122
PENGAWASAN OMBUDSMAN TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI KOTA SAMARINDA Dinny Wirawan Pratiwie S.H.,M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ABSTRACT The case of public services in the city of Samarinda made an independent institution that is Ombusdman, in this case had to intervene itself to supervise the government does not provide good public services, effective, and professional service to the society, so many people who are not satisfied with the public services provided by government and report the matter for authorities to follow up an ineffective of public services in Samarinda. Keywords: Ombusdman and Public Service in Samarinda. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TPKP (Tim Penilai Kinerja Pelayanan Publik) menempatkan Indonesia pada urutan ke-129 dalam hal pelayanan publik (2011 survey terhadap 183 negara). International Finance Cooperation (IFC) 2011 : Ranking Doing Business : ke 121 dari 183 negara, Starting Business : ke 161 dari 183 negara (atau 60 hari kerja dari rata-rata 40 hari kerja di Asia)1. Fungsi terpenting dari lembaga pemerintahan adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Oleh karena itu, reformasi pada lembaga pemerintahan dinilai memegang peranan penting dan berkaitan langsung dengan masyarakat terutama dalam hal pemberian pelayanan umum, yang selama ini masih dianggap sebagai isu yang kurang penting. Masyarakat lebih banyak menyoroti isu-isu yang sifatnya lebih elite seperti korupsi, kepemimpinan nasional, isu politik, dan isu-isu lainnya. Birokrasi sebagai pelayan masyarakat seharusnya berperilaku tidak diskriminatif dan professional, karena perilaku yang demikian menurut Kusumasari dalam Mirnasari (2013), merupakan kegagalan birokrasi pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dapat melemahkan legitimasi pemerintah terhadap publik juga kurangnya trust mitra investasi karena ketidakpastian pelayanan publik yang berdampak pada kurangnya penerimaan daerah (PAD)2. Reformasi dalam lembaga pemerintahan pada dasarnya dapat dimulai dengan cara memperbaiki prosedur dan mekanisme pengawasannya. Di Indonesia pembentukan Ombudsman menjadi tonggak sejarah yang menandai mulainya reformasi di dalam lembaga pemerintahan dan upaya perbaikan pelayanan umum secara lebih serius dan keberadaan Ombudsman telah memberikan sebuah model 1
www.google.com PKP2A III LAN Samarinda, 2013, Inovasi Pelayanan Publik di Wilayah Kalimantan, Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, hlm. 3. 2
123
dan sistem pengawasan baru yang lebih independen berbasis masyarakat. Masyarakatpun mulai membahas lebih serius permasalahan good governance, pelayanan umum, dan maladministrasi. Kualitas pengawasan Ombudsman juga sangat bergantung pada seberapa besar pemahaman mengenai Ombudsman dan kesadaran dalam menyuarakan praktek penyimpangan yang terjadi serta keberanian untuk melaporkan penyimpangan tersebut kepada instansi terkait, antara lain Ombudsman. Oleh karena itu, keberadaan Ombudsman termasuk juga di daerah menjadi salah satu upaya sosialisasi kepada masyarakat di daerah dan diharapkan masyarakat mengetahui tentang pengaduan pelayanan publik oleh pemerintah. Keberadaan Ombudsman Daerah menjadi perpanjangan tangan dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) untuk memudahkan kegiatan pengawasan di daerah-daerah dan menjadi upaya peningkatan kinerja pelayanan pemerintah di daerah. Pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman Daerah hanya pada pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi baik pemerintah maupun swasta. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan pengawasan oleh Ombudsman Daerah Provinsi Kalimantan Timur di Kota Samarinda ? 2. Apakah yang menjadi kendala bagi Ombudsman Daerah Provinsi Kalimantan Timur dalam melaksanakan fungsi pengawasan ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan pengawasan oleh Ombudsman Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur terhadap pelayanan publik di Kota Samarinda. 2. Untuk mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor yang menjadi kendala bagi Ombudsman Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur dalam melaksanakan fungsi pengawasan di Kota Samarinda. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi akademisi yaitu sebagai bahan kajian dan menambah khasanah didalam perkembangan ilmu hukum bagi akademisi. 2. Bagi Pemerintah yaitu sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik dan dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi khususnya di Kota Samarinda. 3. BAB II METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang Penulis gunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder sebagai sumber data. Sedangkan data primer atau data lapangan yang diperoleh dengan wawancara hanya digunakan sebagai pelengkap hasil penelitian. B. Sumber Data Sumber data yang digunakan pada penelitian ini, antara lain; 1. Data Sekunder, terdiri dari; a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat; peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UndangUndang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
124
Indonesia dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. b. Bahan hukum sekunder, berupa rancangan undang-undang, naskah akademik, hasil penelitian, tesis, jurnal, internet dan surat kabar. c. Bahan hukum tersier, berupa kamus 2. Data Primer, yang diperoleh dari hasil wawancara penulis secara langsung dengan narasumber yang berkompeten mengenai masalah yang diteliti. C. Tekhnik Pengumpulan Data 1. Studi Dokumen, yaitu dengan cara mempelajari, mengkaji dan menelaah bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier. 2. Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan narasumber tentang permasalahan dalam penelitian ini dengan menggunakan pedoman wawancara. D. Narasumber Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam menunjang penulisan ini, maka penulis mengadakan wawancara secara langsung dengan narasumber yang berkompeten dalam hal ini perwakilan koordinator pada Ombudsman Daerah Provinsi Kalimantan Timur yang beralamat di Balikpapan. E. Analisis Data Analisis data yang dilakukan berupa analisis data secara kualitatif yang bersifat deskriptif. Kualitatif artinya analisis yang dilakukan melalui kategorisasi berdasarkan permasalahan yang diteliti dan data yang dikumpulkan. Deskriptif artinya data yang diperoleh dielaborasi secara komprehensif dan dianalisis secara cermat, sistematis dengan tetap memperhatikan otentifikasi data dan signifikasi korelasi dengan masalah yang diteliti. BAB III PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pengawasan Oleh Ombudsman Daerah Provinsi Kalimantan Timur di Kota Samarinda Di Indonesia hanya ada 2 (dua) daerah yang menempatkan kantor perwakilan tidak pada ibukota provinsi salah satunya di Balikpapan. Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Timur berlokasi di Jl. Balikpapan yang kemudian disebut ORI Kaltim. ORI Kaltim memiliki 5 (lima) orang Asisten ORI yang melakukan pengawasan pada daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, antara lain; Febrityas, S.Sos., Ali Wardana, S.Sos., Dwi Farisa Putra Wibowo, S.IP., Andri Saputra, SE., Ria Maya Sari, SH. Serta dibantu staf keuangan, pramubakti dan security. ORI Kaltim pertama kali dibentuk pada tahun 2012, penetapan Kota Balikpapan sebagai lokasi Kantor Perwakilan dikarenakan posisi yang lebih strategis, koordinasi dengan instansi vertikal menjadi lebih mudah dan efisien. Menurut Febrityas, “metode pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Asisten ORI antara lain, menerima laporan langsung, melalui media telepon, faksimil, maupun email. Selain itu ORI Kaltim juga melakukan pengamatan
125
melalui media informasi dan melakukan inisiatif investigasi3”. Lebih lanjut Febrityas menjelaskan mengenai metode investigasi yang dibedakan menjadi 2 macam : 1. Secara Tertutup Metode investigasi secara tertutup dilakukan dengan tanpa kontak secara langsung dengan pihak terlapor. 2. Secara Terbuka Metode investigasi secara terbuka dilakukan melalui komunikasi terlebih dahulu dengan pihak terlapor. Diawali oleh pihak ORI Kaltim yang mengirimkan surat pemberitahuan bahwa akan diadakan investigasi pada instansi terlapor. Di Kota Samarinda lebih sering dilakukan investigasi secara terbuka. Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, pada Pasal 34 dijelaskan bahwa Ombudsman dapat melakukan pemeriksaan ke objek pelayanan publik tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pejabat atau instansi yang dilaporkan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban dan kesusilaan. Dalam melakukan pengamatan terhadap pelayanan publik lebih banyak dilakukan secara tertutup oleh ORI Kaltim. Dapat juga dilakukan inisiatif melalui media massa, dengan sebelumnya menghubungi pelapor untuk dilakukan kroscek. Proses pelaporan diawali dengan penerimaan laporan dari pelapor, kemudian laporan tersebut diregistrasi ke dalam sistem dan dibuatkan resume terkait kelengkapan berkas dan kategori pelanggaran yang dilakukan atau kategori mal administrasi, dan setelah itu penentuan metode penyelesaian yang akan digunakan, ada tiga (3) macam metode penyelesaian, antara lain; Bersurat, Mediasi, dan Inisiatif Investigasi secara langsung. Ketiga metode penyelesaian ini biasanya diterapkan untuk kasus-kasus yang berbeda, metode bersurat biasanya digunakan untuk pelanggaran terkait pelayanan surat-surat, metode mediasi biasanya digunakan untuk kasus-kasus terkait ketenagakerjaan, dan untuk investigasi langsung untuk kasus-kasus yang memang sudah menjadi sorotan media. Selain ketiga metode tersebut, ajudikasi juga menjadi pilihan penyelesaian, akan tetapi untuk metode ajudikasi ORI Pusat sedang mempersiapkan instrumen atau peraturan pemerintah yang dapat dijadikan sebagai payung hukum. Menurut Febrytias, “terkait metode ajudikasi pernah dilakukan pada kasus pengurusan permohonan bebas narkotika (tes narkoba) di Kabupaten Kutai Barat, diselesaikan dengan melakukan klarifikasi langsung kepada pihak Rumah Sakit/instansi terlapor”4. Pada penyelesaian melalui metode mediasi kebanyakan ORI Kaltim hanya memfasilitasi mediasi oleh pelapor, yang kemudian hasil mediasi diselesaikan oleh instansi terlapor, dengan harapan hasil tersebut dapat diterima oleh kedua belah pihak. ORI Kaltim dalam melakukan fungsi pengawasan tidak hanya pada tahapan penyelesaian laporan tetapi secara berkesinambungan tetap melakukan monitoring 3 4
Wawancara dengan Asisten Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kaltim-Kaltara. Wawancara dengan Asisten ORI Kaltim
126
terhadap pelaksanaan hasil penyelesaian, sesuai dengan apa yang telah disepakati. Apabila dalam pelaksanaan hasil kesepakatan tidak sesuai atau tidak dilaksanakan maka ORI Kaltim akan memberikan rekomendasi kepada lembaga tertinggi untuk dilakukan pembinaan, hal ini diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan pada UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia Pasal 38 yang menyatakan bahwa rekomendasi bersifat wajib. Pencegahan terjadinya maladministrasi diperlukan dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik, hal ini pula telah ditempuh oleh ORI Kaltim dengan melakukan uji kepatuhan terhadap pelayanan publik, uji kepatuhan ini dilaksanakan di setiap SKPD. Selain itu ORI Kaltim meningkatkan eksistensi dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui berbagai media, salah satunya media sosial dengan menggunakan aplikasi asik.ombudsman.co.id. hal ini dilakukan supaya masyarakat bisa melakukan pengawasan secara mandiri. Sosialisasi kepada instansi dan masyarakat juga telah dilakukan oleh ORI Kaltim melalui media radio. Pada dasarnya setiap instansi pemerintah telah menyediakan unit pengelolaan pengaduan terhadap pelayanan instansi terssebut, hal ini dimaksudkan agar instansi tersebut dapat melakukan penyelesaian secara mandiri tanpa perlu campur tangan lembaga independen lainnya. Oleh karena itu keberadaan ORI Kaltim sebagai salah satu alternatif pengawasan pelayanan publik yang mandiri atau independen dan dapat dengan mudah masyarakat. Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam percepatan reformasi birokrasi bekerjasama dengan Ombudsman Republik Indonesia dan Bandung Institute of Governance Studies (BIGS) dan dengan didukung dari United States Agency of International Development (USAID) dan Management System International (MSI) telah melakukan uji coba penerapan satu metodologi evaluasi yang selama ini digunakan oleh perusahaan swasta untuk meningkatkan kinerja pelayanan, dikenal dengan istilah metode Mystery Shopping. Metode ini bertujuan untuk mendapatkan potret aktual layanan berdasarkan pengalaman langsung pengguna jasa. Mystery shopping dapat digunakan untuk menilai layanan: layanan langsung tatap muka yang diberikan di unit-unit pelayanan, layanan berbasis telepon (call center), layanan berbasis website (online). Metode Mystery Shopping memiliki manfaat bagi unit pelayanan publik sebagai berikut: 1. Memenuhi maklumat pelayanan, memastikan hal-hal yang dijanjikan ke masyarakat (standar pelayanan) dipenuhi oleh unit pelayanan publik. 2. Meningkatkan level kualitas pelayanan publik. 3. Apabila mystery shopping dilakukan secara regular, maka akan meningkatkan integritas petugas, meningkatkan kesadaran petugas mengenai hal-hal penting dalam pelayanan serta membentuk kebiasaan pelayanan yang lebih baik. Semua unit pelayanan publik, baik yang memberikan pelayanan administratif, barang publik ataupun jasa publik, dapat melakukan mystery shopping untuk mengukur implementasi standar pelayanan yang ditetapkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari ORI Kaltim untuk Kota Samarinda, berikut informasi statistik berdasarkan substansi laporan yang telah diterima selama tahun 2015, antara lain;
127
Tabel. 1. No
Aspek
Jumlah
1
Air Minum
1
2
Cukai dan Pajak
1
3
Kesehatan
3
4
Pendidikan
3
5
Perhubungan/Infrastruktur
1
Informasi statistik berdasarkan dugaan maladministrasi yang telah diterima selama tahun 2015, antara lain; Tabel 2. No
Aspek
Jumlah
1
Penundaan Berlarut
5
2
Penyimpangan Prosedur
1
3
Permintaan Imbalan Uang, Barang, dan Jasa
6
4
Tidak Patut
1
5
Tidak Memberikan Pelayanan
1
Informasi statistik berdasarkan klasifikasi pelapor yang telah diterima selama tahun 2015, antara lain; Tabel 3. No
Aspek
Jumlah
1
Inisiatif Invetigasi
9
2
Perorangan/Korban Langsung
13
Informasi statistik berdasarkan klasifikasi instansi terlapor yang telah diterima selama tahun 2015, antara lain; Tabel 4.
128
No
Aspek
Jumlah
1
BUMD
1
2
Kementerian Kesehatan
1
3
Kementerian Keuangan
1
4
Pemerintah Kabupaten/Kotamadya
4
5
Pemerintah Provinsi
5
6
Sekolah Negeri
2
Berdasarkan data tersebut diatas, dari beberapa kasus yang terjadi di Kota Samarinda beberapa diantaranya terkait masalah kualitas pelayanan, administrasi dan dugaan adanya pungutan liar pada setiap proses pelayanan. B. Kendala bagi Ombudsman Perwakilan Kalimantan Timur Dalam Melakukan Fungsi Pengawasan Dalam melakukan fungsi pengawasan, khususnya pada pelayanan publik di Kota Samarinda, menurut Febrityas “ORI Kaltim tidak mengahadapi kendala yang berarti, hanya saja pada saat melakukan pengamatan maupun investigasi diperlukan waktu dan biaya yang lebih banyak. Selain itu, efektivitas pengawasan dirasakan kurang atau dapat dikatakan ORI Kaltim tidak dapat segera menanggapi laporanlaporan yang ada”5. Meskipun laporan atau aduan dari pihak pelapor terkait pelayanan publik di Kota Samarinda dapat segera diterima oleh ORI Kaltim tetapi dalam prosesnya dibutuhkan waktu untuk melakukan pengawasan dan investigasi”. Kendala lain yang dihadapi oleh ORI Kaltim adalah kurangnya kesadaran masyarakat khususnya di Kota Samarinda untuk berperan aktif melaporkan adanya mal administrasi didalam sebuah instansi, kebanyakan informasi diperoleh dari inisiatif media. Selain itu, kendala lain berkaitan dengan website/link ORI Kaltim yang belum sepenuhnya dapat dipergunakan, hal ini berkaitan pada minimnya anggaran yang terbatas bagi ORI Kaltim, anggaran yang diperoleh sekitar 63 miliar rupiah per tahun, yang kemudian dialokasikan untuk ORI Pusat dan 32 perwakilan di masing-masing Provinsi di Indonesia. Terkait kendala pada sumber daya manusia, pada ORI Kaltim hanya ada 5 orang Asisten ORI yang mewakili beberapa bidang antara lain, bidang pengawasan, bidang pencegahan, bidang humas, dan administrasi. Kelima (5) Asisten ini mengawasi tidak hanya wilayah Kalimantan Timur tetapi juga pada wilayah Kalimantan Utara. Apabila dibandingkan dengan wilayah yang diawasi sangat terlihat ketimpangan dengan sumber daya manusia yang tersedia. Karena itu sumber daya manusia juga termasuk kendala bagi ORI Kaltim.
5
Wawancara dengan Asisten ORI Kaltim.
129
ORI Kaltim berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan fungsinya sebagai lembaga pengawas independen. Akan tetapi dengan adanya beberapa kendala yang dihadapi akan mendapatkan hambatan-hambatan pada prosesnya. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan pengawasan oleh ORI Kaltim dilakukan dengan 3 (tiga) metode yaitu : menerima laporan secara langsung/perorangan, telepon, faksimil, maupun email. Dan metode penyelesaian yang dilaksanakan oleh ORI Kaltim dengan bersurat, mediasi, dan inisiatif investigasi. Metode penyelesaian dengan ajudikasi sedang dipersiapkan instrumen sebagai payung hukumnya. ORI Kaltim telah melakukan sosialisasi baik melalui media elektronik maupun media massa kepada masyarakat, agar masyarakat dapat berperan aktif dalam mewujudkan pelayanan publik yang baik. 2. Kendala yang dihadapi oleh ORI Kaltim terkait permasalahan waktu, biaya, dan efektifitas pengawasan. Selain itu, kendala lainnya terkait sumber daya manusia dan anggaran ORI Kaltim yang terbatas. B. Saran Demi peningkatan kinerja ORI Kaltim dan peningkatan pelaksanaan pelayanan publik di Kota Samarinda, ada baiknya ORI Kaltim dapat menambah anggota yang dapat melakukan pengawasan secara berkala, di instansi-instansi yang terindikasi melakukan maladministrasi. Selain itu, agar proses penindakan laporan dapat dilaksanakan secara maksimal dan tidak memakan waktu lama. DAFTAR PUSTAKA A. Daftar Literatur PKP2A III LAN Samarinda, Inovasi Pelayanan Publik di Wilayah Kalimantan, Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, 2013 Anton M. Moeliono, dkk, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Budhi Masthuri, Mengenal Ombudsman Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 2005 Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparatur Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta, 1995 Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, Alumni, Bandung, 2004 S.F. Marbun, Peradilan Administratif Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997 B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke Empat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah