PENGATURAN PEMANFAATAN RUANG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE SEMI-OTOMATIS BERBASIS SIG
ISKANDAR KADAMTO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGATURAN PEMANFAATAN RUANG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE SEMI-OTOMATIS BERBASIS SIG
ISKANDAR KADAMTO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Iskandar Kadamto. E14103034. Pengaturan Pemanfaatan Ruang Hutan Pendidikan Gunung Walat Menggunakan Metode Semi-Otomasi Berbasis SIG. Dibimbing oleh Prof.Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr. Sejak ditetapkan sebagai Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) tahun 1969, kawasan ini belum mempunyai rancangan penatagunaan kawasan secara definitif. Berdasarkan dokumen peta-peta yang ada, HPGW belum mempunyai arahan pemanfaatan yang mempertimbangkan fungsi dan kemampuan lahannya. Sebagai langkah awal dari penataan ruang, penulis berkeinginan untuk menyusun zonasi pemanfaatan ruang HPGW berbasis SIG dengan pendekatan biofisik dan sosial ekonomi. Dengan SIG penataan hutan dapat dilakukan secara cepat, murah, konsisten, menarik (2D dan 3D) serta teliti. Sejalan dengan pengembangan teknologi perangkat lunak saat ini perangkat lunak ArcView telah menyediakan Script Avenue yang terintegrasi secara penuh dalam SIG. Dengan script avenue pengguna/analis dapat secara fleksibel membuat “kostumisasi” program-program aplikasi. Dengan perangkat lunak script avenue ArcView, penulis mengembangkan SIG HPGW. Sistem yang dikembangkan menekankan pada: (a) pembuatan kostumisasi aplikasi dalam penggunaan lahan, (b) penulisan Avenue script dan (c) evaluasi sistem. Tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah membangun sistem zonasi pemanfaatan ruang secara semi-otomatis berbasis SIG di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Tujuan tambahan dari penelitian ini adalah mengevaluasi efisiensi relatif dari sistem yang dikembangkan dibandingkan dengan metode konvensional (manual). Jenis data yang digunakan meliputi : peta rupa bumi (RBI) skala 1 : 50.000, peta jenis tanah tahun 1981, peta areal kerja tahun 1983 dan peta tata batas Hutan Gunung Walat serta data tabel (atribut) curah hujan. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi identifikasi peubah, overlay, menampilkan peta, manipulasi data, analisis data, pemodelan spasial, zonasi pemanfaatan lahan, dan menguji efesiensi relatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perencanaan penatagunaan lahan dapat dilakukan dengan metode semi-otomatis berbasis SIG. Dengan teknik ini Hutan Pendidikan Gunung Walat diklasifikasikan ke dalam 5 zona pemanfaatan ruang yaitu Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 98,484 Ha, Hutan Produksi Tetap (HP) seluas 35,175 Ha, Areal Perlindungan seluas 12,781 Ha, Kawasan Wisata Alam seluas 132,493 Ha, dan Agroforestry seluas 79,258 Ha. Kajian ini menunjukkan bahwa sistem yang dikembangkan dapat mengurangi jumlah interaksi sebesar 21,81 % dan mengurangi waktu proses sebesar 29,62%. Kata kunci : Script Avenue, Pemanfaatan Ruang HPGW, SIG
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaturan Pemanfaatan Ruang Hutan Pendidikan Gunung Walat Menggunakan Metode Semi-Otomatis Berbasis SIG adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2008
Iskandar Kadamto E 14103034
Judul
: Pengaturan Pemanfaatan Ruang Hutan Pendidikan Gunung Walat Menggunakan Metode Semi-Otomatis Berbasis SIG
Nama Mahasiswa
: Iskandar Kadamto
Nomor Pokok
: E 14103034
Departemen
: Manajemen Hutan
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr NIP 131 578 785
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr.Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 131 578 788
Tanggal : 23 Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 Januari 1985 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Budi Utoyo dan Ibu Mindarsih. Pada tahun 2003, penulis lulus dari SMU Negeri 7 Bogor dan pada tahun yang sama berhasil masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Mahasiswa IPB). Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif pada sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf Departemen Teknologi Informasi Kehutanan Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2006-2007, panitia Temu Manajer (TM) Jurusan Manajemen Hutan tahun 2005, asisten Ilmu Ukur Hutan dan Inventarisasi Sumber Daya Hutan tahun 2006-2007 dan asisten praktikum Sistem Informasi Geografis tahun 2007-2008. Selama melaksanakan studi di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Hutan di Desa Leuweung Sancang - Gunung Kamojang Kabupaten Garut dan Praktek Pengelolaan Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat pada tahun 2006 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Musi Hutan Persada, Palembang, Sumatera Selatan pada tahun 2007. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaturan Pemanfaatan Ruang Hutan Pendidikan Gunung Walat Menggunakan Metode Semi-Otomatis Berbasis SIG dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr.
KATA PENGANTAR Alhamdulilah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Pengaturan Pemanfaatan Ruang Hutan Pendidikan Gunung Walat Menggunakan Metode Semi-Otomatis Berbasis SIG. Skripsi ini merupakan hasil pembahasan secara ilmiah terhadap perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografis yang diharapkan dapat berguna dalam pemanfaatannya di dunia kehutanan masa kini dan masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu bagian dari ilmu pengetahuan yang dapat berguna bagi kita semua. Penelitian ini dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi menjadikan tulisan ini lebih baik dan bermanfaat.
Bogor, Mei 2008 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam perjalanan menyelesaikan studi untuk mendapatkan gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis mendapat banyak bantuan dan perhatian. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya. 2. Kepada kedua orang tua saya tercinta, Ayahanda Budi Utoyo dan Ibunda Mindarsih. Kasih sayang kalian tidak dapat terbayarkan sampai kapanpun. Terimakasih atas segala pengorbanannya, cinta kasihnya, kesabaran dan semuanya. Kelulusan ini kupersembahkan untuk kalian, keberhasilan ku tidak akan pernah terbayar oleh apapun. 3. Adikku tersayang (Iin Wijayanti) terima kasih banyak atas segala keceriannya dan semangatnya yang telah diberikan. Juga kepada keluarga besar Mbah Kakung Soedarsono. Alm di Purworejo dan Keluarga Besar Mbah Kakung Kasmino. Alm di Pondok Rumput terima kasih atas dukungan dan semangatnya. 4. Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah sabar meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini. Maaf jika selama dalam bimbingan saya sering menyusahkan, menggangu waktunya dan segalanya. 5. Kepada Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumber daya Hutan dan Ir. Effendi Tri Bachtiar, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan terima kasih untuk nasehat-nasehatnya dan terima kasih juga bersedia menjadi sebagai penguji saya. 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kehutanan IPB yang dengan kemuliannya telah membekali penulis dengan ilmu-ilmu yang tak ternilai hanya dengan ucapan terima kasih. 7. Bapak Uus Saeful M. dan Mas Ewink atas ilmu, bantuannya, keramahannya, kesabarannya dan segalanya yang telah menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
membantu penulis dalam
8. Anak Club Bogor (Arfan, Dedy, Dali, Ichal) terima kasih untuk persahabatan dan keceriaan yang pernah kita lalui bersama selama ini. 9. Seluruh crew MNH’40: Ariz, Ichal, Agus, Nur, Ubai gila, Tante Lita, Aa Yandi, Dhani, Zae, Elza, Maya, Broto, Achi, Latifah, Alim, Dwi, Irwan, Aziz, Dedi, Dede, Dali, Azam, Tegar, Okky, Eko (Alm), Beno, Abu, Ika, dan Guruh atas semangat, keceriaan dan kenangan indah selama masa kuliah. 10. Keluarga besar ForsGe : Fhenny, Adila, Dega, Bety, Arfan, Adit, Hery “mamang”, Asep, Anggit, Faery, Aan, Heru “bebek”, Nanik, Nur, “Om” Sam, Mba Dessy, dan Moki atas keceriaan dan kebersamaan kita selama ini. 11. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis baik selama kuliah maupun penelitian yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................... ii DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR................................................................................... v I.
II.
PENDAHULUAN............................................................................ 1 A.
Latar Belakang .......................................................................... 1
B.
Tujuan ....................................................................................... 3
METODE PENELITIAN ............................................................... 4 A.
Waktu dan Tempat .................................................................... 4
B.
Data, Hardware, Software dan Alat .......................................... 4
C.
Tahapan-tahapan Penelitian ...................................................... 4 1. Peubah yang Dibutuhkan ..................................................... 4 2. Penataan Hutan dengan Metode Overlay Konvensional ...... 12 a) Menampilkan dan Mengolah Theme yang Terpilih ....... 12 b) Manipulasi Data ............................................................. 14 c) Analisis Data .................................................................. 16 d) Pemodelan Spasial ......................................................... 18 e) Zonasi ............................................................................. 21 3. Penataan Hutan dengan Metode Semi-Otomasi ................... 22 4. Rumus Mencari Efisiensi Relatif dan Menghitung Jumlah Interaksi ................................................................... 23
III.
KONDISI UMUM LOKASI .......................................................... 24 A.
Letak dan Luas .......................................................................... 24
B.
Administrasi .............................................................................. 24
C.
Topografi................................................................................... 24
D.
Iklim .......................................................................................... 24
E.
Tanah......................................................................................... 25
F.
Air ............................................................................................. 25
G.
Vegetasi..................................................................................... 25
ii
H.
Kondisi Hutan Gunung Walat................................................... 25 1. Sejarah .................................................................................. 25 2. Fasilitas ................................................................................ 25
I. IV.
V.
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sekitar HPGW ..... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 29 A.
Program Pemanfaatan Ruang.................................................... 29
B.
Penatagunaan Hutan Pendidikan Gunung Walat ...................... 33
C.
Pemanfaatan Ruang Hutan Pendidikan Gunung Walat ............ 40
D.
Analisis Waktu Proses dan Jumlah Interaksi ............................ 53
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 54 A.
Kesimpulan ............................................................................... 54
B.
