TEMU ILMIAH IPLBI 2014
Pengembangan Kawasan Tangga Buntung sebagai Creative Cluster Industry di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi Palembang Rizka Drastiani Program Studi Magiter Design Kawasan Binaan, Teknik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada.
Abstrak Perkembangan kota kreatif akibat adanya intervensi terhadap kota – kota yang ada diseluruh dunia, mendorong setiap kota untuk berkompetisi menjadi kota yang disukai oleh media, aktivitas kreatif dan pariwisata, salah satunya kota Palembang yang memiliki potensi sebagai kota kreatif, dengan salah satu sektor penunjang ekonomi kreatif di bidang kerajinan berupa industri kreatif kerajinan tenun songket yang berlokasi di kawasan Tangga buntung kelurahan 30 – 32 ilir Palembang. Kawasan yang telah di tetapkan sebagai sentra industri kerajinan songket telah ada sekitar 10 tahun terakhir, terbagi menjadi 3 sub kawasan yaitu kawasan Ki Rangga Wirasantika, kawasan Ki Gede Ing Suro dan kawasan dekat tepian sungai Musi yang merupakan kawasan urban heritage waterfront. Tetapi kondisi ke-3 sub kawasan memiliki kualitas spasial dan rasa dari sebuah tempat yang kurang menunjang sebagai kawasan tujuan wisata. Padahal dengan adanya potensi sentra industrikerajinan dan potensi arsitektur tradisional yang masih cukup banyak di jumpai pada kawasan ini, di harapakan dapat dikembangkan menjadi sebuah kawasan klaster industri kreatif budaya dengan potensi urban heritage waterfrontagar dapat meningkatkan value pariwisata sehingga memberikan dampak yang baik bagi perekonomian, peningkatan dan pelestarian kebudayaan, arsitektur, kualitas lingkungan tepian air dan kualitas individu kreatif baik yang ada untuk masyarakat setempat maupun kota Palembang sehingga potensi yang di miliki dapat di jadikan sebuah modal dasar dalam mentranformasikan kota Palembang menjadi kota kreatif di luar pulau Jawa. Proses penelitian ini diawali dengan membahas mengenai 11 elemen karakteristik klaster industri kreatif dan 9 elemen karakteristik urban heritage waterfront yang ada di dalam ke-3 sub kawasan dengan menggunakan metode penelitian deduktif kualitatif, untuk membahas mengenai penilaian guna menemukan tolak ukur kesuksesan sebuah klaster industri kreatif yang terdapat di kawasan Tangga Buntung, dengan menggunakan metode penelitian deduktif kuantitatif. Hasil dari integrasi kedua variabel tersebut diperoleh 7 elemen karakteristik kesuksesan klaster industri kreatif di kawasan tepian ilir sungai Musi dan penilaian masing – masing variabel tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan kesimpulan penelitian berupa konsep perancangan yang relevan untuk diterapkan pada pengembangan Tangga buntung sebagai klaster industri kreatif yang ada di kawasan wisata tepian ilir sungai Musi melalui pendekatan teori placemaking dan dapat pula menjadi prototipe pengembangan klaster industri kreatif yang ada di kota lain di Indonesia. Kata-kunci : kota, kreatif,industri, kawasan,pariwisata, waterfront
Dalam satu dasawarsa terakhir, sebuah paradigma pembangunan muncul, menghubungkan ekonomi dan budaya dalam perkotaan, mencakup pembangunan perekonomian, kebudayaan, teknologi dan aspek sosial baik pada tingkatan makro maupun mikro. Hubungan tersebut membangkitkan industri kreatif budaya sebagai aset berharga bagi kota, terlebih dengan
melekatnya kecenderungan klasterisasi yang menstimulasi regenerasi serta produktivitas kota. Klasterisasi tersebut dipengaruhi oleh adanya tendensi aglomerasi ekonomi serta keberadaan infrastruktur penunjang yang mendorong iklim kreatif.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 | B_23
Pengembangan Kawasan Tangga Buntung sebagai Cluster Creative Industry di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi
Dari interdependensi yang terjadi di dalam aktivitas kreasi-produksi-komersialisasi industri budaya, maupunhubungan yang muncul antara industri kreatif berbasis budaya dengan infrastruktur penunjang, kemudian menimbulkan dampak spasial berupa organisasi keruangan tertentu. Organisasi keruangan tersebut selanjutnya dapat memberikan konsekuensi perencanaan tata ruang sebagaimana preseden yang terdapat di beberapa kota di dunia. Pendahuluan Istilah “klaster (cluster)” mempunyai pengertian harfiah sebagai kumpulan, kelompok, himpunan, atau gabungan objek tertentu yang memiliki keserupaan atau atas dasar karakteristik tertentu. Dalam konteks ekonomi/bisnis, klaster industri (industrial cluster) merupakan terminologi yang mempunyai pengertian khusus