PENGEMBANGAN APLIKASI PEMANTAUAN ASMA Application Development of Monitoring Asthma Ni Luh Putu Dewi Puspawati Program Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia ABSTRAK Pendahuluan: Asma merupakan gangguan inflamasi kronis pada sistem pernfasan yang bersifat fluktuatif dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan menimbulkan kematian. Eksaserbasi asma dan adanya pasien asma baru menyebabkan angka kejadian asma dari tahun ke tahun meningkat baik di dunia maupun di Indonesia. Eksaserbasi dapat dicegah dengan pemantauan dan pengelolaan asma yang tepat. Hasil: Perangkat dan sistem teknologi informasi telah dikembangkan untuk memantau asma. Pemantauan meliputi pemantauan APE, monitoring pemicu eksaserbasi di lingkungan pasien dan pemantauan fungsi fisiologis seperti frekuensi pernafasan, saturasi oksigen, batuk, wheezing, denyut nadi, kadar NO, aktivitas fisik serta pemantauan kepatuhan pengobatan. Data tersebut dikirimkan ke server secara otomatis memperbaharui catatan medis pasien dan data dapat dianalisis oleh tenaga kesehatan untuk selanjutnya diberikan umpan balik melalui SMS atau email. Diskusi: Peluang pemantauan dan pendidikan keseahatan dengan memanfaatkan teknologi informasi sangat besar dilihat dari pengguna jasa internet di Indonesia. Kata kunci: asma, pengelolaan asma, teknologi monitoring ABSTRACT Introduction: Asthma is a chronic inflammatory respiratory disorder that fluctuated exacerbation of the symptoms can be mild to severe and even cause death. Exacerbation of asthma and their new cause asthma incidence increased from year to year both globally and in Indonesia. Exacerbations can be prevented by monitoring and managing asthma correctly. Result: Devices and information technology systems have been developed for monitoring asthma. Monitoring includes monitoring APE, monitoring environmental triggers of exacerbations in patients and monitoring of physiological functions such as respiratory rate, oxygen saturation, coughing, wheezing, pulse, NO levels, physical activity and medication compliance monitoring. The data is sent to the server automatically update patient medical records and data can be analyzed by health workers for further provided feedback via SMS or email. Discussion: Health monitoring and educational opportunities by utilizing information technology is very great views of users of Internet services in Indonesia. Keywords: asthma, asthma management, monitoring technology Alamat Korespondensi
: Jl. Kecak No.9A, Gatot Subroto Timur, Denpasar
Email
:
[email protected]
PENDAHULUAN Asma merupakan suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran pernafasan yang menyebabkan hiper reaktivitas bronkus terhadap berbagai stimulus (Ditjen PP&PL Depkes RI, 2009). Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan menimbulkan kematian. Global Initiative for Asthma (2012a) menyatakan bahwa asma diperkirakan diderita oleh 300 juta orang di dunia. Prevalensi asma secara global berkisar 1-18% di negara yang berbeda. World Health Organization (WHO) memperkirakan sebanyak 15 juta orang tiap tahunnya mengalami keterbatasan dalam kehidupan sehari-hari akibat asma. Angka ini menunjukkan 1% persen dari angka kesakitan dan kecacatan global. Angka kematian per
tahun akibat asma diperkirakan sebesar 250.000 dan tidak berkorelasi cukup jelas dengan prevalensi (GINA, 2012b). Prevalensi asma menurut Riskesdas 2013 di Indonesia mencapai 4,5% meningkat 1 % dari Riskesdas 2007. Pasien rata-rata berusia kurang dari 45 tahun dan lebih tinggi prevalensinya pada perempuan (Balitbangkes Depkes RI, 2013). Asma harus dikendalikan dan ditangani dengan baik agar tidak terjadi peningkatan prevalensi dan frekuensi kekambuhan yang lebih tinggi lagi di masa yang akan datang serta mengganggu kualitas hidup pasien. Salah satu upaya untuk mengendalikan serangan asma adalah melakukan kontrol secara teratur. Asma tidak terkontrol dapat dikaitkan dengan aktivitas fisik dan kebugaran kardiovaskuler yang berkurang. Peningkatan dalam mengendalikan asma dikaitkan dengan kondisi klinis yang relevan yang ditunjukkan
