PENGEMBANGAN BAHAN AJAR FISIKA BERBASIS MASALAH UNTUK MENUMBUHKAN HIGHER ORDER THINKING SKILL (HOTS) SISWA KELAS X POKOK BAHASAN FLUIDA STATIS Siti Ainur Rohmah, Sutarman dan Lia Yuliati Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang email:
[email protected] ABSTRAK:Penelitian ini tujuan untuk mengembangkan bahan ajar fisika berbasis masalah untuk menumbuhkan higher order thinking skills siswa kelas X pokok bahasan fluida statis. Penelitian ini menggunakan desain penelitian 4D dengan mengambil tiga langkah awal, yakni pendefinisian (define), perancangan (design), dan pengembangan (develop). Instrumen yang digunakan berupa angket untuk menguji kelayakan serta keterbacaan bahan ajar. Kelayakan diukur dengan menggunakan uji validitas serta uji keterbacaan oleh pengguna bahan ajar. Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian dan pengembangan ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif dan teknik perhitungan persentase. Penelitian dan pengembangn ini menghasilkan bahan ajar fisika berbasis masalah dalam bentuk buku siswa dan buku guru. Hasil uji validasi menunjukkan bahwa bahan ajar buku siswa dan buku guru masingmasing memperoleh nilai persentase kelayakan sebesar 92% dan 98% dari penilaian tim ahli yang berarti bahan ajar buku siswa dan buku guru tersebut layak. Berdasarkan uji keterbacaan oleh siswa diperoleh nilai persentase sebesar 94% yang berarti layak atau baik. Berdasarkan hasil kedua uji tersebut berarti bahan ajar yang disusun sudah layak untuk digunakan tanpa adanya revisi. Namun berdasarkan data kualitatif, bahan ajar ini telah direvisi pada. Adapun kelebihan bahan ajar yaitu dapat menumbuhkan HOTS serta dapat digunakan oleh semua peserta didik tanpa menggunakan alat penunjang seperti komputer. Selain kelebihan bahan ajar juga memiliki kekurangan yaitu bahan ajar yang dikembangkan hanya terbatas pada materi fluida statis.
Kata kunci: bahan ajar fisika, berbasis masalah, higher order thinking skills PENDAHULUAN Fisika merupakan salah satu bagian ilmu pengetahuan alam, yang merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. Menurut Yuliati (2008: 2) pada hakikatnya fisika merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip, dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Pada Pembelajaran fisika peserta didik harus membangun pengetahuannya sendiri melalui peristiwa nyata. Hal tersebut sesuai pendapat Severinus (2013) pembelajaran fisika adalah proses menciptakan kondisi dan peluang agar siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan, keterampilan proses dan sikap ilmiahnya. Dengan kata lain pembelajaran fisika harus dipusatkan pada peseta didik bukan guru. Sesuai pendapat Yuliati (2008: 5) bahwa dalam konteks sekolah belajar
fisika merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh peserta didik, bukan sesuatu yang dilakukan untuk peserta didik. Pada pembelajaran fisika yang berpusat pada peserta didik keaktifan peserta didik sangat penting. Menurut National Research Council (dalam Yuliati, 2008:5) keaktifan dalam belajar fisika terletak pada dua segi, yaitu aktif bertindak secara fisik (hands-on) dan aktif berpikir (minds-on). Keaktifan peserta didik untuk bertindak secara fisik akan meningkatkan keaktifan peserta didik dalam berpikir sehingga peserta didik mampu memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi yang juga dikenal dengan istilah higher order thinking skill (HOTS). HOTS adalah keterampilan berfikir yang lebih tinggi dari pada sekedar menyampaikan kembali sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu tersebut disampaikan kepada kita. Rofiah (2013) menyatakan bahwa HOTS merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru. Kaitannya dengan pembelajaran fisika sebagai suatu proses, keterampilan berpikir tingkat tinggi berarti mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang diberikan dalam pembelajaran fisika. Keberhasilan peserta didik memecahkan masalah-masalah fisika merupakan salah satu tujuan pembelajaran fisika. Hal tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa HOTS merupakan salah satu tujuan dalam pembelajaran