PENGARUH SISTEM INFORMASI PERPAJAKAN DAN LAMA MASA KERJA SEBAGAI PEMERIKSA PAJAK TERHADAP KEMAMPUAN PEMERIKSAAN PAJAK Oleh : Eka Lestari Abstraksi Eka Lestari, Judul skripsi “Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak. Strata satu (S-1) jurusan Akuntansi Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2008. Sifat penelitian ini adalah asosiatif yaitu untuk menjelaskan kedudukan variabel yang diteliti serta pengaruh atau hubungan variabel tersebut. Tiga variabel yang menjadi fokus penelitian ini adalah Sistem Informasi Perpajakan (X1) dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2/D) adalah variabel bebas dan Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y) adalah variabel terikat. Untuk memperoleh data bagi ketiga variabel tersebut, diambil sampel sebanyak 53 responden. Dari hasil penelitian diketahui nilai R sebesar 0,507 ini berarti pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak menunjukkan hubungan yang kuat terhadap kemampuan pemeriksaan pajak dengan melihat nilai Adjusted R Square sebesar 0,227, ini menunjukkan Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak memberikan kontribusi positif sebesar 22,7% terhadap kemampuan pemeriksaan pajak. Hasil uji F menunjukkan F teoritis (8,631) lebih besar dari nilai F tabel (3,183) dengan tingkat signifikansi 0,001 lebih kecil dari 0,05, ini berarti Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan pemeriksaan pajak. Hasil uji t untuk variabel Sistem Informasi Perpajakan menunjukkan t teoritis (3,875) lebih besar dari nilai t tabel (1,675) dengan tingkat signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05, ini berarti Sistem Informasi Perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan pemeriksaan pajak. Sedangkan untuk lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak menunjukkan t teoritis (1,280) lebih kecil dari nilai t tabel (1,675) dengan tingkat signifikansi 0,206 lebih besar dari 0,05, ini berarti tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap kemampuan pemeriksaan pajak.
Kata kunci : Sistem Informasi Perpajakan, Masa Kerja, Pemeriksa Pajak, Kemampuan Pemeriksaan Pajak
I . PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pajak mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam melanjutkan pembangunan, karena sumber pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran Negara. Menurut Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Djoko Slamet Surjoputro dalam Media Indonesia (2007:3) pajak merupakan iuran kepada kas Negara yang diatur berdasarkan Undang-Undang (UU), karenanya pemungutan pajak dapat dipaksakan. Hasil pembayaran pajak akan digunakan untuk pembiayaan nasional yang mungkin tidak secara langsung bisa dirasakan pada pembayar pajak. Amandemen UU menjadikan kewajiban pajak lebih mudah dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat selain itu berbagai peraturan perundangan dibidang perpajakan dibawah UU pun terus disempurnakan hasilnya ternyata cukup signifikan. Amandemen terhadap UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) melahirkan UU No. 28 tahun 2007 yang memberi lebih banyak kemudahan dan keadilan bagi masyarakat. UU No. 28 tahun 2007 tentang KUP merupakan landasan fundamental bagi administrasi perpajakan di Indonesia. UU itu telah disahkan pemerintah dan DPR RI pada tanggal 17 Juli 2007 dan akan berlaku efektif mulai 01 Januari 2008 (Media Indonesia, 2007:10). Menurut Djalintar Sidjabat dibanding undang-undang yang lama, UU KUP terbaru memberi banyak kemudahan bagi masyarakat. UU mencakup penyederhanaan prosedur membayar pajak dan sifatnya sangat business friendly, mendukung perkembangan dunia usaha, contohnya pengambilan, pengisian, penandatanganan, dan penyampaian SPT. Selain dapat dilakukan manual bisa dilakukan secara elektronik, demikian juga dengan pembayaran, bisa dilakukan fasilitas online, jadi para WP tidak perlu lagi mengantre di bank (Media Indonesia, 2007:3). Tantangan terbesar saat ini adalah menumbuhkan kesadaran membayar pajak. Selama ini pelaksanaan kewajiban WP dilakukan dengan prinsip menghitung, melapor dan membayar sendiri kewajiban pajaknya self assessment (Media Indonesia, 2007:4). Dalam rangka peningkatan kinerja menuju good governance Direktorat Jendral Pajak (DJP) melakukan reformasi birokrasi di bidang perpajakan. Tekad DJP untuk melakukan perbaikan dan pembenahan diwujudkan dalam bentuk modernisasi semua elemen yang ada di lembaga tersebut yang memungkinkan organisasi semakin efisien dan efektif. Modernisasi administrasi pajak yang digulirkan mulai tahun 2002 terus dikembangkan, akhir 2007 seluruh kantor pajak di Jawa telah modern akan disusul seluruh Indonesia pada akhir tahun 2008 (Media Indonesia, 2007:7). Ke depan, Ditjen Pajak berencana mengimplementasikan program modernisasi perpajakan
secara komprehensif yang mencakup semua lini operasi organisasi secara nasional. Program ini dilakukan untuk mencapai empat sasaran utama, yaitu: 1. Optimalisasi penerimaan yang berkeadilan yaitu perluasan tax base meminimalisasi tax gap dan stimulus fiscal. 2. Peningkatan kepatuhan sukarela, yaitu melalui pemberian pelayanan prima dan penegakan hukum yang konsisten. 3. Efisiensi administrasi, yaitu penerapan sistem dan administrasi yang handal serta pemanfaatan Teknologi Informasi tepat guna. 4. Terbentuknya citra yang baik dan kepercayaan masyarakat yang tinggi, yaitu kapasitas SDM yang professional, budaya organisasi yang kondusif dan pelaksanaan good governance (Media Indonesia, 2007:4). Ditjen Pajak, sebagai organisasi pemerintah yang terkait dengan seluruh sektor kehidupan masyarakat, menyadari sepenuhnya tanpa improvisasi di bidang Teknologi Informasi (TI), dinamika bisnis tidak akan mampu diantisipasi. Lebih jelas, pemanfaatan Teknologi Informasi secara tepat mampu mendukung program transparansi dan keterbukaan. Dimana kemungkinan terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisasi. Penerapan sistem administrasi modern akan mengintegrasikan 3 (tiga) kantor pajak yang ada, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (KARIKPA) menjadi satu kantor yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) saja (Media Indonesia, 2007:9). Ciri khas kantor modern ini selain seluruh sistem administrasinya dibangun berbasis TI sehingga pelaksanaan pekerjaan lebih efisien, aman dan akurat juga organisasinya dibangun berdasarkan fungsi sehingga dapat menuntaskan segala macam pekerjaan tanpa harus tumpang tindih dengan pekerjaan lainnya, tugas-tugas dibagi sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya penumpukan kekuasaan di satu tangan, setiap pekerjaan dilengkapi dengan SOP (Standart Operating Procedure), untuk memudahkan pelaksanaannya (Media Indonesia, 2007:7). Organisasi KPP modern dibangun berdasarkan fungsi yaitu pelayanan, penagihan, pemeriksaan, pengawasan dan konsultasi. Selain pengembangan keorganisasian, modernisasi perpajakan ditandai dengan perbaikan business process melalui penerapan TI modern terkini dalam pelayanan kepada WP, misalnya layanan berupa Online payment untuk pembayaran, e-filing untuk pelaporan SPT secara online, e-SPT untuk pelaporan SPT secara elektronik/digital, e-registration untuk pendaftaran sebagai WP baru (Media Indonesia, 2007:9). Pengembangan TI Dirjen Pajak dimulai awal 90-an, yaitu dengan penerapan NPCS yang berfungsi untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran pajak. Pada awal 1994, mulai diperkenalkan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) untuk menggantikan NPCS yang berfungsi sebagai sarana pengawasan SPT sekaligus untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran
pajak, serta dapat juga berperan sebagai sarana pendukung pengambilan keputusan. Program terbaru adalah pengembangan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) untuk menggantikan SIP. Sistem ini dikembangkan hanya pada kantor yang telah menerapkan administrasi modern yang membantu penugasan pemeriksaan wajib pajak dilakukan berdasarkan jenis usaha sehingga pemeriksaan lebih terspesialisasi, meningkatkan produtivitas dan kemampuan pemeriksaan pajak serta kualitas hasil pemeriksaan. Selain itu, kinerja pemeriksaan dapat dimonitor dengan lebih baik karena adanya penerapan Teknologi Informasi pada administrasi pemeriksaan (Tim KPP Madya Jakarta Selatan, 2007). Menurut Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur/KITSDA Erwin Silitonga dalam Media Indonesia (2007:10) kemajuan TI bisa menghindarkan terjadinya manipulasi data, karena akses untuk data tertentu hanya diberikan kepada orang yang berwenang saja. Selain membenahi moral dan mengawasi secara intensif pegawai yang memiliki otoritas data, dilakukan juga pemasangan software pengawasan pada komputer yang bisa mendeteksi setiap perubahan basis data maupun penyimpangan yang dilakukan terhadap sistem informasi. Selain penggunaan TI, kunci sukses program reformasi terletak pada perbaikan Sumber Daya Manusia (SDM), dengan pemberdayaan SDM yang modern dan profesional dalam menggunakan Teknologi Informasi yang berkembang saat ini menghasilkan suatu kinerja yang prima dalam memberikan pelayanan yang transparan kepada Wajib Pajak. Khususnya pemeriksa pajak, karena pemeriksaan pajak merupakan salah satu tulang punggung keberhasilan self assessment sistem yang berdampak secara langsung berdampak positif terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan (voluntary tax compliance). Selama ini pemeriksa pajak hanya direkrut dari lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan sebagian kecil tenaga lintas disiplin ilmu yang dilakukan oleh Departemen Keuangan (DepKeu). Menurut Kepala Bagian Organisasi dan Ketatalaksanaan (ORGANTA) Luky Alfirman dalam Media Indonesia (2007:9) “sistem perekrutan – hiring – dan pemecatan – firing – PNS harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini cukup menjadi kendala ketika kebutuhan akan tenaga profesional tidak bisa dipenuhi secepatnya dari sumber daya yang ada. Untuk menggali potensi tersebut dibutuhkan Sumber Daya Aparat yang siap dan memiliki kompetensi tinggi untuk mengatasi berbagai tantangan mulai dari tertib administratif, kekuatan hukum yang masih lemah, resistensi dari anggota masyarakat, hingga tantangan dari dalam diri sendiri. Untuk itu pegawai DJP harus meningkatkan kemampuan dan kompetensi sehingga aktivitas perekonomian yang makin berkembang seiring dengan peningkatan ekonomi para wajib pajak dapat diantisipasi untuk digali potensi pajaknya. Hal lain yang masih harus ditingkatkan adalah kerjasama dengan instasi lain dalam bentuk pemberian data, informasi dan penciptaan
tata kelola pemerintahan yang baik. Sesuai dengan kebutuhan, maka seluruh pegawai DJP harus mampu menggunakan TI yang terus menerus dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman (Media Indonesia, 2007:9). Sumber Daya Aparatur ditingkatkan kualitasnya melalui training, pengujian (tes), peningkatan jabatan, indikator kunci kinerja,dan penerapan kode etik yang ketat. Dari jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada dirasakan masih kurang memenuhi kebutuhan terutama tenaga pemeriksa fungsional dan TI, jumlah tenaga fungsional pemeriksa yang ada baru sekitar 2.000 orang, idealnya sekitar 25% dari 30.000 pegawai yang ada (Media Indonesia, 2007:7). Karena itu, pegawai yang ada dan telah lama bekerja harus diberi kesempatan pengembangan diri secara adil sesuai dengan potensi dan kemampuan pegawai. Menurut Saksono (1983), bahwa makin lama dalam pekerjaan dan bervariasi kegiatan, serta semakin intensif pengalaman kerja yang diperoleh orang yang bersangkutan. Demikian pula, makin banyak kesulitan atau tantangan yang dihadapi semakin cepat pula pengembangan kemampuan dan keterampilannnya. Dengan semakin berkembangnya kemampuan dan keterampilan seorang petugas, maka akan semakin sering dia melakukan tugasnya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Imam Santosa (2003) yaitu menganalisa peran Sistem Informasi Perpajakan dalam pemeriksaan pada KPP Jakarta Gambir I dan Karikpa Jakarta Lima dan Revosia Eliaputra Sinaga (2000) yaitu menganalisa kemampuan pemeriksa pajak terhadap efektifitas pemeriksaan pajak. Namun seberapa besar pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak terhadap kemampuan pemeriksaan belum diketahui secara pasti untuk itu penulis mencoba menelitinya dalam bentuk skripsi yang berjudul ”Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa Kerja Sebagai Pemeriksa Pajak Terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak.” B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah Sistem Informasi Perpajakan berpengaruh terhadap kemampuan pemeriksaan pajak? 2. Apakah lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak berpengaruh terhadap kemampuan pemeriksaan pajak? 3. Apakah Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak berpengaruh terhadap kemampuan pemeriksaan pajak? C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Sistem Informasi Perpajakan terhadap kemampuan pemeriksaan pajak. b. Untuk mengetahui pengaruh lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak terhadap kemampuan pemeriksaan pajak c. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak terhadap kemampuan pemeriksaan pajak 2. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: a. Peneliti Wahana efektif untuk mengkaji, menguji dan menerapkan teoriteori yang didapatkan, kemudian dianalisis dengan fakta yang terjadi serta mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan sistem informasi perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak terhadap kemampuan pemeriksaan pajak. b. Masyarakat Menggambarkan tingkat pemahaman masyarakat terhadap ketentuan perpajakan, meningkatkan kepatuhan masyarakat sebagai wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajak dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemeriksa pajak dalam melaksanakan pemeriksaan pajak. c. Pemerintah Sebagai masukan untuk perbaikan sistem informasi perpajakan yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan pemeriksaan pajak. d. Ilmu Pengetahuan Untuk menambah referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan yang bermanfaat pada ilmu pengetahuan dan khususnya yang ingin mengadakan penelitian lanjutan dari hasil penelitian ini. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Informasi Perpajakan Sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lainnya yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Pengertian umum mengenai sistem adalah sebagai berikut : 1. Setiap sistem terdiri dari unsur-unsur yaitu subsistem yang lebih kecil, yang terdiri pula dari kelompok unsur yang membentuk subsistem tersebut 2. Unsur-unsur merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan, yang berhubungan erat satu dengan yang lainnya dan sifat serta kerjasama antar unsur sistem mempunyai bentuk tertentu 3. Unsur sistem bekerjasama untuk mencapai tujuan sistem
4. Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar (Mulyadi, 2001:2). Informasi adalah data yang terkumpul dan diproses kedalam bentuk yang berguna atau dengan kata lain, informasi adalah pengertian yang diberikan pada pengumpulan fakta atau data. McDonough dan Garrett (1965) informasi didefinisikan sebagai data yang digunakan atau dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan. Komputer merupakan alat yang cepat dan tepat dalam pengolahan fakta dan memproduksi informasi yang diperlukan. Kita menggunakan data untuk menghasilkan informasi yang diperlukan membantu dalam membuat keputusan. Banyak yang membahas tentang informasi, tetapi hanya sedikit data asli (original data), data (bentuk majemuk dari datum) adalah bahan baku dimana informasi diturunkan. Menurut Muller dalam Jurnal KIPAS (2000: 22) ada empat dimensi dasar yang menentukan nilai suatu informasi adalah sebagai berikut: 1. Relevansi, yaitu suatu informasi yang berhubungan secara khusus dengan masalah yang ada. 2. Ketepatan, yaitu suatu informasi harus akurat (tepat) secara ideal. 3. Tepat waktu, yaitu suatu informasi yang selalu harus tersedia untuk pemecahan masalah sebelum krisis atau sebelum kesempatan hilang. 4. Kelengkapan, yaitu suatu informasi yang dapat menjelaskan masalah atau pemecahan masalah secara lengkap. Jadi, sistem informasi merupakan usaha untuk membangun sistem berdasarkan komputer (Computer Based Information System/CBIS) yang digunakan untuk memberikan informasi pemecahan masalah kepada pengguna. Sistem informasi dapat juga diartikan sebagai suatu sistem berdasarkan komputer yang menjadikan informasi dapat digunakan oleh para manajer untuk kebutuhan yang sama. Informasi yang dihasilkan dapat disajikan dalam bentuk laporan berkala, laporan khusus, dan laporan dalam bentuk simulasi matematis. Informasi perpajakan adalah dokumen dan atau data perpajakan dalam bentuk digital yang terdapat dalam aplikasi Sistem Informasi Perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak termasuk pada unit organisasi vertikalnya. Menurut peraturan direktur jenderal pajak Nomor: per-160/PJ/2006, Sistem Informasi Perpajakan (SIP) adalah sistem informasi dalam administrasi perpajakan di lingkungan Kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang dihubungkan dalam suatu jaringan kerja lokal. B. Pengolahan data 1. Data base
Data base adalah sekumpulan record umum yang dapat dicari, diakses, dan dimodifikasi seperti record akun bank, transkrip sekolah, seta data pajak penghasilan. Terdapat banyak kebaikan data base, yaitu: a. Meningkatkan independensi data karena terpisahnya data dengan aplikasinya. b. Mengurangi (menghilangkan) data ganda (data redundancy) karena hanya ada satu file yang disimpan bersama untuk dapat digunakan oleh beberapa aplikasi. c. Menghilangkan data yang tidak sama (data inconsistency) karena hanya ada satu file, sehingga apabila satu record dari file tersebut diubah maka hanya file itu saja yang berubah. d. Mempermudah manajer dalam memperoleh informasi yang diperlukan untuk membuat perencanaan strategi atau perencanaan operasional (Imam Santosa, 2003). e. Sedangkan kebaikan lainnya, menurut Basalamah (1995) : 1) Data base meningkatkan efisiensi dan menghemat biaya pemutakhiran data. 2) Data base meningkatkan keandalan data. 3) Data base menghemat tempat penyimpanan. Duplikasi data memerlukan tempat penyimpanan ganda pula. 4) Data base mempermudah akses terhadap data. Kelemahan konsep non data base antara lain sulitnya pihak manajer memperoleh informasi yang diperlukan untuk membuat perencanaan strategik atau perencanaan operasional. 5) Data base meningkatkan produktivitas pemprograman aplikasi dan para pemakai. Sebagian sistem pengolahan data base (Data Base Management System/DBMS) disertai sarana pengembangan aplikasi secara mencolok sekali, 6) Data base meningkatkan administrasi dan pengendalian terhadap data, 7) Data base meningkatkan penekanan terhadap eksistensi data sebagai salah satu sumber daya perusahaan yang bersangkutan. Adanya database dalam organisasi menunjukkan bagaimana pentingnya informasi bagi para pimpinan organisasi tersebut. Meskipun data base menawarkan cukup banyak kebaikan, ia juga memerlukan biaya, mengandung resiko serta beberapa kelemahan lainnya, seperti : a. Masalah kesesuaian akses dalam hal lebih dari satu pemakaian menggunakan sistem pengelolaan data base maka bisa saja timbul persoalan apabila sistemnya tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan beberapa pemakai. Salah satu permasalahan tersebut adalah masalah kompabilitas (kesesuaian) akses ke record yang ada. b. Masalah kepemilikan data. Dalam sistem non data base biasanya mereka yang menggunakan program-program aplikasi pada file tertentu dianggap sebagai pemilik data. Dengan digunakan data base
maka tidak ada lagi yang dianggap sebagai pemilik data karena adanya penggunaan data secara bersamaan (data sharing). c. Masalah sumber daya. sistem pengelolaan data base biasanya memerlukan sumber daya komputer tambahan, seperti misalnya terminal komputer, CPU yang lebih besar, peralatan komunikasi, dan sebagainya. Hal ini disebabkan dengan digunakannya data base maka akan banyak “permintaan” terhadap informasi dari data base, baik dari manajer maupun dari pegawai. d. Masalah keamanan. Database harus disertai pengendalian yang memadai sehingga diperoleh jaminan bahwa data hanya disediakan bahwa data hanya disediakan bagi mareka yang berhak, serta penambahan, penghapusan dan pemutakhiran data hanya dilakukan oleh personil-personil tersebut.
2. Pemerosesan Data Pemerosesan data pada ilmu komputer adalah analisa dan organisasi data oleh penggunaan berulang-ulang pada satu atau lebih program komputer. Pemerosesan data digunakan secara meluas pada bisnis, perakitan dan ilmu pengetahuan serta pada area yang meningkat luas pada penggunaan komputer. Bisnis menggunakan data untuk pekerjaan seperti penyiapan, penggajian, akuntansi, penyimpanan arsip, pengontrolan persediaan, analisa penjualan serta pemerosesan rekening koran dan kartu kredit, termasuk pula pemerosesan data. Pemerosesan data dibagi dua macam yaitu pemrosesan data base dan pemerosesan transaksi. Pada pemerosesan data base, data base yang terkomputerisasi digunakan sebagai sumber utama rujukan bagi komputasi. Pemerosesan transaksi merujuk pada interaksi antara dua komputer dimana satu komputer mengawali transaksi dan komputer lainnya menghasilkan data atau kebutuhan komputasi bagi fungsi tersebut (Imam Santosa, 2003). 3. Siklus Pemerosesan Data Siklus data menggambarkan rantai kegiatan pemerosesan data kebanyakan aplikasi pemerosesan data. Proses ini terdiri dari perekaman data, transmisi data, pelaporan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali. Data awal adalah yang pertama kali direkam pada bentuk yang dapat dibaca oleh komputer. Keunggulannya terletak pada berbagai macam cara seperti secara manual pemasukan informasi kedalam memori komputer menggunakan keyboard, penggunaan sensor untuk mentransfer data kedalam peta magnetik atau disket, pengisian pada kertas komputer atau penggesekan kartu kredit melalui suatu alat tertentu. Data tersebut kemudian dikirim ke komputer dimana dilakukan fungsi pemrosesan data. Langkah ini melibatkan secara fisik perpindahan rekaman data ke komputer atau secara elektronik menggunakan sambungan telepon atau internet. Sekali data dikirim ke komputer maka komputer akan memerosesnya. Kinerja operasional komputer yang termasuk pengaksesan dan update data base serta membuat perubahan informasi statistik setelah pemerosesan data, komputer melaporkan ringkasan tersebut pada petugas operator (Imam Santosa, 2003). Seperti halnya komputer yang memeroses data, juga menyimpan baik data awal maupun yang sudah dimodifikasi. Penyimpanannya dapat berbentuk pemasukan data awal dan juga dibentuk data yang telah diolah oleh komputer seperti di pita magnetik. Menurut alasan hukum dan praktis, data seringkali disimpan lebih dari satu tempat. Sistem komputer dapat tidak berfungsi dan kehilangan seluruh data yang tersimpan, maka diperlukan data awal kembali untuk mengembalikan ke kondisi semula. Langkah terakhir dari siklus pemerosesan data adalah pemanggilan kembali atas penyimpanan informasi pada tahap selanjutnya. Hal ini
seringkali dikerjakan untuk mengakses record yang terdapat pada data base, untuk menerapkan fungsi pemerosesan data baru, atau pada situasi dimana sebagian data telah hilang untuk mengembalikan data (Imam Santosa, 2003). Menurut Biro Perencanaan, Sekretariat Jendral, Depdiknas, data yang baik akan memiliki lima sifat berikut. Pertama, objektif, yaitu data harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tanpa unsur subjektif atau rekayasa dari seseorang atau pihak-pihak yang berkepentingan. Kedua, represantif yaitu data tidak hanya dapat mewakili seseorang atau golongan tertentu namun dapat diterima oleh semua pihak. Ketiga, data harus memiliki kesalahan baku (standart error) yang kecil. Keempat, data harus tepat waktu. Dan kelima, data harus relevan, yaitu data harus sesuai untuk menyelesaikan suatu persoalan (Imam Santosa, 2003). C. Peran Komputer Tim Subdit Verifikasi Dit. PPh Ditjen Pajak dalam Jurnal KIPAS (1999:5) komputerisasi mempunyai implikasi yang besar bagi penegakan pajak yang menjadikan petugas pajak dapat melakukan analisis informasi secara lebih canggih dibandingkan sebelumnya. Pengisian SPT secara elekronik, sekarang menjadi semakin ekonomis untuk mengidentifikasi area jumlah data perpajakan yang banyak secara potensial dapat dipilah menjadi transaksi kecil yang banyak. Tanpa bantuan komputer, auditor secara sederhana melihat transaksi besar untuk meneliti integritasnya karena penelaahan terhadap transaksi kecil akan sangat kompleks dan memerlukan banyak waktu untuk diproses secara manual. Pendekatan lain adalah menganalisis SPT yang diisi oleh konsultan pajak atau praktisi. ComputerBased Information System (CBIS) dimaksudkan untuk dapat menyediakan seluruh informasi yang dibutuhkan pimpinan (total information system concept) berupa suatu kemampuan mengumpulkan semua informasi dari semua sumber; dan menggunakan semua media untuk menampilkan informasi. Sumber-sumber informasi tersebut dapat berasal dari sumber internal dan lingkungan luar, sistem formal dan informal, dengan media lisan atau tertulis, informasi masa lalu, sekarang atau yang akan datang. Semua sumber-sumber ini dimanfaatkan menurut kebutuhannya (ES Margianti, 1994:21). Jaringan komputer yang online antarunit pelayanan dan pemeriksaan dan dengan Kantor Wilayah/Kantor Pusat akan memotong jalur birokrasi yang kurang perlu serta penghematan yang signifikan atas penggunaan formulir cetakan. Akses yang mudah kepada berkas wajib pajak dan data atau informasi lainnya pemeriksa pajak akan memiliki ‘bekal’ yang cukup pada saat persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian pemeriksaan. Selanjutnya dalam rangka penyempurnaan kriteria seleksi pemeriksaan, telah dikembangkan sistem yang lebih obyektif dengan pemberian skor kepada
elemen SPT yang terisi atau tidak terisi serta beberapa rasio laporan keuangan wajib pajak yang mengindikasikan tingkat kepatuhan wajib pajak serta terdapatnya potensi pajak yang dapat digali. Sistem dijalankan dengan penggunaan jaringan komputer yang telah tersedia. Penyempurnaan sistem kriteria seleksi harus dibarengi dengan usaha pengumpulan data dan profile wajib pajak besar (DR. Djazoeli Sadhani dalam Jurnal KIPAS, 1999:7). D. Peran Teknologi Informasi Pemanfaatan teknologi informasi mencakup dua aktivitas yang berkaitan, yaitu : 1. Pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis. 2. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah Negara (http://www.klikpajak.com). Teknologi Informasi (TI) telah memungkinkan pengembangan administrasi perpajakan. Satu hal yang terpenting adalah penggantian kertas SPT dengan yang sejenis secara elektronik. SPT elektronik itu dapat digunakan untuk tambahan pembayaran pajak juga untuk klaim pengembalian pajak. Pemasukan SPT secara elektronik memungkinkan SPT yang telah disiapkan oleh komputer dengan menggunakan perangkat lunak yang memadai untuk dikirimkan kepada petugas pajak dan diproses oleh mereka di dalam formulir tersebut. Keuntungan utama terlihat dengan meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam proses assessment. Ditemukan bahwa tingkat kesalahan dalam assessment SPT secara elekronis hanya 0,5% jika dibandingkan dengan tingkat kesalahan 15-17% dengan SPT manual. Kesalahan sering terjadi dengan SPT manual karena petugas pajak harus memasukkan informasi ke dalam komputer (Tim Subdit Verifikasi Dit. PPh Ditjen Pajak dalam Jurnal KIPAS, 1999:4). Morris (1995) menyatakan bahwa untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas penggunaan teknologi, manusia penggunanya harus memiliki kemampuan memilih data, memahami dan mengolahnya menjadi informasi. Kemampuan lain yang harus dimiliki adalah intelektualitas dan pengalaman yang dapat mengubah informasi menjadi pengetahuan dan kebijaksanaan. E. Struktur Organisasi Sesuai dengan perkembangan kondisi lingkungan dan dunia usaha yang selalu berubah. Direktorat Jendral Pajak (DJP) merasa perlu untuk menyesuaikan dan menyempurnakan struktur organisasinya. Selama ini struktur organisasi DJP didasarkan pada jenis pajak, dengan struktur organisasi seperti ini pelaksanaan tugas di lapangan seringkali menimbulkan ketidakefisienan yang mengakibatkan pelayanan dan pengawasan tidak optimal. Menurut Sigit dalam Media Indonesia (2007:13), penggunaan CBIS
dijajaran Ditjen pajak sebenarnya sudah dilakukan tahun 1992. Namun pengembangan yang pesat terjadi mulai tahun 2001 seiring dengan program modernisasi DJP dan sampai sekarang telah disempurnakan. DJP telah melakukan beberapa reformasi perpajakan dan modernisasi administrasi perpajakan yang mengacu pada cetak biru. Secara bertahap Sistem Informasi Perpajakan (SIP) akan dikembangkan kepada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SI-DJP). Pada awalnya SIP yang sudah ada akan dimodifikasi terlebih dahulu, sehingga dapat diaplikasikan dengan kebutuhan struktur organisasi yang baru yaitu awalnya sistem yang berorientasi ke jenis pajak kemudian dimodifikasi kepada sistem yang berorientasi ke fungsi struktur organisasi. Selanjutnya SIP modifikasi ini akan digantikan dengan SI-DJP yang menggunakan data base yang tersentralisasi untuk mendukung seluruh kegiatan. Dalam sistem ini diterapkan manajemen kasus (case management) dan alur kerja (workflow) (Tim KPP Madya Jakarta Selatan, 2007:34). Melalui sistem manajemen kasus, setiap kasus didistribusikan kepada para pegawai dan dimonitor oleh sistem. Sistem alur kerja menghubungkan suatu tugas dengan tugas lainnya sampai tugas-tugas tersebut selesai, dengan SIP setiap wajib pajak dapat diawasi secara terus menerus melalui sistem akuntansi wajib pajak (tax payer accounting yistem) yang menyediakan data pembayaran pajak dan kewajiban perpajakan dari setiap wajib pajak. Sistem ini memiliki beberapa modul administrasi perpajakan (Tim KPP Madya Jakarta Selatan, 2007:34) Sistem manajemen kasus atau alur kerja yang diterapkan dalam SIP dimulai dengan penerimaan masukan / input berupa data registrasi, data pembayaran pajak, data e-SPT, permohonan Wajib Pajak dan surat-surat masuk lainnya. Selanjutnya SIP akan menghasilkan kasus yang didapat dari permohonan, surat-surat dan hasil perbandingan data (misalnya data pembayaran pajak dengan data e-SPT). Semua kasus yang dihasilkan tersebut didaftar dalam sistem termasuk saat diterimanya penugasan dan penyelesaiannya. Kasus-kasus tersebut akan didistribusikan secara otomatis ke masing-masing pegawai yang terkait dan akan diselesaikan menurut skala prioritas yang telah ditetapkan. Perkembangan penyelesaian dari masingmasing kasus dapat dimonitor melalui sistem ini (Tim KPP Madya Jakarta Selatan, 2007:34). F. Pelaksanaan Sistem Informasi Pajak DJP mengembangkan aplikasi knowledge base untuk mendukung kelancaran tugas help desk/call center pada Kantor Pelayanan Pajak. knowledge base berisi kumpulan ketentuan perpajakan yang komprehensif dan diorganisir dalam file komputer yang mudah diakses serta disusun dalam bentuk tanya jawab standar (Q&A Standard), penjelasan singkat dan flowchart. Diharapkan knowledge base akan mampu menjawab seluruh pertanyaan yang mungkin diajukan oleh wajib pajak. Pengembangan
knowledge base di beberapa kanwil yang berisi petunjuk praktis tentang beberapa permasalahan di bidang perpajakan yang dapat dijadikan pedoman oleh fiskus dalam menjawab pertanyaan dari wajib pajak (Tim KPP Madya Jakarta Selatan, 2007:32). Aplikasi baru yang diterapkan Direktorat Jenderal Pajak yaitu: 1. Situs intranet Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan sarana komunikasi internal Ditjen Pajak dan sekaligus pintu masuk menuju program aplikasi PK-PM dan MP3. 2. Program aplikasi PK-PM yang berfungsi untuk menyandingkan Faktur Pajak Masukan PKP Pembeli dengan Faktur Pajak Keluaran PKP Penjual. 3. Program aplikasi "kriteria seleksi" sebagai sarana pemilihan pemeriksaan pajak berdasarkan tingkat resiko. 4. Program Aplikasi Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak (MP3) yang berfungsi untuk memonitor dan mengawasi penerimaan pajak secara on-line (http://www.pajak.go.id). Program aplikasi e-registration (e-reg), sistem pendaftaran wajib pajak (memperoleh NPWP) secara online. Program aplikasi e-filing, sistem menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) secara on-line. Program aplikasi e-SPT yang merupakan sarana bagi wajib pajak untuk dapat menyampaikan SPT melalui media elektronik. Secara bertahap, pelaporan kewajiban perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak akan dikembangkan menuju ke arah pelaporan secara elektronik yang dikenal dengan e-SPT (aplikasinya disediakan secara gratis). Data untuk e-SPT ditransfer ke dalam SIP segera setelah diterima dan divalidasi di TPT. Data ini akan dibukukan secara otomatis ke dalam rekening wajib pajak yang bersangkutan. Surat pemberitahuan (SPT) dengan menggunakan media komputer (e-SPT) adalah SPT beserta lampiran-lampirannya dalam bentuk digital dan dilaporkan secara elektronik/dengan menggunakan media komputer ke KPP dimana wajib pajak terdaftar. Aplikasi e-SPT merupakan aplikasi yang diberikan secara cumacuma oleh Dirjen Pajak kepada WP.Dengan menggunakan aplikasi e-SPT wajib pajak merekam, memelihara, dan mengenerate data digital SPT serta mencetak SPT beserta lampirannya (Keputusan Direktur Jenderal Pajak Kep383/Pj/2002). Cara pelaporan e-SPT adalah sebagai berikut : 1. Wajib pajak melakukan investasi aplikasi e-SPT pada sistem komputer yang digunakan untuk keperluan administrasi perpajakannya. 2. Wajib pajak menggunakan aplikasi e-SPT untuk merekam data-data perpajakan yang akan dilaporkan, yaitu antara lain : a. Data identitas wajib pajak pemotong/pemungut dan identitas wajib pajak yang dipotong/dipungut seperti NPWP, nama, alamat, kode pos, nama KPP, pejabat penandatangan, kota, format nomor bukti potong/pungut, nomor awal bukti potong/pungut, kode kurs mata uang yang digunakan. b. Bukti pemotongan/pemungutan Pajak. c. Faktur pajak. d. Data perpajakan yang terkandung dalam SPT.
3.
4.
5. 6. 7. 8.
9.
e. Data Surat Setoran Pajak (SSP) seperti: masa pajak, tahun pajak, tanggal setor, NTPP, kode MAP/KJS dan jumlah pembayaran pajak. Wajib pajak yang telah memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan sendiri dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki wajib pajak ke dalam aplikasi e-SPT dengan mengacu kepada format data yang sesuai dengan aplikasi e-SPT. Wajib pajak mencetak bukti pemotongan/pemungutan dengan menggunakan aplikasi e-SPT dan menyampaikannya kepada pihak yang dipotong. Wajib pajak mencetak formulir induk SPT masa PPh dan/SPT masa PPN dan/SPT tahunan PPh menggunakan aplikasi e-SPT. Wajib pajak menandatangani formulir induk SPT masa PPh dan/SPT masa PPN dan/SPT tahunan PPh hasil cetakan aplikasi e-SPT. Wajib pajak membentuk file data SPT dengan menggunakan aplikasi eSPT dan disimpan dalam media komputer (disket, CD, dan sebagainya). Wajib pajak melaporkan SPT dengan menggunakan media elektronik ke KPP dengan membawa formulir induk SPT masa PPh dan/SPT masa PPN dan/SPT tahunan PPh hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani beserta file data SPT yang tersimpan dalam media komputer sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Wajib pajak melaporkan SPT secara elektronik ke KPP dengan membawa formulir induk SPT masa PPh dan/SPT masa PPN dan/SPT tahunan PPh hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani dengan membawa berita acara serah terima informasi SPT yang dikirim secara elektronik sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
G. Masa Kerja Pemeriksa Pajak Menurut Hasibuan (2000:47) kerja adalah pengorbanan jasa, jasmani, dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu. Kerja perlu diartikan sebagai kegiatan luhur manusia. Bukan saja karena kerja manusia dapat bertahan hidup tetapi juga kerja merupakan penciptaan manusia terhadap alam sekitarnya menjadi manusiawi. Dengan demikian kerja juga merupakan realisasi diri. Pada hakekatnya bekerja merupakan bentuk atau cara manusia untuk mengaktualisasikan dirinya. Bekerja merupakan bentuk nyata dari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan yang dianutnya dan dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian suatu tujuan (KepMenPan No.25/KEP/M.PAN/04/2002). Dalam agama Islam bekerja adalah ibadah, perintah Tuhan atau panggilan mulia. Istilah kerja dapat diganti dengan kata “pembelajaran”. Dale (2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurut Sondang (2000:60) bahwa masa kerja merupakan keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa
yang dilalui dalam perjalanan hidupnya. Sedangkan Susilo Martoyo (2000:34) berpendapat bahwa masa kerja atau pengalaman kerja adalah mereka yang dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang nantinya akan diberikan disamping kemampuan intelegasinya yang juga menjadi dasar pertimbangan selanjutnya masa kerja para pekerja usia menengah dengan pengalaman kerja yang cukup sangat mementingkan status. Pada usia ini sangatlah menentukan apakah mereka akan sukses selanjutnya atau tidak. Kesuksesan diperoleh melalui keinginan berkompetisi dalam pencapaian tujuan, karena pada tingkat usia menengah mereka telah sampai pada tahap pemeliharaan karir. Usaha mempertahankan dan meningkatkan karir dilakukan dengan menunjukkan prestasi kerja sebaik-baiknya. Prestasi kerja meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman dalam penyelesaian tugas (Ghiselli & Brown, 1955; Blum & Nayer, 1968). Pemeriksa pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jendral Pajak (DJP) atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh DJP, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak. Auditor pajak Direktorat Jendral Pajak yang berada dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggungjawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pemeriksa pajak merupakan subjek utama yang melaksanakan pemeriksaan. Kriteria atau ukuran mutu dari aparat pemeriksa ditetapkan dalam standar umum dari standar pemeriksaan. Menurut Standar Professional Akuntan Publik (SPAP), standar umum terdiri dari: 1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. 2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus diperhatikan oleh auditor. 3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (IAI, 1994:220-221). Pemeriksa pajak yang mempunyai banyak pengalaman dalam jabatannya lebih mudah memecahkan masalah yang ditemukan, dibanding dengan yang sedikit pengalamannya. Senada dengan itu, Saroja (1990) mengemukakan bahwa seorang pegawai yang memiliki kematangan kerja (kecakapan) tinggi dalam bidangnya, memiliki pula pengalaman yang cukup dalam melakukan tugasnya, tanpa tergantung pada orang lain. Semakin lama pegawai dalam jabatannya, maka semakin cakap ia untuk tetap dalam pekerjaannya (Moekijat,1988). Pemeriksa pajak yang telah memiliki masa kerja yang lama dan pengalaman kerja dalam jabatannya mengisyaratkan jangan dimutasi ke jabatan lain karena dengan pengalaman dalam jabatan akan mempermudah melaksanakan tugasnya. Alex (2000:81) menyatakan bahwa pada umumnya karyawan ditetapkan untuk promosi antara lain karena pengalaman kerjanya dan karyawan akan diberikan kedudukan atau jabatan
lebih tinggi adalah karena pengalaman, usia atau kemampuan karyawan yang diperoleh dari umur atau lamanya bekerja. H. Pengertian Pemeriksaan Istilah pemeriksaan merupakan istilah yang lebih sering digunakan dalam kaitannya dengan perpajakan, tetapi istilah yang lebih luas adalah auditing. Pengertian pemeriksaan/auditing yang dikemukakan oleh beberapa penulis adalah kurang lebih sama, sedangkan menurut Arens dan Loebbecke dalam Auditing: an Integrated Approach, menyebutkan: “ Auditing is the process of accumulating and evaluating of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria.’’ Menurut Report of the Committee in Basic Auditing Consept of the America Accounting Association (Accounting Review vol 47 supp.1972 p.18) yang dikutip oleh Boynton dan Kell dalam buku Modern Auditing, pengertian auditing adalah: “Auditing is a systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertion about economic actions and event to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the result to interest user.” Definisi senada dikemukakan oleh Mulyadi (1998:7) bahwa auditing adalah: “Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan itu dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”. Dari ketiga definisi tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur pemeriksaan adalah: 1. Informasi dan kriteria Informasi dapat berupa berbagai bentuk,yaitu berupa informasi yang dapat di ukur, seperti laporan keuangan atau informasi yang bersifat subjektif seperti tingkat efektifitas dan efisiensi suatu sistem komputer. Kriteria untuk mengevaluasi informasi tersebut tergantung dari jenis informasi yang akan diaudit, misalnya untuk laporan keuangan maka kriterianya adalah prinsip akuntansi yang diterima umum (Generally Accepted Accounting Principle). 2. Pengumpulan dan evaluasi bahan bukti Bahan bukti adalah informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit sesuai dengan criteria yang
telah ditetapkan. Bahan bukti dapat berupa lisan, tertulis atau hasil observasi oleh auditor. Bahan bukti harus mencukupi dalam jumlah dan kualitas untuk memenuhi tujuan audit. 3. Orang yang kompeten dan independen Auditor harus memiliki kemampuan yang memadai agar bisa memahami kriteria yang digunakan dan cukup kompeten untuk mengetahui jenis dan jumlah bukti-bukti yang diperoleh untuk mendapatkan kesimpulan yang tepat. Adapun independen berarti seorang auditor harus dapat bersikap objektif dalam menjalankan tugasnya. Seorang auditor tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun dan harus bebas dari bias prasangka. 4. Suatu proses sistematik Auditing/pemeriksaan merupakan suatu rangkaian langkah prosedur logis, berkerangka, dan terorganisir. Auditing dilaksanakan dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisir dan bertujuan. 5. Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi Dalam hal ini yang dimaksud pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi adalah hasil proses akuntansi. Proses akuntansi menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan keuangan pokok: neraca, laporan laba rugi, laporan laba yang ditahan dan laporan perubahan posisi keuangan. 6. Menetapkan tingkat kesesuaian dengan kriteria yang ditetapkan Tujuan audit adalah menentukan pendapat auditor atas tingkat kesesuiaan antara pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi yang diperiksa dengan kriteria atau standar yang telah ditetapkan. Kriteria dapat berupa: a. Peraturan yang ditetapkan oleh badan legislatif b. Anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen c. Prinsip akuntansi yang berlaku umum (Generally Accepted Accounting Principles) 7. Pelaporan Hasil audit dalam bentuk laporan audit menginformasikan kepada para pemakai mengenai pendapat auditor atas tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. I. Klasifikasi Pemeriksaan akuntan Audit/pemeriksaan memiliki jenis yang bermacam-macam. Perbedaan penggolongan menurut beberapa pakar terjadi karena masing-masing pakar memandang dari sudut yang berbeda. Salah satu pakar yang mencoba
mengklasifikasikan audit adalah Arthur W. Holmes, sebagaimana dikutip Karni (2000) bahwa: “Audit yang dilakukan auditor sangat banyak macamnya, antara lain: 1. Audit Operasional, Audit Manajemen, Audit Kinerja 2. Financial audit 3. Fraud Auditing, Forensic Auditing 4. Quality Audit 5. Legal auditing 6. Tax auditing 7. Pemeriksaan kemudian (Post Audit) 8. Internal Control System Auditing, and 9. Performance Audit.” Sementara itu berdasarkan tujuannya, Mulyadi (1998:28) membedakan audit menjadi tiga kelompok sebagai berikut: 1. Compliance audit, adalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria, audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan. 2. Financial statement audit, adalah audit yang dilakukan auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan untuk menyatakan pendapatnya tentang kewajaran laporan keuangan tersebut. 3. Operational audit, merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu, yaitu: a. Mengevaluasi kinerja b. Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan c. Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Berdasarkan pendapat para pakar di atas, nampak bahwa Pemeriksaan di bidang perpajakan termasuk dalam compliance audit, karena tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui apakah para wajib pajak sudah melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh DJP. Mengembangkan pendapat para pakar tentang tujuan Pemeriksaan ditemukan kecurangan yang kecil, dapat dikatakan bahwa tingkat kepatuhan (compliance) dari wajib pajak besar. Sebaliknya jika dari hasil pemeriksaan ditemukan kecurangan yang besar, maka tingkat kepatuhan dari wajib pajak rendah.
Selain itu, dengan pelaksanaan Pemeriksaan dapat menyebabkan orang mengurangi atau bahkan tidak melaksanakan kecurangan karena rasa takut akan diperiksa nantinya. J. Kemampuan pemeriksaan pajak Dalam situasi dan kondisi yang selalu berubah (non linear and discontinuity), khususnya dibidang pemeriksaan pajak maka Ditjen pajak membutuhkan sumber daya manusia yang mampu beradaptasi secara cepat dengan perubahan situasi yang dihadapi, berwawasan luas serta mampu memecahkan masalah dan memutuskan tindakan secara cepat dan tepat. Kemampuan seseorang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Ini berarti bahwa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan selalu tersedia suatu tingkat kemampuan yang belum digunakan oleh seseorang (Gito Sudarmo dan Sudita, 1997). Kemampuan intelektual memainkan peran yang lebih besar dalam pekerjaan-pekerjaan rumit yang menuntut persyaratan pemrosesan informasi. Menurut Zainun (1994), kemampuan (ability) dimaksudkan sebagai kesanggupan (capasity) karyawan untuk melaksanakan pekerjaannya. Kemampuan mengandung berbagai unsur seperti keterampilan manual dan intelektual, bahkan sampai kepada sifat-sifat pribadi yang dimiliki. Unsurunsur ini juga mencerminkan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang dituntut sesuai dengan rincian kerja. Kemampuan sesungguhnya merupakan suatu unsur pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk Kemampuan adalah kecakapan dan keterampilan seorang pegawai dalam melakukan pekerjaan atau tugas. Variabel kemampuan diukur atau dinilai dengan indikator kecakapan dan keterampilan yang memungkinkan para pegawai bekerja dengan cara tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut: 1. Keahlian Teknis a. Pendidikan Formal dan Diklat pemeriksaan Pencapaian seorang auditor dimulai dengan pendidikan formal dalam bidang auditing dan akuntansi serta peraturan perundangundangan yang berlaku untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional. Auditor juga harus menjalani pelatihan yang cukup yang meliputi aspek teknis dan pendidikan profesional lainnya. Selain itu seorang auditor harus memiliki pengalaman praktek yang cukup untuk pekerjaan yang sedang dilaksanakan. Disini ditegaskan bahwa kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan. Ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam standar auditing ini, jika ia tidak memiliki pendidikan formal auditor dan pengalaman profesionalnya yang saling melengkapi satu sama lain. Hal ini selaras dengan Statemen on
Auditing Standard (SAS) No.1 menyatakan bahwa “Auditor are expected to have adequate academic training in accouting, taxion, auditing and other areas that relate to their profession (Hermanson, Loeb dan Straeser, 1983:18) Kusriyanto (1993:10) mengatakan bahwa pendidikan dan pelatihan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan pekerja dapat mempunyai dampak paling langsung terhadap produktifitas. Dengan pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan yang demikian, seorang pegawai akan memiliki kemampuan dalam melaksanakan pekerjaannya, menganalisis masalah-masalah yang timbul dan menentukan alternatif pemecahannya, serta mampu untuk mengatur dirinya dalam menyelesaikan tugas-tugas pekerjaannya secara cepat, tepat waktu dan material dapat digunakan secara efisien. Menurut Kristiadi (1997:93) bahwa pendidikan dan pelatihan aparatur dapat dilakukan dalam dua tahapan, yakni pendidikan dan pelatihan pra jabatan (pre service training) yaitu diklat bagi para calon pegawai baik melalui khursus singkat ataupun melalui sekolah (seperti APDN, IIP, STAN, dan lain-lain), serat pendidikan dan pelatihan jabatan (in service training) yaitu: 1) Pendidikan perjenjangan yaitu pendidikan yang dilakukan secara khusus, sebagai persyaratan untuk menduduki jabatan tertentu baik struktural maupun fungsional. 2) Pendidikan teknis fungsional yaitu pendidikan yang dilaksanaksanakan untuk menambah pengetahuan teknis dari tugas pokok instansinya, misalnya diklat kebeacukaian, keimigrasian, dan lain-lain. 3) Pendidikan keahlian yaitu pendidikan yang diarahkan untuk menambah keahlian pegawai dalam bidang akademis, misalnya untuk memperoleh Diploma, S1, S2, dan S3. Pengembangan kualitas pegawai melalui Diklat diarahkan pada pembentukan profesional, yang mampu mandiri dan tangguh. Simanjuntak (1983:26) dalam analisisnya mencoba mengartikan konsep pendidikan dan pelatihan secara terpisah, yaitu apabila pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu yang lebih cepat dan tepat sedangkan pelatihan hanya membentuk. Pendidikan berkaitan dengan produktifitas adalah kebenaran yang jelas membuktikan dirinya sehingga hanya sedikit orang yang mempertanyakan. Pendidikan dapat membentuk pegawai menjadi ahli sehingga dapat dipersiapkan untuk menilai berbagai situasi, memilih cara paling tepat dalam melaksanakan tugas pokoknya, memilih alternatif yang baik dalam memecahkan masalahmasalah yang dihadapi dan akhirnya dapat meningkatkan produktifitas kerja.
Menurut Husein Umar (2000:9) produktivitas mengandung arti sebagai berbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan Sumber Daya yang digunakan (input). Dengan kata lain produktivitas mempunyai dua dimensi yaitu pertama, efektifitas yang mengarah pada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yang berupa pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Kedua, efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. b. Pengalaman pemeriksa pajak Pengalaman pemeriksa pajak merupakan hal penting dalam proses pemeriksaan pajak. Dengan banyaknya pengalaman yang didapat maka pengetahuan tentang perpajakan semakin bertambah. Hal itu mempermudah pemeriksa pajak dalam memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam pemeriksaan pajak. Rosenbaum dan Turner Dreher dkk. (1991) mengatakan bahwa pengalaman-pengalaman individu pada awal bekerja dimana ia mampu mengalahkan rekan kerjanya dalam perolehan pengetahuan, keahlian dan informasi akan memberi dampak positif bagi kecerahan prospek karirnya. Dijelaskan bahwa adanya dukungan dari perusahaan, terutama orang-orang sebagai sponsorship yang memberikan arahan akan mendorong karyawan untuk lebih berhasil dalam pencapaian karir selanjutnya. Sponsor atau yang dikenal dengan mentor memberikan informasi tentang karir, kesempatan yang diperoleh dalam usaha pengembangan pribadi, dan memberikan konseling karir bagi mereka (David dan Newstrom, 1989). 2. Sikap a. Sikap Independen, Integritas, dan Objektivitas Seorang auditor harus menjadi independensi, integritas dan objektivitas dalam arti tidak boleh dipengaruhi oleh pokok yang sedang diperiksa (audite). Dengan demikian auditor tidak dibenarkan berpihak pada kepentingan siapapun, artinya auditor harus bersikap netral terhadap pihak yang diperiksa dan konsisten dengan bertanggung jawab kepada masyarakat. Pentingnya independensi bagi seorang auditor, kode etik profesi dari AICPA dalam peraturan 101 menyatakan bahwa: “A member of a firm of which he is a partner or shareholder shall not express on opinion on financial statement of an enterprise unless he and his firm are independent with respect to such enterprise” (Hermanson, Loeb & Strawser, 1983:19)
Sikap independen berarti mampu bertindak jujur dan objektif, baik dalam perbuatan maupun dalam sikap mental. Independensi harus dipegang teguh baik dalam kenyataan (in fact) maupun dalam penampilan (in appereance). Konsepsi independen ada 2, yaitu: 1) Independensi yaitu pentaatan terhadap norma atau peraturan yang mengatur hubungan auditor dengan klien, masyarakat dan sesama auditor. 2) Independensi yaitu suatu keadaan pikiran terhadap suatu manifestasi integritas Integritas merupakan karakteristik pribadi yang tidak dapat dihindari dalam diri seorang pemeriksa. Elemen ini merupakan tolak ukur dengan mana setiap anggota pada akhirnya mempertimbangkan semua keputusan yang dibuat dalam penugasan. Integritas juga menunjukkan tingkat kualitas yang menjadi dasar kepercayaan publik (Boynton dkk., 1996:102). Objektivitas adalah suatu sikap mental. Objektivitas berarti tidak memihak dan tidak berat sebelah dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan. Kepatuhan pada prinsip ini akan meningkat jika pemeriksa menjauhkan diri dari keadaan yang menimbulkan pertentangan kepentingan (Boynton dkk., 1996:103). b. Kecermatan dan Keseksamaan (due professional care) Prinsip kecermatan dan keseksamaan adalah pusat dari pencarian terus menerus akan kesempurnaan dalam melaksanakan jasa profesional. Keseksamaan mengharuskan setiap pemeriksa untuk melaksanakan tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Kompetensi adalah hasil dari pendidikan dan pengalaman. Keseksamaan meliputi keteguhan, kesungguhan serta bersikap energik dalam menerapkan dan mengupayakan pelaksanaan jasa-jasa profesional. Seorang auditor harus seorang profesional yang bertanggung jawab untuk menunaikan tugasnya. Auditor harus menjauhi sikap lalai dan itikad buruk, tetapi manager tidak dapat dipastikan bahwa ia akan selalu mengambil keputusan yang jitu. Penerapan kecermatan dan keseksamaan diwujudkan dengan melakukan review secara kritis pada setiap tingkat supervisi terhadap pelaksanaan audit. Kecermatan dan keseksamaan tersebut menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan kesempurnaan pekerjaannya itu (Boynton dkk., 1996:103).
3. Kemampuan professional (Skill) a. Perencanaan Definisi dari perencanaan pajak : “Tax planning is the systematic analysis of differing tax options aimed at the minimization of tax liability in current and future tax periods” (Crumbley D.Larry, Dictionary of Tax Term, Barron’s Business Guide, 1994:300). “Tax planning is arrangement of a person’s business and / or private affairs in order to minimize tax liability” (Lyons Susan M, International Tax, Glossary 1996:303) Tujuan perencanaan pajak adalah mengatur pembayaran atau meminimalkan kewajiban pajak dengan tidak melanggar aturan yang berlaku. Dengan demikian, pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya maka akan membantu cash flow perusahaan. Menurut Erly Suandy, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak, yaitu : 1) Tidak melanggar ketentuan perpajakan. 2) Perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari global strategi perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek. 3) Bukti-bukti pendukungnya memadai. Dalam penyusunan perencanaan pajak yang tidak melanggar aturan perpajakan ada lima persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu: 1) 2) 3) 4)
Mengerti peraturan perpajakan atau peraturan terkait. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam perencanaan. Harus dipahami karakter usaha wajib pajak. Perencanaan harus didukung oleh kebijakan akuntansi dan didukung bukti memadai seperti faktur, perjanjian, dan sebagainya.
Tahapan dalam membuat perencanaan pajak adalah sebagai berikut: 1) Menganalisis informasi yang ada. 2) Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak. 3) Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak. 4) Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak.
5) Memutakhirkan rencana pajak. b. Supervisi Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten yang terkait dalam pencapaian tujuan audit dan penentuan tujuan tersebut telah tercapai atau belum. Unsur supervisi adalah menggambarkan instruksi kepada asisten. Auditor dengan tanggung jawab akhir untuk setiap audit harus mengarahkan asisten untuk mengemukakan akuntansi dan auditing signifikan yang muncul dalam audit, sehingga auditor dapat menetapkan seberapa signifikan masalah tersebut. c. Bukti pemeriksaan pajak Pemeriksa harus memperoleh bahan bukti yang cukup dan kompeten sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat. Ruang lingkup bukti pemeriksaan pajak dapat meliputi satu, beberapa atau seluruh jenis pajak baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan. Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan melalui pemeriksaan lapangan. Bukti ini didapat dengan cara sebagai berikut : 1) Memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik pengolahan data lainnya, 2) Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa, 3) Memasuki tempat dan ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan dokumen, uang, barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha wajib pajak dan atau tempattempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan ditempat-tempat, 4) Melakukan penyegelen tempat atau ruangan apabila wajib pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud atau tidak ada ditempat pada saat pemeriksaan dilakukan, 5) Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa. 4. Pelaksanaan pemeriksaan pajak Dalam Pedoman Pemeriksaan Pajak dikatakan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak memiliki tiga langkah, yaitu: a. Persiapan Pemeriksaan, meliputi: 1. mempelajari berkas wajib pajak/berkas data
2. menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak 3. mengidentifikasi masalah 4. melakukan pengenalan lokasi wajib pajak 5. menentukan ruang lingkup pemeriksaan 6. menyusun program pemeriksaan 7. menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam 8. menyediakan sarana pemeriksaan b. Pelaksanaan Pemeriksaan, meliputi: 1. memeriksa ditempat wajib pajak 2. melakukan penilaian atas pengendalian intern 3. memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan 4. melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen 5. melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga (bila dianggap perlu) 6. memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak yang diperiksa 7. melakukan siding penutup (closing conference) c. Pembuatan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP), meliputi: 1. menyusun laporan dengan sistematis 2. pengesahan LPP 3. pembuatan nota perhitungan dan DKHP 4. pengiriman LPP, Nota Perhitungan, dan DKHP. K. Penelitian Terdahulu Penulis merujuk pada dua penelitian terdahulu dalam melakukan penelitian “Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa Verja sebagai Pemeriksa Pajak terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak”, yaitu : 1. Imam Santosa (2003) a. Judul Analisis Peran Sistem Informasi Perpajakan dalam Pemeriksaan Pajak. b. Tujuan Untuk mengetahui bahwa sistem yang diterapkan telah berjalan efektif dan optimal dalam menunjang pemeriksaan pajak dan juga mengetahui efektifitas pemeriksa pajak sebagai penunjang (penghasil data) Sistem Informasi Perpajakan. c. Metodelogi penelitian Untuk pengujian dan pembahasan dilakukan penggunaan kuisioner dan pengujian keeratan berbagai faktor pengaruh dilakukan dengan uji statistik. d. Sampel
Pemeriksa pajak baik yang ada di Kantor Pelayanan Pajak (seksi PPh badan KPP Gambir satu) maupun Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa Jakarta Lima). e. Hasil penelitian Data SIP berguna dan digunakan dalam proses pemeriksaan pajak belum efektif dalam penentuan wajib pajak yang harus diperiksa dan menghasilkan koreksi pajak yang signifikan. Padahal dari proses pemeriksaan pajak, selain sebagai pengujian terhadap kepatuhan wajib pajak, juga diharapkan dapat menambah pemasukan pada Negara. Selain itu, faktor nilai data yang material, kemungkinan penyalahgunaan data dan keengganan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi respon pemeriksa pajak sebagai penghasil data SIP. 2. Revosia Eliaputra Sinaga (2000) a. Judul Analisis pengaruh kemampuan pemeriksaan pada terhadap efektifitas pemeriksaan pajak studi kasus pada Tim Gabungan DJPBPKP wilayah Jakarta Paripurna II tahun 1999/2000. b. Tujuan Untuk memperoleh gambaran mengenai keahlian teknis, sikap independent dan integritas, kecermatan dan keseksamaan serta kemampuan professional (skill) para pemeriksa pajak. Mengetahui pengaruh pendidikan dan pelatihan perpajakan terhadap kemampuan pemeriksa dalam mengefektifkan pemeriksaan pajak. c. Metodelogi penelitian Metode survey deskriptif (dalam penerapannya perhatian dipusatkan pada faktor-faktor yang dapat mengefektifkan pemeriksaan pajak) menggunakan kuisioner. d. Sampel Penelitian dengan penyebaran kuisioner kepada 58 responden yang seluruhnya pemeriksa pada perwakilan BPKP DKI Jakarta. e. Hasil penelitian Pemeriksaan yang dilakukan oleh tim gabungan masih belum efektif yang diindikasikan dengan relative rendahnya nilai koreksi fiskal, keterlambatan penyelesaian atau tidak tercapainya standar yang sudah ditetapkan dalam pedoman pemeriksaan tahun 1999/2000. Penyebabnya adalah tim pemeriksa belum dibekali dengan pendidikan dan pelatihan perpajakan serta pemeriksaan belum dilaksanakan secara komprehensif mengikuti pemeriksaan yang dimutakhirkan.
L. Kerangka Pemikiran Kemajuan teknologi informasi seperti hardware dan software computer semakin luas dimanfaatkan oleh wajib pajak di dalam penyelenggaraan pembukuan. Data dan informasi keuangan diproses secara elektronik untuk menghasilkan berbagai bentuk dan jenis laporan yang sesuai dengan kebutuhan manajemen. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, pemeriksa pajak harus memanfaatkan perangkat teknologi informasi seperti computer hardware and software di dalam pemeriksaan pajak. Teknik pemeriksaan pajak yang menggunakan alat bantu komputer disebut sebagai Computer Tax Audit (CTA). Sesuai dengan beban kerjanya untuk saat ini jumlah fungsional pemeriksa pajak belum memadai. Pengadaan sumber daya manusia tidak dapat dipenuhi segera mengingat adanya persyaratan kualifikasi dan prosedur recruitment. Untuk mengatasi jumlah pemeriksa yang terbatas antara lain adalah meningkatkan kemampuan pemeriksa dan melengkapinya dengan teknologi informasi di dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak. Untuk menghadapi implikasi dari perubahan lingkungan yang sangat cepat dan dalam rangka peningkatan efisiensi kerja, maka pengetahuan dasar perpajakan pemeriksa pajak harus juga ditambah dengan pengetahuan lain yaitu penggunaan metode sampling dalam pemeriksaan dengan suatu pendekatan analitis serta penggunaan komputer dalam pemeriksaan (computer auditing) sebagai tindakan antisipatif semakin meluasnya pemakaian komputer dalam pemprosesan transaksi keuangan. Kemampuan pemeriksaan pajak sangat dipengaruhi salah satunya adalah lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak tersebut untuk menggunakan teknologi informasi yang semakin berkembang dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak karena dengan semakin lama bekerja sebagai pemeriksa pajak maka semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang didapat. Seseorang yang telah bekerja sekian lama akan mampu melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan pekerjaannya sehingga dapat mencapai kepuasan dalam menjalankan pekerjaannya karena pengalaman yang diperoleh dari pekerjaan sebelumnya dan yang sedang dijabatnya, dapat pula meningkatkan kemampuan kerja pemeriksa pajak. Kerangka berfikir ini dapat dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.1
Sistem Informasi Perpajakan (X1) Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y) Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak
Kerangka Pemikiran
M. Hipotesis Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : Ha : Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan pemeriksaan pajak Ho : Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan pemeriksaan pajak III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak di daerah Jakarta. Sebagai responden dalam penelitian ini adalah pemeriksa pajak. Penelitian dilakukan dengan cara memberikan kuisioner kepada responden yang bersangkutan. B. Metode Penentuan Sampel
Populasi (population) yaitu sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Peneliti secara teknis umumnya mengalami kesulitan untuk melakukan sensus, jika jumlah elemen populasinya relatif banyak atau bahkan sulit dihitung maka ditentukanlah sampel. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling) yang merupakan bagian dari pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling). Pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling) yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002:131). Teknik pemilihan sampel ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui informasi yang berkaitan tentang pemeriksaan pajak maka peneliti dapat memilih pemeriksa pajak sebagai sampel penelitian. Para pemeriksa pajak merupakan subjek yang tepat untuk memberikan informasi berdasarkan pertimbangan tertentu dibandingkan subyek dalam KPP yang bukan pemeriksa pajak. Faktor kepraktisan (kecepatan waktu dan biaya yang murah) merupakan pertimbangan pokok dalam metode pemilihan sampel secara tidak acak ini. C. Metode Pengumpulan Data Menurut Indriantoro dan Supomo (2002:146-155) dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber yaitu: 1. Data Primer/Lapangan Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara).Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data primer, yaitu: a. Metode survey 1)
2)
Wawancara Teknik pengumpulan data dalam metode survey yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian. Teknik wawancara dilakuan jika peneliti memerlukan komunikasi atau hubungan dengan responden. Wawancara dapat dilakukan melalui tatap muka atau melalui telepon. Kuisioner Pengumpulan data dengan adanya pertanyaan dari peneliti dan jawaban responden dapat dikemukakan secara tertulis melalui suatu kuisioner. Teknik ini memberikan tanggung jawab kepada responden untuk membaca dan menjawab pertanyaan.
b. Metode Observasi Melalui proses pencatatan pola perilaku subjek (orang), obyek (benda) atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti. 2. Data Sekunder/Kepustakaan Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Berdasarkan sumbernya, data sekunder dapat diklasifikasikan menjadi: a. Data Internal Dokumen-dokumen akuntansi dan operasi yang dikumpulkan, dicatat dan disimpan dalam suatu organisasi. Contoh data internal antara lain surat-surat, notulen hasil rapat, faktur, jurnal, memo dan sebagainya. b. Data Eksternal Data yang umumnya disusun oleh suatu yang telah tersususn dalam arsip entitas selain peneliti dari organisasi (data dokumenter) yang dipublikasikan yang bersangkutan. Contoh data eksternal antara lain buku, jurnal, majalah atau buletin yang memuat data indeks atau referensi, hasil sensus, statistika, dan sebagainya. D. Metode Analisis 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Daftar pertanyaan ini pada umumya mendukung suatu kelompok variabel tertentu. Hasil yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Dalam hasil analisis ini Buono Agung Nugroho menyatakan bahwa “validitas suatu butir pertanyaan dapat dilihat dari hasil output SPSS pada table dengan judul Item-Total Statistic”. Menilai kevalidan masingmasing butir pertanyaan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pertanyaan. Suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > dari r-tabel. Uji validitas sebaiknya dilakukan secara terpisah pada lembar kerja yang berada antara satu konstruk
variabel dengan konstruk variabel yang lain sehingga dapat diketahui butir-butir pertanyaan variabel mana yang paling banyak tidak valid. Uji Realibilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam bentuk kuisioner. Selanjutnya hasil penelitian yang reliable, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Menghitung reliabilitas menggunakan rumus Cronbach’s Alpha. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0.60 (Malhotra,1996:305). Rumusnya adalah: r11 = [k][1–Σσ²b] [ k – 1 ] [σ² t ] r1 1 = Reliabilitas instrument k = Banyaknya butir pertanyaan σ ² t = Varians total σ ² b = Jumlah varians butir Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert, atau skala lima tingkatan yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, kondisi dan persepsi tentang fenomena sosial. Metode yang sering digunakan ini dikembangkan oleh Rensis Likert. Dalam penelitian ini pengukurannya akan digolongkan ke dalam lima kategori, yaitu:
Sangat Setuju (SS) (5)
Tabel 3.1 Metode Skala dan Pengukurannya Setuju Ragu Tidak Setuju (S) (R) (TS) (4)
(3)
(2)
Sangat Tidak Setuju (STS) (1)
2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui variabel dependen, variabel independen, atau keduanya dalam model regresi mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal. Deteksi ini dapat diketahui dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Hipotesis pengujiannya sebagai berikut: Ha : Memenuhi asumsi normalitas Ho : Tidak memenuhi asumsi normalitas
Dasar pengambilan keputusan yaitu: 1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas berarti Ha diterima dan Ho ditolak. 2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas berarti Ha ditolak dan Ho diterima. (Singgih Santoso, 2000:212). b. Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel independen dalam suatu model regresi. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinieritas (multiko). Model regresi yang baik adalah yang tidak terdapat problem multikolinieritas (multiko). Hipotesis pengujiannya sebagai berikut: Ha : Tidak terdapat problem multikolinieritas (multiko) Ho : Terdapat problem multikolinieritas (multiko) Dasar pengambilan keputusan yaitu: 1) Model regresi yang tidak terdapat problem multikolinieritas (multiko) berarti Ha diterima dan Ho ditolak adalah sebagai berikut: a) Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance • Mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 • Mempunyai angka Tolerance mendekati angka 1 Catatan: Tolerance = 1 / VIF atau VIF = 1 / Tolerance b) Besaran korelasi antar variabel independen. Koefisien korelasi antar variabel independen lemah (dibawah 0,5) 2) Model regresi yang terdapat problem multikolinieritas (multiko) berarti Ha ditolak dan Ho diterima adalah sebagai berikut: a) Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance • Mempunyai nilai VIF jauh dari angka 1 • Mempunyai angka Tolerance jauh dari angka 1 Catatan: Tolerance = 1/VIF atau VIF = 1/Tolerance b) Besaran korelasi antar variabel independen. Koefisien korelasi antar variabel independen kuat (diatas 0,5) (Singgih Santoso, 2000:203). c. Heteroskedastisitas Heterokedastisitas menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan Studentized Delete Residual nilai tersebut. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain (tidak terjadi heterokedastisitas), atau adanya hubungan antara nilai yang
diprediksi dengan Studentized Delete Residual nilai tersebut sehingga dapat dikatakan model tersebut homokedastisitas. Hipotesis pengujiannya sebagai berikut: Ha : Tidak terjadi heterokedastisitas Ho : Terjadi heterokedastisitas
Dasar pengambilan keputusan yaitu: 1) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas berarti Ha ditolak dan Ho diterima. 2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas berarti Ha diterima dan Ho ditolak (Singgih Santoso, 2000:208). 3. Analisis Regresi Linier Berganda (Dummy) Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda, yaitu suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh Sistem Informasi Perpajakan (X1/Variabel kuantitatif) dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak (D/Variabel bebas kualitatif) terhadap kemampuan pemeriksaan pajak (Y/Variabel terikat). Rumusnya adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2D + e Keterangan : Y = Variabel dependen (Kemampuan Pemeriksaan Pajak) X = Variabel bebas kuantitatif (Sistem Informasi Perpajakan) D = Variabel Dummy / bebas kualitatif (Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak) dengan nilai 0 dan 1. Nilai 0 = Tidak lama (< 2 tahun) Nilai 1 = Lama (> 2 tahun) b dan b2 = Sloup / gradient e = Error Dalam pengujian analisis hipotesis dapat dilakukan melalui : a. Uji R2 (koefisien determinasi) Untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi (R-Square). Jika R-Square adalah sebesar 1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang
menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai R-Square berkisar hampir 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai R-Square semakin mendekati 0 berarti semakin lemah kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi variabel dependen (Ghozali,2001:45). b. Uji F Hitung Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen, maka digunakan signifikansi sebesar 0,05. Jika nilai probability F lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya nilai probability F lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersama berpengaruh terhadap variabel dependen. Hipotesis pengujiannya yaitu apabila F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, apabila F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali,2001:47) c. Uji t hitung Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen, maka digunakan signifikansi sebesar 0,05. Jika nilai probability t lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya nilai probability t lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersama berpengaruh terhadap variabel dependen. Hipotesis pengujiannya yaitu apabila t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen dan variabel dummy secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen. Apabila t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen dan variabel dummy secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali,2001:47). E. Operasional Variabel Penelitian Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian Variabel Sub Variabel Indikator Sistem Informasi Informasi Relevansi perpajakan (SIP) Ketepatan (X1) Tepat waktu Kelengkapan Pengolahan data Data base Pemrosesan data Siklus pemrosesan data Peran Komputer Computer Based Information System (CBIS) Manfaat komputer Peran Teknologi Manfaat teknologi Informasi informasi Struktur Manajemen Kasus Organisasi Alur Kerja Pelaksanaan Program aplikasi PK Sistem Informasi dan PM Perpajakan Program MP3 SPT online Lama Masa Lama Masa Kerja Tidak lama Kerja sebagai < 2 tahun Pemeriksa Pajak Lama Masa Kerja Lama (X2/D) > 2 tahun Kemampuan Keahlian Teknis Pendidikan dan Diklat Pemeriksaan Pemeriksaan Pajak (Y) Pengalaman Pemeriksa Pajak Sikap Independen Integritas Objektifitas
Skala Ordinal
Nominal
Ordinal
Kecermatan Keseksamaan Kemampuan profesional (skill) Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Perencanaan Supervisi Bukti audit Persiapan pemeriksaan Pelaksanaan pemeriksaan Pembuatan laporan pemeriksaan pajak
IV. PENEMUAANDANPEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat yang beralamat di Jalan Tebet Raya No.9 Jakarta Selatan 12810 lantai 2, Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan yang beralamat di Jalan Tebet Raya No.9 Jakarta Selatan 12810 lantai 3 dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pasar Minggu yang beralamat di Jalan TB. Simatupang No.39 Jakarta Selatan 12510. Pada dasarnya, peneliti mencoba mengetahui pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan Tingkat Pendidikan Pemeriksa Pajak terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak diketiga objek penelitian tersebut tetapi setelah dilakukan penyebaran kuisioner ternyata hasilnya Tingkat Pendidikan Pemeriksa Pajak seluruhnya merupakan lulusan perguruan tinggi. Data tersebut tidak dapat digunakan dalam metode penelitian dengan regresi berganda dummy. Jadi peneliti mencoba mengetahui Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak. Telah dikemukakan didalam metodelogi penelitian bahwa pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuisioner dimulai pada awal bulan Juli sampai dengan bulan September. Dalam penyebaran kuisioner ini dilakukan dengan bantuan staf pemeriksa pajak dan hasil kuisioner dapat diambil setelah ada konfirmasi dari pihak tersebut. 2. Karakteristik Responden
Kuisioner yang dibagikan kepada pemeriksa pajak berjumlah 70 buah dengan tingkat proporsi pembagian sebagai berikut: a. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat Jumlah keseluruhan yang disebarkan sebanyak 30 kuisioner. Kuisioner yang dapat dianalisis sebayak 22 kuisioner dan 8 kuisioner sisanya tidak dapat dianalisis karena tidak di isi atau salah. b. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan Jumlah keseluruhan yang disebarkan sebanyak 30 kuisioner. Kuisioner yang dapat dianalisis sebayak 21 kuisioner dan 9 kuisioner sisanya tidak dapat dianalisis karena tidak di isi atau salah. c. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pasar Minggu Jumlah keseluruhan yang disebarkan sebanyak 10 kuisioner. Kuisioner yang dapat dianalisis sebayak 10 kuisioner. Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian Kuisioner Kuisioner yg NO Kantor Pelayanan yg dapat tidak dapat Pajak (KPP) dianalisis dianalisis/slh Σ % Σ % 1 Madya Jakarta 22 73,33 8 26,67 Pusat 2 Madya Jakarta 21 70 9 30 Selatan 3 Pratama Jakarta 10 100 0 0 Pasar Minggu Jumlah 53 75,71 17 25,29
Jumlah kuisioner yg disebar 30 30 10 70
B. Penemuan dan Pembahasan 1. Identitas Responden Setelah 70 kuisioner dibagikan kepada responden ternyata hanya 56 kuisioner yang dapat dianalisis. Data identitas responden tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.2 Data Identitas Responden Jumlah NO 1
Pertanyaan
Jawaban
Lama masa kerja a. < 5 tahun responden b. 5 – 10 tahun c. 10 – 15 tahun d. > 15 tahun
Σ 1 20 17 15
% 1.89 37,73 32,08 28,30
Jumlah Lama masa kerja a. < 5 tahun sebagai pemeriksa b. 5 – 10 tahun pajak c. 10 – 15 tahun d. > 15 tahun Jumlah Jabatan dalam a. Anggota tim pemeriksaan b. Ketua tim c. Ketua kelompok d. Lainnya Jumlah Lama angka waktu a. < 3 hari pengiriman surat b. 3 s.d 7 hari peminjaman c. 7 s.d 14 hari dengan d. Diatas 14 hari penerimaan data Jumlah
2
3
4
53 17 12 18 6 53 24 21 4 4 53 4 24 21 4
100 32,08 22,64 33,96 11,32 100 45,28 39,62 7,55 7,55 100 7,55 45,28 39,62 7,55
53
100
2. Validitas dan Relibilitas Setelah dilakukan penyebaran kuisioner kepada 70 responden ternyata hanya 56 kuisioner yang dapat dianalisis dan 51 butir pertanyaan yang dapat dilakukan uji validitas dan realibilitas sama seperti Try Out hanya saja pertanyaan pada butir 2 dan 9 variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) diubah sebagai berikut: Pertanyaan Try Out Butir 2 Informasi yang didapat dari SIP menghasilkan data yang akurat Butir 9 SIPmenghasilkan Informasi dalam bentuk laporan berkala, laporan khusus dan laporan dlm bentuk simulasi matematis
Penelitian Jaringan Informasi dari SIP datanya sangat akurasi (bisa dipertanggungjawabkan) Informasi yang dihasilkan oleh SIP adalah berbentuk laporan tahunan dan laporan berkala.
Tabel 4.3 Validitas variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) Item-Total Statistics
SIP1 SIP2
Scale Mean if Item Deleted 90.15 90.26
Scale Variance if Item Deleted 66.208 68.429
Corrected Item-Total Correlation .587 .439
Cronbach's Alpha if Item Deleted .910 .913
SIP3 SIP4 SIP5 SIP6 SIP7 SIP8 SIP9 SIP10 SIP11 SIP12 SIP13 SIP14 SIP15 SIP16 SIP17 SIP18 SIP19 SIP20 SIP21 SIP22 SIP23 SIP24
90.74 90.11 90.08 90.19 90.02 90.06 90.58 91.11 90.25 89.92 89.77 89.81 89.94 89.81 90.06 90.32 90.00 90.08 90.77 89.79 90.23 90.11
63.583 68.872 67.610 67.387 68.096 69.631 68.286 65.410 70.189 68.148 67.640 67.194 66.862 69.502 67.516 64.953 67.577 66.763 63.948 68.168 65.679 66.756
.653 .428 .622 .477 .658 .489 .348 .519 .189 .659 .604 .629 .585 .430 .610 .702 .639 .630 .592 .600 .506 .631
.908 .913 .910 .912 .910 .912 .915 .912 .919 .910 .910 .909 .910 .913 .910 .907 .910 .909 .910 .910 .912 .909
Berdasarkan tabel 4.3, didapat nilai Corrected Item-Total Correlation (r hitung) tiap butir pertanyaan variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) dengan menentukan α = 0,05 dan df = n – 2 = jumlah pertanyaan – 2 = 51– 2 = 49, maka diperoleh nilai r tabel = 0,235. Jadi nilai r-tabel untuk variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) adalah 0,235. Jika r hitung > r tabel maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Dari hasil analisis penelitian diperoleh data yang menyatakan ada 23 pertanyaan yang valid karena nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation lebih dari r-tabel dan 1 pertanyaan yang tidak valid karena nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected ItemTotal Correlation kurang dari r-tabel. Pertanyaan yang tidak valid dan pada variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) adalah butir 11 (r hitung = 0,189 < r tabel = 0,235). Tabel 4.4 Reabilitas variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) Cronbach's Alpha .914
N of Items 24
Untuk melihat hasil uji realible keseluruhan butir pertanyaan pada variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) adalah dengan melihat tabel
Cronbach’s Alpha yaitu 0,914. Karena 0,914 > 0,60 (syarat realibel), maka konstruk pertanyaan merupakan dimensi variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) adalah realibel. Tabel 4.5 Validitas variabel Y (Kemampuan Pemeriksaan Pajak) Item-Total Statistics
KPPJ1 KPPJ2 KPPJ3 KPPJ4 KPPJ5 KPPJ6 KPPJ7 KPPJ8 KPPJ9 KPPJ10 KPPJ11 KPPJ12 KPPJ13 KPPJ14 KPPJ15 KPPJ16 KPPJ17 KPPJ18 KPPJ19 KPPJ20 KPPJ21 KPPJ22 KPPJ23 KPPJ24 KPPJ25 KPPJ26 KPPJ27
Scale Mean if Scale Variance Item Deleted if Item Deleted 113.43 79.750 113.30 77.253 113.19 78.041 113.28 78.168 113.09 77.164 113.23 77.563 113.25 76.996 113.19 76.348 113.79 79.821 113.25 77.073 113.38 76.355 113.34 76.421 113.32 76.722 113.34 79.036 113.42 76.440 113.40 76.821 113.40 76.975 113.36 79.657 113.58 76.132 113.51 76.139 113.51 76.178 113.32 76.107 113.36 76.427 113.23 76.794 113.26 78.044 113.19 76.964 113.25 77.343
Corrected Item- Cronbach's Total Alpha if Item Correlation Deleted .311 .949 .654 .945 .547 .946 .541 .946 .665 .945 .604 .945 .672 .944 .745 .944 .223 .951 .663 .945 .736 .944 .770 .944 .725 .944 .454 .947 .821 .943 .756 .944 .736 .944 .386 .947 .476 .948 .744 .944 .740 .944 .800 .943 .780 .943 .694 .944 .552 .946 .673 .944 .584 .945
Berdasarkan tabel 4.5, didapat nilai Corrected Item-Total Correlation (r hitung) tiap butir pertanyaan variabel Y (Kemampuan Pemeriksaan Perpajakan) dengan menentukan α = 0,05 dan df = n – 2 = jumlah pertanyaan – 2 = 51– 2 = 49, maka diperoleh nilai r tabel = 0,235. Jadi nilai r-tabel untuk (Kemampuan Pemeriksaan Pajak) adalah 0,235. Jika r hitung > r tabel maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid.
Dari hasil analisis penelitian diperoleh data yang menyatakan ada 26 pertanyaan yang valid karena nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation lebih dari r-tabel dan 1 pertanyaan yang tidak valid karena nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected ItemTotal Correlation kurang dari r-tabel. Pertanyaan yang tidak valid dan pada variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) adalah butir 9 (r hitung = 0,223 < r tabel = 0,235). Tabel 4.6 Reabilitas variable Y (Kemampuan Pemeriksaan Pajak) Cronbach's Alpha .947
N of Items 27
Untuk melihat hasil uji realible keseluruhan butir pertanyaan pada variabel Y (Kemampuan Pemeriksaan Pajak) adalah dengan melihat tabel Cronbach’s Alpha yaitu 0,947. Karena 0,947 > 0,60 (syarat realibel), maka konstruk pertanyaan merupakan dimensi variabel Y (Kemampuan Pemeriksaan Pajak) adalah realibel.
C. Data Variabel X2 / Dummy Hasil dari penelitian ternyata seluruh responden merupakan lulusan perguruan tinggi. Data ini dapat dilihat dalam tabel 4.7 sebagai berikut: Tabel 4.7 Data Tingkat Pendidikan Pemeriksa pajak Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Lulusan perguruan tinggi 53 100,0 Bukan tinggi
lulusan Jumlah
perguruan
0
0
53
100,0
Data ini tidak dapat digunakan dalam metode penelitian regresi berganda dummy karena itu tingkat pendidikan pemeriksa pajak diganti dengan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak sebagai variabel X2/dummy. Jadi judul skripsi juga berubah dari “Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan Tingkat Pendidikan Pemeriksa Pajak terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak“ menjadi “Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak. Tabel 4.8 Data frekuensi lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak
Lama Masa Kerja Lama ( > 5 tahun ) Tidak Lama ( < 5 tahun ) Jumlah
Frekuensi 37 16 53
Persentase (%) 69,8 30,2 100.0
Untuk variabel X2 yang merupakan variabel bebas kualitatif responden hanya diberikan 1 pertanyaan umum yaitu berapa lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak? Ternyata mayoritas responden sebanyak 37 orang termasuk lama menjadi pemeriksa pajak karena telah bekerja lebih dari 5 tahun, dan sisanya 16 orang termasuk tidak lama menjadi pemeriksa pajak karena bekerja kurang dari 5 tahun. Banyak faktor yang menyebabkan mereka tidak lama menjadi pemeriksa pajak seperti sebelumnya mereka bekerja di bidang lain dan mereka baru lulus sarjana.
D. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Gambar 4.1
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: TOTAL_KPPJ 1.0
R30 R44 R37 R46 R41R24 R45 R35 R36 R38 R48 R31 R40 R19
Expected Cum Prob
0.8
R53 R8 R21 R26 R10 R1R7 R13 R9 R4 R42 R47 R33 R5
0.6
0.4
R23 0.2
R17
R11 R32 R6 R50 R43 R49 R22 R34
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Grafik Normal P-P Plot Berdasarkan grafik diatas, terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi layak dipakai untuk prediksi kemampuan pemeriksaan pajak berdasar masukan variabel independennya yaitu Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak. 2. Uji multikolinearitas Tabel 4.9 Coefficients(a) Dependent Variable: TOTAL_KPPJ Model 1
Collinearity Statistics TOTAL_SIP TOTAL_LMK
Tolerance .997 .997
VIF 1.003 1.003
Dari tabel diatas dapat diketahui pada bagian Coefficients terlihat angka VIF ada di sekitar angka 1 yaitu VIF = 1,003. Demikian juga nilai Tolerance mendekati angka 1 yaitu Tolerance = 0,997. Jadi dapat disimpulkan model regresi tersebut tidak terdapat problem multikolinieritas (MULTIKO). Tabel 4. 10
Model 1
Coefficient Correlations(a) TOTAL_LMK TOTAL_SIP Correlations TOTAL_LMK 1.000 -.056 TOTAL_SIP -.056 1.000 Covariances TOTAL_LMK 5.775 -.018 TOTAL_SIP -.018 .017 a Dependent Variable: TOTAL_KPPJ
Pada output bagian Coefficient Correlations yang ada pada table 4.10 dibawah terlihat angka korelasi independen jauh dibawah 0,05 yaitu korelasi antara variabel Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak yang hanya sebesar -0.056. Hal ini menunjukkan tidak adanya problem multiko dalam model regresi ini. 3. Uji Heterokedastisitas Gambar 4.2 Scatterplot
Regression Studentized Residual
Dependent Variable: TOTAL_KPPJ
2
R41
R27 R39 R24 R37
R44 R30 R25 R45
R35
R46 R36
1
R31
R38 R48
R19
R10 R8
R40
R2 R18 R21R7 R13 R4 R9 R53 R1R52 R42R12 R3 R5 R33 R28 R47 R6 R11 R51 R23 R16R15 R49 R50 R29 R14 R20 R32 R43 R34 R22
0
-1
-3
-2
-1
0
1
2
3
Regression Standardized Predicted Value
Dari grafik 4.2, terlihat titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas dan tersebar baik diatas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi ini, sehingga regresi layak dipakai untuk prediksi kemampuan pemeriksaan pajak berdasar masukan independennya yaitu Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak.
E. Analisis Regresi Berganda Dummy Berdasarkan hasil pengolahan Regresi Berganda Dummy dengan menggunakan SPSS 12.00 for windows dapat diketahui sebagai berikut: Tabel 4. 11 Model Summary Adjusted R Std. Error of the Model R R Square Square Estimate 1 .507(a) .257 .227 8.019 a Predictors: (Constant), TOTAL_LMK, TOTAL_SIP Analisa Korelasi (R) antara variabel Sistem Informasi Perpajakan (X1) dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2) terhadap variabel Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y) adalah 0,507 > 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara variabel Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak terhadap variabel kemampuan pemeriksaan pajak. Analisa Koefisien Determinasi (R²) terlihat pada kolom Adjusted R Square dalam tabel diatas, yaitu 0,227 atau jika dijadikan persen adalah 22,7%. Angka tersebut juga dapat diartikan bahwa perubahan variabel Sistem Informasi Perpajakan (X1) dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2) memberikan kontribusi positif sebesar 22,7% terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y), sedangkan 77,3% (100%-22,7%) lagi dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam analisis regresi ini. Faktor lain tersebut antara lain adalah pendidikan, pengalaman dan usia. Mandolang (1991:62), dalam penelitiannya menyimpulkan adanya hubungan kemampuan petugas dengan tingkat pendidikan formal yang dimilikinya. Sejalan dengan itu, Sulaiman (1984) menyimpulkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugasnya adalah tingkat pendidikan formal yang telah ditempuhnya. Untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya bagi pegawai negeri, maka pemerintah menyelenggarakan pendidikan in-service atau pendidikan dalam jabatan, yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan dan keterampilan siap pakai (Widjaya, 1986:193). Hal ini dapat dipahami karena pegawai negeri yang menduduki jabatan tertentu memerlukan penyesuaian-penyesuaian dalam pekerjaannya, disebabkan perkembangan IPTEK dan kebijakan yang senantiasa berubah. Pendidikan dalam jabatan diberikan dengan maksud agar kemampuan profesional pesertanya dapat ditingkatkan, sehingga mereka selalu up to date dan dapat bekerja lebih baik (Nurtain 1979). Dalam kaitan dengan pendidikan in-service atau pendidikan dalam jabatan, Herrick (1957) dalam evaluasinya terhadap peserta pendidikan in-service, menemukan adanya perubahan positif pada diri peserta dalam (1) pengetahuan dan keterampilan, (2) sikap dan nilai, (3) hubungan individu dalam kelompok, (4)
kedalaman perasaan, motivasi dan aspirasi individu (Henry,1957:172). Tingkat pendidikan tinggi hendaknya menjadi syarat diangkatnya seseorang menjadi pemeriksa pajak. Karena didalam pemeriksaan pajak dibutuhkan pengetahuan untuk menganalisis dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan. Pemeriksa pajak yang sering mengikuti pendidikan dalam jabatan, seperti mengikuti diklat teknis dan fungsional, seminar, lokakarya dan aktifitas pendidikan lainnya, akan menambah kemampuan kerja dan kualitas kerjanya, sehingga dapat dicapai keberhasilan dalam melaksanakan tugas. Selain pendidikan, pengalaman yang diperoleh dari pekerjaan sebelumnya dan yang sedang dijabatnya, dapat pula meningkatkan kemampuan kerja Pemeriksa Pajak. Menurut Soeroto (1983), bahwa makin lama dalam pekerjaan dan bervariasi kegiatan, serta semakin intensif pengalaman kerja yang diperoleh orang yang bersangkutan. Demikian pula, makin banyak kesulitan atau tantangan yang dihadapi semakin cepat pula pengembangan kemampuan dan keterampilannya. Dengan semakin berkembangnya kemampuan dan keterampilan seorang petugas, maka akan semakin sering dia melakukan tugasnya. Rosenbaum & Turner Dreher, dkk (1991) mengatakan bahwa pengalaman-pengalaman individu pada awal bekerja dimana ia mampu mengalahkan rekan kerjanya dalam perolehan pengetahuan, keahlian dan informasi akan memberi dampak positif bagi kecerahan prospek karirnya. Selain pendidikan dan pengalaman faktor usia juga mempengaruhi kemampuan pemeriksaan pajak. Pegawai berusia tua cenderung lebih baik dibandingkan dengan pegawai usia muda. Pegawai yang berusia muda pada umumnya belum mempunyai kedewasaan berfikir dan rasa tanggung jawab yang justru diperlukan untuk setiap jenis pekerjaan yang dilakukan, sedangkan pegawai yang berusia lebih tua cenderung mampu berfikir secara dewasa dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang menjadi tugasnya (Saksono,1988). Dengan kemampuan berfikir secara dewasa dan rasa tanggung jawab yang dimiliki Pemeriksa pajak yang berusia lebih tua, dapat menjadikan mereka lebih mampu dalam melaksanakan tugasnya. Tabel 4. 12 Coefficients(a)
Model 1
Standardize Unstandardized d Coefficients Coefficients Std. B Error Beta (Constant) 68.012 12.338 TOTAL_SIP .505 .130 .473 TOTAL_LMK 3.076 2.403 .156 a Dependent Variable: TOTAL_KPPJ
t Sig. 5.512 .000 3.875 .000 1.280 .206
Dari tabel diatas didapat nilai koefisien regresi sehingga terbentuk persamaan y = 68,012 + 0,505 X1 + 3,076 X2 + e. Untuk menguji keberartian koefisien regresi ini dilakukan menggunakan uji t. Dengan menentukan tingkat kesalahan 5%, dan derajat kebebasan (df) = n – jumlah variabel independen = 53 – 2 = 51 didapat t tabel = 1,675. Dapat diketahui dari tabel diatas t hitung untuk variabel Sistem Informasi Perpajakan (X1) sebesar 3,875, jadi t hitung (3,875) > t tabel (1,675). Dan terlihat pada kolom sig / significance variabel Sistem Informasi Perpajakan (X1) mempunyai tingkat signifikansi < 0,05 yaitu sebesar 0,000 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima maksudnya terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara Sistem Informasi Perpajakan (X1) terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y). Sedangkan untuk variabel Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2) sebesar 1,280, jadi t hitung (1,280) < t tabel (1,675). Dan terlihat pada kolom sig/significance variabel Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2) mempunyai tingkat signifikansi > 0,05 yaitu sebesar 0,206 yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak maksudnya tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2) terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y). Hal ini bisa disebabkan walaupun bekerja lama sebagai pemeriksa pajak tetapi tidak memiliki kesempatan untuk pengembangan diri. Pengembangan diri bertujuan meningkatkan produktifitas kerja, meningkatkan efisiensi, mengurangi kerusakan, mengurangi kecelakaan, meningkatkan pelayanan, meningkatkan moral, meningkatkan karir, meningkatkan kemampuan konseptual dan kepemimpinan. Seseorang dapat meningkatkan diri melalui pelatihan, bahan bacaan maupun dengan mempelajari pengalaman orang-orang sekitarnya yang telah berhasil. Jika memungkinkan ia dapat secara langsung belajar dari atasannya (mentoring) teknik-teknik yang ingin ia kembangkan. Tabel 4. 14 ANOVA(b) Sum of Mean Squares Square df F Regression 1110.017 2 555.008 8.631 Residual 3215.153 50 64.303 Total 4325.170 52 a Predictors: (Constant), TOTAL_LMK, TOTAL_SIP b Dependent Variable: TOTAL_KPPJ
Model 1
Sig. .001(a)
Berdasarkan tabel Anova didapat nilai F sebesar 8,631 yang digunakan untuk melakukan uji hipotesis dalam memprediksi kontribusi variabel Sistem Informasi Perpajakan (X1) dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2) terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y). Dengan menentukan tingkat kesalahan 5% dan derajat kebebasan df1 = 2 (3 – 1) dan df2 = 50 (53 – 3), maka didapat dari F tabel sebesar 3,183. Dari tabel Anova diatas, terlihat bahwa F hitung (8,631) > F tabel (3,183) dengan tingkat signifikansi < 0,05 yaitu sebesar
0,001 maka Ho ditolak dan Ha diterima berarti Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak memberikan pengaruh yang simultan dan signifikan terhadap variabel kemampuan pemeriksaan pajak. V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. KESIMPULAN Dengan melihat hasil analisis statistik dan pembahasan yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji statistik menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan antara Sistem Informasi Perpajakan (X1) terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y). Dapat diketahui dari t hitung untuk variabel Sistem Informasi Perpajakan (X1) sebesar 3,875, jadi t hitung (3,875) > t tabel (1,675) dan mempunyai tingkat signifikansi < 0,05 yaitu sebesar 0,000 yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak. 2. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2/D) terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y). Dapat diketahui dari t hitung untuk variabel Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2) sebesar 1,280, jadi t hitung (1,280) < t tabel (1,675) dan mempunyai tingkat signifikansi > 0,05 yaitu sebesar 0,206 yang berarti Ha ditolak dan Ho diterima. Hal ini bisa disebabkan walaupun bekerja lama sebagai pemeriksa pajak tetapi tidak memiliki kesempatan untuk pengembangan diri, sebagian pegawai merupakan mutasi dari bidang lain dan baru lulus dari perguruan tinggi. 3. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara variabel Sistem Informasi Perpajakan (X1) dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2/D) terhadap variabel Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y). Dapat diketahui dari nilai Korelasi (R) yang lebih besar dari 0,5 yaitu sebesar 0,507. Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak memberikan kontribusi positif sebesar 22,7% terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y), sedangkan 77,3% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam analisis regresi ini dapat diketahui dari nilai Koefisien Determinasi (R²). Faktor lain tersebut antara lain adalah pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan in-service atau pendidikan dalam jabatan, pengalaman dan usia. 4. Variabel bebas yang terdiri dari Sistem Informasi Perpajakan (X1) dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2/D) memberikan pengaruh yang simultan dan signifikan terhadap variabel dependen yaitu Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y). Dapat diketahui dari dengan membandingkan nilai F hitung dan F tabel. F hitung yang didapat sebesar 8,631 dan F tabel sebesar 3,183. Jadi, F hitung (8,631) > F tabel (3,183) dengan tingkat signifikansi < 0,05 yaitu sebesar 0,01 berarti Ha diterima dan Ho ditolak.
B. IMPLIKASI Berdasarkan kesimpulan diatas diartikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Sistem Informasi Perpajakan terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak. Bagi otoritas perpajakan, kemajuan teknologi komputer dan pemanfaatan yang intensif dalam pemrosesan data keuangan mempunyai implikasi langsung terhadap fungsi pemeriksaan pajak dalam hal penentuan subjek pajak dan yurisdiksi entitas yang bertransaksi. Sistem Informasi Perpajakan membantu penugasan pemeriksaan wajib pajak dilakukan berdasarkan jenis usaha sehingga pemeriksaan lebih terspesialisasi, meningkatkan produktivitas dan kemampuan pemeriksaan pajak serta kualitas hasil pemeriksaan. Selain itu, kinerja pemeriksaan dapat dimonitor dengan lebih baik karena adanya penerapan teknologi informasi pada administrasi pemeriksaan. Sedangkan untuk Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak. Hal ini disebabkan pemeriksa pajak dalam masa kerjanya tidak memiliki kesempatan untuk pengembangan diri, sebagian pegawai merupakan mutasi dari bidang lain dan baru lulus dari perguruan tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan in-service atau pendidikan dalam jabatan. C. SARAN Dengan melihat kesimpulan dan implikasi, maka bisa disimpulkan beberapa saran sebagai berikut: 1. Pemerintah lebih memperhatikan lagi Sistem Informasi Perpajakan untuk menghindarkan terjadinya manipulasi data, karena akses untuk data tertentu hanya diberikan kepada orang yang berwenang saja. 2. Pemerintah memberikan kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk mengembangkan diri secara adil sesuai dengan potensi dan kemampuan pegawai yang bertujuan meningkatkan produktifitas kerja, meningkatkan efisiensi, mengurangi kerusakan, mengurangi kecelakaan, meningkatkan pelayanan, meningkatkan moral, meningkatkan karir, meningkatkan kemampuan konseptual dan kepemimpinan. 3. Pemerintah membantu meningkatkan kualitas pemeriksa pajak karena jumlah tenaga fungsional pemeriksa pajak sangat kurang. 4. Pemerintah membantu meningkatkan kemampuan pemeriksaan pajak dengan memberikan pendidikan in-service atau pendidikan dalam jabatan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid, “Panduan Penulisan Skripsi”, Cetakan I, Grafika Karya Utama, Jakarta, 2004 Agung Buono Nugroho, “Strategi Jitu memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS”, Penerbit Andi, Yoyakarta, 2005 Alex S. Nitisemito, “Manajemen Personalia”, Penerbit Ghalia Indonesia, 2000 Algifari, “Analisis Regresi (Teori, Kasus dan Solusi)”, Edisi I, BPEF, Yogyakarta Arens dan Loebbecke, ”Auditing: an Integrated ApproachReport of the Committee in Basic Auditing Consept of the America Accounting Association” , Accounting Review, vol 47, 1972 Basalamah, Anies SM. “Pengolahan Data Elektronik: Konsep untuk Manajer dan Auditor”, Lembaga PPM. 1995 Blum, M.L., & Nayer, “Industrial Psychology and It’s Social Foundations”, NewYork: Harper & Brothers,1968 Boynton, William C. dan Walter G. Kell, “Modern Auditing”, New York: John Wiley Sons, Inc.1996 Crumbley D. Larry, ”Dictionary of Tax Term, Barron’s Business Guide”, 1994 Dale, M. “Developing Management Skill (Terjemahan)”. Jakarta: PT. Gramedia, 2003 Davis, K., & Newstrom, J. W, “Human Behavior at Work: Organizational Behavior”. Singapore: Mc. Graw-Hill BookCompany, 1989 Djalintar Sidjabat, “Amandemen Undang-undang: Keseimbangan Hak dan Kewajiban antara Wajib Pajak dan Aparat Pajak”, Media Indonesia, 30 Oktober 2007 Djazoeli Sadhani, ”Pemberdayaan Fungsi Pemeriksaan Pajak dalam Lingkungan yang Berubah dengan Cepat”, Jurnal KIPAS, vol.1, Nomor 10, Juli 1999 Djoko Slamet Surjoputro, “Pajak, Urat Nadi Kehidupan Bangsa”, Media Indonesia, 30 Oktober 2007
Dreher, F.G. Bretz, D.R.. “Cognitive Ability and Career Attainment: Moderating Effects of Early Career Success”, Journal of Applied Psychology, 75, 392-397, 1991 Erly Suandy, “Perpajakan”, Edisi 2, Penerbit Salemba Empat, 2006 Erwin Silitonga, “Amandemen Undang-undang: Keseimbangan Hak dan Kewajiban antara Wajib Pajak dan Aparat Pajak”, Media Indonesia, 30 Oktober 2007 E.S. Margianti, ”Sistem Informasi Manajemen”, Gunadarma, Jakarta,1994 Ghiselli, E.E. & Brown, C.W. “Personnel and Industrial Psychology”. New York: Mc. Graw-Hill Book. Co, 1955 Hasibuan, Malayau SP. “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Edisi Revisi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2001 Hermanson, Loeb and Straeser, “Auditing Theory and Practice”, Boston Third edition. Richard D.Irwin, Inc, 1983 Henry, Nelson.B, “Inservice Education For Teachers, Supervisor, and Administrator”, Chicago: University Chicago Press, Illinous, 1957
Husein Umar, ”Riset Sumber Daya Manusia dalam organisasi”. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), “Standar Profesional Akuntan Publik” Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta,1994 Imam Ghozali, “Aplikasi dan Analisis Multivariate dangan proses SPSS”, Badan penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2001 Imam Santosa, “Analisis Peran Sistem Informasi Perpajakan Dalam Pemeriksaan Pajak”, 2003 Indriyo Gitosudarmo dan Nyoman Sudita. “Prilaku Keorganisasian”. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE, 1997 Irfan. “Artikel Menuju Good Governance Melalui Modernisasi Pajak”, Portal Pemda Kutaikertanegara, 23 Mei 2005 dari http://www.klikpajak.com
Karni, Soejono, “Auditing: Audit khusus dan Audit Forensik dalam Praktek”, Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2000
KPP Madya Jakarta Selatan, “Sistem Administrasi Perpajakan Modern”, Jakarta, April 2007, http://www.pajak.go.id Kristiadi, JB. “Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur melalui Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri di Indonesia”, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta,1997 Kusriyanto, Bambang “Meningkatkan Produktivitas Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1993
Karyawan”.
PT.
Luky Alfirman, ”Agar Organisasi Makin Efisien dan Efektif”, Media Indonesia, 30 Oktober 2007 Lyons Susan M,” International Tax”, Glossary, 1996 Malhotra, NK, “Marketing Research”, Prentice Hall International,1996 McDonough, M.C. and Garrett,L.J., “Management Systems: Working Concept and Practices”, Homewood, IL: Richard D Irwin, 1965 Moekijat, “Perencanaan dan Pengembangan Karier Pegawai”, Remaja Karya, Bandung,1988 Morris, Landon. ”Media Performance, Mass Communication and The Public Interest”, London: Sage Publication, 1995 Mulyadi, ”Sistem Akuntansi”, Edisi ketiga, Penerbit Salemba Empat, Universitas Gajah Mada, 2001 Mulyadi dan Kanaka Puradiredja, “Auditing” Edisi Kelima Buku I dan II, Salemba Empat, Jakarta, 1998 Nur Indiantoro dan Bambang Supomo, ”Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajamen”, Edisi Pertama, Penerbit BPFE, Yogyakarta, 2002 Nurtain, “Pengajaran Teori dan Praktek”, Dirjen Dikti, Proyek PLPTK, Jakarta, 1989 Revosia Eliaputra Sinaga, “Analisis Pengaruh Kemampuan Pemeriksaan Terhadap Efektifitas Pemeriksaan Pajak”, 2000 Riska dkk. “Menuju Good Governance Melalui Modernisasi Pajak (e-SPT)”, Accounting Dept, STIE-MCE (Malangkuçeçwara School of Economics), Malang, {n28113;n28102;n28065}@student.stie-mce.ac.id
Sagala, Muller. “Sistem Informasi Keuangan Daerah: Suatu Tinjauan Umum”, Jurnal KIPAS, vol.2, Nomor.24, November, 2000 Saksono, Slamet, “Administrasi Kepegawaian”, Yogyakarta: Kanisius, 1983 Sarojo, Riyadi, “Kepemimpinan Organisasi (Pandangan Barat)” Pidato Ilmiah Disnatalis VIII Universitas Katolik Widya Karya Malang, tanggal 9 Mei 1990 Sigit, ”Jaminan Keamanan Data Pajak” Media Indonesia, 30 Oktober 2007 Simanjuntak, Payaman J. “Produktivitas kerja: pengertian dan lingkupnya”, Prisma, edisi November - Desember (1983:26)
ruang
Singgih Santoso, “Buku Latihan SPSS Statistik Parametik”, Penerbit PT.Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia – Jakarta, 2000 Soeparlan, Pramono Hadi. “Pengaruh Kualitas Pemeriksaan pada Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (KARIKPA) Jakarta Khusus I terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP)”, 2002 Sondang P. Siagian, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Bumi Aksara, Jakarta, 2000 Sulaiman, Inam, “Hubungan antara Status Sosial Ekonomi, Kreativitas dan Human Relatian dengan upaya Mengikutsertakan Masyarakat dalam Pembangunan Desa di Kabupaten Malang”, PPS IKIP Malang, 1984 Susilo Martoyo, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, BPFE,Yogyakarta, 2000
Edisi
3,
Penerbit
Tim Subdit Verifikasi Dit. PPh Ditjen Pajak, ”Perubahan Lingkungan Perpajakan Kita”, Jurnal KIPAS, vol.1, Nomor 12, September 1999 V. Wiratna Sujarweni, “Panduan Mudah Menggunakan SPSS dan Contoh Penelitian Bidang Ekonomi”, 2007 Widjaya, “Administrasi Kepegawaian Suatu Pengantar”, CV Rajawali, Jakarta, 1986 Zainun, Buchari, “Manajemen dan Motivasi”. Jakarta : Balai Aksara. 1994 Peraturan – Peraturan ____________________Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor 29/PJ./1995 tentang “replikasi Sistem Informasi Perpajakan”
kep-
_____________________Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002 tentang pekerjaan. _____________________Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP88/PJ./2004 tentang “Penyampaian Surat Pemberitahuan Secara Elektronik”. _____________________Keputusan Menteri Keuangan No. 82/KMK.03/2003 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan _____________________Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 123/PJ/2006 Tentang Petunjuk pelaksanaan pemeriksaan lapangan.
per-
_____________________Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: per160/PJ/2006 tentang “Tata cara penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)” _____________________Peraturan Direktur Jenderal Pajak KEP-741/PJ/2001 “petunjuk pelaksanaan pemeriksaan kantor”. _____________________Surat edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor se04/PJ.7/2002 tentang “Kebijakan pemeriksaan” (seri pemeriksaan 01-02).
_____________________Keputusan DJP Kep-383/PJ/2002 tentang Tata Cara Pembayaran Setoran Pajak melalui Sistem Pembayaran Online dan penyampaian Surat Pemberitahuan dalam bentuk digital.
_____________________No. Kep-01/PJ.7/1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak.