PENGEMBANGAN PRODUK KURSI MAKAN PADA UKM PENGRAJIN ROTAN DOMAS DENGAN METODE GREEN QFD II UKM adalah kegiatan ekonomi yang mendominasi struktur perekonomian Indonesia. Situasi persaingan yang semakin ketat, menuntut industri kecil perlu membekali diri agar mampu bersaing dengan produk lainnya yang sejenis di pasaran. Oleh karena itu perlu mengembangkan kualitas produk UKM berdasar kebutuhan dan keinginan konsumen yang sekarang mulai mengarah pada produk yang ramah lingkungan (green consumer). Pada penelitian ini dilakukan studi untuk mengevaluasi konsep produk dengan menggunakan Green QFD II. Metode ini tidak hanya mempertimbangkan aspek kualitas tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan biaya ke dalam matriks-matriksnya. Ketiga aspek tersebut masing-masing dijabarkan dalam House of Quality, Green House, dan Cost House. Pada Green QFD II ini digunakan matriks Concept Comparison House (CCH) yang mampu mengintegrasikan aspek kualitas, lingkungan, dan biaya. Obyek yang diamati adalah produk komoditas utama UKM yaitu kursi makan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah memahami proses desain dan pengembangan produk yang memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen (customer needs and wants), ramah terhadap lingkungan (green), dan ekonomis. Dengan harapan perbaikan dari produk UKM ini akan dapat meningkatkan semangat ekonomi kreatif masyarakat dan meningkatkan daya saing produk lokal dengan produk buatan luar negeri. Kata kunci : Green QFD II, Suistanable Design, LCA, TQEM 1. Pendahuluan Industri kecil di Indonesia merupakan bagian penting dari sistem perekonomian nasional, karena berperan dalam mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan berperan dalam peningkatan perolehan devisa serta memperkokoh struktur industri nasional. Menurut Hanan (2003), dari segi kuantitatif, pelaku usaha di Indonesia tercacat 41,36 juta unit. Dari jumlah tersebut, sekitar 41,33 juta unit, atau 99,9% adalah usaha kecil menengah (UKM), sedangkan usaha besar hanya 0,005%.Dengan jumlah yang dominan itu, UKM mampu menyerap 99,45% dari seluruh jumlah tenaga kerja nasional (sekitar 76,97 juta orang). Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa industri kecil dan menengah merupakan sector yang perlu mendapat prioritas utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Salah satu industri kecil yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah dalam pengembangannya adalah industri produk jadi rotan. Penerimaan barang jadi rotan terutama mebel terus meningkat mencapai US$ 306 juta atau 83 % dari nilai ekspor barang jadi rotan pada tahun 1995. Peningkatan penerimaan tersebut ternyata masih belum diikuti dengan peningkatan kualitas produk. Hal itu dapat terlihat dari penurunan tingkat harga produk jadi rotan dari US$ 4563 per ton menjadi sekitar US$ 2000-3200 per ton pada tahun 1997. Perabotan rotan masih menjadi komoditas utama kerajinan di Indonesia. Selain bahan bakunya mudah ditemukan, tekstur rotan tergolong fleksibel untuk dijadikan aneka kerajinan. Ada yang bisa diolah menjadi furniture murni, produk interior, dan aksesoris.