Saran.......................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 55 LAMPIRAN.................................................................................................. 59
iii
DAFTAR TABEL Nomor
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Halaman
Data Terproyeksi, Proses, dan Data Turunan untuk Tata Ruang .......14 Klasifikasi Kelerengan Lapang ..........................................................14 Klasifikasi Jenis Tanah ......................................................................15 Klasifikasi Intensitas Curah Hujan Harian (ICHH) ............................15 Field dari Tabel Atribut Data Atribut Hasil Overlay .........................17 Contoh Matriks Zonasi dalam Penataan Ruang .................................20 Luas Wilayah Desa Sekitar HPGW yang termasuk dalam Batas HPGW ......................................................................................27 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Hegarmanah (2003) .................28 9. Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Hegarmanah ....................28 10. Perbandingan Menu yang diakses terhadap Program Pemanfaatan Ruang dan ArcView ...........................................................................29 11. Penetapan Fungsi Hutan pada HPGW berdasarkan Nilai Skor .........34 12. Penetapan Fungsi Hutan pada HPGW dengan 3 Kriteria Fungsi Hutan ......................................................................................36 13. Luas Hasil Penatagunaan Hutan di HPGW ........................................38 14. Matriks Zonasi Hasil Overlay Spasial ...............................................41 15. Luas Kawasan Hasil Penataan Ruang HPGW ...................................46 16. Perbandingan Jumlah dan Lama Interaksi Langsung User Terhadap Program Pemanfaatan Ruang dan Arc View .....................53
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor
1. 2. 3. 4.
Halaman
Peta Rupa Bumi Hutan Pendidikan Gunung Walat .............................6 Peta Jenis Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat .............................7 Peta Areal Kerja Hutan Pendidikan Gunung Walat .............................8 Peta Tutupan Lahan Hutan Pendidikan Gunung Walat Hasil Interpretasi Citra .........................................................................9 5. Peta Administrasi Hutan Pendidikan Gunung Walat ........................10 6. Diagram Alir Tahap Penataan Ruang Menggunakan Metode Overlay Konvensional dan Metode Semi-Otomatis .............11 7. Langkah-langkah Menampilkan Tema (Theme) ................................12 8. Langkah-langkah Membuat Kelas Lereng .........................................13 9. Real Use Case Diagram untuk Pemanfaatan Ruang ..........................22 10. Tampilan Menu Untuk Melakukan Persiapan ....................................30 11. Menu untuk Menampilkan dan Mengolah Theme ..............................31 12. Tampilan Menu Untuk Melakukan Analisis Data ..............................32 13. Tampilan Menu Untuk Melaporkan Data ...........................................33 14. Peta Fungsi Hutan Pendidikan Gunung Walat Berdasarkan Hasil Skoring ......................................................................................35 15. Peta Fungsi Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan Pertimbangan 3 Kriteria Fungsi Hutan ......................................................................37 16. Diagram Perbandingan Luas Fungsi Hutan Setelah dan Sebelum Proses Generalisasi ..............................................................38 17. Peta Tataguna Hutan Pendidikan Gunung Walat................................39 18. Peta Overlay Buffer Sungai, Buffer Jalan, dan Buffer Perkampungan .........................................................................47 19. Peta Pemanfaatan Ruang Hutan Pendidikan Gunung Walat ..............48 20. Informasi Kondisi Lapangan Hasil Penataan Ruang .........................49 21. Tampilan 3 Dimensi Hutan Pendidikan Gunung Walat Ke arah Utara (U) ...............................................................................50 22. Tampilan 3 Dimensi Hutan Pendidikan Gunung Walat Ke arah Timur (T) .............................................................................51 23. Tampilan 3 Dimensi Hutan Pendidikan Gunung Walat Ke arah Barat (B) ..............................................................................52
v
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Curah Hujan Hutan Pendidikan Guung Walat. ........................................... 59 2. Jenis Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat............................................ 59 3. Kelas Kelerengan Hutan Pendidikan Gunung Walat ................................. 59 4. Peta Ketinggian Hutan Pendidikan Gunung Walat..................................... 60 5. Hasil Skoring Hutan Pendidikan Gunung WalatMenggunakan Program Pemanfaatan Ruang.................................................................................... 61 6. Peta Kelas Kelerengan Hutan Pendidikan Gunung Walat .......................... 62 7. Peta Kelas Jenis Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat.......................... 63
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1. Sejarah Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) merupakan kesatuan dari komponen-komponen fisik, biotik, dan sosial budaya yang mempunyai peranan sangat penting bagi masyarakat sekitar hutan. Fungsi utama hutan pendidikan Gunung Walat adalah sebagai daerah penyimpan air dan pengendali erosi (fungsi lindung). Selain itu HPGW juga mempunyai fungsi sosial ekonomi bagi penduduk sekitar hutan. Sejak tahun 1961 Hutan Gunung Walat ditetapkan sebagai hutan pendidikan yang pengelolaannya oleh pemerintah diserahkan secara langsung kepada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sejak saat itu HPGW ditetapkan sebagai sarana pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) bagi Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1967, IPB mulai melakukan penjajagan kerjasama dengan Pemda Tingkat I Jawa Barat dan Direktorat Jendral Kehutanan untuk memanfaatkan Hutan Gunung Walat sebagai unit pengelolaan. Hasilnya pada tahun 1968 Hutan Gunung Walat mulai dibina dan melalui Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan Provinsi Jawa Barat tertanggal 14 Oktober 1969 No. 704/IV/2/69, dimana Hutan Gunung Walat yang luasnya 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan. Dalam surat keputusan tersebut dinyatakan pula bahwa untuk pengamanannya, dan segala sesuatunya diserahkan kepada IPB. Pada tanggal 8 Juli tahun 2005, Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan No. 188/Menhut-II/2005, tentang penunjukkan dan penetapan kawasan Hutan Produksi Terbatas Kompleks Hutan Pendidikan Gunung Walat seluas 359 Ha. HPGW ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (HDTK) yaitu untuk Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, selama jangka waktu 20 tahun. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor mempunyai hak pengelolaan penuh terhadap kawasan Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat, Sukabumi.
2
2. Perumusan Masalah Sejak ditetapkan sebagai HPGW, kawasan ini belum mempunyai rancangan penatagunaan kawasan secara definitif. Berdasarkan dokumen petapeta yang ada, HPGW belum mempunyai arahan pemanfaatannya menurut fungsi dan kemampuan lahannya. Sebagai langkah awal dari penataan ruang, berdasarkan fakta tersebut penulis berkeinginan untuk meyususun zonasi pemanfaatan ruang HPGW berbasis SIG dengan pendekatan biofisik dan sosial ekonomi. Berdasarkan kondisi biofisik kawasan hutan, zonasi ini menggunakan referensi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, dan SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 serta SK Mentan No. 683/Kpts/Um/8/1981 tentang tata cara penetapan hutan lindung dan
hutan
produksi.
Pendekatan
sosial-ekonomi
dilakukan
dengan
mempertimbangkan kondisi empirik sosial-ekonomi masyarakat di sekitar HPGW. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu teknologi informasi yang mempunyai kemampuan menghimpun, menganalisa dan menyajikan data bereferensi geografis. Dalam kegiatan perencanaan pengelolaan hutan khususnya penataan hutan, SIG dapat digunakan sebagai “alat analitik” yang terkait dengan perencanaan berbasis spasial dan temporal. Dengan SIG penataan hutan dapat dilakukan secara cepat, murah, konsisten, menarik (2D dan 3D) serta teliti. Burrough (1986) mengatakan bahwa SIG dalam beberapa hal dapat dianggap sebagai sistem pengelolan peta. Peta-peta tersebut dapat dianalisis dan dimanipulasi sehingga membentuk peta baru yang disajikan sebagai pertimbangan untuk suatu proses pengambilan keputusan. Penerapan komputer dalam SIG memungkinkan penanganan yang jauh lebih efektif serta memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan secara manual. Sejalan dengan pengembangan teknologi perangkat lunak saat ini perangkat lunak Arc View telah menyediakan Script Avenue yang terintegrasi secara penuh dalam SIG. Dengan script avenue pengguna/analisis dapat secara fleksibel membuat “kostumisasi” program-program aplikasi. Avenue bukanlah suatu modul yang terpisah (apalagi harus dibeli secara terpisah) dari paket standard perangkat lunak SIG ArcView. Jika ArcView telah ter-install, maka di
3
situlah pula Avenue telah terpasang dan siap digunakan untuk mengotomasikan sebagian tugas-tugas SIG atau bahkan untuk membangun aplikasi SIG yang lengkap sekalipun. Oleh karena itu, di dalam urusan SIG-pun sangat diperlukan sense of programming dan seni dari para anggota komunitasnya (walaupun tidak pada semua tingkatan). Dengan perangkat lunak Script Avenue ArcView, penulis mengembangkan SIG HPGW. Data-data spasial dari Hutan Gunung Walat suatu SIG dan data pendukung lainnya dapat dikelola suatu basis data dan digunakan sebagai dasar zonasi pemanfaatan ruang. Dengan demikian data tentang kondisi Gunung Walat dapat dipanggil (retrieval), dianalisis, dan disimpan kembali dengan mudah. Datadata spasial yang ada dapat ditumpangsusunkan atau digabungkan dan dianalisis untuk memberikan suatu informasi baru yang dapat dijadikan sebagai landasan pengambilan keputusan dalam kegiatan Perencanaan pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat. Secara utuh SIG digunakan untuk menyusun zonasi pemanfaatan ruang HPGW secara semi-otomatis. B. Tujuan Tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah Membangun Sistem Zonasi Pemanfaatan Ruang secara semi-otomatis di Hutan Pendidikan Gunung Walat berbasis SIG. Penelitian ini sekaligus mengevaluasi efisiensi relatif penyusunan penataan ruang dibandingkan dengan metode konvensional (manual).
BAB II METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Lokasi penelitian ini dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Fisik Remote Sensing (Lab. RS) dan SIG Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2007. B. Data, Hardware, Software, dan Alat Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang bersifat sekunder mencakup data spasial dalam bentuk vektor (peta) maupun data tabel (atribut). Adapun data spasial yang digunakan adalah Peta Rupa Bumi (RBI) skala 1 : 50.000, Peta Klasifikasi Tanah Hutan Gunung Walat tahun 1981, Peta Areal Kerja Hutan Gunung Walat tahun 1983, dan Peta Tata Batas Hutan Gunung Walat. Sedangkan data atribut yang digunakan adalah data curah hujan. Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat Personal Computer (PC) dengan Processor Intel Pentium Dual Core 1.60 GHz, Ram 512 MB DDR2, dan Harddisk 80 GB. Sedangkan perangkat lunak (software) yang digunakan adalah software ArcView versi 3.2. C. Tahapan-tahapan Penelitian 1. Peubah yang dibutuhkan Data yang digunakan selama pengembangan SIG untuk program Tata Ruang di Hutan Pendidikan Gunung Walat, yaitu : a) Layer Utama 1) Rupa Bumi 2) Jenis Tanah 3) Intensitas Curah Hujan (ICH) b) Layer Tambahan 1) Mata Air 2) Sungai 3) Situ (Goa)
5
4) Areal Kerja dan Vegetasi Hutan Gunung Walat tahun 1983 5) Tutupan Lahan Hutan Gunung Walat Hasil Interpretasi Citra 6) Batas Administratif Hutan Gunung Walat 7) Lokasi Pemukiman 8) Sungai dan Jalan 9) Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar HPGW
6
Gambar 1 Peta Rupa Bumi Hutan Pendidikan Gunung Walat
7
Gambar 2 Peta Jenis Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat
8
Gambar 3 Peta Areal Kerja Hutan Pendidikan Gunung Walat Tahun 1983
9
Gambar 4 Peta Tutupan Lahan Hutan Pendidikan Gunung Walat Hasil Interpretasi Citra
10
Gambar 5 Peta Administrasi Hutan Pendidikan Gunung Walat
11
Mulai
Tidak
Persiapan Penulisan Script Avenue
Pemasukan Data
Kompilasi (Compile Script) Ya
Data Tambahan (Peta Sungai, Peta Mata Air, & Peta Situ)
Data Dasar (Peta Jenis Tanah, Peta Kontur, & Tabel Curah Hujan)
Pengikatan (Embedding) GUI
Data Tambahan Turunan (Peta Sempadan Sungai, Peta Sempadan Mata Air, & Peta Sempadan Situ)
Operasi Spasial
Aplikasi Program Pemanfaatan Ruang
Metode Konvensional Operasi Tabular Atributting & Joint Table
Selesai
Pembuatan GUI (Graphical User Interface)
Peta Zonasi Pemanfaatan Ruang
Peta Fungsi Hutan Hasil Skoring
Operasi Spasial
Otomasi Penyusunan Zonasi
Peta Tataguna Hutan
Gambar 6 Diagram Alir Tahap Penataan Ruang Menggunakan Metode Overlay Konvensional dan Metode Semi-Otomatis
12
2. Penataan Hutan dengan Metode Overlay Konvensional Langkah-langkah yang dibutuhkan dalam penataan Hutan Gunung Walat secara manual adalah sebagai berikut : a) Menampilkan dan Mengolah Theme yang Terpilih 1) Menampilkan theme yang terpilih (i)
Aktifkan software Arcview versi 3.2
(ii) Pada tampilan dari Arcview, setelah membuka View klik menu yang dilanjutkan dengan memilh “file” pilih “extension” (3D Analyst, Spatial Analyst, dan Xtools) (iii) Mengklik menu “ file” dan “add theme”. (iv) Kemudian mengklik tema yang akan ditampilkan. Misalkan tema “jenis tanah”. (v) Melakukan edit legenda dengan cara klik ganda tema jenis tanah atau dengan memilih “Theme” pilih “edit legend” lalu muncul legend editor. (vi) Pilih legend type “unique value” dan pilih “values field”-nya dengan “tanah” lalu pilih untuk color schemesnya. (vii) Langkah selanjutnya klik Apply, kemudian tutup legend editor. (viii) Lakukan langkah-langkah tersebut di atas pada theme yang lain yang ingin ditampilkan. File
extension
Add Theme
-
3D Analyst Spatial Analyst Xtools
Jenis_tanah.shp
Gambar 7 Langkah-langkah Menampilkan Tema (Theme) 2) Mengolah theme yang terpilih (i) Kelas Lereng •
Untuk membuat kelas lereng dibutuhkan data kontur dari peta rupa bumi. Cara untuk menampilkan data kontur tersebut ada pada butir a di atas.
•
Selanjutnya data/layer kontur yang akan diolah menjadi layer kelas lereng terlebih dahulu dilakukan proses Create TIN, derive slope,dan klasifikasi
13
•
Untuk melakukan proses pengkelasan lereng dilakukan analisis tabular dan ekspresi logis yaitu query dan calculate
•
Pengkelasan lereng disesuaikan dengan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 Surface
Create TIN from Features
Reclassify
Derrive Slope
Analysis
Gambar 8 Langkah-langkah Membuat Kelas Lereng (ii) Kelas Tanah Setelah jenis tanah di tampilkan dalam bentuk layer jenis tanah dilakukan proses pengkelasan berdasarkan kepekaannya yang diatur dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 (iii) Kelas Intensitas Curah Hujan Proses untuk kelas intensitas curah hujan sama halnya pada proses kelas tanah dimana pengkelasannya diatur dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 Beberapa data proses dan data turunan yang akan diterapkan untuk Penataan Hutan menggunakan perangkat lunak aplikasi SIG ArcView dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Data Proses dan Data Turunan untuk Penataan Hutan Data Peubah
Proses
Data Turunan
14
Data Dasar : Peta Tanah Tabel Intensitas Curah Hujan Harian (ICHH) Peta Kontur
klasifkasi
Peta Kelas Tanah (KT)
interpolasi
Peta ICHH
Create TIN, derive slope,dan klasifikasi
Peta kelas Lereng (KL)
Peta sungai
buffer
Peta sempadan sungai
Peta situ
buffer
Peta sempadan situ
Peta Jalan
buffer
Peta sempadan jalan
Data Tambahan: Peta tutupan lahan
b) Manipulasi Data Penatagunaan
hutan
dengan
bantuan
SIG,
agar
dapat
diproses
menggunakan komputer dimana terlebih dahulu dibuat pangkalan data (basis data) unsur-unsur dalam skoring yaitu kelerengan lapangan, jenis tanah dan intensitas curah hujan. Pelaksanaan skoring mengacu pada Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tanggal 24 November 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, dengan kriteria sebagai berikut : 1) Kelas Lereng Kelas Lereng diperoleh dari peta rupa bumi (RBI) dijital skala 1 : 50.000. Kelas-kelas
slope
dibuat
sesuai
SK
Menteri
Pertanian
No.
837/Kpts/Um/11/1980 tanggal 24 November 1980 sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi Kelerengan Lapangan Kelas Lereng (%) (CKL) 1 0-8 2 8-15 3 15-25 4 25-40 5 > 40 ) * CKL x Bobot (20) 2) Jenis Tanah
Keterangan Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam
Skor*) 20 40 60 80 100
15
Peta kelas kepekaan tanah yang diturunkan dari peta jenis tanah dijital yang mempunyai tingkat kedalaman setara dengan peta skala 1 : 250.000. Peta kelas tanah ini dikelompokkan berdasarkan tingkat kepekaannya sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi Jenis Tanah Kelas Jenis Tanah (CJT) Aluvial, Tanah Glei, Planosol, 1 Hidromorf Kelabu, Laterit Air Tanah 2 Latosol Tanah Hutan Coklat, Non Calcis 3 Coklat, Mediteran Andosol, Laterits, Grumosol, Podsol, 4 Podsolik 5 Regosol, Litosol, Organosol, Renzina ) * CJT x Bobot (15)
Keterangan Tidak Peka Agak Peka Kurang Peka
Skor*) 15 30 45 60
Peka Sangat Peka
75
3) Intensitas Curah Hujan Data curah hujan harian diperoleh dari stasiun klimatologi yang terdekat dengan lokasi hutan yaitu stasiun pengukuran di kecamatan Cibadak. Intensitas curah hujan harian adalah jumlah curah hujan dalam mm (milimeter) setahun dibagi dengan rata-rata jumlah hari hujan setahun. Intensitas Curah Hujan Harian diklasifikasikan ke dalam 5 kelas, sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Klasifikasi Intensitas Curah Hujan Harian (ICHH) Intensitas Curah Hujan Kelas Keterangan Harian (mm/thn) (CCH) 1 > 13,6 Sangat Rendah 2 13,6 – 20,7 Rendah 3 20,7 – 27,7 Sedang 4 27,7 – 34,8 Tinggi 5 > 34,8 Sangat Tinggi ) * CCH x Bobot (10)
c) Analisis Data
Skor*) 10 20 30 40 50
16
Setelah semua data dimasukkan dan dalam bentuk data digital, selanjutnya dengan perangkat lunak aplikasi SIG ArcView dilakukan : 1) Operasi spasial “Identity” yaitu dengan meng-overlay-kan secara bertahap semua data dasar turunan sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Kemudian hasil overlay tersebut di-overlay-kan kembali dengan data tambahan (Tabel 1) sehingga menghasilkan peta tataguna hutan . Tahapan-tahapan dalam melakukan analisis overlay sebagai berikut : (i) Aktifkan theme yang akan ditumpangtindihkan (overlay) (ii) Klik menu “Xtools” pilih “Identity”, muncul “Identity! Select Input Theme” (iii) Pilih theme yang akan di identity (input), misalkan “kelas lereng. shp.” klik OK (iv) Kemudian pilih field yang akan di identity lalu klik OK (v) Perintah selanjutnya pilih overlay theme-nya dengan theme yang akan di tumpangtindihkan. Misalkan “kelas tanah. shp”, klik OK (vi) Kemudian pilih field yang akan di identity lalu klik OK 2) Operasi Spasial “Buffering” dimana untuk data/layer sungai, mata air, dan situ dilakukan proses buffer. Buffer adalah suatu wilayah (zone) dari suatu jarak tertentu di sekitar tentitas fisik seperti titik, garis dan polygon. Langkahlangkah untuk membuat buffer adalah : (i)
Aktifkan theme yang akan dibuat buffer.
(ii) Selanjutnya klik file pilih extention lalu aktifkan geoprocessing dengan cara memberi checklist pada bagian kiri. (iii) Klik “Theme” lalu pilih create buffer lalu akan muncul tampilan pilih the feature of a theme misalkan “Peta_Sungai. shp”. (iv) Dilanjutkan dengan klik next dan distance unit area meter lalu klik next kemudian finish. (v) Untuk “distance unit area meter” pada data/layer sungai, mata air, dan situ
berbeda
dimana
diatur
dalam SK
Menteri
Pertanian
No.
837/Kpts/Um/11/1980 Buffer 3) Analisis Pembobotan (Skoring) yaitu bobot yang akan diberikan untuk kelas lereng, kelas tanah, dan kelas intensitas curah hujan. Bobot yang diberikan
17
untuk ketiga kelas tersebut sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang kriteria Tata Cara Penetapan Hutan Lindung yakni 20, 15, dan 10. Nilai skor adalah Penjumlahan nilai dari ketiga faktor (kelerengan lapangan, jenis tanah, dan itensitas hujan) dari wilayah yang bersangkutan. Adapun penentuan Nilai Skornya yaitu berdasarkan rumus berikut : NS = SCKL + SCJT + SCCH Keterangan : NS = Nilai Skor = Skor Kelerengan Lapangan SCKL SCJT = Skor Jenis Tanah SCCH = Skor Intensitas Curah Hujan Skor yang sudah terbentuk dari operasi kalkulasi dievaluasi sesuai dengan ketentuan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980. Untuk nilai skor dan penetapan fungsi hutan dari hasil overlay seperti ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Field dari Tabel Atribut Data Atribut Hasil Overlay unit
area
kls_lereng
kls_tanah
kls_ch
tot_skor
fungsi_hutan
A1 A2 A3
X1 X2 X3
1 2 4
3 4 5
2 3 3
85 130 185
HP HPT HL
Keterangan : Nilai Skor Tot_skor 130 A X HP HL HPT
= (20 x Kelas Lereng) + (15 x Kelas Jenis Tanah) + (10 x Kelas ICHH) = Nilai Skor = (20 x 2) + (15 x 4) + (10 x 3) = Kode Unit Poligon Tertentu = Luas Suatu Poligon = Hutan Produksi = Hutan Lindung = Hutan Produksi Terbatas
d) Pemodelan Spasial
18
Penentuan fungsi hutan mengacu kepada SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tanggal 24 November 1980, yaitu : •
Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor ≤ 124 termasuk dalam kriteria hutan produksi tetap.
•
Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor 125 ≤ Nilai Skor < 175 termasuk dalam kriteria hutan produksi terbatas.
•
Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor ≥ 175 termasuk Hutan Lindung Selain kriteria di atas, dalam kegiatan penataan hutan diperlukan
pertimbangan-pertimbangan berdasarkan 3 kriteria fungsi hutan, yaitu : 1) Kawasan Lindung Suatu areal perlu ditetapkan menjadi kawasan lindung jika memenuhi salah satu atau beberapa syarat (pertimbangan non-matematis) berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan
kawasan
lindung
dan
SK
Menteri
Pertanian
No.
837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung sebagai berikut: (i) Hutan Lindung Menurut SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, bahwa hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat–sifat fisik wilayahnya, perlu dibina dan dipertahankan sebagai kawasan hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap guna kepentingan hidro-orologi, yaitu mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi, serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah, baik di dalam kawasan hutan yang dipengaruhinya. Dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Berikut kriteria dalam penetapan hutan lindung : •
Skoring faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, dan curah hujan lebih dari sama dengan 175
19
•
Mempunyai lereng lapangan lebih dari 40%.
•
Tanah sangat peka terhadap erosi (kelas 5) dengan lereng lapangan lebih dari 15%.
•
Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air tersebut.
•
Mempunyai ketinggian di atas 2000 meter di atas permukaan laut
(ii) Kawasan Resapan Air (iii) Sempadan Pantai (100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat) (iv) Sempadan Sungai, yaitu memiliki ukuran minimal 100 meter di kanan-kiri sungai besar, minimal 50 meter kanan-kiri sungai kecil (v) Kawasan Sekitar Danau/Waduk (lebar sempadan 100 m) (vi) Kawasan Bergambut (vii) Kawasan Rawan Bencana Alam (viii) Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya 2) Hutan Produksi Menurut SK Menteri Pertanian No. 683/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi, hutan produksi adalah areal hutan yang
dipertahankan
sebagai
kawasan
hutan
yang
berfungsi
untuk
menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan konsumsi masyarakat, industri dan ekspor. Karena keadaan fisik lahannya, hutan produksi dapat dibagi menjadi hutan produksi dengan penebangan terbatas dan hutan produksi tetap. Maksud dari hutan produksi dengan penebangan terbatas ialah hutan produksi yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih. Sedangkan hutan produksi tetap ialah hutan yang dapat dieksploitasi dengan tebang pilih maupun tebang habis. Berdasarkan perhitungan matematis (skoring) yang mengacu pada SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980, menyatakan bahwa hutan produksi tetap adalah areal yang memiliki nilai skor kurang dari 125. Untuk hutan produksi terbatas, adalah areal yang memiliki nilai skor lebih dari sama dengan 125 tetapi kurang dari 175. Pertimbangan non-matematis dalam penetapan hutan produksi berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 683/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi adalah :
20
(i)
Keadaan fisik areal hutan memungkinkan untuk dilakukan eksploitasi secara ekonomis.
(ii) Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai hutan poduksi. (iii) Hutan produksi dapat berupa areal kosong atau tidak bertegakan hutan, namun dapat dikembangkan sebagai hutan poduksi. (iv) Penetapan sebagai hutan produksi tidak merugikan dari segi ekologi atau lingkungan hidup. e) Zonasi Zonasi adalah pengelompokan secara spasial berdasarkan kriteria tertentu. Biasanya zonasi dilakukan berdasarkan tingkat homogenitas suatu daerah. Zonasi dilakukan setelah kegiatan penentuan fungsi hutan dengan tujuan untuk melakukan kegiatan penataan ruang. Berikut contoh matrix zonasi yang akan dilakukan dalam kegiatan penataan ruang sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Contoh Matrix Zonasi dalam Penataan Ruang Fungsi Hutan
HL
HP
HPT
Buffer Jalan dan Sungai Kampung (m) (Km) < 50 < 0,5 > 50 < 50 > 0,5 > 50 < 50 < 0,5 > 50 < 50 > 0,5 > 50 < 50 < 0,5 > 50 < 50 > 0,5 > 50
Jenis Vegetasi
Tutupan Lahan
Arahan Penggunaan
21
3. Penataan Hutan dengan Metode Semi-Otomasi Aplikasi-aplikasi SIG yang dikembangkan dengan menggunakan ArcView, ESRI Inc. mengintegrasikan Avenue yang sangat mudah untuk digunakan di dalamnya. Avenue merupakan bahasa pemrograman yang hadir bersama dengan (terintegrasi dengan paket standard) ArcView. Bahasa pemprograman script ini merupakan sarana atau tool yang efektif dan efisien yang dapat digunakan untuk meng-customize dan mengembangkan aplikasi-aplikasi yang dibuat dengan perangkat lunak SIG ArcView. Dengan avenue secara umum, para pengguna dapat melakukan aktivitas-aktivitas sebagai berikut : a) Meng-customize
tampilan
ArcView
(menyembunyikan
dan
atau
memunculkan control dari para penggunanya). b) Memodifikasi menu dan tools standar ArcView. c) Membuat menu dan tools baru (untuk memenuhi kebutuhan pengguna). d) Mengotomasikan proses integrasi aplikasi-aplikasi ArcView dengan aplikasi-aplikasi yang lain. e) Mengembangkan “fungsi” dan “prosedur” (baris-baris kode yang membentuk suatu proses yang lebih besar) yang diperlukan di dalam aplikasi. f) Mengembangkan dan mendistribusikan keseluruhan aplikasi-aplikasi (custom) pengguna (Prahasta, 2003). Secara keseluruhan pengembangan sistem informasi pada penelitian ini menggunakan tahap pengembangan berorientasi objek. Berbeda pada ArcView (penataan hutan dengan metode manual), pada penelitian ini digunakan notasi UML (Unified Modeling Language) yaitu script. Pada penataan hutan secara semi-otomasi yang dinamakan Program Pemanfaatan Ruang ini melakukan pengintegrasian beberapa proses penetapan fungsi hutan secara manual dalam satu menu dengan menggunakan script. Secara sederhana Program Pemanfaatan Ruang (use case) menggambarkan proses-proses dan berguna sebagai langkah awal untuk mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan sistem ini.
22
1) Melakukan Persiapan
2) Evaluator
Memasukkan data dan Membuat Peta Fungsi Hutan
3) Melaporkan data
Gambar 9 Use Case Diagram untuk Penataan Ruang 1) Melakukan Persiapan Proses ini dimulai ketika user ingin memulai proses pembuatan peta fungsi hutan dengan membuat project tata ruang, lalu sistem mengaktifkan extensions yang diperlukan dan menampilkan project tersebut. 2) Memasukkan Data dan Membuat Peta Fungsi Hutan Proses ini dimulai ketika user ingin memproses theme menjadi peta fungsi hutan dengan menampilkan view terlebih dahulu. User mengkonfirmasikan pembuatan fungsi hutan, lalu sistem melibatkan theme dalam kelompok data dan tabel-tabel aturan klasifikasi. Sistem selesai membuat theme (peta fungsi hutan) dari themes dan tabel-tabel tadi, lalu merekamnya dalam memori, kemudian menampilkannya kedalam view tadi.: 3) Pelaporan Data Proses ini dimulai ketika user ingin melakukan visualisasi data dengan menampilkan
project
terlebih
dahulu.
Sistem
membuat
view,
lalu
menampilkan tabel berupa data atribut dari theme tersebut. User menampilkan tabel.
23
4. Rumus Mencari Efesiensi Relatif dan Menghitung Jumlah Interaksi a) Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai efisiensi jumlah interaksi langsung user terhadap Program Pemanfaatan Ruang dibandingkan terhadap ArcView, yaitu: Efisiensi jumlah interaksi
=
b-a X 100% b
Keterangan : a = jumlah interaksi terhadap Program Pemanfaatan Ruang (semi-otomatis) b = jumlah interaksi terhadap ArcView (metode konvensional) b) Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai efisiensi relatif terhadap Program Tata Ruang dibandingkan terhadap ArcView, yaitu: Efisiensi relatif
=
f X 100% e
Keterangan : e = waktu proses total menggunakan Program Pemanfaatan Ruang (detik) (semi-otomatis) f = waktu proses total menggunakan ArcView (detik) (metode konvensional)
24
BAB III KONDISI UMUM LOKASI A. Letak dan Luas
Hutan Pendidikan Gunung Walat terletak pada 6°53’35’’ – 6°55’10’’ LS dan 106°47’50’’ – 106°51’30’’ BT. Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat secara keseluruhan yaitu sebesar + 359 ha. B. Administrasi
Secara Administrasi Hutan Pendidikan Gunung Walat terletak dalam wilayah Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Cicantayan Kabupaten Sukabumi, sedangkan secara Administrasi Kehutanan termasuk dalam wilayah BKPH Gede Barat, KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi-Bogor (Desa Segog). Sebelah Utara
: Desa Hegarmanah dan Desa Cicantayan
Sebelah Timur
: Desa Cicantayan, dan Desa Bojong
Sebelah Selatan
: Desa Bojong Kembang dan Desa Cikembar
Sebelah Barat
: Desa Hegarmanah dan Desa Sukamulya
C. Topografi
Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan bagian dari pegunungan yang berderet dari arah Timur sampai Barat. Bagian Selatan merupakan daerah yang bergelombang mengikuti punggung-punggung bukit yang mamanjang dari Utara ke Selatan. Bagian tengah memiliki puncak dengan ketinggian 676 mdpl, bagian Timur ketinggian puncaknya 676 mdpl, dan bagian Barat memiliki ketinggian puncak 712,5 mdpl. Sebagian besar kawasan berada pada ketinggian 500 mdpl. D. Iklim
Klasifikasi iklim Hutan Gunung Walat menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe hujan A dengan suhu udara maksimum 29°C dan minimum 19°C. Besarnya curah hujan adalah 827,7 mm dengan hari hujan rata-rata 13 hari per tahun. Hujan terbesar terjadi pada bulan Oktober sampai dengan April.