tertentu. Istilah “klaster industri” diartikan dan digunakan secara beragam termasuk dalam sebuah kelompok kawasan industri. Peta ekonomi dewasa ini didominasi oleh distrik industri yang kemudian disebut sebagai cluster karena terdapat keterkaitan (linkages) dan jaringan (networks) antar aktivitas dan pelaku industri. Kota Palembang merupakan salah satu kota terbesar kedua di Sumatera, dengan pola perkotaan berupa distrik dengan ciri khas masing – masing, diantaranya adalah kawasan Tangga Buntung 30 dan 32 Ilir. Kawasan Tangga Buntung merupakan sebuah kawasan atau distrik yang didominasi oleh aktivitas pengrajin dan jual beli tenun khas tradisional Palembang yaitu Songket. Tangga Buntung berada dekat dengan kawasan tepian sungai Musi, dan merupakan distrik yang dihuni oleh berbagai keturunan, baik itu masyarakat asli Palembang, arab dan etnis tionghoa, hal ini terlihat dari ragam bentuk bangunan yang masih ada banyak mengadopsi antara bangunan tradisional, tionghoa dan kolonial. Tangga Buntung memiliki potensi aktivitas kreatif yang dapat dijadikan modal dalam pengembangan kota Palembang menjadi kota kreatif di luar pulau Jawa. Terdapat 3 sub kawasan yang menjadi penelitian, yaitu kawasan Ki Rangga Wirasantika, kawasan Ki Gede Ing Suro dan kawasan tepian ilir sungai Musi, yang lokasinya berada kurang B_24 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
dari 150 meter dari tepi jalan Ki Gede Ing Suro. Potensi individu kreatif dengan aktivitas kerajinan khas Palembang berupa tenun songket menjadi potensi pengembangan Tangga Buntung sebagai kawasan cluster creative industry, ditambah adanya potensi keunikan arsitektur tradisional Palembang, baik itu rumah Limas atau rumah Gudang yang pada lokasi ini banyak berbentuk rumah panggung, tipologi rumah tersebut tidak terlepas dari lokasi yang dekat dengan tepian sungai Musi. Metode Pendekatan Studi yang digunakan yaitu studi kasus melalui tahapan (1) mengidentifikasi karakteristik cluster creative industry yang ada di Tangga Buntung, dengan 11 variabel yang telah ditentukan, mulai dari segala potensi dan kekurangan dan pola perkembangan sistem cluster yang ada pada kawasan. (2) mengidentifikasi karakteristik urban heritage waterfront atau kawasan tepian sungai Musi, dengan 9 variabel yang dapat membantu memberikan penilaian terhadap potensi dan kekurangan yang ada pada kawasan Tangga Buntung untuk dikembangkan menjadi kawasan cluster creative industry di kawasan wisata tepian ilir sungai Musi. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, materi audio visual, observasi dan wawancara kualitatif. Pengambilan sampel kualitatif dilakukan berdasarkan metode sampling purposive atau judgement. Sehingga terpilih narasumber dalam penelitian ini yaitu budayawan, pengrajin dan pengusaha tenun songket yang bermukim pada kawasan tersebut. Penelitian ini menggunakan Metode Analisis Data Kualitatif, dengan melakukan reduksi Data dan Interpretasi Data dengan teknik analisis data dilakukan melalui analisis isi (Content Analysis) dan analisis ringkasan (Summary Anal ysis).
Rizka Drastiani Tabel 1. Variabel & Indikator kesuksesan CCI
Tabel 2. Variabel & Indikator karakteristik kawasan
urban heritage waterfront No
Variabel CCI
1
Sebaran Klaster
2
Fungsi Building & Massing
4
View/citra/landmark
5
Aktivitas Pendukung Preservasi
7
Vegetasi
8
Sirkulasi & Parkir
9
Open space
10
Aksesibilitas Konektivitas
11
Infrastruktur
-
Jenis aktivitas
-
Jenis bangunan bersejarah Potensi pengambangan Fungsi, jenis & tata letak vegetasi Sistem parkir Sirkulasi kendaraan & pejalan kaki Fungs Jenis ruang terbuka Sistem trasportasi Jenis transportasi Kelengkapan street
-
3
6
-
Indikator Kelompok Pengrajin Tenaga kerja Jenis pengrajin Cara mendapat bahan baku Jenis Fungsi kawasan & bangunan Density bangunan Langgam arsitektur Kejelasan karakter kawasan Atraktivitas
-
-
-
&
-
No
Variabel UHW -
1
Tema
2
Path
3 4 5
Edge District Node
6
Aktivitas tepian air
7
Akses & Terbuka
8
Pemandangan
-
Ruang
-
Indikator Jenis & fungsi di kawasan sekitar sungai Batasan dengan jalan Batasan sungai Jenis sub kawasan Titik pertemuan Atraktivitas & aktivitas 8 elemen kawasan tepian air Pemandangan dari dan ke kawasan
waterfront -
Karakteristik kawasan dan bangunan tepian sungai Gambar 2. Aktivitas dan eksisting urban heritage waterfront sungai Musi di Tangga Buntung. 9
Sumber Sejarah
&
Nilai
furniture
Kondisi Eksisting Kawasan Sentra Industri Songket, Tangga Buntung
Gambar 1. Aktivitas dan eksisting kawasan industri kreatif songket Tangga Buntung.