Rotan sudah menjadi warisan budaya masyarakat Indonesia demikian juga di daerah Domas, Menganti Gresik. Industri ini sudah menjadi warisan turun temurun, sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat setempat sehingga mampu menyerap sejumlah tenaga kerja pada wilayah tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan perbaikan kualitas produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen agar bisa bersaing dipasaran. Ulrich (2001) menyatakan bahwa produk yang sukses adalah produk yang mampu memberi manfaat sesuai dengan yang dipersepsikan oleh konsumen. Oleh karena itu perlu mempertimbangkan kualitas produk berdasar kebutuhan dan keinginan konsumen yang sekarang mulai mengarah pada produk yang ramah lingkungan (green consumer). Dengan mempertimbangkan adanya peningkatan kesadaran konsumen terhadap produk dan lingkungan dan kesadaran industry untuk mengembangkan dan mendesain produk yang sustanaible, maka perlu membuat suatu pendekatan untuk mendesain dan mengembangkan produk yang memiliki dampak negative terhadap lingkungan yang kecil dan produk tersebut juga harus bisa diterima oleh konsumen. Salah satu metode merancang produk yang ramah lingkungan telah dikembangkan oleh Cristophari pada tahun 1996 (Zhang, 1999) yang merupakan pengembangan dari QFD klasik. Dalam metode ini diintegrasikan QFD klasik dengan Life Cycle Assesment (LCA). Green QFD dimana di dalamnya sudah mempertimbangkan masalah lingkungan. Namun, Green QFD ini masih belum efisien karena masih belum mempertimbangkan biaya di dalam matriks-matriksnya. Diawali pada tahun 1998, Zhang dkk (1998) mulai melakukan pengembangan QFD sehingga mampu mengintegrasikan aspek kualitas, lingkungan, dan biaya ke dalam matriks-matriksnya. Dalam GQFD II ini diintegrasikan Voice of customer, LCA dan LCC kedalam matriks – matriks QFD. 2. Metoda 2.1 Green design Produk ramah lingkungan menurut Redjellyfish (2003) adalah produk organik atau modifikasi genetik dari organisme yang keseluruhan produknya mampu di daur ulang, tidak melakukan test terhadap hewan dan merupakan hasil proses produksi bersih. Bilatos (1997), menyatakan bahwa green engineering adalah sebuah tingkatan sistem yang melingkupi produk dan proses desain dimana lingkungan menjadi sebagai tujuan utama bukan hanya batasan sederhana, lingkungan menjadi dasar pemikiran di semua aspek spesifikasi desain. 2.2 Life Cycle Assesment Konsep pengembangan produk dengan mengamati aspek lingkungan (design for the environment) memiliki konsep yang sama dengan Life Cycle Assesment. Yaitu dengan memperhatikan dampak lingkungan disemua aspek produksi. Untuk meraih sustanaibility produk, perlu melakukan evaluasi produk yang memiliki dampak lingkungan yang kecil. LCA mengevaluasi dampak lingkungan yang berhubungan dengan aktifitas industri mulai dari material tersebut diambil dari bumi sampai material tersebut kembali ke bumi (cradle to grave).
2.3 Life Cycle Cost
product life cycle costing
product production marketing planning, design and preparatio production and logistic cocept prototype n support design %
0
66
85
95
99
Gambar 1
Life Cycle Costing (LCC), digunakan untuk mengevaluasi biaya yang diakibatkan oleh produk selama siklus hidupnya sebagai usaha cost reduction programe dan dikaitkan dengan usaha menciptakan produk yang ramah lingkungan. Adapun biaya-biaya dalam life cycle costing adalah biaya manufakturing, biaya pengolahan limbah, biaya distribusi dan service ke pelanggan, dan biaya bagi pengguna. 2.4 Green QFD II Zhang (1999) yang dikutip oleh Septin (2004) mengembangkan Green QFD-II untuk mengintegrasikan LCA dan LCC, kedalam matriks-matriks QFD untuk mendeploy kualitas berdasarkan keinginan konsumen,lingkungan, dan biaya ke seluruh proses pengembangan produk. Green QFD-II ini merupakan pengembangan Green QFD (GQFD) yang digunakan untuk mengevaluasi konsep-konsepproduk dengan cara mengkombinasikan life cycle assesment (LCA), life cycle costing (LCC), dan QFD ke dalam matriks-matriks. Metodologi GQFD II dilakukan secara sistematis bagi tim pengembangan produk untuk mendesain produk manufaktur yang suistanable sehingga memenuhi permintaan customer, biaya rendah, dan memperhatikan lingkungan. Tahap-tahap dalam Green QFD II adalah sebagai berikut: Tahap I : Mengidentifikasi technical response Tujuan dari fase ini adalah untuk mengidentifikasi technical response kualitas, lingkungan,dan biaya melalui analisis yang didasarkan pada produk, permintaanpermintaan pada technical response ini kemudian digunakan untuk mengembangkan konsep produk baru. Pada fase ini dibuat tiga house yaitu : • House of Quality (HOQ), berisi VOC • Green House (GH), dari LCA • Cost House (CH), dari LCC
Gambar 2 Green House (GH), dari LCA
Gambar 3 Cost House (CH), dari LCC
Tahap II: Memunculkan konsep produk Tujuan dari fase ini adalah untuk mengembangkan alternatif konsep produk untuk memenuhi permintaan yang telah ditentukan dalam fase I. Konsep-konsep tersebut dan garis mendasar konsep produk di evaluasi untuk memilih konsep rancangan produk melalui Concept Comparison House (CCH).