25
E. Tanah
Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah kompleks dari Podsolik, Latosol dan Litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian Barat Daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). F. Air
Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian Selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun. G. Vegetasi
Vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat sebagian besar hutan tanaman yang ditanam sejak tahun 1958 dengan luas sekitar 100 ha. Jenis tanamannya antara lain : Agathis (A. loranthifolia), Pinus (P. merkusii), Puspa (Schima walichii), Akasia (A. auriculiformis), Mahoni (S. macrophylla) dan sisanya tanah
kosong yang tertutup tumbuhan bawah, semak, dan alang-alang. H. Kondisi Hutan Gunung Walat
1. Sejarah Pada tahun 1961 dilakukan penjajagan ke Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk dapat mengelola hutan di Komplek Hutan Gunung Walat. Pada tahun 1963 berdiri Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, setelah Universitas Indonesia dipecah menjadi Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Hasanudin (Fakultas Ekonomi). Pada tahun 1967 dilakukan kembali penjajagan kerjasama oleh IPB terhadap Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian untuk mengusahakan Hutan Pendidikan Gunung Walat untuk menjadi Hutan Pendidikan. Sebagai hasil dari usaha tersebut pada tahun 1968 Hutan Pendidikan Gunung Walat mulai dibina dan oleh Fakultas Kehutanan IPB. Pada tahun 1969 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan Provinsi Jabar pada tanggal 14 Oktober 1969 No. 7041/IV/69 bahwa
26
Hutan Gunung Walat seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan yang pengelolaannya diserahkan kepada IPB. Pada tahun 1973 diterbitkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan tanggal 24 Januari 1973 No. 291/DS/73 tentang Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat. Kemudian, pada tanggal 9 Februari dilakukan penandatanganan Surat Perjanjian Pinjam Pakai Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat oleh Kepala Dinas Kehutanan Jawa Barat dengan Rektor IPB. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 008/Kpts/DII/73 maka kemudian IPB mendapat IPB mendapat hak pakai atas Hutan Pendidikan Gunung Walat. Tahun 1992 Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan No. 687/kpts-II/92 tentang penunjukan komplek Hutan Pendidikan Gunung Walat di Daerah Tingkat II Sukabumi Provinsi Jawa Barat seluas 359 Ha menjadi Hutan Pendidikan. Pada Tahun 2005, Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan No. 188/Menhut-II/2005, tanggal 8 Juli 2005, tentang penunjukkan dan penetapan kawasan Hutan Produksi Terbatas Kompleks Hutan Pendidikan Gunung Walat seluas 359 Ha sebagai kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, untuk jangka waktu 20 tahun. Dengan demikian maka Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor mempunyai hak pengelolaan penuh terhadap kawasan Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat, Sukabumi. Kawasan Gunung Walat mulai ditanami pada tahun 1951/52 dengan jenis Damar (A. loranthifolia) dan tahun-tahun selanjutnya ditanami dengan jenis-
jenis lain seperti Pinus (P. merkusii), Puspa (Schima sp.) dan Mahoni (Swietenia sp.). Sampai sekarang hampir seluruh areal Hutan Pendidikan Gunung Walat telah ditanami disamping masih banyaknya tumbuhan asli setempat. 2. Fasilitas Fasilitas dan kapasitas untuk pendidikan dan latihan yang telah dibangun adalah Gedung serbaguna/Aula (280-300 orang), Asrama (190-220 orang), Ruang kuliah (120-160 orang), Wisma tamu (40 orang), Mushola (250 orang), Ruang Kerja, Kantor, Ruang Informasi, Tempat Parkir, Ruang Makan dan MCK, sedangkan fasilitas rekreasi yang telah ada adalah jalan setapak, gardu pandang, gardu istirahat, areal perkemahan dan papan-papan petunjuk.
27
I. Kondisi Sosial Ekonomi Mayarakat Desa Sekitar HPGW
Tabel 7 Luas wilayah Desa Sekitar HPGW yang termasuk dalam Batas HPGW No.
Desa
Luas (Ha)
1
Bojong
19,236
2
Bojongkembang
63,040
3
Cikembar
17,254
4
Sukamulya
5,300
5
Hegarmanah
112,786
6
Cicantayan
143,778
Sumber : Bakosurtanal, 2003
Desa Cicantayan memiliki luas keseluruhan sekitar 1.277,881 Ha. Berdasarkan fungsi penggunaan lahan, Desa Cicantayan dibagi ke dalam 4 bagian yaitu :1) Kebun/perkebunan dengan luas 233,536 Ha, 2) Sawah Irigasi dengan luas 598,800 Ha, 3) Ladang dengan luas 69,170 Ha. Desa Bojong Kembang memiliki luas keseluruhan sekitar 999,191 Ha. Berdasarkan fungsi penggunaan lahan, Desa Cicantayan dibagi ke dalam 4 bagian yaitu :1) Kebun/perkebunan dengan luas 408,247 Ha, 2) Lahan untuk sawah dengan luas 81,346 Ha ; terdiri sawah irigasi 64,727 Ha dan sawah tadah hujan dengan luas 16,619 Ha, 3) Ladang dengan luas 80,619 Ha. Desa Hegarmanah memiliki luas keseluruhan sekitar 1.480,378 Ha yang terdiri atas tanah seluas 300 ha dan tanah perbukitan atau pegunungan sekitar 1.140,378 Ha dengan ketinggian rata-rata 6020 mdpl. Berdasarkan fungsi penggunaan lahan, Desa Hegarmanah dibagi ke dalam tiga bagian yaitu :1) Lahan untuk pertanian sawah dengan luas 86, 631 Ha, 2) Lahan untuk perkebunan sawah dengan luas 954,980 Ha ; terdiri perkebunan rakyat 824,980 Ha dan perkebunan swasta 130 Ha, dan 3) Lahan yang ditetapkan sebagai Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) seluas 112,786 Ha. Jumlah penduduk desa Hegarmanah sampai akhir tahun 2003 yaitu 8.847 jiwa dengan perincian jumlah laki-laki 4.807 jiwa dan 4.040 jiwa dengan jumlah 2.281 kepala keluarga. Berdasarkan tingkat pendidikannya, penduduk desa Hegarmanah pada umumnya hanya mengenyam pendidikan SD atau sederajat (Trison, 2005).
28
Tabel 8 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Hegarmanah (2003) No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Pendidikan Belum Sekolah Usia 7-45 Tahun Tidak Pernah Sekolah SD Tidak Tamat Tamat SD/ Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat D2 S1 Jumlah
Jumlah (orang) 120 650 312 1700 510 217 12 7 3528
Persentase (%) 3,40 18,42 8,84 48,18 14,45 6,15 0,34 0,2 100
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Hegarmanah (2003)
Tabel 9 Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Hegarmanah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Mata Pencaharian Petani Buruh Tani Buruh Swasta Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Peternak Nelayan Montir Supir Tukang Batu Tukang Kayu Guru Swasta Veteran Jumlah
Jumlah (orang) 1906 1506 319 20 37 112 5 1 10 10 50 25 20 10 4031
Persentase (%) 47,28 37,36 7,91 0,49 0,91 2,77 0,12 0,02 0,24 0,24 1,24 0,62 0,49 0,24 100
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Hegarmanah (2003)
Sebagian besar penduduk Desa Hegarmanah bermata pencaharian sebagai petani, baik petani kebun, sawah maupun buruh tani. Selain petani ada juga yang menjadi buruh swasta, pegawai negeri, pengrajin, pedagang, peternak, montir, supir, tukang kayu, tukang batu, guru, dan veteran. Walaupun sebagian besar penduduknya merupakan petani, namun kepemilikan lahannya relatif kecil, ratarata kepemilikan kurang dari 0,5 Ha (71, 30%).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Program Pemanfaatan Ruang
Pada penataan hutan secara semi-otomatis yang dinamakan Program Pemanfaatan Ruang ini melakukan pengintegrasian beberapa proses penetapan fungsi hutan secara manual dalam beberapa menu dengan menggunakan script avenue (bahasa pemrograman pada Arc View). Struktur menu-menu yang
dihasilkan dari pengembangan sistem zonasi pemanfaatan ruang ini disajikan pada Tabel 10 Tabel 10. Perbandingan Menu yang diakses terhadap Program Pemanfaatan Ruang dan ArcView No.
Menggunakan Teknik Konvensional
Menu yang diakses 1. Persiapan 1.1 Set Extensions 1.2 Set WorkDir dan View Properties Masukkan Data 2. 2.1 AddTheme Kontur 2.2 AddTheme Jenis Tanah 2.3 AddTheme Curah Hujan Membuat Fungsi Hutan 3. 3.1 CreateTIN 3.2 Derive Slope 3.3 Reclassify Slope 3.4 Convert Grid to Shape 3.5 AddField Kelas Lereng 3.6 Reclassify Jenis Tanah 3.7 Reclassify Curah Hujan 3.8 Identity I 3.9 Identity II 3.10 Skoring 3.11 Labeling/Attributing 4. Melaporkan Data 4.1 Layout
Dengan Kostumisasi Arc View Menu yang diakses Persiapan Mulai Tata Ruang Masukkan Data Input Data Fungsi Hutan (Kontur, Jenis Tanah, ICHT) Membuat Fungsi Hutan Membuat Slope Membuat Kelas Convert Grid to Shape Membuat Lereng Input Data Fungsi Hutan Identity I Identity II Membuat FH
Melaporkan Data Lihat Hasil
30
1 Melakukan Persiapan Sistem dirancang agar user bisa secara otomatis terhubung dengan menu Program Pemanfaatan Ruang dan langsung mengaktifkan beberapa extension yang diperlukan (3D Analyst, Spatial Analyst, dan Xtools), mengatur properties, view, dan project.