KMB, Maternitas, Anak dan Kritis Juli Vol. 2 No. 1 2015 smartphone kemudia diteruskan ke server di pelayanan kesehatan untuk dilakukan monitoring jarak jauh terhadap kondisi pasien. Metode perekaman seperti ini memungkinkan pasien memiliki catatan harian asma dan memberikan kesempatan pasien untuk mengevaluasi kondisinya sendiri. Monitoring yang kedua adalah monitoring pemicu eksaserbasi di lingkungan pasien. Teknologi menggunakan wristworn air quality sensor telah dikembangkan untuk medeteksi polusi udara di sekitar pasien yang dapat membuat eksaserbasi asma. Alat yang digunakan dapat berupa sensor dan smartphone yang akan menampilkan data kadar polutan yang ada di sekitar pasien (Pai, 2014) Selanjutnya adalah monitoring fungsi fisiologis termasuk frekuensi pernafasan (frekuensi dan durasi fase respirasi), denyut nadi, SpO2 dan deteksi wheezing. Konsep wearable body area network (BAN) atau jaringan nirkabel dengan sensor yang menempel pada tubuh memungkinkan pemantauan terhadap fungsi fisiologis tersebut. Ada beberapa produk khusus yang dapat mendeteksi wheezing dengan akurat contohnya adalah wheezometer dan holter devices WHolter (Oletic, 2011). Saturasi oksigen, denyut nadi dan aktivitas fisik juga bisa diukur dengan menggunakan perangkat khusus berupa gelang yang terhubung dengan koneksi bluetooth dengan ponsel yang kemudian bisa ditransmisikan ke petugas kesehatan (Pedone et al, 2013)
dengan peningkatan aktivitas fisik sehari-hari dan kebugaran kardiovaskular (Vahlkvist, Inman & Pedersen, 2010). Pengendalian asma bisa dilakukan dengan sistem yang dapat memonitoring klinis pasien sekaligus meningkatkan kesadaran dan kemandirian pasien asma untuk selfmanagement. Dukungan yang baik untuk selfmanagement dapat meningkatkan kontrol terhadap asma dan ketersediaan media berupa internet dan media digital lainnya digunakan sebagai pendukung (Morrison, 2014). Self management dapat menggunakan teknologi yang mudah diakses dan dianggap efektif. Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor dalam kehidupan manusia termasuk sektor kesehatan. Sistem informasi klinis mengandung data klinis, atau informasi terkait kesehatan dan biasanya digunakan oleh praktisi dalam mendiagnosis, merawat, dan mengelola perawatan pasien (Wager & Lee, 2005). Informasi yang disediakan dapat membantu perawat untuk membuat keputusan klinis untuk perawatan pasien DSS (Decision Support System) (Staudinger, Hoess, & Ostermann, 2009). Sistem informasi juga dapat meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien, serta dapat mencegah kesalahan dengan melaksanakan fungsi pengambilan keputusan dan mencegah fungsi yang tidak tepat. Sistem informasi dalam kesehatan dapat berupa telemonitoring khususnya untuk penyakit kronis dan penyakit yang berisiko eksaserbasi seperti pada asma. BAHAN DAN METODE
Secara garis besar skema monitoring asma adalah sebagai berikut
Metode yang digunakan dalam penulisan literature review ini adalah dengan penelusuran internet dari database EBSCO, Proquest, dan Wiley dengan menggunakan kata kunci asma, pengelolaan asma, teknologi monitoring. Data yang didapatkan, disusun secara sistematis dan dilakukan diskusi atau pembahasan. HASIL Telemonitoring asma menurut Oletic (2011) dapat dibagi menjadi tiga. Monitoring pertama adalah pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan peak flow meter dan buku catatan harian asma. Data hasil pemantauan arus puncak ekspirasi yang dilakukan di rumah secara dapat dikirimkan melalui bluetooth atau secara manual ke
Gambar 1. Skema Monitoring Asma (Oletic, 2011) Pemantauan lainnya penggunaan obat. Waktu dan
2
berupa frekuensi
Dewi Puspawati: Pengembangan Aplikasi Pemantauan Asma dalam saku pakaian atau tas. Saat malam hari, perekam dan mikrofon ditempatkan pada permukaan yang dekat dengan kepala tempat tidur untuk merekam gejala malam hari sambil mengisi baterai. Melalui ADAM, data suara yang masuk didigitasasi dan diproses melalui dua tahap yang melibatkan ekstraksi urutan vektor fitur deskriptif, dan pengolahan urutan ini menggunakan Hidden Markov Model berbasis Viterbi decoder untuk membedakan gejala suara pasien dengan dari kebisingan atau suara di luar pasien. Sebuah fungsi ditambahkan untuk meningkatkan relevansi klinis, yang memungkinkan pasien untuk memasukkan jadwal dan konsumsi obat. Fungsi ini tidak hanya untuk menilai kepatuhan terhadap pengobatan pasien, tetapi juga untuk membantu pasien memvisualisasikan perubahan jangka pendek dan jangka panjang dalam gejala setelah penggunaan obat. Pasien yang mengerti bagaimana obat mempengaruhi gejala mereka mungkin lebih cenderung untuk mematuhi rejimen pengobatan mereka. Fungsi sekunder dari perangkat ini termasuk buku catatan harian elektronik asma dan pencatatan serta pengingat pengobatan (Rhee et al, 2014. Sistem lain yang lebih sederhana adalah Ecological Momentary Assessment (EMA). EMA merupakan sistem sederhana untuk menilai gejala asma dan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Sistem ini menggunakan SMS yang bersifat interaktif. Pasien langsung mendapat umpan balik berupa rekomendasi dari petugas kesehatan (Mulvaney et al, 2013). de Jongh (2012) menyebutkan bahwa intervensi via sms juga dapat memberikan manfaat untuk mendukung pengelolaan asma secara mandiri. SMS dan telepon masih menjadi pilihan utama untuk telemonitoring dikarenakan teknologi ini yang masih paling luas jangkauannya (Nhavoto et al, 2014), sedangkan situs media sosial seperti Facebook mungkin tepat untuk pasien-pasien tertentu (Baptist et al, 2011).
penggunaan inhalasi merupakan indikator dari pengendalian dan status asma. Alat monitoring berupa sensor dapat melacak penggunaan obat inhalasi dan merekam waktu serta tempat inhalasi digunakan. Selain itu sensor juga dapat digunakan melacak kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan kondisi pasien yang membutuhkan rescue inhalations. Data ini dapat ditransfer dengan bluetooth ke smartphone yang telah terinstall program khusus. Data tersebut akan diproses dan akan ada umpan balik serta edukasi untuk pasien. Program tersebut bisa didapatkan dengan mudah dan telah tersedia untuk berbagai sistem operasi smartphone (Merchant, 2014). Monitoring asma dapat dilakukan dengan ponsel yang terpasang perangkat carbon nanotube sensor. Sensor ini mampu memonitor kadar nitrit oxide (NO) yang terkandung dalam udara pernafasan. Inflamasi pada jalan nafas menyebabkan peningkatan kadar gas NO dalam udara pernafasan. Perangkat berupa ponsel terlihat seperti ponsel biasa hanya saja ada tambahan lubang kecil di sudut tangan kanan atas. Saat pasien bernafas sesak, udara yang diekspirasi akan masuk ke sensor. Setelah 5 detik ponsel akan menampilkan kadar NO dalam pernafasan pasien beserta kategori konsentrasi NO apakah normal, sedikit meningkat atau tinggi. Data tersebut dihubungkan ke server yang langsung dapat memperbaharui rekam medis pasien dan dapat terhubung petugas kesehatan untuk dianalisis. Umpan balik dapat diperoleh pasien melalui email atau SMS (Higss dalam Notman (2009)). Perangkat lainnya yang telah dikembangkan adalah Automated Device for Asthma Monitoring (ADAM) adalah perangkat baru yang menghitung gejala, berdasarkan algoritma yang telah ditentukan termasuk gejala suara, batuk dan mengi. Perangkat ini menggunakan iPod sebagai platform secara otomatis memproses dan menganalisa gejala berupa suara, menampilkan dan menyimpan sejumlah gejala yang diidentifikasi. Ini sekaligus memonitor aktivitas menggunakan iPod built in accelerometer, yang memungkinkan pasien untuk melihat gejala yang berkaitan dengan tingkat aktivitas. Suara napas terus direkam menggunakan perekam digital (Olympus WS331M). Sebuah mikrofon eksternal kecil terpasang pada kerah kemeja untuk memperkuat pernapasan suara untuk merekam. Alat perekam dapat dimasukkan
PEMBAHASAN Pengelolaan asma secara mandiri oleh pasien (self-management) dapat menurunkan morbiditas dan meningkatkan outcome pasien. Strategi manajemen asma yang baik membutuhkan komitmen dari pasien untuk terlibat dalam proses perawatan dengan pemantauan rutin. Pemantauan rutin dapat dianggap dasar manajemen asma yang tepat, sehingga frekuensi eksaserbasi asma menurun 3
