PENGARUH PERLAKUAN INSERSI BAKTERI Rhizobium sp. DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP HASIL DAN MUTU FISIOLOGI BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merrill)
SYLVIA JOSEPHINE RUTH LEKATOMPESSY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Perlakuan Insersi Bakteri Rhizobium sp. dan Periode Simpan Terhadap Hasil dan Mutu Fisiologi Benih Kedelai (Glycine max L. Merrill) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini Bogor, Agustus 2012 Sylvia Josephine Ruth Lekatompessy A251090021
ABSTRACT SYLVIA JOSEPHINE RUTH LEKATOMPESSY. Effect of Treatment Bacteria inserted Rhizobium sp. and Storage Period on The Physiology of Seed and Quality of Soybean (Glycine max L. Merrill). Under Supervision of ENDANG MURNIATI, TATIEK KARTIKA SUHARSI, HARMASTINI I. SUKIMAN. The purpose of the experiment 1 were to confirm the present of the bacteria Rhizobium sp., which had inserted into the seed tissue through the vacum technology and to study the effect of inserted seed quality during storage periods. Experiment 2 was conducted to study the growth of inserted soybean seed on their ability of producing the soybean seed and to study the performance of the physiological character during the period of storage. The result experiment 1, the microscopy analysis of soybean seed slide indicated that the bacteria Rhizobium sp. were located on the palisade seed tissue. The bacteria remained viable inside the seed tissue during 0 – 4 months storage period. The population of bacteria cell inside the seed tissue were maintained in 10 5 cell per ml. This population was reasonable enough to qualify the requirement of root infection. The quality of seed in term of germination percentage, vigor index and germination speed of seed remained stable until 3 months storage period although the last two variables reduced significantly after 4 months. The vigor index and germination speed were reduced from 90.67 to 58.67 % and from 31.78 to 28.69 % / etmal, respectively. The experiment 2 was conducted using the split plot design with two factors that storage period as the main plot and insertion of bacteria as a sub plot. The result of the experiment showed that during the vegetatif phase, the inserted seed performed best growth which are indicated by better plant of height, number of leaf, number of nodules, wet and dried weight of nodules. Similarly during the generatif phase, the ability of plant on producing the soybean seed which are indicated from the wet and dried weight of upper and lower plant biomass, number of pod, dried weight of pod including dried weight of seed, inserted seed significantly better than control plant. The quality of seed which produced from inserted seed plant, in term of germination speed and vigor index of seed was also better than seed produced from control plant. In conclusion, inserted seed with Rhizobium sp. could support the growth of soybean plant and producing the good quality of soybean seeds compared from the uninserted soybean seed. Keywords: nodules, vigor index, inserted seed, germination
RINGKASAN SYLVIA JOSEPHINE RUTH LEKATOMPESSY. Pengaruh Perlakuan Insersi Bakteri Rhizobium sp. dan Periode Simpan Terhadap Hasil dan Mutu Fisiologi Benih Kedelai (Glycine max L. Merrill). Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI, TATIEK KARTIKA SUHARSI, HARMASTINI I. SUKIMAN. Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan keberadaan bakteri Rhizobium sp. yang diinsersi ke dalam benih melalui teknologi vakum, mempelajari viabilitas benih dan bakteri Rhizobium sp. yang berada dalam benih kedelai selama periode simpan, pengaruhnya terhadap daya hasil dan mutu fisiologi benih yang
diproduksi. Penelitian terdiri dari 2 percobaan yaitu
percobaan pertama : pembuktian keberadaan dan viabilitas bakteri Rhizobium sp. yang diinsersi ke dalam benih kedelai serta mutunya selama penyimpanan dan percobaan kedua : pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya hasil dan mutu fisiologi benih kedelai. Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, IPB dan Laboratorium Mikroba Simbiotik Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI, Cibinong. Penelitian dimulai bulan Pebruari sampai bulan Oktober 2011. Rancangan penelitian yang digunakan pada percobaan pertama adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) yang diacak secara lengkap. Faktor pertama adalah periode simpan sebagai petak utama dan faktor kedua adalah insersi bakteri Rhizobium sp. sebagai anak petak. Rancangan ini digunakan pada percobaan uji viabilitas bakteri dan mutu benih selama penyimpanan. Pembuatan preparat awetan irisan benih kedelai dengan menggunakan metode parafin untuk membuktikan keberadaan bakteri Rhizobium sp. dalam benih. Pembuatan preparat awetan ini dilakukan baik pada benih yang diinsersi bakteri Rhizobium sp. (benih plus) maupun benih tanpa insersi (kontrol) pada setiap periode simpan, dimulai dari 0 - 4 bulan. Percobaan kedua menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) yang diacak secara lengkap. Faktor pertama adalah periode simpan sebagai petak utama dan faktor kedua adalah insersi bakteri Rhizobium sp. sebagai anak petak. Hasil percobaan pertama menunjukkan
bahwa bakteri Rhizobium sp.
benar masuk ke dalam jaringan benih kedelai dan tetap hidup. Keberadaan bakteri di dalam jaringan palisade dan tidak bersifat merusak benih. Populasi sel bakteri
Rhizobium sp. di dalam benih dapat dipertahankan pada kisaran 6 - 6.6 x 105 sel/ml selama periode penyimpanan 4 bulan. Mutu benih sebelum tanam yang diamati dari tolok ukur kecepatan tumbuh dan indeks vigor benih tetap stabil sampai periode penyimpanan 3 bulan dan mengalami penurunan pada periode penyimpanan 4 bulan . Hasil percobaan kedua pada fase vegetatif menunjukkan bahwa tanaman yang berasal dari benih plus pada fase vegetatif lebih baik dibandingkan dengan tanaman benih kontrol dilihat dari tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bintil akar, bobot basah bintil dan bobot kering bintil akar. Hasil penelitian fase generatif, menunjukkan bahwa tanaman dari benih plus lebih baik dibandingkan dengan tanaman dari benih kontrol dilihat dari bobot kering tanaman bagian atas, bobot kering tanaman bagian bawah, jumlah polong, bobot polong, dan bobot kering benih. Hasil panen dari tanaman benih plus yang disimpan selama 0 - 4 bulan memiliki daya berkecambah yang sama dengan benih hasil panen dari tanaman kontrol, walaupun vigornya berbeda. Vigor benih hasil panen tanaman dari benih plus memiliki kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dibandingkan benih kontrol, demikian pula pada indeks vigor dari benih plus yang telah disimpan selama 4 bulan menunjukkan indeks vigor masih tinggi.
Kata kunci: teknologi vakum, insersi bakteri, viabilitas, periode penyimpanan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan mengutip tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulisan dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
PENGARUH PERLAKUAN INSERSI BAKTERI Rhizobium sp. DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP HASIL DAN MUTU FISIOLOGI BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merrill)
SYLVIA JOSEPHINE RUTH LEKATOMPESSY
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Yenni Bakhtiar, M.AgSc.
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala kasih karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Pengaruh Perlakuan Insersi Bakteri Rhizobium sp. dan Periode Simpan Terhadap Hasil dan Mutu Fisiologi Benih Kedelai (Glycine max L. Merrill). Penulisan
tesis
penelitian
ini
dimaksudkan
sebagai
syarat
untuk
menyelesaikan Pendidikan Magister di sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Endang Murniati MS dan Dr. Dra. Tatiek Kartika Suharsi MS serta Dra. Harmastini I. Sukiman, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dimulai dari pembuatan proposal penelitian hingga didapat hasil penelitian sampai menjadi suatu penulisan tesis. Keluarga yang juga mendukung penulis, Suami tercinta Yulius Metekohy, Anak Mirah Metekohy, Mama Yohana Metekohy, Mama Mia Latupeirissa (Alm), Papa Eddy Lekatompessy, Mama Mien Akihary, Kak Nona, Bung Oyo, Kak Lucy, Brampie, Sonya, Henry, Usi Yos, Wisye, Michael dan Mercia. Semua rekan-rekan, Tiwit, Ella, Iseu, Nana, Pak Adang, Mas Candra, Mba Sulis, Pak Hafid, Mba Wido serta tentunya tidak lupa kepada semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari akan keterbatasan yang dimiliki, penulis berharap hasil tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
terutama pengembangan ilmu
penulis.
Bogor, Agustus 2012
Sylvia Josephine Ruth Lekatompessy
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 16 September 1969. Penulis merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara. Orang tua penulis, Bapak E. Lekatompessy, S.E., M.Si. dan Ibu Maria Latupeirissa (Alm.) Riwayat pendidikan dimulai dari SD Kwitang IV Jakarta tahun 1982, SLTP Paskalis III Jakarta tahun 1985 dan SMAN 30 Jakarta tahun 1988. Penulis mengikuti pendidikan strata satu (S1) Fakultas Biologi pada Perguruan Tinggi Swasta, Universitas Nasional lulus tahun 1996. Tahun 1993 sebelum menyelesaikan pendidikan S1, melakukan penelitian S1 di Puslit BioteknologiLIPI, Cibinong dan terlibat dalam sejumlah proyek penelitian sebagai tenaga honorer hingga akhirnya penulis menjadi pegawai negeri sipil pada Puslit Bioteknologi-LIPI, Cibinong. Tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………
ix
DAFTAR GAMBAR …….…………………………………………..
xi
DAFTAR LAMPIRAN .………………………………………………
xii
PENDAHULUAN
1
…………….……………………………….........
Latar Belakang ……….……………………………………….
1
Tujuan Penelitian
4
….………………………..........................
Hipotesis ………………………..…………….……………… TINJAUAN PUSTAKA
………………..……………………………
Kedelai (Glycine max (L) Merrill) Rhizobium sp. dan manfaatnya
4 5
…………………………..
5
………………….…………...
7
Pengaruh Rhizobium sp. terhadap mutu fisiologi benih ..........
8
Pengaruh periode simpan terhadap mutu fisiologi benih .........
12
METODOLOGI PENELITIAN
………………………….................
Tempat dan Waktu Penelitian
15
..……………….……………...
15
…………………………..………..
15
…………………………….……………...
16
Rancangan Percobaan …………………..…………….
16
Pelaksanaan Percobaan …………………..……………
18
Pengamatan Percobaan ………………………..……...
23
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………….........
29
Bahan dan Alat Penelitian Metode Penelitian
Percobaan 1. Pembuktian keberadaan dan viabilitas bakteri Rhizobium sp. yang telah diinsersi ke dalam benih kedelai serta mutu benih kedelai selama penyimpanan …………………
29
Percobaan 2. Pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya hasil dan mutu fisiologi benih kedelai …………………………………………………..
36
SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………
49
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………...
51
…………………………………………………………..
57
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Penggolongan bakteri Rhizobium sp. berdasarkan nama tanaman inangnya, kelompok inokulasi silang dan karakter pertumbuhannya ..............................................
7
Produksi berbagai varietas kedelai dengan pemberian inokulan ..............................................................................
9
Uji aplikasi kedelai insersi bakteri Rhizobium sp. di beberapa lokasi di Jawa Barat ……………………………
11
Rekapitulasi hasil analisis keragaman pengaruh periode simpan dan insersi bakteri Rhizobium sp. serta interaksinya terhadap beberapa tolok ukur yang diamati .…………...……...
35
Pengaruh faktor tunggal periode simpan terhadap mutu benih sebelum tanam ….……………………………………………...
35
Rekapitulasi hasil analisis keragaman pengaruh periode simpan dan insersi bakteri Rhizobium sp. serta interaksinya terhadap beberapa tolok ukur yang diamati ……………………
37
Pengaruh faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap tinggi tanaman (cm) pada fase vegetatif kedelai 6 MST …………………………...................
38
Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap jumlah daun pada fase vegetatif kedelai 6 MST ………………………………………………...
39
Pengaruh faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap jumlah bintil akar, bobot basah bintil akar dan bobot kering bintil akar pada fase vegetatif kedelai 6 MST …....................................................
40
10.
Pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap tinggi tanaman pada kedelai 12 MST ……………
42
11.
Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot kering tanaman bagian atas dan bobot kering tanaman bagian bawah (g) pada kedelai 12 MST .……………………………………………………….
43
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Halaman 12. Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap jumlah polong dan bobot kering polong pada kedelai 12 MST ……………………………………………………....
45
13. Pengaruh faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot kering benih (g) hasil panen …………..……
46
14. Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya berkecambah benih (%) .……………………..……....
47
15. Pengaruh faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap kecepatan tumbuh benih (%/etmal) …………..........
48
x
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bintil akar pada tanaman kedelai ............................................
6
2. Ilustrasi insersi bakteri Rhizobium sp. ke dalam benih .............
10
3. Bagan alir penelitian ...............................................................
27
4. Hasil irisan preparat awetan benih kedelai yang disimpan selama 0 – 4 bulan dengan perbesaran 40x, dibandingkan irisan kedelai dari referensi (Agarwal dan James, 1997)……….
30
5. Bentuk bakteri dari irisan kedelai preparat awetan pada benih plus dibandingkan dengan kultur murni (perbesaran 100x) ….
31
6. Hasil irisan preparat awetan benih kontrol dan benih plus .….
31
7. Hasil SEM bagian kulit benih kedelai var. Anjasmoro .……....
32
8. Tampilan kulit benih kedelai secara kasat mata ……………...
33
9. Populasi sel bakteri Rhizobium sp. dalam benih kedelai var. Anjasmoro ………………………………………………..
34
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Denah percobaan di lapangan ……………………………………
2. Jadwal kegiatan penelitian
59
………..…………………………....
60
3.
Komposisi media YEM Broth / YEMA ………………………..
61
4.
Komposisi media selektif
……………………………………...
61
5.
Bahan kimia untuk penelitian …..……………………….……..
62
6.
Alat-alat penelitian
63
7.
Gambar prototipe alat vakum insersi benih kedelai
………….
64
8.
Deskripsi benih kedelai varietas Anjasmoro ……………………
65
9.
Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap populasi sel bakteri ………..
66
10. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap kadar air sebelum tanam …..
66
11. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan dan terhadap potensi tumbuh maksimum sebelum tanam …………………………………..
66
…………………………………………….
12. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya berkecambah sebelum tanam ........................................................................ 13. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap indeks vigor sebelum tanam …….............................................................................. 14. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap kecepatan tumbuh sebelum tanam .…………………………………………………..... 15. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap tinggi tanaman pada kedelai 6 MST …………………………………………………….. 16. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap jumlah daun pada kedelai 6 MST …………………………………………………….. 17. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap jumlah bintil akar pada kedelai 6 MST ……………………………………………………..
66
67
67
67
67
68
18. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot basah bintil akar pada kedelai 6 MST …………………………………………………….
68
19. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot kering bintil akar pada kedelai 6 MST ……………………………………………………..
68
20. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. terhadap bobot kering tanaman bagian atas pada kedelai 12 MST ..
68
21. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp.
dan periode simpan terhadap bobot kering tanaman bagian bawah pada kedelai 12 MST ……………………..……….
69
22. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp.
dan periode simpan terhadap panjang akar pada kedelai 12 MST ……………………………………………………
69
23. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp.
dan periode simpan terhadap tinggi tanaman pada kedelai 12 MST ………………………………………………
69
24. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp.
dan periode simpan terhadap jumlah polong pada kedelai 12 MST …………………………………………...............
69
25. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp.
dan periode simpan terhadap bobot kering polong pada kedelai 12 MST ………………………………………………
70
26. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp.
dan periode simpan terhadap bobot kering benih pada kedelai 12 MST ……………………………………………...
70
27. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp.
dan periode simpan terhadap kadar air …….………………..……..
70
28. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp.
dan periode simpan terhadap potensi tumbuh ……..…………..…..
70
29. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp.
dan periode simpan terhadap daya berkecambah ………………….
71
30. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp.
dan periode simpan terhadap indeks vigor ……. ……………..……
xiii
71
31. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp.
dan periode simpan terhadap kecepatan tumbuh ……………….….. 32. Hasil analisis contoh tanah …………………………………….....
xiv
\
71 71
LAMPIRAN
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Glycine max (L.) Merrill atau kedelai merupakan bahan pangan penting dan sumber protein nabati dengan kadar protein ± 39%. Kedelai memiliki nilai ekonomi dalam kehidupan manusia (Prentis, 1990). Kedelai dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan pangan dan bahan baku industri. Teknik pengolahan kedelai menjadi suatu produk seperti: tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, campuran dalam makanan bayi dan sebagainya menyebabkan kedelai semakin dikenal oleh dunia internasional (Damardjati et al., 2005; Sudaryanto & Swastika, 2007). Produksi kedelai nasional tahun 2011 mencapai ± 870.000 ton biji kering per tahun, sementara kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai ± 2 juta ton per tahun sehingga untuk memenuhi kebutuhan nasional pemerintah harus mengimpor kedelai dari negara lain. Volume impor kedelai yang terus meningkat karena sebagian besar petani tidak lagi berminat menanam kedelai. Hal ini disebabkan karena biaya perawatan tanam yang mahal, produktivitas dan harga jual kedelai yang rendah. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional, diantaranya melalui program bangkit kedelai di tahun 2006, dan target program swasembada kedelai di tahun 2014 (kompas.com, 2012; perum perhutani. com, 2012). Pengembangan
produksi
kedelai
nasional
memerlukan
dukungan
penyediaan benih bermutu secara berkelanjutan. Penyediaan benih kedelai mengalami kendala karena benih kedelai memiliki periode simpan yang pendek. Keberadaan benih setelah masa panen tersedia, namun disaat dibutuhkan oleh petani sulit untuk didapat karena benih telah mengalami penurunan mutu. Menurut Kartono (2004), permasalahan benih kedelai terjadi karena menurunnya kualitas benih hingga 75% dalam waktu kurang dari tiga bulan apabila disimpan pada kondisi terbuka. Ditambahkan pula oleh Tatipata (2010), adanya peningkatan kadar air benih kedelai selama proses penyimpanan benih menyebabkan peningkatan asam lemak bebas sehingga daya berkecambah dan kecepatan berkecambahnya menurun.
2
Program intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi tanaman pangan merupakan upaya pemerintah. Salah satu bentuk usaha intensifikasi lahan pertanian adalah penerapan teknologi tepat guna berupa penggunaan inokulan mikroba penambat nitrogen (Sihombing, 1985). Penggunaan inokulan ini penting dalam mengurangi kebutuhan akan pupuk kimia dan dapat meningkatkan produktivitas tanaman kedelai karena sumber nitrogen tersedia melalui proses penambatan nitrogen secara hayati. Bakteri Rhizobium sp. merupakan bakteri tanah yang unik dan mampu menambat nitrogen dan membentuk bintil akar pada tanaman kacang-kacangan. Menurut Sarjoko (1991) hubungan kerjasama bakteri dengan tanaman memberi keuntungan bagi keduanya disebut simbiosis mutualisme. Tanaman memperoleh nitrogen yang dibutuhkan dan bakteri mendapat energi yang berasal dari hasil metabolisme tanaman serta tempat untuk hidupnya. Fatchurochim (1988) & Stevan et al. (2010) juga menambahkan bahwa keunikan karakter bakteri Rhizobium sp. merupakan potensi yang dapat dikembangkan sebagai pupuk biologi pengganti pupuk kimia dan tidak merusak lingkungan
(ramah
lingkungan). Simbiosis antara tanaman dengan bakteri Rhizobium bermanfaat dalam menyediakan nitrogen bagi tanaman kedelai. Sejumlah besar ATP diperlukan dalam metabolisme nitrogen. Menurut Tranaviciene et al. (2007), pigment merah (leghemoglobin) yang terdapat pada bintil akar dan enzim nitrogenase mengikat nitrogen bebas disekitar perakaran. Nitrogen yang diikat diionisasi ke dalam bintil akar. Nitrogen yang terionisasi berfungsi sebagai aseptor yang menerima electron bebas hasil oksidasi menjadi nitrit, kemudian direduksi menjadi ammonia. ammonia selanjutnya diasimilasikan menjadi asam glutamat yang berfungsi sebagai bahan dasar dalam biosintesis asam amino dan asam-asam nukleat. Peningkatan metabolisme tanaman dan laju fiksasi nitrogen yang tinggi merupakan dukungan untuk menghasilkan benih bermutu yang diindikasikan oleh tingginya produksi benih. Penelitian penggunaan bakteri Rhizobium sp. dalam menambat nitrogen telah banyak dilakukan. Salah satunya Slurry method, merupakan aplikasi inokulan yang biasa digunakan masyarakat yakni mencampur inokulan bakteri
3
dengan sedikit air, dibuat seperti pasta inokulan kemudian dicampurkan dengan benih (Hinson & Hartwig, 1982). Menurut Yutono (1985), aplikasi penggunaan inokulan bakteri Rhizobium sp. dilakukan dengan cara menginokulasi bakteri Rhizobium sp., setelah itu benih dilapisi dengan bahan kapur kemudian dibuat menjadi butiran agak kasar. Seed coating merupakan salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan mutu benih yakni memberikan penambahan bahan kimia pada coating yang dapat
meningkatkan perkecambahan benih. Penggunaan seed
coating dalam industri benih membantu memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan, mengurangi resiko tertular penyakit dari benih disekitarnya dan menggunakan pembawa zat aditif, misalnya antioksidan, anti mikroba, zat pengatur tumbuh dan lain-lain (Copeland & McDonald, 1995). Pola pikir petani yang sulit untuk dirubah, karena petani lebih menyukai penggunaan pupuk kimia dibandingkan menggunakan inokulan bakteri Rhizobium sp. (Stevan et al., 2010). Penggunaan inokulan bakteri penambat nitrogen Rhizobium sp. semakin berkembang. LIPI mengembangkan teknologinya yakni teknologi kedelai plus. Benih kedelai plus adalah benih yang dibekali dengan mikroba berpotensi dalam melakukan proses penambatan nitrogen secara hayati. Benih kedelai plus dapat langsung diaplikasikan ke lapangan oleh petani dan tidak memerlukan pemupukkan secara optimal karena kebutuhan nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman telah tersedia. Teknologi yang dikembangkan oleh LIPI masih memerlukan pembuktian apakah bakteri tersebut masuk ke dalam jaringan benih kedelai dan bakteri tetap hidup selama berada dalam benih. Diperlukan penelitian lebih lanjut sehingga teknologi kedelai plus dapat menunjang program pemerintah dalam meningkatkan produksi kedelai secara hayati.
4
Tujuan Penelitian ini bertujuan 1. Membuktikan keberadaan bakteri Rhizobium sp. yang telah diinsersi ke dalam benih melalui teknologi vakum. 2. Mempelajari viabilitas benih dan bakteri Rhizobium sp. yang berada dalam benih kedelai selama periode simpan benih kedelai. 3. Mempelajari pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. terhadap daya hasil dan mutu fisiologi benihnya.
Hipotesis Hipotesa yang ingin ditegakkan untuk menunjang penelitian ini adalah 1.
Bakteri Rhizobium sp. dapat masuk ke dalam benih dengan metode insersi menggunakan teknologi vakum.
2.
Bakteri Rhizobium sp. yang diinsersi dalam benih tetap hidup dan viabilitas benih selama periode simpan benih kedelai.
3.
Benih plus dapat meningkatkan daya hasil dan mutu fisiologi benih kedelai.
5
TINJAUAN PUSTAKA Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Tanaman kedelai merupakan tanaman yang berasal dari Cina bagian utara, sekitar abad ke 11 SM. Kedelai selanjutnya tersebar ke negara lain diantaranya: Mancuria, Korea, Jepang dan Rusia. Kedelai kemudian diintroduksi ke sebagian besar negara Asia Selatan dan Asia Tenggara (Maesen & Somaatmadja, 1993). Umumnya tanaman kedelai berupa terna semusim yang tumbuh tegak kadang menjalar, dengan ketinggian berkisar antara 10 - 200 cm, bercabang sedikit atau banyak, tergantung kultivar dan lingkungan hidupnya. Kultivar kedelai berdaun lebar dapat menghasilkan benih yang lebih banyak karena mampu menyerap sinar matahari lebih banyak dibandingkan jika berdaun sempit. Bunga kedelai merupakan bunga sempurna yang berbentuk kupu-kupu (Papilionaceus). Bentuk polongnya, rata atau agak melengkung (Suprapto, 1992). Benih kedelai mempunyai dua keping kotiledon. Kotiledon ini sering disebut dengan belahan benih atau keping benih, karena itu benih kedelai digolongkan dalam tanaman berkeping dua (dikotil). Warna kulit benih kedelai beragam, ada yang kuning, hijau, coklat dan hitam. Bentuk benih kedelai berbedabeda tergantung kultivar, bulat, agak panjang dan bulat telur, sebagian besar kultivar kedelai bijinya bulat panjang (Suprapto, 1992). Sistem perakaran tanaman kedelai adalah tunggang yang membentuk akarakar cabang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Perkembangan akar kedelai ini dapat mencapai kedalaman hingga 2 meter yang dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah, pemupukan, tekstur tanah, sifat kimiafisik tanah, air dan lain-lain (Hidayat, 1985). Jika pada akar tanaman kedelai terdapat bakteri maka akan terbentuk bintil akar. Perkembangan bintil akar diawali akar tanaman memberikan sinyal yang hanya dapat dibaca oleh bakteri penambat nitrogen. Kolonisasi bakteri Rhizobium sp. terjadi disekitar bulu akar, selanjutnya enzim dari bakteri merombak dinding sel akar sehingga bakteri dapat masuk ke bulu akar. Bulu akar tersebut membentuk struktur yang disebut dengan benang infeksi. Benang infeksi membawa bakteri berubah menjadi bakteroid, bakteroid menyebabkan sel korteks dalam dan sel perisikel membelah.
6
Pembelahan dan pertumbuhan sel korteks dan perisikel membentuk bintil akar dewasa seperti yang terlihat pada Gambar 1 (Salisbury & Ross,1955; Hidayat, 1985; Yutono, 1985).
Bintil akar
Gambar 1. Bintil akar pada tanaman kedelai
Tanaman kedelai dapat hidup bersama dengan bakteri
Rhizobium sp.
dalam menambat nitrogen dari udara, yang kemudian dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman kedelai. Sebaliknya, Rhizobium sp. juga memerlukan makanan yang berasal dari
tanaman kedelai dan tempat untuk hidupnya.
Hubungan hidup yang saling menguntungkan ini disebut simbiosis mutualisme (Jhonston, 1991). Peranan bakteri Rhizobium
sp. sebagai inokulan, adalah menyediakan
nitrogen secara tidak langsung sehingga membantu mengurangi biaya produksi (Pasaribu dkk., 1989). Menurut Widiastuti (1989), bakteri Rhizobium sp. dapat menyuburkan tanah secara hayati sehingga meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman.
7
Rhizobium sp dan manfaatnya Rhizobium sp. adalah bakteri tanah yang memiliki karakter yang unik yaitu dapat hidup bersimbiosis pada akar tanaman Leguminosae dengan membentuk bintil akar dan melakukan proses penambatan nitrogen (Suprapto, 1992). Bentuk selnya batang dengan ukuran 0.5-0.9 x 1.2-3.0 µm, tidak membentuk spora, bergerak bebas dengan menggunakan flagela, bersifat aerob, tumbuh baik pada suhu 25-300C dan pH 6-7 (Bergey’s 1984). Klasifikasi bakteri Rhizobium sp. menurut Salle ( 1961), sebagai berikut: Division : Protophyta Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Familia
: Rhizobiaceae
Genus
: Rhizobium
Spesies
: Rhizobium sp.
Sejak ditemukannya bakteri Rhizobium sp., banyak ahli taksonomi mencoba memberi nama bakteri Rhizobium sp. berdasarkan: nama tanaman inangnya, kelompok inokulasi silang (cross inoculation) dimana Rhizobium sp. diinokulasi pada tanaman inang lain, karakter pertumbuhan bakteri Rhizobium sp. sehingga penamaan bakteri Rhizobium seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1.Pengolongan bakteri Rhizobium berdasarkan nama tanaman inangnya, kelompok inokulasi silang dan karakter pertumbuhannya
1.
Leguminosae
2.
Phaseolus
Bakteri Rhizobium yang tumbuh cepat Rhizobium leguminosarum Rhizobium phaseoli
3.
Trifolii
Rhizobium trifolii
4.
Melilotus
Rhizobium meliloti
No.
No. 1. 2.
Tanaman inang
Tanaman inang Lupinus Glycine
Bakteri Rhizobium yang tumbuh lambat Rhizobium lupini Rhizobium japonicum Rhizobium sp.
Sumber: Somasegaran & Hoben (1985)
Tanaman inang lain inokulasi silang Pisum sp., Vicia sp., Lena culinaria Phaseolus vulgaris, Phaseolus coccineus Trifolium subterraneum, Trifolium sp. Medicago sativa, Melilotus sp., Trigonella sp. Tanaman inang lain inokulasi silang Lupinus sp., Ornithopus sp. Glycine max Vigna sp.,Macroptillium sp., dllnya
8
Pengaruh Rhizobium sp. terhadap mutu fisiologi benih Sejak orang mengetahui manfaat simbiosis Rhizobium sp. dengan tanaman legum dalam memfiksasi N bebas di udara, penelitian-penelitian dalam bidang fiksasi N secara biologis terus berkembang. Penelitian dilakukan untuk mencari alternatif sumber N sehubungan dengan peningkatan produksi tanaman yang aman dan ramah lingkungan. Kemampuan bakteri Rhizobium sp. mampu memberikan unsur nitrogen dalam bentuk asam amino terhadap tanaman kedelai. Bakteri Rhizobium sp. yang menginfeksi perakaran tanaman membentuk bintil akar sebagai tempat tinggal dalam melaksanakan proses penambatan N dan dalam hidupnya bakteri mendapatkan nutrisi dan energi dari hasil metabolisme tanaman (Suharjo & Joko, 2001). Penggunaan inokulan dapat memperbaiki kesuburan dan keseimbangan hara dalam tanah. Penggunaan inokulan juga mampu meningkatkan kandungan unsur N tanah total hingga 20% sehingga hasil produksi kedelai dapat ditingkatkan hingga 30-45% bahkan pada tanah yang kurang subur produksi kedelai mampu meningkat hingga 50% (Laporan kegiatan kedelai plus, 2005). Menurut Sutanto (2002), bakteri Rhizobium sp. yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu memfiksasi 100-300 kg N / ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasalahan yang perlu diperhatikan agar proses simbiosis dapat terjadi adalah kecocokan bakteri Rhizobium sp. dengan tanaman inangnya. Beberapa faktor lain seperti pH tanah, suhu, sinar matahari, ketersediaan unsur hara untuk aktifitas bakteri Rhizobium sp. Inokulasi bakteri Rhizobium sp. pada benih (seperti produk legin) biasa digunakan di Indonesia. Beberapa metode aplikasi bakteri Rhizobium sp. yaitu pelapisan benih dan
metode tepung inokulan. Aplikasi pelapisan pada benih
misalnya benih kedelai dibasahi dengan air secukupnya kemudian diberikan bubuk bakteri Rhizobium sp. sehingga inokulan menempel pada permukaan benih. Aktifitas bakteri Rhizobium sp. terjadi pada saat akar terinfeksi kemudian membentuk bintil akar. Pembentukkan bintil akar terjadi 15 - 20 hari setelah tanam (Adisarwanto, 2005). Ditambahkan pula oleh Adijaya et al . (2009) peningkatan pertumbuhan tanaman kedelai yang diberi bakteri Rhizobium sp. disebabkan semakin
9
meningkatnya fiksasi N dari udara. Hal ini berpengaruh terhadap metabolisme tanaman, dimana hasil asimilat/fotosintat ditranslokasikan ke organ penyimpanan seperti terjadinya peningkatan jumlah polong, bobot biji yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi benih. Kenaikkan produksi kedelai karena penggunaan inokulan sangat beragam, hal ini karena pengaruh beberapa faktor antara lain: varietas dan kualitas benih kedelai, tingkat kesuburan tanah, kerapatan dan cara perawatan tanaman. Tabel 2 menunjukkan produksi (ton/ha.) berbagai varietas kedelai dengan pemberian inokulan dibandingkan dengan tanaman kedelai tanpa pemberian inokulan bakteri Rhizobium sp.
Tabel 2. Produksi berbagai varietas kedelai dengan pemberian inokulan Var. kedelai Lokal Lokon 1340 Taichung Guntur Kerinci Wilis Tidar Orba Galunggung 29 Lokal
Hasil (ton/ha.) Tanpa Inokulan Inokulan 1.60 2.40 1.90 3.10 1.20 1.49 0.76 1.26 0.84 1.04 1.00 1.10 1.00 1.20 1.20 1.30 0.60 1.20 0.50 1.00 0.60 1.30 0.60 1.10
Kenaikan (%) 50.00 63.15 24.16 65.78 23.80 10.00 20.00 8.33 88.33 100.00 116.00 83.33
Sumber: Hayati Silalahi (2008)
Benih kedelai merupakan benih yang cepat sekali mengalami penurunan mutu. Benih kedelai yang
sudah mengalami penurunan mutunya dapat
ditingkatkan vigornya melalui invigorasi. Salah satu perlakuan invigorasi dengan Matriconditioning plus inokulan Bradyrhizobium japonicum dan Azospirillum lipoferum selama 12 jam terbukti efektif dalam meningkatkan bobot brangkasan kering, jumlah polong, hasil benih per tanaman, hasil benih per petak lebih tinggi dibandingkan kontrol (Ilyas et al.,2003) Menurut Khalequzaman & Hossain (2008), perlakuan inokulasi bakteri Rhizobium sp. pada tanaman kacang-kacangan
dapat meningkatkan daya
berkecambah, indeks vigor, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, berat
10
polong per tanaman, berat biji per tanaman dan benih bebas dari serangan penyakit. Daya berkecambah antara kontrol pada benih yang diinokulasi dengan bakteri Rhizobium menunjukkan: Rhizobium binar p6 : 86.85% dan Rhizobium binar p 36: 92.00% sedangkan kontrol menunjukkan daya berkecambah: 70.95%. Pengembangan produksi tanaman dengan menggunakan inokulan perlu mendapat perhatian karena hasil produksi tanaman lebih aman untuk kesehatan dan penggunaan inokulan tidak merusak lingkungan. Penggunaan inokulan membantu dalam keberhasilan usaha produksi benih tanaman untuk menghasilkan benih bermutu (Saut, 2002). Hasil penelitian Cooper (1962), menunjukan bahwa benih legum yang telah diinsersi bakteri Rhizobium melilotii berlabel
menggunakan teknologi vakum
lebih baik dibandingkan dengan benih hanya dicampur dengan inokulan secara manual. Dalam hal ini pengaruh nodulasi yang terjadi pada benih yang diinsersi bakteri berlabel lebih baik karena bakteri dalam benih lebih banyak jumlahnya dan membantu dalam melakukan fiksasi nitrogen untuk pertumbuhan tanaman. Keuntungan benih yang telah diinsersi mengandung mikroorganisme bermanfaat, dimana pada saat benih berkecambah mikroorganisme akan membantu tanaman dalam proses metabolisme sehingga tanaman dapat tumbuh dan kelangsungan hidup mikroorganisme seperti bakteri Rhizobium
sp. tetap
dapat dipertahankan. Hubungan kerjasama tanaman dengan bakteri ini disebut simbiosis mutualisme (United States Patent, 1995) Gambar 2 memberikan ilustrasi sederhana dimana populasi bakteri tertentu pada kondisi suhu ruang diinsersi masuk ke dalam benih yang kualitasnya baik.
Mikroba
Kedelai
Gambar 2. Ilustrasi insersi bakteri Rhizobium sp. ke dalam benih
11
Teknologi ini diharapkan dapat membantu petani dalam menggunakan benih plus dan benih plus memberi nilai tambah ramah lingkungan karena mikroba yang diinsersi memiliki kemampuan melakukan penambatan nitrogen secara hayati (Sukiman, 2008). Ditambahkan pula oleh Egli et al.(1970), penggunaan pupuk urea untuk meningkatkan pertumbuhan kedelai diperlukan hanya sebagai pemicu sebelum bintil mencapai perkembangan dan sanggup untuk memenuhi kebutuhan N yang dibutuhkan tanaman sedangkan pupuk yang diberikan selanjutnya hanya untuk memenuhi kebutuhan N yang tinggi pada saat pengisian polong pada tanaman kedelai. Penggunan teknologi insersi bakteri Rhizobium sp. yang juga dikenal dengan kedelai plus telah diuji coba di lapangan dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. menunjukkan bahwa produksi kedelai plus dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan produksi kedelai biasa atau tanpa insersi (Sukiman, 2008).
Tabel 3. Uji aplikasi kedelai insersi bakteri Rhizobium sp. di beberapa lokasi di Jawa Barat. Kedelai Biasa (ton/ha)
Kedelai Plus (ton/ ha)
Cihideung Jabar
0.80
1.75 - 2.0
Cikampak Jabar
0.80
1.70 - 2.0
Cicurug, Jabar Ciomas , Jabar Taman Sari ,Jabar Cililin Jabar
0.70 0.70 0.70 0.80
1.70 - 2.0 1.28 - 1.45 1.37 - 1.74 1.70 - 2.00
Lokasi
Sumber: Sukiman (2008)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas benih adalah faktor lingkungan tumbuh tanaman kedelai seperti cahaya (Kantolic & Slafer, 2007), pemberian hormon tumbuh (Golunggu et al., 2007) dan unsur hara (Anetor & Akinrinde, 2006). Kemunduran benih bersifat inexorable yaitu tidak dapat dihindari dan pasti terjadi, namun kita dapat membuat proses kemunduran benih menjadi lambat dengan mengatur lingkungan simpan yang optimum disertai dengan viabilitas
12
awal yang tinggi dan kadar air benih yang optimum. Penggunaan inokulan yang diinsersi pada benih kedelai membantu dalam meningkatkan produksi dengan cara simbiosa antara tanaman dan bakteri Rhizobium sp. Pengaruh periode simpan terhadap mutu fisiologi benih.
Kemunduran benih sering terjadi di daerah tropis, dimana lamanya penyimpanan benih merupakan salah satu faktor pembatas produksi kedelai sehingga penyediaan benih berkualitas tinggi makin menurun. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu menjadi kendala karena daya simpan benih yang rendah, sementara itu pengadaan benih bermutu tinggi merupakan unsur penting dalam upaya peningkatan produksi benih tanaman. Proses kemunduran benih secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah dimana jumlah kecambah abnormal lebih besar. Hal ini dapat berpengaruh apabila benih tetap digunakan sehingga banyak benih tidak berkecambah di lapangan (field emergence), pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat, menurunnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat mengurangi produksi benih tanaman (Copeland & MC. Donald, 1985). Kemunduran benih kedelai selama penyimpanan dapat terjadi lebih cepat tergantung dari vigor benihnya. Benih yang memiliki vigor rendah akan menyebabkan pemunculan bibit di lapangan rendah, terutama dalam kondisi tanah yang kurang ideal. Hal ini perlu diperhatikan agar benih kedelai yang akan digunakan harus disimpan dalam lingkungan yang menguntungkan (suhu rendah), sehingga kualitas benih tetap tinggi dan stabil sampai diakhir penyimpanan (Viera et al.,2001). Menurut Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih makin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami kemundurannya tergantung dari tingginya faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan.
13
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Copeland & Donald, l985 ; Purnomo, 2010). Ditambahkan pula oleh Justice dan Bass (1994), laju penurunan vigor dan viabilitas benih dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor genetik dari spesies atau kultivar, kondisi benih, kondisi penyimpanan, keseragaman lot benih serta keberadaan mikroba patogen yang dapat merusak benih selama disimpan Loch dan Ferguson (1999) menyatakan bahwa penggunaan jenis kemasan benih merupakan hal yang paling utama dan penting untuk diperhatikan.
Jenis
kemasan benih untuk menjaga kelembaban seperti kaleng dari timah, plastik atau aluminium foil. Pemilihan kemasan benih perlu diperhitungkan jumlah dari benih tersebut. Jenis
pengemasan untuk penyimpanan jangka panjang atau jangka
pendek. Penyimpanan benih dalam jumlah yang kecil dapat disimpan dengan menggunakan kaleng dari aluminium atau fiberboard dengan aluminium foil, kantong polietilen dan karung goni atau kertas. Hasil penelitian
yang dilakukan
Andrew (1970) menunjukkan benih
kedelai yang berkadar air awal 10,4% atau lebih rendah yang dikemas dengan plastik polietilen dapat mempertahankan viabilitas lebih dari 80% selama 18 bulan. Menurut Chai et al. (2001), perkecambahan benih kedelai akan menurun dari perkecambahan awal yaitu diatas 90% menjadi 0% tergantung spesies dan kadar air selama penyimpanan. Dilain pihak Yaya et al. (2003) menyatakan bahwa benih kedelai yang disimpan dengan kadar air 6% dan 8% selama 4 bulan pada suhu 150C memiliki persentase perkecambahan diatas 70%. Faktor genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika suatu benih. Setiap jenis atau varietas benih memiliki identitas genetik yang berbeda. Sebagai contoh, daya simpan benih kedelai lebih rendah jika dibandingkan dengan daya simpan benih tanaman lain seperti benih jagung. Selain itu kekuatan tumbuh atau vigor dari produksi benih jagung hibrida lebih tinggi dari benih jagung biasa. Semua perbedaan tersebut diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam benih (Budiyanto, 2012).
14
Sukarman dan Raharjo (2000), juga menambahkan bahwa faktor bawaan dari suatu varietas kedelai berbiji kecil dan kulit berwarna gelap lebih toleran terhadap deraan fisik (suhu 420C dan kelembaban 100%) dibanding varietas berbiji besar dan berkulit terang. Hasil penelitiannya, menunjukkan bahwa kedelai varietas Cikuray yang memiliki biji sedang, kulit berwarna hitam dan kedelai varietas Tidar berbiji kecil, kulit berwarna kuning memiliki daya simpan yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai varietas Wilis berbiji sedang, berkulit kuning. Daya berkecambah benih varietas Cikuray dan varietas Tidar masih diatas 80% setelah lima bulan penyimpanan, sedangkan daya tumbuh benih kedelai varietas Wilis menurun hingga 60% setelah lima bulan penyimpanan. Menurut Kartono (2004) cara penyimpanan benih menjadi faktor yang sangat penting. Penyimpanan dalam kondisi terbuka dalam waktu 3 bulan menyebabkan kerusakan benih mencapai 25% dengan daya berkecambah 70%. Penyimpanan ini dilakukan pada kadar air awal sekitar 9 % dan daya berkecambah 95%. Hasil percobaan menunjukkan kadar air awal rendah pada penyimpanan terbuka menyebabkan kerusakan benih yang tinggi, menurunnya daya berkecambah dan daya simpan tidak bisa lama. Dengan demikian penyimpanan benih terbuka hanya untuk benih yang segera akan digunakan. Penelitian dengan menggunakan teknik insersi mikroba pada benih kedelai diharapkan dapat membantu dalam menjaga agar benih tetap memiliki kualitas yang tinggi dan stabil dengan memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal benih. Mikroba yang diinersi ke dalam benih menjadi lebih aman dari kondisi ekstrim diluar benih. Teknik insersi mikroba dengan teknologi vakum bermanfaat sebagai suatu cara aplikasi yang efisien dan sederhana. Insersi mikroba ke dalam benih merupakan solusi untuk memecahkan berbagai permasalahan aplikasi inokulan mikroba yang dihadapi petani sehingga peran mikroba yang dinsersi dapat tercapai secara optimal.
15
TINJAUAN PUSTAKA Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Tanaman kedelai merupakan tanaman yang berasal dari Cina bagian utara, sekitar abad ke 11 SM. Kedelai selanjutnya tersebar ke negara lain diantaranya: Mancuria, Korea, Jepang dan Rusia. Kedelai kemudian diintroduksi ke sebagian besar negara Asia Selatan dan Asia Tenggara (Maesen & Somaatmadja, 1993). Umumnya tanaman kedelai berupa terna semusim yang tumbuh tegak kadang menjalar, dengan ketinggian berkisar antara 10 - 200 cm, bercabang sedikit atau banyak, tergantung kultivar dan lingkungan hidupnya. Kultivar kedelai berdaun lebar dapat menghasilkan benih yang lebih banyak karena mampu menyerap sinar matahari lebih banyak dibandingkan jika berdaun sempit. Bunga kedelai merupakan bunga sempurna yang berbentuk kupu-kupu (Papilionaceus). Bentuk polongnya, rata atau agak melengkung (Suprapto, 1992). Benih kedelai mempunyai dua keping kotiledon. Kotiledon ini sering disebut dengan belahan benih atau keping benih, karena itu benih kedelai digolongkan dalam tanaman berkeping dua (dikotil). Warna kulit benih kedelai beragam, ada yang kuning, hijau, coklat dan hitam. Bentuk benih kedelai berbedabeda tergantung kultivar, bulat, agak panjang dan bulat telur, sebagian besar kultivar kedelai bijinya bulat panjang (Suprapto, 1992). Sistem perakaran tanaman kedelai adalah tunggang yang membentuk akarakar cabang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Perkembangan akar kedelai ini dapat mencapai kedalaman hingga 2 meter yang dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah, pemupukan, tekstur tanah, sifat kimiafisik tanah, air dan lain-lain (Hidayat, 1985). Jika pada akar tanaman kedelai terdapat bakteri maka akan terbentuk bintil akar. Perkembangan bintil akar diawali akar tanaman memberikan sinyal yang hanya dapat dibaca oleh bakteri penambat nitrogen. Kolonisasi bakteri Rhizobium sp. terjadi disekitar bulu akar, selanjutnya enzim dari bakteri merombak dinding sel akar sehingga bakteri dapat masuk ke bulu akar. Bulu akar tersebut membentuk struktur yang disebut dengan benang infeksi. Benang infeksi membawa bakteri berubah menjadi bakteroid, bakteroid menyebabkan sel korteks dalam dan sel perisikel membelah.
16
Pembelahan dan pertumbuhan sel korteks dan perisikel membentuk bintil akar dewasa seperti yang terlihat pada Gambar 1 (Salisbury & Ross,1955; Hidayat, 1985; Yutono, 1985).
Bintil akar
Gambar 1. Bintil akar pada tanaman kedelai
Tanaman kedelai dapat hidup bersama dengan bakteri
Rhizobium sp.
dalam menambat nitrogen dari udara, yang kemudian dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman kedelai. Sebaliknya, Rhizobium sp. juga memerlukan makanan yang berasal dari
tanaman kedelai dan tempat untuk hidupnya.
Hubungan hidup yang saling menguntungkan ini disebut simbiosis mutualisme (Jhonston, 1991). Peranan bakteri Rhizobium
sp. sebagai inokulan, adalah menyediakan
nitrogen secara tidak langsung sehingga membantu mengurangi biaya produksi (Pasaribu dkk., 1989). Menurut Widiastuti (1989), bakteri Rhizobium sp. dapat menyuburkan tanah secara hayati sehingga meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman.
17
Rhizobium sp dan manfaatnya Rhizobium sp. adalah bakteri tanah yang memiliki karakter yang unik yaitu dapat hidup bersimbiosis pada akar tanaman Leguminosae dengan membentuk bintil akar dan melakukan proses penambatan nitrogen (Suprapto, 1992). Bentuk selnya batang dengan ukuran 0.5-0.9 x 1.2-3.0 µm, tidak membentuk spora, bergerak bebas dengan menggunakan flagela, bersifat aerob, tumbuh baik pada suhu 25-300C dan pH 6-7 (Bergey’s 1984). Klasifikasi bakteri Rhizobium sp. menurut Salle ( 1961), sebagai berikut: Division : Protophyta Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Familia
: Rhizobiaceae
Genus
: Rhizobium
Spesies
: Rhizobium sp.
Sejak ditemukannya bakteri Rhizobium sp., banyak ahli taksonomi mencoba memberi nama bakteri Rhizobium sp. berdasarkan: nama tanaman inangnya, kelompok inokulasi silang (cross inoculation) dimana Rhizobium sp. diinokulasi pada tanaman inang lain, karakter pertumbuhan bakteri Rhizobium sp. sehingga penamaan bakteri Rhizobium seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1.Pengolongan bakteri Rhizobium berdasarkan nama tanaman inangnya, kelompok inokulasi silang dan karakter pertumbuhannya
1.
Leguminosae
2.
Phaseolus
Bakteri Rhizobium yang tumbuh cepat Rhizobium leguminosarum Rhizobium phaseoli
3.
Trifolii
Rhizobium trifolii
4.
Melilotus
Rhizobium meliloti
No.
No. 1. 2.
Tanaman inang
Tanaman inang Lupinus Glycine
Bakteri Rhizobium yang tumbuh lambat Rhizobium lupini Rhizobium japonicum Rhizobium sp.
Sumber: Somasegaran & Hoben (1985)
Tanaman inang lain inokulasi silang Pisum sp., Vicia sp., Lena culinaria Phaseolus vulgaris, Phaseolus coccineus Trifolium subterraneum, Trifolium sp. Medicago sativa, Melilotus sp., Trigonella sp. Tanaman inang lain inokulasi silang Lupinus sp., Ornithopus sp. Glycine max Vigna sp.,Macroptillium sp., dllnya
18
Pengaruh Rhizobium sp. terhadap mutu fisiologi benih Sejak orang mengetahui manfaat simbiosis Rhizobium sp. dengan tanaman legum dalam memfiksasi N bebas di udara, penelitian-penelitian dalam bidang fiksasi N secara biologis terus berkembang. Penelitian dilakukan untuk mencari alternatif sumber N sehubungan dengan peningkatan produksi tanaman yang aman dan ramah lingkungan. Kemampuan bakteri Rhizobium sp. mampu memberikan unsur nitrogen dalam bentuk asam amino terhadap tanaman kedelai. Bakteri Rhizobium sp. yang menginfeksi perakaran tanaman membentuk bintil akar sebagai tempat tinggal dalam melaksanakan proses penambatan N dan dalam hidupnya bakteri mendapatkan nutrisi dan energi dari hasil metabolisme tanaman (Suharjo & Joko, 2001). Penggunaan inokulan dapat memperbaiki kesuburan dan keseimbangan hara dalam tanah. Penggunaan inokulan juga mampu meningkatkan kandungan unsur N tanah total hingga 20% sehingga hasil produksi kedelai dapat ditingkatkan hingga 30-45% bahkan pada tanah yang kurang subur produksi kedelai mampu meningkat hingga 50% (Laporan kegiatan kedelai plus, 2005). Menurut Sutanto (2002), bakteri Rhizobium sp. yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu memfiksasi 100-300 kg N / ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasalahan yang perlu diperhatikan agar proses simbiosis dapat terjadi adalah kecocokan bakteri Rhizobium sp. dengan tanaman inangnya. Beberapa faktor lain seperti pH tanah, suhu, sinar matahari, ketersediaan unsur hara untuk aktifitas bakteri Rhizobium sp. Inokulasi bakteri Rhizobium sp. pada benih (seperti produk legin) biasa digunakan di Indonesia. Beberapa metode aplikasi bakteri Rhizobium sp. yaitu pelapisan benih dan
metode tepung inokulan. Aplikasi pelapisan pada benih
misalnya benih kedelai dibasahi dengan air secukupnya kemudian diberikan bubuk bakteri Rhizobium sp. sehingga inokulan menempel pada permukaan benih. Aktifitas bakteri Rhizobium sp. terjadi pada saat akar terinfeksi kemudian membentuk bintil akar. Pembentukkan bintil akar terjadi 15 - 20 hari setelah tanam (Adisarwanto, 2005). Ditambahkan pula oleh Adijaya et al . (2009) peningkatan pertumbuhan tanaman kedelai yang diberi bakteri Rhizobium sp. disebabkan semakin
19
meningkatnya fiksasi N dari udara. Hal ini berpengaruh terhadap metabolisme tanaman, dimana hasil asimilat/fotosintat ditranslokasikan ke organ penyimpanan seperti terjadinya peningkatan jumlah polong, bobot biji yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi benih. Kenaikkan produksi kedelai karena penggunaan inokulan sangat beragam, hal ini karena pengaruh beberapa faktor antara lain: varietas dan kualitas benih kedelai, tingkat kesuburan tanah, kerapatan dan cara perawatan tanaman. Tabel 2 menunjukkan produksi (ton/ha.) berbagai varietas kedelai dengan pemberian inokulan dibandingkan dengan tanaman kedelai tanpa pemberian inokulan bakteri Rhizobium sp.
Tabel 2. Produksi berbagai varietas kedelai dengan pemberian inokulan Var. kedelai Lokal Lokon 1340 Taichung Guntur Kerinci Wilis Tidar Orba Galunggung 29 Lokal
Hasil (ton/ha.) Tanpa Inokulan Inokulan 1.60 2.40 1.90 3.10 1.20 1.49 0.76 1.26 0.84 1.04 1.00 1.10 1.00 1.20 1.20 1.30 0.60 1.20 0.50 1.00 0.60 1.30 0.60 1.10
Kenaikan (%) 50.00 63.15 24.16 65.78 23.80 10.00 20.00 8.33 88.33 100.00 116.00 83.33
Sumber: Hayati Silalahi (2008)
Benih kedelai merupakan benih yang cepat sekali mengalami penurunan mutu. Benih kedelai yang
sudah mengalami penurunan mutunya dapat
ditingkatkan vigornya melalui invigorasi. Salah satu perlakuan invigorasi dengan Matriconditioning plus inokulan Bradyrhizobium japonicum dan Azospirillum lipoferum selama 12 jam terbukti efektif dalam meningkatkan bobot brangkasan kering, jumlah polong, hasil benih per tanaman, hasil benih per petak lebih tinggi dibandingkan kontrol (Ilyas et al.,2003) Menurut Khalequzaman & Hossain (2008), perlakuan inokulasi bakteri Rhizobium sp. pada tanaman kacang-kacangan
dapat meningkatkan daya
berkecambah, indeks vigor, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, berat
20
polong per tanaman, berat biji per tanaman dan benih bebas dari serangan penyakit. Daya berkecambah antara kontrol pada benih yang diinokulasi dengan bakteri Rhizobium menunjukkan: Rhizobium binar p6 : 86.85% dan Rhizobium binar p 36: 92.00% sedangkan kontrol menunjukkan daya berkecambah: 70.95%. Pengembangan produksi tanaman dengan menggunakan inokulan perlu mendapat perhatian karena hasil produksi tanaman lebih aman untuk kesehatan dan penggunaan inokulan tidak merusak lingkungan. Penggunaan inokulan membantu dalam keberhasilan usaha produksi benih tanaman untuk menghasilkan benih bermutu (Saut, 2002). Hasil penelitian Cooper (1962), menunjukan bahwa benih legum yang telah diinsersi bakteri Rhizobium melilotii berlabel
menggunakan teknologi vakum
lebih baik dibandingkan dengan benih hanya dicampur dengan inokulan secara manual. Dalam hal ini pengaruh nodulasi yang terjadi pada benih yang diinsersi bakteri berlabel lebih baik karena bakteri dalam benih lebih banyak jumlahnya dan membantu dalam melakukan fiksasi nitrogen untuk pertumbuhan tanaman. Keuntungan benih yang telah diinsersi mengandung mikroorganisme bermanfaat, dimana pada saat benih berkecambah mikroorganisme akan membantu tanaman dalam proses metabolisme sehingga tanaman dapat tumbuh dan kelangsungan hidup mikroorganisme seperti bakteri Rhizobium
sp. tetap
dapat dipertahankan. Hubungan kerjasama tanaman dengan bakteri ini disebut simbiosis mutualisme (United States Patent, 1995) Gambar 2 memberikan ilustrasi sederhana dimana populasi bakteri tertentu pada kondisi suhu ruang diinsersi masuk ke dalam benih yang kualitasnya baik.
Mikroba
Kedelai
Gambar 2. Ilustrasi insersi bakteri Rhizobium sp. ke dalam benih
21
Teknologi ini diharapkan dapat membantu petani dalam menggunakan benih plus dan benih plus memberi nilai tambah ramah lingkungan karena mikroba yang diinsersi memiliki kemampuan melakukan penambatan nitrogen secara hayati (Sukiman, 2008). Ditambahkan pula oleh Egli et al.(1970), penggunaan pupuk urea untuk meningkatkan pertumbuhan kedelai diperlukan hanya sebagai pemicu sebelum bintil mencapai perkembangan dan sanggup untuk memenuhi kebutuhan N yang dibutuhkan tanaman sedangkan pupuk yang diberikan selanjutnya hanya untuk memenuhi kebutuhan N yang tinggi pada saat pengisian polong pada tanaman kedelai. Penggunan teknologi insersi bakteri Rhizobium sp. yang juga dikenal dengan kedelai plus telah diuji coba di lapangan dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. menunjukkan bahwa produksi kedelai plus dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan produksi kedelai biasa atau tanpa insersi (Sukiman, 2008).
Tabel 3. Uji aplikasi kedelai insersi bakteri Rhizobium sp. di beberapa lokasi di Jawa Barat. Kedelai Biasa (ton/ha)
Kedelai Plus (ton/ ha)
Cihideung Jabar
0.80
1.75 - 2.0
Cikampak Jabar
0.80
1.70 - 2.0
Cicurug, Jabar Ciomas , Jabar Taman Sari ,Jabar Cililin Jabar
0.70 0.70 0.70 0.80
1.70 - 2.0 1.28 - 1.45 1.37 - 1.74 1.70 - 2.00
Lokasi
Sumber: Sukiman (2008)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas benih adalah faktor lingkungan tumbuh tanaman kedelai seperti cahaya (Kantolic & Slafer, 2007), pemberian hormon tumbuh (Golunggu et al., 2007) dan unsur hara (Anetor & Akinrinde, 2006). Kemunduran benih bersifat inexorable yaitu tidak dapat dihindari dan pasti terjadi, namun kita dapat membuat proses kemunduran benih menjadi lambat dengan mengatur lingkungan simpan yang optimum disertai dengan viabilitas
22
awal yang tinggi dan kadar air benih yang optimum. Penggunaan inokulan yang diinsersi pada benih kedelai membantu dalam meningkatkan produksi dengan cara simbiosa antara tanaman dan bakteri Rhizobium sp. Pengaruh periode simpan terhadap mutu fisiologi benih.
Kemunduran benih sering terjadi di daerah tropis, dimana lamanya penyimpanan benih merupakan salah satu faktor pembatas produksi kedelai sehingga penyediaan benih berkualitas tinggi makin menurun. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu menjadi kendala karena daya simpan benih yang rendah, sementara itu pengadaan benih bermutu tinggi merupakan unsur penting dalam upaya peningkatan produksi benih tanaman. Proses kemunduran benih secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah dimana jumlah kecambah abnormal lebih besar. Hal ini dapat berpengaruh apabila benih tetap digunakan sehingga banyak benih tidak berkecambah di lapangan (field emergence), pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat, menurunnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat mengurangi produksi benih tanaman (Copeland & MC. Donald, 1985). Kemunduran benih kedelai selama penyimpanan dapat terjadi lebih cepat tergantung dari vigor benihnya. Benih yang memiliki vigor rendah akan menyebabkan pemunculan bibit di lapangan rendah, terutama dalam kondisi tanah yang kurang ideal. Hal ini perlu diperhatikan agar benih kedelai yang akan digunakan harus disimpan dalam lingkungan yang menguntungkan (suhu rendah), sehingga kualitas benih tetap tinggi dan stabil sampai diakhir penyimpanan (Viera et al.,2001). Menurut Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih makin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami kemundurannya tergantung dari tingginya faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan.
23
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Copeland & Donald, l985 ; Purnomo, 2010). Ditambahkan pula oleh Justice dan Bass (1994), laju penurunan vigor dan viabilitas benih dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor genetik dari spesies atau kultivar, kondisi benih, kondisi penyimpanan, keseragaman lot benih serta keberadaan mikroba patogen yang dapat merusak benih selama disimpan Loch dan Ferguson (1999) menyatakan bahwa penggunaan jenis kemasan benih merupakan hal yang paling utama dan penting untuk diperhatikan.
Jenis
kemasan benih untuk menjaga kelembaban seperti kaleng dari timah, plastik atau aluminium foil. Pemilihan kemasan benih perlu diperhitungkan jumlah dari benih tersebut. Jenis
pengemasan untuk penyimpanan jangka panjang atau jangka
pendek. Penyimpanan benih dalam jumlah yang kecil dapat disimpan dengan menggunakan kaleng dari aluminium atau fiberboard dengan aluminium foil, kantong polietilen dan karung goni atau kertas. Hasil penelitian
yang dilakukan
Andrew (1970) menunjukkan benih
kedelai yang berkadar air awal 10,4% atau lebih rendah yang dikemas dengan plastik polietilen dapat mempertahankan viabilitas lebih dari 80% selama 18 bulan. Menurut Chai et al. (2001), perkecambahan benih kedelai akan menurun dari perkecambahan awal yaitu diatas 90% menjadi 0% tergantung spesies dan kadar air selama penyimpanan. Dilain pihak Yaya et al. (2003) menyatakan bahwa benih kedelai yang disimpan dengan kadar air 6% dan 8% selama 4 bulan pada suhu 150C memiliki persentase perkecambahan diatas 70%. Faktor genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika suatu benih. Setiap jenis atau varietas benih memiliki identitas genetik yang berbeda. Sebagai contoh, daya simpan benih kedelai lebih rendah jika dibandingkan dengan daya simpan benih tanaman lain seperti benih jagung. Selain itu kekuatan tumbuh atau vigor dari produksi benih jagung hibrida lebih tinggi dari benih jagung biasa. Semua perbedaan tersebut diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam benih (Budiyanto, 2012).
24
Sukarman dan Raharjo (2000), juga menambahkan bahwa faktor bawaan dari suatu varietas kedelai berbiji kecil dan kulit berwarna gelap lebih toleran terhadap deraan fisik (suhu 420C dan kelembaban 100%) dibanding varietas berbiji besar dan berkulit terang. Hasil penelitiannya, menunjukkan bahwa kedelai varietas Cikuray yang memiliki biji sedang, kulit berwarna hitam dan kedelai varietas Tidar berbiji kecil, kulit berwarna kuning memiliki daya simpan yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai varietas Wilis berbiji sedang, berkulit kuning. Daya berkecambah benih varietas Cikuray dan varietas Tidar masih diatas 80% setelah lima bulan penyimpanan, sedangkan daya tumbuh benih kedelai varietas Wilis menurun hingga 60% setelah lima bulan penyimpanan. Menurut Kartono (2004) cara penyimpanan benih menjadi faktor yang sangat penting. Penyimpanan dalam kondisi terbuka dalam waktu 3 bulan menyebabkan kerusakan benih mencapai 25% dengan daya berkecambah 70%. Penyimpanan ini dilakukan pada kadar air awal sekitar 9 % dan daya berkecambah 95%. Hasil percobaan menunjukkan kadar air awal rendah pada penyimpanan terbuka menyebabkan kerusakan benih yang tinggi, menurunnya daya berkecambah dan daya simpan tidak bisa lama. Dengan demikian penyimpanan benih terbuka hanya untuk benih yang segera akan digunakan. Penelitian dengan menggunakan teknik insersi mikroba pada benih kedelai diharapkan dapat membantu dalam menjaga agar benih tetap memiliki kualitas yang tinggi dan stabil dengan memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal benih. Mikroba yang diinersi ke dalam benih menjadi lebih aman dari kondisi ekstrim diluar benih. Teknik insersi mikroba dengan teknologi vakum bermanfaat sebagai suatu cara aplikasi yang efisien dan sederhana. Insersi mikroba ke dalam benih merupakan solusi untuk memecahkan berbagai permasalahan aplikasi inokulan mikroba yang dihadapi petani sehingga peran mikroba yang dinsersi dapat tercapai secara optimal.
25
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, IPB dan Laboratorium Mikroba Simbiotik Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI, Cibinong. Penelitian dimulai bulan Pebruari sampai Oktober 2011.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan Penelitian Bakteri Rhizobium Bakteri Rhizobium
sp. yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
biakan koleksi kultur mikroba Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI
yang
diisolasi dari bintil akar tanaman kedelai dengan kode BTCC B 64. Biakan Rhizobium sp. yang memiliki karakter tumbuh lambat. Bakteri ini mampu hidup pada kondisi pH rendah dengan kisaran 3.5 – 4. Benih Kedelai Benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai var. Anjasmoro, (Deskripsi terlampir pada Lampiran 8) merupakan Benih Bina Bersertifikat (benih dasar) produksi Balai Benih, Dinas Pertanian Jawa Timur Malang. Benih kedelai yang digunakan dipanen pada bulan Juli 2010. Umur benih kedelai pada saat digunakan yaitu 8 bulan. Benih memiliki kadar air 9.6% dan daya tumbuh 81.8%. Benih kedelai diberi perlakuan insersi pada bulan Maret 2011. Kadar air sebelum diinsersi 9.024% dan sesudah diinsersi
kadar air benih mencapai
9.275%. Hasil panen dari benih kedelai plus memiliki kadar air 8.10% sedangkan benih kontrol 7.99%. Bahan penelitian yang digunakan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai dengan Lampiran 5.
26
Alat Penelitian
Prototipe alat vakum insersi benih kedelai dapat dilihat pada Lampiran 7, selain itu juga alat pengecambah benih, oven, timbangan analitik dan alat penelitian penunjang lainnya. Metode Penelitian Penelitian ini terbagi menjadi 2 percobaan, yaitu : Percobaan 1. Pembuktian keberadaan dan viabilitas bakteri Rhizobium sp. yang telah diinsersi ke dalam benih kedelai serta mutu benih kedelai selama penyimpanan. Percobaan 2. Pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya hasil dan mutu fisiologi benih kedelai. Benih yang telah diinsersi bakteri Rhizobium sp. dan benih tanpa
insersi
bakteri Rhizobium sp. (kontrol) kemudian digunakan untuk percobaan 1 dan 2.
Rancangan Percobaan Percobaan I: Pembuktian keberadaan dan viabilitas bakteri Rhizobium sp. yang telah diinsersi ke dalam benih kedelai serta mutu benihnya selama penyimpanan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) yang diacak secara lengkap. Faktor pertama adalah periode simpan sebagai petak utama dan faktor kedua adalah insersi bakteri Rhizobium sp. sebagai anak petak. Faktor pertama terdiri dari 5 taraf, yaitu: 1. S0 = 0 bulan
4. S3 = 3 bulan
2. S1 = 1 bulan
5. S4 = 4 bulan
3. S2 = 2 bulan
Faktor kedua terdiri dari 2 taraf, yaitu: 1. P1 = Tanpa insersi bakteri Rhizobium sp. (kontrol) 2. P2 = Insersi bakteri Rhizobium sp.
27
Percobaan ini terdiri dari 10 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan Model statistik rancangan percobaan yang digunakan adalah : Yijk = µ + Si + ηij + Pj + (SP)ij + εijk Keterangan:
Yijk
=
Nilai pengamatan pada perlakuan periode simpan ke-i (0, 1, 2, 3, 4) perlakuan insersi bakteri Rhizobium sp. ke-j (1, 2) dan ulangan ke-k
µ
=
Nilai rataan umum
Si
=
Pengaruh perlakuan periode simpan ke-i
ηij
=
Galat a (pengaruh perlakuan periode simpan)
Pj
=
Pengaruh perlakuan insersi bakteri Rhizobium sp. ke-j
(SP)ij
=
Pengaruh interaksi perlakuan periode simpan ke-i dan insersi bakteri Rhizobium sp. ke-j
εijk
=
Galat b (pengaruh interaksi perlakuan periode simpan dan insersi bakteri Rhizobium sp.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji-F pada taraf 5%. Apabila didapatkan tolok ukur yang dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Analisis data ini dilakukan dengan bantuan program Statistical Analysis System (SAS) 9.
Percobaan II: Pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya hasil dan mutu fisiologi benih kedelai. Rancangan percobaan yang digunakan dalam percobaan kedua adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) yang diacak secara lengkap seperti yang telah dipaparkan sebelumnya pada percobaan pertama. Data yang diperoleh dari percobaan kedua yang dilakukan di lapangan dianalisis dengan menggunakan uji-F pada taraf 5%. Apabila didapatkan tolok ukur yang dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Analisis data ini dilakukan dengan bantuan program Statistical Analysis System (SAS) 9.
28
Pelaksanaan Penelitian Percobaan I: Pembuktian keberadaan dan viabilitas bakteri Rhizobium sp. yang telah diinsersi ke dalam benih kedelai serta mutu benihnya selama penyimpanan. Preparasi media dan larutan Media agar manitol ekstrak ragi (YEMA) menurut Vincent (1970) Media YEMA (Lampiran 3) digunakan untuk menumbuhkan, memelihara dan regenerasi biakan bakteri Rhizobium sp., serta dapat pula digunakan sebagai media selektif untuk membedakan isolat bakteri yang didapat dengan bakteri yang lain.
Regenerasi biakan bakteri Rhizobium sp. Bakteri Rhizobium sp. BTCC B 64 yang akan digunakan dalam penelitian ini diregenerasi terlebih dahulu. Biakan bakteri diambil secara aseptik dengan menggunakan jarum ose dalam ruang steril (laminar air flow). Biakan digoreskan secara zig-zag pada permukaan agar miring YEMA steril dan dibuat ulangan 3 kali. Biakan kemudian disimpan dalam lemari penyimpanan (inkubator) pada suhu 28 – 30 0C selama 7 hari. Biakan selanjutnya ditumbuhkan pada media YEM broth (Lampiran 3) untuk digunakan sebagai starter dalam penelitian ini.
Insersi bakteri Rhizobium sp. pada benih kedelai Benih kedelai sebanyak 1 kg dicampur dengan 10 ml suspensi bakteri Rhizobium sp. dengan populasi sel sekitar 109 sel/ml. Benih dimasukkan ke dalam alat vakum dengan tekanan 300 mBar selama 4-5 menit. Alat vakum selanjutnya dibuka secara mendadak sehingga memberikan tekanan untuk mendorong bakteri Rhizobium sp. masuk ke dalam benih. Alat vakum yang digunakan adalah mixer vacuum device yang dirancang untuk membuat benih kedelai lebih baik dari sebelumnya, melalui proses pencampuran dan pemvakuman dengan suspensi bakteri Rhizobium sp. Kapasitas alat vakum ini mampu menampung ± 50 kg benih dengan putaran 30-40 rpm. Diharapkan dari metode ini udara yang ada di sekitar pori-pori benih akan terisap
29
dan suspensi bakteri Rhizobium sp. dapat menembus lapisan kulit benih dengan bantuan tekanan udara pada alat vakum (Subagio, 1999). Alat vakum baru dapat dibuka apabila proses insersi bakteri Rhizobium sp. pada benih kedelai telah selesai dilakukan. Benih yang berada di dalam alat vakum dikeluarkan dan ditempatkan pada bak plastik penampungan.
Benih
selanjutnya dikering anginkan dengan menggunakan kipas angin selama ± 6 jam. Diharapkan kadar air benih sama seperti kadar air awal sebelum benih diinsersi. Kadar air awal sebelum diinsersi = 9.024% dan kadar air sesudah insersi = 9.275%. Benih kedelai plus dan benih kontrol kedelai untuk setiap satuan percobaan disimpan sebanyak ± 3000 butir yaitu untuk uji viabilitas benih di laboratorium (5 taraf periode simpan x 2 taraf insersi x 3 ulangan x 5 tolok ukur) dan uji lapangan 800 butir (5 taraf periode simpan x 2 taraf insersi x 4 ulangan x 10 tanaman x 2 benih yang ditanam/polibag), kemudian dikemas ke dalam plastik polyethylene dan ditutup rapat. Benih selanjutnya disimpan dalam ruang penyimpanan pada suhu kamar antara 24-31oC dan kelembaban nisbi udara sekitar 80-90% selama periode simpan 0, 1, 2, 3 dan 4 bulan.
Pembuatan preparat irisan benih kedelai dengan metode parafin Pembuatan preparat bertujuan untuk mengetahui apakah bakteri Rhizobium sp. yang diinsersi telah masuk ke dalam jaringan benih kedelai. Hasil dari irisan tersebut akan menunjukkan sampai sejauh mana bakteri Rhizobium sp. masuk ke dalam jaringan internal benih. Irisan benih kedelai juga dapat membandingkan antara preparat sampel benih kedelai yang diinsersi bakteri Rhizobium sp. dengan benih tanpa diinsersi bakteri Rhizobium sp. Pembuatan preparat irisan dengan metode parafin adalah sebagai berikut (Rijadi, 2008): 1.
Benih difiksasi dengan cara benih dimasukkan ke dalam larutan alkohol 70% kemudian udara disekitar benih dibuat vakum. Fiksasi benih dilakukan selama 24 jam.
30
2.
Benih didehidrasi dengan alkohol secara bertahap mulai dari alkohol 70%, 80%, 90% dan alkohol absolut masing-masing dilakukan secara bertahap selama 3 jam.
3.
Benih dimasukkan ke dalam larutan alkohol dan xylene dengan perbandingan tertentu secara bertahap, mulai dari alkohol abs: xylene (3:1), alkohol abs: xylene (1:1), alkohol abs: xylene (1:3), dan xylene abs masingmasing dilakukan secara bertahap selama 3 jam.
4.
Benih kemudian dimasukkan ke dalam larutan xylene dan parafin cair dengan perbandingan tertentu secara bertahap mulai dari xylene: parafin (3:1), xylene: parafin (1:1), xylene: parafin (1:3), dan xylene murni.
5.
Benih selanjutnya dicetak dalam kotak-kotak kertas, setelah parafin dan benih mengeras dipasang di holder mikrotom.
6.
Pengirisan sampel dilakukan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan ± 10 mikron.
7.
Pita-pita parafin ± 5 cm diletakkan pada objek glass dan diolesi larutan haupt adhesive, dipanaskan diatas hot plate pada suhu 400 C. Perlakuan ini dilakukan sampai sampel menempel dan kering selama ± 3 hari.
8.
Pewarnaan preparat dilakukan secara bertahap: xylene (1), xylene (2), xylene:Alk abs(3:1), xylene :Alk abs(1:1), xylene :Alk abs(1:3), Alk absolut (1), Alk 95%, Alk 80%, Alk 70%, Alk 60%, Alk 50%, Alk 40%, Alk 30%, Alk 20%, Alk 10%, Aquades (1), Safranin1%, Aquades (2), Aquades (3), Fast green 0.5%, Aquades (4), Aquades (5), Alk 10%, Alk 20%, Alk 30%, Alk 40%, Alk 50%, Alk 60%, Alk 70%, Alk 80%, Alk 95%, Alk abs(2), Alk abs(3), Alk abs : xylene (3:1), Alk abs : xylene (1:1), Alk abs : xylene (1:3), xylene (3), xylene (4).
9.
Preparat ditetesi entellan secukupnya sebagai perekat kemudian ditutup dengan cover glass.
10.
Preparat siap untuk diamati dibawah mikroskop.
Pembuatan preparat dengan SEM
a. Preparasi larutan untuk Scanning Electrone Microscope 1. Larutan Caccodylate
31
a. Larutan stok: 0.2 M sodium caccodylate 42.6 gr ditambahkan aquades hingga volume menjadi 1000 ml pada pH 8.4 b. Larutan Caccodylate (siap pakai): 50 ml larutan stok ditambahkan pada
0.1 M HCl sebanyak 5.4 ml, kemudian
dibuat hingga volumenya menjadi 200 ml pada pH 8.4. 2. Glutaraldehyde
2.5 %
terdiri dari 5
ml
glutaraldehyde
ditambahkan caccodylate buffer hingga volume mencapai 40 ml. b. Preparasi spesimen (benih) dilakukan pada suhu 40C. a. Pembersihan sampel dilakukan dengan cara merendam sampel benih kedelai dalam larutan buffer caccodylate selama kurang lebih 2 jam, kemudian diagitasi dalam ultrasonic cleaner selama 5 detik. b. Prefiksasi dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam larutan glutaraldehyde 2.5% beberapa jam selama 2 hari. c. Fiksasi sampel selanjutnya dilakukan dimana sampel direndam dalam larutan tannic acid 2% selama 6 jam kemudian dicuci dengan larutan buffer caccodylate 5 detik diulangi sebanyak 4 kali. d. Perlakuan dehidrasi dilakukan dengan merendam dalam alkohol 50% selama 5 detik dan diulangi sebanyak 4 kali; kemudian alkohol 70% selama 20 detik; alkohol 85% selama 20 detik; alkohol 95% selama 20 detik dan akhirnya alkohol absolut selama 10 detik diulang sebanyak 2 kali. f. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam auto fine coater, untuk selanjutnya sampel dilihat dengan menggunakan mikroskop SEM dengan perbesaran objek hingga 100.000 kali. Percobaan II: Pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya hasil dan mutu fisiologi benih kedelai. Pelaksanaan di Lapangan a.
Persiapan media tanam Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah yang diambil dari
Cibinong dan pasir Cimangkok dengan perbandingan 1 : 1. Tanah top soil yang digunakan sebagai gambaran tanah yang miskin hara sehingga pada penelitian ini
32
dilakukan pemupukan. Hal ini dilakukan agar pengaruh bakteri Rhizobium sp. lebih terlihat peranannya dalam meningkatkan penambatan unsur hara N baik dari tanah maupun udara. Media tanam yang akan digunakan dilakukan analisis terlebih dahulu terhadap kandungan unsur N. Media tanam yang akan digunakan diayak dengan ayakan berukuran 5 mm kemudian dimasukkan ke dalam plastik dengan kapasitas 3 kg. Media tanam selanjutnya di kukus dalam dandang, pada saat air telah mendidih, pemanasan dilanjutkan hingga 2 jam. Media tanam kemudian dimasukkan ke dalam polibag dengan kapasitas 3 kg. Sebelum dan sesudah percobaan media tanam dianalisis kadar nitrogennya. b.
Penanaman Media tanam yang digunakan terlebih dahulu disiram dengan air sampai
mencapai kapasitas lapang dan diletakkan di tempat percobaan. Lubang tanam dibuat dengan kedalam ± 3-5 cm. Benih yang telah disiapkan (benih plus dan benih kontrol) ditanam sebanyak 2 benih ke dalam lubang tanam dan ditutup dengan media tanam. Penjarangan dilakukan 1 minggu setelah tanam dengan mempertahankan satu tanaman yang pertumbuhannya paling baik dan sisanya dipotong bagian batang di atas permukaan media. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, tiap satuan percobaan ulangan terdapat sepuluh polibag, Setiap periode penyimpanan dilakukan penanaman dimulai dari 0 bulan sampai 4 bulan. Lapangan yang digunakan dengan ukuran 12 x 2 m. Lapangan tersebut dibatasi dengan plastik putih transparan agar terhindar dari gangguan hewan di sekitar lokasi seperti kambing dan sebagainya sehingga dapat merusak tanaman. Percobaan dilakukan di kebun percobaan Pusat Penelitian Bioteknologi Cibinong. c.
Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman setiap hari pada pagi dan
sore hari. d.
Pemupukkan Pemupukkan diberikan 0.0625 g NPK (15:15:15)/ polibag dilakukan pada
14 HST dan 45 HST. e.
Pemanenan Pemanenan dilakukan setelah buah kedelai masak fisiologi, menurut kriteria
masak panen kedelai yang ditandai dengan batang, daun, dan buah sudah menjadi
33
kuning; pangkal buah dan pangkal pelepahnya masih hijau; polong kedelai yang sudah terasa keras, bernas dan berwarna kecoklatan. Hasil panen selanjutnya diolah, dijemur dibawah sinar matahari untuk selanjutnya ditimbang untuk daya hasil dan dianalisis mutu fisiologinya.
Pengamatan Penelitian
Percobaan I. Pembuktian keberadaan dan viabilitas bakteri Rhizobium sp. yang telah diinsersi ke dalam benih kedelai serta mutu benihnya selama penyimpanan. Pengamatan keberadaan bakteri Rhizobium sp Pengamatan keberadaan bakteri Rhizobium sp. pada preparat awetan irisan benih dengan metode parafin dilakukan dibawah mikroskop untuk memastikan adanya bakteri dalam jaringan benih selama disimpan.
Pengamatan viabilitas bakteri dalam benih Viabilitas bakteri Rhizobium sp. dalam benih kedelai selama penyimpanan dilakukan dengan menggunakan metode “drop plate” menurut Miles dan Misra (Somasegaran dan Hoben, 1985).
Benih sebanyak 1 gram ditimbang dan
selanjutnya dipotong-potong dengan menggunakan pinset dan pisau. Benih dimasukkan ke dalam 9 ml aquades steril, setelah itu diambil 1 ml suspensi, dimasukkan ke 9 ml aquades steril berikutnya. Perlakuan ini terus dilakukan hingga pada pengenceran ke 10
-10
. Masing-masing pengenceran tersebut diambil
50µl dan ditanam pada media YEMA yang telah diberi pewarnaan merah kongo . Koloni bakteri yang tumbuh dan tidak menyerap warna merah kongo pada media selektif adalah bakteri Rhizobium sp.
Jumlah koloni yang tumbuh kemudian
dihitung dan dimasukkan kedalam rumus:
Jumlah koloni yang tumbuh x faktor pengencerannya x volume suspensi = sel/ml
34
Pengamatan viabilitas benih Pengamatan viabilitas benih dilakukan terhadap benih yang telah diinsersi maupun benih yang tidak diinsersi (kontrol) sehingga mutu benih tetap dapat diketahui baik sebelum dan sesudah dilakukan percobaan. Pengamatan viabilitas benih dilakukan terhadap kadar air benih (%), viabilitas total dengan tolok ukur potensi tumbuh maksimum (%), viabilitas potensial dengan tolok ukur berkecambah (%),
daya
uji vigor benih dengan tolok ukur indeks vigor (%) dan
kecepatan tumbuh (%/etmal). Pengujian viabilitas benih dilakukan dengan menanam benih pada media kertas merang. Benih kedelai yang telah diinsersi dan benih kontrol dikecambahkan pada media kertas merang dan metode penanaman benih menggunakan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Setiap satuan percobaan pada uji viabilitas benih ditanam 25 butir benih dibuat tiga ulangan. Perkecambahan dilakukan dengan menggunakan alat pengecambah benih (APB) tipe IPB 72-1. Pengamatan di laboratorium dilakukan dengan menganalisis mutu fisiologi benih dengan tolok ukur:
1. Kadar air (KA) Menentukan kadar air benih digunakan rumus sebagai berikut: M2-M3 Kadar air (%) = x 100 % M2-M1 Keterangan: M1 = Berat cawan + tutup M2 = Berat cawan + tutup + benih sebelum dioven M3 = Berat cawan + tutup + benih sesudah dioven 2.
Potensi tumbuh maksimum (PTM) Potensi tumbuh maksimum benih dihitung setelah didapatkan data kecambah normal dan kecambah abnormal diakhir pengujian. Menentukan potensi tumbuh maksimum digunakan rumus sebagai berikut: Jumlah kecambah normal dan abnormal PTM (%) =
x 100% Jumlah benih yang di tanam
35
3.
Daya berkecambah (DB) Pengamatan persentase kecambah normal untuk kedelai pada hari ke-3 (first count) dan hari ke-5 (final count), Menentukan daya berkecambah benih digunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah kecambah normal pada hit. ke 1 dan hit. ke 2 DB (%) =
x 100% Jumlah benih yang ditanam
4. Kecepatan tumbuh (KCT) Kecepatan tumbuh (KCT) diukur dengan jumlah tambahan kecambah setiap hari/etmal selama perkecambahan (% per hari atau % per etmal). Menentukan kecepatan tumbuh digunakan rumus sebagai berikut (Sadjad, 1993):
t.5 KCT = ∑ d t.0
Keterangan : KCT = Kecepatan tumbuh t = Kurun waktu perkecambahan d =Tambahan persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan.
5.
Indeks vigor (IV) Indeks vigor ditentukan berdasarkan jumlah kecambah normal pada hitungan pertama yaitu hari ke-3. Menentukan indeks vigor digunakan rumus sebagai berikut: Jumlah k ecambah normal pada hit. ke 1 IV (%) =
Jumlah benih yang ditanam
X 100%
36
Percobaan II.
Pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya hasil dan mutu fisiologi benih kedelai.
Pengamatan pada percobaan 2 dilakukan pada pertumbuhan tanaman kedelai di lapangan meliputi: Fase vegetatif (6 MST) Tinggi tanaman (cm), jumlah daun, jumlah bintil akar, bobot basah bintil akar (g) dan bobot kering bintil akar(g) Fase generatif (12 MST) Tinggi tanaman (cm), panjang akar (cm), bobot kering tanaman bagian atas (g), bobot kering bagian bawah (g), jumlah polong dan bobot kering polong(g), bobot kering benih (g). Hasil benih kedelai: bobot kering benih/tanaman (g) diuji mutu benihnya Konfirmasi infeksi bakteri Rhizobium sp. pada bintil perakaran tanaman kedelai dan untuk mengetahui efektifitas isolat bakteri Rhizobium sp. dengan melihat jumlah bintil akar pada perakaran. Pengujian mutu benih yang dihasilkan seperti pada percobaan I.
Alir penelitian yang dilakukan dalam percobaan I dan percobaan II ditunjukkan pada Gambar 3.
37
Bakteri Rhizobium sp. Teknologi insersi
Benih kedelai var. Anjasmoro Percobaan I Pembuktian keberadaan dan viabilitas bakteri Rhizobium sp. yang telah diinsersi ke dalam benih kedelai serta mutu benih selama 4 bulan
Percobaan II Pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya hasil dan mutu fisiologi benih kedelai.
Uji mutu benih
Pengamatan setiap periode penyimpanan: Keberadaan bakteri dalam benih Viabilitas bakteri Rhizobium sp. (populasi sel/ml dalam benih) Mutu fisiologi benih kedelai: \ -Kadar air -Viabilitas total : potensi tumbuh maksimum -Viabilitas potensial : daya berkecambah -Vigor: indeks vigor, kecepatan tumbuh
Pertumbuhan tanaman kedelai di lapang Fase vegetatif (6 MST) Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bintil akar, bobot basah dan kering bintil akar Fase generatif (12 MST) Tinggi tanaman, panjang akar, bobot kering tanaman bagian atas dan bawah, jumlah polong Hasil benih kedelai: bobot basah benih/tanaman (g) Mutu fisiologi benih kedelai yang dihasilkan: - Kadar air - Viabilitas total: potensi tumbuh maksimum - Viabilitas potensial : daya berkecambah - Vigor: indeks vigor, kecepatan tumbuh
Gambar 3. Bagan alir penelitian
38
HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai yang dipakai untuk penelitian mempunyai kadar air benih 9.6% dan daya tumbuh 81.8%. Benih sebelum digunakan di pilah antara benih rusak dengan benih yang bagus dan sehat serta dilakukan kembali uji daya berkecambahnya. Daya berkecambah benih sebelum diinsersi 100%. Benih kedelai varietas Anjasmoro memiliki warna kulit kuning. Bunga tanaman kedelai varietas Anjasmoro berwarna ungu. Pembungaan terjadi pada 4 MST, pembentukkan polong pada 6 MST, polong sudah berisi pada 8 MST dan polong masak berwarna coklat muda pada 12 MST. Deskripsi var. Anjasmoro dapat dilihat pada Lampiran 8. Bakteri Rhizobium sp. yang digunakan merupakan koleksi dari Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI, yaitu bakteri BTCC-B64. Bakteri Rhizobium sp. merupakan bakteri tumbuh lambat dan memiliki kemampuan efektif menambat N dalam tanah dan udara sehingga dapat membantu pertumbuhan tanaman legum seperti kedelai. Pada kondisi tanah pH yang rendah (pH 4-5) bakteri Rhizobium sp. masih mampu hidup. Percobaan I: Pembuktian keberadaan dan viabilitas bakteri Rhizobium sp. yang telah diinsersi ke dalam benih kedelai serta mutu benihnya selama penyimpanan. Percobaan pertama yang dilakukan setelah benih diberi perlakuan insersi bakteri Rhizobium sp. sebagai K+ yaitu benih kedelai plus. Benih tanpa insersi sebagai benih kontrol (K0).
Benih-benih dipisahkan antara benih perlakuan
dengan benih kontrol dan diberi label. Benih dimasukkan ke dalam plastik kemudian ditutup rapat dan disimpan di dalam kaleng. Kemasan plastik efektif untuk menghambat perubahan kadar air selama penyimpanan. Benih disimpan pada kondisi suhu kamar yang berkisar 240-310C. Kondisi ini dibuat agar benih dapat disimpan dalam suhu kamar oleh petani karena terbatasnya alat refrigerator atau kulkas yang dapat digunakan untuk menyimpan benih. Hasil pembuktian keberadaan bakteri Rhizobium sp. yang telah diinsersi ke dalam benih kedelai pada preparat awetan diamati di bawah mikroskop. Preparat awetan irisan benih kedelai tersebut menunjukkan bahwa bakteri Rhizobium sp. benar masuk ke dalam jaringan kulit benih yaitu pada jaringan palisade.
39
Gambar 4 memperlihatkan preparat awetan irisan benih plus dimulai dari umur simpan 0 bulan sampai dengan 4 bulan. Preparat awetan irisan benih plus dibandingkan dengan referensi (Agarwal dan James, 1997). Hasil percobaan pertama pada Gambar 4 terlihat ada bagian yang tidak utuh dan ada bagian yang utuh. Bagian benih yang utuh terlihat dimulai dari permukaan benih, jaringan palisade, jaringan ”hour glass layer” dan kotiledon seperti yang ditunjukkan pada gambar irisan dari referensi. Pembuktian keberadaan bakteri di dalam jaringan pada Gambar 4 menunjukkan pola keberadaan bakteri yang tidak beraturan sehingga untuk melihat bahwa bakteri berbentuk batang seperti pada Gambar 5 tidaklah mudah. Pola keberadaan bakteri yang tidak beraturan ini terjadi karena letak bakteri pada saat bakteri diinsersi ke dalam benih dengan alat vakum teracak.
Hasil
pengamatan ini memberikan informasi bahwa bakteri Rhizobium sp. masuk ke dalam jaringan benih kedelai dengan perlakuan teknologi vakum.
pa
co
pa co pa 2
a. 0 bulan
b. 1 bulan
pa
c. 2 bulan co
2
2
pa hy
hy
pr
d. 3
e. 4
f. irisan dari
Keterangan Gambar:
: : permukaan kulit benih 2. Jaringan palisade (pa) 3. Hour glass layer (hr) 4. Parenchema (pr) 1.
a. b. c. d. e. f.
irisan benih o bulan irisan benih 1 bulan irisan benih 2 bulan irisan benih 3 bulan irisan benih 4 bulan iriasan benih kedelai dari referensi
Gambar 4. Hasil irisan preparat awetan benih kedelai yang disimpan selama 0-4 bulan dengan perbesaran 40x, dibandingkan dengan irisan kedelai dari referensi (Agarwal dan James, 1997)
40
Gambar 5. menunjukkan preparat awetan dari benih kedelai plus yang dibandingkan dengan kultur murni terlihat sama yaitu bakteri berbentuk batang.
Gambar 5. Bentuk bakteri dari irisan kedelai preparat awetan pada benih plus dibandingkan dengan kultur murni (perbesaran 100x) Berbeda dengan pola yang terlihat pada Gambar 6 dimana pada benih yang tidak diberi perlakuan insersi (benih kontrol) tidak ditemukan adanya bakteri Rhizobium sp. Jaringan benih kedelai terlihat kosong, sedangkan pada benih kedelai plus memberikan gambaran adanya bakteri Rhizobium sp. dengan pola yang tidak beraturan.
2
1
2 A Keterangan : 1 2 A B
B
: permukaan kulit benih : jaringan palisade : kotiledon : irisan benih kontrol : irisan benih plus
Gambar 6. Hasil irisan preparat awetan benih kontrol dan benih plus
Hasil SEM pada benih kontrol yang ditunjukkan pada Gambar 7a permukaan benih tidak mengalami kerusakkan. Benih masih dalam kondisi yang baik. Gambar 7b menunjukkan hasil SEM terlihat posisi bakteri yang tidak
41
beraturan dimana bentuk bakteri berubah-ubah di sekitar permukaan luar kulit benih. Bentuk bakteri kadang terlihat seperti batang dan disisi lain bentuk bakteri terlihat cocus. Hasil SEM yang ditunjukkan pada Gambar 7b
memberikan
informasi bahwa tidak semua bakteri Rhizobium sp. yang diinsersi masuk ke dalam benih kedelai. Gambar 7c memperlihatkan sisi lain dari benih kedelai plus yang tetap baik sekalipun sudah dilakukan proses vakum pada benih kedelai. Gambar 7d dan Gambar 7e terlihat bentuk gumpalan bakteri Rhizobium sp. pada permukaan di bagian luar kulit benih yang dicampur secara konvensional yaitu suspensi bakteri dicampur dengan benih kedelai menggunakan alat pengaduk.
a
b
c
e
d
Keterangan: a. Permukaan benih tanpa insersi b. Permukaan benih yang diinsersi c. Sisi lain dari permukaan bagian luar kulit benih yang tetap baik setelah diberi perlakuan insersi d. Permukaan benih yang banyak gumpalan suspensi bakteri e. Sisi lain dari permukaan bagian luar kulit benih yang banyak gumpalan suspensi bakteri
Gambar 7. Hasil SEM bagian kulit benih kedelai var. Anjasmoro Tampilan benih kedelai var. Anjasmoro jika dilihat dengan kasat mata seperti pada Gambar 8a, dimana terlihat kulit benih kedelai yang belum diberi perlakuan ada yang mulus, ada yang kulitnya sedikit terbuka.
Seleksi benih
merupakan langkah awal yang penting dan perlu diperhatikan sebelum benih kedelai digunakan. Benih kedelai yang dicampur bakteri Rhizobium sp. sebelum di vakum ditunjukkan pada Gambar 8b. Benih diharapkan
tidak mengalami
kerusakkan pada saat diaduk secara manual. Jika pada tahap awal kulit benih
42
telah mengalami kerusakkan dimana kulit benihnya sedikit terkelupas. Benih tersebut apabila dalam kondisi yang tidak menguntungkan mengalami penurunan mutu karena terdapat bakteri/jamur perusak benih. Gambar 8c menunjukkan penampilan benih kedelai yang diberi perlakuan insersi bakteri Rhizobium sp. kemudian divakum. Benih yang telah diberi perlakuan insersi kemudian dikering anginkan sehingga kondisi benih kembali seperti semula. Pada saat benih berkecambah, maka bakteri Rhizobium sp. yang ada di dalam benih akan mulai melakukan aktifitas bersimbiosa dengan tanaman kedelai. Hubungan ini saling memberikan keuntungan antara bakteri dengan tanaman. Bakteri mendapat tempat tinggal sedangkan tanaman mendapatkan N yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhannya secara alami.
a
b
c
a. benih kontrol b. benih yang dicampur dengan suspensi bakteri c. benih yang telah divakum Gambar 8. Tampilan kulit benih kedelai secara kasat mata
Konfirmasi pembuktian populasi sel bakteri Rhizobium sp. yang masuk ke dalam benih dilakukan dengan cara mengambil 1 g benih kedelai yang diinsersi bakteri Rhizobium sp. Benih kemudian digerus dan dimasukkan ke dalam tabung larutan serial pengenceran. Larutan serial pengenceran kemudian ditanam pada media selektif yaitu media YEMA (Yeast Ekstrak Manitol Agar) yang diberi tambahan merah kongo. Bakteri yang tumbuh dan tidak menyerap warna merah kongo pada media selektif adalah bakteri Rhizobium sp. Hasil ini dikonfirmasi kembali dibawah mikroskop dan terbukti bahwa di dalam benih terdapat bakteri Rhizobium sp. Gambar 9 memperlihatkan populasi sel bakteri Rhizobium sp.
43
dalam benih pada kisaran yaitu 6 - 6.6 x 105 sel/ml. Tekanan yang digunakan untuk memasukkan bakteri tidak merusak kulit benih kedelai. Insersi bakteri terhadap benih kedelai plus memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah populasi sel bakteri Rhizobium sp. dibandingkan benih kontrol, karena pada benih kontrol tidak ditemukan adanya sel bakteri Rhizobium sp. Populasi sel bakteri Rhizobium sp. yang diinsersi ke dalam benih kedelai selama periode simpan benih mulai dari 0 - 4 bulan ditunjukkan pada Gambar 9. Hal ini menunjukkan bahwa populasi sel bakteri Rhizobium sp. selama periode simpan benih kedelai mulai dari 0 - 4 bulan dapat dipertahankan pada kisaran 6 - 6.6 x 105 sel/ml. Hasil Populasi sel bakteri Rhizobium sp. mendukung hasil pengamatan yang telah dilakukan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Berdasarkan hasil irisan preparat awetan menunjukkan bahwa bakteri yang masuk ke dalam benih pada kisaran 6 6.6 x 105 sel/ml. Insersi bakteri di dalam benih pada kisaran 6 - 6.6 x 105 sel/ml memberikan keuntungan dalam berkompetisi. Bakteri yang telah berada di dalam benih memiliki kesempatan lebih besar untuk menguasai perakaran tanaman. Bakteri tetap hidup dengan cara dorman di dalam benih dan juga terlindung dari kondisi lingkungan yang ekstrim seperti suhu, cahaya matahari.
Gambar 9. Populasi sel bakteri Rhizobium sp. dalam benih kedelai var. Anjasmoro
44
Rekapitulasi hasil analisis keragaman terhadap pengaruh periode simpan dan insersi bakteri Rhizobium sp. serta interaksinya terhadap beberapa tolok ukur viabilitas benih yang diamati ditunjukkan pada Tabel 4. Pengaruh periode simpan terlihat sangat nyata pada tolok ukur indeks vigor dan kecepatan tumbuh. Pengaruh insersi bakteri berpengaruh sangat nyata terhadap populasi sel bakteri.
Tabel 4. Rekapitulasi hasil analisis keragaman pengaruh periode simpan dan insersi bakteri Rhizobium sp. serta interaksinya terhadap beberapa tolok ukur yang diamati. Parameter Pengamatan Kadar air @ PTM l DB IV KCT Populasi sel bakteri
Periode Penyimpanan tn tn tn ** ** tn
Insersi Bakteri tn tn tn tn tn **
Interaksi
KK
tn tn tn tn tn tn
2.48 2.60 3.39 9.53 3.57 26.48
tn: tidak nyata; *: nyata pada taraf uji 5 %; **: sangat nyata pada taraf uji 1 %. ;@: transformasi (Y+0.5)0.5; PTM: potensi tumbuh maksimum; DB: daya berkecambah; IV: indeks vigor; KCT: kecepatan tumbuh
Pengaruh faktor tunggal periode simpan benih terhadap mutu benih ditunjukkan pada Tabel 5. Periode simpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya berkecambah karena daya berkecambah benih masih tinggi pada semua periode simpan.
Tabel 5. Pengaruh faktor tunggal periode simpan terhadap mutu benih sebelum tanam Periode simpan (bulan) 0 1 2 3 4
Daya berkecambah (%) 100.00 98.00 96.00 97.00 98.00
Kecepatan tumbuh (%/etmal) 31.78 a 31.20 a 32.33 a 31.63 a 28.69 b
Indeks vigor (%) 90.67 a 89.33 a 91.33 a 96.00 a 58.67 b
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 1% untuk KCT dan IV; DB= tidak nyata. KK DB=3.39; KK KCT = 3.57; KK IV =0.53.
45
Pengaruh periode simpan terhadap vigor benih sangat nyata karena sekalipun viabilitas potensial benih masih tinggi namun vigor benih sudah mengalami penurunan. Penurunan vigor benih terjadi pada periode simpan 4 bulan dilihat dari tolok ukur kecepatan tumbuh= 28.69%/etmal dan indeks vigor= 58.67%. Sadjad (1999) menyatakan bahwa periode simpan akan berpengaruh terhadap viabilitas benih, dimana akan terjadi penurunan viabilitas benih seiring dengan pertambahan waktu. Dalam hal ini periode simpan benih kedelai mempengaruhi penurunan mutu benih kedelai karena diduga viabilitas benih kedelai yang disimpan pada suhu ruang sudah mengalami kemunduran. Diduga pada suhu ruang terjadi respirasi benih sekalipun laju respirasinya rendah. Pada saat benih akan digunakan, telah terjadi penurunan mutu benih. Percobaan II: Pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya hasil dan mutu fisiologi benih kedelai
Rekapitulasi hasil analisis keragaman pengaruh periode simpan dan insersi bakteri Rhizobium sp. serta
interaksinya terhadap beberapa tolok ukur yang
diamati dicantumkan pada Tabel 6. Pada fase vegetatif, faktor tunggal periode simpan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan faktor tunggal insersi bakteri berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bintil akar, bobot basah bintil akar dan bobot kering bintil akar. Faktor interaksi periode simpan dan insersi bakteri berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Pada fase generatif, faktor tunggal periode simpan dan faktor tunggal insersi berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering tanaman bagian atas tanaman, bobot kering tanaman bagian bawah tanaman, jumlah polong, bobot kering polong, bobot kering benih, kecuali tinggi tanaman hanya berpengaruh sangat nyata pada faktor tunggal periode simpan. Faktor interaksi periode simpan dan insersi bakteri berpengaruh nyata terhadap bobot kering bagian bawah tanaman berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering bagian atas tanaman, jumlah polong, bobot kering polong. Mutu fisiologi benih hasil panen,
faktor tunggal periode penyimpanan
berpengaruh sangat nyata terhadap indeks vigor. Faktor tunggal insersi bakteri
46
berpengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh dan berpengaruh sangat nyata terhadap indeks vigor benih.
Tabel 6. Rekapitulasi hasil analisis keragaman pengaruh periode simpan dan insersi bakteri Rhizobium sp. serta interaksinya terhadap beberapa tolok ukur yang diamati
Parameter Pengamatan
Periode simpan
Fase vegetatif (6 MST) Tinggi tanaman Jumlah daun Jumlah bintil akar @ Bobot basah bintil akar@ Bobot kering bintil akar@ Fase generatif (12MST) Tinggi tanaman Panjang akar Bobot kering tanaman bagian atas Bobot kering tanaman bagian bawah Jumlah polong Bobot kering polong Bobot kering benih Mutu fisiologi hasil panen Kadar air @ Potensi tumbuh maksimum Daya berkecambah Indeks vigor Kecepatan tumbuh
Insersi bakteri
Interaksi
* tn tn tn tn
** ** ** ** **
tn * tn tn tn
2.45 4.56 11.93 11.10 7.27
** tn ** ** ** ** **
tn tn ** ** ** ** **
tn tn ** * ** ** tn
2.45 11.53 14.46 18.01 12.04 11.77 18.23
tn tn tn ** tn
tn tn tn ** *
tn tn * ** tn
10.89 2.23 3.56 5.63 3.47
KK
tn: tidak nyata; *: nyata pada taraf uji 5 %; **: sangat nyata pada taraf uji 1 % ;@: transformasi (Y+0.5)0.5; PTM: potensi tumbuh maksimum; DB: daya berkecambah; IV: indeks vigor; KCT: kecepatan tumbuh.
Mutu fisiologi benih hasil panen, faktor interaksi periode simpan dan insersi bakteri berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah benih
dan
berpengaruh sangat nyata terhadap indeks vigor benih. \
Fase vegetatif (tanaman kedelai 6 MST)
Pengaruh faktor tunggal periode simpan terhadap tinggi tanaman dicantumkan pada Tabel 7. Semakin lama benih disimpan tinggi tanaman
47
mengalami penurunan. Dalam hal ini faktor periode simpan benih mempengaruhi kondisi benih pada saat akan ditanam. Seperti kita ketahui mutu benih mengalami penurunan setelah disimpan selama 4 bulan. \
Tabel 7. Pengaruh faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap tinggi tanaman (cm) pada fase vegetatif kedelai 6 MST Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 27.53 24.88 26.20 a
Periode simpan (bulan) 1 2 3 26.83 26.48 26.80 23.50 23.90 24.35 25.16 b 25.19 b 25.58 ab
4 27.08 23.93 25.50 b
Rerata \
26.94 a 24.11 b
Keterangan: K+ : benih kedelai yang diinsersi bakteri; KO : benih kontrol (tanpa insersi bakteri) Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% untuk periode simpan dan taraf 1% untuk insersi bakteri. KK= 2.45
Tabel 7 menunjukkan pengaruh faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp. terhadap tinggi tanaman kedelai 6 MST. Tanaman yang berasal dari benih kedelai plus menghasilkan tinggi tanaman = 26.94 cm lebih tinggi dibandingkan tanaman dari benih kontrol = 24.11 cm. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Suharjo (2001) yang menyatakan bahwa tanaman kedelai yang diberikan
bakteri
Rhizobium
sp.
dapat
meningkatkan
tinggi
tanaman.
Ditambahkan pula oleh Noortasiah (2005), nitrogen merupakan unsur paling penting bagi pertumbuhan tanaman, namun ketersediaan nitrogen pada daerah tropis seperti Indonesia umumnya rendah. Pemanfaatan bakteri Rhizobium sp. dalam menambat nitrogen di udara maupun dalam tanah secara hayati diharapkan dapat memenuhi kebutuhan N pada tanaman. Pengaruh faktor tunggal periode simpan benih terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa benih yang tidak disimpan memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan benih yang disimpan. Berbeda dengan benih yang disimpan pada periode simpan 1 sampai 4 bulan terlihat tinggi tanamannya mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi benih yang disimpan kemudian ditanam di lapang. Faktor eksternal salah satunya yaitu suhu penyimpanan benih. Benih kedelai lebih tahan lama apabila disimpan pada kondisi suhu rendah. Faktor internal, jika dilihat umur benih yang digunakan sudah melebihi batas 3 bulan. Hal ini yang menyebabkan
48
turunnya viabilitas benih sehingga pada saat benih ditanam pertumbuhan tanamannya rendah. Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan pada benih terhadap jumlah daun pada fase vegetatif tanaman
kedelai 6 MST
ditunjukkan pada Tabel 8. Benih plus terlihat lebih banyak jumlah daunnya dibandingkan dengan kontrol pada periode simpan 0 sampai 4 bulan. Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap jumlah daun pada benih kedelai plus dan benih kontrol menurun setelah disimpan 1 bulan, namun demikian jumlah daun dari tanaman benih plus masih lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Periode simpan 2 - 4 bulan, jumlah daun pada tanaman yang berasal dari benih kedelai plus dan kontrol tidak berbeda nyata. Seperti pada Tabel 5, mutu benih selama periode simpan 0 - 3 bulan masih tinggi. Hal ini diduga karena faktor internal dan eksternal pada benih. Uji mutu benih yang dilakukan di laboratorium masih dalam kondisi yang optimum, pada saat benih diuji di lapang dalam kondisi sub optimum vigor kekuatan tumbuh benih berbeda terlihat dari pertumbuhan tanaman, dalam hal ini terhadap jumlah daun. Jumlah daun tanaman dari benih kedelai plus lebih banyak menunjukkan bahwa pengaruh insersi pada benih dapat membantu pertumbuhan tanaman. Menurut Sholikah (2012), penyediaan nitrogen dapat langsung digunakan oleh tanaman dalam proses pembentukan DNA, RNA maupun protein yang berhubungan dengan pembangun jaringan tubuh tanaman.
Tabel 8.
Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap jumlah daun pada fase vegetatif kedelai 6 MST
Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 12.05a 10.20c 11.13
Periode simpan (bulan) 1 2 3 11.45b 11.13b 11.03b 10.15c 10.88bc 10.73bc 10.80 11.01 10.88
4 11.28 b 10.75bc 11.02
Rerata \
11.39 10.54
Keterangan: K+ : benih kedelai yang diinsersi bakteri; KO : benih kontrol (tanpa insersi bakteri) Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% untuk interaksi dan taraf 1% untuk insersi bakteri. KK= 4.56
Pengaruh
faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp.
pada periode
simpan 0-4 bulan terhadap jumlah bintil akar, bobot basah bintil akar dan bobot
49
kering bintil akar pada fase vegetatif kedelai 6 MST ditunjukkan pada Tabel 9. Jumlah bintil akar, bobot basah bintil akar dan bobot kering bintil akar dari tanaman benih plus nyata lebih banyak dan berat dibandingkan tanaman dari benih kontrol.
Tabel 9. Pengaruh faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap jumlah bintil akar, bobot basah bintil akar dan bobot kering bintil akar pada fase vegetatif kedelai 6 MST
Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 31.25 9.25 20.25
Jumlah Bintil Akar Periode simpan (bulan) 1 2 3 31.50 38.25 32.25 10.25 9.00 10.00 20.88 23.63 21.13
4 36.50 9.50 23
Rerata 33.95a 9.60b
Bobot Basah Bintil Akar (g) Periode simpan (bulan) 1 2 3 0.49 0.43 0.60 0.03 0.05 0.02 0.26 0.24 0.31
4 0.71 0.05 0.38
Rerata 0.54a 0.04b
4 0.15 0.02 0.09
Rerata 0.17a 0.01b
KK jumlah bintil akar= 11.93
Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 0.48 0.04 0.26
KK bobot basah bintil akar=11.10
Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 0.21 0.01 0.11
Berat Kering Bintil Akar (g) Periode simpan (bulan) 1 2 3 0.17 0.16 0.14 0.01 0.01 0.01 0.09 0.09 0.08
KK bobot kering bintil akar= 7.27
Bintil akar yang ditemukan pada tanaman kontrol diduga disebabkan oleh mikroba indigenous yang sebelumnya telah berada di media tumbuh. Menurut Sarjoko (1991), tanaman akan memperoleh unsur nitrogen yang dibutuhkan dan bakteri mendapat energi yang berasal dari metabolisme tanaman. Kehidupan simbiosa antara tanaman dan bakteri Rhizobium sp. memberikan peluang untuk pengembangan
pupuk
biologi yang
dapat
menggantikan
pupuk
kimia
(Fatchurochim 1988; Rahayu 2004; Stevan et al. 2010). Killham
(1999)
menyatakan
bahwa
keunggulan
strain
Rhizobium
merupakan salah satu faktor yang menentukan persaingan pada kondisi
50
lingkungan yang ekstrim dan kemampuan dalam menginfeksi tanaman inangnya. Hal ini sangat mendukung hasil penelitian, dimana bakteri yang diinsersi pada benih kedelai plus memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan mikroba indigenous. Saat benih mulai berkecambah, peluang terbesar dalam kompetisi dimiliki oleh bakteri Rhizobium yang diinsersi ke dalam benih. Kondisi ini membuat mikroba indigenous yang ada tidak dapat mendekati perakaran pada tanaman dari benih plus. Populasi sel bakteri Rhizobium 6 – 6.6 x 105 sel/ml disekitar perakaran terbukti lebih dominan dilihat dari jumlah bintil akar, berat basah bintil akar dan berat kering bintil akar dari benih plus. Berbeda dengan media kontrol yang tidak diberi perlakuan insersi, mikroba indigenous mempunyai peluang untuk mendekati perakaran tanaman sehingga pada tanaman dari benih kontrol ditemukan bintil akar yang berasal dari mikroba indigenous. Faktor lain yang diduga mempengaruhi pembentukkan bintil akar pada tanaman dari benih plus seperti dijelaskan oleh Saptiningsih (2007) adalah pengaruh faktor lingkungan seperti curah hujan yang tinggi atau penyiraman secara berlebihan. Hal ini dapat menghambat aktivitas simbiotik antara tanaman dengan bakteri. Tekstur tanah yang padat dan kurang oksigen menyebabkan nitrogen yang tersedia di tanah dalam bentuk NO3 - dan NH4
+
seringkali hilang
terlarut karena tidak terikat pada struktur tanah.
Fase generatif (tanaman kedelai 12 MST)
Pengaruh faktor tunggal insersi bakteri dan periode simpan benih terhadap tinggi tanaman ditunjukkan pada Tabel 10. Tanaman yang berasal dari benih plus memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Tinggi tanaman meningkat pada periode simpan 0, 1 dan 2 bulan, kemudian periode simpan 3 bulan menurun mencapai 39.531 cm. Periode simpan selanjutnya (4 bulan) terjadi peningkatan pada tinggi tanaman menjadi 43.281 cm. Diduga faktor lingkungan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu adanya serangan hama pada tanaman menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu.
51
Tabel 10. Pengaruh faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp. simpan terhadap tinggi tanaman pada kedelai 12 MST
Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 43.786 43.219 43.502 b
Periode simpan (bulan) 1 2 3 4 45.438 53.281 40.094 46.620 41.969 51.563 38.969 39.938 43.703 b 52.422 a 39.531c 43.281b
dan periode
Rerata 45.845 43.132
Keterangan: K+ : benih kedelai yang diinsersi bakteri; KO : benih kontrol (tanpa insersi bakteri) Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 1%. KK=2.45
Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot kering tanaman bagian atas dan bobot kering tanaman bagian bawah kedelai 12 MST ditunjukkan pada Tabel 11. Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot kering tanaman bagian atas lebih responsif dibandingkan dengan bobot kering tanaman bagian bawah. Hal ini disebabkan, karena kondisi pertanaman yang tidak sesuai yaitu volume media tanam yang kurang memadai untuk pertumbuhan perakaran tanaman kedelai. Kondisi ini berdampak pada aktifitas bakteri yang tidak dapat secara optimal dalam menambat N sehingga pertumbuhan akar lebih sedikit. Bobot tanaman bagian atas sebelum disimpan dari benih plus dan benih kontrol terlihat masih tinggi, namun jika dibandingkan bobot tanaman bagian atas dari benih plus lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Periode simpan 1 – 2 bulan peubah bobot kering tanaman bagian atas menunjukkan perbedaan antara tanaman dari benih kedelai plus dengan kontrol. Periode simpan selanjutnya 3 bulan tanaman dari benih kedelai plus mengalami penurunan dan sama dengan kontrol. Periode simpan 4 bulan benih
kedelai plus terlihat lebih baik
dibandingkan kontrol. Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terjadi fluktuasi pada awal sebelum benih disimpan, pada tanaman dari benih plus periode simpan 2 bulan tanaman dan tanaman dari benih kontrol pada periode simpan 3 terhadap bobot kering tanaman bagian atas. Diduga faktor lingkungan mempengaruhi pertumbuhan tanaman sehingga berpengaruh pada bobot bagian atas tanaman.
52
Pengaruh interaksi periode simpan dan insersi bakteri Rhizobium sp. terhadap bobot kering tanaman bagian bawah tanaman kedelai 12 MST berbeda nyata. Tanaman dari benih kedelai plus dan benih kontrol (K0) menunjukkan pengaruh yang hampir sama terhadap bobot kering tanaman bagian bawah. Periode simpan benih 0 bulan terlihat bahwa insersi tidak berpengaruh terhadap bobot kering bagian bawah karena tanaman dari benih plus sama dengan kontrol. Periode simpan benih 1 – 2 bulan insersi bakteri berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman bagian bawah karena tanaman dari benih kedelai plus lebih baik dibandingkan kontrol. Periode simpan selanjutnya 3 dan 4 bulan pengaruh insersi terhadap bobot kering tanaman bagian bawah tidak nyata karena tanaman dari benih kedelai plus sama dengan kontrol.
Tabel 11. Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot kering tanaman bagian atas dan bobot kering tanaman bagian bawah (g) pada kedelai 12 MST Bobot kering tanaman bagian atas (g)
Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 5.37b 3.25c 4.31
Periode simpan 1 2 5.33b 8.43a 1.89d 3.67c 3.61 6.05
(bulan) 3 5.62b 4.94b 5.28
4 4.88b 3.51c 4.19
Rerata 5.92 3.45
KK bobot kering tanaman bagian atas = 14.46 Bobot kering tanaman bagian bawah (g)
Insersi Bakteri 0 K+ 4.82b K0 4.95b Rerata 4.88
Periode simpan (bulan) 1 2 3 3.54cd 6.01a 4.16bc 2.11ef 2.95de 4.13bc 2.82 4.48 4.14
4 2.44ef 1.64f 2.04
Rerata 4.19 3.16
KK bobot kering tanaman bagian bawah= 18.01 Keterangan: K+ : benih kedelai yang diinsersi bakteri; KO : benih kontrol (tanpa insersi bakteri) Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 1% untuk bobot kering tanaman bagian atas dan 5% untuk bobot kering tanaman bagian bawah.
Diduga faktor lingkungan pada interaksi insersi bakteri dan periode simpan benih terhadap bobot kering tanaman bagian bawah lebih banyak berpengaruh,
53
sekalipun diketahui mutu benih masih baik sebelum tanam. Menurut Patten & Glick (2002), Rhizobium sp. mampu menghasilkan fitohormon Indole Acetic Acid (IAA). Hormon ini dapat menstimulasi pertumbuhan perakaran tanaman sehingga penyerapan unsur makro dan mikro dapat terlaksana secara optimal. Pengaruh insersi bakteri dapat membantu dalam pertumbuhan tanaman sekalipun tidak optimal karena kondisi pertanaman yang tidak memungkinkan. Kapasitas media tanam yang digunakan tidak dapat mendukung pertumbuhan perakaran sehingga sekalipun pertumbuhan akar bertambah. Tempat tumbuh perakaran tanaman tidak cukup dan jangkauan akar dalam menyerap hara terbatas. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal yang berpengaruh terhadap bobot kering tanaman bagian bawah dan bobot kering tanaman bagian atas. Pengaruh interaksi periode simpan dan insersi benih terhadap jumlah polong dan berat kering polong ditunjukkan pada Tabel 12. Tanaman dari benih kedelai plus memiliki jumlah polong dan bobot kering polong yang lebih tinggi dibandingkan benih kontrol. Pembentukkan polong pada tanaman yang berasal dari benih kedelai plus ternyata lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pengaruh insersi bakteri membantu tanaman dalam pembentukan polong. Peluang terbentuknya polong lebih banyak pada tanaman dari benih kedelai plus sekalipun kondisi pertanaman yang kurang mendukung
pembentukan
dan
pengisian
polong tidak terjadi secara optimal. Pengaruh insersi bakteri selama benih disimpan membantu pertumbuhan tanaman kedelai hingga fase produksi. Hal ini terlihat dari tanaman yang berasal dari benih kedelai plus berbeda dengan kontrol. Pengaruh periode simpan benih terlihat nyata terhadap jumlah polong pada tanaman dari benih kedelai plus. Penurunan jumlah polong pada benih plus dan benih kontrol terjadi pada periode simpan 1 – 2 bulan. Periode simpan selanjutnya 3 bulan terjadi peningkatan jumlah polong dan pada akhirnya menurun kembali. Bobot kering polong pada tanaman dari benih kedelai plus lebih berat dibandingkan tanaman benih kontrol. Bobot kering polong pada periode simpan 0 - 1 bulan antara benih plus dan benih kontrol terlihat sama. Terjadi peningkatan pada bobot kering polong, namun pada periode simpan 2 - 3 bulan kemudian pada benih kontrol mengalami penurunan pada periode simpan 4 bulan. Diduga perlakuan insersi selama periode simpan
54
benih memberikan pengaruh dalam pembentukkan polong. Hal ini terlihat dari hasil yang didapat dimana benih plus pada periode simpan 4 bulan memiliki bobot yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pembentukkan polong tidak optimal sehingga lebih banyak didapat polong hampa karena kondisi pertanaman. Tabel 12. Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap jumlah polong dan bobot kering polong pada kedelai 12 MST Jumlah polong Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 63.35a 37.03bcd 50.19
Periode simpan (bulan) 1 2 3 57.72a 33.78cd 41.38b 34.72bcd 26.75ef 39.50bc 46.21 30.27 40.43
4 31.25de 24.06f 27.66
Rerata 45.50 32.41
KK jumlah polong = 12.04
Bobot kering polong (g) Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 9.02bc 4.82d 6.92
Periode simpan 1 2 9.98ab 10.99a 4.91d 7.43c 7.45 9.21
(bulan) 3 4 11.11a 10.17ab 10.06ab 7.87c 10.59 9.022
Rerata 10.27 7.020
KK bobot kering polong = 11.77 Keterangan: K+ : benih kedelai yang diinsersi bakteri; KO : benih kontrol (tanpa insersi bakteri) Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 1%.
Menurut Andrianto dan Indarto (2004), pembentukkan polong tanaman kedelai dipengaruhi faktor lingkungan dimulai dari pemilihan waktu tanam menjadi suatu hal yang amat penting karena berhubungan erat dengan kandungan air dalam tanah yang dibutuhkan pada saat awal pertumbuhan kedelai. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat pembungaan dan pengisian polong. Dugaan kurangnya air pada saat pertumbuhan tanaman karena kapasitas media tumbuh tidak memadai, media tanam cepat kering karena panas terik matahari dan juga media tanah kelebihan air pada kondisi cuaca hujan, terserang hama penyakit dan kondisi pertanaman yang kurang mendukung terhadap pembentukan polong.
55
Tabel 13 menunjukkan pengaruh positif dari insersi bakteri Rhizobium sp. terhadap bobot kering benih yang dihasilkan dibandingkan dengan kontrol. Berat kering benih hasil pertanaman dari benih kedelai plus nyata
lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Aktifitas bakteri Rhizobium dalam bersimbiosis dengan tanaman memberikan keuntungan bagi tanaman, sekalipun kondisinya tidak optimal.
Tabel 13. Pengaruh faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot kering benih (g) hasil panen Insersi Bakteri K+ KO Rerata
0 9.26 2.23 5.76c
Periode simpan (bulan) 1 2 3 10.14 11.69 16.31 3.77 5.24 7.14 6.96c 8.46b 11.72a
4 12.45 6.40 9.43b
Rerata 11.02a 4.96b
Keterangan: K+: benih kedelai yang diinsersi bakteri; KO: benih kontrol (tanpa insersi bakteri) Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 1%. KK bobot kering benih=18.23
Benih yang telah disimpan selama 0 - 1 bulan tidak berbeda nyata pada bobot kering benih yang dihasilkan, namun benih yang telah disimpan lebih dari 2 – 3 bulan terjadi peningkatan hasil bobot kering benih. Hal ini disebabkan karena pada periode simpan benih 0 dan 1 bulan terjadi serangan hama penyakit akibatnya banyak polong hampa sehingga dihasilkan bobot kering benih yang rendah. Pengaruh periode simpan terhadap bobot kering benih terlihat berbeda nyata karena terjadi fluktuasi pada hasil bobot kering benih, namun kenyataannya hasil benih yang diperoleh tidak optimal, hal ini diduga karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Mutu fisiologi benih hasil panen Penanganan benih pasca panen menjadi hal yang sangat penting agar kualitas benih tetap baik. Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan
benih terhadap mutu benih yang dihasilkan dilihat dari tolok
ukur daya berkecambah ditunjukkan pada Tabel 14. Daya berkecambah hasil pertanaman dari benih kedelai plus mencapai 97- 100% sedangkan untuk kedelai kontrol sekitar 92 – 100%. Pada dasarnya daya berkecambah hasil pertanaman
56
dari benih kedelai plus dan kontrol masih terlihat tinggi. Menurut Sadjad (1993), daya berkecambah (DB) merupakan tolok ukur viabilitas potensial dan simulasi dari kemampuan benih untuk tumbuh dan berproduksi normal dalam kondisi optimum. Tabel 14. Pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya berkecambah, indeks vigor yang dihasilkan.
Daya berkecambah (%) Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 99ab 100a 99.5
Periode simpan (bulan) 1 2 3 97abc 100a 98ab 98ab 92c 94bc 97.5 96 96
4 98ab 99ab 98.5
Rerata 98.4 96.6
Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% untuk daya berkecambah. KK Daya berkecambah = 3.56
Indeks vigor (%) Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 95a 93ab 94
Periode simpan (bulan) 1 2 3 91ab 84bc 94a 92ab 81c 90ab 91.5 82.5 92
4 91ab 65d 78
Rerata 91 84.2
KK Indeks vigor = 5.63 Keterangan: K+ : benih kedelai yang diinsersi bakteri; KO : benih kontrol (tanpa insersi bakteri)
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 1% untuk indeks vigor.
Tabel 14 menunjukkan pengaruh interaksi insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap indeks vigor. Secara umum terlihat bahwa indeks vigor benih yang dihasilkan dari benih kedelai plus dan benih kontrol (K0) pada lot benih yang disimpan 0-3 bulan masih terlihat tinggi. Perbedaan yang nyata pada indeks vigor benih terlihat pada kedelai plus yang sudah disimpan 4 bulan. Benih yang dihasilkan dari pertanaman kedelai plus tidak mengalami penurunan vigor. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran bakteri Rhizobium
sp. dapat
memperpanjang periode simpan benih menjadi 4 bulan. Pengaruh faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp. terhadap kecepatan tumbuh ditunjukkan pada Tabel 15 Kecepatan tumbuh hasil pertanaman dari
57
benih kedelai plus nyata lebih tinggi dibandingkan kecepatan tumbuh benih hasil pertanaman dari benih kontrol. Kecepatan tumbuh benih plus yang disimpan masih lebih baik hingga periode simpan 4 bulan, namun pada benih kontrol menunjukkan kecepatan tumbuh yang telah mengalami penurunan. Tabel 15.
Pengaruh faktor tunggal insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap kecepatan tumbuh benih (%/etmal) yang dihasilkan
Insersi Bakteri K+ K0 Rerata
0 33.0 32.1 32.55
Periode simpan (bulan) 1 2 3 29.3 32.3 32.2 31.3 31.3 31.2 30.3 31.8 31.7
4 32.5 27.0 29.8
Rerata 31.86a 30.58b
Keterangan: K+ : benih kedelai yang diinsersi bakteri; KO: benih kontrol (tanpa insersi bakteri) Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% untuk kecepatan tumbuh benih . KK KCT= 3.47.
Menurut Adisarwanto (2005), vigor benih yang rendah memiliki daya tumbuh kecil antara 50-70%. sehingga produktivitas kedelai menjadi turun. Diduga mutu benih kontrol memiliki vigor benih yang rendah setelah disimpan 4 bulan sehingga kemunduran.
produktivitasnya rendah karena benih sudah mengalami
58
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Simpulan penelitian ini adalah
1. Teknologi vakum mampu memasukkan sel bakteri Rhizobium sp. hingga ke dalam jaringan palisade benih. 2. Populasi sel bakteri Rhizobium sp. pada kisaran 6 - 6.6 x 105 sel/ml dapat dipertahankan selama periode penyimpanan 4 bulan 3. Kecepatan tumbuh dan indeks vigor benih sebelum tanam tetap stabil sampai periode penyimpanan 3 bulan dan mengalami penurunan pada periode penyimpanan 4 bulan. 4. Pada fase vegetatif menunjukkan bahwa tanaman dari benih kedelai plus lebih baik dibandingkan dengan tanaman benih kontrol dilihat dari tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bintil akar, bobot basah bintil akar dan bobot kering bintil akar. 5. Pada fase generatif, tanaman dari benih kedelai plus lebih baik dibandingkan dengan tanaman dari benih kontrol dilihat dari bobot kering tanaman bagian atas, bobot kering tanaman bagian bawah, jumlah polong, bobot polong dan bobot kering benih. 6. Indeks vigor hasil panen dari benih kedelai plus yang telah disimpan selama 4 bulan lebih baik dibandingkan dengan benih kontrol. 7. Kecepatan tumbuh
hasil panen dari benih kedelai plus lebih tinggi
dibandingkan benih kontrol.
59
Saran Saran dari penelitian ini adalah 4. Volume media tanam yang digunakan untuk tanaman kedelai minimal sekitar 5 kg dengan komposisi tanah : pasir = 1:1 agar didapat hasil yang maksimal. 5. Lokasi tanam antara perlakuan dan kontrol perlu diperhatikan dengan memisahkan antara perlakuan dengan kontrol untuk mengurangi terjadinya kontaminasi. 6. Waktu tanam yang tepat merupakan faktor penentu dalam mencapai hasil produksi yang maksimal. 7. Masih perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan hasil yang maksimal yang nantinya dapat dimanfaatkan dan disosialisasikan untuk kemajuan dalam bidang pertanian.
60
DAFTAR PUSTAKA Adijaya, I.N., Putu Suratmini , Ketut Mahaputra. 2009. Aplikasi Pemberian Legin (Rhizobium) Pada Uji Beberapa Varietas Kedelai Di Lahan Kering.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.e-mail:
[email protected]. [20 mei 2011]. Adisarwanto,T. 2005. Budidaya dengan Pemupukkan Pengoptimalan Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
yang efektif
dan
Agarwal, V.K., James B. Sinclair. 1997. Principles of Seed Pathology. Second edition. Lewis Publishers. New York. p. 137-138. Andrianto, T.T., N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut, Yogyakarta. hlm. 15-17. Andrew, C.H. 1970. Storage Soybean Seed Property to Maintain High Energy Seed Quality. Missisipi Agric. Exp. Sta. Inf. Anetor, M.O., E.A. Akinrinde. 2006. Response of soybean to lime and phosphorus fertilizer treatments on an acidic alfi soil of Nigeria. Pak. J. Nutr. 5:286-293. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. 1984. Baltimore London.
Williams & Wilkins,
Budiyanto, 2012. Faktor yang mempengaruhi mutu benih. http//www. faktor yang mempengaruhi mutu benih….. [ 06 Mei 2012] Chai J., R. Ma., L. Li, Y. Du. 2002. Optimum Moisture Contents of Seed Agricultural Physics, Physiological and Biochemical. Institut Hebey Academy of Agricultural and Forestry Sciences. Shijiazhuang. China. Copeland, L. O., M. B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and Technology. 3rd edition. Chapman and Hall. New York. Cooper, R. 1962. The Retention of 32 P-Labelled Rhizobium by Legume seed alter inoculation by vacuum treatment. J of Appl Microbiol 25: 232–236. Damardjati, D.S., Marwoto, D.K.S., Swastika, D. M., Arsyad, Y. Hilman. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Egly, D.B., Leggett, J.E., Duncan, W.G. 1978. Influence of N stress in leaf senescence and redistribution in soybean. Agron J 70: 43. Fatchurochim,M. 1988. Bakteri Penambat Nitrogen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.
61
Gibson, A.H. 1980. Method for Legumes in Glasshouses and Enviroment Cabinet. Jhon.Wiley.
Controlled
Golunggu, L., H. Arioglu, M. Arslan. 2007. Effect of some plant growth regulators and nutrient complexes on above ground biomass and seed yield of soybean growth under heat stressed environment. Agron. J. 5:126-130. Hanafi. M. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih dalam penyimpanan, 2011, http://www. faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih dalam penyimpanan [27 mei 2011]. Harrington, J.F. 1972. Seed Storage and Longevity, Seed Biology, Vol. III, In Ed. Kozlowsky, T.T. Academic Press New York. Hartadi,S., Yutono. 1989. Pengujian inokulum Rhizobium. Di dalam Risalah Lokakarya Penelitian Penambatan Nitrogen secara Hayati pada Tanaman Kacang-kacangan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pusat Penelitian Pengembangan Bioteknologi, LIPI. Hidayat, O.O. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai. Di dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, H. Kasi, editor. Kedelai.. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Hinson, K., E.E. Hartwig. 1982. Soybean Production in The Tropics. FAO Agriculuture Organication on The United Nations. Rome. Ilyas, S., M. Surahman., R. Saraswati., L. Gunarto., T. Adisarwanto. 2003. Peningkatan Mutu Benih dan Produktivitas Kedelai dengan Teknik Invigorasi Benih Menggunakan Matriconditoning dan Inokulan Mikroba. Laporan Hasil Penelitian PAATP-Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian . Ilyas, S. 2005. Invigorasi Benih. Magang Vigor Benih Bagi Staf Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPMBTPH) di Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Depertemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian-IPB. Bogor. Jhonston, Andrew W. B. 1991. Dalam Marx, Jean L.,editor . Bioteknologi. Yayasan Obor Indonesia.
Revolusi
Justice, O.L.L., N. Bass. 1994. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. (terj.). PT Rajagrafindo Persada. Jakarta. Kantolic, A.G., G.A. Slafer. 2007. Development and seed number in indeterminate soybean as affected by timing and duration of exposure to long photoperiodes after flowering. Ann. Bot. 99:925-933.
62
Kartono. 2004. Teknik penyimpanan benih kedelai varietas wilis pada kadar air dan suhu penyimpanan berbeda. Bul. Tek. Pertanian 9:79-82. Khalequzaman K.M., I. Hossain. 2008. Effect of seed treatment with Rhizobium strains and biofertilizer on foot/root rot and yield of busbean in Fusarium oxysporum infested soil. J Agric Res 46 (1);55-64. Killham, K. 1999. Soil Ecology. Cambridge.University Press. New York. 110116p. Kompas. com. 2012. Indonesia Berpeluang Swasembada Kedelai. http:// www. bisniskeuangan.kompas.com/.../2012/.../Indonesia.Berpeluang.Swase. ..[ 10 Mei 2012]. Laporan Kegiatan Kedelai Plus. 2005. Pusat Penelitian Bioteknologi. LIPI. Cibinong. Loch D.S., J.E. Ferguson. 1999. Publishing.Wallingford oxon, UK.
Forage Seed Production 2.
CABI
Maesen, van er L.J., Somaatmadja S. 1993. Prosea Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Niftal. 1984. Legume Inoculant and Their Use, FAO, Rome. Noortasiah, 2005. Pemanfaatan Bakteri Rhizobium Pada Tanaman Kedelai Di Lahan Lebak. Buletin Teknik Pertanian. vol. 10(2):57. Pasaribu, D., Sunarlim, N., Supriati, T., Saraswati, R., Sujipto, Karama, S. 1989. Penelitian Inokulasi Rhizobium di Indonesia. Di dalam Risalah Lokakarya Penelitian Penambatan Nitrogen secara Hayati pada Tanaman Kacangkacangan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pusat Penelitian Pengembangan Bioteknologi, LIPI. Patten C.L.,Glick B.R. 2002. Role of Pseudomonas putida Indole Acetic Acid and in Development of Root System. Appl Environ Microbiol 68:3795-3801. Perum Perhutani. 2012. Petani malas tanam kedelai. perumperhutani.com/2012/01/ [10 mei 2012]
http://www.
Prentis, S. 1990 In Biotechnology: A New Industrial Revolution. George Brazziler, Inc., New York. Purnomo. R., 2010. Faktor yang mempengaruhi mutu benih. htpp://www/ faktor yang mempengaruhi mutu benih [27 mei, 2011].
63
Rahayu, M. 2004. Pengaruh Pemberian Rhizoplus dan Takaran Urea terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai. Prosiding Seminar Nasional Pemberdayaan Petani Miskin di Lahan Marginal Melalui Inovasi Teknologi Tepat Guna. Pusat Penelitian Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Rijadi, S. J. 2008. Pelatihan Singkat Kerja Histologi, Sitologi dan Perkecambahan Polen. Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI, Cibinong. Sadjad,S. 1993. Dari Benih kepada Benih, PT. Grassindo, Jakarta. Sadjad,S., E. Murniati., S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. PT. Grassindo. Jakarta. Salisbury, F.B., Ross C.W. 1955. Fisiologi Tumbuhan. Penerbit ITB- Bandung. Salle, A. J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology. Mc. Graw-Hill Book Company, Inc. Saono, S. Pengembangan Penambatan Nitrogen secara Hayati untuk Kepentingan Pertanian di Indonesia. Di dalam Risalah Lokakarya Penelitian Penambatan Nitrogen secara Hayati pada Tanaman Kacang-kacangan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pusat Penelitian Pengembangan Bioteknologi, LIPI. Saptiningsih, E. 2007. Peningkatan Produktivitas Tanah Pasir untuk Pertumbuhan Tanaman Kedelai dengan Inokulasi Mikorhiza dan Rhizobium. BIOMA. 9( 2):58 - 61. Sardjoko. 1991. Bioteknologi Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Saut L. 2002. Pengaruh Perendaman Benih dalam Larutan GA3 dan Shiimarocks terhadap Viabilitas Benih Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) Terung (Solanum molongena L) dan Cabai (Capsicum annuum L.). [Skripsi]. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Sholikah, A. 2012. Metabolisme Nitrogen. Aminatus's blog. blog. ub .ac.id /aminatussholikah/2012/05/16/metabolisme-nitrogen [ 9 Mei 2012]. Sihombing, D. A. 1985. Prospek dan kendala kedelai di Indonesia. Di dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, H. Kasi, editor. Kedelai. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Silalahi, H. 2008. Pengaruh Inokulasi Rhizobium dan Pupuk Fosfat terhadap pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merril). [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. hlm. 28 – 19.
64
Soepriaman, Y. 1987. Rencana Penelitian Biological Nitrogen Fixation (BNF) di Balitan Bogor. Seminar Balitan, Bogor. Somasegaran, P., Hoben, H.J. 1985. Method in Legume Rhizobium Technology. University of Hawai, USA. Stevan, Simona D., Zenovia O., Lacramioara O., Eugen U., Lucian H., Marius M., Dumitru C. Soybean (Glycine Max (L.) MERR.) Inoculation with Bacillus pumilus RS3 Promotes Plant Growth and Increases Seed Protein Yield: Relevance for Environmentally Friendly Agricultural Applications. Carpathian Journal of Earth and Environmental Sciences, April 2010. 5(1):131 – 138. Subagio, M. 1999. Petunjuk Pemakaian Alat Pembuat Bibit Unggul Kedelai (Mixer Vacuum Device). Pusat Penelitian dan Pengembangan Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Serpong. Sudaryanto, T., D. K. S. Swastika. 2007. Ekonomi kedelai di Indonesia. Di dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, H. Kasi, editor. Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan Pertanian. Bogor. hlm. 3-25. Suharjo, Usman., Kris Joko. 2001. Efektifitas Nodulasi Rhizobium japonicum Pada Kedelai Yang Tumbuh di Tanah sisa Inokulasi dan Tanah dengan Inokulasi Tambahan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 3(1): 31-35. Suhartiningsih 2003. Peningkatan Mutu Benih dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan Teknik Invigorasi Benih Menggunakan Matricoditioning yang Diintegrasikan dengan Inokulasi Mikroba. [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Petanian Bogor. Bogor. Sukarman., M.Rahardjo. 2000. Karakter Fisik,Kimia dan Fisiologis Benih Beberapa Varietas Kedelai. Buletin Plasma Nutfah 6 (2):31-36. Sukiman, H.I., Herry K., S. Lekatompessy, D.E.Rantau., E, Sukara. 2004. Evaluation of Bradyrhizobium sp BTCC-B 64 Inoculation on Soybean Seed. R&D Centre for Biotechnology, Indonesia Institute of Sciences, Bogor. Indonesia. Sukiman, H.I. 2008. Kedelai Plus Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI - Konferensi Press. Suprapto, H.S. 1992. Bertanam Kedelai. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Permasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
65
Tatipata, A. 2010. Perubahan asam lemak bebas selama penyimpanan benih kedelai dan hubungannya dengan viabilitas benih. J. Agron. Indonesia 38:3035. Tranaviciene, T., J.B. Silksnianiene, A. Sliesaravicius. 2007. Effect of nitrogen fertilizer on wheat photosynthetic pigmen and carbohydrate contents. Biologia 53:80-84. United States Patent. 1995. Delivery of beneficial clavibacter microorganisms to seeds and plants. http://www.freepatents online.com/5415672.html. [29 oktober 2010]. Viera.R.D., D.M.Tekrony., D.B.Egli, M. Rucker. 2001. Electrical conductivity of Soybean seeds after storage in several environments. Seed Science and Technology. 29: 599-608. Vincent, J.M. 1970. A Manual for The Practical Study of Root- Nodule Bacteria. International Biological Programme Blackwell Scientific Publication Oxford and Edinburg. Widiastuti. 1989. Prospek Pemasaran Inokulan Rhizobium di Indonesia. Di dalam Risalah Lokakarya Penelitian Penambatan Nitrogen secara Hayati pada Tanaman Kacang-kacangan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pusat Penelitian Pengembangan Bioteknologi, LIPI. Yaya, Y., Vearasilp, S., Phosupongi, S. E Tpoweezik. 2003. Prediction of Soybean Seed Viablity and Quality In Relation To Seed Moisture Contents and Storage Temperature. Chiangmay University, Department of Agronomy. Thailand. Yutono. 1985. Status dan Program Produksi Inokulan Rhizobium. Di dalam Risalah Lokakarya Penelitian Penambatan Nitrogen secara Hayati pada Tanaman Kacang-kacangan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pusat Penelitian Pengembangan Bioteknologi, LIPI.
66
Lampiran 1. Denah percobaan di lapangan
S0.P1
S1.P1
S2.P1
S3.P1
S4.P1
S0.P2
S1.P2
S2.P2
S3.P2
S4.P2
Keterangan: Rancangan petak terbagi (Split Plot Design) Faktor pertama adalah periode simpan sebagai petak utama Faktor kedua adalah insersi bakteri Rhizobium sp. sebagai anak petak. Faktor pertama terdiri dari 5 taraf, yaitu: S0 = 0 bulan; S1 = 1 bulan; S2 = 2 bulan;S3 = 3 bulan; S4 = 4 bulan. Faktor kedua terdiri dari 2 taraf, yaitu: P1 = benih tanpa perlakuan insersi bakteri Rhizobium sp. (kontrol) P2 = benih yang diberi perlakuan insersi bakteri Rhizobium sp. Penelitian ini terdiri dari 2 kombinasi perlakuan dengan ulangan sebanyak empat kali, masing-masing satuan ulangan percobaan terdiri dari 10 unit tanaman sehingga secara keseluruhan terdapat 80 unit satuan percobaan.
67
Lampiran 2. Jadwal kegiatan penelitian Kegiatan
Peb 1234
Persiapan Media Larutan Isolat bakteri Rhizobium sp Benih kedelai
Pelaksanaan Insersi bakteri Rhizobium sp pada benih kedelai Irisan benih kedelai Penyimpanan benih yang diinsersi selama 4 bulan
Penanaman Panen Pengamatan
Analisis Jumlah bakteri Rhizobium sp dalam benih kedelai Pengamatan benih yang diinsersi (sampel preparat) Viabilitas dan vigor benih kedelai yang disimpan Pengamatan perakaran yang terinfeksi bakteri Rhizobium sp Pengamatan berat kering tanaman kedelai yang ditanam pada kondisi rumah kaca
Mar
Apr
1234
1234
Mei
Bulan Jun
1234
1234
Jul 1234
Agt 1234
Okt 1234
68
Lampiran 3. Komposisi media YEM Broth/ YEMA Bahan kimia
Jumlah (g)
Manitol
0.5
K2HPO4
0.025
MgSO4.7H2O
0.01
NaCl
0.005
Ekstrak ragi (“yeast”)
0.025 7.5
Agar Akuades
50 ml
Cara pembuatan media YEM Broth / YEMA adalah: Semua bahan dimasukkan didalam erlenmeyer, kemudian dilarutkan hingga homogen. Media YEM Broth dibuat tanpa menggunakan agar sedangkan media YEMA dibuat dengan menggunakan agar. Media kemudian dituang ke dalam tabung reaksi ± 5 ml dan ditutup dengan sumbat kapas atau disesuaikan dengan kebutuhan dalam penelitian.
Sterilisasi media dan alat a.
Sterilisasi media Media padat atau cair yang telah ditempatkan dalam wadah pembenihan dimasukkan ke dalam autoklaf. Media tersebut kemudian disterilisasi pada suhu 1210C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.
b.
Sterilisasi alat Alat-alat yang telah dicuci bersih dikeringkan. Untuk selanjutnya disterilisasi dalam oven pada suhu 1600C selama 2 jam atau disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.
Lampiran 4. Komposisi media selektif Merah Kongo (MK) Larutan stok 0.25 g merah kongo/100 ml akuades. 10 ml larutan stok dimasukkan ke dalam media YEMA steril 1 l.
69
Biru bromtimol (BTB) Larutan stok 0.5 g biru bromtimol/100 ml etanol. 5 ml larutan stok steril dimasukkan kedalam media YEMA steril 1 l. Agar glukosa pepton (PGA) Bahan
Jumlah (g)
Pepton
5
Agar
10
Akuades
1 l.
Lampiran 5. Bahan kimia untuk penelitian
Proanalysi Calsium Sulfat Gefalt, CaSO4.2H2O, E. Merck, Darmstadt.
Proanalysi Magnesium Sulfat Heptahydrat, MgSO4.7H2O, E. Merck, Darmstadt
Proanalysi Di-Kaliumhydrogen-Phosfat-Trihydrat, KH2PO4.3H2O, E. Merck, Darmstadt
Proanalysi Gliserol, C3H11O3, , E. Merck, Darmstadt
Proanalysi D(-) Fructose, General Purpose Reagent, BDH Chemical Ltd. Poole England.
Proanalysi D(+) Glucosio Monodrato Premicrobiologia (C6H12O6H2O) General Purpose Reagent, BDH Chemical Ltd. Poole England.
Yeast exctract (ekstrak ragi), code L. 21, Unipath Ltd., Basingstoke Hampshire, England.
Agar Bacteriological (Agar 1) Code L.11.
Parafin
Larutan xylene
Larutan alkohol absolut
70
Lampiran 6. Alat-alat penelitian
Prototipe alat vakum insersi benih kedelai.
Laminar air flow type CLP 460 Ec, Nederlands.
Spektrofotometer model 635, Varian Techtron, USA
Controlled Enviroment Incubator Shaker series 25, New Brunswisk Scientific Co. Inc. USA.
Freezer dan Refrigerator “GR”-292 CDP.
Autoklaf type vertikal model TA- 630, Taiwan.
Inkubator merek Memmert, Germany.
Digital Ph meter, T.P.S. pty., Brisbane – Australia
Mikroskop
Timbangan analitik “ Ohaus“ GT 4100, USA.
Vortex Mixer, VF2, Boom B. V. Meppel, K. Jahke & Kunkel, germany
Mikro pipet “ Eppendorf“, 50 – 250 µl, Germany, dan tip
Indikator Universal, E. Merck, Darmstadt, Germany.
Labu erlenmeyer 100 ml, 250 ml
Gelas ukur 100 ml
Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Beker glas
Objek glas
Jarum ose
Lampu bunsen
Alat pengaduk
71
Lampiran 7. Gambar prototipe alat vakum insersi benih kedelai
72
Lampiran 8. Deskripsi kedelai varietas Anjasmoro
Kategori
:
Benih Bina Bersertifikat (Benih Dasar)
Tahun
:
2008
Produksi
:
Balai Benih, Pemerintah Propinsi JawaTimur Dinas Pertanian
Potensi hasil
:
2.2 – 2.03 ton/ha.
Jenis tanaman
:
Kedelai
Varietas
:
Anjasmoro
Warna hipokotil
:
Ungu
Warna epikotil
:
Ungu
Warna daun
:
Hijau
Warna bunga
:
Ungu
Warna bulu
:
Putih
Warna kulit biji
:
Kuning
Warna polong masak
:
Coklat muda
Bentuk daun
:
Oval
Ukuran daun
:
Lebar
Tipe tumbuh
:
Determinate
Umur berbunga (hari)
:
35-39 hari
Umur masak(hari)
:
82-92
Percabangan
:
3-5
Bobot 100 biji ( gram)
:
14.8 – 15.3
73
Lampiran 9. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap populasi sel bakteri Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 4 0.5333333 0.1333333 0.18 0.9426 Periode Simpan 10 7.3333333 0.7333333 1.00 0.5000 Insersi Bakteri 1 313.6333333 313.6333333 427.68 <.0001 Simpan*Insersi 4 0.5333333 0.1333333 0.18 0.9426 7.3333333 0.7333333 Galat 10 Total 29 329.3666667 KK 26.48 Lampiran 10. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap kadar air sebelum tanam Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 2 0.00287120 0.00143560 0.52 0.6030 Periode Simpan 0.90 0.4849 4 0.00992533 0.00248133 Insersi Bakteri 1 0.03110520 0.03110520 11.27 0.0035 0.25 0.9041 Simpan*Insersi 4 0.00279147 0.00069787 Galat 18 0.04966880 0.00275938 0.09636200 Total 29 KK 2.48 Lampiran 11.
Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap potensi tumbuh maksimum sebelum tanam Sumber db JK KT F Hit Pr>F 19.73333333 2.95 0.0781 Ulangan 2 39.46666667 1.86666667 0.28 0.8879 Periode Simpan 4 7.46666667 1 4.80000000 4.80000000 0.72 0.4083 Insersi Bakteri 67.20000000 16.80000000 2.51 0.0783 Simpan*Insersi 4 Galat 18 120.5333333 6.6962963 Total 29 239.4666667 CV 2.59
Lampiran 12. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya berkecambah sebelum tanam Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 2 4.26666667 2.13333333 0.19 0.8257 Periode Simpan 4 50.13333333 12.53333333 1.14 0.3706 Insersi Bakteri 1 2.13333333 2.13333333 0.19 0.6652 Simpan*Insersi 4 24.53333333 6.13333333 0.56 0.6970 Galat 18 198.4000000 11.0222222 Total 29 279.4666667 KK 3.39
74
Lampiran 13. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium periode simpan terhadap indeks vigor sebelum tanam Sumber db JK KT F Hit Ulangan 2 51.200000 25.600000 0.39 Periode Simpan 4 5431.466667 1357.866667 20.61 Insersi Bakteri 1 192.533333 192.533333 2.92 Simpan*Insersi 4 119.466667 29.866667 0.45 Galat 18 1186.133333 65.896296 Total 29 6980.800000 KK 9.53
sp. dan Pr>F 0.6836 <.0001 0.1046 0.7688
Lampiran 14.
Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap kecepatan tumbuh sebelum tanam Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 2 2.40938667 1.20469333 0.98 0.3962 Periode Simpan 4 48.41911333 12.10477833 9.80 0.0002 Insersi Bakteri 1 2.02280333 2.02280333 1.64 0.2169 Simpan*Insersi 4 9.60031333 2.40007833 1.94 0.1469 Galat 18 22.23748000 1.23541556 Total 29 84.68909667 KK 3.57
Lampiran 15. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap tinggi tanaman pada kedelai 6 MST Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 0.48300000 0.16100000 0.41 0.7457 Periode Simpan 4 5.63250000 1.40812500 3.60 0.0177 204.93 <.0001 Insersi Bakteri 1 80.08900000 80.08900000 Simpan*Insersi 4 1.17850000 0.29462500 0.75 0.5643 Galat 27 10.55200000 0.39081481 Total 39 97.93500000 KK 2.45 Lampian 16. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap jumlah daun pada kedelai 6 MST Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 0.50875000 0.16958333 0.68 0.5728 Periode Simpan 4 0.51500000 0.12875000 0.52 0.7252 Insersi Bakteri 1 7.14025000 7.14025000 28.57 <.0001 Simpan*Insersi 4 3.94100000 0.98525000 3.94 0.0120 Galat 27 6.74875000 0.24995370 Total 39 18.85375000 KK 4.56
75
Lampian 17. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap jumlah bintil akar pada kedelai 6 MST Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 0.12421287 0.04140429 0.14 0.9328 Periode Simpan 4 0.37439575 0.09359894 0.32 0.8587 Insersi Bakteri 1 72.08419522 72.08419522 250.26 <.0001 Simpan*Insersi 4 0.78678765 0.19669691 0.68 0.6099 0.28803592 Galat 27 7.77696988 Total 39 81.14656138 KK 11.93 Lampian 18. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot basah bintil akar pada kedelai 6 MST Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 0.20696530 0.06898843 1.91 0.1518 0.74 0.5732 Periode Simpan 4 0.10685565 0.02671391 2.53713690 70.24 <.0001 Insersi Bakteri 1 2.53713690 0.72 0.5839 Simpan*Insersi 4 0.10443385 0.02610846 0.03611867 Galat 27 0.97520420 3.93059590 Total 39 KK 11.10 Lampian 19. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot kering bintil akar pada kedelai 6 MST Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 0.01706427 0.00568809 1.82 0.1664 Periode Simpan 0.12 0.9746 4 0.00148090 0.00037022 Insersi Bakteri 1 0.09496502 0.09496502 30.47 <.0001 Simpan*Insersi 4 0.00149060 0.00037265 0.12 0.9743 Galat 27 0.08415598 0.00311689 0.19915678 Total 39 KK 7.27 Lampian 20. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot kering bagian atas pada kedelai 12 MST Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 1.12998868 0.37666289 0.82 0.4949 Periode Simpan 4 30.06397475 7.51599369 16.34 <.0001 Insersi Bakteri 1 61.35281303 61.35281303 133.36 <.0001 Simpan*Insersi 4 21.44313485 5.36078371 11.65 <.0001 Galat 27 12.4214401 0.4600533 Total 39 126.4113514 KK 14.46
76
Lampian 21.
Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot kering bagian bawah pada kedelai 12 MST Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 2.66902388 0.88967463 2.03 0.1330 Periode Simpan 4 45.75543215 11.43885804 26.13 <.0001 Insersi Bakteri 1 10.748505562 10.74850562 24.55 <.0001 Simpan*Insersi 4 13,33159025 3.33289756 7.61 0.0003 Galat 27 84.32380778 0.43775022 Total 39 KK 18.01
Lampian 22. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap panjang akar pada kedelai 12 MST Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 18.4954602 6.1651534 0.55 0.6522 Periode Simpan 4 119.8145766 29.9536442 2.67 0.0534 Insersi Bakteri 1 23.6421376 23.6421376 2.11 0.1578 Simpan*Insersi 4 61.7631266 15.4407817 1.38 0.2677 Galat 27 302.4378613 11.2014023 Total 39 526.1531624 KK 11.33 Lampian 23. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap tinggi tanaman pada kedelai 12 MST Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 57.6059789 19.2019930 1.60 0.2116 Periode Simpan 4 724.4777637 181.1194409 15.13 <.0001 Insersi Bakteri 1 41.0427081 41.0427081 3.43 0.0751 Simpan*Insersi 4 81.5494886 20.3873722 1.70 0.1785 Galat 27 323.251373 11.972273 Total 39 1227.927312 KK 7.78 Lampian 24.
Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri dan periode terhadap jumlah polong pada kedelai 12 MST Sumber db JK KT F Hit Ulangan 3 46.428119 15.476040 0.70 Periode Simpan 4 3075.176192 768.794048 34.93 Insersi Bakteri 1 1711.661973 1711.661973 77.77 Simpan*Insersi 4 941.209267 235.302317 10.69 Galat 27 594.243572 22.009021 Total 39 6368.719123 KK 12.04
simpan Pr>F 0.5584 <.0001 <.0001 <.0001
77
Lampian 25. Analisis periode MST Sumber Ulangan Periode Simpan Insersi Bakteri Simpan*Insersi Galat Total KK
keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan simpan terhadap bobot kering polong pada kedelai 12 db JK 3 5.2873149 4 69.1824306 1 104.7201960 4 20.0878313 27 27.8992839 39 227.1770568 11.77
KT 1.7624383 17.2956077 104.7201960 5.0219578 1.0333068
F Hit Pr>F 1.71 0.1894 16.74 <.0001 101.34 <.0001 4.86 0.044
Lampian 26. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap bobot kering benih pada kedelai 12 MST Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 0.36764508 0.12254836 3.26 0.0367 Periode Simpan 4 2.56275460 0.64068865 17.07 <.0001 Insersi Bakteri 1 7.82428703 7.82428703 208.43 <.0001 Simpan*Insersi 4 0.19272160 0.04818040 1.28 0.3011 Galat 27 1.01353768 Total 39 11.96094598 KK 18.23 Lampian 27. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap kadar air Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 2 0.09265940 0.04632970 0.46 0.6370 Periode Simpan 0.45 0.7743 4 0.17846313 0.04461578 Insersi Bakteri 1 0.01391053 0.01391053 0.14 0.7138 Simpan*Insersi 4 0.15491913 0.03872978 0.39 0.8154 Galat 18 1.80313260 0.10017403 Total 29 2.24308480 KK 10.89 Lampian 28. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. terhadap potensi tumbuh maksimum Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 23.60000000 7.86666667 1.60 0.2115 0.90 0.4792 Periode Simpan 4 17.60000000 4.40000000 Insersi Bakteri 1 19.60000000 19.60000000 4.00 0.0557 Simpan*Insersi 4 30.40000000 7.60000000 1.55 0.2162 Galat 27 132.4000000 4.9037037 Total 39 223.6000000 KK 2.24
78
Lampian 29. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap daya berkecambah Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 30.0000000 10.0000000 0.83 0.0177 Periode Simpan 4 76.0000000 19.0000000 1.57 0.2098 Insersi Bakteri 1 32.4000000 32.4000000 2.68 0.1130 Simpan*Insersi 4 133.6000000 33.4000000 2.77 0.0477 12.0740741 Galat 27 326.0000000 Total 39 598.0000000 KK 3.56 Lampiran 30.
Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap indeks vigor Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 310.400000 103.466667 4.25 0.0139 1549.600000 387.400000 15.91 <.0001 Periode Simpan 4 462.400000 462.400000 18.99 0.0002 Insersi Bakteri 1 949.600000 237.400000 9.75 <.0001 Simpan*Insersi 4 657.600000 24.355556 Galat 27 3929.600000 Total 39 KK 5.63
Lampian 31. Analisis keragaman pengaruh insersi bakteri Rhizobium sp. dan periode simpan terhadap kecepatan tumbuh Sumber db JK KT F Hit Pr>F Ulangan 3 7.17001810 2.39000603 1.99 0.1392 Periode Simpan 4 17.94658940 4.48664735 3.74 0.0152 10.28 0.0034 Insersi Bakteri 1 12.34098810 12.34098810 Simpan*Insersi 4 13.11803240 3.27950810 2.73 0.0498 Galat 27 32.42069790 1.20076659 Total 39 82.99632590 KK 3.47 Lampiran 32. Hasil analisis contoh tanah No. Contoh tanah Kjeldahl N 1.1 Sebelum tanam 0.03 1.2 0.04 1.3 0.04 2.1 KO 0.04 2.2 0.05 2.3 0.05 3.1 K+ 0.06 3.2 0.05 3.3 0.06 Sertifikat Pengujian Laboratorium Tanah - Bogor
pH tanah 6
6
6.2