Gambar 10 Tampilan Menu Untuk Melakukan Persiapan 2 Memasukkan Data dan Membuat Peta Fungsi Hutan Sistem dirancang untuk membolehkan pengguna (user) membuat peta Fungsi Hutan hanya jika user telah lengkap memasukkan data. Dengan maksud memperbaiki kemudahan dari sisi user, maka pada SIG Tata Ruang ini seluruh langkah minimal tersebut diintegrasikan dalam satu menu yaitu “Program Pemanfaatan Ruang” dimana user hanya diminta konfirmasi data mana saja yang mengindikasikan informasi tertentu yang standarnya tidak sama dengan SIG ini. Proses-proses yang diintegrasikan tersebut yaitu :
31
a) •
Menampilkan dan Mengolah Theme yang Terpilih Pada program Pemanfaatan Ruang ini theme/ layer-layer yang dibutuhkan dalam kegiatan penetapan fungsi hutan yaitu layer kelas lereng, kelas tanah, dan kelas intensitas curah hujan sudah teintegrasi dalam satu menu “Input Data FH”
•
Untuk membuat kelas lereng, user hanya perlu melakukan proses klasifikasi dimana proses Create TIN, derive slope sudah terangkai pada menu “Membuat Slope”
•
Dalam melakukan pengkelasan lereng tidak perlu melakukan “query” dan “calculate” dimana proses tersebut sudah terintegrasi pada menu “Membuat Lereng”
Gambar 11 Tampilan Menu untuk Menampilkan dan Mengolah Theme
32
b) Analisis Data •
Untuk analisis overlay proses–prosesnya masih mengikuti proses standar ArcView
•
Pada program Pemanfaatan Ruang proses pembobotan diintegrasikan pada menu “Membuat FH” sehingga user tidak perlu melakukan pemberian bobot untuk kelas lereng, kelas tanah, dan kelas intensitas hujan serta melakukan analisis tabular dan ekspresi logis yaitu “query” dan “calculate
Gambar 12 Tampilan Menu Untuk Melakukan Analisis Data 3 Pelaporan data Sistem dirancang untuk membolehkan user melihat visualisasi peta-peta hasil olahan SIG Program Pemanfaatan Ruang yang terlebih dahulu ditumpangtindihkan dengan peta wilayah yang dimiliki user dan melihat hasilnya dalam bentuk layout standar SIG Program Tata Ruang.
33
Gambar 13 Tampilan Menu Untuk Melaporkan Data
B. Penatagunaan Hutan Pendidikan Gunung Walat
Kegiatan penatagunaan kawasan hutan merupakan bagian integral dari kegiatan perencanaan hutan, dimaksudkan untuk menentukan fungsi kawasan hutan
dengan
pendekatan
kondisi
biofisik
kawasan,
yaitu
dengan
mempertimbangkan kondisi topografi, jenis tanah, dan intensitas hujan per hari hujan. Penentuan zona fungsi hutan pada Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) didasarkan pada hasil skoring dengan kriteria fungsi hutan sebagaimana SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980. Dengan perangkat lunak ini, rincian luas hasil skoring wilayah HPGW disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 14.
34
Tabel 11 Penetapan Fungsi Hutan pada HPGW berdasarkan Nilai Skor Nilai Skor < 125 125 ≤ NS ≥ 174 > 174
Fungsi Hutan Hutan Produksi Bebas Hutan Produksi Terbatas Hutan Lindung
Luas (Ha) 109,698 207,824 43,872
Persentase (%) 30,35 57,51 12,14
Nilai Skor untuk menetapkan Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Produksi Bebas (HPB) didapat dari penjumlahan setiap faktor setelah masing-masing dikalikan dengan nilai timbangan (bobot) sesuai dengan besarnya pengaruh relatif terhadap kepekaan wilayah yang bersangkutan terhadap erosi. Nilai bobot dan nilai skor untuk kriteria penetapan fungsi hutan berdasarkan SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980. Dalam penataan ruang kawasan hutan keberadaan fungsi lindung harus mendapatkan perhatian serius sehingga perlu kawasan lindung. Jadi dari penetapan fungsi hutan hasil skoring harus disesuaikan dengan pertimbangan syarat kawasan perlindungan yaitu mempunyai lereng lapang lebih dari 40%, pelindung (sempadan) mata air, sempadan sungai, dan sempadan situ (Keppres RI No. 32 tahun 1990), serta kawasan / areal dengan sifat tanah yang sangat sensitif terhadap erosi.
35
Gambar 14 Peta Fungsi Hutan Pendidikan Gunung Walat Berdasarkan Hasil Skoring
36
Perbandingan luas klasifikasi fungsi hutan HPGW dengan pertimbangan skoring dan kawasan perlindungan (berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan Keppres RI No. 32 tahun 1990, buffer sungai dan buffer situ serta slope lebih dari 40%) disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 15. Tabel 12 Penetapan Fungsi Hutan pada HPGW dengan 3 Kriteria Fungsi Hutan Fungsi Hutan Luas (Ha) Persentase (%) Hutan Produksi Bebas (HPB)
105,570
29,22
Hutan Produksi Terbatas (HPT)
132,600
36,70
Kawasan Lindung
123,155
34,08
Perbandingan luas fungsi hutan menunjukkan bahwa HPGW di dominasi oleh hutan untuk produksi yaitu seluas 238,170 Ha. Dari segi posisi spasialnya, peta fungsi hutan tampak bahwa areal HPB dan HPT terletak menyebar khususnya HPB tersebar dengan ukuran area (poligon) yang relatif kecil dengan rata-rata luasan sekitar 0.33 Ha sebagaimana disajikan pada Gambar 15.
37
Gambar 15 Peta Fungsi Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan Pertimbangan 3 Kriteria Fungsi Hutan
38 Dalam
menentukan
zona-zona
pemanfaatan,
diperlukan
adanya
proses
generalisasi dengan menetapkan luasan minimum dari suatu areal (poligon) yang tetap dipertahankan sebagai satuan terkecil area. Untuk memudahkan suatu pengelolaan hutan dan mencapai kelestarian hutan disyaratkan adanya kekompakan areal (Sonatha, 2005). Sebagai ilustrasi, dalam pemisahan petak ke dalam anak petak di Perhutani, syarat minimal suatu anak petak adalah 4 Ha. Pada kajian ini, untuk itu poligon atau areal yang memiliki luasan kurang dari 4 Ha digabungkan (dissolve) atau di-eliminate dengan areal di dekatnya. Setelah proses generalisasi ini, perbandingan luas fungsi hutan produksi bebas, hutan produksi terbatas, dan kawasan lindung di kawasan HPGW dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Luas Hasil Penatagunaan Hutan di HPGW Fungsi Hutan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi Bebas (HPB) Kawasan Lindung Jumlah
Setelah Proses Generalisasi Persentase Luas (Ha) (%) 184,141 50,95 44,430 12,29 132,824 36,75 361,395
Sebelum Proses Generalisasi Persentase Luas (Ha) (%) 132,600 36,70 105,570 29,22 123,155 34,08 361,325
Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bahwa luasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Kawasan Lindung bertambah, yaitu untuk HPT sebesar 28% dari luasannya 132,600 Ha menjadi 184,141 Ha setelah proses generalisasi dan Kawasan Lindung sebesar 7,28% dari luasannya 123,155 Ha menjadi 132,824 Ha setelah proses generalisasi. Sedangkan untuk Hutan Produksi Bebas luasannya berkurang sebesar 57,91% dari luasannya 105,570 Ha menjadi 44,430 Ha setelah proses generalisasi. Luas Fungsi Hutan Setelah Proses Generalisasi
132,824 Ha 36,75%
Luas Fungsi Hutan Sebelum Generalisasi
123,155 Ha 34,08%
132,600 Ha 36,70%
184,141 Ha 50,95% 44,430 Ha 12,29% Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kawasan Lindung
105,570 Ha 29,22%
Hutan Produksi Bebas (HPB)
Hutan Produksi Terbatas (HPT)
Hutan Produksi Bebas (HPB)
Kawasan Lindung
Gambar 16 Diagram Perbandingan Luas Fungsi Hutan Setelah dan Sebelum Proses Generalisasi
39
Gambar 17 Peta Tataguna Hutan Pendidikan Gunung Walat
40
C. Pemanfaatan Ruang Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Penataan ruang selalu terkait dengan penatagunaan kawasan hutan. Candra (2002) menyatakan bahwa penataaan hutan adalah kegiatan perencanaan tata guna hutan, pemanfaatan hutan untuk mewujudkan tertib pemanfaatan hutan dalam rangka penataan ruang. Tata ruang HPGW diartikan sebagai pembagian kawasan hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi, dan rencana pemanfaatan hutan. Dalam setiap fungsi hutan yang ditetapkan perlu dilakukan penataan hutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan rancang bangun kesatuan pengelolaan hutan yang mencakup pengelompokkan sumberdaya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. Tata hutan, pemanfaatan hutan, dan penggunaan kawasan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan. Sampai saat ini penataan hutan (ruang) pada HPGW belum terbangun sesuai dengan fungsi dan kemampuan lahannya. Oleh karena itu, penataan ruang perlu dilakukan dengan pertimbangan kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sekitar HPGW. Penataan ruang di HPGW dilakukan menggunakan matriks zonasi dengan elemen-elemen dasar kondisi biofisik dan sosial masyarakat sekitar HPGW. Matriks zonasi yaitu hasil overlay layer-layer dengan faktor-faktor tertentu untuk menentukan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan HPGW. Layer-layer (peubah) tersebut adalah layer zonasi fungsi hutan, layer tutupan lahan (land cover), dan layer proximity (buffer) sungai serta proximity (buffer) jalan dan
perkampungan. Proximity jalan dan kampung digunakan sebagai faktor pengaruh dari manusia dengan asumsi bahwa aktivitas manusia dibatasi oleh jarak yang sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Jaringan jalan dan perkampungan dianggap memiliki pengaruh yang sangat kuat dari manusia pada jarak 0 ~ 0,5 Km dari jaringan yang ada. Proximity jalan dan perkampungan merupakan batas areal kemungkinan aktivitas negatif dari masyarakat di dalam batas HPGW. Hasil matriks zonasi disajikan pada Tabel 14.
