PENGARUH RASIO CAMEL DAN RISIKO PERBANKAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN PERBANKAN (Studi pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI)
SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti sidang skipsi guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Tetty Purwasih Simangunsong 094020158
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2013
PENGARUH RASIO CAMEL DAN RISIKO PERBANKAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN PERBANKAN (Studi pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI)
SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syara sidang skipsi guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Bandung, April 2013
Mengetahui,
Pembimbing
Dr. H. Sasa S Suratma,S.E.,M.Sc.
Dekan
Dr. H. R. Abdul Maqin, S.E., MP
Ketua Program Studi
Dr. H. Sasa S. Suratman, S.E., M.Sc
PERNYATAAN (Program Studi Stara 1)
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana, baik di Universitas Pasundan maupun di peerguruan tinggi lainnya. 2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan prnrlitian saya sendiri tanpa bantuan pihak kain kecuali arahan tim pembimbing. 3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis tanpa atau publikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenarann dalam peryataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Bandung, April 2013 Yang membuat pernyataan
(Tetty P Simangunsong)
KATA PENGANTAR Salam Sejahtera. Segala puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala nikmat yang diberikn kepada kita semua, dengan rahmat dan kasihNya,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
skipsi
ini
dengan
judul
“PENGARUH RASIO CAMEL DAN RISIKO PERBANKAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN PERBANKAN” guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. Rasa bangga serta kesungguhan dalam menyelesaikan SKIPSI dengan mengucapkan Puji Tuhan akhirnya SKIPSI ini dapat selesai, meskipun kata sempurna masih jauh dalam penyusunan SKIPSI ini, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan pengetahuan penulis. Namun penulis berharap SKIPSI ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan peneliti selanjutnya. Dalam penyusunan skipsi ini penulis melibatkan beberapa pihak yang banyak membantu dan memberikan petunjuk, bimbingan dan doa yang begitu besar mamfaatnya bagi penulis sampai ahirnya penulis dapat menyelesaikan skipsi ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak trima kasih kepada Bapak dan Ibu penulis yaitu JM. Simangunsong dan Ibu S. Siagian, kakak dan adik-adik penulis atas doa, dan dukungan serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi Selanjutnya penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat Dr. H. Sasa S Suratman, S.E., M.sc., selaku
Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan sekaligus dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran guna membimbing dan mengarahkan serta memberikan petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skipsi ini. Pada kesempatan ini juga dengan penuh hormat penulis
tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. H. R. Abdul Maqin,S.E.,MP., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. 2. Dadan Soekardan, S.E., Msi., Sekertaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. 3. Semua dosen Universitas Pasundan yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermamfaat dan smua staf Universitas Pasundan yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Pasundan. 4. Buat orang yang penulis kasihi yaitu Maju Sinaga (si jelek) yang senantiasa memberikan dukungan, perhatian, motivasi dan segala bentuk bantuannya sehingga penulis semangat untuk menyelesaikan skipsi ini. 5. Dan tidak lupa juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Universitas Pasundan khususnya Rini Hariyati, Mut dan semua temanteman seperjuangan penulis yang sangat penulis sayangi, yang telah sama-sama berjuang selama kurang lebih empat tahun untuk mendapat gelar Sarjana.
Dan akhir kata dari skipsi ini penulis sampaikan semoga semua amal kebaikan dan bantuan yang telah diberikan oleh semuanya akan mendapatkan balasan yang setimpal dati Tuhan yang Maha Esa, akhir kata semoga skipsi ini dapat bermamfaat baik bagi semua pihak.
Bandung, April 2013 Penulis,
( Tetty P Simangunsong)
DAFTAR ISI
ABSTRAK .....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiv
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................
xvi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................
10
1.3 Maksut dan Tujuan Penelitian ................................................
10
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................
11
1.5 Lokasi dn Waktu Penelitian ....................................................
12
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka .........................................................................
13
2.1.1 Arti dan Fungsi Bank ..................................................
13
2.1.2 Aktivitas Bank .............................................................
15
2.1.3 Laporan Keuangan Bank .............................................
18
2.1.3.1 Neraca Bank...................................................... 19 2.1.3.2 Laporan Laba Rugi Bank.................................. 19 2.1.3.3 Analisis Risiko Perbankan................................ 20
2.1.3.3.1 Financial Risk .................................. 21 2.1.3.3.2 Delivery Risk..................................... 21 2.1.3.3.3 Environment Risk............................. 2.1.4
22
Asset Liability Manajemen (ALMA)............................. 22 2.1.4.1 Pengertian ALMA............................................. 22 2.1.4.2 Fungsi ALMA................................................... 23 2.1.4.3 Tujuan ALMA..................................................... 24
2.1.5
Analisis Rasio Keuangan................................................. 24 2.1.5.1 Analisi Rasio...................................................... 24
2.1.6
2.1.5.2 Tujuan Analisis Rasio Keuangan......................
26
2.1.5.3
Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio.
27
2.1.5.4
Jenis-Jenis Rasio Keuangan............................
28
2.1.5.4.1 Rasio CAMEL.................................
28
Financial Distress............................................................ 32 2.1.6.1
Pengertian Financial Distress........................... 32
2.1.6.2
Analisis Diskriminasi Altman.......................... 40 2.1.6.2.1 The Altman Model........................... 40 2.1.6.2.2 Revisi Altman Model....................... 43 2.1.6.2.3 A Future Revision Model................. 43
2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................
44
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian yang Digunakan .........................................
50
3.1.1 Objek Penelitian ............ .............................................
50
3.1.2 Metode Penelitian ............. ..........................................
50
3.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel ...................................
51
3.2.1 Definisi Variabel ..........................................................
51
3.2.2 Operasionalisasi Variabel ............................................
55
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...............................................
58
3.3.1 Populasi Penelitian ......................................................
58
3.3.2 Teknik Sampling ..........................................................
58
3.3.3 Sampel Penelitian ........................................................
60
3.4 Sumber Data.... ........................................................................ .
61
3.4.1 Teknik Pengumulan Data ............................................
62
3.4.2 Prosedur Pemilihan Objek Penelitian ..........................
63
3.4.3 Model Penelitian ..........................................................
63
3.5 Rancangan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis.... .............. .
64
3.5.1 Analisis Data ................................................................
64
3.5.2 Uji Asumsi Klasik .......................................................
65
3.5.2.1 Uji Normalitas ...............................................
65
3.5.2.2 Uji Multikolinearitas .....................................
66
3.5.2.3 Uji Autokorelasi ............................................
66
3.5.2.4 Uji Asumsi Heteroskedastisitas .....................
67
3.5.3 Statistika Deskriftif ......................................................
68
3.5.4 Analisis Regresi ...........................................................
70
3.5.4.1 Analisis Regresi Linear Sederhana ................
70
3.5.4.2 Analisis Regresi Berganda Simultan .............
71
3.5.5 Analisis Korelasi ..........................................................
72
3.5.5.1 Analisi Korelasi Parsial .................................
72
3.5.5.2 Analisis Korelasi Berganda (Simultan) .........
73
3.5.6 Pengujian Hipotesis .....................................................
74
3.5.7 Koefisien Determinasi .................................................
78
3.5.8 Penarikan Kesimulan ...................................................
79
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ........................................................................
82
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan Perbankan ............ ......
82
4.1.2 Non Performing Loan ............. ....................................
88
4.1.3 Return on Asset ............ ..............................................
91
4.1.4 Loan to Deposit ratio ............. .....................................
94
4.1.5 Credit Risk ............ ......................................................
97
4.1.6 Financial Distress ............. ..........................................
100
4.2 Pembahasan
.......... ................................................................ 104
4.2.1 Pengujian Asumsi Klasik ............ ................................
104
4.2.1.1 Uji Normalitas ...............................................
104
4.2.1.2 Uji Multikolinearitas .....................................
105
4.2.1.3 Uji Autokorelasi ............................................
106
4.2.1.4 Uji Heteroskedasitas ......................................
107
4.2.2 Analisis Deskriptif ............. .........................................
109
4.2.2.1 Analisis Statistik Deskriptif Non Performing Loan Perusahaan Perbankan ..........................
109
4.2.2.2 Analisis Statistik Deskriptif Return on Asset Perusahaan Perbankan ...................................
121
4.2.2.3 Analisis Statistik Deskriptif Loan to Deposit Ratio Perusahaan Perbankan .........................
113
4.2.2.4 Analisis Statistik Credit Risk Perusahaan Perbankan ...................................................... 4.2.2.5 Analisis
Statistik
Deskriptif
Financial
Distress Perusahaan Perbankan ..................... 4.2.3
115
116
Analisis Pengaruh Non Performing Loan terhadap Financial Distress ......................................................... 117
4.2.4 Analisis Pengaruh Return on Asset terhadap Financial Distress ......................................................................... 123 4.2.5
Analisis Pengaruh Loan to Deposit Ratio terhadap Financial Distress ......................................................... 129
4.2.6 Analisis Pengaruh Credit Risk terhadap
Financial
Distress ......................................................................... 134
4.2.7 Analisis Pengaruh Non Performing Loan, Return on Asset, Loan to Dpeosit Ratio, Credit Risk Terhadap Financial Distress Secara Simultan .............................. 140
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ..............................................................................
155
5.2 Saran ........................................................................................
168
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
xv
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel ........................................................
57
Tabel 3.2
Penyeleksian untuk Sampel .....................................................
60
Tabel 3.3
Daftar Perusahaan Perbankan yang Dijadikan Sampel ..........
61
Tabel 3.4
Kriteria Penelitian ....................................................................
69
Tabel 3.5
Pedoman Koefisien Korelasi ...................................................
73
Tabel 4.1
Non Performing Loan Perbankan 2008-2010 ..........................
99
Tabel 4.2
Return on Asset Perbankan 2008-2010 ....................................
102
Tabel 4.3
Loan to Deposit Ratio Perbankan 2008-2010 .........................
105
Tabel 4.4
Credit Risk Perbankan 2008-2010 ............................................
108
Tabel 4.5
Financial Distress Perbankan 2008-2010 ................................
112
Tabel 4.6
Uji Multikolinearitas ...............................................................
116
Tabel 4.7
Hasil Analisis Deskriptif Rasio Non Performing Loan ...........
119
Tabel 4.8
Kriteria Penilaian .....................................................................
120
Tabel 4.9
Hasil Analisis Deskriptif Return on Asset ...............................
121
Tabel 4.10
Kriteria Penilaian ......................................................................
122
Tabel 4.11
Hasil Analisis Deskriptif Loan to Deposit Ratio .....................
123
Tabel 4.12
Kriteria Penilaian ......................................................................
124
Tabel 4.13
Hasil Analisis Credit Risk .......................................................
125
Tabel 4.14
Kriteria Penilaian ......................................................................
126
Tabel 4.15
Hasil Analisis Financial Distress .............................................
127
Tabel 4.16
Kriteria Penilaian ......................................................................
128
Tabel 4.17
Korelasi NPL Terhadap Financial Distress .............................
129
Tabel 4.18
Kriteria Penilaian ......................................................................
129
Tabel 4.19
Regresi NPL Terhadap Financial Distress...............................
131
Tabel 4.20
Hasil Pengujian Uji t ................................................................
132
Tabel 4.21
Hasil Perhitungan Korefisien Determinasi Parsial ...................
133
Tabel 4.22
Korelasi Parsial ROA terhadap Financial Distress ..................
135
Tabel 4.23
Kriteria Penilaian ......................................................................
135
Tabel 4.24
Regresi ROA Terhadap Financial Distress ..............................
136
Tabel 4.25
Hasil Perhitungan Uji t .............................................................
138
Tabel 4.26
Hasil Perhitungan Korefisien Determinasi Parsial ...................
139
Tabel 4.27
Korelasi Loan to Deposit Ratio Terhadap Financia DIstress ..
141
Tabel 4.28
Kriteria Penilaian ......................................................................
141
Tabel 4.29
Regresi Penilain LDR Terhadap Financial Distress ................
142
Tabel 4.30
Hasil Perhitungan Uji t .............................................................
144
Tabel 4.31
Hasil Perhitungan Korefisien Determinasi Parsial ...................
145
Tabel 4.32
Korelasi Credit Risk Terhadap Financial Distress ..................
146
Tabel 4.33
Kriteria Penilaian ......................................................................
147
Tabel 4.34
Regresi Penilaian Credit Risk Terhadap FD .............................
148
Tabel 4.35
Hasil Perhitungan Uji t .............................................................
149
Tabel 4.36
Hasil Perhitungan Korefisien Determinasi Parsial ...................
150
Tabel 4.37
Korelasi Berganda Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Credit Risk Terhadap Financial Distres...................................................................
151
Tabel 4.38
Kriteria Penilaian ......................................................................
152
Tabel 4.39
Regresi Berganda Non Performing Loan, Return on Asset, Loan to Deposit Ratio dan Credit Risk Terhadap Financial Distres. 153 .....
Tabel 4.40
Hasil Pengujian Uji F ...............................................................
155
Tabel 4.41
Hasil Penghitungan Koefisien Determinasi Secara Simultan...
156
Tabel 4.42
Rekapitulasi Hasil Uji Asumsi Klasik.....................................
158
Tabel 4.43
Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Non Performing Loan terhadap Financial Distress..................................................................
Tabel 4.44
Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Return on Asset (ROA) terhadap Financial Distress..................................................................
Tabel 4.45
161
Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Credit Risk terhadap Financial Distress..................................................................................
Tabel 4.47
160
Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Loan to Deposit Ratio terhadap Financial Distress..................................................................
Tabel 4.46
159
162
Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Credit Risk (CR) Terhadap Financial Distress...................................
163
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran ................................................................
48
Gambar 3.1
Model Penelitian ......................................................................
64
Gambar 4.1
Normal Probability-Plot...........................................................
115
Gambar 4.2
Scatterplot.................................................................................
118
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1
Non Performing Loan (NPL) ..................................................
100
Grafik 4.2
Return on Asset (ROA) .............................................................
103
Grafik 4.3
Loan to Deposit Ratio (LDR) ..................................................
106
Grafik 4.4
Credit Risk (CR) ......................................................................
109
Grafik 4.5
Financial Distress (FD) ...........................................................
113
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini dunia perbankan berada dalam lingkungan persaingan yang berubah cepat, sistem dan subsistem organisasi menjadi semakin terbuka dan tingkat persaingan semakin ketat dan tajam, bahka semakin tidak menentu arah perubahannya. Sebuah bank harus dapat berkompetisi dengan bank-bank kompetitor dan financial intermediary unit lainnya yang juga memberikan layanan jasa keuangan agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup dalam sistem keuangannya. Suatu bank dikatakan berhasil memenangkan kompetisi bisnisnya jika mampu memberikan layanan jasa keuangan lebih baik daripada kompetitornya, sekaligus mampu mengadaptasikan diri dengan perubahan lingkungan sehingga bank tersebut mampu terhindar dari financial distress Luciana dan Kristijadi (2003). Kebangkrutan merupakan masalah yang sangat esensial yang harus di waspadai oleh perusahaan. Apabila suatu perusahaan telah bangkrut berarti perusahaan tersebut benar-benar mengalami kegagalan usaha, oleh karena itu perusahaan harus sedini mungkin untuk melakukan berbagai analisis terutama analisis tentang kebangkrutan. Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-tanda awal kebangkrutan). Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan. Pihak kreditur dan juga pihak pemegang saham bisa melakukan persiapan-
persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan yang buruk. (Hanafi dan Halim, 1996:263). Kebangkrutan perusahaan dapat terjadi karena perusahaan mengalami masalah keuangan yang dibiarkan berlarut-larut. Beberapa perusahaan yang mengalami masalah keuangan mencoba mengatasi masalah tersebut dengan melakukan pinjaman dan penggabungan usaha. Ada juga yang mengambil alternatif singkat dengan menutup usahanya. Salah satu alasan perusahaan menutup usahanya karena pendapatan yang diperoleh perusahaan lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan perusahaan selama jangka waktu tertentu. Disamping itu perusahaan juga tidak dapat membayar kewajiban-kewajibannya kepada pihak lain pada saat jatuh tempo karena perusahaan tidak memperoleh laba tiap periode operasinya, Hofer (1980) dan Whitaker (1999). Financial distress adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi dimana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang dan default (Atmini, 2005). Menurutnya, ketidakmampuan melunasi hutang menunjukkan adanya masalah likuiditas, sedangkan default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum. Balwin dan Scott (1983) dalam Parulian (2007) menjelaskan bahwa suatu perusahaan dikatakan mengalami kondisi financial distress apabila perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban financialnya. Menurut mereka, sinyal pertama dari kesulitan ini adalah dilanggarnya persyaratan-
persyaratan utang (debt covenants) yang disertai dengan penghapusan atau pengurangan pembayaran dividen. Wruck (1990) dalam Parulian (2007) mendefinisikan financial distress sebagai suatu penurunan kinerja (laba), sedangkan
Elloumi
dan
Gueyie
(2001)
dalam
Parulian
(2007)
mengkategorikan perusahaan dengan financial distress apabila selama dua tahun berturut-turut mengalami laba bersih negatif. Namun, Classens et al. (1999) dalam Wardhani (2006) mendefinisikan perusahaan yang berada dalam kesulitan keuangan yaitu perusahaan yang memiliki interest coverage ratio (rasio laba usaha terhadap biaya bunga) kurang dari satu. Menurut Platt dan Platt (2002) dalam Atmini (2005), financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Kondisi ini biasanya ditandai dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas produk yang menurun dan penundaan pembayaran tagihan. Apabila kondisi financial distress ini diketahui sejak awal, diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan masuk ke tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan atau likuidasi. Tujuan utama suatu perusahaan atau perbankan adalah mendapatkan laba. Laporan laba rugi disusun dengan maksud untuk menggambarkan hasil operasi perusahaan dalam suatu periode waktu tertentu. Dengan kata lain, laporan laba rugi menggambarkan keberhasilan atau kegagalan operasi perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya. Hasil operasi perusahaan diukur dengan membandingkan antara pendapatan perusahaan dengan biaya.
Apabila pendapatan lebih besar daripada biaya maka dikatakan bahwa perusahaan memperoleh laba dan bila terjadi sebaliknya maka perusahaan mengalami rugi. Salah satu kegunaan dari informasi laba yaitu untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam pembagian deviden kepada para investor. Laba bersih suatu perusahaan digunakan sebagai dasar pembagian deviden kepada investornya. Jika laba bersih yang diperoleh perusahaan sedikit atau bahkan mengalami rugi maka pihak investor tidak akan mendapatkan deviden. Hal ini jika terjadi berturut-turut akan mengakibatkan para investor menarik investasinya karena mereka menganggap perusahaan tersebut mengalami kondisi permasalahan keuangan atau financial distress. Kondisi ini ditakutkan akan terus menerus terjadi yang nantinya akan berakhir pada kondisi kebangkrutan. Dengan kondisi demikian maka laba dapat dijadikan indikator oleh pihak investor untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan Platt dan Platt (2002) dan Luciana dan Kristijadi (2003). Disamping itu, arus kas juga merupakan laporan yang memberikan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam periode waktu tertentu. Setiap perusahaan dalam menjalankan operasi usahanya akan mengalami arus masuk kas (cash inflows) dan arus keluar (cash outflows). Apabila arus kas yang masuk lebih besar daripada arus kas yang keluar maka hal ini akan menunjukkan positive cash flows, sebaliknya apabila arus kas masuk lebih sedikit daripada arus kas keluar maka akan tejadi negative cash flows. Informasi arus kas dibutuhkan pihak kreditor
untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam pembayaran hutangnya. Apabila arus kas suatu perusahaan jumlahnya besar, maka pihak kreditor mendapatkan keyakinan pengembalian atas kredit yang diberikan. Jika arus kas suatu perusahaan bernilai kecil, maka kreditor tidak mendapatkan keyakinan atas kemampuan perusahaan dalam membayar hutang. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus, kreditor tidak akan mempercayakan kreditnya kembali kepada perusahaan atau nasabah kebada perbankan karena perusahaan atau perbankan dianggap mengalami permasalahan keuangan atau financial distress. Dengan kondisi demikian maka arus kas dapat dijadikan indikator oleh pihak kreditor atau invesmen/nasabah untuk mengetahui kondisi keuangan instansi Luciana dan Meliza (2003). Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan atau dapat dikatakan sebagai peringatan dini atau awal terhadap adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang dan apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak besar bagi perusahaan yang mengalaminya, menurut Muhammad Akhyar Adnan dan Eha (2000) dalam Delfi (2004). Kasus kesulitan keuangan pada skala nasional yang terjadi di indonesia antara lain pada Bank Century dan PT Texmaco. Kontroversi pemberian bailout pemerintah sebesar Rp 6,762 triliun kepada bank century dalam kurun waktu 23 November 2008 sampai dengan 21 Juli 2009, berawal dari terjadinya ketidakmampuan pada sesi kliring di Bank Indonesia pada tanggal 13 November 2008 (majalah saroha 2009). Berdasarkan laporan keuangan pada Bank Century, Tbk per 31 Oktober 2008 Capital Adequacy Ratio (CAR)
atau Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) menunjukkan angka 35,92% (syarat minimal yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 8%) Return on Asset (ROA) sebesar -0,5209, Return on Equity (ROE) sebesar -9,8163 Loan to Deposite Ratio (LDR) sebesar 93,16%, surat-surat berharga (SBB) vales sebesar US$ 76 juta dan US$ 45 juta yang jatuh tempo tanggal 3 November 2008. Penetapan status macet terhadap aktiva produktif yang macet tersebut, selain itu adanya koreksi pengakuan bunga sebesar 390 miliar yang bukan berasal dari penerimaan tunai dan kekurangan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) aktiva yang diambil alih (AYDA) yang beli sebesar 59 miliar. Sejak saat itulah pemerintah mengucurkan dana bailout (dana talangan) untuk menyelamatkan Bank Century dalam empat tahap. http://dodik.student.umm.ac.id/2010/01/29/kasus-bank-century/. Kasus kesulitan keuangan lainnya yang gagal diselamatkan terjadi pada Group Texmaco. Gejalanya dapat dilihat dari laporan keuangan PT Taxmaco Jaya per 31 desember 2006 atau dua tahun sebelum PT Taxmaco jaya dinyatakan
delisting dari
Bursa
Efek
Indonesia
(BEI).
Tingginya
ketergantungan perusahaan terhadap pendanaan pihak ketiga dapat dilihat dari tingginya perbandingan jumlah hutang dibandingkan dengan jumlah aktiva perusahaan yaitu sebesar 459,85% stuktur pembiayaan seperti ini menimbulkan beban bunga yang tinggi bagi perusahaan, beban bunga yang tinggi dan keharusan pemenuhan pembayaran pokok dan bunga pinjaman jatuh tempo menyebabkan terganggunya modal kerja perusahaan dengan indikasi berupa rasio likuiditas curren ratio dan net working capital to asset
ratio masing masing sebesar 4% dan menjadi negatif 227,74%, terganggunya modal kerja pada akhirnya menganggu operasional perusahaan sehingga profitabilitas perusahaan juga menurun dengan capaian profit margin dan ruturn on asset masing-masing negatif 0,51 dan negatif 0,07. Copyright novery
[email protected],http://dodik.student.umm.ac.id/2 010/01/29/kasus-bank-century/. Badan penyehatan perbankan nasional (BPPN) secara resmi menyatakan
grup
texmaco
berstatus
default
alias
gagal
bayar.
