PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR, DAN JENIS PELARUT TERHADAP EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT JERUK BALI (CITRUS MAXIMA) Andreas Sulihono, Benyamin Tarihoran, Tuti Emilia Agustina* Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662 Email:
[email protected]
Abstrak Pelaksanaan penelitian menggunakan metode ekstraksi dengan memvariasikan waktu operasi (30 ; 60 ; 90 ; 120 menit), temperatur pemanasan (60oC ; 70oC ; 80oC) dan jenis pelarut yaitu asam klorida dan asam asetat. Kulit jeruk bali yang telah kering dan dihaluskan, di ekstraksi sesuai variabel yang ditentukan lalu bahan disaring dengan kertas saring dalam keadaan suhu kamar. Filtrat dari hasil penyaringan ditambah dengan etanol 96% dengan perbandingan volume 1: 1 sehingga terbentuk endapan. Setelah itu, endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 45oC selama 24 jam. Pektin kering ditimbang sebagai hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar metoksil pektin yaitu 8,74 %, dengan rendemen pektin 7,83 % - 26,70 % untuk ekstraksi dengan asam klorida dan 4,99 % - 19,84 % untuk ekstraksi dengan asam asetat, kadar air sebesar 14,6 %, kadar abu sebesar 3,4 %, berat ekivalen 2083,33, kadar asam galakturonat 58,08 %, dan derajat esterifikasi 85,44 %. Kadar pektin terbaik yang dihasilkan sebesar 26,70 % diperoleh dari ekstraksi dengan asam klorida 0,2 N dan waktu = 120 menit, temperatur = 80oC Kata kunci: ekstraksi, jeruk bali, pektin
Abstract The research are using extraction method by varying operation time (30 ; 60; 90 ; 120 minutes), heating temperature (60oC ; 70oC ; 80oC), acetic acid and chloride acid solvent. Extraction did for dried and refined in certain variable screened while in room temperature conditions. Add 96% of ethanol to filtrate with 1:1 volume ratio until the sediment appear. And then dried at 45 oC in the oven for 24 hours. Dried pectin weighed as a product. The result, showed that the percentage of metoxyl is 8.74 %, with % yield of pectin 7.83 % - 26.70 % for extraction with chroride acid and 4.99 % - 19.84 % for extraction with acetic acid, percentage of water 14.6 %, percentage of ash 3.4 %, equivalent of mass 2083.33, percentage galacturonic acid 58.08 %, and degree of esterification 85.44 %. The best result pectin percentage is 26.70% when condition extraction of chroride acid 0.2 N and time = 120 minutes, temperature 80oC. Keywords: extraction, citrus maxima, pectin
1.
PENDAHULUAN
Salah satu manfaat kulit jeruk adalah untuk membuat pektin. Pektin adalah senyawa polimer yang dapat mengikat air, membentuk gel atau mengentalkan cairan. Sifat inilah yang dapat dimanfaatkan sehingga selain untuk jelly, pektin juga dipakai dalam industri daging dan produk pangan lainnya yang membutuhkan pengikat air.
