PENGARUH SUHU TERHADAP JUMLAH LARVA Aedes aegypti YANG TERPERANGKAP PADA OVITRAP WARNA MERAH DI KELURAHAN HUANGOBOTU KECAMATAN DUNGINGI KOTA GORONTALO Fitriyanti Lakoro1), Rany Hiola2), Ramly Abudi3). Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo (Fitriyanti Lakoro)
[email protected] Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo (Rany Hiola)
[email protected] Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo (Ramly Abudi)
[email protected]
Abstrak
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan masalah yang sangat serius saat ini. Kasus kematian dan kesakitan setiap tahun selalu ada khususnya di Puskesmas Dungingi. Untuk menurunkan populasi nyamuk yaitu dengan cara mengendalikan populasi telur yang menetas menjadi larva dan kemudian menjadi nyamuk dewasa. Salah satu alternatif untuk menarik perhatian nyamuk agar dapat dikendalikan yaitu dengan cara pembuatan alat perangkap nyamuk sederhana atau yang dikenal dengan Ovitrap. Saat peletakkan Ovitrap dilakukan pengukuran suhu (Rakkang, 2013). Rumusan masalah yakni apakah ada pengaruh suhu terhadap jumlah larva Aedes aegypti yang terperangkap pada Ovitrap warna merah. Adapun Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh suhu di dalam dan di luar rumah terhadap jumlah larva Aedes aegypti yang terperangkap pada Ovitrap warna merah di Kelurahan Huangobotu. Jenis penelitian ini merupakan eksperimen semu dengan rancangan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah Rumah Penduduk Kelurahan Huangobotu yang terdiri dari 15 RT. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. yaitu 1 RT diambil 1 rumah penduduk jadi sampel keseluruhan dari 15 RT sebanyak 15 rumah penduduk. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan suhu rata-rata di dalam dan di luar rumah (Anova F=0,000, p≤0,05). Kesimpulannya pengaruh suhu didalam dan diluar rumah memiliki perbedaan yang signifikan, hipotesis yang diajukan diterima. Perlu penelitian lanjutan tentang pengaruh karakter ekologi terhadap perubahan morfologi larva nyamuk Aedes aegypti.
Kata Kunci : Larva Aedes aegypti, Ovitrap, Suhu
Abstract
Fitriyanti Lakoro, 2014. The Effect of Temperature toward Amount of Aedes aegypti Larvae Trapped in Red Ovitrap at Huangobotu Village, Subdistrict of Dungingi, Gorontalo. Skripsi, Study Program of Public Health, Faculty of Health and Sport Sciences, Universitas Negeri Gorontalo. The principal supervisor was Dra. Hj. Rany A. Hiola, M.Kes and co supervisor was Ramly Abudi S. Psi. M.Kes. Disease of dengue fever is a serious issue recently. There is always case of death and illness every year in PUSKESMAS Dungingi. To reduce mosquito populations is by way of controlling the population of eggs that hatch into larvae and then into adult mosquitoes. One of the alternatives to attract mosquitoes that can be controlled is by making a simple mosquito trap, known as Ovitrap. Once the placement of Ovitap, it requires to measure temperature (Rakkang, 2013). The research problem was whether there is an effect of temperature toward amount of Aedes aegypti larvae trapped in red Ovitrap or not. The research aimed at understanding the effect of temperature inside and outside the house toward amount of Aedes aegypti larvae traped in red Ovitrap at Huangobotu village. The research was categorized to quasi experimental research with cross sectional design. Population was inhabitant’s houses in Huangobotu village which were amounted to 15 RT (Neighborhood association). Sampling applied purposive sampling which led to 15 houses from 15 RT since it was clarrified that one RT was taken 1 houses for sample. The result showed that there was difference in the average temperature either inside or outside the house (Anova F = 0,000, p ≤ 0,05). To sum up, the temperature effect of inside and outside of the house have significant difference, so the hypothesis was accepted. The research requires advanced research concerning the character effect of ecology toward the transformation of Aedes aegypti larvae.
