PENGARUH REPUTASI UNDERWRITER, RETURN ON ASSET (ROA), DAN EARNING PER SHARE (EPS) TERHADAP UNDERPRICING SAHAM PADA INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2002-2012 Non Endey1, Supardi Nani2, Mohamad Agussalim Monoarfa3 Jurusan Manajemen Non Endey. Pengaruh Reputasi Underwriter, Return On Asset (ROA), dan Earning Per Share (EPS) terhadap Underpricing Saham pada Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia Periode 2002-2012. Di bawah bimbingan Supardi Nani, SE., M.Si dan Mohamad Agussalim Monoarfa SE., MM
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji seberapa besar pengaruh reputasi underwriter, return on asset (ROA), dan earning per share (EPS) terhadap underpricing saham pada initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia periode 2002-2012. Underpricing merupakan variabel dependen dalam penelitian ini yang diukur dengan mempresentasikan selisih antara harga penutupan hari pertama di pasar sekunder dan harga penawaran perdana dibagi harga penawaran perdana, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah reputasi underwriter, return on asset (ROA, dan earning per share (EPS). Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan sampel penelitian yang akan diteliti. Sampel penelitian terdiri dari 138 perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO) selama periode 2002-2012. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa reputasi underwriter, return on asset (ROA), dan earning per share (EPS) secara bersama-sama berpengaruh terhadap underpricing saham pada initial public offering (IPO). Secara parsial, variable return on asset (ROA) berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap underpricing saham. Sementara variabel reputasi underwriter dan earning per share (EPS) berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing saham dengan arah koefisien negatif. Besarnya pengaruh reputasi underwriter, return on asset (ROA), dan earning per share (EPS) terhadap underpricing saham adalah 15,9% sedangkan sisanya 84,1% dipengaruhi oleh variabel lain. Kata Kunci: Underpricing, Initial Public Offering, Return On Asset (ROA), Earning Per Share (EPS)
1
Reputasi
Underwriter,
Non Endey, Mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo 2 Supardi Nani SE., M.Si, Dosen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo. 3 Mohamad Agussalim Monoarfa SE,. MM, Dosen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo
PENDAHULUAN Perusahaan dalam menjalankan usahanya butuh sumber dana sebagai pembiayaan semua kegiatan perusahaan, oleh karena itu perusahaan melakukan berbagai macam strategi dalam mencari sumber dana baik itu strategi dari dalam maupun dari luar. Strategi perusahaan dalam mencari sumber dana dari luar salah satunya dengan cara melalui mekanisme penyertaan yang umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada public atau sering dikenal dengan go public. Dalam proses go public, saham yang diperdagangkan di Bursa, tapi terlebih dahulu dijual di pasar perdana. Penjualan saham pertama inilah yang dikenal dengan istilah initial public offering (Brealey, Myers, & Marcus, 2007). Initial public offering (IPO) disebut dengan penawaran primer ketika saham baru dijual untuk menggalang kas tambahan untuk perusahaan. Dalam proses go public terdapat fenomena yang menarik, yakni underpricing dan overpricing saham. Jika harga saham pada pasar perdana atau pada saat initial public offering (IPO) lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder, maka akan terjadi fenomena underpricing saham. Sebaliknya, apabila harga saat IPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder maka fenomena ini dikenal dengan overpricing saham (Hanafi, 2004). Bagi perusahaan yang mengeluarkan saham bila terjadi underpricing berarti kehilangan kesempatan untuk mendapatkan dana secara (Amelia
dan
maksimal
Saftiana, 2007; dalam Witjaksono, 2012). Para pemilik perusahaan
menginginkan agar meminimalisasi situasi underpricing. Terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran dari pemilik kepada para investor karena para investor menikmati initial return (Beatty, 1989; dalam Kristiantari, 2012). Fenomena underpricing banyak terjadi di Indonesia. Pada tahun 2002-2012 underpricing terjadi setiap tahunnya, hal ini menunjukkan bahwa harga saham di pasar perdana lebih rendah dari harga saham yang ditawarkan di pasar sekunder. Berikut ini adalah perkembangan kegiatan IPO (initial public offering) di Bursa Efek Indonesia dan underpricing IPO yang terjadi selama periode 2002-2012. Tabel 1 Perkembangan Underpricing IPO di Indonesia Tahun 2002-2012
Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2002-2012 terdapat 176 perusahaan yang melakukan IPO (initial public offering), yang diantaranya 147 perusahaan atau 83,5% mengalami underpricing, 12,5% mengalami overpricing dan 3,9% tetap. Dari tabel 1.1 juga terlihat bahwa underpricing tertinggi terjadi pada tahun 2002 yang kemudian pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan hingga pada tahun 2006-2007 mengalami kenaikan kembali. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari saham perusahaan-perusahaan di Indonesia yang melakukan penawaran perdana pada tahun 2002 hingga 2012 mengalami underpricing, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis untuk
meneliti
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
underpricing
saham.
