Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
PENGEMBANGAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BERDASARKAN KEBUTUHAN SEKTOR INDUSTRI DI WILAYAH GRESIK SELATAN Amat Kasnar1 Eko Budi Santoso2 Putu Gde Ariastita3 ABSTRAK Pertumbuhan sektor industri di Wilayah Gresik Selatan cukup pesat, pada tahun 2006 jumlah industri naik sebesar 31,7 %, sehingga banyak dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya SDM dengan tingkat pendidikan SMK. Rasio SMA: SMK di Gresik Selatan sebesar 83 %: 17 %, dimana angka tersebut masih sangat jauh dari target yang telah ditetapkan oloh Depdiknas (rasio SMA : SMK = 40: 60). Hal itu menunjukkan bahwa di Wilayah Gresik Selatan kekurangan SMK sehingga perlu adanya penambahan SMK yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri di Wllayah Gresik Selatan. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kebutuhan SMK skala likert, AHP, analisis Super Impose, Analisis Scoring, dan analisis deskriptif kualitatif. Dan beberapa hasil analisis menunjukkan bahwa di Gresik Selatan kekurangan 4 SMK Kelompok Teknologi lndustri. Adapun lokasi empat SMK tersebut adalah 2 SMK di Kecamatan Driyorejo (Desa Banjaran dan Desa Petikan) dongan Program Keahlian Kimia Industri, Teknik Mesin Produksi, Teknik Pengelasan, Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri, dan Teknik Elektro lndustri, 1 SMK di Kecamatan Wringinanom (Desa Sumberrame) dengan Program Keahlian Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri, Teknik Pengelasan, Teknik Mesin Produksi, Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik, Kimia lndustri dan Teknik Elektro Industri, 1 SMK di Kecamatan Menganti (Desa Domas) dengan Program Keahlian Teknik Elektro Industri, Kriya Kayu, Teknik Mesin Produksi, Kimia Analis, Teknik Pemakaian Mekanik lndustri dan Teknik Otomasi. Kata kunci: industri, program keahlian, lokasi SMK PENDAHULUAN Dunia pendidikan merupakan salah satu ujung tombak dalam menciptakan manusia Indonesia yang terampil. Salah satu dari program pendidikan tersebut adalah pendidikan kejuruan. Pemerintah melalui pendidikan SMK berusaha untuk mencetak lulusan yang terampil dan siap untuk memasuki lapangan kerja. Kondisi pendidikan menengah di Wilayah Gresik Selatan terdiri dan 23 lembaga/ sekolah yang terdiri dari 4 SMK, 19 SMA/MA atau jika diprosentasekan rasio SMA: SMK adalah sebesar 83 %: 17 % dan rasio siswa SMA : SMK adalah 88% : 12% (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Gresik, 2006). Rasio SMA : SMK tersebut masih sangat jauh dan target yang telah ditetapkan oleh Depdiknas (rasio SMA: SMK = 40 : 60). Hal itu menunjukkan bahwa di Wilayah Gresik Selatan terjadi kekurangan jumlah SMK sehingga perlu adanya pengembangan pendidikan SMK di Wílayah Gresik Selatan yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri di wilayah tersebut. Dimana pengembangan pendidikan SMK pada penelitian ini berupa penambahan SMK baru (sesuai dengan potensi industri di Gresik Selatan) dan penentuan lokasi Penempatannya di wilayah Gresik Selatan. Penambahan SMK kelompok teknologj dan industri di wilayah Gresik Selatan ini harus berdasarkan pada kondisi internal (ketersediaan sarana prasarana dan kompetensi tenaga pendidik) dan kondisi eksternal (kebutuhan dunia kerja yaitu kebutuhan sektor industri). 10
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
Berdasarkan permasalahan tersebut maka timbul pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut: (1) SMK dengan program keahlian apa yang relevan dengan kebutuhan sektor industri di Wilayah Gresik Selatan? (2) Bagaimana arahan lokasi penempatan SMK yang sesuai di setiap kecamatan di Wilayah Gresik Selatan? Tujuan dan penelitian ini adalah untuk menentukan arahan pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan potensi sektor industri di Wilayah Gresik Selatan, dimana arahan ini berupa program keahlian dan lokasi sekolah. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka ditetapkan sasaran dan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi kebutuhan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kelompok Teknologi Industri di Wilayah Gresik Selatan; (2) Menganalisa program keahlian di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang sesuai dengan kebutuhan di Wilayah Gresik Selatan; dan (3) Menentukan lokasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kelompok Teknologi di Wilayah Gresik Selatan. TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi merupakan proses perbaikan tatanan sosial, ekonomi, hukum, politik, lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Peranan suatu wilayah sebagai komponen (bagian) ekonomi nasional direpresentasikan oleh sektor industri dan struktur yang terdapat pada masing-masing wilayah. Industri bermacam-macam ada yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, lamban, dan ada yang mempunyai pertumbuhan stagnan (mandeg). Ada suatu wilayah yang memiliki keunggulan lokasional (locational advantage) yang memungkinkan pengembangan industri. Perusahaan-perusahaan yang menguasa dominansi ekonomi adalah industri besar yang mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap kegiatan industri-industri lain yang terkait dengan industri besar tersebut, dimana industri yang besar tersebut biasa dikenal sebagai industri pendorong. Keberadaan industri pendorong di suatu wilayah memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, dimana dengan semakin pesatnya pertumbuhan industri maka pertumbuhan ekonomi juga akan semakin pesat. Namun, keberhasilan sektor industri di suatu wilayah tidak akan terlepas dan keberadaan sumberdaya manusia yang berkualitas, sumberdaya alam, dan teknologi yang tinggi. Namun, dari ketiga pilar di atas pilar yang paling utama dan paling menentukan adalah sumberdaya manusia (SDM). Jadi untuk mengembangkan suatu wilayah yang perlu diperhatikan adalah mempersiapkan Sumberdaya Manusia (SDM). Pengembangan Sumberdaya Manusia melalui Sekolah Menengah Kejuruan Secara konseptual SDM adalah seluruh kemampuan atau potensi manusia (penduduk) yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Kualitas penduduk atau mutu sumberdaya manusia yaitu tingkat kemampuan penduduk dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk meningkatkan kesejahteraannya. Mutu sumberdaya manusia pada suatu negara dapat dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan tingkat kesehatannya. Salah satu pendidikan yang dapat berfungsi sebagal katalisator utama pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) adalah melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) (Djojonegoro W, 1999). Pendidikan SMK mempunyai tujuan utama yaitu mempersiapkan peserta didiknya untuk siap terjun ke dunia kerja dengan membekali ketrampilan tertentu, sehingga program-program pendidikan di SMK diharapkan senantiasa disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan kerja (Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 11
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
Tahun 1990 pasal 7) (Wena, 1996). Salah satu kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam pengembangan SDM SMK yang diperkenalkan pada tahun 1993/1994 adalah pendidikan Link and Match, yaitu pendidikan SMK harus bersifat link and match dengan kebutuhan baik itu kebutuhan peserta didik rnaupun kebutuhan masyarakat dengan harapan akan tercipta kesesuaian antara program pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. (Djojonegoro, 1999). Berdasarkan kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan 1991/1994 dalam Wena (1996) bahwa program pendidikan menengah kejuruan dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu: (1) pertanian dan kehutanan; (2) teknologi dan industri (STM); (3) Kelompok bisnis dan manajemen (SMEA); (4) Kelompok kesejahteraan masyarakat (SMKK); (5) Kelompok pariwisata; dan (6) Kelompok seni dan kerajinan. Program keahlian yang terdapat cii SMK kelompok Teknologi dan adalah: 1. Teknik Listnik (Teknik Pemanfaatan Tenaga Listnk, Transmisi Tenaga Listnik, Listrik lndustni) 2. Teknik Informasi dan Komunikasi (Rekayasa Perangkat Lunak dan Teknik Komputer dan Jaringan) 3. Teknik Elektronika Industri 4. Teknik Pendingin dan Tata Udara 5. Teknik Mesin (Teknik Pengelasan, Mesin Produksi, Pemeliharaan Mekanik , Gambar Mesin, Mekanik Otomotif, dan) Teknik Alat Berat. 