAT BERBASIS UBI JALAR ORANYE TERSUBSTITUSI TEMPE KACANG TUNGGAK SEBAGAI SUMBER PROTEIN Development of Extruded Snack Based Orange Sweet Potato Substituted Cowpea Tempeh as Protein Source Dzulvina Utami1*, Tri Dewanti Widyaningsih1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email :
[email protected] ABSTRAK Snack dibutuhkan untuk melengkapi kekurangan zat gizi, karena dapat dikonsumsi diantara waktu makan utama. Snack ubi jalar memiliki kadar protein yang rendah sehingga perlu disuplementasi dengan kacang tunggak. Kacang tunggak mengandung senyawa antigizi yang dapat menurunkan daya cerna protein sehinggadilakukan fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya cerna snack ubi jalar dan tempe kacang tunggak pada berbagai proporsi dan waktu fermentasi tempe. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial. Snack ekstrudat terbaik dari parameter fisik-kimia diperoleh pada perlakuan proporsi ubi jalar dengan tempe kacang tunggak (70:30) dan lama fermentasi 24jam dengan karakteristik yaitu: rasio pengembangan 196.67%;tingkat kekerasan 3kg/cm²;kadar air 5.5%;kadar abu 2.39%;kadar lemak 3.4%;kadar protein 8.79%;kadar pati 42.3%. Sedangkan dari segi organoleptik diperoleh pada perlakuan proporsi grits ubi jalar dengan grits tempe kacang tunggak (90:10) dan lama fermentasi 24jam dengan karakteristik warna 3.03(suka); rasa 3(suka); aroma 2.9(suka); tekstur 2.77(suka) dan kerenyahan 3.23(suka). Kata kunci :Kacang tunggak, Snack, Tempe, Ubi Jalar ABSTRACT Snack is needed to complete nutritional deficiencies, because it can be consumed between main meals. Sweet potato snack has a low protein content that needs to be supplemented with cowpea. Cowpea contain anti-nutritional compounds that can reduce protein digestibility, so do the fermentation. This study aims to determine the digestibility of sweet potato snacks and cowpea tempeh at various proportions and tempeh fermentation time. This study used a Randomized Block Design (RBD) Factorial. The best snack extrudate of physical-chemical parameters obtained in the treatment with the proportion of sweet potato and cowpea tempeh(70:30) and 24h fermentation time. The characteristics aspect are:development ratio 196.67%;hardness level 3kg/cm²;moisture content of 5.5%;ash content of 2.39%;3.4% fat content;protein content of 8.79%;starch content of 42.3%. In terms of organoleptic obtained on treatment with the proportion of sweet potato:cowpea tempeh (90:10) and fermentation time 24h with the characteristics are color of 3.03(like) ; flavor 3(like);taste 2.9(like);texture of 2.77(like) and the crispness of 3.23(like). Keywords : Cowpea, Snack, Sweet Potato, Tempeh PENDAHULUAN Camilan sehat akan menunjang dan melengkapi kebutuhan kalori serta nutrisi perhari. Snack yang juga disenangi anak-anak, menyediakan energi tambahan untuk aktivitas dan membantu menjaga energi sampai waktu makan utama tiba [1]. Snack yang 620
Pengembangan Snack Ekstrudat Berbasis Ubi Jalar Oranye – Utami, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.620-630, April 2015 beredar di pasaran dewasa ini umumnya mengandung gula dan lemak yang tinggi, sehingga menjadi padat kalori. Snack padat kalori, kurang baik untuk kesehatan karena jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan obesitas dan menimbulkan berbagai penyakit. Selain itu, snack yang beredar umumnya juga mengandung natrium (sodium) tinggi yang berasal dari komponen bumbu snack, yaitu garam dan monosodium glutamat (MSG). Sebaliknya, snack tersebut umumnya kurang akan vitamin, mineral, serat