Supervisi Kepala Madrasah
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PAI DENGAN MODEL PENDIDIKAN BERPARADIGMA PROFETIK Oleh Choirul Anam 1
Abstract: The article discusses the development of teaching materials of PAI with prophetic paradigm of educational model approach. As known, the essence of Islamic teachings included: belief, Shari'ah and morals. Three cores of Islamic teachings are then translated in the form of Rukun Iman, Pillars of Islam and Morals. And of the three was born Sciences Tauhid, Fiqh Arts and Sciences Morals. The third group of religious knowledge is then fitted with a discussion of the fundamentals of Islam hkum, namely; al-Quran and al-Hadith, and coupled with the history of Islam (dates), so that the start sequence Tauhid Science / Faith, Science Fiqh / Shari'ah, the Quran and al-Hadith, Morals, and Date /Islam history. To that end, teaching materials PAI largely abstract philosophical difficult to establish a scientific approach, akliyah. However, in accordance with their specialization, teaching materials of PAI was mostly abstract philosophical difficult to establish a scientific approach, akliyah. Therefore, the ability and skills of educators to mengkongkritkan abstract material was very necessary, although it was not easy. Criteria for selection and development of teaching materials of PAI, at the lack of six criteria that the material Festive of PAI should be able to fill the state philosophy of Pancasila, prioritizes teaching fundamental and thorough, in accordance with the level of development and maturity of the child, adapted to the environment that they are meaningful to the lives of children daily day. taught on the level and type of school / madrasah should be terminal. given to every educational institution should be a continuous, integrated and aligned. Prophet Muhammad is a true learner and professor of world civilization, he gave the example of holistic learning method, so the selection of teaching materials of PAI should and should refer to him as a model. Keywords: Subjects, Approach, Prophetic
1
Tokoh Pendidikan, tinggal di Jombang Jawa Timur
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
72
Choirul Anam A. PENDAHULUAN Pendidikan Agama Islam yang berlangsung selama ini di sekolah masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan, kalau tidak dapat dikatakan masih mengalami kegagalan atau banyak kelemahan-kelemahan yang harus diatasi. Pendidikan agama yang dicita-citakan, kata Soejatmoko, tidak boleh berjalan sendiri. Pendidikan agama, harus berjalan bersama-sama dan bekerja sama dengan program-program pendidikan non-agama, baik di sekolah umum maupun di sekolah keagamaan. Ada dua alasan yang mendasari prinsip ini. Pertama,alasan yang fundamental adalah bahwa setiap program pendidikan pada akhirnya bertujuan membentk manusia yang berakhlak mulia. Kedua,alasan yang pragmatis adalah bahwa untuk memperbaiki suatu keadaan, akan lebi cepat dan lebih mudah apabila ada semacam interaksi antara programprogram pendidikan agama dengan program-program pendidikan non-agama. Apabila sinkronisasi semacam tidak diusahakan, dikhawatirkan pendidikan agama, terutama di sekolahsekolah umum, hanya akanmenjadi ‘hiasan kurikulum’ belaka, artinya kehadirannya dalam kurikulum hanyalah untk memuaskan keinginan kelompok kaum agama sajadan tidak untuk membantu membina suatu generasi yang lebih mampu dalam mengelola perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat kita.2 Kegagalan sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini tampaknya terletak pada kenyataan bahwa proses yang terjadi dalam pendidikan tidak lebih dari sekedar pengajaran. Pendidikan yang berlangsung di negeri ini lebih menekankan proses transfer ilmu dan keahlian; dan proses ini pun jauh dari pencapaian yang memadai. Pendidikan di Indonesia selama ini lebih mementingkan proses peningkatan kemampuan akal, jasmani dan keterampilan dan kurang memperhatikan proses peningkatan kualitas kalbu, ruhani dan akhlak. Akibatnya adalah bahwa kerusakan akhlak anak didik tidak dapat dihindari. Peristiwa-peristiwa kriminal dan a moral di tanah air meningkat, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. 3 Apabila memperhatikan desain program kurikulum pendidikan Islam dari tingkat SD/MI sampai dengan Perguruan Tinggi, dirasakan belum mampu menjawab persoalan-persoalan tantangan perubahan, karena kurikulum pendidikan Islam lebih menitikberatkan pada aspek korenpondensi tekstual, yang lebih menekankan pada hafalan teks-teks keagamaan yang sudah ada,4 dan inipun baru pada wilayah aspek konitif tingkat rendah. Kurikulum Pendidikan Islam lebih berorientasi pada aspek kognitif sehingga aspek psikomotorik sering terabaikan. Dalam kenyataan,vproses pendidikanIslam seringkali dapat disaksikan praktek pendidikan yang kurang menarik dari sisi materi dan metode penyampaian yang digunakan. Kondisi ini juga diperparah dengan terisolasinya atau kurang terintgrasinya materi pendidikan