6. Kimia (Kimia dan Kimia Analis) 7. Grafik (Produksi Grafika dan Persiapan Grafika) 8. Kriya (Kriya Kayu dan Kriya Tekstil) Teori Lokasi Peraturan Pemenintah Nomon 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan ketentuan lokasi sekolah terkait dengan standarisasi sarana prasarana pendidikan berupa lahan sebagaimana berbunyi pada pasal 44, yaitu: (1) Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) untuk bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan suatu lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat. (2) Standar lahan satuan pendidikan dinyatakan dalam rašio luas lahan per peserta didik. (3) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan sejenis dan sejenjang, sarta letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan yang menjadi pengumpan masukan peserta didik. (4) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut. (5) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, dan kesehatan lingkungan. Lokasi Sekolah Menurut Engelhardt Engelhardt menjelaskan bahwa dalam rnemilih lokasi sekolah dari beberapa bidang tanah membutuhkan pertimbangan. Yang terpenting adalah bahwa pengurus sekolah dapat mengukur masingmasing lokasi dengan bantuan dan catatan (scorecard) yang berisikan kriteria. (Engelhardt dalam De Chiara dkk., 1978). Scorecard yang dimaksud berisikan beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi sekolah, yang secara garis besar pertimbangan tersebut terdiri atas beberapa aspek yaitu: 12
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
1. Kondisi lingkungan sekarang dan masa depan. a. Kondisi lingkungan sekitar. 1) Karakteristik lingkungan sekitar. 2) Bebas dari gangguan kegiatan ekonomi. 3) Bebas dari kebisingan, bau, debu dan lalu lintas industri. 4) Jauh dari jalur rel kereta, lapangan terbang dan dermaga. 5) Jauh dari jalur lalu lintas jalan yang padat (Jalan tol). b. Terlindungi dari jalur penerbangan existing dan rencana. c. Adanya prospek masa depan dad lingkungan sekitar. 2. Keterkaitan dengan rencana pengembangan komunitas. a. Dapat diterima dalam rencana pengembangan komunitas. b. Tidak mencampuri rencana pengembangunan komunitas lainnya. c. Nilai guna komunitas secara luas. 3. Peranan dalam rencana pengembangan sekolah secara komprehensif. a. Penentuan lokasi secara ilmiah dengan mempertimbangkan populasi sekarang dan masa depan. b. Intregrasi dengan sekolah yang ada. c. Letak dengan program pokok sekolah d. Persetujuan resmi atas lokasi umum 4. Luas dari lokasi (site). a. Kenyamanan dalam program pendidikan untuk sekarang dan masa depan b. Pemenuhan atas saran diatas, minimal pada tiap tingkat: 1) 10 acres (±40.468 m2) untuk sekolah dasar, dan 1 acre (± 4.046 m) untuk 100 siswa. 2) 20 acres (±80.937 m2) untuk SLTP, dan 1 acre (± 4.046 m2) untuk 100 siswa. 3) 30 acres (± 121 .405 m2) untuk SLTA, dan 1 acre (± 4.046 m2) untuk 100 siswa. c. Perlindungan atas perluasan pendidikan di masa depan d. Penyediaan area bermain pada tiap tingkatan untuk sekarang maupun masa depan 5. Aksesibilitas a. Aksesibilitas untuk masyarakat umum. b. Jarak tempuh optimal untuk anak-anak/siswa. 1) 1,5 mil (± 2,4 km) sampai 2 mil (±3,2 km) untuk tingkat SLTA 2) 1 mil (± 1,6 km) untuk tingkat SLTP 3) 0,5 mil (± 0,8 km) untuk tingkat SD 4) 0,25 mil (+ 0,4 km) sampai 0,5 mil (+ 0,8 km) untuk home-school (PAUD dan TK) c. Kelayakan/ kemungkinan dalam menjangkau lokasi. 1) Trotoar 2) Sepeda 3) Mobil 4) Bis sekolah d. Keamanan dalam menjangkau lokasi 1) Bebas dari perempatan jalan yang berbahaya (ramai). 2) Penyediaan trotoar dan jalan yang memadai. 3) Penghapusan arus lalu lintas dua arah. 4) Penyediaan underpass dan jembatan penyeberangan. 6. Karakteristik lokasi (site) 13
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