pangan (dietary fiber), dan komponen bioaktif lainnya yang sangat penting untuk kesehatan. Nilai gizi ubi jalar lebih tinggi dari kentang, dan memiliki indeks glikemik rendah. Serat dan kandungan vitamin A pada ubi jalar pun tinggi, termasuk juga zat besi, folat, tembaga, dan mangan.Snack yang baik tidak hanya memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, tetapi juga harus memiliki kandungan protein. Akan tetapi, snack yang dibuat dari ubi jalar memiliki kadar protein yang rendah sehingga perlu suplementasi dengan sumber protein seperti kacang tunggak. Kacang-kacangan seperti kacang tunggak pada umumnya masih memiliki senyawa anti-gizi yang dapat menurunkan daya cerna protein [2]. Salah satu cara untuk menurunkan senyawa anti-gizi yaitu dengan fermentasi karena selama fermentasi akan terjadi berbagai perubahan pada zat-zat gizi yang terkandung pada kacang tunggak terutama protein total dan nilai cerna. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah ubi jalar yang diperoleh dari Desa Sukoanyar, Pakis, Malang, kacang tunggak (tidak ditentukan varietasnya), tepung tapioka dengan merk dagang “Gunung Agung”, air, minyak goreng dan grits jagung yang semuanya diperoleh di Pasar Dinoyo Malang. Sedangkan bahan analisis yang digunakan yaitu reagen Arsenomolibdatdiperoleh dari UGM Yogyakarta, aquades, H2SO4, HCOH3BO3, indikator metil red, tablet Kjeldahl, etanol 80%, petroleum eter, HCL 25%, HCL 0,1 N, NaOH 0,2 M, NaOH 45%, dan reagen Nelson yang semuanya diperoleh dari toko “Makmur Sejati”. Alat Peralatan yang digunakan untuk penelitian adalah mesin pengering tipe kabinet, alat penyawut, mesin penepung (disc mill), blender kering,ekstruder , pisau, sendok, loyang, timbangan analitik, kompor, dan gelas ukur.Peralatan yang digunakan untuk analisis adalahoven listrik (merk WTC Binder), tanur listrik (merk Thermolyne), labu Kjeldahl (merk Buchi), Soxhlet (merk Gerhardt), alat destilasi (merk Buchi), penetrometer (PCFFM200),shaker (merk Heidolph), dan spektrofotometer (merk Labomed IAC 20D). Desain Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor I yang merupakan perlakuan proporsi grits ubi jalar dan grits tempe kacang tunggak (90:10, 80:20, 70:30) dan faktor II yaitu lama penempean kacang tunggak (24, 36, 48 jam). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga didapatkan 27 satuan percobaan. Dilanjutkan dengan uji perbandingan BNT atau DMRT untuk pengamatan yang menunjukkan perbedaan nyata (alfa=0,05). Kemudian dilakukan pemilihan perlakuan terbaik dengan Indeks Efektifitas de Garmo. Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi proses pemilihan bahan baku, pembuatan tempe kacang tunggak dan pembuatan grits. Penelitian lanjutan meliputi proses pembuatan snack ekstrudat dan analisis snack ekstrudat.
621
Pengembangan Snack Ekstrudat Berbasis Ubi Jalar Oranye – Utami, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.620-630, April 2015 Metode Biji kacang tunggak dicuci dengan menggunakan air bersih sampai diperoleh biji kacang tunggak yang bersih. Biji kacang tunggak tersebut direbus selama 15 menit. Kacang tunggak dikupas kulit arinya menggunakan alat pengupas. Kacang tunggak yang sudah dipisahkan dari kulit arinya, direndam dalam air selama 12 jam kemudian dibilas hingga bersih. Kacang tunggak direbus hingga mendidih, lalu didinginkan. Kacang tunggak di inokulasi dengan ragi tempe dan di inkubasi selama 24, 36, 48 jam. Kacang tunggak dikeringkan dengan pengering kabinet lalu diblender kasar Ubi jalar di bersihkan dan dikupas kulitnya, kemudian disawut menggunakan alat penyawut. Ubi jalar yang telah di sawut, dikeringkan dengan menggunakan pengering kabinet pada suhu 55ºC selama 12 jam. Ubi jalar yang telah kering kemudian dibuat grits (mesin penepung). Pencampuran grits ubi jalar dan grits tempe kacang tunggak yang telah difermentasi selama 24 jam, 36 jam, dan 48 jam dengan proporsi 90:10 (b/b), 80:20 (b/b), dan 70:30 (b/b).Pencampuran grits campuran dengan bahan-bahan lain, yaitu grits jagung 10%, air 14.9%, tapioka 5%, dan minyak goreng 0.1%. Campuran bahan tersebut dimasukan ke dalam feedhooper ekstruder, dan dihasilkan snack ekstrusi. Prosedur analisis Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian meliputi, kadar air dengan metode oven [3], kadar abu [4], kadar pati [5], kadar protein dengan metode Kjeldahl [4], kadar lemak metode soxhlet [3], derajat pengembangan [6], tingkat kekerasan menggunakan alat Penetrometer serta uji organoleptik meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan kerenyahan dengan menggunakan uji hedonik [7]. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik bahan baku Tabel 1. Analisis Bahan Baku Jenis dan Komponen Bahan
(%)
(%) Berdasarkan Literatur
Grits Ubi Jalar - Kadar Air - 5.38 - Max. 15*** - Kadar Pati - 36.79 - Min. 55*** Grits Kacang Tunggak - Kadar Air - 6.24 - Max. 10,0** - Kadar Protein - 19.58 - 18.3 – 25.53* Grits Tempe Kacang Tunggak - 24 Jam o Kadar Air - 8.03 - Max. 10.0** o Kadar Protein - 24.57 - 20.52**** - 36 Jam o Kadar Air - 7.11 - Max. 10.0** o Kadar Protein - 27.53 - 25.37***** - 48 Jam o Kadar Air - 6.00 - Max. 10** o Kadar Protein - 30.26 - 29.93***** Sumber : * [8], ** [9], *** [10], ****[11], ***** [12] Tabel 1 menunjukan kadar air grits ubi jalar, kacang tunggak, dan tempe kacang tunggak sudah sesuai dengan literatur yang menyatakan kadar air maksimal sebesar 1015%. Kadar air bahan baku yang berbeda-beda dipengaruhi oleh beberapa faktor selama proses pengeringan, diantaranya suhu dan lama waktu pengeringan dan kadar air bahan 622
Pengembangan Snack Ekstrudat Berbasis Ubi Jalar Oranye – Utami, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.620-630, April 2015 baku segarnya. Kadar pati grits ubi jalar lebih rendah dari literatur, grits ubi jalar memiliki kadar pati yang cukup tinggi sehingga cukup baik digunakan pada produk ekstrusi. Perlakuan panas ini menyebabkan penghancuran ikatan hidrogen intragranula yang mencapai integritas granula selama pemanasan [11]. Kadar protein kacang tunggak sudah sesuai dengan literatur. Kandungan protein kacang tunggak sebesar 18.3-25.53%. Kadar protein grits tempe kacang tunggak juga sudah mendekati literatur. Selama proses fermentasi terjadi perubahan jumlah kandungan asam-asam amino yang secara keseluruhan jumlah asam-asam amino mengalami kenaikan setelah proses fermentasi [12]. 2. Karakteristik kimia-fisik snack ekstrudat Kadar air Kadar air (%)
6,0 4,0 (90:10) 2,0
(80:20)
0,0
(70:30) T1 (24 jam) T2 (36 jam) T3 (48 jam) Lama fermentasi
Gambar 1. Grafik Kadar Air Snack Ekstrudat Akibat Lama Fermentasi dan Proporsi Grits Ubi Jalar dan Grits Tempe Kacang Tunggak Kadar air meningkat dengan meningkatnya proporsi grits tempe kacang tunggak. Hal ini disebabkan karena kadar air bahan baku grits tempe kacang tunggak (6.00%-8.03%) lebih tinggi daripada kadar air grits ubi jalar (5.38%). Kadar air di dalam snack lebih rendah dari kadar air bahan baku dikarenakan air yangterkandung akan menguap selama proses ekstrusi berlangsung. Hal ini terjadi karenaselama proses terjadi pemanasan sehingga air yang terdapat di dalam bahan bakumenguap.
Rerata Kadar Abu (%)
Kadar abu 2,6 2,55 2,5 2,45 2,4 2,35 2,3
T1 (24 jam) T2 (36 jam) P1 (90:10) P2 (80:20) P3 (70:30)
T3 (48 jam)
Proporsi grits ubi jalar dan grits tempe kacang tunggak
Gambar 2.Grafik Kadar Abu Snack Ekstrudat Akibat Lama Fermentasi dan Proporsi Grits Ubi Jalar dan Grits Tempe Kacang Tunggak Semakin lama waktu fermentasi tempe kacang tunggak maka kadar abunya semakin tinggi. Selama fermentasi tempe jumlah vitamin B kompleks meningkat kecuali tiamin [8]. Vitamin B12 adalah vitamin yang sangat kompleks molekulnya, karena selain mengandung unsur N juga mengandung sebuah atom cobalt (Co) yang terikat mirip dengan besi terikat pada hemoglobin atau magnesium dalam klorofil [13].Peningkatan kadar abu disini dapat disebabkan oleh adanya Co pada vitamin B12 tersebut.
623
Pengembangan Snack Ekstrudat Berbasis Ubi Jalar Oranye – Utami, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.620-630, April 2015 Kadar lemak Kadar Lemak (%)
4,0 3,0 2,0
(90:10)
1,0
(80:20) (70:30)
0,0 T1 (24 jam) T2 (36 jam) T3 (48 jam) Lama Waktu Fermentasi
Gambar 3. Grafik Kadar Lemak Snack Ekstrudat Akibat Lama Fermentasi dan Proporsi Grits Ubi Jalar dan Grits Tempe Kacang Tunggak Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi akan menurunkan kadar lemak yang dikandung. Fermentasi tempe juga mengakibatkan penurunan lemak. Kadar lemak berkurang selama proses fermentasi karena akibat aktivitas enzim lipase, yang bergantung pada lamanya waktu fermentasi. Aktivitas lipase sangat dipengaruhi oleh jenis inokulum dan akan meningkat selama proses fermentasi [14].
Kadar Protein (%)
Kadar protein 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
(90:10) (80:20) (70:30) T1 (24 jam) T2 (36 jam) T3 (48 jam) Lama Waktu Fermentasi
Gambar 4.Grafik Kadar Protein Snack Ekstrudat Akibat Lama Fermentasi dan Proporsi Grits Ubi Jalar dan Grits Tempe Kacang Tunggak Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin lama fermentasi maka kadar protein semakin tinggi. Selama proses fermentasi tempe, terdapat banyak kapang yang aktif, tetapi pada umumnyaRhizopus sp. merupakan kapang yang paling dominan. Kapang yang tumbuh menghasilkan enzim-enzim pemecah senyawa-senyawa kompleks. Pertumbuhan kapang khususnya kapang Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim proteolitik akan mengurai protein menjadi asam-asam amino sehingga nitrogen terlarutnya mengalami peningkatan. Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan mengalami peningkatan, dan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam [15]. Peningkatan kadar protein ini juga dapat disebabkan metode yang digunakan. Pengukuran kadar protein dengan metode Kjeldahl diperoleh dengan menganalisis kadar nitrogen bahan kemudian mengalikan dengan angka konversi sehingga diperoleh kadar protein dalam bahan tersebut. Selama proses fermentasi tempe maka N terlarutnya akan bertambah dari 0.5% menjadi 2% [16]. Kadar pati Penurunan kadar pati juga terjadi dengan semakin lama waktu fermentasi grits tempe kacang tunggak. Interaksi antara pati dan protein bergantung pada gaya tarik menarik koloid yang bermuatan [17]. Pemanasan meningkatkan kompleksitas reaksi antara pati dan 624
Pengembangan Snack Ekstrudat Berbasis Ubi Jalar Oranye – Utami, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.620-630, April 2015
Kadar Pati (%)
protein. Perubahan thermal dalam protein berhubungan dengan denaturasi yang dipacu dengan keberadaan air. Pati menjadi kehilangan kristalinitas, pengembangan granula dan leaching. Granula pati akan pecah dan matriks amilosa membentuk jaringan gel. Pada saat terjadi kontak protein dan pati, terbentuk matriks pati-protein yang stabil melalui ikatan hidrogen, kovalen, dan ionik. 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
T1 (24 jam) T2 (36 jam) P1 (90:10) P2 (80:20) P3 (70:30)
T3 (48 jam)
Proporsi grits ubi jalar dan grits tempe kacang tunggak
Gambar 5. Grafik Kadar Pati Snack Ekstrudat Akibat Lama Fermentasi dan Proporsi Grits Ubi Jalar dan Grits Tempe Kacang Tunggak
Rasio Pengembangan (%)
Rasio Pengembangan 300,0 200,0 T1 (24 jam)
100,0
T2 (36 jam) 0,0 P1 (90:10) P2 (80:20) P3 (70:30)
T3 (48 jam)
Proporsi grits ubi jalar dan grits tempe kacang tunggak
Gambar 6. Grafik Rasio Pengembangan Snack Ekstrudat Akibat Lama Fermentasi dan Proporsi Grits Ubi Jalar dan Grits Tempe Kacang Tunggak Semakin lama waktu fermentasi maka rasio pengembangan akan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kadar pati pada kacang tunggak selama proses fermentasi. Penurunan kadar pati kacang tunggak disebabkan oleh aktivitas enzim amilase yang dihasilkan oleh kapang [18]. Selain itu, protein yang terkandung pada grits tempe kacang tunggak dapat berikatan dengan air. Penyerapan air oleh protein berkaitan dengan adanya gugus-gugus polar rantai samping seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil, dan sulfhidril yang menyebabkan protein bersifat hidrofilik dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi yang rendah. Derajat gelatinisasi yang rendah menyebabkan derajat pengembangan rendah pula. Tingkat kekerasan Tingkat kekerasan semakin meningkat dengan menurunnya proporsi grits ubi jalar diduga karena kandungan pati grits ubi jalar yang lebih tinggi daripada grits tempe kacang tunggak. Tingkat kekerasan berhubungan dengan kadar pati khususnya amilosa dan amilopektin. Jika kandungan amilosa tinggi maka tingkat kekerasan bahan tersebut juga akan tinggi. Kekerasan juga sangat dipengaruhi oleh protein yang mengalami denaturasi pada saat proses ekstrusi. Hal ini disebabkan pada saat protein terdenaturasi, gugus reaktif 625
Pengembangan Snack Ekstrudat Berbasis Ubi Jalar Oranye – Utami, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.620-630, April 2015
Tingkat Kekerasan (kg/cm²)
akan membuka dan kemudian terjadi pengikatan kembali antar gugus reaktif yang berdekatan, jumlah ikatannya dapat lebih banyak dan lebih kuat. 4,0 3,0 2,0
T1 (24 jam)
1,0
T2 (36 jam)
0,0
T3 (48 jam) P1 (90:10) P2 (80:20) P3 (70:30) Proporsi grits ubi jalar dan grits tempe kacang tunggak
Gambar 7. Grafik Tingkat Kekerasan Snack Ekstrudat Akibat Lama Fermentasi dan Proporsi Grits Ubi Jalar dan Grits Tempe Kacang Tunggak
Tingkat Kesukaan Warna
3. Karakteristik organoleptik snack ekstrudat Kesukaan terhadap warna snack ekstrudat 3,20 3,00 2,80 2,60
T1 (24 Jam)
2,40
T2 (36 Jam)
2,20
T3 (48 Jam) P1 (90%:10%)
P2 (80%:20%)
P3 (70%:30%)
Proporsi Grits Ubi Jalar : Grits Tempe Kacang Tunggak
Gambar 8. Grafik Rerata Kesukaan Terhadap Warna Akibat Proporsi Grits Ubi Jalar dengan Grits Tempe Kacang Tunggak dan Lama Fermentasi Warna yang disukai panelis adalah warna yang terang, hal ini menunjukkan bahwa ekstrudat dengan tingkat kecerahan yang lebih tinggi yang paling disukai. Semakin banyak grits kacang tunggak yang ditambahkan dapat menurunkan tingkat kecerahan warna ekstrudat sehingga tingkat kesukaan panelis juga menurun. Proses pemanasan dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara gula pereduksi dari karbohidrat dengan asam amino (gugus amina primer) dari protein yang menghasilkan pembentukan warna cokelat [13].
