PENGARUH RANGE OF MOTION PASIF TERHADAP PENUMPUKAN SPUTUM PADA PASIEN CEDERA KEPALA RINGAN DI RUANG BOUGENVILE DAN TERATAI RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN Ilkafah*, Sriami** ………......……….…… ……
. .….ABSTRAK……
… ......…… …. ……
…… . .….
Pasien yang mengalami trauma kepala akan mengalami tirah baring. Tirah baring atau imobilisasi akan menyebabkan perubahan pada sistem pernafasan dimana akan terjadi penumpukan sputum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ROM pasif terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala ringan. Desain penelitian ini menggunakan Quasy Experiment dengan pendekatan cross sectional. Metode sampling yang digunakan adalah consecutive dengan sampelnya 18 responden. Data penelitian ini diambil dengan mengisi lembar observasi setelah responden diberi intervensi ROM. Setelah di tabulasi data yang ada dianalisis dengan menggunakan uji wilcoxon sign rank test dengan tingkat kemaknaan P 0,05. Hasil penelitian adalah sebelum diberikan intervensi sebagian besar (61,6%) penumpukan sputumnya ditandai dengan 2 tanda klinis yaitu adanya suara nafas tambahan ronchi dan frekwensi nafas bertambah dan setelah diberikan intervensi pada observasi hari ke-3 sebagian besar (66,7%) masih menetap sedangkan pada observasi hari ke-7 sebagian besar (61,1%) sudah berkurang. Pada uji statistik deperoleh hasil nilai koofisien Z=-3,508 dan nilai sig 2 tailed (P)=0,000. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat pengaruh ROM pasif terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala ringan, oleh karena itu perawat perlu melakukan intervensi ROM pada pasien cedera kepala ringan untuk mengurangi penumpukan sputum. Untuk penelitian selanjutnya bisa dilakukan penelitian mengenai intervensi lain dalam mengatasi penumpukan sputum diantaranya mobililisasi atau rentang gerak aktif, perkusi dada atau intervensi non farmakologi lainya. Kata kunci: ROM pasif, penumpukan sputum
PENDAHULUAN.
…
….
…
dilakukan tindakan imobilisasi (Sylvia & Wilson, 2005). Menurut Hidayat (2006), pasien cedera kepala perlu dilakukan imobilisasi, namun imobilisasi dapat menimbulkan gangguan pada banyak sistem tubuh, dimana tingkat keparahan gangguan tergantung dari umur klien, kondisi kesehatan secara keseluruhan dan tingkat imobilisasi yang dialami. Gangguan pada sistem pernapasan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan klien untuk batuk produktif, sehingga penyebaran mukus dalam bronkus meningkat terutama pada posisi terlentang, akibat hal ini terjadilah penumpukan sputum di saluran pernapasan. Untuk mengurangi penumpukan sputum, salah satunya dengan mereposisikan paru yang menggantung. Maka dari itu perlu dilakukan mobilisasi untuk mencegah terjadinya penumpukan sputum.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2000). Cedera kapala dapat mengakibatkan masalah besar bagi seseorang, karena cedera kapala akan menimbulkan masalah secara langsung maupaun tidak langsung. Akibat dari masalah tersebut, maka membutuhkan penanganan segera untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik bahkan kematian. Adapun masalah tidak langsung cedera kepala terjadinya perubahan bahkan kerusakan neurologi berat, untuk mencegah atau mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut perlu
SURYA
1
Vol.03, No.XIX, September 2014
Pengaruh range of motion pasif terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala ringan di ruang bougenvile dan teratai rsud dr. Soegiri lamongan
Mobilisasi yang dapat dilakukan pada pasien cedera kepala dengan melakukan latihan rentang gerak pasif/ROM pasif (Potter & Perry, 2005). Dari hasil survei awal yang dilakukan peneliti di ruang Bougenvile dan di ruang Teratai RSUD dr. SOEGIRI Lamongan, diperoleh data penderita cedera kapala berjumlah 98 pasien di ruang Bougenvile dan di ruang Teratai berjumlah 42 pasien pada tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2011 dari bulan Januari sampai September sebanyak 101 pasien. Dari 6 pasien cedera kepala ringan yang dirawat di ruang Bougenvile dan Teratai 66,67% mengalami penumpukan sputum, dengan gejala terdengar suara napas tambahan ronchi dan frekwensi napas yang bertambah, dari data tersebut dapat dipelajari bahwa masih banyak pasien yang mengalami cedera kepala ringan terjadi penumpukan sputum. Penumpukan sputum tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya; infeksi pada saluran pernapasan, asap rokok dan debu, kondisi mukosa, tingkat cedera kepala dan ketidakmampuan untuk melakukan mobilisasi (Potter & Perry, 2005). Infeksi pada saluran napas, biasanya disebabkan oleh virus dan bakteri, penyakit sistem pernapasan akibat virus dan bakteri dibedakan menjadi penyakit saluran napas atas dan penyakit saluran napas bawah (Sylvia & Willson (2005). Faktor asap rokok dan debu, merupakan penyebab paling sering batuk, perokok seringkali menderita batuk kronis karena terus menerus mengisap benda asing (asap) dan saluran napasnya seringkali mengalami peradangan kronik (Carpenito, 2011 dan Doengoes, 1999) Faktor kondisi mukosa, dinding dari seluruh sistem pernapasan dilapisi oleh mukosa yang saling berhubungan sehingga infeksi atau masalah yang terjadi di suatu tempat dengan mudah bisa mempengaruhi bagian saluran pernapasan yang lainya, saluran pernapasan dan
hidung sampai bronkeolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kedalam rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan, ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi. Faktor tingkat cedera kepala, cedera kepala yang mengenai pusat pernapasan akan mempengaruhi fungsi pusat pengaturan pernapasan tergantung dari derajat cedera kepala, dimana otot-otot pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang terdiri dari neuron dan reseptor pada pons dan medulla oblongata. Pusat pernapasan merupakan bagian dari sistem saraf yang mengatur semua aspek pernapasan (Sylvia & Willson, 2005). Faktor ketidakmampuan, dimana pasien cedera kepala terjadi ketidakmampuan untuk beraktivitas sehingga mengalami imobilisasi, dimana efek dari imobilisasi akan mempengaruhi pada kondisi psikologis dan fisiologis individu. Pengaruh psikologis diantaranya dapat menyebabkan depresi, perubahan perilaku, perubahan siklus tidur dan gangguan koping. Sedangkan pengaruh secara fisiologis diantaranya; perubahan metabolik, perubahan sistem pernapasan, perubahan sistem muskuloskeletal, perubahan sistem integument dan perubahan sistem eliminasi. Perubahan pada sistem pernapasan diantaranya; ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru akibatnya, terjadi penumpukan sekret di saluran pernapasan (Hidayat, 2006). Penumpukan sputum pada klien cedera kepala dapat dicegah dengan mempertahankan kepatenan jalan napas, diantaranya dengan meminta klien melakukan napas dalam dan membatukan sputum tiap 1 sampai 2 jam, dengan cara menginstruksikan klien melakukan napas dalam sebanyak 3 kali dan membatukan pada saat mengeluarkan napas yang ketiga (Pahria, 2009). Selain itu dapat
Pengaruh range of motion pasif terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala ringan di ruang bougenvile dan teratai rsud dr. Soegiri lamongan
dilakukan pengisapan nasotracheal tube/orotracheal tube untuk mengeluarkan sekret pada jalan napas atas, sedangkan untuk mengeluarkan sekret baik atas maupun bawah dapat menggunakan endotracheal tube. Dapat pula dengan melakukan mobilisasi atau perubahan posisi untuk mengurangi penumpukan sputum. Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi maka perawat dapat mengajarkan klien latihan ROM, apabila klien tidak mempunyai kontrol motorik volunter maka dapat dilakukan latihan rentang gerak pasif ( Potter & Perry 2005 ). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Range Of Motion pasif terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala ringan di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan.
METODOLOGI PENELITIAN
.
HASIL PENELITIAN.
…
…
Data Umum 1. Karakteristik umur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
frekwensi 44% 33% 17%
prosentase
6%
15- 26-35 36-45 46-55 25 tahun tahun tahun tahun
Diagram 1 Distribusi Frekuensi Pasien Cedera Kepala Ringan Berdasarkan Umur di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan
April 2012 Desain penelitian Quasy exsperiment design. dengan pendekatan Crossectional dengan metode sampling yaitu Consecutive Sampling. Populasinya yaitu seluruh pasien cedera kepala ringan di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan Tahun 2012, dengan jumlah sampel sebanyak 18 pasien cedera kepala ringan. Variabel independen yaitu range of motion pasif dan variabel dependen yaitu kejadian penumpukan sputum. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan SOP ROM (Range Of Motion) Pasif pada variabel independen dan lembar observasi (check list) pada varibel dependen. Pengolahan data menggunakan editing, coding, scoring, tabulating, dan uji Wilcoxon signed rank test dengan ρ<0,05.
