1
Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan PbTiO3 Dengan Metode Mechanical Alloying Febry Nugroho dan Rindang Fajarin S.Si., M.Si. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak—PbTiO3
adalah Elektrokeramik yang terkenal mempunyai sifat dielektrik, piroelektrik, dan sifat piezoelektrik yang baik. Pada temperatur kamar menunjukkan struktur perovskit tetragonal. Aplikasi banyak digunakan dalam multilayer, aktuator dan sensor kapasitor. Dalam penelitian ini dilakukan sintesis partikel PbTiO 3 menggunakan metode mechanical alloying menggunakan planetary ball mill dengan variasi waktu milling 10, 20 dan 30 jam dan temperatur sintering sebesar 850, 900 d an 1000°C. Karakterisasi yang dilakukan untuk analisa pembentukan PbTiO 3 antara lain XRD dan SEMEDX sedangkan untuk sifat kelistrikan PbTiO 3 dianalisa dengan Uji kelistrikan. Senyawa PbTiO 3 terbentuk setelah proses sintering dengan variasi temperatur 850, 900 dan 1000°C. Didapatkan fasa PbTiO 3 100%. Morfologi partikel PbTiO 3 memiliki bentuk aglomerat dengan persebaran ukuran partikel yang tidak merata. Analisa uji kelistrikan menunjukkan bahwa PbTiO 3 sebagai semikonduktor dengan konduktivitas paling besar 5.89x10-8 (S/cm). Kata Kunci—Mechanical Alloying, PbO, PbTio 3 , Sintering, TiO 2 .
B
I. PENDAHULUAN
AHAN piezoelektrik banyak digunakan secara luas sebagai konverter energi elektromekanis untuk aktuator, sensor, dan transformer. Dibandingkan dengan perangkat magnet, perangkat piezoelektrik memiliki struktur yang sederhana dan densitas energi yang tinggi. PbTiO 3 merupakan bahan piezoelectric yang penggunannya cukup luas [1]. Sampai saat ini, untuk mendapat senyawa PbTiO 3 dilakukan banyak cara seperti sol-gel, co-precipitation, Hydrothermal reaction dan masih banyak lainnya. Salah satunya untuk mendapatkan reaksi antar butir dengan memberikan energi panas. Pemberian energi panas untuk menjadikan butiranbutiran pada TiO 2 – PbO berinteraksi, dapat dilakukan dengan pemberian energi minimum, yang didapat dari pemberian energi kinetik (gaya gesek) melalui metode Powder Metallurgy dengan berbahan serbuk TiO 2 dan PbO yang dipadukan secara mekanik dengan proses Mechanical Alloying. Mechanical alloying (MA) adalah metode metalurgi serbuk dengan melibatkan dua serbuk penyusun komposit dengan distribusi ukuran yang heterogen dan akan mempengaruhi sifat material dan mekanisme pembentukan suatu material. Proses tersebut menghasilkan perubahan ukuran butir dan ukuran kristal sehingga homogenitas material menjadi lebih baik dan
mengurangi terjadinya porositas. Mechanical Alloying dapat digunakan untuk sintesis larutan padatan, nano partikel, paduan amorf, intermetalik dan komposisi kimia [2]. Pada penelitian ini khusus untuk membentuk senyawa PbTiO 3 dengan struktur Perovskite tetragonal. Sehingga dilakukan studi Mechanical Alloying. Tetapi yang lebih ditekankan adalah faktor variasi waktu milling dan temperartur sintering dalam pembentukan PbTiO 3 dengan struktur Perovskite tetragonal. II. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan alat Planetary ball mill Fritsch Pulverisette P-5 yang memiliki rotasi vial vertikal dan memiliki kecepatan milling 300 rpm. Serbuk PbO dan TiO 2 dengan perbandingan masing-masing 74%wt dan 26%wt dimasukkan kedalam vial zirconia dengan atmosfer udara, Ball Powder Ratio (BPR) 6:1, dan menggunakan PCA ethanol. Selanjutnya dimilling dengan waktu milling 10, 20 dan 30 jam. Hasil dari mechanical alloying dilanjutkan dengan sintering dengan variasi pada 850, 900 dan 1000°C dengan waktu tahan 60 menit. Difraksi sinar-x menggunakan X’Pert PanAnalytical untuk mengidentifikasi pembentukan fasa hasil proses milling dan sintering serta mengetahui transformasi fasa akibat milling. Untuk melakukan identifikasi fasa digunakan software match!, mikroskop electron FEI Inspect S50 digunakan untuk mengamati perubahan struktur mikro akibat milling dan sintering dan Alat Potensiostat digunakan untuk mengetahi konduktivitas listrik. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pengamatan Visual Sintesa PbTiO 3 melibatkan serbuk oksida timbal PbO 74%wt dan oksida titanium TiO 2 26%wt dengan penambahan PCA ethanol dan pada atmosfer udara. Variabel penelitian adalah milling time 10, 20 dan 30 jam. Serbuk hasil milling untuk setiap variabel milling time ditunjukkan Gambar 1.