fisika. Bahan ajar merupakan komponen pendukung yang penting dalam usaha pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai pendapat Sungkono (dalam Hernawan, 2008) bahwa bahan ajar merupakan seperangkat bahan yang memuat materi atau isi pembelajaran yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut dilakukan wawancara serta obsevasi pembelajaran yang bertujuan untuk mencari informasi mengenai penggunaan bahan ajar di sekolah. Berdasarkan informasi yang didapat terdapat kesulitan dalam menyeimbangkan bahan ajar yang berorientasi pada penumbuhan HOTS. Pengemasan bahan ajar yang hanya berpaku pada penyajian materi, rumus serta penyelesaian soal saja tidak dapat mengakomodasi pencapaian HOTS peserta didik. Hal ini karena dalam penyelesaian soal yang diberikan peserta didik
hanya akan menyalin kembali apa yang telah dijelaskan pada paparan materi dan rumus. Pada keadaan tersebut peserta didik tidak dapat mengembangkan proses berpikir dan hanya akan memiliki keterampilan berpikir tingkat rendah. Oleh sebab itu pengemasan bahan ajar hendaknya diorientasikan pada penyediaan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan proses berpikir sehingga menumbuhkan pemikiran tingkat tinggi. Dalam perkembangannya bahan ajar yang berorientasi pada pencapaian kompetensi sekaligus peningkatan HOTS yang digunakan masih kurang. Hal ini berdasarkan kajian yang dilakukan terhadap salah satu bahan ajar yang digunakan salah satu SMA di kota Malang. Bahan ajar tersebut hanya menampilkan sedikit permasalahan kontekstual yang seharusnya ada pada setiap awal pembahasan materi untuk membangun pengetahuan siswa. Selain itu penyajian materi masih difokuskan pada penyajian rumus. Pada bahan ajar juga tidak disediakan pembahasan mengenai praktikum yang dilakukan sehingga bahan ajar kurang sesuai untuk kegiatan belajar mandiri. Berdasarkan hal tersebut perlu dikembangkan bahan ajar yang lebih sesuai dengan penumbuhan HOTS. Bahan ajar yang dimaksud adalah bahan ajar berbasis masalah. Bahan ajar berbasis masalah dikembangkan dengan menyisipkan permasalahan-permasalahan kontekstual. Permasalahan disajikan di awal pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan yang diberikan dalam bahan ajar dapat merangsang siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Sesuai dengan pendapat Costa dalam Yuliati (2013) bahwa pemecahan masalah (problem solving) dan berpikir kritis (critical thinking) adalah sebagian proses dari berpikir tingkat tinggi. Sehingga pemberian permasalahan kontekstual dalam pembelajaran fisika dapat menumbuhkan HOTS. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Munfaridah (2009) dan Sastrawati (2011) yang menyatakan bahwa siswa yang belajar dengan diberikan masalah diawal pembelajaran memiliki HOTS lebih tinggi dari pada siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional tanpa adanya pemasalahan di awal pembelajaran. Berdasarkan informasi yang didapat pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa telah dikembangkan bahan ajar berbasis masalah. pengembangan bahan
ajar pada penelitian sebelumnya dilakukan oleh Andita (2012) dan Husniyah (2013) menghasilkan bahan ajar berbasis masalah yang terbukti dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Chotimah (2013) menghasilkan bahan ajar berbasis masalah yang terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Siyadah (2014) menghasilkan bahan ajar berbasis masalah yang terbukti dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Penelitian-penelitian tersebut semakin menguatkan bahwa bahan ajar berbasis masalah dapat menumbuhkan HOTS. METODE Rancangan penelitian ini menggunakan metode 4D (Thiagarajan, 1974: 5) dengan tahapan four-D Model yang terdiri dari empat tahap.Tahapan tersebut meliputi tahap pendefinisian (define), tahap perancangan (design), tahap pengembangan (develop), dan tahap pendiseminasian (disseminate). Namun pada penelitian dan pengembangan ini peneliti hanya akan melakukan sebatas sampai pada tahap pengembangan (develop) karena penelitian ini hanya melakukan uji coba terbatas, sehingga untuk tahap pendiseminasian (disseminate) tidak dilakukan.
