PENGARUH STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE, MASA PENUGASAN AUDITOR DAN RISIKO LITIGASI TERHADAP MANAJEMEN LABA Oleh : Triana Zuhrotun Aulia Universitas Muhammadiyah Tangerang Abstract This research to obtain studies and empirical evidence the influence of corporate governance structure (family ownership, institutional ownership, managerial ownership, proportion of independent directors, proportion of audit committee auditor), assignment period (tenure) and litigation risk on earnings management in companies listed on Indonesian Stock Exchange (BEI) in 2011-2014. Earnings management is measured by an integrated approach to the modification of Roycowdury (2006), which is a merger between dikresi accrual and real earnings management. Discretionary accruals are estimated using short term discretionary accrual (STDA) and long term discretionary accrual (LTDA) and management of real profit predicted by abnormal cash from operations (CFO), abnormal production costs (PROD) and abnormal discretionary expenses (DISCR). The research method is causal explanatory. Samples are manufacturing companies listing on Indonesian Stock Exchange in 2011-2014. Sampling using purposive sampling method obtained 116 sample companies and a total 464 firm-years of data. Analysis of data using binary logistic regression (binary logistic regression). Processing data using SPSS version 23. The results showed the family ownership positively influences of earnings management, institution ownership positively influences of earnings management, managerial ownership positively influences of earnings management, proportion of independent directors positively influences of earnings management, and proportion of committee audit positively influences of earnings management, auditor assignment period (tenur) a negative influences on earnings management and litigation risk negatively effect of earnings management. Keywords: family ownership, institutional ownership, managerial ownership, proportion of independent board, proportion of audit committee, auditor assignment period (tenur), litigation risk and earnings management. PENDAHULUAN Tata kelola perusahaan yang baik atau dikenal Good Corporate Governance (GCG) bukan merupakan keharusan melainkan telah menjadi kebutuhan bagi perusahaan dalam proses bisnisnya. GCG dianggap penting karena dapat menunjukkan kredibilitas dan tolak ukur informasi yang disampaikan ke stakeholders-nya. Isu mengenai pentingnya penerapan GCG secara terus menerus berkembang akibat masih banyak isu mengenai kasus manipulasi laporan keuangan. Informasi keuangan yang telah melalui proses penyusunan yang sesuai aturan dan prinsip GCG. Kesalahan dalam penyajian laporan keuangan dapat mempengaruhi pemakai laporan keuangan dalam mengambil keputusan. Namun, karena adanya konflik kepentingan antara agen dan prinsipal maka manajer akan melaporkan laba sesuai dengan utilitasnya (manajemen laba) (Jensen & Meckling, 1976). Terlepas dari kontroversi mengenai manajemen laba sebagai sebuah kecurangan atau bukan, ada satu kesamaan yaitu manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menunda, menyembunyikan informasi keuangan. Sehingga upaya untuk mengurangi manajemen laba dianggap sebagai upaya untuk melakukan 1
koreksi terhadap standar akuntansi dan mendorong penerapan good corporate governance (GCG) dalam kultur perusahaan. Fenomena manajemen laba masih dilakukan di Indonesia baik oleh perusahaan publik, BUMN, bank swasta maupun bank pemerintah. Salah satunya adalah PT. Bumi Resource (BUMI), BAPEPAM-LK mencurigai adanya manipulasi laporan keuangan terkait dana pengembangan BUMI sebesar USD247 juta dan biaya eksplorasi pada anak perusahaan yaitu PT. Berau Coal Energy Tbk (BRAU) yang tidak dilaporkan dalam laporan keuangan tahun 2011. Pihak manajemen dan auditor tidak bisa membuktikan adanya underlying asset dari dana tersebut (Neraca, 2012), Selain BUMI, PT. Katarina Utama Tbk (RINA) juga diduga memanipulasi laporan keuangan audit tahun 2009 dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan. Bukti lain terjadi pada laporan keuangan PT. Kereta Api Indonesia (2005), Bank Lippo (2002) dan PT. Kimia Farma Tbk (2001). Pertanyaan yang muncul adalah bagaimanakah implementasi GCG dalam perusahaan publik di Indonesia? berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menggunakan ASEAN CG Scorecard menempatkan Indonesia di posisi kelima dari 6 (enam) negara di ASEAN yang diteliti dengan nilai indeks (0-100) 43,29 pada tahun 2012 dan 54,55 pada 2013 (ADB, 2014). Permasalahan yang disoroti terkait hasil penilaian atas indeks tata kelola perusahaan adalah masalah struktur kepemilikan perusahaan. Menurut Siregar (2008) ada 55,61% perusahaan publik di Indonesia yang menggunakan struktur kepemilikan piramida dan Sanjaya (2014) menemukan 68,49% perusahaan publik dalam sektor manufaktur adalah dimiliki oleh keluarga. Kepemilikan keluarga mayoritas cenderung akan mempertahankan dominasinya di dalam perusahaan, melalui manajemennya dan keputusan dalam melaporkan laba perusahaan (Classens et al, 2000 dan Diyanty, 2013). Berbeda dengan kepemilikan keluarga mayoritas, kepemilikan institusi dan kepemilikan manajer disinyalir dapat berfungsi sebagai pihak yang mampu menurunkan tindakan manajemen laba (Pradipta, 2011 ; Agustia, 2013; Raja., dkk, 2014). Masalah yang menjadi sorotan selanjutnya adalah mengenai independensi dewan komisaris dan peranan komite audit (Diyanty, 2013). Fenomena yang ada, ditemukan hampir 20% perusahaan yang dinilai IICD tidak mengungkapkan kapan penetapan komisaris independen, sehingga ditemukan komisaris independen yang telah menjabat lebih dari 9 tahun sehingga independensi komisaris menjadi diragukan (Wirawan dan Diyanty, 2014). Faktor yang diduga dapat memininalkan manajemen laba adalah auditor eksternal. Laporan audit yang berkualitas ditentukan oleh independensi auditor. Independensi auditor dihubungkan dengan masa perikatan atau penugasan auditor dengan kliennya. Semakin lama atau panjang masa penugasan (tenur) Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan klien, kualitas audit yang dihasilkan semakin meningkat karena dikaitkan dengan keahlian yang diperoleh auditor menjadi lebih besar karena pemahaman mengenai klien semakin baik mulai dari proses bisnis sampai dengan risiko klien (Ghosh dan Moon, 2005 dan Shafie, 2009). Selain itu risiko litigasi, litigasi adalah risiko yang berpotensi menimbulkan biaya yang tidak sedikit karena berurusan dengan masalah hukum (tuntutan hukum). Secara rasional, manajer akan menghindari risiko litigasi dari berbagai pihak dengan cara mengungkapkan laporan keuangan yang memenuhi aturan serta prinsip – prinsip akuntansi yang sesuai dengan standar yang berlaku umum agar dapat dipertanggung jawabkan dan bermanfaat bagi setiap penggunanya. Tujuan penelitian adalah memperoleh kajian dan bukti empiris pengaruh kepemilikan saham keluarga, kepemilikan saham institusi dan kepemilikan saham manajer masa penugasan auditor (tenur) risiko litigasi sebagai variabel bebas yang dihubungkan dengan tindakan manajemen laba.
2
LANDASAN TEORI, KAJIAN EMPIRIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Agensi Teori keagenan menyatakan bahwa antara manajemen dan pemilik mempunyai kepentingan yang berbeda (Jensen dan Meckling, 1976). Ada tiga asumsi yang mendasari teori keagenan yaitu asumsi sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat dasar manusia, manajer kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistik, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Padahal sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (prinsipal), namun manajer juga menginginkan untuk selalu memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Asumsi keorganisasian menekankan tentang adanya konflik antara anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas dan adanya asimetri antara prinsipal dan agen. Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan tindakan opotunis seperti manajemen laba (earnings management) mengenai kinerja ekonomi perusahaan sehingga dapat merugikan pemilik (pemegang saham). Manajer akan berusaha melakukan hal tersebut untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya. Teori Akuntansi Positif Teori akuntansi positif merupakan teori yang dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman (1986) yang menjelaskan tentang kebijakan akuntansi dan praktiknya dalam perusahaan serta memprediksi kebijakan apa yang akan dipilih manajer dalam kondisi-kondisi tertentu dimasa yang akan datang. Penentuan kebijakan akuntansi dan praktik yang tepat merupakan hal yang penting bagi perusahaan dalam hal penyusunan laporan keuangan. Sehingga dalam hal menentukan kebijakan akuntansi dan pelaksanaannya tidak terlepas dari pihak-pihak yang berwenang serta memiliki kepentingan dengan penyusunan laporan keuangan. Dalam teori akuntansi positif, ada beberapa alternatif akuntansi yang dapat digunakan oleh setiap perusahaan dalam upaya untuk mencapai efisiensi dan efektifitas perusahaan serta tingkat laba yang optimal. Prosedur dan alternatif yang digunakan oleh setiap perusahaan bisa saja berbeda, jika dilihat dari berbagai faktor. Menurut Scott (2012), terdapat enam motivasi yang dilakukan oleh perusahaan dalam praktik manajemen laba, yaitu : (1) bonus scheme, motivasi bonus merupakan dorongan manajer dalam melaporkan laba yang diperoleh dimana bonus dihitung atas dasar laba tersebut. (2) debt covenant, manajemen laba dilakukan untuk memenuhi perjanjian kontrak utang yang jatuh tempo. (3) political motivation, motivasi ini menyatakan bahwa perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat periode kemakmuran yang tinggi. (4) taxation motivation, motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Namun demikian, kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi pajak sendiri untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum perpajakan tidak mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba. (5) pergantian direksi, motivasi melakukan manajemen laba dilakukan oleh CEO baru, terutama jika cost dibebankan pada tahun transisi, melalui penghapusan operasi yang tidak diinginkan atau divisi yang tidak menguntungkan. (6) Initial Public Offering, motivasi manajemen laba dilakukan oleh perusahaan yang menawarkan saham di pasar. Manajer berusaha mengelola laporan prokpektus untuk menaikkan harga saham. 3
Corporate Governance Forum for CG in Indonesia (FCGI) mendefinisikan CG sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Tujuan CG ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”. CG pada prinsipnya menekankan pada bagaimana mengatur hubungan antara semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan perusahaan yang diwujudkan dalam satu sistem pengendalian perusahaan yaitu : 1) Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran Dewan Komisaris, Direksi, Rapat Umum Pemegang Saham, dan para stakeholder lainnya. 2) Suatu sistem check and balance mencakup perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan. 3) Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan-tujuan perusahaan, pencapaian, dan pengukuran kerja. Peraturan Pemerintah Mengenai Rotasi Wajib Auditor (Masa Penugasan Auditor) Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik dalam pemberian jas auditnya paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik 3 (tiga) tahun buku berturut-turut (pasal 3 ayat 1). Kemudian akuntan publik dan KAP dapat menerima kembali menerima penugasan audit umum untuk klien setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien yang sama (pasal 3 ayat 2 dan 3). Peraturan diatas menyebabkan perusahaan memiliki keharusan untuk melakukan pergantian auditor/KAP mereka selama jangka waktu tertentu. Peraturan mengenai rotasi KAP maupun auditor menimbulkan polemik hingga saat ini. Ada 2 (dua) argumen mendasar yang mendukung rotasi mandatori, yaitu: (1) independensi auditor dapat dirusak oleh hubungan jangka panjang dengan manager perusahaan; dan (2) kualitas dan kompetensi kerja auditor cenderung menurun secara signifikan dari waktu ke waktu. Sedangkan argumen yang menolak ketentuan rotasi wajib mempunyai pertimbangan mengenai pernyataan bahwa rotasi periodik akan memperbaiki kualitas audit perlu dipertanyakan. Alasannya adalah sebagai berikut : 1) Kompleksitas dan ukuran perusahaan modern tidak mendukung pelaksanaan audit jangka pendek; 2) Auditor tidak lagi berada pada posisi memperoleh pengampunan dari manajemen. SEC meminta agar perdebatan antara perusahaan dengan auditor dilaporkan dalam formulir 8-K ketika ada perubahan auditor. Hal ini merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan independensi auditor. Risiko Litigasi Risiko litigasi diartikan sebagai risiko yang melekat pada perusahaan yang memungkinkan terjadinya ancaman litigasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan yang merasa dirugikan. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap dapat perusahaan meliputi kreditor, investor dan regulator. Risiko litigasi dapat diukur dari berbagai indikator keuangan yang menjadi determinan kemungkinan terjadinya litigasi (Juanda, 2007) . Risiko litigasi bisa timbul dari pihak kreditor maupun investor maupun regulator. Dari sisi kreditor, litigasi dapat timbul karena perusahaan tidak menjalankan operasinya sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Dari sisi investor, litigasi dapat timbul karena pihak perusahaan menjalankan operasi yang akan berakibat pada kerugian bagi pihak investor yang tercermin dari pergerakan harga dan volume saham (Atiqah, 2011). Dari sisi regulator 4
(pemerintah), perusahaan dapat meningkatkan laba akuntansi dengan manajemen laba. Namun, konsekuensinya adalah meningkatnya beban pajak, perusahaan kemudian melakukan tax avoidance dengan tujuan mengurangi beban pajak yang harus dibayar (Wardana, 2014). Penghindaran pajak ini berisiko perusahaan diaudit dan diperiksa oleh petugas pajak yang pada akhirnya perusahaan akan menanggung beban yang lebih besar. Manajemen Laba Scott (2012) menyatakan bahwa “earnings management is the choice by a manager of accounting policies so as to achive some specific objective”. Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa manajemen laba merupakan pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk berbagai tujuan spesifik. Kebijakan akuntansi dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama, pilihan kebijakan akuntansi itu sendiri, seperti straight-line versus decliningbalance amortization, atau kebijakan untuk pengukuran revenue; dan kedua akrual diskresi, seperti provisi kerugian kredit, biaya jaminan, nilai persediaan, waktu dan jumlah pos luar biasa. Perilaku manajemen laba dapat dilihat dengan 2 (dua) perspektif. Pertama, sebagai perilaku oportunis manajemen untuk memaksimalkan utilitas mereka mengenai kompensasi, debt contract, dan political cost. Kedua, manajemen laba dari perspektif efficient contracting. Motivasi ini mendorong manajemen menyajikan laporan laba yang dapat mencerminkan laba sesungguhnya. Healy (1985) menyatakan bahwa ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendeteksi perilaku manajemen laba. Pertama, mengontrol jenis akrual, dimana akrual didefinisikan sebagai porsi item penerimaan dan pengeluaran pada laporan laba-rugi yang tidak direpresentasikan oleh arus kas; dan kedua, perubahan kebijakan akuntansi Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Graham et al. (2005), Roychowdhury (2006) menunjukkan para eksekutif keuangan lebih memilih memanipulasi laba melalui aktivitasaktivitas riil daripada aktivitas akrual. Hal ini disebabkan oleh: 1). manipulasi akrual cenderung membuat para audior atau regulator melakukan pemeriksaan dengan cepat daripada jika keputusan-keputusan tentang aktivitas riil atau produksi yang dibuat. Hal ini menunjukkan bahwa baik auditor ataupun regulator kurang memberikan perhatian terhadap aktivitas-aktivitas riil yang dimanipulasi oleh manajemen, sehingga manajemen memiliki kesempatan untuk memanfaat peluang ini dalam mencapai target laba. 2). manajemen laba yang hanya bersandar pada manipulasi akrual saja akan membawa resiko karena pengelolaan laba dengan mengandalkan akrual diskresi hanya dapat dilakukan pada akhir tahun. Akan tetapi, strategi ini menimbulkan resiko yaitu jumlah laba yang perlu dimanipulasi lebih besar daripada akrual diskresioner yang dapat digunakan manajer, sehingga kemampuan manajer dalam memanipulasi laba terbatas, akibatnya target laba tidak dapat dicapai jika hanya mengunakan akrual diskresi pada akhir tahun. Manajer dapat mengurangi resiko ini dengan memanipulasi aktivitas-aktivitas riil selama tahun berjalan. KAJIAN EMPIRIS Tindakan manajemen laba dipengaruhi oleh kepemilikan saham mayoritas dalam perusahaan. Kepemilikan yang besar berarti bahwa kendali yang mereka miliki juga besar baik dalam kegiatan bisnis, informasi dan kontrol terhadap tindakan manajer. Kepemilikan keluarga cenderung mempertahankan dominasinyadalam perusahaan, melalui manajemen dan keputusan dalam melaporkan laba (Classens et al, 2002). Sedangkan pada kepemilikan saham institusi, cenderung mendorong peningkatan pengawasan yang optimal terhadap kinerja manajemen. Porsi kepemilikan institusi yang besar akan mampu meminimalisir praktek manajemen laba (Raja., dkk, 2014). Begitu juga jika manajer merupakan pemegang 5
saham, diharapkan tindakannya akan selaras dengan tujuan investor secara umum yaitu meningkatkan nilai perusahaan secara berkesinambungan (Jensen dan Meckling, 1976). Struktur CG dan faktor yang dapat mengurangi tindakan manajemen laba yang oportunis adalah proporsi komisaris independen. Peraturan mengenai jumlah minimum dewan komisaris independen sebesar 30% memungkinkan para komisaris independen tersebut dapat mendominasi kebijakan yang diambil oleh dewan komisaris. Jika komisaris independen merupakan pihak mayoritas (> 50%) maka mungkin dapat lebih efektif dalam menjalankan peran monitoring dalam perusahaan (Jao dan Pagalung, 2011). Selain itu komite audit memiliki tugas untuk mengamati sistem pengendalian internal, mengawasi audit eksternal dan mengawasi proses laporan keuangan sehingga memastikan kredibilitas laporan keuangan (Raja et. al., 2014). Manajemen laba dapat dideteksi oleh auditor yang berkualitas. Kualitas auditor sering dihubungkan dengan masa penugasan auditor dengan kliennya (Gultom, 2013). Dengan adanya hukum yang ketat di lingkungan suatu wilayah diharapkan dapat meminimumkan praktek manajemen laba. Risiko litigasi merupakan adanya risiko tuntutan hukum dari pihak-pihak eksternal yang merasa dirugikan atas penyajian informasi laporan keuangan yang tidak akurat atau tidak sesuai dengan kondisi keuangan yang sesungguhnya (Chrisnoventie, 2012 dan Awalia, 2014). PENGEMBANGAN HIPOTESIS Berdasarkan teori dan studi empiris yang telah dibahas sebelumnya, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H1 : Kepemilikan saham keluarga berpengaruh positif terhadap praktik manajemen laba. H2 : Kepemilikan saham institusi berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. H3 : Kepemilikan saham manajer berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. H4 : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. H5 : Proporsi komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. H6 : Masa penugasan auditor (tenur) berpengaruh positif terhadap manajemen laba. H7 : Risiko litigasi berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah adalah kausalitas eksplanatoris yaitu menjelaskan hubungan kausal secara simultan antara variabel kepemilikan saham keluarga, kepemilikan saham institusi, kepemilikan saham manajerial, proporsi dewan komisaris independen, proporsi komite audit, masa penugasan auditor terhadap praktik manajemen laba. Metode pengumpulan data melalui dokumentasi. Sumber data adalah data sekunder. Data penelitian berupa laporan keuangan tahunan. Dimensi waktu yang digunakan adalah cross sectional-time series. Populasi adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria : a. Sektor manufaktur yang konsisten terdaftar di BEI selama tahun 2011 - 2014, b. Mempublikasikan laporan keuangan dari tahun 2011 - 2014, c. Menyediakan data yang lengkap sesuai kebutuhan penelitian. Unit analisisnya adalah perusahaan. Tehnik analisis data menggunakan binary logistic regression. Pengolahan data menggunakan SPSS versi 23.
6
Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Bebas a. Kepemilikan Saham Keluarga (KK atau X1) Yaitu persentase saham yang dimiliki atau dikuasai oleh seseorang (atau keluarganya) dan atau perusahaan afiliasi yang mempunyai kepemilikannya tercatat minimal 10% (kepemilikan 5% ke atas wajib dicatat). Untuk mengetahui kepemilikan saham keluarga dilakukan penelusuran dengan mekanisme piramida (Sanjaya, 2014). Kepemilikan saham keluarga diukur dengan presentase jumlah saham keluarga terhadap jumlah saham yang beredar. Skala pengukuran adalah rasio. KK = _Jml saham keluarga_ x 100% Jml saham beredar b. Kepemilikan Saham Institusi (KI atau X2) Yaitu persentase saham yang dimiliki oleh perusahaan swasta, perusahaan efek, asuransi, dana pensiun, bank, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri serta saham pemerintah dalam maupun luar negeri (Wiranata, 2013). Kepemilikan Saham Institusi ini diukur dengan presentase jumlah saham institusi dibagi jumlah saham yang beredar. Skala pengukuran adalah rasio. KI = _Jml saham institusi_ Jml saham beredar
x 100%
c. Kepemilikan Saham Manajemen (KM atau X3) Yaitu persentase saham yang dimiliki oleh manajer, direksi atau dewan komisaris (Boediono, 2005; Ujiyantho dan Pramuka, 2007; Wiranata, 2007). Untuk membedakan dengan saham keluarga, saham manajemen dibatasi dengan kepemilikan saham seseorang yang menjabat sebagai board of director dalam perusahaan tetapi tidak memiliki hubungan keluarga pemilik saham dari perusahaan induknya (afiliasi). Kepemilikan saham manajemen diukur dengan persentase jumlah saham manajemen dibagi jumlah saham yang beredar. Skala pengukuran adalah rasio. KM = Jml saham manajemen x 100% Jml saham beredar d. Proporsi Komisaris Independen (PKI atau X4) Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dan memenuhi syarat bukan orang yang mempunyai wewenang, tanggungjawab dan mengawasi kegiatan perusahaan, tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung dalam perusahaan tersebut, tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan, anggota dewan komisaris yang lain, anggota direksi dan atau pemegang saham utama perusahaan, tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha perusahaan (POJK, 2014). Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan persentase jumlah anggota komisaris independen dibagi jumlah seluruh anggota dewan komisaris perusahaan. Skala pengukuran adalah rasio. PKI = Jml Komisaris Independen x 100% Jml seluruh dewan komisaris
7
e. Proporsi Komite Audit (PKA atau X5) Komite audit adalah orang yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal termasuk audit internal (SE BAPEPAM-LK, 2003). Proporsi komite audit diukur menggunakan persentase jumlah anggota komite audit dengan 3 (tiga); yaitu jumlah komite audit yang diatur oleh BAPEPAM-LK. Skala pengukuran adalah rasio. PKA = Jumlah Komite Audit 3 *)
x 100%
*) = sesuai peraturan BAPEPAM-LK f. Masa Penugasan Auditor (Tenur atau TN atau X6) Masa penugasan auditor (tenur) adalah lama hubungan kerja antara KAP dengan kliennya dalam hal pemeriksaan laporan keuangan. Masa penugasan auditor ini diukur dengan menghitung mundur tahun dimana KAP telah melakukan perikatan terhadap auditee. Skala pengukuran adalah nominal (Giri, 2010; Syaifudin dan Fitriany, 2014; dan Baridwan, dkk, 2014). g. Risiko Litigasi (RL atau X7) Risiko litigasi diartikan sebagai risiko yang melekat pada perusahaan yang memungkinkan terjadinya ancaman litigasi oleh pihak-pihak yang berkepen-tingan dengan perusahaan yang merasa dirugikan. Risiko litigasi dapat diukur dari berbagai indikator keuangan yang menjadi determinan kemungkinan terjadinya liti-gasi. Tahap pengukurannya : 1) Menghitung return (RET), perputaran saham (TOS), likuiditas (LIK), leverage (LEV), ukuran perusahaan (SIZE) menggunakan rumus : a). RET = (P – P )_ t
t
t-1
Pt-1 b). c). d). e).
TOSt LIKt LEVt SIZEt
= = = =
ΔVOLt/LBSt Hutang jangka pendek / aset lancar Hutang jangka panjang/ total aset LogNatural Total Assets
Dimana : RETt : Return Saham perusahaan periode t TOSt : Turnover / perputaran volume saham ΔVOLt : Rata-rata volume saham LSBt : Jumlah saham beredar LIKt : Likuiditas perusahaan peri- ode t LEVt : Leverage perusahaan peri-ode t SIZEt : Ukuran perusahaan periode t 2) Kelima variabel tersebut dikomposit dengan melakukan factor analysis untuk menentukan indeks risiko litigasi. Nilai indeks yang tinggi menunjukkan risiko litigasi tinggi, demikian sebaliknya untuk nilai indeks yang rendah. 2. Variabel Terikat (Manajemen Laba) Manajemen laba diartikan sebagai upaya-upaya manajemen dalam menggunakan pertimbangannya (judgement) dalam menyusun laporan keuangan yang dimotivasi oleh suatu tujuan (Healy dan Wahlen 1999). Manajemen laba diukur dengan manajemen laba 8
terintegrasi yaitu manajemen laba akrual (Short term discretionary accrual (STDA) dan long term discretionary accrual (LTDA), serta manajemen laba riil (ab-normal cash flow operations (CFO), abnormal production costs (PROD), dan abnormal discretionary expenses (DISCR). Pengukuran manajemen laba mengacu pada Roychowdhury (2006) 1. Pengukuran dilakukan dengan : a. Menghitung masing-masing proksi dengan rumus : 1) Abnormal Cash Flow Operation (CFO) CFOt/TAt-1 = α0 + α1 (1/TAt-1) + β1 (St/TAt-1) + β2 (ΔSt/TAt-1) + ε 2) Abnormal Production Cost (PROD) PRODt/TAt-1 = α0 + α1 (1/TAt-1) + β1 (St/TAt-1) + β2 (ΔSt/TAt-1) + ε 3) Abnormal Discretionary Expenses (DISCR) DISCt/TAt-1 = α0 + α1 (1/log.TAt-1) + β1(ΔSt/TAt-1) + ε 4) Short Term Di2scretionary Accrual (STDA) STDAi,t =
5) Long Term Discretionary Accrual (LTDA) LTDAi,t =
Dimana : At-1 = Total Aset perusahaan pada tahun t-1 St = Penjualan perusahaan pada tahun t ΔSt = Perubahan penjualan pada tahun t dibandingkan penjualan pada tahun t-1 ΔSt-1 = Perubahan penjualan pada tahun t-1 dibandingkan pen jualan pada tahun t-2 STDAi,t = Short-term discretionary acc-rual perusahaan i pada tahun t STACCi,t = Short-term accrual perusa-haan i pada tahun t TAi,t-1 = Total Aset perusahaan i pada tahun t Log.TAi,t-1 = Logaritma Total Aset perusahaan i pada tahun t ΔREVi,t = Pendapatan pada tahun t dikurangi pendapatan pada tahun t-1 perusahaan i ΔRECi,t = Piutang pada tahun t dikurangi piutang pada tahun t-1 dari perusahaan i INCit = Net Income pada tahun t dari perusahaan i LTDAit = Long-term discretionary accrual perusahaan i pada tahun t LTACCi,t = Long-term accrual perusa-haan i pada tahun t PPEi,t = Property, plant and equiptment perusahaan i pada tahun t INTi,t = Intangibles Assets perusa-haan i pada tahun t α, β = Koefisien regresi εt = error
9
b. Dihitung rata-rata dari kelima komponen. c. Lakukan klasifikasi berdasarkan besaran yang diperoleh. Nilai dengan batasan -0,075 sampai dengan 0,075 berarti tidak terindikasi manajemen laba atau ML=0. Nilai dibawah -0,075 atau diatas 0,075 berarti terindikasi manajemen laba atau ML = 1. Model Penelitian
Gambar 1. Pengembangan model penelitian Analisis Data Tahapan dalam analisis data sebagai berikut : 1. Uji Kelayakan Model Regresi (Goodnes of Fit Test) Pengujian ini bertujuan untuk menguji kelayakan atau kecukupan data pada model regresi logistik. a. Uji Iteration History Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada tabel Iteration History awal (Block Number = 0) dan -2LL pada akhir (Block Number =1). Jika nilai -2LL akhir mengalami penurunan = model layak digunakan. b. Uji Omnibus Test of Model Coefficient Uji ini digunakan untuk melihat apakah pengaruh penambahan variabel bebas terhadap model sehingga dikatakan fit. Pengujian dengan melihat signifikansi nilai Chi-square < dari α 0,05 atau melihat nilai Chi-square hitung < Chi-square tabel maka penambahan variabel memperbaiki model dan layak digunakan. 2. Uji Model Fit (Overall Model Fit Test) Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Pengujian kelayakan model regresi logistik dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test Goodness yang diukur dengan nilai Chi-square (sig.). Jika nilai Chi-square (sig.) > α 0,05 = model dapat diterima dan pengujian hipotesis dapat dilakukan. 3. Uji Ketepatan Klasifikasi Uji ini digunakan untuk melihat ketepatan klasifikasi. Perbandingan antara jumlah data yang diprediksi dibagi dengan jumlah diobservasi. Nilai percentage correct menunjukan nilai ketepatan keseluruhan klasifikasi (Ghozali, 2012). Semakin besar nilai overall percentage menunjukkan semakin besar kemampuan prediksi model penelitian.
10
4. Uji Koefisien Determinasi Uji ini digunakan untuk melihat determinasi variabel dependen terhadap variabel independen. Yang bisa diartikan bahwa variabel dependen dapat dijelaskan dengan variabel independen sebesar nilai R Square (Nagelkerke R Square). Semakin besar nilai Nagelkerke R Square menunjukkan semakin besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependennya. 5. Uji Signifikasi Parameter (Uji Wald) Uji ini digunakan untuk membuktikan apakah variabel independen secara parsial mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen dilakukan melalui Uji Wald(sig.). Jika nilai Sig. Wald < α 0,05 maka menolak H0 atau variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. 6. Persamaan Regresi Logistik Model regresi yang digunakan untuk mengetahui elastisitas variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini. Adapun model persamaan regresi yang digunakan adalah : Ln _P (ML)_ = βo + β1KK + β2KI + β3KM + β4PKI + β5PKA + β6TN + β7TRL + e 1-P (ML) Keterangan : 1 = melakukan manajemen laba P(ML) 0 = tidak manajemen laba KK = Kepemilikan saham keluarga KI = Kepemilikan saham institusi KM = Kepemilikan saham manajemen PKI = Proporsi komisaris independen PKA = Proporsi komite audit TN = Tenur /masa penugasan auditor RL = Risiko litigasi β0 = Konstanta β1-β4 = Koefisien regresi (parameter yang dicari) e = error terms/epsilon (variabel lain yang tidak diteliti) HASIL PENELITIAN 1. Hasil Uji Kelayakan Model Regresi (Goodnes of Fit Test) Pada Iteration History Block 0 nilai -2 LogL diperoleh nilai 591,146 dengan α 5% dan pada Iteration History Block 1 nilai -2LogL adalah 553,539 terjadi penurunan sehingga disimpulkan H0 diterima, artinya penambahan variabel independen memperbaiki model dan layak digunakan. Dari tabel Omnibus Test of Model Coefficient terlihat bahwa nilai Chi-square sebesar 37,607 (591,146-553,539) dengan nilai signifikansi = 0,000 < alpha (0,05) artinya Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa model layak digunakan. 2. Hasil Uji Model Fit (Overall Model Fit Test) Hasil pengujian Hosmer and Lemeshow Test, dapat diketahui bahwa nilai Chi-square = 2,592 < 2,730 (Chi-square tabel), dengan (Sig.) = 0,957 (p-value sebesar 0,957 > alpha 0,05) artinya Ho diterima, dan disimpulkan bahwa model regresi logistik yang digunakan
11
telah memenuhi kecukupan data (fit) dengan data observasinya atau dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan antara model dengan data. 3. Hasil Uji Ketepatan Klasifikasi Dari output classification table menjelaskan bahwa persentase variabel yang diprediksi sebesar 69,4% artinya semua data independen yang dianalisis sebesar 69,4% berpengaruh terhadap nilai variabel dependen dengan mengikutsertakan parameter konstanta. 4. Hasil Uji Koefisien Determinasi Hasil output Model Summary diperoleh nilai Nagelkerke R-square sebesar 0,560 hal ini mengindikasikan bahwa variabilitas variabel dependen (ML) yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen (KK, KI, KM, PKI, PKA, TN, RL secara simultan) adalah sebesar 56%, sedangkan sisanya sebesar 44% dijelaskan oleh variabilitas variabel lain diluar variabel independen yang diteliti tersebut. 5. Hasil Uji Signifikasi Parameter (Uji Wald) Hasil signifikansi uji wald menunjukkan bahwa ada 3 (tiga) variabel independen memiliki tingkat signifikansi pada taraf alpha 0,05 yaitu KK sebesar 0,001 < α 0.05, KI sebesar 0,002 < α 0.05 dan PKI sebesar 0,000 < α 0,05 artinya kepemilikan saham keluarga, kepemilikan saham institusi dan proporsi komisaris independen mempunyai pengaruh secara parsial yang signifikan terhadap variabel dependennya yaitu manajemen laba. Berikut ringkasan hasilnya : Tabel 1. Tabel Uji Signifikasi Parameter (Wald) Variabel Kepemilikan Keluarga Kepemilikan Institusi Kepemilikan Manajer Prop. Komisaris Independen Proporsi Komite Audit Tenur Risiko Litigasi
B 3,047 2,025 -10,128 4,081 0,914 -0,129 -0,253
S.E 0,947 0,662 6,169 1,165 0,757 0,068 2,229
Wald 10,346 9,438 2,696 12,264 1,457 3,571 0,013
Sign. 0,001 0,002 0,101 0,000 0,227 0,059 0,910
Exp (B) 21,059 7,578 0,000 59,181 2,494 0,879 0,776
Ha H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
Keterangan Diterima Ditolak Diterima Ditolak Ditolak Ditolak Diterima
Sumber : Data diolah peneliti, 2016. 6. Persamaan Regresi Logistik Persamaan regresi logistik dapat dinyatakan sebagai berikut : P Ln ----1-P
= -3,024 + 3,047KK + 2,025KI - 10,128KM + 4,081PKI + 0,914PKA – 0,129TN - 0,253 RL
atau, P ------= e-3,024 + e3,047KK + e2,025KI –e10,128KM + e4,081PKI + e0,914PKA – e0,129TN 1-P e0,25RL PEMBAHASAN H1 : Kepemilikan saham keluarga berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh kepemilikan keluarga terhadap manajemen laba ditunjukkan dengan nilai Exp (B) atau Odds Ratio (OR). OR sebesar 21,059 menunjukkan kepemilikan keluarga mempengaruhi manajemen laba sebesar 21,059 dibanding perusahaan yang tidak ada kepemilikan saham keluarga didalam struktur modalnya. Nilai B sebesar 3,047 12
yang benilai positif, maka kepemilikan saham keluarga mempunyai hubungan positif dengan manajemen laba sehingga H1 diterima. Kepemilikan keluarga memiliki motivasi yang kuat dalam mengelola laporan keuangan (melakukan manajemen laba). Pertama, motivasi dalam menjamin kesuksesan usahanya dalam waktu yang panjang. Kedua, menjaga dan memastikan bisnis dimiliki dan dikelola oleh pihak keluarga. Berbagai kontrak dilakukan melibatkan variabel akuntansi sebagai monitor jalannya kontrak dengan pihak lain. Perusahaan keluarga akan memilih akuntansi yang meminimasi biaya kontrak dan memaksimisasi nilai laba perusahaan. Ketiga, pemilik keluarga juga lebih peduli pada reputasi keluarga (dan perusahaan) terkait konsekuensi ekonomi dalam jangka panjang. Karena investasi keluarga bersifat jangka panjang, maka setiap keputusan yang dibuat menggunakan pendekatan jangka panjang sehingga memungkinkan untuk mengambil tindakan melakukan manajemen laba. H2 : Kepemilikan saham institusi berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Pengaruh kepemilikan saham institusi terhadap manajemen laba ditunjukkan dengan nilai Exp (B) sebesar 7,578. Artinya kepemilikan institusi mempengaruhi manajemen laba sebesar 7,578 dibandingkan dengan perusahaan yang tidak ada institusi sebagai pemilik sahamnya. Nilai B sebesar 2,025 benilai positif, maka kepemilikan institusi mempunyai hubungan positif dengan manajemen laba. Sehingga disimpulkan H2 yang menyatakan bahwa kepemilikan saham institusi secara parsial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba ditolak. Investor institusi, sebagai prinsipal dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : investor aktif dan pasif. Investor aktif melalui pengaruh dan dananya dapat memperoleh informasi dengan mudah mengenai kondisi perusahaan maupun informasi diluar perusahaan. Investor aktif melakukan monitoring terhadap tindakan manajer dengan informasi yang diperolehnya kemudian memastikan bahwa keputusan yang diambil merupakan tindakan yang ditujukan untuk kesejahteraannya. Investor pasif artinya pasif dalam monitoring tindakan pengelola perusahaan, tidak terlalu terlibat dalam pengambilan keputusan manajerial. Keberadaan institusi pasif inilah yang dimanfaatkan oleh manajer dalam memilih metode akuntansi dan mengatur laba dalam laporan keuangan. H3 : Kepemilikan saham manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Pengaruh kepemilikan saham manajer terhadap manajemen laba ditunjukkan dengan nilai Exp (B) sebesar 0,000. Artinya kepemilikan saham manajer akan mempengaruhi manajemen laba sebesar 0,000 atau dapat tidak mempunyai pengaruh karena nilainya 0. Nilai B sebesar -10,128 benilai negatif, maka kepemilikan manajer mempunyai hubungan negatif dengan manajemen laba. Ddisimpulkan bahwa H3 yang menyatakan bahwa kepemilikan saham manajer secara parsial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba diterima.Manajer mempunyai informasi lebih baik mengenai perusahaan dan berhubungan langsung dengan proses pelaporan keuangan. Peran manajer sebagai pengelola sekaligus pemilik akan menghindari praktik manajemen laba dalam laporan keuangannya. Investor dan berbagai pihak yang terlibat kontrak dengan perusahaan semakin cerdas dan rasional terhadap informasi yang disajikan entitas sehingga kualitas dari informasi tersebut merupakan jaminan goodwill bagi perusahaan. Jika informasi yang disajikan terdistorsi oleh praktik manajemen laba akan menambah bias laporan keuangan sehingga dapat mengganggu dan menurunkan kepercayaan para pemakai laporan keuangan. Sehingga sudah seharusnya manajer sebagai pengelola dan pemilik menjaga relevansi informasi perusahaan. H4 : Proporsi komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Pengaruh proporsi komisaris independen terhadap manajemen laba ditunjukkan dengan nilai Exp (B) sebesar 59,181. Artinya proporsi komisaris independen mempengaruhi manajemen laba sebesar 59,181. Nilai B sebesar 4,081 bernilai positif, maka proporsi komisaris independen mempunyai hubungan positif dengan manajemen laba. 13
Sehingga disimpulkan H4 yang menyatakan bahwa proporsi komisaris independen secara parsial berpengaruh positif terhadap manajemen laba diterima. Hal ini dimungkinkan jumlah yang besar pada komisaris independen menyebabkan sulitnya koordinasi antar anggota dewan tersebut dan hal ini yang menghambat proses pengawasan yang harusnya menjadi tanggung jawab dewan komisaris. Hal ini dapat dijelaskan bahwa besar kecilnya dewan komisaris bukanlah menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan terhadap manajemen perusahaan. Akan tetapi efektivitas mekanisme pengendalian tergantung pada nilai, norma dan kepercayaan yang diterima dalam suatu organisasi serta peran dewan komisaris dalam aktivitas pengendalian (monitoring) terhadap manajemen. H5 : Proporsi komite audit berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen laba. Pengaruh proporsi komite audit terhadap manajemen laba ditunjukkan dengan nilai Exp (B) sebesar 2,494. Artinya proporsi komite audit mempengaruhi manajemen laba sebesar 2,494. Nilai B sebesar 0,914 yang benilai positif, artinya proporsi komite audit mempunyai hubungan positif dengan manajemen laba. Sehingga dapat disimpulkan H5 yang menyatakan bahwa proporsi komite audit secara parsial berpengaruh positif terhadap manajemen laba diterima. Hal ini membuktikan bahwa jumlah komite audit tidak mempengaruhi terjadinya manajemen laba yang dilakukan manajer perusahaan. BAPEPAMLK telah mengatur sedemikian rupa mengenai jumlah anggota komite audit, hal ini seharusnya dibarengi dengan syarat kompetensi yang harus dimiliki oleh anggota komite audit. Perusahaan cenderung menempatkan anggota komite audit yang tidak memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan yang memadai sehingga pelaksanaan tugas dan fungsi komite audit hanya sebatas formalitas memenuhi proporsi yang diwajibkan saja. Selain itu, kewenangan komite audit yang dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu dewan komisaris juga mengakibatkan mereka tidak mempunyai otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada dewan komisaris). H6 : Masa penugasan auditor (tenur) berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Pengaruh masa penugasan auditor (tenur) terhadap manajemen laba sebesar 0,879. Nilai Exp(B) dengan OR sebesar 0,879 artinya tenur mempengaruhi manajemen laba sebesar 0,879 dan nilai B sebesar -0,129 benilai negatif, artinya tenur mempunyai hubungan negatif dengan manajemen laba. Sehingga disimpulkan bahwa H6 yang menyatakan bahwa masa penugasan audit (tenur) secara parsial berpengaruh positif terhadap manajemen laba ditolak. Tenur auditor atau KAP yang lama akan berpengaruh menurunkan praktik manajemen laba. Semakin lama/panjang masa penugasan auditor dengan klien terbukti tidak mempengaruhi menurunnya independensi dan kapabilitas auditor untuk bersikap kritis justru semakin kuat dalam prosedur audit sehingga mampu memprediksi adanya praktik manajemen laba dalam laporan keuangan. Temuan ini mendukung suatu argumen yang menolak ketentuan mengenai rotasi wajib KAP/auditor. Pernyataan bahwa rotasi periodik akan memperbaiki kualitas audit perlu yang masih perlu dipertimbangkan karena kompleksitas dan ukuran perusahaan modern saat ini tidak mendukung pelaksanaan audit secara jangka pendek, semakin lama masa penugasan, maka KAP atau auditor akan memiliki pengetahuan yang cukup mendalam mengenai bisnis kliennya. H7 : Risiko litigasi berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Pengaruh risiko litigasi terhadap manajemen laba diperoleh dari nilai Exp (B) sebesar 0,776 artinya risiko litigasi mempengaruhi manajemen laba sebesar 0,776 dan nilai B sebesar -0,253 benilai negatif, artinya risiko litigasi mempunyai hubungan negatif dengan manajemen laba. Sehingga disimpulkan H7 yang menyatakan bahwa risiko litigasi secara parsial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba diterima. Hal ini menunjukkan semakin besar risiko litigasi yang dihadapi perusahaan, semakin hati-hati dalam penyampaian informasi laporan keuangan. 14
Risiko litigasi yang dihadapi perusahaan membuat manajemen khawatir akan kehilangan kepercayaan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Ketika perusahaan telah menjadi objek litigasi, tidak hanya pihak-pihak didalam perusahaan saja yang mengetahui masalah tersebut. Akan tetapi, pihak-pihak diluar perusahaan juga bisa mendapatkan informasi dan berita mengenai kejadian tersebut. Hal ini tidak hanya akan berdampak bagi rusaknya reputasi perusahaan tetapi juga bisa menurunkan moral para pekerjanya. Lebih jauh lagi, masalah tersebut bisa merugikan perusahaan hingga membuat perusahaan kehilangan banyak uang. Hal ini mendorong manajer menyusun laporan keuangan secara akuntabel. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian membuktikan bahwa dari ke-7 hipotesis, Hanya H1, H3 dan H7 yang diterima secara signifikansi. Kepemilikan keluarga terbukti berpengaruh positif manajemen laba. Sedangkan kepemilikan saham manajer dan risiko litigasi terbukti berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Perusahaan keluarga meskipun go public tetap mempunyai motivasi untuk mewariskan perusahaan ke pihak keluarga sehingga memastikan bisnisnya tetap berjalan (going concern) sekalipun dengan melakukan manajemen laba. Sedangkan berdasarkan besarnya pengaruh (odd ratio) menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen yang besar (>30%) mempengaruhi tindakan manajemen laba terbesar dibandingkan pengaruh variabel lain. Hal ini disebabkan komisaris independen tidak turut serta dalam mengambil keputusan operasional, kewenangan hanya sebagai pengawas dan penasehat. Efektititas fungsi dan pengawasannya ditentukan bukan dari jumlah (proporsi) tetapi oleh kompetensi dewan komisaris dan komitmen dalam pelaksanaan kerja (charter) yang terarah dan efektif. Untuk penelitian mendatang dapat menggunakan atau menambah variabel kompetensi manajer, tax planning dan biaya politik dalam mendeteksi manajemen laba. Penambahan jumlah tahun penelitian juga disarankan untuk mendukung hasil yang lebih akurat. Untuk pemakai laporan keuangan, riset ini membuktikan adanya tindakan manajemen laba. Disarankan untuk lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan ekonomis. Bagi regulator, untuk dapat melakukan pembenahan aturan (standar) dan peningkatan pengawasan sehingga kepercayaan publik terhadap laporan keuangan tidak tereduksi. DAFTAR PUSTAKA Anderson, K.L., Deli, D.N., dan Gillan, S.T., 2003, Board of Directors, Audit Committees, and the Information Content of Earnings, Working Papers. Anggraita, V., 2009. Motivasi Manajemen Laba (Oportunistik vs Efisien) dan Pengaruh Moderasi Corporate Governance: Studi pada Perusahaan Nonkeuangan di BEI. Tesis Pascasarjana Ilmu Akuntansi FEUI Angraheni, dkk., 2010, Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan dan Kualitas Laba sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Manufaktur Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Simposium Nasional Keuangan I Tahun 2010, Good Governance Dalam Akselerasi Pertumbuhan Perekonomian Pasca Krisis. Arifin, Z. 2003, Masalah Agensi dan Mekanisme Kontrol pada Perusahaan dengan Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi yang Dikontrol Keluarga: Bukti dari Perusahaan Publik di Indonesia. Disertasi Pascasarjana FEUI. Atiqah., 2012. Pengaruh Risiko Litigasi Terhadap Manajemen Laba Dengan Kualitas Audit Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010). Skripsi. Universitas Diponegoro 15
Awalia A., 2014. Pengaruh Risiko Litigasi terhadap Kualitas Pelaporan Keuangan dengan Keahlian Hukum Komite Audit sebagai Variabel Pemoderasi (Studi pada Perusahaan manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2012). Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro Semarang. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan., 2008. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. Kep. 310/BL/2008 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa di Pasar Modal. Brigham, E.,dan Houston, J.2011.Dasar-DasarManajemen Keuangan.Jakarta: Salemba Empat. Chrisnoventie, D. 2012. Pengaruh Ukuran KAP Dan Spesialisasi Industri KAP Terhadap Kualitas Audit: Tingkat Risiko Litigasi Perusahaan Sebagai Variabel Moderasi. Journal Of Accounting Vol 1 No.1. Universitas Diponegoro Diyanty V., dan Wirawan, B., 2014. Kepemilikan keluarga, hubungan politik dan family aligned board terhadap implementasi tata kelola perusahaan Emirzon, Joni, 2007, Prinsip-prinsip Good Corporate Governance ; Paradigma Baru dalam Praktik Bisnis Indonesia, Genta Press, Yogyakarta. Ghozali, Prof. Dr. H. Imam, M.Com, Akt, 2012, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Pernebit UNDIP, Semarang. Giri, E. F., 2010, pengaruh Tenur Kantor Akuntan Publik (KAP) dan Reputasi KAP terhadap Kualitas Audit : Kasus Rotasi Wajib Auditor di Indonesia, SNA XIII Purwokerto. Guna W. I., dan Herawaty A., 2010. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance, Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor lainnya terhadap Manajemen Laba, Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 12, No.1 April 2010, Hlm. 53-68. Gusnadi dan Budiharta, P., 2008. Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Penerapan Good Corporate Governance terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan Oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.Modus, 20(2): h:126-138. Habib, A., 2004. Impact of Earning Management on Value Relevance of Accounting Information ; Empirical Evidence from Japan, Managerial Finance. 30 (11), 1-15. Healy, Paul, M.,dan Wahlen. J.M. (1999). A Review Of The Earnings Management Literature And Its Implications For Standard Setting. Accounting Horizons 13, p. 365-383. Ikatan Akuntan Indonesia, 2009, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta. Jensen dan Meckling, 1976, Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure, Jurnal of Financial Economics,October,1976 V.3,o4, pp.305-360. Juanda, Ahmad, 2007, Pengaruh Risiko Litigasi dan Tipe Strategi Terhadap Hubungan Antara Konflik Kepentingan dan Konservatisma Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X Makasar, 26-28 Juli 2007. Juanda, Ahmad, 2008, Analisis Tipologi dan Strategi dalam Menghadapi Risiko Litigasi pada Perusahaan Go Publik Di Indonesia, Humanity, Vol.V, No.1, September 2009. Lanis, R., & Richardson, G. 2011. The effect of board of director composition on corporate tax aggressiveness. Journal of Accounting Public Policy, 30, 50-70. Leonora, dkk, 2012, Analisis Hubungan Masa Perikatan dengan Kualitas Audit, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, Vol.1 No.1. Marpaung dan Latrini, 2014, Pengaruh Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Kualitas Audit dan Kepemilikan Manajerial pada Perataan Laba, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 7.2, ISSN : 2302-8556. Menteri Keuangan, 2008, Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 359/KMK/2003 Tentang Jasa Akuntan Publik, Jakarta.
16
Naftalia, V, C., dan Marsono., 2013. Pengaruh leverage terhadap Manajemen Laba dengan Corporate Governancesebagai variabel pemoderasi, Diponegoro Journal Of Acounting, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-8 ISSN: 2337-3806 PWC Indonesia, 2014. Survey Bisnis Keluarga, http://www.pwc.com/structure, 23-02-2015, 15.20 WIB Roychowdhury, S., 2006. dalam Earnings management through real activities manipulation, Journal of Accounting and Economics 42 (2006) 335–370. Sari, A. P., 2015, Pengaruh Risiko Litigasi terhadap Manajemen keuangan dengan kualitas Audit sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 – 2012), Artikel Ilmiah Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Sanjaya, I. P. S., 2014. Keluarga Sebagai Pemilik Ultimat Dan Kinerja Perusahaan, Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XVII Mataram. 24-27 September 2014. Scott, W.R., 2012, Financial Accounting Theory-Sixth Edition, Pearson Canada Inc., Toronto, Ontario. Siagian O. I., dan Martani D., 2014, Analisis Pengaruh Perubahan Liabilitas Pajak Tangguhan Bersih, Tata Kelola Perusahaan dan Kepemilikan Keluarga terhadap Manajemen Laba di Indonesia. SNA XVII Mataram, 24-27 September 2014. Siregar, Sylvia V., & Utama, S., 2008. Type of earnings management and the effect of ownership structure, firm size, and corporate-governance practices: evidence from Indonesia. The International Journal of Accounting, 43, 1-27. Subekti, I., 2010, Earnings Management, value relevance Of Earnings and Book Value Of Equity, JAAI Volume 14 No.2, Desember 2010:213-232. Subramanyam, Hasley R. dan John J. Wild., 2013, Analisis Laporan Keuangan. Salemba Empat, Jakarta. Sutedi, A., 2011, Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta. Trisnawati, R., Sasongko, W.N., 2011, Pengukuran Manajemen laba : Pendekatan Terintegrasi (Studi komparasi perusahaan manufaktur yang tergabung pada indeks JII dan LQ 45 Bursa Efek Indonesia periode 2004-2010), Naskah Publikasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Ujiyantho, M.A. dan Pramuka, B.A., 2007, Mekanisme Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VII Makasar. 26-28 Juli 2007. Utama, Sidharta, dan F. Leonardo Z. 2006. Audit Committee Composition, Control of Majority Shareholders and Their Impact on Audit Committee Effectiveness: Indonesia Evidence. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Volume 9 No 1 Januari: 21-34. Veronica, Sylvia, dan Siddharta Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Simposium Nasional Akuntansi 8 Solo tanggal 15 - 16 September 2005 Wiranata, Y. A., dan Nugrahanti Y.W., 2013.Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur di Indonesia, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 15, No. 1, Mei 2013, 15-26 DOI: 10.9744/jak.15.1.15-26 ISSN 1411-0288 print/ ISSN 2338-8137 online. Zarkasyi, W., 2008, Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya. Alfabeta. Bandung. Rusmin, N. & Ginting, J.N. (2010). Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi. Vol. 14, No. 02, 152-164. Zulaikha, V.K.D. (2014). Analisis Pengaruh Audit Tenure, Ukuran KAP dan Diversifikasi Geografis terhadap Manajemen Laba. Diponegoro Journal of Accounting. Vol. 3, No. 3. 17