2
Gambar 1 Hasil Mechanical Alloying menggunakan variasi waktu milling dengan kecepatan 300rpm: a) 10 jam, b) 20 jam dan c) 30 jam Dari hasil pengamatan visual terlihat terjadi peubahan warna, dimana pada waktu milling 10 jam memiliki warna paling muda dibandingkan dengan serbuk dengan waktu milling 20 dan 30 jam. Dari hasil pengamatan visual juga terlihat pada serbuk terjadi aglomerasi.
PbTiO 3 . Hal ini terlihat dari grafik XRD dimana sudah mulai terbentuk puncak dari PbTiO 3 namun bila dilihat bentuk dari grafik masih rendah intensitasnya karena masih merupakan inisiasi awal pembentukan PbTiO 3 . Dengan demikian Penelitian sebelumnya, pembentukan PbTiO 3 dengan menggunakan High Energy Milling dengan kecepatan 900 rpm dan milling time 5 jam sudah menginisiasi PbTiO 3 yang rendah intesitasnya. Pada penelitian dengan menggunakan planetary ball mill 300 rpm dan milling time 10 jam telah terbentuk PbTiO 3 dengan intensitas yang rendah. Hal ini membuktikan bahwa proses mechanical alloying dengan menggunakan planetary ball mill dapat menurunkan intensitas yang mengarah pada pembentukan fasa baru [3].
3.2 Hasil Pengujian XRD Pengujian XRD dilakukan dengan mengambil sampel yang berupa serbuk sebanyak 0,5 gram kemudian diletakkan disebuah holder dan diuji dengan menggunakan alat PAN Analytical. Untuk mengetahui keberhasilan dalam sintesa PbTiO 3 dengan melakukan identifikasi terhadap hasil pengujian difraksi sinar-X (XRD) untuk memastikan terbentuknya PbTiO 3 . Pengujian dilakukan dengan sinar X menggunakan range sudut 10o – 90o dan menggunakan panjang gelombang CuKα sebesar 1.54060 Å.
Gambar 2 Ploting Hasil XRD untuk perubahan dari senyawa PbO dan TiO 2 hasil dari mechanical alloying dengan variasi milling time Gambar 2 menunjukkan hasil pengujian XRD dengan variasi milling time. Fasa yang terbentuk adalah PbO, TiO 2 dan fasa PbTiO 3 walaupun intensitasnya masih cenderung rendah. Hal ini menandakan adanya inisiasi pembentukan PbTiO 3 dengan perlakuan milling. Pembentukan senyawa baru akibat dari adanya tumbukan antar partikel yang menyebabkan serbuk dikenai energi sehingga terjadi deformasi yang berulang- ulang akan menjadikan partikel – partikel yang lebih kecil dari sebelumnya. Akibat dari tumbukan dari partikel – partikel serbuk akan menghasilkan bentuk yang berbeda juga. Pada waktu milling 10 20 dan 30 jam, tumbukan antar partikel yang berulang-ulang juga akan menimbulkan panas pada permukaan butir yang semakin luas karena ukuran yang lebih kecil. Dengan adanya panas, ini akan membuat TiO 2 berdifusi kedalam PbO sehingga menginisiasi pembentukan senyawa
Gambar 3 Ploting Hasil XRD dari mechanical alloying dengan variasi milling time 10, 20 dan 30 jam menggunakan Planetary Ball Mill dengan kecepatan 300 rpm dan variasi temperatur sintering 850, 900 dan 1000°C Gambar 3 menunjukkan pergeseran sudut difraksi yang mengarah pada pembentukan senyawa baru PbTiO 3 . Milling time 10, 20 dan 30 jam dengan variasi temperatur sintering 850, 900 da n 1000 oC memperlihatkan pola difraksi yang hampir sama akan tetapi pola difraksinya berbeda dengan grafik dari serbuk hasil milling sebelum dilakukan sintering. Pada gambar 4.8 seluruh grafik hasil XRD menunjukkan bahwa seluruh parameter hasil milling dengan variasi temperatur sintering menunjukkan terbentuknya PbTiO 3 100% berdasarkan search match! pada software match! yang sesuai dengan (JCPDF# 06-0452) pada 2θ sebesar 31.450. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya. Senyawa PbTiO 3 juga terbentuk pada temperatur 700 ,900°C dan 1050°C [1].
