Pengaruh Pupuk Kompos Jerami dan Pemulsaan terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buah Tomat Darwin H. Pangaribuan1) dan Hidayat Pujisiswanto1) 1)
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jln. Sumantri Brojonegoro no. 1 Bandar Lampung 35145
Abstract The aim of the research was (1) to study effect of the straw-rice compost and mulch on the grwoth and yield of tomatoes. The research was conducted in 2x3 factorial design within a Randomized Block Design with 3 replications. The first factor was P0 = without organic matter dan P1 = with straw-rice organic compost. The second factor was M0 = without mulch; M1 = Imperata mulch 5–7 cm, M2 = straw-rice mulch 5–7 cm. Research showed that (1) Straw-rice compost increased the plant height, root dry matter weight, branch dry matter weight, leaves dry matter weight, but it did not increase the fruit diameter. (2) Strawrice mulch increased plant height, root dry matter weight, branch dry matter weight, leaves dry matter weight, but it did not increase the fruit diameter (3) There was an interaction between straw-rice compost and mulch on the tomatoes fruit yield. Keywords : tomatoes, mulch, compost
Pendahuluan Limbah jerami padi sangat mudah diperoleh diareal persawahan. Pemanfaatan sisa jerami dapat mengurangi masalah limbah. Sisa tanaman seperti jerami apabila dikomposkan berfungsi sebagai pupuk. Penggunaan pupuk organik dari limbah jerami akan mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia. Jerami dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos melalui proses fermentasi dengan menggunakan aktivator mikroba untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan meningkatkan kualitas bahan. Prinsip pembuatan kompos bokashi adalah pencampuran bahan organik dengan mikroorganisme sebagai bioaktivator. Mikroorganisme tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya dari bakteri inokulan (bacterial inoculant) berupa effective microorganism (EM4). Bioaktivator yang terdapat dalam EM4 adalah Lactobacillus sp, Saccharomyces sp, Actinomycetes serta cendawan pengurai selulosa. Mikroorganisme tersebut berfungsi dalam menjaga keseimbangan karbon dan nitrogen yang merupakan faktor penentu keberhasilan pembuatan kompos (Djuarnani, Kristian, Setiawan, 2005 dan Yuwono, 2005). Dengan demikian pemanfaatan limbah bahan organik dan mikroorganisme yang berguna dalam EM4 perlu dikembangkan dalam usaha menekan input bahan kimia anorganik. Salah satu teknik budidaya yang dapat mengurangi terjadinya evaoporasi adalah penggunaan mulsa. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, mereduksi penguapan, dan kecepatan alir permukaan, sehingga kelembaban tanah dan persediaan air dapat terjaga. Penggunaan mulsa ditujukan untuk mencegah terjadinya pemadatan tanah, terutama pada lapisan tanah bagian atas, mengurangi fluktuasi suhu tanah, dan mencegah terjadinya kontak langsung antara buah dengan tanah yang dapat menyebabkan buah busuk (Jumin, 2005). Berdasarkan beberapa hasil penelitian, penggunaan mulsa jerami dapat meningkatkan hasil tanaman. Hasil penelitian Irianto (1994) menunjukkan bahwa penggunaan mulsa jerami dapat memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman SemNas TTG Agroindustri dan Diseminasi Hasil-hasil Penelitian Dosen Polinela 2009, 1-2 April 2009 115
bawang merah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa jerami. Lal dan Greenland (1999) melaporkan bahwa penggunaan mulsa jerami sebanyak 4000 kg ha-1 dapat menurunkan suhu tanah dari 42°C (tanpa mulsa) menjadi 34°C (dengan mulsa). Jenis mulsa lain yang juga belum banyak dimanfaatkan secara optimal adalah mulsa alang-alang. Alang-alang (Imperata cylindrica) adalah sejenis gulma yang tumbuh liar. Penggunaan alang-alang sebagai mulsa akan memanfaatkan sumber daya hayati lokal yang melimpah di lahan kering. Bahan organik seperti limbah tanaman jerami dan alang-alang yang telah dikomposkan dan diterapkan pada tanaman tomat, diharapkan akan meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil tomat. Studi pemanfaatan bahan organik berarti menunjang sistem budidaya sayuran yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Penelitian bahan organik ini perlu dikombinasikan dengan pemanfaatan mulsa organik jerami padi atau alang-alang, agar diperoleh lingkungan tumbuh yang optimum guna memperoleh produksi yang tinggi pada tanaman tomat. Tujuan penelitian iniadalah untuk mengkaji efektivitas kompos jerami dan jenis mulsa terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksi tomat.
