PENGARUH VARIASI TEMPERATUR ANNEALING TERHADAP PERUBAHAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BOLSTER (AAR M201 Grade B) Yuli Setiyorini, S.T, M.Phil.1, Rindang Fajarin S.Si,M.Si.1, Darmawan Alan Atari Romadon 2 1
Staff Pengajar Teknik Material dan Metalurgi ITS, 2Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi ITS e-mail :
[email protected]
Abstract Bolster made of steel AAR M201 GRADE B was used as a connector between the components of the train wheels. Failure that often occurs is when the bolster performed after the normalizing, tensile testing and mechanical properties do not match with the standards so bolster need post treatment. One possible cause of failures in the bolster is less precise heat treatment was performed on the material. The research method used is annealing by varying the heating temperature 650°C, 800°C and 930°C. The results of this research was obtained ferrite and pearlite structure in all samples. But the difference is highly significant differences in grain size at variations annealing temperature. Tensile test showed that the heating temperature of 800oC and 930o still have aboveaverage elongation AAR M201 Grade B standard of 30.8% and 27.6%. While based on the analysis of TMA found that the elongation will increase with increasing temperature. Keywords: annealing, microstructure, grain size and elongation. Abstrak Bolster yang terbuat dari baja AAR M201 GRADE B digunakan sebagai penghubung antara komponen roda kereta api. Kegagalan yang sering terjadi adalah ketika bolster sesudah di normalizing kemudian dilakukan pengujian tarik, sifat mekanisnya tidak memenuhi standar sehingga perlu dilakukan proses laku panas lagi yaitu tempering. Salah satu kemungkinan penyebab kegagalan yang terjadi pada bolster yakni kurang tepatnya perlakuan panas yang dilakukan terhadap material tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah annealing dengan memvariasikan temperatur pemanasan 650oC, 800oC,dan 930oC. Hasil dari penelitian ini adalah diperoleh struktur ferrite dan pearlite pada semua sampel. Namun perbedaan yang sangat signifikan adalah perbedaan ukuran grain size pada masing-masing temperatur annealing. Uji tarik menunjukkan bahwa temperatur pemanasan 800oC dan 930o masih memiliki elongation diatas ratarata standar AAR M201 Grade B yaitu 30,8% dan 27,6%. Sedangkan berdasarkan analisa TMA diperoleh bahwa elongation akan naik seiring bertambahnya temperatur. Kata kunci: annealing, struktur mikro, grain size dan elongation.
1. Pendahuluan Baja merupakan material yang sangat luas penggunaan dalam dunia otomotif maupun dunia industri lainnya. Dalam dunia kereta api, bolster merupakan komponen yang sangat penting. Bolster berguna untuk mengunci dua bagian sisi dari roda kereta api yaitu bogie. Salah satu perlakuan panas yang bisa digunakan adalah annealing. Dalam prakteknya, siklus termal yang spesifik dari berbagai variasi yang tidak terbatas digunakan untuk mencapai berbagai tujuan dari
anil. Ada beberapa metode dalam melakukan perlakuan panas annealing yaitu 1. Temperature maksimum di bawah temperatur kritis bawah (A1) dinamakan subcritical annealing. 2. Temperatur di atas A1, tetapi di bawah temperatur kritis atas (A3) dalam baja hipoeutektoid dan dibawah Acm dalam baja hipereutektoid dinamakan intercritical annealing. 3. Temperatur di atas A3 dinamakan full annealing. Dalam baja hipereutektoid, karbida dan austenit terbentuk bersama dalam kisaran