Islam dengan materi pendidikan yang lain.5 Desain Kurikulum pendidikan Islam sangat didominasi oleh masalahmasalah yang normatif, ritual dan eskatologis, apalagi yang kemudian dengan semangat ortodoksi keagamaan atau menekankan ortodoksi dalam pelajaran agama, yang diidentikkan dengan iman, dan bukan ortopraksis, yaitu bagaimana mewujudkan iman dalam tindakan yang Soejatmoko, Etika Pembebasan: Pilihan karangan tentang Agama, Kebudayaan, Sejarah dan Ilmu Pengetahuan (jakarta: LP3ES, 1984) hal. 274 3 Kautsar Azhari Noer, “Pluralisme dan Pendidikan Agama di indonesia: Menggugat Ketidakberdayaan Sistem Pendidikan Agama”, dalam Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, ed. Th. Sumartana, dkk (Yogyakarta: Institut DIAN, 2001), hal. 232 4 Amin Abdullah, “Problem Epstimologis-Metodologis Pendidikan Islam”, dalam Rligiusitas IPTEK, ed. Abd. Munir Mulkam, et.al., (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1998), hal. 49 5 A. Malik Fajar, Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan Agama Luar Sekolah”, makalah, disampaikan pada seminar dan lokakarya Nasional ‘Pengembangan Pendidikan Islam Menyongsong Abad 21’, (Cirebon, 31 Agustus s/d 1 September, 1995), hal. 5 2
73
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
Pengembangan Bahan Ajar operasional. Dengan semangat ortodoksi keagamaan yang meupakan suatu cara dimana peserta didik dipaksa tunduk pada suatu ‘meta narasi’ yang ada, tanpa diberi peluang untuk melakukan telaah secara kritis. Akibatnya, agama dipandang sebagai suatu yang ‘final’, yang harus diterima secara taken for granted. Oleh karenanya, tidak mengherankan bila kemudian penddikan Islam tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari, kecuali hanya sedikit aktivitas verbal dan formal untuk menghabiskan materi dan kurikulum yang telah diprogramkan dengan batas waktu yang telah ditentukan.6 Atho’ Mudzhar (Tempo, 24 Nopember 2004) mengemukakan hasil studi Litbang Agama dan Diklat Keagamaan tahun 2000, bahwa merosotnya moral peserta didik disebabkan antara lain akibat kurikulum pendidikan agama yang terlampau padat materi dan materi tersebut lebih mengedepankan aspek pemikran ketimbang membangun kesadaran keberagamaan yang utuh. 7 Di sisi lain, PAI sendiri hingga saat ini masih berhadapan dengan kritik-kritik internal, antara lain: pertama, PAI kurang bisa mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi ‘makna’ dan ‘nilai’ atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik. PAI selama inilebih menekankan pada aspek knowing dan doing, dan belum banyak mengarah ke aspek being. Kedua, PAI kurang dapat berjalanbersama dan bekerja sama dengan program-program pendidikan non-agama. Ketiga, PAI kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya dan bersifat statis akontekstual, dan lepas dari sejarah, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian. Berbagai persoalan tersebut hingga kini belum terpecahkan secara memadai, di sisi lain juga berhadapan dengan faktor-faktor eksternal yang antara lain menguatnya pengaruh budaya materialisme, konsumerisme dan hedonisme yang menyebabkan terjadinya perubahan life-style (gaya hidup)masyarakat dan peserta didik pada umumnya.8 Diagram 1 Proses Pemilihan Bahan Ajar9 Pilih kompetensi dasar yangakan diajarkan
Apakah kompetensi dasar berupa mengingat fakta
ya
Materi pembelajaran berupa fakta contoh: Jenis-jenis binatang memamah biak, tanaman berbiji tunggal, nama-nama bulan dalam setahun. Kata kunci: Nama, jenis, jumlah, waktu, tempat
tidak
Romo YB. Mangunwijaya, “Kritik Manajemen Pendidikan Nasional Selama Orde Baru” Kompas 12 Pebruari, 1999 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum pendidikan Agama islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 25-26. 8 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembagan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 56. 9 Depdikbud, Kurikulum 2004: Pedoman Umum Pengembangan silabus, (Surabaya: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Sub Din Dikmenum, 2003), hal. 51. 6 7
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
74
Choirul Anam
Apakah kompetensi dasar berupa mengemukakan definisi, menjelaskan, mengklasifikasikan beberapa contoh sesuai dengan definisi?
ya
Materi pembelajaran berupa konsep contoh: Bujur sangkar adalah empat persegi panjang yang keempat sisinya sama panjang. Kata kunci : definisi, klasifikasi, identifikasi, ciri-ciri
tidak Apakah kompetensi dasar berupa menjelaskan hubungan antara berbagai konsep sebab akibat?
Materi pembelajaran berupa prinsip contoh: Jika permintaan naik sedang penawaran tetap, maka harga akan naik. Kata kunci: hubungan, sebab akibat, jika... maka...
ya
Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai berupa menjelaskan langkah-langkah mengerjakan sesuatu sesuai dengan prosedur tertentu
Materi pembelajaran berupa prosedur contoh: Cara mengukur suhu badan menggunakan termometer. Kata kunci: langkah-langkah mengerjakan tugas secara urut/prosdural.