Gambar 4. Concept Comparison House
2.5 Sustainable Minds Untuk memperkuat keputusan pemilihan produk dilakukan dengan menganalisa dampak lingkungan dan membandingkan dampak lingkungan yang dihasilkan produk baru dan produk eksisting. Digunakan software Sustainable Minds untuk mempermudah analisa dampak lingkungan.
3 Hasil dan Diskusi Tahap awal proses pengumpulan data, yaitu mengumpukan data atribut produk kursi makan berdasarkan kebutuhan dan keinginan konsumen (VoC). Untuk membangkitkan VoC dilakukan melalui survey terhadap konsumen. Hasil dari proses ini dimasukan kedalam HoQ. Gambar 5
Gambar 5 House of Quality
Proses selanjutnya adalah analisa lingkungan dari kursi rotan. Tujuan dari LCA adalah melakukan evaluasi atas konsep produk. Adapun ruang lingkup LCA produk ini adalah seluruh siklus hidup produk kursi makan mulai dari pengadaan material hingga sampai di tangan konsumen. Pada penelitian ini pengelompokkan dampak lingkungan didasarkan pada metode EDIP (Environment Design Industrial of Product) (Wenzel 1997). Sedangkan respon teknisnya adalah dampak lingkungan yang dihasilkan produk kursi mulai dari raw material hingga disposal. Gambar 6.
Gambar 6 Green House
Berdasarkan HoQ, Green house dan Cost house diketahui kebutuhan konsumen, dampak lingkungan terbesar dan proses produksi yang paling banyak membutuhkan biaya. Dari hasil analisa tersebut dan mempertimbangkan kemampuan manajemen. Bobot QEC (Quality, Environment, Cost) ditetapkan dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process. Kolom kepuasan menunjukkan nilai performansi konsep produk dilihat dari perspektif kualitas, lingkungan, dan biaya. Dari hasil analisa tersebut dan mempertimbangkan kemampuan
manajemen dilakukan pengembangan produk kursi makan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dan ramah lingkungan. Produk baru dan produk lama akan dibandingkan melalui CCH. Untuk memperkuat analisa dengan software Sustainable Minds dilakukan analisa dampak lingkungan terhadap ketiga produk. Hasil yang diperoleh adalah kursi awal menghasilkan dampak lingkungan yang besar selama siklus hidupnya, terutama pada proses pengolahan raw material serta umur produk. Dengan pergantian material dengan rotan sintetik atau loom serta rangka stainless, dampak lingkungan dapat dikurangi secara signifikan. Harga yang dihasilkan juga lebih ekonomis akibat efisiensi pergantian material,
system rangka, ongkos anyaman dan kemudahan dalam pengiriman. Desain baru juga lebih ergonomis dan secara estetika sesuai keinginan konsumen.