intercritical antara A1 dan ACM ,homogenesis dari austenit bergantung pada temperatur dan waktu. Derajat homogenitas dalam struktur pada temperatur austenitisasi adalah suatu pertimbangan penting dalam pengembangan struktur mikro dan sifat mekanik baja anil. Struktur mikro sangat berkaiatan dengan sifat mekanis baja. Terdapat perbedaan antara sifatsifat mekanis terutama karena banyaknya karbon di dalam baja. Hal ini tidak hanya disebabkan kadar karbon melainkan cara mengadakan ikatan dengan besi yang dapat mempengaruhi sifat baja. Baja yang didinginkan secara lambat menuju suhu ruangan dibedakan menjadi tiga bentuk utama struktur mikro : ferrite, cementite dan pearlite. (Schonmetz, 1985) Mangan sangat berperan dalam meningkatkan kekuatan dan kekerasan suatu logam baja, menurunkan laju pendinginan sehingga mampu meningkatkan mampu keras baja dan kekuatan terhadap tahanan abrasi. Hal ini dikarenakan mangan mampu mengikat belerang yang mampu memperkecil terbentuknya sulfida besi yang bisa menyebabkab abrasi (hot-shortness) sehingga dapat diminimalkan. Mangan banyak dipakai untuk kontruksi rel kereta api. (Zhang, 1992) 2. Metode Penelitian Material yang digunakan pada percobaan ini adalah baja AAR M201 grade B dengan komposisi kimia yang ditunjukkan tabel 2.1. Baja AAR M201 grade B diberikan perlakuan panas annealing pada variasi temperatur 650°C, 800°C, dan 930°C dengan waktu tahan selama satu jam kemudian didinginkan lambat didalam furnace. Tabel 2.1 komposisi kimia baja AAR M201 Element Chemical Composition (%) Carbon 0,21 Silicon 0,44 Mangan 1,10 Phospor 0,02 Sulfur 0,01 Crom 0,1 Nickel 0,03 Molybden 0,004 Cuprum 0,06 Aluminium 0,005 Pengamatan struktur mikro menggunakan mesin Scanning Electron Microscope (SEM)
merk FEI dengan high voltage 15 kV pembesaran 500 kali. Analisa grain size menggunakan mikroskop optik yang kemudian hasilnya disesuaikan dengan ATSM E112 comparative method. Pengujian tarik dilakukan dengan menggunakan mesin uji tarik merk Tokyo Setting Machine model AMU-20 berkapasitas 20 ton. Analisa elongasi berdasarkan kenaikan temperatur menggunakan alat TMA (Thermo Mechanical Analysis) buatan Mettler Toledo dengan temperatur awal 25°C sampai 300°C. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Analisa Grain Size Berdasarkan hasil pengamatan mikroskop optik diperoleh struktur mikro yang ditunjukkan pada gambar 3.1. Gambar tersebut digunakan untuk menentukan pengaruh ukuran grain size terhadap sifat mekanik baja AAR M201 grade B Gambar tersebut menunjukkan struktur mikro masing – masing spesimen terhadap variasi temperatur annealing dan spesimen tanpa perlakuan panas. Dari gambar tersebut dapat dilihat perbedaan yang menonjol, yaitu warna terang dan warna gelap, dimana warna tersebut menunjukkan ukuran butir dari baja AAR M201 grade B. Berdasarkan perbedaan ukuran butir tersebut akan digunakan untuk menentukan grain size number yang sesuai menurut ASTM E112 comparatives method. Berdasarkan metode komparasi yang dilakukan didapatkan grain size number yang sesuai dengan ASTM E112 comparatives method. Hasil komparasi ditunjukkan oleh tabel 3.1.
Gambar 3.1 Hasil Mikroskop optik (a) as cast, (b) annealing temperatur 650°C, (c) annealing temperatur 800°C, (d) annealing temperatur 930°C
Tabel 3.1 Hasil Analisa Penentuan grain size Spesimen Uji Grain Size Number As Cast 6 650°C 6 800°C 5 930°C 4 Nomer yang tertulis pada ASTM grain size number menunjukkan skala satu sampai sepuluh, dimana semakin besar nomer yang diperoleh maka akan semakin kecil butiran pada gambar struktur mikro, begitu pula sebaliknya. Pada spesimen as cast dan spesimen dengan pemanasan 650°C diperoleh nomer grain size enam. Hal ini menunjukkan ukuran butir yang tidak terlalu besar, sehingga akan mempengaruhi sifat keuletan. Pada spesimen dengan pemanasan 800°C diperoleh nomer grain size yang lebih kecil daripada spesimen as cast dan pemanasan 650°C, tetapi ukuran butir yang diperoleh lebih besar. Ukuran butir tersebut menunjukkan bahwa spesimen dengan pemanasan 800°C mempunyai sifat keuletan yang lebih baik daripada spesimen as cast dan pemanasan 650°C. Ukuran butir terbesar diperoleh pada pemanasan temperatur 930°C, yaitu dengan nomer grain size empat. Pada gambar telihat ukuran butir berwarna terang sangat dominan, sehingga tidak sebanding dengan ukuran butir berwarna gelap. Pada penelitian sebelumnya mengatakan bahwa semakin besar ukuran butir maka akan menurunkan yield strength dan tensile strength suatu material. Ukuran butir akan semakin besar seiring dengan naiknya temperatur pemanasan.(Wang, 2004) Proses perlakuan panas annealing juga menyebabkan kualitas kristal dan ukuran butir menjadi lebih baik daripada baja tanpa perlakuan panas atau as cast. Dengan semakin bertambah besarnya ukuran butir, maka akan menyebabkan density dari baja meningkat bila dibandingkan dengan baja tanpa perlakuan annealing atau as cast. (Zhu dkk, 2010) Pada pemanasan dengan temperatur 650°C sampai 930°C menyebabkan kristalinitas meningkat diikuti dengan meningkatnya distribusi ukuran butir. Temperatur mempunyai fungsi sangat penting terhadap bertambahnya ukuran butir. (Satapathy, 2006) Pada pemanasan 650°C ukuran butir hanya bertumbuh mengikuti butir yang sudah terbentuk pada baja sebelum
perlakuan, seiring naiknya temperatur maka butiran yang tadinya berukuran kecil akan menyatu dengan butiran yang berukuran besar, sehingga butiran yang tadinya berukuran besar akan menjadi lebih besar. Pada temperatur 930°C butiran warna terang menunjukkan butiran yang dominan, hal ini disebabkan butiran yang kecil – kecil menyatu dengan butiran yang besar. Ukuran butir yang besar akan membuat sifat keuletan baja menjadi semakin baik bila dibandingkan dengan baja yang mempunyai ukuran butir kecil, tetapi ukuran butir yang besar tidak selalu menjadi acuan bahwa baja tersebut mempunyai keuletan yang tinggi. Selain ukuran butir, kekasaran dan kehalusan dari butiran yang terbentuk akan mempengaruhi sifat mekanik baja. Untuk mengetahui besaran nilai keuletan, persentase elongation, yield strength, dan tensile strength perlu dilakukan pengujian tarik. Mengenai hasil pengujian tarik akan dibahas pada sub bab pengujian tarik.
3.2 Analisa Morphologi Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) terhadap baja AAR M201 grade B ditunjukkan pada gambar 3.2. Gambar 3.2 menunjukkan struktur mikro dari masing – masing sampel uji untuk baja tanpa perlakuan panas dan baja dengan variasi temperatur perlakuan panas. Gambar tersebut menunjukkan warna terang dan gelap, dimana warna terang merupakan fasa ferit dan warna gelap merupakan fasa perlit. Pada hasil Scanning Electron Microscope (SEM) tersebut tidak ditemukan fasa lain selain ferit dan perlit. Hal ini disebabkan proses laku panas yang ekuilibrium karena pendinginan yang sangat lambat di dalam furnace. Ferit dan perlit yang mempunyai ukuran butir besar menyebakan beberapa spesimen yang mengalami perlakuan panas mempunyai elongasi yang tinggi. Hal ini tidak berlaku pada spesimen as cast dan spesimen dengan perlakuan panas annealing pada temperatur 650°C. Pada spesimen as cast mempunyai struktur ferit dan perlit yang sama – sama dominan, sedangkan pada variasi temperatur 650°C struktur perlit dan ferit juga sama – sama dominan, hal yang membedakan adalah butiran ferit dan perlit yang
lebih kasar bila dibandingkan dengan spesimen tanpa perlakuan panas.
Pada gambar tersebut juga terdapat porositas, dimana ditunjukkan oleh lubang – lubang hitam yang terlihat pada gambar. Dengan adanya porositas, akan menyebabkan sifat mekanik pada baja akan menurun ketika nantinya dilakukan pengujian tarik.