Kondisi eksisting dari ke-3 sub kawasan yang telah disebutkan, masih jauh dari kualitas lingkungan yang baik, baik itu dari segi bangunan, degradasi kawasan tepian sungai dan sense of place dari sebuah kawasan industri kerajinan tenun tradisional. Pendekatan beberapa konsep teori urban design diharapkan bisa memperbaiki dan meningkatkan value baik itu kawasan, lingkungan, ekonomi, dan kehidupan masyarakat maupun pengrajin tenun Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 | B_25
Pengembangan Kawasan Tangga Buntung sebagai Cluster Creative Industry di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi
songket itu sendiri secara khusus dan peningkatan value pariwisata kota Palembang umumnya.
Aplikasi konsep Placemaking dan potensi Waterfront pada Kawasan industri Songket di Tangga Buntung
Analisis dan Interpretasi
Pendekatan konsep placemaking dirasa merupakan pilihan yang tepat dalam mengembangkan kawasan Tangga Buntung sebagai kawasan cluster creative industry, dengan kosep placemaking yang menekankan pada penigkatan kualitas kawasan dimulai dari kualitas ruang terbuka dan konsep placemaking yang juga menitikberatkan pada desain yang responsif terhadap banyak hal, diantaranya terhadap lingkungan, bangunan konservasi atau heritage, penataan kawasan hijau, dan peningkatan sense of place kawasan dan dapat berkesinambungan dengan konsep waterfront dimana kawasan Tangga Buntung juga tidak dapat dipisahkan dari tema kawasan berupa kawasan tepian air atau sungai, sehingga banyak hal yang harus dipertimbangkan, di gali potensi dan di kembangkan dengan baik dan maksimal.
Kawasan Tangga Buntung yang berada pada kelurahan 30 – 32 ilir Palembang, merupakan kawasan yang sejak 10 tahun terakhir dinyatakan sebagai kawasan sentra industri kerajinan songket. Terbagi menjadi 3 sub kawasan yaitu kawasan Ki Rangga Wirasantika, Ki Gede Ing Suro dan kawasan tepian ilir sungai Musi. Kondisi eksisting kawasan sentra industri songket Tangga Buntung sangat menarik, karena dekat dengan kawasan tepian ilir sungai Musi. terdapat lebih dari 25 pengrajin songket dengan bertema industri kecil rumah tangga yang berkembang secara alami, dengan istilah pengrajin songket turun temurun. Pada sub kawasan Ki Rangga Wirasantika di dominasi dengan bangunan semi modern dan modern seperti rumah toko, dengan density yang cukup padat. Berbeda denga sub kawasan Ki Gede Ing Suro, bangunan di dominasi bangunan tradisional Limas Palembang dan rumah panggung yang ada pada beberapa sudut kawasan. Tepat diperbatasan kawasan antara Ki Rangga Wirasantika dan Ki Gede Ing Suro terdapat bangunan heritage berupa Masjid Suro yang dibangung sejak tahun 1899. Pengrajin songket tidak hanya berada pada 2 kawasan tersebut, tetapi juga berada pada kawasan tepian sungai Musi, kebanyakan bangunan yang berada pada kawasan tepian sungai berbetuk rumah panggung yang sering disebut dengan rumah Gudang. Ketiga sub kawasan tersebut disatukan dengan tema kawasan berupa kawasan industri kerajinan songket Palembang, baik dari arah daratan, maupun dari tepian sungai, hal ini terlihat dari perletakan main gate pada ke dua titik kawasan tersebut.
B_26 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
RekomendasiArahan Konsep Pengembangan kawasan Tangga Buntung sebagai Creative cluster industry di kawasan wisata tepian ilir sungai Musi. A.
Proses tahapan desain pada kawasan tahun 2015-2025 -
-
-
Penurunan density permukiman konsep penjarangan Relokasi permukiman tepian sungai yang memasuki garis GSS dan mendesai green belt pada kawasan GSS. Konsep penjarangan pada kawasan memungkinan dalam mewujudkan konsep shared space pada kawasan Penataan open space kawasan baik mendesain open space yang baru atau mengaktifikan open space pasif yang sudah ada pada kawasan.
Rizka Drastiani
B. Proses tahapan desain pada kawasan tahun 2025 – 2050 Secara tidak langsung pelaksanaan tahapan desain pada 2015 – 2050 merupakan tahapan dari pendekatan konsep placemaking pada kawasan, sehingga dalam pelaksanaan konsep placemaking lebih mudah untuk dilakukan. 1.
2.
3.
4.
Konsep Sociability Meningkatkan klaster kreatif budaya berupa aktivitas industri kerajinan tenun songket. Menciptakan paket wisata yang memanfaatkan interaksi langsung antara pengunjung dengan masyarkat setempat, baik aktivitas menenun dan aktivitas waterfront. Konsep Uses and Activity Penambahan moda dan jalur kendaraan umum dan jalur transportasi sungai. Pemberikan jalur pedestrian dan promenade dari dan menuju kawasan tepian sungai. Pembuatan kantung parkir. Pembuat halte transit. Perbaikan pattern linkage Konsep Access and Linkages Memberikan sentuhan penataan vegetasi dan lansekap pada jalur pedestrian dan green belt GSS. Mendesain Landmark kawasan yang sesuai dengan aktivitas yang dinaungi. Menciptakan kualitas open space yang baik pada setiap sub kawasan. Konsep Comfort and Image Pengembangan aktivitas tepian sungai (waterfront recreation). Perbaikan pattern landuse. Indigeneous dan peningkatan nilai lokalitas pada kawasan serta bangunan.
Kesimpulan
pengembangan konsep yang bisa dengan mudah di aplikasikan dengan tahapan-tahapan yang telah direkomendasikan, karena kawasan tersebut telah memiliki potensi individu kreatif dan potensi kawasan baik itu ke-2 sub kawasan yang berada di daratan dan sub kawasan waterfront yang kedepannya dapat dikembangkan dengan sangat baik. Individu kreatif yaitu pengrajin/penenun songket akan menunjang kawasan cluster industri berkembang dengan baik dan berkelanjutan apabila ditunjang pula dengan penyediaan prasarana dan sarana yang baik, sedangkan peningkatan kualitas kawasan dengan mengaplikasikan konsep placemaking dan waterfront dapat menunjang quality of life dari individu kreatif yang ada sehingga banyak profit yang akan di peroleh dari peningkatan kualitas lingkungan dan infrastruktur kawasan. Daftar Pustaka Atkinson, R., dan Easthope, H. 2009. “The Consequences of the Creative Class: The Pursuit of Creativity Strategies in Australia’s Cities.” International Journal of Urbanand Regional Research33 (1): 64-79. Budi Utomo, Bambang. 2007. Pengembangan Wisata Kota Tua Bersejarah. Puslitbang Arkeologi Nasional. Cooke, Philip dan Lazzeretti, L. (ed). 2007. Creative Cities, Cultural Clusters and Local Economic Development. Cheltenham: Edward Elgar Departemen Perdagangan RI (Depdag). 2008. “Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015.” Florida, Richard. 2002. The RiseoftheCreative Class. New York: Basic Books. Florida, Gin, Ooi Keat. 2004. Southeast Asia: A Historical Heur, Bas van. 2009. “The Clustering of Creative Networks: Between Myth and Reality.” Urban Studies46(8), 1531-1552 Howkins, John. 2007.The Creative Economy. London:Penguin Books. Irwanto , Dedi Muhammad Santun, 2011. Venesia dariTimur: memaknai prduksi dan reproduksi simbolik kota Palembang dari colonial sampai pascakolonial. Penerbit Ombak.Palembang. Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisa Spasial dan Regional: Aglomerasi & Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Landry, C.(2000), The Creative City: A Toolkit for Urban Innovators, Earthscan Publications Ltd, London
Proses dalam pengembangan Tangga Buntung sebagai cluster creative industry merupakan Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 | B_27
Pengembangan Kawasan Tangga Buntung sebagai Cluster Creative Industry di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi Mommaas h., 2004. Cultural clusters and the postindustrial city: Towards the remapping of urban cultural policy. Urban Studies, 41(3): 507–532. Mommaas, H. (2009) Spaces of cultural and economy:mapping the cultural- creative cluster landscape, in: Kong, L. and O’Connor (eds), Rapoport, Amos. 1986. “Asal-usul Budaya Permukiman.” Dalam Catanese & Snyder (ed),Pengantar Perencanaan Kota.Jakarta: Penerbit Erlangga. Shirvani, Hamid, 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New York Trancik, Roger (1986), Finding Lost Space, Van Nostrand Reinhold, New York.
B_28 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014