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012
Selama ini, untuk mencukupi kebutuhan pektin dalam negeri, Indonesia masih mengimpor pektin. Indonesia merupakan negara pengimpor dan pemakai pektin yang cukup besar. Banyak industri di Indonesia yang menggunakan pektin, mulai dari industri makanan dan minuman hingga industri tekstil. Oleh karena itu perlu adanya usaha untuk menghasilkan pektin. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar kandungan pektin yang ada
Page 1
didalam buah Kulit jeruk bali, setidaknya dengan memanfaatkan kulit jeruk bali sebagai bahan baku pembuatan pektin dapat mengurangi impor pektin dan sekaligus memanfaatkan kulit jeruk bali yang belakangan ini sudah mulai kurang populer di kalangan masyarakat menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis lebih tinggi. Jeruk Bali Jeruk Bali (Citrus grandis L.) merupakan jenis tanaman jeruk dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan jeruk biasa yang kita temui dipasar. Jeruk bali dapat tumbuh subur di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tanaman ini tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Kalimantan. Ekstraksi Pektin Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material yang lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses bersifat fisik, karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke dalam semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Faktor – faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi : 1. Tipe persiapan sampel; 2. Waktu ekstraksi; 3. Kuantitas pelarut; 4. Suhu pelarut; dan 5. Tipe pelarut. Pektin Dalam jaringan tanaman pektin berada sebagai protopektin yang bersifat tidak larut dalam air karena berada sebagai garam kalsium dan magnesium. Teori ini diperkuat dengan adanya kemampuan pektin membentuk garam yang tidak larut dalam Ca dan Mg. Hidrolisis protopektin dalam air yang diasamkan akan menghasilkan pektin yang bersifat larut dalam air. Hal ini terjadi karena adanya substitusi ion hidrogen pada Ca dan Mg. Kadar pektin pada setiap tanaman berbeda – beda. Pektin bersifat mudah menjadi jelly jika ditambahkan gula dan air dalam keadaan asam. Namun sifat mudah menjadi jelly ini sangat tergantung pada jumlah gugus metoksil dalam molekulnya. Semakin tinggi
Page 2
kadar metoksilnya, maka semakin cepat pektin menjadi jelly. Untuk mengetahui kandungan pektin pada buah – buahan dapat dilakukan dengan cara sederhana, yakni test alkohol. Buah – buahan yang akan di uji diperas air buahnya, lalu ditambahkan 3 – 4 sendok alkohol ke dalam satu sendok sari buahnya. Jika pada campuran banyak terdapat gumpalan kental, maka kandungan pektin pada buah tersebut tinggi. Sedangkan jika gumpalan yang terbentuk sedikit dan agak cair berarti kandungan pektinnya sedikit. Menurut Dudung Muhidin (1999) pada buah muda, perekat sel disebut dengan protopektin atau bakal pektin. Sementara pada buah matang, protopektin tersebut berubah menjadi pektin. Pektin ini berupa protopektin yang memecah karena pengaruh hormon kematangan buah. Protopektin bersifat tidak dapat larut di dalam air buah, sedangkan pektin larut dalam air buah. Oleh karena itu buah mentah selalu bertekstur keras yang setelah itu menjadi lunak. Apabila buah terlalu matang pektin akan berubah menjadi asam pektat yang sangat mudah larut yang sangat mudah larut dalam air buah sehingga menjadi lunak. Itulah sebebnya untuk pembuatan pektin digunakan buah matang karena kandungan pektinnnya tinggi. Senyawa kimia pektin ditemukan pertama kali oleh Vaugeulin pada tahun 1970. Bracconot pertama kali memberikan istilah pektin untuk substansi pektin yang diperoleh dari buah – buahan dan ekstraknya. Substansi pektin ditemukan sebelum perkembangan organik modern dan kimia makromolekul, maka nama struktural yang dipakai ialah pektin polisakarida. Pektin berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengental atau menjadi padat (HUI , 1992). Pektin merupakan grup polisakarida yang tejadi di dalam dinding sel dan lapisan intraseluler pada semua tanaman. Diekstrak dengan air panas, larutan asam yang encer atau larutan ammonium oksalat. Pektin diendapkan dari larutan encer dengan alkohol. Secara komersil digunakan untuk pembuatan gel yang terbaik (Mc Graw Hill ; 175). Pektin adalah polimer dari asam galakturonat dengan sebagian gugus karboksilnya teresterifikasi (Pigman, 1946). Ikatan yang terdapat didalam polimer pektin merupakan ikatan α-1,4 glikosida. Poligalakturonat tersebut merupakan rantai yang panjang dan pada beberapa bagian asam galakturonat mengalami metilasi dengan gugus metil. Gula netral yang berkaitan dengan pektin seperti rhamosa termasuk arabinosa, galaktosa dan xylosa. Dimana sebagai rantai samping
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012
pendek yang terpecah dan memisahkan diri (HUI; 2004) Menurut Karjono (1991) pektin adalah senyawa polimer yang dapat mengikat air, membentuk gel atau mengentalkan cairan. Sifat inilah yang dapat dimanfaatkan sehingga selain untuk jelly, pektin juga dipakai dalam industri daging dan produk pangan lainnya yang membutuhkan pengikat air.
