SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
PENGARUH TEMPERATUR DAN ACCELERATOR NANO2 PADA PROSES ZINC PHOSPHATING DI APLIKASI COATING BAJA KARBON RENDAH Muhammad Fitrullah(1), Wahyudin (2), P. Tarigan (3), Y. Basten Nababan (4) (1); (4)
Jurusan Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Jenderal Sudirman Km.3 Cilegon 42435, Indonesia (2) ; (3) Asosiasi Coating Indonesia (Ascoatindo), Bandung-Jawa Barat E-mail :
[email protected]. Abstrak Phosphating merupakan salah satu jenis pelapisan yang banyak dipakai untuk aplikasi komponen logam pada beberapa mesin atau rangka struktur kendaraan dan termasuk ke dalam kelompok ‘conversion coating’. Tujuan proses phosphating adalah untuk menyediakan permukaan logam bebas dari kotoran serta rata dan juga meningkatkan kelekatan antara substrat logam dengan lapisan organic seperti cat. Penelitian ini menggunakan zinc phosphate dengan metode immersing, menggunakan urutan pretreatment berupa degreasing, pickling, dan rinsing. Proses phosphating dilakukan dengan kondisi konsentrasi larutan zinc phosphate 0,35M dan waktu pencelupan tiap sampel selama 20 menit. Larutan zinc phosphate dipanaskan hingga temperatur 60oC, 70oC, dan 80oC. Selain itu, dalam penelitian ini ditambahkan accelerator NaNO2 ke dalam larutan sebanyak 0.1 g/l, 0.2 g/l, 0.3 g/l, dan 0.4 g/l. Dilakukan penimbangan tiap roses untuk mengetahui ketebalan lapisan yang terbentuk melalui analisa gravimetric. Setelah itu dilakukan pengujian ketahanan korosi dengan salt spray test, menggunakan SEM untuk melihat micrograph lapisan yang terbentuk serta mikroskop optic untuk melihat ketebalan lapisan zinc phosphate. Hasil salt spray diamati secara visual dan perhitungan penambahan berat, termasuk bare metal. Baja dengan ketahanan korosi paling baik yaitu baja dengan pencelupan pada temperatur 70oC dan accelerator NaNO2 yang paling optimal adalah 0.1 g/l. Berdasarkan analisa gravimetri, berat lapisan yang terbentuk 9,316.10-5 gr/cm2 dan ketebalan lapisan zinc phosphate yang terbentuk ialah 4,65 mikron. Kata Kunci: phosphating, conversion coating, zinc phosphating, accelerator, NaNO2.
Pendahuluan Komponen yang terbuat dari logam banyak digunakan di lapangan, dan korosi menjadi salah satu penyebab kegagalan komponen tersebut karena interaksinya dengan lingkungan. Korosi dapat menimbulkan dampak yang cukup besar, salah satunya adalah pemborosan sumber daya alam. Selain itu korosi juga dapat mengakibatkan lingkungan tercemar karena terjadi kerusakan pada logam, sehingga dapat memakan korban jiwa. Dari segi estetika, korosi menyebabkan buruknya penampilan suatu material. Untuk dapat mencegah dampak yang ditimbulkan korosi, harus dilakukan pengendalian korosi atau menghambat laju korosi sehingga dapat menghemat penggunaan sumber daya alam dan memperpanjang umur material. Berbagai metode pengendalian korosi mempunyai keunggulan masing-masing. Aplikasi coating memiliki keunggulan yang unik, selain dapat berfungsi sebagai pelindung logam, coating juga memiliki fungsi dekoratif. Selain itu, coating termasuk cara proteksi korosi yang mudah diaplikasikan dan lebih ekonomis. Karena itulah aplikasi coating paling banyak digunakan dibandingkan metode proteksi korosi lain. Namun demikian, aplikasi coating memiliki keterbatasan dalam persiapan permukaan logam yang akan diproteksi. Cat yang telah melapisi suatu logam sangat mudah terkelupas akibat pengaruh lingkungan yang fluktuatif sehingga peran komponen menjadi berkurang dan akan menyebabkan resiko. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pemilihan material coating yang kurang baik, persiapan permukaan atau aplikasi coating yang kurang baik. Dari ketiga faktor diatas, kegagalan coating paling banyak disebabkan karena surface preparation yang tidak baik. Maka diperlukan pre-treatment sebelum
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
MET02 - 1
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
komponen logam akan di cat. Hal ini diperlukan karena akan berpengaruh pada daya rekat (adhesi) antara material coating dengan benda kerja. Daya kohesi antara partikel cat biasanya lebih kuat daripada daya adhesi logam dengan cat. Hal ini menyebabkan cat tidak mudah menempel pada logam tanpa media khusus. Proses pre-treatment tersebut adalah phosphating yang merupakan suatu proses pelapisan logam secara kimiawi. Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan proses phosphatasi dengan menggunakan Fe, Zn dan Mn. Pembentukan lapisan phospat berasal dari zinc, besi (Iron) maupun manganese fosfat (berbentuk kristal) yang menempel dan melapisi permukaan logam. Jumlah kristal fosfat yang menempel pada permukaan plat (coating weight) dinyatakan dengan satuan miligram per meter persegi. Pada aplikasinya di dunia industri, phosphating yang paling banyak digunakan adalah seng fosfat. Penelitian sebelumnya telah meneliti daya rekat cat terhadap komponen dan ketahanan korosi komponen dengan proses seng fosfat. Untuk mengoptimalkan proses seng fosfat, maka perlu dilakukan penelitian berikutnya guna memperoleh proses yang lebih efektif. Penelitian ini mencoba mempelajari pengaruh variabel temperatur proses pretreatment dengan penambahan accelerator menggunakan seng fosfat terhadap ketahanan korosi. Dan juga untuk mengetahui pengaruh penambahan accelerator dengan variabel temperatur terhadap ketebalan lapisan fosfat yang terbentuk Studi Pustaka 1.1 Coating Coating atau pelapisan merupakan teknik pengendalian atau proteksi logam yang paling sederhana dan umum dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, teknik pengendalian ini merupakan alternatif pilihan pertama sebelum diterapkan teknik pengendalian lainnya. Selain dimaksudkan untuk memproteksi benda kerja atau logam, coating juga berfungsi untuk memperindah penampakan permukaan benda kerja. Pada umumnya, bahan pelapis yang digunakan terdiri dari bahan-bahan organik, anorganik, atau logam. Sebelum coating umumnya dilakukan suatu tahapan pendahuluan yang bertujuan untuk membersihkan permukaan benda kerja dari kotoran-kotoran seperti grease, garamgaram, lapisan-lapisan oksida sperti scale dan karat. Tahapan ini disebut cleaning dan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan kualitas pelapisan yang dihasilkan. Dapat dikatakan bahwa teknik pelapisan yang biasa saja dengan tahapan cleaning yang baik adalah lebih baik daripada teknik pelapisan yang canggih tetapi tahapan cleaning buruk karena mutu pelapisan yang dihasilkan akan buruk. Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dalam memilih dan mengontrol tahapan cleaning. Standar spesifikasi tahap cleaning yang diterapkan di Amerika menggunakan standar SSPC (Steel Structures Painting Council).
Gambar 1 Sistem coating dua lapis [Haddock : 2002]
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
MET02 - 2
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Karena cat tidak menempel baik pada logam, proses pembersihan dan pretreatment sangat penting. Pretreatment kimiawi mengubah permukaan logam, sehingga lebih cocok untuk adhesi primer. Pretreatment populer untuk baja galvanis secara tradisional seng fosfat dan yang lebih baru, oksida kompleks dan perawatan kering ditempat. Seng fosfat dianggap oleh kebanyakan lebih efektif sebagai inhibitor korosi pada goresan dan tekukan parah, terutama di lingkungan agresif. Langkah pertama yaitu aplikasi pembersihan, pretreatment dan aplikasi primer yang paling penting untuk memastikan perlindungan adhesi dan korosi di film. Pretreatment membuat lapisan primer dan meningkatkan perlindungan korosi, dan lapisan primer membuat lapisan atas menempel. Setelah pendinginan primer, lapisan teratas biasanya diterapkan pada ketebalan target 0,75 mil. Total ketebalan dry-film kedua lapisan adalah 0.9-1.0 mil. Proses dua lapisan ini adalah standar industri komersial dan sistem yang paling umum digunakan di Amerika Utara. 1.2
Conversion Coating Istilah “pelapisan konversi“ ini digunakan untuk menggambarkan coating di mana logam substrat menyediakan ion yang menjadi bagian dari lapisan pelindung. Lapisan lapisan tersusun dari senyawa anorganik yang secara kimia inert. Senyawa inert ini pada permukaan mengurangi daerah anodik dan katodik dan menunda pengendapan dari zat reaktif ke dasar logam. Hasil ini meningkat berdasarkan kemiringan kurva polarisasi dari anodik dan katodik sehingga mengurangi tingkat korosi substrat. 1. 2. 3. 4.
Konversi lapisan yang digunakan untuk berbagai alasan, termasuk: Untuk meningkatkan kelekatan dari lapisan organik Untuk memperoleh secara elektrik isolasi lapisan penghalang Untuk menyediakan permukaan bebas kotoran yang rata Untuk menyediakan inhibisi korosi aktif dengan mengurangi laju reaksi pengurangan oksigen, atau dengan melakukan passivasi substrat logam tersebut
Yang termasuk dalam kelompok ini ialah fosfat, kromat, oksida, dan pelapisan anodise. Lapisan ini tersusun dari produk korosi yang telah dibentuk secara artifisial oleh reaksi-reaksi kimia atau elektrokimia pada larutan tertentu. Produk korosi yang seperti inilah dibentuk untuk membangun penghalang perlindungan pada substrat logam. Penghalang ini mengurangi keaktifan di daerah permukaan basis logam, dengan demikian akan menunda transportasi zat pengoksidasi dan zat agresif. Dengan demikian, lapisan tersebut menghambat pembentukan sel korosi. Tingkat penghalang sekunder tergantung pada yang kekompakan, kontinuitas, dan stabilitas dari produk lapisan korosi. Masing-masing konversi pelapis melindungi dasar logam terhadap korosi dengan dua atau tiga kemampuan pelindung berikut: 1. penghalang sekunder dari produk korosi 2. tindakan menghambat dari senyawa larut yang terkandung dalam produk korosi 3. meningkatkan kerekatan pelapisan oleh pembentukan lapisan produk korosi yang rata [Schweitzer, Philip A : 2010]. 1.3
Phosphating Phosphating merupakan suatu proses pelapisan logam secara kimiawi. Pembentukan lapisan phospate berasal dari seng, besi maupun alumunium fosfat (berbentuk kristal) yang menempel dan melapisi permukaan part. Jumlah kristal phospat yang menempel pada permukaan plat (coating weight) dinyatakan dengan satuan miligram per meter persegi. Phosphating merupakan suatu perubahan dari permukaan logam menjadi permukaan baru yang mempunyai sifat-sifat non-metalik dan nonkonduktif. Setelah terbentuk lapisan fosfat, maka diperlukan pemanasan pada suhu tertentu yakni berkisar antara 150° - 180° C, sehingga phosphating menghasilkan kristal fosfat yang kecil-kecil dan rata. Pada suhu tersebut, air yang berada di lapisan fosfat akan menguap. Bila panas yang diberikan berlebihan (melebihi 200° C) kristal yang terbentuk
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
MET02 - 3
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
akan pecah, sehingga terjadi celah-celah yang akan menurunkan daya lekat cat dan menyebabkan timbulnya korosi. Secara umum kriteria yang perlu diperhatikan dari proses phosphating adalah ketahanan korosinya. Metode yang selalu digunakan pada pelapisan fosfat yaitu dengan pencelupan, menggunakan urutan yang meliputi degreasing dan tahap phosphating, dan masingmasing tahap diatas dilakukan pencucian. Rentang waktu perlakuan yang diberikan yaitu dari 3 sampai 5 menit untuk lapisan seng fosfat yang tipis dan diatas 30 sampai dengan 60 menit untuk lapisan seng, besi atau mangan fosfat yang tebal. Proses seng fosfat dipercepat dengan menggunakan power spray dan waktu proses dapat berkurang 1 atau kurang dari 1 menit. Penggunaan power spray sangat menguntungkan untuk produksi massal seperti mobil dan lemari es, sebagai konveyor yang dapat dijalankan langsung melalui spray tunnel, yang menggabungkan tahapan-tahapan degreasing, rinsing, phosphating, rinsing, dan drying [ Shreir, L.L : 1994]. Selama bertahun-tahun, phosphating adalah salah satu teknik seni yang diakui untuk pra perawatan bagian beragam peralatan untuk industri otomotif, rekayasa dan banyak cabang industri lainnya. Phosphating yang bertujuan untuk mencapai: 1. peningkatan adhesi lapisan coating; 2. peningkatan perlindungan korosi; 3. tidak ada gangguan di proses coating karena kegagalan pada permukaan; 4. struktur lapisan homogen. 1.4
