PENGARUH RUTINITAS, KONFLIK PERANAN, IKLIM DUKUNGAN SOSIAL DAN OTONOMI PEKERJAAN TERHADAP STRESS KERJA DENGAN KEYAKINAN DIRI (SELF EFFICACY) SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Pada Karyawan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta)
Arista Adi Nugroho
ABSTRACT The goal of this research was to examined (1) influence factor of routine, conflict of role, climate of social support and job autonomy significant toward job stress employees in psyche hospital Surakarta. (2) examined influence conflict of role, climate of social support and job autonomy significant toward job stress employee in psyche hospital Surakarta with self efficacy as moderating variable. Data was collected from 150 employees in psyche hospital Surakarta with purposive random sampling method. The data is analyzed with some test, such as validity and reliability test with cronbach’s alpha. Assumption classic test used normality test, heteroskedastisitas, multikolinieritas and autocorrelation. Hypothesis test with used multiple regression linier analysis, determination coefficient (R2), significance t and significance F. The result of the research shows that (1) the effect positive and significance between job routine and conflict of role toward job stress (2) the effect negative and significance between climate of social support and job autonomy toward job stress employees and than to decrease climate of social support and job autonomy therefore job stress can increasing job stress employees (3) increasing self efficacy of employees because job routine and conflict of role condition increasing with decrease climate of social support and job autonomy therefore job stress can decreasing or no happened (4) the effect positive and significance between routine, conflict of role, climate of social support and job autonomy according to simultaneous toward job stress employees (5) the effect positive and significance between routine, conflict of role, climate of social support and job autonomy with moderating self efficacy according to simultaneous toward job stress employees. Keyword : routine, conflict of role, climate of social support, job autonomy, job stress, self efficacy
A. Latar Belakang Dewasa ini tempat kerja yang berubah dan bersaing menambah tingkat stress di kalangan para pekerja dan manajer, misalnya sebuah survei atas pekerja Amerika Serikat menemukan bahwa 46 persen merasakan pekerjaan mereka mengalami stress dan 34 persen berpikir serius untuk keluar dari pekerjaan mereka 12 bulan sebelumnya karena stress di tempat kerja (Schellhardt, 1996). Meningkatnya gejala stress di antara para pekerja atau karyawan di berbagai kantor atau perusahaan belakangan ini tampak makin menggejala. Pada umumnya bentuk stress yang terjadi pada diri pekerja atau karyawan pada umumnya memiliki dampak negatif terhadap fisik, psikologi, dan perilaku individual karyawan yang terkena stress. Stress dan Kekawatiran dan masalahmasalah seperti ini juga dapat berdampak di lingkungan kerjanya, akibatnya banyak sekali yang mengalami stress baik akibat masalah yang berasal dari luar pekerjaan maupun masalah yang diakibatkan karena pekerjaannya. penelitian terhadap menunjukkan
karyawan
yang terkena stress
dan
Beberapa
telah diperiksa
ada hubungan perantara, perlunya kebutuhan untuk meneliti
variabel personal seperti potensi moderator dalam hubungan dengan tekanan – stress, diantaranya penelitian Jex dan Bliese (1999) menunjukkan hasil bahwa keyakinan diri (self efficacy) sebagai variabel yang memoderasi dalam hubungannya diantara stress kerja, selanjutnya Bandura (1997) menyatakan bahwa keyakinan diri (self efficacy) mempunyai pengaruh yang kuat pada tanggungjawab dan tantangan yang dihadapi karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. Kahn dan Byosiere (1992) menunjukkan bahwa stress di lingkungan kerja dapat berpengaruh negatif terhadap kondisi psikologi, fisik dan perubahan perilaku karyawan dan hasilnya dimoderasi oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik demografi, personality dan lingkungan sosial. Grau et.al (2001) menunjukkan bahwa rutinitas kerja, konflik peranan, kurangnya otonomi dan dukungan sosial secara signifikan dapat mengakibatkan stress jika karyawan memiliki tingkat keyakinan diri yang rendah. Penelitian ini merupakan replikasi dari hasil penelitian Grau et.al (2001). Berbagai bentuk kekuatiran dan masalah selalu dihadapi para karyawan tidak terkecuali karyawan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, dimana sebagai bagian dari profesional yang bekerja pada organisasi yang birokratis, karyawan
sering mengalami konflik untuk mengendalikan timbulnya ketidaksesuaian antara praktek-praktek kerja dengan harapan dari para karyawan sehingga masalahmasalah keluarga terkadang sering berpengaruh terhadap pekerjaan dan pertimbangan karirnya. Kita semua dari waktu ke waktu menjumpai kesulitaskesulitan, masalah-masalah dan mengalami kesedihan emosional. Beberapa bentuk kesulitan terjadi di luar pekerjaan, tetapi kesulitan-kesulitan lain berkaitan dengan pekerjaan. Pada banyak kasus hal ini bisa berdampak pada produktivitas kerja seseorang. Jika karyawan mengalami kekuatiran dan kesulitan yang terus menerus maka dikhawatirkan dapat menimbulkan stress yang akibatnya mengancam kemampuan karyawan itu sendiri dalam melaksanakan pekerjaannya. Faktor-faktor yang menyebabkan stress diantaranya kecemasan, depresi, frustrasi, beban kerja yang berlebihan dan lain-lain (Maibach dan Murphy, 1995). Usaha-usaha ke arah pembinaan produktivitas kerja karyawan merupakan suatu unsur penting yang perlu dibina dalam organisasi perusahaan karena akan memberikan pengaruhnya kepada suasana kantor tersebut. Stress pada karyawan dikhawatirkan dapat menyebabkan masalah kemangkiran dalam menjaga dan menjamin suasana ketenangan dalam bekerja yang dapat berdampak pada menurunnya produktivitas kerja karyawan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Tuntutan tugas yang dihadapi oleh karyawan yang disebabkan oleh tuntutan peningkatan pelayanan terhadap masyarakat menyebabkan semakin meningkatnya stress kerja. Menurut Sasono (2004) makin banyak saling ketergantungan antara tugas seorang karyawan dengan karyawan lainnya semakin meningkatkan timbulnya stress pada karyawan, hal ini juga terjadi pada karyawan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Struktur organisasi juga menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan yang berlebihan, kurangnya partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan yang juga menyebabkan sumber potensial dari stress kerja karyawan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Berdasarkan latar belakang masalah ini maka penulis mengambil Judul “Pengaruh Rutinitas, Konflik Peranan, Iklim Dukungan Sosial dan Otonomi Pekerjaan Terhadap Stress Kerja Karyawan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Dengan Keyakinan Diri (Self Efficacy) Sebagai Variabel Pemoderasi ” Studi Pada Karyawan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
B. Dasar Teori
1. Pengertian Stress Stress adalah “suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang” (Werther dan Davis, 1996). Menurut Robbin (2001) stress merupakan kondisi dinamis dimana individu dihadapkan dengan kesempatan, batasan dan tuntutan yang berhubungan dengan apa yang dia inginkan dan hasil dari keinginan tersebut menjadi tidak pasti dan penting, sedangkan Kreitner dan Kinicki (2001) mendefinisikan stress sebagai suatu reaksi adaptif tubuh, yang diperantara oleh karakteristik-karakteristik individual atau proses-proses psikologis sebagai akibat dari beberapa tindakan, situasi dan kejadian luar yang membutuhkan tuntutan-tuntutan fisik atau psikologis khusus pada seseorang.
Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan
seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Gejala-gejala ini menyangkut baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Orang-orang yang mengalami stress bisa menjadi takut (nervous), mereka sering menjadi mudah marah, agresi, dan tidak dapat rileks.
2. Pengertian Stress Kerja Definisi
stress
kerja
menurut
The
National
Institute
of
Occupational Safety and Health (dalam Palmer et.al, 2004) adalah gangguan fisik dan emosi sebagai akibat tuntutan kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan, sumberdaya dan kebutuhan karyawan. Sedangkan Health and Safety Executive (2001) mendifinisikan stress kerja sebagai reaksi yang merugikan bagi karyawan yang disebabkan karena tekanan yang berlebihan atau sejenisnya akibat tuntutan di tempat kerja mereka. Palmer et.al (2004) mendefinisikan stress kerja sebagai persepsi akibat dari tekanan yang berlebihan yang dirasakan di luar batas kemampuan normal.
3. Penyebab-penyebab Stress kerja Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors, meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan mengalami stress karena kombinasi stressors. Menurut Handoko (2000) ada dua kategori penyebab stress yaitu on the job dan off the job. Hampir setiap kondisi pekerjaan bisa menyebabkan stress tergantung pada reaksi karyawan. Sebagai contoh, seseorang karyawan akan dengan mudah menerima dan mempelajari prosedur kerja baru, sedangkan seorang karyawan lain tidak atau bahkan menolaknya. Bagaimanapun juga ada sejumlah kondisi kerja yang sering menyebabkan stress bagi para karyawan. Diantara kondisi-kondisi kerja tersebut adalah sebagai berikut : a. Beban kerja yang berlebihan b. Tekanan atau desakan waktu c. Kualitas supervisi yang jelek d. Iklim politis yang tidak aman e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggungjawab g. Kemenduaan peranan h. Frustasi i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok j. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan k. Berbagai bentuk perubahan. Di lain pihak, stress karyawan juga dapat disebabkan masalahmasalah yang terjadi di luar perusahaan. Penyebab stress “ of the job” antara lain : a. Kekuatiran finansial b. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak c. Masalah-masalah fisik d. Masalah-masalah perkawinan e. Masalah-masalah pribadi lainnya Mayoritas yang berhubungan dengan model stress disebabkan karena perubahan lingkungan yang negatif pada individu secara fisik,
psikologi dan perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan diantara stressor dan konsekuensi negatif (strain) yang menjadi faktorfaktor penyebab, misalnya karakteristik demografi, sifat personalitas, lingkungan sosial dan lain-lain (Beehr, 1995).
4. Reaksi Terhadap Stress Kerja Orang-orang mempunyai toleransi yang berbeda terhadap berbagai situasi stress. Banyak orang mudah sedih hanya karena peristiwa ringan. Di lain pihak, banyak orang lain yang dingin dan tenang teutama karena mereka mempunyai kepercayaan diri atas kemampuannya untuk menghadapi stress. Menurut Handoko (2000) berdasarkan reaksi terhadap situasi stress, kita dapat membedakan dua tipe orang,yaitu tipe A dan tipe B. Orang tipe A adalah mereka yang agresif dan kompetitif, menetapkan standar-standar tinggi dan meletakkan diri mereka di bawah tekanan waktu yang ajeg (konstan). Mereka bahkan masih giat dalam kegiatan-kegiatan olahraga
yang
bersifat
rekreasi
dan
kegiatan-kegiatan
sosial
kemasyarakatan. Mereka sering tidak menyadarai bahwa banyak banyak tekanan yang mereka rasakan salah lebih disebabkan oleh perbuatannya sendiri daripada lingkungan mereka. Mereka lebih cenderung mengalami gangguan-gangguan phisik akibat stress, sedangkan orang-orang tipe B adalah lebih relaks dan tidak suka menghadapi masalah atau easy going. Mereka menerima situasi-situasi yang ada dan bekerja di dalamnya serta tidak senang bersaing. Mereka terutama relaks dalam kaitannya dengan tekanan waktu, sehingga mereka lebih kecil kemungkinannya untuk menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan stress.
5. Kegiatan-kegiatan Untuk Mengurangi Stress Cara terbaik untuk mengurangi stress adalah dengan menangani penyebab-penyebabnya, sebagai contoh, departemen personalia dapat membantu karyawan untuk mengurangi stress dengan memindahkan ke pekerjaan lain, mengganti penyelia yang berbeda dan menyediakan lingkungan kerja yang baru. Latihan dan pengembangan karir dapat
diberikan untuk membuat karyawan mampu melaksanakan pekerjaan baru (Handoko, 2000) Cara lain untuk mengurangi stress adalah dengan merancang kembali pekerjaan-pekerjaan sehingga para karyawan mempunyai pilihan keputusan lebih baik dan wewenang untuk melaksanakan tanggung jawab mereka. Desain pekerjaan juga dapat mengurangi kelebihan beban kerja, tekanan waktu dan kemenduaan peranan, selanjutnya komunikasi dapat diperbaiki untuk memberikan umpan balik pelaksanaan kerja dan partisipasi dapat ditingkatkan (Jex dan Bliese, 1999).
6. Keyakinan Diri Keyakinan diri dalam melaksanakan pekerjaan sebagai variabel moderator dalam hubungannya dalam stress – strain. Hal ini merupakan kondisi psikologi organisasi, sebagai contoh : dampak moderat kekompakkan dari hasil kerja team (Brief dan Aldag, 1998), sedangkan Mossholder et.al (1982) menyatakan bahwa stressor mempunyai dampak negatif ketika individu memiliki persepsi pengendalian positif. Penelitian Bandura (1997) menunjukkan bahwa seseorang yang percaya bahwa fungsi keyakinan diri yang penting berupa motivasi, pengaruh, berpikir dan aksi. Menurut Schwarzer (1999) keyakinan diri dapat membuat perbedaan diantara orang-orang yang menggunakan cara perasaan dan cara aksi.
7. Tingkatan Keyakinan Diri Secara Umum dan Secara Khusus Penelitian yang berkaitan dengan penyembuhan diri secara umum melalui kepercayaan diri yang harus dimiliki dalam melaksanakan pekerjaan sebagai manifestasi dari tantangan situasi yang besar dan alamiah (Schwarzer, 1999), meskipun demikian umumnya terdapat perbedaan hasil sebagai prediktor, contoh aktivitas yang sama bentuk dari keahlian yang mereka miliki (kognitif, afektif, dan perilaku) dan aspek kualitatif pada situasi.
8. Peran Moderator Keyakinan Diri Keyakinan diri dinyatakan sebagai perasaan keyakinan akan kemampuan yang dimiliki seseorang atau keyakinan seseorang bahwa dia dapat menjalankan sebuah tugas pada sebuah tingkat tertentu, adalah salah satu dari faktor yang mempengaruhi aktivitas pribadi terhadap pencapaian tugas (Bandura, 1986). Menurut Noe et.al (2000) bahwa keyakinan diri adalah tingkat kepercayaan karyawan, bahwa mereka dapat berhasil melaksanakan pekerjaan dengan baik. Tingkat keyakinan diri dapat dicapai melalui interaksi manusia dan kognisi mental, merupakan fokus yang dapat dipercaya menghasilkan transfer positif dan transfer ketrampilan terhadap lingkungan kerja (Decker, 1998). 9. Penelitian Terdahulu Penelitian Fakhrudin dan Laksmi (2003) yang berjudul Moderating Effect of Locus of Control For The Relationship Between Job Stress and Strains : a case Study among RSIS Nurses dengan menggunakan metode regresi berganda menunjukkan bahwa stress kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga perawat Rumah Sakit Islam Surakarta sedangkan stress kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap gejala gangguan psikologis tenaga perawat Rumah Sakit Islam Surakarta. Gejala gangguan psikologis dalam penelitian ini meliputi depresi, kegelisahan, gangguan kognisi dan emosional. Hasil Penelitian Nicholas Booker (2004) yang berjudul “Work Related Strees (a new frame work)” menunjukkan bahwa stress kerja dapat mengganggu kesehatan, mengurangi produktivitas, dan menambah absensi karyawan. Penelitian Rosalind Chait Barnet (2004) yang berjudul “Work Hours as a Predictor of Strees Outcome” menunjukkan bahwa jam kerja karyawan mempunyai hubungan negatif terhadap hasil yang dicapai sehingga akan menyebabkan tingginya konflik dengan rekan kerja, tingginya rasa kelelahan, sedangkan jika jam kerja mempunyai hubungan positif terhadap hasil yang dicapai maka akan menyebabkan tingginya keseimbangan kerja, kesehatan fisik yang baik, rendahnya stress psikologi, rendahnya kegelisahan.
Penelitian Fendy (2004) yang berjudul “Analisis Pengaruh Locus of Control, Orientasi Tujuan Pembelajaran dan Lingkungan Kerja Terhadap Self Efficacy dan Transfer Pelatihan” menunjukkan hasil bahwa self efficacy mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan pengaruh terhadap transfer pelatihan, dimana orang-orang dengan rasa percaya diri yang lebih besar atas kemampuannya, maka mereka akan lebih ulet saat menghadapi tiap kesulitan dalam mengimplementasikan keterampilan mereka. Penelitian Grau et al (2001) yang berjudul ”Moderator Effects of Self Efficacy on Occupational Stress” menunjukkan hasil bahwa rutinitas kerja, kurangnya otonomi dan kondisi
pendukung sosial dan konflik
kepentingan secara signifikan dapat mengakibatkan stress jika karyawan memiliki tingkat keyakinan diri yang rendah.
C. Hipotesis Penelitian ini mengacu pada hasil penelitian Grau et al (2001) yang berjudul ”Moderator Effects of Self Efficacy on Occupational Stress” menunjukkan hasil bahwa rutinitas kerja, kurangnya otonomi dan kondisi pendukung sosial dan konflik peranan
secara signifikan dapat
mengakibatkan stress jika karyawan memiliki tingkat keyakinan diri yang rendah. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Faktor rutinitas, konflik peranan, iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan secara parsial mempunyai pengaruh terhadap stress kerja karyawan pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. b. Faktor rutinitas, konflik peranan, iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan secara parsial mempunyai pengaruh terhadap stress kerja karyawan pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dengan keyakinan diri (self efficacy) sebagai variabel pemoderasi.
D. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta 2. Jenis dan Sumber Data a. Data primer Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama atau individu baik berupa hasil wawancara maupun pengisian kuesioner (Sekaran, 2000). Data ini diperoleh dari responden dalam hal ini adalah karyawan pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta yang meliputi tentang rutinitas, konflik peranan, iklim dukungan sosial, otonomi pekerjaan, stress kerja dan keyakinan diri (Self Efficacy) .
b. Data sekunder Data skunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain (Husein Umar, 2002). Data skunder dalam penelitian ini merupakan data yang diambil dari catatan-catatan, arsip-arsip maupun dokumen rumah sakit, khususnya dalam penelitian ini adalah data-data yang dimiliki oleh Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Data ini meliputi gambaran umum rumah sakit, jumlah karyawan dan keadaan rumah sakit yang berhubungan dengan sumberdaya manusia. 3. Populasi, Sampel, danTeknik Sampling Menurut Sugiyono (2003) yang dimaksud dengan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 475 orang yang terdiri perawat, tenaga administrasi dan tenaga medis.
E. Analisis Data a. Analisis instrumen penelitian 1)
Uji validitas
Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui seberapa akurat suatu tes (alat ukur) melakukan fungsi ukurnya. Pengujian validitas menggunakan jenis validitas
eksternal
dengan
pertimbangan
bahwa
instrumen
disusun
berdasarkan fakta-fakta empiris yang telah ada dan di tunjang dengan teoriteori yang relevan (Sugiyono, 2003). Cara menguji validitas ini dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor item dengan skor totalnya, peneliti tidak menggunakan teknik belah dua (split half) dari spearman dengan pertimbangan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi dari penelitian Grau et.al (2001).
2) Uji reliabilitas Analisis reliabilitas menunjukkan pada pengertian apakah instrumen dapat mengukur suatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Ukuran dikatakan reliabel jika ukuran tersebut memberikan hasil yang konsisten.
b. Analisis deskriptif kuantitatif 1) Pengujian hipotesis 1 a) Analisis Regresi Linier Berganda Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat Untuk melakukan analisis linier berganda digunakan bantuan komputer dengan program SPSS versi 10 for Windows b) Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel rutinitas, konflik peranan, iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap stress kerja karyawan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta c) Uji F (F-test) Uji F digunakan untuk mengetahui apakah rutinitas, konflik peranan, iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap stress kerja karyawan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta d) Uji koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan indek keeratan, yang menyatakan proporsi dari variabel total Y (variabel dependen/terikat) yang dapat diterangkan oleh variabel total X (variabel independen/bebas). Koefisien determinasi dinyatakan dalam prosentase. 2) Pengujian hipotesis 2 a) Analisis Regresi Linier Berganda Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan pemoderasi. Untuk melakukan analisis linier berganda digunakan bantuan komputer dengan program SPSS versi 10 for Windows b) Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel rutinitas, konflik peranan, iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan dengan Self Efficacy sebagai variabel pemoderasi secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap stress kerja karyawan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta c) Uji F (F-test) Uji F digunakan untuk mengetahui apakah rutinitas, konflik peranan, iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan dengan Self Efficacy sebagai variabel pemoderasi secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap stress kerja karyawan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta d) Uji koefisien determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) menunjukkan indek keeratan, yang menyatakan proporsi dari variabel total Y (variabel dependen/terikat) yang dapat diterangkan oleh variabel total X (variabel independen/bebas). Koefisien determinasi dinyatakan dalam prosentase. 3)
Pengujian Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik digunakan untuk menguji kelayakan model
regresi dalam penelitian ini. Adapun pengujian asumsi klasik meliputi 4 uji, yaitu uji normalitas, heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan autokorelasi (Singgih Santoso, 2000) : a) Uji normalitas Uji normalitas dilakukan dengan melihat gambar grafik Normal P-P Plot, dimana terjadinya gejala tersebut dideteksi dengan melihat titik-titik
yang mengikuti arah garis linier dari kiri bawah ke kanan atas. Bila titik-titik mengikuti arah garis linier berarti terjadi adanya gejala normalitas. b) Uji heteroskedastisitas Gejala heterokedastisitas terjadi sebagai akibat dari variasi residual yang tidak sama untuk semua pengamatan. Pada bagian ini, cara mendeteksi ada tidaknya gejala heterokedastisitas dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (Zpred) dengan residualnya (Sdresid). Deteksi ada tidaknya gejala tersebut dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar pengambilan keputusan dalam analisis heterokedastisitas adalah sebagai berikut: (1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka sudah menunjukkan telah terjadinya gejala heterokedastisitas. (2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas. (3) Secara detail, hasil uji heterokedastisitas ini ditunjukkan dalam gambar grafik scatterplot di bawah ini. c) Uji Multikolinieritas Suatu model dikatakan bebas adanya multikolinieritas jika antar variabel independen tidak boleh saling berkorelasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai VIF (varian inflation factor) yang mayoritas variabel di sekitar angka satu dan mempunyai nilai tolerance mendekati satu d) Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau secara ruang (cross sectional). Hal ini mempunyai arti bahwa hasil suatu tahun tertentu dipengaruhi tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Terdapat korelasi atas data cross section apabila data di suatu tempat dipengaruhi atau mempengaruhi di tempat lain. untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin – Watson.
Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji Durbin – Watson ini dilakukan dengan mengadopsi argumen Singgih Santoso (2000), sebagai berikut: (1) Bila angka Durbin – Watson berada di bawah –2, berarti ada autokorelasi. (2) Bila angka Durbin – Watson diantara –2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. (3) Bila angka Durbin – Watson di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif.
F. Pembahasan a. Pengaruh Rutinitas Terhadap Stress Kerja Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara rutinitas terhadap stress kerja karyawan, ini berarti jika rutinitas pekerjaan yang tinggi maka akan meningkatkan stress kerja. Menurut Beehr (1995) dalam bukunya “psychological stress in the workplace” semakin meningkatnya rutinitas pekerjaan yang disebabkan oleh pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus, mendapat desakan waktu untuk selesai sesuai jadwal yang telah ditentukan serta dilaksanakan
tidak
sesuai
dengan
harapan
sehingga
berakumulasi
menyebabkan timbulnya stress kerja. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Grau et.al (2001). b. Pengaruh Konflik Peranan Terhadap Stress Kerja Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara konflik peranan terhadap stress kerja karyawan, ini berarti jika konflik peranan diantara karyawan meningkat maka akan meningkatkan stress kerja. Menurut Beehr (1995) dalam bukunya “psychological stress in the workplace” meningkatnya konflik peranan terjadi karena perbedaan kepentingan antara karyawan yang satu dengan yang lain pada bagian yang sama, antara karyawan pada bagian yang satu dengan karyawan pada bagian yang lain, antara karyawan dengan atasan dan antara karyawan kerja pada bagian yang satu dengan karyawan pada bagian yang lainnya menimbulkan konflik peranan dalam pekerjaan dan ketidakjelasan dalam gambaran pekerjaan (job description) sehingga menyebabkan stress kerja karyawan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Grau et.al (2001).
c. Pengaruh Iklim Dukungan Sosial Terhadap Stress Kerja Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara iklim dukungan sosial terhadap stress kerja karyawan, ini berarti jika berkurangnya iklim dukungan sosial maka akan meningkatkan
stress
kerja.
Menurut
Beehr
(1995)
dalam
bukunya
“psychological stress in the workplace” berkurangnya iklim dukungan sosial disebabkan karena rendahnya kepedulian pimpinan terhadap masalah pekerjaan, rumah tangga dan karir karyawan
serta kurangnya dorongan,
dukungan, pemberian sumberdaya oleh organisasi dan manajemen kepada para karyawan misalnya kurangnya training, pendidikan dan kegiatan untuk peningkatan keahlian karyawan sehingga menyebabkan meningkatnya stress kerja. Penelitian ini mendukung hasil penelitian Palmer et.al (2004) yang menyatakan bahwa stress kerja yang terjadi pada seseorang selaku individu manusia maupun sebagai karyawan suatu organisasi dapat disebabkan oleh 6 risiko potensial yaitu permintaan (demand), pengawasan (controling), dukungan (support), hubungan (relationship), peranan (role) dan perubahan (change). d. Pengaruh Otonomi Pekerjaan Terhadap Stress Kerja Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara otonomi pekerjaan terhadap stress kerja karyawan, ini menunjukkan jika otonomi pekerjaan yang diberikan kepada karyawan berkurang misalnya kurangnya kewenangan dalam menentukan banyaknya tugas yang diberikan, kewenangan dalam membuat jadwal kerja serta
kurangnya
memberikan
kesempatan
kepada
karyawan
untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan sehingga dapat meningkatkan stress kerja karyawan. Menurut Cooper dan Payne (1988) dalam bukunya stress at work mengatakan bahwa kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada seorang karyawan dan banyaknya peraturanperaturan yang berlebihan merupakan sumber potensial dari stress.
Hasil
Penelitian ini mendukung penelitian Grau et.al (2001). e. Pengaruh Rutinitas, Konflik Peranan, Iklim Dukungan Sosial dan Otonomi Pekerjaan Terhadap Stress Kerja yang dimoderasi tingkat keyakinan diri.
Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat keyakinan diri yang tinggi memperkuat pengaruh antara rutinitas dan konflik peranan, iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan terhadap stress kerja karyawan, ini berarti jika karyawan memiliki tingkat keyakinan diri yang tinggi maka rutinitas pekerjaan dan konflik peranan yang tinggi tidak akan meningkatkan stress kerja karyawan serta jika karyawan memiliki keyakinan yang tinggi dan ditunjang dengan iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan kepada karyawan maka stress kerja karyawan tidak akan terjadi tetapi jika sebaliknya karyawan memiliki keyakinan diri yang rendah dengan rutinitas pekerjaan dan konflik peranan yang tinggi serta kurangnya iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan maka dapat menimbulkan stress kerja. Hipotesis kedua dalam penelitian ini didukung. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Grau et.al (2001).
G. Penutup Berdasarkan hasil kesimpulan yang sudah dianalisis, maka dapat disimpulkan : a. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara rutinitas pekerjaan dan konflik peranan terhadap stress kerja, sehingga semakin meningkat runitinitas pekerjaan dan konflik peranan antar karyawan maka akan semakin meningkatkan stress kerja. b. Terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan terhadap stress kerja karyawan, sehingga semakin berkurangnya iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan maka akan semakin meningkatkan stress kerja karyawan. c. Keyakinan diri karyawan yang meningkat dimana kondisi runitinitas pekerjaan dan konflik peranan yang meningkat serta kurangnya iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan yang ada maka stress kerja dapat dikurangi atau bahkan tidak terjadi, tetapi jika keyakinan diri karyawan rendah atau menurun maka stress kerja akan meningkat atu terjadi. d. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara rutinitas, konflik peranan, iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan secara simultan terhadap stress kerja karyawan.
e. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara rutinitas, konflik peranan, iklim dukungan sosial dan otonomi pekerjaan yang dimoderasi dengan keyakinan diri secara simultan terhadap stress kerja karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdoolcarim, 1995, Executive Stress a Company Killer, Asian Business, P.22-26 Alex S. Nitisemito, 1992, Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Bandura, A., 1997, Self-Efficacy of Personal Agency Though the Self-Efficacy: Thought Control of Action, Berlin: Taylor & Francis , 1986, Social Fondation of Though and Action: a Social Theory, Anglewood Cliffs, New York: Prentice Hall Barnet Chait Rosalind, 2004, Work Hours a Predictor of Stress Outcomes, International Journal of Health Promotion and Education, London, Inggris Beehr, T.A, 1995, Self – efficacy : The Exercise of Control new York : Freeman , Psychological Stress in The Workplace. London: Routledge Booker Nicholas, 2004, Work – related Stress (a new framework), International Journal of Health Promotion and Education, London, Inggris Brief, A.P dan Aldag, R.J, 1998, The “ Self” in work organizations : A Conceptual Review, Academic of Management Review Cherniss, C., 1993, Role of Professional Self – Efficacy in The Etiology and Amelioration of burnout. In Schaufeli, W.B (Ed); Maslach, Ch. (Ed). Professional burnout: Recent development in Theory and Research, Series in Applied Psychology: Social issues and question, Washington, DC, USA Cooper, C.L and R. Payne, 1988, Stress at Work, Wiley & Son Inc, London Decker, A. Carol., 1998, Training Transfer: Perception of Computer Use SelfEfficacy Among University Employees, DLAE Journal Home/JVTE Home, http:/search JVTE Journal/backissues Demerouti, Evangelia., Arnold B. Bakker dan Annemieke J. Bulters, 2004, The Loss Spiral of work Pressure, Work – Home Interference and Exhaustion : Reciprocal Relation in a Three – Wave Study, Journal of Vocational Behavior Eko Sasono, 2004, Mengelola Stress Kerja, Fokus Ekonomi, Vol.2 No.2, p.122 Fakhruddin Ali Akhmad dan Asri Laksmi Riani, 2003, Moderating Effect of Locus of Control For The Relationship Between Job Stress and Strains, Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol. 10 No. 1, p. 94-107 Fendy Suharyadi, 2004, Analisis Pengaruh Locus of Control, Orientasi Tujuan Pembelajaran dan Lingkungan Kerja Terhadap Self Efficacy dan Transfer Pelatihan, Ventura, Vol.7 No. 1, p. 39 - 52
Grau , Rosa., Salanova, Marisa., Peiro Maria Jose, 2001, Moderator Effects Of Self Efficacy On Occupational Stress, Psychology in Spain, Vol. 5 No. 1 Health and Safety Executive, 2001, Tackling Work-Related Stress: a Manager’s Guide to Improving and Maintaing Employee Health and Wellbeing, Sudbury: Health and Safety Executive Husein Umar, 2002, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta Jex, S.M dan Bliese, P.D, 1999, Efficacy Beliefs as a Moderator of The Impact of Work – related Stressors : A Multilevel Study, Journal of Applied Psychology John Suprihanto, 1993, Manajemen Personalia, BPFE, Yogyakarta. Kahn, R.L and P. Byasiare, 1992, Stress in Organizations, Palo Alto, CA: Consulting Pschologists Press Kreitner, R and Kinicki, A, 2001, Organizational behavior, 5 th Edition, New York : Mc Graw – Hill Maibach, E., and Murphy., D.A, 1995, Self – Efficacy in Health Promotion Research and Practice: Conceptualization and Measurement, Health – Education Research; Vol 10 (10): p. 37 – 50 Makridakis, Spyros., S.C Wheelwright and Victor E. McGee, 2001, Metode dan Aplikasi Peramalan (Terjemahan Untung Sus Andriyanto dan Abdul Basith), Erlangga, Jakarta Motowidlo, S.J., Packard J.S and M.R Manning, 1987, Occupational Stress: Its Causes and Consequences for Job Performance, Journal of Applied Psychology Mossholder, K.V., Bedein, A.G. & A.A Armenakis, 1982, Employee organization linkages: The Psychology of commitment and turnover, New York: Academic Press Noe, R.A., Hollenbeck J.R., Gerhart B and M.W., Patrick., 2000, Human Resource Management Gaining a Competitive Advantage, Irwin Mc GrawHill Companies Palmer S, Cooper C, Thomas K, 2004, Creating a Balance : Managing Stress, London British Libriary, Inggris. Robbin, S.P, 2001, Organizational behavior, 9 th Edition, New Jersey : Prentice Hall Schaufeli, W.B., Leiter, M.P., Maslach, Ch and Jackson, S.E, 1996, Maslach Burnout Inventory – General Survey. In C. Maslach, S.E Jackson and M.P.
Leiter, The Maslach Burnout Inventory – Test manual, Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press Schellhardt, T.D, 1996, The Pressure’s On, Wall Street Journal, 1996. Sekaran, Uma, 2000, Research Methods for Business, John Wiley and Sons, Inc, New York Singgih Santoso, 2000, SPSS Statistik Multivariat, PT. Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta Sondang P. Siagian, 1990, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Gunung Agung, Jakarta. Schwarzer, R., 1999, General Perceived Self-Efficacy in 14 Cultures. Self Efficacy Assassment, http:/www.yorku.cafaculty/academic/schwarze/world 14.htm. Speier, Ch dan frese, M, 1997, Generalized Self – Efficacy as a Mediator and Moderator Between Control and Complexity at work and personal initiative : a Longitudinal Field Study in East Germany Human Performance Sugiyono, 2003, Statistik Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung. Suharsimi Arikunto, 1998, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta Spyros Makridakis, 1999, Metode dan Aplikasi Peramalan, Erlangga, Jakarta. T. Hani Handoko, 2000, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, BPFE, Yogyakarta Werther B William dan Davis Keith, Human Resources and Personnel Management, 1996, Mc Graw- Hill, New York.