Gambar 1. Struktur molekul pektin
Monomer penyusun pektin merupakan asam galakturonat dan metil-α-galakturonat yang dapat dilihat pada struktur berikut :
Gambar 2. (b) Struktur kimia metil-αgalakturonat Beberapa definisi yang berhubungan dengan pektin : 1. Asam pektat Asam pektat merupakan senyawa poligalakturonat yang gugus karboksilnya tidak terseterifikasi. Asam pektat memiliki berat molekul ( BM ) tinggi. Monomer asam pektat adalah asam α-galakturonat yang saling terikat dengan α-1,4-glikosida (Pigman, 1946). Bentuk struktur asam pektat dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 3. Struktur molekul asam pektat 2. Gambar 2. (a) Struktur kimia asam galakturonat
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012
Asam pektinat Asam pektinat merupakan senyawa yang biasa disebut dengan pektin (Winarno, 1983). Senyawa ini merupakan poligalakturonat yang sebagian gugus karboksilnya teresterifikasi secara enzimatik didalam tanaman oleh enzim pektase. Pembentukan ester metil didalam molekul asam pektinat membuat senyawa ini terdispersi di dalam air . (Pigman, 1946).
Page 3
b.
Gambar 4. Struktur molekul asam pektinat
3.
Protopektin Protopektin merupakan senyawa pektat yang terdapat pada bagian hijau tanaman atau pada buah yang belum masak ( Winarno, 1983 ). Protopektin tidak larut didalam air karena kehadiran garam kalsium atau magnesium yang tidak larut. Penyebab lain ketidaklarutan protopektin adalah karena berikatan dengan selulosa atau beberapa polisakarida dengan berat molekul tinggi yang tidak larut (Pigman, 1946). Protopektin dapat dibuat menjadi pektin yang larut dalam air dengan cara mengekstraksinya dalam larutan asam panas. (Wong, 1989). Protopektin merupakan senyawa pektat yang terdapat pada bagian hijau tanaman atau pada buah yang belum masak ( Winarno, 1983 ). Protopektin tidak larut didalam air karena kehadiran garam kalsium atau magnesium yang tidak larut. Penyebab lain ketidaklarutan protopektin adalah karena berikatan dengan selulosa atau beberapa polisakarida dengan berat molekul tinggi yang tidak larut (Pigman, 1946). Protopektin dapat dibuat menjadi pektin yang larut dalam air dengan cara mengekstraksinya dalam larutan asam panas. (Wong, 1989). Manfaat pektin a. Industri makanan dan minuman Dalam industri makanan, pektin sering digunakan sebagai : 1. Bahan pemberi tekstur yang baik pada roti dan keju. 2. Bahan pengental dan stabilizer pada minuman sari buah. 3. Bahan pokok pembuatan gel, selai dan mamalade. 4. Bahan pengawet pada produk susu yang akan menstabilkan keasaman susu. 5. Mengontrol pembentukan kristal es pada pembuatan es krim dan dapat mempertahankan warna dan aroma es krim tersebut. (Muhidin, 2003)
Page 4
2.
Industri farmasi Dalam industri farmasi, pektin sering digunakan sebagai : 1. Pengemulsi bagi preparat cair dan sirup. 2. Obat diare pada bayi dan anak – anak seperti dextrimaltose, kapoec, nipektin dan intestisan. 3. Obat penawar racun logam. 4. Bahan penurun daya racun dan menaikkan daya larut obat – obatan.. 5. Bahan kombinasi untuk memperpanjang kerja hormon dan antibiotika. 6. Bahan pelapis perban untuk menyerap kotoran dan jaringan yang rusak atau hancur sehingga luka tetap bersih dan cepat sembuh. 7. Bahan hemostatik, oral atau injeksi untuk mencegah pendarahan.
