Pengembangan Pelat Hollow Core Slab (HCS) sebagai Diafragma Struktur Alexander Lung Angkiriwang Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132, Email:
[email protected]
Abstrak Dalam gedung bertingkat, salah satu persyaratan penting untuk menahan beban gempa adalah kemampuan elemen pelat untuk bersifat sebagai diafragma struktur. Sistem pelat HCS yang ada saat ini, baik untuk elemen panel HCS maupun sambungan antara panel HCS masih belum dapat dikategorikan sebagai diafragma struktur. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan baja tulangan yang ada pada panel HCS yang mana masih bersifat 1 arah. Dalam penelitian ini akan dikembangkan prototype panel HCS serta jenis sambungan antara panel HCS sehingga sistem pelat HCS tersebut dapat digunakan sebagai diafragma struktur pada bangunan tinggi. Benda uji berjumlah 6 buah pelat HCS dengan dimensi penampang panjang 1500mm, lebar 1200mm, dan tebal 120mm. Variabel pengujian : gaya geser, regangan pada tulangan, serta mekanisme transfer geser yang terjadi. Hasil pengujian menunjukan bahwa modifikasi terhadapat panel HCS dan sistem sambungannya dapat menahan gaya geser diafragma minimum yang disyaratkan dalam SNI 032847-2002. Kata-kata kunci: Pelat HCS, diafragma, regangan, mekanisme transfer geser.
Abstract In a high rise building, one of the important term to resist earthquake load is the ability of the slabs element to act as a structure diaphragm. HCS slab system in nowadays, such as HCS panel and connection between HCS panel still cannot be categorized as a structure diaphragm. It can be seen from the availability of the steel reinforcement which can be found in HCS panel with only one way direction. This experiment will develop prototypes of the HCS panel and it’s connection so HCS slab system can be use as structure diaphragm in high rise building. Samples of the experiment are 6 pieces of HCS slab with length dimension 1500mm, width 1200mm, and thickness 120mm. Experiment’s variables are shear force, reinforcement strain, and shear transfer mechanism. Result of the experiment shows that the modification towards HCS panel and it’s connection can resist the minimum diaphragm shear force ad in SNI 03-2847-2002. Keywords: HCS slab, diaphragm, reinforcement strain, shear transfer mechanism.
1. Pendahuluan Dewasa ini kebutuhan akan gedung bertingkat baik untuk perkantoran maupun untuk tempat hunian (apartemen) di Indonesia terus meningkat. Hal ini dilatar belakangi oleh iklim perekonomian Indonesia yang terus tumbuh dan berkembang. Hal ini yang memicu dewasa ini banyak dibangun gedung-gedung bertingkat dengan tuntutan proses konstruksi yang relatif singkat. Penggunaan sistem beton pracetak dapat menghemat waktu konstruksi jika dibandingkan dengan beton cor setempat. Salah satu sistem beton pracetak yang banyak digunakan dewasa ini adalah sistem pelat HCS (Hollow core slab). Namun permasalahan yang muncul adalah pada sistem pelat HCS yang ada masih belum dapat berperilaku sebagai diafragma struktur, sehingga untuk penggunaannya masih terbatas pada struktur bangunan bertingkat rendah. Untuk dapat berperilaku sebagai diafragma struktur yang kaku, maka sistem pelat HCS harus dapat mentransferkan beban lateral yang bekerja secara merata pada elemen-elemen struktur vertikal penopangnya (Pantazopoulou dan Imran, 1992). Selain itu sistem pelat HCS juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan diafragma struktur yang disyaratkan pada SNI 03-2847-2002. Makalah ini menyajikan hasil modifikasi panel HCS beserta dengan sambungan antara panel HCS, sehingga diharapkan nantinya sistem pelat HCS yang dikembangkan dapat berperilaku sebagai diafragma struktur sehingga dapat digunakan pada bangunan tinggi.
2. Kajian Pustaka Penelitian mengenai sambungan pada pelat pracetak agar dapat berperilaku sebagai diafragma struktur telah banyak dilakukan dewasa ini. Marco Menegotto (2005) melakukan modifikasi pada permukaan beton sambungan dengan membuat pola betuk (shear key) dengan tujuan saat panel pelat pracetak hendak begerak satu terhadap lainnya, akan terjadi mekanisme interlocking antara panel pelat pracetak. Selain itu juga terdapat sambungan dengan menggunakan embedded plate yang sudah terpasang pada panel pelat saat panel pracetak di produksi di pabrik. Dimana kekuatan terhadap gaya geser arah in-plane pelat ditransferkan oleh pelat baja yang disambung satu dengan yang lainnya dengan menggunakan sambungan las. Namun untuk beberapa jenis sambungan yang telah ada, masih tergolong sulit diterapkan di Indonesia, dikaitkan dengan aspek pengerjaan yang mana membutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi. Diafragma disini dimaksud saat beban lateral bekerja, sistem pelat dapat berperilaku seperti balok tinggi dalam menerima beban lentur. Dimana terdapat serat atas yang mengalami tekan, dan serat bawah yang mengalami tarik (Gambar 1) (S. Pantazopoulou and I. imran 1992). Tegangan geser yang terjadi di sepanjang bidang pelat harus dapat ditransferkan ke elemen-elemen struktur pendukungnya (kolom dan dinding geser) (Gambar 1). Untuk mendistribusi tegangan-tegangan yang terjadi baik antara sesame panel pelat hingga mencapai elemen-elemen
struktur pendukung ini diperlukan tulangan-tulangan baik arah transversal maupun arah longitudinal pelat, sehingga tegangan yang ada tidak terpusat hanya pada 1 titik saja.