ya
B. PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) Sebagaimana diketahui, bahwa inti pokok ajaran Islam itu meliputi: akidah, syari’ah dan akhlak. Tiga inti ajaran Islam tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk Rukun Iman, Rukun Islam dan Akhlak. Dan dari ketiganya lahirlah Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh dan Ilmu Akhlak. Ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar-dasar hkum Islam, yaitu; al-Qur’an dan al-Hadits serta ditambah lagi dengan sejarah Islam (tarikh), sehingga secara berurutan mulai Ilmu Tauhid/Keimanan, Ilmu Fiqh/Syari’ah, Al-Qur’an, dan Al-Hadist, Akhlak, dan Tarikh /Sejarah Islam. Dalam perkembangan berikutnya, organisasi kurikulumnya diubah dari bentuk sparated subject curriculum menjadi correlated curriculum, sehingga formulasinya menjadi : al-Qur’anHadits, Akidah-Akhlak, Fiqh dan SKI, sebagaimana yang diajarkan di Madrasah, baik MI, MTs, maupun MA. Sedangkan di sekolah Umum (SD/SMP/SMA/SMK), menggunakan bentuk integrated curriculum, sehingga hanya ada mata pelajaran Agama (Islam)/PAI. Lingkup mapun urutan ketiga materi PAI ini sebenarnya telah dicontohkan oleh Lukman al-Hakim ketika mendidik putranya, sebagaimana digambarkan dalam srah Lukman, ayat 13, 14,17, 18, dan 19. Keluasan dan kedalaman bahan ajar PAI disesuaikan dengn jenis lembaga dan jenjang pendidikan, tingkatan kelas, tujuan, tingkat kemampuan peserta didik sebagai konsumennya. Untuk madrasah tentunya bahan ajarnya lebih luas dan mendalam serta terperinci dari pada di sekolah umum.Adapun sistematika bahan ajar dan teknik penyajiannya diserahkan kepada kebijakan masing-masing lembaga dan para pendidiknya, dengan memperhatikan standar isi dan waktu yang tersedia sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan. Hal lain yang sangat perlu mendapat perhatian ialah bahwa sesuai dengan kekhususannya, maka bahan ajar PAI itu sebagian besar bersifat abstrak filosofis yang sulit diadakan pendekatan 75
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
Pengembangan Bahan Ajar secara ilmiah, akliyah. Oleh karena itu, kemampuan dan ketrampilan pendidik untuk mengkongkritkan bahan yang abstrak tadi sangat diperlukan, walaupun itu tidak mudah. 1. Orientasi Pengembangan Bahan Ajar PAI Orientasi strategis pengembangan bahan ajar PAI adalah sebagai berikut: a. Konsep agama yang luas, artinya bahwa bahan ajar PAI itu sebagai penuntun hidup yang menanamkan nilai-nilai dan sikap terhadap segala kehidupan. b. Panggilan Islam sebagai tigas suci, artinya bahwa pengembangan bahan aja PAI itu merupakan tugas suci bagi siapa yang meneruskannya. c. Berpusat pada tauhid, artinya bahan ajar PAI itu titik sentral dan landasannya adalah ajaran tauhid. d. Berpangkal pada pengendalian diri, disiplin dalam diri sebagai suara hati nurani. e. Bermakna bagi pribadi dan masyrakat lingkungannya. 10 Pendidikan Agama Islam baik di sekolah maupun di madrasah meliputi aspek aspek yang sama, yakni: 1). Hubungan manusia dengan Allah swt, 2). Hubungan manusia dengan sesamanya, dan 3). Hubungan manusia denan alam. Adapun kriteria pemilihan dan pengembangan bahan ajar PAI, sekurang-kuranganya ada enam kriteria, di antaranya: a. Bahan Ajar PAI harus dapat mengisi falsafah negara Pancasila. b. Bahan Ajar PAI hendaknya mengutamakan ajaran yang pokok dan menyeluruh. c. Bahan Ajar PAI harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan anak. d. Bahan Ajar PAI hendaknya disesuaikan dengan lingkungan sehingga bermakna bagi kehidupan anak sehari-hari. e. Bahan Ajar PAI yang diajarkan pada tingkat dan jenis sekolah/madrasah harus bersifat terminal. f. Bahan Ajar PAI yang diberikan pada setiap lembaga pendidikan hendaknya berkesinambungan, terpadu dan sejalan. Dalam upaya mengembangkan program ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan, agar hasilnya nanti dapat memenuhi harapan semua pihak. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: a. Prinsip relevansi: 1) Relevansi pendidikan dengan ajaran Islam 2) Relevansi dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang. 3) Relevansi dengan lingkungan murid. 4) Relevansi dengan tuntutan dunia kerja. b. Prinsip efektivitas: 1) Efektifias mengajar guru, dan 2) Efektifitas belajar siswa. c. Prinsip Efisiensi: waktu, tenaga dan peralatan yang pada akhirnya akan menghasilkan efisiensi pembiayaan. d. Prinsip Kontinuitas: 1) Kontinuitas vertikal, antara berbagai tingkat sekolah/madrasah 10
Departemen Agama RI, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1984/1985), hal. 127-131.
