PENGARUH TEMPERATUR, LAMA PEMASAKAN, DAN KONSENTRASI ETANOL PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU JERAMI PADI DENGAN LARUTAN PEMASAK NAOH-ETANOL Tri Kurnia Dewi, Ariza Wulandari, Romy Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Abstrak Telah diteliti pembuatan pulp berbahan baku jerami dengan proses organosolv menggunakan larutan pemasak NaOH-Etanol. Jerami padi merupakan sisa hasil pertanian yang tersedia banyak pasca panen dan belum bermanfaat. Tingginya kadar selulosa menunjukkan potensi jerami padi untuk dijadikan bahan baku pulp. Penelitian ini mengamati pengaruh variabel temperatur, lama pemasakan, dan konsentrasi etanol terhadap pulp yang dihasilkan. Hasil pulp dianalisa secara gravimetri untuk mendapatkan data rendemen, kandungan selulosa, dan lignin pulp. Peningkatan temperatur pemasakan mengakibatkan menurunnya rendemen dan kandungan lignin pulp yang dihasilkan, tetapi jika temperatur terlalu tinggi menyebabkan kandungan selulosa pulp menurun. Peningkatan lama pemasakan mengakibatkan menurunnya rendemen dan kandungan lignin pulp yang dihasilkan. Namun, jika lama pemasakan terlalu tinggi megakibatkan lignin melekat kembali pada pulp. Sedangkan peningkatan konsentrasi etanol mengakibatkan menurunnya rendemen dan kandungan lignin pulp yang dihasilkan, namun meningkatkan kandungan selulosa pulp yang dihasilka. Diperoleh hasil pulp terbaik pada kondisi temperatur 95oC, lama pemasakan 75 menit, dan konsentrasi Etanol 40%. Kata kunci: jerami padi, proses organosolv, NaOH-Etanol
Abstract Rice straw as raw material by organosolv pulping with cooking liquor NaOH-Ethanol was investigated. Rice straw is agricultural residues which abundant after harvest and not useful. The high content of cellulose shows the potency of rice straw to be used as raw material for producing pulp. This research investigate the effects of variables such as temperature, cooking time, ethanol concentration related to the pulp produced by this process. The pulp product is analyzed by gravimetric method to getting the pulp yield, cellulose content, and lignin content data. The increase of temperature decreasing the lignin content and yield of pulp, but if the temperature is too high, the decreasing of cellulose content will occurred. The increase of cooking time decreasing the lignin content and yield of pulp, and also increasing of cellulose content. But, if the cooking time which used for the process is too long, lignin can be condensed to the pulp. The increase of Ethanol concentration decreasing the lignin content and yield of pulp, but increasing the cellulose content. The best pulp result was obtained at temperature on 95oC, cooking time for 75 minutes, and 40% Ethanol concentration. Key word : rice straw, organosolv pulping, NaOH-Ethanol
Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 16, Agustus 2009
11
I. PENDAHULUAN Dengan terus bertambahnya kapasitas industri pulp dan kertas, maka persediaan kayu-kayu hutan alam sebgai bahan baku akan menipis. Usaha reboisasi atau penanaman kembali hutan gundul saja tidak cukup untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku kayu bagi industri pulp dan kertas. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya penemuan bahan baku alternatif terutama yang murah dan berwawasan lingkungan. Salah satu sumber serat non kayu (non-wood fibre) yang sangat potensial adalah jerami padi. Jerami padi tersedia melimpah, murah, dan dapat diperbaharui Tanaman padi tersebar di seluruh Indonesia. Moiorella (1985), menyebutkan bahwa setiap 1 kg beras dapat menghasilkan antara 1 - 1.5 kg jerami padi. Data dari BPS menyebutkan bahwa produksi beras nasional pada tahun 2006 kurang lebih sebanyak 54,7 juta ton dari 11,9 juta ha sawah. Berdasarkan data dari Moiorella maka jumlah jerami padi diperkirakan mencapai 54,7 sampai 82,05 juta ton/tahun. Maka dari itu, diteliti kemungkinan pemanfaatan bahan non kayu yaitu jerami padi sebagai bahan baku pembuatan pulp, dan digunakan proses organosolv yang ramah lingkungan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Meneliti pengaruh temperatur pemasakan terhadap pulp yang dihasilkan. 2) Meneliti pengaruh lama pemasakan terhadap pulp yang dihasilkan. 3) Meneliti pengaruh konsentrasi etanol terhadap pulp yang dihasilkan. II. FUNDAMENTAL 2.1 Jerami Padi Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang mempunyai potensi yang cukup besar sebagai bahan baku pembuatan pulp karena ketersediaan limbah ini pasca panen cukup banyak dan panen dilakukan hampir sepanjang tahun. Jerami padi lebih lama melapuk dibandingkan dengan tanaman leguminose seperti Benguk, Arachis, dan sebagainya. Tabel 2.1 Karateristik fisik dan kimia dari jerami Komposisi Panjang serat (mm) 1,2 - 1,5 Selulosa (%) 33 – 40 Hemiselulosa (%) 24 – 28 Lignin (%) 10 – 17 Silika (%) 3 Abu (%) 4,7 Sumber : Soe Soe Aye et al