Metode Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan petani di kebun Politeknik Negeri Bandar Lampung dari bulan Juli sampai November 2008. Bahan yang digunakan adalah benih tomat varietas Victory, jerami padi, EM4, insektisida dan fungisida botani. Percobaan dilaksanakan dengan rancangan acak kelompok dengan perlakuan yang disusun secara rancangan faktorial 2 x 3. Faktor pertama yaitu tanpa aplikasi kompos jerami (K0) dan dengan aplikasi kompos jerami 20 ton ha-1 (K1). Faktor kedua adalah pemulsaan yaitu tanpa aplikasi mulsa (M0), dengan aplikasi mulsa alang-alang setebal 5─7 cm (M1) dan dengan aplikasi mulsa jerami setebal 5─7 cm (M2). Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlet sedangkan kemenambahan data dihitung dengan uji Tukey. Jika kedua asumsi terpenuhi, analisis dilanjutkan dengan Analisis Ragam (Anova). Benih tomat kultivar Victory disemai dalam bedeng persemaian. Media pesemaian adalah campuran tanah : pupuk kandang sapi (2 : 1 v/v). Bibit siap dipindahtanamkan ke lapang setelah berumur 21─28 hari setelah semai atau bibit yang telah memiliki 3–5 helai daun sejati. Pengolahan tanah dilakukan dua kali dengan menggunakan bajak. Sisa tanaman, rumput, dan akar dibersihkan, lalu tanah diratakan dengan cangkul. Ukuran plot untuk setiap percobaan dalah 4 m x 3,6 m dengan jarak antarulangan 1 m. Tomat ditanam dengan jarak tanam 50 cm x 60 cm, sehingga jumlah populasi tomat per plot adalah 48 tanaman. Kapur CaCO3 dengan dosis 4 ton ha-1 untuk menetralkan kemasaman tanah diaplikasikan dua minggu sebelum tanam. Aplikasi mulsa jerami dilakukan sesuai perlakuan. Mulsa jerami yang diberikan dalam keadaan jerami segar. Sebelum diaplikasikan sebagai mulsa, alang-alang dikeringanginkan lebih dulu selama 2 minggu untuk menghindari efek alelopati. Pemupukan dasar diberikan dengan dosis setengah dari dosis rekomendasi yaitu 150 kg ha-1 Urea, 200 kg ha-1 TSP dan 100 kg ha-1 KCl. Pengomposan bokashi jerami. Sebelum penelitian, kompos bokashi jerami dibuat terlebih dahulu sesuai petunjuk pembuatan kompos bokashi oleh Simamora dan Salundik (2006). Kompos bokashi jerami diberikan ke petak percobaan secara sebar dan dicampur merata dengan tanah sedalam 15─20 cm. 116 PROSIDING
Pemberian ajir dilakukan saat tanaman tomat mencapai ketinggian 20─25 cm. Ajir setinggi 1 m yang dibuat dari bambu ini berfungsi untuk menopang tanaman agar tetap tegak dan tidak mudah rebah. Pada tanaman dilakukan pembuangan tunas samping (tunas yang tumbuh pada bagian ketiak daun/cabang). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan memberikan biopestisida yang telah dipersiapkan sebelumnya (Kardinan, 2005). Untuk mengendalikan hama lalat buah penyebab busuk buah, dipasang jebakan yang diberi Antraxtan, sedangkan untuk mengendalikan serangga pengisap daun seperti Thrips dan Aphid dengan pestisida nabati (Kardinan, 2005). Tomat dipanen jika buah sudah sampai pada fase semburat (breaker stage). Pengamatan dilakukan terhadap (a) tinggi tanaman, (b) bobot brangkasan akar, batang dan daun, (c) bobot buah per petak (kgm-2) (d) diamater buah dan (e) jumlah buah.