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
76
Choirul Anam 2) Kontinuitas antara berbagai bidang studi e. Prinsip fleksibilitas 1) Fleksibilitas dalam memilih program ketrampilan, takhassus atau penjurusan. 2) Fleksibilitas dalam mengembangkan program pengajaran, yang memungkinkan guru untuk mengembangkan sendiri program-program pengajaran dengan berpegang pada tujuan dan bahan yang disediakan. Adapun cara mengembangkan program PAI, sesuai dengan KTSP adalah dengan pendekatan tujuan atau berbasis pada standar kompetensi. Sekurang-kurangnya ada lima alasan mengapa harus menggunakan pendekatan ini: a. Agama Islam mengajarkan bahwa setiap pekerjaan itu harus disertai niat. b. Karena ketidak jelasan tujuan, maka guru hanya cenderung menggunakan satu metode saja untuk menyampaikan bahan ajar. c. Semakin jelas rumusan tujuan, semakin mudah pula bagi guru untuk memilih alat penilaian yang tepat dalam mengukur keberhasilan tujuan. d. Tanpa perumusan tujuan yang jelas akan menimbulkan kesulitan dalam mengorganisir belajar siswa e. Karena tujuan jelas, maka guru dapat melihat, meneliti kembali sejauh mana hasil yang telah dicapai.11 2. Model Pendidikan Berparadigma Profetik Yang dimaksud dengan model pendidikan berparadigma profetik adalah model pendidikan yang menggunakan paradigma prrofetik. Sedangkan paradigma profetik ialah:seperangkat reori yang tidak hanya mendeskripsikan dan mentransformasikan gejala sosial dan tak pula hanya mengubah suatu hal demi perubahan, namun lebih dari itu, diharapkan dapat mengarahkan perubahan atas dasar cita-cita etik dan profetik. Sedangkan nilai-nilai profetik yang dapat dijadikan bingkai acuan dalam mengarahkan perubahan masyarakat, adalah hunanisasi, lberasi dan transendensi yang merupakan derivasi dari alQur’an, surah Ali-‘Imron, ayat 110: “Engkau adalah umat yang terbaik di tegah manusia untuk menegakkan kebaikan (humanisasi), mencegah kemungkaran (liberasi) dan beriman kepada Allah (trnsendensi).” Kuntowijoyo memberi petunjuk kerah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa dan untuk siapa. Dengan humanisasi, Islam menekankan pentingnya memanusiakan manusia dalam proses perubahan; dengan liberasi, Islam mendorong gerakan pembebasan terhadap segala determinisme kultural dan struktural, seperti kemiskinan dan kebodohan. Dan dengan transdensi, perubahan dicoba diberi sentuhan yang lebih maknawi, yaitu perubahan yang tetap berada dalam bingkai kemanusiaan dan ketuhanan. “ Kita ingin merasakan kembali dunia ini sebagai rahmat Tuhan. Kita ingin hidup kembali dalam suasana yang lepas dari ruang dan waktu, ketika kita bersentuhan dengan kebesaran Tuhan.”12 Dalam konteks pendidikan Islam, humanisasi berarti proses penyadaran akan eksistensi diri manusia sendiri (menurut pandangan Islam) terhadap realitashistoris yang obyektif dan aktual sebagai bentuk tuntutan yang menghendaki pertanggungjawaban akan makna hidup di tengah-tengah lingkungan masyarakat.Sedangkan liberasi adalah menghidupkan aktifitas 11 12
Ibid., hal. 136-146 Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profertik: Upaya konstruktif Membongkar Dikotomi SistemPendidikan Islam, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2004), hal. 131, 149-150
77
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
Pengembangan Bahan Ajar belajar-mengajar secara bersama-sama, yang terbangun atas kerjasama sinergis antara murid dan guru. Dan transendensi, maksudnya harus tetap berpijak dan berporos pada al-Qur’an dan Hadits. Ini berarti berangkat dari filsafat teosentris. Disinilah letak perbedaan antara pendidikan umum dengan pendidikan Islam.13 3. Metode Pendidikan Nabi Muhammad SAW Sebelum penulis menguraikan metode pendidikan Nabi Muhammad SAW, bahwa variasi metode pendidikan berdasarkan al-Qur’an dapat diklasifikan menjadi dua bagian,14 sebagimanadapat dilihat pada tabel berikut ini: TABEL 1 METODE PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN
1. 2. 3. 4.
Metode Verbal
Metode Non Verbal
Metode Cerita Metode Metafora Metode Pertanyaan Metode deduksi Bersandar pada kata
1. Metode demonstrasi 2. MetodePerjalanan ilmiah 3. Metode Penelitian Bersandar bukan pada kata
Sedangkan menurut Ali al-Jumbulati, beberapa metodologi pendidikan dalam al-Qur’an adalah sebgai berikut: a. Metode pembiasaan dan pengalaman b. Metode pengulangan (review) c. Metode pengaruh kejiwaan d. Metode memberikan motivasi e. Metode logika f. Metode tanya jawab g. Metode cerita h. Metode bimbingan dan penyuluhan i. Metode contoh (teladan) j. Metode peringatan dan penghargaan k. Metode pengampunan (pemberian maaf).15 Pribadi Nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul akhir zaman penyampai ajaran agama Islam, juga diutus sebagai pendidik/pengajar. Beliau bersabda: “Inamabu’itstu mu’alliman”. 16 Beliau dalam segala kesempatan selalu mendorong untuk belajar ilmu dengan disertai ucapan dan perbuatan. Semua aktivitas kependidikan Nabi Muhammad SAW dapat dikategorikan 13
Ibid., hal. 144-148 Abdur Rahman Shalih, Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan menurut al-Qur’an serta implementasinya, terj. Mutamman (Bandung: Diponegoro, 1991), hal. 218, 231. 15 Ali al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, terj. H.M Arifin (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 47. 16 Malik Ibn Anas, al-Muwatta’, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 602, hadits no. 1662 14
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
78
Choirul Anam sebagai metode pendidikannya, karena sangat musahil apa yang dilakukan Nabi itu destruktif dalam mendidik dan mengajar umatnya. Nabi juga diutus untuk memperbaiki akhlak umatnya“bu’itstu liutammima makarimal akhlak”.17Di antara petunjuk nabi untuk mendidikadalah: “yassiru wa la tu’assiru wa basysyiru wa tunaffiru.”18 (Mudahkanlah dan jangan mempersulit, gembirakanlah dan jangan mereka lari) Ikhtisar metode pendidikan Nabi Muhammad SAW, dalam bidang akidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalah dapat dilihat pada tabel-tabel sebagai berikut:19 TABEL 2 METODE PENDIDIKAN NABI DI BIDANG AKIDAH JENIS METODE
KETERANGAN
SUMBER RUJUKAN
1.
Metode bertanya/melempar pertanyaan
Pertanyaan berasal dari Nabi kepada sahabat. Nabi Æ Sahabat
Masyk Matn al-Bukhory (4), hal 48, 72, (1), Hal 21. Shahih Muslim (1), hal. 40, 48
2.
Metode Menjawab pertanyaan (hiwar/dialog)
Pertanyaan berasal dari sahabat kepada Nabi Nabi ---< Sahabat
Shahih Muslim (1), hal. 29, 31, 32. Sunan Abi Dawud (2), hal. 414
3.