Keywords
: Aedes aegypti larvae, Ovitrap, Temperature
1.
PENDAHULUAN Masalah Kesehatan dunia semakin bertambah kompleks dengan munculnya berbagai macam penyakit menular. Sebagian dari penyakit tersebut memang bersifat global, tidak mengenal batas negara. Sebagian lagi telah sering berjangkit tetapi polanya berubah serta jumlah kasusnya semakin bertambah, seperti SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), Flu burung (Afian Influenza) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) (Anies, 2006). Demam Berdarah Dengue di Indonesia belum dapat ditanggulangi sampai sekarang ini dan jumlah penderitanya dari tahun ke tahun terus meningkat khususnya di Kota Gorontalo. Insidensi penyakit DBD terbanyak terdapat di Kota Gorontalo yaitu sebanyak 59 kasus (IR 9,19/100.000 penduduk) sedangkan Insidensi terendah terdapat di Kabupaten Pohuwato dengan 3 kasus (IR 2,5/100.000 penduduk) (Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2013). Berdasarkan data dari setiap puskesmas yang ada di kota gorontalo, demam berdarah lebih banyak menyerang anak-anak maupun dewasa khususnya Puskesmas Dungingi sebagian besar penderita adalah anakanak dengan jumlah 51 penderita. Hal ini menandakan bahwa pemerintah dan masyarakat belum melakukan penangulangan dengan baik. Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Selama ini masyarakat memberantas nyamuk dengan bahan kimia sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan. Cara alternatif yang aman untuk memberantas nyamuk dengan menggunakan bahan alami. Salah satunya adalah penggunaan alat perangkap nyamuk yang berisi air atau yang disebut dengan Ovitrap dan hasilnya dapat dilihat dengan cepat
dibandingkan dengan pengendalian biologis maupun fisik (Abdilah, 2005). Penyakit demam Berdarah disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti (Diptera:Culicidae) merupakan vektor utama penyakit demam berdarah dengue (DBD) di daerah perkotaan. Stadium pradewasa Aedes aegypti ditemukan pada genangan air jernih pada bejana buatan manusia yang berada di dalam dan di luar rumah, populasi vektor DBD dapat diketahui dari hasil penangkapan nyamuk dewasa, koleksi larva dan penggunaan perangkap (Ovitrap) (Hasyimi, Dkk, 2006). Ovitrap (perangkap telur yang kemudian menjadi larva) adalah suatu cara sederhana untuk menarik nyamuk Aedes aegypti bertelur pada tempat penampungan air yang direkayasa. Ovitrap sangatlah sederhana mudah dilakukan dan dapat diterapkan dimana saja dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti halnya pengasapan (Foggingisasi). Pada penelitian ini peneliti ingin membuat Ovitrap dengan warna merah. Alasan peneliti mengambil warna merah karena Berdasarkan penelitian oleh Anif Budiyanto Tahun 2010 tentang perbedaan warna Ovitrap terhadap jumlah telur yang terperangkap diperoleh nyamuk Aedes aegypti lebih banyak terperangkap pada warna merah yaitu sebesar 42,9% dibandingkan dengan warna hitam sejumlah 40,4%. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan nyamuk adalah suhu, nyamuk akan meletakkan telurnya pada temperatur 20-300C. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah (100C). Alasan Peneliti mengambil variabel penelitian suhu karena peneliti ingin melihat apakah dengan suhu yang berbeda-beda berpengaruh terhadap nyamuk Aedes aegypti yang akan terperangkap pada Ovitrap warna merah dan apakah suhu merupakan faktor penentu keberadaan jentik.