3
Gambar 4 Grafik ukuran kristal setelah sintering dengan variasi milling time dan temperature sintering Gambar 4 menunjukkan grafik ukuran kristal setelah sintering. Variasi milling time 10, 20 da n 30 j am dengan kecepatan 3 00 rpm dan sintering temperatur 850, 900 dan 1000°C holding time 60 menit menghasilkan senyawa PbTiO 3 dengan ukuran kristal rata-rata sebesar 90.85 nm. Terlihat juga bahwa ukuran Kristal yang paling kecil terjadi pada ukuran kristal dengan waktu milling 10, 20 dan 30 jam dengan temperatur sintering 850°C. dan yang mencapai ukuran paling kecil yaitu dengan waktu milling 20 jam dengan ukuran Kristal terkecil sebesar 51.75 nm. Pada sintering dengan temperatur 900 dan 1000°C ukuran kristal dengan variabel milling mengalami peningkatan ukuran kristal. Dengan demikian mengalami kenaikan ukuran kristal. Hal ini PbTiO 3 menunjukkan adanya crystal growth yang terjadi akibat peningkatan temperatur sintering. Kecepatan milling tinggi berkorelasi dengan peningkatan temperatur di dalam vial selama proses mechanical alloying. Proses sintering juga telah membuat adanya peningkatan ukuran kristal pada pelet PbTiO 3 . Peningkatan ukuran kristal diakibatkan oleh adanya pertumbuhan butir dengan peningkatan temperatur melalui proses sintering [4]. Namun keadaan ini perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui korelasi kecepatan milling dengan temperatur selama proses mechanical alloying.
Gambar 5 Mikrografi serbuk hasil milling 30 jam: (a)perbesaran 500x, (b) perbesaran 2500x, dan (c) perbesaran 5000x Pengujian SEM serbuk hasil milling 30 jam ditunjukkan pada gambar 5. Morfologi hasil pengamatan dengan menggunakan SEM terlihat bahwa senyawa PbO adalah unsur yang mempunyai bentuk seperti butiran yang berukuran besar sedangkan yang berukuran lebih kecil dan menyelimuti permukaan dari PbO adalah senyawa dari TiO 2 dan jumlah persebaran antara senyawa PbO dan TiO 2 setelah hasil milling 30 jam yang terlihat cukup merata. Hal ini disebabkan oleh daya impak yang dihasilkan oleh tumbukan antara bola dengan vial maupun bola dengan bola sehingga bentuk dari PbO yang semula lebar menjadi partikel-partikel kecil yang tidak beraturan, sedangkan untuk TiO 2 yang dari awal memiliki partikel yang sudah halus, maka akibat mechanical alloying partikel yang sudah halus tadi bercampur secara merata dan menyelimuti partikel dari PbO. Beberapa partikel yang berukuran besar terjadi dikarenakan adanya aglomerasi yang dihasilkan dari pergerakan vial dan penambahan PCA yang cair sehingga adanya serbuk yang menggumpal setelah mengalami proses mechanical alloying dengan menggunkan planetary ball mill.