Metode kisah/ceritera
Kisah profetik menekankan unsur obyektif (tujuan)
Riyadl al-Shalihin, hal. 15-16, 23-24
Metode nasihat/ceramah/khutbah
Nasihat nabi bersifat logis, singkat dan argumentatif. Nasihat dengan metafora (mitsal) Alat peraga berupa garis.
Shahih Muslim (1), hal. 44 Masyk Matn al-Bukhary (1), hal. 12 Al-Jami’ al-Shaghir li Suyuthi, hal. 289,290
4.
5.
Abdullah ‘Ulwan, hal. 717
Metode peragaan/demostrasi
TABEL 3 METODE PENDIDIKAN NABI DI BIDANG IBADAH JENIS METODE 1. Metode dialog/dis Kusi/tanya jawab
KETERANGAN
SUMBER RUJUKAN
Berkaitan dengan pensyariatan
Sunan Abi Dawud (1), hal. 128
azan, ibadah haji
A-Muwattha’, hal. 204
17
Ibid., 605, hadits no. 1677 Al- Bukhory, masyk matn al-Bukhari, 19 Untung, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2005) 18
79
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
Pengembangan Bahan Ajar 2. Metode praktik/
Berkaitan dengan ibadah shalat
Contoh 3. Metode Berkaitan dengan ibadah eksplanasi/ wudlu, shalat, puasa, zakat Nasehat/metafora Berkaitan dengan ibadah 4. Metode targhib shalat, 5. Metode tadrij Berkaitan dengan ibadah puasa
Shahih Muslim (1), hal. 183, 188 Masyk Matn al-Bukhari (1), hal. 42, 186 Shahih Muslim (1), hal 451 Shahih Muslim (1), hal. 294 Shahih Muslim (1), hal. 495
TABEL 4 METODE PENIDIKAN NABI DI BDANAG AKHLAK JENIS METODE 1. Metode pengalihan Inderawi kepadaKepada ruhani/spiritual 2. Metode kisah/ ceritera
3. Metode dialog 4. Metode nasihat
KETERANGAN Nilai spiritual lebih tinggi dari pada nilai inderawi
SUMBER RUJUKAN Masyk Matn al-Bukhari (3), hal. 242
Kisah Juraij dan bayi yang dapat bicara
Shahih Muslim (2), hal. 511
Kisah tiga orang pemuda yang terjebak
Masyk Matn al-Bukhari (4), hal. 47
di dalam gua Keutamaan seorang ibu dibanding ayah
Shahih Muslim (2), hal. 510
Keharaman ghibah Variasi metode Nasihat melalui sindiran halus, argumentasi dan teguran langsung
Sunan Abi Dawud (2), hal 457 Masyk Matn al-Bukhari (3), hlm. 237
5. Metode peragaan
Tubuh (lidah)
Riyad’ al-Shalihin, hal. 128, 288
6. Metode contoh/ Teladan 7. Metode metafora
Tentang tawakkal
Shahih Muslim (2), hal. 397
Perumpamaan orang alim yang
Al-Jami’ al-Shaghir, hal. 290
mengajarkan ilmunya
TABEL 5 METODE NABI DI BIDANG MUAMALAH
JENIS
KETERANGAN
SUMBER RUJUKAN
Metode eksplanasi
Tentang jual beli
Masyk Matn al-Bukhari (2), hal. 8
Metode kisah
Tentang riba
Masyk Matn al-Bukhari (2), hal. 9
Metode dialog
Tentang peradilan mencuri
Shahih Muslim (2), hal. 124 1714
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
80
Choirul Anam Metode nasihat
Tentang nikah dan meminang pinangan orang lain
Shahih Muslim (2), hal. 638, 645
4. Landasan Model Pendidikan Berparadigma Profetik Menurut Muhammad Syafii Antonio20, Rasulullah Muhammad SAW adalah pembelajar sejati dan guru besar peradaban dunia beliau memberikan teladan holistic learning method, sebagai berikut: a. Learning Condition (Mengkondisikan Proses Belajar) Learning condition sangat berguna untuk menjaga konsentrasi siswa agar mereka tidak memikirkan hal-hal lain diluar pelajaran jika mengacu kepada ajaran Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam ada tiga strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menciptakan kondisi belajar. 1) Meminta Siswa Untuk Diam Rasulullah pernah bersabda ketika Haji Wada Wahai Manusia Tenanglah kalian kemudian melanjutkan lagi Diamlah jangan kalian kembali kafir setelah kematianku yaitu sebagian kamu memukul tengkuk sebagaian yang lain (nukilan Haji Wada). Rasulullah meminta kaum muslimin untuk diam agar mereka dapat mendengarkan isi pembicaraannya karena kondisi saat itu sangat gaduh akibat banyaknya jamaah. 2) Menyeru Siswa Untuk Memperhatikan Mengenai seruan terhadap siswa ini Rasulullah telah memberikan contoh melalui sabdanya. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata Rosulullah naik ke atas mimbar. Majelis tersebut merupakan majelis terakhir yang beliau hadiri. beliau Menggunakan mantel yang beliau lingkarkan Pada pada bahu beliau. kepala beliau terserang penyakit. beliau lalu bertahmid memuji Allah kemudian bersabda : “wahai sekalian manusia berkumpullah!” lalu Beliau melanjutkan : “Amma ba'du sesungguhnya sebagian dari kelompok anshor ini mempersedikit dan memperbanyak manusia. Siapa yang menjadi umat Muhammad lalu ia dapat mendatangkan bahaya bagi seseorang maka Terimalah kebaikannya dan tolaklah kejahatan nya” (nukilan dari khutbah Haji Wada).21 Dari hadits tersebut kita pahami bahwa seruan “wahai sekalian manusia berkumpullah!” merupakan strategi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk menarik perhatian orang orang yang sedang mendengarkan khutbah nya agar mereka tenang dan tetap fokus sehingga learning condition tetap terjaga. 3) Menarik Perhatian dengan Bahasa Kiasan Rasulullah pernah memberikan teladan strategi pembelajaran seperti itu. Dari Ubadah ibn Al-Samit r.a berkata, Rasulullah pernah bersabda : “Ambillah dariku! Ambillah dariku! Allah telah memberikan jalan keluar bagi mereka, (Perzinaan) yang dilakukan antara seorang perjaka dengan seorang gadis, maka cambuklah 100 kali dan 20