Analisis Ujung Depan
D e f i n e
Analisis Peserta Didik Analisis Konsep Analisis Tugas Perumusan Tujuan Pembelajaran
Bahan Ajar Fisika Berbasis Masalah untuk Menumbuhkan Higher Order Thinking Skill (HOTS) Siswa SMA Kelas X Pokok Bahasan Fluida Statis
D e s i g n
D e v e l o P Gambar 1. Bagan Model Penelitian dan Pengembangan
Pemilihan Media Pemilihan Format Rancangan Awal
Validasi ke Ahli Revisi dari Validator Uji Keterbacaan
Revisi Akhir
Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data untuk penelitian pengembangan ini berupa angket. Angket yang digunakan terdiri dari dua bagian. Bagian pertama akan menghasilkan data kuantitatif dengan menggunakan skala Likert sehingga di dalamnya memuat pernyataan-pernyataan yang dinilai dengan menggunakan rentangan nilai antara 4 sampai 1. Bagian kedua berisi komentar dan saran yang dapat diisi oleh dosen dan guru jika terdapat bagian yang kurang atau konsep yang kurang tepat pada bahan ajar yang disusun. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif dan teknik analisis persentase. Teknik analisis data deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan prosedur pengembangan bahan ajar dan mengolah data hasil penilaian bahan ajar berupa kritik, saran, tanggapan, dan masukan untuk perbaikan. Hasil analisis deskriptif ini digunakan untuk melakukan revisi/perbaikan bahan ajar. Teknik persentase digunakan untuk mengetahui persentase data yang diperoleh dari validator. Teknik analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan produkpengembangan bahan ajardan mengolah data yang yang berupa kritik dan saran yang diperoleh dari angket. Hasil analisis deskriptif digunakan peneliti untuk merevisi bahan ajaryang dibuat pada tahap awal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan yang dilakukan menghasilkan bahan ajar berbasis masalah pada pokok bahasan fluida statis. Bahan ajar yang dikembangkan merupakan komponen pembelajaran yang digunakan sebagai bahan belajar bagi siswa dan membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Sehingga dalam penyusunan bahan ajar ini disusun ke dalam 2 bentuk yaitu buku siswa dan buku guru. Buku siswa digunakan sebagai pedoman dan sumber belajar peserta didik sedangkan buku guru digunakan untuk menbantu guru menciptakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Bahan ajar dikembangkan dalam bentuk cetak berupa buku. Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008: 11) bahan ajar dengan kategori bahan ajar cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kegiatan siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan model/maket.
Pengembangan bahan ajar yang dilakukan telah sesuai dengan dasar pengembangan bahan ajar. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008: 8-9) menyebutkan bahwa dasar pengembangan bahan ajar tersebut antara lain (1) bahan ajar yang dikembangkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, (2) bahan ajar sesuai dengan karakteristik siswa sebagai sasaran, (3) pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memecahkan masalah atau kesulitan dalam belajar. Bahan ajar yang dikembangkan merupakan bahan ajar fisika berbasis masalah. Bahan ajar fisika berbasis masalah adalah bahan ajar yang dalam sistematika penyusunannya disisipkan permasalahan kontekstual. Hal ini sesuai dengan Arends (2008:56-60) bahwa sistematika bahan ajar berbasis masalah salah satunya adalah pada awal bahan ajar disajikan sebuah permasalahan yang dapat menarik minat siswa dan membutuhkan analisis mendalam untuk menyelesaikannya. Proses pemecahan masalah akan menumbuhkan HOTS peserta didik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Munfaridah (2009) dan Sastrawati (2011) yang menyatakan pemberian masalah di awal pembelajaran dapat menumbuhkan HOTS peserta didik. HOTS menurut Wardana dalam Rofiah (2013) adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yamg kompleks, reflektif dan kreatif yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif. Bahan ajar fisika berbasis masalah yang dikembangkan telah divalidasi oleh 2 dosen fisika Universitas Negeri Malang dan seorang guru mata pelajaran fisika SMAN 2 Malang. Validasi yang dilakukan didasarkan pada beberapa aspek dalam bahan ajar. Pada bahan ajar buku siswa terdapat 14 aspek validasi bahan ajar sedangkan pada buku guru terdapat 11 aspek penilaian. Masing-masing aspek tersebut kemudian dipecah kembali menjadi beberapa sub kriteria penilaian. Setiap sub kriteria penilaian tersebut akan digunakan untuk menilai bahan ajar yang telah dikembangkan. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahan ajar buku siswa mendapatkan kelayakan sebesar 92% dan untuk bahan ajar buku guru mendapatkan 98%. Oleh karena itu, bahan ajar yang telah dikembangkan termasuk dalam kategori layak.
Berdasarkan hasil uji keterbacaan siswa bahan ajar memperoleh nilai sebesar 94%. Berdasarkan hasil tersebut bahan ajar dapat dikatakan baik. Sedangkan data kualitatif berasal dari komentar validator dan digunakan untuk merevisi bahan ajar yang dikembangkan. Bahan ajar yang dikembangkan memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan bahan ajar tersebut antara lain 1.
Sesuai tuntutan kurikulum 2013 dimana pada kurikulum tersebut menekankan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika dengan adanya proses mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan.
2.
Pada awal pembelajaran atau submateri diberikan permasalahan yang kontekstual dan kegiatan percobaan sehingga siswa dapat menbangun pengetahuannya.
3.
Bahan ajar yang dikembangkan merupakan bahan ajar cetak yang dapat digunakan siswa kapan dan dimana saja tanpa membutuhkan alat penunjang seperti laptop atau komputer. Selain kelebihan bahan ajar yang dikembangkan juga memiliki
kekurangan. Kekurangan bahan ajar ini antara lain materi dalam bahan ajar ini terbatas pada pokok bahasan fluida statis. PENUTUP Kesimpulan Hasil analisis data dan pembahasannya, menyimpulkan bahwa bahan ajar berbasis masalah yang disusun untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas X pokok bahasan fluida statis sudah layak untuk digunakan.
Saran Berdasarkan pada hasil pengembangan bahan ajar ini, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut. 1.
Bahan ajar Hasil pengembangan dapat menjadi salah satu alternatif bahan ajar yang digunakan oleh guru maupun siswa dalam rangka menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada penumbuhan HOTS.
2.
Produk bahan ajar ini baru dikembangkan pada uji coba terbatas dengan jumlah siswa yang sedikit, oleh karena itu dapat dilakukan uji coba secara empiris di beberapa kelas sehingga dapat mengetahui keefektifan pengguna bahan ajar berbasis masalah dalam pembelajaran fisika dan menumbuhkan higher order thinking skills siswa.
DAFTAR RUJUKAN Andita, K. R. 2012. Pengembangan Bahan Ajar Fisika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa R-SMA BI Kelas XI Topik Gerak dan Gaya Menggunakan Analisis Vektor. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM Chotimah, C. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Fisika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri I Pandaan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Materi Pembelajaran Dan Pengembangan Pembelajaran Kontekstual (CTL) Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: BP. Mitra Usaha Kecil. Hernawan, A. H. 2008. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Universitas Terbuka Husniyah, A. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Fisika Siswa. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM Munfaridah, R. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi dan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMAN 3 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM Rofiah, E., Aminah, N. S. & Ekawati, E. Y. 2013. Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan , Berpikir Tingkat Tinggi Fisika pada Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 1(2): 17-22. Sastrawati, E., Rusdi, M. & Syamsurizal. 2011. Problem Based Learning, Strategi Metakognisi, dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa. Jurnal Tekno-Pedagogi, (Online), 1( 2): 1-14.
Severinus, D. 2013. Pembelajaran Fisika Seturut Hakekatnya Serta Sumbangannya dalam Pendidikan Karakter Siswa. Makalah disajikan pada Seminar Nasional 2ndLontar Physics Forum 2013, Yogyakarta, 5 November 2013.
Thiagarajan. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children. Indiana: Indiana University. Yuliati, L.2008. Model-Model Pembelajaran Fisika. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang. Yuliati, L. 2013. Efektivitas Bahan Ajar IPA Terpadu Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 9: 53-57.