Mekanisme Pembentukan Lapisan Fosfat Phosphate coating terdiri dari kristal garam logam yang dibentuk dan/atau kristal garam ion logam yang ditambahkan ke larutan phosphating. Ketika logam datang dalam kontak dengan larutan phosphating, beberapa pickling terjadi yang mengakibatkan pengurangan konsentrasi asam pada antarmuka logam dengan cairan. Pada titik ini besi larut, hidrogen berevolusi, dan lapisan fosfat menempel. Larutan harus berisi tambahan ion logam, seperti seng atau mangan, ion lapisan fosfat ini juga akan menempel. Accelerator seperti nitrit, nitrat, klorat, peroksida atau bahan kimia organik khusus dapat ditambahkan untuk meningkatkan tingkat pengendapan lapisan. Secara umum, lapisan besi fosfat memiliki berat 25-90 mg/ft2 dan lapisan seng fosfat memiliki berat 100300 mg/ft2 umumnya diterima sebagai basis untuk ikatan cat. Seperti dengan apapun sebaik-baiknya kualitas penyelesaian logam, pilihan yang tepat dari pembersih dan senyawa phosphating memerlukan pertimbangan cermat. Pembersihan yang buruk cenderung mengurangi kualitas lapisan fosfat dan menimbulkan berkarat, goresan, atau bubuk [Gale Seamon]. 1.5
Zinc Phosphate Butiran halus lapisan seng fosfat biasanya digunakan untuk ikatan cat dan menahan terjadinya karat. Pengendalian butiran halus lapisan seng fosfat menghasilkan ketahanan korosi lebih baik daripada lapisan besi fosfat secara umum. Dengan semakin meningkatnya peraturan lingkungan yang berkaitan dengan pembuangan air bilas yang mengandung logam berat dan sludges, popularitasnya terbatas untuk operasi-operasi besar dengan fasilitas pengolahan limbah yang rumit. Lapisan seng fosfat diproduksi pada permukaan logam ferrous dan nonferrous dalam larutan yang dibuat dari senyawa konsentrat cair. Konsentrat cair mengandung seng-bantalan garam dan asam fosfat bebas. Ini juga dapat berisi seperti accelerator seperti klorat, nitrat, atau senyawa organik. Nitrit atau peroksida dapat ditambahkan secara langsung pada larutan. Senyawa seng fosfat tertentu mungkin berisi ion logam bivalent untuk memperbaiki struktur kristal lapisan fosfat. Penambahan fluorida atau garam mungkin diperlukan untuk mendorong pengendapan lapisan pada logam non - ferrous.
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
MET02 - 4
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
1.6
Accelerator Percepatan proses phosphating dalam praktek, reaksi phosphating cenderung lambat karena polarisasi disebabkan oleh hidrogen yang berevolusi dalam reaksi katodik. Untuk mencapai lapisan pembentukan dalam waktu yang praktis, beberapa mode akselerasi harus digunakan. Berbagai cara percepatan pembentukan lapisan fosfat dapat secara luas diklasifikasikan menjadi tiga metode, salah satunya adalah percepatan kimia. Percepatan kimia Zat pengoksidasi dan logam lebih mulia daripada besi seperti, Cu, Ni, dll, merupakan bagian yang paling penting dari percepatan kimia. Mereka mempercepat proses pengendapan melalui mekanisme yang berbeda. Agen pengoksidasi mendepolarisasi reaksi setengah sel katoda dengan mencegah akumulasi hidrogen pada area katodik, sedangkan ion logam mulia mendorong pelarutan logam dengan menyediakan over-potensial katoda rendah oleh pengendapan mereka. Karena percepatan melalui depolarisasi dipilih hanya untuk mendorong pelarutan logam, agen pengoksidasi telah ditemukan penggunaannya luas daripada logam. Selain itu, mereka mencegah terbentuknya besi berlebihan di larutan, yang dapat merusak lapisan yang baik. Accelerator oksidator yang paling umum digunakan adalah nitrit, klorat, nitrat, peroksida dan senyawa nitro organik baik sendiri atau dalam berbagai kombinasi. Kombinasi yang umum adalah asam nitrat nitrit, nitrit-klorat-nitrat dan klorat-nitrobenzene sulfonik. Karakteristik dari beberapa accelerator oksidator yang umum digunakan diberikan dalam tabel 2.3. Beberapa agen pereduksi seperti logam alkali sulphites, hypophosphites, phosphites, formaldehida, benzaldehida, hydroxylamine, asam acetaldehyde, piridina N-asam, morpholine N-asam, quinones dll, juga dicoba sebagai accelerator tetapi tidak sesukses accelerator oksidator dari sudut pandang industri. Metodologi Penelitian Penelitian ini meliputi proses zink phosphating, dimana sampel baja berukuran 6,5 x 2,6 cm dengan tebal 0,8 mm sebanyak 45 buah. Kemudian dilakukan proses surface cleaning dilakukan dengan larutan soda api 200 ml kosentrasi 5% selama 4 menit pada temperatur 75 0C. Proses pembilasan dilakukan dengan air hangat sebanyak 200 ml selama 30 detik pada temperatur 60 0C. Selanjutnya diproses pickling dengan larutan asam sulfat sebanyak 200 ml kosentrasi 1,9M selama 1 menit. Proses pembilasan dilakukan dengan air mengalir selama 30 detik. Sampel dicelupkan kedalam larutan seng fosfat dengan variasi temperatur 60 0C, 70 0C, dan 80 0C dan penambahan accelerator NaNO2 0 g/l, 0,1g/l, 0,2g/l, 0,3g/l, dan 0,4g/l. Kemudian dilakukan drying dan proses pembilasan dengan air selama 30 detik dan terakhir diproses acid sealing dengan menggunakan asam kromat selama 30 detik pada temperatur kamar. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop elektron dan optik, dimana sampel diletakkan ke dalam chamber. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy pada perbesaran 200x, 1200x, dan 1750x. Sedangkan untuk mengetahui tebal lapisan phosphat yang terbentuk maka sampel dipreparasi metalografi dan diamati dengan mikroskop optik. Untuk pengamatan korosi, dilakukan pengujian salts spray yang menggunakan ruang kabut garam Hasil dan Pembahasan Pengaruh Temperatur Phosphating Dan Accelerator Terhadap Ketebalan Lapisan Zinc Phosphate Ketebalan lapisan zinc phosphate yang dihasilkan melalui proses immersion sangat di pengaruhi oleh waktu pencelupan, konsentrasi larutan, dan juga temperatur larutan. Selain itu, penambahan accelerator juga dapat mempengaruhi lapisan yang terbentuk. Pada penelitian kali ini, waktu yang digunakan untuk tiap percobaan adalah 20 menit, dan konsentrasi larutan zinc phosphate 0.35M. Variasi temperatur adalah 60oC, 70oC, dan 80oC dan accelerator yang ditambahkan kedalam larutan zinc phosphate adalah NaNO2, banyaknya sebesar 0.1 g/l, 0.2 g/l, 0.3 g/l, dan 0.4 g/l. Percobaan juga dilakukan dengan Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
MET02 - 5
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
pencelupan baja ke dalam baja tanpa penambahan NaNO2. Tebal lapisan zinc phosphate dihitung dengan metode gravimetri, yaitu berat logam setelah di phosphating di kurangi berat awal logam di bagi luas penampang logam yang terlapisi zinc phosphate. Hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Pengaruh penambahan accelerator dan temperatur terhadap ketebalan lapisan zinc phosphate Pada percobaan ini, waktu yang di gunakan setiap pencelupan yaitu 20 menit, serta konsentrasi larutan 0,35 M. Sehingga yang diamati ialah perubahan suhu serta penambahan accelerator berupa NaNO2. Pada Gambar 2 terdapat tiga grafik yaitu perubahan ketebalan lapisan pada temperatur 60o, 70o, serta 80o C. Accelerator yang di gunakan adalah konsentrasi 0,1 g/l, 0,2 g/l, 0,3 g/l, dan 0,4 g/l, serta di lakukan percobaan tanpa menggunakan accelerator. Gambar 2 menunjukkan ketebalan lapisan phosphate, dimana dengan meningkatnya temperatur mengakibatkan lapisan yang terbentuk lebih tebal. Dapat dilihat pada percobaan tanpa penambahan accelerator (0 g/l), pada temperatur 60 oC menghasilkan tebal lapisan 6,418.10-5 g/cm2, ketika dilakukan percobaan dengan temperatur 70 oC tebal bertambah yaitu 8,394.10-5 g/cm2, dan ketebalan paling tinggi sebesar 9,060.10-5 g/cm2 diperoleh pada temperatur 80 oC. Hasil yang diperoleh menjelaskan bahwa kenaikan temperatur diharapkan akan meningkatkan ketebalan lapisan zinc phosphate. Pembentukan besi fosfat primer yang larut menyebabkan menipisnya konsentrasi asam bebas lokal secara serentak dalam larutan yang mengakibatkan peningkatan pH pada antarmuka logam/larutan. Perubahan pH ini mengubah keseimbangan hidrolitik yang ada antara fosfat utama yang larut dan fosfat tersier yang tidak larut dari ion logam berat yang hadir dalam larutan phosphating, yang mengakibatkan konversi cepat dan pengendapan fosfat tersier Sejumlah asam fosfat bebas harus hadir untuk menekan hidrolisis dan memelihara larutan stabil untuk pengendapan fosfat yang efektif pada anoda. Faktor lain yang mempengaruhi pergeseran utama untuk kesetimbangan fosfat tersier adalah temperatur. Temperatur yang lebih tinggi mendukung pengendapan phosphate tersier lebih mudah dalam waktu yang lebih pendek [Narayanan, 2005] Namun pada praktek immersing dengan penambahan accelerator, tidak diikuti dengan peningkatan ketebalan lapisan zinc phosphate yang linear. Pada penambahan 0,1 g/l accelerator, ketebalan lapisan dengan temperatur 70 oC meningkat menjadi 9,316.10-5 g/cm2 yang merupakan ketebalan paling tinggi di antara semua sampel. Pada temperatur 60 oC pun tebal lapisan naik sedikit menjadi 6,588.10-5 g/cm2. Sedangkan proses immersing dengan temperatur larutan 80 oC menurunkan tebal lapisan menjadi 8,487.10-5 g/cm2. Accelerator tidak terlalu signifikan perannya terhadap kenaikan ketebalan, tetapi lebih berperan untuk mempercepat terbentuknya lapisan. Kemudian saat dilakukan percobaan dengan penambahan 0,2 g/l NaNO2 sebagai accelerator ke dalam larutan zinc phosphate, sampel yang di celupkan dalam larutan 80 o C memperoleh ketebalan yang paling tinggi di bandingkan larutan dengan temperatur 70 o C dan 60 oC. Tebal lapisan naik daripada penambahan 0,1 g/l accelerator menjadi Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
MET02 - 6
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
8,694.10-5 g/cm2, sedangkan pada larutan 70 oC dan 60 oC mengalami penurunan dari tebal sebelumnya. Dapat dilihat pula pada gambar 4.1 saat penambahan accelerator sebesar 0,3 g/l, tebal yang diperolah masing-masing sampel sama hasilnya dengan accelerator 0,1 g/l secara berurutan tebal tertinggi pada 80o C, 70 oC, dan paling rendah ketebalannya pada 60 oC. Sebenarnya accelerator tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tebal lapisan zinc phosphate yang terbentuk. Tetapi accelerator dapat berfungsi untuk memperhalus butiran-butiran zinc phosphate yang menempel pada substrat baja. Pada konsentrasi NaNO2 yang lebih tinggi di larutan phosphating morfologi permukaan akan berubah, merupakan indikasi jumlah nukleasi lebih baik, dan kristal lebih kecil, walaupun struktur yang dihasilkan sama. Efek sama dari accelerator ditunjukkan selama pembentukan lapisan zinc phosphatepada permukaan baja. Yaitu kristal fosfat yang lebih kecil, lebih padat, dengan cakupan permukaan lebih tinggi diperoleh dengan peningkatan konsentrasi accelerator (NaNO2 dan NaNO3) [Popic, 2011]. Sedangkan pada proses immersing dengan penambahan NaNO2 0,4 g/l pada larutan, hasil ketebalan yang diperoleh cenderung turun sangat jauh di bandingkan dengan ketebalan lapisan lain, kecuali pada temperatur 70 oC yang mengalami kenaikan tebal menjadi 9,273.10-5 g/cm2. pada temperatur 60 oC tebal lapisan hanya 3,912.10-5 g/cm2 dan pada temperatur 80 oC hanya menghasilkan tebal 4,634.10-5 g/cm2. Penambahan accelerator memang sangat penting. Walaupun dengan bertambahnya konsentrasi accelerator akan menghasilkan pembentukan lapisan yang lebih baik, jika terlalu banyak penggunaannya akan menyebabkan pasifasi pada permukaan logam dan menghambat pertumbuhan butir. Pengujian Ketahanan Korosi Baja Dengan Lapisan Zinc Phosphate Menggunakan Salt Spray Sampel yang dimasukkan ke dalam salt spray chamber berjumlah 16 buah termasuk bare metal. Empat contoh sampel yang didokumentasi sebelum pengujian agar nanti dapat dilihat perubahan yang terjadi setelah beberapa hari. Pada jam ketiga setelah penguijan, dilakukan analisa secara visual dan ternyata semua sampel masih dalam keadaan baik serta belum terkorosi, termasuk baja yang tidak diberikan perlakuan apapun sebagai pembanding. Setelah 24 jam pengujian dilakukan kembali analisa secara visual. Sampel baja tanpa perlakuan sudah sangat terkorosi diseluruh bagian permukaan nya. sampel dengan temperatur larutan 80 oC tanpa accelerator pun telah terkorosi di hampir seluruh permukaan, sedangkan sampel dengan temperatur larutan 60 oC dan penambahan 0,4g/l accelerator mulai muncul sedikit korosi pada ujung-ujung permukaan logam. Dan pada sampel dengan temperatur larutan 70 oC dan penambahan 0,1g/l accelerator belum terlihat adanya korosi yang muncul, hanya terjadi inisiasi korosi dengan adanya bintikbintik kecil di beberapa bagian permukaan logam. Setelah itu dilakukan penimbangan untuk mengukur berat logam yang terbuang karena terkorosi. 3 jam kemudian dilakukan kembali pengamatan secara visual untuk mengamati sampel-sampel yang masih dalm kondisi baik dan belum terkorosi. Selang empat hari dari awal pengujian,terlihat hampir semua bagian pada smpel berubah warna menjadi kuning, dengan demikian telah terjadi korosi pada semua baja. Sampel yang paling hancur ialah baja tanpa perlakuan, kemudian sampel dengan temperatur 80 oC pun mengalami korosi merata. Hampir semua bagian permukaan tertutup korosi. Sampel dengan temperatur 60 oC dan penambahan 0,4g/l accelerator pun telah terkorosi, terutama pada bagian bawah permukaan nya yang tertutup korosi sangat tebal. Sedangkan sampel dengan temperatur 70 oC dan penambahan 0,1 g/l accelerator masih ada beberapa bagian permukaan yang belum tertutup korosi walaupun telah terkorosi. Peningkatan ketahanan korosi dan pengurangan kecenderungan untuk terbentuk blister dapat diperoleh dengan melakukan pembilasan akhir dengan asam kromat, atau sebaiknya dengan asam fosfat, dan asam kromat yang digabungkan. Biasanya jumlah Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
MET02 - 7
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
asam konten yang digunakan 0.05% . Konsentrasi asam kromat yang lebih tinggi pada pembilasan akan meningkatkan ketahanan korosi, sebagian pasifasi dari logam atau poripori dalam lapisan fosfat, tetapi terutama penyerapan ke lapisan. Ketahanan korosi naik terus dengan peningkatan konsentrasi asam kromat, tetapi asam kromat di atas 0,2% lapisan fosfat cenderung akan larut [Shreir, 1994]. Jika dilihat secara visual, ada dua sampel yang memiliki ketahanan korosi paling baik yaitu sampel dengan penambahan accelerator 0,1 g/l pada temperatur 60 o C dan 70 o C. hasil perhitungan laju korosi dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 3 Grafik laju korosi sampel pada pengujian saltspray Dari Gambar 3 secara jelas terlihat laju korosi masing-masing sampel yang telah di uji ketahanan korosi di dalam salt spray. Laju korosi paling tinggi semestinya ialah sampel 16 yang merupakan bare metal, baja yang tidak mengalami perlakuan apapun. Di bandingkan sampel lain, laju korosi sampel 16 tidak paling tinggi, dikarenakan pada saat proses pengeringan sampel terjadi ketidaktelitian, begitu pula dengan sampel 14 dan sampel 15. Ketika dilihat secara visual, memang baja tanpa perlakuan mengalami korosi yang sangat merata di hampir seluruh permukaan. Tetapi secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa proses phosphating dapat menambah ketahanan korosi suatu material. Dari Gamber 3 juga menunjukkan ada beberapa sampel yang memiliki laju korosi paling rendah, yaitu sampel 2, sampel 7, dan sampel 13. Tetapi lewat pengamatan visual diperoleh hasil bahwa sampel 2 (60 oC + 0.1 g/l acc) dan sampel 7 (70 oC + 0.1 g/l acc) yang paling sedikit terkorosi. Pengamatan tebal Lapisan Dan Struktur Butir Zinc Phosphate Pada Baja Pengamatan dengan mikroskop optik dengan perbesaran 400x. Hasil yang diperoleh yaitu pada sampel 1 dengan temperatur phosphating 60o C tanpa penambahan acelerator memiliki ketebalan lapisan 4,11 mikron. Sedangkan sampel 7 dengan temperatur phosphating 70 o C dan penambahan 0,1 g/l accelerator memiliki ketebalan lapisan 4,65 mikron. Dari data ini dapat dilihat bahwa ketebalan sampel 7 lebih tinggi dibandingkan sampel 1. Jika dibandingkan dengan analisa gravimetri, sampel 1 juga memiliki ketebalan 6,418.10-5 g/cm2, lebih rendah daripada sampel 7 yaitu 9,316.10-5 g/cm2. Sesuai dengan analisa gravimetri, bahwa temperatur yang lebih tinggi akan menghasilkan pengendapan yang lebih baik sehingga dihasilkan tebal yang lebih tinggi. Mekanisme pembentukan lapisan phosphate pada suatu logam pada dasarnya sama untuk semua tipe phosphating. Larutan terdiri atas fosfat primer yang terlarut dalam laturan yang terdiri dari asam phosphate. Ketika komponen logam dicelupkan kedalam larutan, asam akan menyerang permukaan logam, menyebabkan penurunan konsentrasi asam pada antarmuka cairan/logam. Fosfat primer yang larut terdekomposisi menjadi fosfat tersier yang tidak larut, dimana akan mengendap pada permukaan, molekuler yang terikat dalam proses. Dekomposisi melepas ion hidrogen yang cenderung akan
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
MET02 - 8
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
mengembalikan level asam pada daerah tersebut. Proses berlangsung sampai permukaan terlapisi secara sempurna. [Waldie, 1974] Micrograph seng fosfat yang terbentuk dilihat permukaannnya dengan menggunakan SEM. Sampel yang di analisa merupakan sampel yang telah di metalografi, yaitu sampel 1 dan sampel 7. Berikut ini adalah hasil pengamatan :
(a) (b) Gambar 4 (Struktur lapisan (a). Sampel 1, (b). Sampel 7 Pengamatan menggunakan SEM dengan perbesaran 1750x diharapkan dapat terlihat butiran-butiran seng fosfat yang terbentuk. Pada Gambar 4 (a) merupakan struktur lapisan seng fosfat pada sampel yang dilakukan pencelupan dengan temperatur 60 oC, sedangkan Gambar 4 (b) adalah hasil SEM baja dengan temperatur pencelupan 70 oC dan penambahan NaNO2 0.1 g/l. Kesimpulan Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Temperatur efektif proses zinc phosphating dengan penambahan konsentrasi accelerator yang optimal dapat mempengaruhi bentuk lapisan sehingga menghasilkan ketahanan korosi paling baik. Temperatur optimal adalah 70oC dengan penambahan 0,1 g/l NaNO2. 2. Penambahan accelerator tidak berpengaruh terhadap ketebalan yang dihasilkan, hanya mempercepat proses pembentukan lapisan. Tetapi semakin tinggi temperatur proses, akan meningkatkan ketebalan lapisan yang tebentuk. Ucapan Terima kasih Penelitian ini dibiayai oleh Assosiasi Coating Indonesia (Ascoatindo) – Bandung – Jawa Barat Tahun Akademik 2012/2013. Daftar pustaka Fachikov, L, Ivanova, D. 2007. Phosphating Of Cold Galvanized Carbon Steel University of Chemical Technology and Metallurgy. Bulgaria Fachikov,L,etal. 2006. Zinc – manganese phospating of Carbon Steels Characteristic Solution and Coating. University of Chemical Technology and Metallurgy. Bulgaria Gale seamon. Pretreatment and surface preparation for liquid paint system Haddock, Rob. 2002. Paint Finishes for Metal M.S. Boulos Adhesion
and M. Petschel. 1997 . Coatings
for
Rubber
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
Bonding
and
Paint
MET02 - 9
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Mohammed Hliyil Hafiz. 2007. Effect of Zinc phosphating on Corrosion Control for Carbon Steel Sheets Narayanan, T.S.N Sankara. 2005. “Surface Pretreatment By Phospate Conversion Coating” – A review. India Popic , JP. 2011. The effect of deposition temperature on the surface coverage and morphology of iron-phosphate coatings on low carbon steel. University of Belgrade. Serbia Prof. Dr. O. Rentz. 2002. Best Available Techniques (BAT) for the Paint- and Adhesive Application in Germany Roberge, R Piere.1994. ”Handbook Of Corrosion Engineering”.New York Schweitzer,Philip A, 2010. Fundamental of Corrosion. CRC Press. London Shreir, L.L.,R.A Jarman,G.T Bursten.1994.”Corrosion Control Third Edition”. Oxford: Butterworth – Heinemann Ltd Waldie,JM. 1974. Surface coating Vol 2- Paints and Their Aplications.The educational Books. Australia.
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
MET02 - 10