3.3 Analisa Pengujian Tarik
Gambar 3.2 Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) pembesaran 500 kali (a) as cast, (b) annealing 650°C, (c) annealing 800°C, (d) annealing 930°C Pada variasi temperatur 800°C ukuran butir ferit lebih besar bila dibandingkan dengan ukuran butir spesimen as cast dan perlakuan panas 650°C. Hal serupa juga didapatkan pada variasi temperatur 930°C, dimana ferit lebih dominan daripada perlit. semakin tinggi pemanasan akan menyebabkan ferit tumbuh lebih banyak daripada perlit, dikarenakan sementit pada fasa perlit menjadi austenit ketika pemanasan melebihi temperatur kritis bawah dan pada pendinginan yang sangat lambat akan menyebabkan karbon pada fasa perlit akan berkurang. Sehingga menyebabkan fasa yang sebelumnya perlit menjadi ferit. Variasi temperatur yang terlalu tinggi, seperti variasi temperatur 930°C akan menyebabkan butiran kristal austenit terlalu kasar, bila didinginkan sangat lambat akan menghasilkan ferit dan perlit yang juga kasar pula. Butiran yang terlalu kasar akan membuat baja menjadi lebih getas. Pada penelitian sebelumnya mengatakan bahwa semakin naiknya temperatur pemanasan akan menyebakan turunnya texture morphology baja. Texture disini didefinisikan sebagai kehalusan butiran, dimana butiran yang halus akan membuat sifat mekanik suatu baja akan meningkat. (huang, 2006)
Hasil pengujian tarik terhadap as cast dan tiga variasi temperatur pemanasan pada proses annealing ditunjukkan pada gambar 3.3. Pada gambar tersebut terlihat bahwa variasi temperatur pemanasan berpengaruh pada sifat elongasi baja AAR M201 grade B. Pada temperatur pemanasan 650°C trend grafik menunjukkan sifat getas, hal juga hampir sama dengan as cast yang memiliki sifat getas. Sedangkan pada temperatur pemanasan lebih tinggi yaitu 800°C dan 930°C, tren grafik menunjukkan sifat lebih ulet. Perhitungan mengenai sifat mekanik ditunjukkan pada tabel 3.2. Dari tabel tersebut diperoleh elongation maksimum dihasilkan dengan pemanasan pada temperatur 800°C, sedangkan kenaikan sedikit menjadi 930°C akan terjadi penurunan terhadap elongation. Akan tetapi kedua nilai elongation tersebut masih memenuhi syarat sebagai aplikasi bolster di perkereta apian. Sifat mekanik berupa elongasi yang paling besar pada temperatur pemanasan 800°C diikuti dengan pemanasan pada temperatur 930°C. As cast mempunyai elongation yang paling kecil. Hal ini disebabkan spesimen langsung mengalami putus setelah mencapai tegangan maksimum. Dari grafik yang ditunjukkan pada gambar 4.3. Pemanasan pada temperatur 650°C dan 800°C merupakan logam yang getas, hal ini dikarenakan tidak munculnya yield point pada grafik di atas. Pengukuran yield point menggunakan metode offset, sehingga diperoleh nilai seperti di atas. Sedangkan pada pemanasan temperatur 800°C dan 930°C termasuk logam yang ulet, dimana yield tampak jelas dan putus terjadi tidak pada beban maksimum.
