Pengaruh Perubahan Alur terhadap Waktu Pelayanan Farmasi Pasien Pulang Rawat Inap RS Baptis Batu Effect of Stage Changes to Pharmaceutical Services Time of Discharged Inpatient at Baptis Hospital Batu Joys Karman NP1, Lukman Hakim1, Dolly Irbantoro2 1
Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2
Rumah Sakit Baptis Batu Malang
ABSTRAK Instalasi farmasi di rumah sakit merupakan satu-satunya unit di rumah sakit yang mengadakan barang farmasi yang beredar di rumah sakit serta bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat yang siap pakai bagi semua pihak di rumah sakit. Respon time pelayanan obat pada pasien pulang rawat inap di RS Baptis Batu membutuhkan waktu terlama. Penelitian ini bertujuan melakukan perubahan respon time pelayanan farmasi rawat inap untuk pasien pulang rawat inap.Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan metode time and motion study. Desain penelitian digunakan untuk melihat pengaruh perubahan alur pelayanan farmasi pasien pulang rawat inap dengan melihat perubahan waktu pelayanan sesuai alur pelayanan yang telah disepakati. Pada waktu total pelayanan sebelum perlakuan diperoleh rata-rata sebesar 53,4667± 30,6175 sedangkan untuk waktu total pelayanan sesudah perlakuan diperoleh rata-rata sebesar 43,8333 ± 20,5075. Nilai t yang diperoleh sebesar 1,361 dan p= 0,184. Artinya perbedaan waktu pelayanan obat sebelum dan sesudah tidak berbeda signifikan. Waktu pelayanan farmasi pasien pulang rawat inap telah ada perbaikan namun belum sesuai target. Maka dari itu disarankan pembuatan SPO alur pelayanan obat pasien pulang rawat inap dengan standar waktu yang ditentukan, optimalisasi pembagian tenaga saat hari libur serta penyederhanaan penggunaan aplikasi dengan mempermudah perhitungan akhir dan perbaikan penomoran barcode obat.
Kata Kunci: Pasien pulang rawat inap, pelayanan farmasi ABSTRACT Pharmaceutical installation at a hospital is the only unit that hold pharmaceutical good circulation within the hospital and is responsible for the procurement and presenting ready-made drug information for all parties in the hospital. Respond time of drug services to discharged inpatient at Baptis hospital Batu is the longest. This study aims to change the respond time inpatient pharmacy services to discharged inpatient . This study is an experimental study using time and motion study. Study design was used to observe the effect of changes in the stages of drug services to discharged inpatient by looking at the service time change within the agreed stages. Total time of service before treatment gained an average of 53.4667 ± 30.6175 while the total time after treatment services gained an average of 43.8333 ± 20.5075. T value obtained is at 1.361 and p = 0.184. Meaning that the difference before and after drug service time is not significantly different. Duration of drug services to discharged inpatient has been improved but does not meet the target. Therefore,it is suggested that SPO on drug services to discharged inpatient on standard specified time should be made, optimization of distributing the officers during holidays, as well as the simplification of the application usage to ease the calculation of the final and fix the drug barcoding. Keywords: Discharged inpatient, pharmacy services Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. xx, No. xx, xxxx; Korespondensi: Joys Karman NP. Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, Jl. Veteran Malang 65145 Tel. (0341) 569117 Email:
[email protected]
00
Pengaruh Perubahan Alur terhadap Waktu...
PENDAHULUAN Peranan instalasi farmasi di rumah sakit sangatlah penting. Instalasi farmasi di rumah sakit merupakan satusatunya unit di rumah sakit yang mengadakan barang farmasi yang beredar di rumah sakit serta bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat yang siap pakai bagi semua pihak di rumah sakit (1). Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian di rumah sakit secara menyeluruh dan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (2). Pelayanan farmasi saat ini telah berkembang dari sekedar suplai obat menjadi pelayanan yang berfokus pada pasien (3). Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Apoteker bertanggung jawab dalam tercapainya tujuan terapi yaitu penggunaan obat yang rasional (2). Peran apoteker dalam konseling pasien pulang rawat inap meningkatkan pengetahuan pasien tentang pengobatan yang diberikan, mengurangi angka rawat inap ulang dan meminimalkan polifarmasi. Penghalang utama apoteker dalam memberikan konseling adalah sedikitnya waktu dan kurangnya tenaga yang dimiliki (4). Kepuasan pelanggan merupakan fokus dari pelayanan rumah sakit (5-7). Kepuasan pelanggan atau pasien terhadap pelayanan kesehatan menjadi komponen penting dalam penyelenggaraan kualitas pelayanan yang baik (8). Waktu pelayanan yang baik berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Sebuah organisasi dalam hal ini rumah sakit harus dapat mengontrol waktu pelayanan dalam mencapai standar pelayanan terhadap pasien yang berdampak terhadap kepuasan pasien secara keseluruhan. Penataan terhadap alur pasien mulai datang hingga pulang menjadi kunci penting yang perlu diperhatikan (9,10). Instalasi farmasi di rumah sakit harus memiliki organisasi yang memadai. Susunan organisasi instalasi farmasi RS Baptis Batu terdiri dari kepala instalasi farmasi yang membawahi tiga unit yaitu farmasi rawat jalan, farmasi
00
rawat inap dan pembelian. Tiga unit tersebut membawahi asisten apoteker, juru racik obat dan tenaga administrasi (1). IFRS Baptis Batu memiliki standar ketenagaan yang telah ditentukan. Kepala IFRS dan koordinator harus memiliki pendidikan sebagai apoteker dan memiliki sertifikasi yang sesuai peraturan perundang-undangan. Asisten apoteker harus memiliki pendidikan diploma III farmasi. Juru racik dan administrasi harus memiliki pendidikan minimal sekolah menengah atas (SMA) (11). Pengaturan jaga telah ditetapkan bagi tenaga IFRS Baptis Batu. Jumlah tenaga sebanyak 18 orang terdiri dari satu orang kepala IFRS, dua orang koordinator sub unit, tujuh tenaga asisten apoteker, lima tenaga juru racik, dan tiga tenaga administrasi. Asisten apoteker memiliki shift kerja terbanyak sebanyak 3 shift selama 24 jam. Juru racik dibagi menjadi 2 shift. Tenaga administrasi sebanyak 1 shift (11). Gambar 1. Alur pelayanan obat pasien di rawat inap yang KRS di RS Baptis Batu Alur pelayanan obat pasien rawat inap yang
KRS terdiri dari beberapa tahapan. Setelah menerima obat retur dari sirkuler, apoteker menyerahkan obat tersebut kepada petugas admin untuk melakukan proses retur obat. Apoteker lalu menyiapkan etiket obat pulang dan menyerahkan resep obat pulang pada juru racik untuk meracik obat pulang. Dilakukan cross check dengan petugas admin kemudian hasil perhitungan obat diserahkan ke kasir. Pada tahun 2014, waktu tunggu pasien pulang rawat inap di RS Baptis Batu berada di atas 2 jam. Bahkan untuk pasien asuransi membutuhkan waktu lebih dari 5 jam. Penundaan waktu pulang pasien rawat inap berdampak pada kapasitas tempat tidur rumah sakit (12). Pasien baru yang membutuhkan rawat inap tidak mendapatkan tempat tidur dengan segera (13). Pada akhirnya penundaan tersebut berpengaruh terhadap kepuasan pasien dan pendapatan rumah sakit (9). Waktu tunggu, penundaan pelayanan dan pembatalan pelayanan merupakan hal yang sering terjadi dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada banyak kasus hal tersebut terjadi karena permasalahan alur pelayanan. Permasalahan tersebut muncul karena adanya sistem
Gambar 1. Alur pelayanan obat pasien di rawat inap yang KRS di RS Baptis Batu Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. xx, No. xx,xxxx
Pengaruh Perubahan Alur terhadap Waktu...
00
Gambar 2. Alur pelayanan obat pasien di rawat inap yang KRS di RS Baptis Batu oleh satu orang apoteker
pelayanan kesehatan yang beragam. Variasi yang muncul dapat diatasi dengan melakukan pengaturan dan perbaikan pada sistem tersebut sesuai kebutuhan. Saat variasi yang terjadi semakin kecil maka alur pelayanan semakin efektif. Alur pelayanan yang efektif akan meningkatkan jumlah pelayanan yang dapat dilakukan rumah sakit dengan segala sumber daya yang tersedia (9,10). Berdasarkan hasil observasi terhadap alur pasien pulang rawat inap didapatkan bahwa waktu pelayanan farmasi pada pasien pulang rawat inap di RS Baptis Batu membutuhkan waktu terlama. Perbaikan waktu pelayanan farmasi dapat mengurangi waktu tunggu pasien pulang rawat inap. Perbaikan tersebut diupayakan dengan melakukan perubahan pada alur pelayanan obat pasien pulang rawat inap. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh perubahan alur pelayanan obat terhadap waktu pelayanan farmasi pada pasien pulang rawat inap. Hal ini sangat berguna untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi rawat inap RS Baptis Batu. METODE Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian pre and post intervensiondengan menggunakan metode time and motion study. Desain penelitian digunakan untuk melihat pengaruh perubahan alur pelayanan farmasi pasien rawat inap yang keluar rumah sakit (KRS) dengan melihat perubahan waktu pelayanan sesuai alur pelayanan yang telah disepakati. Sampel Penelitian Sampel adalah paket resep dan obat dari pasien rawat inap yang KRS yang dibawa oleh petugas sirkuler. Setiap paket terdiri dari resep obat pulang dan sisa obat yang di retur. Pengambilan sampel dengan metode purposive sampling sejumlah masing-masing 30 sampel sebelum dan sesudah perubahan alur pelayanan. Paket yang dipilih merupakan paket yang dilengkapi lembar keuangan 8 dari kasir dan melewati alur pelayanan farmasi secara tuntas.
Pengumpulan data Pada tahap pertama dilakukan focus group discussion (FGD) dengan bagian instalasi farmasi. Pada FGD tersebut dibahas tentang alur pelayanan instalasi farmasi pada pasien rawat inap yang KRS. Selanjutnya dilakukan observasi terhadap alur pelayanan tersebut. Observasi dilaksanakandi instalasi farmasi rawat inap RS Baptis Batu mulai 25 Oktober 2014 sampai dengan 14 November 2014. Observasi dilakukan terhadap petugas farmasi rawat inap. Bagian yang diamati adalah proses saat apoteker menerima obat retur dari sirkuler sampai dengan perhitungan obat masuk ke kasir. Pada proses ini terdapat empat kegiatan yang dilihat yaitu: 1) menerima obat, resep pulang dan lembar keu 8 dan memberikan nomor urut, 2) proses retur obat, 3) menyiapkan obat pulang (OPL), 4) meracik OPL. Proses menyiapkan obat pulang dan meracik OPL dilakukan bersamaan dengan proses retur obat. Kegiatan yang ada diobservasi dan dihitung respon timenya. Bila hal di atas dilakukan oleh satu orang apoteker maka alurnya adalah sebagai berikut : Gambar 2. Alur pelayanan obat pasien di rawat inap yang KRS di RS Baptis Batu oleh satu orang apoteker Alur pelayanan obat
pasien rawat inap yang KRS terdiri dari beberapa tahapan. Setelah menerima obat retur dari sirkuler, apoteker menyerahkan obat tersebut kepada petugas admin untuk melakukan proses retur obat. Apoteker lalu menyiapkan etiket obat pulang dan menyerahkan resep obat pulang pada juru racik untuk meracik obat pulang. Dilakukan cross check dengan petugas admin kemudian hasil perhitungan obat diserahkan ke kasir. Pada tahap kedua dilakukan FGD terhadap hasil yang didapatkan dari tahap pertama. Pada FGD disepakati untuk dilakukan intervensi terhadap alur yang ada dan menjalankan alur sesuai kesepakatan. Intervensi dilakukan pada alur dengan merubah proses kegiatan yang ada. Awalnya kegiatan 3, menyiapkan obat pulang (OPL), dilakukan sebelum perhitungan obat masuk ke kasir. Dilakukan perubahan dengan melaksanakan kegiatan 3 setelah perhitungan obat masuk ke kasir. Proses retur obat Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. xx, No. xx,xxxx
Pengaruh Perubahan Alur terhadap Waktu...
00
Gambar 3. Alur pelayanan obat pasien di rawat inap yang KRS di RS Baptis Batu setelah intervensi
pun dipercepat dengan menghilangkan proses pencocokan dengan software rawat inap. Standar yang ditetapkan dari hasil focus group discussion (FGD) adalah 30 menit. Gambar 3. Alur pelayanan obat pasien di rawat inap yang KRS di RS Baptis Batu setelah intervensi Manajer instalasi farmasi
melakukan sosialisasi kepada petugas instalasi farmasi rawat inap. Observasi alur baru dilaksanakan di instalasi farmasi rawat inap RS Baptis Batu mulai 5 Desember 2014 sampai dengan 10 Desember 2014. Sampel diambil dari pasien rawat inap yang KRS sebanyak 30 sampel. Setelah itu dihitung kembali respon time kegiatan. Pada penelitian dilakukan pengamatan terhadap aktifitas kegiatan yang dilakukan tanpa adanya intervensi terhadap petugas farmasi rawat inap. Pengamatan dilakukan pada saat pagi hari baik pada hari kerja maupun pada hari libur. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi yang diisi secara langsung saat pengamatan dan stopwatch untuk menghitung waktu. Lembar observasi berisikan tabel yang dapat memuat identitas pasien rawat inap, jenis penjaminan pasien, petugas farmasi rawat inap yang diamati serta respon time kegiatan dalam alur pelayanan. Analisis Data Respon time kegiatan pada alur pelayanan obat pasien pulang rawat inap dihitung dalam menit. Analisis data sampel dideskripsikan dengan parameter rerata dan standar deviasinya. Digunakan uji t berpasangan untuk melihat perubahan sebelum dan sesudah perlakuan.
Waktu tunggu OPL ke retur. Total waktu pelayanan obat diperoleh rata-rata sebesar 53,467 menit dengan standar deviasi sebesar 30,617. Nilai standar deviasi yang relatif besar menunjukkan bahwa waktu pelayanan obat cukup beragam. Menarik untuk dikaji bahwa waktu terpanjang justru terjadi pada jeda waktu penerimaan obat ke OPL atau retur dengan penyimpangan yang sangat besar. Secara keseluruhan jeda waktu merupakan porsi terbesar >50%.
Tabel 1. Deskripsi rerata waktu pelayanan farmasi pasien pulang rawat inap di RS Baptis Batu masing-masing kegiatan perubahan
Respon Time Kegiatan
Hasil Uji (sebelum)
Hasil Uji (sesudah)
Rerata Standar Deviasi
Rerata Standar Deviasi
Jeda waktu obat datang ke 7,367 penerimaan obat Menerima obat, resep pulang 1,300 dan lembar keu 8 dan memberikan nomor urut Jeda waktu penerimaan obat ke 21,500 OPL atau retur Menyiapkan obat pulang (OPL) 2,967 Meracik OPL 7,400 Proses retur obat 13,500 Jeda waktu OPL atau retur ke 3,167 kasir Jeda waktu OPL ke retur 1,167 Total 53,467
13,317
6,533
11,010
0,466
1,600
0,498
27,491
8,900
11,109
1,671 5,757 8,989 9,006
3,700 10,200 14,867 0,000
2,231 8,129 9,328 0,000
2,925 30,617
2,800 43,833
6,205 20,507
HASIL Setelah dilakukan pengamatan didapatkan adanya waktu tunggu diantara 4 kegiatan yang diamati. Waktu tunggu yang diamati yaitu: 1) Waktu tunggu obat datang ke penerimaan obat, 2) Waktu tunggu penerimaan obat ke OPL atau retur, 3) Waktu tunggu OPL atau retur ke kasir, 4)
Penelitian ini bertujuan melihat perubahan respon time pelayanan farmasi rawat inap untuk pasien pulang rawat inap sebelum dan sesudah dilakukan perubahan alur. Perubahan alur yang dilakukan berfungsi untuk mengurangi jeda waktu dan mempercepat pelayanan. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. xx, No. xx,xxxx
Pengaruh Perubahan Alur terhadap Waktu...
Tabel 2. Perbedaan respon time pelayanan farmasi pasien pulang rawat inap di RS Baptis Batu sebelum dan sesudah perlakuan Respon Time Kegiatan Unit Kerja
Sebelum perlakuan
Instalasi Farmasi 53,4667 ± 30,6175 Rawat Inap
Setelah perlakuan
Hasil Uji
t=1,361 ; 43,8333 ± 20,5075 p=0,184
Perbedaan respon time pelayanan farmasi sesudah perlakuan menunjukkan perbedaan 10 menit ( 43,833±20,507) dibandingkan sebelum perlakuan (53,467±30,617) dengan nilai penyimpangan yang lebih kecil. Meskipun demikian variasi yang terjadi masih lebih besar dari perbedaan tersebut sehingga hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tersebut tidak signifikan (t=1,361; p=0,184 ) dan masih lebih tinggi dari standar yang ditargetkan yaitu 30 menit. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi perubahan SOP yaitu pelaksanaan OPL sesudah penghitungan harga dan penyederhanaan proses retur belum dapat memberikan perbedaan signifikan waktu pelayanan farmasi rawat inap meskipun sudah terjadi penurunan
DISKUSI Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa memang terjadi penurunan pada waktu pelayanan sekitar 10 menit dari 53,467±30,617 menjadi 43,833±20,507 dengan penyimpangan yang tinggi, dan masih lebih lama dari target yang ditetapkan yaitu 30 menit. Belum ada standar waktu yang digunakan sebagai pedoman dalam pelayanan farmasi pasien pulang rawat inap. Penyebab lamanya waktu pelayanan farmasi salah satunya adalah adanya penundaan yang membuat proses menjadi lebih lama (14). Terlihat dari hasil penelitian dengan munculnya jeda waktu diantara proses kegiatan yang diamati. Jeda waktu muncul diakibatkan petugas farmasi masih mengerjakan pekerjaan lain atau mengerjakan paket resep sebelumnya. Komponen jeda waktu memiliki total waktu lebih besar daripada komponen kegiatan pelayanan farmasi pasien pulang rawat inap. Hal tersebut menandakan proses pelayanan farmasi kurang efektif. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi waktu pelayanan. Faktor-faktor tersebut terkait dengan munculnya variasi dalam sistem pelayanan kesehatan. Bila dilakukan manajemen terhadapnya maka alur pelayanan menjadi lebih efektif dan waktu pelayanan semakin efisien. Faktor-faktor tersebut meliputi sistem teknologi informasi yang diaplikasikan, jumlah dan kemampuan sumber daya manusia, jumlah obat atau barang, kebijakan rumah sakit, dan lama hari rawat (14,15). Setelah FGD dilakukan perubahan alur dan pemotongan proses retur. Pencocokan dengan aplikasi rawat inap tidak dilakukan lagi. Walaupun demikian proses retur masih memakan waktu. Salah satu penyebab waktu tidak berkurang terlalu lama adalah aplikasi yang kurang mendukung. Sistem teknologi informasi yang baik dapat mendukung produktifitas sebuah institusi (16). Sistem teknologi informasi yang baik berefek pada peningkatan efektifitas pelayanan di rumah sakit. Pelayanan yang efektif dapat meningkatkan jumlah pelayanan yang dilakukan dan mengefisiensikan waktu pelayanan yang dibutuhkan (17). Kode barcode pada obat berbeda
00
walaupun obat yang diretur memiliki merek sama. Kejadian tidak diharapkan akibat kesalahan pemberian barcode obat sangat mungkin terjadi (18). Diperlukan waktu untuk memisahkan obat sesuai kodenya. Perhitungan akhir pun tidak secara total namun perhari sehingga masih ada kemungkinan timbulnya kesalahan. Penyederhanaan aplikasi dengan menghitung secara total di akhir tanpa harus menghitung harian serta penyeragaman kode barcode obat akan sangat membantu dalam mempercepat proses pelayanan farmasi dan kejadian tidak diharapkan pada pasien pulang rawat inap. Nilai standar deviasi yang relatif besar menunjukkan bahwa waktu pelayanan farmasi cukup beragam. Keberagaman ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Jumlah obat yang diretur dapat memberikan pengaruh. Bila jumlah obat semakin banyak maka waktu yang diperlukan pada proses retur obat semakin lama. Proses retur obat memiliki respon time terlama dibandingkan tiga kegiatan yang lain. Nilai standar deviasi yang relatif besar menunjukkan bahwa respon time proses retur obat cukup beragam. RS memiliki kebijakan untuk memberikan obat selama 3 hari pada hari jumat dan hari sebelum libur pada pasien. Akibatnya pada saat pasien rawat inap pulang, obat yang harus diretur sangat banyak. Hal ini memperlambat proses retur obat. Hari pelaksanaan pelayanan obat pun juga dapat berpengaruh pada keberagaman waktu pelayanan farmasi rawat inap. Pada hari libur dan hari kerja terdapat perbedaan jumlah tenaga dan tugas yang dikerjakan sehingga berdampak pada pelayanan obat. Instalasi farmasi rawat inap memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) total sejumlah 18 orang terdiri dari apoteker, asisten apoteker dan petugas administrasi (11). SDM yang cukup mampu mengoptimalkan pelayanan farmasi dan edukasi pada pasien sehingga tujuan penggunaan obat yang rasional tercapai (19,20). Pada hari libur jumlah SDM yang mengerjakan lebih sedikit daripada hari kerja. Pada hari libur SDM yang bertugas sejumlah 2 orang per shift. Pada hari kerja SDM yang bertugas sejumlah 7 orang pada shift pagi. Tugas pokok pada hari libur pun bertambah dibandingkan dengan hari kerja. Pada hari kerja tugas pokok sejumlah empat tugas terdiri dari dispensing obat, pelayanan obat pasien pulang, pelayanan obat pasien baru dan pelayanan pesanan obat baru. Pada hari libur tugas bertambah dengan pelayanan obat pasien unit gawat darurat (UGD) rawat jalan. Jumlah SDM yang mengerjakan dan jumlah tugas yang dikerjakan dapat berdampak pada lamanya waktu tunggu (10). Waktu tunggu sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien (15). Kemampuan dan kemauan tenaga farmasi rawat inap dalam menjalankan alur pelayanan yang ditetapkan pun juga menjadi faktor yang dapat dipertimbangkan. Hasil penelitian Culler menggambarkan bahwa kesiapan tenaga farmasi untuk berubah berpengaruh positif terhadap implementasi sistem farmasi rawat inap (21). Farmasi rawat inap di RS Baptis Batu telah memiliki alur penanganan obat pasien pulang rawat inap. Alur tersebut belum sepenuhnya dijalankan oleh petugas farmasi rawat inap. Belum ada Standar Prosedur Operasional (SPO) tentang pelayanan obat pasien pulang rawat inap. Jenis pasien yang dilayani pun juga dapat memberikan kontribusi keberagaman waktu yang muncul (10). Rumah Sakit Baptis Batu melayani berbagai jenis pasien di rawat inap. Pada pasien BPJS Kesehatan yang telah dirawat berhari-hari tentu perhitungan dan jumlah obat yang Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. xx, No. xx,xxxx
Pengaruh Perubahan Alur terhadap Waktu...
diretur sangat berbeda jika dibandingkan dengan pasien umum yang hanya dirawat selama satu sampai dua hari. Faktor-faktor di atas akan lebih diketahui dengan perubahan alur pengaruhnya jika dilakukan pengamatan dan penelitian lebih lanjut. Waktu pelayanan farmasi pasien pulang rawat inap telah DAFTAR PUSTAKA 1. Rumah Sakit Baptis Batu. Pedoman Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Baptis Batu tahun 2013. Batu: RS Baptis Batu; 2013; hal. 1-24. 2. Siregar dan Charles JP. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit EGC; 2003; hal. 24-52. 3. Khudair IF and Raza SA. Measuring Patients Satisfaction with Pharmaceutical Services at a Public Hospital in Qatar. International Journal of Health Care Quality Assurance. 2013; 26(5): 398-419. 4. Donihi AC, Weber RJ, Sirio CA, Mark SM, and Meyer SM. An Advanced Pharmacy Practice Experience in Inpatient Medication Education. American Journal of Pharmaceutical Education. 2009; 73(1). 5. Suryawati C, Dharminto, dan Shaluhiyah Z. Penyusunan Indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2006; 9(4): 17784. 6. Otani K, Herrmann PA, Kurz RS. Improving Patient Satisfaction in Hospital Care Settings. Health Services Management Research. 2011; 24(4): 163-169. 7. Fadli UMD, Sulaeman E, dan Mimin. Analisis Kepuasan Pasien Rawat Inap pada RS Delima Asih Sisma Medika Karawang. Jurnal Manajemen. 2013; 10(3): 11791192. 8. Rashidzadeh A, Bashokouh M, and Hasanzadeh M. The Implementation of Quality Management System and Patient Satisfaction from the Improving Process of Health-Therapeutic Servicesin Ardabil Sabalan Hospital. International Journal of Management Research and Reviews. 2013; 3(7): 3160-3167. 9. Haraden C and Resar R. Patient Flow in Hospitals: Understanding and Controlling it Better. Frontiers of Health Services Management. 2004; 20(4): 3-15. 10. Bhattacharya A, Zayas-Castro, J. Managing Patient Flow in Inpatient Services. IERC Annual Research Conference. Nashville, May 2007. 11. Rumah Sakit Baptis Batu. Pedoman Pelayanan
00
ada perbaikan namun belum sesuai target. Disarankan pembuatan SPO alur pelayanan obat pasien pulang rawat inap dengan standar waktu yang ditentukan, optimalisasi pembagian SDM saat hari libur serta penyederhanaan penggunaan aplikasi dengan mempermudah perhitungan akhir dan perbaikan penomoran barcode obat.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Baptis Batu tahun 2013. Batu: RS Baptis Batu; 2013; hal. 1-65. 12. Zeitz KM and Tucker K. Capacity Audit Tool: Identifying Patient Delays to Maximise Service Improvement. Australian Health Review. 2010; 34(4): 395-399. 13. O'Connell TJ, Ben-Tovim DI, McCaughan B, Szwarcbord MG, and McGrath KM. Health Services Under Siege: The Case for Clinical Process Redesign. The Medical Journal of Australia. 2008; 188(6): 9-13. 14. Yulianthy. Analisis Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien Umum di Farmasi Unit Rawat Jalan Selatan Pelayanan Kesehatan Sint Carolus Tahun 2011. [Tesis]. Universitas Indonesia, Jakarta. 2012. 15. Anggita D. Analisis Waktu Tunggu Pemberian Informasi Tagihan Pasien Pulang Rawat Inap di RS Graha Permata Ibu Tahun 2012. [Skripsi]. Universitas Indonesia, Jakarta. 2012. 16. Barcia SM. Implementing Pharmacy Computer Systems. Health Management Technology. 1999; 20(7): 22-23. 17. Parente ST and Van Horn RL. Valuing Hospital Investment in Technology: Does Governance Make a Difference? Health Care Financing Review. 2006; 28(2): 31-43. 18. Hanrahan NP, Kumar A, and Aiken LH. Adverse Event Associated with Organizational Factors of General Hospital Inpatient Psychiatric Care Environtments. Psychiatric Services. 2010; 61(6): 569-574. 19. McLeod M, Ahmed Z, Barber N, and Franklin BD. A National Survey of Inpatient Medication Systems in English NHS Hospitals. BioMed Central Health Services Research. 2014; 14(93): 1-11. 20. Dean B, Ann van Ackere, Gallivan S, and Barber N. When should Pharmacyst Visit Their Wards? An Application of Simulation to Planning Hospital Pharmacy Services. Health Care Management Science. 1999; 2(1): 35-42. 21. Culler SD, Jose J, Kohler S, et al. Implementing a Pharmacy System: Facilitators and Barriers. Journal Medical System. 2009; 33(2): 81-90.
Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. xx, No. xx,xxxx