METODOLOGI
Prosedur Penelitian Isolasi Pektin a. Penyediaan Sampel Untuk sampel diambil kulit jeruk bali selanjutnya kulit jeruk tersebut dibersihkan kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 hari. Kulit jeruk yang telah kering kemudian dicincang dan dihaluskan. b. Ekstraksi Sampel Sebanyak 50 gram sampel yang sudah ditambah air 500 ml lalu ditambahkan pelarut HCl 0,2 N . Kemudian dipanaskan pada suhu yang ditentukan (60oC ,70oC, 80oC) selama waktu yang ditetapkan(30 , 60, 90, 120 menit). Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain blacu dan filtrat diambil. Filtrat ini disebut filtrate pektin. c. Pengendapan Pektin Filtrat hasil penyaringan dituang kedalam gelas beker . Filtrat didinginkan lalu ditambahkan alkohol 96% dengan perbandingan volume 1:1 dan diendapkan selama 24 jam. Endapan dipisahkan dari larutan dengan penyaringan dengan menggunakan kertas saring dan dicuci lagi dengan etanol 96% untuk menghilangkan sisa asam. d. Gel pektin kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 45oC selama 24 jam. Gel pektin yang telah kering kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. e. Langkah a – d diulang kembali untuk jenis pelarut asam asetat.
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012
Analisa Pektin a. Yield pektin Pektin kering yang diperoleh ditimbang beratnya untuk diketahui banyaknya pektin yang dapat di ekstraksi. % yield pektin = x 100 % b. Berat Ekivalen ( BE ) Pektin sebanyak 0,5 gram dibasahi 2 ml etanol 96 % dan dilarutkan didalam 40 ml aquadest yang berisi 1 gram NaCl. Larutan hasil campuran ditetesi dengan indikator fenolftalein sebanyak 5 tetes dan ditritasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna, volume titrasi dicatat. Untuk menentukan berat ekivalen digunakan rumus : Berat Ekivalen = c. Kadar Metoksil Larutan netral dari penentuan berat ekivalen ( BE ) ditambah 25 ml larutan NaOH 0,2 N diaduk dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar pada keadaan tertutup. Kemudian ditambahkan 25 ml larutan HCl 0,2 N dan ditetesi dengan fenolftalein sebanyak 5 tetes kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan volume titran. % Metoksil = x 100 % d. Kadar Asam Galakturonat Pengaruh kadar asam galakturonat dihitung dari mili ekivalen ( mek ) NaOH yang diperoleh dari penentuan bilangan ekivalen dan kadar metoksil. Kandungan asam galakturonat = x 100 % e. Kadar Air 0,25 gram sampel dalam cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC sampai 105oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang. Sampel dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dan ditimbang. % Air =
x100 %
f. Kadar Abu 0,25 gram pektin diletakkan dalam crucible + tutup. Lalu dimasukkan dalam furnace pada suhu 600oC selama 90 menit, lalu abu didinginkan sampai temperature kamar dan ditimbang beratnya.