Gambar 1. Pemodelan Diafragma
3. Pengembangan Prototype Pelat HCS Pada sistem pelat HCS yang ada, pelat HCS hanya bersifat 1 arah dalam mendistribusikan beban lateral yang terjadi. Hal ini dikarenakan ketersediaan baja tulangan pada panel HCS yang hanya bersifat 1 arah. Selain itu sambungan antara panel HCS yang ada hanya menggunakan mortar pengisi diantara panel HCS, yang mana memiliki kapasitas geser arah in-plane yang relatif sangat kecil. Mengacu pada peraturan yang berlaku (SNI 03-2847-2002 pasal 23) maka dilakukan modifikasi terhadap pelat HCS. Selain itu syarat yang berlaku pada SNI 03-2847-2002 adalah pelat harus bersifat sebagai 1 kesatuan (monolit), sehingga dalam penelitian ini juga akan dikembangkan jenis sambungan sehingga perilaku sistem pelat HCS dapat berperilaku sebagai 1 kesatuan monolit. Untuk menjamin agar gaya geser yang terjadi dapat ditransferkan secara merata pada dua arah saat beban lateral bekerja, maka tulangan harus diletakan pada pada kedua arah pelat (Stephen J. Foster and R. Ian Gilbert, 1996) juga untuk mengakomodir terjadinya adanya efek temperature dan shrinkage pada beton. Tulangan juga harus diletakan secara merata di sepanjang daerah sambungan sehingga gaya geser yang terjadi dapat disebarkan secara merata pada permukaan beton. Pada penelitian ini akan digunakan 2 jenis sambungan, yakni menggunakan sambungan topping off pada daerah sambungan serta penggunaan shear connector pada daerah sambungan. Alasan penggunaan topping off hanya pada daerah sambungan adalah selain lebih mudah jika dibandingkan dengan topping off secara
keseluruhan, juga dapat mengurangi berat struktur, sehingga otomatis beban gempa yang terjadi relatif lebih kecil. Selain menggunakan topping off, juga akan digunakan sistem shear connector yang diletakan dengan arah tegak lurus terhadap bidang sambungan. Alasan penggunaan shear connector ini adalah pada daerah sambungan tulangan yang paling efektif dalam mentrasnferkan beban geser yang terjadi adalah tulangan dengan arah tegak lurus bidang sambungan. Selain itu sambungan ini relatif lebih mudah dan cepat pelaksanaannya jika dibandingkan dengan sambungan yang lain.
4. Program Pengujian Lateral 4.1 Benda uji Benda uji dalam pengujian ini terdiri atas 3 jenis sambungan, masing-masing sambungan memiliki sampel uji sebanyak 2 sampel sehingga total benda uji berjumlah 6 buah (Tabel 1). Parameter yang divariasikan dalam pengujian ini adalah ratio tulangan yang terpasang di sepanjang bidang sambungan panel HCS. Dimana variabel yang dibedakan adalah diameter serta spasi tulangan terpasang. Baja tulangan menggunakan 3 mutu yang berbeda, yakni wire mesh dengan tegangan leleh 600 MPa, tulangan polos d8 dengan tegangan leleh 360 MPa, dan tulangan ulir d10 dengan tegangan leleh 400MPa. Setiap benda uji memiliki dimensi yang sama, yakni panjang 1200 mm, lebar 1500 mm, dan tebal 120 mm (Gambar 2). Tabel 1. Spesifikasi benda uji
Specimen HCS-1 HCS-2 HCS-3
Diameter Tulangan (mm) Jumlah Tulangan (n) As(mm2) Fy (Mpa) f'c (Mpa) Ac (mm2) 6 8 10
12 8 3
339.12 401.92 235.5
600 360 400
35
ρ
0.002355 144000 0.002791111 0.001635417
Konfigurasi Tulangan M6-100 D8-150 D10-350
Gambar 2. Tiga Model Specimen Uji
4.2 Test Setup dan Instrumentasi Benda Uji Setting pada pengujian ini bertujuan agar pada daerah sambungan antara panel HCS dapat menerima gaya geser murni (in-plane) untuk pemodelan beban lateral pada struktur sebenarnya. Pembebanan disini bersifat monotonik, yang mana diberikan oleh servocontrolled hydraulic actuator, yang memiliki kapasitas maksimum 1000 kN dan stroke maksimum 100 mm. Tujuan pembebana ini adalah untuk menentukan kapasitas geser maksimum yang dapat dipikul oleh sambungan HCS. Pembebanan diberikan hingga benda uji mencapai keruntuhan. Sampel benda uji akan di ikat oleh 2 perletakan menggunakan stress bar baik di atas maupun bawah, dengan tujuan untuk memodelkan kondisi ril di lapangan yakni pelat dijepit oleh balok-balok di sekitar pelat. Alat ukur yang digunakan pada studi eksperimental ini berupa strain gauges (alat pengukur regangan) dan LVDT (tranduser perpindahan). Alat ukur LVDT dipasang pada 2 tempat, LVDT 1 dipasang pada hydraulic actuator dengan tujuan untuk melakukan kontrol stroke saat pembebanan, dan LVDT 2 dipasang pada daerah