KMB, Maternitas, Anak dan Kritis Juli Vol. 2 No. 1 2015 sesuai potensi genetiknya. Berdasarkan pedoman tersebut pemantauan asma sangat penting untuk dilakukan untuk mencegah eksaserbasi, perawatan kembali dan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien serta menurunkan burden pasien dan keluarga akibat asma. Prevalensi asma di Indonesia menurut karakteristik umur terlihat meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi asma pada kelompok umur di atas 45 tahun mulai menurun (Balitbangkes RI, 2013). Data dari APJII (2012) menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia adalah di dalam keluarga, sejumlah total 53,9% pengguna internet didominasi kelompok usia muda dari kelompok usia 12 hingga 29 tahun. Pengguna internet memuncak pada usia 20 - 24 tahun, yang mencapai 15,1% dari populasi dan dominan menggunakan smartphone. Usia penderita asma sebagian besar berada dalam rentang usia yang sama dengan pengguna internet. Hasil survey di atas menunjukkan bahwa adanya peluang di Indonesia untuk promosi kesehatan maupun melakukan tindakan preventif penyakit asma dengan menggunakan sistem informasi kesehatan melalui media teknologi internet dan aplikasi dalam smartphone. Hasil penelitian Pinnock (2007) menyebutkan bahwa Mobile phone-based monitoring systems memiliki kontribusi potensial untuk pengelolaan asma secara mandiri. monitoring ini membantu pasien untuk transisi dari ketergantungan pada pelayanan kesehatan pada fase awal ke self-management yang efektif pada fase maintenance. Penggunaan ponsel untuk self-manajement asma dapat memudahkan tindakan penanganan asma dan mengurangi kejadian asma yang merugikan. Pasien juga merasa puas dengan monitoring asma menggunakan ponsel (Holtz &Whitten, 2009).
dengan demikian akan dapat memberikan outcome dan kualitas hidup yang lebih yang baik bagi pasien. Pemantauan gejala menginformasikan kepada pasien untuk memulai perilaku yang diperlukan untuk manajemen diri (misalnya, menyesuaikan obat, mengubah tingkat aktivitas, mengubah lingkungan sekitarnya, atau meminta bantuan medis), serta mampu memberikan pemahaman pada pasien mengenai keputusan penyedia layanan kesehatan mengenai pengobatan yang tepat. Pengelolaan asma secara mandiri meningkatkan partisipasi pasien dalam perawatan kesehatannya. Monitoring dilakukan untuk mencegah kekambuhan dan membantu pasien mengontrol asmanya. Asma terkontrol sesuai dengan GINA (2012a) melihat karakteristik dari gejala harian, pembatasan aktivitas, gejala nocturnal dan kebutuhan akan reliever fungsi paru yang bisa dilihat dengan APE dan frekuensi eksaserbasi. Monitoring APE penting untuk menilai berat asma, derajat variasi diurnal, respons pengobatan saat serangan akut, deteksi perburukan asimptomatik sebelum menjadi serius, respons pengobatan jangka panjang, justifikasi objektif dalam memberikan pengobatan dan identifikasi pencetus misalnya pajanan lingkungan kerja. Pengukuran APE dianjurkan untuk pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi penderita setelah perawatan di rumah sakit, penderita yang sulit/ tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa (Ditjen PP&PL Depkes RI, 2009). Pedoman Pengendalian Penyakit Asma yang dikeluarkan Ditjen PP&PL (2009) menyebutkan bahwa tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (asma terkontrol). Tujuan dari tatalaksana pasien asma adalah menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, mencegah eksaserbasi akut, meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin, mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise, menghindari efek samping obat, mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel, mencegah kematian karena asma dan khusus pada anak untuk mempertahankan tumbuh kembang anak
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemantauan asma seperti yang dicontohkan di atas dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun program telemonitoring asma maupun pendidikan kesehatan jarak jauh yang efektif. Pengoperasian sistem teknologi informasi juga harus mempertimbangkan efisiensi tenaga, waktu, biaya dan ketersediaan jaringan. Telemonitoring asma dapat dimulai dengan 4
Dewi Puspawati: Pengembangan Aplikasi Pemantauan Asma memastikan bahwa pasien mampu mengontrol penyakitnya.