Konsekuensinya perusahaan harus langsung melunasi seluruh hutanggnya senilai Rp. 29 triliun yang semula diperpanjang hingga 11 tahun melalui program restrukturasi yang direncanakan sebelumnya. Dan pada tanggal 5 september 2008, bursa efek indonesia ahirnya melakukan delisting PT Taxmaco
Jaya
secara
signifikan
berpengaruh
negatif
terhadap
kelangsungan usaha, baik secara financial atau secara hukum, dan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan memadai, bursa efek indonesia: lembar pengumuman penghapusan pencatatan efek nomor peng004/BEI.PSR/DEL/09-2008 tanggal 5 september 2008 keputusan ini efektif berlaku pada tanggal 10 Oktober 2008. Gambaran kasus-kasus diatas menunjukkan bahwa kondisi financial distress dapat diawali dengan ketidakmampuan perusahaan atau bank dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, selain itu penyebab utama kegagalan bank adalah manajemen bank yang buruk akibat terlalu berani mengambil risiko dan longgarnya pengawasan
terhadap tindak penipuan dan penggelapan (Pantalone & Platt 1987 dalam Muliaman dkk, 2004:5) Informasi lebih awal financial distress pada perusahaan atau bank memberikan kesempatan bagi manajemen, pemilik, investor dan regulator dan para stakeholder lainnya untuk melakukan upaya-upaya yang relevan. Perlu disusun suatu sistem yang dapat memberikan peringatan dini (Early Warning) adanya problematik keuangan yang mengancam operasional perusahaan atau bank untuk mengantisipasi munculnya kesulitan keuangan, Elloumi dan Gueyie (2001) dalam Parulian (2007). Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kondisi financial distress bank pada umumnya menggunakan rasio keuangan bank. Penelitian sebelumnya yang melakukan prediksi financial distress pada bank dilakukan oleh, Muliaman D Hadad dkk, dengan judul “model prediksi kepailitan bank umum di indonesia” yang dipublikasikan oleh biro stabilitas keuangan direktorat penelitian dan pengaturan perbankan bank indonesia. Penelitian Platt dan Platt (2002) dan Luciana dan Kristijadi (2003) bertujuan untuk membentuk model prediksi kepailitan bank umum di indonesia berdasarkan laporan keuangan bank yang bersangkutan. Variabel independen yang digunakan adalah faktor rasio-rasio modal, risio keuangan, variabel dumy waktu sedangkan variabel dependen adalah kepailitan bank. Data yang digunakan merupakan data bulanan priode Januari 1995 sampai dengan Desember 2000 sebagai desain periode
januari 2001 sampai dengan Desember 2003 sebagai populasi validasi. Oleh karena kepailitan bank tidak terjadi secara tiba-tiba maka model prediksi yang dibangun meliputi model prediksi 3 bulan (MP3), 6 bulan (MP6) dan 12 bulan (MP12) sebelum pailit. Hasil penelitan menunjukkan bahwa dari ketiga model prediksi yang berhasil dibangun, ternyata MP3 yang layak dipergunakan sebagai model prediksi kepailitan bank umum di indonesia. Model prediksi yang dihasilkan memiliki kinerja yang baik sebab mampu mengklasifikasikan 89.3% kegagalan bank populasi desain dan 83,9% populasi validasi dengan benar. Peneitian yang dilakukan Platt dan Platt (1990) melakukan penelitian financial distress dan kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan sample beberapa industri. Platt melakukan penyelidikan stabilitas dan kelengkapan model berdasarkan industry relative ratio. Hasil penelitian memberikan bukti bahwa industry relative ratio memiliki tingkat klasifikasi yang leih tinggi dibandingkan denagan rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan jenis industrinya. Pada penelitian terdahulu terdapat ketidak konsistenan hasil penelitian CAR mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap problem/ insolvensy/failed bank tinggat kesehatan bank (suharman 2007) sedangkan penelitian sanoso (19960 dan sinkey 1975) menyatakan CAR positif signifikan sebaliknya penelitian Haryati (2006) memberikan CAR tidak signifikan. Variabel LDR mempunyai pengaruh positif signifikan pada tinggat resiko keuangan bank (suharman, 2007) sedangkan penelitian
santoso tidak signifikan pada α=5%, menurut penelitian haryati (2006) tidak signifikan, NPL mempunyai pengaruh negatif signifikan pada penelitian Suharman (2007) sedangkan hasil penelitian Haryati (2006) dan Santoso (1996) memberikan bukti empiris positif signifikan. Variabel ROA pada peneitian Altman (1998) yang menggunakan EBIT/TA menunjukkan positif signifikan pada kebankrurtan bank sedangkan santoso (1996) menyatakan negatif signifikan. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan menggunakan variabel rasio CAMEL, dan risiko perbankan dalam mengkur kebangkrutan bank. Variabel rasio CAMEL diproksikan dengan NPL. ROA, dan LDR, risiko perbankan diproksikan dengan rasio risiko keuangan sesuai penelitian Haddad (2004) yaitu credit risk dalam mengukur kondisi financial distress pada perbankan yang terdaftar di bursa efek indonesia, penelitian ini berjudul ”PENGARUH RASIO CAMEL,
RISIKO
PERBANKAN
TERHADAP
KONDISI
FINANCIAL DISTRES” 1.2 Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasikan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kondisi non performing loan, return on asset, loan to deposit dan credit risk pada perusahaan yang diteliti. 2. Bagaimana kondisi financial distress pada perusahaan yang diteliti.
3. Seberapa besar pengaruh non performing loan, return on asset, loan to deposit dan credit risk terhadap financial distress secara parsial. 4. Seberapa besar pengaruh non performing loan, return on asset, loan to deposit dan credit risk terhadap financial distress secara simultan.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1
Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan rasiorasio keuangan yang diperoleh dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh perbankan terhadap kondisi financial distress.
1.3.2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui kondisi non performing loan, return on asset, loan to deposit dan credit risk pada perusahaan yang diteliti ? 2. Untuk mengetahui kondisi financial distress pada perusahaan yang diteliti ? 3. Untuk mengetahui pengaruh non performing loan, return on asset, loan to deposit dan credit risk terhadap financial distress secara parsial. 4. Untuk mengetahui pengaruh non performing loan, return on asset, loan to deposit dan credit risk terhadap financial distress secara simultan.
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberi mamfaat bagi semua pihak yang berkepentingan diantaranya: 1. Bagi penulis, untuk menerapkan dan menambah pengetahuan penulis yang diperoleh selama mengikuti kegiatan perkuliahan khususnya aplikasi analisis rasio dan risiko keuangan terhadap kondisi financial distress bank. 2. Bagi pihak-pihak yang mempelajari bidang keuangann, sebagai konfirmasi atas teori analisis laporan keuangan, khususnya analisis rasio keuangan, dalam aplikasinya sebagai alat untuk mengukur kondisi financial distress bank. 3. Bagi pengguna informasi rasio keuangan bank, seperti para investor, regulator, auditor, debitor dan manajemen mengembil keputusan yang relevan dengan informasi kemumungkinan terjadinya kondisi financial distress pada bank-bank yang terdaftar di bursa efek indonesia
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penulis akan melakukan Penelitian di Pojok Bursa Efek Indonesia (BEI) dan www.idx.co.id dan sebagai pelengkap penulis juga melakukan penelitian pada perusahaan perbankan atau bukan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2008 sampai 2010.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Arti dan Fungsi Bank Definisi atau batasan mengenai bank pada dasarnya tidak berbeda satu sama lain, kalaupun ada perbedaan hanya akan tampak pada tugas dan jenis usaha bank tersebut, bank adalah salah satu lembaga keuangan yang beroperasi tidak ubahnya sama seperti perusahaan lainnya, yaitu tujuannya mencari keuntungan. Menurut G.M. Verryn Stuart “bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, atau pun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar dan uang giral” Pengertian bank terdapat pada pasal 1 Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang perbankan yaitu bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana ((idle fund surplus unit) kepada pihak yang membuhtuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan, Bank adalah badan usaha yang usaha utamanya menciptakan kredit (Suyanto, 1996:1)
Menurut A. Abdurahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan “Bank adalah suatu suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaanperusahaan dan lain-lain”. Pengertian diatas menjelaskan bahwa bank berfungsi sebagai penghimpun dan menyalurkannya secara kredit baik kepada perorangan maupun badan usaha. Bank memperkenalkan berbagai bentuk jasa perbankan dalam rangka menghimpun dana dari masyarakat. Hasil dari penghimpunan dana tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat atau pihak yang memerlukan dalam bentuk pinjaman. Keberadaan bank harus bermamfaat dan harus dapat dirasakan langsung oleh siapa saja baik oleh deposan maupun debitur, pelaku bisnis, ataupun karyawan. Bagi pelaku bisnis atau pengusaha, bank merupakan media perputaran lalu lintas uang, dan tempat di mana permasalahan keuangan dapat diselesaikan, baik melalui produk-produk bank maupun jasa bank yang ditawarkan kepada nasabahnya, semakin sempurna produk dan jasa yang diberikan bank kepada nasabahnya, tentunya akan memperlancar kegiatan bisnis nasabah serta lebih leluasa untuk bertransaksi di bank tersebut, Supriyon Maryanto (2007).
2.1.2 Aktivitas Bank Bank pada umumnya atau yang di teliti oleh penulis ialah bank komersial yaitu sebagai lembaga perantara keuangan yang berfungsi mengumpulkan dana dari deposan (suplier dana) dengan menerbitkan kewajiban dan mengalokasikannya ke pihak debitor (demender dana), sehingga menjadi asset bank, aktivitas bank yang dapat dilihat dari neracanya (balance sheet) antara lain terdiri dari (T. Sunaryo, 1999): a. Kewajiban (Liabilities) Kewajiban adalah instrumen bank komersial untuk menarik dana dari pihak ketiga (deposan/kreditor), terdiri dari: Checkable deposits, atau cek giro adalah simpanan nasabah yang dapat dicairkan dengan menulis cek, sehingga memiliki likuiditas yang tinggi. Jika deposan atau pemegang cek yang namanya tercantum di dalamnya menunjukkan cek tersebut kepada bank dan meminta penarikan dana, maka bank wajib membayarnya dengan segera atau menambahkan dana tersebut ke dalam rekening pemengang cek. Nontransaction deposits, yaitu sumber dana bank, di mana bank membatasi likuiditas nasabah. Ada dua macam nontransaction deposit, yaitu saving deposit (tabungan) dan time deposit (deposito berjangka). Borrowings, dalam kondisi bank kekurangan dana misalnya karena nasabah menarik dananya secara berlebihan, bank dapat mencari pinjaman dana di pasar antar bank (fed-fund market).
Bank capital, atau kekayaan neto dari bank adalah selisih antara total dan total kewajiban. komponen penting dari capital/modal bank adalah cadangan kerugian pinjaman (loan-loss reserses), yaitu dana yang dipersiapkan sebagai perendam (cushion) terhadap penurunan nilai asset bila terjadi kredit saham baru atau meningkatkan laba ditahan (retained earning), (T. Sunaryo,1999). b. Asset (aktiva) Dana yang diperoleh bank dialokasikan untuk membeli aset atau memberikan pinjaman kepada debitor, terdiri dari: Cadangan (Reserves), ada dua jenis cadangan, pertama cadangan minimum yaitu kewajiban bank umum/komersial untuk menyimpan bagian tertentu di bank sentral. Kedua, cadangan lebih (excess reserves), yaitu dana tunai yang dimiliki bank untuk memenuhi transaksi hariannya. Cash items in process of collection adalah aliran dana yang belum diterima oleh bank, misalnya bank menerima simpanan dalam bentuk cek yang dikeluarkan oleh bank lain, bank baru akan menerima dananya beberapa hari kemudian. Deposits at otherbanks, bank-bank kecil menyimpan bagian tertentu dananya di bank-bank besar untuk memperoleh jasa correspondent banking, seperti check collection, transaksi valuta asing dan transaksi pembelian sekuritas. Securities (surat berharga/sekuritas) merupakan aset bank yang penting karena memberikan pendapatan yang cukup besar.
Bank melakukan berbagai macam aktivitas setiap harinya, Lukman Dendawijaya (2005:15) mengelompokkan kegiatan bank umum menjadi enam kegiatan utama, yaitu: 1. Pengkreditan kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan utama bank umum karena pengkreditan merupakan kegiatan/aktivitas yang terbesar dalam perbankan, hal ini dapat dilihat dari besarnya angka pos kredit yang diberikan dalam neraca dan penghasilan terbesar bank. 2. Pemasaran (Marketing) Kegiatan pemasaran suatu bank umum erat hubungannya dengan stategi dan kiat yang harus dilakukan oleh eksekutif bank. Strategi tersebut mencakup seluruh aspek seperti perencanaan, survey pasar, ramalan pasar, serta strategi pemasaran. 3. Treasury Kegiaatan treasury (pendanaan) lebih diutamakan kepada pengelolaan dana oleh para eksekutif bank. Hal ini dimaksutkan agar diperoleh kinerja yang optimal dalam memperoleh dana serta memaksimalkan alokasi dana kepada aktiva produktif. 4. Operations Kegiatan operation adalah kegiatan unit-unit dalam bank yang bersifat membantu kegiatan-kegiatan unit bank utama bank lainnya. 5. Pengelolaan sumber daya manusia (Human Resources)
Pengelolaan sumber daya manusia dalam bank mencakup seluruh siklus di bidang sumber daya manusia meliputi: a. Perencaanaan sumber daya manusia, (b) penarikan tenaga kerja (c) seleksi (d) penemptan pegawai dst,. 6. Audit ( Pengawasan) Pengawasan bisnis perbankan terdapat 3 jenjang pengawasan atau audit, yaitu sebagai berikut: a. pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh suatu unit dalam bank yang dikenal dengan nama suatuan kerja unit audit. b. Pengawasan ekstern ialah pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik yang penunjukannya ditetapkan dalam rapat umum tahunan pemengang saham bank yang bersangkutan. c. Pengawasan BI Adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia, baik secara berkala maupun secara mendadak berdasarkan kebutuhan tertentu menurut pertimbangan Bank Indonesia.
2.1.3
Laporan Keuangan Bank Berdasarkan Undang-Undang RI No 7 1992 tentang perbankan Pasal 34 setiap bank umum diwajibkan menyampaikan laporan keuangan berupa
neraca dan perhitungan laba/rugi berdasarkan waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2.1.3.1 Neraca Bank Neraca bank adalah suatu daftar yang menggambarkan kekayaan, kewajiban dan modal bank suatu periode tertentu. Aktiva bank pada umumnya terdiri dari alat-alat likuid, aktiva produktif dan aktiva tidak produktif. Sisi aktiva dalam neraca bank menggambarkan pola pengalokasian dana bank. Sisi pasiva dalam neraca bank menggambarkan kewajiban bank yaitu berupa klaim pihak ketiga atau pihak lainnya atas kekayaan bank, selain itu modal bank menggambarkan nilai buku pemilik saham bank, (Surat Edaran Bank Indonesia N0. 23/19/BPPP Tanggal 28 Februari 1991) 2.1.3.2 Laporan Laba Rugi Bank Laporan perhitungan laba rugi bank atau lebih dikenal dengan income
statemen
adalah
suatu
laporan
keuangan
bank
yang
menggambarkan pendapatan dan biaya operasional dan nonoperasional bank serta keuntungan bersih bank untuk suatu periode tertentu. Laporan laba rugi bank harus disusun berdasarkkan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh bank indonesia serta harus dilaporkan dan diumumkan melalui media cetak yang memiliki peredaran yang luas. Keterlambatan penyampaian serta bentuk laporan yang tidak mengikuti standarisasi yang telah ditetapkan bank akan dikenakan sanksi, Teguh Pudjo Muljono (1999;159).
Laporan laba rugi suatu bank umum terdiri dari komponen pendapatan biaya laba rugi sebelum pajak sisa laba rugi tahun lalu dan laba rugi bersih. Pos pendapatan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pendapatan operasional dan pendapatan nonoperasional. Pendapatan operasional terdiri atas semua pendapatan yang merupakan hasil langsung dari kegiatan usah bank yang benar-benar telah diterima seperti hasil bunga, provisi dan komisi, pendapatan valuta asing lainnya dan pendapatan lainnya. Pos biaya juga terdiri dari biaya operasional dan biaya bunga biaya valuta asing lainnya, biaya tenaga kerja, penyusutan dan biaya lainnya sedangkan biaya nonoperasional adalah semua biaya yang tidak berhubungan dengan kegiata usahaa bank, misalnya kerugian karena penjualan/kehilangan harta tetap dan inventaris, (Surat Edaran Bank Indonesia N0. 23/19/BPPP Tanggal 28 Februari 1991) 2.1.3.3 Analisis Risiko Perbankan Setiap usaha yang dilakukan oleh manajemen perbankan memiliki suatu risiko yang akan berdampak terhadap penghasilan atau return perusahaan. Selain dari penilaian tingkat likuiditas, kecukupan modal, rentabilitas, efisiensi serta pengaruh inflasi, para analis keuangan juga memberi perhatian yang cukup terhadap tingkat risiko yang timbul. Menurut Teguh Pudjo Muljono (1999:159), risiko yang dihadapi oleh industri perbankan terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu financial risk, delivery risk dan environment risk.
2.1.3.3.1 financial Risk Menurut Teguh Pudjo Muljono (1999;159) financial risk merupakan risiko yang mungkin diderita suatu bank karena pengelolaan keuangan maupun kegiatan operasionalnya yang kurang baik, maka akan mempunyai dampak negatif pada kondisi keuangan yang bersangkutan. Rasio ini meliputi: a. Credit Risk Merupakan
suatu
risiko
akibat
ketidakmampuan
nasabah
mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta imbalannya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. Credit Risk
NPL Total Asset
b. Liquidity Risk Merupakan risiko yang mungkin dihadapi bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dalam rangka memenuhi permintaan kredit dan semua penarikan dana oleh penabung pada suatu waktu.
Liquidity Risk
Liquid Asset Short Term Borrowin Total Deposit
2.1.3.3.2 Delivery Risk Merupakan risiko yang terjadi karena kegagalan proses kegiatan operasioanl bank yang besangkutan di dalam penyampaian produk lain
dan jasa kepada para pelanggannya. banyak faktor yang mendukung keberhasilan suatu bank di dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya untuk memasarkan produk dan jasanya kepada para pelanggannya, faktorfaktor tersebut adalah faktor teknologi, faktor pengembangan produk, faktor stategis bisnis, dan faktor personal dan opeasional, Teguh Pudjo Muljono (1999;159) 2.1.3.3.3 Environment Risk Merupakan risiko yang mungkin diderita suatu bank karena pengaruh situasi dan kondisi masyarakat, sosial dan politik, prekonomian moneter dan fiskal yang telah ada di masa bank tersebut melakukan kegiatan usahanya, risiko ini juga menyangkut tingkat persaingan bisnis maupun berbagai sistem regulasi dan otoritas moneter yang berlaku dapat pula mengakibatkan kondisi usaha yang positif maupun negatif. Dalam penelitian ini, risiko yang diamati adalah risiko keuagan yang terdiri dari credit risk dan liquidity risk, Teguh Pudjo Muljono (1999;159). 2.1.4
Asset Liability Manajemen (ALMA)
2.1.4.1 Pengertian ALMA Menurut Raflus Rax dalam buku yang berjudul asset liability comite (1996:24) “asset liability management adalah suatu proses perencanaan pengawasan operasi perbankan yang terkoordinasi dan secara konsekuen di jalankan dengan selalu memperhatikan perkembangan foktor-faktor
yang mempengaruhi operasi perbankan, baik itu berasal dari luar atau pun faktor stuktual yang berasal dari dalam” ALMA menurut Slamet Riyadi (2003:33)
pada dasarnya adalah
merupakan suatu proses planning, organizing, actuating dan controling untuk mendapatkan penetapan kebijaksanaan di bidang pengelolaan: a. Permodalan(equity) b. Pemupukan dana (funding) c. Penggunaan dana (asset) Yang satu sama lain terkait (koordinasi) dalam mencapai tingkat laba yang optimal dengan tingkat risiko yang telah diperhitungkan. 2.1.4.2 Fungsi ALMA Menurut Raflus Rax (1996:41) terdapat 4 (empat) fungsi utama ALMA: 1. Manajemen likuiditas a. Mempetahankan status rasio likuiditas. b. Memperkecil dana yang menganggur guna menaikkan income. c. Memenuhi kebutuhan proyeksi cash ke depan. 2. Managemen GAP a. Mengelola risiko ”maturity dan repricing” posisi terhadap sekenario tingkat bunga. b. Berusaha memaksimumkan pendapatan bunga (NIM)
3. Manajemen
investasi
dan
pendapatan
(earning
&
invesment
management) a. Mengelola portel investasi. b. Menata perolehan NII/NIM c. Menata deposit-mix dalam usaha menekan biaya dana.
2.1.4.3 Tujuan ALMA Tujuan ALMA yang dilakukan oleh setiap bank di dunia ini menurut Selamet Riyadi (2003:34) pada umumnya mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Pertumbuhan bank yang wajar b. Pendapatan/laba yang maksimum c. Menjaga likuiditas yang memadai d. Membentuk cadangan-cadangan untuk berjaga-jaga atas hal-hal tertentu yang mungkin timbul e. Memelihara/menjaga dana masyarakat yang dipercayakan melalui kegiatan bank yang wajar/bijaksana. f. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan kredit.
2.1.5
Analisis Rasio Keuangan
2.1.5.1 Analisis Rasio Salah satu teknik analisis laporan keuangan adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan. Menurut Gitman (2003), analisis rasio diartikan
sebagai berikut. “ratio analysis involes method of calculating and interpreting financial ratio to assess the firm’s performance, the basic inputs to ratio analysis are the firm’s income statement and balance sheet” Berdasarkan pernyataan di atas, analisis rasio merupakan analisis yang dipelukan dalam pengambilan keputusan meliputi seluruh kondisi keuangan yang sebenarnya dalam pengambilan keputusan meliputi seluruh kondisi keuangan yang sebenarnya dan merupakan satu kesatuan, artinya analisis keuangan tidak terpisah atau tidak dapat dilakukan secara terpisahpisah karena antara satu perhitungan rasio berhubungan dengan rasio lainnya. Pada dasarya, analisis rasio dilakukan dengan dua macam cara perbandingan seperti yang dikemukakan oleh Bambang Riyanto (1997), yaitu: a. Membandingkan rasio sekarang dengan rasio dari waktu ke waktu yang telah lewat: atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-kewaktu yang akan datang dari perusahaan yang sama. b. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan dengan rasio sejenis dari perusahaan-perusahaan lain pada industri yang sama untuk waktu yang sama. Dengan membandingkan rasio perusahaan dengan industri, maka kita dapat mengetahui apakah perusahaan yang bersangkutan itu dalam aspek keuangan tertentu berada di atas rata-rata industri (abave
averege), berada pada rata-rata (avarage) atau dibawah rata-rata (below avarage.) Analisis rasio keuangan merupakan salah satu alat analisis keuangan yang paling populer dan hanya digunakan (Subramanyam et al., 2008:36) rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari suatu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. 2.1.5.2 Tujuan Analisis Rasio Keuangan Gilman (2006) menyatakan tujuan dari analisis rasio tidak hanya berupa perhitungan rasio tetapi ada hal yang lebih penting yaitu interprestasi dari nilai rasio yang didapat agar dapat dipertimbangkan dan menjawab apakah nilai rasio tersebut baik atau tidak. Selain itu pihakpihak diluar perusahaan dapat menggunakan analisis rasio keuangan untuk: 1. Bagi pemberi pinjaman untuk menentukan pemberian hutang. 2. Bagi pemeringkat kredit untuk menilai kelayakan kredit perusahaan. 3. Bagi investor untuk menentukan kelayakan berinvestasi dari perusahaan. 4. Bagi suplier untuk menentukan apakah layak memberi hutang bagi perusahaan.
2.1.5.3 Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio Dibandingkan dengan teknik analisis laporan keuangan lainnya, analisis rasio memiliki keunggulan (Sofyan Syarif Harahap, 2006:298) sebagai berikut: a. Rasio merupakan angka-angka atau iktisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditabsirkan. b. Rasio merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit. c. Mengetahui posisi keuangan perusahaan di tengah industri lain. d. Sangat bermamfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi. Namun demikian analisis rasio juga memiliki beberapa keterbatasan yang harus disadari sewaktu-waktu oleh penggunanya (Keown et al., 1991:448-449) yaitu: a. Kadangkala sulit untuk mengidentifikasi kategori industri dari perusahan pada saat perusahan memiliki lebih dari satu jenis jalur bisnis. b. Rata-rata industi yang dipublikasikan merupakan angka taksiran dan panduan umum bagi para pemakai serta bukan merupakan rata-rata rasio yang ditentukan secara ilmiah atas semua kejadian pada perusahaan yang mewakili dalam industri.
c. Perbedaan praktik akuntansi diantara perusahaan dan dapat mengarah pada perbedaan perhitungan rasio.
2.1.5.4
Jenis-Jenis Rasio Keuangan
2.1.5.4.1
Rasio CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity) Dalam kamus perbankan (Institut Bankir Indonesia) edisi
kedua tahun 1999 CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuagan bank, yang mempengaruhi pula tingkat kesehatan bank, CAMEL merupakan tolok yang menjadi objek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawasan bank, CAMEL terdiri atas lima kinerja yaitu modal, aktiva manajeman, pendapatan dan likuiditas. Berdasarkan kamus perbankan (Institut Bankir Indonesia) edisi kedua tahun 1999 peringkat CAMEL dibawah 81 memperlihatkan kondisi keuangan yang lemah yang ditunjukkan oleh neraca bank, seperti rasio kredit tak lancar terhadap total aktiva yang meningkat, apabila hal tersebut tidak diatasi akan mengganggu kelangsungan usaha bank, bank yang terdaftar pada pengawasan dianggap sebagai bank bermasalah dan diperiksa lebih sering oleh pengawas bank jika dibandingkan dengan bank yang tidak bermasalah. Bank dengan peringkat camel di atas 81 adalah bank dengan pendapatan yang kuat dan aktiva tak lancar sedikit dan peringkat CAMEL tidak di informasikan secara luas.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang tentang perbankan tersebut, bank Indonesia telah mengeluarkan surat edaran N0. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993, yang mengatur tentang tata cara penilain tingkat kesehatan bank. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan yang dikeurkan bank Indonesia dengan surat edaran N0.23/21/BPPP tanggal 28 Februari 1991. Metode atau cara penilain tingkat kesehatan bank tersebut di atas kemudian dikenal sebagai metode CAMEL. Karena setelah dilakukan perhitungan tingkat kesehatan bank berdasarkan metode CAMEL, dilanjutkan dengan perhitungan tingkat kepatuhan bank pada beberaa ketentuan khusus, metode tersebut akhirnya lebih dikenal dengan istilah metode CAMEL. Metode CAMEL berisikan langkah-langkah yang dimulai dengan
menghitung
besarnya
masing-masing
rasio
pada
komponen-komponen berikut: 1.
Kualitas Aktiva (Asset) Aktiva yang dimiliki oleh bank terdiri dari aktiva produktif dan aktiva non produktif. Aktiva produktif adalah penyediaaan dana bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase
agreenment) tagihan derivatif, penyertaan, transaksi dipersamakan dengan itu. Aktiva non produktif adalah aset bank selain aktiva produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang diambil alih, properti tembengkalai, rekening antar kantor dan suspense account (Peraturan Bank Indonesia No 7/2/PBI/2005). Aktiva dapat diukur dengan menggunakan rasio NPL, (Lukman Dendawijaya, 2004:141) Non Performing Loan (NPL)/ Kredit Bermasalah NPL adalah perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan tingkat kolektibilitas dengan total kredit yang diberikan bank. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Rasio NPL dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: NPL
= Kredit Bermasalah Total Kredit
2. Rentabilitas (Earning) Analisis rentabilitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Dalam analisis rentabilitas ini akan dicari hubungan guna mendapat berbagai indikasi yang berguan untuk mengukur efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut, (Lukman Dendawijaya). Return on Total Asset (ROA) ROA (Return On Assets) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari total asset bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut (Dendawijaya, 2003). Besarnya nilai return on total assets dapat dihitung dengan rumus berikut ini: ROA = Laba Sebelum Pajak × 100 % Total Aktiva 3. Likuiditas (Liquidity) Suatu bank dikatakan liqiud apabila bank yang bersangkutan dapat memenuhi utangnya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan, oleh karena itu bank dikatakan liquid apabila : 1. Bank tersebut memiliki cash asset sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi likuidnya. 2. Bank tersebut memiliki cash asset yang lebih kecil dari butir (1) diatas, tetapi yang bersangkutan, memiliki asset lainnya
(khususnya surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktuwaktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya. 3. Bank tersebu mempunyai kemampuan untuk menciptakan berbagai cash asset baru melalui berbagai bentuk hutang. Indikator yang digunakan yaitu: LDR (Loan to Deposite Ratio) Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga, LDR tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kredit yang diberikan sebagi sumber likuiditas. Berarti LDR menilai peranan simpanan bank dalam pinjaman keuangan. Perhitungan rasio ini adalah (Drs.Lukman Dendawijaya). LDR =
Jumlah Kredit yang Diberikan
× 100 %
Dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti 2.1.6 Financial Distress 2.1.6.1 Pengertian Financial Distress Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Kondisi financial
distress
terjadi
sebelum
perusahaan
mengalami
kebangkrutan. Kebangkrutan dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi di mana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi
memenuhi mengalami
kewajiban-kewajiban kekurangan
dan
debitur
karena
ketidakcukupan
perusahaan dana
untuk
menjalankan atau melanjutkan usahanya lagi. Model financial distress perlu dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantispasi yang mengarah kepada kebangkrutan (M.Sinungan,1994) Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan atau dapat dikatakan sebagai peringatan dini atau awal terhadap adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang dan apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak besar bagi perusahaan yang mengalaminya, menurut Muhammad Akhyar Adnan dan Eha (2000) dalam Delfi (2004) menjelaskan definisi kebangkrutan sebagai kegagalan yang dapat dibedakan menjadi: 1. Kegagalan ekonomi, biasanya diartikan apabila perusahaan kehilangan uang atau pendapatan dan perusahaannya tidak mampu menutupi biaya operasional sehari-hari perusahaannya, ini berati tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. 2. Kegagalan keuangan, kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk yaitu:
a. Insolvensi teknis Dimana
terjadi
apabila
perusahaan
tidak
dapat
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo walaupun
total
aktivanya
sudah
melebihi
total
utangnya. b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan Dimana didefinisikan sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. Pengertian kebangkrutan (bankruptcy) sendiri biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan
untuk
menghasilkan
laba
(Supardi,
2003:79).
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 4 tahun 1998 adalah dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitur memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kebangkrutan sering juga disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan ataupun insolvibilitas. Kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah perusahaan
didefinisikan dalam
beberapa
menurut Martin dalam Supardi (2003:79) yaitu:
pengertian
1. Kegagalan Ekonomi (Economic Distress) Kegagalan
dalam
ekonomi
berarti
bahwa
perusahaan
kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biaya produksinya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan yang dikeluarkan untuk sebuah investasi tersebut. 2. Kegagalan Keuangan (Financial Distress) Pengertian financial distress menurut Supardi (2003:79) mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagian asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distress. Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum sakitpun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk
kegiatan operasional perusahaan akibat adanya krisis ekonomi tersebut.
Namun
demikian,
proses
kebangkrutan
sebuah
perusahaan tentu saja tidak semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi saja tetapi bisa disebabkan oleh faktor lain yang sifatnya non-ekonomi. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kebangkrutan yang terjadi pada perbankan di Indonesia disebabkan oleh nilai mata uang rupiah yang menurun, suku bunga tinggi, terjadinya rush, hutang membengkak, simpanan nasabah rendah dan tingginya kredit macet yang melanda hampir seluruh bank di Indonesia. Menurut Jauch dan Glueck dalam Adnan (2000:139) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan adalah: Faktor Eksternal Perusahaan 1. Faktor Pelanggan atau Nasabah Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena berguna untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing. 2. Faktor Pemasok/Kreditur
Kekuatannya
terletak
pada
pemberian
pinjaman
dan
mendapatkan
waktu pengembalian hutang yang tergantung
kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditasan suatu bank. 3. Faktor Pesaing/Bank Lain Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah, perusahaan juga jangan melupakan pesaingnya karena jika produk pesaingnya lebih diterima oleh masyarakat perusahaan tersebut akan kehilangan nasabah dan mengurangi pendapatan yang diterima. Faktor Internal Perusahaan Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan secara internal menurut Harnanto dalam Adnan (2000:140) sebagai berikut: 1. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga akan menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar. 2. Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap inisiatif dari manajemen. 3. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.
Dalam memprediksi suatu kebangkrutan atau dalam keadaan bermasalah juga dapat dilihat dari kinerja perbankan tersebut. Kinerja bank dapat dilihat dari beberapa rasio keuangan yang menunjukkan perbandingan antara satu jumlah dengan jumlah yang lain yang dapat memberikan angka yang menunjukkan baik buruknya atau posisi keuangan suatu bank (Almilia dan Herdining Tyas, 2005). Menurut Khasmir (2005) ukuran kinerja juga dapat dilihat dari tingkat kesehatan bank yang penilaiannya dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi beberapa aspek diantaranya: 1.
Aspek Permodalan Didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan pada CAR (Capital Adequacy Ratio) pada tahun 1999 ditetapkan sebesar minimal 8%.
2. Aspek Kualitas Asset Dengan memperbandingkan aktiva produktif diklasifikan dengan aktiva produktif. 3.
Aspek Kualitas Manajemen Kualitas menajemen dapat dilihat dari kualitas manusia dalam memanajemen
permodalan,
aktiva,
manajemen
umum,
rentabilitas, dan manajemen likuiditas. 4. Aspek Likuiditas Suatu bank dapat dikatakan liquid apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua hutangnya terutama
tabungan, giro, deposito pada saat ditagih, dan dapat memenuhi permohonan kredit yang layak dibiayai. 5. Aspek rentabilitas Merupakan kemampuan bank dalam meningkatkan labanya apakah setiap periode atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank bersangkutan. Penilaian dapat dilakukan dengan : a.
Rasio laba terhadap Total Asset (ROA)
b.
Perbandingan biaya operasi dengan pendapatan operasi (BOPO)
Rasio keuangan menjelaskan perubahan posisi keuangan bank dan memberikan informasi yang efisien dalam menunjukkan karakteristik bank yang mengalami kegagalan dan tidak mengalami kegagalan (Gunsel,2007). Dengan Rasio keuangan memungkinkan manajemen mengidentifikasi perubahan- perubahan pokok pada trend, jumlah dan hubungan sehingga dapat memberikan pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan dimasa yang akan datang (Nasser dan Aryati, 2002). Menurut Nurazi dan Evans (2005) bahwa rasio CAMEL menunjukkan kualitas manajemen dan kepatuhan terhadap peraturan.
2.1.6.2 Analisis Diskriminasi Altman Analisis
diskriminan
ini
mengacu
pada
rasio-rasio
keuangan perusahaan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio, rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada analisis tentang baik buruknya keadaan atau posisis keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio itu dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar (Munawir, 1998).
Analisis diskriminan Altman merupakan suatu model statistik yang dikembangkan oleh Altman yang kemudian berhasil merumuskan rasio-rasio financial terbaik dalam memprediksi terjadinya kebangkrutan perusahaan, dari rasio tersebut kemudian dirumuskan dalam Z skor kebangkrutan perusahaan, dimana perusahaan yang diteliti mendekati atau menjauhi kebangkrutan.
Terdapat beberapa model Altman, yaitu:
2.1.6.2.1 The Altman Model (1968)
Altman (1968) menemukan bahwa perusahaan dengan profitabilitas serta solvabilitas yang sangat rendah berpotensi mengalami
kebangkrutan.
Altman
menggambarkan
model
kebangkrutan dengan menggunakan 22 rasio keunangan yang
diklasifikasikan
kedalam
lima
kategori,
yaitu
liquidity,
profitability, leverage, solvency, activity. Model Alman adalah sebagai berikut:
Z = 1,21 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5 Dimana: X1 = Net working Capital /total assets (liquidity) Rasio ini menyimpulkan bahwa suatu perusahaan yang berpotensi gagal mulai berkurang investasinya untuk aktiva lancar. Jadi apabila dalam beberapa tahun investasi terhadap aktiva lancar mengalami penurunan karena perusahaan mengalami rugi operasi terus-menerus maka perlu diwaspadai mengenai X1 yang merupakan unsur kebangkrutan (Altman, 2000).
X2 = Retained Earning/ Total Asseets (Lavarage) Rasio ini mengukur tingakat levarage perusahaan, semakin besar nilai rasio, maka perusahaan dikatakan telah menggunakan banyak hutang. Altman (2000) menyatakan bahwa semakin muda suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinannya untuk bangkrut karena perusahaan yang masih muda belum memiliki cukup waktu untuk menghasilkan laba kumulatif tetapi tidak menutup kemungkinan perusahaan yang besar pun mengalami kebangkrutan.
X3 = Earning Before Interest Taxes/ Total Assets (profitability) Mencerminkan keseluruhan kekuatan perusahaan dalam mendatangkan pendapatan, melemahnya faktor ini merupakan indikator akan hadirnya kebangkrutan, karena berjalannya suatu perusahaan bergantung juga pada laba yang diperoleh oleh perusahaan.
X4 = Market Values of Euity / book Values of Liabilitiies (solvency) Mengembangkan solvabilitas kemampuan financial jangka panjang dari suatu perusahaan.
X5 = Sales / Total Assets (Activity) Menunjukkan rasio perputaran modal yang menunjukkan besar kecilnya kemampuan manajemen untuk menjual aset-aset perusahaan atau bisa dikatakan seberapa jauh kemampuan akiva menciptakan penjualan.
Keterangan:
Z ≤ 1,81
: Perusahaan tidak sehat
1,81 < Z ≤ 2,90 : Perusahaan dalam kondisi rawwan Z > 2,90
: Perusahaan sehat
2.1.6.2.2
Revisi Alman Model Karena banyaknya perusahaan yang tidak go public sehingga tidak mempunyai nilai pasar, kemudian Altman mengembangkan model alternatif dengan menngantikan nilai pasar menjadi nilai buku. Dengan demikian, model tersebut dapat dipakai untuk perusahaan yang go public dan tidak go public. Persamaan yang diperoleh yaitu:
Z = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5 Keterangan: Z ≤ 1,23
: Perusahaan tidak sehat
1,23 < Z ≤ 2,90 : Perusahaan dalam kondisi rawan Z > 2,90
: Perusahaan sehat
2.1.6.2.3 A further revision-Altman Model Model yang dikembangkan sebelumnya mengalami revisi yang tujuannya adalah agar model prediksinya tidak hanya digunakan pada perusahaan manufaktur tetapi juga digunakan pada selain manufaktur. Model revisi Altman yaitu:
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,0 X4 Keterangan:
Z ≤ 1,1
: Perusahaan tidak sehat
1,1 < Z ≤ 2,60 : Perusahaan dalam kondisi rawan Z > 2,60
: Perusahaan sehat
Dalam penelitian ini menggunakan unit penelitian pada perusahaan bukan perbankan, Sedangkan untuk perbankan menggunakan analisis CAMEL dengan rasio keuangan adalah rasio permodalan, rasio kualitas aktiva, rasio rentabilitas, dan rasio likuiditas. maka dalam penelitian digunakan A further revisionAlman Model untuk menentukan kondisi financial distress perbankan.
2.2 Kerangka Pemikiran Laporan keuangan yang diterbitkan oleh bank merupakan salah satu
sumber informasi mengenai posisi keuangan bank, kinerja serta
perubahan posisi keuangan bank yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat bagi para pengguna laporan keuangan baik pengguna internal maupun penggunan eksternal. Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu sering kali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan bagi pengguna internal dan eksternal, seperti pembayaran deviden upah dan keputusan untuk menyimpan uang bagi para calon nasabah. Informasi tidak perlu harus dalam bentuk ramalan eksplisit tetapi kemampuan laporan keuangan untuk
menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu seperti nilai prediktif laporan laba rugi dapat ditingkatkan kalau pos-pos penghasilan atau beban yang tidak biasa, abnormal dan jarang terjadi diungkapkan secara terpisah, (Brigham dan Daver 2008:840). Rasio yang digunakan sebagai variabel bebas adalah rasio camel, risiko dalam kasus perbankan (Institut Bankir Indonesia) edisi kedua tahun 1999 dijelaskan bahwa CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, analisis rasio memberikan gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank. Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian penelitian yang akan penulis lakukan, diantaranya penelitian yang dilakukan Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi (2003) dengan judul ”analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek jakarta (BEJ) tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model logit untuk memprediksi financial distress antar industi, financial distresss merupakan variabel dependen kategori dalam model ini. Hasil dari penelitian ini adalah
bahwa
memprediksimkan
rasio-rasio financial
keuangan distress
dapat
suatu
digunakan
perusahaan
untuk
sedangkan
tambahan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel risiko keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan adalah sebagi berikut: rasio profit margin yaitu (NI/S), rasio
financial levarage ( CL/TA), raasio likuiditas yaitu (CA/CL) dan rasio pertumbuhan yaitu (growth NI/TA). Penelitian Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2006) dengan judul penelitian Analisis Rasio CAMEL terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan Periode 2000-2002, hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan signifikan rasio-rasio keuangan bank yang bermasalah dan yang tidak bermasalah pada rasio CAR, APB, PPA, PAP, NIM, BOPO, NPL, dan ROA, Model regresi logistik dengan rasio CAMEL sebagai prediktor menghasilkan model yang fit dengan data yang diobservasi: Prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan terjadinya bank bermasalah atau tidak bermasalah adalah CAR dan BOPO. Ketepatan prediksi model regresi logistik sebesar 93,1% yang terdiri dari ketepatan prediksi bank bermasalah sebesar 83,3% dan bank tidak bermasalah sebesar 97,9%. Penelitan
Mulyani,
Sri,
2009
dengan
judul
penelitian
“Implementasi Manajemen Risiko Pembiayaan dalam Upaya Menjaga Likuiditas bank Syariah (Studi pada PT Bank Syariah Mandiri Cabang Malang) Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan manajemen risiko pembiayaan yang dilakukan oleh PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Malang dan likuiditas PT. BSM secara konsolidasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: pengelolaan risiko pembiayaan pada PT BSM pada dasarnya mengacu pada arahan, pedoman dan kebijakan dari BSM Pusat. Kebijakan terbut dikemas dalam Enterprice
Risk Management (ERM) yang berisi program kerja antara lain pemutakhiran manual kebijakan dan pedoman operasional, optimalisasi organisasi organisasi manajemen risiko, SIMRIS (Syariah Mandiri Risk Information System), Penelitian financial distress dan kebangkrutan perusahaan seperti yang dilakukan oleh Platt dan Platt (1990) menggunakan sample pada beberapa industri dengan melakukan penyelidikan stabilitas dan kelengkapan model kebangkrutan berdasarkan industry relative ratio yang dibandingkan dengan rasio yang tidak disesuiakan berdasarkan jenis industrinya. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa indusrti relative ratio memiliki tingkat klasifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan jenis industrinya Semua dimensi tersebut berpengaruh dan mempunyai hubungan yang kaitannya dengan financial distress. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pemikiran penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN
Perusahaan Publik Perbankan
Rasio CAMEL Risiko Perbankan.
(capital, asset, management, earning dan Liquidity)
SE BI No. 6/23/DPNP/200 444
1. Asset:NPL 2. Earning : ROA 3. Likuiditas: LDR
Financial Risk : Credit risk
Financial Distress
2.3 Hipotesis Penelitian Pengertian
hipotesis
menurut
Sugiyono
(20011:93)
yaitu:
“hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah peneltian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta-fakta empris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik”. Hipotesis dalam penelitia ini berkaitan dengan ada tidaknya pengauh yang signifikan dari variabel rasio CAMEL,
dan risiko perbankan
terhadap variabel financial distress pada suatu perusahaa perbankan. maka hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah: “Rasio CAMEL (,NPL, ROA, dan LDR), Risiko perbankan (Credit risk) berpengaruh secara signifikan baik secara parsial maupun parsial terhadap kondisi financial distres pada bank”
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian yang Digunakan 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang akan diteliti adalah rasio CAMEL, risiko perbankan terhadap financial distress sebagaimana tercantum dalam laporan keuangan perusahaan perbankan dengan priode pengamatan tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3.1.2 Metode Penelitian Menurut Sugiyono (2012:4) metode penelitian adalah: “cara ilmiah untuk mendapatkan data valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan sutau pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah”. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif asosiatif, karena penelitian ini inigin membuktikan adanya variabelvariabel yang akan ditelaah hubungannya yang signifikan serta tujuannya untuk menyajikan gambaran secara terstuktur, faktual mengenai faktafakta serta hubungan antara variabel yang diteliti.
Menurut Moh. Nazir (2011:54) metode deskriptif adalah: ”suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang” tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskriptif gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki” Dalam penelitian ini, metode deskriptif akan dipakai untuk menjelaskan tentang beberapa variabel penelitian yaitu rasio CAMEL, risiko perbankan dan financial distress. Sedangkan pengertian metode asosiatif menurut Sugiyono (2012: 53) adalah sebagai berikut: “suatu pertanyaan penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih.” Penelitian asosiatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh beberapa variabel penelitian yang terdiri dari rasio CAMEL, risiko perbankan, terhadap financial distress secara parsial maupun simultan 3.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel 3.2.1 Definisi Variabel Menurut Sugiyono (2010:58) mendefinisikan pengertian variabel adalah sebagai berikut: “segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari sehingga diperoleh informasi hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya”. Dalam penelitian ini penulis melakukan pengukuran terhadap keberadaan suatu variabel dengan menggunakan instrumen penelitian. Setelah itu penulis akan melanjutkan analisis untuk mencari pengaruh suatu variabel dengan variabel lain. Menurut Sugiyono (2010:59), berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel lain, maka macam-macam variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut: 3.2.1.1 Variabel Bebas (independent Variabel (X)) Variabel ini sering disebut juga sebagai variabel simulus, prediktor, antecedent. atau sering disebut dengan variabel bebas, menurut (Sugiyono, 2010:59) variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen/terikat. Maka dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (independen variabel) adalah rasio CAMEL (X1), risiko perbankan (X2) tetapi dalam penelitian ini penulis tidak menggunaka variabel capital yaitu CAR karena terdapat distribusi yang tidak normal, sehingga apabila di masukkan ke dalam pengujian SPSS akan menghasilkan data yang error sehingga variabel CAR akan dihapuskan dan juga variabel management karna variabel ini bersifat kualitatif. Berikut pengertian dari masingmasing variabel dan pengukurannya:
3.2.1.1.1
Variabel Independen (X1): Rasio CAMEL (Asset (NPL), Earning (ROA), Liqudity (LDR))
1. Asset Aktiva produktif sebagaimana di maksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 adalah penanaman dana baik dalam rupiah atau valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan antar bank, penyertaan, termasuk komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Rasio yang digunakan untuk mengukur asset ialah non performing loan, dan bad debt ratio (BDR), tetapi dalam penelitian ini penulis menggunakan rasio non performing loan (NPL) karna rasio ini adalah rasio yang paling akurat untuk menguji variabel asset dan data-data yang dibuhtuhkan oleh penulis telah tersedia di laporan keuangan bank dengan jelas. Rumus NPL: NPL =
Total Kredit Bermasalah × 100 % Total Kredit
Sumber : Lukman Dendawijaya (2004:141)
2. Earning (Rentabilitas) Analisis rentabilitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Dalam analisis rentabilitas ini akan dicari hubungan guna mendapat berbagai indikasi yang berguan untuk mengukur efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan. Dalam
mengukur earnings rasio yang digunakan antara lain return on asset (ROA), besarnya nilai return on total assets dapat dihitung dengan rumus berikut ini: ROA = Laba Sebelum Pajak × 100 % Total Aktiva Sumber : Lukman Dendawijaya (2004:141) 3. Likuiditas Yang
dimaksud
dengan
likuiditas
adalah
kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang akan segera jatuh tempo, (Gilman). Dalam mengukur nilai likuiditas rasio yang dapat digunakan ialah loan to deposit ratio dan net call money to current asset, dan di dalam penelitian ini penulis menggunkan rasio LDR, karena rasio LDR merupakan rasio yang menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya, dan hal ini sesuai dengan kebutuhan penulis, dan data-data yang dibutuhkan oleh penulis untuk rasio ini telah tercantum di laporan keuangan perbankan. LDR dapat diukur dengan rumus sebagai berikut: LDR =
Jumlah Kredit yang Diberikan Dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti
Sumber : Lukman Dendawijaya (2004:141)
× 100 %
3.2.1.1.2
Variabel Independen (X2): Risiko Perbankan Risiko keuangan yang mungkin diderita suatu bank karena pengelolahan keuangan dan
operasional yang kurang baik. Setiap
usaha yang dilakukan oleh manajemen perbankan memiliki suatu risiko yang akan berdampak terhadap penghasilan atau return perusahaan. Menurut Teguh Pudjo Muljono (1999:159), risiko yang dihadapi oleh industri perbankan terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu financial risk, delivery risk dan environment risk, tetapi dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan 1 kriteria yaitu financial risk yang terdiri dari credit risk. 1. Financial Risk Menurut Teguh Pudjo Muljono (1999;159) financial risk merupakan risiko yang mungkin diderita suatu bank karena pengelolaan keuangan maupun kegiatan operasionalnya yang kurang baik, maka akan mempunyai dampak negatif pada kondisi keuangan yang bersangkutan. Rasio ini meliputi: Credit Risk Merupakan
suatu
risiko
akibat
ketidakmampuan
nasabah
mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta imbalannya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. Dapat di hitung dengan menggunakan rumus: Credit Risk
NPL Total Asset
3.2.1.2 Variabel Dependen (Y) : Financial Distress Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat kerena adanya variabel bebas, (Sugiyono,2010:59) . sesuai dengan masalah yang akan diteliti maka yang akan menjadi variabel terikat (dependent variable) adalah Financial Distress. Dalam penelitian ini indikator yang akan digunakan adalah Z yaitu bankrupcy index. Plat dan Plat (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. 3.2.2. Operasionalisasi Variabel Operasional variabel diperlukan untuk menentukan jenis dan indikator dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Selain itu, proses ini juga dimaksudkan untuk menentukan skala pengukuran dari masing-masing
variabel
sehingga
pengujian
hipotesis
dengan,
menggunakan alat bantu statistik dapat dilakukan dengan benar”. rasio sebagai berikut: Sesuai dengan judul skripsi yang diteliti yaitu ”pengaruh Rasio CAMEL, dan Risiko Perbankan terhadap kondisi financial distress”. maka terdapat dua variabel penelitian yaitu:
1. Rasio CAMEL sebagai variabel bebas (X1) 2. Risiko Perbankan sebagai vaiabel bebas (X2) 3. Financial Distress sebagai variabel terikat (Y) Agar lebih jelas untuk mengetahui variabel penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Pengaruh Rasio CAMEL, Risiko Perbankan Terhadap Financial Distress.
Variabel
Konsep
Indikator
Skala
Variabel
Rasio
Asset
CAMEL
Pengukuran
NPL = Total kredit bermasalah
Rasio
Total Kredit
(X11, X12,X13)
Earning
ROA= Pendapatan sebelum pajak × 100 % Total Aktiva
Liquidity
LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan
×100%
Dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti
Risiko Credit Risk
Credit Risk = NPL Total asset
Rasio
Financial
financila
Z = bankrupcy index
Rasio
Distress
distress
(Y)
berdasarkan
Z ≤ 1,1 = Tidak Sehat
model revisi
1,1 < Z >2,6 = Rawan
altman
Z > 2,6 = Sehat
Perbankan (X2)
revision.Altm an Model.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian Populasi menurut Sugiyono (2012:115) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Sesuai dengan penelitian yang akan diteliti yaitu pengaruh rasio CAMEL, dan risiko perbankan terhadap financial distress. Maka yang akan menjadi populasi dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan perusahaan perbankan di bursa efek indonesia (BEI) selama 3 tahun mulai dari tahun 2008 sampai 2010, sehingga diperoleh populasi sebanyak 30 perusahaan. 3.3.2 Teknik Sampling Menurut Sugiyono (2010:116-117) teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Dalam penelitian ini teknik sampling
yang digunakan oleh
penulis adalah teknik non probability sampling, menurut sugiyono (2010:120) non probability sampling adalah:
“teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel” Teknik non probability sampling yang digunakan dalam pengambilan sample pada penelitian yaitu teknik purposive sampling. Pengertian purposive sampling menurut sugiyono (2010”122) adalah: “purposive
sampling
adalah
teknik
penentuan
sampel
dengan
pertimbangan tertentu.” Alasan pemilihan sampel dengan menggunakan purposive sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesua dengan yang telah penulis tentuka n, oleh karena itu penulis memilih teknik
purposive
sampling
dengan
menetapkan
pertimbangan-
pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu yang harus digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Perusahaan yang diteliti dalam penelitian ini adalah semua perusahaan perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (listing) selama tiga tahun berturut-turut dengan pengamatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. b. Perusahaan Perbankan tersebut telah menerbitkan laporan keuangan tahunan (financial statement) yang telah di audit untuk priode pengamatan tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.
c. Perusahaan yang dijadikan sampel penelitian, memiliki kelengkapan data yang menyangkut data yang akan diteliti oleh penulis, seperti memiliki data atau rasio Non Performing Loan, Return on Asset, Loan to Deposit Ratio dan tidak mengalami financial distress. Adapun jumlah sampel perusahaan yang masuk dalam kriteria dalam penelitian ini dapat dilihat dari tabel 3.2 dibawah ini: Tabel 3.2 Tahap penyeleksian untuk sampel penelitian Kriteria
2008
Total perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2008-
30
2010 Bank yang tidak memiliki kelengkapan data sesuai
(22)
dengan kebutuhan penulis dan perusahaan yang mengalami financial distress Total bank yang akan dijadikan sampel
8
3.3.3. Sampel Penelitian Menurut Moh. Nazir (2011:271) “sebuah sampel adalah bagian dari populasi. Survei sampel adalah prosedur di mana hanya sebagian dari populasii saja yag diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki oleh populasi.” Berdasarkan populasi penelitian di atas, maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang memenuhi beberapa kriteria pada tabel 3.2 yaitu sebanyak 8 perusahaan. Adapun perusahaan perbankan yang menjadi sampel penelitian antara lain: Tabel 3.3 Daftar Perusahaan Perbankan yang Dijadikan Sampel No
Nama Perusahaan Perbankan
Kode
1
Bank Central Asia, Tbk
BBCA
2
Bank Permata, Tbk
BNLI
3
Bank Rakyat Indonesia, Tbk
BBRI
4
Bank Tabungan Negara, Tbk
BBTN
5
Bank Danamon Indonesia, Tbk
BDMN
6
Bank Mandiri (persero) Tbk
BMRI
7
Bank CIMB Niaga, Tbk
BNGA
8
Bank Internasional Indonesia, Tbk
BBII
3.4. Sumber Data
Sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kumulatif yaitu data yang dinyatakan dalam angka-angka, menunjukkan nilai terhadap besaran atau variabel yang diwakilinya, (Sugiono 2012:13) Dilihat
dari
sumber
datanya,
pengunpulan
data
dapat
menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Adapaun menurut Sugiono (2012:402) yang dimaksud dengan data sekunder ialah “sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.” Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari dokumen laporan keuangan
tahunan
yang
diperoleh
penulis
lewat
website
BEI
(www.idx.co.id), website masing-masing perusahaan perbankan, Indonesia Capital Market Directory (ICMD) untuk periode 2008-2010, dan sumbersumber lain yang penulis peroleh dari beberapa buku, jurnal, makalah dan hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini. 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam untuk mendapatkan data sekunder digunakan teknik pengumpulan data dengan metode dokumentasi. Yang mana pada tahap ini penulis berusaha untuk memperoleh berbagai informasi sebanyak-banyaknya untuk dijadikan
sebagai dasar berupa buku-buku, jurnal, makalah, maupun penelitianpenelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan data juga diperoleh dari situs-situs terkait untuk memperoleh tambahan literatur, jurnal, dan data lainnya. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mengumpulkan informasi berupa teori-teori dan konsep dasar yang diperoleh dari buku-buku, artikel-artikel, majalah dan internet. Data sekunder dari internet bersumber dari website Bursa Efek indonesia (www.idx.co.id) dan dari website lain yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Selain data sekunder yang telah disebutkan diatas, data sekunder diperoleh dari sumber-sumber data sekunder lainnya yang dapat menunjang dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data yang diperlukan untuk mengukur rasio CAMEL dan Risiko Perbankan, dan Financial distress pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3.4.2 Prosedur Pemilihan Objek Penelitian Penelitian dilakukan oleh penulis melalui studi kepustakaan yaitu dengan cara membaca dan mempelajari literatur-literatur, buku-buku, artikel, koran, internet dan sumber-sumber data sekunder lainnya yang dapat menunjang dan berhubungan dengan penelitian yang penulis lakukan.
3.4.3 Model Penelitian Dalam sebuah penelitian, model penelitian merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang diteliti. Sesuai dengan judul skipsi yang dikemukakan penulis yaitu ”pengaruh rasio CAMEL dan risiko perbankan terhadap financial distress.” Maka untuk menggambarkan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, penulis memberikan model penelitian yang dapat dinyatakan dalam gambar sebagai berikut Gambar 3.1 Model Penelitian Rasio CAMEL (X1)
Financial Distress (Y) Risiko Perbankan (X2)
3.5 Rancangan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 3.5.1 Analisis Data Menurut Sugiyono (2010:147), mengemukakan bahwa: “Analisis data
ialah, mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis
responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.” Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistik dengan menggunakan SPSS windows version 17. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 3.5.2
Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk menilai ada tidaknya bias atas hasil analisis regresi yang telah dilakukan, dimana dengan menggunakan uji asumsi klasik dapat diketahui sejauh mana hasil hasil analisis regresi dapat diandaikan tingkat keakuratannya. (F. Poernamawatie, 2008) uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heterokedastisitass (Dedy dan Fransiska, 2008) .
3.5.2.1 Uji Normalitas Sebelum melakukan uji statistik regresi dan kolerasi perlu dilakukan pengujian normalitas data, hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kalmogorov-Smirnov Test yang nantinya akan diolah dengan bantuan SPSS V 17.0 for windows, kemudian alat uji statistik paremetrik dapat digunakan bila asumsi data sampel berdistribusi normal terpenuhi.
Dasar pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasarkan probabilitas (Asymtotik Significance), yakni: a. Jika Probabilitas > 0,05 maka distribusi dari populasi adalah normal. b. Jika Probabilitas < 0,05 maka populasi tidak berdistribusi normal.
3.5.2.2 Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah model regresi mempunyai kolerasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik tidak terjadi kolerasi diantaranya variabel bebasnya. Jika variabel bebas saling berkolerasi, maka variabel-variabel tidak orthogonal, yaitu kolerasi diantara variablel tidak nol. Uji multikolineritas dilakukan dengan melihat tolerance value dan Variance Inflation Factor (VIF). metode ini diajukan untuk mendeteksi variabel-variabel mana yang menyebabkan terjadinya multikolinearitas, menurut Gujarati (2003:351) besar nilai VIF dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Variance Inflation Factors : VIF
=
1 ( 1 -r2 ij)
(Gujarati, 2003: 351)
Dinama VIF = Variance Inflation Faktor dan tolerance Rij = Besarnya Kolerasi natara variabel i dan variabel j
Menurut Ghozali (2005:95), pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinieritas adalah yang mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan angka tolerance mendekati 1. Batas VIF adalah 10, jika VIF dibawah 10, maka tidak terjadi gejala multikolineritas atau sebaliknya. 3.5.2.3. Uji Autokorelasi Dedi dan fransiska (2008) mengemukakan bahwa uji autokorelasi bertujuan untuk meguji apakah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganngu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Algifari (2009) mengemukakan uji auotokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson (DW test). Adapaun cara mendekteksi terjadinya autokorelasi secara umum dapt diambil patokan sebagai berikut:
Nilai DW Kurang dari 1,08 1,08 sd 1,66 1,66 sd 2,34 2,34 sd 2,92 lebih dari 2,92
Keterangan ada autokorelasi tampa kesimulan tidak ada autokorelasi tampa kesimpulan ada autokorelasi
3.5.2.4. Uji Asumsi Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Situasi heteroskedastisitas akan menyebabkan penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien dan hasil taksiran dapat menjadi kurang atau melebihi dari yang semestinya. Dengan demikian, agar koefisien koefisienregresi tidak menyesatkan, maka situasi heteroskedastisitas tersebut harus dihilangkan dari model regresi. Uji heterokedastisitas untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi kesamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varian dari residual satu pengamatan-pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedasitas. Model regresi yang baik adalah homoskedasitas. Salah satu cara untuk melihat adanya problem heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) (Tony Wijaya, 2012:124) cara menganalisisnya: -
Dengan melihat apakah titik-titik memiliki pola tertentu yang teratur seperti bergelombang, melebar kemudian menyempit, jika
terjadi
maka
mengidentifikasikan
terdapat
heterokedastisitas. -
Jika tidak terdapat pola tertentu yang jelas, serta titik-titik menyebar siatas dan dibawah angka 10 pada sumbu Y maka mengindikasikan tidak terjadi heterokedastisitas.
3.5.3
Statistika Deskriptif Statistik deskriptif merupakan analisis yang meneliti objek dalam keadaan apa adanya, sesuai dengan data yang diperoleh kemudian disusun dan disampaikan (Sugiyono, 2011:206). Dalam analisis ini akan dilaukan pembahasan mengenai rasio CAMEL, risiko perbankan, dan financial distress. Analisi deskriftif yang digunakan adalah nilai maksimum, nilai minimum, mean (rata-rata) dan standar deviasi (penyebaran data). Sedangkan untuk menentukan kategori penilaian setian nilai rata-rata (mean) perubahan pada variabel penelitian, maka dibuat tabel distribusi frekuensi dengan langkah sebagai berikut: a. Menentukan jumlah kriteria yaitu 5 kriteria b. Menetukan selisih nilai maksimum dan minimum = (nilai maks – nilai min) c. Menetukan range = (jarak interval kelas) d. Menentukan nilai rata-rata perubahan pada setiap variabel penelitian. e. Membuat
tabel distribusi frekuensi nilai perubahan untuk setiap
variabel penelitian. Tabel 3.4 Tabel Kriteria Penilain SANGAT
Batas bawah (nilai min)
(range)
Batas atas 1
RENDAH
(batas atas 9) +0,01
(range)
Batas atas 2
SEDANG
(batas atas 2) + 0,01
(range)
Batas atas 3
TINGGI
(Batas atas 3) + 0,01
(range)
Batas atas 4
RENDAH
Keterangan: Batas atas 1 = batas bawah (nilai min) + range Batas atas 2 = (batas atas 1 + 0,01) + range Batas atas 3 = (batas atas 2 + 0,01) + range Batas atas 4 =(batas atas 3 + 0,01) + range 3.5.4. Analisis Regresi 3.5.4.1 Analisis Regresi Linear Sederhana Regresi linear sederhana didasarkan pada hubungan funsional ataupun kuasal satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Persamaan umum regresi sederhana menurut Sugiyono (2010:261) adalah: Ŷ=α+βX Dimana : Ŷ = subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan α = Konstanta atau harga Y bila X = 0 β = Koefisien regresi yang menunjukan angka peningkatan
ataupun
penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila β (+) maka naik, dan bila β (-) maka terjadi penurunan. Menurut Sugiyono (2010:262) besarnya α dan β dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
α = ( ∑ Y) (∑ X2) – (∑X) (∑XY) n∑X2 - (∑X)2 β=
n∑XY – (∑X) – (∑Y) n∑X2 – (∑X)2
Dimana : X = Variabel X Y = Variabel Y α = Bilangan Konstan β = Koefisien arah garis regresi n = lamanya priode (tahun)
3.5.4.2 Analisis Regresi Berganda (Simultan) Moh. Nazir (2011:463) menjelaskan bahwa jika parameter dari suatu hubungan fungsional antara satu variabel dependen dengan lebih dari satu variabel ingin diestimasikan, maka analisis regresi yang dikerjakan berkenaan dengan regresi berganda (multiple regression). Persamaan umum regresi berganda menutut Sugiyono (2010:277) adalah: Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β 4X4 + є Dimana : Y= Financial Distres α = Konstanta, merupakan nilai terkait yang dalam hal ini adalah Y pada saat variabel bebasnya adalah 0 (X1, X2, X3, X4 = 0)
β1 = Koefisien regresi berganda antar variabel bebas X1 terhadap variabel terikat Y, bila variabel bebas X2 X3 X4 dianggap konstan. β2 = Koefisien regresi berganda antar variabel bebas X2 terhadap variabel terikat Y, bila variabel bebas X2 X3 X4 dianggap konstan. β3 = Koefisien regresi berganda antar variabel bebas X3 terhadap variabel terikat Y, bila variabel bebas X2 X3 X4 dianggap konstan. β4 = Koefisien regresi berganda antar variabel bebas X4 terhadap variabel terikat Y, bila variabel bebas X2 X3 X4 dianggap konstan. X1 = Rasio CAMEL X2 = Risiko Perbankan Є = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi variabel Y Arti koefisien β adalah jika nilai β posotif (+), hal tersebut menunjukkan hubungan yang searah antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lian peningkatan atau penurunan besarnya variabel bebas akan diikuti oleh peningkatan atau penurunan besarnya variabel terikat. Sedangkan jika β negatif (-), menunjukkan hubungan yang berlawanan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lain setiap peningkatan besarnya nilai variabel bebas akan diikuti oleh penurunan besarnya nilai variabel terikat, dan sebaliknya
3.5.5
Analisis Korelasi
3.5.5.1 Analisis Korelasi Parsial.
Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) linier antara dua variabel. Korelasi juga tidak menunjukkan hubungan fungsional. Dengan kata lain, analisis korelasi tidak membedakan antara variabel dependen dengan variabel independen. Dalam
analisis
regresi,
analisis
korelasi
yang
digunakan
juga
menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen selain mengukur kekuatan asosiasi (hubungan). Teknik ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber daa dari dua variabel atau lebih tersebut adalah sama. Rumus koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
rxy =
n ∑ xi yi - ∑ xi ∑ yi √{n ∑ xi 2 – (∑ xi )2 } {n∑ yi 2 – (∑ yi )2 }
Dengan mengetahui koefisien korelasi antara masing-masing variabel X dan Y maka dapat ditentukan koefisien determinasi untuk mengetahui besarnya pengaruh yang ditimbulkan masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Tabel 3.5 Pedoman untuk Memberikan Interprestasi terhadap Koefisien Korelasi Interval Koefisien Kriteria 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231) 3.5.5.2 Analisis Korelasi Berganda (Simultan) Analisis korelasi berganda ini berkenaan dengan hubungan tiga atau lebih variabel. Sekurang-kurangnya dua variabel bebas dihubungkan dengan variabel terikatnya. Dalam korelasi ganda koefisien korelasinya dinyatakan dalam R. Analisis ini digunakan untuk mencari hubungan antara
dua
variabel bebas atau lebih yang secara bersama-sama dihubungkan dengan variabel terikatnya, sehingga dapat diketahui besarnya sumbangan seluruh variabel bebas yang menjadi objek penelitian terhadap variabel bebas yang menjadi objek penelitian terhadap variabel terikatnya.
Ryx1x2 = √
r
2
yx
+r2
yx
–2r
r yx2 x1 x2
1- r 2 x1x2 Dimana : R yx1x2 = Koefisien Korelasi ganda antar variabel x1 dan x2 ryx1 = Koefisien Korelasi X1 terhadap Y ryx2 = Koefisien Korelasi X2 terhadap Y ryx3 = Koefisien Korelasi X1 terhadap X2 3.5.6
Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian secara parsial (uji t) dan penyajian secara simultan (uji F). hipotesis yang akan diuji dan dibuktikan dalam penelitian ini berkaitan dalam penelitian
ini berkaitan dengan pengaruh variabel-variabel bebas yaitu rasio CAMEL, risiko perbankan, terhadap financial distress. Menurut Nazir (2003:394), tingkat signifikan (signifikant level) yang sering digukan adalah sebesar 5% atau 0,05 karena dinilai cukup ketat dalam menguji hubungan variabel-variabel yang diuji atau menunjukkan bahwa korelasi antara kedua variabel cukup nyata disamping itu tingkat signifikan 0,05 nartinya adalah kemungkinan besar dari hasil penarikan kesimpulan mempunyai probabilitas 95% atau toleransi kesehatan sebesar 5%. Untuk menguji hipotesis, dapat menggunakan rumus berikut ini: a. Uji Parsial (t-test) Uji t (t-test) melakukan pengujian terhadap koefisien regresi secara parsial, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan bahwa variabel independen lain dianggap konstan, (Sugiyono 2010:250) merumuskan uji t sebagai berikut: t = r √n – 2 √1-r 2 Keterangan: t = Distribusi t n = Jumlah data r = Koefisien Korelasi Parsial
r 2 = Koefisien determinasi (t-test) hasil perhitungan ini selanjutnya dibandingkan dengan t
tabel
dengan menggunakan tingkat kesalahan 0,05. Kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan sebagai berikut: Ho diterima jika nilai thitung < ttabel atau nilai sig > α Ho ditolak jika nilai thitung > ttabel atau nilai sig < α Bila terjadi penerimaan Ho maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan, sedangkan bila Ho ditolak artinya terdapat pengaruh yang signifikan. Rancangan pengujian hipotesis statistik ini untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara variabel independent (X) yaitu rasio CAMEL (X1), Risoko Perbankan (X2), terhadap Financial Distress (Y), adapun yang menjadi hipotesi dalam penelitian ini adalah: Ho: β = 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan
Ha : β ≠ 0 : terdapat pengaruh yang signifikan
“Rasio CAMEL (NPL, ROA dan LDR), Risiko perbankan (Credit risk) berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi financial distress pada bank”
b. Uji F (pengujian secara Simultan)
Uji F adalah pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang terdapat di dalam model secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Uji F dalam penelitian ini digunakan untuk menguji signifikasi pengaruh rasio CAMEL, Risio Perbankan, terhadap Financial Distress secara simultan dan parsial. Menurut Sugiyono (2010:257) rumus pengujian adalah: F =
R2 / k ( 1 – R2) / ( n – k – 1 )
Keterangan : R2 = koefisien Determinasi K = Jumlah Variabel Independen N = Jumlah data atau kasus F hasil perhitungan ini dibandingkan dengan Ftabel yang diperoleh dengan menggunkan tingkat risiko atau signifikan level 5% atau dengan degree freedom = n – k – 1 dengan kriterian sebagai berikut : Ho ditolak jika Fhitung > F tabel atau nilai sig < α Ho diterima jika Fhitung < F tabel atau nilai sig > α Jika terjadi penerimaan Ho, maka dapat diartikan tidak berpengaruh signifikan model regresi berganda yang diperoleh sehingga mengakibatkan tidak signifikan pula pengaruh dari variabel-variabel bebas bebas secara simultan terhadap variabel terikat.
Adapun yang menjadi hipotesis nol (Ho) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho: β1 = β2 = β3 = β4 = 0 : tidak berpengaruh signifikan Ha: β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0 : terdapat pengaruh yang signifikan X1 (Rasio CAMEL), X2 (Risiko Perbankan), berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress (Y) pada perusahaan Perbankan yang telah listing di BEI. 1. Penetapan tingkat signifikansi Pegujian hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05 (α=0) atau tingkat keyakinan sebesar 0,95. Dalam ilmu-ilmu sosial tingkat signifikansi 0,05 sudah lazim digunakan karena dianggap cukup tepat untuk mewakili hubungan antar-variabel yang diteliti.
2. Penetapan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis Hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya diuji
dengan
menggunakan metode pengujian statistik uji t dan uji F dengan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis sebgai berikut: Uji t: Ho diterima jika nilai – ttabel < thitung < ttabel Ho ditolak jika nilai – thitung < ttabel atau thitung < -ttabel Uji F: Ho ditolak jika Fhitung > F tabel Ho diterima jika Fhitung ≤ F tabel
3.5.7 Koefisien Determinasi Untuk melihat seberaa besaar tingkat engaruh variabel independen tehadap variabel dependen secara parsial digunakan koefisien determinasi (Kd) dengan rumus sebagai berikut:
KD = r2 X 100 %
Keterangan: KD: Koefisien Determinasi r2
:
Koefisien Regresi
koefisien determinasi (KD) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Besarnya koefisien determinasi ini adalah 0 sampai dengan 1. nilai KD yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang dependen mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2009:49). 3.5.8 Penarikan Kesimpulan Dari hipotesis-hipotesis yang didapat tadi, maka ditarik kesimpulan apakah variabel-variabel bebas secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap variabel terikat, dan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, dan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
4.1.1
Gambaran Umum Perusahaan Perbankan
1. Bank Central Asia (BBCA) BCA secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV. Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya itu, dan barangkali yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi di tahun 1997. Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada keseluruhan sistem perbankan di Indonesia. Namun, secara khusus, kondisi ini mempengaruhi aliran dana tunai di BCA dan bahkan sempat mengancam kelanjutannya. Banyak nasabah menjadi panik lalu beramairamai menarik dana mereka. Akibatnya, bank terpaksa meminta bantuan dari pemerintah Indonesia. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lalu mengambil alih BCA di tahun 1998. Saat ini, BCA terus memperkokoh tradisi tata kelola perusahaan yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko secara baik dan komitmen pada nasabahnya baik sebagai bank transaksional maupun sebagai lembaga intermediasi finansial.
2. Bank Permata (BNLI) Permata Bank telah berkembang menjadi sebuah bank swasta utama yang menawarkan produk dan jasa inovatif serta komprehensif terutama di sisi delivery channel-nya termasuk Internet Banking dan Mobile Banking. Permata Bank memiliki aspirasi untuk menjadi penyedia jasa keuangan terkemuka di Indonesia, dengan fokus di segmen Konsumer dan Komersial. Melayani sekitar 2 juta nasabah di 57 kota di Indonesia, Permata Bank memiliki 289 cabang (termaksuk 12 cabang Syariah) dan 776 ATM dengan akses tambahan di lebih dari 40.000 ATM (VisaPlus, Visa Electron, MC, Alto, ATM Bersama dan ATM Prima). Permata Bank dibentuk sebagai hasil merger dari 5 bank di bawah pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yakni PT Bank Bali Tbk, PT Bank Universal Tbk, PT Bank Prima Express, PT Bank Artamedia, dan PT Bank Patriot pada tahun 2002. Di tahun 2004, Standard Chartered Bank dan PT Astra International Tbk mengambil alih Permata Bank dan memulai proses transformasi secara besar-besaran di dalam organisasi. Selanjutnya, sebagai wujud komitmennya terhadap Permata Bank, kepemilikan gabungan pemegang saham utama ini meningkat menjadi 89,01% pada tahun 2006. 3. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Sejarah berdirinya Bank Rakyat Indonesia tidak terlepas dari adanya beberapa kali pergantian nama sebelum menjadi Bank Rakyat
Indonesia itu sendiri. Sejarah tersebut dimulai ketika pada tanggal 16 desember 1895. Sebagai
suatu langkah kebijakasanaan Pemerintah menuju
pembentukan Bank Tunggal. BKTN diintergrasikan pula ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan baerdasarkan Penpres Nomor 9 tahun 1965 dan Surat Menteri Bank Sentral Nomor 42 tahun 1965 dan Nomor 47 tahun 1965. Ketika Penpres tersebut baru berjalan satu bulan, keluarlah Penpres Nomor 17 tahun 1965 tentang Pembentukan Bank Tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia, dan Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (ex. BKTN) diintergrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia Unit II. Pada akhirnya berdasarkan Surat Keputusan Direksi BRI Nokep : S. 67-DIR/12/1982 tanggal 2 Desember 1982 Direksi Bank Indonesia menetapkan, bahwa Hari Jadi Bank Rakyat Indonesia adalah tanggal 16 Desember 1895. 4. Bank Tabungan Negara (BBTN) Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 memberikan inspirasi
kepada
Bapak
Darmosoetanto
untuk
memprakarsai
pengambilalihan Tyokin Kyoku dari pemerintah Jepang ke pemerintah RI dan terjadilah penggantian nama menjadi Kantor Tabungan Pos. Banyak kejadian bernilai sejarah sejak 1950, tetapi yang terpenting bagi sejarah Bank Tabungan Negara (BTN) adalah dikeluarkannya UU darurat No. 9
Tahun 1950 Tanggal 9 Februari 1950 yang mengubah nama “Posts Paar Bank Indonesia” berdasarkan Staasbalt No. 295 Tahun 1941 menjadi Bank Tabungan Pos dan memidahkan induk kementrian keuangan dibawah menteri urusan Bank Central. Tanggal 9 Februari 1950 ditetapkan sebagai hari dan tanggal BTN. Penegasan status BTN sebagai Bank Tabungan milik negara ditetapkan dengan UU No. 20 tahun 1968 tanggal 19 Desember 1968 yang sebelumnya (sejak tahun 1964) BTN menjadi BNI unit V (lima). Jika tugas utama saat pendirian Posts Paar Bank (1897) sampai dengan BTN (1968) adalah bergerak dalam lingkup perhimpunan dana masyarakat melalui tabungan, maka sejak tahun dalam lingkup perhimpunan dana masyarakat melalui tabungan, maka sejak tahun 1974 BTN ditambah tugasnya yaitu memberikan pelayanan KPR dan untuk pertamakalinya penyaluran KPR terjadi pada tanggal 10 Desember yang diperinganti sebagai hari KPR bagi BTN. 5. Bank Danamon (BDMN) PT Bank Danamon Indonesia Tbk adalah bank swasta nasional terbesar ke dua, dan termasuk dalam lima besar bank komersial di Indonesia. Bank Danamon memiliki jaringan distribusi geografi yang terluas dari semua bank di Indonesia dengan 500 kantor cabang, 790 ATM, serta didukung oleh lebih dari 13.000 karyawan. Bank Danamon saat ini dikenal sebagai salah satu bank terkemuka di bidang konsumen
dan UKM selain melayani nasabah korporasi dan kelembagaan di seluruh Indonesia. 6. .Bank Mandiri (BMRI) Bank Mandiri merupakan salah satu bank terkemuka dan terbesar di Indonesia dari sisi aktiva, kredit yang diberikan dan simpanan. Kegiatan usaha utama Bank Mandiri adalah corporate banking, commercial banking dan consumer banking. Kegiatan corporate banking dan commercial banking menyediakan berbagai produk dan jasa termasuk produk simpanan dan kredit, serta berbagai jasa yang memiliki nilai tambah seperti jasa pembiayaan perdagangan (trade finance), jasa cash management, jasa treasury, dan jasa corresponden banking. Kegiatan consumer banking menyediakan berbagai produk dan jasa termasuk kredit, Simpanan, kartu kredit, kartu debit, traveller’s cheques, safe deposit box dan jasa pembayaran tagihan. Selain itu, kegiatan treasury and capital market adalah suatu kegiatan yang mengelola likuiditas internal dan mengawasi serta mengelola jasa-jasa keuangan yang ditawarkan kepada nasabah seperti transaksi penukaran mata uang asing, custodian dan jasa pasar modal lainnya. 7. Bank CIMB Niaga (BNGA) Bank Niaga didirikan pada tanggal 26 September 1955, dan saa ini merupakan bank ke-7 terbesar di Inonesia berdasarkan aset sertaerbesar di segmen kredit kepemilikan rumah dengan pangsa pasar sekitar 9-10%. Bumiputra-Commerce Holding Berhad (BCHB) memegang kepemilikan
mayoritas sejak 25 Noverber 2002. Kemudian dilalihkan kepada CIMB Group anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh BCHB. Bank Niaga menawarkan berbagai peroduk barang dan jasa perbankan, baiik konvesional merupakan syariah melalui 256 kantor cabang di 48 kota di Indonesia. Bank Niaga memiliki reputasi yang sangat baik di bidang pelayanan nasabah dan tata kelola perusahaan, serta nasabahnya. Diantatra melahirkan banyak bankir handal di jalur distribusi perbankan elektronik. Bank Niaga menghadirkan layanan perbankan yang dikemas sesuai selera nasabnya. 8. Bank Internasional Indonesia (BBII) PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) didirikan 15 Mei 1959. Setelah mendapatkan ijin sebagai bank devisa pada 1988, BII mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang Bursa Efek Indonesia atau BEI) pada 1989. BII adalah salah satu bank terbesar di Indonesia dengan jaringan internasional yang memiliki 337 cabang termasuk lima kantor cabang syariah dan lima cabang luar negeri, 1.001 ATM dan 15 CDM (Cash Deposit Machines) BII di seluruh Indonesia, dan juga sudah terkoneksi dengan lebih dari 20.000 ATM yang tergabung dalam Jaringan ATM PRIMA, ATM BERSAMA, ALTO, CIRRUS dan jaringan MEPS di Malaysia dan sekaligus terhubung dengan lebih dari 2.800 ATM Maybank di Malaysia dan Singapura serta memiliki kantor cabang luar negeri di Mauritius, Mumbai dan Cayman Islands. Dengan total simpanan nasabah sebesar Rp60,2 triliun dan aset sebesar Rp77,4
triliun per 31 Maret 2011, BII menyediakan serangkaian jasa keuangan melalui kantor cabang dan jaringan ATM, phone banking dan internet banking. BII telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BNII) dan aktif di sektor UKM/Komersial, Konsuer dan Korporasi. 4.1.2 Non Performing Loan (NPL)/ Kredit Bermasalah NPL adalah perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan tingkat kolektibilitas dengan total kredit yang diberikan bank. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet, (Lukman Dendawijaya). Non Performing Loan (NPL) atau sering disebut juga kredit bermasalah merupakan variabe bebas kedua (X2) yang termaksut dalam rasio CAMEL yaitu asset, Rasio NPL dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: NPL = Kredit Bermasalah Total Kredit Berikut ini adalah data Non Performing Loan (NPL) tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.
Tabel 4.1 Non Performing Loan (NPL) 2008-2010
No
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Perusahaan
Kode Emiten
Tahun 2008 Bank Centra Asia BBCA Bank Permata BNLI Bank Rakyat Indnesia BBRI Bank Tabungan Negara BBTN Bank Danamon BDMN Bank Mandiri BMRI Bank CIMB Niaga BNGA Bank Internasional Indonesia BBII Tahun 2009 Bank Centra Asia BBCA Bank Permata BNLI Bank Rakyat Indnesia BBRI Bank Tabungan Negara BBTN Bank Danamon BDMN Bank Mandiri BMRI Bank CIMB Niaga BNGA Bank Internasional Indonesia BBII Tahun 2010 Bank Centra Asia BBCA Bank Permata BNLI Bank Rakyat Indnesia BBRI Bank Tabungan Negara BBTN Bank Danamon BDMN Bank Mandiri BMRI Bank CIMB Niaga BNGA Bank Internasional Indonesia BBII
Non Performing Loan (NPL)
0,006 0,011 0,028 0,0266 0,023 0,011 0,014 0,02 0,007 0,015 0,0352 0,0275 0,045 0,004 0,0104 0,0158 0,006 0,007 0,0278 0,0266 0,03 0,006 0,0185 0,0178
Adapun Grafik dari Non Performing Loan periode 2008 sampai dengan 2010 dari 8 sampel penelitian adalah sebagai berikut:
Axis Title
Non Performing Loan (NPL) 0,05 0,045 0,04 0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
BBCA
BNLI
BBRI
BBTN
BDMN
BMRI
BNGA
BBII
2008 0,006
0,011
0,028
0,0266
0,023
0,011
0,0142
0,02
2009 0,007
0,015
0,0352 0,0275
0,045
0,004
0,0104 0,0158
2010 0,006
0,007
0,0278 0,0266
0,03
0,006
0,0185 0,0174
Grafik 4.1 Non Performing Loan Apabila dilihat per entitas, berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa Bank Central Asia (BBCA) memiliki Non Performing Loan tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,007 dan terendah pada tahun 2008 dan 2010 yaitu 0,006. Bank Permata (BNLI) NPL tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 0,011 dan terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapai 0,007. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) NPL tertinngi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,0352 dan yang terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapi 0,0266. Bank Tabungan Negara (BBTN) NPL
tertinngi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,275 dan terendah pada tahun 2008 dan 2010 yaitu hanya mencapai 0,0266. Bank Danamon NPL tertinngi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,045 dan yang terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapai 0,03. Bank Mandiri (BMRI) NPL tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 0,011 dan terendah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapai 0,004. Bank CIMB Niaga memiliki NPL tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,0185 dan terendah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapai 0,0104 dan Bank Internasiona Indonesia NPL tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,0174 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,02. 4.1.3 Return On Assets (ROA) ROA (Return On Assets) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari total asset bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut (Dendawijaya, 2003). Return On Assets (ROA) merupakan variabel bebas ketiga (X3) dari variabel CAMEL, besarnya nilai return on assets dapat dihitung dengan rumus berikut ini: ROA = Laba Sebelum Pajak × 100 % Total Aktiva
Berikut adalah data Return On Assets (ROA) tahun 2008 sampai dengan 2010 dari perusahaan yang dijadikan sampel penelitian: Tabel 4.2 Return On Assets (ROA) 2008-2010
No
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Perusahaan
Kode Emiten
Tahun 2008 Bank Centra Asia BBCA Bank Permata BNLI Bank Rakyat Indnesia BBRI Bank Tabungan Negara BBTN Bank Danamon BDMN Bank Mandiri BMRI Bank CIMB Niaga BNGA Bank Internasional Indonesia BBII Tahun 2009 Bank Centra Asia BBCA Bank Permata BNLI Bank Rakyat Indnesia BBRI Bank Tabungan Negara BBTN Bank Danamon BDMN Bank Mandiri BMRI Bank CIMB Niaga BNGA Bank Internasional Indonesia BBII Tahun 2010 Bank Centra Asia BBCA Bank Permata BNLI Bank Rakyat Indnesia BBRI Bank Tabungan Negara BBTN Bank Danamon BDMN Bank Mandiri BMRI Bank CIMB Niaga BNGA Bank Internasional Indonesia BBII
Return On Assets (ROA)
0,034 0,017 0,0418 0,0118 0,0152 0,025 0,011 0,0084 0,034 0,014 0,0373 0,0147 0,015 0,03 0,021 -0,0007 0,035 0,02 0,0464 0,0205 0,0219 0,034 0,0275 0,0068
Adapun Grafik dari return on assets pada tahun 2008 sampai dengan 2010 dari 8 sampel penelitian sebagai berikut:
Return On Assets (ROA)
0,05
Axis Title
0,04 0,03 0,02 0,01 0 -0,01
BBCA
BNLI
2008
0,034
2009 2010
BBRI
BBTN
BDMN
BMRI
BNGA
BBII
0,017
0,0418 0,0118 0,0152
0,025
0,011
0,0084
0,034
0,014
0,0373 0,0147
0,015
0,03
0,021
-0,0007
0,035
0,02
0,0464 0,0205 0,0219
0,034
0,0275 0,0068
Grafik 4.2 Return On Assets (ROA) Apabila dilihat per entitas, berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa Bank Central Asia (BBCA) memiliki Return On Assets tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,035 dan terendah pada tahun 2008 dan 2009 yaitu 0,034. Bank Permata (BNLI) ROA tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 0,017 dan terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapai 0,02. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) ROA tertinngi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,0464 dan yang terendah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapi 0,0373. Bank Tabungan Negara (BBTN)
ROA tertinngi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,0205 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,0118. Bank Danamon ROA tertinngi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,0219 dan yang terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,0152. Bank Mandiri (BMRI) memiliki ROA tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,034 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,025. Bank CIMB Niaga ROA tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 1,021 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,011 dan Bank Internasiona Indonesia memiliki ROA tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 0,0084 dan terendah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapai -0,0007. 4.1.4 Loan to Deposite Ratio (LDR) Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga, LDR terebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kredit yang diberikan sebagi sumber likuiditas, (Drs.Lukman Dendawijaya). Loan to Deposite Ratio (LDR) merupakan variabel bebas yang keempat (X4) dari variabel rasio CAMEL, adapun rumus untuk mencari LDR adalah sebagai berikut: LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan
× 100 %
Dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti Berikut adalah data Loan to Deposite Ratio (LDR) tahun 2008 sampai dengan 2010 dari perusahaan perbankan yang dijadikan sampel penelitia:
Tabel 4.3 Loan to Deposite Ratio (LDR) 2008-2010
No
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Perusahaan
Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia
Kode Emiten Tahun 2008 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII Tahun 2009 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII Tahun 2010 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII
Loan to Deposit Ratio (LDR)
0,538 0,818 0,7993 1,0183 0,8642 0,592 0,8784 0,1979
0,503 0,906 0,8088 1,0129 0,8876 0,614 0,9511 0,1484 0,552 0,875 0,7517 1,0842 0,9383 0,676 0,8804 0,128
Adapun Grafik dari Loan to Deposite Ratio pada Periode 2008-2010 dari 8 sampel penelitian adalah sebagai berikut:
Loan to Deposit Ratio (LDR) 1,2
Axis Title
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
BBCA
BNLI
2008 0,538
BBRI
BBTN
BDMN
BMRI
BNGA
BBII
0,818
0,7993 1,0183 0,8642
0,592
0,8784 0,1979
2009 0,503
0,906
0,8088 1,0129 0,8876
0,614
0,9511 0,1484
2010 0,552
0,875
0,7517 1,0842 0,9382
0,676
0,8804
0,128
Grafik 4.3 Loan to Deposit Ratio (LDR) Apabila dilihat per entitas, berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa Bank Central Asia (BBCA) memiliki Loan to Deposit Ratio tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,552 dan terendah pada tahun 2009 yaitu 0,503. Bank Permata (BNLI) LDR tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,906 dan terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapai 0,875. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) LDR tertinngi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,8088 dan yang terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapi 0,7517. Bank Tabungan Negara (BBTN) LDR tertinngi pada tahun 2010 yaitu mencapai 1,0842 dan terendah pada tahun 2009 yaitu
hanya mencapai 0,129. Bank Danamon LDR tertinngi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,9383 dan yang terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,8642. Bank Mandiri (BMRI) LDR tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,676 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,592. Bank CIMB Niaga LDR tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,9511 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,8784 dan Bank Internasiona Indonesia LDR tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,8903 dan terendah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapai 0,8293. 4.1.5 Credit Risk Merupakan
suatu
risiko
akibat
ketidakmampuan
nasabah
mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta imbalannya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan, Pudjo Muljono (1999:159) Credit risk merupakan variabel bebas ke enanam dari variabel risiko perbankan, adapun rumus untuk mencari credit risk adalah sebagai berikut:
Credit Risk
NPL Total Asset
Berikut adalah data credit risk tahun 2008 sampai dengan 2010 dari perusahaan perbankan yang dijadikan sampel penelitian:
Tabel 4.5 Credit Risk 2008-2010
No
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Perusahaan
Kode Emiten
Tahun 2008 Bank Centra Asia BBCA Bank Permata BNLI Bank Rakyat Indnesia BBRI Bank Tabungan Negara BBTN Bank Danamon BDMN Bank Mandiri BMRI Bank CIMB Niaga BNGA Bank Internasional Indonesia BBII Tahun 2009 Bank Centra Asia BBCA Bank Permata BNLI Bank Rakyat Indnesia BBRI Bank Tabungan Negara BBTN Bank Danamon BDMN Bank Mandiri BMRI Bank CIMB Niaga BNGA Bank Internasional Indonesia BBII Tahun 2010 Bank Centra Asia BBCA Bank Permata BNLI Bank Rakyat Indnesia BBRI Bank Tabungan Negara BBTN Bank Danamon BDMN Bank Mandiri BMRI Bank CIMB Niaga BNGA Bank Internasional Indonesia BBII
Return On Assets (ROA)
0,0244 0,203 0,113 0,591 0,214 0,03 0,135 0,351 0,0247 0,267 1,11 0,470 0,456 0,01 0,097 0,259 0,018 0,094 0,087 0,419 0,253 0,013 0,128 0,236
Adapun grafik dari credit risk periode 2008 sampai dengan 2010 dari 8 sampel penelitian adalah sebagai berikut:
Credit Risk 1,2
Axis Title
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
BBCA
BNLI
BBRI
BBTN
BDMN
BMRI
BNGA
BBII
2008
0,024
0,203
0,113
0,591
0,214
0,03
0,135
0,351
2009
0,0247
0,267
1,11
0,47
0,456
0,01
0,097
0,259
2010
0,018
0,094
0,087
0,419
0,253
0,013
0,128
0,236
Grafik 4.4 Credit risk Apabila dilihat per entitas, berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa Bank Central Asia (BBCA) memiliki credit risk tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,247 dan terendah pada tahun 2008 yaitu 0,244. Bank Permata (BNLI) memiliki CR tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,94 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,203. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memiliki CR tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 0,113 dan yang terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapi 0,068. Bank Tabungan Negara (BBTN) mamiliki CR tertinngi pada tahun 2008 yaitu mencapai 0,59 dan terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapai 0,038. Bank Danamon memiliki CR tertinngi pada tahun
2009 yaitu mencapai 0,45 dan yang terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 0,214. Bank Mandiri (BMRI) memiliki CR tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 4,4 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 3,04. Bank CIMB Niaga memiliki CR tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 8,5 dan terendah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapai 0,09 dan Bank Internasiona Indonesia memiliki CR tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 0,35 dan terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapai 0,231. 4.1.6 Financial Distress Financial
distress
merupakan
kondisi
dimana
keuangan
perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Kondisi financial distress
terjadi
sebelum
perusahaan
mengalami
kebangkrutan.
Kebangkrutan dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi di mana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidak cukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya lagi. Model financial distress perlu dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakantindakan untuk mengantispasi yang mengarah kepada kebangkrutan. Untuk perbankan analisis CAMEL menggunakan rasio keuangan yaitu rasio permodalan, rasio kualitas aktiva, rasio rentabilitas, dan rasio likuiditas, (M.Sinungan,1994).
Dalam penelitian ini menggunakan model Altman yang akan digunakan sebagai ukuran financial distres perusahaan perbankan adalah sebagai berikut: Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,0 X4
Keterangan:
Z ≤ 1,1
: Perusahaan tidak sehat
1,1 < Z ≤ 2,60 : Perusahaan dalam kondisi rawan
Z > 2,60
: Perusahaan sehat
Berikut adalah data-data rasio keuangan perusahaan yang mendukung untuk mengukur financial distress suatu perusahaan perbankan yang dijadikan sampel penelitian:
Tabel 4.5 Financial Distress 2008-2010 No
Nama Perusahaan
Emiten
NPL(x1)
ROA(x2)
LDR(x3)
FD
Tahun 2008
1 Bank Central Asia
BBCA
0,006
0,034
0,538
0,578
2 Bank Permata
BNLI
0,011
0,017
0,818
0,846
3 Bank Rakyat Indonesia
BBRI
0,028
0,0418
0,7993
0,8691
4 Bank Tabungan Negara
BBTN
0,0266
0,0118
1,0183
1,0567
5 Bnak Danamon
BDMN
0,023
0,0152
0,8642
0,9024
6 Bank Mandiri
BMRI
0,011
0,025
0,592
0,628
7 Bnak CIMB Niaga
BNGA
0,014
0,011
0,8784
0,9034
BBII
0,02
0,0084
0,8653
0,8937
8 Bank Internasional Ind
Tahun 2009
1 Bank Central Asia
BBCA
0,007
0,034
0,503
0,544
2 Bank Permata
BNLI
0,015
0,014
0,906
0,935
3 Bank Rakyat Indonesia
BBRI
0,0352
0,0373
0,8088
0,8813
4 Bank Tabungan Negara
BBTN
0,0275
0,0147
1,0129
1,0551
5 Bnak Danamon
BDMN
0,045
0,015
0,8876
0,9476
6 Bank Mandiri
BMRI
0,004
0,03
0,614
0,648
7 Bnak CIMB Niaga
BNGA
0,0104
0,021
0,9511
0,9825
BBII
0,0158
-0,0007
0,8293
0,8444
8 Bank Internasional Ind
Tahun 2010
1 Bank Central Asia
BBCA
0,006
0,035
0,552
0,593
2 Bank Permata
BNLI
0,007
0,02
0,875
0,902
3 Bank Rakyat Indonesia
BBRI
0,028
0,0464
0,7517
0,8261
4 Bank Tabungan Negara
BBTN
0,0266
0,0205
1,0842
1,1313
5 Bnak Danamon
BDMN
0,03
0,0219
0,9383
0,9902
6 Bank Mandiri
BMRI
0,006
0,034
0,676
0,716
7 Bnak CIMB Niaga
BNGA
0,0185
0,0275
0,8804
0,9264
BBII
0,0178
0,0068
0,8903
0,9149
8 Bank Internasional Ind
Adapaun grafik dari financial distress periode 2008 sampai dengan 2010 dari 8 sampel penelitian sebagai berikut:
Financial Distress 2,5
Axis Title
2 1,5
1 0,5 0
BBCA
BNLI
2008 0,736
BBRI
BBTN
BDMN
BMRI
BNGA
BBII
1,157
1,0004 1,2181 1,0564
0,839
1,0595 1,0916
2009 0,944
1,057
1,0113 1,2705 1,1546
0,805
2,1184 0,9928
2010 0,913
1,043
0,9635 1,2987 1,1502
0,872
1,0588 1,0425
Grafik 4.5 Financial Distres Apabila dilihat per entitas, berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa Bank Central Asia (BBCA) memiliki financial distres tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,944 dan terendah pada tahun 2008 yaitu 0,736. Bank Permata (BNLI) memiliki FD tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 1,157 dan terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapai 1,043. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memiliki FD tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 0,0133 dan yang terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapi 0,9635. Bank Tabungan Negara (BBTN) mamiliki FD tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 1,2987 dan terendah pada tahun 2008 yaitu hanya mencapai 1,2181. Bank Danamon memiliki FD tertinngi pada tahun 2009 yaitu mencapai 1,1546 dan yang terendah pada tahun
2008 yaitu hanya mencapai 1,0564. Bank Mandiri (BMRI) memiliki FD tertinggi pada tahun 2010 yaitu mencapai 0,872 dan terendah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapai 0,805. Bank CIMB Niaga memiliki FD tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 2,1184 dan terendah pada tahun 2010 yaitu hanya mencapai 1,0588 dan Bank Internasiona Indonesia memiliki FD tertinggi pada tahun 2008 yaitu mencapai 1,0916 dan terendah pada tahun 2009 yaitu hanya mencapai 09928. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Pengujian Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk menilai ada tidaknya bias atas hasil analisis regresi yang telah dilakukan, dimana dengan menggunakan uji asumsi klasik dapat diketahui sejauh mana hasil analisis regresi dapat diandalkan tingkat keakuratnnya. (F. Poernamawatie, 2008). Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows.
4.2.1.1 Uji Normalitas Nugroho (2005:18) menjelaskan bahwa data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal, untuk menguji apakah distribusi normal atau tidak, dapat dilihat melalui normal probabilityplot dengan membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Data normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal.
Setelah dilaksanakan uji normalitas pada data yang akan digunakan, hasil yang diperoleh dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 4.1 Normal Probability-Plot
Sember: Hasil pengolahan SPSS ver.17 Dari gambar plot di atas terlihat bahwa titik-titik tersebar di sekita garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka dapat dikatakan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas. 4.2.1.2 Uji Multikolinearitas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat tolarance value dan VIF. Multikolinearitas tidak terjadi bila nilai tolerance value diatas
0,10 dan VIF di bawah 10, Ghozali (2009:95). Hasil uji multikolinearitas disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.7 Uji Multikolinearitas Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
(Constant)
Std. Error .013
.150
NPL
-3.482
5.993
ROA
-.764
LDR CR
Coefficients Beta
t
Sig. .088
.931
-.102
-.581
.568
3.888
-.025
-.197
.846
1.217
.180
.889
6.757
.000
-.033
.256
-.022
-.127
.900
a. Dependent Variable: FD
Sumber : hasil pengolahan SPSS ver.17 Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai tolerance value nya diatas 0,1 dan nilai VIF dibawah 10, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas diantara variabel-variabel bebas. 4.2.1.3 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dimaksutkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara kesalahan pengganngu periode t dengan kesalahan pennganngu pada periode t-1. Untuk mendekteksi pelanggaran asumsi autokorelasi, maka uji statistik yang dapat digunakan adalah uji DurbinWatson. Kriteria yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi menurut Algifari (2009) adalah sebagai berikut :
Nilai DW Kurang dari 1,08
Keterangan ada autokorelasi
1,08 sd 1,66
tampa kesimulan
1,66 sd 2,34
tidak ada autokorelasi
2,34 sd 2,92
tampa kesimpulan
lebih dari 2,92
ada autokorelasi
selengkapnya, hasil uji autokorelasi dengan menggunakan pengujian Durbin-Watson (DW) ditunjukkan pada tabel betikut ini: Model Summaryb
Model 1
R .851a
R Square .725
Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .667
.2135825
Durbin-Watson 2.220
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL b. Dependent Variable: FD Sumber: Hasil pengolahan data SPSS ver.17 Dari hasil perhitungan di atas diperoleh angka DW sebesar 2,220. Dengan berpedoman pada kriteria umum yang telah disebutkan diatas, nilai tersebut berada di antara lebih dari 1,66 sd 2,34 maka dapat simpulkan bahwa model regresi yang telah diperoleh tidak ada autokorelasi atau bebas dari autokorelasi. 4.2.1.4 Uji Heteroskedasitas Tujuan dari uji heteroskedassitas adalah untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedasitas dapat diperiksa dengan melihat plot diagram pencar residual, yaitu selisih antara nilai Y prediksi dan nilai Y observasi.
Jika diagram pencar tidak membentuk pola atau acak, regresi tidak mengalami ganguan heteroskedastisitas. Untuk selengkapnya hasil uji heteroskedastisitas ditunjukkan pada grafik scatterploy berikut ini: Gambar 4.2 Uji Heteroskedastisitas
Sumber : hasil pengolahan data SPSS ver.17 Berdasarkan gambar plot diatas, diagram pencar membentuk pola acak yang bisa disimpulkan tidak terjadi situasi heteroskedasitas yang bersifat merusak model.
4.2.2. Analisis Deskriptif 4.2.2.1 Analisis Statistik Deskriptif Non Performing Loan (NPL) Perusahaan Perbankan. Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS ver.17 for windows, maka hasil regresi akan disajikan pada tabel dibawah ini: Tabel 4.8 Hasil Analisis Deskriptif Rasio Non Performing Loan (NPL) Descriptive Statistics N
Minimum
NPL
24
Valid N (listwise)
24
Maximum
.0040
.0450
Mean
Std. Deviation
.018300
.0108062
Sumber : Hasil pengolahan data SPSS ver.17 Dengan melihat hasil analisis deskriptif pada tabel 4.8 di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata Non Performing Loan (NPL) pada 8 perusahaan perbankan pada periode 2008 sampai dengan 2010 adalah sebesar 0,18300. NPL maksimum terdapat pada Bank Rakyat Indonesi (BBRI) pada tahun 2008 sebesar 0,045 kali yang artinya terdapat nilai kredit bermasalah sebesar 0,045 kali dari nilai total kreditnya. Sedangkan rasio NPL minimum terdapat Bank Central Asia (BBCA) pada tahun 2009 sebesar 0,0040 kali yang artinya terdapat nilai kredit bermasalah sebesar 0,0040 kali dari nilai total kreditnya. Untuk menentukan penilaian atas rata-rata rasio NPL, dapat dilihat dari tabel kriteria penilaian di bawah ini, berikut langkah-langkahnya:
1. Terdapat 4 jenis kriteria yaitu : rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. 2. Nilai rata-rata rasio Non Performing Loan (NPL) adalah sebesar 0,18300. 3. Nilai tertinggi rasio Non Performing Loan (NPL) sebesar 0,045 dan nilai terendah sebesar 0,0040. 4. Selisih dari nilai tertinggi (0,045) dan terendah (0,0040) yang kemudian dibagi 4 di dapat hasil sebesar 0,010 yang digunakan sebagai nilai range untuk setiap interval.
Range =
= 0,010
Tabel 4.8 Kriteria Penilaian Interval Koefisien
Kriteria
0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231) 5. Dilihat dari nilai rata-rata rasio Non Performing Loan (NPL) sebesar 0,18835 menunjukkan bahwa tingkat rasio NPL perusahaan perbankan pada tahun 2008 sampai dengan 2010 masuk pada kriteria “Sangat rendah” karena berada pada interval 0,00-0,199.
4.2.2.2. Analisis Statistik Deskriptif Return on Asset (ROA) Perusahaan Perbankan. Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS ver.17 for windows, maka hasil regresi akan disajikan pada tabel dibawah ini: Tabel 4.9 Hasil Analisis Deskriptif Return on Asset (ROA) Descriptive Statistics N
Minimum Maximum
ROA
24
Valid N (listwise)
24
-.0007
.0464
Mean .022546
Std. Deviation .0120146
Sumber : Hasil olah data SPSS ver.17 Dengan melihat hasil analisis deskriptif pada tabel 4.9 di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata Rasio Return on Assets pada 8 perusahaan perbankan pada periode 2008 sampai dengan 2010 adalah sebesar 0,022546. ROA maksimum terdapat pada Bank Tabungan Negara pada tahun 2010 sebesar 0,0464 kali yang artinya bahwa nilai kemampuan perusahaan menghasilkan laba 0,045 kali dari nilai total labanya. Sedangkan rasio ROA minimum terdapat Bank Central Asia pada tahun 2009 sebesar -0,0007 kali yang artinya bahwa kemampuan perusahaan menghasilkan laba hanya sebesar -0,007 kali dari nilai total labanya. Untuk menentukan penilaian atas rata-rata rasio , dapat dilihat dari ROA tabel kriteria penilaian di bawah ini, berikut langkah-langkahnya:
1. Terdapat 4 jenis kriteria yaitu: rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. 2. Nilai rata-rata rasio Return on Asset adalah sebesar 0,022546. 3. Nilai tertinggi rasio Return on Asset sebesar 0,0464 dan nilai terendah sebesar -0,0007. 4. Selisih dari nilai tertinggi (0,0464) dan terendah (-0,0007) yang kemudian dibagi 4 di dapat hasil sebesar 0,0156 yang digunakan sebagai nilai range untuk setiap interval.
Range =
= 0,0156
Tabel 4.10 Kriteria Penilaian Interval Koefisien
Kriteria
0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231) 5. Dilihat dari nilai rata-rata rasio Return on sset sebesar 0,022048 menunjukkan bahwa tingkat rasio ROA perusahaan perbankan pada tahun 2008 sampai dengan 2010 masuk pada kriteria “Rendah ” karena berada pada interval 0,00-0,199.
4.2.2.3. Analisis Statistik Desktiptif Loan to Deposit (LDR) Perusahaan Perbankan. Dari data tabel 4.4 dapat dihitung nilai statistik Loan to Deposit Ratio (LDR) dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.11 Hasil Analisis Deskriptif Loan to Deposit Ratio (LDR) Descriptive Statistics N
Minimum
LDR
24
Valid N (listwise)
24
Maximum
.1280
1.0842
Mean .725979
Std. Deviation .2701446
Sumber : Hasil olah data SPSS ver.17 Dengan melihat hasil analisis deskriptif pada tabel 4.11 di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata Loan to Deposit pada 8 perusahaan perbankan pada periode 2008 sampai dengan 2010 adalah sebesar 0,725979. LDR maksimum terdapat pada Bank Tabungan Negara pada tahun 2010 sebesar 1,0842 kali yang artinya bahwa nilai kredit yang diberikan kepada pihak ketiga 1,0842 kali
dari nilai total dana
nasabahnya. Sedangkan LDR minimum terdapat Bank Internasional Indonesia pada tahun 2010 sebesar 0,1280 kali yang artinya bahwa kredit yang diberikan kepada pihak ketiga 0,1280
kali dari nilai total
nasabahnya. Untuk menentukan penilaian atas rata-rata rasio LDR, dapat dilihat dari tabel kriteria penilaian di bawah ini, berikut langkah-langkahnya:
1. Terdapat 4 jenis kriteria yaitu : tidak sehat, rawan dan sehat 2. Nilai rata-rata rasio Loan to Deposit Ratio adalah sebesar 0,725979. 3. Nilai tertinggi rasio Loan to Deposit Ratio sebesar 1,0842 dan nilai terendah sebesar 0,1280. 4. Selisih dari nilai tertinggi (1,0842) dan terendah (0,1280) yang kemudian dibagi 4 di dapat hasil sebesar 0,239 yang digunakan sebagai nilai range untuk setiap interval.
Range =
= 0,239
Tabel 4.12 Kriteria Penilaian Interval Koefisien Kriteria 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231) 5. Dilihat dari nilai rata-rata rasio Loan to Deposit Ratio sebesar 0,734152 menunjukkan bahwa tingkat rasio LDR perusahaan perbankan pada tahun 2008 sampai dengan 2010 masuk pada kriteria “Kuat” karena berada pada interval 0,20-0,399.
4.2.2.4
Analisis Statistik Desktiptif Credit Risk Perusahaan Perbankan. Dari data tabel 4.5 dapat dihitung nilai statistik deskriptif Rasio credit risk dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.13 Hasil Analisis Deskriptif Credit Risk Descriptive Statistics N
Minimum
CR
24
Valid N (listwise)
24
.0100
Maximum 1.1100
Mean .233462
Std. Deviation .2486342
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17 Dengan melihat hasil analisis deskriptif pada tabel 4.13 di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata credit risk pada 8 perusahaan perbankan pada periode 2008 sampai dengan 2010 adalah sebesar 0,233462. CR maksimum terdapat pada Bank Rakyat Indonesia pada tahun 2009 sebesar 1,1100 kali yang artinya bahwa nilai total resiko kredit yang diberikan 1,1100 kali
dari nilai total kredit yang diberikan.
Sedangkan CR minimum terdapat Bank Mandiri pada tahun 2010 sebesar 0,0100 kali yang artinya bahwa risiko kredit yang diberikan sebesar 0,0100 kali dari nilai total kredit yang diberikan. Untuk menentukan penilaian atas rata-rata rasio credit risk, dapat dilihat dari tabel kriteria penilaian di bawah ini, berikut langkahlangkahnya:
1. Terdapat 4 jenis kriteria yaitu: rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. 2. Nilai rata-rata rasio credit risk adalah sebesar 0,233462. 3. Nilai tertinggi rasio credit risk sebesar 1,1100 dan nilai terendah sebesar 0,0100 4. Selisih dari nilai tertinggi (1,1100) dan terendah (0,0100) yang kemudian dibagi 4 di dapat hasil sebesar 0,275 yang digunakan sebagai nilai range untuk setiap interval.
Range =
= 0,275
Tabel 4.14 Kriteria Penilaian Interval Koefisien Kriteria 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231) 5. Dilihat dari nilai rata-rata rasio credit risk sebesar 0,233462 menunjukkan bahwa tingkat rasio CR perusahaan perbankan pada tahun 2008 sampai dengan 2010 masuk pada kriteria “Rendah” karena berada pada interval 0,20-0,399.
4.2.2.5
Analisis
Statistik
Desktiptif
Financial
Distres
Perusahaan
Perbankan. Dari data tabel 4.6 dapat dihitung nilai statistik deskriptif Rasio financial distress dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 4.15 Hasil Analisis Deskriptif Financial Distres Descriptive Statistics Minimu m Maximum
N FD
24
Valid N (listwise)
24
.1522
1.9825
Mean .808504
Std. Deviation .3698755
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17 Dengan melihat hasil analisis deskriptif pada tabel 4.15 di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata financial distress pada 8 perusahaan perbankan pada periode 2008 sampai dengan 2010 adalah sebesar 0,808504. Hal ini mempunyai arti bahwa rata-rata financial distress perusahaan yang diteliti bernilai positif sebesar 0,808504%. financial distress maksimum terdapat pada Bank CIMB niaga pada tahun 2009 sebesar 1,9825%. Sedangkan financial distress minimum terdapat pada Bank Centra Asia sebesar 0,15522% pada tahun 2008. Untuk menentukan penilaian atas rata-rata rasio credit risk, dapat dilihat dari tabel kriteria penilaian di bawah ini, berikut langkahlangkahnya:
1. Terdapat 4 jenis kriteria yaitu: rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. 2. Nilai rata-rata rasio financial distress adalah sebesar 0.808504. 3. Nilai tertinggi rasio financial distress sebesar 1.9825 dan nilai terendah sebesar 0,1522. 4. Selisih dari nilai tertinggi (1.9825) dan terendah (0,1522) yang kemudian dibagi 4 di dapat hasil sebesar 0,457 yang digunakan sebagai nilai range untuk setiap interval.
Range =
= 0,457
Tabel 4.16 Kriteria Penilaian Interval Koefisien Kriteria 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat
(Sugiyono, 2010:231) 5. Dilihat dari nilai rata-rata rasio financial distress sebesar 0.808504 menunjukkan bahwa tingkat rasio FD perusahaan perbankan pada tahun 2008 sampai dengan 2010 masuk pada kriteria “Rendah” karena berada pada interval 0,40-0,599.
4.2.3. Analisis Pengaruh Non Performing Loan
Terhadap Financial
Distress. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Non Performing Loan terhadap Financial Distress, maka langkah-langkah pengujian statistik ini dilakukan sebagai berikut: 1. Analsisi Korelasi Analisis korelasi ini digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan anatara korelasi kedua variabel dan ukuran yang dipakai untuk menentukan derajat atau kekuatan hubungan korelasi tersebut (Sugiyono, 2012:216). Pengukuran koefisien ini dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi antara variabel Non Performing Loan (X1) dengan Financial Distress (Y) Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari korelasi disajikan pada tabel berikut, Tabel 4.17 Korelasi Rasio Non Performing Loan (NPL) Terhadap Financial Distress Correlations NPL NPL
FD
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) N FD
.196 .358
24
24
Pearson Correlation
.196
1
Sig. (2-tailed)
.358
N
24
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17
24
Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel, dapat digunakan tabel interpretasi nilai koefisien sebagai berikut: Tabel 4.18 Kriteria Penilaian Interval Koefisien
Kriteria
0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat
Berdasarkan tabel di atas, korelasi antara Non Performing Loan (X1) dengan Financial Distress (Y) adalah 0,196. Jika diinterpretasikan terhadap tabel koefisien korelasi, menunjukkan bahwa hubungan antara Non Performing Loan (X1) dengan Financial Distress (Y) adalah sangat rendah dan hubungan tersebut positif. Nilai positif menunjukan bahwa terdapat hubungan searah, sehingga apabila terjadi kenaikan Non Performing Loan maka akan diikuti oleh tingkat keuangan perusahaan yang sehat. 2. Analisis Regresi Linear Sederhana Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent, sehingga dari hubungan yang diperoleh kita dapat menaksir suatu variabel apabila harga variabel lainnya diketahui dengan bentuk persamaan regresinya.
Berdasarkan
pengolahan
yang
telah
dilakukan
dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil regresi akan disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.19 Regresi Rasio Non Performing Loan Terhadap Financial Distres Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) NPL
Standardized Coefficients
Std. Error .686
.151
6.717
7.156
Beta
t
.196
Sig.
4.533
.000
.939
.358
a. Dependent Variable: FD
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17 Dari perhitungan regresi yang telah diolah diatas, maka diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut: Y= 0,686 + 6,717 X1 Persamaan regresi linier sederhana di atas, mempunyai arti sebagai berikut : 1. Nilai koefisien konstanta 0,686 memiliki arti bahwa pada saat rasio Non Performing Loan sama dengan 0 satuan maka kemungkinan terjadinya Financial Distres perusahaan adalah sebesar 0,686 satuan persen. 2. Nilai koefisien regresi b= 6,717 merupakan koefisien arah regresi linier yang artinya bahwa setiap kenaikan NPL sebesar 1 satuan akan
diikuti dengan kenaikan tingkat Financial Distress sebesar 6,717 satuan. 3. Pengujian Hipotesis (uji t) Pengujian secara parsial dilakukan untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara rasio Non Performing Loan dengan Financial Distres. Kriteria uji koefisien regresi dari variabel Non Performing Loan terhadap Financial Distres adalah sebagai berikut: H0 : β1 = 0 : Tidak terdapat pengaruh Non Performing Loan terhadap Financial Distres. Ha : β1≠ 0 : Terdapat pengaruh Non Performing Loan terhadap Financial Distres. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari uji t disajikan pada tabel dibawah ini: Tabel 4.20 Hasil Pengujian Uji t Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) NPL
Standardized Coefficients
Std. Error .686
.151
6.717
7.156
a. Dependent Variable: FD
Nilai thitung = 0,939, sig. = 0.358 Dk (derajat kebebasan) = n-k-1 = 24-4-1 = 19
Beta
t
.196
Sig.
4.533
.000
.939
.358
Uji dilakukan dua sisi (two tail), sehingga nilai ttabel = 2.093 Karena nilai thitung< ttabel atau 0,939 < 2,093 dan sig > 0,05 atau 0,358 > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya, bahwa Non Performing Loan (NPL) tidak berprngaruh signifikan terhadap Financial Distress. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zainudin dan Jogiyanto (1999) dan Afanasief et al (2004) dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa NPL tidak mempengaruhi besarnya financial distress secara signifikan itu artinya semakin tinggi rasio ini, kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
4. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel Non Performing Loan (X1) dengan Financial Distress (Y). Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari koefisien determinasi akan disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi Secara Parsial Model Summaryb Model
R
1
.196a
R Square .039
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
-.005
.3708341
a. Predictors: (Constant), NPL b. Dependent Variable: FD
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17 Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diketahui nilai koefisien determinasi (Kd) = (R2) x 100% diperoleh dari R yaitu Kd = 0,1962 x 100% = 3,9%. Hasil ini sama dengan perolehan dengan menggunakan software statistika yaitu program SPSS 17 for Windows pada kolom R square sebesar 3,9%, sedangkan sisanya 96,1% merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini oleh penulis. Adapun faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis dan memiliki pengaruh terhadap financial distress antara lain faktor-faktor yang bersifat teknis meliputi kondisi perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan volume transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta kekuatan pasar.
4.2.4. Analisis Pengaruh Return on Asset (ROA) Terhadap Financial Distres. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh rasio return on asset terhadap financial distress, maka langkah-langkah pengujian statistik ini dilakukan sebagai berikut:
1. Analsisi Korelasi Analisis korelasi ini digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan anatara korelasi kedua variabel dan ukuran yang dipakai untuk menentukan derajat atau kekuatan hubungan korelasi tersebut (Sugiyono, 2012:216). Pengukuran koefisien ini dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi antara variabel Return on Asset (X2) dengan financial distress (Y). Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari korelasi disajikan pada tabel berikut: Tabel 4.22 Korelasi Parsial Rasio Return on Asset (ROA) Terhadap Financial Distress. Correlations ROA ROA
Pearson Correlation
FD 1
Sig. (2-tailed) N FD
.138 .520
24
24
Pearson Correlation
.138
1
Sig. (2-tailed)
.520
N
24
24
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel, dapat digunakan tabel interpretasi nilai koefisien sebagai berikut:
Tabel 4.23 Kriteria Penilaian
Interval Koefisien
Kriteria
0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat
Berdasarkan tabel di atas, korelasi antara Return on Asset (X2) dengan financial distress (Y) adalah 0,138. Jika diinterpretasikan terhadap tabel koefisien korelasi, menunjukkan bahwa hubungan antara Return on Asset (X2) dengan Financial Distres (Y) adalah sanga rendah dan hubungan tersebut positif. Nilai positif menunjukan bahwa terdapat hubungan searah, sehingga apabila terjadi kenaikan Return on Asset maka akan diikuti oleh tingkat keuangan perusahaan yang sehat. 2. Analisis Regresi Linear Sederhana Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent, sehingga dari hubungan yang diperoleh kita dapat menaksir suatu variabel apabila harga variabel lainnya diketahui dengan bentuk persamaan regresinya. Berdasarkan pengolahan yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil regresi akan disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.24 Regresi Rasio Return on Asset (ROA) Terhadap Financial Distress
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) ROA
Std. Error .713
.165
4.247
6.501
Coefficients Beta
t
.138
Sig. 4.312
.000
.653
.520
a. Dependent Variable: FD
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17 Dari perhitungan regresi yang telah diolah diatas, maka diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut: Y= 0,713 + 4,247 X2
Persamaan regresi linier sederhana di atas, mempunyai arti sebagai berikut : a) Nilai koefisien konstanta 0,713 memiliki arti bahwa pada saat rasio Return on Asset sama dengan 0 satuan maka Financial Distres perusahaan adalah sebesar 0,713 persen (%). b) Nilai koefisien regresi b= 4,247 merupakan koefisien arah regresi linier yang artinya bahwa setiap kenaikan Return on Asset sebesar 1 satuan akan diikuti dengan kenaikan tingkat financial distres sebesar 4,247 persen(%).
3. Pengujian Hipotesis (uji t) Pengujian secara parsial dilakukan untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Retun on Asset dengan financial
distres. Kriteria uji koefisien regresi dari variabel Return on Asset terhadap financial distres adalah sebagai berikut: H0 : β1 = 0 :Tidak terdapat pengaruh Return on Asset
terhadap financial
distress. Ha : β1≠ 0 : Terdapat pengaruh Return on Aseet terhadap financial distress.. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari uji t disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.25 Hasil Perhitungan Uji t Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) ROA
a.
Coefficients
Std. Error .713
.165
4.247
6.501
Beta
t
.138
Sig. 4.312
.000
.653
.520
Dependent Variable: FD
Sumber: hasil olah data SPSS ver.17 Nilai thitung = 0,653, sig. = 0,520 Dk (derajat kebebasan) = n-k = 24-4-1 = 19 Uji dilakukan dua sisi (two tail), sehingga nilai ttabel = 2.093 karena nilai thitung< ttabel atau 0,653 <2,093 dan sig > 0,05 atau 0,520 > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya, bahwa Rerurn on Asset tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distres.
Hal ini sejalan dengan ROA yang diteliti oleh Bahtiar Usman (2003) menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan antara ROA terhadap financial distress, ROA mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah pada bank dan pengaruhnya negatif artinya semakin rendah rasio ROA kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. ROA menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan
income
dari
pengelolaan
asset
yang
dimiliki
(Mulyaningrum, 2008). Almilia dan Herdinigtyas (2005) berpendapat semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah pada bank semakin kecil. 4. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel Return on Asset (X2) dengan financial distress (Y). Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari koefisien determinasi akan disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.26 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi Secara Parsial Model Summary Model
R
1
.138
R Square a
.019
a. Predictors: (Constant), ROA b. Dependent Variable: FD
b
Adjusted R Square -.026
Std. Error of the Estimate .3745719
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diketahui nilai koefisien determinasi (Kd) = (R2) x 100% diperoleh dari R yaitu Kd = 0.1382 x 100% = 1,9%. Hasil ini sama dengan perolehan dengan menggunakan software statistika yaitu program SPSS 17 for Windows pada kolom R square sebesar 1,9%, sedangkan sisanya 8,1% merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini oleh penulis. Adapun faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis dan memiliki pengaruh terhadap financial distress antara lain tingkat suku bunga, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap valuta asing dll. 4.2.5. Analisis Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) Terhadap Financial Distres. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh rasio Loan to Deposit Ratio terhadap financial distres, maka langkah-langkah pengujian statistik ini dilakukan sebagai berikut: 1. Analsisi Korelasi Analisis korelasi ini digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan anatara korelasi kedua variabel dan ukuran yang dipakai untuk menentukan derajat atau kekuatan hubungan korelasi tersebut (Sugiyono, 2012:216). Pengukuran koefisien ini dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi antara variabel Loan to Deposit Ratio (X3) dengan Financial Distres (Y).
Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari korelasi disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.27 Korelasi Rasio Loan to Deposit (LDR) Terhadap Financial Distress Correlations LDR
FD
LD Pearson R Correlation
1
Sig. (2-tailed)
.000
N FD Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.844**
24
24
**
1
.844
.000
N
24
24
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel, dapat digunakan tabel interpretasi nilai koefisien sebagai berikut: Tabel 4.28
Kriteria Penilaian Interval Koefisien
Kriteria
0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat
Berdasarkan tabel di atas, korelasi antara Loan to Deposit Ratio (X3) dengan Fianacial Distress (Y) adalah 0,844. Jika diinterpretasikan terhadap tabel koefisien korelasi, menunjukkan bahwa hubungan antara Loan to Deposit Ratio (X3) dengan Financial Distress (Y) adalah sangat kuat dan hubungan tersebut positif. Nilai positif menunjukan bahwa terdapat hubungan searah, sehingga apabila terjadi kenaikan Loan to deposit ratio maka akan diikuti oleh tingkat keuangan perusahaan yang sehat. 2. Analisis Regresi Linear Sederhana Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent, sehingga dari hubungan yang diperoleh kita dapat menaksir suatu variabel apabila harga variabel lainnya diketahui dengan bentuk persamaan regresinya. Berdasarkan pengolahan yang telah dilakukandengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil regresi akan disajikan pada tabel dibawah ini: Tabel 4.29 Regresi Rasio Loan to Deposit (LDR) Terhadap Financial Distress Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
-.031
.121
LDR
1.156
.156
Coefficients Beta
t
.844
Sig. -.253
.802
7.387
.000
a. Dependent Variable: FD
Sumber: hasil olah data SPSS ver.17 Dari perhitungan regresi yang telah diolah diatas, maka diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut: Y= -0,031+ 1,156 X3 Persamaan regresi linier sederhana di atas, mempunyai arti sebagai berikut : a) Nilai koefisien konstanta -0,031 memiliki arti bahwa pada saat Loan to Deposit Ratio sama dengan 0 satuan maka kemungkinan Financial Distress perusahaan adalah sebesar -0,031 persen (%). b) Nilai koefisien regresi b=1,556 merupakan koefisien arah regresi linier yang artinya bahwa setiap kenaikan Loan to Deposit Ratio sebesar 1 satuan akan diikuti dengan kenaikan tingkat terjadinya Financial Distress sebesar 1,156 persen(%). 2. Pengujian Hipotesis (uji t) Pengujian secara parsial dilakukan untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Loan to Deposit Ratio (LDR) dengan financial distress. Kriteria uji koefisien regresi dari variabel Loan to Deposit Ratio terhadap financial distress adalah sebagai berikut:
H0 : β1 = 0 :Tidak terdapat pengaruh loan to deposit ratio terhadap financial distress. Ha : β1≠ 0 : Terdapat pengaruh loan to deposit ratio terhadap financial distress. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari uji t disajikan pada tabel dibawah ini
Tabel 4.30 Hasil Perhitungan Uji t Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
-.031
.121
LDR
1.156
.156
Coefficients Beta
t
.844
a. Dependent Variable: FD
Sumber: Hasil olah data SPSS ver 17 Nilai thitung = 7,387 sig. = 0,000 (derajat kebebasan) = n-k = 24-4-1 = 19 dilakukan dua sisi (two tail), sehingga nilai ttabel = 2.093
Sig. -.253
.802
7.387
.000
karena nilai thitung > ttabel atau 7,387 > 2,093 dan sig < 0,05 atau 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, bahwa Loan to Deposit Ratio berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Almilia dan Herdiningtyas,2005) dan juga Penelitian Suharman (dalam Mulyaningrum, 2008) menyatakan LDR berpengaruh positif signifikan terhadap kebangkrutan bank.
3. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel Loan to Deposit Ratio (X3) dengan Financial Distress (Y). Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari koefisien determinasi akan disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.31 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi Secara Parsial Model Summary Model 1
R
R Square a
.844
.713
a. Predictors: (Constant), LDR b. Dependent Variable: FD
b
Adjusted R Square .700
Std. Error of the Estimate .2027284
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diketahui nilai koefisien determinasi (Kd) = (R2) x 100% diperoleh dari R yaitu Kd = 0.8442 x 100% = 71,3%. Hasil ini sama dengan perolehan dengan menggunakan software statistika yaitu program SPSS 17 for Windows pada kolom R square sebesar 71,3%, sedangkan sisanya 28,7% merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini oleh penulis. Adapun faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis dan memiliki pengaruh terhadap financial distress antara lain faktor-faktor yang bersifat teknis meliputi kondisi perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan volume transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta kekuatan pasar.
4.2.6. Analisis Pengaruh Credit Risk Terhadap Financial Distress Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Credit risk terhadap Financial Distres maka langkah-langkah pengujian statistik ini dilakukan sebagai berikut: 1.
Analsisi Korelasi Analisis korelasi ini digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara korelasi kedua variabel dan ukuran yang dipakai untuk menentukan derajat atau kekuatan hubungan korelasi tersebut (Sugiyono, 2012:216). Pengukuran koefisien ini dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi antara variabel Credit Risk (X4) dengan Financial Distres (Y).
Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari korelasi disajikan pada tabel berikut: Tabel 4.32 Korelasi Credit Risk Terhadap Financial Distres Correlations CR CR
FD
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
.570
N FD
.122
24
24
Pearson Correlation
.122
1
Sig. (2-tailed)
.570
N
24
24
Sumber: hasil pengolahan data SPSS ver.17 Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel, dapat digunakan tabel interpretasi nilai koefisien sebagai berikut: Tabel 4.33 Kriteria Penilaian Interval Koefisien
Kriteria
0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat
Berdasarkan tabel di atas, korelasi antara Credit Risk (X4) dengan Financial Distress (Y) adalah 0,122. Jika diinterpretasikan terhadap tabel koefisien korelasi, menunjukkan bahwa hubungan antara Credit Risk (X4) dengan Financial Distress (Y) adalah sangat rendah dan hubungan
tersebut positif. Nilai positif menunjukan bahwa terdapat hubungan yang searah, sehingga apabila terjadi kenaikan Credit Risk maka akan diikuti oleh tingkat keuangan perusahaan yang sehat. 2. Analisis Regresi Linear Sederhana Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent, sehingga dari hubungan yang diperoleh kita dapat menaksir suatu variabel apabila harga variabel lainnya diketahui dengan bentuk persamaan regresinya. Berdasarkan
pengolahan
yang
telah
dilakukan
dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil regresi akan disajikan pada tabel dibawah ini: Tabel 4.34 Regresi Credit Risk Terhadap Financial Distress Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Coefficients
Std. Error
(Constant)
.766
.106
CR
.181
.315
Beta
t
.122
Sig.
7.216
.000
.576
.570
a. Dependent Variable: FD Sumber : hasil olah data SPSS ver.17 Dari perhitungan regresi yang telah diolah diatas, maka diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut: Y= 0,766 + 0,181 X4 Persamaan berikut :
regresi linier sederhana di atas, mempunyai arti sebagai
a) Nilai koefisien konstanta 0,766 memiliki arti bahwa pada saat rasio Credit Risk sama dengan 0 satuan maka kemungkinan Financial Distress perusahaan adalah sebesar 0,766 persen (%). b) Nilai koefisien regresi b= 0,181 merupakan koefisien arah regresi linier yang artinya bahwa setiap kenaikan Credit Risk sebesar 1 satuan akan diikuti dengan kenaikan tingkat Financial Distress sebesar 0,181 persen (%).
3. Pengujian Hipotesis (uji t) Pengujian secara parsial dilakukan untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara rasio Credi Riskt dengan Financial Distress. Kriteria uji koefisien regresi dari variabel Credit Risk terhadap Financial Distress adalah sebagai berikut: H0 : β1 = 0 : Tidak terdapat pengaruh Credit Risk terhadap Financial Distress. Ha : β1≠ 0: Terdapat pengaruh Credit Risk terhadap Financial Distress.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari uji t disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.35 Hasil Perhitungan Uji t Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
.766
.106
CR
.181
.315
Coefficients Beta
t
.122
Sig.
7.216
.000
.576
.570
a. Dependent Variable: FD
Sumber : hasil oalah data SPSS ver.17 Nilai thitung = 0,576 sig. = 0,570 (derajat kebebasan) = n-k = 24-4-1 = 19 dilakukan dua sisi (two tail), sehingga nilai ttabel = 2.093 karena nilai thitung < ttabel atau 0,576 < 2,093 dan sig > 0,05 atau 0,570 > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya, bahwa Credit Risk Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress Penelitian ini sejalan dengan penelitian menurut Merton (1974) risiko kredit (credit risk) berpengaruh positif terghadap financial distress, dimana credit risk suatu perusahaan sangat tergantung pada besar kecilnya kewajiban perusahaan dan nilai asset perusahaan.
5. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel Credit Risk (X4) dengan Financial Distress (Y).
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari koefisien determinasi akan disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.36 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi Secara Parsial Model Summary Model
R
1
.122
R Square a
.015
b
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
-.030
.3753663
a. Predictors: (Constant), CR b. Dependent Variable: FD
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diketahui nilai koefisien determinasi (Kd) = (R2) x 100% diperoleh dari R yaitu Kd = 0,1222 x 100% = 1,5%. Hasil ini sama dengan perolehan dengan menggunakan software statistika yaitu program SPSS 17 for Windows pada kolom R square sebesar 1,5%, sedangkan sisanya 8,5% merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini oleh penulis. Adapun faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis dan memiliki pengaruh terhadap financial distress antara lain faktor-faktor yang bersifat teknis meliputi kondisi perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan volume transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta kekuatan pasar. 4.2.7 Analisis Pengaruh Non Performing Loan, Return on Asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR), Credit Risk Terhadap Financial Distres Secara Simultan. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Non Performing Loan (X1), Return on Asset (X2), Loan to Deposit Ratio (X3) dan Credit Riak
(X4) dengan Financial Distres (Y), maka langkah-langkah pengujian statistik ini dilakukan sebagai berikut: 1. Analisis Korelasi Berganda Analisis korelasi berganda digunakan untuk mengetahui seberapa erat hubungan antara seluruh variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Pengukuran koefisien ini dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi antara variabel Non Performing Loan (X1), Return on Asset (X2), Loan to Deposit Ratio (X3) dan Credit Risk (X4) dengan Financial Distres (Y). Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan, maka hasil dari korelasi disajikan pada tabel berikut” Tabel 4.37 Korelasi Berganda Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Credit Risk Terhadap Financial Distres Model Summary Model
R
1
.849
R Square a
Adjusted R Square
.720
Std. Error of the Estimate
.658
.2191679
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL
Sumber : hasil pengolahan data SPSS ver.17 Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antar variabel, dapat digunakan tabel interpretasi nilai koefisien sebagai berikut:
Tabel 4.38 Kriteria Penilaian Interval Koefisien
Kriteria
0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa tingkat hubungan atau korelasi antara variabel Non Performing Loan (X1), Return on Asset (X2), Loan to Deposit Ratio (X3) dan Credit Risk (X4) secara bersama-sama dengan variabel
Financial Distres (Y) adalah sebesar 0,849 dengan
tingkat hubungan korelasi yang sangat kuat. 2. Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linier sederhana digunakan bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas (terikat) atas perubahan dari setiap peningkatan atau penurunan variabel bebas yang akan mempengaruhi variabel terikat (Meilinda 2012). Berdasarkan
pengolahan
yang
telah
dilakukan
dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil regresi akan disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.39 Regresi Berganda Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Credit Risk Terhadap Financial Distres. Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
(Constant)
Coefficients
Std. Error .013
.150
NPL
-3.482
5.993
ROA
-.764
LDR CR
Beta
t
Sig. .088
.931
-.102
-.581
.568
3.888
-.025
-.197
.846
1.217
.180
.889
6.757
.000
-.033
.256
-.022
-.127
.900
a. Dependent Variable: FD
Sumber : hasil olah data SPSS ver.17 Dari perhitungan regresi yang telah diolah diatas, maka diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut: Y= 0,13 - 3,482 X1 - 0,764 X2 + 1,217 X3 – 0,33 X4
Persamaan regresi linier sederhana di atas, mempunyai arti sebagai berikut : a) Nilai koefisien konstanta 0,13 memiliki arti bahwa pada saat rasio Non Performing Loan, Return on asset, Loan to Deposit Ratio, Credit Risk sama dengan 0 satuan maka kemungkinan terjadinya Financial Distres perusahaan adalah sebesar 0,13 persen (%) b) Non Performing Loan sebesar -3,842 merupakan koefisien arah regresi linier yang artinya bahwa setiap kenaikan Non Performing Loan sebesar
1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka akan diikuti dengan penurunan Financial Distres sebesar -3,842. c) Return on Asset sebesar merupakan koefisien arah regresi linier yang artinya bahwa setiap kenaikan Return on Asset sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka akan diikuti dengan penurunan Financial Distress sebesar -0,764. d) Loan to Deposit Ratio sebesar 1,217 merupakan koefisien arah regresi linier yang artinya bahwa setiap kenaikan Loan to Deposit Ratio sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka akan diikuti dengan kenaikan Financial Distress sebesar 1,217. e) Credit Risk sebesar -0,33 merupakan koefisien arah regresi linier yang artinya bahwa setiap kenaikan Credit Risk sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka akan diikuti dengan penurunan Financial Distres sebesar -0,33. 3. Pengujian Hipotesis (uji F) Uji F digunakan untuk menguji goodness of fit test yang menunjukkan variasi pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen (Meilinda, 2008). Pengujian secara simultan dilakukan untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Non Performing Loan, Return on Asset, Loan to Deposit Ratio, Credit Risk terhadap Financial Distress, adapun hipotesis adalah sebagai berikut: H0 : β1, β2, β3, β4= 0 : Tidak terdapat pengaruh Non Performing Loan,
Return on Asset, Loan to Deposit Ratio, Credit Risk terhadap Financial Distress. Ha:β1,β2, β3, β4 ≠ 0 : Terdapat pengaruh Non Performing Loan, Return on Asset, Loan to Deposit Ratio, Credit Risk terhadap Financial Distress. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari uji F disajikan pada tabel dibawah ini: Tabel 4.40 Hasil Pengujian Uji F ANOVAb Model
Sum of Squares
df
Mean Square
1 Regression
2.280
4
.570
Residual
.867
19
.046
3.147
23
Total
F 12.494
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL b. Dependent Variable: FD
Nilai Fhitung = 12,494 sig. = 0,000 Dk1 (derajat kebebasan) = k-1 = 4-1 = 3 Dk2 (derajat kebebasan) = n-k = 24-4-1 = 19, sig = 0,05 nilaiFtabel = 5,0 karena nilai Fhitung > F
tabel
atau 12, 494 > 5,0 dan sig < 0,05 atau 0,000 <
0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya, bahwa Non Performing Loan (NPL), Return on asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Credit Risk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress. Hal
ini
mempunyai
makna
bahwa
perusahaan-perusahaan
perbankan yang menjadi sampel penelitian yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) harus memperhatikan dengan baik-baik variabel Non Performing Loan, Return on Asset, Loan to Deposit Ratio dan Credit Risk ke empat variabel ini mempengaruhi Financial Distress perbankan yang merupakan penyebab utama kebangkrutan perusahaan perbankan. 4. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel Non Performing Loan (X1), Return on Asset (X2), Loan to Deposit Ratio (X3) dan Credit Riak (X4) dengan Financial Distres (Y) sebagai variabel dependen. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows, maka hasil dari koefisien determinasi akan disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.41 Hasil Penghitungan Koefisien Determinasi Secara Simultan Model Summary Std. Error of the Model
R
R Square
1
.849
a
Adjusted R Square
.720
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL
Sumber: hasil pengolahan SPSS ver.17
.658
Estimate .2191679
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diketahui nilai koefisien determinasi (Kd) = (R2) x 100% diperoleh dari R yaitu Kd = 0.8492 x 100% = 72,0%. Hasil ini sama dengan perolehan dengan menggunakan software statistika yaitu program SPSS 17 for Windows pada kolom R square sebesar 72,2%, sedangkan sisanya 27,8% merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini oleh penulis. Adapun faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis dan memiliki pengaruh terhadap Financial Distress antara lain faktor-faktor yang bersifat teknis meliputi kondisi perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan volume transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta kekuatan pasar.
Tabel 4.42 Rekapitulasi Hasil Uji Asumsi Klasik No.
1
Analisis
Hasil
Keterangan
Titik-titik menyebar
Model regresi layak
Uji Normalitas
disekitar garis diagonal,
dipakai karena
Data
serta penyebarannya
memenuhi asumsi
mengikuti garis diagonal
normalitas Hal ini membuktikan
2
Uji
VIF untuk masing-masing
bahwa model regresi
Multikolinearitas
variabel adalah < 10 dan
yang digunakan
Tolerance tidak kurang dari
dalam penelitian ini
0,1
tidak terdapat gejala multikolinearitas. Hal ini dapat
3
Uji Autokorelasi
Nilai Durbin Watson adalah
disimpulkan bahwa
2,220
data yang akan diolah tidak terjadi autokorelasi di antara variabel independen karena sesuai kriterian yang digunakan sebagai alat pengukuran.
4
Tidak terlihat adanya pola
Hal ini dapat
Uji
tertentu serta titik-titik
disimpulkan bahwa
Heteroskedastisitas
menyebar di atas dan di
tidak terjadi
bawah angka 0 pada sumbu
heteroskedastisitas
Y
Tabel 4.43 Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Non Performing Loan terhadap Financial Distress. No.
1
Analisis
Analisis Korelasi
2
Analisis Regresi Sederhana
3
Uji t
4
Koefisien Determinansi
Hasil
r = 0,196
Y = 0,686 + 6,717 X1
Keterangan Artinya antara non performing loan terhadap financial distress terdapat hubungan yang sangat rendah, dengan hubungan yang positif atau searah, artinya apabila nilai NPL naik maka akan diikuti peningkatan keuangan perusahaan yang sehat. Rumus di samping menunjukan bahwa setiap kenaikan non performing loan sebesar 1 kali akan diikuti dengan peningkatan tingkat financial distres sebesar 6,717 kali.
thitung < ttabel yaitu 0,939 < 2,093 dan tingkat signifikansinya adalah 0,358 > 0,05
Ho diterima dan Ha ditolak. Maka Non Performing Loan tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
Kd = 3,9%
Artinya bahwa pengaruh Non Performing Loan terhadap financial distress sebesar 3,9% sedangkan sisanya sebesar 96,1 % dipengaruhi oleh faktor lain.
Tabel 4.44 Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Return on Asset (ROA) terhadap Financial Distress No. Analisis Hasil Keterangan
1
2
3
4
Analisis Korelasi
Analisis Regresi Sederhana
Uji t
Koefisien Determinansi
r = 0,138
Y = 0,713 + 4,247 X2
Artinya antara return on asset terhadap financial distress terdapat hubungan yang sangat rendah, dengan hubungan yang positif atau searah, artinya apabila nilai ROA naik maka akan diikuti peningkatan keuangan perusahaan yang sehat. Rumus di samping menunjukan bahwa setiap kenaikan Return on Asset sebesar 1 kali akan diikuti dengan peningkatan tingkat Financial Distress sebesar 4,247 kali.
thitung
0,05
Ho diterima dan Ha ditotak. Maka Return on Asset berpengaruh tidak signifikan terhadap Financial Distress.
Kd = 1,9%
Artinya bahwa pengaruh Return on Asset terhadap Financial Distress sebesar 1,9% sedangkan sisanya sebesar 98,1 % dipengaruhi oleh faktor lain.
Tabel 4.45 Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Financial Distress. No.
1
2
3
4
Analisis
Analisis Korelasi
Analisis Regresi Sederhana
Uji t
Koefisien Determinansi
Hasil
r = 0,844
Y = -0,031 + 1,156 X3
thitung > ttabel yaitu 7,387 >2,093 dan tingkat signifikansinya adalah 0,000 < 0,05
Kd = 71,3%
Keterangan Artinya antara loan to drposit ratio terhadap financial distress terdapat hubungan yang sangat kuat, dengan hubungan yang positif atau searah, artinya apabila nilai LDR naik maka akan diikuti peningkatan keuangan perusahaan yang sehat. Rumus di samping menunjukan bahwa setiap kenaikan Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 1 kali akan diikuti dengan peningkatan tingkat Financial Distress sebesar 1,156 kali. Ho ditolak dan Ha diterima. Maka Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh signifikan terhadap Financial DIstress. Artinya bahwa pengaruh Loan to Deposit Ratio terhadap Financial Distress sebesar 71,3 % sedangkan sisanya sebesar 28,7 % dipengaruhi oleh faktor lain.
Tabel 4.46 Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Credit Risk (CR) terhadap Financial Distress No.
1
2
3
4
Analisis
Analisis Korelasi
Analisis Regresi Sederhana
Uji t
Koefisien Determinansi
Hasil
r = 0,122
Y = 0,766 + 0,181 X4
Keterangan Artinya antara credit risk terhadap financial distress terdapat hubungan yang sangat rendah, dengan hubungan yang positif atau searah, artinya apabila nilai CR naik maka akan diikuti peningkatan keuangan perusahaan yang sehat. Rumus di samping menunjukan bahwa setiap kenaikan Credit Risk sebesar 1 kali akan diikuti dengan peningkatan financial distress sebesar 0,181 kali.
thitung < ttabel yaitu 0,576 <-2,093 dan tingkat signifikansinya adalah 0,570 > 0,05
Ho diterima dan Ha ditolak. maka Credit Risk tidak berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress.
Kd = 1,5%
Artinya bahwa pengaruh Credit Risk terhadap Financial Distress sebesar 1,5 % sedangkan sisanya sebesar 98,5 % dipengaruhi oleh faktor lain.
Tabel 4.47 Rekapitulasi Penelitian Pengaruh Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Credit Risk (CR) Terhadap Financial Distress. No.
Analisis
1
Analisis Korelasi
Hasil
r = 0,849
Keterangan Artinya tingkat hubungan Non Performing Loan (X1), Return on Asset (X2), Loan to Deposit Ratio (X3) dan Credit Risk (X4) secara bersama terhadap Financial Distress (Y) adalah sebesar 0,849 dengan tingkat hubungan korelasi sangat kuat. Rumus di samping menunjukkan bahwa:
2
Regresi Berganda
Y = 0,13-3,482X1 -0,764 X2 + 1,217 X3 – 0,33 X4
Setiap kenaikan 1 kali pada setiap Non Performing Loan (NPL) mempengaruhi penurunan Financial Distress sebesar 3,482 kali Setiap kenaikan 1 kali pada setiap rasio Return on Asset (ROA) mempengaruhi penurunan Financial Distress sebesar 0,764 kali Setiap kenaikan 1 kali pada setiap Loan to Deposit Ratio (LDR) mempengaruhi peningkatan Financial Distress sebesar 1,217 kali Setiap kenaikan 1 kali pada setiap Credit Risk (CR) mempengaruhi
3
4
Uji F
Koefisien determinansi
Fhitung 12,494 > Ftabel 5,0 dan tingkat signifikansinya adalah 0,000 < 0,05 (α)
KD = 72,0%
penurunan Financial Distress sebesar 0,33 kali Artinya bahwa Non Performing Loan, Return On Asset (ROA) Loan to Deposit Ratio dan Credit Risk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Financial Distress. Artinya bahwa Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Credit Risk (CR) memiliki pengaruh sebesar 72,0% terhadap Financial Distress sedangkan sisanya 2,8 % dipengaruhi oleh faktor lain
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2010 dan analisis yang didukung oleh teori-teori yang melandasi, serta hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kondisi non perforing loan, return on asset, loan to deposit ratio ddan credit risk terhadap financial distress perbankan yang diteliti: a. Non performing loan tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan
perbankan
yang
terdaftar
di
BEI
mempunyai non performing loan rata-rata yaitu sangat rendah. b. Return on asset tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan
perbankan
yang
terdaftar
di
BEI
mempunyai return on asset rata-rata sangat rendah. c. Loan to deposit ratio tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan
perbankan
yang
terdaftar
di
mempunyai loan to deposit rata-rata sangat kuat.
BEI
d. Credit risk tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan yang terdaftar di BEI mempunyai credit risk rata-rata sangat rendah. 2. Kondisi Financial distress tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan yang terdaftar di BEI mempunyai financial distress rata-rata sangat kuat. 3. Pengaruh non performing loan, return on asset, loan to deposit ratio dan credit risk terhadap financial distress secara parsial: a. Berdasarkan analisis korelasi, non performing loan dan financial distress memiliki hubungan sangat rendah dan tanda positif menunjukkan adanya hubungan linear yang searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin besar nilai non performing loan akan diikuti peningkatan keuangan perusahaan yang sehat, atau sebaliknya.
Berdasarkan uji t, non performing loan
berpengaruh tidak signifikan terhadap financial distress. Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh non performing loan sebesar 2,9% dan sisanya sebesar 97,1 dipengaruhi
oleh
faktor
lain
seperti
kondisi
perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan volume transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta kekuatan pasar
b. Berdasarkan analisis korelasi, return on asset dan financial distress memiliki tingkat hubungan sangat rendah dan tanda positif adanya hubungan linear yang searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin besar nilai return on asset akan diikuti oleh peningkatan keuangan perusahaan yang sehat atau sebaliknya. Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh return on asset sebesar 1,9% dan sisanya 8,1% dipengaruhi oleh faktor lain. c. Berdasarkan analisis korelasi, loan to deposit ratio dan financial distress memiliki tingkat hubungan sangat kuat dan tanda positif menjukkan adanya hubungan linear yang searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin besar nilai loan to deposit ratio akan diikuti oleh peningkatan keuangan perusahaan yang sehat, atau sebaliknya. Berdasarkan uji t, loan to deposit ratio berpengaruh signifikan tehadap financial distress. Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh loan to deposit ratio sebesar 71,3% dan sisanya 28,7% dipengaruhi oleh faktor lain seperti. d. Berdasarkan analisis korelasi, credit risk dan financial distress memiliki tingkat hubungan sangat rendah dan tanda positif menunjukkan adanya hubungan yang
searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin besar nilai credit risk maka akan diikuti peningkatan keuangan perusahaan yang sehat atau sebaliknya. Berdasarkan uji t, credit risk tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. 4. Berdasarkan analisis korelasi, non performing loan, return on asset, loan to deposit ratio dan credit risk memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap financial distress. Berdasarkan uji F non performing loan, return on asset, loan to deposit rario dan credit risk berpengaruh signifikan terhadap financial distress secara simultan. Besarnya pengruh sebesar 72,2% sedangkan sisanya sebesar 27,8% merupakan kontribusi variabel lain yaitu tingkat suku bungan bank, tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah.
5.2 Saran Pada bagian akhir skipsi ini, penulis bermaksut mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya. Saran tersebut ialah: 1. Bagi para pengguna laporan keuangan dan pihak-pihak yang berkepentingan harus memperhatikan rasio CAMEL dan risiko perbangkan karena rasio ini sangat berpengaruh terhadap kondisi financial distress perbankan dan juga dapat mengaplikasikan model financial
distress
dalam
membuat
analisis
mengenai
kinerja
perbankan, dengan demikian pengguna laporan keuangan terutama investor dapat memprediksi kepailitan suatu bank sehingga dapat menghasilkan keputusan investasi yang lebih baik lagi. 2. Saran bagi peneliti selanjutnya: a. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mempertimbangkan faktor lain selain rasio keuangan seperti NPL, ROA, LDR dan credit risk yang sebagaimana telah diteliti oleh penulis. b. Penelitian
selanjutnya
hendaknya
memperpanjang
periode
penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih barkembang dan dapat melakukan pengujian lebih lanjut pada emiten industri yang berbeda untuk mengetahui apakah model prediksi ini dapat juga diaplikasikan di berbagai sektor industri selain emiten perbankan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2010 dan analisis yang didukung oleh teori-teori yang melandasi, serta hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut: 5. Kondisi non perforing loan, return on asset, loan to deposit ratio ddan credit risk terhadap financial distress perbankan yang diteliti: e. Non performing loan tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan
perbankan
yang
terdaftar
di
BEI
mempunyai non performing loan rata-rata yaitu sangat rendah. f. Return on asset tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan
perbankan
yang
terdaftar
di
mempunyai return on asset rata-rata sangat rendah.
BEI
g. Loan to deposit ratio tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan
perbankan
yang
terdaftar
di
BEI
mempunyai loan to deposit rata-rata sangat kuat. h. Credit risk tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan yang terdaftar di BEI mempunyai credit risk rata-rata sangat rendah. 6. Kondisi Financial distress tahun 2008-2010 pada 8 sampel perusahaan yang terdaftar di BEI mempunyai financial distress rata-rata sangat kuat. 7. Pengaruh non performing loan, return on asset, loan to deposit ratio dan credit risk terhadap financial distress secara parsial: e. Berdasarkan analisis korelasi, non performing loan dan financial distress memiliki hubungan sangat rendah dan tanda positif menunjukkan adanya hubungan linear yang searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin besar nilai non performing loan akan diikuti peningkatan keuangan perusahaan yang sehat, atau sebaliknya.
Berdasarkan uji t, non performing loan
berpengaruh tidak signifikan terhadap financial distress. Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh non performing loan sebesar 2,9% dan sisanya sebesar 97,1 dipengaruhi
oleh
faktor
lain
seperti
kondisi
perdagangan ekonomi, fluktuasi kurs dan volume
transaksi, volume dan frekuensi transakasi serta kekuatan pasar f. Berdasarkan analisis korelasi, return on asset dan financial distress memiliki tingkat hubungan sangat rendah dan tanda positif adanya hubungan linear yang searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin besar nilai return on asset akan diikuti oleh peningkatan keuangan perusahaan yang sehat atau sebaliknya. Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh return on asset sebesar 1,9% dan sisanya 8,1% dipengaruhi oleh faktor lain. g. Berdasarkan analisis korelasi, loan to deposit ratio dan financial distress memiliki tingkat hubungan sangat kuat dan tanda positif menjukkan adanya hubungan linear yang searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin besar nilai loan to deposit ratio akan diikuti oleh peningkatan keuangan perusahaan yang sehat, atau sebaliknya. Berdasarkan uji t, loan to deposit ratio berpengaruh signifikan tehadap financial distress. Besarnya financial distress yang dipengaruhi oleh loan to deposit ratio sebesar 71,3% dan sisanya 28,7% dipengaruhi oleh faktor lain seperti.
h. Berdasarkan analisis korelasi, credit risk dan financial distress memiliki tingkat hubungan sangat rendah dan tanda positif menunjukkan adanya hubungan yang searah antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin besar nilai credit risk maka akan diikuti peningkatan keuangan perusahaan yang sehat atau sebaliknya. Berdasarkan uji t, credit risk tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. 8. Berdasarkan analisis korelasi, non performing loan, return on asset, loan to deposit ratio dan credit risk memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap financial distress. Berdasarkan uji F non performing loan, return on asset, loan to deposit rario dan credit risk berpengaruh signifikan terhadap financial distress secara simultan. Besarnya pengruh sebesar 72,2% sedangkan sisanya sebesar 27,8% merupakan kontribusi variabel lain yaitu tingkat suku bungan bank, tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah.
5.2 Saran Pada bagian akhir skipsi ini, penulis bermaksut mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya. Saran tersebut ialah: 3. Bagi para pengguna laporan keuangan dan pihak-pihak yang berkepentingan harus memperhatikan rasio CAMEL dan risiko perbangkan karena rasio ini sangat berpengaruh terhadap kondisi financial distress perbankan dan juga dapat mengaplikasikan model financial
distress
dalam
membuat
analisis
mengenai
kinerja
perbankan, dengan demikian pengguna laporan keuangan terutama investor dapat memprediksi kepailitan suatu bank sehingga dapat menghasilkan keputusan investasi yang lebih baik lagi. 4. Saran bagi peneliti selanjutnya: c. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mempertimbangkan faktor lain selain rasio keuangan seperti NPL, ROA, LDR dan credit risk yang sebagaimana telah diteliti oleh penulis. d. Penelitian
selanjutnya
hendaknya
memperpanjang
periode
penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih barkembang dan dapat melakukan pengujian lebih lanjut pada emiten industri yang
berbeda untuk mengetahui apakah model prediksi ini dapat juga diaplikasikan di berbagai sektor industri selain emiten perbankan.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Tugas Bimbingan Skipsi
Lampiran 2
Kartu Perkembangan Skipsi
Lampiran 3
Daftar Perbaikan Skipsi
Lampiran 4
Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi) Skipsi
Lampiran 5
Hasil Perhitungan
Lampiran 6
Hasil Otput SPSS Windows ver.17
Lampiran 7
Laporan Keuangan
Lampiran 8
Tabel Nilai-Nilai dalam Distribusi t
Lampiran 9
Tabel Nilai-Nilai dalam Distribusi F
Lampiran 5 HASIL PERHITUNGAN Non Performing Loan (NPL) 2008-2010 No
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Perusahaan
Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia
Kode Emiten
Non Performing Loan (NPL)
Tahun 2008 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA
0,006 0,011 0,028 0,0266 0,023 0,011 0,014
BBII Tahun 2009 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA
0,02 0,007 0,015 0,0352 0,0275 0,045 0,004 0,0104
BBII Tahun 2010 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA
0,0158
BBII
0,0178
0,006 0,007 0,0278 0,0266 0,03 0,006 0,0185
Lampiran 5 Return On Assets (ROA) 2008-2010 No
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Perusahaan
Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia
Kode Emiten
Return On Assets (ROA)
Tahun 2008 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA
0,034 0,017 0,0418 0,0118 0,0152 0,025 0,011
BBII Tahun 2009 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA
0,0084
BBII Tahun 2010 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA
-0,0007
BBII
0,0068
0,034 0,014 0,0373 0,0147 0,015 0,03 0,021
0,035 0,02 0,0464 0,0205 0,0219 0,034 0,0275
Lampiran 5 Loan to Deposite Ratio (LDR) 2008-2010 No
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Perusahaan
Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia
Kode Emiten
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Tahun 2008 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA
0,538 0,818 0,7993 1,0183 0,8642 0,592 0,8784
BBII Tahun 2009 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII Tahun 2010 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII
0,1979 0,503 0,906 0,8088 1,0129 0,8876 0,614 0,9511 0,1484 0,552 0,875 0,7517 1,0842 0,9383 0,676 0,8804 0,128
Lampiran 5 Credit Risk 2008-2010
No
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Perusahaan
Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia Bank Centra Asia Bank Permata Bank Rakyat Indnesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Mandiri Bank CIMB Niaga Bank Internasional Indonesia
Kode Emiten
Return On Assets (ROA)
Tahun 2008 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA
0,0244 0,203 0,113 0,591 0,214 0,03 0,135
BBII Tahun 2009 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII Tahun 2010 BBCA BNLI BBRI BBTN BDMN BMRI BNGA BBII
0,351
0,0247 0,267 1,11 0,470 0,456 0,01 0,097 0,259 0,018 0,094 0,087 0,419 0,253 0,013 0,128 0,236
Lampiran 5 Financial Distress 2008-2010 No
Nama Perusahaan
Emiten
NPL(x1)
ROA(x2)
LDR(x3)
FD
Tahun 2008
1 Bank Central Asia
BBCA
0,006
0,034
0,538
0,578
2 Bank Permata
BNLI
0,011
0,017
0,818
0,846
3 Bank Rakyat Indonesia
BBRI
0,028
0,0418
0,7993
0,8691
4 Bank Tabungan Negara
BBTN
0,0266
0,0118
1,0183
1,0567
5 Bnak Danamon
BDMN
0,023
0,0152
0,8642
0,9024
6 Bank Mandiri
BMRI
0,011
0,025
0,592
0,628
7 Bnak CIMB Niaga
BNGA
0,014
0,011
0,8784
0,9034
BBII
0,02
0,0084
0,8653
0,8937
8 Bank Internasional Ind
Tahun 2009
1 Bank Central Asia
BBCA
0,007
0,034
0,503
0,544
2 Bank Permata
BNLI
0,015
0,014
0,906
0,935
3 Bank Rakyat Indonesia
BBRI
0,0352
0,0373
0,8088
0,8813
4 Bank Tabungan Negara
BBTN
0,0275
0,0147
1,0129
1,0551
5 Bnak Danamon
BDMN
0,045
0,015
0,8876
0,9476
6 Bank Mandiri
BMRI
0,004
0,03
0,614
0,648
7 Bnak CIMB Niaga
BNGA
0,0104
0,021
0,9511
0,9825
BBII
0,0158
-0,0007
0,8293
0,8444
8 Bank Internasional Ind
Tahun 2010
1 Bank Central Asia
BBCA
0,006
0,035
0,552
0,593
2 Bank Permata
BNLI
0,007
0,02
0,875
0,902
3 Bank Rakyat Indonesia
BBRI
0,028
0,0464
0,7517
0,8261
4 Bank Tabungan Negara
BBTN
0,0266
0,0205
1,0842
1,1313
5 Bnak Danamon
BDMN
0,03
0,0219
0,9383
0,9902
6 Bank Mandiri
BMRI
0,006
0,034
0,676
0,716
7 Bnak CIMB Niaga
BNGA
0,0185
0,0275
0,8804
0,9264
BBII
0,0178
0,0068
0,8903
0,9149
8 Bank Internasional Ind
Lampiran 6 HASIL OUTPUT SPSS 17 UJI ASUMSI KLASIK Uji Normalitas
Uji Multikolinearitas. Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B
(Consta nt)
Std. Error .013
.150
NPL
-3.482
5.993
ROA
-.764
LDR CR
Standardized Coefficients Beta
t
Sig. .088
.931
-.102
-.581
.568
3.888
-.025
-.197
.846
1.217
.180
.889
6.757
.000
-.033
.256
-.022
-.127
.900
a. Dependent Variable: FD
Uji Autokorelasi Model Summaryb Mode l 1
R .851a
R Adjusted R Square Square .725
.667
Std. Error of the Estimate .2135825
a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL b. Dependent Variable: FD
Durbin-Watson 2.220
Uji Heteroskedasitas
Analisis Deskriptif Descriptive Statistics N
Minimum Maximum
NPL
24
Valid N (listwise)
24
.0040
Mean
.0450 .018300
Std. Deviation .0108062
Descriptive Statistics Minimu m Maximum
N ROA
24
Valid N (listwise)
24
-.0007
Mean
.0464 .022546
Std. Deviation .0120146
Descriptive Statistics N
Minimum Maximum
LDR
24
Valid N (listwise)
24
.1280
Mean
1.0842
.725979
Std. Deviation .2701446
Descriptive Statistics Minimu m
N CR
24
Valid N (listwise)
24
.0100
Maximum
Mean
1.1100 .233462
Std. Deviation .2486342
Descriptive Statistics Minimu m Maximum
N FD
24
Valid N (listwise)
24
.1522
Mean
1.9825 .808504
Std. Deviation .3698755
Lampiran 6 ANALISI REGRESI SECARA PARSIAL 4.2.7. Analisis Pengaruh Non Performing Loan Distress. Correlations
Terhadap Financial
NPL NPL
FD
Pearson Correlation
1
.196
Sig. (2-tailed)
.358
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
FD
24 .196 .358 24
Interval Koefisien 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
24 1 24
Tingkat Hubungan Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constan t)
Standardized Coefficients
Std. Error
Beta
.686
.151
NPL 6.717 a. Dependent Variable: FD
7.156
t
.196
Sig.
4.533
.000
.939
.358
Model Summaryb Model
R
R Square
1 .196a .039 a. Predictors: (Constant), NPL b. Dependent Variable: FD
Adjusted R Square -.005
Std. Error of the Estimate .3708341
Lampiran 6 4.2.8. Pengaruh Return on Asset Terhadap Financial Distress. Correlations ROA ROA
FD
Pearson Correlation
1
.138
Sig. (2-tailed)
.520
N FD
24
24
Pearson Correlation
.138
1
Sig. (2-tailed)
.520
N
24
24
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Model 1
B
(Constant)
Standardized Coefficients
Std. Error .713
ROA 4.247 a. Dependent Variable: FD
Beta
t
.165 6.501
.138
Sig.
4.312
.000
.653
.520
Model Summaryb Model
R
R Square
.019 1 .138a a. Predictors: (Constant), ROA
Adjusted R Square -.026
Std. Error of the Estimate .3745719
b. Dependent Variable: FD Lampiran 6
4.2.9. Pengaruh Loan to Deposit Ratio Terhadap Financial Distress. Correlations LDR
FD
LD Pearson R Correlation
.844**
1
Sig. (2-tailed)
.000
N 24 FD Pearson .844** Correlation Sig. (2-tailed) .000 N 24 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Interval Koefisien 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
24 1
24
Tingkat Hubungan Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat Coefficientsa Standardize d Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B
(Consta nt)
Std. Error -.031
.121
LDR 1.156 a. Dependent Variable: FD
.156
Beta
t
.844
Sig. -.253
.802
7.387
.000
Model Summaryb Mode l
R
R Square
1 .844a .713 a. Predictors: (Constant), LDR b. Dependent Variable: FD
Adjusted R Square .700
Std. Error of the Estimate .2027284
Lampiran 6 4.2.10. Pengaruh Credit Risk Terhadap Financial Distress. Correlations CR CR
FD
Pearson Correlation
1
.122
Sig. (2-tailed)
.570
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
FD
24 .122 .570 24
Interval Koefisien 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
24 1 24
Tingkat Hubungan Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat Coefficientsa Standardize d Coefficients
Unstandardized Coefficients Model
B
1 (Consta nt)
Std. Error .766
Beta
t
.106
CR .181 a. Dependent Variable: FD
.315
.122
Sig.
7.216
.000
.576
.570
Model Summaryb Mo del
R
R Square a
Adjusted R Square
1 .122 .015 a. Predictors: (Constant), CR b. Dependent Variable: FD
-.030
Std. Error of the Estimate .3753663
Lampiran 6 ANALISIS REGRESI SECARA SIMULTAN Model Summary Model 1
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.849a .720 .658 a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL Interval Koefisien 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
.2191679
Tingkat Hubungan Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Kuat Sangat Kuat Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Model 1 (Consta nt)
B
Standardized Coefficients
Std. Error .013
.150
NPL
-3.482
5.993
ROA
-.764
LDR
1.217
CR -.033 a. Dependent Variable: FD ANOVAb Model
Sum of Squares
Beta
t
Sig. .088
.931
-.102
-.581
.568
3.888
-.025
-.197
.846
.180
.889
6.757
.000
.256
-.022
-.127
.900
Mean Square
df
1 Regression
2.280
4
.570
Residual
.867
19
.046
Total 3.147 23 a. Predictors: (Constant), CR, ROA, LDR, NPL b. Dependent Variable: FD
F 12.494
Sig. .000a
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Tetty Purwasih Simangunsong
Tempat Tanggal Lahir
: Medan 16 Februari 1990
Alamat
: Jln. Toba Permai No 23 Medan
Agama
: Kristen
Nama Ayah
: JM Simangunsong
Pekerjaan
: Wiraswasta
Nama Ibu
: S Siagian
Pekerjaan
: Wiraswasta
Kewarganegaraan
: Indonesia
PENDIDIKAN FORMAL 1996-2002
: SD Swasta Taruna Karya, Medan
2002-2005
: SLTP Swasta Free Methodis 1, Medan
2005-2008
: SMK Swasta Telkom Sandy Putra, Medan
2009
: Universitas Pasundan Bandung