Antonio dan TIM TAZKIA, Sang Pembelajar dan Gutu Peradaban (leaner & Educater), Eksiklopedia leadership&manajemen Muhammad SAW “The Super Leader, Super Manajer” (jakarta: Tazkia Publishing, 2010), hal. 62-189. 21 HR Muslim No. 3009, Kitab Al-Hajji, Bab Hajjatinabiyi
81
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
Pengembangan Bahan Ajar diasingkan selama setahun. Adapun seorang duda dengan janda maka dicambuk 100 kali dan dirajam.22 Bila dipelajari lebih jauh kalimat Ambillah dariku mengandung makna yang sangat mendalam dalam kalimat ini terdapat ungkapan kiasan yang bernada permintaan perhatian dan menarik perhatian untuk dapat mendengarkan apa yang beliau sampaikan b. Active Interaction (Interaksi Aktif dalam Proses Pembelajaran) Mengacu pada pendapat Vernon A. Magnessen, dapat dipahami awal belajar adalah 10% dari membaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar 70% dari apa yang dikatakan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Maka dari itu, terjadinya interaksi antara pelaku pembelajaran dapat dikatakan sebagai puncak dari proses pembelajaran itu sendiri,karena pada tahap itulah seorang siswa bisa mengatakan sesuatu dan sekaligus melaksanakan hasil belajarnya, baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Oleh karena itu, seorang guru yang baik harus mampu menciptakan suasana belajar yang interaktif.Untuk menciptakan suasana pembelajaran interaktif, guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Interaksi Pendengaran Bila seorang guru ingin menciptakan interaksi pendengaran yang baik dengan siswanya maka ia harus melakukan hal-hal sebagai berikut : a) Menguasai Teknik Bicara Mengenai tata cara berbicara ini Rasulullah SAW sudah memberikan teladannya pula. Dari ‘Aisyah r.a. berkata,“Rasulullah SAW tidak berbicara seperti kalian berbicara.. beliau berbicara dengan ucapan yang terdapat jeda di dalamnya. Sehingga orang yang duduk bersamanya akan dapat mengingat ucapan beliau”.23 b) Berbicara Tidak Bertele-tele Dan Terlalu Bernada Puitis Mengenai hal ini, dalam sebuah Hadis disebutkan. ‘Abdullah bin Umar r.a. berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda:“janganlah terlalu banyak bicara, kecuali dalam bentuk dzikir kepada Allah,karena sesungguhnya terlalu banyak berbicara selain dzikir kepada Allah menyebabkan keras hati, dan sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang keras hatinya”.24 c) Memperlihatkan Intonasi Suara Mengatur intonasi dan tempo suara dalam mengajar sangat penting, agar siswa tetap fokus pada penjelasan guru.Pengaturannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi di kelas.
22
HR Abu Dawud No. 4417, Kitab Al-Hudud, bab fi Ar-rajmi, hadits ini Shahih Wa Dha’if Sunan Abi Dawud No. 4415 HR. Bukhari No. 3567, Kitab Al-Amannaqib Bab Sifatinnabiyi, HR. Muslim No. 7701, Kitab Az Zuhdi Wa’Raqaiq, bab At-Tasabuti Fil Hadis 24 HR. At Turmudzi No. 2411, Kitab Az Zuhd, Bab Minhu, HR Al-Baihaqi “Syu’abul iman” No/ 4745, Hadits ini Hasan Ghorib dalam jami’ul Hadits Imam Suyuthy, No. 16876, sebagian ulama ada yang memandang Dla’if dalam As-Silsilah ad Da’ifah, No. 920 23
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
82
Choirul Anam Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW: “Nabi ketika berkhutbah dan memberikan peringatan tentang hari akhir, maka beliau akan terlihat sangat murka dan suaranya terdengar keras”.25 d) Fokus Terhadap Penjelasan Seorang guru hendaknya menjelaskan pelajarannya secara runtut dan tidak terpotong potong. Dalam hadits Rasulullah saw bersabda dari Abu Hurairah r.aberkata,“ketika Nabi SAW sedang berbicara dengan suatu kaum dalam suatu majelis, datang seorang Arab Badui dan bertanya kepada Nabi, kapan hari kiamat itu datang? Rasulullah terus melanjutkan apa yang sedang beliau bicarakan.Sebagaian orang berkata, beliau mendengar apa yang dikatakan orang itu.Beliau sedang memikirkan apa yang dikatakan orang itu.Sebagian yang lain berkata beliau tidak mendengarnya setelah selesai berbicara Rasulullah berkata, mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?Orang Badui itu menjawab, Saya di sini wahai Rasulullah! beliau bersabda ‘jika engkau menyia-nyiakan amanah, maka tunggulah kedatangan hari kiamat’.”26 Dalam hadits itu jelas bahwa Rasulullah SAW tidak langsung menjawab pertanyaan orang Arab Badui tersebut, karena beliau tidak ingin pembicaraannya terpotong sehingga merusak konsentrasi para sahabat yang sedang tekun mendengarkan penjelasan beliau. e) Berhenti Sejenak di Tengah-tengah Penjelasan Dalam sejenak ditengah-tengah penjelasan memiliki beberapa manfaat, antara lain menarik perhatian siswa membawa kejiwaan seorang guru kembali rileks, dan memberikan waktu kepada guru untuk mendengar pemikirannya. Dalam sebuah Hadis disebutkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi bersabda “Bulan apa sekarang ini?