Karakteristik Fisik Kimia Flakes Jagung dan Kacang Merah – Permana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.734-742, April 2015
PENGARUH PROPORSI JAGUNG DAN KACANG MERAH SERTA SUBSTITUSI BEKATUL TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK KIMIA FLAKES Corn and Kidney Bean Proportion and Rice Bran Substitution’s Effect on Physico-Chemical Characteristic of Flake Rikhardo Atmaka Permana1*, Widya Dwi Rukmi Putri1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email :
[email protected] ABSTRAK Dewasa ini, pola konsumsi pangan masyarakat telah mengalami perubahan, dimana cenderung menuntut kepraktisan tanpa mengurangi pemenuhan kebutuhan gizi. Oleh karenanya dibuatlah flake yang dapat menunjang pola hidup masa kini sekaligus memanfaatkan produk pertanian yang dimiliki Indonesia. Jagung yang tinggi kandungan pati, dapat dikombinasikan dengan penambahan kacang merah sebagai sumber protein. Sedangkan bekatul, yang merupakan hasil samping proses pengolahan padi dapat digunakan sebagai sumber serat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah serta pengaruh substitusi tepung bekatul terhadap sifat fisik dan kimia flake. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAK dengan dua faktor. Faktor pertama, proporsi jagung dan kacang merah (3:1, 1:1, dan 1:3). Faktor kedua, substitusi bekatul (10% dan 20%). Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan ANNOVA dan dilanjutkan dengan uji BNT. Penentuan perlakuan terbaik mengguanakan metode Multiple Attribute. Flake terbaik diperoleh pada perlakuan proporsi jagung dan kacang merah 3:1 dan substitusi bekatul 10%. Kata kunci: Bekatul, Flake, Jagung, Kacang Merah ABSTRACT Nowdays, food consumption pattern has change, which demanding practicality without compromising nutritional fulfillment. Therefore a flake is made, which can support today’sconsumptionpattern and take advantage of Indonesia’s agricultural product. High starch content of corn, can be combined with protein from the addition of kidney bean. While rice bran, can be used as a source of fiber. This research purpose isto know the effect of proportion of corn and kidney bean and rice bran flour substitution to chemical and physical properties of flake. The experimental design used isRBD with two factors. First factor, proportion of corn and kidney bean (3:1, 1:1, and 1:3).Second factor, substitution of rice bran (10% and 20%). The data analyzed using ANNOVA and continued with LSD test.The best treatment selectedusing multiple attribute method. The best flake is made of corn and kidney bean proportion 3:1 and 10% subtitution of rice bran. Keywords: Corn,Flake, Kidney Bean, Rice Bran PENDAHULUAN Flake merupakan makanan sarapan siap saji yang berbentuk lembaran tipis, berwarna kuning kecoklatan serta biasanya dikonsumsi dengan penambahan susu sebagai menu sarapan [1]. Dewasa ini, pola pikir dan pola hidup masyarakat telah mengalami perubahan. Seiring perubahan tersebut secara tidak langsung mengubah pola konsumsi pangan masyarakat yang cenderung menuntut kepraktisan, baik dari segi pembuatan 734
Karakteristik Fisik Kimia Flakes Jagung dan Kacang Merah – Permana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.734-742, April 2015 maupun cara penyajiannya tanpa mengurangi pemenuhan kebutuhan tubuh akan gizi yang diperlukan. Pada umumnya, bahan baku pembuatan flake adalah jagung. Di Indonesia, jagung merupakan sumber karbohidrat alternatif setelah beras. Di dalam jagung terkandung karbohidrat sebanyak 79.51%, protein 2.05%, lemak 7.89%, dan serat 1.31% [2]. Namun demikian, masyarakat yang mengonsumsi jagung sebagai pangan pokok dapat terhindar dari busung lapar, tetapi rawan gizi, kecuali bila jagung dikonsumsi dengan kacangkacangan. Kandungan asam amino lisin pada jagung rendah, sedangkan pada kacangkacangan tinggi. Sebaliknya, kandungan asam amino metionin dalam jagung tinggi sedangkan dalam kacang-kacangan rendah [3]. Salah satu