Gambar 7. Concept Comparisson House
4 Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan beberapa saran dan perbaikan seperti berikut : 1. Perlunya meningkatkan kualitas produk UKM karena pasar global sangat luas dan membutuhkan produk kerajinan unggulan Indonesia. 2. Trend green consumer, membuat produk harus memperhatikan aspek lingkungan mulai dari raw material hingga disposal (cradle to grave). 3. Kursi rotan yang bahan baku berasal dari alam jika tidak disertai dengan komitmen terhadap lingkungan akan menimbulkan dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia dan lingkungan hidup. Diantaranya adalah ; a) Kerusakan ekosistem hutan rotan akibat eksplorasi material rotan secara berlebihan. b) Pengolahan rotan menjadi rotan siap pakai saat ini dilakukan melalui proses sederhana tanpa campur tangan teknologi sehingga meningkatkan biaya produksi, dan mengakibatkan dampak melalui udara, air, tanah dan terutama berdampak bagi kesehatan manusia. c) Pemakaian zat – zat kimia selama proses pengolahan rotan, pengawetan hingga finishing. d) Gangguan jamur dan serangga membuat rotan tidak dapat bertahan lama. 4. Lokasi sumber daya rotan yang jauh dari sentra kerajinan dan pengrajin anyaman mengakibatkan kesulitan pengolahan rotan menjadi bahan jadi dan tingginya harga bahan baku rotan.
5. Perlunya pengembangan produk UKM rotan dan mencari alternatif material yang ramah lingkungan. 6. Kebutuhan konsumen kursi makan memprioritaskan kualitas kursi, lingkungan dan yang terakhir faktor biaya. Menandakan bahwa konsumen saat ini bukan hanya mempertimbangkan harga tetapi juga mendahulukan kualitas dan lingkungan. 7. Pengembangan produk kursi makan, dapat mereduksi dampak lingkungan, memenuhi kebutuhan konsumen dan mereduksi cost. Melalui desain yang telah dikembangkan dianalisa dampak lingkungan dan biaya produk tersebut dan dibandingkan dengan analisa produk awal. Dari analisa tersebut diketahui bahwa produk yang baru mampu memnuhi keinginan konsumen, mereduksi cost dan dampak lingkungan. 8. Limbah yang dihasilkan oleh produksi kursi rotan awal dapat ditanggulangi dengan penggantian material. Semua dampak lingkungan memiliki strategi penanggulangan. 5 Daftar Pustaka Akao, Y., 1991. Quality Function Deployment: Integrating Customer Requirements Into Product Design, Productivity Press. Portland, Oregon. Billatos, S. B., and N. A. Bassaly, 1997. Green Technology and Design for the Environment, Taylor & Francis, Ltd. Burall, P., 1991. Green Design, The Design Council of United Kingdom. Cohen, L., 1995. Quality Function Deployment : how to make QFD work for you, Addison – Wisley Publishing Company. Curran, M. A., 1996. Environmental Life-Cycle Assessment, Mc Graw Hill. Dong, C., C. Zhang, and B. Wang, 2001. “Integration of green quality function deployment and fuzzy multiattribute utility thoery-based cost estimation for environmentally conscious product development”, International Journal of Environmentally Conscious Design & Manufacturing. Jasni, D. Martono dan Nana SuprianaI. 1999 Sari Hasil Penelitian Rotan, Dep.Kehutanan. Juran, J.M., 1992, Juran on Quality by Design, The Free Press, New York. Puji Astuti, Septin, 2004, Evaluasi Konsep Produk dengan Pendekatan Green QFD II, Program Pascasarjana, Teknik Industri -ITS Saaty, T. L., 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Ulrich, K. T., and S. D. Eppinger, 2001. Perancangan dan Pengembangan Produk, Salemba Teknika, Jakarta Wenzel, H., M. Hauschild, and L. Alting, 1997. Environmental Assessment of Products, Volume 1 Methodology, Tools and Case Studies in Product Development, Chapman & Hall Zhang, Y., H. P., Wang, and C. Zhang, 1998. “Product Concept Evaluating Using GQFDII and AHP”, International Journal of Environmentally Concious Design & manufacturing, Vol. 7, No 3. Zhang, Y., H.P, Wang, and C. Zhang, 1999. “Green QFD – II: life cycle approach for environmentally conscious manufacturing by integrating LCA and LCC into
QFD matrices”, International Journal Production Research, Vol. 37, pp 1075 – 1091.