sambungan dengan tujuan agar dapat mengetahui besar perpindahan (slip) yang terjadi pada daerah sambungan antara panel HCS (Gambar 3). Strain gauge dipasang pada tulangan, dengan tujuan hendak mengamati regangan yang terjadi pada tulangan sewaktu benda uji menerima beban geser, sehingga dapat diketahui kontribusi tulangan dalam menahan geser yang terjadi (Gambar 4).
Gambar 3. Pemodelan Diafragma
Gambar 4. Letak Strain Gauge pada Specimen
5.
Hasil Pengujian
Perilaku dari setiap jenis sambungan memiliki karakteristik yang relatif sama. Terdapat sedikit perbedaan pada jenis sambungan 3, dimana tulangan terpasang terlihat memberikan kontribusi langsung dalam menahan gaya geser yang bekerja. Hal berbeda terjadi pada sambungan tipe 1 dan 2 dimana, sesaat setelah mencapai kapasitas maksimum sambungan, sambungan langsung mengalami drop kapasitas geser (Gambar 5). Disini terlihat tulangan tidak memberikan sumbangan dalam menahan gaya geser, terlihat dari bacaan strain gauge yang terpasang dimana relatif tidak meregang (Gambar 6)
Gambar 5. Kurva Perbandingan Perilaku Benda Uji
Gambar 6. Kurva Perbandingan Regangan pada Tulangan yang Terjadi
Tabel 2. Tabel Rangkuman Hasil PengujianSpesifikasi benda uji
Kode Benda Uji HCS 1
Kode Benda Uji HCS 2
Kode Benda Uji HCS 3
Gambar 7. Perilaku Benda Uji dan Foto pada Akhir Pengujian
6.
Analisis Hasil Pengujian
Berdasarkan pola keruntuhan yang terjadi pada specimen uji, dapat dilihat bahwa mekanisme transfer geser yang paling dominan memberikan sumbangan dalam menahan gaya geser yang terjadi adalah mekanisme transfer geser diagonal compression failure( terlihat dengan pola keruntuhan diagonal). Keruntuhan dikatakan Diagonal compression failure jika: 1) Terjadinya kelelehan pada tulangan dengan arah tegak lurus sambungan. 2) Terjadinya keruntuhan pada nodal zone. Pada pengujian ini keruntuhan terjadi pada nodal zone dimana terjadi crushing pada beton (Gambar 7) Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa specimen 2 (HCS 2) memiliki kapasitas terbesar dalam menahan geser inplane pelat. Diliat dari rasio perbandingan antara Vterukur/Vn dimana pada specimen 2 rata-rata mencapai 2. Hal ini dikarenakan pendetailan yang baik pada daerah sambungan pada specimen 2. Dimana panjang penyaluran yang disediakan memadai, serta pada daerah sambungan beton dicor secara monolit, sehingga transfer geser yang terjadi antara panel HCS yang disambung terjadi dengan baik. Adanya tulangan wire mesh pada daerah sambungan mengakibatkan gaya geser yang terjadi ditransfer secara merata ke dua arah baik arah-X maupun arah-Y. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa perilaku dari sambungan yang dikembangkan relatif brittle. Dimana sesaat setelah mencapai kapasitas maksimum sambungan, specimen mengalami drop kapistas hingga mencapai keruntuhan. Tidak terlihat adanya deformasi lateral yang terjadi, hal ini menunjukan bahwa tulangan terpasang tidak mengembangkan kuat lelehnya( terlihat juga dari regangan tulangan dimana relatif sangat kecil). Hal sedikit berbeda terlihat pada jenis sambungan tipe 3 (HCS 3) dimana saat mencapai
kapasitas geser maksimum, sesaat masih terjadi deformasi lateral sebelum akhirnya sambungan mengalami keruntuhan. Deformasi yang terjadi merupakan sumbangan dari tulangan D10 yang terpasang dengan arah tegak lurus sambungan, dapat dilihat dari bacaan strain gauge dimana tulangan D10 yang terpasang sudah mencapai tegangan leleh.