a. Bentuk lahan b. Utilitas yang tersedia c. Nilai estetika lokasi d. Pengaruh lokasi terhadap design bangunan e. Kemungkinan dari orientasi yang diminati untuk semua ruangan dan area permainan f. Kemerataan dan karateristik-karateristik sebagai keuntungan dalam pendidikan g. Tingkat penyesuaian permukaan lahan yang rendah untuk bangunan, area bermain dan parkir h. Kondisi subsoil lapisan tanah bagian bawah. 7. Layanan utilitas a. Kedekatan dengan jaringan utilitas 1) Jaringan air bersih 2) Jaringan pembuangan selokan (sewage) 3) Gas b. Kelayakan kemungkinan dalam menyediakan jaringan utilitas. 8. Biaya/ Harga a. Harga tanah b. Biaya pengolahan lahan 1) Penyesuaian umum dan kontur tanah terhadap bangunan dan area bermain. 2) Kemiringan yang memadai untuk drainase dengan biaya yang sesuai. 3) Drainase yang lancar dan lahan bersebelahan. 4) Kemudahan dalam penyiapan dan area parkir, pintu masuk dan jalan. 5) Biaya tambahan untuk tiang pancang, pemindahan batu besar, pohon dan sebagainya. 6) Penghancuran dan perataan bangunan. c. Biaya jaringan utilitas. 1) Panjang pengerjaan parit/galian jika diperlukan. 2) Kebutuhan pompa air. d. Biaya pembangunan koneksi dan penjangkauan lokasi 1) Penyediaan paving jalan 2) Penyediaan trotoar Distribusi lnfrastruktur Sosial (De Chiara) De Chiara dkk. (1975) menjelaskan pendistribusian infrastruktur sosial melalui gambar sebagaimana berikut:
Gambar 1. Typical Distric Organization (Sumber: Diolah dan De Chiara dkk., 1975) 14
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
Melalui gambar diatas dijelaskan kurang lebih bahwa didalam suatu lingkungan (neighborhood) yang dibatasi oleh neighborhood boundary (lingkaran besar) setidaknya terdiri atas 3 (tiga) residential area yang dilambangkan dengan lingkaran lebih kecil. Residential area tersebut dilayani minimal masing-masing oleh satu nursery school (TK). Ketiga residential area tersebut dilayani oleh 1 (satu) elementary school (SD) yang terletak didalam neighborhood boundary, sehingga satu neighborhood minimal terlayani oleh satu elementary school. Sedangkan junior high school (SMP) terletak diluar neighborhood boundary, yang melayani beberapa neighborhood yang terletak secara berdekatan, dengan jarak maksimum dan junior high school adalah 1/2 mil. Demikian juga dengan high school (SLTA), satu high school setidaknya tersedia untuk melayani beberapa neighborhood atau bahkan satu district (kecamatan) dengan jarak tempuh maksimal dengan berjalan kaki antara 3/4 mil s/d 1 mil, atau jika lebih maka harus disediakan bus. Dari beberapa teori lokasi tersebut diperoleh beberapa faktor penentu lokal sekolah yang digunakan pada penelitian ini adalah: Tabel 1 Faktor Penentu Lokasi Sekolah Faktor yang digunakan pada penelitian Distribusi 1. Jarak Jarak (sekolah - permukiman) dan Infrastruktur Sosial 2. Kondisi lingkungan sekarang transportasi (De Chiara) dan masa depan Demografi 3. Keterkaitan dengan rencana Neighborhood boundary pengembangan komunitas. Daerah layanan 4. Peranan dalam rencana Tingkat/jenjang layanan pengembangan sekolah Lokasi SMK Menurut Letak lahan (mempertímbangkan klaster secara komprehensif Peraturan Pemerintah pendidikan sejenis, sejenjang serta 5. Aksesibilitas Nomor 19 Tahun 2005 pendidikan dibawahnya). 6. Biaya/ Harga (SNP) Jarak (jarak tempuh maksimal mencapai 7. Layanan utilitas satuan pendidikan). 8. Karakteristik lokasi Kenyamanan dan kesehatan lingkungan. Lokasi Sekolah Kondisi lingkungan sekarang dan masa Menurut Engelhardt. depan Keterkaitan dengan rencana pengembangan komunitas Peranan dalam rencana pengembangan sekolah secara komprehensif Luas dari lokasi Aksesibilitas Karakteristik lokasi (site) Layanan utilitas Biaya/Harga Sumber: Sintesa Penulis, 2008 Kajian
Faktor – faktor Penentu Lokasi
15
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
METODE PENELITIAN Pengumpulan Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari responden (Arikunto, 2006). Data primer yang diperlukan pada penelitian ini berupa eksplorasi pendapat dari industri di Gresik Selatan tentang program keahlian di SMK sesuai dengan kebutuhan sektor industri dan pendapat para pakar tentang pembobotan dan penilaian subvariabel yang mempengaruhi penentuan lokasi SMK di Wilayah Gresik Selatan. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah oleh pihak lain dan disajikan dalam bentuk data (Arikunto, 2006). Sumber data sekunder yang akan diobservasi berasal dari beberapa instansi terkait seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Pusat Statistika (BPS) Kabupaten Gresik. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data jumlah penduduk, jumlah peserta didik SMK, data SMP,SMA, SMK, industri, program keahlian SMK yang ada, pekerjaan penduduk di wilayah Gresik Selatan. Metode Analisis Data Pada penelitian ini, perhitungan kebutuhan SMK di Kabupaten Gresik dilakukan dengan menggunakan variabel jumlah penduduk menurut usia sekolah dan daya tampung efektif setiap kelas (rombongan belajar). Adapun perhitungan kebutuhan lembaga SMK Kelompok Teknologi dan Industri di Wilayah Gresik Selatan adalah sebagai berikut: Kebutuhan lembaga SMU/SLTA = 4,98% x Jumlah Penduduk 525 Kebutuhan lembaga SMK = 60% x Jumlah Kebutuhan SMU/SLTA SMK Kelompok Teknologi Industri = % tenaga kerja sektor industri x Jumlah Kebutuhan SMK tiap kecamatan Untuk menentukan alternatif program keahlian yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri di Wilayah Gresik Selatan digunakan Skala Likert yaitu dengan menggunakan kuesioner yang diberikan pada responden yaitu 50 industri di Wilayah Gresik Selatan memilih program keahlian yang sesuai dan dibutuhkan oleh industri tersebut (ada 19 alternatif program keahlian). Dimana dengan skala likert ini pilihan tentang sesuai atau tidak sesuai dituliskan dalam bentuk skor 1 — 5. Jadi responden hanya perlu menuliskan pendapatnya dalam bentuk skor 1- 5 yaitu: STS (Sangat Tidak Sesuai) = Skor 1 TS (Tidak Sesuai) = Skor 2 AS (Agak Sesuai) = Skor 3 S (Sesuai) = Skor 4 SS (Sangat Sesuai) = Skor 5 Dari 19 alternatif program keahlian yang ada, program keahlian dengan prioritas 1-6 ditetapkan sebagai program keahlian yang sesuai untuk SMK Kelompok Teknologi Industri dan dibutuhkan oleh industri di kecamatan tersebut. Analisis Super Impose atau overlay digunakan utuk mengetahui lokasi SMK teknologi dan industri yang sesuai dengan kondisi eksisting dan rencana pembangunan di lokasi masing-masing. Analisis Super Impose dilakukan dengan cara meng-ovenlay-kan peta-peta kondisi eksisting dan rencana pembangunan 16
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
yang terkait. Adapun peta-peta kondisi yang akan dilakukan proses overlay pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Peta jaringan jalan 2. Peta jaringan listrik tegangan tinggi (SUTET) 3. Peta rencana kawasan industri 4. Peta kawasan terbangun Pada penelitian ini AHP digunakan untuk mengetahui nilai pembobotan dan setiap variabel dan subvariabel yang berpengaruh dalam penentuan lokasi SMK teknologi dan industri di Wilayah Gresik Selatan. Perhitungan bobot dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Skala yang digunakan dalam perhitungan bobot adalah dengan skala 1-9 (Saaty,1993). Skala pembobotan dapat dilihat pada Table 2 di bawah ini: Tabel 2 Skala Nilai dan Definisi Pendapat Kualitatif Intesitas Keterangan Kepentingan 1 Kedua elemen sama penting 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lainnya 5 Elemen yang satu lebih daripada elemen yang lainnya 9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lain 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Kebalikan Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 19 Sumber: Saaty (1993)
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
Untuk menghitung bobot tiap kriteria dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu: Matriks Perbandingan Berpasangan Menjumlahkan nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan. Normalisasi yaitu dengan membagi setiap nilai perbandingan berpasangan dengan total nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan yang dilakukan pada langkah ke 1. Menjumlahkan hasil normalisasi setiap elemen pembanding. Membagi jumlah bobot tiap elemen pembanding dengan banyaknya elemen pembanding. Mengecek nilai bobot yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai bobot yang diperoleh, dimana hasil yang didapat harus sama atau mendekati angka 1. Uji Konsistensi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini: a) Mengalikan bobot yang diperoleh dengan nilai nilai perbandingan berpasangan yang diperoleh. b) Menjumlahkan hasil kali dari langkah ke-1 tersebut pada setiap elemen pembanding c) Membagi jumlah bobot dengan bobot (Wi) sehingga diperoleh eigenvector d) Merighitung eigenvalue ( I maks), hal ini dilakukan dengan membagi eigenvector dengan banyaknya elemen pembanding 17