Dalam penelitian ini diukur apakah ada pengaruh suhu di dalam dan di luar rumah. Dengan melihat Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jughan Sitorus (2003), hasilnya memperlihatkan bahwa curah hujan, temperatur dan kelembaban udara mempunyai hubungan yang signifikan dengan peningkatan kasus DBD. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil penelitan yang dilakukan oleh Pedrosa, Dkk (2010) mengenai dampak variasi suhu dan kelembaban terhadap kegiatan reproduksi dan kelangsungan hidup nyamuk Aedes aegypti, hasil yang didapat bahwa pada suhu 350C dan kelembaban relatif sebesar 60% maka akan menurunkan tingkat oviposisi nyamuk (rata-rata 54,53±4,81 telur), sedangkan pada suhu 250C dan kelembaban relatif 80% maka potensial untuk tingkat oviposisi nyamuk (ratarata 99,08±3,56 telur). Kecamatan Dungingi Sebagian besar merupakan daerah Perumnas (Perumahan Nasional) yang tingkat kepadatan penduduknya cukup tinggi yaitu Penduduk Kecamatan Dungingi Tahun 2013 berjumlah 25.865 jiwa, adapun tingkat kepadatan penduduk per Km2 sebesar 34.730 jiwa, Kelurahan terpadat di Kecamatan Dungingi adalah Kelurahan Huangobotu dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 8.063 jiwa. Sementara itu, Kelurahan Tuladenggi memiliki tingkat kepadatan penduduk terkecil yakni sebesar 2.388 jiwa (Buku Registrasi Penduduk,2014). Selain itu saluran air rumah tangga di beberapa tempat banyak yang airnya tidak mengalir sehingga terjadi tampungan air dalam waktu yang lama dan hal ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat sekitar untuk memperbaikinya, disamping itu juga di lingkungan sekitar perumahan warga banyak terdapat barang-barang bekas yang dapat menampung air seperti kemasan air mineral yang dibiarkan begitu saja tanpa ada kesadaran dari
masyarakat untuk menguburnya. Kebiasaan masyarakat menggantung pakaian masih cukup tinggi, kebiasaan menampung air di bak mandi dalam waktu yang lebih dari seminggu tanpa mengurasnya di karenakan distribusi air rumah tangga yang sering terganggu khususnya di daerah Perumnas. Berdasakan permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh suhu terhadap jumlah larva Aedes aegypti yang terperangkap pada Ovitrap warna merah di Kelurahan Huangobotu”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu di dalam dan di luar rumah terhadap jumlah larva Aedes aegypti yang terperangkap pada Ovitrap warna merah di Kelurahan Huangobotu. 2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan Cross Sectional dengan melihat Pengaruh Suhu Terhadap Jumlah Larva Aedes aegypti yang Terperangkap pada Ovitrap Warna Merah. Populasi dalam penelitian ini adalah Rumah Penduduk Kelurahan Huangobotu Kecamatan Dungingi yang terdiri dari 5 Lingkungan dan terbagi menjadi 15 RT. Sampel pada penelitian ini menggunakan Purposive Sampling yaitu 5 Lingkungan terdiri dari 15 RT, 1 Lingkungan terdiri dari 3 RT, sehingga 1 RT diambil 1 rumah penduduk jadi sampel keseluruhan dari 15 RT sebanyak 15 rumah penduduk. Teknik analisis data yang digunakan adalah Uji One Way Anova. untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan jumlah rata-rata nyamuk Aedes aegypti yang terperangkap antar kelompok uji. 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 3.1 Hasil kajian suhu dan hasil kajian larva yang terperangkap