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012
% abu =
x 100 %
g. Derajat esterifikasi Pengukuran derajat esterifikasi dihitung dari kadar metoksil dan kadar asam galakturonat yang dihasilkan. % Esterifikasi= x100 %
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Yield Pektin Pektin dalam jaringan tanaman terdapat sebagai protopektin yang tidak larut dalam air (insoluble) karena berada sebagai garam kalsium dan magnesium. Oleh karena itu, dilakukan hidrolisis protopektin dalam air yang diasamkan untuk mengubah protopektin menjadi pektin yang bersifat larut dalam air, dimana ion H + pada air akan menggantikan ion kalsium dan ion magnesium pada molekul protopektin. Kandungan ion hidrogen yang lebih banyak menyebabkan laju hidrolisis protopektin semakin cepat karena akan menambah seringnya tabrakan antar molekul – molekul yang berarti kemungkinan tabrakan yang berhasil sehingga pektin yang diperoleh akan bertambah. Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan yield pektin yang berbeda – beda pada setiap perlakuan yang diberikan. Pada percobaan ini, jumlah perlakuan sebanyak 24 sampel dengan menggunakan tiga variabel yaitu jenis pelarut, temperatur pemanasan, dan waktu kontak antara bahan yang di ekstraksi dengan pelarut. Perbandingan hasil percobaan pada setiap perlakuan dapat kita dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Yield Pektin Yang Terbentuk dengan pelarut Asam Klorida Variabel Yield Pektin (% berat kering) Suhu Waktu (0C) (menit) 60 30 7,8260 60 10,5304 90 13,1786 120 16,1784 70 30 10,6740 60 13,9132 90 16,8544 120 19,2663 80 30 12,5943 60 16,9548 90 21,2986 120 26,6954
Page 5
Tabel 2. Yield Pektin Yang Terbentuk dengan pelarut Asam Asetat Variabel Yield Pektin (% berat kering) Suhu Waktu (0C) (menit) 60 30 4,9924 60 10,3732 90 11,9548 120 13,3784 70 30 8,0504 60 9,6096 90 14,8744 120 16,8579 80 30 12,2096 60 15,7628 90 16,6136 120 19,8361 Yield yang dihasilkan dengan perlakuan yang berbeda akan menghasilkan berat yang berbeda. Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa berat pektin kering yang dihasilkan akan bertambah dengan adanya kenaikan temperatur pemanasan dan waktu pemanasan. Sampel terbaik yang didapatkan dari penelitian ini adalah sampel dengan menggunakan pelarut Asam Klorida (HCL) ,waktu pemanasan 120 menit dan temperatur 80oC. Hal ini menunjukkan bahwa telah tercapainya kondisi maksimum pada proses ekstraksi.
Berdasarkan grafik di atas ditinjau dari temperatur pemanasan maka dapat disimpulkan bahwa yield pektin meningkat seiring dengan kenaikan temperatur pemanasan . Yield pektin terbesar dihasilkan pada saat temperatur pemanasan 80oC dan waktu pemanasan 120 menit dengan yield pektin sebesar 26,6954%,sedangkan yield pektin terkecil diperoleh pada saat temperatur pemanasan 60 oC dan waktu pemanasan 30 menit dengan yield pektin sebesar 7,8260%.
b. Untuk pelarut CH3COOH Berdasarkan grafik berikut ini (gambar 6), ditinjau dari temperatur pemanasan maka dapat disimpulkan bahwa yield pektin meningkat seiring dengan kenaikan temperatur pemanasan. Jika dibandingkan dengan pelarut asam klorida maka dapat dikatakan bahwa yield pektin yang dihasilkan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan jenis pelarut yang digunakan mempengaruhi hasil ekstraksi yang didapatkan. Semakin tinggi derajat keasaman suatu pelarut maka yield pektin yang dihasilkan akan semakin besar.