program yang sedarhana berupa SMS interaktif seperti Sistem EMA atau menggunakan aplikasi buku catatan harian elektronik asma secara manual melalui smartphone dan mengirimkan data ke server, namun metode ini kurang akurat karena masih memungkinkan adanya manipulasi data oleh pasien. Telemonitoring yang lebih akurat dan objektif dapat menggunakan sensor untuk APE, polutan pemicu eksaserbasi, atau fungsi fisiologis dan pengobatan yang terhubung dengan bluetooth ke smartphone dan langsung bisa mengirimkan data ke server untuk selanjutnya akan diberikan umpan balik dari tenaga kesehatan. Pendidikan jarak jauh dapat menggunakan media sosial yang sering diakses oleh pasien seperti Facebook atau dapat juga melalui email.
KEPUSTAKAAN
Saran
Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2012. Profil pengguna internet Indonesia.
Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Indonesia-Tahun 2013, (Online), (depkes.go.id/downloads/ riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%2 02013.pdf diakses tanggal 17 Maret 2014)
Baptist, et.al, 2011, Social media, text messaging, and email-preferences of asthma patients between 12 and 40 years old. J Asthma. Oct, 48(8), 82430, (doi: 10.3109/ 02770903.2011.608460.htp://www.ncb i.nlm.nih. gov/pubmed/21864099)
Hal lain yang perlu disiapkan adalah kesiapan dari tenaga kesehatannya. Untuk dapat melakukan telemonitoring harus ada SDM yang khusus mengangani asma serta mampu mengoperasikan program untuk telemonitoring. Ketersediaan sarana dan prasarana komunikasi untuk telemonitoring, kesiapan pasien dan keluarga juga menjadi bahan pertimbangan. Khusus untuk keperawatan tindakan pemantauan dan pengelolaan asma secara mandiri oleh pasien dapat dimulai saat pasien dirawat dengan melatih pasien untuk mengenal penyebab eksaserbasi, tanda eksaserbasi, apa yang dilakukan saat eksaserbasi, apa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan. Telemonitoring kemudian dilakukan untuk memantau kemandirian pasien untuk mengelola asma yang diderita. Apabila pasien mampu mandiri maka angka kejadian eksaserbasi dapat ditekan dan kualitas hidup pasien bisa jauh lebih baik. Hasil penelitian McLean et al (2010) menyebutkan bahwa Telehealthcare interventions tidak begitu jelas bisa memperbaiki kesehatan pasien dengan asma ringan, namun Telehealthcare interventions memiliki outcome yang jelas untuk asma yang lebih berat dan berisiko untuk dirawat di RS. Hal ini menunjukkan bahwa penyedia layanan kesehatan termasuk perawat memiliki peranan penting untuk memberikan pendidikan kesehatan yang nantinya dapat diterapkan oleh pasien dan keluarga secara mandiri di rumah. Pemantauan rutin juga diperlukan untuk
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Pedoman pengendalian penyakit asma, (Online), (www.depkes.go. id/.../KMK% 201023XI-08%20pengendalian%20 asma diakses tanggal 2 Maret 2014) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I. de Jongh, et al., 2012. Mobile phone messaging for facilitating self-management of long-term illnesses. J Med Internet Res. Jul; 15(7), e141, (doi: 10.1002/14651858. CD007459.pub2. http://www.ncbi.nlm. nih.gov/pubmed/23235644) Global Initiative for Asthma, 2012a. Global strategy for asthma management and prevention, (Online), (http://www.gin asthma.org diakses tanggal 2 Maret 2014)
5
KMB, Maternitas, Anak dan Kritis Juli Vol. 2 No. 1 2015 http://www.ncbi. nlm.nih.gov/pubmed/?term=Nhavoto)
Global Initiative for Asthma, 2012b. Pocket guide for asthma management and prevention: for adults and children older than 5 years. (Online), (http://www.gin asthma.org diakses tanggal 2 Maret 2014)