3.3 Hasil pemgujian SEM
Gambar 6 Mikrografi SEM milling time 30 jam perbesaran 10000x dan sintering (a) 850 (b) 900 dan (c)1000°C selama 60 menit Gambar 6 menunjukkan mikrografi sampel yang disintering pada temperatur 850°C memiliki ukuran partikel yang paling kecil dengan ukuran partikel rata-rata sebesar ukuran 2.3µm, dibanding dengan sampel yang mengalami temperature
4 sintering pada temperature 900 yang memiliki ukuran partikel rata-rata sebesar 8 sampai 10µm dan 1000°C dengan ukuran partikel rata-rata 13 sampai 15µm. Gambar 6 juga memperlihatkan bahwa semakin tinggi temperatur sintering maka akan terjadi pertumbuhan butir yang lebih tinggi dan terlihat juga bekurangnya porositas.
yang dibutuhkan untuk menimbulkan sebuah kerapatan arus. Nilai resistivitas akan semakin besar dengan temperatur sintering yang makin tinggi seperti yang ditunjukkan pada tabel 2. Sintering pada temperatur 850°C memilki nilai resitivitas sebesar 1.60x108 Ω.mm, lalu pada sintering temperatur 900°C nilai resistivitasnya 1.61x108 Ω.mm dan pada temperatur sintering 1000°C sebesar 1.61x108 Ω.mm. Pada variasi waktu milling 10 jam dengan temperatur sintering 1000°C memiliki resitivitas sebesar 1.70x108 Ω.mm dan yang menggunakan variasi waktu milling 20 jam memiliki resitivitas sebesar 1.72x108 Ω.mm. Terlihat bahwa nilai reisitivitas yang semakin besar ini menandakan bahwa nilai hambatan semakin besar. Maka semakin besar pula medan listrik yang dibutuhkan. Besarnya resistivitas mempengaruhi konduktivitas suatu bahan. Semakin besar resistivitas suatu bahan maka kemampuan suatu bahan untuk menyimpan muatan semakin kecil [5]. Tabel 3 Nilai konduktivitas listrik Konduktivitas Variasi
Gambar 7 Hasil EDAX senyawa PbTiO 3 dengan milling time 30 jam dan sintering 850°C holding time selama 60 menit. Berdasarkan hasil analisa EDAX unsure penyusun paduan yang terdapat pada partikel serbuk PbTiO 3 dengan waktu milling 30 jam dan sintering 850°C holding time selama 60 menit adalah 17.74% Pb, 19.66% Ti dan 62.61% O. Presentase yang ditunjukkan mengindikasikan adanya fasa PbTiO 3 . Tabel 1 Komposisi Partikel PbTiO 3 waktu milling 30 jam dan sintering 850°C holding time selama 60 menit. Element Wt% At% Pb 56.60 17.74 Ti 20.20 19.66 O 23.20 62.61 3.4 Hasil pengujian Kelistrikan Tabel 2 Nilai resistivitas listrik Variasi Resistivitas (Ω.mm) milling 10 jam, sintering 1000°C 1.70x108 milling 20 jam, sintering 1000°C 1.72x108 milling 30 jam, sintering 850°C 1.60x108 milling 30 jam, sintering 900°C 1.61x108 milling 30 jam, sintering 1000°C 1.73x108 Resistivitas merupakan kemampuan suatu bahan untuk mengantarkan arus listrik yang bergantung terhadap besarnya medan istrik dan kerapatan arus. Semakin besar resistivitas suatu bahan maka semakin besar pula medan listrik
milling 10 jam, sintering 1000°C
(Ω.mm)-1 5.89 x10-9
(S/cm) 5.89x1-8
milling 20 jam, sintering 1000°C
5.80 x10-9
5.80x10-8
milling 30 jam, sintering 850°C
6.26 x10-9
6.26x10-8
milling 30 jam, sintering 900°C
6.21x10-9
6.21x10-8
milling 30 jam, sintering 1000°C 5.79x10-9 5.79x10-8 Konduktivitas adalah kebalikan dari resistivitas. Adapun nilai konduktivitas suatu material bergantung dari sifat material tersebut..Konduktivitas listrik adalah kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Tabel 3 memperlihatkan bahwa konduktivitas listrik pada variasi sintering 850°C sebesar 6.26x10-8 S/cm, lalu konduktivitas dari variabel sintering 900°C sebesar 6.21x10-8 S/cm dan yang terakhir adalah dengan variabel sintering 1000°C memiliki konduktivitas listrik sebesar 