Fenomena
underpricing ini tidak hanya terjadi di pasar modal Indonesia. Beberapa negara diantaranya yakni Amerika Serikat, Inggris, Australia, China, dan Malaysia pun juga terjadi hal yang demikian. Hal ini dipertegas oleh Ritter (1998) dalam Indrawati (2005), fenomena underpricing hampir terjadi di semua negara di dunia meskipun tingkat underpricing berbeda antar satu negara dengan negara lainnya. Menurut Husnan (1993) harga saham IPO yang underpricing adalah hasil dari ketidakpastian harga saham pada pasar sekunder. Harga saham merupakan penerimaan besarnya pengorbanan yang harus dilakukan oleh setiap investor untuk penyertaan dalam perusahaan. Tinggi rendahnya harga saham lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual tentang kondisi internal dan eksternal perusahaan (Payamta, 2000). Faktor internalnya adalah kinerja perusahaan, arus kas perusahaan, dividen, laba perusahaan, dan penjualan, sedangkan faktor eksternalnya adalah tingkat suku bunga, laju inflasi, kebijakan pemerintah, dan kondisi perekonomian. Penetapan harga saham di pasar perdana bukanlah hal yang mudah (Gumanti, 2002). Salah satu penyebab sulitnya menetapkan harga penawaran perdana adalah karena tidak adanya informasi harga yang relevan. Hal ini terjadi karena sebelum pelaksanaan penawaran perdana, saham perusahaan belum pernah diperdagangkan sehingga kesulitan untuk menilai, dan menentukan harga yang wajar. Emiten seringkali menentukan harga saham yang dijual pada pasar perdana dengan harga yang tinggi, karena menginginkan pemasukan dana semaksimal mungkin, tetapi underwriter sebagai penjamin emisi tidak menginginkan hal tersebut berusaha untuk meminimalkan risiko agar tidak mengalami kerugian akibat tidak terjualnya saham-saham yang ditawarkan. Langkah untuk dapat menghindari adanya kerugian akibat dari tingginya underpricing maka emiten menggunakan jasa underwriter dalam melakukan penjualan emisi di pasar perdana. Underwriter yang memiliki reputasi yang baik mampu menaikan harga saham dan meningkatkan kepercayaan investor untuk membeli saham yang ditawarkan pada penawaran pertama. Menurut Trisnaningsih (2005) semakin tinggi reputasi underwriter maka mencerminkan risiko
perusahaan IPO dan tingkat ketidakpastian harga saham tersebut rendah, sehingga underpricingnya pun rendah. Selain reputasi underwriter, informasi keuangan dari perusahaan merupakan sorotan utama investor. Informasi keuangan dapat dilihat pada laporan keuangan perusahaan. Menganalisis laporan keuangan dapat membantu investor dalam melakukan keputusan investasi. Ada beberapa cara untuk menganalisis laporan keuangan dengan menggunakan analisis rasio. Salah satunya adalah menganalisis rasio profitabilitas. Profitabilitas dari suatu perusahaan dapat diukur melalui return on asset (ROA) perusahaan dimana sebagai pengukur tingkat keuntungan perusahaan. Return on asset (ROA) yang tinggi berarti menunjukan efisiensi aset yang berarti efisiensi dalam manajemen (Hanafi, 2009). Semakin tinggi nilai return on asset (ROA) maka akan semakin tinggi return yang diterima perusahaan sehingga akan mengurangi underpricing (Kim et al., 1993; dalam Handayani, 2008). Earning per share (EPS) juga merupakan informasi dari segi keuangan yang akan menjadi bahan pertimbangan dari investor sebelum memutuskan untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Rasio earning per share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar return yang diperoleh investor per lembar saham (Darmaji & Fakhruddin, 2001). Earning per share (EPS) yang tinggi menandakan bahwa perusahaan tersebut mampu memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik kepada pemegang saham dan mencerminkan bahwa kinerja perusahaan itu baik, sehingga hal ini akan mendorong investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Apabila earning per share (EPS) tinggi, akan semakin banyak investor yang akan membeli saham tersebut sehingga harga saham tinggi (Russel dan Farrel,1987; dalam Dharmastuti, 2004). Hal ini dapat menurunkan underpricing yang terjadi (Yen Sun, 2009). Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang โPengaruh Reputasi Underwriter, Return On Asset (ROA), dan Earning Per Share (EPS) terhadap Underpricing Saham pada Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia Periode 2002-2012โ.
IDENTIFIKASI MASALAH Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut. 1. Fenomena underpricing saham yang setiap tahunnya sering terjadi yang mengakibatkan emiten kehilangan kesempatan memperoleh dana secara maksimal dari IPO saham pada tahun 2002-2012. 2. Dalam penggunaan jasa underwriter, emiten mempunyai penilaian tersendiri, karena jika menggunakan jasa underwriter yang memiliki reputasi yang baik, dapat
menaikan harga saham dan meningkatkan kepercayaan investor untuk membeli saham pada saat IPO sehingga dapat mempengaruhi underpricing. 3. Return on asset (ROA) dan earning per share (EPS) yang tinggi dapat menarik minat investor untuk membeli saham pada saat IPO sehingga dapat mencegah terjadinya underpricing.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh reputasi underwriter, return on asset (ROA), dan earning per share (EPS) terhadap underpricing saham pada penawaran saham perdana di Bursa Efek Indonesia periode 2002-2012?
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS Initial Public Offering (IPO) Perusahaan dikatakan go public jika menjual sahamnya langsung kepada masyarakat melalui pasar perdana dimana dalam pasar perdana terjadi proses penawaran umum perdana surat berharga (Sutrisno, 2009). Penawaran umum perdana (initial public offering) merupakan penawaran saham perusahaan untuk pertama kalinya (Jogiyanto, 2007). Menurut Fabozzi dan Modigliani (2003) โIPOs are typically common stock offerings issued by companies that had not previously issued common stock to the publicโ. Jadi initial public offering (IPO) merupakan penawaran saham untuk pertama kalinya yang dilakukan oleh perusahaan yang ingin go public atau menjadi milik masyarakat.
Underpricing Yoga (2009) underpricing adalah keadaan dimana harga saham pada saat penawaran perdana lebih rendah dibandingkan pada saat diperdagangkan di pasar sekunder. Menurut Yolana dan Martani (2005), underpricing sebagai selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Bagi perusahan yang mengalami underpricing berarti perusahaan tersebut gagal mendapatkan kesempatan untuk memperoleh dana yang maksimal. Sedangkan bagi investor, underpricing berarti investor mendapatkan return awal atau initial return atas perjualan saham perdana. Handayani (2008) menjelaskan bahwa underpricing adalah hasil dari ketidakpastian harga saham pada pasar perdana. Ketidakpastian ini dikarenakan karena adanya ketidakseimbangan informasi antara pihak underwriter dengan pihak emiten yang biasa disebut asymmetry information. Emiten yang merupakan pihak yang membutuhkan dana
tentunya berkeinginan harga saham di pasar perdana lebih tinggi daripada harga saham di pasar sekunder, tetapi underwriter sebagai penjamin emisi menginginkan harga yang rendah demi meminimalkan risiko akibat tidak terjualnya saham tersebut di pasar perdana. Harga saham pada pasar perdana ditentukan atas dasar kesepakatan antara emiten dan underwriter. Sedangkan harga saham di pasar sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham atau biasanya disebut mekanisme pasar. Antara emiten dan underwriter terjadi ketidakseimbangan informasi. Informasi yang dimiliki oleh underwriter lebih banyak, dan menggunakan ketidaktahuan emiten tersebut untuk memperkecil risiko. Kondisi ini yang menyebabkan undepricing terjadi. Oleh karena itu, emiten perlu mengetahui situasi pasar sebelum melakukan IPO, agar perusahaan tidak akan mengalami underpricing. Besarnya underpricing dihitung menggunakan rumus (Kunz dan Aggarwal, 1994 ;dalam Rachmawati, 2007): ๐โ โ ๐โ ๐ผ๐๐
๐๐๐๐๐๐๐๐ = ( ) ๐ฑ ๐๐๐% ๐โ Keterangan: Pโ= harga penawaran perdana Pโ= harga penutupan
Reputasi Underwriter Menurut Fahmi & Hadi (2009), underwriter adalah penjamin emisi bagi setiap perusahan yang akan menerbitkan sahamnya di pasar modal. Sedangkan menurut Samsul (2006) penjamin emisi (underwriter) adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. Underwriter juga merupakan pihak yang berpengaruh terhadap penetapan harga perdana, karena dalam proses terbentuknya harga perdana (primary price) terjadi proses tawar menawar antara underwriter dan emiten. Pada dasarnya harga perdana adalah harga saham yang ditawarkan kepada masyarakat, yang merupakan harga kesepakatan antara emiten dan underwriter. Underwriter memiliki tiga fungsi utama pada saat proses penawaran saham perdana (Hartono, 1998; dalam Saputro, 2005), yakni sebagai pemberi saran kepada perusahaan yang akan melakukan go public (advisory function), sebagai penjamin penjualan saham perdana dan bersedia membeli sisa sekuritas yang tidak terjual (underwriting function), dan sebagai pemasar saham kepada investor (marketing function). Pada umumnya dalam penggunaan jasa penjamin emisi (underwriter) bukanlah hal yang mudah. Salah satu faktor pertimbangan berhasilnya IPO adalah reputasi underwriter. Pendapat ini di dukung oleh Ivo Welch dan Jay Ritter (2002) yang mengemukakan bahwa
underwriter yang bereputasi tinggi lebih berpengalaman, dan profesional dalam menangani IPO perusahaan. Penjamin emisi (underwriter) merupakan penghubung yang mempertemukan antara emiten dan pemodal (Gitosudarmo & Basri, 2002). Tujuan penjamin emisi adalah meneliti, menilai secara menyeluruh atas kemampuan dan prospek emiten serta ikut menentukan harga saham yang diemisikan. Tanggung jawab penjamin emisi terhadap suatu emisi tergantung pada bentuk perjanjian yang disepakati antara penjamin emisi dan emiten. Bentuk perjanjian antara penjamin emisi (underwriter) dengan emiten sebagai berikut (Gitosudarmo & Basri, 2002). 1. Perjanjian emisi dengan kesanggupan penuh (full commitment) Penjamin emisi, selain menyanggupi untuk penawaran efek kepada masyarakat, juga menyanggupi untuk membeli sendiri efek-efek yang tidak habis terjual. 2. Penjamin emisi dengan kesanggupan siaga (stand by commitment) Dalam perjanjian emisi mempunyai kewajiban untuk menawarkan efek sebaik-baiknya, dan apabila tidak habis terjual penjamin emisi sanggup membelinya dengan harga tertentu sesuai dengan syarat yang diperlukan. 3. Perjanjian emisi dengan kesanggupan terbaik (best effort) Dalam perjanjian ini, penjamin emisi hanya mempunyai kewajiban untuk menawarkan efek dengan sebaik-baiknya, dan apabila tidak habis terjual maka efek tersebut dikembalikan kepada emiten.
Return On Asset (ROA) Informasi mengenai tingkat profitabilitas perusahaan merupakan informasi penting bagi investor dalam membuat keputusan investasi (Kim et al., 1993; dalam Handayani, 2008). Semakin besar tingkat keuntungan menunjukan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan (Sutrisno, 2009). Pengukuran profitabilitas perusahaan menggunakan return on asset (ROA) sebagai pengukur tingkat keuntungan perusahaan. Return on asset (ROA) adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset tertentu (Hanafi, 2012). Menurut Sartono (2001) return on asset (ROA) merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dari aktiva yang dipergunakan. ROA yang tinggi akan berarti perusahaan profitable, sehingga kemungkinan harga saham akan tinggi (Husnan dan Pujiastuti, 2004). Adapun rumus return on asset (ROA) adalah sebagai berikut:
๐๐๐ =
๐ฌ๐๐๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐๐ ๐ป๐๐ (๐๐๐) ๐๐จ๐ญ๐๐ฅ ๐จ๐๐๐๐๐
(Husnan dan Pujiastuti, 2004)
Earning Per Share (EPS) Membeli saham berarti membeli prospek perusahaan, yang tercermin pada laba per saham. Jika laba per saham lebih tinggi, maka prospek perusahaan lebih baik, sementara laba per saham lebih rendah berarti kurang baik, dan laba per saham negatif berarti tidak baik (Samsul, 2006). Menurut Fahmi (2013) earning per share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki. Informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan (Tandelilin, 2010). Investor cenderung lebih memilih membeli saham perusahaan dengan nilai EPS yang tinggi. EPS yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu memberikan tingkat kesejahteraan yang menjanjikan. Munawir (2004) laba perlembar saham digunakan sebagai indikator laba yang yang diperhatikan oleh investor yang merupakan angka dasar yang diperlukan. Senada dengan Munawir, Sartono (2001) menjelaskan para pemegang saham biasa dan calon investor sangat tertarik pada EPS yang tinggi, karena saham dengan EPS yang tinggi merupakan tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan. Syamsuddin (2007) menambahkan, EPS yang besar merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham perusahaan dengan harapan agar memperoleh deviden dan capital gain. Sutrisno (2009) menjelaskan kadang-kadang pemilik menginginkan data mengenai keuntungan yang diperoleh untuk setiap lembar sahamnya. Earning per share atau laba per lembar saham merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham pemilik. Laba yang digunakan sebagai ukuran laba bagi pemilik atau earning after tax (EAT). Menghitung earning per share dapat diformulasikan sebagai berikut.
๐๐๐ =
๐ฌ๐๐๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐๐ ๐ป๐๐ ๐๐ฎ๐ฆ๐ฅ๐๐ก ๐๐๐ฆ๐๐๐ซ ๐๐๐ก๐๐ฆ
Sutrisno (2009)
KERANGKA PEMIKIRAN Fenomena underpricing saham pada initial public offering telah menjadi hal yang lumrah, karena setiap tahunnya selama periode 2002-2012 setiap tahunnya terjadi. Underpricing adalah keadaan dimana suatu harga saham pada saat penawaran perdana lebih rendah dibandingkan pada saat diperdagangkan di pasar sekunder. Beatty dan Ritter (1986) dalam Daljono (2000). menyebutkan bahwa underpricing dapat terjadi karena adanya asimetri informasi. Asimetri informasi merupakan keadaaan ketika para pihak yang terlibat di dalam proses IPO, yaitu underwriter, investor, dan emiten tidak memiliki infomasi yang seragam. Underwriter adalah penjamin emisi saham sekaligus pihak yang ikut berperan dalam
penetapan harga saham saat IPO selain emiten itu sendiri. Saat melakukan IPO, emiten mengeluarkan prospektus yang didalamnya berisi laporan keuangan. Laporan keuangan inilah yang menjadi alat penentu investor dalam melakukan keputusan investasi. Dengan melihat profitabilitas melalui return on asset (ROA), dan earning per share (EPS) yang tinggi yang terdapat pada laporan keuangan, dapat meyakinkan kepercayaan investor akan modal yang ditanamkan pada perusahaan tersebut. Sehingga akan dapat mempengaruhi underpricing saham IPO. Penelitian tentang undepricing saham telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang beragam. Khusus penelitian ini, peneliti menggunakan tiga variabel yang diduga mempengaruhi underpricing saham, yakni reputasi underwriter, return on asset (ROA), dan earning per share (EPS). Adapun kerangka pikir dari penelitian ini dijelaskan pada skema sebagai berikut: Gambar 1 Kerangka Pikir
HIPOTESIS Menurut Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (2010), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya. Berdasarkan latar belakang, tinjauan teoritis dan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Diduga terdapat pengaruh reputasi underwiter terhadap underpricing saham pada initial public offering (IPO). 2. Diduga terdapat pengaruh return on asset (ROA) terhadap underpricing saham pada initial public offering (IPO). 3. Diduga terdapat pengaruh earning per share (EPS) terhadap underpricing saham pada initial public offering (IPO). 4. Diduga terdapat pengaruh secara simultan reputasi underwiter, return on asset (ROA), dan earning per share (EPS) terhadap underpricing saham pada initial public offering (IPO).
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder, yang bersumber dari data eksternal yang diperoleh melalui media internet. Daftar perusahaan IPO tahun 2002-2012 diambil dengan mengakses situs Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan situs www.e-bursa.com. Namanama penjamin emisi (underwriter) diambil dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2002-2012, data-data keuangan masing-masing perusahaan diambil dari laporan keuangan publikasi tahunan perusahaan-perusahaan, dan reputasi underwriter diambil dari daftar top 5 underwriter tahun 2002-2012 versi Koran Investor yang di ambil dari Kristiantari (2012) serta data Statistik Bursa Efek Indonesia dengan mengakses www.idx.co.id. Penelitian ini direncanakan oleh peneliti berlangsung selama ยฑ4 Bulan, yakni bulan November, Desember, Januari, dan Februari yang mencakup semua langkah-langkah penelitian mulai dari perisapan sampai pelaksanaan penelitian. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Selanjutnya untuk pendekatannya digunakan pendekatan asosiatif kausal, yakni penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan sebab akibat dari antara berbagai variabel (Erlina, 2008). Penelitian ini bertujuan menjelaskan pengaruh variabel bebas, dalam hal ini variabel bebas yaitu reputasi underwriter (X1), return on asset (X2), earning per share (X3) terhadap variabel terikat yaitu underpricing (Y). Adapun desain penelitiannya, dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2 Desain penelitian
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO) dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2002-2012, dengan menggunakan kriteria perusahaan yang mengalami underpricing. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling, yakni teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007).
Tabel 2 Populasi Penelitian
Tabel 3 Sampel Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Statistik Deskriptif Tabel 4 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Statistic
Statistic
Statistic
Mean Statistic
Std. Deviation
Std. Error
Statistic
Underpricing
138
.01
.79
.3143
.02067
.24276
ROA
138
.00
.59
.0574
.00566
.06650
EPS
138
.12
2,400.00
78.0640
20.23546
237.71284
Valid N (listwise)
138
Pada penelitian ini, peneliti memperoleh 138 perusahaan dari 176 perusahaan yang melakukan IPO selama periode 2002-2012 dan mengalami underpricing. Daftar perusahaan yang mengalami underpricing selama 2002-2012. Berdasarkan tabel di atas, rata-rata underpricing saham pada perusahaan-perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO) selama periode 2002-2012 sebesar 31,43%. Underpricing saham terbesar terjadi pada perusahaan Rukun Rahardja Tbk. sebesar 79%, sedangakan underpricing saham terendah terjadi pada perusahaan Elang Mahkota Teknologi Tbk. dan MNC Sky Vision Tbk. yang hanya mengalami underpricing saham sebesar 1%. Rata-rata nilai return on asset (ROA) pada perusahaan-perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO) selama periode 2002-2012 sebesar 5,74%. Nilai return on asset (ROA) tertinggi sebesar 59% pada Skybee Tbk dan nilai return on asset (ROA) terendah pada Evergreen Invesco Tbk pada Evergreen Invesco Tbk sebesar 0,00%, Bekasi Asri Pemula Tbk sebesar 0,00%, dan Bukit Darmo Property Tbk sebesar 0,00%. Rata-rata earning per share (EPS) dari perusahaan-perusahaan yang initial public offering (IPO) selama periode 2002-2012 sebesar 78,06. Nilai earning per share (EPS) tertinggi sebesar 2400 pada Sanex Qianjiang Motor Indonesia Tbk dan nilai earning per share (EPS) terendah pada Gozco Plantations Tbk. sebesar 0,12. Tabel 5 Reputasi Underwriter Kategori Underwriter
Jumlah Perusahaan yang Ditangani
Rata-Rata Undepricing
Bereputasi
29
14.50%
Tidak Bereputasi
109
35.94%
Total
138
Dari tabel di atas terlihat bahwa selama tahun 2002-2012 sebanyak 29 perusahaan ditangani oleh underwriter yang bereputasi sedangkan sisanya sebanyak 109 perusahaan ditangani oleh underwriter yang tidak bereputasi. Dalam proses IPO tersebut, rata-rata underpricing yang dialami oleh perusahaan yang ditangani oleh underwriter profesional hanya sebesar 14,50%, sedangkan untuk perusahaan yang ditangani oleh underwriter yang tidak bereputasi underpricingnya jauh lebih besar yakni mencapai 35,49%.
Pengujian Asumsi Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian (Santoso, 2000). Hasil pengujian normalitas dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows adalah sebagai berikut:
Tabel. 6 Hasil Analisis Pengujian Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b Most Extreme Dif f erences
Tingkat Underpricing 138 31.4354 24.23814 .138 .138 -.108 1.618 .011
Mean Std. Dev iat ion Absolute Positiv e Negativ e
Kolmogorov -Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated f rom data.
Hasil analisis di atas menunjukkan nilai koefisien Kolmogorov Smirnov (KS) untuk pengujian normalitas variabel pembiayaan sebesar 1,618. Adapun nilai Z tabel pada tingkat signifikansi 5% adalah sebesar 1,96. Jika kedua nilai ini dibandingkan, maka nilai Kolmogorov-Smirnov (KS) yang diperoleh masih lebih kecil dari nilai Z-tabel sehingga H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data underpricing saham yang IPO selama tahun 2002-2012 telah berdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel bebas. Cara mendeteksi multikolinearitas dengan pengujian statistik adalah dengan meneliti nilai Variance Inflation Factor (VIF). Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunya nilai VIF disekitar angka 1 dan angka tolerance mendekati 1. Batas VIF adalah 10. Jika nilai VIF di bawah 10, maka tidak terjadi gejala multikolinearitas atau sebaliknya (Gujarati, 2003). Tabel 7 Hasil Uji Multikoloniearitas Coefficientsa
Model 1
Reputasi Underwriter Nilai Return On Asset Nilai Earning Per Share
Collinearity Statistics Tolerance VIF .999 1.001 .996 1.004 .996 1.004
a. Dependent Variable: Tingkat Underpricing
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh ternyata dari tiga variabel (reputasi underwriter, ROA dan EPS) yang diamati, semuanya memiliki nilai VIF yang lebih kecil dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi yang dibangun tidak terjadi gejala multikolinearitas antara variabel bebasnya.
Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi non-autokorelasi. Hal ini disebabkan karena adanya korelasi antar gangguan/error pada setiap pengamatan. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut (Makridakis dkk, 1991): ๏ Jika nilai: 1.65 < DW < 2.35 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi. ๏ Jika nilai: 1.21 < DW < 1.65 atau 2.35 < DW < 2.79, tidak dapat diambil kesimpulan. ๏ Jika nilai: DW < 1.21 atau DW > 2.79, maka dapat disimpulkan terjadi autokorelasi. Hasil analisis dengan SPSS adalah sebagai berikut: Tabel 8 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model 1
R .399a
R Square .159
Adjusted R Square .140
St d. Error of the Estimate 22.47513
DurbinWat son 1.673
a. Predictors: (Constant), Nilai Earning Per Share, Reputasi Underwriter, Nilai Return On Asset b. Dependent Variable: Tingkat Underpricing
Dari hasil analisis di atas diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1,673. Nilai ini berada pada interval 1,65< DW < 2,35 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam data tidak terjadi gejala autokorelasi.
Uji Heterokedastisitas Heteroskedastisitas merupakan pelanggaran dari asumsi homoskedastisitas (semua gangguan/disturbance yang muncul dalam model persamaan regresi bersifat homoskedastik atau mempunyai varians yang sama pada tiap kondisi pengamatan). Cara mengetahui ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas, maka dilakukan dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen yang dikenal sebagai uji Glejser (Gujarati, 2003). Persamaan regresi yang dipakai dalam hal ini adalah: โUtโ= ฮฑ + ฮฒXt + vt Hasil olah data pengujian heteroskedastisitas dengan metode Glejser sebagai berikut: Tabel 9 Hasil Uji Heteroskedastisitas ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 2869.448 13139.028 16008.477
df 3 134 137
Mean Square 956.483 980.524
F .975
Sig. .726a
a. Predictors: (Const ant), Nilai Earning Per Share, Reputasi Underwriter, Nilai Return On Asset b. Dependent Variable: abs_res
Hasil pengujian menunjukkan nilai F-hitung sebesar 0,975 dengan nilai signifikansi sebesar 0,726. Nilai signifikansi ini lebih besar dari nilai alpha yang digunakan sehingga H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, variabel dalam model tidak menyebabkan terjadinya gejala heteroskedastisitas dalam model.
Analisis Regresi Berganda Teknik analisis regresi yang digunakan adalah dengan menggunakan model regresi linear berganda dengan menggunakan dummy variable. Teknik ini digunakan karena salah satu variabel bebas yang dianalisis, yakni variabel reputasi underwriter, berbentuk kategori. Hasil analisis regresi dengan menggunakan bantuan SPSS adalah sebagai berikut: Tabel 10 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Coeffi ci entsa
Model 1
(Constant) Reputasi Underwriter Nilai Return On Asset Nilai Earning Per Share
Unstandardized Coef f icients B St d. Error 38.888 2.734 -21.091 4.699 -.318 .266 -.014 .008
St andardized Coef f icients Beta
t 14.223 -4.489 -1.198 -1.690
-.356 -.095 -.134
Sig. .000 .000 .233 .093
a. Dependent Variable: Tingkat Underpricing
Persamaan yang dapat diturunkan dari hasil analisis yang dirangkum dari tabel adalah: ลถ= a+รโX1+ ร2X2+ ร3X3+e ลถ= 38,888 - 21,091X1 - 0,318X2 - 0,14X3 + e Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa ketiga variabel, yakni reputasi underwriter, return on asset (ROA), dan earning per share (EPS) memiliki pengaruh negarif terhadap underpricing saham pada perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO periode 2002-2012.
Uji T Pengujian signifikansi pengaruh setiap variabel akan menggunakan uji-t. Hasil analisis dengan SPSS untuk uji signifikansi pengaruh setiap variabel adalah sebagai berikut: Tabel 11 Hasil Uji T Coefficientsa
Model 1
(Constant) Reputasi Underwriter Nilai Return On Asset Nilai Earning Per Share
Unstandardized Coeff icients B Std. Error 38.888 2.734 -21.091 4.699 -.318 .266 -.014 .008
a. Dependent Variable: Tingkat Underpricing
Standardized Coeff icients Beta -.356 -.095 -.134
t 14.223 -4.489 -1.198 -1.690
Sig. .000 .000 .233 .093
Hasil uji t pada tabel di atas, menunjukkan nilai signifikansi untuk variabel untuk variabel reputasi underwriter (X1) sebesar 0,000, return on asset (X2) sebesar 0,233, dan earning per share (X3) sebesar 0,093. Angka-angka ini jika dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan sebesar 5% maka reputasi underwriter memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing saham karena nilai signifikansi yang diperoleh masih lebih kecil dari alpha. Return on asset (ROA) tidak berpengaruh signifikan karena nilai signifikansi yang diperoleh masih lebih besar dari alpha. Earning per share (EPS) memiliki nilai signifikansi lebih besar dari alpha 5% sehingga tidak memiliki pengaruh, namun bila menggunakan alpha 10% maka nilai signifikansi yang diperoleh masih lebih kecil sehingga dengan demikian pada tingkat kepercayaan 90% dapat disimpulkan bahwa nilai EPS yang dimiliki perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing saham.
Uji F Pengujian ini untuk dimaksudkan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh yang signifikan antara reputasi underwriter, return on asset (ROA), dan earning per share (EPS) secara simultan terhadap underpricing saham. Hasil pengujian dengan menggunakan SPSS adalah sebagai berikut: Tabel 12 Hasil Uji F ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 12798.200 67687.597 80485.797
df 3 134 137
Mean Square 4266.067 505.131
F 8.445
Sig. .000a
a. Predictors: (Const ant), Nilai Earning Per Share, Reputasi Underwriter, Nilai Return On Asset b. Dependent Variable: Tingkat Underpricing
Berdasarkan hasil analisis di atas diperoleh nilai F-hitung sebesar 8,445 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Jika dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan yakni sebesar 0,05 maka nilai signifikansi yang diperoleh masih lebih kecil sehingga H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, variabel reputasi underwriter, ROA, dan EPS secara bersama-sama berpengaruh terhadap underpricing saham yang IPO selama tahun 2002-2012.
Koefisien Determinasi Nilai koefisien determinasi mencerminkan besarnya pengaruh perubahan variabel bebas dalam menjalankan perubahan pada variabel terikat secara bersama-sama, dengan tujuan untuk mengukur kebenaran dan kebaikan hubungan antar variabel dalam model yang digunakan (Ghozali, 2001). Hasil analisis untuk nilai koefisien determinasi untuk model
regresi antara reputasi underwriter, ROA dan EPS dengan underpricing saham dari perusahaan yang IPO selama tahun 2002-2012 adalah sebagai berikut: Tabel 13 Hasil Koefesien Determinasi Model Summary Model 1
R R Square .399a .159
Adjusted R Square .140
Std. Error of the Estimate 22.47513
a. Predictors: (Constant), Nilai Earning Per Share, Reputasi Underwriter, Nilai Return On Asset
Berdasarkan hasil estimasi model persamaan regresi di atas diperoleh nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0,159. Nilai ini berarti bahwa sebesar 15,9% underpricing saham dari perusahaan yang IPO selama tahun 2002-2012 dipengaruhi oleh reputasi underwriter yang menangani proses IPO serta nilai ROA dan EPS yang dimiliki. Adapun pengaruh dari variabel lain terhadap terjadinya underpricing saham cukup besar yakni mencapai 84,1%. Sedangkan untuk pengaruh masing-masing variabel secara parsial terhadap underpricing saham dari perusahaan yang IPO selama tahun 2002-2012 dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 14 Hasil Uji secara Parsial Coeffici entsa
Model 1
Reputasi Underwrit er Nilai Return On Asset Nilai Earning Per Share
Zero-order -.361 -.111 -.148
Correlations Part ial -.362 -.103 -.144
Part -.356 -.095 -.134
a. Dependent Variable: Tingkat Underpricing
PEMBAHASAN Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap Underpricing Saham pada Initial Public Offering (IPO) Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari reputasi yang dimiliki oleh underwriter terhadap underpricing dari saham-saham yang melakukan IPO selama tahun 2002-2012. Koefisien regresi yang diperoleh untuk variabel ini adalah sebesar -21,091. Koefisien regresi ini mengindikasikan bahwa rata-rata underpricing saham yang ditangani oleh underwriter yang bereputasi lebih rendah 21,09% dibanding underpricing dari saham-saham yang ditangani oleh underwriter yang tidak bereputasi. Adapun pengaruh dari reputasi underwriter terhadap underpricing saham secara parsial adalah sebesar (-0,362)2 x 100% = 13,10%.
Pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap Underpricing Saham pada Initial Public Offering (IPO) Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari nilai return on asset (ROA) yang dimiliki perusahaan terhadap underpricing dari saham-saham yang melakukan IPO selama tahun 2002-2012. Koefisien regresi untuk variabel ROA sebesar -0,318 menunjukkan bahwa terjadi pengaruh yang negatif dari ROA terhadap underpricing akan tetapi tidak signifikansi karena nilai signifikansi sebesar 0,233 lebih besar dari nilai alpha 0,05. Adapun pengaruh dari nilai ROA yang dimiliki perusahaan terhadap underpricing saham secara parsial adalah sebesar (-0,103)2 x 100% = 1,06%.
Pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap Underpricing Saham pada Initial Public Offering (IPO) Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari nilai EPS yang dimiliki perusahaan terhadap underpricing dari saham-saham yang melalukan IPO selama tahun 2002-2012. Koefisien regresi untuk variabel EPS yang sebesar -0,014 menunjukkan bahwa terjadi pengaruh yang negatif dari EPS terhadap underpricing. Adapun pengaruh dari nilai EPS yang dimiliki perusahaan terhadap underpricing saham secara parsial adalah sebesar (-0,144)2 x 100% = 2,07%.
Pengaruh Reputasi Underwriter, Return On Asset (ROA), dan Earning Per Share (EPS) terhadap Underpricing Saham pada Initial Public Offering (IPO) Hasil penelitian hipotesis menunjukkan bahwa terjadi pengaruh secara simultan antara reputasi underwriter, return on asset (ROA), dan earning per share (EPS) terhadap underpricing saham pada initial public offering (IPO). Hasil ini ditunjukkan dari hasil analisis uji F, yang diperoleh nilai F-hitung sebesar 8,445 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Jika dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan yakni sebesar 0,05 maka nilai signifikansi yang diperoleh masih lebih kecil sehingga reputasi underwriter, return on asset (ROA), dan earning per share (EPS) berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham.
PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: 1.
Secara parsial, reputasi underwriter memiliki pengaruh negatif secara siginifikan terhadap underpricing saham. Hal ini dilihat dari t-hitung sebesar (-4,489) dan nilai signifikansi sebesar 0,000.
2.
Secara parsial, return on asset (ROA) memiliki pengaruh negatif namun tidak siginifikan terhadap underpricing saham. Hal ini dilihat dari t-hitung sebesar (-1,198) dan nilai signifikansi sebesar 0,233.
3.
Secara parsial, earning per share (EPS) memiliki pengaruh negatif secara siginifikan terhadap underpricing saham. Hal ini dilihat dari t-hitung sebesar (-1,690) dan nilai signifikansi sebesar 0,093.
4.
Secara simultan reputasi underwriter (X1), return on asset (X2), dan earning per share (X3) berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham (Y), hal ini dilihat dari nilai F-hitung sebesar 8,445 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Untuk para investor, sebelum memutuskan untuk membeli saham suatu perusahaan sebaiknya memperhatikan kondisi fundamental keuangan perusahaan. Selain itu, khusus untuk investasi di pasar perdana (IPO), faktor yang harus diperhatikan adalah reputasi penjamin emisi (underwriter) yang menangani proses IPO perusahaan. 2.
Melihat masih besarnya pengaruh variabel lain terhadap underpricing saham maka untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi underpricing saham seperti kondisi makro, kondisi bursa regional, dan faktor fundamental lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. 2001. Pengantar Pasar Modal . Cet. III. Jakarta: Rineke Cipta. Astuti, Asih Yuli., & Syahyunan. (2013). Pengaruh Variabel Keuangan Dan Non Keuangan Terhadap Underpricing Pada Saham Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering Di Bursa Efek Indonesia. Media Informasi Manajemen Vol. 1 No. 4, 2013. Brealey, Myers, dan Marcus. 2007. Dasar-dasar Manajemen Keuangan Perusahaan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Burhan, Bungin. 2005. Metedologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media. Chastina, Yolana dan Martani. 2005. Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana Di BEJ 1994-2001, Simposium Nasional Akuntansi VIII: KAKPM 33, Hal 538-553. Daljono.2000. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham. Makalah Seminar, Seminar Nasional Akuntansi Tahun 2000.
Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. 2001. Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Dharmastuti, Fara. 2004. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Keuangan Terhadap Harga Saham Perusahaan Go Publik di BEJ. Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya, Jakarta: Jurnal Manajeman Vol.1 No.1. Erlina. 2008. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Kedua, USU. Fabozzi, Frank J., and Modigliani, Franco. 2003. Capital Market: Institutions and Instruments. Prenctice Hall, Third Edition. Fahmi, Irham. 2013. Manajemen Investasi (Teori dan Soal Jawab). Salemba Empat: Jakarta Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, N.D. 2003. Basic Econometrics. 4th ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Gumanti, Tatang Ari. 2001. Earning Management dalam Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Volume 4 No.2, Mei. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia. Hanafi, Mamduh M. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE. Handayani, S. R. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana (Studi Kasus pada Perusahaan Keuangan yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2006), Tesis Magister Manajemen, Semarang: Program Pascasarjana UNDIP. Hartono, J. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Keenam. Yogyakarta: BPFEYogyakarta. http://www.idx.co.id/Home/Information/ForCompany/HowToBeaListedCompany /tabid/177/language/id-ID/Default.aspx diunduh pada tanggal 18 September 2014. http://www.idx.co.id/id-id/beranda/tentangbei/sejarah.aspx di unduh pada tanggal 14 Januari 2015. https://www.e-bursa.com/index.php/ipo/ipo_stock_performance di akses 18 September 2014. Husnan, Suad. 1993. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi Ketiga. Yogyakarta:UPPโAMP YKPN. Husnan, Suad & Pudjiastuti, Enny. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta : UPP AMP YKPM. Indrawati, Novita. 2005. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana. Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 5, No. 1 : 1-11. Indriyo, Gitosudarmo dan Basri. 2002. Manajemen Keuangan. BPFE: Yogyakarta.
Indonesian Capital Market Directory. 2002, 2003. 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012 Institute for Economics & Financial Reseach. Irham Fahmi & Yovi L Hadi. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Bandung: Alfabeta. Jogiyanto. 2007. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Kelima. Yogyakarta : BPFE Fakultas Ekonomi UGM. Kristiantari, I Dewa Ayu. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Perdana di Bursa Efek Indonesia. Tesis Magister Akuntansi, Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Makridakis, dkk. 1991. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta: Erlagga. Martani, D. 2003. Pengaruh Informasi Selama Proses Penawaran Terhadap Intial return Perusahaan yang Listing di BEJ tahun 1990-2000. Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya. Misnen, Ardiansyah. 2003. Pengaruh Variabel Keuangan Terhadap Return Awal dan Return 15 Hari Setelah IPO di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VI, 360-381. Munawir, S. 2004. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty Nugraheni, Rizki. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Program Sarjana Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Payamta. 2000. Pengaruh Variabel-Variabel Keuangan dan Signaling terhadap Penentuan Harga Saham di Bursa Efek Jakarta. JAAL. Vol 4.No. 2. Puspitasari, Dian. 2008. Analisis Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana. Skripsi. FE UNS. Rachmawati, D. 2007. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Tingkat Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana Di Bursa Efek Jakarta. Skripsi Diterbitkan. Semarang. Universitas Negeri Semarang. Ritter, Jay R. and Ivo Welch. 2002. A Review of IPO Activity, Pricing and Allocations; Journal of Finance, Vol. 57, No. 4; pp. 1795 โ 1828. Samsul, M. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio, Edisi kedelapan, Jakarta: Erlangga. Santosa, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Edisi Ke-empat. Jakarta : Elex Media Komputindo. Saputro, Hari Guntoro Ridha. 2005. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Dalam Initial Public Offering Di Indonesia. Skripsi. FE UNS. Sari, Ardhini Yuma.2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana. Jurnal Ekonomi, Volume 3. Sartono, R. Agus. 2001. Manajemen Keuangan (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: BPFE.
Scott. William R, 2000, Financial Accounting Theory, Prentice-Hall International, Inc
Setianingrum, Roskarina dan K. Tjilik Suwito. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Perusahaan yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta (Studi Empiris pada Perusahaan yang Melakukan Listing di BEJ tahun 200 โ 2004). Fokus Manajerial Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 6 (1). Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R. Bandung: Alfabeta. Sutrisno. 2009. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi . Yogyakarta: Ekonisia Syamsuddin. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan. Konsep Aplikasi dalam Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Tandelilin, E. 2010. Portofolio dan Investasi, Edisi pertama. Yogyakarta: Kanisius. Trisnaningsih,S. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Akuntansi dan keuangan, Vol. 4, No. 2, September:195-210. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Indonesia Bab I Pasal I, (http://www.idx.co.id/idid/beranda/informasi/bagiinvestor/pengantarpasarmodal.aspx, diunduh 8 September 2014). Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Makalah, Laporan Penelitian. Edisi Kelima. Malang: Biro Administrasi Akademik, Perencanaan, dan Sistem Informasi bekerjasama dengan Penerbit Universitas Negeri Malang. Widayani, Yasa. 2013. Tingkat Underpricing dan Reputasi Underwriter. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol 4, No 1. Widjaja, Gunawan dan Wulandari Risnamanitis. 2009. Go Public dan Go Private di Indonesia. Jakarta: Kencana. Witjaksono,L.S.2012.Analisis Faktor-faktor Keuangan yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2002-2010. Berkala Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, Vol 1, No 1. Yamin, S, Lien & Kurniawan, R. 2011. Regresi dan Korelasi dalam Genggaman Anda. Jakarta: Salemba Empat. Yasa, Wirawan Gerianta (2008). Penyebab Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Akuntansi Bisnis, Vol.3, No. 2 Juli 2008. Yensun, Hartini. 2013. Analisis Pengaruh Faktor Keuangan dan Non Keuangan terhadap Tingkat Underpricing pada Saat Initial Public Offering (Studi Empiris pada Perusahaan-perusahaan di Indonesia dan di Singapura). Jurnal Akuntansi UBN. Tidak Dipublikasikan.