Load (kgf)
8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
as cast 650
0
10
20
ΔL (mm)
Gambar 3.3 kurva load - ΔL hasil pengujian tarik Tabel 3.2 Data hasil pengujian tarik
Temperat ur (°C)
Pmaks (kgf)
Py (kgf)
σt (kg/ mm2)
σy (kg/mm2)
25
6500
5200
57,5
46
9,2
650
7200
5300
63,69
46,88
14,4
800
6700
4200
59,27
37,15
30,8
930
6950
4500
56,66
36,68
27,6
Ε (%)
Nilai tegangan tertinggi ditunjukkan oleh pemansasan pada temperatur 650°C. Pada hal ini, proses annealing menghilangkan tegangan dalam. Adanya tegangan dalam akan menyebabkan baja menjadi lebih getas. Tegangan dalam biasanya muncul saat proses pengecoran dan pendinginan pada cetakan. Setelah proses perlakuan panas ini, sifat elongasi spesimen dengan pemanasan 650°C lebih tinggi daripada spesimen tanpa perlakuan. Dari grafik yang ditunjukkan pada gambar 3.3 diperoleh sifat mekanik yang lain, yaitu ketangguhan. Ketangguhan ditentukan oleh kekuatan dan keuletan, dimana kedua sifat ini saling bertentangan. Semakin ulet suatu bahan, maka ketangguhan akan semakin tinggi. Dari gambar tersebut dperoleh bahwa spesimen tiga mempunyai ketangguhan yang paling tinggi, hal ini ditunjukkan dengan semakin tinggi nilai elongasi yang dihasilkan. Dalam data hasil pengujian tarik, antara nilai UTS (Ultimate Tensile Strength) dan elongation saling berhubungan. Dimana semakin tinggi nilai Ultimate Tensile Strength maka nilai elongation semakin rendah. Hal ini disebabkan
karena UTS (Ultimate Tensile Strength) memiliki pengertian yaitu kemampuan suatu material dalam menerima tegangan tanpa menyebabkan deformasi, sementara elongation menyatakan kemampuan suatu material untuk berdeformasi secara plastik tanpa memyebabkan patah.(suherman,1999) Sehingga dari masingmasing defenisi di atas diperoleh bahwa UTS (Ultimate Tensile Strength) berbanding terbalik dengan Elongation (є). Besarnya Ultimate Tensile Strength dan elongation yang dimiliki oleh setiap spesimen sangat berhubungan dengan proses heat treatment yang sebelumnya dialami oleh spesimen tersebut. Bila dihubungkan dengan hasil struktur mikro maka pemanasan dengan temperatur 930°C akan menyebabkan sifat keuletan yang lebih rendah daripada spesimen dengan pemanasan 800°C. Hal ini disebabkan karena ukuran butir pada spesimen pemanasan 930°C lebih kasar daripada spesimen pemanasan 800°C.
3.4 Analisa Sifat Mekanik Berdasarkan Pengaruh Temperatur Hasil pengujian Thermo Mechanical Analysis dapat dilihat pada gambar 3.4. Data yang dihasilkan pada pengujian TMA ini adalah berupa persentase elongation berdasarkan fungsi temperatur pemanasan. Nilai dari elongasi masing – masing spesimen diperlihatkan pada tabel 3.3. Tabel dibawah menunjukkan nilai elongasi ketika benda kerja mendapat pengaruh temperatur sampai 300°C. Pada spesimen tanpa perlakuan panas diperoleh nilai elongasi yang semakin tinggi. Hal ini sebanding dengan naiknya temperatur pemanasan. Kenaikan elongasi sampai temperatur 145°C naik 0,03% secara konstan, sedangkan pada saat temperatur mencapai 175°C maka mengalami kenaikan menjadi 0,04%. Pada variasi temperatur 650°C kenaikan elongasi hampir sampai seperti spesimen tanpa perlakuan, namun pada temperatur 265°C sampai 300°C, elongasi naik secara signifikan sebesar 0,07%. Hal serupa juga ditunjukkan pada variasi temperatur 800°C dan 930°C yang mengalami kenaikan sangat signifikan pada temperatur 265°C sampai 300°C.
sebesar 56,66 kg/mm2 , dan pertambahan elongasi sebesar 0,34 % berdasarkan pengaruh temperatur.