komoditas yang dapat dimanfaatkan adalah kacang merah. Di dalam kacang merah terkandung kacang merah memiliki kandungan 60.01 gram karbohidrat, 23.58 gram protein, 0.83 gram lemak, dan 24.9 gram serat kasar pada setiap seratus gramnya [4] dan asam amino lisin sebanyak 1323 mg [5]. Agar diperoleh flake yang memiliki nilai lebih, maka diperlukan bahan lain yang dapat memberikan nilai tambah. Bekatul merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi, pada umumnya kurang dimanfaatkan dengan maksimal oleh masyarakat Indonesia walaupun memiliki nilai gizi yang cukup baik. Dalam seratus gram bekatul terkandung karbohidrat sebanyak 49.69 gram; protein sebanyak 13.35 gram; lemak total sebanyak 20.85 gram; dan total serat sebanyak 21 gram [6]. Minimnya pemanfaatan bekatul ini terkait dengan adanya stereotip di masyarakat bahwa bekatul hanya dapat digunakan sebagai pakan ternak, padahal bekatul merupakan salah satu sumber serat yang baik. Bekatul memiliki serat lebih tinggi dibandingkan beras. Serat pada bekatul dominan akan serat tidak larut air [7]. Diharapkan penggunaan jagung, kacang merah, dan bekatul sebagai bahan pembuatan flake dapat meningkatkan nilai gizi dari flake yang sudah ada di pasaran serta menjadi alternatif pemanfaatan produk pertanian di Indonesia. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung bekatul dari jenis padi IR64 yang diperoleh dari Bangil (Pasuruan) yang kemudian distabilisasi, kacang merah, dan jagung segar yang diperoleh dari pasar Merjosari Malang yang kemudian ditepungkan, tepung terigu rendah protein, gula pasir, garam dapur, dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis kimia antara lain aquadest, NaOH 40%, tablet kjedahl, indikator pp, indikator metil red, asam borat 3%, HCl 0.10 N, aquadest, petroleum eter, larutan H2SO4 mendidih, NaOH mendidih, K2SO4 10%, alkohol 95%, kertas lakmus, kertas saring kasar, dan kertas saring halus yang diperoleh dari toko bahan kimia Makmur Sejati Malang. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan 40 mesh dan 60 mesh, autoclave, oven (Memmert), mesin dough sheeter, timbangan digital analitik (Denver Instrumen M-310), kompor, dan pengukus. Alat yang digunakan untuk analisis kimia antara lain labu ukur (Pyrex), labu kjeldahl (Buchi), beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), labu Erlenmeyer (Pyrex), timbang digital analitik (Denver Instrumen M-310), oven (Memmert), lemari asam (ChemFast), buret (Schott Duran), statif,colour reader (Minolta), tensile strength (Imada), bola hisap (Merienfiel), destilator (Buchi), kertas saring (Whatman), desikator, pipet ukur 1 ml (HBG), pendingin balik, kompor dan jangka sorong. Desain Penelitian Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok dengan dua faktor, yaitu proporsi jagung dan kacang merah (3:1, 1:1, dan 1:3) dan substitusi bekatul yang terdiri dari dua level (10%, dan 20%). Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan metode Analysis of Variance (ANNOVA) dan selanjutnya dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan selang kepercayaan 5%. Penentuan perlakuan terbaik digunakan metode Multiple Attribute. 735
Karakteristik Fisik Kimia Flakes Jagung dan Kacang Merah – Permana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.734-742, April 2015 Tahapan Penelitian Persiapan Bahan Bahan-bahan dalam pembuatan flake meliputi tepung bekatul yang telah distabilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121C selama ± 3 menit, jagung dan kacang merah yang telah ditepungkan sehingga didapat tepung jagung dan tepung kacang merah dengan ukuran 60 mesh, tepung terigu protein rendah, gula, garam, dan air. Pencampuran Tepung jagung dan tepung kacang merah ditimbang sesuai proporsi (3:1, 1:1, dan 1:3) dalam seratus gram, kemudian dicampur hingga homogen. Setelah adonan tercampur, campuran tepung tersebut kemudian disubstitusikan dengan tepung bekatul (sebanyak 10%, atau 20%), kemudian dicampur lagi hingga homogen. Campuran ketiga jenis tepung tersebut kemudian ditambahkan tepung terigu (50%), gula (10%), garam (2%), dan air (100%). Selanjutnya dilakukan pengadukan sampai kalis hingga terbentuk adonan. Pengukusan Pengukusan adonan dilakukan selama 15 menit pada suhu 100OC bertujuan untuk meningkatkan karakteristik keawetan, kualitas makanan, kecocokan, atau kekuatan setelah pemasakan karena adanya proses gelatinisasi [8]. Pemipihan adonan Adonan yang telah dikukus lalu dibentuk menjadi lembaran dengan menggunakan dough sheeter hingga mencapai ketebalan ± 1 mm. Selama pembuatan lembaran, adonan mengalami penekanan, pelepasan udara, perubahan konsistensi, dan peningkatan densitas [9]. Pencetakan Adonan yang telah dipipihkan kemudian dicetak / dibentuk dengan ukuran 2x2 cm. Pemanggangan Setelah flake terbentuk, kemudian dilakukan pemanggangan menggunakan oven selama ±10 menit pada suhu 160OC. Pemanggangan dilakukan untuk membentuk tekstur porous, menurunkan kadar air, dan merubah kenampakan warna karena adanya reaksi Maillard dan karamelisasi [9]. Metode Analisis yang dilakukan pada bahan baku meliputi analisis kadar air [10], kadar pati [10], kadar protein [10], dan kadar serat kasar [10]. Analisis kimia yang dilakukan pada flake meliputi kadar air [10], kadar pati [10], kadar protein [10], dan kadar serat kasar [10]. Sedangkan analisis fisik meliputi daya patah [11], daya serap air [11], dan warna (L*, a*,b*) [11]. Prosedur Analisis Analisis kadar air dilakukan dengan cara pengurangan berat awal sampel dengan berat akhir sampel, kemudian hasil perhitungan tersebut dibagi berat awal sampel dan dikalikan 100% [10]. Analisis kadar protein dilakukan dengan cara pengurangan larutan HCl sampel dengan HCl blanko, kemudian dibagi dengan berat sampel yang digunakan, hasil perhitungan tersebut dikalikan dengan normalitas HCl 14.008, faktor koreksi (6.25) dan 100% [10]. Analisis kadar pati dilakukan dengan menghidrolisis sampel yang mengandung pati dengan asam, lalu dinetralkan dengan basa. Gula yang dihasilkan dari proses hirolisis pati ditetapkan jumlahnya. Penetapan jumlah gula menggunakan metode Nelson/Somogy [10]. Analisis kadar serat kasar dilakukan dengan cara pengurangan berat kertas saring akhir dengan berat kertas saring awal, kemudian hasil perhitungan tersebut dibagi berat sampel awal yang digunakan dan dikalikan 100% [10]. Analisis daya patah dilakukan menggunakan alat tensile strength, dengan meletakkan flake pada tatakan lalu jarum 736
Karakteristik Fisik Kimia Flakes Jagung dan Kacang Merah – Permana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.734-742, April 2015 pengukur diturunkan perlahan hingga flake patah, nilai yang tercantum pada layar merupakan merupakan nilai daya patah, yang dinyatakan dalam satuan (N/m) [11]. Analisis daya serap air dilakukan dengan cara menghitung selisih berat flake setelah direndam dalam seratus mililiter air selama lima menit dengan berat awal flake sebelum dibasahi, nilai daya serap air didapat dari hasil pengurangan yang diperoleh dibagi dengan berat awal flake sebelum dibasahi lalu dikalikan seratus persen [11]. Analisis warna dilakukan dengan cara pembacaan skala warna menggunakan colour reader dengan parameter L*, a*, dan b* [11]. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan flake ini adalah tepung jagung, tepung kacang merah, dan tepung bekatul. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar protein, kadar pati, dan kadar serat. Data hasil penelitian terhadap ketiga bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini Tabel 1.Hasil Analisis Bahan Baku Komponen (%)
Tepung Jagung
Tepung Kacang Merah
Tepung Bekatul
Kadar air Kadar pati Kadar protein Kadar serat kasar
4.67 73.17 9.08 3.26
6.59 41.57 22.27 3.93
9.69 35.96 10.92 15.75
2. Karakteristik Flake Bahan bakuyang digunakan tersebut kemudian diolah sehingga menjadi flake sesuai dengan proporsi dan substitusi yang telah ditentukan. Dari flake yang dihasilkan, kemudian dilakukan analisis kimia yang meliputi kadar air, kadar pati, kadar protein, dan kadar serat kasar. Sedangkan analisis fisik flake meliputi daya patah, daya serap air, dan warna (L*, a*, b*).Data hasil analisis kimia dan fisik flake beserta pengaruh kedua jenis perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Proporsi Jagung dan Kacang Merah dan Substitusi Bekatul Terhadap Karakteristik Kimia dan Fisik Flake Perlakuan ProporsiJagung dan Substitusi Parameter Rerata BNT BNT Kacang Merah Bekatul 5% 5% 3:1 1:1 1:3 10% 20% Kimia 33.74 - 61.33 5.32c 4.07b 3.00a 0.02 50.19b 43.73a 1.44 Pati (%) 9.43- 14.22 9.59c 11.91b 14.08a 0.02 Protein (%) 4.829c 6.938b 8.352a 0.06 6.06b 7.33a 0.08 Serat kasar (%) 4.46- 9.09 Fisik Daya patah 2.77 - 5.63 5.32c 4.07b 3.00a 0.02 4.37b 3.89a 0.02 (N/m) Daya serap air 21.43- 32.87 31.34c 27.49b 22.92a 0.37 28.67b 25.82a 0.55 (%) 63.37 - 72.60 68.99b 64.52a 2.56 Warna (L*) 3.93- 8.20 4.07a 5.07b 7.15c 0.13 Warna (a*) b b a 14.83- 22.27 21.72 22.73 14.85 0.18 Warna (b*) Keterangan : Angka dengan notasi yang sama menunjukkan tidak beda nyata
737
Karakteristik Fisik Kimia Flakes Jagung dan Kacang Merah – Permana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.734-742, April 2015 Tabel 2 menunjukkan nilai rata-rata kadar pati flake berkisar antara 33.74 – 61.33%. Dari Tabel 2, juga diketahui bahwa dengan semakin meningkatnya proporsi tepung kacang merah yang digunakan, maka semakin rendah nilai kadar pati flake. Hal ini dikarenakan dari analisis bahan baku yang dilakukan, didapati bahwa nilai kadar pati tepung jagung sebesar 73.17%, sedangkan nilai kadar pati tepung kacang merah sebesar 41.57%. Di dalam jagung terkandung kandungan pati yang cukup tinggi yakni berkisar antara 75.12% - 85.27% [12]. Ketika terjadi proses pencampuran, jumlah tepung jagung yang tercampur semakin sedikit, ini menyebabkan jumlah pati yang tercampur dalam campuran tepung jagung dan tepung kacang merah pada proporsi 3:1 tidak sebanyak ketika proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah pada proporsi 1:3 ataupun 1:1. Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa semakin tinggi jumlah tepung bekatul, maka semakin rendah nilai kadar patinya. Dari hasil analisis bahan baku, diketahui bahwa nilai kadar pati tepung bekatul sebesar 35.963%. Hal ini berarti apabila jumlah tepung bekatul yang disubstitusikan semakin tinggi, maka bagian dari campuran tepung (dalam hal ini adalah campuran antara tepung jagung dan tepung kacang merah) yang tergantikan oleh tepung bekatul akan semakin banyak. Akibatnya, jumlah pati dari campuran tepung yang tergantikan oleh pati dari tepung bekatul semakin banyak, sehingga nilai kadar pati yang didapat pada produk flake akan semakin rendah. Nilai rata-rata kadar protein flake akibat perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah serta substitusi tepung bekatul sebesar 9.43 – 14.22%. Dari tabel 2 diketahui bahwa nilai kadar protein flake akibat perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah tepung kacang merah dalam proporsi tepung yang dipakai. Hasil analisis bahan baku yang dilakukan menunjukkan bahwa kandungan protein pada tepung jagung memiliki nilai sebesar 9.07%, lebih rendah bila dibandingkan dengan kandungan protein kacang merah, yakni sebesar 22.27%.Jagung dapat dikonsumsi sebagai makanan pokok, namun agar kebutuhangizi tetap terpenuhi maka dalam pengkonsumsiannyaseharusnya dikombinasikan dengan kacang-kacangan. Hal ini karena jagung kekurangan protein, khususnya asam amino lisin, sedangkan pada kacang-kacangan tinggi akan asam amino lisin. Sebaliknya, kandungan asam amino metionin dalam jagung tinggi sedangkan dalam kacang-kacangan rendah. Jadi, kedua bahan pangan tersebut dapat saling melengkapi asam amino tersebut, dimana diketahui bahwa jumlah asam amino metionin pada jagung varietas Srikandi putih sebesar 0.28%, pada varietas Srikandi kuning sebesar 0.27%, dan pada varietas lokal non pulut sebesar 0.38%. Sedangkan di dalam 100 gram kacang merah mengandung asam amino lisin sebanyak 1323 mg [12].. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai rerata kadar serat kasar flake sebesar 4.46 – 9.09%. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah proporsi tepung kacang merah, semakin tinggi nilai kadar serat kasar flake. Dari hasil analisis bahan baku yang telah dilakukan, didapati bahwa nilai kadar serat kasar tepung jagung sebesar 3.26%, sedangkan tepung kacang merah sebesar 3.93%. Nilai kadar serat kasar tepung kacang merah lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung jagung. Hal ini berarti bila jumlah tepung kacang merah yang digunakan semakin banyak, maka nilai kadar serat kasar akan mengalami peningkatan. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa nilai kadar serat kasar flake akibat perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah semakin meningkat seiring dengan meningkatnya substitusi tepung bekatul yang digunakan. Berdasarkan analisis bahan baku, pada tepung bekatul kadar seratnya sebanyak 15.75%. Semakin tinggi jumlah tepung bekatul yang disubstitusikan ke dalam campuran tepung jagung dan tepung kacang merah, maka jumlah serat yang tergantikan oleh kandungan serat kasar yang dimiliki oleh tepung bekatul akan semakin banyak. Hal ini menyebabkan nilai kandungan serat kasar flake akan semakin tinggi. Bekatul merupakan salah satu bagian kulit padi yang memiliki serat lebih tinggi daripada beras hasil penggilingan yang selama ini dikonsumsi masyarakat. Serat pada bekatul dominan akan serat tidak larut air, namun mengandung serat larut air yang kurang lebih hanya 2%. Kandungan serat tidak larut bekatul terdiri dari selulosa (8.7 – 11.4%), hemiselulosa (9.6 – 12.8%), dan beberapa lignin. Serat bekatul yang tidak larut ini apabila dikonsumsi maka serat ini dapat mengikat lemak yang ada dalam tubuh [13]. 738
Karakteristik Fisik Kimia Flakes Jagung dan Kacang Merah – Permana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.734-742, April 2015 Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai rerata kadar air flake akibat perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah serta substitusi tepung bekatul berkisar antara 2.22% - 2.69%. Kadar air yang didapat dari penelitian masih dalam batasan standar kadar air produk breakfast cereal, yakni setidaknya kurang dari empat persen [14]. Perlakuan proporsi jagung dan kacang merah, didapati bahwa semakin rendah proporsi jagung yang digunakan, semakin rendah nilai kadar airnya. Hal ini disebabkan semakin rendahnya kandungan pati pada perlakuan proporsi tersebut, sehingga dapat diasumsikan matriks yang terbentuk tidak lebih kuat jika dibanding perlakuan dimana lebih banyak proporsi jagungnya. Hasil analisis bahan baku menunjukkan bahwa kadar pati tepung jagung sebesar 73.17%, dan kadar pati tepung kacang merah sebesar 41.57%. Pati bersifat mudah berikatan dengan air, dan mudah pula melepaskan air [15]. Hal ini menyebabkan air bebas yang dimiliki lebih sedikit jumlahnya bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga ketika dilakukan analisis kadar air, nilai yang didapat lebih rendah. Pada perlakuan substitusi bekatul didapati bahwa semakin meningkatnya jumlah tepung bekatul yang disubstitusikan, maka terjadi penurunan nilai kadar air. Hal ini disebabkan karena adanya serat. Kandungan serat bekatul lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung jagung dan tepung kacang merah. Hasil analisis bahan baku menunjukkan bahwa kadar serat tepung bekatul mencapai 15.75% dan tepung kacang merah sebesar 3.93%. Kandungan serat memiliki korelasi negatif terhadap kadar air, dimana semakin tinggi kandungan serat, maka nilai kadar air akan semakin rendah [16]. Nilai rerata daya patah flakeyang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 2.77 – 5.63 N/m. Semakin tinggi nilai daya patah yang dimilik flake, semakin bagus kualitas flakenya. Hal ini karena flake menjadi lebih tahan terhadap tekanan, sehingga bentuk dari produk dapat terjaga, tidak rapuh, serta tidak mudah hancur. Dari hasil penelitian yang dilakukan, nilai kadar pati yang tinggi didapati bahwa pada perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah 3:1 lalu nilainya menurun seiring dengan menurunnya jumlah tepung jagung yang terkandung. Penurunan nilai daya patah ini terjadi karena pati yang terkandung di dalam bahan mengalami gelatinisasi dan retrogradasi. Retrogradasi pati terjadi karena terbentuknya ikatan-ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada molekul-molekul amilosa dan amilopektin sehingga membentuk tekstur yang keras. Ikatan hidrogen ini semakin menguat bila suhu diturunkan sehingga struktur pati menjadi semakin kompak [15]. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa daya patah flake dengan perlakuan substitusi 20% memiliki daya patah lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan substitusi 10%. Bekatul merupakan bahan pangan yang mengandung serat. Serat merupakan polikasarida yang dalam bahan makanan berfungsi sebagai penguat tekstur. Semakin tinggi kadar serat maka akan dihasilkan produk dengan tekstur yang lebih kokoh dan kuat akibatnya produk menjadi lebih keras dan daya patahnya meningkat [17]. Berdasarkan hasil percobaan, diketahui bahwa kandungan serat kasar pada tepung bekatul sebesar 15.75%. Seharusnya semakin banyak substitusi yang dilakukan, maka nilai daya patah yang didapat semakin tinggi. Hal ini dikarenakan dalam proses membentuk tekstur antar molekul pati, serat dan protein membutuhkan air. Sehingga pada saat proses pembentukan tekstur, komponen pati, serat dan protein saling berkompetisi mengikat air untuk membentuk tekstur. Terbatasnya ketersediaan air pada bahan menyebabkan komponen pati, serat, dan protein tidak maksimal dalam membentuk tekstur. Nilai rata-rata daya serap air flake akibat perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah serta substitusi tepung bekatul berkisar antara 21.43 – 32.87%. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin meningkatnya proporsi tepung jagung yang digunakan, maka nilai daya serap airnya semakin tinggi. Dari hasil analisis bahan baku diketahui bahwa kadar pati tepung jagung sebesar 73.17%, sedangkan kadar pati tepung kacang merah sebesar 41.57%. Hal ini berarti kadar pati tepung jagung lebih tinggi bila dibandingkan tepung kacang merah. Semakin tinggi jumlah tepung jagung yang digunakan, maka semakin tinggi pula kadar patinya. Pati berperan dalam pembentukan struktur flake. Pati akan berikatan dengan air, lalu dengan adanya perlakuan suhu tinggi pati akan tergelatinisasi sehingga akan terbentuk rongga-rongga pada struktur produk [15]. Semakin banyak pati yang tergelatinisasi, maka akan semakin banyak pula rongga – rongga udara yang 739
Karakteristik Fisik Kimia Flakes Jagung dan Kacang Merah – Permana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.734-742, April 2015 terbentuk. Semakin banyak rongga yang terbentuk maka saat rehidrasi terjadi, air yang terperangkap dalam flake akan semakin banyak, sehingga tingkat rehidrasinya akan meningkat [18]. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah tepung bekatul yang disubstitusikan, maka nilai daya serap airnya akan semakin rendah. Nisbah penyerapan air dipengaruhi oleh keberadaan serat, karena sifat serat yang mudah menyerap air maka semakin banyak serat yang terkandung, maka semakin besar nilai daya serap airnya [19]. Hasil analisis bahan baku menunjukkan bahwa kadar serat kasar tepung bekatul mencapai 15.78%. Hasil analisis serat kasar flake menunjukkan bahwa semakin tinggi tepung bekatul yang disubstitusikan, maka nilai serat kasar flake akan semakin tinggi. Ini berarti seharusnya nilai daya serap air dari flake akan semakin tinggi ketika semakin banyak bekatul yang ditambahkan. Berdasarkan Tabel 2 didapati bahwa nilai daya serapnya menurun. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kandungan lemak yang ada pada tepung bekatul. Kadar lemak yang ada pada tepung bekatul dapat mencapai 15.06% [20]. Kandungan lemak inilah yang diduga menghalangi air saat proses gelatinisasi pati. Keberadaan lemak dapat membentuk lapisan pada permukaan granula pati, sehingga dapat menyebabkan penundaan proses gelatinisasi pati, karena menghambat adsorpsi air oleh granula pati [15]. Tabel 2 menunjukkan rerata warna (L) flake akibat perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah serta substitusi tepung bekatul berkisar antara 63.37 – 72.60. Nilai rerata warna (a*) flake sebesar 3.93 – 8.20, dan rerata warna (b*) flake berkisar antara 14.83 – 22.27. Perubahan warna yang terjadi pada flake disebabkan karena adanya reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer, yang menghasilkan kenampakan produk menjadi lebih cokelat [21]. Dari hasil analisis bahan baku yang digunakan diketahui bahwa dalam jagung, kacang merah, dan bekatul terkandung protein sebesar 9.08%, 22.27%, dan 10.92%. Sedangkan kandungan patinya sebesar 73.17%, 41.57%, dan 35.96%. Dengan adanya perlakuan panas selama proses pemanggangan, maka ada reaksi Maillard yang terjadi di dalam flake. Hal ini menyebabkan warna produk menjadi lebih cokelat dan lebih gelap. Inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan nilai (L*). Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai (a*) mengalami peningkatan, sedangkan nilai (b*) mengalami penurunan akibat pengaruh perlakuan proporsi jagung dan kacang merah. Hal ini juga disebabkan karena adanya reaksi Maillard yang terjadi. Meningkatnya warna cokelat ditandai dengan peningkatan kemerahan warna dan penurunan kekuningan warna [22]. 3. Flake Perlakuan Terbaik Parameter yang dibandingkan meliputi parameter kimia dan fisik dengan menggunakan uji t. Hasil uji t perbandingan perlakuan terbaik dengan kontrol dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.Perbandingan Flake Perlakuan Terbaik dengan Kontrol Rerata Nilai Produk t t Parameter notasi hitung tabel Kontrol Terbaik Kimia Kadar protein 8.780 9.433 2.154 tn Kadar serat kasar 5.674 4.456 2.174 tn 4.303 Kadar pati 72.323 61.237 5.145 * Kadar air 2.625 2.694 3.086 tn Fisik Daya patah 2.600 5.633 11.117 * Daya serap air 24.947 32.896 11.622 * Warna (L*) 73.047 72.600 1.459 4.303 tn Warna (a*) 2.300 3.933 2.128 tn Warna (b*) 28.100 22.267 4.117 tn Keterangan * = beda nyata ; tn = tidak berbeda nyata
740
Karakteristik Fisik Kimia Flakes Jagung dan Kacang Merah – Permana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.734-742, April 2015 Penentuan pemilihan perlakuan terbaik flake dilakukan dengan metode Multiple Atribute [23]. Penentuan pemilihan perlakuan terbaik menggunakan parameter kimia (kadar protein, kadar serat kasar, kadar pati), dan parameter fisik (daya patah, daya serap air, dan warna). Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh flake dengan proporsi jagung dan kacang merah 3:1 dengan substitusi bekatul10%. Produk dengan perlakuan terbaik ini lalu dibandingkan dengan kontrol. Kontrol yang digunakan adalah flake yang dibuat dari tepung jagung seratus persen tanpa penambahan tepung kacang merah, dan tanpa subtitusi tepung bekatul. Berdasarkan perbandingan perlakuan terbaik dengan kontrol menggunakan uji t. diketahui bahwa pada parameter kadar pati, daya patah, dan daya serap air berbeda nyata. Parameter yang menunjukkan tidak berbeda nyata didapat pada parameter kadar protein, kadar serat kasar, kadar air, dan warna (L, a*, b*). SIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah memberikan pengaruh nyata terhadap parameter kadar air, kadar pati, kadar protein, kadar serat kasar, daya patah, daya serap air, warna (a*), dan warna (b*). Perlakuan substitusi dengan tepung bekatul memberikan pengaruh nyata terhadap parameter kadar serat kasar, kadar air, kadar pati, daya patah, daya serap air, dan warna (L). Produk dengan perlakuan terbaik yaitu perlakuan proporsi tepung jagung dan tepung kacang merah 3:1 dengan perlakuan substitusi tepung bekatul sebanyak 10%. yang memiliki kadar air 2.69%; kadar pati 61.24%; kadar serat kasar 4.46%; kadar protein 9.43%; daya patah sebesar 5.63 N/m; Daya serap air 32.89%; Warna L (72.60) a*(3.93) dan b*(22.27). DAFTAR PUSTAKA 1)
Hildayanti. 2012. Studi Pembuatan Flakes Jewawut (Setaria italica). Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 2) Suarni dan Firmansyah, I.U. 2005. Beras Jagung : Prosesing dan Kandungan Nutrisi sebagai Bahan Pangan Pokok. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Maros, Sulawesi Selatan, 393-398. 3) Suarni dan Widowati. S. 2009. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balitsereal dan Puslitbang Tanaman Pangan. Maros. Sulawesi Selatan. 4) USDA, 2010. Food Nutrient Report – 16027.Beans, Kidney, All Types, Mature Seeds, Raw.http://www.ars.usda.gov/Services/docs.htm?docid=22771. Tanggal Akses : 15/08/2014 5) Nuraidah. 2013. Studi Pembuatan Daging Tiruan dari Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) .Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 6) USDA, 2010. Food Nutrient Report – 20060. Rice Bran, Crude.http://www.ars.usda.gov/Services/docs.htm?docid=22771. Tanggal Akses : 15/08/2014 7) Khomsan, A. dan Anwar, F. 2008. Sehat itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat Dengan Makanan Tepat. PT Mizan Publika. Jakarta. 8) Luh, BS. 1991. Rice Production and Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York. 9) Muchtadi, TR. dan Basuki, PA. 1992. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. PAU Pangan dan Gizi.IPB. Bogor. 10) Sudarmadji, S., Haryono B. dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta 11) Yuwono, SS. dan Susanto,T. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang 12) Suarni. 2009. Produk Makanan Ringan (Flake) Berbasis Jagung dan Kacang Hijau Sebagai Sumber Protein Untuk Perbaikan Gizi Anak Usia Tumbuh. Prosiding Seminar Nasional Serealia, Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan. 741
Karakteristik Fisik Kimia Flakes Jagung dan Kacang Merah – Permana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.734-742, April 2015 13) Cho, SS. dan Dreher, ML. 2001. Hanbook of Dietary Fiber. Marcell Dekker, Inc. New York. 14) Pomeranz, Y. dan Meloan, CE. 1994. Food Analysis: Theory and Practice. Chapman and Hall. New York. 15) Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta. 16) Hartini. 2003. Pembuatan FlakeTepung Ubi Jalar [Ipomea batatas (L.)] dengan Suplementasi Tempe dan Penambahan Baking Powder. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. 17) Winarno, FG. 1992. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 18) Busono, G.S. 2013. Kajian Sifat Fisik Kimiawi dan Sensori Mi Instan dengan Substitusi Tepung Bekatul Beras Merah dan Substitusi Tepung Ubi Jalar Kuning. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 19) Richana, R. dan Sunarti, TC. 2004. Karakterisasi Sifat Fisiko kimia Tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi kelapa, dan Gembili. Jurnal Pasca panen 1(1) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, IPB, Bogor, 2937. 20) Liandani, W. 2014. Formulasi Pembuatan Mie Instan Bekatul (Kajian Penambahan Tepung Bekatul Terhadap Karakteristik Mie Instan). Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3, No 1, 174-185. 21) Makfoeld, D. Marseno, D. Wiseso, Hastuti, P., Anggrahini, S., Raharjo, S., Sasatrosuwignyo,S., Suhardi, Martoharsono,S., Hadiwiyoto,S., dan Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius. Yogyakarta. 22) Bunde, MC. Osundahunsi, FO. dan Akinoso, R. 2010. Supplementation Of Biscuit Using Rice Bran and Soybean Flour. African Journal of Food, Agriculture, Nutrition and Development, Vol. 10, No.9, 4047-4059. 23) Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc. Graw Hill Book Company. New York.
742