PENGATURAN TINDAK PIDANA CYBERCRIME BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK
SKRIPSI
OLEH : RIKO TAMPATI NPM : 28120006
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2012
i
PENGATURAN TINDAK PIDANA CYBERCRIME BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana hukum pada fakultas hukum Universitas Wijaya PUtra
OLEH : RIKO TAMPATI NPM : 28120006
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2012
ii
PENGATURAN TINDAK PIDANA CYBERCRIME BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK
Nama
: RIKO TAMPATI
Fakultas
: Hukum Universitas Wijaya putra
Program studi
: Ilmu Hukum
NPM
: 28 120 006
Disetujui dan diterima oleh : Dosen Pembimbing :
TRI WAHYU ANDAYANI, SH. CN. MH
iii
telah diterima dan disetujui oleh tim penguji skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya.
Surabaya, 31 agustus 2012 Tim penguji skripsi : 1. Ketua
: Tri Wahyu Andayani.,SH.,CN.,MH (……………………..)
2. Sekretaris
: Tri Wahyu Andayani.,SH.,CN.,MH (……………………...)
3. Anggota
: 1. H. Musa.,SH.,MH
(……………………..)
2. Arief Syahrul Alam.,SH.,M.Hum (……………………..)
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas perkenaan dan ijin-Nya-lah sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat kelulusan program sarjana di Universitas Wijaya Putra Surabaya. Dalam karya tulis ini saya mengambil topik tentang pengaturan tindak pidana cybercrime berdasarkan undang-undang no 11 tahun 2008 tentan informasi transaksi elektronik, yang mana dengan berkembangnya dunia yang tidak terlepas dari perkembangan teknologi, ternyata membuat masalah baru dalam dunia hukum di indonesia maupun di negara lain, dalam bentuk kejahatan yang disebut dengan cybercrime. Akan tetapi dengan disahkannya undangundang no 11 tahun 2008 ini berarti alat bukti yang berupa dokumen dan informasi elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti autentik di pengadilan, meskipun sebelumnya alat bukti elektronik ini sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan di luar undang-undang ini, tetapi alat bukti tesebut dianggap tidak mempunyai kekuatan pembuktian autentik sebagaimana mestinya. Proses penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak karena itu saya dengan sepenuh hati mengucapkan terima kasih setingi-tingginya kepada : 1. Bapak Budi Endarto, SH. M.Hum selaku Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya; 2. Ibu Tri Wahyu Andayani, SH, CN, MH. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra dan sebagai Dosen Pembinbing yang sabar, baik hati, humoris dan yang selalu memberikan arahan demi perbaikan skripsi ini;
v
3. Bapak Andi Usmina Wijaya, SH. MH selaku Ketua Program Study Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra; 4. Seluruh dosen penajar strata 1 (satu) Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra; 5. Kepada Ibu, Bapak dan seluruh keluargaku yang selalu mendoakan q, memberikan dukungan dengan susah paya agar saya dapat menyelesaikan program sarjana strata 1 (satu); 6. Kepada teman temanku, saudara/i Mahmudah selaku pegawai perpustakaan Universitas Wijaya Putra, Moch. Samsoel Huda, moch. Aryanto dan teman teman Se-Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra, dan kepada temanteman ku yang tidak bisa saya sebutkan; 7. Semoga yang saya sebutkan dan yang tidak tersebut diatas mendapat limpahan berkah, taufiq setra hidayah-Nya supaya kita memperoleh kehidupan yang baik dari hari ke hari, dan supaya kita jg dapat bermanfaat bagi orang laing. Amin.........................
Surabaya,11 juli 2012
RIKO TAMPATI
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................iii HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................iv KATA PENGANTAR..............................................................................................v BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Masalah.........................................................................1 2. Rumusan Masalah.................................................................................8 3. Penjelasan Judul....................................................................................9 4. Alasan Pejnelasan Judul......................................................................10 5. Tujuan Penelitian.................................................................................11 6. Manfaat penelitian................................................................................12 7. Metode Penelitian................................................................................12 a. Tipe Penelitian..............................................................................12 b. Pendekatan Penelitian..................................................................12 c. Bahan Hukum...............................................................................13 d. Langkah penelitian........................................................................13 8. Sistematika pertanggung jawaban.......................................................13 BAB II TINDAK PIDANA BAGI PELAKU CYBERCRIME MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 1. Definisi Kejahatan cyber(cybercrime).........................................15
vii
2. Kualifikasi dan Pengkategorian..................................................16 a. Kategori cybercrime.............................................................16 b. Jenis kejahatan cybercrime berdasarkan aktifitasnya.........17 c. Jenis kejahatan cybercrime berdasarkan motifnya..............21 3. Perkembangan masalah kejahatan komputer (cybercrime).......21 4. Rumusan masalah mengenai jenis dan ancaman pidana cybercrime menurut undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi transaksi elektronik.....................................................25 BAB
III
PEMBUKTIAN
KEJAHATAN
CYBERCRIME
MENURUT
UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008 1. Pengertian alat bukti...................................................................33 2. Alat bukti.....................................................................................34 3. Pembuktian.................................................................................39 4. Pengaturan yang terkait mengenai alat bukti elektronik.............41 BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan.................................................................................43 2. Saran..........................................................................................45 DAFRTAR BACAAN..................................................................................46
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG Kemajuan di bidang teknologi informasi telah mengakibatkan tidak adanya lagi batas jarak dan waktu dalam melakukan komunikasi. Bahkan dalam perkembangannya
kemudian
kemajuan
teknologi
informasi
semakin
memudahkan orang dengan orang untuk saling berhubungan bahkan melakukan perdagangan. Perkembangan yang pesat dalam dunia bisnis dan perdagangan saat ini tidak lagi membutuhkan suatu pertemuan antara pembeli dan penjual yaitu dengan menggunakan sarana teknologikomputer yang disebut internet. Perkembangan pemanfaatan jasa internet tersebut menimbulkan dampak positif dan negatif dalam melakukan kegiatan usaha dalam bentuk perdagangan maupun hal lain.
Telekomunikasi akan melengkapi infrastruktur setiap industri dan perusahaan yang bersaing dalam pasar dunia. Bisnis telekomunikasi akan berkembang
berlipat
ganda
ke
arah
inter
koneksitas
global.
Dalam
interkoneksitas tersebut industri telekomunikasi sangat berperan penting seseorang melakukan transaksinya, seperti halnya transaksi bisnis dalam bentuk
2
e-commerse yang merupakan kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen , manufaktur,
service provider dan pedagang perantara (intermedi aries).