“Kami menjawab Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.Beliau kemudian diam sehingga kami mengira beliau akan menjawab dengan jawaban yang salah.Beliau berkata,“bukankah sekarang ini bulan Dzulhijjah?”. Kami Jawab‘benar’.Beliau bertanya lagi,hari apa ini?Kami menjawab Allah dan RasulNya lebih mengetahui.Beliau kembali terdiam hingga kami mengira beliau akan menjawab dengan jawaban yang salah.Lalu beliau bertanya “hari apa sekarang ini?”Kami menjawab Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.Beliau kembali terdiam Hanya kami mengira ia akan menjawab dengan jawaban yang salah. Beliau berkata,“Bukankah sekarang ini hari Idul Kurban?Kami menjawab ‘benar’.Beliau kemudian bersabda “Sesungguhnya adalah kalian, harta kalian (lalu terdiam...) Abu Bakar,‘Aku mengira beliau akan berkata, dan kehormatan kalian” akan tetapi beliau melanjutkan “Adalah haram bagi kalian, seperti diharamkannya (berlaku keji) pada hari ini, di tanah ini, dan di bulan ini”(Nukilan khutbah haji wada’)”.27 Diamnya Rasulullah saw di tengah-tengah khutbah haji wada’ tersebut menarik perhatian para sahabat.Mereka menjadi sangat fokus dan menunggu-nunggu penjelasan Rasulullah SAWselanjutnya. 25
HR. Muslim No. 2042, kitab Al-Jumu’ati, Bab Takhffi Salati Wal Khutbah HR. Muslim No. 2042, Kitab Al-Jumu’ati, Bab Takhffi Salati Wal Khutbah 27 HR. Muslim No. 3009, Kitab Al-Hajji, Bab Hajatinnabiyi 26
83
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
Pengembangan Bahan Ajar 2) Interaksi Pandangan Menciptakan interaksi pandangan yang positif antara guru dan siswa akan mendatangkan manfaat yang banyak sekali baik bagi guru maupun siswanya dengan interaksi pandangan yang penuh makna seorang guru bisa mengendalikan siswasiswanya agar tetap fokus dalam pembelajaran untuk menciptakan interaksi pandangan yang bermakna guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Kontak Penuh Makna Dalam menciptakan kontak pandangan yang baik antara guru dan siswa, perlu dilakukan pengaturan terhadap tempat duduk guru dan siswa.Supaya guru dapat melempar pandangannya kepada seluruh siswa sebaiknya tempat duduk guru lebih tinggi sedikit daripada tempat duduk siswa.Meletakkan posisi meja guru lebih tinggi daripada meja siswa ini sama persis dengan apa yang dilakukan Rasulullah saw ketika menjelaskan ajaran Islam kepada para sahabatnya.Dalam berbagai riwayat disebutkan mimbar Rasulullah SAW lebih tinggi 3 (tiga) derajat.Dalam sebuah Hadis disebutkan dari Abu Sa'id al-Khudri r.a.berkata,“suatu hari Rasulullah duduk di atas mimbar dan kami pun duduk di sekitar beliau.”28 b) Memanfaatkan Ekspresi Wajah Mengenai penggunaan ekspresi wajah dalam mengajar ini, Rasulullah pernah bersabda dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah pernah melihat ludah pada arah kiblat. Hal itu membuat beliau marah, dan kemarahannya itu terlihat pada wajah beliau.Beliau pun berdiri dan mengelapnya dengan tangan beliau. Lalu beliau bersabda,“Salah seorang kalian bila berdiri melakukan sholat, ia sedang munajat kepada Rabbnya atau Rabbnya berada diantara dirinya dan arah kiblat.Maka dari itu, janganlah salah seorang diantara kalian membuang ludah ke arah kiblatnya. Akan tetapi menghadaplah kearah kiri atau ke bawah telapat kakinya”. 29 Pada hadis ini terlihat bahwa Rasulullah tidak menyampaikan kemarahannya dengan bahasa verbal yang kasar, tetapi cukup dengan memperlihatkan ekspresi wajah yang dapat dimengerti oleh pendengarnya. c) Tersenyum Senyuman yang tulus dari seorang guru akan sangat menentramkan jiwa para siswanya.Senyuman seorang guru juga akan membuat siswa merasa nyaman, sehingga merasa siap menerima pelajaran.Maka dari itu seorang guru harus selalu terlihat ceria di hadapan siswanya. Dalam sebuah Hadis disebutkan,Jabir bin ‘Abdullah al-Bajli r.a. berkata,“tidaklah Rasulullah SAW melarangku (untuk masuk ke rumahnya setelah aku minta izin) sejak aku masuk Islam, dan tidaklah beliau melihatku kecuali beliau selalu menampakan senyum di depan wajahku”.30 Demikian cara Rasulullah saw mendidik sahabatnya, sehingga pantas disebut sebagai guru terbaik sepanjang masa. 28
HR. Bukhari, No. 921, Kitab Al-Jumu’ah, Bab Istiqbalil Imam Al-Qouma HR. Bukhari, No. 6111, Kitab Al-Adab, Bab MAYajuzu Minal Ghadlab 30 HR. Bukhari, No. 3035, Kitab Bad’ul Khlaqi, Bab Shifati Nar 29
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
84
Choirul Anam C. KESIMPULAN Inti pokok ajaran Islam yang meliputi: akidah, syari’ah dan akhlak. Tiga inti ajaran Islam tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk Rukun Iman, Rukun Islam dan Akhlak. Dan dari ketiganya lahirlah Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh dan Ilmu Akhlak. Ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar-dasar hkum Islam, yaitu; al-Qur’an dan alHadits serta ditambah lagi dengan sejarah Islam (tarikh), sehingga secara berurutan mulai Ilmu Tauhid/Keimanan, Ilmu Fiqh/Syari’ah, Al-Qur’an, dan Al-Hadist, Akhlak, dan Tarikh /Sejarah Islam. Untuk itu, bahan ajar PAI sebagian besar bersifat abstrak filosofis yang sulit diadakan pendekatan secara ilmiah, akliyah. Namun sesuai dengan kekhususannya, bahan ajar PAI itu sebagian besar bersifat abstrak filosofis yang sulit diadakan pendekatan secara ilmiah, akliyah. Oleh karena itu, kemampuan dan ketrampilan pendidik untuk mengkongkritkan bahan yang abstrak tadi sangat diperlukan, walaupun itu tidak mudah. Adapun kriteria pemilihan dan pengembangan bahan ajar PAI, sekurang-kuranganya ada enam criteria bahwa bahan Ajar PAI harus dapat mengisi falsafah negara Pancasila, mengutamakan ajaran yang pokok dan menyeluruh, sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan anak, disesuaikan dengan lingkungan sehingga bermakna bagi kehidupan anak sehari-hari. diajarkan pada tingkat dan jenis sekolah/madrasah harus bersifat terminal. yang diberikan pada setiap lembaga pendidikan hendaknya berkesinambungan, terpadu dan sejalan. Rasulullah Muhammad SAW adalah pembelajar sejati dan guru besar peradaban dunia, beliau memberikan teladan holistic learning method, sehingga pemilihan bahan ajar PAI harus dan sudah seharusnya mengacu pada beliau.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Amin “Problem Epstimologis-Metodologis Pendidikan Islam”, dalam Religiusitas IPTEK, ed. Abd. Munir Mulkam, et.al., Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1998 Abdur Rahman Shalih, Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan menurut al-Qur’an serta implementasinya, terj. Mutamman, Bandung: Diponegoro, 1991 Ali al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, terj. H.M Arifin Jakarta: Rineka Cipta, 1994 Antonio, Syafi'i Muhammad dan Tim TAZKIA, 'Sang Pembelajar dan Guru Peradaban” dalam Ensiklopedia Leadership de Manajemen Muhammad SAW “The Super Leader Super Manajer”. Jakarta: Tazkia Publishing, 2010 Antonio, Syafi'i Muhammad dan TIM TAZKIA, Sang Pembelajar dan Gutu Peradaban (Leaner & Educater), Eksiklopedia leadership&manajemen Muhammad SAW “The Super Leader, Super Manajer” Jakarta: Tazkia Publishing, 2010 Depdikbud, Kurikulum 2004: Pedoman Umum Pengembangan silabus, Surabaya: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Sub Din Dikmenum, 2003
85
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
Pengembangan Bahan Ajar Departemen Agama RI, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1984/1985 Fajar, A. Malik, Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan Agama Luar Sekolah”, makalah, disampaikan pada seminar dan lokakarya Nasional ‘Pengembangan Pendidikan Islam Menyongsong Abad 21’, Cirebon, 31 Agustus s/d 1 September, 1995 HR Abu Dawud No. 4417, Kitab Al-Hudud, bab fi Ar-rajmi, hadits ini Shahih Wa Dha’if Sunan Abi Dawud No. 4415 HR. Bukhari No. 3567, Kitab Al-Amannaqib Bab Sifatinnabiyi, HR. Muslim No. 7701, Kitab Az Zuhdi Wa’Raqaiq, bab At-Tasabuti Fil Hadis HR. At Turmudzi No. 2411, Kitab Az Zuhd, Bab Minhu, HR Al-Baihaqi “Syu’abul iman” No/ 4745, Hadits ini Hasan Ghorib dalam jami’ul Hadits Imam Suyuthy, No. 16876 HR. Muslim No. 2042, kitab Al-Jumu’ati, Bab Takhffi Salati Wal Khutbah Kautsar Azhari Noer, “Pluralisme dan Pendidikan Agama di indonesia: Menggugat Ketidakberdayaan Sistem Pendidikan Agama”, dalam Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, ed. Th. Sumartana, dkk, Yogyakarta: Institut DIAN, 2001 Malik Ibn Anas, al-Muwatta’, Beirut: Dar al-Fikr, 1989 Mangunwijaya, Romo YB., “Kritik Manajemen Pendidikan Nasional Selama Orde Baru” Kompas 12 Pebruari, 1999 Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo, 2005 Shofan, Moh. Pendidikan Berparadigma Profertik: Upaya konstruktif Membongkar Dikotomi SistemPendidikan Islam, Yogyakarta: IRCiSoD, 2004 Soejatmoko, Etika Pembebasan: Pilihan karangan tentang Agama, Kebudayaan, Sejarah dan Ilmu Pengetahuan:Jakarta: LP3ES. 1984 Untung, Muhammad Sang Pendidik, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2005 Untung Slamet dan Moh. Muhammad Sang Pendidik. Semarang: Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Rizki Putra, 2005
Al Ta’dib Volume 6 No. 1, Juli 2016
86