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1 e) Menghitung nilai indeks konsistensi (Cl) CI =
Mei 2009
max − n-1
f) Menghitung rasio konsistensi (CR). g) Nilai rasio konsistensi (CR) adalah perbandingan antara indeks konsištensi (CI) dan nilai random indeks (RI). Untuk model AHP matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsistensinya tidak lebih dari 0,1 atau sama dengan 0,1. Tabel 3 Nilai Indeks Random Ukuran 1,2 3 Matriks Matriks 0,0 0,58 Random Sumber: Saaty, 1993
4
5
6
7
8
9
10
0,9
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
Analisis Skoring Analisis skoring digunakan untuk mengetahui prioritas lokasi SMK di setiap kecamatan di Wilayah Gresik Selatan, sehingga lokasi hasil analisa skoring ini dapat digunakan sebagai arahan lokasi SMK Kelompok Teknologi industri di Wilayah Gresik Selatan. Secara garis besar tahapan analisa untuk menentukan lokasi SMK dapat dibuat bagan:
Variabel-variabel yang berpengaruh dalam penentuan lokasi SMK
Peta jalan, kawasan terbangun, jalan tol, jaringan SUTET, rencana industri
AHP
Analisis Overlay/Superimpose
Alternative lokasi SMK
Nilai bobot variabel penentuan lokasi SMK
Analisis Skoring
Lokasi SMK yang ideal
Gambar 2 Analisa Penentuan Lokasi SMK
18
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan Jenis SMK Dari hasil perhitungan analisa kebutuhan SMK diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4 Hasil Analisa Kebutuhan SMK Kelompok Driyorejo Kedamean Tenaga % Jml % Jml Kerja TK SMK TK SMK Pertanian 15.53 1 72.65 3 Industri 57.88 3 2.66 0 Konstruksi 0.61 0 0 0 Perdagangan 10.42 1 7.06 0 Angkutan 1.93 0 1.41 0 Jasa 7.96 1 1.33 0 Lainnya 4.66 0 14.89 1 Jumlah 100 6 100 4 Sumber: Hasil Analisa
Menganti % Jml TK SMK 50.95 4 24.43 2 2.37 0 10.83 1 2.73 0 6.37 0 1.96 0 100 7
Wringinanom Gresik Selatan % Jml % Jml TK SMK TK SMK 41.58 2 42.88 9 32.71 2 32.87 7 4.59 0 1.64 0 6.28 0 8.49 2 5.35 0 2.73 1 5.75 0 5.38 1 3.74 0 7 1 100 4 100 21
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa Kecamatan Driyorejo seharusnya memilikl 3 SMK yang berbasis teknologi industri, Kecamatan Kedamean belum membutuhkan SMK teknologi industri, Kecamatan Menganti seharusnya memiliki 2 SMK yang kelompok teknologi industri, sedangkan Kecamatan Wringinanom seharusnya memiliki 2 SMK berbasis teknologi industri. Jadi secara keseluruhan Wilayah Gresik Selatan seharusnya mempunyai 7 SMK Kelompok Teknologi Industri. Namun, secara keseluruhan di Wilayah Gresik Selatan hanya mempunyai 3 SMK Kelompok Teknologi Industri sehingga masih terjadi kekurangan 4 SMK Kelompok Teknologi Industri yaitu 1 lembaga SMK Kecamatan Wringinanom, 2 lembaga SMK Kecamatan Driyorejo dan 1 lembaga SMK di Kecamatan Menganti. Analisis Untuk Menentukan Program Keahlian di SMK Kelompok Teknologi dan Industri Untuk menentukan program keahlian di SMK Teknologi dan Industri yaitu dengan menggunakan skala likert. Analisis dengan menggunakan skala likert ini hanya dilakukan pada industri di kecamatan Driyorejo, Menganti, dan Kecamatan Wringinanom. Kecamatan Kedamean tidak termasuk sebagai sampel penelitian karena kecamatan ini tidak memiliki potensi pada sektor industri sebab penelitian ini hanya dibatasi pada penentuan SMK Kelompok Teknologi Industri. Hasil kuesioner di tiga kecamatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kecamatan Menganti Program keahlian yang banyak dibutuhkan oleh industri di Kecamatan Menganti sebagai program keahlian yang sesuai untuk SMK Teknologi Industri di Kecamatan Menganti adalah: a. Teknik Elektro Industri (jumlah skor 40) b. Kriya Kayu (jumlah skor 40) c. Kimia Analisis (jumlah skor 38) d. Teknik Mesin Produksi (jumlah skor 38) e. Teknik Otomasi (jumlah skor 37) 19
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
f. Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri (jumlah skor 37) 2. Kecamatan Driyorejo Program keahliari yang banyak dibutuhkan oleh industri di Kecamatan Driyorejo sebagai program keahlian yang sesuai untuk SMK Teknologi Industri di Kecamatan Driyorejo adalah: a. Kimia Industri (jumlah skor 75) b. Teknik Mesin Produksi (jumlah skor 74) c. Teknik Pengelasan (jumlah skor 73) d. Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri (jumlah skor 72) e. Teknik Elektro Industri (jumlah skor 72) f. Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik (jumlah skor 71) 3. Kecamatan Wringinanom Program keahlian yang banyak dibutuhkan oleh industri di Kecamatan Wringinanom sebagai program keahlian yang sesuai untuk SMK Teknologi Industri di Kecamatan Wringinanom adalah: a. Teknik pemeliharaan mekanik industri (jumlah skor 39) b. Teknik Mesin produksi (jumlah skor 38) c. Teknik pengelasan (jumlah skor 38) d. Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik (jumlah skor 36) e. Kimia industri (jumlah skor 35) f. Teknik elektro industri (jumlah skor 35) Analisa Penentuan Lokasi SMK Analisa Penentuan Lahan Untuk menentukan lahan yang sesuai sebagai lokasi SMK yaitu dengan menggunakan analisa super impose. Dan hasil analisa super impose diperoleh hasil yang berupa peta seperti pada Gambar. Diketahui bahwa, terdapat beberapa alternatif lokasi SMK ditiap kecamatan yaitu: Kecamatan Wringinanom terdapat 1 alternatif lokasi, Kecamatan Driyorejo terdapat 4 alternatif lokasi dan Kecamatan Menganti terdapat 3 alternatif lokasi. Untuk mendapatkan lokasi yang sesuai maka kecamatan yang mempunyai kelebihan dari jumlah lokasi yang dibutuhkan maka perlu diskoring untuk mendapatkan lokasi yang benar-benar sesuai. Analisa Pembobotan Varlabel Penentuan Lokasi SMK Untuk memperoleh bobot variabel- variabel penentu dari beberapa variabel yang ada dalam menentukan penempatan lokasi SMK, dilakukan pembobotan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Adapun hirarki yang digunakan dalam proses AHP adalah sebagai berikut:
20
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
Gambar 3 Hirarki Penentuan Lokasi SMK Dari hasil AHP diperoleh nilai pembobotan kriteria penentuan lokasi SMK seperti yang terlihat pada Tabel 4 di bawah ini: Tabel 4 Nilai Pembobotan kriteria lokasi SMK Level Pertama Level Kedua Bobot Final Faktor Bobot Faktor Bobot Kond. Eksist 0.1279 0.1279 12.79% & Masa Depan Intgr. 0.1301 0.1301 13.01% Pengembangan Lahan Intgr. 0.2159 Jumlah penduduk 0.3638 0.07854 7.85% Pengembangan Jumlah SLTP 0.2888 0.06235 6.24% Pendidikan Jumlah SLTA 0.3474 0.07500 7.50% Aksesibilitas 0.2082 Jarak dengan jenis 0.5274 0.10980 10.98% jalan Jarak tempuh siswa 0.2006 0.04176 4.18% Cara menjangkau 0.2719 0.05661 5.66% lokasi 21
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1 Level Pertama Level Kedua Faktor Bobot Faktor Bobot Kondisi Lahan 0.1694 Kond. Kelerengan 0.1717 lahan Ketersediaan 0.1969 jaringan Telepon Ketersediaan 0.2031 jaringan Air Ketersediaan 0.2251 jaringan Listrik Luas Lahan 0.2032 2 Harga Tanah 0.1485 Harga Tanah/M 0.3314 Biaya Pengolahan 0.2253 Tanah Biaya Jaringan 0.2221 Utilitas Biaya Koneksi 0.2212 Sumber: Hasil Analisa
Mei 2009
Bobot Final 0.02909
2.91%
0.03335
3.34%
0.03441
3.44%
0.03813
3.81%
0.03442 0.04921
3.44% 4.92%
0.03346
3.35%
0.03298
3.30%
0.03285
3.29%
Penilaian dan Pembobotan Alternatif tiap Lokasi Penilaian dilakukan dengan melihat terpenuhi atau tidaknya kriteria pada masing-masing alternatif lokasi SMK. Justifikasi atau penilaian dilakukan dengan analisa skoring. Lokasi yang dipilih adalah lokasi yang mempunyai bobot besar ditiap kecamatan sesuai dengan kebutuhannya. Hasil Pembobotan dapat dilihat pada Tabel 5 Tabel 5 Bobot Total Tiap Lokasi SMK No. Kecamatan Alternative Lokasi Bobot 1 Wringin Anom Lokasi 1 426.6 2 Driyorejo Lokasi 1 454.8 Lokasi 2 355.8 Lokasi 3 290.2 Lokasi 4 313.7 3 Menganti Lokasi 1 432.6 Lokasi 2 342.4 Lokasi 3 436.8 Sumber: Hasil Analisa Dari analisa skoring diperoleh hasil bahwa di Kecamatan Menganti Lokasi 3 yang memperoleh bobot terbesar yaitu 436,8 yang sekaligus merupakan Lokasi terpilih di Kecamatan Menganti (Ds. Domas). Sedangkan di Kecamatan Driyorejo yang mendapatkan bobot terbesar adalah Lokasi 1 (Ds. Banjaran) dengan bobot 454.8, kemudian Lokasi 2 (Ds. Petiken) dengan bobot 355.8 yang menjadi lokasi terpilih di Kecamatan Driyorejo, sedangkan di Kecamatan Wringinanom lokasi terpllih adalah di Desa Sumberrame yang merupakan satu-satunya alternatif lokasi ideal di Kecamatan Wringinanom.
22
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
Arahan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan di Gresik Selatan Dan hasil analisis tersebut dapat dibuat rumusan arahan pengembangan SMK berdasarkan kebutuhan sektor industri di Wilayah Gresik Selatan, yaitu sebagai berikut: Kecamatan Menganti Dilakukan pendirian 1 SMK Kelompok Teknologi dan Industri yaitu di Desa Domas dengan .6 pilihan program keahlian yaitu (1) Teknik Elektro industri, (2) Kriya Kayu, (3) Kimia Analis, (4) Teknik Mesin Produksi, (5) Teknik Otomasi, dan (6) Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri. Kecamatan Wringinanom Dilakukan pendirian 1 SMK Kelompok Teknologi dan Industri yaitu di Desa Sumberrame dengan 6 pilihan program keahlian yaitu (1) Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri, (2) Teknik Mesin Produksi, (3)Teknik Pengelasan, (4) Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik, (5) Kimia Industri, dan (6) Teknik Elektro Industri. Kecamatan Driyorejo Dilakukan pendirian 2 SMK Kelompok Teknologi dan lndustri yaitu di Desa Banjaran dan Desa Petiken dengan 6 pilihan program keahlian yaitu (1) Kimia Industri, (2) Teknik Mesin Produksi, (3) Teknik Pengelasan, (4) Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri, (5) Teknik Elektro industri, dan (6) Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik. Kecamatan Kedamean Belum diperlukan penambahan SMK Kelompok Teknologi dan lndustri, sehingga pengembangan SMK yang perlu dilakukan dapat berupa peningkatan kualitas SMK yang sudah ada seperti evaluasi program keahlian dan sarana prasarana untuk kegiatan praktek di SMK sehingga ketrampilan yang diberikan di SMK akan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari tahapan-tahapan analisa yang telah dilaksanakan pada penelitian ini, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: Kecamatan Menganti Dilakukan pendirian 1 SMK Kelompok Teknologi Industri yaitu di Desa Domas dengan 6 pilihan program keahlian yaitu (1) Teknik Elektro industri, (2) Kriya Kayu, (3) Kimia analis, (4) Teknik Mesin Produksi, (5) Teknik Otomasi, dan (6) Teknìk Pemeliharaan Mekanik Industri. Kecamatan Wringinanom Dilakukan pendirian 1 SMK Kelompok Teknologi Industri yaitu di Desa Sumberrame dengan 6 pilihan program keahlian yaitu (1) Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri, (2) Teknik Mesin Produksi, (3) Teknik Pengelasan, (4) Teknik Pemanfaatan Tenaga Llstrik, (5) Kimia Industri, dan (6) Teknik Elektro Industri. Kecamatan Driyorejo Dilakukan pendirian 2 SMK Kelompok Teknologi Industri yaitu di Desa Banjaran dan Desa Petiken dengan 6 pilihan program keahlian yaitu (1) Kimia lndustri, (2) Teknik Mesin Produksi, (3) Teknik Pengelasan, (4) Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri, (5) Teknik Elektro Industri, dan (6) Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik. Kecamatan Kedamean Belum diperlukan penambahan SMK Kelompok Teknologi Industri, sehingga pengembangan SMK Kelompok Teknologi Industri dilakukan dengan melihat perkembangan industri yang ada. 23
Jurnal Penataan Ruang Vol. 4 No. 1
Mei 2009
Berdasarkan hasil analisa pada penelitian ini dapat diberikan saran berkaitan dengan pengembangan SMK berdasarkan kebutuhan sektor industri di Wilayah Gresik Selatan adalah sebagai berikut: 1. Penambahan SMK lebih diprioritaskan pada kecamatan yang mempunyai kekurangan SMK paling banyak. 2. Perlu adanya pertimbangan dan perhatian dalam rnenentukan program keahlian di setiap kecamatan, agar tidak terjadi kesamaan program keahlian dengan kecamatan di sekitarnya. 3. Pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik membuat kebijakan yang mewajibkan pihak Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) untuk lebih memperhatikan dan peduli pada perkembangan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan benar-benar menerapkan peran DUDI pada Pendidikan Sistem Ganda (PSG).
DAFTAR RUJUKAN Alkadri, (2001), “Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah”, Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT, Jakarta Arikunto, Suhasimi, (2006), Prosedur Penelitian, PT. Rineka Cipta, Jakarta Chiara, Joseph De dan Keppelman, Lee (1975), Urban Planning and Design Criteria, Van Nostrand Reinhold Company, New York. Departemen Pendidikan Nasional (2005), Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional (2004), Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Edisi 2004, Jakarta. Djojonegoro, W. (1998), Pengembangan Sumber Daya Manusia melalui Sekolah Menengah Kejuruan. Penerbit PT. Balai Pustaka, Jakarta BPS Kabupaten Gresik (2007), Kabupaten Gresik Dalam Angka, BPS, Gresik Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Saaty, T. L. (1993), Decision Making for Leader: The Analytical Hierarchy Process for Decisions in Complex World. Pittsburgh: University of Pittsburgh. Standar Nasional Indonesia Nomor 03-1733-2004 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan. Tarigan, Robinson (2005), Ekonomí Regional: Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta. Wena, Made.1 996, Pendidikan Sistem Ganda. Penerbit PT. Tarsito, Bandung
24