E-commerse merupakan bentuk yang sama dengan perdagangan yang dilakukan melalui media internet dengan menggunakan model bisnis yang modern yang non face to face dan non-sign (tidak memakai tanda tangan asli). Ia adalah bisnis dengan melakukan pertukaran data (data interchange)
via
internet atau penjual dan pembeli barang dan jasa dapat melakukan bergaining dan transaksi. Kemajuan di bidang teknologi mempermudah gerak bagi pelaku bisnis di bidang apapun yang sudah berkembang maupun sedang berkembang.
Para ahli mengungkapkan bahwa “telekomunikasi akan melengkapi infrastruktur setiap industri dan perusahaan yang besaing dalam pasar dunia. Bisnis telekomunikasi akan berkembang berlipat ganda ke arah inter konektisitas global (john naisbitt, 1994: 53) dan seorang para ahli lain yaitu futurulogg naisbitt dalam bukunya global paradoks yang menyebutkan bahwa “perkembangan yang eksplosit, telekomunikasi mendorong pula kekuatan simultan ekonomi global1.
Kemajuan di bidang teknologi informasi diimbangi pula dengan kemajuan di bidang telekomunikasi. Hal ini ditandai dengan adanya smartphone sebagai perkembangan dari handphone sebagai mobilephone. Smatphone memudahkan bagi pengguna telepon selular untuk melakukan pula akses internet melalui 1
Ninik suparmi ,SH,MH. Cyberspace, probkematika dan antisipasi pengaturannya, sinar grafika offset, jakarta 2009.
3
smart phone. Apalagi dewasa ini handphone pun dilengkapi dengan media yang sama dengan sistem komputer, meskipun pada handphone mempunyai batasan aselerasi data. Hal tersebut merupakan bukti bahwa masyarakat tidaklah bisa terlepas dari akses teknologi internet ini. Disisi lain munculnya aplikasi baru yaitu jaringan sosial network saat ini yang marak di minati oleh anak muda ini memberikan dukungan bahwa media ini mempermudah gerak dari setiap masyarakat yang menggunakan media internet tersebut meskipun hal terbebut bukan termasuk sebagai suatu kejahatan.
Dunia maya telah mengubah kebiasaan banyak orang yaitu dalam hal pembelanjaan, surat menyurat, mengirimkan surat lamaran kerja, berkirim foto, dan banyak hal lain yang dilakukan oleh masyarakat yang memudahkan orang berinteraksi dengan orang lain.
Berbelanja dengan melakukan transaksi dunia maya sangat berbeda dengan transaksi didunia nyata secara face to face, yaitu mengenai hukum dan yurisdiksi yang mengikat para pihak dalam melakukan transaksi tersebut. dan disitulah perkembangan teknologi informasi ini memunculkan pula berbagai macam kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan kemajuan informasi teknologi yang disebut dengan internet. Akan tetapi dengan meningkatnya perkembangan teknologi informatika ini juga menjadi masalah serius dalam negara bersekala nasional maupun internasional yaitu mengenai peluang akan
4
kejahatan yang ada dan berkembang dengan mengunakan media tersebut yaitudalam bentuk kejahatan yang disebut cybercrime yang merupakan merupakan perkembangan lebih lanjut dari computercrime2.
Meskipun negara indonesia bukan merupakan negara maju seperti amerika serikat (USA) dan negara-negara lain, akan tetapi dampak yang di timbulkan juga dirasakan di indonesia terbukti dengan adanya kejahatan yang berbasis pada akses internet, yang mana hal tersebut sudah terjadi pada tahun 1984 yaitu pembobolan rekening nasabah BRI cabang Brigjen Katamso Yogyakarta Ny. Karlina oleh oknum pegawai bank BRI itu sendiri dengan cara mentransfer uang melalui lembaga kliring tanggal 25 juni 1984 dan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung no 363 K/Pid/1984 di pidanakan berdasarkan penggelapan uang di bank melalui komputer, dan berdasarkan putusan oleh MA(mahkamah Agung) tersebut maka pengadilan negri yogyakarta dnga keputusannya no 33/1983/Pid/PN menjatuhkan hukuman bagi terdakwa 10 tahun penjada
dan
harus
keputusantersebut
membayar
diperkuat
oleh
biaya
perkara
pengadilan
Rp
tinggi
100.000,-
dan
yogyakarta
no
41/1983/Pi/PTY tanggal 6 maret 19843.
2
Heru supraptomo, “kejahatan komputer dan siber serta antisipasi pengaturan pencegahan di indonesia, yayasan pengembangan hukum bisnis. Jakarta 2001 3 Ninik suparmi ,SH,MH. Cyberspace, probkematika dan antisipasi pengaturannya, sinar grafika offset, jakarta 2009.
5
Dan beberapa kasus lain yaitu kasus pemalsuan/pencurian di bank danamon pusat, tahun 1998 yang melibatkan KH secara bersama-sama dengan KH mengakibatkan kerugian bank danamon sebesar Rp. 372.100.000,00. Adapun proses terscara bersebut diawalidengan membuka rekening di bank danamon danamon cabang utama dengan alamat dan nama palsu, dan KH yang berkerja di ruang konsiliasi pada cabang tersebut membantunya. Kh dengan diam-diam mempelajari dengan mengoperasikan komputer untukmelakukan akses. Setelah mengerti, KH menggunakan komputer diruang kerjanya dan dengan menggunakan ID user dan password tertentu untuk memindahkan uangdari rekening rupa-rupa uang muka kantor pusat. Dari sini kemudia di kreditkan ke rekening yang telah dibuka BH di cabang utama Bank Danamon. BH di tuntut jaksa melakuka tindak utama pemalsuan pasal 264 KUH pidana. Putusan pengadilan negri no. 68/Pid/B/1991/pengadilan negri, tanggal 20 agustus no 1991 menjatuhkan pidana penjara kepada BH selama 18 (delapan belas) bulan dikurangi masa tahanan dan biaya perkara Rp 2.500,00 (wiryopramono, 1991:50)4.
Dan kejahatan yang sekarang ini terjadi dikalangan DPR dan artis indonesia saat ini yaitu kasus video porno yang diungah ke media internet yang disebut dengan youtube. Sejauh ini yang pernah menjasi perbincangan di media
4
Widyopramono 1999. Kejahatan di bidang komputer jakarta , pustaka sinar harapan
6
online mauoun surat kabar yaitu kasus video porno yang pernah dilakukan oleh anggota DPR yaang bernama Yahya Zaini dan seorang artis lainnya yang bernama Nazril ilham atau nama lain dari ariel peterpan.
Awal Juni, tepatnya 3 Juni 2010, Ariel tersandung isu video porno mirip dirinya bersama Luna Maya yang saat ini menjadi kekasihnya, dan juga Cut Tari. Di hari yang sama, Ariel juga dilaporkan ke Dewan Pers karena dianggap menghalang-halangi pekerjaan wartawan dan merusak kamera salah satu kameraman salah satu media televisi swasta di indonesia. Pada Selasa dini hari (22 Juni 2010) sekitar pukul 3 pagi Ariel mendatangi Mabes Polri, dan status Ariel ditetatapkan sebagai tersangka. Ariel terancam pasal berlapis karena secara sadar mendokumentasikan hubungan intim yang kemudian tersebar dan menjadi tindakan asusila, dengan hukuman minimal 6 tahun penjara. Kabar selanjutnya menyebutkan bahwa pengacara Ariel, OC Kaligis menyatakan Ariel terjerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun, Pasal 282 tentang Kesusilaan dan Pasal 27 ayat (1), UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Berkas Ariel telah dinyatakan lengkap alias P21 oleh Kejaksaan Agung. Berbeda dengan lawannya mainnya, Cut Tari yang dijerat dengan UndangUndang Darurat 1951, Ariel disangkakan membantu menyebarkan video porno yang dimainkannya sendiri. Keputusan ini berdasarkan surat P-21 bernomor B
7
2165/E/II/EPP/X/2010 tertanggal 19 Oktober 2010 yang ditandatangani oleh direktur prapenuntutan pada JAM Pidum, I Ketut Pratana. Ariel dijerat dengan pasal 29 UU No 44/1978 tentang Pornografi jo pasal 56 Kedua KUHP, pasal 27 ayat 1 UU No 11/1978 tentang ITE jo pasal 56 kedua KUHP, dan pasal 282 ayat 1 KUHP jo pasal 35 UU No 44/1978 tentang Pornografi. Pada Senin (22/11), Ariel resmi menjalani persidangan pertamanya. Sidang ini dilaksanakan secara tertutup dan didakwa melanggar Pasal 29 UU RI No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 56, denda minimal 6 bulan paling lama 12 tahun, dan atau denda Rp. 250 juta paling banyak dendanya Rp. 6 milyar. Selain itu, pasal subsider yang didakwakan kepada Ariel adalah Pasal 27 ayat 1 jo pasal 45 ayat 1 UU RI No. 11 tahun 2008 ITE ancaman hukuman 6 tahun denda Rp. 1 milyar. Dari semua pasal ini, Ariel dituduh sengaja menyebarkan video porno, dan persidangan akan dilanjutkan satu minggu kemudian.
Dari semua bentuk kejahatan tersebut, dapat diketahui bahwa semua kejahatan yang mereka lakukan melalui peralatan komputer, telekomunikasi dan informasi, baik berupa hardwere, sofwere maupun brainwere. namun landasan saat itu antara KUH pidana atau Undang-Undang nomor 3 tahun 1971 belum memasukkkan aturan hukum yang memasukan aspek teknologi. Untuk itulah pemerintah pada tahun 1989 mengesahkan dan mengeluarkan undang-undang no 3 tahun 1989 tentang telekomunikasi dan diganti oleh undang-undang no 36
8
tahun 1999 tentang komunikasi dan kemudian saat ini disempurnakan dengan undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi teknology elektronika oleh pemerintah dapat menekan angka kejahatan teknology informasi yang saat ini semakin berkembang. Dengan kesempurnaan pasal demi pasal diharapkan oknum pelaku tidak dapat terlepas dari jeratan undang-undang no 11 tahun 2008tentang informasi dan transaksi elektronik ( bab VII untuk “perbuatan yang dilarang” (pasal 27-37) dan bab XI untuk “ketentuan pidana” (pasal 45-52).
Selanjunya atara undang-undang no 11 tahun 2008 pasal 5 ayat (1, 2, 3, 4) jo pasal 44 ayat (a dan b) akan dikolaborasikan dengan KUHP pasal 184 ayat (1 dan 2)yaitu mengenai sistem pembuktian atau alat bukti lain yang terkait maupun jenis ancaman pidananya, agar secepatnya para pelaku dapat diadili dan jera atas hukuman pidana yang dijatuhkan kepadanya.
2. RUMUSAN MASALAH. Dari beberapa gambaran yang saya sebutkan diatas maka, kesimpulan saya mengenai permasalahan tersebut adalah sebagai beriut : a. Apakah kejahatan cybercrime itu termasuk dalam pengaturan Perundangundangan no 11 tahun 2008 tentang Transaksi Informasi Elektronik ? b. Bagaimana cara membuktikan kejahatan cybercrime tersebut menurut Undang-Undang no 11 tahun 2008 tentang Transaksi Informasi Elektronik ?
9
3. PENJELASAN JUDUL. Kemajuan teknology merupakan awal dari kehadiran internet. Sementara saat ini internet mempunyai dua sisi yang berbeda. Karena di satu sisi internet memberikan
kontribusi
bagi
peningkatan
kesejahteraan,
kemajuan
dan
peradaban manusia dan disisi lain internet juga merupakan wadah bagi kejahatan baru yang ada pada dunia hukum saat ini. Dengan semakin marak dan berkembangnya teknology tersebut malah menjadi masalah baru bagi sistem pemerintahan dengan munculnya kejahatan yang luar biasa yang disebut cybercrime. Kejahatan cybercrime adalah bentuk kejahatan yang berbasis pada teknologi komputer dan mempunyai perangkat jaringan.
Meskipun perundang-undagan sudah dibuat, akan tetapi sangat sulit memecahkan masalah tersebut, karena kejahatan ini dilakukan oleh sebuah komunitas5. Meskipun demikian negara-negara belahan di dunia terutama di indonesia tidaklah putus asa untuk memberantas tindakan tersebut. terbukti bahwa sistem informasi teknology elektronika tersebut bisa dijadikan alat bukti untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan bagi siapa-siapa yang melakukan pelanggaran, meskipun masih ada juga pelaku pelanggaran dan kejahatan yang belum teridentifikasi melakukan upaya tersebut.
4. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. 5
Rene L pattiradjawane, 2000
10
Perkembangan yang pesat dari teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer menghasilkan internet yang multifungsi. Perkembangan ini membawa kita ke ambang revolusi keempat dalam sejarah pemikiran manusia bila ditinjau dari konstruksi pengetahuam umat manusia yang dicirikan dengan cara berfikir yang tanpa batas (borderless way of thinking). Percepatan teknologi semakin lama semakin menunjukan eksistensinya dalam semua interaksi dan aktivitas masyarakat informasi. Akan tetapi perkembangan itu memunculkan masalah baru yang berujung pada pembentukan aturan-aturan yang bersingggungan dengan masalah tersubut.
Internet merupakan symbol material embrio masyarakat global. Internet membuat globe dunia, seolah-olah menjadi seperti hanya selebar daun kelor. Era informasi ditandai dengan aksesibilitas informasi yang amat tinggi. Dalam era ini, informasi merupakan komoditi utama yang diperjualbelikan sehingga akan muncul berbagai network & information company yang akan memperjualbelikan berbagai fasilitas bermacam jaringan dan berbagai basis data informasi tentang berbagai hal yang dapat diakses oleh pengguna dan pelanggan. Semua itu membawa masyarakat ke dalam suasana yang disebut oleh John Naisbitt, Nana Naisbitt dan Douglas Philips sebagai Zona Mabuk Teknologi6.
6
] John Nasibitt, Nana Naisbitt dan Douglas Philips, High Tech, High Touch, Pencarian Makna di Tengah Perkembangan Pesat Teknologi, Mizan, Bandung, 2001, hal. 23-24.
11
Internet yang menghadirkan cyberspace dengan realitas virtualnya menawarkan kepada manusia berbagai harapan dan kemudahan. Akan tetapi di balik itu, timbul persoalan berupa kejahatan yang dinamakan cyber crime, baik sistem jaringan komputernya itu sendiri yang menjadi sasaran maupun komputer itu sendiri yang menjadi sarana untuk melakukan kejahatan. Tentunya jika kita melihat bahwa informasi itu sendiri telah menjadi komoditi maka upaya untuk melindungi aset tersebut sangat diperlukan. Salah satu upaya perlindungan adalah melalui hukum pidana, baik dengan bersaranakan penal maupun non penal 7.
5. TUJUAN PENELITIAN. a. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Univesitas Wijaya Putra. b. Mengetahui apa saja yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan cybercrime berdasarkan uu no 11 tahun 2008. c. Kita dapat mengetahui apasaya yang dapat dijadikan alat bukti pada pidana cybercrime menurut undang-undang no 11 tahun 2008 6. MANFAAT PENELITIAN. Saya berharap penelitian yang saya lakukan ini bisa jadi suatu acuan bagi seseorang yang melakukan transaksi dalam dunia maya, supaya mereka dapat
7
Buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, S.H., yang berjudul Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia
12
melakukan transaksi yang benar, dan tidak mudah memberikan informasi kepada orang lain dalam melakukan setiap transaksi yang dilakukan.
Dan kita juga dapat mengetahui, memahami dan mengerti tentang apa
yang di maksud dengan kejahatan cybercrime, mengenai tindakan yang
bagaimana seorang tersebut dapat dikategorikan menjadi pelaku kejahatan
cybercrime dan jenis pidana apa yang dapat dijatuhkan kepadanya.
7. METODE PENELITIAN
a. Tipe peneliian Tipe penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap bahan kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. b. Pendekatan masalah. Langkah masalah ini didekati dengan menggunakan statute approach. Satue approach yaitupendekatan yang dilakukan dengan mengidentifikasi serta membahas peraturan perundang-undangan yang dibahas. Sedangkan conseptual approach yaitu dengan cara membahas pendapat para sarjana hukum atau ilmuan yang berkaitan dengan masalah tersebut sebagai lan dasan pendukung pokok bahasan. c. Bahan hukum.
13
Bahan hukum apabila ditinjau dari segi yang mengikatnya terdiri dari : 1) Bahan hukum primer : bahan hukum yang bersifat mengikat/ peraturan perundang-undangan yang terkait didalamnya. 2) Bahan hukum sekunder : yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum formil dan dapat membantu menganalisis serta memahaminya / literatur maupun karya ilmiah para sarjana. d. Langkah penelitian Bahan hukum berupa bahan kepustakaan diinventarisasi dengan menggunakan metode deduktif, kemudian mengklasifikasi bahan-bahan bacaan tersebut untuk disusun secara sistematis denga mengkaitkan pengertian dan peraturan-peraturan yang ada hubungan dengan karya ilmiah para sarjana yang dapat diartakan melalui penafsiran sistematis. 8. SISTEMATIKA PERTANGGUNG JAWABAN.
Pendahuluan, diletakkan pada Bab I, disajikan sebagai pengantar pembahasan bab berikutnya, pada bab ini berisi tentang gambaran umum permasalahan, yang diawali dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pertanggung jawaban,
Bab II, Penjelasan mengenani pakah kejahatan cybercrime itu termasuk dalam pengaturan Perundang-undangan no 11 tahun 2008 tentang Transaksi
14
Informasi Elektronik. Dan didalamnya terdiri dari beberapa Sub Bab yang menjelaskan mengenai definisi mengenai cybercrime, klasifikasi mengenai kejahatan cybercrime dan rumusan pidana atas cybercrime
berdasarkan
undang-undang no 11 tahun 2008 tentang Informasi Transkansi Elektronik.
Bab III, Bagaimana cara membuktikan kejahatan cybercrime tersebut menurut Undang-Undang no 11 tahun 2008 tentang Transaksi Informasi Elektronik. Dan didalamnya terdiri dari beberapa Sub Bab yang menjelaskan mengenai definisi atas alat bukti, hal apa saja yang yang dapat menjadi alat bukti pada pidana cybercrime, pembuktian, dan aturan-aturan yang terkait mengenai alat bukti dalam tindak pidana cybercrime
Bab VI, penutup, untuk mengakhiri seluruh rangkaian dan pembahasan skripsinya. Sub babnya terdiri dari kesimpulan dan saran sebagai sumbangan pemikiran berupa langkah-langkah yang harus di tempuh.
15
BAB II TINDAK PIDANA BAGI PELAKU CYBERCRIME MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
1. Definisi Kejahatan Cyber (Cybercrime) Dilihat dari asal katanya, cybercrime berasal dari dua kata yaitu “cyber” dan “crime”. Kata “cyber” merupakan singkatan dari “cyberspace” merupakan sebuah ruang yang tidak dapat terlihat. Ruang ini tercipta ketika terjadi hubungan komunikasi yang dilakukan untuk menyebarkan suatu informasi, dimana jarak secara fisik tidak lagi menjadi halangan. Sedangkan “crime” berarti kejahatan, menurut B.Simandjuntak kejahatan merupakan “ suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat”8. Cybercrime adalah tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahtan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memeanfaatkan
teknologi
komputer
yang
berbasis
perkembangan teknologi internet9.