Tingkat Kesukaan Rasa
Kesukaan terhadap rasa snack ekstudat 4,00 3,00 2,00
T1 (24 Jam)
1,00
T2 (36 Jam)
0,00
T3 (48 Jam) P1 (90%:10%) P2 (80%:20%) P3 (70%:30%) Proporsi Girts Ubi Jalar : Grits Tempe Kacang Tunggak
Gambar 9. Grafik Rerata Kesukaan Terhadap Rasa Akibat Proporsi Grits Ubi Jalar dengan Grits Tempe Kacang Tunggak dan Lama Fermentasi
626
Pengembangan Snack Ekstrudat Berbasis Ubi Jalar Oranye – Utami, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.620-630, April 2015 Proporsi grits ubi jalar yang semakin tinggi memberikan rasa yang semakin manis pada produk. Rasa manis pada produk ini lebih digemari oleh panelis. Pada suhu tinggi, terjadi pemecahan ikatan glikosidik dari sukrosa pada gula non-reduksi dan menghasilkan glukosa dan fruktosa. Komponen yang bertanggung jawab terhadap rasa pada umumnya tidak dapat menguap pada suhu ruang, komponen ini berekasi dengan reseptor penerima rasa yang berlokasi pada ujung pengecap lidah [19].
Tingkat Kesukaan Aroma
Kesukaan terhadap aroma snack ekstrudat 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
T1 (24 Jam) T2 (36 Jam) P1 P2 P3 (90%:10%) (80%:20%) (70%:30%)
T3 (48 Jam)
Proporsi Grits Ubi Jalar : Grits Tempe Kacang Tunggak
Gambar 10.Grafik Rerata Kesukaan Terhadap Aroma Akibat Proporsi Grits Ubi Jalar dengan Grits Tempe Kacang Tunggak dan Lama Fermentasi Gambar 10 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis menurun seiring dengan menurunnya proporsi grits ubi jalar yang ditambahkan. Akan tetapi penurunan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan karena grits ubi jalar dan grits kacang tunggak mempunyai bau yang kurang menyengat sehingga snack ekstrudat yang dihasilkan juga tidak berbau. Selain itu pada saat pemasakan, snack ekstrudat tidak ditambahkan senyawa lemak yang juga akan mempengaruhi aroma. Komposisi lemak yang tepat pada bahan pangan akan mempengaruhi keseimbangan dari beberapa reaksi pembentukan flavor selama pemasakan dan selanjutnya akan mempengaruhi flavor dan aroma secara keseluruhan dari makanan [20].
Tingkat Kesukaan Tekstur
Kesukaan terhadap tekstur snack ekstrudat 4,00 3,00 2,00 T1 (24 Jam)
1,00
T2 (36 Jam)
0,00 P1 P2 P3 (90%:10%) (80%:20%) (70%:30%)
T3 (48 Jam)
Proporsi Grits Ubi Jalar : Grits Tempe Kacang Tunggak
Gambar 11.Grafik Rerata Kesukaan Terhadap Tekstur Akibat Proporsi Grits Ubi Jalar dengan Grits Tempe Kacang Tunggak dan Lama Fermentasi Gambar 11 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi grits ubi jalar yang ditambahkan. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih suka snack ekstrudat yang tidak keras dan kasar. Semakin tinggi presentase grits tempe kacang tunggak yang diberikan maka kadar protein juga akan semakin tinggi dan menyebabkan penghambatan pemekaran snack ubi jalar karena protein tersebut mengikat pati pada waktu ekstrusi sehingga produk menjadi keras. 627
Pengembangan Snack Ekstrudat Berbasis Ubi Jalar Oranye – Utami, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.620-630, April 2015
Tingkat Kesukaan Kerenyahan
Kesukaan terhadap kerenyahan snack ekstrudat 3,60 3,40 3,20 3,00 2,80 2,60 2,40
T1 (24 Jam) T2 (36 Jam) P1 P2 P3 (90%:10%) (80%:20%) (70%:30%)
T3 (48 Jam)
Proporsi Grits Ubi Jalar : Grits Tempe Kacang Tunggak