3.1 Pengaruh Temperatur Pemanasan Terhadap Yield Pektin a. Untuk pelarut HCl
Gambar 6. Temperatur Pemanasan Vs Yield Pektin untuk Pelarut CH3COOH Berdasarkan grafik di atas dapat ditarik kesimpulan yield pektin terbesar dihasilkan pada saat temperatur pemanasan 80oC dan lama waktu pemanasan 120 menit dengan yield pektin sebesar 19,8361%,sedangkan yield pektin terkecil diperoleh pada saat temperatur pemanasan 60oC dan lama waktu pemanasan 30 menit dengan yield pektin sebesar 4,9924%. Gambar 5. Temperatur Pemanasan Vs Yield Pektin untuk Pelarut HCl
Page 6
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012
3.2. Penentuan Sifat Fisika dan Sifat Kimia Pektin yang diperoleh dalam penelitian memiliki warna kecoklatan dan tidak berbau . Dalam menentukan sifat fisika dari pektin seperti kelarutan, viskositas dan kemampuan membentuk gel biasanya tergantung dari karakteristik kimia pektin seperti kadar metoksil dan derajat esterifikasi. Oleh karena itu, pektin yang dianalisa untuk menentukan sifat – sifat ini adalah pektin yang dihasilkan pada kondisi optimum dari penelitian ini yaitu sampel dengan pelarut HCl pada temperatur pemanasan 80oC dan waktu pemanasan 120 menit. Hasil analisa sifat – sifat pektin dapat dilihat pada tabel berikut dan perhitungan pada lampiran C. Tabel 3. Hasil Analisa Sifat – Sifat Pektin Jeruk Bali No Sifat Jumlah 1 Berat Ekivalen 2083,33 2 Kadar Metoksil 8,74 % Kadar Asam 3 Galakturonat 58,08 % Berat ekivalen merupakan ukuran terhadap kandungan gugus asam galakturonat bebas (tidak teresterifikasi) dalam rantai molekul pektin (Ranganna, 1977). Nilai berat ekivalen ini ditentukan berdasarkan reaksi penyabunan gugus karboksil oleh NaOH. Banyaknya volume NaOH yang digunakan dalam analisa berbanding terbalik dengan nilai berat ekivalen. Semakin besar volume NaOH yang digunakan maka semakin kecil berat ekivalen yang akan didapat sehingga jumlah gugus karboksil yang tak teresterifikasi semakin banyak. Semakin kecil berat ekivalen maka akan semakin besar kadar metoksil pektin. Pada hasil analisa, didapat berat ekivalen pektin jeruk bali (Citrus Maxima) sebesar 2083.33. Kadar metoksil pektin memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin (Constenla dan Lozano, 2003). Kadar metoksil merupakan faktor yang penting dalam penentuan penggunaan pektin terutama dalam bidang industri pangan. Pektin banyak digunakan dalam industri pangan karena pektin mempunyai kemampuan untuk membentuk gel yang merupakan bahan dasar pembuatan jelly dan pengawetan buah. Kemampuan pektin membentuk gel ini tergantung dari kadar metoksilnya. Berdasarkan analisa yang dilakukan, didapatkan kadar metoksil 8,74 %. Pektin yang mempunyai kandungan metoksil lebih dari 7 % merupakan pektin bermetoksil tinggi yang dapat membuat jelly lebih cepat.
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012
Asam poligalakturonat merupakan kerangka dasar senyawa pektin yang menggambarkan kemurnian pektin. Semakin besar kandungan asam poligalakturonat maka semakin tinggi kemurnian pektin karena semakin kecil kandungan organik seperti arabinosa, galaktosa, rhamnosa dan jenis gula lainnya. Banyaknya kandungan poligalakturonat ini juga berpengaruh dalam pembentukan gel, karena semakin banyak kandungan asam galakturonat maka jaringan tiga dimensi akan semakin kokoh terbentuk sehingga semakin mampu menjebak seluruh cairan didalamnya dan berakibat makin kuatnya gel yang terbentuk. Kandungan asam galakturonat bervariasi yaitu antara 30 – 95 % (Kertez, 1951). Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan didapatkan kandungan asam galakturonat pada pektin jeruk bali (Citrus Maxima) sebesar 58,08 %. Hal ini berarti kemurnian pektin cukup untuk membentuk gel dengan baik. Selain analisa sifat – sifat fungsional dari pektin tersebut, penelitian ini juga menganalisa kadar air, kadar abu dan derajat esterifikasi. Hasil analisa yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut dan perhitungannya dapat dilihat pada lampiran C. Tabel 4. Hasil Analisa Pektin Kulit Jeruk Bali No. Sifat Jumlah (%) 1 Kadar Air 14,6 2 Kadar Abu 3,4 3 Derajat 85,44 Esterifikasi Kadar air menyatakan banyaknya air yang terdapat dalam pektin. Kadar air bahan berpengaruh terhadap masa simpan. Kadar air yang tinggi menyebabkan kerentanan terhadap aktivitas mikroba. Dari analisa yang dilakukan, kadar air pektin kulit jeruk bali ini adalah sebesar 14,6 %. Abu merupakan residu atau sisa pembakaran bahan organik yang berupa bahan anorganik. Kadar abu ini menunjukkan masih ada atau tidaknya komponen anorganik yang tertinggal di dalam pektin setelah pembakaran. Komponen anorganik dapat berupa kalsium dan magnesium yang terhidrolisis bersama protopektin. Kadar abu berpengaruh pada tingkat kemurnian pektin. Semakin kecil kadar abu, maka kemurnian pektin akan semakin baik. Batas maksimum nilai kadar abu yang diizinkan yaitu 10 % (Food Chemical Codex, 1996). Dari hasil analisa untuk pektin kulit jeruk bali (Citrus Maxima) diperoleh kadar abu sebesar 3,4 % dan masih memenuhi standar.
Page 7
Derajat esterifikasi merupakan persentase jumlah residu asam D-galakturonat yang gugus karboksilnya teresterifikasi dengan etanol (Whistler dan Daniel, 1985). Semakin tinggi derajat esterifikasi maka kemampuan pembentukan gel semakin baik. Dari hasil analisa, pektin kulit jeruk bali (Citrus Maxima) memiliki derajat esterifikasi sebesar 85,44 %.
`3.3 Standar Pektin Komersial Pektin yang diproduksi pada industri kimia sebagai zat aditif memiliki standarisasi. Terdapat beberapa hal yang diperhatikan sehubungan dengan standar pektin komersial yaitu kadar air, kadar metoksil, dan kadar asam galakturonat.
Tabel 5. Standar Pektin Komersial International Specification
EU
WHO
FDA
USP
IPPA
Kadar Air
Max 12%
Max 12%
Max 12%
Max 10%
Max 12%
Kadar Asam Galakturonat
Min 65%
Min 65%
Min 65%
Min 74%
Min 65%
Kadar Metoksil
-
-
-
Min 6.7%
-
Sumber: Herbstreith & Fox
4.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka ditarik disimpulkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Yield pektin yang didapatkan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu pemanasan. 2. Yield pektin yang diperoleh dari penelitian semakin besar seiring dengan bertambahnya temperatur pemanasan. 3. Persen yield pektin lebih besar dihasilkan dengan pelarut asam klorida dibandingkan dengan pelarut asam asetat. Hal ini disebabkan semakin tinggi derajat keasaman pelarut yang digunakan maka yield pektin yang diperoleh semakin besar. 4. Pektin dari buah jeruk bali (Citrus Maxima) yang diperoleh dari penelitian pada kondisi optimum (temperatur 80oC,waktu pemanasan 120 menit, pelarut HCl) memiliki berat ekivalen 2083,33 , kadar metoksil sebesar 8,74 %, kadar asam galakturonat sebesar 58,08 %, kadar air sebesar 14,6 %, kadar abu sebesar 3,4 % dan derajat esterifikasi sebesar 85,44 %.
DAFTAR PUSTAKA Bernard. 2005. “Pembudidayaan Jeruk di pot dan di kebun”. Agromedia Pustaka : Jakarta. Food
Chemical Codex. http://arjournals.annual
1996.
Pektins.
Kertesz, Z. I.,(1951), “The Pectic Substances”, Interscience Publisher Inc., New York. Muhidin, dudung. 2003. Agroindustri Papain dan Pektin. Penebar Swadaya : Jakarta. Pigman, W. W. 1946. Advance In Carbohydrat Chemistry, Vol. 2. London Academic Press. Othmer, Kirk, 1967, “Encyclopedia of Chemical Technolog”,Edisi 2, vol 14, John Wiley and Sons, Inc. Rati dan Ria. 2007. Ekstraksi Pektin dari Umbi Wortel. Laporan Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Wong, Dominic W. S. 1989. Mechanisme and Theory in Food Chemistry. New York Van nostrad Reinhold.
Page 8
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012