8
Tunardy,Wibowo, “Pengertian Cybercrime”2009halaman10 Roniamardi, “Definisi Cybercrime”2008halaman13
9
pada
kecanggihan
16
2. Klasifikasi dan pengkategorian mengenai kejahatan cybercrime. Dengan
berkembangnya
teknologi
komputer,
telekomunikasi,
dan
informasi menimbulkan maslalah baru dalam bentuk kejahatan, kejahatan tersebut adalah kejahatan cybercrime. Dalam perkembangannya pula cybercrime merupakan kejahatan konvensional, untuk itu perlu adanya pengklasifikasian dan pengkategorian mengenai kejahatan cybercrime, agar kita mudah mempelajari mengenai apa yang dimaksud dalam pidana cybercrime. Dan klasifikasi didasarkan pada hal-hal sebagai berikut dibawah ini10 : a. Kategori cybercrime. 1)
Cyberpiracy : Penggunaan teknologi computer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu mendistribusikan informasi atau software tersebut melalui jaringan komputer. Contoh : Mendistribusikan mp3 di internet melalui teknologi peer to peer.
2)
Cybertrespass : Penggunaan teknologi computer untuk meningkatkan akses pada system computer suatu organisasi atau individu, website yang di-protect dengan password. Contoh : membuat virus SASSER.
3)
Cybervandalism : Penggunaan teknologi computer untuk membuat program yang menganggu proses transmisi informasi elektronik, dan
10
Tunardy,Wibowo, “Pengertian Cybercrime”2009 halaman 45
17
menghancurkan data di computer. Contoh : melakukan serangan DOS(Denial of Service) ke sebuah web. b. Jenis kejahatan cybercrime berdasarkan aktifitasnya
a. Unauthorized Access to Computer System and Service Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan
dari
pemilik
system
jaringan
komputer
yang
dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi internet/intranet Tindakan
tersebut
tergolong
dalam
kejahatan
“sabotase
dan
perusakan”. b. Illegal Contents Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah
18
yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan sebagainya. Tindakan tersebut termasuk dalam pidana “pemalsuan data – pembocoran rahasia jo pencemaran nama baik” c. Data Forgery Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumendokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen ecommerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku. Tindakan tersebut termasuk dalam pidana “pemalsuan” . d. Cyber Espionage Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer(computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu system yang computerized.
19
Tindakan tersebut termasuk dalam pidana “pencurian/ pengelapan/ penerobosan /akses tampa izin hak jo penipuan. e. Cyber Sabotage and Extortion Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Dalam beberapa kasus setelah hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan tersebut menawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase tersebut, tentunya dengan bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyberterrorism. Tindakan tersebut termasuk dalam pidana “pemerasan pengancaman jo pidana sabotase dan perusakan” f.
Offense against Intellectual Property Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan
20
pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya. Tindakan
tersebut
termasuk
dalam
pidana
“tampa
izin/pembajakan(perbuatan pidana) HAKI g. Infringements of Privacy Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized,yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materilmaupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakittersembunyi dan sebagainya. Tindakan tersebut termasuk dalam pidana “pemalsuan data – pembocoran rahasia”. h. Cracking Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk merusak system keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu merekan mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara
21
seorang hacker dan cracker dimana hacker sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia. Tindakan
tersebut
termasuk
dalam
tindak
pidana
pencurian
/penggelapan /penerobosan /akses tampa izin. i.
Carding Adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi computer untuk melakukan transaksi dengan menggunakan card credit orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil. Tindakan kejahatan tersebut termasuk dalam pidana “penyalah gunaan kartu kredit”.
c. Jenis kejahatancybercrime berdasarkan motifnya
a. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan murni : Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer.
22
b. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu : Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
Selain dua jenis diatas cybercrime berdasarkan motif terbagi menjadi
a. Cybercrime yang menyerang individu : Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll. b. Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik) : Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan,
memasarkan,
mengubah
yang
bertujuan
untuk
kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri. c. Cybercrime yang menyerang pemerintah : Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
23
3. Perkembangan masalah kejahatan komputer (cybercrime) Jika kita mengamati kasus-kasus cybercrime yang terjadi, dan jika hal tersebut dikaji dengan menggunakan peraturan pidana hukum konvensional, maka kejahatan cybercrime inibukanlah merupakan kejahatan yang sederhana11. Dalam kaitannya jika dilihat dalam peraturan perundang-undangan yang konvensional, maka perbuatan pidana yang dapat digunakan dalam kejahatan koputer adalah sebagai berikut : a. Penipuan computer 1) Bentuk jenis dan jenis penipuan adalah dalam berupa uang atau harta benda dengan menggunakan sarana komputer/cyber dengan melawan hukum, yaitu dalam bentuk penipuan datadan penipuan program. 2) Perbuatan pidana penipuan, yang sesunguhnya dapat termasuk unsur perbuatan lain yang pokoknya dimaksudkan menghindarkandiri dari kewajiban (misalnya masalah pajak) atau memperoleh sesuatu yang bukan haknya melalui sarana komputer. 3) Perbuatan curang untuk memperoleh sarana yang tidak sah harta benda milik orang lain, misalnya seseorang yang dapat mengakses komputer mentransfer rekening orang kerekeningnya sendiri hingga merugikan orang lain.
11
Bainbridge, david, I.1993 komputer dan hukumterjemahan Drs. Prasadisuusmaatmadja, jakarta: Sinar Grafika.
24
4) Pencurian ialah sengaja dengan mengambil dengan melawan hukum atau hak milik orang laindengan maksud untuk dimilikinya sendiri. b. Perbuatan pidana pengelapan, pemalsuan pemberian informasi melalui komputer yang merugikan orang lain dan menguntugkan diri sendiri. c. Hacking, ialah melakukan akses terhadap sister komputertampa seizin atau dengan melawan hukum sehingga dapat menembus sistem keamanan komputer yang dapat mengancam berbagai kepentingan. d. Perbuatan pidana komunikasi, ialah hackingyang dapat membobol, sistem online komputer yang menggunakan sistem telekomunikasi. e. Perbuatan pidana pengrusakan system komputer, baik merusak data atau menghapus kode-kode yang menimbulkan kerusakan dan kerugian. Termasuk dalam golongan perbuatan ini adalahberupa penambahan atau perubahan program, informasi, media , sehingga merusak sistem, demikian pula sengaja menyebarkan virus yang dapat merusak program dan sistem komputer,
atau
pemerasan
dengan
menggunakan
sarana
komputer/telekomunikasi. f.
Perbuatan pidana yang berkaitan dengan hak milik intelektual, hak cipta dan hak paten, berupa pembajakan dengan memproduksi barang-barang untuk mendpatkan keuntungan melelui perdagangan.
25
4. Rumusan mengenai jenis dan ancaman pidana menurut Undangundang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Dalam UU ITE dengan menentukan adanya Ketentuan Pidana berarti menentukan adanya perbuatan yang dilarang, dan yang oleh karena itu diancam dengan sanksi pidana. Ini tidak lain sebagai perumusan tindak pidana di bidang informasi dan transaksi elektronik. Dengan mengkaji pasal-pasal dalam UU ITE dapat dikelompok-kelompokkan perbuatan yang dilarang berkaitan dengan tindak
pidana
di
bidang
informasi
dan
transaksi
elektronik
tersebut.
Pengelompokan tersebut sebgai berikut12: a. Pornografi Pasal 27 ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja dan tampa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Pasal 45 ayat (1) Setiap orang yang memilki unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1,2 dan 3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana selama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) Pasal 52 ayat (1 dan 4) Ayat (1) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak di kenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok ayat (4) dalam hal pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga. b. Perjudian. 12
Undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
26
Pasal 27 ayat (2) Setiap dengan sengaja dan tampa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau menbuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen yang memiliki muatan perjudian. Pasal 45 ayat (1) Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1, 2, 3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana selama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) Pasal 52 ayat (4) dalam hal pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga. c. Penghinaan/ pencemaaran nama baik Pasal 27 ayat (3) Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat dilaksanakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Pasal 45 ayat (1) Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1, 2, 3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana selama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) Pasal 52 ayat (4) dalam hal pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga. d. Pemerasan dan pengancaman Pasal 27 ayat (4) Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat dilaksanakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. Pasal 45 ayat (1) Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1, 2, 3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana selama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) Pasal 52 ayat (4) dalam hal pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga. e. Penipuan
27
Pasal 28 ayat (1) Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak menyebarkan berita bohong yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Pasal 45 ayat (2) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1 dan 2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah) f.
Penipuan Pasal 28 ayat (2) Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atay permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, antargolongan ( SARA ) Pasal 45 ayat (2) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1 dan 2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah)
g. Pengancaman Pasal 29 Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi Pasal 45 ayat (3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 ( dua miliar rupiah ) h. Pencurian / penggelapan / penerobosan / akses tampa izin hak Pasal 30 ayat (1. 2. Dan 3) Ayat (1) Setiap orang dengan sengaja dan tampa hahk melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik orang lain dengan cara apapun. Ayat (2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan atau dokumen elektronik. Ayat (3) Setiap orang dengan sengaja dan tampa hahk melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik orang lain dengan cara apapun dengan melanggar , menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengaman. Pasal 46 ayat (1, 2, dan 3) Ayat (1)
28
Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pasal 30 ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) Ayat (2) Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pasal 30 ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda Rp. 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) Ayat (3) Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pasal 30 ayat (3) dipidana dengan penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) i.
Penyadapan Pasal 31 ayat ( 1, 2, 3 dan 4 ) Ayat (1) Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain Ayat (2) Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak atau melawan hukum melakukan intersepsm atas transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan didalam suatu komputer dan/atau sistem sistem elektronik tertentu milik orang lain baik yang tidak menyebabkan perubahan papapun maupun menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dan atau penhentian informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan. Ayat (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 dan 2) , intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan/atau institusi penegak hukum lainnya dan ditetapkan berdasarkan undang-undang Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 47 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagai mana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1 atau 2) dipidana dengan penjara paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 ( delpan ratus juta rupiah ) Pasal 52 ayat (2 dan 3) Ayat (2) Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 30 sampai dengan pasal 37 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan penjara pokok ditambah sepertiga Ayat (3)
29
Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 30 sampai dengan pasal 37 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing pasal ditambah dua pertiga. j.
Pemalsuan – pembocoran rahasia Pasal 32 ayat (1, 2, dan 3) Ayat (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik oranglain atau milik publik. Ayat (2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik lain yang tidak berhak. Ayat (3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan kebutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya. Pasal 48 ayat (1, 2 dan 3) Ayat (1) Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 ( delapan ) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 ( dua miliar rupiah ) Ayat (2) Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama (sembilan) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 ( tiga miliar rupiah ) Ayat (3) Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah ) Pasal 52 ayat (2 dan 3) Ayat (2) Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 30 sampai dengan pasal 37 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan penjara pokok ditambah sepertiga Ayat (3) Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 30 sampai dengan pasal 37 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi
30
elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing pasal ditambah dua pertiga. k. Sabotase dan perusakan Pasal 33 Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakinbatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya Pasal 49 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagai mana dimaksud dalam pasal 33 dipidana dengan penjara paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar rupiah ) Pasal 52 ayat (2 dan 3) Ayat (2) Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 30 sampai dengan pasal 37 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan penjara pokok ditambah sepertiga Ayat (3) Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 30 sampai dengan pasal 37 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing pasal ditambah dua pertiga. l.
Tampa izin/pembajakan (perbatan pidana) HAKI Pasal 25 berikut penjelasannya Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet dan karya intelektual yang ada didalamnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 26 ayat (1 dan 2 ) berikut penjelasannya Ayat (1) Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaaaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan. Ayat (2) Setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan undang undang ini.
31
Pasal 34 ayat (1 dan 2 ) ayat (1) setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki : a. Perangkat keras atau lunak komputer yang dirancang atas secara khususdikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai pasal 33; b. Sandi lewat komputer, kode akses atau hal yang sejenis dengan itu untuk ditujukan agar sistem elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai pasal 33. Ayat (2) tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) buka tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian sistem elektronik, untuk perlindungan sistem elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum. Pasal 50 Setiap orang yang memenuhi unsyr sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh milyar rupiah ) Pasal 52 ayat (2 dan 3) Ayat (2) Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 30 sampai dengan pasal 37 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan penjara pokok ditambah sepertiga Ayat (3) Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 30 sampai dengan pasal 37 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing pasal ditambah dua pertiga. m. Pemalsuan Pasal 35 Setiap orang dengan sngaja dan tampa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang autentik. Pasal 51 ayat (1) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau dendapaling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) Pasal 52 ayat (2 dan 3)
32
Ayat (2) Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 30 sampai dengan pasal 37 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan penjara pokok ditambah sepertiga Ayat (3) Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 30 sampai dengan pasal 37 ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing pasal ditambah dua pertiga. n. Penyalahgunaan kartu kredit Pasal 28 ayat (1) Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak menyebarkan berita bohong yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Pasal 30 ayat (1. 2. Dan 3) Ayat (1) Setiap orang dengan sengaja dan tampa hahk melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik orang lain dengan cara apapun. Ayat (2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan atau dokumen elektronik. Ayat (3) Setiap orang dengan sengaja dan tampa hahk melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik orang lain dengan cara apapun dengan melanggar , menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengaman. Pasal 33 Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakinbatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya Pasal 35 Setiap orang dengan sngaja dan tampa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang autentik. Pasal 36 Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai pasal 34 yang mengakibatkan kerugian pada orang lain
33
BAB III PEMBUKTIAN DALAM KEJAHATAN CYBERCRIME MENURUT UNDANGUNDANG NO 11 TAHUN 2008
1. Pengertian alat bukti Alat bukti adalah alat yang digunakan untuk dapat meyakinkan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan harus dapat membuktikan bahwa terdakwa benar-benar bersalah. Dalam pasal 183 KUHAP dijelaskan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dari rumusan pasal diatas jelaslah bahwa keberadaan alat bukti mutlak harus ada dalam sebuah kasus pidana. Jika tidak ada alat bukti, maka hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang. Bahkan disebutkan dalam pasal di atas harus ada minimal dua bukti. Dalam teori pembuktian, KUHAP menggunakan sistem negatif Wettelijk yaitu hakim terikat pada alat bukti minimum ditambah keyakinan. Alat bukti di sini terikat pada apa yang ditentukan oleh undang-undang. Menurut A. Karim Nasution, istilah negatif wettlijk berarti wettlijk adalah berdasarkan undangundang sedang negatif artinya bahwa walaupun dalam suatu perkara terdapat cukup bukti sesuai dengan undang-undang, maka hakim belum boleh menjatuhkan hukuman, sebelum ia yakin akan kesalahan terdakwa. Alat bukti
34
yang sah menurut pasal 184 KUHAP adalah Keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, KUHAP menggunakan sistem negatif wettlijk, artinya alat bukti yang sah hanyalah alat bukti yang tertera dalam undang-undang saja.
2. Alat bukti Sebelum disahkannya undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi transaksi elektronik alat bukti elektronik masih belum diterima sepenuhnya meskipun sudah ada pengaturan mengenai hal tersebut, akan tetapi masih belum ada peraturan yang mengatur masalah tersebut secara khusus (lex spesialis),disatusisi dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime), seperti tindak pidana korupsi, kejahatan HAM Berat, Terorisme mempunyai pembuktian yang sulit. Hal ini disebabkan karena kejahatan tersebut dilakukan secara rapi dan
sistematis
dengan
menggunakan komputer
sebagai
sarana untuk
melaksanakan tindak pidana tersebut, dan pemerintah menyadari tindak pidana tersebut merupakan suatu tindak pidana yang luar biasa (extraordinary crime), sehingga membutuhkan penanganan yang luar biasa juga (extraordinary measures). Bukti-bukti yang akan mengarahkan kepada suatu tindak pidana merupakan data-data elektronik yang berada dalam komputer atau yang
35
merupakan print-out atau dalam bentu lain berupa jejak dari suatu aktivitas penggunaan komputer. Menurut Hakim Mohammed Chawki dari Komputer Crime Research Center penggolongan mengenai alat bukti elektronik menjadi 3 (tiga) kategori yaitu sebagai berikut : a. Real Evidence atau Physical Evidence Bukti yang terfiri dari objek nyata atau berwujud yang dapat dilihat dan disentuh. Real evidence juga merupakan bukti lansgung berupa rekaman otomatis yang dihasilkan oleh komputer itu sendiri dengan menjalankan software dan receipt dari informasi yang diperoleh dari alat yang lain, misalnya computer log files. b. Testamentary Evidence. Dikenal dengan istilah hearsay evidence, dimana keterangan dari saksi maupun ahli dapat diberikan selama persidangan, berdasarkan pengalaman dan pengamatan individu. Perkembangan ilmu dan teknologi sedikit banyak membawa dampak terhadap kualitas metode kejahatan, memaksa kita untuk mengimbanginya dengan kualitas dan metode pembuktian yang memerlukan pengetahuan dan keahlian (skill and knowledge). Kedudukan seorang ahli dalam memperjelas tindak pidana yang terjadi serta menerangkan atau
36
memperjelas bukti elektronik sangat penting dalam memberikan keyakinan hakim dalam memutus perkara kejahatan. c. Circumstantial Evidence Bukti elektronik terperinci yang diperoleh beradasarkan ucapan atau pengamatan dari kejadian sebenarnya yang mendorong untuk mendukung suatu kesimpulan, tetapi bukan untuk membuktikannya. Circum evidence merupakan kombinasi dari real evidence dan hearsay evidence. Akan tetapi menurut undang- undang no 11 tahun 2008, tidak ada bentuk penggolongan mengenai alat bukti tersebut, akan tetapi dalam undang undang no 11 tahun 2008 hanya bersifat memperluas hal mengenai alat bukti yang sebelumnya tidak ada pengaturannya13, seperti pada pasal dibawah ini14 : A. Pasal 44 Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketetuan undang undang ini adalah sebagai berikut : a. Alat bukti sebagai mana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundangundangan, dan b. Alat bukti lain berupa informasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1, 2 dan 3).
13
Ninik suparmi S.H, M.H, 2009 , cybercpace – problematika dan antisipasi pengaturannya,sinar grafika, jakarta 14 Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi transaksi elektronik
37
Berdasarkan rumusan pasal diatas, kita dapatkan bahwa yang dimaksud dengan alatbukti yang sah adalah sebagai berikut : 1) Pada pasal 44 butir (a) yang dimaksud dengan peraturan perundangundangan yaitu KUHAP sebagai mana tersebut pada pasal 184 ayat (1 dan 2) yaitu a) Ayat (1) Alat bukti yang sah ialah : a. Keterangan saksi Adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia mengalami sendiri dengan menyebut alasan daari pengetahuannya (KUHAP pasal 1 angka 27). b. Keterangan ahli Adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (KUHAP pasal 1 angka 28) c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa. b) Ayat (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan 2) Yang dimaksud dengan pasal 44 butir (b) a. Pasal 1 Angka 1 : imformasi elektronik adalah salah satu sekumpulam data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy,atau sejenisnya, huruf, tanda angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Angka 4 : dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirim, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. b. Pasal 5 (1)informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat hukum yang sah (2)informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
38
perluasan alatbukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di indonesia (3)informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang undang ini. (4)ketentuan mengenai inoformasi elektronik da/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk : a. surat yang menurut undang-undag harus dibuat dalam bentuk tulis b. surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta
B. Pasal 7 Setiap orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada atau menolak hak orang lain berdasarkan adanya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik harus memastikan bahwa informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang ada padanya berasal dari sistem elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3. Pembuktian Dalam cybercrime, khususnya terhadap komputer dan program komputer masalah pembuktian ini menjadi bagian yang sangat penting, tetapi juga hal tersebut sagat sulit karena bisa dikatakan bahwa kejahatan ini adalah kejahatan dunia maya, sementara itu, pembuktian merupakan syarat memberikan keyakinan pada hakim agar dapat menjtuhkan putusan atau sanksi pidana. Menurut keterangan Kepala Unit V Information dan Cyber Crime Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Kombespol Dr. Petrus Golose dalam wawancara penelitian Ahmad Zakaria, S.H.,menerangkan bahwa Kepolisian Republik
39
Indonesia (“Polri”), khususnya Unit Cyber Crime, telah memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menangani kasus terkait Cyber Crime. Standar yang digunakan telah mengacu kepada standar internasional yang telah banyak digunakan di seluruh dunia, termasuk oleh Federal Bureau of Investigation (“FBI”) di Amerika Serikat15. Karena terdapat banyak perbedaan antara cybercrime dengan kejahatan konvensional, maka Penyidik Polri dalam proses penyidikan di Laboratorium Forensik Komputer juga melibatkan ahli digital forensik baik dari Polri sendiri maupun pakar digital forensik di luar Polri. Rubi Alamsyah, seorang pakar digital forensik Indonesia memaparkan mekanisme kerja dari seorang Digital Forensik antara lain16: 1.
Proses Acquiring dan Imaging Setelah penyidik menerima barang bukti digital, maka harus dilakukan proses Acquiring dan Imaging yaitu mengkopi (mengkloning/menduplikat) secara tepat dan presisi 1:1. Dari hasil kopi tersebutlah maka seorang ahli digital forensik dapat melakukan analisis karena analisis tidak boleh dilakukan dari barang bukti digital yang asli karena dikhawatirkan akan mengubah barang bukti.
2.
15
Melakukan Analisis
Kepala Unit V Information dan Cyber Crime Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Kombespol Dr. Petrus Golose 16 Rubi Alamsyah, seorang pakar digital forensik Indonesia, situs hukum online
40
Setelah melakukan proses Acquiring dan Imaging, maka dapat dilanjutkan untuk
menganalisis
isi
data
terutama
yang
sudah
dihapus,
disembunyikan, di-enkripsi, dan jejak log file yang ditinggalkan. Hasil dari analisis barang bukti digital tersebut yang akan dilimpahkan penyidik kepada Kejaksaan untuk selanjutnya dibawa ke pengadilan. Dalam menentukan locus delicti atau tempat kejadian perkara suatu tindakan cyber crime, penulis tidak mengetahui secara pasti metode yang diterapkan oleh penyidik khususnya di Indonesia. Namun untuk Darrel Menthe17, menerangkan mengenai teori yang berlaku di Amerika Serikat yaitu a. Theory of The Uploader and the Downloader Teori ini menekankan bahwa dalam dunia cyber terdapat 2 (dua) hal utama yaitu uploader (pihak yang memberikan informasi ke dalam cyber space) dan downloader (pihak yang mengakses informasi) b. Theory of Law of the Server Dalam pendekatan ini, penyidik memperlakukan server di mana halaman web secara fisik berlokasi tempat mereka dicatat atau disimpan sebagai data elektronik. c. Theory of International Space
17
Darrel Menthe dalam bukunya Jurisdiction in Cyberspace : A Theory of International Space,
41
Menurut teori ini, cyber space dianggap sebagai suatu lingkungan hukum yang terpisah dengan hukum konvensional di mana setiap negara memiliki kedaulatan yang sama. 4.
peraturan yang terkait mengenai alat bukti elektronik 1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Pasal 12 Undang-undang tersebut berusaha memberikan pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen atau ditransformasikan) dapat dijadikan sebagai alat bukti. 2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan undang-undang ini, ada perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah berupa petunjuk. Berdasarkan KUHAP, alat bukti petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, tetapi menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, bukti petunjuk juga dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu tetapi tidak
42
terbatas pada data penghubung elektronik (electronik data interchange), surat elektronik (e-mail), telegram, teleks, faksimili dan dari dukumen, yakni setiap rekaman atau informasi yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna. 3. Undang-undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberatasan Tindak Pidana Terorisme. Pasal 27 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi: 1. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; 2. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan 3. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada : (a). tulisan, suara, atau gambar; (b). peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
43
(c). huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat
dipahami
oleh
orang
yang
mampu
membaca
atau
memahaminya. 4. Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Pencucian Uang. Pasal 38 huruf (b), yaitu “alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu”.5. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan OrangPasal 29 mengatur mengenai alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam KUHAP, dapat pula berupa : a. Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu dan ; b. Data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan denegan atau tanpa bantuan suatu sarana, bauk yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada : (1) Tulisan, suara atau gambar (2) Peta, rancangan, foto atau sejenisnya (3) Huruf, tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
44
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan. a. Bahwa Undang-Undang
no 11 tahun 2008 ini bersifat memperluas
pengaturang alatbukti yang ada pada undang undang yang lain. b. Bahwa kemajuan teknologi ternyata mempunyai dampak negativ dalam bentuk kejahatan dunia maya yaitu cybercrime. 2. Saran. a. Dalam menerapkan Undang-Undang no 11 tahun 2008 tentang transaksi informasi elektronik ini di perlukan aparat atau penyidik yang mempunyai tingkat Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni dan diperlukan SDM yang cakap dalam hal penerapan Undang_UNdang no 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik ini...
45
DAFTAR BACAAN
Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) Kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi transaksi elektronik (ITE) Undang-undang no 8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan Undang-undang no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang no 31 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Pencucian Uang Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Ninik suparmi ,SH,MH. Cyberspace, probkematika dan antisipasi pengaturannya, sinar grafika Heru supraptomo, “kejahatan komputer dan siber serta antisipasi pengaturan pencegahan di indonesia, yayasan pengembangan hukum bisnis. Jakarta 2001 Widyopramono 1999. Kejahatan di bidang komputer jakarta , pustaka sinar harapan John Nasibitt, Nana Naisbitt dan Douglas Philips, High Tech, High Touch, Pencarian Makna di Tengah Perkembangan Pesat Teknologi, Mizan, Bandung, 2001, hal. 23-24. Buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, S.H., yang berjudul Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia Tunardy,Wibowo, “Pengertian Cybercrime”2009 Roniamardi, “Definisi Cybercrime”2008 Bainbridge, david, I.1993 komputer dan hukumterjemahan Drs. Prasadisuusmaatmadja, jakarta: Sinar Grafika. Rubi Alamsyah, seorang pakar digital forensik Indonesia, situs hukum online Darrel Menthe dalam bukunya Jurisdiction in Cyberspace : A Theory of International Sp