PENGARUH PROFIL CALON KEPALA DAERAH TERHADAP PERSEPSI KEPEMIMPINAN (Survei Terhadap Masyarakat Pemilih di Provinsi Banten) SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh : SITI NURFAIZAH NIM. 6662121091
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA BANTEN 2016
PERNYATAAN ORISINALITAS Yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: SITI NURFAIZAH
NIM
: 6662121091
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 3 Agustus 1994
Program Studi
: Ilmu Komunikasi
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH PROFIL CALON KEPALA
DAERAH TERHADAP PERSEPSI KEPEMIMPINAN (Survei Terhadap Masyarakat Pemilih di Provinsi Banten) adalah hasil karya sendiri, dan seluruh sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur plagiat, maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.
Serang, 1 Februari 2017
Siti Nurfaizah
ii
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA LEMBAR PERSETUJUAN NAMA
: SITI NURFAIZAH
NIM
: 6662121091
JUDUL
: PENGARUH PROFIL CALON KEPALA DAERAH TERHADAP PERSEPSI KEPEMIMPINAN (Survei Terhadap Masyarakat Pemilih di Provinsi Banten) Serang, 1 Februari 2017 Skripsi ini Telah Disetujui Untuk Diujikan
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ikhsan Ahmad, S. IP, M. Si Nip. 197312222003121001
Darwis Sagita, M.I.Kom Nip. 1978305132008121002 Mengetahui,
Dekan FISIP Untirta
Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si Nip. 197108242005011002
iii
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI NAMA
: SITI NURFAIZAH
NIM
: 6662121091
JUDUL
: PENGARUH PROFIL CALON KEPALA DAERAH TERHADAP PERSEPSI KEPEMIMPINAN (Survei Terhadap Masyarakat Pemilih di Provinsi Banten)
Telah diuji dihadapan dewan penguji sidang skripsi di serang, tanggal 20 bulan Februari tahun 2017 dan dinyatakan LULUS Serang, 20 Februari 2017 Ketua Penguji Puspita Asri Praceka, S.Sos, M.Ikom Nip. 198407132008122002 ANGGOTA : Ari Pandu Witantra, M.I.Kom Nip. 198204222006041002 Anggota :
Darwis Sagita, M.I.Kom Nip. 198305162008121002
Mengetahui, Dekan FISIP Untirta
Ketua Prodi Ilmu Komunikasi
Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si Nip. 197108242005011002
Dr. Rahmi Winangsih, M.Si Nip. 196810192005012001
IV
Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil, Ni’mal Maula Wa Ni’man Nashir “Cukuplah Allah menjadi Penolong bagi kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”
Bismillah, Skripsi ini ku persembahkan dengan segalah hormat dan cinta kasih kepada keluarga ku, ayah, ibu serta adik-adik ku yang telah menjadi sumber motivasi dan inspirasi tehebat. thank’s for everything you gave and Love you as always *
v
ABSTRAK
Siti Nurfaizah. NIM. 6662121091. Skripsi. PENGARUH PROFIL CALON KEPALA DAERAH TERHADAP PERSEPSI KEPEMIMPINAN (Survei Terhadap Masyarakat Pemilih di Provinsi Banten). Pembimbing I: Iksan Ahmad, S. Ip, M.Si dan Pembimbing II: Darwis Sagita, M.I.Kom Mekanisme demokratis yang lebih luas dalam konteks implementasi kedaulatan rakyat adalah pelaksanaan pemilihan umum, baik Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden maupun Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pemilikada). Partai politik merupakan salah satu jalur pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah Hal ini ditegaskan dalam UU No. 8 tahun 2015 pasal 1 ayat (4). Partai politik juga sebagai sarana komunikasi politik berperan sebagai penyalur aneka pendapat dan aspirasi masyarakat yang beragam kemudian mengaturnya sedemikian rupa serta menampung dan menggabungkan pendapat dan aspirasi tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh seleksi calon kepala daerah oleh partai politik terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat pemilih Provinsi Banten. Teori S-O-R (stimulus-organism-response. Model S-O-R ini menjelaskan bahwa proses komunikasi akan memunculkan persepsi dengan respon positif atau negatif. Organi.sme menghasilkan perilaku tertentu jika ada stimulus tertentu pula. Maka unsur-unsur dari teori ini adalah pesan (stimulus), komunikan (organisme), efek (response). Pendekatan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Metode yang digunakan adalah survei, dengan menggunakan teknik stratified proporsional random sampling dimana peneliti mengambil sampel dari jumlah masyarakat pemilih di Provinsai Banten dengan taraf kesalahan 10%. Peneliti menunjukan hipotesis bahwa terdapat pengaruh antara variable seleksi calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat pemilih Provinsi Banten sebesar 0.741 yang berarti bahwa hubungan antara kedua variable bernilai Kuat. Dengan hasil koefisien determinasi sebesar 54,9 % menandakan bahwa persepsi kepemimpinan dipengaruhi oleh seleksi calon kepala daerah oleh partai politik, sementara sisanya sebesar 45,1% dipengaruhi oleh faktor lain.
Kata Kunci : Kepala Daerah, Kepemimpinan, Persepsi, Profil
vi
ABSTRACT Siti Nurfaizah. NIM. 6662121091. Research Paper. THE EFFECT OF REGIONAL HEAD CANDIDATE PROFILE TO THE PERCEPTION OF LEADERSHIP (Survey of Community Voters in Banten). Supervisor I: Iksan Ahmad, S. IP, M.Si and Supervisor II: Darwis Sagita, M.I.kom. Broader democratic mechanisms in the context of the implementation of the people's sovereignty is scheduled for the election, both President and Vice President as well as Direct Election of Regional Head. A political party is one of the lines the nomination and the deputy regional head This is confirmed in the Law No. 8 2015 article 1, paragraph (4). Political parties as well as a means of political communication role as distributor of various opinions and aspirations of diverse communities and then arrange it in such a way and to accommodate and incorporate the opinions and aspirations. This study was conducted to determine how much influence the selection of candidates for regional heads of political parties on the perception of leadership in the community voter Banten Province. Theory SOR (stimulus-organism-response. Model SOR explains that the communication will bring the perception of the response is positive or negative. The organism produces a specific behavior if there is some stimulus anyway. So the elements of this theory is the message (stimulus), communicant ( organisms), effects (response). the approach in this study is quantitative. the method used was a survey, using stratified proportional random sampling where researchers took samples of the number of voters in the province of Banten with a standard error of 10%. the researchers showed the hypothesis that there the influence of variable selection of candidates for the regional head of the voting public perception of leadership in Banten province by 0741, which means that the relationship between the two variables is worth Powerful. With the results of the coefficient of determination of 54.9% indicates that the perception of leadership is influenced by the selection of candidates for regional heads of political parties, while the balance of 45.1% is influenced by other factors.
Keywords: Regional Head, Leadership, Perception, Profile
vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia yang tidak terhingga sehingga skripsi berjudul “PENGARUH SELEKSI CALON KEPALA DAERAH OLEH PARTAI POLITIK
TERHADAP
PERSEPSI KEPEMIMPINAN
(Survei
Terhadap
Masyarakat Pemilih di Provinsi Banten)” bisa tertuntaskan dengan baik. Juga shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang menjadi insiprasi dan pembuka gerbang cahaya bagi umatnya hingga akhir zaman. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana. Dalam penyusunannya, peneliti banyak menemukan kendala dan kesulitan, namun berkat niat dan usaha yang sungguh- sungguh serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Peneliti menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, maka penyusunan skripsi ini akan jauh lebih sulit dari yang dijalankan. Untuk itu peneliti ingin menyampaikan terimakasih yang setulusnya kepada : 1.
Kedua orang tua tercinta, ayahanda Suryatin dan ibunda Siti Nurhasaniah. Terima kasih atas doa tulus yang tiada henti diberikan, perhatian dan cinta yang senantiasa menjadi kekuatan terbesar bagi penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
2.
Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
viii
3.
Bapak Dr. Agus Sjafari M. Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4.
Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si. selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5.
Bapak Darwis Sagita, M.Ikom. selaku Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan juga Selaku Dosen Pembimbing II, yang dengan penuh kesabaran menghadapi penulis, meluangkan waktu, memberi masukan, arahan, dan dukungan penuh kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini
6.
Bapak Iksan Ahmad, S. IP, M.Si., selaku dosen pembimbing I, yang juga dengan penuh kesabaran menghadapi penulis serta meluangkan waktu, masukan, dan nasehat kepada penulis selama proses penyusunan tugas akhir ini.
7.
Ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos, M.Pd. yang telah menguji skripsi peneliti dan memberi banyak masukan yang sangat berguna.
8.
Bapak Ari Pandu Witantra, M.I.Kom. yang telah menguji skripsi peneliti dan memberi banyak masukan yang sangat berguna.
9.
Bapak Darwis Sagita, M.I.Kom. yang telah menguji skripsi peneliti dan memberi banyak masukan yang sangat berguna.
10.
Ibu Neka Fitriyah S.Sos.,M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
11.
Dosen-dosen pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah memberikan ilmunya. ix
12.
Seluruh staff Program Studi Ilmu Komunikasi dan staff Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik yang telah membantu penulis dalam hal kelancaran proses skripsi.
13.
Terima kasih pula untuk adik-adik penulis: Ahmad Mukhlisin dan Putri A’mulia yang telah memberikan perhatian, semangat dan doa selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
14.
Sahabat-sahabat tercinta, Terima kasih untuk Egi Winadya, Yesi Afrianti, Eri Husna Permata, Nefi Lidya Maita, Della Krestianti Putri, Roviq Vidi Royansyah, Rydma Afrian, Ali Al Afgani, M. Chafiz Auni dan Galih Pradana Putra yang Alhamdulillah selalu bersedia menemani dan memberi semangat. Semoga persahabatan kita selalu dijaga dan terjaga silaturahminya oleh Allah SWT yang telah menyatukan kita,dan semoga hingga akhir hayat.
15.
Terkhusus untuk mamah Fathia dan papah Endang sekaligus ortu dari sahabat tercinta Egi Winadya yang turut memberi semangat dan dorongannya. Terimakasih atas segala waktu dan ilmu yang telah diberikan dengan penuh cinta.
16.
Teruntuk keluarga KSR PMI UPT Untirta, khususnya kakak-kakak senior Teh Asti, Ka Akbar, Ka Jaga, Ka Ojan, Ka Tomo, dan Ka Angga, terimakasih telah menjadi rumah sekaligus keluarga di kampus dan atas segala ilmu yang telah diberikan.
x
17.
Excellent Communication Society angkatan 2012, trimakasih untuk semua suka dan duka yang telah dilewati bersama. You guys such an awesome family, I love you all!
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak atas segala kekurangan, kekeliruan, dan kesalahan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Serang, 1 Februari 2017
Peneliti
xi
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, yaitu suatu bentuk kekuasaan pemerintahan berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Hal tersebut dapat dikatakan kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi berada ditangan rakyat, rakyat memiliki hak, kewajiban, kesempatan, bebas berbicara, bebas mengungkapkan pendapat serta bebas berekspresi dan bebas berkarya tanpa harus dibatasi maupun dihalangi dan berhak mengemukakan pendapat dalam mengatur kebijakan pemerintahan yang berlaku dalam Negara. Dalam konteks implementasi kedaulatan rakyat, mekanisme demokratis yang lebih luas adalah pelaksanaan pemilihan umum, baik Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden maupun Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pemilikada). Pada penyelenggaraan Pemilu kaitannya dengan demokrasi adalah masyarakat bebas beraspirasi dalam kegiatan politik menggunakan hak politiknya untuk memilih atau menentukan pemimpinnya. Waktu pelaksanaan dan tujuan pemilihan diatur di dalam Pasal 22E ayat 1 dan 2 UUD 1945, yang berbunyi:
2
“(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. ***) 2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ***).” Pemilu secara demokratis oleh rakyat Indonesia baru dapat terlaksana pada tahun 1999 atau tepatnya pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru. Dibawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik. Sedangkan pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni tahun 2005 yang langsung diikuti oleh 226 daerah meliputi 11 provinsi serta 215 kabupaten. Melalui pilkada, masyarakat sebagai pemilih berhak untuk memilih kepala daerah tempat tinggal secara langsung tanpa perantara sesuai dengan hati nurani. Melalui pemilihan kepala daerah secara langsung maka mayarakat bersikap aktif dalam pelaksanaan partisipasi politik. Partisipasi politik adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan-keputusan oleh pemerintah. Dalam pelaksanaan partisipasi politik masyarakat memerlukan adanya sarana politik yaitu partai politik. Partai Politik (Parpol) pasca reformasi 1998 memiliki kedudukan yang semakin penting dalam sistem politik Indonesia. Dari sisi rekrutmen jabatan-jabatan politik misalnya, hasil perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002 mengamanatkan,
3
setiap rekrutmen yang dilakukan untuk mengisi jabatan-jabatan politik dalam Pemerintahan (eksekutif), Perwakilan (legislatif), dan Peradilan (yudikatif), baik ditingkat Pusat maupun Daerah mekanismenya harus melalui partai politik. Partai politik merupakan salah satu jalur pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah Hal ini ditegaskan dalam UU No. 8 tahun 2015 pasal 1 ayat (4) bahwa “Pasangan calon diusulkan oleh
partai politik, gabungan partai politik, atau
perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten / Kota.” Amanat konstitusi ini menunjukan bahwa fungsi dan keberadaan partai politik menjadi sangat penting dalam relasi pengisian pos-pos kenegaraan melalui mekanisme politik yang demokratis. Pasal 6A Ayat 2 Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan: “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.“ Sedangkan Pasal 18 Ayat 4 Perubahan Kedua UUD 1945 menegaskan: “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” Dalam konsiderans huruf d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik disebutkan bahwa “partai politik merupakan
4
sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggungjawab.”1 Mencermati ketentuan di atas dapat diketahui bahwa partai politik mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dalam sistem demokrasi. Partai politik memainkan peran sebagai penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga Negara. Banyak kalangan berpendapat bahwa partai politiklah yang sebenarnya menentukan demokrasi. Artinya, semakin tinggi peran dan fingsi partai politik, akan semakin berkualitaslah demokrasi. Menurut Sigmund (dalam Miriam Budiardjo. 2001: 78) Partai Politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang akif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pada pemerintah dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan dari rakyat dengan kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.2 Beberapa fungsi partai politik yang dirumuskan oleh Miriam Budiardjo yaitu rekrutmen politik, sosialisasi politik, komunikasi politik dan pengendalian konflik. Salah satu fungsi rekrutmen pada partai politik merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasional dan daerah. Partai politik berperan dalam mempersiapkan calon-calon pemimpin dalam sistem politik dalam hal ini yaitu calon kepala daerah 1 Rully Chairul Azwar. Pengembangan SDM Partai Politik: Rekrutmen dan Kaderisasi di Partai
Golkar. Pokok-pokok pikiran disampaikan pada seminar nasional Pembaharuan Partai Politik" yang diselenggarakan oleh PUSKAPOL FISIP UI, Jakarta, 18 September 2008. http://parlemen.net. Update pukul 08.00 tanggal 18 Mei 2011. Hal: 1 update: pukul 08.00 tanggal 18 Mei 2011 2 Cholisin, dkk. 2007. Dasar –Dasar Ilmu Politik. hal. 110-111
5
yang memiliki kapabilitas dan integritas yang bagus. Menurut Suharno “Rekrutmen politik adalah proses pengisian jabatan-jabatan pada lembaga-lembaga politik termasuk partai politik dan administrasi atau birokrasi oleh orang-orang yang akan menjalankan kekuasaan politik”.3 Mekanisme rekrutmen politik yang dilakukan partai politik terdiri dari dua sistem yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Pada rekrutmen sistem terbuka, partai politik berfungsi sebagai alat elit politik yang berkualitas untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Sehingga memberi kesempatan bagi masyarakat untuk melihat dan menilai kemampuan elit politiknya. Semua warga negara yang memenuhi syarat tertentu (seperti kemampuan, kecakapan, umur, keadaan fisik, dsb) mempunyai kesempatan yang sama untuk menduduki posisi-posisi yang ada dalam lembaga negara/pemerintah. Suasana kompetisi untuk mengisi jabatan biasanya cukup tinggi, sehingga orang-orang yang benar-benar sudah teruji saja yang akan berhasil keluar. Namun sebaliknya pada sistem rekrutmen tertutup, partai berkedudukan sebagai promotor elit politik yang ditampilkan. Cara ini kurang kompetitif karena menutup kemungkinan masyarakat untuk melihat dan menilai kemampuan elit politik yang sebagai pemenangnya biasanya menyangkut visinya tentang keadaan masyarakat atau yang di kenal sebagai platform politiknya serta nilai moral yang melekat dalam didirinya termasuk integritasnya.
3 Suharno (2004: 117)
6
Kesempatan semua warga negara untuk menduduki posisi-posisi yang ada dalam lembaga negara/pemerintah hanya dinikmati oleh sekelompok kecil orang. Ujian oleh masyarakat terhadap kualitas serta integritas tokoh masyarakat biasanya sangat jarang dilakukan, kecuali oleh sekelompok kecil elit itu sendiri.4 Selain melalui proses seleksi partai politik, masyarakat harus bisa bersikap cerdas dalam memilih pemimpin. Bersikap cerdas artinya masyarakat menggunakan akal sehat dan nurani sehingga penilaiannya objektif tanpa dipengaruhi oleh faktor uang, hubungan kekerabatan, suku, daerah, agama, dll. Sebelum menentukan pilihan, sebaiknya pemilih mengenal dan mengetahui riwayat hidup calon dan partai politik yang mengusungnya. Pengenalan riwayat hidup calon tersebut dapat berhubungan dengan latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktifitas dalam masyarakat, dan juga pribadi yang bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari bersama-sama dengan masyarakat. Media massa berperan sebagai pemberi informasi politik, publik bisa mendapatkan segala informasi yang dibutuhkan mengenai isu atau berita yang menjadi kepentingan umum dan dibutuhkan oleh publik mengenai pilkada. Dalam hal ini masyarakat dapat mengenal para calon pemimpin melalui kampanye politik secara langsung dan terbuka atau melalui media massa baik cetak (koran, majalah, dll) maupun elektronik (televisi, radio, dll).
4 Suharno, 2004: 117
7
Proses seleksi oleh parpol sejak pasca reformasi diharapkan sangat berpengaruh dalam menentukan pemimpin yang memiliki kapasitas, integritas, legitimasi dan popular (dikenal) di mata masyarakat. Partai politik juga sebagai sarana komunikasi politik berperan sebagai penyalur aneka pendapat dan aspirasi masyarakat yang beragam kemudian mengaturnya sedemikian rupa serta menampung dan menggabungkan pendapat dan aspirasi tersebut. Kaitannya dengan proses seleksi oleh partai politik adalah kebijakan partai politik menentukan calon kepala daerah yang diusung berdasarkan idealisme kepemimpinan dari masyarakat. Namun pada kenyataannya dalam beberapa kali pelaksanaan pilkada, proses pencalonan yang didominasi oleh partai politik dianggap sangat rawan karena berlangsung secara oligarkis sehingga diusung berdasarkan kedekatan dengan petinggi parpol dan menghadirkan kembali skenario politik uang antara sang calon dengan partai yang mencalonkan. Sehingga terdapat sejumlah masyarakat yang tidak mengenal dan tidak puas terhadap sosok calon kepala daerah yang diusung oleh partai politik.
8
Lembaga survei Indo Barometer merilis tingkat kepuasan masyarakat terhadap setiap calon yang ada di Pilkada Banten. Survei dilakukan pada kurun waktu 7 sampai 10 Desember 2016 pada 800 orang sampel menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error sebesar 3,6 persen.5 Sementara yang lainnya mengusung calon berdasarkan popularitas sang calon. Persoalan lainnya, bila calon yang dimunculkan parpol adalah orang-orang yang tidak memiliki kepastian dan karakter yang dibutuhkan masyarakat, bisa menimbulkan pemerintahan yang tidak kalah buruknya dengan masa lalu. Survey Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) yang melibatkan 396 responden (tersebar di 99 kecamatan, 10 kota/kabupaten dan 7 provinsi) pada 23 Agustus sampai 18 September 2010 dapat dipakai sebagai cermin rekrutmen politik oleh parpol selama ini. Survey tersebut menunjukan 73% pemilih tidak mengetahui mekanisme parpol dalam menentukan calonnya, termasuk dalam kasus pencalonan Pilkada.6 Dari hasil survey tersebut dapat dibaca, bahwa realita politik satu dekade terakhir menunjukan pejaringan bakal calon (rekrutmen politik) yang dilakukan oleh parpol dalam arena Pilkada lebih beraroma kontestasi elit parpol ketimbang benar-
5 https://news.detik.com/berita/d-3379298/indo-barometer-rilis-hasil-survei-pilgub-banten-2017-inihasilnya diakses 3 Maret 2017 pukul 10.58 WIB 6 www.rumahpemilu.org
9
benar mencari calon berkualitas lewat kaderisasi dan rekrutmen yang profesional sambil menyerap aspirasi konsitituen. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan larangan partai politik menerima imbalan dalam bentuk apa saja dari calon kandidat kepala daerah. Dalam Peraturan KPU, tindakan ini masuk dalam kejahatan. "Parpol dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun," kata Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay pada sosialisasi Peraturan KPU terkait pemilihan kepala daerah di gedung KPU, Jakarta, Jumat (29/5).7 Hal tersebut juga lebih tegas dijelaskan dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2104 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota membuat aturan tegas. Tidak boleh ada transaksi rupiah dari calon kepala daerah kepada partai politik.8 Pada pelaksanaan Pilkada serentak 2015 lalu hendaknya menjadi perhatian Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat selama tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2015 terdapat 1.090 laporan dugaan tindak pidana pemilu. Pilkada serentak Desember 2015 lalu meninggalkan beberapa pelanggaran dan catatan untuk dievaluasi. Di antaranya, adanya calon kepala daerah dengan status
7 https://www.merdeka.com/politik/kpu-ingatkan-calon-kepala-daerah-main-politik-uang-dapatdipenjara.html diakses 3 November 2016 pukul 13.35 WIB 8 www.rumahpemilu.org diakses 3 November 2016 pukul 13.45 WIB
10
terpidana; pembakaran dan pengrusakan kantor KPU; kisruh daftar pemilih; ketidaknetralan PNS dan penyelenggara pilkada tingkat kecamatan dan desa; praktik politik uang, serta adanya calon tunggal di beberapa daerah.9 Kekurangpahaman etika berdemokrasi, mengakibatkan terjadinya persaingan di antara elit politik yang tidak sehat yang sering diakhiri dengan konflik antar kelompok dan kebebasan individu yang tanpa batas. Hal ini mengarah kepada anarkis, lemahnya wawasan kebangsaan sehingga mengakibatkan menonjolnya kepentingan pribadi daripada kelompok, lemahnya sumberdaya manusia, sehingga lemahnya kualitas kepemimpinan politik.10 Mewabahnya korupsi, menjamurnya politik uang, maraknya penjualan asetaset negara, korupnya birokrasi pemerintahan, dan lain-lain membuat masyarakat semakin kritis dan mendambakan para pemimpin yang ideal. Melihat uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji topik ini lebih mendalam dalam suatu penelitian ilmiah. Pada aspek psikologi sosial, kajian ini digunakan untuk memahami aspek komunikasi pada individu, seperti perubahan sikap, efek pesan politik lewat media, dan persepsi politik.11 Penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Profil Calon Kepala Daerah Terhadap
9 http://m.suarakarya.id/2016/04/12/format-baru-pilkada-2017.html diakses 4 November pukul 20.00 WIB 10 Nanat: 2010:78 11 Henry Subaktio. 2014. Komunikasi politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, halaman 6
11
Presepsi Kepemimpinan” dan dilakukan survey terhadap masyarakat pemilih di Provinsi Banten. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: “Seberapa besar pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat?” 1.3 Identifikasi Masalah Melihat luasnya cakupan masalah yang menyangkut persoalan pengaruh profil para calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi masyarakat? 2. Seberapa besar pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat? 3. Seberapa besar korelasi profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat?