Berdasarkan diagram 1 diatas diperoleh data bahwa sebagian responden berumur 15-25 tahun sebanyak 8 responden (44%) dan sebagian kecil berumur 46-55 tahun sebanyak 1 responden (6%). 2. Karakteristik Jenis Kelamin
39%
laki-laki 61% perempuan
Diagram 2 Distribusi Frekuensi Pasien Cedera Kepala Ringan Berdasarkan Jenis Kelamin di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan April 2012
Pengaruh range of motion pasif terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala ringan di ruang bougenvile dan teratai rsud dr. Soegiri lamongan
Berdasarkan diagram 4.2 didapatkan data bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11 responden (61%) dan selebihnya berjenis kelamin perempuan sebanyak 7 responden (39%).
Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan April 2012 Berdasarkan diagram 4 didapatkan data bahwa sebagian besar responden merokok sebanyak 12 responden (67%) dan selebihnya tidak merokok berjumlah 6 responden (33% ).
3. Karakteristik Pekerjaan Data Khusus 6 5 4 3 2 1 0
6
1. Intervensi ROM (Range Of Motion)
4 3
3
pasif
2 22% 17% 33% 17% 11%
Diagram
3 Distribusi Frekuensi PasienCedera Kepala Ringan Berdasarkan Jenis Kelamin di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan April 2012 Berdasarkan diagram 3 diatas diperoleh data bahwa sebagian responden pekerjaanya wiraswasta berjumlah 6 responden (33%) dan sebagian kecil IRT berjumlah 2 responden (11%).
Table 1 Distribusi pasien cedera kepala berdasarkan intervensi ROM (Range Of Motion) pasif di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan Tahun 2012 No. ROM Pasif Frekwensi Prosentase (%) 1 Dilakukan 9 50 ROM pasif 2 Tidak dilakukan 9 50 ROM pasif Jumlah 18 100 Berdasarkan table 1 didapatkan data bahwa sebagian responden dilakukan ROM (Range Of Motion) pasif sebanyak 9 responden (50%) dan selebihnya tidak dilakukan ROM (Range Of Motion) pasif berjumlah 9 responden (50% ).
4. Karakteristik Riwayat Merokok
2. Merokok
33% 67%
Tidak Merokok
Penumpukan sputum pre ROM (Range Of Motion) pasif pada pasien cedera kepala. Table 2 Distribusi pasien cedera kepala berdasarkan penumpukan sputum pre ROM (Range Of Motion) pasif di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan Tahun 2012 No
Diagram 4 Distribusi Frekwensi Pasien Cedera Kepala Ringan Berdasarkan Riwayat Merokok di ruang
Penumupukan Sputum
Frekwensi
Prosentase (%)
Pengaruh range of motion pasif terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala ringan di ruang bougenvile dan teratai rsud dr. Soegiri lamongan
1
1 Tanda Klinis
1
5,6
2
2 Tanda Klinis
11
61,1
3
3 Tanda Klinis
6
33,3
18
100
Total
Berdasarkan table 4.2 didapatkan data bahwa sebagian besar responden penumpukan sputumnya ditandai dengan 2 tanda klinis sebanyak 11 responden (61,1%) dan sebagian kecil ditandai dengan 1 tanda klinis sebanyak 1 responden (5,6%).
3. Penumpukan sputum post ROM (Range Of Motion) pasif pada pasien cedera kepala. Table 3 Distribusi pasien cedera kepala berdasarkan penumpukan sputum post ROM (Range Of Motion) pasif di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan Tahun 2012 No
Penumpuk an Sputum
Hari ke-3
Hari ke-7
Frekw
Prosentasi
Frekw
Pros
ensi
%
ensi
enta si %
1
Menetap
12
66,7
3
16,7
2
Berkurang
6
33,3
11
61,1
3
Hilang
0
0
4
22,2
18
100
18
100
Total
Berdasarkan tabel 3 didapatkan data bahwa pada hari ke-3 observasi sebagian besar responden menetap penumpukan sputumnya sebanyak 12 responden (66,7%) dan tidak satupun (0%) yang hilang penumpukan sputumnya. Sedangkan pada hari ke-7 observasi, sebagian besar penumpukan sputumnya berkurang sebanyak 11 responden (61,1% ) dan sebagian kecil penumpukan sputumnya menetap sebanyak 3 responden (16,7%).
4. Pengaruh ROM (Range Of Motion) Pasif Terhadap Penumpukan Sputum Pada Pasien Cedera Kepala di Ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr.SOEGIRI Lamongan. Table 4. Distribusi frekwensi post-test Pengaruh ROM (Range Of Motion) Pasif Terhadap Penupukan Sputum di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan Tahun 2012 No.
Intervensi
1
ROM
2
Tidak ROM Total
Penumpukan Sputum Menetap Berkurang Hilang Menetap Berkurang Hilang
Hari ke-3 5 4 0 7 2 0 18
% 27,8 22,2 0 38,9 11,1 0 100
Hari ke-7 0 7 2 3 4 2 18
Berdasarkan table 4 diatas menunjukan bahwa responden (post-test) yang dilakukan ROM Pasif pada observasi hari ke-3 tidak satupun (0%) yang penumpukan sputumnya hilang, dan yang tidak dilakukan ROM pasif hampir sebagian (38,9%) menetap penumpukan sputumnya. Sedangkan pada observasi hari ke7 pada responden yang di beri ROM pasif tidak hampir sebagian (38,9%) penumpukan sputumnya berkurang dan yang tidak dilakukan ROM pasif penumpukan sputumnya hilang sebanyak 2 responden (11,1%). Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji wilcoxon dan analisa menggunakan program SPSS 16.5 For Windows pengaruh ROM (Range Of Motion) terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan, diperoleh nilai koofisien Z = -3,508 dan nilai sig 2 tailed (P) = 0,000 dimana P < 0,05 maka H0 ditolak artinya ada pengaruh ROM (Range Of Motion)
% 0 38,9 11,1 16,7 22,2 11,1 100
Pengaruh range of motion pasif terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala ringan di ruang bougenvile dan teratai rsud dr. Soegiri lamongan
terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala.
PEMBAHASAN
….
…
…
1. Identifikasi penumpukan sputum sebelum (pre-test) dilakukan ROM (Range Of Motion) pasif pada pasien cedera kepala Berdasarkan tabel 2 didapatkan data bahwa sebagian besar responden penumpukan sputumnya ditandai dengan 2 tanda klinis sebanyak 11 responden (61,1%) dan sebagian kecil ditandai dengan 1 tanda klinis sebanyak 1 responden (5,6%). Dua tanda klinis yang dimaksud ialah adanya suara nafas tambahan (ronchi) dan frekwensi nafas yang bertambah ( >20 x per menit), 1 tanda klinis apabila salah satu tanda tersebut ada dan 3 tanda klinis bila kedua tanda klinis tersebut ada, ditambah ada bantuan otot bantu pernafasan. Menurut Doenges (1999), tanda terjadinya ketidakefektifan jalan napas akibat akumulasi sekret diantaranya: Terdapat suara napas tambahan ronchi dan krekles, frekwensi napas bertambah dan terjadinya perubahan kedalaman pernapasan, nadi meningkat, batuk, sianosis, pernyataan kesulitan bernapas, penggunaan otot bantu pernapasan, dan dyspneu. Namun demikian peneliti menggunakan 3 tanda klinis yang digunakan dalam mengobservasi pasien diantaranya adanya suara nafas tambahan ronchi, frekwensi nafas bertambah dan adanya otot bantu pernafasan karena adanya ketiga tanda tersebut sudah menunjukan adanya penumpukan sputum. Selain itu, karena tanda klinis lainya bisa disebabkan oleh gangguan yang lain pada pasien cedera kepala. Sebagian besar pasien yang di observasi pada saat sebelum diberi intervensi ( pre-test ), terdapat dua tanda klinis yaitu adanya suara nafas tambahan ronchi dan frekwensi
nafas yang bertambah. Hal ini disebabkan karena pasien cedera kepala diobservasi pada hari pertama atau kedua MRS sehingga frekwensi yang ditandai dengan 2 tanda klinis lebih banyak daripada yang disertai dengan adanya otot bantu pernafasan. Adanya suara nafas tambahan ronchi sebagian besar diikuti oleh frekwensi nafas yang bertambah dan hanya sebagian kecil saja yang tidak diikuti oleh bertambahnya frekwensi nafas. 