Jumlah Perolehan Larva
Jumlah Larva Aedes aegypti yang Terperangkap Pada Ovitrap Warna Merah di dalam 15 Rumah 200 150 100 50 0
Series1
29°C
30°C
31°C
32°C
151
87
25
2
Gambar 4.4 Grafik Jumlah Larva Aedes aegypti yang Terperangkap Pada Ovitrap Warna Merah di dalam 15 Rumah
Jumlah Perolehan Larva
Suhu Rata-rata di dalam 15 Rumah dengan perolehan larva yang terperangkap pada Ovitrap warna merah adalah sbb : 1. Suhu 29 0C dengan perolehan larva sebanyak : 151 ekor larva Aedes aegypti 2. Suhu 30 0C dengan perolehan larva sebanyak : 87 ekor larva Aedes aegypti 3. Suhu 31 0C dengan perolehan larva sebanyak : 25 ekor larva Aedes aegypti 4. Suhu 32 0C dengan perolehan larva sebanyak : 2 ekor larva Aedes aegypti
Jumlah Larva Aedes aegypti yang Terperangkap Pada Ovitrap Warna Merah di luar 15 Rumah 100 50 0 Series1
30°C
31°C
32°C
66
56
10
Gambar 4.5 Grafik Jumlah Larva Aedes aegypti yang Terperangkap Pada Ovitrap Warna Merah di luar 15 Rumah 3.2
Analisis univariat berdasarkan suhu rata-rata di dalalm 15 rumah penduduk Tabel 4.4 Suhu rata-rata di dalam rumah berdasarkan jumlah rumah dan jumlah larva yang terperangkap pada Ovitrap warna merah Suhu RataJumlah rata di Jumlah Larva yang Dalam Rumah Terperangk Rumah ap 29 0C 4 151 30 0C 6 87 0 31 C 4 25 32 0C 1 2 0 0 29 C-32 C 15 265 151 141 121 101 81 61 41 21 1
87
JUMLAH
Suhu Rata-rata di luar 15 Rumah dengan perolehan larva yang terperangkap pada Ovitrap warna merah adalah sbb : 1. Suhu 30 0C dengan perolehan larva sebanyak : 66 ekor larva Aedes aegypti 2. Suhu 31 0C dengan perolehan larva sebanyak : 56 ekor larva Aedes aegypti 3. Suhu 32 0C dengan perolehan larva sebanyak : 10 ekor larva Aedes aegypti
25 4
6
4
1 2 Jumlah Rumah 29 0C 30 0C 31 0C 32 0C Jumlah Larva yang Terperangkap
Gambar 4.6 Suhu rata-rata di dalam rumah berdasarkan jumlah rumah dan jumlah larva yang terperangkap pada Ovitrap warna merah
3.3
Analisis univariat berdasarkan suhu rata-rata di luar 15 rumah penduduk Tabel 4.5 Suhu rata-rata di luar rumah berdasarkan jumlah rumah dan jumlah larva yang terperangkap pada Ovitrap warna merah Suhu Ratarata di Luar Rumah 0
Jumlah Rumah
Jumlah Larva yang Terperangkap
30 C
3
66
31 0C
9
56
32 0C
3
10
30 0C – 32 0C
15
132
Tabel 4.6 Suhu rata-rata di dalam dan di luar rumah berdasarkan jumlah larva yang terperangkap pada Ovitrap warna merah Suhu Rata-rata di Dalam Rumah
Suhu Rata-rata di Luar Rumah
Jumlah Larva yang Terperangk ap
29 0C
-
151
30 0C
30 0C
153
31 0C
31 0C
81
32 0C
32 0C
12
71 61 51
160
Jumlah
Jumlah Larva yang Terperangkap
41 31
151
153
21
110
1 12
10 -40
11
81
60
0
30 0C
31 0C
32 0C
29 0C
30 0C
31 0C
32 0C
Gambar 4.7 Suhu rata-rata di luar rumah berdasarkan jumlah rumah dan jumlah larva yang terperangkap pada Ovitrap warna merah 3.4 Analisis univariat berdasarkan jumlah larva yang terperangkap dengan suhu rata-rata di dalam dan diluar rumah
30 0C
31 0C
Suhu Rata-rata
32 0C
Jumlah Rumah
Gambar 4.8 Suhu rata-rata di dalam dan di luar rumah berdasarkan jumlah larva yang terperangkap pada Ovitrap warna.
Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh suhu terhadap jumlah larva Aedes aegypti yang terperangkap pada ovitrap warna merah. Nyamuk Aedes aegypti pada dasarnya hidup pada tempat yang teduh, gelap dan lembab sehingga untuk melakukan pengujian lapangan dilakukan pada tempat yang sudah menjadi habitatnya, salah-satunya daerah yang angka kejadian DBDnya tinggi yaitu pada Kelurahan Huangobotu. Kelurahan Huangobotu merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Dungingi yang diduga merupakan tempat yang endemis dengan Demam Berdarah Dengue. Kelurahan Huangobotu adalah kelurahan yang terpadat dengan jumlah penduduk sebesar 8.063 Jiwa dan kepadatan penduduk 655 Per Km2. Berdasarkan data dari Profil Kelurahan Huangobotu suhu rata-rata perhari berkisar antara 290C – 310C. Suhu merupakan faktor utama dalam menentukan keberadaan jentik, Suhu Didalam maupun Diluar rumah yang digunakan sebagai tempat pertumbuhan larva menjadi nyamuk dewasa diukur dengan menggunakan Termometer dinding. Hal ini dilakukan untuk mengetahui suhu yang cocok untuk pertumbuhan larva menjadi nyamuk dewasa. Karena suhu yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah akan mempengaruhi pertumbuhan larva menjadi nyamuk dewasa. Pada saat pengukuran suhu, diperoleh hasil antara lain : yaitu suhu rata-rata Didalam rumah berkisar antara 290C sampai 310C, sedangkan untuk suhu Diluar rumah berkisar antara 300C sampai 320C. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Susanna et al. (2003) dalam Oktaviani dkk (2009), mengemukakan bahwa kisaran temperatur antara 270C sampai 290C dan kelembaban udara berkisar antara 80-
90,5% merupakan kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, dan pupa, sampai dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari (Soegijanto, 2006 dalam Wijaya, 2009). Dengan melihat perindukkan nyamuk yang paling disenangi yang berwarna gelap, kebiasaan istirahat nyamuk Aedes aegypti lebih banyak didalam rumah pada benda-benda yang bergantung, berwarna gelap, dan tempattempat yang terlindung yang dalam penelitian ini peneliti menggunakan Ovitrap yang berwarna merah. Perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikendalikan dengan cara mengurangi jumlah larva nyamuk yang hidup disekitar lingkungan masyarakat. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan cara memasang Ovitrap disetiap tempat yang berpotensi sebagai tempat peristirahatan nyamuk Aedes aegypti, sehingga penelitian dilakukan ditempat yang menjadi tempat peristrihatan nyamuk Aedes aegypti didalam dan diluar rumah yang teridentifikasi adanya nyamuk Aedes aegypti. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti adalah 5-10 hari. Pertumbuhan larva juga tergantung pada suhu dan keadaan makanan. Adanya penggunaan Ovitrap sebagai umpan agar nyamuk dewasa dapat bertelur ditempat tersebut. Penelitian ini menggunakan Ovitrap yang berwarna merah alasannya pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anif Budiyanto tentang Pengaruh Perbedaan Warna Ovitrap terhadap Jumlah Telur Nyamuk Aedes spp yang Terperangkap diperoleh bahwa tertinggi pada Ovitrap warna merah (42,9%) dan terendah pada Ovitrap warna kuning (3,7%).
Berdasarkan asumsi peneliti bahwa suhu Didalam maupun Diluar rumah penelitian tidak menggangu pertumbuhan larva menjadi nyamuk dewasa karena setelah suhu Didalam maupun Diluar rumah penelitian diukur, diperoleh hasil bahwa suhu Didalam maupun Diluar rumah penelitian berada dikisaran nilai optimal atau berada pada kondisi optimum untuk pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti menjadi nyamuk dewasa. Pada saat penelitian 15 Ovitrap yang berisi air kran diletakkan Didalam rumah yang berbeda dan ditempatkan di titik-titik yang sudah diidentifikasi terlebih dahulu adanya populasi nyamuk dan diukur suhu dari hari pertama peletakkan sampai hari ke-5 pengamatan. Begitupun sebaliknya pada penelitian Diluar rumah diletakkan 15 Ovitrap yang ditempatkan di dekat-dekat pepohonan yang rimbun dan diukur suhu dari hari pertama peletakkan sampai hari ke-5 pengamatan. Hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan suhu yang mempengaruhi pertumbuhan larva Aedes aegypti. Hasil pengukuran suhu rata-rata Di dalam rumah selama penelitian adalah sekitar 290C-310C, sedangkan hasil pengukuran suhu rata-rata Diluar rumah sekitar 300C-320C. Suhu tersebut tidak mempengaruhi penelitian karena menurut Jumar (2000) dalam Santi (2011) bahwa suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mempengaruhi kelangsungan hidup nyamuk, dimana suhu minimum adalah 150C dan suhu maksimum adalah 450C jadi suhu yang berada di lokasi penelitian merupakan faktor pendukung pertumbuhan larva Aedes aegypti. Berdasarkan asumsi peneliti bahwa hasil pengukuran suhu Didalam maupun Diluar rumah penelitian tidak mempengaruhi kelancaran penelitian, karena suhu setelah diukur hasilnya masih dalam kisaran yang mendukung kehidupan nyamuk Aedes aegypti
Hasil pengamatan selama 1-5 Hari pada 30 Ovitrap yang diletakkan Didalam dan Diluar Rumah penelitian menunjukkan jumlah larva terperangkap lebih banyak pada Ovitrap yang berada Didalam Rumah dengan perolehan sebanyak 264 Larva Aedes aegypti dibandingkan dengan jumlah larva yang terperangkap pada Ovitrap yang berada Diluar rumah dengan perolehan sebanyak 132 Larva Aedes aegypti. Dilihat dari hasil pengamatan pada perolehan jumlah larva Ovitrap yang diletakkan Didalam rumah terbukti bahwa larva lebih banyak terperangkap pada suhu 290C dengan perolehan larva sebanyak 51 larva Aedes aegypti, sedangkan Ovitrap yang diletakkan Diluar rumah dengan suhu 300C diperoleh larva yang terperangkap sebanyak 26 larva Aedes aegypti. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asrianti Arifin (2013), dimana dalam penelitian tersebut melihat pengaruh suhu dan kelembaban terhadap jumlah nyamuk Aedes spp dan hasilnya membuktikan bahwa suhu sangat berpengaruh pada pertumbuhan nyamuk. Semakin rendah suhu dan semakin tinggi kelembaban maka akan menaikkan tingkat oposisi nyamuk. Saat pertama peletakkan Ovitrap dilakukan pada pukul 15.00 s/d selesai, alasannya pada waktu sore hari menjelang malam diduga nyamuk Aedes aegypti akan beristirahat dan menggigit pada pukul 17.00 sampai dengan larutnya malam. Lokasi pengambilan sampel didasarkan pada 15 RT yang terdiri dari 5 lingkungan, 1 lingkungan terbagi atas 3 RT sehingga 1 RT diambil 1 rumah penduduk sebagai perwakilan dari masing-masing Rumah. Pemilihan rumah saat peletakkan di prioritaskan pada rumah yang diidentifikasi adanya keberadaan nyamuk yaitu dengan melihat situasi dan kondisi rumah apakah sudah layak huni atau tidak serta
yang menempati apakah sudah berperilaku PHBS. Dibawah ini salah satu rumah yang berada di RT 1 yang menjadi lokasi penempatan Ovitrap Adapun pemilihan lokasi penempatan Ovitrap dipilih secara acak atau purposive sampling yaitu dengan melihat pertimbangan jarak rumah pertama dan kedua dibatasi oleh 15 rumah yaitu rumah 1 di RT 1 dan rumah ke-2 sampai seterusnya disesuaikan dengan masing-masing RT tetapi dipilih secara sengaja rumah yang dijadikan tempat penelitian alasannya agar variasi suhu sedikit berbeda. Pengambilan rumah berdasarkan per RT dengan melihat kondisi fisik rumah baik di luar maupun di dalam. Perbedaan rumah pertama sampai rumah yang ke-15 yaitu kondisi fisiknya berbeda-beda. Misalnya alasan pengambilan di rumah pertama karena dihalaman rumah tersebut ada saluran airnya tergenang atau tidak mengalir, kemudian di rumah kedua banyak ditumbuhi pepohonan yang rimbun didepan rumah dan dirumah ketiga ada salah satu yang pernah menderita DBD dan begitu seterusnya sampai rumah yang ke-15. Lokasi pengambilan rumah lebih diprioritaskan pada rumah yang diduga terdapat tempat yang disukai nyamuk Aedes aegypti. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sampai hari kelima memperoleh jumlah larva Aedes aegypti lebih banyak dibandingkan dengan larva Anoples dan Culex, ini juga membuktikan dengan data yang ada di Puskesmas Dungingi bahwa lebih dominan penyakit DBD dibandingkan dengan penyakit malaria. Untuk mengetahui ciri-ciri dari larva Aedes aegypti peneliti sudah bisa membedakan antara larva Aedes dan larva nyamuk lainnya, peneliti juga sudah konfirmasi terlebih dahulu dengan ahli peneliti nyamuk tentang perbedaan dari jenisjenis larva nyamuk.
Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Dungingi penyakit DBD setiap tahun selalu ada, Hal ini disebabkan oleh tingkat kepedulian masyarakat yang masih kurang sebab lebih banyak disibukkan oleh urusan pekerjaan kantoran ketimbang mengurus rumah. Pernah ada penelitian sebelumnya dimana peneliti sebelumnya melihat perilaku masyarakat terhadap kejadian DBD dengan membagikan kuesioner dan hasil dari wawancara tersebut terbukti bahwa perilaku masyarakat masih kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan. Terbukti hasil survei yang dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan penelitian ada saluran-saluran air yang airnya tergenang, banyak sampahsampah yang berserakan begitu saja terutama disekitar pemukiman warga banyak semak-semak dan pepohonanpepohonan yang rimbun. Berdasarkan uji normalitas dan homogen diperoleh hasil dimana nilai dari hasil perhitungan sebesar 0,254 karena nilai probabilitas lebih besar dari ∝ = 0,05 maka data berdistribusi normal sedangkan untuk homogenitas data, hasil perhitungan sebesar 0,047 jika dibulatkan menjadi 0,05. karena nilai probabilitas lebih besar dari ∝ = 0,05 maka data yang dipakai dalam penelitian ini homogen, sehingga syarat Uji One Way Anova terpenuhi. Usntuk uji lanjutan One way Anova probabilitas sebesar 0,000 Karena nilai probabilitas < ∝ = 0,05 maka H1 diterima dan terdapat pengaruh antara suhu di dalam maupun di luar terhadap jumlah larva yang terperangkap pada Ovitrap warna merah. 4. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan perolehan dari dalam rumah maka dapat disimpulkan bahwa perolehan larva yang banyak terperangkap pada Ovitrap warna merah berada di suhu 29 0C dan paling sedikit pada suhu 32 0C.
Berdasarkan perolehan dari luar rumah maka dapat disimpulkan bahwa perolehan larva yang banyak terperangkap pada Ovitrap warna merah berada di suhu 30 0C dan paling sedikit pada suhu 32 0C. Jika disimpulkan dari hasil perolehan larva di dalam dan di luar rumah maka perolehan terbanyak berada pada Ovitrap yang diletakkan di dalam rumah dengan jumlah 264 larva dan paling sedikit berada pada Ovitrap yang berada di luar rumah dengan jumlah 132 larva. Berdasarkan teori, nyamuk Aedes aegypti lebih senang beristirahat di dalam rumah daripada di luar rumah sebab di dalam rumah mereka terlindung dari sinar matahari langsung, bersembunyi di tempat-tempat yang gelap dan lembab sedangkan jika di luar lebih banyak terdapat nyamuk anoples, tetapi di Kelurahan Huangobotu teridentifikasi endemis DBD jadi nyamuk Aedes di luar tetap ditemukan terutama didukung oleh cuaca yang sekarang ini musim hujan yang akan menambah tingkat oposisi nyamuk. Saran Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif pengendalian vektor khusunya untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan Ovitrap yang aman bagi lingkugan dan manusia. Bagi Instansi Terkait Diharapkan bagi instansi terkait agar ketika melakukan kegiatan-kegiatan di lapangan seperti sosialisasi kesehatan maupun promosi kesehatan agar dapat membawakan materi-materi yang dapat memperkenalkan alat perangkap nyamuk sederhana (Ovitrap) sebagai alternatif pengendalian nyamuk atau larva nyamuk, mengingat banyaknya alternatif-alternatif dalam pengendalian nyamuk, salah satunya adalah penggunaan Ovitrap itu sendiri yang mudah diperoleh dan dibuat. Bagi Peneliti Selanjutnya
Perlu adanya penelitian selanjutnya tentang pengaruh karakter ekologi terhadap perubahan morfologi larva nyamuk Aedes aegypti. 5. REFERENSI Anies, 2006. Manajemen berbasis lingkungan, solusi mencegah dan menanggulangi penyakit menular, Jakarta, Kelompok Gramedia. Budiyanto, A. 2010. Pengaruh Perbedaan Warna Ovitrap terhadap Jumlah Telur Nyamuk Aedes spp yang Terperangkap. Jurnal Penelitian Lokalitbang.Http://repository.unh as.ac.idbitstreamhandle.Jurnal.pdf Buku Registrasi Kependudukan Kecamatan Dungingi Tahun 2013-2014 Candra, Abdilah, 2005. Daya Bunuh Ekstrak Serai (Adropogen Nardus) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi , Faklultas Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Dikes Provinsi Gorontalo, 2006. Data Program P2 DBD. Subdin P2-PL. Gorontalo. Hasyimi, M. 2006. Pengaruh Temephos Terhadap Perolehan Telur Nyamuk Aedes aegypti (L) Di Cipinang Muara Jakarta. Jurnal Entomologi. (Online).Http://repository.unhas.a c.id. Di Akses Pada Tanggal 1 Oktober 2014. Oktaviani, Nila. 2010. Jumlah Densitas Larva Dan Pupa Nyamuk Aedes Aegypti Di Desa Bebel Di Kecamatan Wonokerto. Jurnal Kesehatan. (Online). Http://repository.unhas.ac.id Di Akses Pada Tanggal 6 Oktober 2014. Pangestu, Dkk. 2009. Terkini Yang Disenangi Untuk Perkembangbiakan Vektor Demam Berdarah Aedes Sp. Media Litbang Kesehatan.
Http://www.google.co.id.bpk.litba ng.depkes.go.id.download. Di Akses Pada Tanggal 26 )ktober 2014. Qoniat, S. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Nyamuk. Jurnal Penyakit Menular. (Online). Http://digilib.unimus.ac.id.sitiqon iat-5714-3-babii.pdf. Di Akses Pada Tanggal 10 Oktober 2014. Rahayu, Misty Dkk. 2010. Studi Kohort Kejadian Penyakit Demam
Berdarah Dengue. Http://www.google.co.id. Di Akses Pada Tanggal 14 Oktober 2014.