Gambar 12. Grafik Rerata Kesukaan Terhadap Kerenyahan Akibat Proporsi Grits Ubi Jalar dengan Grits Tempe Kacang Tunggak dan Lama Fermentasi Gambar 12 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi grits ubi jalar yang ditambahkan. Hal ini berbanding lurus dengan tingkat kesukaan terhadap tekstur snack ekstrudat.Pada produk ini ditambahkan grits jagung untuk meningkatkan kerenyahan. Patijagung terdiri atas amilosa dan amilopektin. Jagung mengandung sekitar 24% amilosa dan 76% amilopektin [21]. Pati berperan penting dalam tekstur dan daya awet produk ekstrusi. Pengaruh itu terutama disebabkan oleh amilosa dan amilopektin dalam pati. Amilopektin diketahui bersifat merangsang terjadinya pemekaran (puffing), sehingga produk ekstrusi yang berasal dari pati-patian dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan bersifat ringan, porous, kering dan renyah. Perlakuan terbaik secara organoleptik Tabel 2. Nilai Parameter Fisik, Kimia dan Organoleptik Snack Ekstrudat Perlakuan Terbaik (Secara Organoleptik) Parameter Snack Ekstrudat Terbaik SNI Snack Ekstrudat Parameter Fisik Rasio Pengembangan (%) 250 Tingkat Kekerasan 0.8 (kg/cm²) Parameter Kimia Kadar Air (%) 4.5 Maksimal 4 Kadar Abu (%) 2.45 Kadar Lemak (%) 1.4 Maksimal 30 Kadar Protein (%) 6.52 Kadar Pati (%) 46.68 Kadar Serat Kasar (%) 3.84 Kalori (kkal/100 g) 508.434 Parameter Organoleptik Warna 3.03 Normal Rasa 3 Normal Aroma 2.9 Normal Tekstur 2.77 Kerenyahan 3.23 -
628
Pengembangan Snack Ekstrudat Berbasis Ubi Jalar Oranye – Utami, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.620-630, April 2015 Perlakuan terbaik secara fisik-kimia Tabel 3. Nilai Parameter Fisik, Kimia dan Organoleptik Snack Ekstrudat Perlakuan Terbaik (Secara Fisik-Kimia) Parameter Snack Ekstrudat Terbaik SNI Snack Ekstrudat Parameter Fisik Rasio Pengembangan (%) 196.67 Tingkat Kekerasan 3 (kg/cm²) Parameter Kimia Kadar Air (%) 5.5 Maksimal 4 Kadar Abu (%) 2.39 Kadar Lemak (%) 3.4 Maksimal 30 Kadar Protein (%) 8.79 Kadar Pati (%) 42.30 Kadar Serat Kasar (%) 3.42 Kalori (kkal) 348.227 Parameter Organoleptik Warna 2.67 Normal Rasa 2.57 Normal Aroma 2.36 Normal Tekstur 3.17 Kerenyahan 2.87 SIMPULAN Faktor proporsi grits ubi jalar dan grits tempe kacang tunggak serta lama fermentasi memberikan pengaruh yang nyata (α=5%) pada rasio pengembangan, tingkat kekerasan, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar pati, kadar protein, daya cerna pati dan daya cerna protein. Interaksi antara dua faktor tersebut memberikan pengaruh yang nyata (α=5%) pada kadar pati. Snack ekstrudat perlakuan terbaik secara fisik-kimia diperoleh pada perlakuan proporsi grits ubi jalar dengan grits tempe kacang tunggak (70 : 30) dan lama fermentasi 24 jam. Perlakuan ini memiliki karakteristik meliputi rasio pengembangan 196.67%; tingkat kekerasan 3 kg/cm2; kadar air 5.5%; kadar abu 2.39%; kadar lemak 3.4%; kadar protein 8.79%; kadar pati 42.3%; daya cerna protein 33.41%; dan daya cerna pati 45.12%. Snack ekstrudat perlakuan terbaik secara organoleptik diperoleh pada perlakuan proporsi grits ubi jalar dengan grits tempe kacang tunggak (90 : 10) dan lama fermentasi 24 jam Pada parameter organoleptik memiliki karakteristik warna 3.03 (suka); rasa 3 (suka); aroma 2.9 (suka); tekstur 2.77 (suka); kerenyahan 3.23 (suka). DAFTAR PUSTAKA 1) Irianto, Djoko Pekik. 2006. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Penerbit Andi. Yogyakarta. 2) Egounlety MA, Worth OC. 2003. Effect of soaking, dehulling, cooking and fermentation with Rhizopusoligosporuson the oligosaccharides, trypsin inhibitor, phytic acid and tannins of soybean (Glycine max Merr.), cowpea (VingaunguiculataL. Walp) and groundbean(MacrotylomageocarpaHarms). J. Food Eng. 56: 249-254. 3) AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of Asociation of Official Analytical Chemists, 15th Ed. The Association: Arlington, VA. 4) Sudarmadji, S., Haryono B, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta. 5) Apriyantono, A., D. Fardiaz, P. Ni Luh, Sedarnawati, dan B.Slamet. 1989. Petunjuk Praktikum Analisis Pangan. IPB Press. Bogor. 629
Pengembangan Snack Ekstrudat Berbasis Ubi Jalar Oranye – Utami, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.620-630, April 2015 6) Lingko, P., P.ColonadanC.Mercier.1981. HTST Extrusion Cooking. Dalam :Y.Pomeronz
(Editor). Advanced In Cereal Science and Technology. The AVIAACC Inc., St. Paul – Minnesota. 7) Meilgaard, M., Civille, G.V., and Carr, B.T,1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd edition. CRC Press. New York 8) Astuti, M., Meliala, A., Fabien, D., Wahlq, M.. 2000. Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr (2000) 9(4): 322–325. 9) Richana, N. dan Damardjati, D.S. 1999. Karakteristik Fisiko-Kimia Biji Kacang Tunggak (Vignaunguiculata (L) Walp) dan Pemanfaatannya untuk Tempe. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 18(1): 72-77. 10) Susi. 2012. Komposisi Kimia dan Asam Amino pada Tempe KacangNagara (Vignaunguiculata ssp. cylindrica). Skripsi. UNLAM. Bogor 11) Kearsly, M.W. 1988. Physical, Chemical and Biochemical Methods of Analysis of Carbohidrates. Analysis of Food Carbohydrates. Elsevier Applied Science Publisher Ltd. England. 12) Kasmidjo, R.B., 1990. Tempe :Mikrobiologidan Kimia PengolahansertaPemanfaatannya. PAU PangandanGizi UGM. Yogyakarta. 13) Winarno, F.G. 2004. Kimia PangandanGizi. Gramedia. Jakarta. 14) Sutopo, J. 1992. Aktivitas Enzim-Enzim Hidrolitik Kapang Ryzopus spp. Pada Tempe. Thesis. Unsrat. Manado. 15) Murata, K., H. Ikehata and T.Miyamoto.1967. Studies on The Nutritional Value of Tempeh. J.Food Sci. 32 : 580. 16) Shurtleff,W. and A.Aoyagi.1979. The Book of Tempeh ProfesionalEditional, Harper & Row Publisher. New York. 17) Cherry, J.P. 1982. Protein-polysaccharide interactions. In Food Carbohydrates. Lineback DR danInglett GE. AVI Publishing Company Inc. Westport Connecticut. 18) Aryani, Dian, dkk. 2004. Fermentasi Etanol dari UbiJalar (Ipomoeabatatas) oleh Kultur Campuran Rhizopus oryzae dan Saccharomyces cerevisiae. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 19) Rasulu, H. 2004. Pengaruh Proporsi Grits Sukun dengan Grits Jagung Serta Penambahan Grits Kedelai Berkecambah Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Ekstrudat Menggunakan Ekstruder Ulir Tunggal. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang 20) Chevance, F.F.V. and L.J. Farmer. 1999. Release of Volatile Odor Compoundsfrom Full-Fat and Reduced-Fat Frankfurters. J. Agric. Food Chem., 47:5161-5168. 21) Medcalf, D. G. 1973. Structure and Composition of Cereal Components as Related to Their Potential Industrial Utilization. Dalam: Y. Pomeranz (Editor). Industrial Uses of Cereals. American Association of Cereal Chemist, Inc., Minnesota.
630