Struktur mikro yang terbentuk setelah pemanasan adalah ferit dan perlit. Perbedaanya terletak pada ukuran butir ferit dan perlit. Pada temperatur pemanasan yang tinggi, ukuran butir menjadi lebih besar. 4.Daftar pustaka
Tempera tur (°C) As Cast 650°C 800°C 930°C
Andrews, K.W. 1965. Empirical Formulae for the Calculation of Some Transformation Temperatures, J. Iron Steel Inst., Vol 203, , p 721 Gambar 3.4 kurva elongation hasil pengujian Atkins, M. 1980. Atlas of Continuous Cooling TMA Transformation Diagrams for Engineering Tabel 3.3 Nilai elongasi berdasarkan pengujian TMA Steels, American Society for Metals, in cooperation with British Steel Elongation ( % ) Corporation 25 55 85 115 145 175 205 235 265 300 Bailey, A.R. 1967. A Text-Book Of 0 0,03 0,06 0,09 0,12 0,16 0,20 0,24 0,31 0,37 Metallurgy. London : Macmillan & co 0 0,03 0,06 0,09 0.13 0,17 0,21 0,25 0,29 0,36 ltd. Banerjee, B.R. Nov 1980. Annealing 0 0,03 0,8 0,12 0,15 0,19 0,23 0,27 0,31 0,37 Heat Treatments, Met. Prog., , p 59 0 0,03 0,06 0,09 0,12 0,15 0,19 0,23 0,28 0,34 Boyer, H.E. 1981. in Fundamentals of Ferrous Metallurgy, Course 11, Lesson 12, Materials Engineering Institute, ASM International, Materials Park, OH, Pada spesimen dengan pemanasan 930°C menunjukkan elongasi yang paling rendah bila Elvis, A Sumaraw, Juni 2010. “Pengaruh Heat dibandingkan dengan yang lain. Hasil ini sama Treatment Terhadap Struktur Mikro dan dengan yang diperoleh dari pengujian tarik dan Kekerasan Baja CrMoV dengan Media hasil analisa struktur mikro, bahwa semakin Quench yang Berbeda”. Majalah Sains tinggi temperatur pemanasan akan menyebabkan dan Teknologi Dirgantara Vol 5 No 2: 66sifat elongasi yang kurang baik. 75 Huang, Hong-Hsin., Chang, Hung-Peng. 2006. 4. Kesimpulan “Influence of annealing temperature on Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan the grain growth of samarium-doped terhadap tiga variasi temperatur annealing ceria”. Journal of Crystal Growth 287 diperoleh dua variasi temperatur yang paling 458–462 sesuai dengan kriteria komponen Bolster, yaitu 1. Spesimen dengan pemanasan annealing JIS handbook., 2006., Ferrous Material and Metallurgy I Steel Bars, Sections, Plates, pada temperatur 800°C yang mempunyai nilai elongasi sebesar 30,8 %, Ultimate tensile Sheets and Strip tubular Products Wire strength (UTS) sebesar 59,27 kg/mm2 , dan Rods and Their Secondary Products.”, pertambahan elongasi sebesar 0,37 % Japanese Standards Association. berdasarkan pengaruh temperatur. John, Vernon, 1983, Introduction in Engineering 2. Spesimen dengan pemanasan annealing Materials, Mc. Graw Hill Inc., New York pada temperatur 930°C yang mempunyai nilai elongasi 27,6%, Ultimate tensile strength (UTS)
Krauss, G. 1990. Steels: Heat Treatment and Processing Principles, ASM International, Krauss, G. 2006. Steels: Processing, structure, and performance (2nd ed.). Materials Park, OH : ASM International Raymond, A Higgins, 1999. ”Engineering Metallurgy, Part I, Applied Physical Metallurgy”, Six Edition, Arnold, London, Ross, R.B. 1992. Metallic Materials Specification Handbook, 4th ed., Chapman & Hall, London Satapathy, S., Varma, K.B.R. 2006 . “Orientated nano grain growth and effect of annealing on grain size in LiTaO3 thin films deposited by sol–gel technique”. Journal of Crystal Growth 291 232–238 Schonmetz, Alois. 1985. Pengerjaan logam dengan mesin : pembubutan, perautan, pengasahan, pengetaman & penebasan. Diterjemahkan oleh Eddy D Hardjapamekas. Bandung: Angkasa Sinha, A.K. Ferrous Physical Metallurgy, Butterworths, London, 1989. Suherman, Wahid. 1999. Diktat Kuliah Ilmu Logam I. Surabaya: ITS