2. Identifikasi penumpukan sputum sesudah (post-test) diberikan ROM ( Range Of Motion ) pasif pada pasien cedera kepala Berdasarkan table 3 didapatkan data bahwa pada hari ke-3 observasi sebagian besar responden menetap penumpukan sputumnya sebanyak 12 responden (66,7%) dan tidak satupun (0%) yang hilang penumpukan sputumnya. Sedangkan pada hari ke-7 observasi, sebagian besar penumpukan sputumnya berkurang sebanyak 11 responden (61,1% ) dan sebagian kecil penumpukan sputumnya menetap sebanyak 3 responden (16,7%). Pada hari ketiga observasi setelah dilakukan ROM dari hari pertama penumpukan sputumnya sebagian besar masih menetap dan pada hari ketujuh sebagian besar penumpukan sputumnya berkurang. Dengan demikian intervensi ROM pada penumpukan sputum lebih berpengaruh apabila dilakukan semakin lama dan rutin. Menurut Richardson (2011), normalnya saluran napas menghasilkan lendir tanpa itu saluran udara menjadi kering dan rusak. Tapi kadang-kadang lendir diproduksi secara berlebihan, hal ini menyebabkan adanya dorongan untuk batuk dan mengeluarkan lendir sebagai dahak. Peningkatan mukus/ lendir pada bronkeolus terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi dalam waktu yang lama. Seperti halnya yang terjadi pada pasien cedera kepala karena ketidakmampuanya akan mengalami
Pengaruh range of motion pasif terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala ringan di ruang bougenvile dan teratai rsud dr. Soegiri lamongan
tirah baring, sehingga inervensi untuk mencegah terjadinya penumpukan sputum harus dilakukan. Intervensi ROM yang diberikan akan berpengaruh terhadap pergerakan ekspansi dada dan kelenturan otot sehingga pasien mampu melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sputum. Kondisi yang semakin memperberat penumpukan sputum pada pasien cedera kepala selain karena ketidakmampuan atau tirah baring yang dialami, diperburuk oleh kebiasaan merokok yang mana pada hasil penelitian sebagian besar responden adalah perokok dimana kebiasaan ini biasanya di dominasi oleh kaum laki-laki dan hasil penelitian diperoleh data sebagian besar adalah laki-laki. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa laki-laki lebih sering mengalami cedera kepala dari pada perempuan. 3. Pengaruh Mobilisasi ROM (Range Of Motion) Pasif Terhadap Penumpukan Sputum pada Pasien Cedera Kepala di Ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan 2012 Berdasarkan uji stastitik Wilcoxon diperoleh hasil nilai koofisien Z= -3,508 dan nilai sig 2 tailed (P) = 0,000 dimana P < 0,05 maka H0 ditolak artinya ada pengaruh ROM (Range Of Motion) terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala di ruang Boegenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan 2012. Pada tabel 4 pasien cedera kepala setelah diberikan ROM (Range Of Motion) pasif menunjukan bahwa responden (post-test) yang dilakukan ROM Pasif pada observasi hari ke-3 tidak satupun (0%) yang penumpukan sputumnya hilang, dan yang tidak dilakukan ROM pasif hampir sebagian menetap penumpukan sputumnya. Sedangkan pada observasi hari ke-7 pada responden yang di beri ROM pasif hampir sebagian (38,9%)
penumpukan sputumnya berkurang dan yang tidak dilakukan ROM pasif hanya sebagian kecil saja (11,1%) yang penumpukan sputumnya hilang. Dari data tersebut dapat dipelajari bahwa penumpukan sputum dipengaruhi oleh tingkat imobilitas seseorang karena akan berpengaruh terhadap pergerakan ekspansi dada seorang yang mengalami tirah baring atau imobilisasi. Menurut Potter & Perry (2005), Klien yang memiliki keterbatasan mobilisasi sendi karena penyakit, ketidakmampuan atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi. Rom pasif merupakan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal yang dilakukan oleh orang lain baik petugas kesehatan maupun keluarga pasien. Tujuan ROM adalah untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot, mempertahankan fungsi kardiorespirasi dan mencegah kontraktur serta kekakuan pada persendian. Intervensi ROM pasif yang dilakukan peneliti dengan cara membagi kelompok menjadi dua kelompok yakni kelompok kontrol dan kelompok intervensi, dimana pada urutan ganjil sebagai kelompok intervensi dan genap sebagai kelompok kontrol. Dalam kurun waktu tiga bulan peneliti mendapatkan responden 18 orang. ROM pasif dilakukan setiap hari dari hari pertama observasi sebanyak dua kali sehari, pada pelaksanaanya peniliti lebih sering melakukanya pada saat siang dan sore hari. Setiap kali ROM membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit, pada hari-hari berikutnya sebagian keluarga juga memberikan keterangan bahwa mereka meniru intervensi yang diberikan peneliti. Namun demikian banyak pula pasien ataupun keluarga yang kurang kooperatiif sehingga peneliti tidak bisa leluasa untuk melaksanakan semua rangkaian pergerakan sendi dalam memberikan intervensi. Tiga responden dinyatakan drop out dari kriteria responden karena keluarga yang
Pengaruh range of motion pasif terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala ringan di ruang bougenvile dan teratai rsud dr. Soegiri lamongan
ditengah penelitian menyatakan tidak bersedia keluarganya untuk dilakukan intervensi setiap hari, dengan alasan takut mengganggu pasien. Mobilisasi yang dapat dilakukan pada pasien cedera kepala dengan melakukan latihan rentang gerak pasif/ROM pasif. Gerakan ROM pasif bermanfaat untuk mempertahankan fungsi respirasi yang dilakukan beberapa kali selama pasien tirah baring dan efektif untuk mengurangi terjadinya penumpukan sputum karena latihan pergerakan sendi/ROM yang dilakukan secara terus menerus akan membuat otot-otot menjadi lentur dan tidak kaku, sehingga kemampuan pasien mengeluarkan dahak yang secara fisiologis diproduksi 100 ml tiap hari dapat kembali dan ekspansi dada kembali normal sehingga tidak terjadi penumpukan sputum (Kusyati, 2006). Namun demikian pasien yang dirawat di ruang Bougenvile dan Teratai adalah pasien dengan cedera kepala ringan, dalam beberapa hari perawatan mereka mampu untuk melakukan mobilisasi seperti menggerakan tangan dan kaki, dan bahkan ada yang bisa untuk merubah posisi duduk. Sehingga pada pasien yang tidak dilakukan ROM pasif hampir sebagian (44,4%) atau 4 responden penumpukan sputumnya berkurang dan sebagian kecil (22,2%) atau 2 responden penumpukan sputumnya hilang. Beberapa intervensi non farmakologi lain dapat dilakukan namun beberapa tindakan yang bertujuan untuk mengurangi sputum pada pasien cedera kepala kurang sesuai, seperti latihan batuk efektif yang dapat meningkatkan TIK, latihan nafas dalam juga kurang efektif karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk menerima instruksi, begitu pula intervensi perkusi dada dan vibrasi yang tidak bisa dilakukan pada pasien trauma karena kecurigaan adanya trauma pada dada mengingat sebagian besar cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas dan jatuh.
KESIMPULAN DAN SARAN … … Kesimpulan 1) ROM (Range Of Motion) pasif mengurangi penumpukan sputum pada sebagian besar pasien cedera kepala di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan 3) Terdapat pengaruh ROM (Range Of Motion) pasif penumpukan sputum pada pasien cedera kepala di ruang Bougenvile dan Teratai RSUD Dr. SOEGIRI Lamongan. Saran Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal penanganan penumpukan sputum di RSUD dr. Soegiri Lamongan dengan pemberian perlakuan ROM (Range Of Motion) pasif dan sebagai sarana pembanding bagi dunia ilmu pengetahuan dalam memperkaya informasi tentang penanganan penumpukan sputum. Selain itu dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan guna meningkatkan status kesehatan pasien cedera kepala khususnya dalam mengurangi penumpukan sputum. Daftar Pustaka Brunner & Suddart. (2010). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Carpenitto L. (2011). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Doenges M., Frances M, & Geisler, A. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarata: EGC. Hidayat A.A.A. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika. Kusyati E. (2006). Ketrampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC Mansjoer A., Triyanti K., & Savitri R. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.
Pengaruh range of motion pasif terhadap penumpukan sputum pada pasien cedera kepala ringan di ruang bougenvile dan teratai rsud dr. Soegiri lamongan
Pahria T. (2009). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Persyarafan. Jakarta: EGC. Potter & Perry. (2005). Fundamental of Nursing. Jakarta: EGC. Ricardson.
(2011). Pembentukan Sputum. www.pewarta.com. Diakses tanggal 27 Oktober 2011. Jam 09.30 WIB.
Sylvia
Willson, (2005). Jakarta: EGC.
&
Patofisiologi.