5.79x10-8 S/cm. Untuk variasi milling 10 jam dan 20 jam dengan temperatur sintering 1000°C sebesar 5.89x10-8 S/cm dan 5.80x10-8 S/cm. untuk variasi waktu milling dengan temperatur sintering terlihat dengan waktu milling 10 jam memiliki konduktivitas listrik yang paling besar. Dari hasil ini terlihat bahwa semakin tinggi temperature sintering maka konduktivitas listriknya semakin kecil. Sampel yang memiliki konduktivitas listrik yang paling besar adalah sampel dengan variasi sintering 850°C. Dalam variasi temperatur sintering yang paling terlihat adalah variasi besarnya butir, bila dilihat konduktivitasnya sampel dengan variasi temperatur sintering 850°C merupakan sampel dengan ukuran butir yang paling kecil. Konduktvitas listrik sendiri sebanding dengan dengan konduktivitas termal. Jika dilihat dari hasil uji konduktivitas listrik didapat bahwa seluruh sampel memiliki orde 10-8. Hal ini menandakan bahwa senyawa PbTiO 3 merupakan bahan semikoduktor dimana bahan semikonduktor berada pada orde 10-8 sampai 103 S/cm [6].
5 IV. KESIMPULAN Dari hasil penelitian pembuatan sintesa PbTiO 3 melalui proses mechanical alloying menggunakan planetary ball mill dengan variasi waktu milling 10, 20 da n 30 j am dilanjutkan dengan sintering pada temperatur 850, 900 dan 1000°C – holding time 60 menit, serta karakterisasinya, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Semakin lama waktu milling hasil proses mechanical alloying terjadi reduksi pada ukuran pertikel. Hal ini juga diikuti agglomerasi (penggumpalan) akibat tingginya intensitas tumbukan antara partikel serbuk dan ball mill. 2. Hasil mechanical alloying menyebabkan senyawa dari PbO dan TiO 2 menjadi berkurang intensitasnya sehingga menginisiasi pembentukan fasa baru PbTiO 3 3. Senyawa baru PbTiO 3 sudah terbentuk dari hasil mechanical alloying dlanjut dengan temperatur sintering 850°C holding time 60 menit. 4. Pada proses mechanical allloying diikuti dengan sintering pada temperatur 850°C dengan holding time 60 menit menghasilkan ukuran partikel yang paling kecil. 5. Pada proses sintering pada temperatur 850°C memiliki konduktivitas listrik yang paling baik DAFTAR PUSTAKA [1] Forrester, J.S., Zobec, J.S., Phelan, D., Kisi, E.H., 2004, Synthesis of PbTiO3 ceramics using mechanical alloying and solid state sintering, School of Engineering, University of Newcastle, University Drive, Callaghan 2308, New South Wales, Australia, Journal of Solid State Chemistry 177, 3553– 3559. [2] Suryanarayana, C., 2001, Mechanical alloying and milling, departement of metallurgical and materials engineering, colorado school of mines, golden, CO 80401-1887,USA progress in materials science 46, 1-184. [3] Xue, J., Wan, D., Wang, J., 1999, Mechanochemical synthesis of nanosized lead titanate powders from mixed oxides, Department of Materials Science, Faculty of Science, National University of Singapore, Materials Letters 39, 364–369. [4] Al-Khazraji, kahtan khalaf, Waleed Asim Hanna dan Payman Suhban Ahmet. 2010. Effect of Sintering Temperature on Some Physical And Mechanical Properties of Fabricated Hydroxyapatite Used for Hard Tissue Healing. Engineering and Technical Journal vol. 28 no. 10. [5] Hastuti, Erna., 2005, Penyiapan dan Karakterisasi Bahan Dielektrik PbTiO 3 , Tugas Akhir, ITS Surabaya. [6] Irzaman, Maddu, A., Syafutra, A., Ismangil, 2010, Uji Konduktivitas Listrik dan Dielektrik Film Tipis Lithium Tantalate ( LiTaO3 ) yang didadah Niobium Pentaoksida (Nb2O5) Menggunakan Metode Chemical Solution Deposition, Departemen Fisika FMPA, IPB, Bogor.