41
Tabel 14 Matriks Zonasi Hasil Overlay Spasial Proximity (Buffer) Fungsi Hutan
Jalan dan Sungai (m) Kampung (Km)
Jenis Vegetasi
Tutupan Lahan
< 50
Agathis,Puspa
Hutan
> 50
Agathis,Pinus, Puspa
Hutan, Goa, Tanah Kosong
> 0,5
> 50
Agathis,Pinus, Puspa
Hutan, Tanah kosong
< 0,5
> 50
Puspa,Agathis
Hutan
> 0,5
> 50
Agathis,Puspa, Pinus
< 0,5
> 50
Puspa,Pinus
> 0,5
> 50
Agathis,Pinus, Puspa,Akasia
Hutan, Base Camp Hutan, Tanah Kosong Hutan, Base Camp
< 0,5 Kawasan Lindung
HPB
HPT
Arahan Penggunaan Areal Perlindungan Setempat Agroforestry, Wisata Alam Areal Perlindungan Setempat Agoforestry HPB Agoforestry, Wisata Alam HPT
Masyarakat sekitar HPGW sangat berpengaruh bagi keberadaan HPGW dan begitu juga sebaliknya. Pemanfaatan ruang yang dapat dikembangkan sesuai dengan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) adalah pemanfaatan ruang untuk Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Bebas (HPB), Areal Perlindungan Setempat, Wisata Alam, dan Agroforestry. Deskripsi Pemanfaatan Ruang di HPGW yang Diarahkan
1. Hutan Produksi Bebas (HPB) Hutan Produksi Bebas (HPB) adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan yang dapat dieksploitasi baik dengan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis. HPB yang di arahkan berada di lembah-lembah sebelah selatan yang letaknya tersebar dengan luasan minimum 11 Ha. Pada hutan produksi bebas terdapat tegakan utama yaitu pinus dengan tahun tanam 1967-1968, agathis dengan tahun tanam 1951-1952, dan puspa dengan tahun tanam 1965-1970. Untuk memudahkan dalam pengelolaan dan upaya memenuhi prinsip kelestarian maka pada areal produksi yang luasan
42
totalnya sebesar 98,484 Ha dapat dibagi ke dalam 3 kelas perusahaan yaitu Kelas Perusahaan Agathis, Kelas Perusahaan Pinus, dan Kelas Perusahaan Puspa. Kelas perusahaan merupakan satu unit kelestarian. Kelas perusahaan dibagi ke dalam petak-petak kerja dengan memperhatikan kelestarian produksi. Pada petak-petak kerja ini dapat dilakukan kegiatan penanaman, pemeliharaan, dan pemungutan hasil, dan juga sebagai satu kesatuan administrasi. Kegiatan rutin di HPGW yaitu kegiatan pengelolaan hutan tropika secara lestari dapat dijadikan sebagai objek wisata pendidikan. Adapun kegiatan tersebut antara lain perencanaan areal persemaian, pembinaan, pengenalan kegiatan persemaian, penanaman, pemeliharaan tegakan, penebangan, dan perlakuan setelah penebangan serta program bina cinta lingkungan. 2. Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan produksi Terbatas (HPT) merupakan hutan produksi yang karena faktor topografi, kepekaan jenis tanah dan iklim sehingga pemanfaatan hasil hutan kayunya dibatasi berdasarkan limit diameter tebang sesuai ketentuan yang berlaku. Areal ini dapat dilakukan kegiatan produksi atau dilakukan kegiatan penebangan untuk tujuan pendidikan. Namun kegiatan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati karena kawasan tersebut diperuntukkan sebagai kawasan produksi terbatas, kepekaan terhadap erosi masih cukup tinggi. Sonatha, (2005) menambahkan bahwa Hutan Produksi Terbatas (HPT) dapat menimbulkan implikasi negatif yaitu resiko dikelola terjadinya kerusakan hutan apabila tidak secara intensif dan hati-hati. HPT berada di antara lembah-lembah dan punggung bukit dengan slope kurang dari 40 % yang membentang dari barat ke timur. Di areal ini terdapat tegakan pinus, puspa dan agathis. Luasan yang diarahkan guna HPT adalah 98,484 Ha. Pada areal hutan produksi terbatas ini dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan dan juga dalam pemanfaatan hasil hutan tidak hanya hasil hutan kayu saja tetapi dapat juga pemanfaatan hasil hutan bukan kayu seperti getah yang dapat dihasilkan pada tegakan pinus dan tegakan agathis.
43
3. Areal Perlindungan Setempat Hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat –sifat fisik wilayahnya, perlu dibina dan dipertahankan sebagai kawasan hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap guna kepentingan hidro-orologi, yaitu mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi, serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah, baik di dalam kawasan hutan yang dipengaruhinya. Pemanfatan ruang untuk areal lindung menempati areal seluas 12,781 Ha memiliki pola penyebaran yang tidak terpusat. Areal lindung ini masih ditetapkan sesuai dengan fungsinya dengan alasan pertimbangan faktor fisik (topografi dan tanah) dengan masing-masing seluas 10,402 Ha dan 2,379 Ha yang termasuk ke dalam sempadan sungai. Areal ini dapat juga dilakukan kegiatan budidaya tanaman obat atau tanaman lainnya. Tanaman obat yang sudah di budidayakan oleh masyarakat adalah tanaman kapulaga. 3. Wisata Alam Kawasan Wisata Alam merupakan kawasan pelestarian alam di darat maupun di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi. Kriteria wisata alam adalah kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam, memiliki arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata. Areal ini memiliki potensi panorama alam yang menarik dan indah (lihat Gambar 20) dan juga terdapat goa alam pada penutupan lahannya yaitu Goa Cipeureu (lihat Gambar 20), disamping itu akses menuju Kawasan Wisata Alam ini cukup mudah. Adapun tujuan dijadikan sebagai Kawasan Wisata Alam ini untuk menjaga keberadaan areal lindung tetap sesuai dengan fungsinya,
peningkatan
kualitas
lingkungan,
dan
perlindungan
dari
pencemaran serta mempertahankan kelestarian HPGW. Kawasan Wisata Alam ini memiliki luas 132,493 Ha. Kawasan ini berada di sebelah utara dengan ketinggian 532,5 ~ 712,5 m di atas permukaan laut. Kawasan Wisata Alam yang akan dikembangkan ini berdasarkan pada potensi daya tarik objek rekreasi alam yang ada. Disamping itu juga berusaha menyusun serangkaian kegiatan rekreasi dengan bentuk wisata pendidikan. Sari (1996) menyatakan bahwa pengusahaan objek wisata alam HPGW yang
44
dikembangkan ini termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus yaitu usaha pemanfaatan sumber daya alam dan potensi seni budaya bangsa untuk menimbulkan daya tarik dan minat khusus sebagai sasaran wisata. Potensi objek wisata yang ada seperti panorama alam yang menarik dan indah, goa alam, dan variasi jenis pohon yang ada di HPGW diusahakan dan dikembangkan dengan tujuan untuk menumbuhkan minat pengunjung khususnya mengenai hutan dan kegiatan pengelolaannya. Bentuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata HPGW adalah wisata pendidikan, dengan sasaran wisatanya yaitu menumbuhkan rasa cinta alam dan hutan atau lingkungan dikalangan generasi muda khususnya (Sari, 1996). Daya tarik dari wisata alam ini adalah tersedianya kesempatan memperoleh pengalaman sendiri dengan hal nyata yang mungkin selama ini jarang atau bahkan belum pernah diperolehnya. Contoh kegiatan tersebut antara lain diperkenalkannya pada kegiatan kehutanan baik pendidikan konservasi maupun mengenai budidaya atau pengelolaan hutan tropika secara lestari seperti kegiatan perencanaan areal, persemaian, penebangan, dan reboisasi atau pengayaan dengan menambah jenis tanaman terutama yang menjadi sumber makanan satwa untuk menjaga keberadaan satwa-satwa di Hutan Gunung Walat pada areal yang terdapat tanah kosong (tidak bertegakan). Untuk keberadaan Goa Cipeureu ini terletak 1.5 Km di sebelah barat kompleks pendidikan. Goa Cipeureu ini dapat dicapai melalui jalan batu dimana terlihat deretan tegakan pinus, agathis, dan puspa di kanan kiri jalan. Pintu masuk gua tersebut berupa lorong sempit sehingga untuk masuk ke dalam gua perlu memiringkan badan. Karena kondisi di dalam gua gelap, maka perlu membawa alat penerangan. Gua Cipeureu yang terbentuk dari batuan Karst dan pemandangan di dalam gua yang dihiasi dengan stalagtit dan stalagmit serta gemericik air yang mengalir jernih dimana lokasi ini cocok untuk di kembangkan sebagai obyek rekreasi bagi pengunjung yang menggemari kegiatan menyusuri gua (caving) dan mempelajari gejala alam tersebut (Speleologi).