Notman, Nina, 2009. Monitoring asthma with mobile phones. Chemistry world, (Online), (http://www.rsc.org/chemistry world/News/2009/November/06110903 .asp diakses tanggal 6 November 2009)
Holtz & Whitten, 2009. Managing asthma with mobile phones: a feasibility study. Telemed J E Health. Nov, 15(9), 9079, (doi: 10.1089/tmj.2009.0048)
Pai, A. Chemi, 2014. Sense developing sensor for people with asthma, (Online), (http://mobihealthnews.com/35846/che misense-developing-wristworn-airquality-sensor-for-people-with-asthma/ diakses tanggal 18 Agustus 2014)
Lewis, S.L., Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher, L., & Camera, I.M. (2011). Medical-surgical nursing: Asessment and management of clinical problems (8th ed.). St. Louis: Elsevier Mosby
Pinnock, Slack Pagliari, Price, & Sheikh, 2007. Understanding the potential role of mobile phone-based monitoring on asthma self-management: qualitative study. Clin Exp Allergy. May, 37(5), 794-802. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/17456228)
McLean, et al., 2010. Telehealthcare for asthma. Cochrane Database Syst Rev. Oct, 6(10), CD007717. (doi: 10.1002/ 14651858.CD007717.pub2.http://www. ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20927763/) Merchant, R. K., 2014. Innovation of the Month: New sensor & app improves monitoring, lowers cost for asthma patients, (Online), (http://www.careinnovations.org/innova tion-spotlight/innovation-of-the-monthnew-sensor-app-improves-monitoringlowers-cost-for/ diakses tanggal 13 Januari 2014)
Oletic, D., 2011. Wireless sensor networks in monitoring of asthma, (Online), (www.fer.unizg.hr/_.../Dinko_Oletic,_K DI.pdf) Oletic, Arsenali, & Bilas, 2011. Towards continuous wheeze detection body sensor node as a core of asthma monitoring system: Wireless mobile communication and Healthcare. Greece : Springer Pedone, et al., 2013. Efficacy of multiparametric telemonitoring on respiratory outcomes in elderly people with COPD: a randomized controlled trial. BMC Health Services Research, (Online) (doi:10.1186/1472-6963-13-82. http://www.biomedcentral. com/14726963/13/82)
Morrison, et al., 2014. Digital asthma selfmanagement interventions: A Systematic Review. J Med Internet Res. Feb; 16(2), e51. (doi: 10.2196/jmir.2814 PMCID: PMC3958674) Mulvaney, et al., 2013. Assessing adolescent asthma symptoms and adherence using mobile phones. J Med Internet Res. Jul ; 15(7): e141, (doi: 10.2196/jmir.2413. http://www.jmir.org/2013/7/e141/)
Rhee, H., Miner, S., Sterling M., Halterman, J.S., Fairbanks, E., 2014. The development of an automated device for asthma monitoring for adolescents: Methodologic Approach and User Acceptability. JMIR Mhealth Uhealth. Apr-Jun, 2(2), e27. (doi: 10.2196/mhealth.3118 PMCID: PMC4114416 http://mhealth.jmir.org/ 2014/2/e27/)
Nhavoto J.A, Grönlund, A., 2014. Mobile technologies and geographic information systems to improve health care systems: A Literature Review. JMIR Mhealth Uhealth. Apr-Jun, 2(2), e21, (doi: 10.2196/mhealth.3216
6
Dewi Puspawati: Pengembangan Aplikasi Pemantauan Asma
Staudinger, Hoess & Ostermann, 2009. Nursing and clinical informatics: socio-technical approaches. New York: Medical Informations Science Vahlkvist, S., Inman & Pedersen, S., 2010. Effect of asthma treatment on fitness, daily activity and body composition in children with asthma. Allergy, 65, 1464–1471 Wager, Lee, & Glaser, 2005. Managing health care information systems: A practical approach for health care executives. San Francisco: John Wiley & Sons, Inc.
7