Hasil dan Pembahasan Sebelum penelitian tanah dianalisis di laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dengan hasil disajikan dalam Tabel 1. Tanah lokasi penelitian menunjukkan tingkat kemasaman 5.6, dan C/N ratio yang relatif rendah yaitu 10. Tabel 1. Hasil analisis tanah awal sebelum pengolahan tanah Nama unsur
Kriteria
pH H2O (1:2,5) pH KCL (1:2.5)
5.61 4.91
Masam
N (%) Kejldahl P bray-1 (ppm) K (me/100g) C (%) Walkley & Black KTK (me/100 g) Tekstur (%) Pasir Debu Liat C/N ratio
0.15 2.70 0.32 1.50 0.32
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
33.72 29.74 36.54 10
Rendah
Setelah pengomposan, bahan organik telah terdekomposisi dengan sempurna. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kandungan unsur hara N-total adalah 0.78%, P-Bray 0,08, K-dd 0,16%, C-organik 5,31%. Nilai C/N ratio kompos jerami yaitu 6.80. Tabel 2 menyajikan suhu tanah percobaan. Data menunjukkan bahwa aplikasi mulsa jerami dan mulsa alang-alang menurunkan suhu tanah di siang hari (maksimum) dan menaikkan suhu tanah malam hari (minimum).
SemNas TTG Agroindustri dan Diseminasi Hasil-hasil Penelitian Dosen Polinela 2009, 1-2 April 2009 117
Tabel 2. Data Suhu Tanah Jenis mulsa Kontrol Mulsa alang-alang Mulsa jerami
Suhu tanah maksimum (ºC) 35.6 33.33 31.0
Suhu tanah minimum (ºC) 22.3 23.8 23.5
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kompos dan jenis mulsa berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan yaitu tinggi tanaman, bobot brangkasan akar, bobot brangkasan batang, bobot brangkasan daun, dan produksi buah. Kecuali diameter buah tidak berbeda nyata antarperlakuan. Tidak terjadi interaksi antara kompos dan jenis mulsa pada semua pengamatan, kecuali parameter produksi buah (Tabel 3). Tabel 3. Rangkuman hasil analisis ragam pengaruh kompos jerami dan jenis mulsa terhadap berbagai pengamatan Perlakuan Pengamatan Tinggi tanaman Brangkasan akar Brangkasan batang Brangkasan daun Produksi buah Diameter buah
Kompos jerami
Jenis mulsa
* * * * ** tn
** ** ** ** ** tn
Kompos jerami x jenis mulsa tn tn tn tn ** tn
Keterangan : * / ** = berbeda nyata / sangat nyata pada taraf 5% / 1% tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi kompos jerami nyata meningkatkan tinggi tanaman, bobot brangkasan akar, bobot brangkasan batang, bobot brangkasan daun (Tabel 4). Selanjutnya, data menunjukkan bahwa aplikasi mulsa jerami nyata meningkatkan tinggi tanaman, bobot brangkasan akar, bobot brangkasan batang, dan bobot brangkasan daun yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa aplikasi mulsa alang-alang tidak nyata meningkatkan tinggi tanaman, bobot brangkasan akar, bobot brangkasan batang, dan bobot brangkasan daun dibandingkan kontrol. Nilai peubah tinggi tanaman, bobot brangkasan akar dan bobot brangkasan batang antara perlakuan aplikasi mulsa jerami dan mulsa alang-alang tidak berbeda nyata (Tabel 4). Terjadi interaksi antara aplikasi kompos dengan jenis mulsa. Produksi buah tomat meningkat dengan aplikasi kompos yang disertai dengan aplikasi mulsa jerami. Nilai produksi buah tomat pada kombinasi perlakuan kompos jerami dan mulsa jerami nyata lebih tinggi daripada perlakuan kombinasi kompos dengan mulsa alang-alang atau kombinasi tanpa kompos dengan mulsa jerami (Tabel 5).
118 PROSIDING
Tabel 4.
Pengaruh kompos jerami dan jenis mulsa terhadap variabel tinggi tanaman, bobot brangkasan akar, batang, daun, dan diameter buah
Perlakuan
Tinggi Tanaman (cm) 87,21 a 99,07 b 11,42
Brangks. Akar (g) 2,44 a 3,05 b 0,60
Brangks. Batang (g) 12,32 a 16,52 b 3,97
Brangks. Daun (g) 9,55 a 12,94 a 2,87
Diameter (cm)
Tanpa kompos jerami 3,45 Diberi kompos jerami 3,74 BNT 5% tn Jenis mulsa Tanpa mulsa 80,20 a 2,24 a 12,58 a 7,96 a 3,30 Mulsa alang-alang 90,93 ab 2,85 ab 14,99 ab 11,02 a 3,59 Mulsa jerami 102,03 b 3,58 b 18,91 b 15,01 b 3,80 BNT 5% 14,00 0,74 4,86 3,51 tn Keterangan: Nilai tengah yang diikuti huruf yang sama pada lajur dan baris tidak berbeda menurut uji BNT pada taraf nyata 5%. Tabel 5. Interaksi pengaruh kompos jerami dan jenis mulsa terhadap peubah produksi buah (kg per petak)
Tanpa mulsa Mulsa alang-alang Mulsa jerami Rata-rata
Tanpa kompos
Dengan kompos
Rata-rata
5,69 a
7,14 a
6,41 a
5,69 a 12,49 b 7,95 a
7,65 a 22,15 c 12,31 b
6,67 a 17,32 b
Aplikasi pupuk kompos jerami berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan produksi tomat. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Tandisau dkk (2005), penelitian mereka menunjukkan bahwa aplikasi kompos bokashi meningkatkan produksi tanaman cabai. Hasil penelitian ini juga menegaskan kembali penelitian sebelumnya (Pangaribuan dan Pujissiwanto, 2008) bahwa aplikasi kompos jerami berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan produksi tomat. Hal ini berkaitan dengan kemampuan bahan organik jerami padi dalam memperbaiki sifat biologi tanah sehingga tercipta lingkungan yang lebih baik bagi perakaran tanaman. Selain itu bahan organik jerami padi dapat mensuplai unsur hara terutama N, P dan K. Semua unsur-unsur tersebut memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tanaman. Menurut Sutanto (2002) jerami padi mengandung kira-kira 0.6% N, 0.1% P, 0.1% S, 1.5% K dan 5% Si dan 40% C. Jerami padi secara tidak langsung mengandung sumber senyawa N dan C sebagai dasar pembentuk substrat yang diperlukan untuk metabolisme jasad renik yaitu gula, pati (starch), selulose, hemiselulose, pektin, lignin, lemak dan protein. Selain itu, bokashi juga dapat memperbaiki tata udara dan air tanah. Dengan demikian, perakaran tanaman akan berkembang dengan baik dan akar dapat menyerap unsur hara yang lebih banyak, terutama unsur hara N yang akan meningkatkan pembentukan klorofil, sehingga aktivitas fotosintesis lebih meningkat dan dapat meningkatkan ekspansi luas daun. Dari hasil percobaan terlihat bahwa mulsa jerami dan alang-alang yang diaplikasikan mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tomat. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Hamdani (2000) yang menunjukkan aplikasi mulsa jerami padi ketebalan 6 cm meningkatkan
SemNas TTG Agroindustri dan Diseminasi Hasil-hasil Penelitian Dosen Polinela 2009, 1-2 April 2009 119
bobot kering tanaman kentang dan bobot umbi kentang per tanaman. Demikian juga hasil penelitian Simarmata (2002), aplikasi mulsa jerami padi 10 ton/ha mampu menghasilkan 60% jahe segar/rumpun lebih banyak daripada tanpa mulsa. Disamping itu, mulsa sisa tanaman yang melapuk secara alamiah akan meningkatkan aktivitas biologis di dalam tanah seperti cacing, bakteri dll. Apabila sisa tanaman tersedia cukup banyak, maka pemberian mulsa akan sangat bermanfaat dalam konservasi air pada lahan kering. Mulsa sisa tanaman juga akan menjaga kelembaban tanah, mengurangi fluktuasi suhu tanah dan menekan pertumbuhan gula serta menambahkan bahan organik tanah dalam jangka panjang (Ardjasa, 1993). Mulsa jerami tidak secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, melainkan berpengaruh terhadap perbaikan iklim mikro disekitar pertanaman. Penggunaan mulsa mempengaruhi suhu tanah, yaitu menurunkan suhu maksimum dan menaikkan suhu minimum tanah pada aplikasi mulsa organik alang-alang dan mulsa jerami (Tabel 2). Suhu tanah akan berpengaruh terhadap sistem perakaran, penyerapan air dan unsur hara, perluasan daun, produksi bahan kering, nisbah pupus akar, dan hasil panen (Gardner dkk.,1991). Suhu tanah dibawah optimum dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan dan metabolisme sehingga siklus pertumbuhan tanaman meningkat. Mulsa pada lahan akan mampu mempertahankan suhu tanah yang stabil antara siang dengan malam hari, sebaliknya petak tanpa perlakuan mulsa kurang mampu menciptakan iklim mikro yang baik. Pengaruh jenis mulsa tergantung pada aplikasi kompos. Produksi buah tomat meningkat apabila diaplikasikan kombinasi aplikasi kompos yang disertai dengan aplikasi mulsa jerami. Dengan perkataan lain, kompos jerami akan lebih efektif memberikan dampak apabila diberikan bersamaan dengan mulsa jerami. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa perbaikan iklim mikro akibat pemberian mulsa akan memberikan dampak positif apabila air dalam tanah cukup tersedia sebagai akibat aplikasi kompos. Sebaliknya, apabila ketersediaan air dalam tanah berkurang akibat tidak diberikan kompos, maka dampak positif perbaikan iklim mikro akibat mulsa tidak optimum, sehingga produksi tomat juga rendah.
Kesimpulan Perlakuan kompos jerami meningkatkan tinggi tanaman, menambah bobot brangkasan akar, brangkasan batang, brangkasan daun, akan tetapi tidak meningkatkan diameter buah. Perlakuan mulsa jerami meningkatkan tinggi tanaman, menambah bobot brangkasan akar, brangkasan batang, brangkasan daun, akan tetapi tidak meningkatkan diameter buah. Produksi buah tomat akan meningkat apabila diterapkan kombinasi perlakuan kompos jerami dan mulsa jerami.
Daftar Pustaka Ardjasa W. S. 1993. Sistem pengolahan tanah, frekuensi penyaingan dan pemberian mulsa pada pola padi gogo – kedelai pada lahan kering. Dalam Utomo, M., Utomo, I.H., Susilo, F.X. (editor). Prosiding Seminar Nasional IV Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Kerjasama Unila, HIGI, HITI, dan Jurusan BDP FP Unila. Djuarnani N., Kristian, B. S. Setiawan. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia. Pustaka. 120 PROSIDING
Gardner F. P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit UI Press. Hamdani J. S. 2000. Pengaruh Cara Penggunaan EM4 dan Mulsa Jerami Padi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang di Dataran Medium. Jurnal Agrikultura 11:126─130. Irianto. 1994. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah pada Tanah Vertisol dengan Pemberian Mulsa dan Diairi Secara Berkala. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Padjadjaran. Bandung. Jumin H.B. 2005. Dasar-dasar Agronomi. PT RajaGrafindo Persada. Kardinan. 2007. Pestisida Nabati. Penebar Swadaya. Lal R. and D. J. Greenland. 1999. Soil Physical properties and Crop Production in The Tropics. John Wiley and Sons. New York. Pangaribuan D. dan H. Pujisiswanto. 2008. Pemanfaatan Kompos Jerami untuk Meningkatkan Produksi dan Kualitas Buah Tomat. Dalam John Hendri dkk. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Simarmata T. 2002. Efek Pupuk Multihara Lengkap dan Mulsa Jerami Padi terhadap N-total, Ptersedia, K-dd dan Hasil Tanaman Jahe Kultivar Gajah pada Inceptisols. Jurnal Agrikultura, 13:117─121. Sutanto R. 2002. Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Tandisau P., A. Darmawidah, Warda, Idaryani. 2005. Kajian Penggunaan Pupuk Organik Sampah Kota pada Tanaman Cabai. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 8:372─380. Yuwono D. 2005. Kompos. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
SemNas TTG Agroindustri dan Diseminasi Hasil-hasil Penelitian Dosen Polinela 2009, 1-2 April 2009 121