45
Kriteria unsur daya tarik sedang dan fasilitas penunjang yang memadai untuk rekreasi memang belum tersedia (Sari, 1996). Kalaupun ada merupakan sarana untuk memperlancar kegiatan penelitian di Komplek HPGW dan tugastugas di stasiun tvri. Oleh karena itu pengembangan objek wisata di HPGW terbatas untuk wisata minat khusus (kegiatan pendidikan dan pengelolaan) dimana kegiatan rekreasinya tidak menitik beratkan pada keindahan alam saja melainkan pada pengenalan kegiatan pengelolaan hutan. 4. Agoforestry Menurut Hairiah, et, al (2003) agroforestry pada prinsipnya di kembangkan
untuk
memecahkan
permasalahan
pemanfaatan
lahan
dan
pengembangan pedesaan, serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluang yang ada untuk kesejahteraan masyarakat manusia dengan dukungan kelestarian sumberdaya beserta lingkungannya. Mata pencaharian masyarakat sekitar HPGW sebagian besar sebagai petani. Walaupun sebagian besar penduduknya merupakan petani, namun kepemilikan lahannya relatif kecil, rata-rata kepemilikan kurang dari 0,5 Ha (71, 30%). Agroforestry diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak. Agroforestry salah satu cara dalam mempertahankan kelestarian HPGW. Sejak tahun 2001 pihak pengelola HPGW melakukan berbagai cara untuk mengurangi dan menghentikan pencurian dan perambahan. Salah satu cara yang dilakukan yaitu pembinaan masyarakat perambah lewat rehabilitasi hutan melalui kerjasama agroforestry. Langkah ini meskipun baru dilakukan 4 tahun terakhir namun sudah cukup mampu menekan pencurian dan perambahan hutan (Trison, 2005). Kerjasama agroforestry merupakan usaha membina masyarakat perambah dengan pemberian keterampilan teknis pertanian dan kehutanan. Pemberdayaan dan partisipasi masyarakat hal yang menjadi pusat perhatian dalam proses pembangunan kehutanan belakangan ini di berbagai negara, karena itu perlu ditekankan peningkatan tentang pentingnya pendekatan alternatif berupa pendekatan pembangunan yang diawali oleh proses pemberdayaan masyarakat lokal (Craig dan Mayo, 1995). Konsep pemberdayaan dalam wacana
46
pembangunan masyarakat umumnya khususnya masyarakat sekitar hutan selalu dikaitkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadaan sosial. Konsep menempatkan masyarakat sebagai bagian dari ekosistem hutan yang kehidupannya juga tergantung dari kondisi hutan adalah pendekatan yang baik (Trison, 2005). Pendekatan tersebut akan menyadarkan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan hutan yang didasari oleh pemahaman yang cukup tentang manfaat hutan bagi masyarakat sekitar. Setiap pihak harus disadarkan bahwa keberadaan hutan sangat penting bagi kelangsungan hidup dan sumber mata pencaharian mereka sehingga untuk mengakomodasikan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap keberadaan HPGW. Areal ini dekat dengan areal perkebunan/sawah dimana areal ini rawan atau rentan terhadap perambahan (lihat Gambar 20). Areal yang dapat dikembangkan untuk kegiatan agroforestry dengan luasan yang beragam yaitu 30,909 Ha; 6,306 Ha; 24,308 Ha; 2,940 dan 14,795 Ha. Tabel 15 Luas Kawasan Hasil Penataan Ruang HPGW Keterangan HPB
HPT
Areal Lindung Kawasan Wisata Alam Agroforestry Base Camp
Fungsi Tambahan Hasil Hutan Kayu Wisata 35,175 Pendidikan Hasil Hutan Kayu Penelitian, Terbatas, Hasil Hutan pengembangan 98,484 Non Kayu ilmu pengetahuan dan pendidikan Fungsi Hidro-orologi Budidaya 12,781 Tanaman Obat Fungsi Hidro-orologi, Meningkatkan 132,493 Wisata kesejahteraan masyarakat Pemberdayaan Meningkatkan Masyarakat,Mengurangi kesejahteraan 79,258 Perambahan dan masyarakat Pencurian Pusat Administrasi dan Tempat 3,206 Informasi Peristirahatan
Luas (Ha)
Fungsi Utama
47
Gambar 18 Peta Overlay Buffer Sungai, Buffer Jalan, dan Buffer Perkampungan
48
Gambar 19 Peta Pemanfaatan Ruang Hutan Pendidikan Gunung Walat
49
(a) Base Camp
(b) Base Camp
(c) Kawasan Wisata Alam
(d) Kawasan Wisata Alam
(e) Goa Cipeureu
(f) Agroforestry
(g) Hutan Produksi Terbatas
(h) Hutan Produksi Terbatas
Gambar 20 Informasi Kondisi Lapangan Hasil Penataan Ruang HPGW
50
Gambar 21 Tampilan 3D Hutan Pendidikan Gunung Walat ke Arah Utara (U)
51
Gambar 22 Tampilan 3D Hutan Pendidikan Gunung Walat ke Arah Timur (T)
52
Gambar 23 Tampilan 3D Hutan Pendidikan Gunung Walat ke Arah Barat (B)
D. Analisis Waktu Proses dan Jumlah Interaksi
Tabel 16. Perbandingan jumlah dan lama interaksi langsung user terhadap Program Pemanfaatan Ruang dan ArcView Menggunakan Teknik Konvensional No. Waktu Menu yang diakses (detik) 1. Set Extensions 27 2. Set WorkDir dan View 0 Properties 3. AddTheme Kontur, Jenis 48 Tanah, dan Curah Hujan 4. CreateTIN 32 5. Derive Slope 9 6. Reclassify Slope 28 7. Convert Grid to Shape 15 8. AddField Kelas Lereng 77 9. Reclassify Jenis Tanah 70 10. Reclassify Curah Hujan 70 11. Identity I 34 12. Identity II 32 13. Skoring 85 14. Labeling/Attributing 88 15. Layout 1 Jumlah 615
Dengan Kostumisasi Arc View Waktu Menu yang diakses (detik) Mulai 0 Membuat Slope 7 Membuat Kelas
26
Convert Grid to Shape Membuat Lereng Masukan Data Identity I Identity II Membuat Fungsi hutan Lihat Hasil
13 32 1 34 32 30 1
176
Interaksi langsung didefinisikan sebagai menu yang harus di -klik oleh user selama melakukan penetapan fungsi hutan. Sedangkan, waktu proses
didefinisikan sebagai waktu total yang dibutuhkan untuk melakukan penetapan fungsi hutan, mulai dari pemasukan data sampai dengan pelaporan (pembuatan layout) selesai. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, didapatkan informasi
mengenai jumlah dan lama waktu interaksi dan proses langsung user terhadap Program Pemanfaatan Ruang dan ArcView (Tabel 16). Berdasarkan informasi pada tabel 16, diperoleh persentase efisiensi jumlah interaksi langsung user terhadap Program Pemanfaatan Ruang sebesar 79,19% yang artinya dapat mereduksi jumlah interaksi hingga sebesar 21,81% dan mengurangi tingkat kesalahan dalam proses penetapan fungsi hutan. Nilai ini di dapat menggunakan rumus (1). Nilai persentase efisiensi ini dijadikan sebagai ukuran keberhasilan pembangunan Program Pemanfaatan Ruang yang efisien dan nyaman dalam melakukan penetapan fungsi hutan. Berdasarkan informasi pada tabel 16, diperoleh persentase efisiensi relatif proses keseluruhan interaksi langsung user terhadap Program Pemanfaatan Ruang
54
sebesar 71,38% yang artinya dapat mereduksi lama proses hingga sebesar 29,62%. Nilai ini didapat menggunakan rumus (2). Nilai persentase efisiensi relatif ini dijadikan sebagai ukuran keberhasilan perbaikan yang dilakukan Program Pemanfaatan Ruang dalam melakukan penetapan fungsi hutan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1 Pemanfaatan ruang dapat dilakukan dengan metode semi-otomatis berbasis SIG. Dengan Teknik ini luas fungsi pemanfaatan yang sesuai dengan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) adalah untuk Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 98,484 Ha, Hutan Produksi Bebas seluas 35,175 Ha, Areal Lindung seluas 12,781 Ha, Kawasan Wisata Alam seluas 132,493 Ha, dan Agroforestry seluas 79,258 Ha. 2 SIG dapat dikembangkan untuk membuat tampilan antar muka (interface) dan menu-menu pada Program Pemanfaatan Ruang, dengan nilai keberhasilan : a) Nilai efisiensi jumlah interaksi langsung user terhadap Program Pemanfaatan Ruang dibandingkan dengan terhadap ArcView sebesar 79,19% yang artinya dapat mereduksi jumlah interaksi hingga sebesar 21,81% dan mengurangi tingkat kesalahan dalam proses penetapan fungsi hutan. b) Nilai efisiensi relatif proses penetapan fungsi hutan secara keseluruhan pada Program Pemanfaatan Ruang dibandingkan dengan terhadap ArcView sebesar 71,38% yang artinya dapat mereduksi lama proses hingga sebesar 29,62%. B. Saran
Dalam melakukan penetapan fungsi hutan dengan memanfaatkan program pemanfaatan ruang masih adanya proses-proses standar dari ArcView. Karenanya program pemanfaatan ruang ini perlu penyempurnaan script lebih lanjut dengan menambahkan script untuk pengintegrasian Operasi spasial (identity), pelaporan data dengan tampilan 3 dimensi, serta mengembangkan aplikasi-aplikasi lain yang dibuat dengan perangkat SIG ArcView. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan dalam pengelolaan hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat.
56
DAFTAR PUSTAKA Candra, D. A. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penatagunaan Hutan (Studi Kasus di HPH PT. Hasnur Jaya Utama, Propinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan). Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan). Craig, G. dan M. Mayo. 1995. Community Empowerment : A Reader In Participation and Development. London : Zed Books. Departemen Kehutanan. 1967. Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan. Jakarta. ESRI (Environment System Research Institut, Inc.). 1992. PC Overlay User’s Guide. 380 New York Street, Redlands. California. __________. 1993. PC ARC/INFO Training Book. 380 New York Street, Redlands. California. Hairiah, K., M. A. Sardjono dan S. Sabarnudin. 2003. Pengantar Agoforestry. Bahan Ajaran 1. ICRAF. Bogor. Jaya, I. N. S. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Kehutanan. IPB. Bogor. __________. 2006. Penginderaan Jauh dan Geomatika : Perspektif untuk Pengolahan Sumberdaya Alam. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Marwitha, J. 1997. Penerapan Sistem Informasi Geografis untuk Mendukung Kegiatan Perencanaan dan Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan). Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis: Pemrograman Bahasa Script Avenue. Penerbit Informatika. Bandung. Puntodewo, A., D. Sonya, T. Jusupta. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. CIFOR. Bogor. Sari, Y. D. 1996. Analisis Potensi dan Prospek Pengembangan HPGW Kegiatan Wisata Alam. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan). Sonatha, C. F. 2005. Penataan Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat dalam Rangka Pemanfaatan Hutan. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan).
57
Trison, S. 2005. Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan Rehabilitasi Hutan (Kasus Di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi). Thesis Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan). Widjojo, S. 1993. Pengantar Sistem Informasi Geografi. BAKOSURTANAL. Cibinong.
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Curah Hujan Hutan Pendidikan Gunung Walat Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Sumber :
Curah Hujan (mm)
Hari Hujan
ICHT
3856,8 3367,6 2155,2 233,4 1092,1 1108,6 1325 ICHT rata-rata
143 173 133 107 50 89 121
26,97 19,47 16,20 2,18 21,84 12,46 10,95 15,72
Lab. Pengaruh Hutan, Fahutan IPB (2004) dan Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor (2007)
Lampiran 2 Jenis Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat Kelas (CKT)
Jenis Tanah
2 2 4 5
Latosol Coklat Latosol Merah Kuning Podsolik Merah Kuning Litosol
Keterangan Tanah Peka Agak Peka Agak Peka Sangat Peka
Luas (Ha) 105,74 191,03 10,71 53,91
Luas (%)
Lampiran 3 Kelas Kelerengan Hutan Pendidikan Gunung Walat Kelas (CKL)
Kelas Lereng
Luas (Ha)
1
0-8
35,50
2
8-15
18,20
3
15-25
65,37
4
25-40
141,05
5
> 40
101,21
Luas (%)
60
Lampiran 4 Peta Topografi Hutan Pendidikan Gunung Walat
61
Lampiran 5 Hasil Skoring Hutan Pendidikan Gunung Walat Menggunakan Program Pemanfaatan Ruang Skor Skor Skor Nilai Skor Keterangan Luas (Ha) (NS) Tanah ICHT Lereng 75 20 100 195 Hutan Lindung 55,610 60 20 100 180 Hutan Lindung 2,486 75 20 80 175 Hutan Lindung 13,578 60 20 80 160 HPT 4,914 75 20 60 155 HPT 6,350 30 20 100 150 HPT 70,917 60 20 60 140 HPT 1,502 75 20 40 135 HPT 1,565 30 20 80 130 HPT 122,553 60 20 40 120 HP 0,482 75 20 20 115 HP 4,608 30 20 60 110 HP 57,523 60 20 20 100 HP 1,327 30 20 40 90 HP 16,154 30 20 20 70 HP 29,562
62
Lampiran 6 Peta Kelas Kelerengan Hutan Pendidikan Gunung Walat
63
Lampiran 7 Peta Kelas Jenis Tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat