PENGARUH SIZE, PERSISTENSI LABA TERHADAP EARNINGS RESPONSE COEFFICIENT (ERC) DENGAN LEVERAGE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
DIAMONALISA SOFIANTY
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh size, persistensi laba terhadap earnings response coefficient (ERC) dengan leverage sebagai variabel intervening pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kualitas laba diukur dengan menggunakan koefisien respon laba (ERC). Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dalam pemilihan sampel dari pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010 sampai 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa size berpengaruh terhadap leverage. Size tidak berpengaruh terhadap earnings response coefficient (ERC). Persistensi laba berpengaruh terhadap leverage. Persistensi laba tidak berpengaruh terhadap earnings response coefficient (ERC). Kemudian leverage berpengaruh terhadap earnings response coefficient (ERC). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Size berpengaruh terhadap earnings response coefficient (ERC) melalui leverage sedangan persistensi tidak berpengaruh terhadap earnings response coefficient (ERC) jika melalui leverage. Kata kunci: size, persistensi laba, leverage, earnings response coefficient (ERC)
PENDAHULUAN Investasi pada pasar modal semakin diminati oleh masyarakat awam, hal ini dapat terlihat dengan semakin banyaknya masyarakat yang menginvestasikan dananya pada perusahaan yang go public (Tiolemba dan Ekawati, 2008). Laporan keuangan yang disusun oleh pihak manajemen perusahaan merupakan salah satu sumber informasi akuntansi yang berguna bagi para investor. Publikasi laporan keuangan melalui media masa dapat mempengaruhi keputusan berinvestasi bagi para investor. Hal ini disebabkan informasi yang terkandung di dalam laporan keuangan dianggap berita baru mengenai keadaan perusahaan di pasar modal. Informasi akuntansi yang sangat diperlukan dalam hal ini adalah informasi laba oleh investor untuk melakukan investasi di pasar modal. Informasi laba mampu menggambarkan bagaimana kinerja suatu perusahaan serta memprediksi suatu resiko dalam investasi yang tentunya sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat dalam pemilihan perusahaan yang akan menjadi target investasi. Informasi laba secara umum merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Informasi laba membantu pemilik atau pihak lain melakukan penaksiran atas kekuatan laba perusahaan dimasa yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa laba adalah sesuatu yang paling dipertimbangkan oleh investor untuk mengambil keputusan apakah akan melakukan investasi atau tidak, apakah akan menjual saham yang dimilikinya atau 1
tidak dan apakah akan tetap mempertahankan investasi yang dimilikinya. Begitu pentingnya hal ini sehingga sudah banyak peneliti yang melakukan penelitian tentang manfaat kandungan informasi laba perusahaan, yang dimulai oleh Ball and Brown (1968). Jika pada masa sebelumnya, penelitian tentang laba akuntansi lebih berfokus pada kandungan informasi, perkembangan berikutnya lebih pada seberapa jauh respon pasar terhadap informasi laba akuntansi yang lebih dikenal dengan penelitian Earnings Response Coefficient (ERC). Penelitian pada bidang ini difokuskan padaa faktor-faktor yang mempengaruhi earnings response coefficient, yang merupakan korelasi antara unexpected earnings dengan abnormal return saham. Earnings Response Coefficient atau koefisien respon laba didefenisikan sebagai ukuran atas tingkat return abnormal saham dalam merespon komponen unexpected earnings (Scott, 2000). Secara umum earnings response coefficient diukur dengan menunjukkan slope koefisien dalam regresi return abnormal saham dengan laba atau unexpected earnings. Hal ini menunjukkan bahwa earnings response coefficient adalah reaksi terhadap laba yang diumumkan oleh perusahaan. Reaksi yang diberikan tergantung dari kualitas laba yang dihasilkan perusahaan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa earnings response coefficient dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain persistensi laba, struktur modal, dan ukuran perusahaan. Perusahaan yang tingkat leverage-nya tinggi berarti memiliki hutang yang lebih besar dibandingkan modal. Dengan demikian jika terjadi peningkatan laba maka yang diuntungkan adalah pemberi hutang, sehingga semakin baik kondisi laba perusahaan maka semakin negatif respon pemegang saham, karena pemegang saham beranggapan bahwa laba tersebut hanya menguntungkan kreditur. Hasil peneltian Dhaliwal et al.(1991), Fitia (2003), Andayani (2007) menunjukkan leverage berpengaruh terhadap ERC. Sementara hasil penelitian Respiandi (2011), Ardila (2012) dan Rosianawati (2012) menunjukkan leverage tidak berpengaruh terhadap ERC. Size (ukuran perusahaan) merupakan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat melalui jumlah aktiva secara keseluruhan yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang berukuran lebih kecil. Sehingga perusahaan yang besar akan lebih mudah untuk melakukan inovasi dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Dengan adanya inovasi tersebut akan berpengaruh besar terhadap laba perusahaan. Size (ukuran perusahaan) akan berpengaruh positif terhadap ERC. Semakin besar perusahaan maka ERC perusahaan akan semakin besar pula (Jogiyanto, 2009). Hasil penelitian Freeman et all (1988), Andayani (2007) dan Ardila (2012) menunjukkan adanya pengaruh positif ukuran perusahaan terhadap ERC. Hal ini bertentangan dengan Baginski (1999) yang menyatakan size (ukuran perusahaan) mempunyai pengaruh yang negatif terhadap ERC. Sedangkan penelitian Collins dan Khotari (1989), Syafrudin (2004), Martini (2007), Rosianawati (2012) menemukan bahwa tidak ada pengaruh ukuran perusahaan terhadap ERC. Persistensi laba merupakan pengaruh suatu inovasi terhadap laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang (Kormedi dan Lipe, 1987). Definisi persistensi laba menurut Penman (1992) adalah revisi laba yang diharapkan di masa mendatang (expected future earnings) yang diimplikasi oleh inovasi laba tahun berjalan (current earnings) sehingga persistensi laba dilihat dari inovasi laba tahun berjalan yang dihubungkan dengan perubahan harga saham. Pada beberapa penelitian terdahulu dinyatakan bahwa persistensi laba secara positif berhubungan dengan ERC (Kormendi dan Lipe, 1987; Easton dan Zmijewski, 1989; Collins dan
2
Kothari, 1989; Lev dan Thiagarajan, 1993; Harikumar dan Harter, 1995; Andayani, 2007; Ardila, 2012). Penelitian Respiandi (2011) memberikan hasil persistensi laba tidak berpengaruh terhadap ERC. Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengujian atas struktur modal, ukuran perusahaan dan persistensi laba yang mempengaruhi earnings response coefficient (ERC). Oleh karena itu, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh size terhadap earnings response coefficient? 2. Bagaimana pengaruh size terhadap leverage? 3. Bagaimana pengaruh persistensi laba terhadap earnings response coefficient? 4. Bagaimana pengaruh persistensi laba terhadap leverage? 5. Bagaimana pengaruh leverage terhadap earnings response coefficient? 6. Bagaimana pengaruh size terhadap earnings response coefficient melalui leverage sebagai variabel intervenig? 7. Bagaimana pengaruh persistensi laba terhadap earnings response coefficient melalui leverage sebagai variabel intervenig? TINJAUAN TEORITIS 1 Agency Theory Pemisahan pemilik dan manajemen dalam literatur akuntansi disebut Teori Keagenan (Agency Theory). Prinsip teori ini bahwa terdapat hubungan kerja (kontraktual) antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor dan pihak yang menerima wewenang yaitu manajer. Menurut Anthony dan Govindarajan (2004:269), hubungan agensi terjadi ketika salah satu pihak (principal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksanakan suatu jasa dan dalam melakukan hal ini, principal mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. 2 Signaling Theory Teori signaling menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar, dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk (Hartono, 2005). Agar sinyal tersebut baik maka harus dapat ditangkap pasar dan dipersepsikan baik serta tidak mudah ditiru oleh perusahaan yang memiliki kualitas yang buruk (Mengginson dalam Hartono, 2005) Perusahaan yang melakukan publikasi laporan keuangan audit akan memberikan informasi sebagai suatu sinyal yang baik atau buruk. Sinyal yang diberikan pasar kepada public akan mempengaruhi pasar saham khususnya harga. Teori sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa informasi yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain dan informasi lainnya. Ketika digunakan dalam praktek pengungkapan perusahaan, signalling theory secara umum menguntungkan bagi perusahaan untuk mengungkapkan praktek corporate 3
governance yang baik, sehingga dapat menciptakan kualitas perusahaan yang baik dalam pasar (Subramaniam, et al., 2009). 3. Earnings Response Coeffcient (ERC) Kualitas laba dapat diindikasikan sebagai kemampuan informasi laba memberikan respon kepada pasar. Dengan kata lain, laba yang dilaporkan memiliki kekuatan respon (power of response). Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya earnings response coefficientsl lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah saham perusahaan, yang menimbulkan agency problem. Kepemilikan sebagian menyebabkan manajer tidak mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kemakmuran pemilik untuk mengatasi agency problem ini dibutuhkan tambahan biaya yang disebut agency cost. Earnings response coefficient (ERC) dapat didefinisikan sebagai efek satu satuan mata uang dari laba yang diharapkan pada return saham dan menggambarkan reaksi investor terhadap pengumuman laba atau rugi tersebut. ERC menunjukkan kuat lemahnya reaksi pasar terhadap pengumuman laba, sehingga dapat digunakan untuk memprediksi kandungan dalam informasi laba. Jika investor mempunyai persepsi bahwa informasi keuangan itu memiliki kredibilitas tinggi, maka ia akan bereaksi terhadap laporan keuangan tersebut secara kuat (Tiolemba, 2008). Reaksi yang diberikan investor tergantung dari kandungan informasi dalam laba masing-masing perusahaan, sehingga mengakibatkan earnings response coefficient (ERC) berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Dasar dari pemikiran ERC didasari pada pemikiran bahwa investor memiliki perhitungan ekspektasi terhadap laba, jauh sebelum laporan diterbitkan. Sesaat sebelum diterbitkannya laporan keuangan, investor akan banyak mendapatkan informasi yang dipergunakan sebagai analisis terhadap angka laba. Pada waktu perusahaan mengumumkan laba tahunan, bila laba aktual lebih tinggi dibandingkan dengan hasil prediksi laba yang selama ini mereka buat, maka yang terjadi adalah good news, sehingga investor akan melakukan revisi ke atas terhadap laba dan kinerja perusahaan di masa yang datang serta memutuskan membeli saham perusahaan. Sebaliknya, jika hasil prediksi lebih tinggi dari aktualnya, yang berarti bad news, maka investor akan melakukan revisi ke bawah dan segera menjual saham perusahaan tersebut karena kinerja perusahaan tidak sesuai dengan yang diperkirakan. Secara teoritis, volume dan harga saham akan berubah segera setelah perusahaan mempublikasikan labanya. Kenaikan dan penurunan harga saham tersebut akan terakumulasi pada Cummulative Abnormal Return (CAR) masing-masing saham perusahaan (Ambarwati, 2008). Cerminan dari nilai ERC tergantung dari “good news atau “bad news” yang terkandung dalam laba (Tiolemba dan Ekawati, 2008). Tingginya ERC menunjukkan bahwa laba mampu memberikan informasi bagi investor dalam mengambil keputusan ekonomi. Sebaliknya rendahnya ERC menunjukkan bahwa laba kurang informatif bagi investor untuk membuat keputusan ekonomi (Ambarwati, 2008). Menurut Lev (1989) dalam Murwaningsari (2008) menunujukkan bahwa kekuatan respon investor terhadap sinyal informasi laba (ERC) merupakan fungsi dari ketidakpastian di masa mendatang. 4. Leverage Leverage merupakan penggunaan sumber-sumber pembiayan perusahaan,baik itu sumber pembiayaan jangka panjang maupun sumber pembiayaan jangka pendek. Menurut Lukman 4
(2004) istilah leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets or funds) untuk memperbesar tingkat penghasilan (return) bagi pemilik perusahaan. Menurut Dewi (2010) utang (leverage) adalah salah satu mekanisme bagi shareholder untuk meminimumkan masalah keagenan dengan manager. Semakin tinggi tingkat leverage perusahaan, semakin berat beban keuangan yang dihadapi perusahaan, ini berarti semakin tinggi risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Semakin tinggi tingkat risiko perusahaan berarti semakin tinggi pulatingkat ketidakpastian akan kelangsungan hidup perusahaan (Dewi, 2010). Menurut Scott (2009), perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi yang terkandung dalam laba sebelum beban bunganya mengandung kekuatan dan keamanan bagi pemegang obligasi perusahaan tersebut, sehingga “good news” yang terkandung dalam laba yang diumumkan lebih disukai oleh debt- holders daripada shareholders. Mulyani et al (2007) juga berpendapat bahwa perusahaan yang tingkat leveragenya tinggi berarti memiliki utang yang lebih besar dibandingkan modal. Dengan demikian jika terjadi peningkatan laba maka yang diuntungkan adalah debtholders, karena debitor mempunyai keyakinan bahwa perusahaan akan mampu melakukan pembayaran atas utang. Namun hal ini akan direspon negatif oleh investor karena investor akan beranggapan bahwa perusahaan akan lebih mengutamakan pembayaran utang daripada pembayaran dividen. 5. Size Perusahaan besar lebih konsistensi untuk tepat waktu dibanding perusahaan kecil dalam menginformasikan laporan keuangannya, karena perusahaan besar banyak disorot oleh masyarakat (Dyer dan Hugh, 1975 dalam Murwaningsari, 2008). Kemudian menurut Schwartz dan Soo (1966) dalam Murwaningsari (2008) bahwa perusahaan besar mempunyai pengetahuan lebih tentang peraturan yang ada. Hal ini semakin diperkuat oleh pernyataan Tiolemba dan Ekawati (2008) bahwa perusahaan besar dianggap mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Oleh karena itu, jika terdapat inovasi baru, maka inovasi tersebut besar pengaruhnya terhadap laba perusahaan berskala kecil dibanding dengan perusahaan besar. Dalam penelitian Fitriani (2001) terdapat tiga alternatif yang digunakan untuk menghitung size perusahaan, yaitu total asset, penjualan bersih dan kapitalisasi pasar. Dalam penelitian Fitriani (2001) size perusahaan diukur dengan total aktiva, karena menurutnya total aktiva lebih menunjukan size perusahaan dibandingkan dengan kapitalisasi pasar. 6. Persistensi Laba Definisi persistensi laba menurut Scott (2003) adalah revisi laba yang diharapkan di masa mendatang (expected future earnings) yang diimplikasikan oleh inovasi laba tahun berjalan sehingga persistensi laba dilihat dari inovasi laba tahun berjalan yang dihubungkan dengan perubahan harga saham. Semakin tinggi persistensi laba maka semakin tinggi ERC, hal ini berkaitan dengan kekuatan laba. Persistensi laba mencerminkan kualitas laba perusahaan dan menunjukkan bahwa perusahaan dapat mempertahankan laba dari waktu ke waktu. Kormendi dan Lipe (1987) menunjukkan bahwa persistensi laba berhubungan positif dengan ERC. Collins dan Kothari (1989) juga menemukan hubungan yang positif antara estimasi ERC dan persistensi dengan menggunakan perubahan laba sebagai proksi untuk unexpected earnings. Berbeda 5
dengan Ali dan Zarowin (1992) yang menemukan bahwa estimasi error pada ERC secara negatif berhubungan dengan persistensi. Hal ini disebabkan beberapa analisa sebelumnya terhadap hubungan antara ERC dan persistensi adalah berlebihan. PNELITIAN TERDAHULU DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengaruh Size terhadap leverage Menurut Sujianto (2001) dalam Silfi (2010), ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan, dan rata-rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran asset atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Al-Malkawi (2008) dikarenakan adanya kemudahan akses dalam pasar modal cukup berarti untuk fleksibilitas dan adanya kemampuan untuk memperoleh dana yang lebih besar, sehingga perusahaan besar memiliki rasio pembayaran yang lebih besar daripada perusahaan yang kecil. Perusahaan besar biasanya memiliki penjualan yang tinggi sehingga membutuhkan modal yang besar pula, sebaliknya pada perusahaan kecil yang memiliki penjualan yang cenderung rendah kebutuhan modal juga semakin kecil. Teker et al. (2009) mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh positif antara size dengan capital structure. Ini berarti bahwa perusahaan yang mempunyai ukuran yang besar cenderung menggunakan utang untuk memenuhi kebutuhan dana yang besar dan untuk membiayai investasinya. Dari uraian diatas dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1: Size berpengaruh positif terhadap leverage Pengaruh Size terhadap Earnings Response Coefficient (ERC) Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan. Dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relative lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba disbanding perusahaan dengan total aktiva yang kecil (Indriani, 2005 dalam Zahroh dan Utama, 2006). Perusahaan yang berukuran besar memiliki kinerja dan sistem yang baik untuk mengendalikan, mengelola, mengatur semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pengendalian, pengelolaan dan pengaturan aset perusahaan yang efektif dan efisien ini berpotensi untuk mendatangkan laba. Hal itulah yang menyebabkan investor lebih memiliki kepercayaan pada perusahaan besar, karena perusahaan besar dianggap mampu untuk terus meningkatkan kinerja perusahaannya dengan berupaya meningkatkan kualitas labanya. Dengan demikian semakin besar ukuran perusahaan yang dilihat dari total aktivanya, akan membuat investor semakin merespon positif laba yang diumumkan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Jang dkk, (2007) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap earnings response coefficients. Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Zahroh dan Utama (2006) yang menyatakan bahwa perusahaan yang besar akan memiliki earnings response coefficient yang tinggi.
6
Ukuran perusahaan (size) dalam isu ERC digunakan sebagai proksi atas keinformatifan harga saham. Easton dan Zmijewski (1989) menemukan variabel size tidak signifikan dalam menjelaskan ERC. Namun demikian, variabel ini dapat digunakan sebagai variabel kontrol atas perusahaan besar dan kecil. Collins dan Kothari (1989), menemukan bahwa ukuran perusahaan berhubungan negatif dengan ERC. Hubungan negatif karena banyaknya informasi yang tersedia sepanjang tahun pada perusahaan, saat pengumuman laba pasar kurang bereaksi. Dari uraian diatas dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2: Size berpengaruh negatif terhadap ERC Pengaruh persistensi laba terhadap leverage Tingkat hutang akan menjadi besar apabila lebih banyak utang jangka panjang yang dimiliki oleh perusahaan. Para pemegang saham mendapatkan manfaat dari solvabilitas keuangan sejauh laba yang dihasilkan atas uang yang dipinjam melebihi biaya bunga dan juga jika terjadi kenaikkan nilai pasar saham. Utang mengandung konsekuensi perusahaan harus membayar bunga dan pokok pada saat jatuh tempo. Jika kondisi laba tidak dapat menutup bunga dan perusahaan tidak dapat mengalokasikan dana untuk membayar pokoknya, akan menimbulkan risiko kegagalan. Maka dari itu seberapa besar tingkat hutang yang diinginkan, sangat tergantung pada stabilitas perusahaan. Karena itu, tingkat hutang tinggi bisa memberi insentif lebih kuat bagi manajer untuk mengelola laba pada prosedur yang bisa diterima. Besarnya tingkat hutang perusahaan akan menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja yang baik di mata investor dan auditor. Dengan kinerja yang baik tersebut maka diharapkan kreditor tetap memiliki kepercayaan terhadap perusahaan, tetap mudah mengucurkan dana, dan perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam proses pembayaran. Hasil penelitian Gu et al. (2002), Cohen (2003), dan Pagalung (2006) menunjukkan ada pengaruh positif antara tingkat hutang terhadap persistensi laba. Dari uraian diatas dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Persistensi laba berpengaruh negatif terhadap leverage Pengaruh Persistensi Laba terhadap Earnings Response Coeffcient Persistensi laba adalah revisi laba yang diharapkan di masa depan yang diimplikasi oleh laba tahun berjalan sehingga persistensi laba dilihat dari laba tahun berjalan yang dihubungkan dengan perubahan harga saham (Pennman dalam Palupi, 2006). Perusahaan sebagai pembuat laporan keuangan berharap laba akuntansi akan mendekati laba ekonomik atau paling tidak merupakan estimator yang baik. Sehingga laba akuntansi masih tetap bermanfaat bagi investor untuk menentukan laba ekonomik sesuai dengan persepsinya. Selisih antara laba akuntansi dengan laba ekonomik tersebut akan menimbulkan laba kejutan (unexpected earnings). Apabila nilai laba kejutan perusahaan rendah, maka laba yang diharapkan oleh investor akan mendekati laba sesungguhnya (actual return). Dengan kata lain laba akuntansi tersebut persisten karena dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengukur laba periode berikutnya sehingga dapat bermanfaat bagi investor untuk pengambilan keputusan berinvestasi (Ambarwati, 2008). Dapat disimpulkan semakin persisten suatu laba maka investor akan 7
merespon dengan baik informasi laba tersebut ditandai dengan naiknya harga saham perusahaan. Sehingga semakin tinggi persistensi laba semakin tinggi nilai kualitas laba yang diproksikan dengan ERC. Penelitian Palupi (2006) menyimpulkan bahwa persistensi laba berkorelasi positif dengan earnings response coefficient. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh penelitian Mulyani dkk. (2007) dengan hasil yang konsisten dengan Ambarwati (2008). Dari uraian diatas dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4 : Persistensi laba berpengaruh positif terhadap Earnings Response Coeffcient. Pengaruh Leverage terhadap Earnings Response Coeffcient Perusahaan yang memiliki tingkat leverage tinggi cenderung nilai kualitas laba yang diproksikan dengan ERC rendah karena laba yang dilaporkan oleh perusahaan adalah laba yang menguntungkan untuk kreditur. Akibat utang yang tinggi, laba sebagian besar akan dibagikan untuk kreditur dalam bentuk pembayaran bunga dan pokok pinjaman, bukan untuk pemegang saham. Dhaliwal, Lee dan Farger (1991) membuktikan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap koefisien respon laba yaitu ERC. Perusahaan yang tingkat leverage-nya tinggi berarti memiliki hutang yang lebih besar dibandingkan modal. Dengan demikian jika terjadi peningkatan laba maka yang diuntungkan adalah debtholders, sehingga semakin baik kondisi laba perusahaan maka semakin negatif respon pemegang saham, karena pemegang saham beranggapan bahwa laba tersebut hanya menggantungkan kreditur. Dari uraian diatas dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H5 : Leverage berpengaruh negatif terhadap Earnings Respnse Coefficient. Skema Pengujian antara Variabel Langsung dan Tidak Langsung. Size
H2 H1 Leverage
H5
ERC
H3 Persistensi
H4
8
METODOLOGI PENELITIAN 1. Populasi dan Sampel Penelitian ini menggunakan pendekatan jenis deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat bagaimana variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Dalam hal ini ingin menjelaskan pengaruh Size dan persistensi laba sebagai variabel independen terhadap earnings response coefficient sebagai variabel dependen dengan leverage sebagai variabel intervening. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI sebanyak 33 perusahaan pada tahun 2010-2014. Teknik pengambilan sampel adalah teknik purposive sampling yaitu melalui kriteria-kriteria berikut, yaitu: 1. Perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI dari tahun 2010-2014. 2. Perusahaan manufaktur yang tidak delisting selama periode pengamatan. 3. Laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit berakhir per 31 Desember. 4. Laporan keuangan dinyatakan dalam mata uang rupiah, karena penelitian dilakukan di Indonesia. 5. Perusahaan tidak mengalami kerugian dalam laporan keuangan Dari hasil proses seleksi sampel berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan, maka diperoleh jumlah sampel penelitian yaitu 20 perusahaan manufaktur sektor indutri barang konsumsi yang diteliti selama 5 tahun periode pengamatan yaitu selama tahun 2010-2014 berjumlah 100. Penelitian ini merupakan penelitian dokumen karena data yang diteliti adalah data sekunder yaitu laporan keuangan perusahaan manufaktur sektor indusri barang konsumsi yang terdaftar di BEI. Teknik pengumpulan data berdasarkan teknik observasi dokumentasi dengan mengunduh laporan keuangan melalui www.idx.co.id 2. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel Tabel 1 Tabel Definisi Operasional Variabel Variabel Dependen Pengukuran Earnings response coefficient (ERC)
C Ri t -
-
∑
Ri t
CARi.t = Cummulative Abnormal Return (Akumulasi Return Tidak Normal) sekuritas i pada waktu t, yang diakumulasi dari abnormal return (AR) sekuritas ke-i mulai hari awal periode peristiwa (t3) sampai hari ke-t ARi.a = Abnormal return (Return tidak normal) untuk sekuritas ke-i pada hari ke-a, yaitu mulai t3 (hari awal periode jendela) sampai hari ke-t ARi.t = Ri.t Rm.t
-
ARi.t = Abnormal Return (return tidak normal) sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t.
9
-
Ri.t = Return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t Rm.t = Return indeks pasar (market) pada periode peristiwa ke-t. Ri t
-
-
it
it
-
it it
Rm.t = Return indeks pasar pada periode (hari) t IHSGi.t = Indeks Harga Saham Gabungan pada periode (hari) t IHSGi.t-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada periode (hari) sebelum t Ei t
-
it
Ri.t = Return saham perusahaan i pada hari t Pi.t = Harga penutupan saham i pada (hari) t Pi.t-1 = Harga penutupan saham i pada (hari) sebelum t
Rm t -
it
Ei t Ei t Ei t
UEit = Unexpected earnings perusahaan i pada periode (tahun) t Ei.t = Laba akuntansi perusahaan i pada periode (tahun) t Ei.t-1 = Laba akuntansi perusahaan i pada periode (tahun) sebelumnya (t-1) CARi.t = a + bUEi.t
-
Variabel Independen
εit
CARi.t = Cummulative Abnormal Return (akumulasi return tidak normal) perusahaan i selama perioda amatan ± 3 hari dari publikasi laporan keuangan UEit = unexpected earnings Εit komponen error dalam model atas perusahaan i pada perioda t Pengukuran
Size
UPit = LogTAit -
UPit= Ukuran perusahaan i pada periode tahun t TAit= Total aset perusahaan i pada periode tahun t
Pesistensi Laba Xit Variabel Intervening Leverage
= a + bXit-1 + Et
Xit = laba perusahaan i pada periode t Xit-1 = laba perusahaan i pada periode t-1 b = persistensi laba Pengukuran ebt Ratio
-
otal iabilities otal ssets
Debt Ratio = Debt Ratio perusahaan i pada periode t
10
-
TU = Total utang perusahaan i pada periode t TA = Total aset perusahaan i pada periode t
Metode Analisis Data Dalam penelitian ini metode analisis yang dipilih adalah analisis Partial Least Square atau yang biasa disebut PLS. Data penelitian ini akan dihitung dengan software smartPLS 3.0. PLS merupakan metode analisis yang powerful oleh karena tidak mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu (dapat berupa skala nominal, ordinal, interval dan rasio), dengan jumlah sampel kecil. (Ghozali 2014). Pendekatan PLS mengasumsikan bahwa semua ukuran variance adalah variance yang berguna untuk dijelaskan. Oleh karena itu pendekatan untuk mengestimasi variabel laten dianggap sebagai kombinasi linear dari indikator menghindarkan masalah indeteminasi dan memberikan definisi yang pasti darii komponen skore (Ghozali 2014). Untuk memenuhi tujuan penelitian ini, metode analisis PLS dianggap mampu memberikan hasil yang optimal bagi penelitian ini. Pengujian Hipotesis
1. Pengujian langsung antara Size, persistensi laba dan leverage terhadap Earnings Response Coefficient (ERC). Pengujian hipotesa menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk mengetahui hubungan simultan pada variabel yang diuji. (Hair, 1995). Hubungan fenomena teoritis, riset empiris dan pengembangan hipotesis bisa dilihat dari path diagram dalam SEM sangat fundamental. Penyebaran ke persamaan struktural : Uji Ha2 : Disc β0 β1 EV β2R εit Uji Ha4 : Time β0
β1 ize
β2O
Uji Ha1, Ha3, Ha5, Ha6 : ERC β0 β1 isc β2
εit ME
β3 EV
β4
ZE
β5 E
β6 E
εit
Dalam hal ini : ERCit = Earnings Response Coefficient (ERC) perusahaan i pada periode t SIZEit = Ukuran perusahaan I pada periode t LEVit = Leverage perusahaan i pada periode t SIZEit = pertumbuhan laba perusahaan i pada periode t PERSit = laba perusahaan i pada periode t εit = komponen error perusahaan i pada periode t
Kriteria Uji Hipotesis :
11
Membandingkan nilai p value dengan level of significant. Jika p value > level of significant maka Ho diterima dan sebaliknya jika p value < level of significant maka Ho ditolak terima Ha Y = b1X1+ b2X2+ b3X3 + e Keterangan : Y = Earning Respons Coefficient (ERC) b1,b2 b3 = Koefisien regresi variabel independen X1 = Persistensi Laba X2 = Struktur Modal X3 = Ukuran Perusahaan e = Standar error
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengujian Hipotesis Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis dilakukan dengan Path analysis dengan software SmartPLS 3.0. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Hasil Pengujian Secara Langsung Path Analisis
C.R. (t-Value)
p-value
0,329
3,463
0,000
Diterima
Estimate
Hipotesis
LEV
Ket
H1
SIZE
H2
SIZE
ERC
-0,037
0,397
0,346
Ditolak
H3
PERS
LEV
-0,147
1,354
0,088*
Diterima
H4
PERS
ERC
0,066
1,160
0,123
Ditolak
H5
LEV
ERC
-0,151
2,195
0,014
Diterima
* signifikan 10%; ** signifikan 5%; *** signifikan 1%
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa hipotesis pertama (H1) diterima, dimana size berpengaruh positif sebesar 0,329 dan signifikan pada tingkat 5 %, yaitu sebesar 0,000 terhadap leverage. Hipotesis ketiga (H3) diterima, dimana persistensi laba berpengaruh negatif sebesar -0,147 dan signifikan pada tingkat 10 %, yaitu sebesar 0,088 terhadap leverage. Hipotesis kelima (H5) diterima, dimana leverage berpengaruh negatif sebesar -0,151 dan signifikan pada tingkat 5 %, yaitu sebesar 0,014 terhadap Earnings Response Coefficint ( ERC). Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa hipotesis kedua (H2) ditolak, dimana size berpengaruh negatif sebesar - 0,037 dan tidak signifikan, yaitu sebesar 0,346 terhadap Earnings 12
Response Coefficint ( ERC). Hipotesis keempat (H4) ditolak, dimana persistensi laba berpengaruh positif sebesar 0,066 dan tidak signifikan, yaitu sebesar 0,123 terhadap Earnings Response Coefficint ( ERC). Tabel 3 Hasil Pengujian Secara Tidak Langsung Ket
Path Analisis
Estimate
C.R. (t-Value)
p-value
SIZE LEV ERC
-0,050
1,766
0,039
Diterima
PERS LEV ERC
0,022
1,065
0,144
Ditolak
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa size melalui leverage berpengaruh negatif sebesar -0,050 dan signifikan pada tingkat 5 % dapat di terima yaitu sebesar 0,039 terhadap Earnings Response Coefficint ( ERC). Kemudian persistensi laba melalui leverage berpengaruh postif sebesar 0,022 dan tidak sigfifikan, yaitu sebesar 0,144 terhadap Earnings Response Coefficint ( ERC). Pembahasan Hasil Penelitian Pengaruh Size terhadap Leverage Berdasarkan hasil analisis statistik dalam penelitian ini ditemukan bahwa hipotesis pertama (H1) diterima. Dari hasil pengolahan data disimpulkan bahwa size (ukuran perusahaan) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage yaitu dengan nilai prob. 0,000 < 0.05. Menurut Aldera (2012) ukuran perusahaan merupakan salah satu factor yang mempertimbangkan perusahaan dalam menentukan seberapa besar kebijakan keputusan pendanaan dalam memenuhi ukuran atau besarnya asset perusahaan. Semakin besar suatu perusahaan maka akan semakin besar pula dana yang akan dikeluarkan perusahaan, baik itu berupa kebijakan utang ataupun modal sendiri dalam rangka untuk mempertahankan maupun mengembangkan perusahaan. Sehingga dapat dikatakan perusahaan besar lebih cenderung untuk menggunakan pinjaman yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil. Oleh karena itu semakin besar perusahaan maka akan semakin besar pula utang yang dimilikinya. Hasil ini konsisten dengan teori dan penelitian sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Buferna (2005) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berhubungan signifikan positif terhadap struktur modal perusahaan. Begitu juga pada penelitian yang dilakukan oleh Sabir (2012) yang menyatakan bahwa size memiliki hubungan positif terhadap struktur modal. Huang (2006) menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan yang positif terhadap struktur modal. Hubungan yang positif ini diartikan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka semakin besar hutang yang dimilikinya, ini disebabkan oleh perusahaan besar lebih memberikan informasi dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran kecil sehingga perusahaan besar lebih mudah mendapatkan pinjaman berupa utang.
13
Pengaruh Size terhadap Earnings Respons Coefficient (ERC) Berdasarkan hasil analisis statistik dalam penelitian ini ditemukan bahwa hipotesis kedua (H2) ditolak. Dari hasil pengolahan data disimpulkan bahwa Size (ukuran perusahaan) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Earnings Respons Coefficient (ERC) yaitu dengan nilai sig 0,346 > 0,10. Zahroh (2006) menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka akan direspon positif oleh investor. Ini dikarenakan perusahaan besar berada tahap kedewasaan. Pada tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam waktu jangka panjang. Selain itu perusahaan besar relatif lebih stabil dan mampu menghasilkan laba dibandingkan perusahaan kecil. Perusahaan besar memiliki kinerja dan sistem yang baik dalam mengendalikan, mengatur, dan mengelola semua aktiva yang dimilikinya. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Earnings Respons Coefficient (ERC), yang berarti ukuran perusahaan tidak menjadi acuan oleh investor dalam pengambilan keputusan investasi. Maka dari itu ukuran perusahaan tidak menjadi perhatian oleh investor dan lebih merespon laba yang dihasilkan. Pengaruh Persistensi Laba terhadap Leverage Berdasarkan hasil analisis statistik dalam penelitian ini ditemukan bahwa hipotesis ketiga (H3) diterim dengan tingkat signifikan 10%. Dari hasil pengolahan data disimpulkan bahwa persistensi laba memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage yaitu dengan nilai sig 0,088 > 0,10. Tingkat hutang tinggi bisa memberi insentif lebih kuat bagi manajer untuk mengelola laba pada prosedur yang bisa diterima. Besarnya tingkat hutang perusahaan akan menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja yang baik di mata investor dan auditor. Dengan kinerja yang baik tersebut maka diharapkan kreditor tetap memiliki kepercayaan terhadap perusahaan, tetap mudah mengucurkan dana, dan perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam proses pembayaran. Hasil penelitian Gu et al. (2002), Cohen (2003), dan Pagalung (2006) menunjukkan ada pengaruh negative persistensi laba dengan tingkat hutang. Pengaruh Persistensi Laba terhadap Earnings Response Coeficient Hipotesis keempat (H4) penelitian ini adalah persistensi laba berpengaruh terhadap ERC. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai signifikan t sebesar 0,123. Nilai signifikan t ini lebih besar dari a = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa secara statistik persistensi laba tidak berpengaruh signifikan terhadap ERC. Persistensi laba merupakan pengaruh suatu inovasi terhadap laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang yang dihubungkan dengan perubahan harga saham. Artinya dengan adanya inovasi terhadap laba akuntansi diharapkan akan terjadi peningkatan terhadap harga saham perusahaan. Peningkatan harga saham akan meningkatkan nilai ERC. Tapi kenyataannya hal ini tidak berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Hal ini mungkin disebabkan karena investor tidak terlalu mementingkan adanya inovasi. Bisa jadi investor
14
menilai inovasi laba yang dilakukan perusahaan justru bernilai negatif bagi perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Respiandi (2011). Pengaruh Leverage Terhadap ERC Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa variabel pertama (leverage) merupakan faktor yang memberikan pengaruh negatif terhadap earnings response coefficient (ERC) secara signifikan. Arah dari pengujian ini sesuai dengan hipotesis kelima (H5), yaitu dinyatakan secara negatif. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Dewi (2010), Murwaningsari (2008), Tiolemba dan Ekawati (2008), serta Mulyani et al (2007). Perusahaan yang tingkat leveragenya tinggi berarti memiliki utang yang lebih besar dibandingkan modal. Dengan demikian jika terjadi peningkatan laba maka yang diuntungkan adalah debtholders, karena debitor mempunyai keyakinan bahwa perusahaan akan mampu melakukan pembayaran atas hutang. Namun hal ini akan direspon negatif oleh investor karena investor akan beranggapan bahwa perusahan akan lebih mengutamakan pembayaran hutang daripada pembayaran dividen (Mulyani et al, 2007). Hasil pada penelitian ini menunjukkan kesesuaian dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat leverage perusahaan, semakin berat beban keuangan yang dihadapi perusahaan, ini berarti semakin tinggi risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Jadi, semakin tinggi tingkat risiko perusahaan berarti semakin tinggi pula tingkat ketidakpastian akan kelangsungan hidup perusahaan, sehingga semakin kecil earnings response coefficient (ERC). Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Persistensi laba terhadap earnings response coefficient (ERC) melalui Leverage Hasil dari pengujian statistik diperoleh hasil bahwa bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan secara tidak langsung terhadap earnings response coefficient (ERC) melalui leverage. Sedangkan persistensi laba tidak berpengaruh signifikan secara langsung terhadap. earnings response coefficient (ERC). Ini menandakan bahwa ukuran perusahaan menjadi acuan dalam keputusan pendanaan melalui utang dan pengambilan keputusan oleh investor dalam melakukan investasi saham, dikarenakan bahwa dilihat dari rata-rata keseluruhan perusahaan manufaktur industri barang konsumsi berada pada tahap kedewasaan (maturity) atau perusahaan besar. Sehingga ukuran perusahaan memberikan kontribusi pengaruh terhadap earnings response coefficient (ERC). Dan juga berarti ini menandakan bahwa leverage merupakan sesuatu yang baik untuk menjadi variabel intervening pada pengaruh ukuran perusahaan terhadap keresponan laba. Selain itu tingkat hutang tinggi bisa memberi insentif lebih kuat bagi manajer untuk mengelola laba pada prosedur yang bisa diterima. Besarnya tingkat hutang perusahaan akan menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja yang baik di mata investor dan auditor. Dengan kinerja yang baik tersebut maka diharapkan kreditor tetap memiliki kepercayaan terhadap perusahaan, tetap mudah mengucurkan dana, dan perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam proses pembayaran. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi perusahaan manufaktur industri barang konsumsi karena hasil pengujian statistik tidak signifikan.
15
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Simpulan 1. Size secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap leverage. 2. Size secara statistik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Earnings Response Coeffient (ERC) 3. Persistensi laba secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan leverage 4. Persistensi laba secara statistik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Earnings Response Coeffient (ERC) 5. Leverage secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Earnings Response Coeffient (ERC) 6. Size melalui leverage sebagai variabel intervening secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Earnings Response Coeffient (ERC) 7. Persistensi laba melalui leverage sebagai variabel intervening secara statistik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Earnings Response Coeffient (ERC) Keterbatasan 1. Tahun pengamatan hanya lima tahun sehingga kemungkinan menyebabkan hasil penelitian tidak seperti yang diharapkan. 2. Waktu menyelesaikan penelitian yang dideadline terlalu singkat (1 bulan) menyebabkan kemungkinan terjadi kekhilafan dalam mengambil dan mengolah data. Saran 1. 2. 3.
Penelitian berikutnya dapat memperpanjang periode pengamatan sehingga diharapkan hasil yang lebih baik. Penelitian berikutnya dapat menggunakan dyang lebih banyak lagi diatas 100 sehingga alat statistic dapat menggunankan SEM dengan program AMOS. Dalam penyelesaian penelitian waktu penelitian dapat lebih diperpanjang sehingga dapat mengurangi kekhilafan dalam mengambil dan mengolah data. Kemungkinan hasil yang diperoleh akan lebih sesuai harapan.
DAFTAR PUSTAKA Andayani, Nur Fadjrih Asyik, Sri Mulyani. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. STIE Surabaya. li,
an Zarowin, 992, ” ermanent vs ransitory Components of nnual Earnings and Estimation Error in Earning Response Coefficients” Journal of Accounting and Economics, 15, 249-64
Anthony, Robert N., and Govindarajan, Vijay. 2004. Management Control System. Salemba Empat: jakarta Ambarwati, Sri. (2008). Earnings Response Coefficient. Akuntabilitas (volume 7, no. 2). 16
Ardila, Isna. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index). Thesis. Universitas Sumatera Utara. Baginski, S.P. 1999. The Relationship Between Economics Characteristics and Alternative Annual Earnings Persintence Measures. The Accounting Review 74. January. Ball, R. And P. Brown. 1968. An Empirical Evaluation of Accounting Income Numbers. Journal of Accounting Research 6. Autumn. Cho, J.Y and K. Jung. (1991). Earnings Response Coefficient: A Sythesis of Theory and Empirical Evidence. Journal of Accounting Literature. 10: 85-116. Collins, D.W., and S.P. Kothari. 1989. An Analysis of Intertemporal and Cross-Sectional Determinant of Earnings Response Coefficient. The Journal of Accounting and Economics. Chaney, P.K. dan D.C. Jeter, 1991, The Effect of Size on the Magnitude of Long Window Earnings Response Coefficients", Contemporary Accounting Research 8, No.2 : 540-560. Dewi, Syanti. (2010). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Tingkat Leverage, Komite Audit Dan Disclosure Terhadap Earnings Response Coefficient Pada Perusahaan Publik yang Terdaftar Di BEI. Jurnal Akuntansi (tahun XIV, no. 1). Dhaliwal, D.S., K.J. Lee dan N.L. Fargher. 1991. The Association Betweet Unexpected Earnings and Abnormal Security Returns in the Presence of Financial Leverage. Contemporary Accounting Research 8. yer, J C V and J Mc ugh, 975 ” he imeliness Of Journal of Accounting Research. Autumn pp.204-220.
he
ustralia
nnual Report”
Easton, P.D. dan M. Zmijewski. 1989. Cross-sectional Variation in the Stock Market Response to Accounting Earnings Announcements. Journal of Accounting and Economics. Fitria, Setiati dan Indra Wijaya Kusuma. 2003. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koefisien Respon Laba pada Perusahaan Bertumbuh dan Tidak Bertumbuh. Skripsi. Politeknik Universitas Brawijaya Malang. Freeman, R. 1988. The Association Between Accounting Earnings and Security Journal of Accounting Research, 29, Spring.
Returns.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Menggunakan Program SPSS. Universitas Gadjah Mada Press Yogyakarta. 2005.
17
Hartono, Jogiyanto. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE UGM Yogyakarta. Jang, Lesia, Bambang Sugiarto Dan ergibson iagian 2007 “FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Kualitas Laba Pada Perusahaan Manufaktur i B J” Akuntabilitas. Vol 6 (2). Jensen-Meckling 976 ” he gency heory Of he Firm : Managerial Behavior, nd Ownership tructure” Journal of Financial Economics 3 : 305-360
gency Cost
Jogiyanto, artono, 2009, “Teori Portofolio & Analisis Investasi, Yogyakarta : BPFE. Kartadjumena, E (2010), Pengaruh Voluntary Disclosure of Financial Information dan CSR Disclosure terhadap Earning Response Coefficient (Survey pada Perusahaan Manufaktur di BEI 2008-2009 ”, Jurnal Ekonomi Universitas Widyatama. Kothari S.P. and R.G. Sloan, 1999 Information in prices about future earnings : Implications for earnings response coefficients. Journal of accounting and economicsKormendi R dan R. Lipe. 1987. Earnings Inovation, Earnings Persitence and Stock Return. Journal of Business ipe, R C , 990, ” he Relations Between tock Return, nformation”, Accounting Review (Januari).
ccounting Earnings and
lternative
Lev (1989). On usefulness of earnings : Lesson ans directions from two decades of empirical research. Journal of Accounting Research 27 (supplement Lukman Syamsuddin. (2004). Manajemen Keuangan Perusahaan. Edisi Baru Cetakan 8. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Naimah, Zahroh, dan Sidharta Utama, 2006, Pengaruh Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan Laba,dan Profitabilitas Perusahaan terhadap Koefisien Respon Labadan Koefisien Respon Nilai Buku Ekuitas :Studi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa efek Jakarta, “ imposium Nasional kuntansi X”, adang Martini. 2007. Pengaruh Informasi Akuntansi Nonkeuangan terhadap Earnings Response Coefficient. Skripsi. Universitas Riau. Mulyani, Sri et al. (2007). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (volume 11, no. 1). Murwaningsari, Etty. (2008). Pengujian Simultan: Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient (ERC). Penman, Stephen H. Financial Statement Analysis and Security Valuation. Singapore: Mc Graw Hill., 2001.
18
Palupi, Margaretta 2006 “ nalisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Koefisien Respon Laba Bukti Empiris Pada Bursa Efek Jakarta”.Jurnal Ekubank, Vol 3. Melalui (Http://Akutansiku.Com). Respiandi. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient. Thesis. Universitas Bengkulu. Rosianawati, Ana. A. Zubaidi Indra dan Agus Zuhron. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient: Studi pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 16 no. 1 Januari – Juni 2011. Universitas Lampung. Silfi sulfiyah. (2010). Ukuran Perusahaan. (http://silfisulfiyah.blogspot.com/2010/12/ukuranperusahaan.html) . 26 Oktober 2013 Scott, William R. (2009). Financial Accounting Theory 5th edition. Toronto: Prentice Hall. chwartz, K , dan oo, B , 996 “Evidence of Regulatory Non-Compliance with SEC isclosure Rules on uditor Changes” The Accounting Review 4th Ed. October. Syafrudin, M. (2004). Pengaruh Ketidaktepatwaktuan Penyampaian Laporan Keuangan pada Earnings Response Coefficient: Studi di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi, VII Tiolemba, Noviyanti & Ekawati, Erni. (2008). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koefisien Respon Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan (volume 4, no. 2). http://finance.yahoo.com
http://www.idx.co.id
19
LAMPIRAN
20