7.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian ekperimen terhadap 6 buah benda uji sambungan antara panel HCS dan analisisnya maka dapat disimpulkan: 1)
Panel HCS yang dimodifikasi serta ketiga bentuk sambungan yang dikembangkan memperlihatkan kinerja yang baik sebagai diafragma struktur. Setiap jenis sambungan yang dikembangkan pada dasarnya dapat menerima gaya geser minimum yang disyaratkan pada SNI 03-2847-2002 pasal 23.
2)
Berdasarkan
hasil
analisis
dan
pengujian,
dengan
mengamati
pola
keruntuhan
serta
mempertimbangkan aspek pengerjaan di lapangan, jenis sambungan yang direkomendasikan untuk digunakan adalah jenis sambungan tipe 3, dimana jenis sambungan ini memiliki pola keruntuhan yang relatif daktail jika dibandingkan dengan sambungan tipe 1 dan 2. Selain itu tipe sambungan 3 juga relatif lebih mudah digunakan, karena hanya berupa tulangan shear connector yang dipasang dengan arah tegak lurus sambungan. 3)
Jenis sambungan dengan karakteristik seperti pada sambungan tipe 2 (D8-150) dengan panjang penyaluran yang memadai, serta dicor secara monolit pada daerah sambungan, memiliki kapasitas geser (in-plane) paling besar dibanding jenis sambungan lainnya.
4)
Berdasarkan analisis dan pengujian, mekanisme transfer geser yang paling dominan dalam mentransferkan beban geser (in-plane) yang terjadi adalah mekanisme transfer geser akibat diagonal compression.
8.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih kepada PT. Beton Elemenindo Perkasa untuk specimen uji dan pendanaan yang diberikan kepada peneliti selama penelitian ini berlangsung. Selain itu juga kepada Laboratorium Mekanika Struktur Pusat Rekayasa Industri Institut Teknologi Bandung, yang telah menyediakan fasilitas pengujian.
9.
Daftar Pustaka
SNI 03-2847-2002 & S-2002. “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung”. Itspress. Surabaya, Indonesia. Maret 2007. SNI 03-1726-2002. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung”. Badan Standardisasi Nasional. 2002. ACI Committee 318. “Building Code Requirements for Structural Concrete”. American Concrete Institute. Farmington Hills, MI, USA. January 2008. PCI Committee. “PCI Design Handbook Precast and Prestressed Concrete”. Precast/Prestressed Concrete Institute. Chicago, Illinois, USA. 1992. Macgregor, James G., Wright, James K. “Reinforced Concrete Mechanics and Design”. Pearson Education , Inc. New Jersey. 2009. Elliot, Kim S. “Precast Concrete Structures”. Butterworth-Heinemann, Oxford. 2002. Foster, Stephen J., R. Ian Gilbert. (1996) : Design of NonFlextural Members with Normal and High-Strength Concretes, ACI Structural Journal, 93-S1. Hofbeck, J. A., I. O Ibrahim., Alan H. Mattock. (1969) : Shear Transfer in Reinforced Concrete, ACI Journal Proceedings, V-66, No.2,pp. 119-128. Valluvan Raj., Michael E. Kreger., James O. Jirsa. (1999) : Evaluation of ACI 318-95 Shear-Friction Provision, ACI Structural Journal, 96-S53. Jensen Bjarne Chr. (1999) : Applications of Steel-Fibre-Reinforced Ultra-High Strength Concrete, Structural Engineering International 2/99, pp. 143-146. Birkeland Philip W., Halvard W. Birkeland (1966) : Connections in Precast Concrete Construction, ACI Journal Proceedings V. 63, No. 3, pp. 345-368. Bass Robert A., Ramon L. Carrasquillo., James O. Jirsa (1989) : Shear Transfer Across New and Existing Concrete Interface, ACI Structural Journal, 86-S34. Pantazopoulou, S., Imran, I : Slab Wall Connections Under Lateral Forces (1992), ACI Structural Journal, Technical Papper, 89-S48. Hsu, Thomas T.C., Mau S. T., Chen Bin : Theory of Shear Transfer Strength of Reinforced Concrete, ACI Structural Journal, 84-S16. Paulay, T., „Design of Ductile Reinforced Concrete Structural Walls for Earthquake Resistance, Earthquake Spectra, V. 2, No. 4, 1986, pp. 783-823.