12
Karakteristik jerami padi berdasarkan International Rice Research Institute adalah sebagai berikut : a. Pada saat panen, kadar air dari jerami padi biasanya lebih dari 60% (Wet Basis). Pada cuaca kering, kadar air dapat dengan cepat turun sampai kadar air kesetimbangan sekitar 10-12% b. Panjang dari jerami bervariasi berdasarkan jenis padi dan cara panennya. c. Bulk Density dari jerami kering berkisar 75 kg/m3, dan berkisar 100-180 kg/m3 jika diikat. d. Jerami padi memiliki kadar abu yang tinggi dan kadar protein yang rendah. Hal ini menyebabkan jerami padi tidak cepat membusuk dibandingkan tanaman leguminose lainnya. e. Jerami padi juga resistan terhadap pembusukan yang disebabkan oleh bakteri. f. Nilai kalor yang dimiliki jerami padi ialah 14-16 MJ/kg dengan kadar air 14%. Semakin tinggi kadar abu, semakin rendah nilai kalor jerami tersebut. g. Komponen karbohidrat terbanyak dalam jerami padi ialah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. 2.2 Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin 2.2.1 Selulosa Selulosa terdapat pada sebagian besar dalam dinding sel dan bagian-bagian berkayu dari tumbuh-tumbuhan. Selulosa mempunyai peran yang menentukan karakter serat dan memungkinkan penggunaannya dalam pembuatan kertas. Dalam pembuatan pulp diharapkan serat-serat mempunyai kadar selulosa yang tinggi. Sifat-sifat bahan yang mengandung selulosa berhubungan dengan derajat polimerisasi molekul selulosa. Berkurangnya berat molekul di bawah tingkat tertentu akan menyebabkan berkurangnya ketangguhan. Serat selulosa menunjukkan sejumlah sifat yang memenuhi kebutuhan pembuatan kertas. Kesetimbangan terbaik sifat-sifat pembuatan kertas terjadi ketika kebanyakan lignin tersisih dari serat. Ketangguhan serat terutama ditentukan oleh bahan mentah dan proses yang digunakan dalam pembuatan pulp. Molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen, baik dalam satu rantai polimer selulosa maupun antar rantai
Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 16, Agustus 2009
polimer yang berdampingan. Ikatan hidrogen ini menyebabkan selulosa bisa terdapat dalam ukuran besar, dan memiliki sifat kekuatan tarik yang tinggi. 2.2.2 Hemiselulosa Hemiselulosa diartikan sebagai selulosa molekul rendah (Bauer, 1970). Hemiselulosa merupakan polimer dari sejumlah sakarida-sakarida yang berbeda-beda yaitu D-glukosa, L-arabinosa, D-silosa, D-glukorunat. Susunan dari bahan-bahan tersebut di dalam rantai hemiselulosa sangat tidak teratur (heterogen). Beberapa sifat kimia penting dari hemiselulosa yang berhubungan dengan pengolahan biomassa, anatara lain adalah sedikit larut dalam air, larut dalam alkali, larut dan terhidrolisis oleh asam. Dibanding dengan selulosa, hidrolisis asam terhadap hemiselulosa lebih mudah terjadi. Larutan basa dingin dapat melarutkan hemiselulosa, larutan yang biasanya dipakai ialah larutan KOH 24% atau NaOH 17,5%. 2.2.3 Lignin Lignin merupakan makro-molekul ketiga yang terdapat dalam biomassa, berfungsi sebagai pengikat antar serat. Lignin dapat dihilangkan dari bahan dinding sel yang tak larut dengan klor dioksida (Robinson, 1995). Struktur molekul lignin sangat berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida, karena terdiri dari sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenil propane. Sifat-sifat lignin yaitu tidak larut dalam air dan asam mineral kuat, larut dalam pelarut organik, dan larutan alkali encer. Lignin yang terikut dalam produk pulp menurunkan kekuatan kertas dan menyebabkan kertas menguning (Stephensen, JN,1996) Pulp akan mempunyai sifat fisik atau kekuatan yang baik apabila mengandung sedikit lignin. Hal ini karena lignin bersifat menolak air dan kaku sehingga menyulitkan dalam proses penggilingan. Kadar lignin untuk bahan baku kayu 20-35 %, sedangkan untuk bahan non-kayu lebih kecil lagi.
Tabel 2.2 Perbedaan Antara Lignin, Selulosa, dan Hemiselulosa Selulosa - Tidak larut dalam pelarut organik dan air
Hemiselulosa - Sedikit larut dalam air
Lignin - Tidak larut dalam air dan asam mineral kuat
- Tidak larut dalam alkali
- Larut alkali
- Larut dalam asam pekat
- Terhidrolisis dan larut oleh asam
- Larut dalam pelarut organik dan larutan alkali encer
- Terhidrolisis relatif lebih cepat pada temperatur tinggi
-Lebih mudah terhidrolisis dibandingkan selulosa
dalam
2.3 Etanol Etanol merupakan salah satu komponen kimia yang karateristiknya telah diketahui. Produk fermentasi yang tertua, yaitu hasil dari campuran madu-air yang dihasilkan lebah pada era Babilonia lama. Pada abad ke-11, destilasi etanol mulai dikembangkan dan penggunaanya pun sudah semakin meluas. Tabel 2.3 Karateristik etanol Sifat fisik Nilai Berat molekul Titik didih Titik beku Densitas
46,7 gr/mol 78,32oC -114,15oC 0,78942 gr/cm3
Lignin dapat dipisahkan dari kayu dengan pencucian menggunakan etanol ataupun alkohol lainnya (Dulong&Dulong, 1991). Larutan etanol dengan range konsentrasi menengah dapat digunakan untuk melakukan delignifikasi baik pada softwood maupun hardwood (Kleinert, 1974a). Metode recovery etanol dalam proses ethanol pulping telah dipatenkan (Peter et al, 1984). Cairan lindi hitam di-flash, dan kemudian dievaporasi sebelum etanol didestilasi untuk recovery. 2.4 NaOH Natrium Hidroksida anhidrat berbentuk kristal berwarna putih. NaOH bersifat sangat korosif terhadap kulit. Istilah yang paling sering digunakan dalam industri yaitu soda kaustik.
Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 16, Agustus 2009
13
Soda kaustik apabila dilarutkan dalam air akan menimbulkan reaksi eksotermis. Tabel 2.4 Sifat Fisika NaOH NaOH Nilai Berat molekul 39,998 gr/mol Spesific Gravity 2,130 Titik leleh 318oC Titik didih 1390oC Kelarutan,gr/100gr air 111
2.5 Proses Pembuatan Pulp dengan Pelarut Organik Myerly dkk, 1981, menyatakan bahwa pemanfaatan biomassa secara efisien dapat dilakukan dengan menerapkan konsep biomass refining yaitu pemrosesan dengan menggunakan pelarut organik (organosolv processes), dengan cara melakukan fraksionasi biomasas menjadi komponen-komponen utama penyusunnya : selulosa, hemiselulosa dan lignin, tanpa banyak merusak ataupun mengubahnya. Kelebihan dari organosolv dibandingkan dengan proses konvensional adalah: 1. Tidak menyebabkan timbulnya pencemaran gas-gas berbau. 2. Pelarut organik yang sudah dipakai dapat digunakan kembali setelah dilakukan pemurnian terlebih dahulu. 3. Proses dapat dilakukan dengan temperatur dan tekanan rendah. Pelarut organik yang banyak dikembangkan para peneliti salah satunya adalah asam asetat, baik digunakan dengan katalis maupun tanpa katalis telah dapat memisahkan secara selektif sellulosa, hemisellulosa dan lignin dari berbagai biomassa misalnya ampas tebu, kayu lunak dan kayu keras. Pembuatan pulp dari jerami padi akan dikatakan berhasil baik apabila didapatkan pulp dengan kandungan lignin rendah dan kandungan selulosa tinggi. Untuk menghasilkan pulp yang baik yang perlu diperhatikan disamping tipe dan macam pelarut organik yang digunakan adalah: Delignifikasi berlangsung semaksimal mungkin serta menghindari terjadinya reaksi-reaksi repolimerisasi lignin yang telah larut. Degradasi polisakarida dijaga agar hanya terjadi pada hemisellulosa dan tidak sampai terjadi pada sellulosa. 2.6
14
Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Pulp
Arita, 2005, menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh dalam pembuatan pulp sebagai berikut : 1) Konsentrasi Pelarut Semakin tinggi konsentrasi larutan alkali, akan semakin banyak selulosa yang larut (Shere B. Noris, 1959). Menurut Casei, J.P., 1961, larutan NaOH dapat berpengaruh dalam pemisahan dan penguraian serat selulosa dan nonselulosa.
2) Perbandingan Cairan Pemasak terhadap Bahan Baku Perbandingan cairan pemasak terhadap bahan baku haruslah memadai agar pecahan-pecahan lignin sempurna dalam proses degradasi dan dapat larut sempurna dalam cairan pemasak. Perbandingan yang terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya redeposisi lignin sehingga dapat meningkatkan bilangan kappa (kualitas pulp menurun). Perbandingan yang dianjurkan lebih dari 8 : 1. 3) Temperatur Pemasakan Temperatur pemasakan berhubungan dengan laju reaksi. Temperatur yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya pemecahan makromolekul yang semakin banyak, sehingga produk yang larut dalam alkali pun akan semakin banyak. 4) Lama Pemasakan Lama pemasakan yang optimum pada proses delignifikasi adalah sekitar 60120 menit dengan kandungan lignin konstan setelah rentang waktu tersebut. Semakin lama waktu pemasakan, maka kandungan lignin di dalam pulp tinggi, karena lignin yang tadi telah terpisah dari raw pulp dengan berkurangnya konsentrasi NaOH akan kembali menyatu dengan raw pulp dan sulit untuk memisahkannya lagi (Shere B. Noris, 1959). 2.7 Penelitian-penelitian yang menggunakan larutan pemasak NaOH-Etanol. Marton and Granzow (1982), telah mematenkan metode pembuatan pulp berbahan baku kayu dengan menggunakan larutan pemasak etanol dan Natrium Hidroksida. Penambahan etanol ke dalam larutan soda memperbaiki selektivitas reaksi kepada lignin.
Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 16, Agustus 2009
Sedangkan keberadaan Natrium Hidroksida meningkatkan kemampuan etanol untuk mendelignifikasi pulp. Penggunaan etanol memungkinkan waktu pemasakan yang lebih singkat. Kekuatan pulp yang dihasilkan sedikit lebih rendah dari pulp kraft, tetapi brightness yang dihasilkan lebih tinggi dari pulp kraft. Etanol yang digunakan dalam larutan pemasak dapat diregenerasi dengan cara flashing dan distilasi. Dengan cara tersebut, kehilangan etanol selama proses dapat diabaikan. (Aittamaa et al. 1986, Lonnberg et al. 1987a) Pulp yang dimasak dengan alkohol membutuhkan waktu dan energi yang lebih sedikit pada saat proses beating. (Lonnberg et al. 1987a) Penambahan reagen anorganik (seperti NaOH) pada larutan etanol dalam proses pemasakan pulp berbahan baku ampas tebu menurunkan tekanan digester dan menghasilkan pulp dengan sifat-sifat mekanis yang lebih baik. Pulp yang dihasilkan dari proses ini lebih mudah untuk di-bleaching. (Sanjuan et al, 1993)
3.2
3.2.2 Bahan-bahan untuk pembuatan pulp : 1) Bahan baku berupa sisa hasil pertanian yaitu jerami padi. 2) Larutan NaOH 37% 3) Larutan etanol 96% 4) Aquadest 3.2.2 Bahan-bahan untuk analisa : 1) Larutan NaOH 37% 2) Larutan asam asetat 98% 3) Larutan asam sulfat 99,8% 4) Aquadest 3.3
3.1 Peralatan yang Digunakan 3.1.1 Peralatan untuk pemasakan pulp adalah: 1) Autoclave (Digester) 2) Oven 3) Timbangan 4) Saringan 5) Erlenmeyer 6) Gabus 7) Gelas ukur 8) Beker gelas 9) Pipet tetes 10) Cawan petri 11) 3.1.2 Peralatan untuk analisa adalah: 1) Erlenmeyer 2) Beker gelas 3) Gelas ukur 4) Pipet tetes 5) Batang pengaduk 6) Magnetic stirrer 7) Hot plate 8) Kertas saring 9) PH meter 10) Eksikator 11) Inkubator 12) Cawan Petri
1.
2.
4. 5. 6. 7.
Jerami dibersihkan dari pengotor, dan daun dipisahkan, diambil bagian batang, lalu dipotong menjadi 3 – 4 bagian. Batang dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Batang kering disimpan dalam tempat yang tertutup. Batang kering dipotong dengan ukuran 1 – 2 cm. Batang kering tersebut kemudian dianalisa kandungan air, selulosa, dan ligninnya. Bahan baku siap digunakan untuk proses pembuatan pulp. Bahan baku dikeringkan di dalam oven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian didinginkan dalam eksikator sebelum dipakai sebagai bahan baku pembuatan pulp.
3.3.2 Prosedur Penelitian 1. 2.
3.
4.
5.
Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 16, Agustus 2009
Prosedur Kerja
3.3.1 Prosedur Persiapan
3. III. METODOLOGI PENELITIAN
Bahan yang Digunakan
Ditimbang bahan baku sebanyak 15 gr. Disiapkan larutan pemasak dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku yang digunakan adalah 15 :1. Erlemeyer ditutup dengan gabus lalu dimasukkan ke dalam Autoclave. Kondisi Autoclave diatur sesuai dengan temperatur dan waktu pemasakan yang ditentukan. Pada saat melakukan penelitian dengan variasi temperatur, maka variabel yang lain di-set konstan, yaitu lama pemasakan ditentukan 75 menit dan konsentrasi etanol 25%. Temperatur terbaik diperoleh dari poin 4) di atas, kemudian penelitian dilanjutkan
15
6.
7.
8.
9.
dengan memvariasikan lama pemasakan dengan temperatur yang di-set berdasarkan temperatur terbaik tersebut, sedangkan konsentrasi etanol di-set 25%. Lama pemasakan terbaik diperoleh dari poin 5) di atas, kemudian penelitian dilanjutkan dengan memvariasikan konsentrasi etanol. Temperatur pemasakan di-set berdasarkan temperatur terbaik yang didapat pada poin 4) dan lama pemasakan di-set berdasarkan lama pemasakan terbaik yang didapat pada poin 5). Setelah proses pemasakan selesai, uap air dikeluarkan dari Autoclave melalui katup pengeluaran. Kemudian erlenmeyer dikeluarkan dan didinginkan dalam air hingga temperatur kamar. Padatan (pulp) dipisahkan dari larutan pemasak dengan saringan. Padatan dibilas dengan aquadest sampai filtrat kelihatan jernih. Kemudian padatan dikeringkan dalam oven. Selanjutnya padatan pulp ini siap untuk dianalisa kualitasnya.
3.3.3 Prosedur Analisa
3.3.3.3 Analisa Selulosa 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
3.3.3.1 Analisa Kadar Air 1.
2. 3. 4. 5.
Cawan dipanaskan pada suhu 105oC selama 1jam, kemudian didinginkan di dalam eksikator. Ditimbang 5 gram sampel. Sampel dipanaskan di dalam oven pada suhu 105oC selama 1jam. Kemudian sampel didinginkan di dalam eksikator dan kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan persamaan :
Kadar air a b x100 % a Dimana :a = berat sampel mula-mula b = berat sampel setelah dikeringkan
8.
9.
Kadar selulosa = berat endapan selulosa x100% berat sampel
3.3.3.4 Analisa Lignin 1. 2.
3.3.3.2 Analisa Kadar Abu 1.
2.
3.
4.
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dalam cawan yang telah dipanaskan sebelumnya pada suhu 25oC dan telah diketahui berat keringnya. Sampel dalam cawan dimasukkan dalam di furnace dan dipanaskan sampai suhu 575oC selama 4jam. Kemudian sampel didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang sampai bobotnya tetap. Kadar abu dihitung dengan persamaan berikut : berat abu x 100% berat sampel
16
Bahan baku atau pulp dikeringkan di dalam oven dengan temperatur 105oC selama 1 jam, kemudian ditimbang. Bahan baku atau pulp kering dari oven ditimbang seberat 3 gram dan dipindahkan ke erlenmeyer 250 ml. Bahan baku atau pulp dibasahkan dengan 15 ml NaOH 17,5% dimaserasi selama 1 menit, lalu ditambahkan 10 ml NaOH 17,5% dan diaduk selama 15 menit, dibiarkan selama 3 menit. Kemudian ditambahkan lagi 3 x 10 ml NaOH 17,5% seelah 2,5; 5; dan 7,5 menit, dibiarkan selama 30 menit, ditambahkan 100 ml air suling, dan dibiarkan selama 30 menit Campuran dituangkan kedalam kertas saring, gelas piala dibersihkan dengan 25 ml NaOH 8,3%. Endapan dicuci dengan 5 x 50ml air suling dan fltrat dipakai untuk penentuan hemiselulosa. Kertas saring yang berisi endapan dipindahkan ke gelas piala yang lain, dan endapan dicuci dengan 400 ml air suling, ditambahkan asam asetat 2N dam diaduk selama 5 menit, kemudian endapan dicuci sampai bebas asam. Endapan dikeringkan dalam oven 105oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya sampai tetap. Kandungan selulosa dihitung dengan persamaan berikut :
3.
4.
5.
Ditimbang 2 gram sampel pulp kering. Dimasukkan sampel pulp kering ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan sedikit demi sedikit dengan 40 ml asam sulfat 72% sambil diaduk sampai semua contoh terendam dan terdispersi. Setelah terdispersi, erlenmeyer ditutup dan dijaga temperaturnya pada 20oC selama 2jam. Ditambahkan 400ml air ke dalam erlenmeyer. Kemudian larutan dididihkan selama 4jam di dalam beker gelas. Larutan didiamkan sampai endapan lignin mengendap. Kemudian disaring untuk mendapatkan lignin.
Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 16, Agustus 2009
7.
Lignin dicuci dengan air panas lalu dikeringkan di dalam oven pada 105oC. Kemudian lignin didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Kandungan lignin dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini :
70 Rendemen Pulp (%)
6.
60 50 40 30 20 10 0
berat endapan lignin x 100 % Kadar lignin = berat sampel
Berdasarkan hasil analisa terhadap bahan baku yaitu batang padi diperoleh data sebagai berikut :
90
95
100
105
110
Tabel 4.1 Hasil Analisa Bahan Baku Jenis Analisa Persentase (%)
1
Kadar abu
8 – 10
2
Kadar selulosa
45 – 56
3
Kadar lignin
22 – 25
Dari data di atas terlihat bahwa potensi batang padi untuk dijadikan bahan baku pembuatan pulp cukup besar, mengingat besarnya kadar selulosa dalam bahan baku (45 – 56%). Kadar air pada batang padi adalah sekitar 13 – 15%. Setelah dijemur, kadar air berkurang sampai ± 3%. Bahan baku yang digunakan untuk penelitian telah dikeringkan dalam oven, sehingga tidak lagi mengandung air. 4.2 Pengaruh Temperatur Pemasakan Pemecahan makromolekul terjadi lebih hebat dengan bertambahnya temperatur pemasakan. Hal ini dapat dilihat dari terus menurunnya rendemen pulp yang didapat seiring meningkatnya temperatur pemasakan. Temperatur pemasakan terbaik didapat pada temperatur 95oC. Pada temperatur ini diperoleh pulp dengan kandungan selulosa tertinggi (lihat Gambar 4.2). Kandungan lignin menurun seiring dengan meningkatnya temperatur pemasakan (lihat gambar 4.3).
Pemasakan
Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 16, Agustus 2009
Dari gambar di atas terlihat bahwa semakin tinggi temperatur pemasakan, maka rendemen pulp yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini terjadi karena semakin tinggi temperatur pemasakan yang digunakan, maka semakin banyak senyawa makromolekul (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) yang terlarut dalam larutan pemasak. Rendemen terbesar didapat pada temperatur 80oC yaitu sebesar 60,22%, sedangkan rendemen terendah didapat pada temperatur 105oC yaitu sebesar 38,09%. 4.2.2 Pengaruh Temperatur Pemasakan Terhadap Kandungan Selulosa Pulp Pada grafik di bawah terlihat bahwa pada jangkauan temperatur 80oC – 95oC kandungan selulosa dari pulp yang dihasilkan meningkat. Pada jangkauan temperatur 100 - 110oC, terlihat penurunan kandungan selulosa pada pulp. Hal ini disebabkan karena pada jangkauan temperatur ini selulosa ikut terdegradasi. Kandungan Selulosa (%)
4.1 Hasil Analisa Bahan Baku
4.2.1 Pengaruh Temperatur Terhadap Rendemen Pulp
85
Temperatur Pemasakan (der. C)
Gambar 4.1 Pengaruh Temperatur Pemasakan Terhadap Rendemen Pulp
IV. Hasil dan Pembahasan
No
80
100 80 60 40 20 0 80
85
90
95
100
105
110
Temperatur Pemasakan (der. C)
Gambar 4.2 Pengaruh Temperatur Pemasakan Terhadap Kandungan Selulosa Pulp Kandungan selulosa tertinggi didapat pada temperatur 95oC yaitu sebesar 83,71%. Sedangkan kandungan selulosa terendah didapat pada temperatur 80oC yaitu 69,89%. Hampir seluruh kandungan pulp yang dihasilkan lebih dari 70%.
17
Kandungan Lignin (%)
100 80 60 40 20 0 30
45
60
75
90
105
120
Lama Pemasakan (menit)
Gambar 4.5 Pengaruh Lama Pemasakan Terhadap Kandungan Selulosa Pulp
15 12 9 6 3 0 80
85
90
95
100
105
110
Temperatur Pemasakan (der. C)
Gambar 4.3 Pengaruh Temperatur Pemasakan Terhadap Kandungan Lignin Pulp 4.3 Pengaruh Lama Pemasakan Pada penelitian ini didapat lama pemasakan terbaik yaitu 75 menit. Dihasilkan pulp dengan kandungan selulosa tertinggi pada kondisi ini (lihat gambar 4.5). Pada lama pemasakan lebih dari 90 menit, terjadi redeposisi lignin yang terlihat dari meningkatnya kadar lignin (lihat Gambar 4.6).
Dari grafik di atas terlihat bahwa kandungan selulosa pada pulp secara keseluruhan cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya lama pemasakan. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya kandungan bahan baku selain selulosa yang larut seiring meningkatnya lama pemasakan. Kandungan selulosa tertinggi didapat pada lama pemasakan 120 menit yaitu 84,60%, sedangkan kandungan selulosa terendah pada lama pemasakan 30 menit yaitu 58,71%. 4.3.3 Pengaruh Lama Pemasakan Terhadap Kandungan Lignin Pulp Dari grafik di bawah terlihat bahwa kandungan lignin pada pulp menurun seiring bertambahnya lama pemasakan dengan jangkauan 30 – 90 menit. Pada kondisi lama pemasakan 105oC dan 120oC kandungan lignin yang didapat lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi lama pemasakan yang lain. Hal ini terjadi karena menempelnya kembali lignin pada pulp setelah berkurangnya konsentrasi NaOH. Kandungan lignin terendah didapat pada kondisi lama pemasakan 90 menit yaitu 4,81%. Kandungan Lignin (%)
4.3.1 Pengaruh Lama Pemasakan Terhadap Rendemen Pulp Dari grafik di bawah terlihat pada lama pemasakan 30 dan 45 menit didapat rendemen pulp lebih besar dari 55%. Sedangkan dengan jangkauan lama pemasakan 60 – 120 menit didapat rendemen pulp berkisar antara 41% - 45%. Terlihat bahwa terjadi penurunan rendemen pulp. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya bahan yang terlarut dengan meningkatnya lama pemasakan. 60 Rendemen Pulp (%)
4.3.2 Pengaruh Lama Pemasakan Terhadap Kandungan Selulosa Pulp Kandungan Selulosa (%)
4.2.3 Pengaruh Temperatur Pemasakan Terhadap Kandungan Lignin Pulp Dari grafik di bawah, diketahui bahwa kandungan lignin pada pulp akan semakin berkurang jika temperatur pemasakan dinaikkan. Kenaikan temperatur menaikkan kemampuan delignifikasi dari larutan pemasak sehingga lignin yang terlarut ke dalam larutan pemasak semakin banyak. Kandungan lignin terendah didapat pada pulp dengan temperatur pemasakan 110oC yaitu 2,17%.
50 40 30 20 10
15 12 9 6 3 0 30
0 30
45
60
75
90
105
120
45
60
75
90
105
120
Lama Pemasakan (menit)
Lama Pemasakan (menit)
Gambar 4.4 Pengaruh Lama Pemasakan Terhadap Rendemen Pulp
18
Gambar 4.6 Pengaruh Lama Pemasakan Terhadap Kandungan Lignin Pulp
Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 16, Agustus 2009
4.4 Pengaruh Konsentrasi Etanol
4.4.1 Pengaruh Konsentrasi Etanol Terhadap Rendemen Pulp Dari grafik di bawah terlihat bahwa dengan bertambahnya konsentrasi etanol maka rendemen pulp yang dihasilkan akan semakin rendah. Rendemen pulp tertinggi adalah 52,27% pada konsentrasi etanol 10%, sedangkan rendemen pulp terendah adalah 42,41% pada konsentrasi etanol 40%. Penambahan konsentrasi etanol mengakibatkan semakin besarnya konsentrasi ion OH- yang ada pada larutan pemasak sehingga kemampuan delignifikasi semakin baik. Dengan kata lain semakin banyak lignin yang terlarut, sehingga rendemen semakin rendah.
Dari grafik di atas, terlihat bahwa kandungan selulosa pulp akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi etanol yang digunakan pada larutan pemasak. Terjadinya hal ini dikarenakan jika semakin besar konsentrasi etanol maka semakin banyak juga lignin yang terlarut. Dengan semakin besarnya konsentrasi etanol juga akan mengontrol degradasi agar lebih mengarah ke lignin. Kandungan selulosa tertinggi didapat pada konsentrasi etanol 40% yaitu sebesar 85,88%. 4.4.3 Pengaruh Konsentrasi Etanol Terhadap Kandungan Lignin Pulp Dari grafik di bawah dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya konsentrasi etanol, maka kandungan lignin yang terdapat pada pulp akan berkurang. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya konsentrasi etanol maka kekuatan delignifikasi pada larutan pemasak akan bertambah kuat. Didapat kandungan lignin terendah 3,31% pada konsentrasi etanol 40%.
Kandungan Lignin (%)
Dengan meningkatnya konsentrasi etanol yang digunakan pada larutan pemasak, maka kandungan lignin yang hilang dari pulp semakin banyak (lihat Gambar 4.9). Sedangkan selulosa tetap tidak terdegradasi sampai konsentrasi tertinggi yaitu 40%, terlihat dari terus meningkatnya kandungan selulosa seiring bertambahnya konsentrasi etanol yang digunakan (lihat gambar 4.8). Konsentrasi etanol terbaik yang didapat pada penelitian ini adalah 40%.
Rendemen Pulp (%)
60 50 40
12 9 6 3 0 10
30
15
20
25
30
35
40
Konsentrasi Etanol (%) 20 10 0 10
15
20
25
30
35
40
Konsentrasi Etanol (%)
Gambar 4.7
Pengaruh Konsentrasi Etanol Terhadap Rendemen Pulp
Gambar 4.9 Pengaruh Konsentrasi Etanol Terhadap Kandungan Lignin Pulp V. Kesimpulan 1.
4.4.2 Pengaruh Konsentrasi Etanol Terhadap Kandungan Selulosa Pulp Kandungan Selulosa (%)
15
100
2.
80 60 40 20 0 10
15
20
25
30
35
40
Konsentrasi Etanol (%)
3. Gambar 4.8
Pengaruh Konsentrasi Etanol Terhadap Kandungan Selulosa Pulp
Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 16, Agustus 2009
Makin tinggi temperatur pemasakan, maka rendemen dan kandungan lignin pulp yang dihasilkan akan semakin rendah. Pada temperatur yang terlalu tinggi, selulosa akan ikut terdegradasi Makin tinggi lama pemasakan, maka rendemen pulp yang dihasilkan cenderung makin rendah, kandungan selulosa pulp yang semakin tinggi, dan kandungan lignin pulp yang semakin rendah. Tetapi terdapat batas lama pemasakan dimana kandungan lignin melekat kembali pada pulp. Makin tinggi konsentrasi etanol, maka dihasilkan rendemen pulp yang semakin rendah, kandungan selulosa pulp yang
19
4.
semakin tinggi, dan kandungan lignin pulp yang semakin rendah. Kondisi variabel pemasakan terbaik dari penelitian ini adalah pada temperatur pemasakan 95oC, lama pemasakan 75 menit dan konsentrasi etanol 40%.
Sugesty, Susi. 1986. “Lignin dan Kadar Metoksil dari Beberapa Bahan Baku untuk Pulp”. Jurnal Penelitian. Bandung : Balai Penelitian Pulp, Balai Besar Selulosa.
VI. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. “Pulping Process”. Diakses pada 4 November 2008 dari http://www.wikipedia.com/.
Anonim. 2009. “Sodium Hydroxide Used in Paper Pulping”. Diakses pada 27 Februari 2009 dari http://www.bulkmsm.com/research/msm /page6.htm. Arita, Susila. 2005. “Proses dan Perancangan Pembuatan Pulp Biomassa (Tandan Kosong Kelapa Sawit) dengan Pelarut Organik”. Laporan Riset Unggulan Terpadu. Kementrian Riset dan Teknologi RI. Anggraini, Dian. Dan B. Oktora, Yosei. 2007. “Pemanfaatan Daun Nenas Sebagai Bahan Baku Pembuatan Pulp dengan menggunakan Larutan Pemasak Campuran Alkali-Etanol (NaOHC2H5OH)” Inderalaya:UNSRI. Isro’i. 2008. “Akhirnya Bisa Membuat Pulp dari Jerami”. Diakses pada 17 Juli 2008 dari http://wordpress.isro’iblog.com/ Kusniawati, Euis, Nurjanah, Siti. 2004. ”Perbandingan Kinerja Solvent (Etanol, Metanol) dengan dan Tanpa Katalis dalam Pembuatan Pulp dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)”. Palembang:UNSRI. Muurinen, Esa. 2000. “Organosolv Pulping”. Diakses pada 19 September 2008 dari http://www.google.com/. Robinson, Trevor. 1995. “Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi”. Bandung:ITB.
20
Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 16, Agustus 2009