12
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui seberapa besar pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi masyarakat? 2. Mengetahui seberapa besar pengaruh profil kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat? 3. Mengetahui seberapa besar korelasi profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat? 1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diperuntukkan untuk dapat dijadikan studi literatur sebagai pengembangan ilmu komunikasi politik tentang pengukuran persepsi dan generalisasi hasil penelitian. Dan juga menjadi studi politik bagi masyarakat Negara Indonesia dan masyarakat pemilih Provinsi Banten khususnya dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan kedaulatan masyarakat yang utuh. Penulis juga berharap penelitian ini menjadi pertimbangan bagi DPR RI, DPD, DPRD, Mahkamah Konstitusi, bersama Presiden untuk mengamandemen Undang-Undang pelaksanaan
13
pemilu yang lebih demokratis dan menunjang tinggi demokrasi normatif yang kompetitif. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini akan berkontribusi bagi masyarakat pemilih dalam partisipasi politik mereka. Masyarakat dapat menyalurkan saran dan pendapat mngenai calon pemimpin yang disusung serta mengenal calon kepala daerah yang diusung partai politik. Selain itu menjadi perhatian bagi KPU untuk meminimalkan praktek politik uang. Dan juga untuk mewujudkan kesadaran politik masyarakat serta meningkatkan partisipasi politik reaktif dan selektif mereka.
14
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Profil Profil dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki empat pengertian yaitu pandangan dr samping (tt wajah orang); lukisan (gambar) orang dr samping; sketsa biografis; penampang (tanah, gunung, dsb); grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta tentang hal-hal khusus dalam hal ini yang sesuai adalah pengetian terakhir yaitu grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta tentang hal-hal khusus. 2.2 Rekrutmen politik Rekrutmen Politik merupakan suatu proses seleksi atau rekrutmen anggotaanggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administratif maupun politik. Dari partai politiklah diharapkan ada proses kaderisasi pemimpinpemimpin
ataupun
individu-individu
yang
mempunyai
kemampuan
untuk
menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan jabatan yang mereka pegang. Setiap sistem politik memiliki sistem atau prosedur-prosedur rekrutmen yang berbeda. Anggota kelompok yang direkrut atau diseleksi adalah yang memiliki suatu kemampuan atau bakat yang sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi
15
politik. Setiap partai politik memiliki pola rekrutmen yang berbeda.Pola perekrutan anggota partai disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya. Menurut Suharno “Rekrutmen politik adalah proses pengisian jabatan-jabatan pada lembaga-lembaga politik termasuk partai politik dan administrasi atau birokrasi oleh orang-orang yang akan menjalankan kekuasaan politik”.12 Di Indonesia, perekrutan politik berlangsung melalui pemilu setelah setiap calon peserta yang diusulkan oleh partainya diseleksi secara ketat oleh suatu badan resmi. Seleksi ini dimulai dari seleksi administratif, penelitian khusus yaitu menyangkut kesetiaaan pada ideologi Negara. Michael Rush dan Phillip Althoff menjabarkan sifat mekanisme rekrutmen politik13 antara lain: 1) Rekrutmen terbuka, dimana syarat dan prosedur untuk menampilkan seseorang tokoh dapat diketahui secara luas. Dalam hal ini partai politik berfungsi sebagai alat bagi elit politik yang berkualitas untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Cara ini memberikan kesempatan bagi rakyat untuk melihat dan menilai kemampuan elit politiknya. Dengan demikian cara ini sangat kompetitif. Jika dihubungkan dengan paham demokrasi, maka cara ini juga berfungsi sebagai sarana rakyat mengontrol legitimasi politik para elit. Adapun manfaat yang diharapkan dari rekrutmen terbuka adalah:
12 Suharno (2004: 117) 13 Michael Rush, Phillip Althoff, 2007,Pengantar Sosiologi Politik, Alih Bahasa oleh Kartini Kartono, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal: 247.
16
Mekanismenya demokratis
Tingkat kompetisi politiknya sangat tinggi dan masyarakat akan mampu memilih pemimpin yang benar-benar mereka kehendaki
Tingkat akuntabilitas pemimpin tinggi
Melahirkan sejumlah pemimpin yang demokratis dan mempunyai nilai integritas pribadi yang tinggi.
2) Rekrutmen tertutup, berlawanan dengan cara rekrutmen terbuka. Dalam rekrutmen tertutup, syarat dan prosedur pencalonan tidak dapat secara bebas diketahui umum. Partai berkedudukan sebagai promotor elit yang berasal dari dalam tubuh partai itu sendiri. Cara ini menutup kemungkinan bagi anggota masyarakat untuk melihat dan menilai kemampuan elit yang ditampilkan. Dengan demikian cara ini kurang kompetitif. Hal ini menyebabkan demokrasi berfungsi sebagai sarana elit memperbaharui legitimasinya. Berdasarkan beberapa penjabaran tentang mekanisme rekrutmen politik di atas, maka sistem terbuka mencerminkan partai tersebut betul-betul demokratis dalam menentukan syarat-syarat dan proses yang ditempuh dalam menjaring calon elit politik. Melalui mekanisme rekrutmen terbuka, komunikasi politik terbentuk yakni parpol sebagai penyalur aneka pendapat dan aspirasi masyarakat kemudian dapat mengusung calon kepala daerah berdasarkan pendapat dan saran masyarakat. Proses penyampaian pesan mengenai sosok
17
calon kepala daerah kepada masyarakat dapat diterapkan baik melalui kampanye secara langsung ataupun media massa. Sistem yang demokratis akan dapat mencerminkan elit politik yang demokratis pula. Sedangkan mekanisme rekrutmen politik yang tertutup akan dapat meminimalkan kompetisi di dalam tubuh partai politik yang bersangkutan, karena proses yang ditempuh serba tertutup. Sehingga masyarakat kurang mengetahui latar belakang elit politik yang dicalonkan partai tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam Pelaksanaan Rekrutmen Politik 1. Persoalan di sekitar politik berarti setiap calon-calon pemimpin yang akan dipilih harus mampu mengoptimalisasikan segala tenaga dan upayanya untuk menyeimbangkan segala polemik-polemik yang sedang terjadi di negara ini untuk dipersempit dampaknya. Sehingga imingiming tersebut menjadi daya tarik bagi masyarakat luas untuk memilihnya sebagai calon pemimpin kedepannya. 2. Kekuasaan rill berarti seorang calon pemimpin harus memiliki teknik yang tersimpan di dalam konsep pikiranya untuk dikembangkan ketika telah menjadi pemimpin. Konsep tersebut berisi suatu cara bagimana mempengaruhi masyarakat luas sehingga mampu dipercaya untuk memimpin dalam periode yang lama dan abadi.
18
2.2 Pengertian Kepala Daerah Kepala daerah adalah seorang yang diberikan amanah atau tugas oleh seorang pemerintah pusat untuk menjalankan suatu pemerintahan di daerah. Contoh kepala daerah provinsi adalah gubernur, untuk konteks kota tersebut kepala daerahnya disebut walikota dan untuk kabupaten kepala daerahnya disebut bupati. Didalam sebuah daerah terdapat satu pemimpin atau kepala daerah dan dibantu oleh satu orang wakilnya.Kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan satu pasangan yang dipilih langsung oleh penduduk atau rakyat yang berada di wilayah daerah bersangkutan. Dalam penelitian ini, kepala daerah dibahas secara umum sehingga persepsi yang dibentuk berasal dari keseluruhan masyarakat di provinsi Banten. Tugas utama seorang kepala daerah tersebut adalah memimpin dan bertanggung jawab secara penuh dalam penyelenggaraan segala sesuatu hal yang berjalan di daerah. 2.2.1
Pilkada Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan
19
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005. Pilkada
langsung
diharapkan
mampu
membangun
serta
mewujudkan akuntabilitas pemerintah lokal. Dan juga melalui pilkada peningkatan
kualitas
kesadaran
politik
masyarakat
sebagai
kebertampakan kualitas partisipasi rakyat muncul. Penguatan sistem pilkada ini juga terdapat dalam UU No. 32 tahun
2004 tentang
pemerintah daerah, bahwa kepala daerah harus dipilih secara langsung yang koheren dengan penyelenggaran pemilihan presiden dan wakil presiden.14 2.3 Partai Politik Negara Indonesia sebagai Negara demokrasi membutuhkan lembaga politik sebagai instrument demokrasi. Organisasi tersebut biasa disebut Partai Politik. Menurut Sigmund, Partai Politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelakupelaku politik yang akif dalam masyarakat, yaitu meraka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pada pemerintah dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan dari rakyat dengan kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.15
14 Leo Agustino, 2009. Pilkada dan dinamikan politik lokal, Yogyakarta : pustaka pelajar, halaman 2 15 Miriam Budiardjo. 2001: 78
20
Artikulasi pendapat dan sikap dari berbagai kelompok yang sedikit banyak menyangkut hal
yang sama digabungkan menjadi sebuah “penggabungan
kepentingan” yang dalam suatu system politik merupakan input bagi pemerintah yang berkuasa. Sebaliknya jika artikulasi pendapat dan sikap tersebut tidak terakumulasi dengan baik maka yang akan timbul adalah kompetisi kepentingan yang tak terkendalikan dan akhirnya akan menimbulkan anarki. Dengan kata lain, parpol bertugas mengatur kehendak umum yang kacau. Partai-partai menyusun dari kekacauan para pemberi suara yang banyak jumlahnya itu. Dalam sebuah tatanan Negara demokrasi keberaan partai Politik memang tidak bisa diabaikan begitu saja, karena untuk menjalankan pemerintahan partai politiklah yang berperan dalam menempatkan orang-orang yang mereka anggap layak untuk duduk di Pemerintahan, untuk menempatkan orang-orang tersebut tentu Partai Politik tidak bisa sembarang, untuk itu fungsi rekruitmen harus dijalankan dengan benar. Selanjutnya Sartori dalam Miriam Budiarjo mengatakan bahwa “partai politik adalah suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum, dan melalui pemilihan umum itu, mampu menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik”.16 Jadi pemilihan umum merupakan jalan bagi partai-partai politik untuk menempatkan calonnya menduduki jabatan-jabatan publik. Sehingga
16 Miriam Budiarjo (2008: 404-405)
21
dapat dikatakan bahwa sebuah partai politik dalam rangka merebut dan mempertahankan kekuasaan dan pelaksanaan pengawasan terhadap pemerintah. 2.4 Komunikasi politik Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah.17 Definisi Komunikasi Politik secara definitif, ada beberapa pendapat sarjana politik, diantaranya Nimmo, mengartikan politik sebagai kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial. Dalam berbagai hal orang berbeda satu sama lain: jasmani, bakat, emosi, kebutuhan, cita-cita, inisiatif, perilaku, dan sebagainya. Lebih lanjut Nimmo menjelaskan, kadang-kadang perbedaan ini merangsang argumen, perselisihan, dan percekcokan. Jika mereka menganggap perselisihan itu serius, perhatian mereka dengan memperkenalkan masalah yang bertentangan itu, dan selesaikan; inilah kegiatan politik.18 Seperti halnya mengenai profil calon gubernur dan calon wakil gubernur pada pilkada Provinsi Banten 2017 terhadap persepsi kepemimpinan terdapat komunikasi politik, dimana para aktor politik sebagai komunikator menyampaikan pesan mengenai siapa saja bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur yang diusung oleh partai politik baik melalui kampanye atau media massa. Masyarakat pemilih
17 Ramlan Surbakti, 2010: 152 18 Ali, novel.Peradaban komunikasi politik, (bandung: remaja rosdakarya 1999), hlm. 120
22
sebagai komunikan, menerima pesan dan selanjutnya akan menimbulkan respon dan mempengaruhi persepsi dari komunikan tersebut. 2.4.1 Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk
mencapai
tujuan
dengan
antusias.
Menurut
Veitzhal
Rivai,
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Pengaruh Kekuasaan Teori yang dikemukakan oleh French dan Raven ini menyatakan bahwa kepemimpinan bersumber pada kekuasaan dalam satu kelompok atau organisasi. Dengan perkataan lain, orang atauorang-orang yang memiliki akses terhadap sumber kekuasaan dalam suatu kelompok atau organisasi tertentu akan mengendalikan atau memimpin kelompok atau organisasi itu. Adapun sumber kekuasaan itu sendiri ada tiga macam, yaitu, kedudukan, kepribadian, politik. Menurut Davis yang dikutip oleh Reksoharjo dan Handoko (2003, p.290-291), ciri-ciri utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah: 1.
Kecerdasan (Intelligence)
23
Penelitian-penelitan pada umumnya menunjukkan bahwa seorang pemimpin yang mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada pengikutnya tetapi tidak sangat berbeda. 2. Kedewasaan, Sosial dan Hubungan social yang luas (Social maturity and Breadht) pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dan dewasa atau matang serta mempunyai kegiatan dan perhatian yang luas. 3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi Pemimpin secara relati$ mempunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi, mereka bekerja keras lebih untuk nilai intrinsik. 4. Sikap-sikap hubungan manusiawi Seorang pemimpin yang sukses akan mengakui harga diri dan martabat pengikut-pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi pada bwahannya. Persoalan kepemimpinan penting dibicarakan di tengah
atmosfer
politik pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) tahun 2014 yang sudah mulai terasa. Dalam sejarah
praktik penyelenggaraan negara,
seringkali terjadi
benturan kepentingan pemimpin publik. Pejabat publik dari tingkat pusat hingga di daerah tidak dapat membedakan posisinya sebagai pemimpin yang harus mengayomi rakyat dengan kedudukan mereka sebagai pemimpin partai politik (parpol). Apalagi sepak terjang para pemimpin publik yang dihadirkan
24
lewat pemberitaan media akhir-akhir ini sungguh membuat masyarakat prihatin. Beberapa pihak mensinyalir bahwa telah terjadi krisis kepemimpinan di negeri ini. Salah satu fungsi parpol adalah melakukan rekrutmen politik. Sehingga parpol seharusnya dapat memainkan peran penting bagi kaderisasi calon pemimpin untuk seluruh tingkatan sampai dengan jabatan presiden. Namun demikian terjadinya
konflik kepentingan dan berbagai
persoalan dalam kepemimpinan publik menunjukkan bahwa parpol
belum
berhasil menjalankan peran utamanya dalam menyiapkan kader kepemimpinan transformatif. Tulisan ini akan membahas tipe kepemimpinan masa depan dan peran
yang dimainkan parpol dalam
mengembangkan kepemimpinan
transformatif. 2.4.2 Media Massa dalam Komunikasi Politik Mc. Luhan
menguraikan bahwa
media secara umum adalah
perpanjangan umum adalah perpanjangan alat manusia. Dengan media kita memperoleh
informasi
tentang
benda,
orang,
dan tempat
yang tidak kita pahami secara langsung termasuk berbagai pesan tentang lingkungan sosial dan politik.
25
Mc. Luhan juga menyebut bahwa media atau medium adalah pesan (the mediumis the message). Artinya, media saja sudah menjadi pesan. Menurutnya,
yang mempengaruhi khalayak
adalah
bukan
apa
yang
disampaikan oleh media, tetapi jenis media komunikasi yang dipergunakan, yaitu antarpersonal, media cetak, atau media elektronik. Kaitannya dengan pengaruh profil calon kepala daerah, semua pesan mengenai sosok calon gubernur dan calon wakil gubernur pada pilkada Banten 2017 dapat terbentuk atau mempertahankan citra politik dan pendapat umum. Berita tentang pilkada Provinsi Banten 2017 sudah diunggah diberbagai media massa. Termasuk informasi mengenai sosok para bakal calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah Provinsi Banten 2107 yang disung melalui seleksi partai politik. 2.4.3
Kepribadian dan Politik Para pakar komunikasi politik berpendapat bahwa apa nan dipelajari
manusia mengenai politik bergantung pada kepribadiannya nan telah tertanam pada masa kecil. Manusia biasanya memenuhi kebutuhan pokok psikologis dan sosialnya pada masa-masa ketika masih usia dini. Sehingga “Kepribadian individu, sebagai mana dibentuk dalam tahun-tahun pertama usianya, akan merupakan sumber yang lebih penting meskipun kurang tampak dari „informasi, nilai, atau perasaanya di hadapkan kepada‟ peraturan dasar yang pokok yang mengerjakan dan menghubungkan seluruh sistem kemanusiaan,
26
sosial, politik, dan ekonomi kepada ketimbang sosialisasi yang terjadi bersamaan dan di kemudian hari terwujudnya yang mempengaruhi dirinya. Ringkasnya, kebutuhan membuat anak itu menjadi bapak manusia politik. Teori kebutuhan mengemukakan bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan psikologis, rasa mana dan kepastian, kasih sayang, penghargaan diri, dan katualisasi diri. Perilaku manusia merefleksikan upaya untuk memenuhi kebutuhan ini. Kecuali jika orang telah memenuhi kebutuhan pokok tertentu – kebutuhan akan makanan, pakain, rumah, energi, keturunan, dsb- sedikit seklai kemungkinan bahwa mereka akan berpikir, merasa atau bertindak secara politis. Orang hanya berbalik kepada politik hanya setelah memenuhi kebutuhan pokok fisik dan sosial. 2.4.4 Kekuasaan Gardner dalam Swansburg (2000) mendefinisikan kekuasaan sebagai ”suatu kapasitas untuk memastikan hasil dari suatu keinginan dan untuk menghambat mereka yang tidak mempunyai keinginan”. Biasanya kekuasaan di selenggarakan melalui isyarat yang jelas.ini dinamakan kekuasaan manifes.dan kekuasaan ditentukan oleh reaksi yang diantisipasikan jika keinginan tidak dilakukan,jenis kekuasaan ini adalah kekuasaan implisit.
27
Esensi dari kekuasaan adalah hak mengadakan sanksi.sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan ,kekayaan,atau kepercayaan.cakupan kekuasaan menunjuk pada kegiatan,perilaku,serta sikap dan keputusan-keputusan yang menjadi objek kekuasaan.19 2.4.5
Demokrasi Awal mula demokrasi dari hari ke hari terus mengalami
perkembangan, termasuk pengertian demokrasi itu sendiri mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan perjalanan waktu. Dengan demikian demokrasi yang kita kenal mampunyai perjalanan sejarah yang panjang dan terkadang menuai perdebatan. Schumpeter mendefinisasikan demokrasi sebagai setting institusional untuk menghasilkan keputusan politik dimana individu mendapat kekuasaan untuk mengambil keputusan melalui perjuangan kompetitif meraih suara rakyat, tak jauh beda dengan Schumpeter, Samuel Huntington mendefinisikan demokrasi sebagai prosedur pemungutan suara yang adil dan berkala untuk memilih pemimpin Negara. 2.4.6
Hegemoni Dalam konsep hegemoni yang di kemukakan Gramci sebenarnya
dapat dielaborasi melalui penjelasannya tentang sebuah basis dari 19 Miriam budiarjo,2010.dasar-dasar ilmu politik,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama,halaman 59 Ibid,halaman 127
28
supremasi kelas yakni bahwa sepremasi sebuah kelompok sosial mewujudkan intelektual dan moral (patria,2003:115-118). Di satu sisi, sebuah kelompok sosial itu mendominasi (menguasai) kelompokkelompok oposisi untuk menghancurkan mereka, bahkan kalau perlu mempergunakan kekuatan senjata. Di sisi lain,sebuah kelompok sosial itu memimpin kelompok kelompok kerabat dan sekutu mereka.sebuah kelompok sosial dapat dan bahkan harus sudah menerapkan kepemimpinan sebelum memenangkan kekuasaan pemerintahan.kelompok sosial tersebut kemudian menjadi dominan ketika dia mempraktekkan kekuasaan.bahkan setelah kelompok sosial itu memegang kekuasaan penuh di tangannya,ia masih harus terus memimpin dan melakukan langkah-langkah untuk melanggengkan kekuasaannya. Gramci juga menyebutkan bahwa hegemoni adalah sebuah rantai kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus ketimbang melalui pernindasan terhadap kelas sosial lainnya terhadap berbagai cara yang digunakan, misalnya melalui institusi yang ada di masyarakat yang menentukan secara langsung atau tidak langsung struktur-struktur kognitrif dari masyarakat.dari penjelasan ini dapat di ketahui bahwa hegemoni pada dasarnya adalah upaya untuk menggiring orang agar
29
menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang ditentukan. 2.4.7
Teori Elit Politik Garis besar perkembangan elit Indonesia adalah dari yang bersifat
tradisional yang berorientasi kosmologis, dan berdasarkan keturunan kepada elit modern yang berorientasi kepada Negara kemakmuran, berdasarkan pendidikan. Elit modern ini jauh lebih beraneka ragam daripada elit tradisional. Elit politik adalah orang-orang (Indonesia) yang terlibat aktifitas politik untuk berbagai tujuan tapi biasanya berkaitan dengan sekedar perubahan politik. Elit politik yang dimaksud adalah individu atau kelompok elit yang memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan politik. Suzanne Keller mengelompokkan ahli yang mengkaji elit politik ke dalam dua golongan. Pertama ahli yang beranggapan bahwa golongan elite itu adalah tunggal yang biasa disebut elit politik (Aristoteles, Gaetano Mosca dan Pareto). Kedua, ahli yang beranggapan bahwa ada sejumlah kaum elit yang berkoeksistensi, berbagi kekuasaan, tanggungjawab, dan hak-hak atau imbalan. (ahlinya adalah Saint Simon, Karl Mainheim, dan Raymond Aron).
30
2.5 Ilmu Komunikasi Menurut William I Gorden, komunikasi secara ringkas dapat didefinisikan sebagai transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan. Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun nonverbalnya. Seperti yang dikemukakan oleh Burgoon, yang menekankan variable-variabel yang berbeda, yakni penerima dan makna pesan bagi penerima,hanya saja makna pesan itu juga berlangsung dua arah.20 Dalam
berkomunikasi
orang-orang
akan
meramalkan
efek
perilaku
komunikasi mereka. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu disadari, dan sering berlangsung cepat. Prediksi ini muncul dari proses pemahaman prilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya.21 Pada hakikatnya, komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai penyalurnya.22 Bahasa komunikasi dinamakan pesan, orang yang menyampaikan pesan tersebut disebut komunikator, dan yang menerima pesan adalah komunikan. Lebih tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian 20 Deddy Mulyana, 2008. Ilmu Komunikasi suatu pengantar, Bandung. PT. Remaja Rosdakarya, halaman 74-76 21 Ibid, halaman 115 22 Onong Uchjana Effendy, 2007. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, halaman 28
31
pesan oleh komunikator kepada komunikan. Pesan komunikasi terdiri dari dua aspek, pertama isi pesan, kedua adalah lambang. Isi pesan merupakan pikiran atau perasaan ,lembaga adalah bahasa. 2.6
Model Komunikasi
Stimulus
Organisme:
Seleksi Organisasi Interpretasi
Respon Peningkatan wawasan dan persepsi
Gambar 2.6 Model S-O-R23 Model ini menunjukkan komunikasi sebagai proses aksi-reaksi yang sangat sederhana. Pengembangan model ini yakni teori komunikasi S-O-R (stimulusorganism-response).
23 Onong Uchjana Effendy, 2007. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, halaman 25
32
2.6.1 Tradisi Sosiopsikologis Kajian individu sebagai makhluk sosial merupakan tujuan dari tradisi sosiopsikologis. Berasal dari kajian psikologi sosial,tradisi ini memiliki tradisi yang kuat dalam komunikasi. Teori-teori tradisi ini berfokus pada perilaku sosial individu, variabel psikologis, efek individu, kepribadian dan sifat,persepsi,serta kognisi.24 Seperti dalam penelitian ini
yakni meneliti
bagaiman persepsi masyarakat tentang kepemimpinan berdasarkan seleksi calon kepala daerah yang dilakukan oleh parpol borong parpol pada pilkada di Kota Cilegon. Penelitian ini termasuk tradisi sosiopsikologis yang perfokus pada persepsi. Pertanyaan-pertanyaan penting dalam penelitian area ini, termasuk bagaimana
persepsi
dipresentasikan
secara
kognitif
serta
bagaimana
representasinya diproses melalui mekanisme yang memberikan perhatian, ingatan, campur tangan, seleksi, motivasi, perencanaan, dan pengorganisasian. Tradisi dalam sosiopsikologis dibagi kedalam tiga cabang yakni : perilaku, kognitif, biologis. Dalam teori kognitif, teori ini berpusat pada bentuk pemikiran, cabang ini berkonsentrasi pada bagaimana individu memperoleh, menyimpan, dan memproses informasi dalam cara yang mengarahkan output mereka. Dengan kata lain, apa yang anda lakukan dalam situasi komunikasi bergantung tidak hanya pada bentuk stimulus-response,melainkan pada operasi 24 Jalaluddin Rakhmat, 2008. Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 5
33
mental yang digunakan untuk mengelola informasi.25 Penulis menerapkan teori S-O-R yakni stimulus-organism-response. Pada tahapan organism atau subjek akan terjadi proses kognitif yakni berpikir untuk mengolah informasi yang akan berujung pada respons dan interpretasi dari individu tersebut. 2.6.2
Psikologi Komunikasi Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat
dalam komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada saat pesan sampai pada diri komunikan, psikologi melihat kedalam proses penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasional yang mempengaruhinya.26 George A Miller, mendefinisikan psikologi komunikasi yang mencakup semuanya yakni psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah mediasi
25 Onong Uchjana Effendy, 2007. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, halaman 64-65 26 Jalaluddin Rakhmat, 2008. Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 5
34
stimuli sebagai akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral adalah apa yang nampak ketika orang berkomunikasi.27 2.6.3 Efek Kognitif Komunikasi Massa Informasi
yang
diperoleh
telah
menstruktur
atau
mengorganisasikan realitas. Realitas tersebut memiliki makna, bisa disebut sebagai citra. Citra adalah gambaran tentang realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Media massa bekerja menyampaikan informasi.
Buat
khalayak,
informasi
itu
dapat
membentuk,
mempertahankan, atau meredefinisikan citra. Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan dari alat indera kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media massa datang untuk menyampaikan informasi tentang sosial dan politik.28 2.6.4
Teori Komunikasi S-O-R Teori komunikasi dapat mengacu pada sebuah teori tunggal atau
dapat digunakan untuk menandakan kearifan kolektif yang ditemukan dalam
27 Ibid, halaman 9 28 Ibid, halaman 224
seluruh
kesatuan
teori-teori
yang
berhubungan
dengan
35
komunikasi.29 pada penelitian ini, penulis menggunakan teori komunikasi S-O-R ( stimulus-organism-response ). Teori S-O-R masuk dalam tradisi sosiopsikologis, kajian individu sebagai makhluk sosial merupakan tujuan dari tradisi ini. Berasal dari kajian psikologi sosial, tradisi ini memiliki tradisi yang kuat dalam komunikasi.30Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus
terhadap
stimulus
khusus,
sehingga
seseorang
dapat
mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikasi. Unsur komunikasi pada teori ini yakni tentang pesan (stimulus), komunikan (organism), dan efek (response). Prof. Dr. Mar‟at dalam bukunya sikap manusia, perubahan serta pengukurannya, mengutip dari pendapat Hovland, Janis, dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menalaah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu : perhatian, pengertian, penerimaan.31 Menurut model S-O-R ini, organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada stimulus tertentu pula. Maka unsur-unsur dari teori ini
29 Little John, halaman 21 30 Ibid, halaman 63 31 Onong U Effendy, halaman 254-256
36
adalah pesan (Stimulus, S), Komunikan (Organisme, O), Efek (Response, R).32 Hovland (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari: a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak, berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme, berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif. b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme diterima) dan dimengerti, maka stimulus ini akan dilanjutkan kepada proses berikutnya. c. Organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak deni stimulus yang telah diterimanya (bersikap). d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan, maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku) Selajutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula.
32 Ibid, halaman 254
37
Peran stimulus adalah untuk menyakinkan organisme untuk memberikan perhatian lebih. Dalam menyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting. 2.6.5 Persepsi Persepsi merupakan proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita.33 Menurut Joseph A Devito: “persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita” 34 Persepsi digolongkan menjadi dua bagian yakni persepsi terhadap lingkungan fisik dan persepsi sosial. Peneliti mengkaji persepsi sosial, fokusnya adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadiankejadian yang kita alami dalam lingkungan. Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif.
33 Deddy Mulyana, halaman 179 34 Ibid, halaman 180
38
Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Persepsi meliputi pengidraan (sensasi) melalui alat-alat indra (indra peraba, indra penglihat, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar), atensi, dan interpretasi. Sensasi merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak lewat penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan pengecapan. Makna pesan yang dikirimkan ke otak harus dipelajari. Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken,juga Judi C. Pearson dan Paul E. Nelson, menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu : seleksi, organisasi, dan interpretasi. Yang dimaksud seleksi sebenarnya mencakup sensasi dan atensi, sedangkan organisasi melekat pada interpretasi.35 Karenanya Sereono dan Bodaken, juga Pearson dan Nelson, menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: Seleksi, organisasi, dan interpretasi.36 1. Seleksi Seleksi adalah proses pemilihan stimulus tertentu, dari sekian banyak stimulus yang diterima oleh individu. Ketika rangsangan-
35 Deddy Mulyana, 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 181 36 Deddy Mulyana, halaman 169
39
rangsangan bersaing untuk mendapatkan perhatian kita, kita hanya dapat fokus pada salah satu rangsangan saja. Oleh karena itu kita harus menolak rangsangan-rangasangan lainnya.37 Seleksi dipengaruhi oleh sensasi dan atensi. Sensasi atau pengindraan terjadi ketika makna pesan yang dikirimkan ke otak harus dipelajari.
Semua
indra
dalam
tubuh
memiliki
andil
bagi
berlangsungnya komunikasi manusia. Sementara perhatian adalah pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktifitas individu yang ditunjukan kepada sesuatu atau sekumpulan obyek. Perhatian sendiri dibagi menjadi beberapa macam:38 a. Perhatian spontan adalah perhatian yang timbul dengan sendirinya, timbul secara spontan. Perhatian ini erat hubungannya dengan minat individu. Bila individu telah memiliki minat terhadap suatu obyek, maka terhadap objek itu biasanya timbul perhatian yang spontan, secara otomatis perhatian itu akan timbul. b. Perhatian reflektif, perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja, karena itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya. Dengan demikian
37 Michael Gambel, Communication Works. New York: Random House inc. Halaman 53 38 Bimo Walgito, 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Andi Yogyakarta. Halaman 57-59
40
dapat dikatakan bahwa perhatian reflektif akan timbul bila adanya faktor pendorong yang aktif. c. Perhatian statis, perhatian terus menerus dilakukan penerima informasi yang harus melihat sinyal atau sumber pada jangka waktu tertentu yang cukup lama. d. Perhatian dinamis, perhatian yang mudah berubah, mudah berpindah, mudah bergerak dari objek yang datu ke objek yang lain. Perhatian sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dipengaruhi oleh faktor biologis (lapar, haus, dan sebagainya); faktor fisiologis (tinggi, pendek, gemuk, kurus, sehat, sakit, lelah, penglihatan atau pendengaran kurang sempurna, cacat tubuh dan sebagainya); dan faktorfaktor sosial budaya seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, peranan, status sosial, pengalaman masa lalu,kebiasaan dan bahkan faktor-faktor psikologis seperti ketertarikan, keinginan, motivasi, pengharapan dan sebagainya.39 2. Organisasi Wood menjelaskan bahwa seseorang dapat mengorganisasikan persepsinya dengan cara mengolah dan memproses pengalaman serta pengetahuannya dengan menggunakan struktur kognitif atau framework
39 Deddy Mulyana. Halaman 169
41
yang
dibangun
seseorang
dengan
mengambil
informasi
tentang
lingkungannya. Menurut David Krench, pengorganisasian pesan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:40 a) Frame of Reference, yaitu kerangka pengetuahan yang dimiliki serta dipengarui dari pendidikan, bacaan, ataupun penelitian. b) Frame of Experience, yaitu berdasarkan pengalaman yang telah dialami serta tak terlepas dari keadaan lingkungan sekitarnya. 3. Interpretasi Menurut Deddy Mulyana interpretasi adalah inti dari proses berlangsungnya kegiatan persepsi. Interpretasi merupakan suatu aspek kogniti dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses seleksi serta pengorganisasian pesan menghasilkan pembentukan makna serta pembentukan ekspresi terhadap stimulus tersebut.41 1. Pembentukan makna muncul dari hubungan khusus antara kata (sebagai simbol verbal) dan manusia, makna tidak dapat melekat pada kata-kata namun kata-kata membangkitkan makna dalam
41 Deddy Mulyana. Halaman 169
42
pikiran orang. Jadi,tidak ada hubungan lansung antara suatu objek dan simbol yang digunakan untuk mempresentasikannya. 2. Pembentukan ekspresi merupakan proses pengungkapan gagasan atau perasaan dari dalam diri seseorang baik berypa kata-kata, gambar maupun tindakam. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori stimuli). (Desiderato, 1976:129). 42 Dalam pembentukan persepsi, terdapat faktor yang mempengaruhi persepsi, yakni perhatian. Menurut Kenneth E. Anderson, perhatian adalah proses mental ketika stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol dalam kesabaran pada saat stimulus lainnya melemah. 43 Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatianyang bersifat eksternal atau penarik perhatian. Stimulus diperhatikan karna mempunyai sifat yang menonjol antara lain: gerakan, intensitas stimulus, kebaruan, dan perulangan. Faktor situasional pertama yakni gerakan secara visual dapat diartikan sebagai sesuatu yang bergerak dan menarik perhatian
42 Jalaluddin Rakhmat, 2008. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 51 43 Ibid, halaman 51
43
manusia. Faktor kedua yakni intensitas stimuli, kita akan memperhatikan stimulus yang lebih menonjol dari stimulus yang lain. Faktor berikutnya yang juga mempengaruhi perhatian yakni faktor internal. Kenneth A. Enderson menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif. Menurut Kennth, perhatian ini merupakan proses yang aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif. Individu cenderung memusatkan perhatiannya pada stimulus tertentu dan hal tersebut penting, menonjol, atau melibatkan dirinya. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimulus itu. Dalam proses selektifnya, persepsi bersifat selektif secara fungsional menurut Krech dan Crutchfield. Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi individu biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Setelah faktor fungsional, faktor yang juga menjadi kajian dalam proses pempentukan persepsi adalah faktor struktural. Merupakan teori Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimulus dengan melihat konteksnya. Walaupun stimulus ini tidak lengkap, kita akan mengisisnya dengan interpretasi yang
44
konsisten dengan rangkaian stimulus yang akan kita persepsi.stimulus yang diterima oleh masyarakat memang tidak terlalu mendetail. Dalam hal yang mendasar, pemilu merupakan sebuah kebutuhan masyarakat dalam politik, dan bagaimana hal ini akan diinterpretasikan oleh masyarakat dalam persepsi mereka. Menurut Rakhmat, persepsi ditentukan oleh beberapa faktor yang berasal dari stumulus yaitu ; 1. Perhatian Proses mental stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Sedangkan atensi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni atribut-atribut objek yang dipersepsikan. 2. Penafsiran Penafsiran merupakam proses dimana penerima memberi arti terhadap pesan-pesanyang
diterimanya,
mengorganisasikan
stimula
dengan
konteksnya, dan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang dipersepsikan. 3. Pengetahuan Pengetahuan terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami,atau dipersepsikan khalayak. Kognitif trjadi pada diri komunikan
45
yang sifatnya informative bagi dirinya. Persepsi orang terhadap orang lain adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Oleh karena itu manusia mempunyai aspek emosi, maka persepsi atau penilaian kita terhadap orang akan mengandung resiko. Persepsi saya terhadap anda merupakan persepsi anda terhadap saya, dan pada gilirannya persepsi anda terhadap saya juga mempengaruhi persepsi saya terhadap anda.44 2.7 Teori Perseptual Menurut argumentasi Carey, Mcluhan mengambil satu halaman dari hipotesis Sapir-Worf. Ingat bahwa dalil ini mengatakan bahwa bahasa yang digunakan orang menentukan sifat pikiran manusia sebenarnya struktur realitas yang di sajikan kepada seseorang sangat dipengaruhi oleh bahsa yang tersedia untuk mengkonseptualisasikan dunia nyata yang dipersepsi oleh orang itu. Jika filosof William James menulis, kehidupan intelektual manusia hamper seluruhnya terdapat dalam penggantian tatanan perseptual sebagai sumber pengalamannya dengan tatanan konseptual. Hipotesis Sapir-Worf mengajukan tekanan yang berbeda, yaitu bahwa tatanan konseptual lebih dari sekedar pengganti, tetapi menentukan tatanan perseptual. James tidak memandang persepsi maupun konsep sebagai penentu, kita membutuhkan kedua-duanya sperti kita membutuhkan kedua kaki untuk berjalan. Mcluhan
44 Wirawan, Sarlito. 1982. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, halaman 52
46
mengambil pandangan yang lebih dterminisik, yakni pandangan determinisme teknologis. Dalam hal ini media komunikasi berbasis teknologi atau media massa. 2.8 Kerangka Berpikir Teori S-O-R menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Teori stimulusorganis-response ini menjelaskan bahwa proses komunikasi akan memunculkan persepsi dengan respon positif atau negatif. Persepsi kepemimpinan masyarakat tentang seleksi calon kepala daerah oleh parpol akan diukur menggunakan indikator operasional variabel yakni sesuai dengan proses terbentuknya persepsi berdasarkan tahapan perhatian, penafsiran, pengetahuan. Menurut Rakhmat, persepsi ditentukan oleh beberapa faktor yang berasal daari stimulus, yaitu: 1. Perhatian 2. Penafsiran 3. Pengetahuan Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pandangan masyarakat dalam tahap makna pesan yang dikirimkan ke otak harus dipelajari. Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu seleksi, organisasi, dan interpretasi.
47
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir
TEORI S-O-R
PENGARUH PROFIL CALON KEPALA DAERAH TERHADAP PERSEPSI KEPEMIMPINAN (Survei terhadap masyarakat pemilih di Provinsi Banten)
Persespsi Kepemimpinan
Profil
1. Pandangan dr samping (tt wajah orang) 2. Lukisan (gambar) orang dr samping 3. Sketsa biografis 4. Penampang grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta tentang hal-hal khusus dalam hal ini yang sesuai adalah pengetian terakhir yaitu grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta tentang hal-hal khusus.
1. Seleksi 2. Organisasi 3. Interpretasi
Kenneth K. Sereno dan Edward M Bodaken) Deddy Mulyana, 2008, Ilmu Komunikasi suatu pengantar, halaman 180
Ho : Tidak terdapat pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan Ha : Terdapat pengaruh kepemimpinan
profil calon kepala daerah terhadap persepsi
48
Pada bagian diatas ditunjukkan bahwa stimulus yakni seleksi calon kepala daerah oleh parpol. Organism yang dimaksud adalah masyarakat dalam tahap proses pembentukan persepsi kepemimpinan. Persepsi pada bagan diatas ditunjukan kepada masyarakat dalam tahap proses pembentukan persepsi. 2.9 Kerangka Operasional Variabel Pertanyaan dalam kuisioner mengacu pada teori S-O-R dengan pengukuran proses terbentuknya persepsi menurut pendapat yang dikemukakan oleh Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C, Pearson dan Paul E. Nelson, menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: seleksi, organisasi, dan interpretasi. Operasional variable yang digunakan pada penelitian ini yakni: Tabel 2.6 Kerangka Operasional Variabel Variabel Profil Calon Kepala Daerah
Dimensi Dengan mengetahui profil para calon kepala daerah yang diusung partai politik, masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya secara cerdas dalm memilih
Indikator Profil
Alat Ukur
Skala
1. Pandangan dr samping (tt wajah orang) 2. Lukisan (gambar) orang dr samping 3. Sketsa biografis 4. Penampang grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta tentang hal-hal khusus dalam hal ini yang sesuai adalah pengetian
Likert
49
pemimpin
Persepsi kepemimpinan masyarakat Kota Cilegon.
Persepsi 1. Seleksi adalah sarana yang memungkinka n kita memperoleh kesadaran akan 2. Organisasi sekeliling dan lingkungan kita (Kenneth K. Sereno dan Edward M Bodaken) Deddy 3. Interpretasi Mulyana, 2008, Ilmu Komunikasi suatu pengantar, halaman 180)
terakhir yaitu grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta tentang hal-hal khusus.
Seleksi: 1. Perhatian spontan 2. Perhatian reflektif 3. Perhatian statis 4. Perhatian dinamis Organisasi: 1. Frame of reference (pengetahuan terhadap sesuatu) 2. Frame of experience (pengalaman) Interpretasi: 1. Pembentukan makna 2. Pembentukan ekspresi
50
Kepemimpinan
Ciri-ciri utama 1. Kecerdasan -Tingkat kecerdasan yang harus (Intelligence) yang lebih tinggi dimiliki oleh 2. Kedewasaan, daripada pengikutnya seorang Sosial dan - pemimpin cenderung pemimpin Hubungan mempunyai emosi social yang yang stabil dan luas dewasa 3. Motivasi diri - mempunyai motivasi dan dan dorongan dorongan berprestasi yang tinggi berprestasi
Penulis akan menggunakan tabel operasional variabel sebagai acuan membuat pertanyaan dalam kuisioner. Untuk mengetahui persepsi kepemimpinan masyarakat tentang pengaruh profil calon kepala daerah. Dalam kuisioner yang dibuat, variabel serta subvariabel dan indikatornya akan disusun menjadi pertanyaan. Untuk mengetahui informasi lebih lanjut dari variabel
51
akan digunakan pengukuran dengan skala likert. Skala likert merupakan instrument pengukuran untuk meminta responden dalam memberikan respon terhadap beberapa statement dengan menunjukkan apakah sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju terhadap setiap pernyataan. Dalam kuisioner tersebut terdapat pernyataan dengan empat opsi jawaban dan untuk keperluan analisis penulis. Opsi ini menjadi skala penilaian untuk mengukur skoring dan kemudian untuk mengukur skor tertinggi sampai terendah dengan ketentuan opsi: Sangat setuju (SS) Setuju (S) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS) Berikut ini table penilaian skala likert:
52
Tabel 2.7 Nilai dalam Skala Likert Skor
Penilaian
4
A. Sangat setuju
3
B. Setuju
2
C. Tidak Setuju
1
D. Sangat Tidak Setuju
2.9 Penelitian Terdahulu Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu Judul Penelitian
Nama Peneliti
Metode Peneliti
Jumlah Variabel
Hasil Penelitian
Persepsi audiens tentang program happy weekend sebagai informasi
Widayanti (mahasiswa ilmu komunikasi UNTIRTA)
Kuantitatifdeskriptif
1 variabel
Hasil dari penelitian ini yakni 58,3% responden mengetahui program happy weekend
53
Persepsi wartawan hukum dan kriminal tentang penerapan kode etik pasal 5 kewi
Resgana Fitrakumara (mahasiswa ilmu komunikasi UNTIRTA)
Kuantitatifdeskriptif
1 variabel
Persepsi sangat tinggi dengan perhitungan pada pengetahuan 86,6%, perhatian 70,2% dan penafsiran 80,6%
Persepsi masyarakat tentang aksi borong partai politik pada pilkada serang
Sayuda Anggoro Asih (mahasiswa ilmu komunikasi UNTIRTA)
Kuantitatifdeskriptif
1 variabel
Hasil dari penelitian ini yakni 88,2% responden mempresepsikan aksi borong parpol pada pilkada kabupaten serang dengan sangat baik.
Pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan
Siti Nurfaizah (mahasiswa ilmu komunikasi UNTIRTA)
Kuantitatifdeskriptif
2 variabel
Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan antara variable calon calon kepala daerah (X) dengan variabel persepsi kepemimpinan (Y) memiliki hubungan signifikansi positif terhadap variabel Y, yaitu sebesar 0,741. Ini berarti berdasarkan pedoman interpretasi koefisien korelasi, hubungan antara variabel X dengan variabel Y merupakan hubungan yang kuat karena nilainya berkisar antara 0,60 – 0,799
54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian
pengaruh
profil
calon
kepala
daerah
terhadap
persepsi
kepemimpinan ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data yang diperoleh merupakan data berupa angka dan dapat dihitung. Riset kuantitatif adalah riset yang menggambarkan
atau
menjelaskan
suatu
masalah
yang
hasilnya
dapat
digeneralisasikan. Dengan demikian tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau analisis. Periset lebih mementingkan aspek keluasaan data sehingga data atau hasil riset dianggap merupakan representasi dari sebuah populasi.45 Dalam riset kuantitatif, periset dituntut bersikap objektif dan memisahkan diri dari data. Artinya, periset tidak boleh membuat batasan konsep maupun alat ukur data sekehendak hatinya sendiri. Semuanya harus objektif dengan diuji dahulu apakah batasan konsep dan alat ukurnya sudah memenuhi prinsip realibilitas dan validitas. Dengan kata lain, periset berusaha membatasi konsep atau variabel yang diteliti dengan cara mengarahkan riset dalam setting yang terkontrol, sistematik dan terstruktur dalam sebuah desain riset ini sudah harus ditentukan sebelum riset dimulai. 45 Rachmat Kiyantono.2008.Teknik Praktis Riset Komunikasi.Jakarta:PT Kencana Prenada Media Group.Hal.82
55
Sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh S.Arikunto (2002:11) yang menjelaskan tentang beberapa keuntungan penelitian yang disajikan secara kuantitatif yaitu sebagai berikut: 1. Kejelasan unsur: tujuan, pendekatan, subjek, sampel, sumber data sudah mantap dan rinci sejak awal. 2. Langkah penelitian: segala sesuatu direncanakan sampai matang ketika persiapan disusun. 3. Dalam desain: desain, langkah-langkah penelitian dan hasil yang diharapkan jelas. 4. Pengumpulan data: kegiatan dalam pengumpulan data memungkinkan untuk diwakilkan. 5. Analisis data: dilakukan sesudah semua data terkumpul. 3.2 Sifat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Jenis riset deskriptif ini bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Periset sudah mempunyai konsep (biasanya satu konsep) dan kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual (landasan teori), periset melakukan operasionalisasi konsep yang akan menghasilkan
56
variabel beserta indikatornya. Riset ini menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antarvariabel.46 Pada
penelitian
deskriptif,
periset
diharapkan
bias
mengemukakan
konseptualisasi yang lebih jelas dan memiliki definisi konseptual dari gejala yang akan diriset. Dalam riset deskriptif, konsep yang akan diriset hanya tunggal. Seperti dalam penelitian ini yang meneliti pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan. Dengan satu variabel yakni persepsi dan objek masyarakat pemilih serta indikator yang mengacu pada proses pembentukan persepsi dan perpolitikan melalui profil calon kepala daerah. 3.3 Teknik Penelitian Tahapan pencarian data dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian dengan metode survey. 3.3.1
Metode Survey Survey adalah metode riset dengan menggunakan kuisioner sebagai
instrument pengumpulan datanya. Tujuannya untuk memperoleh informasi tentang sejumlah responden yang dianggap mewakili populasi tertentu. Dalam survey proses pengumpulan dan analisis data sosial bersifat sangat terstruktur dan mendetail melalui kuisioner sebagai instrument utama untuk
46 Ibid, halaman 69
57
mendapatkan informasi dari sejumlah responden yang diasumsikan mewakili populasi secara spesifik.47 Dalam metode survey biasanya digunakan untuk meneliti populasi yang relatif luas dengan cara menentukan sampel yang representatif dari populasi yang diteliti. Metode yang biasa digunakan untuk memahami berbagai fenomena yang ada di masyarakat ini, dalam komunikasi politik digunakan untuk studi opini public atau polling, dan studi pengaruh media pada masyarakat. Dengan metode survey, hasil studi dapat ditarik generalisasi deskriptif terhadap objek populasi yang luas.48 Penelitian survey hanya menggunakan kuisioner dan hanya berkisar pada ruang lingkup, seperti: 1. Ciri-ciri demografis masyarakat 2. Lingkungan sosial mereka 3. Aktivitas mereka 4. Pendapat dan sikap mereka49
47 Ibid, halaman 59 48 Henry Subaktio, 2014. Komunikasi politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, halaman 10 49 Moser, C. A., survey method in social investigation, London, Iheineman, 1969. Dikutip dari Masri Singarimbun, halaman , dalam burhan bungin, metodologi penelitian social format kualitatif dan kuantitatif, Surabaya: AUP. 2001, halaman 30
58
Secara umum metode survey terdiri dari dua jenis, yaitu deskriptif dan eksplanatif (analitik). Penelitian ini bersifat deskriptif dengan satu variabel, maka digunkana metode survey deskriptif. 3.3.2
Survey Deskriptif Jenis survey ini digunakan untuk menggambarkan (mendeskripsikan)
populasi yang sedang diteliti. Fokus riset ini adalah perilaku yang sedang terjadi dan terdiri dari satu variabel. Untuk analisis data dapat menggunakan uji statistik deskriptif.50 Penelitian ini memiliki satu variabel yakni persepsi dengan populasi Masyarakat pemilih. Tujuan penelitian ini yakni akan mengukur bagaimana persepsi Masyarakat pemilih tentang profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu dan lain-lain.51 3.3.3
Expse Facto Penelitian expose facto merupakan penyelidikan secara empiris yang
sistematik. Penelitian expose facto disebut demikian karena sesuai dengan arti expose facto, yaitu “dari apa yang dikerjakan setelah kenyataan”, maka penelitian ini disebut sebagai penelitian sesudah kejadian. Penelitian ini juga
50 Ibid, halaman 59 51 Masri Singarimbun, 1989. Metode penelitian survey. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, halaman 4
59
sering disebut after the fact, retrospective study (studi penelusuran kembali). Penelitian expose facto merupakan penelitian dimana variabel-variabel bebas telah terjadi ketika peneliti mulai dengan pengamatan variabel terikat dalam suatu penelitian. (Sukardi: 2003).52 3.3.4
Ukuran Ordinal Tingkat ukuran ordinal banyak digunakan dalam penelitian sosial
terutama untuk mengatur kepentingan, sikap atau persepsi. Melalui pengukuran ini, penelitian dapat membagi respondennya dalam urutan ranking atas dasar sikapnya pada obyek atau tindakan tertentu. Misalnya responden dapat diurutkan menjadi “sangat setuju” nilai 4, “setuju” nilai 3, “tidak setuju” nilai 2, “sangat tidak setuju” nilai 1. Angka-angka tersebut sekedar menunjukkan urutan responden, dan bukan nilai responden untuk variabel tersebut.53 3.4 Teknik Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data adalah prosedur yang sangat menentukan baik tidaknya riset. Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset untuk mengumpulkan data yakni dengan kuisioner, wawancara
52 Deni Darmawan, 2014. Metode penelitian kuantitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 40 53 Singarimbun, Masri, halaman 102
60
terstruktur, dan dokumentasi.54 Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan kuisioner dan dokumentasi. 3.4.1
Kuisioner Kuisioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden.
Kuisioner disebut juga angket, namun penulis tetap ,menyebutnya kuisioner tanpa mengurangi esensinya. Tujuan penyebaran angket adalah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dari responden.55 Responden dalam penelitian ini adalah Masyarakat pemilih. Bentuk dari kuisioner dalam penelitian ini terdiri dari bagian pembuka, yakni berisikan pernyataan penulis tentang proses pengambilan data melalui kuisioner, petunjuk pengisian kuisioner, bagian identitas responden (nama, umur, alamat, jenis kelamin). Kemudian bagian selanjutnya berisi pertanyaan yang disussun berdasarkan operasional variabel. Responden dapat menjawabnya sesuai keinginan dan tanggapannya dengan memberikan ceklis pada kolom sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Selanjutnya
hasil
dari
pengisian
kuisioner
ini
akan
diolah
menggunakan alat pengukuran. Pada penelitian ini, penulis menggunakan
54 Ibid, halaman 95 55 Ibid, halaman 97
61
skala likert sebagai alat pengukuran. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena atau peristiwa sosial.56 Berikut digambarkan dalam tabel skala pengukuran menggunakan skala likert: Tabel 3.1 Penilaian Skala Likert Jawaban
Skor
Sangat setuju
4
Setuju
3
Tidak Setuju
2
Sangat Tidak Setuju
1
Pada skala likert umumnya menggunakan 5 pilihan jawaban. Namun dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 pilihan jawaban. Penulis menghilangkan opsi ragu-ragu dengan pertimbangan kualitas data dan untuk menghindari jawaban di tengah-tengah (ragu-ragu) akan menghilangkan banyaknya data dalam riset, sehingga data yang diperlukan banyak yang hilang. (Kriyantono, 2008:137).
56 Riduan, 2013. Statistik Penelitian. Jakarta: PT. Rosdakarya , halaman 39
62
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian Sugiyono (2002:55) menyebut populasi sebagai wialayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subejk yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh periset untuk dipelajari, kemudian ditarik suatu kesimpulan.57 3.5.1
Populasi Populasi (kumpulan objek penelitian) bisa berupa orang, organisasi,
kata-kata dan kalimat, simbol-simbol non verbal, surat kabar, radio, televisi, iklan, dan lainnya.58 Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat pemilih di Provinsi Banten. Jumlah populasi Masyarakat pemilih adalah 7.734.485 orang (sumber: kpu.go.id/banten/data). Penulis mengambil sebagian dari populasi ini dengan menggunakan teknik sampling. 3.5.2
Sampel Penelitian yang harus dilakukan atas seluruh elemen dinamakan
sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun, karena sesuatu hal peneliti tidak bisa meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebgaian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi. Berbagai alasan mengapa peneliti tidak melakukan sensus, antara lain:
57 Ibid, halaman 153 58 Ibid, halaman 153
63
(a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam praktiknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti, (b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat peneliti harus puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitiannya, (c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan terahadap sampel bisa lebih reliable daripada terhadap populasi. Misalnya karena elemen sedemikian banyaknya, maka akan muncul kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma sekaran, 1992), (d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk.59 Kita perlu memperhatikan masalah efisiensi dalam memilih metode pengambilan sampel. Menurut Teken (1965:39), metode A dikatakan lebih efisiensi daripada metode B apabila sejumlah biaya, tenaga dan waktu yang sama, metode A itu dapat memberikan tingkat presisi yang lebih tinggi; atau, untuk tingkat presisi yang sama diperlukan biaya, tenaga dan waktu yang lebih rendah. 59 Deni Dermawan, 2104. Metode penelitian kuantitatif, halaman 138
64
Idealnya sampel mempunyai sifat: 1. Dapat menggambarkan populasi 2. Dapat menentukan presisi 3. Rencana analisa penelitian harus sesuai dengan tujuan 4. Efisiensi tenaga, biaya dan waktu Walaupun besarnya sampel yang harus diambil dalam suatu penelitian didasarkan keempat pertimbangan di atas, tetapi agar dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga, maka seorang peneliti harus dapat memperkirakan besaran jumlah sampel yang diambil sehingga presisinya dianggap cukup untuk menjamin tingkat presisi yang dikehendaki, yang selanjutnya berdasarkan presisi tersebut dapat menentukan besaran jumlah sampel. Populasi dalam penelitian ini akan diambil bagian di setiap kota atau kabupaten, atau disebut sampel. Syarat sampel harus representative atau mewakili dari seluruh populasi yang diriset. Sampel yang representative dapat diartikan bahwa sampel tersebut mencerminkan semua unsur dalam populasi secara proporsional atau memberikan kesempatan yang sama pada semua unsur populasi untuk dipilih, sehingga dapat mewakili keadaan sebenarnya dalam keseluruhan populasi. Sampel yang diambil adalah bagian dari populasi. Hal ini dimaksudkan untuk tingkat akurasi data. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi
65
harus betul-betul representatif (mewakili).60 Dalam kajian kaidah keilmuan komunikasi, teknik sampling yang sering digunakan oleh para peneliti yakni rumus taro Yamane dengan tingkatan kesalahan 1%, 5%, dan 10%. Batas kesalahan yang ditolerir ini bagi setiap populasi tidak sama. Ada yang 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, atau 10% (Umar, 2002: 134)61 dalam penelitian ini peneliti menggnakan toleransi kesalahan 10% dari besaran populasi. 3.6 Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik sampling stratified proporsional random sampling dengan mengambil sampel dari area sampling. Teknik sampling ini masuk kedalam jenis probability sampling yakni, teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.62 Teknik probability sampling yang digunakan adalah dengan sampling area. Teknik sampling area yang digunakan ketika sifat populasi area mudah ditentukan. Kalau penelitian menggunakan pembatasan suatu area dilihat dari pembatasan system pemerintahan, maka unit populasi adalah dukuh, desa, kecamatan, kabupaten, dan seterusnya.63 Dalam penelitian ini, populasi dari Provinsi Banten
60 Sugiyono, 2013. Statistika untuk penelitian, halaman 62 61 Dalam Rachmat Kriyantono, 2006. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: kencana pranada group, halaman 164 62 Ibid, halaman 63 63 Burhan Bungin, 2005. Metode penelitian kuantitatif, Jakarta: Kencana, halaman 110
66
terdapat 8 kota dan kabupaten dan akan diteliti setiap kota atau kabupaten dengan menentukan besaran jumlah sampel yang berbeda, hal ini bergantung pada jumlah masyarakat pemilih di setiap kota dan kabupaten. 3.6.1 Sampling Area Sampling area atau cluster sampling digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang diteliti sangat luas. Misalnya penduduk dari Negara, provinsi, atau kabupaten, Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampel ditetapkan bertahap dari wilayah terbesar hingga terkecil.64 Berdasarkan data populasi yang ada, penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan data jumlah masyarakat yang diakses dari sumber berita acara KPU kabupaten Serang tentang daftar pemilih tetap dengan total jumlah masyarakat 7.734.485 jiwa. 3.7 Kerangka Sampling Dalam penelitian ini, penulis menganalisis jumlah sampel yang akan digunakan agar hasil datanya valid dan reliable. Kerangka sampling yang dibuat berdasarkan populasi dan penggolongan sampling. Pada penelitian ini, populasi yang
64 Sugiyono, 2013. Statistika untuk penelitian, Bandung: Alfabeta, halaman 65
67
dimaksud adalah masyarakat Provinsi Banten, dengan sampel yang dikategorikan berdasar kota dan kabupaten. Berdasarkan data populasi yang ada dengan jumlah 7.734.485 jiwa, maka untuk menghitung jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% yaitu sebagai berikut:
n=
n=
(
)
=
=99,9987071 dibulatkan menjadi 100 Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah 100 masyarakat. Keterangan: n
= jumlah sampel
N
= jumlah populasi
d
= nilai presisi yang diinginkan 90% atau a= 0,1
68
Data jumlah masyarakat ini selanjutnya akan dibagi berdasarkan kategori area kota dan kabupaten. Adapun jumlah populasi dan sampel yang diambil dari masyarakat pemilih tiap kecamatan yakni dengan berdasarkan kategori area kota dan kabupaten dan jenis kelamin, maka untuk menentukan ukuran sampel harus proporsional. Dari rumus Yamane didapatkan jumlah sampel yakni 100 responden. Penulis menghitung jumlah sampel dengan: Tabel 3.2 NO
NAMA KOTA DAN
JUMLAH
RUMUS
JUMLAH
KABUPATEN
PEMILIH
SAMPLING
SAMPEL (orang)
KOTA CILEGON
281.369
4
KOTA SERANG
455.291
6
1.127.917
15
881.382
11
1
2
KOTA TANGERANG 3
KOTA
TANGERANG
4 SELATAN
69
KABUPATEN LEBAK
936.428
12
KABUPATEN
920.320
12
KABUPATEN SERANG
1.109.495
14
KABUPATEN
2.022.286
26
5
6 PANDEGLANG
7
8 TANGERANG 100
TOTAL
3.8 Instrumen Penelitian Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka dalam penelitian harus ada dan menggunakan alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Jumlah instrumen penelitian tergantung pada jumlah variable penelitian yang telah ditetapkan untuk diteliti.65
Titik tolak dari penyusunan adalah variabel-variabel
penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel- variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur.66 Alat
65 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. 2012. Hal.114-115. 66 Sugiyono.Metode Penelitian Administrasi.2007.Hal.120
70
pengukuran yang utama dalam penelitian ini adalah kuesioner dan menggunakan SPSS versi 21 for windows untuk menghitungnya. Karena menggunakan kuesioner sebagai alat penelitian, maka alat tersebut harus diuji kelayakannya melalui: 1. Uji Validitas Validitas artinya alat ukur yang digunakan dalam pengukuran, dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Hasan, 2006:15). Peneliti menggunakan SPSS 21 dengan mengolah data yang diperoleh di lapangan kedalam program tersebut untuk mengukur validitas instrument dalam penelitian ini. Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing- masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus teknik corelation product moment yang rumusnya sebagai berikut:67
rxy =
( √*
(
)(
) +*
) (
) +
Dimana: r = koefisien korelasi n = jumlah observasi / responden X = Skor pertanyaan Y = Skor total
67 Masri Singarimbun. Metode Penelitian Survai (Edisi Revisi). LP3ES. 2006. Jakarta Barat. Hal. 137
71
Ketentuan pengujian uji validitas adalah rhitung dibandingkan dengan rtabel (dengan melihat taraf signifikansi penelitian, yakni sebesar 5% atau 0,05, dan jumlah N atau responden, barulah kita akan mendapatkan nilai rtabel). Apabila rhitung < rtabel maka instrument dikatakan tidak valid, namun sebaliknya jika rhitung > rtabel maka instrumen penelitian dikatakan valid.68 2. Uji Reliabilitas Sugiarto dan Situnjak (2006) menyatakan bahwa reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian untuk memperoleh informasi yang digunakan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data dan mampu mengungkap informasi yang sebenarnya di lapangan.69 Pengujian reliabilitas dengan teknik Cronbach alpha dengan rumus sebagai berikut:
=
(
)
{
}
K = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal Si = Jumlah varians butir St = Varians tota
68 Rosady Ruslan. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. 2003.Hal.189 69 www.slideshare.net/rachmatstatistika diakses pada Senin, 14 Maret 2016 pukul 20.51
72
Tabel 3.3 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan nilai Alpha Alpha
Tingkat Reliabilitas
0,00 s/d 0,20
Kurang Reliabel
>0,20 s/d 0,40
Agak Reliabel
>0,40 s/d 0,60
Cukup Reliabel
>0,60 s/d 0,80
Reliabel
>0,80 s/d 1,00
Sangat Reliabel
Sumber: Wahyu Agung, 2010:95 70 3.9 Pengujian Instrumen Penelitian 3.9.1 Hasil Uji Validitas Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner terhadap sampel penelitian, peneliti terlebih dahulu menguji validitas dan reliabilitas intrumen dengan menyebarkan kuesioner pada 30 orang, Responden diminta untuk menyatakan jawaban pada pilihan jawaban yang telah disediakan. Syarat untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu butir pertanyaan, maka r hitung harus dibandingkan dengan r table. Pernyataan dalam penelitian ini dikatakan valid apabila nilai corrected item-total correlation (r hitung) lebih besar dari nilai r table.
70 Nisfu Maryana. Pengaruh Penyajian Media Internal terhadap Pemenuhan Kebutuhan Pegawai Pemerintah Kota Cilegon. 2011. Hal.50-51
73
1. Uji Validitas Variabel X Tabel 3.4
Case Processing Summary N Valid Cases
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a
Excluded Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted
Corrected Itemif Item Deleted Total Correlation
Scale Variance
Squared
Cronbach's
Multiple
Alpha if Item
Correlation
Deleted
X1
21.7667
16.599
.868
.951
.855
X2
21.9667
18.378
.688
.563
.875
X3
21.9333
18.133
.650
.572
.878
X4
21.4000
20.110
.381
.423
.902
X5
21.4333
18.944
.620
.533
.881
X6
21.5333
20.189
.391
.250
.900
X7
21.7333
16.478
.866
.798
.855
X8
21.8333
16.351
.861
.949
.855
74
Analisis: Untuk mengetahui validitas butir pertanyaan tersebut harus dibandingkan dengan rtabel. Dengan taraf kesalahan 5%, dan N=30 maka harga rtabel sebesar 0,361 (rtabel dapat dilihat pada halaman lampiran). Jika rhitung positif dan rhitung > rtabel maka butir tersebut dikatakan valid. Rhitung dapat dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation pada tabel 3.4 setelah membandingkan rtabel dan rhitung maka dapat disimpilkan bahwa butir pertanyaan pada variable X atau Pengaruh Profil Calon Kepala Daerah semua nilainya dikatakan valid karena rhitung lebih besar daripada rtabel. 2. Uji Validitas Variabel Y Table 3.5
Case Processing Summary N Valid Cases
a
Excluded Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
75
Item-Total Statistics Scale Mean if
Scale Variance
Corrected Item-
Squared
Cronbach's
Item Deleted
if Item Deleted
Total
Multiple
Alpha if Item
Correlation
Correlation
Deleted
Y1
35.4000
28.524
.657
.901
.848
Y2
35.6667
30.230
.396
.583
.866
Y3
35.4667
30.533
.442
.445
.862
Y4
35.4667
31.982
.360
.466
.866
Y5
35.5000
29.500
.544
.642
.856
Y6
35.8000
27.407
.647
.745
.849
Y7
35.4333
31.013
.375
.647
.866
Y8
35.9000
29.955
.545
.729
.856
Y9
35.9000
27.197
.657
.781
.848
Y10
35.5333
27.775
.735
.826
.843
Y11
35.5667
31.151
.471
.555
.861
Y12
35.5333
27.430
.733
.889
.843
Analisis: Untuk mengetahui validitas butir pertanyaan tersebut harus dibandingkan dengan rtabel. Dengan taraf kesalahan 5%, dan N=30 maka harga rtabel sebesar 0,361 (rtabel dapat dilihat pada halaman lampiran). Jika rhitung positif dan rhitung > rtabel maka butir tersebut dikatakan valid. Rhitung dapat dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation pada tabel 3.5 setelah membandingkan rtabel dan rhitung maka dapat disimpulkan bahwa butir pertanyaan pada variable Y atau Persepsi Kepemimpinan terdapat satu butir pertanyaan yang tidak valid yaitu pada butir pertanyaan Y4 karena nilainya kurang dari 0,361 sehingga pertanyaan Y4 tersebut tidak digunakan dalam penelitian.
76
3.9.2
Hasil Uji Reliabilitas 1. Uji Reliabilitas Variabel X Tabel 3.6 Reliability Statistics Cronbach's
Cronbach's
Alpha
Alpha Based on
N of Items
Standardized Items .890
.886
8
Dari table diatas dapat dilihat bahwa nilai pada kolom Cronbach’s Alpha adalah sebesar 0,890 dari variable pengaruh profil calon kepala daerah oleh (X), berdasarkan kriteria ketentuan Alpha Cronbach pada tabel 3.6 dapat dikatakan bahwa butir pertanyaan variabel X (Pengaruh Seleksi Calon Kepala Daerah Oleh Partai Politik) yaitu sangat reliabel. 2. Uji Realibilitas Variabel Y Tabel 3.7 Reliability Statistics Cronbach's
Cronbach's
Alpha
Alpha Based on
N of Items
Standardized Items .869
.866
12
77
Dari table diatas dapat dilihat bahwa nilai pada kolom Cronbach’s Alpha adalah sebesar 0,869 dari variable persepsi kepemimpinan (Y), berdasarkan kriteria ketentuan Alpha Cronbach pada tabel 3.7 dapat dikatakan bahwa butir pertanyaan variabel Y (Persepsi Kepemimpinan) yaitu sangat reliabel. 3.10 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.10.1 Teknik Pengolahan Data Analisis data dilakukan setelah peneliti mengumpulkan seluruh datadan informasi yang diperlukan dalam suatu penelitian, biasanya peneliti akan melakukan beberapa tahapan persiapan data untuk memudahkan proses analisis dan interpretasi hasilnya. Demikian juga peneliti melewati beberapa tahap dalam pengolahan datanya, yakni:71 1. Pengeditan (Editing) Pengeditan merupakan proses pengecekan dan penyesuaian yang diperlukan terhadap data penelitian, yaitu memudahkan proses pemberian kode dan pemrosesan data melalui teknik statistik, data diperoleh tersebut dihimpun oleh peneliti. Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap data yang sudah terkumpul baik data primer maupun sekunder. Hal yang diperiksa
71 Rusady Ruslan.2003.Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Hal.165
78
meliputi kelengkapan isian dari responden di lembar kuesioner, readability, kejelasan jawaban, relevansi jawaban dan sebagainya. 2. Pemberian Kode (Coding) Koding adalah proses identifikasi dan klasifikasi data penelitian ke dalam skor numerik atau karakter simbol- simbol tertentu. Dalam tahap ini, setelah peneliti memeriksa, maka peneliti memberikan kode- kode pada setiap data yang sudah terkumpul. Fungsinya adalah untuk memudahkan dalam proses penganalisisan dan penafsiran data untuk bahan penelitian. 3. Pemrosesan Data (Data Processing) Kini sebagian besar peneliti menggunakan sistem yang lebih canggih dalam pemrosesan dan analisis data, yakni dengan menggunakan aplikasi atau program bantuan seperti menggunakan program SPSS 21.00 guna menghitung data berupa angka-angka yang kemudian dihitung dengan rumus statistik. Program ini membuat proses tersebut lebih cepat, mudah dengan tingkat keakuratan lebih tinggi. 4. Tabulating Setelah data diperiksa dan dilakukan pengkodean agar lebih mudah dianalisis, maka saatnya memasukkan data- data tersebut dalam table sesuai dengan pengklasifikasiannya agar menjadi data yang lebih mudah
79
dicerna. Pada penelitian ini menggunakan skala likert sebagai metode pengukuran. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.72 Skala Likert hanya menggunakan item yang secara pasti baik dan secara pasti buruk, tidak dimasukkan yang agak baik, yang agak kurang, yang netral dan ranking lain diantara dua sikap yang pasti di atas.73 Maka peneliti menggunakan skala nilai dari 1 sampai 4, dan bobot yang diberikan pada setiap jawaban responden adalah sebagai berikut:74 SS
: Sangat Setuju
=4
S
: Setuju
=3
TS
: Tidak Setuju
=2
STS
: Sangat Tidak Setuju = 1
3.10.2 Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian kuantitaif ini menggunakan statistik. Terdapat dua macam statistik yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Penelitian ini menggunakan statistik inferensial yakni teknik statistik yang digunakan untukmenganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan 72 Sugiyono.2012.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Hal.104 73 Moh.Nazir.2009.Metode Penelitian. 2009. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal.338 74 Burhan Bungin.2009.Metodologi Penelitian Kuantitatif. Hal.229
80
untuk populasi yang jelas, dan teknik pengambilan sampel dari populasi tersebut dilakukan secara random. Statistik inferensial meliputi statistik parametris dan statistik nonparametris. Statistik parametris digunakan untuk menguji parameter populasi melalui statistik atau menguji ukuran populasi melalui data sampel. Penggunaan statistic parametris memerlukan banyak asumsi. Asumsi utama adalah data harusberdistribusi normal, selanjutnya penggunaan salah satu tes mengharuskan data dua kelompok atau lebih yang diuji harus homogen, dalam regresi harusdipenuhi asumsi linearitas. Statistik parametris digunakan untuk menganalisisdata interval dan rasio.75 1. Analisis Deskriptif Data Analisis
deskriptif
adalah
metode
yang
digunakan
untuk
mendeskripsikan masing – masing variabel, yaitu variabel Profil calon kepala daerah (X), persepsi kepemimpinan (Y). Dalam analisis deskriptif ini perhitungan yang digunakan untuk mengetahui tingkat presentase skor jawaban dari masing – masing variable dengan rumus sebagai berikut:
%=
Keterangan: 75 Sugiyono.2012.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Hal.164
81
n = skor empirik (skor yang diperoleh) N = jumlah seluruh skor atau nilai (skor ideal) Perhitungan deskriptif presentase ini mempunyai langkah – langkah sebagai berikut: 1. Menentukan presentase maksimal
× 100% 2. Menentukan angka presentase minimal
3. Menentukan interval kelas presentase, diperoleh dari pembagian criteriaterhadap rentang presentase (100% - 25% = 75%), maka didapat 75% :4 = 18, 7%. Untuk mengetahui tingkat kriteria tersebut, selanjutnya skor yang diperoleh(dalam %) dengan analisis deskriptif presentase diperoleh sebagai berikut :
82
Tabel 3.8 Kriteria Analisis Deskriptif Persentase No
Rentang Persentase
Kriteria
1.
82%-100%
Sangat Baik
2.
82% - 63%
Baik
3.
62% – 54%
Cukup Baik
4.
53% - 34%
Tidak Baik
5.
33% - 19%
Sangat Tidak Baik
2. Uji Normalitas Data Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yangditeliti berdistribusi normal atau tidak. Karena menurut Sugiyono (2011),statistik parametris mensyaratkan bahwa setiap variabel yang akan dianalisis harus berdistribusi normal. Penggunaan statistik parametris mensyaratkan bahwa data setiap variabel yang akan dianalisis berdistribusi normal. Oleh karena itu sebelum pengujian hipotesis dilakukan maka terlebih dahulu akan dilakukan pengujian normalitas data. Peneliti menggunakan SPSS 21 dalam penghitungan dengan OneSample Kolmogorov Smirnov Test, dasar pengambilan keputusan pada ujiini adalah sebagai berikut: a) Jika hasil uji memiliki nilai probabilitas > 0,05 maka data dinyatakan terdistribusi normal.
83
b) Jika hasil uji memiliki nilai probabilitas < 0,05 maka data dinyatakan tidak tidak terdistribusi normal. 3. Uji Koefisien Korelasi Analisis korelasi adalah untuk menyatakan derajat keeratan hubungan antar variabel.76 Dalam uji kali ini peneliti menggunakan koefisien korelasi product-moment pearson(r), yang digunakan untuk menemukan kekuatan hubungan antara dua variabel yang telah diukur pada skala interval dan skala rasio. Rumus dari uji koefisien korelasi product moment adalah:
rxy =
( √*
(
)(
)
)+*
(
)+
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuanyang tertera pada tabel berikut:77 Tabel 3.9 Kriteria Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Sangat Rendah
76 C.Trihendradi.2013.Step by Step IBM SPSS 21: Analisis Data Statistik. Hal.131 77 Sugiyono.2010.Statistika untuk Penelitian.Alfabeta.Bandung. Hal.230-231
84
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0, 80 – 1,000
Sangat Kuat
4. Analisis Regresi Linear Sederhana Analisis regresi sederhana adalah persamaan regresi untuk meneliti hubungan antara satu variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Analisis regresi sederhana dalam penelitian ini digunakan untuk melihat arah hubungan fungsional atau kausal antara variabel profil calon kepala daerah (dependent variable) terhadap persepsi kepemimpinan masyarakat (independent variable). Persamaan umum regresi linier sederhana adalah: Y = a + bx Dimana: Y = subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan a = harga Y bila X = 0 (harga konstan)
85
b = Angka arah arau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka naik, dan bila (-) maka terjadi penurunan. X = Subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu. Untuk dapat menemukan persamaan regresi, harga a dan b harus terlebih dahulu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut ini:
a
=
(
)(
b=
) (
)(
(
)
(
)(
(
)
)
)
Keterangan: Y = Sumbu seleksi calon kepala daerah oleh parpol X = Sumbu persepsi kepemimpinan masyarakat a = Konstanta b = Koefisien regresi n = Banyaknya responden
86
5. Uji Hipotesis Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi yaitu hubungan yang ditemukan berlaku untuk keseluruhan populasi maka perlu diuji signifikansi dengan uji signifikansi korelasi uji t dan uji F, sebagaiberikut:78 1. Uji t dilakukan untuk menguji signifikansi koefisien korelasi variabel bebas dengan variabel terikat. Rumus thitung yaitu:
t=
√ √
Dimana: R² = koefisien korelasi n-2 = derajat keabsahan t = nilai uji t Sementara untuk mencari ttabel maka terlebih dahulu tentukan taraf signifikansi, misalnya (α = 0,05), kemudian dicari ttabel dengan derajat kebebasan (dk) = n – 1. Kemudian mengacu pada ketentuan sebagai berikut:
78 Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung. Alfabeta. Hal 38
87
1. Jika thitung < ttabel, maka H0 diterima Ha ditolak artinya tidak signifikan 2. Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak Ha diterima artinya signifikan. 2. Koefisien
Determinasi
digunakan
pada
penelitian
untuk
mengetahui sejauh mana hubungan dari variabel X Terhadap Y yaitu profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan masyarakat : berikut Rumus yang digunakan untuk mencari Koefisien Detrminasi.
KD = Keterangan: KD: Koefisien Determinasi r: Koefisien Korelasi 100: Bilangan Tetap Dengan batas koefisien determinan 0 < KD< 1 Untuk
mempermudah
dalam
proses
perhitungan
dalampenelitian ini, peneliti menggunakan program SPSS versi 21
88
denganmenggunakan program tersebut hasilnya dapat dilihat pada table model summary berdasarkan nilai dari tabel yang berjudul Rsquareatau melihat angka R. 3.11 Jadwal Penelitian
Bulan Kegiatan
Observasi awal Penyusunan Bab 1-3 Sidang Outline Riset Lapangan Pengolahan Data Penyusunan bab 4-5 Siding Skripsi
Apr
Mei
Juni
Juli
Agst
Sept
Okt
Nov
Des
89
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1
Definisi Masyarakat Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang
yang membentuk sebuah system semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata “masyarakat” sendiri berakar dari kata dalam bahsa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubunngan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat dugunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitasyang teratur.79 Masyarakat dalam penelitian ini merupaka objek yang memiliki persepsi mengenai kepemimpinan pada pilkada di Banten. Penulis akan mendeskripsikan bagaimana persepsi masyarakat yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) mengenai kepemimpinan di Banten. Masyarakat pada penelitian ini disebut juga populasi penelitian, dari sejumlah 7.734.485 populasi masyarakat ini tersebar di 8 kota dan kabupaten. Penulis membuat kerangka sampling dengan teknik sampling
area
dan
stratified
proporsional
random
79 https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat diakses 25 Desember 2017
sampling,
dengan
90
pertimbangan efisiensi penelitian dan hasil yang representatif dari karakteristik populasi. 4.1.2
Profil Provinsi Banten Banten merupakan provinsi yang berdiri berdasarkan Undang – Undang
Nomor 23 Tahun 2000 secara administratif, terbagi atas 4 Kabupaten dan 4 Kota yaitu : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kota Cilegon, dengan luas 9.160,70 Km2.
Letak geografis Provinsi Banten pada
batas Astronomi 105º1'11² - 106º7'12² BT dan 5º7'50² - 7º1'1² LS, dengan jumlah penduduk sebesar 12.548.986 Jiwa. Letak di Ujung Barat Pulau Jawa memposisikan Banten sebagai pintu gerbang Pulau Jawa dan Sumatera dan berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Posisi geostrategis ini tentunya menyebabkan Banten sebagai penghubung utama jalur perdagangan Sumatera – Jawa bahkan sebagai bagian dari sirkulasi perdagangan Asia dan Internasional serta sebagai lokasi aglomerasi perekonomian dan permukiman yang potensial. Batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Barat dengan Selat Sunda, serta di bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sehingga wilayah ini mempunyai sumber daya laut yang potensial. Topografi wilayah Provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0 – 1.000 m dpl. Secara umum kondisi topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran
91
rendah yang berkisar antara 0 – 200 m dpl yang terletak di daerah Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar Kabupaten Serang. Adapun daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian berkisar 201 – 2.000 m dpl dan daerah Lebak Timur memiliki ketinggian 501 – 2.000 m dpl yang terdapat di Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun. Penulis mengambil sampel secara proporsional stratified random sampling dari keseluruhan kabupaten dan kota dalam penelitian ini dengan mengacu pada rumus sampling. 4.1.3 Profil Pasangan Calon 4.1.3.1 Drs. H. Wahidin Halim, M.Si
Gambar 4.1 Foto Drs. H. Wahidin Halim, M.Si
92
Drs. H. Wahidin Halim, M.Si (lahir di Pinang, Tangerang, Banten, 14 Agustus 1954) umur 62 tahun) adalah pengusaha Indonesia dan politisi Partai Demokrat yang menjabat sebagai Walik ota Tangerang periode 2003-2013. Wahidin Halim diusung oleh Partai Demokrat menjadi Walikota Tangerang dengan wakil Arief Rachadiono Wismansyah. Dia mengundurkan diri dari jabatan Walikota Tangerang karena akan mencalonkan diri sebagai DPR RI 2014–2019, dan digantikan oleh wakilnya Arief Rachadiono Wismansyah. Saat ini Wahidin menjabat Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Demokrat mewakili Dapil Banten III. Wahidin Halim juga merupakan adik dari Mantan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia 2001-2009, Hassan Wirajuda. NAMA
: H. Wahidin Halim
ALAMAT : H. Djiran No.1 Kelurahan Pinang Kecamatan Pinang Kota Tangerang Banten PENGALAMAN PENDIDIKAN :
SD Negeri Pinang Tangerang Lulus Tahun 1966
SMP Persiapan Negeri Ciledug (SMP 3) Tangerang Lulus Tahun 1969
SMA Pribadi Tangerang (SMA 1) Tangerang Lulus Tahun 1972
Universitas Indonesia (UI), FISIP Jurusan Administrasi Negara Lulus Tahun 1982
93
Universitas Padjajaran – Institut Ilmu Pemerintahan Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan
Universitas Satyagama, Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan (S2) Lulus Tahun 2009
Universitas Padjadjaran (UNPAD) Program Doktoral Program Studi Ilmu Pemerintahan (S3) Lulus Tahun 2011 PENGALAMAN PEKERJAAN :
Kepala Desa Pinang Kabupaten Tangerang Tahun 1978
Lurah Pinang Kotif Tangerang Tahun 1981
Kasubdin Pajak Kotif Tangerang Tahun 1988
Sekretaris Kotif Tangerang Tahun 1988
Kabag. Pembangunan Kotif Tangerang Tahun 1991
Camat Tigaraksa Kabupaten Tangerang Tahun 1993
Camat Ciputat Kabupaten Tangerang Tahun 1995
Kepala Dinas Kebersihan Kabupaten Tangerang Tahun 1997
Asisten Tata Praja Kabupaten Tangerang Tahun 1998
Sekretaris Daerah Kota Tangerang Tahun 2003
Walikota Tangerang Tahun 2003 – 2008
Walikota Tangerang Tahun 2008 – 2013
Anggota DPR/ MPR RI/ Wakil ketua Komisi II Tahun 2014 – 2019
94
PENGALAMAN ORGANISASI :
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Tahun 1974
Ketua Asrama Daksinapati UI Tahun 1975
Ketua Yayasan Kemanusiaan Nurani Kami Tahun 1977
Ketua KNPI Tangerang Tahun 1983
Ketua AMPI Tangerang Tahun 1986
Ketua IPSI Tangerang Tahun 1998
Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Wilayah III Tahun 2005
Ketua Umum PERSIKOTA Tahun 2007
Penasehat Majelis Nasional KAHMI Tahun 2008
Mustasyar NU Kota Tangerang Tahun 2002-Sekarang
95
4.1.3.2 Andika Hazrumy, S.Sos, M.AP
Gambar 4.2 Andika Hazrumy, S.Sos, M.AP Nama
: Andika Hazrumy, S.Sos, M.AP
Tempat Lahir
: Bandung
Tanggal
: 16 Desember 1985
Agama
: Islam
Alamat Rumah
: Jl. Bhayangkara No. 52, Cipocok Jaya, Kota Serang – Provinsi Banten
SIKAP POLITIK
Tanggal 29 Januari 2015, Andika menyarankan kriteria dinaturalisasi umunya di bawah 25 tahun dan sudah menetap di Indonesia minimum 5 tahun, apa pun cabang olah raganya.
96
Tanggal 20 April 2015, Andika menyatakan Komisi III paham dasar Perppu KPK dan setuju di bawa ke Panja untuk diperdalam. Namun menurut Andika masih terdapat kekurangan dalam hal norma atau pun substansi hukum.
Tanggal 23 Apri 2015, Andika menyatakan Fraksi Golkar menyetujui Perppu KPK dengan catatan Pemerintah harus mempercepat proses seleksi pimpinan KPK.
PENDIDIKAN
SADN Merdeka 5, Bandung; 1991 – 1997
SMP Negeri 5, Bandung; 1997 – 2000
SMA Negeri 5, Bandung; 2000 – 2003
Monash University English Language Centre, Melbourne – Australia; 2003 – 2005
Hubungan
Internasional,
Universitas
Pelita
Harapan
(UPH),
Tangerang; 2005 – 2010
Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, Universitas Pasundan (Unpas), Bandung; 2012
97
4.1.3.3 Rano Karno
Gambar 4.3 Rano Karno Nama Lengkap : Rano Karno Agama : Islam Tempat Lahir : Jakarta Tanggal Lahir : Sabtu, 8 Oktober 1960 Istri : Hj. Dewi Indriati Anak : Raka Widyarma, Deanti Rakasiwi
98
BIOGRAFI Rano Karno adalah seorang aktor dan sutradara kawakan Indonesia. Karirnya di dunia akting berawal dari keikutsertaan Rano pada salah satu film yang dibintangi ayahnya, Soekarno M. Noer, nama Rano kemudian perlahan-lahan mulai dikenal. Film pertama yang dibintanginya adalah Si Doel Anak Betawi tahun 1972 dimana ia menjadi pemeran utama dalam film tersebut. Bakat akting yang diturunkan ayahnya ternyata tidak menguap sia-sia, pria kelahiran Jakarta, 8 Oktober 1960 ini pun lantas bergulat dengan dunia entertainment secara total. Hingga pada tahun 2007, setelah genap 38 tahun berkibar di dunia hiburan, Rano secara mengejutkan mengumumkan niatnya untuk terjun dalam dunia politik. Niat tersebut diumumkan mendekati waktu Pilkada DKI Jakarta, namun, sebentar saja diumumkan niatnya, pada akhirnya ia tak ikut mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada periode tersebut. Pada akhir tahun 2007, nama Rano kembali muncul di permukaan, bukan karena ia membintangi film terbaru, tapi karena ia mengumumkan pencalonan dirinya pada Pilbup Tangerang bersama Ismed Iskandar. Pada pemilukada tersebut, pasangan Ismed-Rano berhasil mengantongi suara
99
terbanyak, sehingga saudara dari Tino Karno dan Suti Karno ini berhak atas jabatannya sebagai Wakil Bupati Tangerang. Namun, sayangnya jabatan itu hanya sebentar saja dipegang karena pada 2011 Rano mengundurkan diri dari jabatan untuk mencalonkan diri sebagai Cawagub Banten bersama Ratu Atut Chosiyah. Dalam pemilukada tersebut, pasangan Atut-Rano mendapatkan perolehan suara terbanyak dan berhak memimpin Banten dalam periode 2012-2017. 4.1.3.4 Embay Mulya Syarief
Gambar 4.4 Embay Mulya Syarief Embay Mulya Syarief atau biasa disapa–dikenal dengan nama Pak Embay (lahir, 4 Maret 1952) adalah tokoh Banten yang dalam tubuhnya
100
mengalir darah ulama, jawara, ekonom, cendekiawan, dan bankir. Pak Embay merupakan pengusaha sukses yang suka berpenampilan sederhana. Sebagai ekonom, Pak Embay berperan aktif membangun ekonomi kerakyatan di daerahnya. Hal itu, antara lain, pernah diwujudkannya dalam bentuk Program Gerakan Pendirian Seribu Baitul Maal wa Tanwil (BMT) di Banten. Sebagai organisator, Embay menjadi pengendali sejumlah organisasi kemasyarakatan dan profesi tingkat lokal dan nasional. Embay merupakan salah satu pendiri Provinsi Banten saat berpisah dengan Jawa Barat. 4.2 Deskripsi Data Penelitian 4.2.1 Data Diri Responden Kuesioner disebarkan pada 100 responden yang merupakan Masyarakat pemilih di Provinsi Banten. Bagian awal kuesioner merupakan pertanyaanpertanyaan yang bersangkutan dengan identitas atau data diri responden. Poinpoin tersebut akan dipresentasekan untuk mengukur jumlah sehingga dapat diketahui karakteristik Responden dalam penelitian ini. Adapun pertanyaan untuk data diri responden meliputi: 1.
Nama
2.
Jenis Kelamin
3.
Usia
101
4.
Pekerjaan Tabel 4.1 JENIS KELAMIN Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
LAKI-LAKI
50
50.0
50.0
50.0
PEREMPUAN
50
50.0
50.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Diagram 4.1
Dari table 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 100 responden yang berpartisipasi sebagai sampel dalam penelitian ini, jumlah responden laki-laki sama dengan jumlah responden perempuan. Dengan proporsi jumlah responden laki-laki yakni 50 responden, dan jumlah responden perempuan yakni 50 responden. Pada penentuan jumlah proporsi responden ini dihitung dengan rumus sampling pada kesalahan 100%
102
atau presisi 0,1 dan didapat jumlah sampel 100 responden. Selanjutnya proporsi sampel dihitung berdasarkan sebaran responden pada setiap kota dan kabupaten berdasarkan data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten. Dari perhitungan jumlah sampel tersebut, didapatkan angka 50 responden laik-laki dan 50 responden perempuan. 80 Tabel 4.2 USIA Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
20-30
40
40.0
40.0
40.0
31-50
44
44.0
44.0
84.0
51-70
16
16.0
16.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Valid
Diagram 4.2
80 Perhitungan lengkap sampel ada pada kerangka sampling yang dibuat penulis pada bab III
103
Berdasarkan hasil jawaban dari 100 responden, apabila dilihat pada tabel 4.2 dari kolom frequency dan percent maka dari segi usia , didapatkan 40 orang (40,00%) merupakan masyarakat pemilih dengan usia antara 20-30 tahun, 44 orang (44%) merupakan masyarakat dengan usia antara 31-50 tahun, dan 16 orang (16%) merupakan masyarakat dengan usia antara 51-70 Hal ini menunjukan bahwa masyarakat pemilih sebagian besar pada usia antara 31-50 tahun. Tabel 4.3 PEKERJAAN Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
IBU RUMAH TANGGA
20
20.0
20.0
20.0
WIRASWASTA
19
19.0
19.0
39.0
KARYAWAN
34
34.0
34.0
73.0
PEGAWAI NEGERI SIPIL
27
27.0
27.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Diagram 4.3
104
Berdasarkan hasil jawaban dari 100 responden, apabila dilihat pada tabel 4.3 dari kolom frequency dan percent maka dari segi pekerjaan didapatkan 20 orang (20%) masyarakat pemilih bekerja sebagai ibu rumah tangga, 19 orang (19%) bekerja sebagai wiraswasta,
34 orang (34%) sebagai karyawan, dan
sisanya sebanyak 27 orang (27%) bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas masyarakat pemilih di Banten bekerja sebagai karyawan dengan presentasi 34%. 4.3 Deskripsi Hasil Penelitian Pada sub bab ini penulis akan menjelaskan menjelaskan dan merincikan hasil tanggapan responden yangtelah memberikan jawaban melalui instrument penelitian (kuisioner). Data tersebut kemudian diolah menggunakan frekuensi dan diagram untuk memudahkan dalam penggambaran hasil penelitian. Dalam setiap butir pertanyaan yang terdistribusi terdapat jawaban positif (sangat setuju dan setuju) dan jawaban negatif (sangat tidak setuju dan tidak setuju). Pengolahan jumlah data responden sudah dilakukan pada aplikasi Microsoft Excel 2013 dan IBM spss 21. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing butir pertanyaan berdasarkan variable X dan variable Y.
105
4.3.1
Tanggapan Responden Tentang Seleksi Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik (Variabel X) Table 4.4 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.1 X1 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
8
8.0
8.0
8.0
Tidak Setuju
28
28.0
28.0
36.0
Setuju
38
38.0
38.0
74.0
Sangat Setuju
26
26.0
26.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Diagram 4.4
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X1 tentang “Saya mengetahui peran partai politik dalam seleksi calon tidak transparan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 38 orang
106
(38%), sangat setuju sebanyak 26 orang (26%), dan tidak setuju sebanyak 28 orang (28%). Partai politik mempunyai beberapa fungsi seperti fungsi rekrutmen politik, sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik dan sarana pengatur konflik. UUD menekankan pada salah satu fungsi partai politik yakni fungsi rekrutmen politik. Melalui proses rekrutmen, partai politik berperan menyiapkan kader-kader dalam pimpinan politik, melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan, serta perjuangan untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, dan memiliki kredibilitas yang tinggi serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatan-jabatan politik yang bersifat strategis. Proses rekrutmen harus berlangsung secara terbuka. Masyarakat harus memperoleh informasi yang memadai dan terbuka tentang siapa kandidat parlemen dari partai politik, track record masing-masing kandidat, dan proses seleksi hingga penentuan daftar calon. Partai politik mempunyai kewajiban menyampaikan informasi (sosialisasi) setiap kandidatnya secara terbuka kepada publik. Di sisi lain, partai juga harus terbuka menerima kritik dan gugatan terhadap kandidat yang dinilai tidak berkualitas oleh masyarakat. Namun kenyataannya pada pecalonan pilkada Banten 2017
masih
menampilkan wajah-wajah lama, dengan pemikiran-pemikiran lama serta pengalaman-pengalaman yang sama, bahkan orang-orang dari dinasti yang sama. Sehingga mayoritas masyarakat mengetahui bahwa peran partai politik
107
dalam seleksi calon tidak transparan. Pernyataan ini didukung oleh 38 responden (38%) yang menjawab setuju dan 26 responden (26%) menjawab sangat setuju. Tabel 4.5 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.2 X2 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
5
5.0
5.0
5.0
Tidak Setuju
15
15.0
15.0
20.0
Setuju
55
55.0
55.0
75.0
Sangat Setuju
25
25.0
25.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Diagram 4.5
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X2 tentang “Kepemimpinan, kejujuran, kemampuan intelektual, dan keberpihakan pada masyarakat belum menjadi indikator utama dalam
108
menentukan calon kepala daerah” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 55 orang (55%), sangat setuju sebanyak 25 orang (25%), tidak setuju sebanyak 15 orang (15%) dan sangat tidak setuju sebanyak 5 orang (5%). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden setuju dan menyetujui bahwasannya mereka menilai kepemimpinan, kejujuran, kemampuan intelektual, dan kebeberpihakan pada masyarakat belum menjadi indikator utama dalam menentukan calon kepala daerah. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya partai politik dalam mencalonkan kepala daerah tidak melalui proses seleksi yang benar-benar matang dan secara pragmatism sehingga belum mampu melahirkan calon pemimpin untuk menjadi kepala daerah sesuai kebutuhan masyarakat. Tabel 4.6 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.3 X3 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
2
2.0
2.0
2.0
Tidak Setuju
25
25.0
25.0
27.0
Setuju
41
41.0
41.0
68.0
Sangat Setuju
32
32.0
32.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
109
Diagram 4.6
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X3 tentang “Seleksi yang dilakukan oleh partai politik masih bersifat formalitas” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 41 orang (41%), sangat setuju sebanyak 32 orang (32%), tidak setuju sebanyak 25 orang (25%), dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%). Partai politik membuka kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik dan pemerintahan, utamanya dalam pesta besar rakyat yakni Pilkada. Sebelum penentapan calon untuk diusung dalam Pilkada, parpol melakukan proses penjaringan calon yang bertujuan untuk mengetahui potensi dan kemampuan calon dalam berpolitik serta kredibilitas calon dalam memimpin. Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, dan memberikan jalan kompromi
bagi pendapat yang saling bersaing, serta
menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara damai.
110
Pada pelaksanaannya, seleksi yang dilakukan partai politik ini tidak lebih hanya sebagai ritual politik partai menjelang Pemilu dilaksanakan. Proses seleksi ini tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan sehingga hasilnya adalah kader partai politik yang tidak memiliki integritas dan visi kenegaraan dalam menyelesaikan masalah bangsa ini. Sehingga saat ini yang dapat disaksikan dalam perpolitikan Indonesia ialah kegiatan saling berdebat dan saling menjatuhkan yang kemudian berujung anarki. Masyarakat sebagai responden, menyatakan sangat setuju (41%) dan setuju (32%) bahwa mereka menilai seleksi yang dilakukan oleh partai politik masih bersifat formalitas.
Tabel 4.7 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 4
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
8
8.0
8.0
8.0
Tidak Setuju
25
25.0
25.0
33.0
Setuju
54
54.0
54.0
87.0
Sangat Setuju
13
13.0
13.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
111
Diagram 4.7
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X4 tentang “Visi dan misi calon belum menggambarkan kenyataan kemampuan calon” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 54 orang (54%), sangat setuju sebanyak 13 orang (13%), tidak setuju sebanyak 25 orang (25%), dan sangat tidak setuju sebanyak 8%. setuju dengan pernyataan tersebut. Setelah ditetapkannya kandidat calon kepala daerah dan nomor urut mulai dari calon
gubernur/wakil
gubernur,
calon
bupati/wakil
bupati
dan
calon
walikota/wakil walikota, maka dilaksanakan kampanye. Para bakal calon pun memaparkan visi-misi sebagai rentetan syarat dari tahapan pilkada menuju hari pemilihan. Singkatnya visi dan misi ini adalah sekumpulan rencana program kerja yang diusung para calon kandidat apabila terpilih menjadi kepala daerah lima tahun kedepan.
112
Konten dalam visi-misi para calon kepala daerah tak lepas dari hal-hal seperti pengentasan kemiskinan, memajukan pendidikan, pemberdayaan, dan lain-lain. Namun pengalaman dimasa lalu juga memberikan janji-janji pada saat kampanye yang belum terealisasi. Sehingga masyarakat sebagai responden menilai bahwa visi dan misi calon belum menggambarkan kenyataan kemampuan calon. Pernyataan ini didukung oleh jawaban responden yang menjawab setuju sebanyak 54 orang (54%).
Tabel 4.8 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 5 X5 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
1
1.0
1.0
1.0
Tidak Setuju
19
19.0
19.0
20.0
Setuju
48
48.0
48.0
68.0
Sangat Setuju
32
32.0
32.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Diagram 4.8
113
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X5 tentang “Seleksi yang dilakukan oleh partai politik belum memberikan jaminan dan kualitas karena hal ini juga belum diatur oleh perundang-undangan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 44 orang (44%), sangat setuju sebanyak 32 orang (32%), tidak setuju sebanyak 19 orang (19%), dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang (1%). Dengan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat pemilih di Banten setuju dengan pernyataan tersebut. Lemahnya aturan yang dirumuskan dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik berimplikasi pada lemahnya sistem politik kepartaian, utamanya rendahnya kualitas partai politik. Hasil Perubahan UU No. 8 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak mendorong terbentuknya demokratisasi internal partai politik, utamanya dalam melahirkan calon – calon pemimpin bagi bangsa ini, dimulai dari Kepala Daerah, Anggota Legislatif baik di DPR maupun DPRD, dan Pejabatan - Pejabat Negara di tingkat Lembaga Negara. Selain itu perubahan ini juga tidak mengatur secara rinci, jelas, disertai sanksi yang tegas bagi partai politik yang memainkan politik uang, padahal politik uang inilah yang menjadi sumber kebobbrokan tatanan dan peradaban politik. Tanpa ketentuan tersebut, keberadaan partai politik justru dapat membahayakan perkembangan demokrasi, serta eksistensi dan peradaban bangsa, seperti komersialisasi pemilukada, dan munculnya elit politik yang tidak berkualitas.
114
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden yang menjawab setuju terdapat 48 responden (48%). Mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa seleksi yang dilakukan oleh partai politik belum memberikan jaminan dan kualitas karena hal ini juga belum diatur oleh perundang-undangan. Tabel 4.9 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 6 X6 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
1
1.0
1.0
1.0
Tidak Setuju
22
22.0
22.0
23.0
Setuju
50
50.0
50.0
73.0
Sangat Setuju
27
27.0
27.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Diagram 4.9
115
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X6 tentang “Proses demokrasi dalam seleksi hanya bersifat prosedural atau secara aturan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 50 orang (50%), sangat setuju sebanyak 27 orang (27%), tidak setuju sebanyak 22 orang (22%), dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang (1,3%). Dalam demokrasi, kepentingan masyarakat adalah sangat diunggulkan. Kedaulatan masyarakat yang artinya pemimpin tertinggi adalah masyarakat. Kedaulatan ini bermaksud untuk memposisikan masyarakat dalam posisi puncak pemerintahan. Semua kepentingan masyarakat harus menjadi dasar gerak pemerintahan.
Kekuasaan
tertinggi
berada
di
masyarakat.
Pimpinan
pemerintahan daerah seharusnya hanya menjadi representatif masyarakat guna terwujudnya pemerintahan yang pro kepada masyarakat. Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Sebagai fungsinya dalam rekrutmen politik, partai menjadi penghubung strategis pemerintah dengan aspirasi rakyat. Maka dalam pelaksanaan pilkada, parpol mengusung calon-calon pemimpin yang memiliki integritas dan kapabilitas yang baik. Selain itu proses seleksi semestinya dilakukan secara terbuka agar masyarakat dapat secara langsung menyampaikan saran siapa bakal calon kepala daerah dan menilai bakal calon kepala daerah yang diusung oleh parpol.
116
Namun pada realitasnya, partai politik sering menyuguhkan tontonan yang tidak bisa dijadikan tuntunan dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi. Perubahan masih bergerak pada tataran prosedural dan legal – formal, belum menyentuh pada perubahan mental, budaya, sikap dan prilaku para elit politik dan masyarakat, sehingga berimplikasi pada berbagai pelanggaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden yang menjawab setuju terdapat 50 responden (50%). Mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa proses demokrasi dalam seleksi hanya bersifat prosedural atau secara aturan. Tabel 4.10 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 7 X7
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Vali d
3
3.0
3.0
3.0
Tidak Setuju
20
20.0
20.0
23.0
Setuju
49
49.0
49.0
72.0
Sangat Setuju
28
28.0
28.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
117
Diagram 4.10
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X7 tentang “Proses sleksi bersifat sentralistik/terpusat” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 49 orang (49%), sangat setuju sebanyak 28 orang (28%), tidak setuju sebanyak 20 orang (20%), dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang (3%). Harapan dan animo masyarakat untuk memilih sangat dipengaruhi bakal pasangan calon yang di tawarkan parpol pengusung. Ketika sebagian besar harapan masyarakat terpenuhi pada “produk unggulan” parpol pengusung, keinginan pemilih untuk memberikan dukungan dan berpartisipasi akan tinggi. Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bakal calon yang diusung parpol. Ketika proses pencalonan tidak demokratis yaitu tidak melibatkan anggota partai dan mengharuskan rekomendasi dari dewan pimpinan pusat parpol.
118
Masyarakat digerakkan oleh kesadaran dan memiliki kepercayaan memilih. Sebaliknya jika parpol pengusung tidak cukup mampu memuaskan harapan masyarakat akan pemimpin masa depan (yang ideal) keterlibatan masyarakat akan rendah bahkan cenderung apatis untuk terlibat dalam proses demokrasi di daerahnya. Masyarakat sudah jenuh dan kehabisan energi untuk memilih lagi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang menjawab setuju sebanyak 49 orang (49%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa proses seleksi bersifat sentralistik/terpusat. Tabel 4.11 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan X8 X8 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
2
2.0
2.0
2.0
Tidak Setuju
16
16.0
16.0
18.0
Setuju
47
47.0
47.0
65.0
Sangat Setuju
35
35.0
35.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
119
Diagram 4.11
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan X8 tentang “Proses seleksi parpol belum mencerminkan persaingan secara adil” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 47 orang (47%), sangat setuju sebanyak 35 orang (35%), tidak setuju sebanyak 16 orang (16%), dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%). Persaingan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan baik dalam pendidikan, dunia kerja, maupun pada dunia hiburan bahkan dalam dunia politik. Sama halnya persaingan dalam dunia politik terjadi baik antar partai maupun calon yang maju pada pilkada. Para calon yang mengikuti proses seleksi oleh partai politik bersaing ketat dan melakukan segala cara agar terpilih menjadi calon yang diusung. Salah satunya yang memang telah marak terjadi dalam perpolitikan partai adalah money politic bahkan partai politik cenderung “memasang harga dipintu” bagi siapa saja sosok yang ingin menjadikan partai sebagai kendaraan
120
memeperoleh kekuasaan kepemimpinan. Selain itu para bakal calon yang diusung parpol merupakan petahana atau yang memiliki hubungan kekerabatan. Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Sebastian Salang menilai, partai politik belum memiliki sistem seleksi yang bagus dalam mencalonkan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Akhirnya perpol cenderung menjadi sangat pragmatis. “Saat penentuan calon hanya berdasar hasil survey. Rata-rata yang elektabilitas tinggi adalah petahana. Parpol tak perhatikan lagi apakah petahana itu punya integritas baik atau tidak. Petahana juga relatif mempunyai modal uang yang cukup besar. “Maka tak heran, yangmaju pada pilkada ini adalah petahana.”81 Pada akhirnya dapat dilihat bahwa deretan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang maju dan bersaing merupakan orang-orang berduit. Sehingga sosok yang memiliki integritas dan kapabilitas baik tidak mampu menunjukkan loyalitas kemampuannya dalam memimpin. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden yang menjawab setuju sebanyak 35 orang (35%) dan sangat setuju sebanyak 47 orang (47%). Mayoritas masyarakat menyetujui bahwa proses seleksi parpol belum mencerminkan persaingan secara adil.
81 http://halloapakabar.com/partai-politik-cenderung-pragmatis-usung-calon-kepala-daerah
121
4.3.2
Tanggapan Responden Mengenai Persepsi Kepemimpinan (Variabel X) Tabel 4.12 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 9 Y1 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju
2
2.0
2.0
2.0
Tidak Setuju
8
8.0
8.0
10.0
Setuju
30
30.0
30.0
40.0
Sangat Setuju
60
60.0
60.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Diagram 4.12
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y1 tentang “Saya mengetahui siapa saja calon kepala daerah yang diusung oleh parpol.” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 30
122
orang (30%), sangat setuju sebanyak 60 orang (60%), tidak setuju sebanyak 8 orang (8%), dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%). Dari hasil jawaban responden tersebut, mayoritas responden menjawab sangat setuju dan menyetujui bahwa mereka mengetahui siapa saja calon kepala daerah yang diusung oleh parpol dalam Pilgub Banten 2017 dengan jawaban responden sebanyak 60 orang (60%). Pada calon nomor urut 1 yakni Pasangan Calon WH-Andika, sedangkan Nomor Urut 2 pasangan calon Rano-Embay. Tabel 4.13 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 10 Y2 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
2
2.0
2.0
2.0
Tidak Setuju
18
18.0
18.0
20.0
Setuju
45
45.0
45.0
65.0
Sangat Setuju
35
35.0
35.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
123
Diagram 4.13
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y2 tentang “Saya mengetahui bahwa calon kepala daerah yang diusung diputuskan berdasarkan keputusan pimpinan pusat partai politik” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 45 orang (45%), sangat setuju sebanyak 35 orang (35%), tidak setuju sebanyak 18 orang (18%), dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%). Dari hasil jawaban responden tersebut, mayoritas responden menjawab sangat setuju dan menyetujui bahwa Saya mengetahui bahwa calon kepala daerah yang diusung diputuskan berdasarkan keputusan pimpinan pusat partai politik dengan jawaban responden sebanyak 45 orang (45%). Adanya seleksi calon kepala daerah melalui parpol yang tidak lagi demokratis mengakibatkan adanya penentuan berdasarkan keputusan pimpinan pusat partai politik.
124
Tabel 4.14 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.11 Y3 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
9
9.0
9.0
9.0
Tidak Setuju
29
29.0
29.0
38.0
Setuju
40
40.0
40.0
78.0
Sangat Setuju
22
22.0
22.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Diagram 4.14
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y3 tentang “Saya mengetahui proses seleksi calon kepala daerah yang dilakukan oleh partai politik lebih didominasi oleh calon yang memiliki kekuasaan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 40 orang (40%),
125
sangat setuju sebanyak 22 orang (22%), tidak setuju sebanyak 29 orang (29%), dan sangat tidak setuju sebanyak 9 orang (9%). Bermula dari urgensi keberadaan partai politik, maka kekuasaan dan kepemimpinan adalah unsur yang tidak bisa terpisah dari partai politik. Kekuasaan dibangun untuk mengelola pemerintahan, dan pemerintahan membutuhkan kepemimpinan yang kuat. Partai politiklah yang memiliki tugas besar untuk mempersiapkan calon pemimpin yang diharapkan mampu mengatur jalannya pemerintahan yang baik dalam konteks pemerintahan lokal maupun nasional. Namun bentuk kekuasaan ini tidak semestinya terjadi dalam proses seleksi calon kepala daerah oleh parpol. Partai politik dibelenggu oleh hukum besinya oligarki dan fokus pada upaya memperoleh, mempertahankan dan menggunakan kekuasaan untuk kepentingan politiknya. Doktrin Benjamin Disraeli seperti dikutip Whitman (2003:80) menyatakan “Real politics are the possession and distribution of power“ tampaknya sangat relevan dengan kondisi kepartaian di Indonesia. Partai politik berebut untuk menggeggam kekuatan dan distribusi kekuasaan dijadikan salah satu sarana bargaining politik. Ketika proses seleksi yang dilakukan oleh partai politik didominasi oleh calon yang memiliki kekuasaan, maka aspek kualifikasi kemampuan termarjinalkan.
126
Sehingga upaya pencarian pemimpin yang memiliki visi dan kapasitas memimpin pemerintahan melalui partai politik belum dapat terealisasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang menjawab setuju sebanyak 40 orang (40%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa saya mengetahui proses seleksi calon kepala daerah yang dilakukan oleh partai politik lebih didominasi oleh calon yang memiliki kekuasaan.
Tabel 4.15 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.12 Y4 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
4
4.0
4.0
4.0
Tidak Setuju
26
26.0
26.0
30.0
Setuju
35
35.0
35.0
65.0
Sangat Setuju
35
35.0
35.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
127
Diagram 4.15
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y4 tentang “Saya mengetahui proses seleksi calon kepala daerah ditentukan oleh kemampuan modal si calon” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 35 orang (35%), sangat setuju sebanyak 35 orang (35%), tidak setuju sebanyak 26 orang (26%), dan sangat tidak setuju sebanyak 4 orang (4%) . Mekanisme seleksi yang tidak terbuka menjadikan fungsi partai politik dalam kaderisasi tidak sejalan dengan demokrasi. Hal ini menyebabkan timbulnya penyimpangan di tubuh partai politik dalam kaderisasi. Beberapa faktor pendorong penyimpangan itu secara bervariasi yaitu imbas liberalisasi sistem pemilu, efek kegagalan partai dalam mengikat konstituen, implikasi rapuhnya sistem kaderisasi dan perekrutan di internal partai, akibat kuatnya oligarki di organisasi partai, serta dampak dari menguatnya pragmatisme politik.
128
Sehingga yang terjadi adalah penjaringan dilakukan dengan mengedepankan faktor kemampuan finansial dan popularitas calon kepala daerah. Hal ini berdampak pada kepemimpinan yang belum membawa kearah kemajuan yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang menjawab sangat setuju sebanyak 35 orang (35%) dan setuju sebanyak 35 orang (35%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyatakan sangat setuju bahwa saya mengetahui proses seleksi calon kepala daerah ditentukan oleh kemampuan modal si calon. Tabel 4.16 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.13 Y5 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Sangat Tidak Setuju
3
3.0
3.0
3.0
Tidak Setuju
14
14.0
14.0
17.0
Setuju
46
46.0
46.0
63.0
Sangat Setuju
37
37.0
37.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
129
Diagram 4.16
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y5 tentang “Saya mengetahui bahwa karena modal menjadi faktor utama dalam pencalonan maka kaderisasi tidak berjalan dan calon yang diusung biasanya dari elit politik tertentu” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 46 orang (46%), sangat setuju sebanyak 37 orang (37%), tidak setuju sebanyak 14 orang (14%), dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang (3%). Dari hasil jawaban 100 responden tersebut sebanyak 46 orang (46%), mayoritas responden menjawab setuju dan menyetujui bahwa mereka mengetahui karena modal menjadi faktor utama dalam pencalonan maka kaderisasi tidak berjalan dan calon yang diusung biasanya dari elit politik tertentu.
130
Kurang maksimalnya kaderisasi partai politik untuk melahirkan calon kepala daerah yang baik, membuat praktik dinasti politik masih terjadi. Partai politik menjadi
”corong”
bagi
sekelompok
orang
yang
mencoba
mengadu
keberuntungan di partai melalui pemilu, tanpa disertai penyaringan yang benar – benar selektif. Strategi instan yang digunakan adalah melirik figur terkenal dari kalangan keluarga petahana (incumbent) kepala daerah (elite partai) atau kalangan artis, yang diyakini dapat menjadi modal utuk meraup suara.
Rapuhnya sistem kaderisasi dan pola perekrutan di internal partai, terutama mekanisme seleksi calon kepala daerah, juga menyebabkan partai terperangkap pada kebutuhan finansial dan popularitas kandidat dimana pembiayaan parpol didominasi oleh para elit dan pemilik modal. Sehingga yang terjadi adalah kepala daerah berasal dari dinasti politik yang cenderung memikirkan kekuasaan ketimbang kualitas pelayanan publik.
Tabel 4.17 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.14 Y6 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju Valid
6
6.0
6.0
6.0
Tidak Setuju
25
25.0
25.0
31.0
Setuju
45
45.0
45.0
76.0
131
Sangat Setuju Total
24
24.0
24.0
100
100.0
100.0
100.0
Diagram 4.17
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y6
tentang “Proses seleksi calon lebih kearah pada upaya
mendapatkan kekuasaan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 45 orang (45%), sangat setuju sebanyak 24 orang (24%), tidak setuju sebanyak 25 orang (25%), dan sangat tidak setuju sebanyak 6 orang (6%). Proses seleksi yang hanya formalitas dan tidak benar-benar menjaring calon dengan kualifikasi akan menghasilkan pemimpin yang hanya bernafsu pada upaya mendapatkan kekuasaan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang menjawab sangat setuju sebanyak 45 orang (45%). Hasil jawaban menunjukkan
132
bahwa mayoritas masyarakat menyatakan sangat setuju bahwa proses seleksi calon lebih kearah pada upaya mendapatkan kekuasaan.
Tabel 4.18 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.15 Y7
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
3
3.0
3.0
3.0
Tidak Setuju
11
11.0
11.0
14.0
Setuju
53
53.0
53.0
67.0
Sangat Setuju
33
33.0
33.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Diagram 4.18
133
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y7 tentang “Kampanye politik pada pilkada belum memberikan informasi yang layak untuk bekal memilih.” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 53 orang (53%), sangat setuju sebanyak 33 orang (33%), tidak setuju sebanyak 11 orang (11%), dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang (3%). Kampanye merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai sarana komunikasi pengenalan diri serta sebagai sarana untuk mendapat dukungan suara dari rakyat sebelum diadakannya pemilu. Kampanye juga dilakukan dengan tujuan untuk memaparkan visi, misi dan rencana setiap calon wakil rakyat apabila terpilih menjadi pemimpin Negara. Kadangkala, kampanye dilakukan dengan cara menyindir, bahkan menyerang langsung dengan memopulerkan jargon yang menjatuhkan konsep diri lawan politik sehingga tidak fokus untuk menyampaikan misi visinya dengan baik.. Cara-cara ini terasa kurang sesuai bila dijadikan strategi kampanye yang dilakukan banyak calon kepala daerah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang menjawab sangat setuju sebanyak 53 orang (53%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyatakan sangat setuju bahwa kampanye politik pada pilkada belum memberikan informasi yang layak untuk bekal memilih.
134
Tabel 4.19 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 16 Y8 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
2
2.0
2.0
2.0
Tidak Setuju
18
18.0
18.0
20.0
Setuju
56
56.0
56.0
76.0
Sangat Setuju
24
24.0
24.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Diagram 4.19
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y8 tentang “Pasangan calon yang diusung oleh partai koalisi maupun perseorangan atau non kualisi belum memiliki pertanggung jawaban terhadap keterbukaan informasi publik” dari 100 responden yang menjawab setuju
135
sebanyak 56 orang (56%), sangat setuju sebanyak 24 orang (24%), tidak setuju sebanyak 18 orang (18%), dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%).. Sebagai mesin produksi pemimpin politik, partai politik menjalankan perannya dalam penjaringan calon kepala daerah. Proses penjaringan yang baik akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang baik pula. Seperti yang diketahui oleh publik selama ini, khususnya dalam penentuan pasangan calon kepala daerah yang akan diusung oleh partai politik belum punya mekanisme yang terbuka dan demokratis. Tidak ada proses seleksi terbuka bagi kader ataupun nonkader untuk "bersaing" agar diusung oleh partai politik dalam suatu pemilihan kepala daerah. Kalaupun ada proses yang demikian, tetapi prosesnya tidak ada argumentasi atau alasan yang jelas mengapa seseorang diusung menjadi calon kepala daerah oleh parpol. Dengan demikian akhirnya publik menangkap bahwa orang yang diusung partai politik menjadi calon kepala daerah adalah mereka yang punya modal berlimpah serta dekat dengan elite dan petinggi partai. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang menjawab sangat setuju sebanyak 53 orang (53%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyatakan sangat setuju bahwa pasangan calon yang diusung oleh partai koalisi maupun perseorangan atau non koalisi belum memiliki pertanggung jawaban terhadap keterbukaan informasi publik.
136
Tabel 4.20 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan Y9 Y9 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
8
8.0
8.0
8.0
Tidak Setuju
24
24.0
24.0
32.0
Setuju
40
40.0
40.0
72.0
Sangat Setuju
28
28.0
28.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Diagram 4.20
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y9 tentang “Pengusungan calon oleh partai politik biasanya
137
berdampak kepada orientasi pembagian proyek atau sumber daya politik yang bernilai ekonomis akibat adanya pengusungan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 40 orang (40%), sangat setuju sebanyak 28 orang (28%), tidak setuju sebanyak 24 orang (24%), dan sangat tidak setuju sebanyak 8 orang (8%) Pro dan kontra dukungan kepada elit politik lokal merupakan bagian dari rangkaian sistem demokrasi langsung pada setiap segmen politik. Dunia politik membutuhkan asupan dana untuk menggulirkan dan memperkuat fondasi strategi politik demi memperoleh kekuasaan. Keinginan kuat seorang calon untuk mendapatkan kekuasaan lewat pengusungan parpol dalam pilkada menyebabkan para calon membentuk gradasi hubungan dengan kelompok-kelompok tertentu. Dalam diferensiasi politik, kelompok kepentingan tampil sebagai salah satu pelaku politik yang sangat penting. Kehadiran kelompok-kelompok tersebut biasanya dari kalangan pengusaha. Transparansi ini menampilkan bentuk hubungan mereka ditujukan pada korporasi dan pertukaran kepentingan demi untuk mendapatkan keuntungan dan ganjaran dari kontribusi yang diberikan pengusaha kepada elit politik pada proses pemilukada. Kekuasaan elit politik dan relasinya dengan pengusaha menciptakan konsensus politik yang menjadi magnet hubungan pertukaran kepentingan seperti distribusi
posisi
kekuasaan,
penanganan
proyek
serta
kebijakan
yang
138
menguntungkan pengusaha. Realitasnya bahwa bantuan operasional politik, untuk “melunasi biaya politik” yang harus ditanggung penguasa, kepada kelompok pengusaha yang telah melimpahkan dukungan dalam memenangkan suksesi politik. 82 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang menjawab sangat setuju sebanyak 40 orang (40%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa pengusungan calon oleh partai politik biasanya berdampak kepada orientasi pembagian proyek atau sumber daya politik yang bernilai ekonomis akibat adanya pengusungan.
Tabel 4.21 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 18 Y10 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
1
1.0
1.0
1.0
Tidak Setuju
14
14.0
14.0
15.0
Setuju
48
48.0
48.0
63.0
Sangat Setuju
37
37.0
37.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
82 https://www.bing.com/search?q=Pengusungan+calon+oleh+partai+politik+biasanya+berdampak+kep ada+orientasi+pembagian+proyek+atau+sumber+daya+politik+yang+bernilai+ekonomis+akibat+adan ya+pengusungan&pc=MOZD&form=MOZSBR
139
Diagram 4.21
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y10 tentang “Pencitraan dalam pengusungan calon berbeda dengan kenyataan” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 48 orang (48%), sangat setuju sebanyak 37 orang (37%), tidak setuju sebanyak 14 orang (14%), dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang (1%). Para calon kepala daerah yang diusung parpol melakukan pencitraan dalam upaya mendapatkan simpati dan dukungan masyarakat. Perilaku pencitraan para calon kepala daerah menunjukkan sebagai seorang yang berbicara lembut, aksen sangat teratur. Perilaku pencitraan bisa jadi sampai pada pengubahan potongan rambut, gaya berbusana, menggunakan perlengkapan pakaian tertentu dan berjuang keras menurunkan nada dan tempo suara. Hal ini belum tentu dapat mempengaruhi oponi pemilih, karena penictraan tentu juga harus diiringi dengan
140
reputasi yang baik kalau tidak maka yang muncul hanyalah partai atau kandidat yang populer namun tidak electability. Akhir-akhir ini kita tampaknya sering dihadapkan oleh sebuah ambigu untuk menempatkan sosok pemimpin yang dinilai memiliki cukup kompetensi. Kompetensi yang dimaksud bisa saja berasal dari imagenya yang baik dalam masyarakat, kinerjanya yang tidak setengah-setengah untuk kemakmuran rakyat atau memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap apa yang telah diamanatkan oleh rakyat..83 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang menjawab sangat setuju sebanyak 48 orang (48%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa pencitraan dalam pengusungan calon berbeda dengan kenyataan. Tabel 4.22 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No. 19 Y11 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Tidak Setuju
11
11.0
11.0
11.0
Setuju
61
61.0
61.0
72.0
Sangat Setuju
28
28.0
28.0
100.0
83 http://www.kompasiana.com/syahirulalimuzer/antara-politik-kepartaian-dan-politikpencitraan_5715e2f37793739a0a566b06
141
Total
100
100.0
100.0
Diagram 4.22
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y11 tentang “Seleksi calon kepala daerah belum memperlihatkan persoalan-persoalan strategis tetapi hanya pada elektabilitas dan ketenaran” dari 100 responden yang menjawab setuju sebanyak 61 orang (61%), sangat setuju sebanyak 28 orang (28%), dan tidak setuju sebanyak 11 orang (11%). Dengan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat pemilih di Banten setuju dengan pernyataan tersebut. Rekruitmen dan kaderisasi melalui parpol sangat penting karena menyangkut kualitas para calon pimpinan politik. Dalam tahap ini parpol yg paling bertanggung jawab untuk menyeleksi calon terbaik dengan kualifikasi, kompetensi dan track record yang terbaik untuk diserahkan kepada masyarakat untuk dipilih. Namun parpol sering kali mengabaikan faktor kualifikasi,
142
kompetensi dan track record seseorang. Partai politik dinilai lebih mengutamakan popularitas, elektabilitas. Jabatan-jabatan publik diisi oleh orang-orang yang tidak punya kapabilitas dan orang pragmatis yang mengedepankan keuntungan pribadi bukan rakyat sehingga mengesampingkan persoalan dalam bidang pendidikan, pembangunan, penataan dan perdoalan-persoalan strategis lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 resonden, yang menjawab sangat setuju sebanyak 61 orang (61%). Hasil jawaban menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyatakan setuju bahwa seleksi calon kepala daerah belum memperlihatkan persoalan-persoalan strategis tetapi hanya pada elektabilitas dan ketenaran.
Tabel 4.23 Hasil Jawaban Responden Pada Pernyataan No.20 Y12 Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Tidak Setuju
Valid
2
2.0
2.0
2.0
Tidak Setuju
15
15.0
15.0
17.0
Setuju
37
37.0
37.0
54.0
Sangat Tidak Setuju
46
46.0
46.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
143
Diagram 4.23
Berdasarkan tabel dan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa pada pernyataan Y12 tentang “Proses seleksi
yang ditentukan berdasarkan
kemampuan besarnya modal oleh calon menyebabkan adanya potensi praktekpraktek korupsi” dari 100 responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 46 orang (46%), setuju sebanyak 37 orang (37%), tidak setuju sebanyak 15 orang (15%), dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang (2%). Proses
seleksi
mengakibatkan
oleh
parpol
parpol
yang bersifat
mengesampingkan
pragmatis
kualifikasi
dan
calon
oligarkis
berdasarkan
kompetensi kepemimpinan para elit politik. Parpol lebih mengutamakan popularitas serta kemampuan modal si calon. Hal ini memunculkan persaingan dari para elit politik untuk berlomba-lomba memiliki modal besar demi memperoleh kekuasaan untuk sebuah jabatan politik.
144
Para petinggi partai cenderung memasang tarif tinggi dalam pencalonan kepala daerah, karena setoran dari calon kepala daerah sekaligus menjadi sumber pemasukan bagi elite dan organisasi partai. Calon kepala daerah yang mengeluarkan biaya tinggi juga sudah hampir pasti berpikir bahwa biaya politik yang dikeluarkannya harus kembali. Di titik inilah, korupsi keuangan daerah akan menjadi jalan pintas untuk mengembalikan kapital yang telah dikeluarkan para kepala daerah. 4.4 Analisis Data 4.4.1 Analisis Deskriptif Data Setelah mendeskripsikan masing- masing pernyataan pada setiap variabel X dan Y, maka penulis akan mengukur berapa besar presentase masing- masing variabel sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif variable X (Profil calon kepala daerah) :
%
=74,625% Perhitungan di atas menunjukkan bahwa presentase variabel X (Profil calon kepala daerah) sebesar 74,625% dan dikategorikan baik. 2. Analisis deskriptif variable Y (Persepsi kepemimpinan) :
145
77,33% Perhitungan di atas menunjukkan bahwa presentase variabel Y (Persepsi Kepemimpinan) sebesar 72% dan dikategorikan baik. 4.4.2 Uji Normalitas Data Analisis One-Sample Kolgomorov Smirnov membandingkan fungsi distribusi kumulatif pengamatan suatu variabel dengan distribusi tertentu secara teoritis. Kriteria penentuan uji normalitas data menurut Wahyu Agung antara lain sebagai berikut: a. Jika sign pada kolom Asymp Sig (2-tailed) < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. b. Jika sign pada kolom Asymp Sig (2-tailed) > 0,05 maka data berdistribusi normal. Adapun hasil pengujian data distribusi normal pada variabel Profil Calon Kepala Daerah (X) dengan variabel Persepsi Kepemimpinan (Y) dapat dilihat pada tabel Kolgomorov-Smirnov dibawah ini:
146
Tabel 4.24 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pengaruh Profil
Persepsi
Calon Kepala
Kepemimpinan
Daerah N
100
100
Mean
23.8900
37.1600
Std. Deviation
3.68698
5.33470
Absolute
.068
.083
Positive
.065
.067
Negative
-.068
-.083
Kolmogorov-Smirnov Z
.675
.828
Asymp. Sig. (2-tailed)
.752
.500
Normal Parameters
a,b
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Berdasarkan hasil uji normalitas data terlihat bahwa nilai sign pada tabel diatas pada kolom Asymp. Sig (2-tailed) untuk variabel X (Profil Calon Kepala Daerah) sebesar 0,752, dan Variabel Y (Persepsi Kepemimpinan) sebesar 0,500. Keduaanya melebihi angka 0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa data sampel pada variabel X dan Y berdistribusi normal dan dihitung menggunakan statistic parametrik.
147
4.4.3 Uji Koefesien Korelasi Pada pembahasan ini, pengujian koefisien korelasi adalah Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel X (Profil Calon Kepala Daerah) dengan variabel Y (Persepsi Kepemimpinan), memudahkan
hal
tersebut,
penulis
menggunakan
perhitungan
Untuk Pearson
Correlation sebagai berikut :
Tabel 4.25 Correlations
Pearson Correlation Pengaruh Seleksi Calon Kepala Daerah Oleh Partai Politik
Persepsi
Calon Kepala
Kepemimpina
Daerah
n 1
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Persepsi Kepemimpinan
Pengaruh Profil
.741
**
.000 100
100
**
1
.741
Sig. (2-tailed)
.000
N
100
100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai korelasi Product Moment antar variable X (Profil Calon Kepala Daerah) terhadap Y (Persepsi Kepemimpinan) menunjukan angka sebesar 0,741. Ini berarti berdasarkan pada
148
tabel 3.9 tentang pedoman interpretasi koefisien korelasi, didapatkan bahwa nilai koefisien korelasi atau hubungan antara variabel X dengan variabel Y merupakan hubungan yang kuat dan searah karena nilainya berkisar antara 0,60 – 0,799. 4.4.4 Uji Regresi Uji regresi bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya kelinieran antara variabel bebas dengan variabel terikat. Penulis menggunakan SPSS 21 sebagai alat untuk mempermudah perhitungan, dan hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel 4.26 Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
T
Sig.
Coefficients B (Constant) 1 Pengaruh Calon Calon
Std. Error
11.549
2.372
1.072
.098
Kepala Daerah a. Dependent Variable: Persepsi Kepemimpinan
Beta
.741
4.868
.000
10.922
.000
149
Diagram 4.25
Dari tabel di atas dapat diketahui persamaan regresi sederhana yang diperoleh sebagai berikut: Y = a + BX
Y = 11,55 + 1,070 X
Pada persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa; a. Nilai konstan (a) adalah sebesar 11,55 yang artinya apa bila tidak ada variabel profil calon kepala daerah maka persepsi kepemimpinan oleh masyarakat pemilih di Banten adalah 1,070. b. Nilai koefisien variabel profil calon kepala daerah (X) memiliki nilai positif itu sebesar 1,070 berarti angka koefisien yang positif mengindikasikan adanya hubungan positif antara variabel peneliti. c. Gambar di atas menunjukkan garis lurus diagonal naik ke atas, itu berarti menunjukkan hubungan yang positif yaitu ketika nilai X (profil calon kepala
150
daerah) naik, maka akan diikuti oleh kenaikan nilai variabel Y (persepsi kepemimpinan). Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada kolom sig. variabel penggunaan media social Instagram mempunyai nilai signifikan dibawah 0,05 atau sebesar 0,000. Maka dalam penelitian ini H0 ditolak dan Ha diterima. Ini artinya terdapat Pengaruh Antara Profil Calon Kepala Daerah (X) terhadap Persepsi Kepemimpinan (Y). 4.4.5 Uji Hipotesis 1. Uji t (variabel X terhadap Y) Tahap selanjutnya adalah menguji signifikasi hubungan atau thitung antar variabel penelitian yaitu Profil Calon Kepala Daerah (X) terhadap Persepsi Kepemimpinan (Y). Perhitungannya adalah sebagai berikut: √ √
√ √
(
)
= 10, 924 (t hitung) Harga thitung tersebut kemudian dibandingkan dengan harga ttabel (lihat pada tabel ditribusi t di halaman lampiran). Untuk derajat kesalahan 5% atau 0,05, dan derajat keabsahan atau dk= n-2 (100-2=98), maka diperoleh ttabel sebesar 1,660. Ternyata harga thitung dari perhitungan diatas sebesar 10, 924
151
(hasil ini hampir sama dengan hasil thitung pada SPSS 21 di tabel 4.32 sebesar 10.922) yang artinya lebih besar dari ttabel. Sehingga didapatkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti terdapat Pengaruh antara Profil Calon Kepala Daerah (X) terhadap Persepsi Kepemimpinan (Y). 2. Uji F (Variabel X terhadap Y) Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama- sama terhadap variabel dependen (Ghozali 2006 : 84). Hasil perhitungan menggunakan SPSS 21 menghasilkan: Tabel 4.27 a
ANOVA Model
1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
1546.717
1
1546.717
Residual
1270.723
98
12.967
Total
2817.440
99
F 119.285
Sig. .000
b
a. Dependent Variable: Persepsi Kepemimpinan b. Predictors: (Constant), Pengaruh Seleksi Calon Kepala Daerah Oleh Partai Politik
Berdasarkan uji ANOVA atau F test yang tertera pada tabel 4.27 di atas, maka diperoleh Fhitung sebesar 119,285 dengan tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena probabilitas jauh lebih kecil daripada 0,05 (0,000 < 0,005) dan Fhitung lebih besar
152
dari Ftabel (119,285> 3,94) maka dapat dinyatakan bahwa variabel independen yakni Profil Calon Kepala Daerah (X) mempengaruhi variabel Persepsi Kepemimpinan (Y). Ini berarti bahwa H0 ditolak sementara Ha diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara Profil Calon Kepala Daerah Terhadap Persepsi Kepemimpinan. 3.
Koefisien Penentuan (Determinasi) Koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui sifat dan nilai hubungan
antara dua variabel sedangkan koefisien determinasi (koefisien penentuan = KP) digunakan untuk menunjukkan besar kecilnya kontribusi variabel atau pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Berikut hasil koefisien determinasi dari SPSS 21: Tabel 4.28 Model Summary Model
1
R
.741
R Square
a
.549
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .544
3.60091
a. Predictors: (Constant), PengaruhProfil Calon Kepala Daerah
Berdasarkan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai R square yaitu 0,544. Yang berarti korelasi antara variable profil calon kepala daerah (X) terhadap variable presentasi diri (Y) adalah sebesar 54,9 %, dan sisanya 45,1% ditentukan oleh faktor lain.
153
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian Kehadiran partai politik dalam pelaksanaan Pilkada menjadi salah satu wadah bagi masyarakat untuk mengimplementasikan sistem demokrasi. Sesuai dengan UU No. 8 tahun 2015 pasal 1 ayat (4) bahwa “Pasangan calon diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten / Kota. Dalam pesta demokrasi terbesar atau pilkada, peran parpol di terapkan pada fungsinya yakni rekrutmen politik. Melalui proses seleksi, partai politik berfungsi dalam terlaksananya komunikasi politik. Partai politik berperan sebagai penyalur aneka pendapat dan aspirasi masyarakat yang beragam kemudian mengaturnya sedemikian rupa serta menampung dan menggabungkan pendapat dan aspirasi tersebut kepada seperti dalam menentukan calon kepala daerah pada pilkada Provinsi Banten 2017. Sehingga masyarakat dapat mengenal sosok calon pemimpinnya setiap dilaksanakannya pesta demokrasi baik melalui media massa cetak maupun elektronik. Pada Pemilihan Gubernur Banten 2017 ini, mayoritas masyarakat telah mengenal siapa saja sosok calon gubernur yang menjadi pasangan calon dalam pilgub. Sosok para calon tidak asing lagi di mata masyarakat karena beberapa diantaranya merupakan figur dari pemerintahan sebelumnya. Seperti Wahidin yang berpasangan dengan Andika dengan nomor urut dan Rano
154
Karno yang merupakan calon petahana berpasangan dengan Embay, maju sebagai pasangan calon nomor urut dua. Peran parpol dalam fungsi rekrutmennya adalah menyiapkan kaderkader dalam pimpinan politik dan melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan. Namun, masyarakat mengetahui bahwa parpol belum transparan dalam melakukan seleksi. Hal ini karena seleksi yang dilakukan oleh parpol belum secara terbuka sehingga masyarakat belum mendapatkan informasi yang memadai tentang siapa calon kepala daerah yang diusung dan seperti bagaimana track record dari masing-masing calon. Belum
terbukanya
proses
pragmatisme di tubuh partai politik.
seleksi
menyebabkan
terjadinya
Sehingga kepemimpinan, kejujuran,
kemampuan intelektual, dan keberpihakan pada masyarakat bukan menjadi indikator utama untuk menentukan calon kepala daerah. Selain itu, proses seleksi parpol dinilai sebagai formalitas karena hanya merupakan ajang ritual menjelang pilkada. Hasilnya adalah calon kepala daerah yang diusung merupakan calon pemimpin yang tidak memiliki integritas dan kapabilitas. Sekalipun mempunyai visi dan misi, belum menggambarkan kenyataan kemampuan calon. Selain itu, seleksi yang belum terbuka dalam penentuan pasangan calon kepala daerah baik akan diusung melalui koalisi partai politik maupun non koalisi tidak bisa memberikan keterbukaan informasi publik.
155
Proses seleksi yang menjadi acuan terlaksananya demokrasi nyatanya hanya sebuah prosedural dimana tahapan dalam seleksi dilakukan sesuai aturan namun substansinya parpol berperilaku secara pragmatis dan oligarkis. Selain itu, penentuan calon oleh parpol bersifat sentralistik atau terpusat yang mengharuskan rekomendasi dari dewan pimpinan pusat parpol. Lemahnya proses seleksi oleh parpol karena prosedur yang tidak sesuai substansi mengindikasi terjadinya persaingan yang tidak adil. Para calon melakukan segala cara agar dapat maju dan diusung. Maraknya politik uang membuat parpol melakukan seleksi calon pemimpin berdasarkan kemampuan finansial bukan kemampuan memimpin. Sehingga sosok yang memiliki integritas dan kapabilitas baik tidak mampu menunjukkan loyalitasnya untuk memimpin. Sebagai dampak lain akibat adanya pragmatisme adalah strategi instan yang digunakan dengan melirik figur terkenal dari kalangan keluarga petahana (incumbent) kepala daerah (elite partai) atau kalangan artis, yang diyakini dapat menjadi modal utuk meraup suara. Kekuasaan dan kepemimpinan adalah unsur yang tidak bisa terpisah dari partai politik. Namun bentuk kekuasaan ini tidak semestinya terjadi dalam proses seleksi calon kepala daerah oleh parpol. Ketika proses seleksi
156
yang dilakukan oleh partai politik didominasi oleh calon yang memiliki kekuasaan, maka aspek kualifikasi kemampuan termarjinalkan. Pencitraan dalam upaya mendapatkan simpati dan dukungan masyarakat belum tentu dapat mempengaruhi oponi pemilih, karena penictraan tentu juga harus diiringi dengan reputasi yang baik kalau tidak maka yang muncul hanyalah partai atau kandidat yang populer namun tidak electability. Sebagai salah satu kegiatan dalam pilkada, kampanye belum menjadi cara untuk memberikan informasi yang layak untuk bekal memilih. kampanye dilakukan dengan cara menyindir, bahkan menyerang langsung dengan memopulerkan jargon yang menjatuhkan konsep diri lawan politik sehingga tidak fokus untuk menyampaikan misi visinya dengan baik. Cara-cara ini kurang sesuai bila dijadikan strategi kampanye yang dilakukan banyak calon kepala daerah. Selain itu dampak dari lemahnya seleksi parpol sering kali mengabaikan faktor kualifikasi, kompetensi dan track record seseorang. Partai politik dinilai lebih mengutamakan popularitas, elektabilitas. Parpol juga lebih mengutamakan kemampuan modal si calon. Calon kepala daerah yang mengeluarkan biaya tinggi juga sudah hampir pasti berpikir bahwa biaya politik yang dikeluarkannya harus kembali. Di titik
157
inilah, korupsi keuangan daerah akan menjadi jalan pintas untuk mengembalikan kapital yang telah dikeluarkan para kepala daerah. Proses seleksi calon oleh parpol yang berorientasi pada kemampuan finansial mengakibatkan terbentuknya hubungan antara elit politik dengan pengusaha. Hubungan tersebut merupakan pertukaran kepentingan seperti distribusi posisi kekuasaan, penanganan proyek serta kebijakan yang menguntungkan pengusaha. Lemahnya aturan yang dirumuskan dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik berimplikasi pada lemahnya sistem politik kepartaian, utamanya rendahnya kualitas partai politik. Hasil Perubahan UU No. 8 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak mendorong terbentuknya demokratisasi internal partai politik, utamanya dalam melahirkan calon-calon pemimpin. Tidak ada sanksi yang tegas bagi partai politik yang memainkan politik uang. Penelitian yang penulis lakukan berkenaan dengan “pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan” dengan melakukan survey terhadap masyarakat pemilih pada pilgub Banten 2017, penulis banyak terjadi praktik politik uang. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dideskripsikan sebelumnya tentang “pengaruh profil
calon kepala daerah
terhadap persepsi kepemimpinan” maka sesuai dengan teori yang digunakan yaitu teori S-O-R (stimulus-organism-response. Model S-O-R ini menjelaskan
158
bahwa proses komunikasi akan memunculkan persepsi dengan respon positif atau negative. Organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada stimulus tertentu pula.
Maka unsur-unsur dari teori ini adalah pesan (stimulus),
komunikan (organisme), efek (response).84 Dengan demikian dapat dijelaskan lebih mendetail bahwa stimulus yang diperhatikan oleh masyarakat responden akan mendapatkan perhatian lebih mereka. Sebab masyarakat responden sebagai organisme aktif memilih stimulus yakni profil calon kepala daerah. Dari stimulus tersebut, masyarakat responden memberikan respons berupa persepsi. Dalam penelitian ini dapat digambarkan bahwa pengaruh profil calon kepala daerah memiliki hubungan yang kuat terhadap persepsi kepemimpinan di masyarakat Banten. Hal ini dapat dibuktikan dengan jawaban responden pada kuesioner yang sebagian besar menjawab setuju atau bahkan sangat setuju. Selanjutnya, menurut hasil penelitian berdasarkan uji validitas dan reliabilitas, baik variabel X, maupun Y telah memenuhi standar validitas dan reliabilitas. Ini berarti instrumen yang digunakan bisa mewakili dari apa yang diteliti dan bisa digunakan berkali- kali dalam penelitian yang sejenis karena nilai Cronbach Alpha rata- rata di atas 0,800.
84 Onong Uchjan Effendy. Halaman 254
159
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel “Pengaruh Pofil Calon Kepala Daerah” terhadap “Persepsi Kepemimpinan” pada masyarakat pemilih Provinsi Banten dan mengukur seberapa besar antara kedua variabel tersebut. Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan antara variable profil calon kepala daerah (X) dengan variable persepsi kepemimpinan (Y) memiliki hubungan signifikansi positif terhadap variabel Y, yaitu sebesar 0,741. Ini berarti berdasarkan pedoman interpretasi koefisien korelasi, hubungan antara variabel X dengan variabel Y merupakan hubungan yang kuat karena nilainya berkisar antara 0,60 – 0,799. Dari hasil perhitungan regresi linear dengan program SPSS 21,00 maka persamaan regresi linear dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Y= 11,55 + 1,070 X dimana Y adalah Persepsi Kepemimpinan dan X adalah Pengaruh Profil Calon Kepala Daerah. Maka apabila frekuensi “Pengaruh Pofil Calon Kepala Daerah” (Variabel X) bertambah satu satuan, maka “Persepsi Kepemimpinan” (Variabel Y) akan bertambah sebesar 1,070. Dan dari hasil perhitungan uji t, menunjukkan bahwa variabel independen, yakni Pengaruh Profil Calon Kepala Daerah mempunyai signifikansi yang kurang dari 0,05 karena nilai signifikansinya adalah 0,000. Dan juga nilai thitung (10,924) > ttabel (1,660) angka tersebut menyatakan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara Profil Calon Kepala Daerah (X) terhadap Persepsi Kepemimpinan (Y). Dari hasil uji
160
F memperlihatkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam penelitian layak untuk menguji persepsi kepemimpinan yang dilakukan di social media. Hal tersebut ditunjukkan dari uji F pada variabel X terhadap Y yang diperoleh sebesar 119,285. Nilai tersebut lebih besar dari Ftabel yaitu 3,97 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (kurang dari 0,05). Hal tersebut menguatkan hasil dari Uji t bahwa dari hasil hipotesis pada penelitian ditolak. Karena pada variabel X memiliki pengaruh terhadap variabel Y. Dan pada koefisien penentu (Determinasi) menunjukkan bahwa pada nilai R square yaitu 0,544 Yang berarti korelasi antara variable X terhadap variable Y adalah sebesar 54,4%, dan sisanya ditentukan oleh faktor lain. Hasil dari pengujian hipotesis merupakan tahap akhir dari keseluruhan analisis data. Setelah seluruh nilai-nilai diperoleh, maka akan dilanjutkan dengan memberikan kesimpulan dan saran atas penelitian ini, yaitu dalam bagian penutup pada BAB V.
161
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, permasalahan yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah mengenai “Pengaruh profil calon kepala daerah terhadap persepsi kepemimpinan pada masyarakat di Provinsi Banten” dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Profil calon kepala daerah (Variabel X) memiliki nilai presentasi sebesar 74,625% , artinya bahwa masyarakat mengetahui dengan baik profil calon kepala daerah belum dilakukan secara menyeluruh melalui proses seleksi partai politik. Mengenalkan calon kepala daerah oleh partai politik harus dilakukan secara terbuka dan transparan agar masyarakat memperoleh informasi yang memadai mengenai siapa saja sosok yang diusung partai politik sebagai calon kepala daerah. 2.
Persepsi kepemimpinan juga termasuk kedalam kategori baik dimana skor pada variabel Y sebesar 77,33% . Yang berarti persepsi kepemimpinan masyarakat banten dipengaruhi dan memiliki hubungan yang kuat terhadap profil calon kepala daerah.
162
3. Hasil nilai korelasi variabel “Pengaruh profil calon kepala daerah “ terhadap variabel “Persepsi kepemimpinan” adalah sebesar 0,544, maka variabel “Pengaruh profil calon kepala daerah” menghasilkan pengaruh sebesar54,4% terhadap variabel “Persepsi Kepemimpinan”. Hal ini berarti 54,4% variabel “Pengaruh profil calon kepala daerah” adalah kontribusi dari variabel “Persepsi kepemimpinan”. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 45,1% dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain. 5.2 Saran Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti setidaknya dapat sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, instansi atau lembaga serta berbagai pihak yang terkait dalam penelitian ini. Adapun saran-saran yang penulis berikan setelah meneliti masalah dalam penelitian ini antara lain: 1. Dari kesimpulan di atas menunjukkan profil calon kepala daerah didapat sekor sebesar 74,625%. Masyarakat mengetahui bahwa pengenalan calon gubernur dan calon wakil gubernur Banten 2017 melalui seleksi partai politik belum dilakukan secara terbuka dan transparan. Namun, lembaga terkait seperti Mahkamah Konstitusi, Badan pengawas pemilu, Komisi Pemilihan Umum seakan membiarkan mekanisme ini. Seharusnya mereka lebih mengawasi adanya indikasi politik uang yang terjadi antara elit politik parpol , dan sebisa mungkin mencegah hal tersebut terjadi. Ini demi mewujudkan esensi pilkada
163
yang kompetitif dan sportif sebagai ajang kontestasi kepemimpinan politik yang belandaskan dengan demokrasi. Hal ini dapat menjadi referensi dan pertimbangan lembaga terkait pemilihan untuk mengevaluasi keadaan pilkada dengan proses seleksi yang dilakukan. 2. Kepada lembaga terkait pemilihan sangat diharapkan adanya perubahan perundang-undangan . Hal ini agar kualitas proses seleksi oleh partai politik dapat terjamin pelaksanaannya berdasarkan demokrasi. 3. Parpol diharapkan dapat mencerdaaskan
masyarakat dalam kesadaran
politiknya. Proses edukasi politik sangat dibutuhkan masyarakat, sehingga mereka sadar politik bukan hanya dianggap sebagai supporters atau pemilih saja.
164
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2009. Pilkada dan dinamikan politik lokal, Yogyakarta : pustaka pelajar Ali, Novel. 1999. Peradaban komunikasi politik. bandung: remaja rosdakarya. Budiarjo, Miriam. 2010. Dasar-dasar ilmu politik,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama Bungin, Burhan. 2005. Metode penelitian kuantitatif, Jakarta: Kencana Cholisin, dkk. 2007. Dasar –Dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: UNS Press. Darmawan, Deni. 2014. Metode penelitian kuantitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Effendy, Onong Uchjana, 2007. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti Jalaluddin, Rakhmat, 2008. Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: kencana pranada group Michael Gambel, Communication Works. New York: Random House inc. Moser, C. A., survey method in social investigation, London, Iheineman, 1969. Dikutip dari Masri Singarimbun, halaman , dalam burhan bungin, metodologi penelitian social format kualitatif dan kuantitatif, Surabaya: AUP. 2001 Mulyana, Deddy Mulyana. 2008. Ilmu Komunikasi suatu pengantar, Bandung. PT. Remaja Rosdakarya Riduan, 2013. Statistik Penelitian. Jakarta: PT. Rosdakarya Rush, Michael, Phillip Althoff, 2007,Pengantar Sosiologi Politik, Alih Bahasa oleh Kartini Kartono, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Singarimbun, Masri. 1989. Metode penelitian survey. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES
165
____________________. 2006. Metode Penelitian Survai (Edisi Revisi). LP3ES.
Subaktio, Henry. 2014. Komunikasi politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group Sugiyono, 2013. Statistika untuk penelitian, Bandung: Alfabeta, Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. 2012. Trihendradi, C. 2013.Step by Step IBM SPSS 21: Analisis Data Statistik. Walgito, Bimo. 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Andi Yogyakarta Wirawan Sarlito, 1982. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang
Jurnal dan Skripsi Saputra, Wengky. 2012. POLA REKRUTMEN PARTAI POLITIK (Studi: Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Dalam Menetapkan Caleg Pada Pemilu Legislatif 2009 Di Kabupaten Agam). Universitas Andalas: Padang.
Web / Internet http://halloapakabar.com/partai-politik-cenderung-pragmatis-usung-calon-kepala-daerah http://m.suarakarya.id/2016/04/12/format-baru-pilkada-2017.html http://www.kompasiana.com/syahirulalimuzer/antara-politik-kepartaian-dan-politikpencitraan_5715e2f37793739a0a566b06
https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat https://newsmedia.co.id/ini-daftar-jumlah-calon-pemilih-di-pilkada-banten-2017/
https://www.bing.com/search?q=Pengusungan+calon+oleh+partai+politik+biasanya+berda mpak+kepada+orientasi+pembagian+proyek+atau+sumber+daya+politik+yang+bernilai+eko nomis+akibat+adanya+pengusungan&pc=MOZD&form=MOZSBR https://www.kpu-bantenprov.go.id/berita/234-kpu-banten-tetapkan-daftar-pemilih-tetap https://www.merdeka.com/politik/kpu-ingatkan-calon-kepala-daerah-main-politik-uangdapat-dipenjara.html
166
http://parlemen.net
Rully Chairul Azwar. Pengembangan SDM Partai Politik: Rekrutmen dan Kaderisasi di Partai Golkar. Pokok-pokok pikiran disampaikan pada seminar nasional Pembaharuan Partai Politik" yang diselenggarakan oleh PUSKAPOL FISIP UI, Jakarta, 18 September 2008. http://parlemen.net. Update pukul 08.00 tanggal 18 Mei 2011. Hal: 1 update: pukul 08.00 tanggal 18 Mei 2011 www.rumahpemilu.org www.rumahpemilu.org
www.slideshare.net/rachmatstatistika :diakses pada Senin, 14 Maret 2016 pukul 20.51
167
LAMPIRAN-LAMPIRAN
168
Lampiran 1 : Kuesioner Nama Responden
:
Jenis kelamin
:
Kecamatan
:
Hari/tanggal
:
Saya adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik, UNTIRTA yang sedang melakukan penelitian SKRIPSI mengenai pengaruh seleksi calon kepala daerah oleh partai politik terhadap persepsi kepemimpinan masyarakat. Kesedihan Bapak / Ibu / Saudara / i untuk mengisi kuisioner penelitian ini sangat saya harapkan. Pernyataan dan data responden hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian dan diolah menggunakan kaidah kelimuan yang komperehensif serta sangat dijaga kerahasiaannya. Mohon agar tidak ragu untuk menjawab karena semua jawaban benar, dan tidak ada yang salah. Terima kasih atas kesediaan Bapak / Ibu / Saudara / i mengisi kuisioner ini. Hormat Saya,
Siti Nurfaizah Mohon diisi dengan lengkap dan teliti Data Responden Jenis Kelamin
: Laki-laki/perempuan (*coret yang tidak perlu)
Usia
:
Pekerjaan
:
A. Tanggapan Responden Cara pengisian angket:
169
1. Pengisian angket dilakukan dengan cara memberi tanda check list () pada setiap pernyataan angket. 2. Bobot atau skor untuk setiap pernyataan adalah: Sangat satuju
: SS
Skor
:4
Setuju
:S
Skor
:3
Tidak Setuju
: TS
Skor
:2
Sangat Tidak Setuju : STS Skor
:1
3. Dimohon untuk mengisi jawaban sesuai dengan kenyataan sebenarnya demi tingkat kepercayaan hasil penelitian. NO
PERTANYAAN
JAWABAN SS
SISTEM REKRUTMEN (variabel x) 1. Saya mengetahui peran partai politik dalam seleksi calon tidak transparan 2. Kepemimpinan, kejujuran, kemampuan intelektual, dan keberpihakan pada masyarakat belum menjadi indikator utama dalam menentukan calon kepala daerah 3. Seleksi yang dilakukan oleh partai politik masih bersifat formalitas 4. Visi dan misi calon belum menggambarkan kenyataan kemampuan calon 5. Seleksi yang dilakukan oleh partai politik belum memberikan jaminan dan kualitas karena hal ini juga belum diatur oleh perundang-undangan 6. Proses demokrasi dalam seleksi hanya bersifat prosedural atau secara aturan
S
TS
STS
170
7. Proses sleksi bersifat sentralistik/terpusat 8. Proses seleksi parpol belum mencerminkan persaiangan secara adil PRESEPSI (variabel y) TAHAP SELEKSI PERHATIAN SPONTAN 9.
Saya mengetahui siapa saja calon kepala daerah yang diusung oleh parpol
10. Saya mengetahui bahwa calon kepala daerah yang diusung
diputuskan
berdasarkan
keputusan
pimpinan pusat partai politik PERHATIAN REFLEKTIF 11. Saya mengetahui proses seleksi calon kepala daerah yang dilakukan oleh partai politik lebih didominasi oleh calon yang memiliki kekuasaan 12. Saya mengetahui proses seleksi calon kepala daerah ditentukan oleh kemampuan modal si calon 13. Saya mengetahui bahwa karena modal menjadi faktor utama dalam pencalonan maka kaderisasi tidak berjalan dan calon yang diusung biasanya dari elit politik tertentu 14. Proses seleksi calon lebih kearah pada upaya mendapatkan kekuasaan PERHATIAN STATIS 15. Kampanye
politik
pada
pilkada
belum
memberikan informasi yang layak untuk bekal memilih
171
PERHATIAN DINAMIS 16. Pasangan calon yang diusung oleh partai koalisi maupun perseorangan atau non kualisi belum memiliki
pertanggung
jawaban
terhadap
keterbukaan informasi public TAHAPAN ORGANISASI Frame of Reference (Pengetahuan) 17. Pengusungan calon oleh partai politik biasanya berdampak kepada orientasi pembagian proyek atau sumber daya politik yang bernilai ekonomis akibat adanya pengusungan Frame of Experience (Pengalaman) 18. Pencitraan dalam pengusungan calon berbeda dengan kenyataan TAHAP INTERPRETASI PEMBENTUKAN MAKNA 19. SSeleksi
calon
memperlihatkan
kepala
daerah
belum
persoalan-persoalan
strategis
tetapi hanya pada elektabilitas dan ketenaran PEMBENTUKAN EKSPRESI 20. Proses
sleksi
kemampuan
yang
ditentukan
besarnya
modal
berdasarkan oleh
calon
menyebabkan adanya potensi praktek-praktek korupsi
172
Lampiran 2: Jawaban Responden Data jawaban responden pada variabel X X1
X2 3 3 4 3 3 3 2 3 3 2 1 3 4 3 4 2 3 4 2 3 3 2 2 2 3 1 2 1 1 3 2 3 3 2 3 1
X3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 1 4 2 3 4 3 2 4 1 3 4 3 3 3 4 3 2 1 3 4 3 3 3 3 3 4
X4 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 1 2 2 2 4 3 2 2 3 2 3 2 4 3 3 4
X5 2 2 3 3 2 3 4 3 4 3 1 3 3 3 3 3 4 4 2 3 3 3 1 3 3 1 3 2 3 3 3 3 4 3 3 1
X6 3 2 4 3 3 3 2 3 4 3 3 3 3 3 2 3 4 4 4 4 2 3 2 4 4 3 3 3 4 4 3 2 3 4 3 4
X7 3 2 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 2 4 2 2 3 2 3 4 3 4 4 4 3 3 3 2 3 2
X8 3 3 4 4 3 2 4 4 2 2 3 4 3 2 2 3 4 4 3 4 3 3 3 1 2 4 3 2 3 4 3 3 3 3 2 2
3 4 3 3 4 3 1 4 3 3 3 3 3 2 3 4 4 4 3 4 3 2 2 4 3 2 2 3 3 4 3 4 3 3 2 2
JUMLAH 23 22 28 27 24 23 22 28 25 22 20 28 25 23 24 25 29 32 20 28 21 20 18 21 26 21 20 18 24 28 23 23 26 23 22 20
173
4 2 2 2 3 2 3 3 2 1 3 3 3 2 3 3 3 4 2 2 2 4 4 4 4 4 2 3 1 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4
4 3 3 3 2 4 3 3 2 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2 4 2 2 2 3 3 4 1 2 4 3 3 3 3 2 4 3
4 3 3 3 3 2 2 2 3 4 3 4 3 3 3 2 2 4 3 3 3 4 3 4 4 4 3 3 4 2 3 4 4 2 2 2 3 2 3
3 3 3 3 3 1 3 2 2 4 2 3 3 3 2 2 2 4 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 4 2 2 3 3 2 3
4 4 4 4 3 4 2 2 2 4 3 4 4 3 3 2 2 3 4 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 2 2 3 4 2 2 2 3 2 3
4 3 3 3 3 3 2 2 3 3 4 4 3 3 3 2 2 4 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 4 4 3 3 2 3 2 3
4 3 3 3 3 4 2 2 2 4 3 4 3 2 3 2 2 4 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 2 3 4 2 3
3 4 4 4 3 4 2 2 3 3 3 4 4 4 3 2 2 4 4 4 2 3 3 3 4 3 3 4 3 4 4 4 4 2 2 3 4 3 2
30 25 25 25 23 24 19 18 19 27 25 29 26 23 23 18 18 31 22 25 21 25 26 25 26 25 23 24 24 21 22 29 30 21 19 21 26 21 24
174
4 4 4 4 3 2 2 3 4 2 2 2 3 2 3 4 4 3 1 3 2 3 4 4 2
3 3 4 4 2 3 3 4 4 3 3 2 3 2 3 3 4 4 2 3 3 4 3 3 1
3 2 4 2 3 4 4 4 4 2 2 3 4 3 2 4 4 3 1 4 2 4 3 4 2
3 1 4 2 3 3 3 4 3 2 3 2 4 2 2 4 3 3 1 3 1 2 3 4 3 TOTAL
4 4 3 1 2 3 3 3 3 2 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3
3 4 4 2 4 3 3 3 4 2 3 2 3 1 3 4 4 4 2 4 2 3 3 3 2
3 4 3 1 2 3 3 3 3 3 3 2 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 2
4 4 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 5 4 2 3 3 4 4 4 3
27 26 29 17 22 24 24 27 28 19 22 19 27 21 23 30 32 28 15 28 19 27 28 29 18 2389
175
Data jawaban responden pada variabel Y Y1
Y2 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 2 3 4 4 3 4 3
Y3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 2 4 3 4 3 4 2 4 4 3 3 3 2 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3
Y4 3 4 3 3 4 3 2 3 2 2 1 4 2 2 3 3 4 4 4 4 3 1 2 4 3 3 2 4 4 2 2 4 2 3 3 1 3
Y5 2 4 3 4 4 3 3 3 2 2 1 4 2 3 2 3 4 4 4 4 2 2 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4
Y6 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 2 4 4 4 4 3 4 4 2 3 3 2 4 4 4 4 2 2 4 3 2 3 3 3 3 1 4
Y7 3 2 4 3 2 3 2 3 2 2 2 4 4 4 4 3 4 4 3 4 2 3 2 4 4 3 2 1 4 4 3 4 3 3 3 2 3
Y8 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 1 4 3 3 3 4 3 2 3 3 1 3 3 4 3 4 2 4 4
Y9 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 2 3 3 4 2 4 3 3 1 3 3 2 3 2 3 4 2 4 3 4 3 4 4
2 3 4 4 3 3 4 3 2 2 2 4 3 4 3 3 3 4 1 4 4 2 1 3 3 3 3 1 3 4 2 3 2 4 3 2 4
Y10 3 4 4 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 2 3 4 4 3 2 4 1 4 3 4 4 4 3 4 3
Y11 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 4 3 2 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 2 3 4 3
Y12 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 1 4 3 2 3 4 4 2 2 2 3 4 3 4 4 4 2 2 3
Jumlah 34 42 40 43 37 41 36 40 35 33 32 46 38 39 40 37 45 47 32 42 38 30 33 44 42 33 31 34 38 43 28 43 38 43 34 34 41
176
4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 2 3 2 4 2 2 4
4 4 4 3 2 2 2 3 3 3 4 2 2 3 2 2 4 4 4 3 3 3 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 2 3 3
3 3 3 2 1 2 2 2 4 2 4 4 3 3 2 2 3 2 3 2 1 4 1 2 1 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3
4 4 4 2 4 2 2 2 4 2 4 4 2 3 2 3 4 4 4 3 2 4 2 4 2 4 1 2 3 3 3 3 2 3 3 4 4 3 3
3 3 3 2 1 4 3 3 4 3 4 4 2 3 3 2 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 2 4 4 3 4 2 3 3 3 4 3 3
3 3 3 3 4 2 3 2 4 3 3 4 3 2 2 2 4 1 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 1 1 2 3 2 2 2 3 1 2 3
4 4 4 3 4 3 2 3 3 3 4 4 4 3 2 2 4 4 4 2 2 3 2 3 2 4 3 4 3 3 3 4 3 2 2 3 4 3 4
3 3 3 3 1 2 2 3 4 2 4 3 3 4 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 2 2 2 4 4 2 3
4 4 4 3 4 2 2 2 4 3 2 4 3 3 2 2 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 2 4 3 3 3 4 2 3 2 3 1 3 4
4 4 4 3 4 2 2 3 4 2 4 4 3 4 2 3 4 3 4 2 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 4 4 4
3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 3 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4
4 3 3 3 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 3 2 3 3 2 3 3 4 3 3
43 42 42 34 35 30 29 31 46 33 45 43 36 37 28 28 46 39 43 33 35 40 36 37 36 43 32 37 35 35 35 40 29 31 29 40 37 34 41
177
3 3 1 1 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4
4 4 1 4 1 2 4 3 3 3 3 2 4 3 3 3 4 4 4 2 3 3 4 4
5 3 1 4 2 3 4 4 2 2 2 3 2 3 3 2 4 2 4 1 3 3 3 2
4 3 3 3 2 2 3 4 2 2 3 3 2 3 3 1 4 2 3 1 4 3 4 2
5 3 2 4 3 3 4 3 3 2 3 4 2 3 3 4 3 1 3 3 3 4 4 3
4 4 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 2 3 3 4 4 1 4 3 3 4 3 3
TOTAL
4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 5 3 1 4 3 3 3 3 3
4 4 3 2 4 4 3 4 2 3 3 3 4 3 3 5 3 2 3 3 3 3 3 3
4 4 2 3 1 1 2 3 2 2 2 3 1 2 3 4 4 3 3 2 3 4 3 1
4 4 3 4 3 3 3 4 3 2 2 3 4 3 4 4 4 3 3 2 3 4 3 2
5 4 2 4 3 3 3 4 2 2 2 4 4 2 3 4 4 3 3 3 4 4 3 3
4 4 3 4 3 3 2 3 3 2 3 3 4 3 3 4 4 3 3 1 4 4 4 4
50 44 27 39 32 33 37 42 31 28 31 39 37 35 38 44 45 29 41 27 40 42 40 34 3716
178
Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian
179
180
181
182
183
184
185
186
187
Lampiran 5. Biodata Penulis
Nama
: Siti Nurfaizah
Alamat
: Puri Cilegon Hijau Blok C1/ 4, Kotasari-Gerogol, Cilegon
Tempat/TanggalLahir : Jakarta, 3 Agustus 1994 JenisKelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Nomor Handphone
: 087809199159
E – mail
:
[email protected]
RiwayatPendidikan 2012 – 2016
S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan AgengTirtayasa
2009 – 2012
SMKN 1 Karanganyar-Kebumen
2006 – 2009
SMPN 1 Karanganyar-Kebumen
2000 – 2006
SDN 1 Jatiluhur-Karanganyar, Kebumen
1999 – 2000
TK Al – Ikhwan, Soroako-Sulawesi Selatan
188
PengalamanOrganisasi 1. Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi
2. KSR PMI UPT Untirta