Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN, KEMAMPUAN KOGNITIF, DAN KEPUASAN KERJA, TERHADAP KINERJA KARYAWAN Studi di: Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta
THE EFFECT OF LEADERSHIP BEHAVIOR, COGNITIVE ABILITY, AND JOB SATISFACTION ON EMPLOYEE’S PERFORMANCE A study at the Yogyakarta National Agency of Drug and Food Control
R. SOESETYO SOETADJI
ABSTRACT The objective of this research is to find out the effects of Leadership behavior, and employee’s Cognitive ability, on employee’s Job satisfaction and Performance, and direct effect of employee’s Job Satisfaction on employee’s Performance. The Yogyakarta Agency of Drug and Food Control (BPOM) permitted the research to be carried out at its Yogyakarta Branch (Balai BesarPengawas Obat dan Makanan DIY), in 2010, with a sample size of 55 employees selected randomly out of total population of 112. Data obtained were analyzed by Path analysis, after the variables placed in a correlation matrix. The results showed that 1) Leadership behavior had both direct effect on employee’s Job satisfaction, and Performance, 2) Employee’s Cognitive ability had a direct effect on employee’s Performance, but had no effect on employee’s Job Satisfaction 3) Employee’s Job Satisfaction had no effect on employee’s Performance. The results of this research showed that Leadership behavior and Cognitive ability were the most important determinants that could be used to improve employee’s Job satisfaction, and Performance, through education and training program. Key words: Leadership behavior, Cognitive ability, Job satisfaction, Performance, Employee, Food and Drug Control. PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional, dan gaya hidup konsumen pada kenyataan-nya meningkatkan risiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Adanya produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya menyebabkan risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta berlangsung
182
secara amat cepat. Dalam menghadapi dan meng-atasi masalah ini diperlukan pengawasan obat dan makanan yang ekstra ketat. Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah, dan mengawasi produk-produk termaksud untuk melindungi keamanan, kesela-matan, dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
tahun 2000, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan berkoor-dinasi dengan Menteri Kesehatan. Pengawasan Obat dan Makan-an memiliki aspek permasalahan ber-dimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem penga-wasan yang komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar di tengah masyarakat. Untuk ini sistem pengawasan disusun dalam 3 lapis yaitu: 1. Sub-sistem Pengawasan Produsen 2. Sub-sistem Pengawasan Konsu-men 3. Sub-sistem Pengawasan Pemerintah/Badan POM Sistem Pengawasan Obat dan Makan-an (SisPOM) agar dapat berjalan efektif dan efisien memerlukan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: 1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional. 2. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-bukti ilmiah. 3. Lingkup pengawasan bersifat menye-luruh, mencakup seluruh siklus proses. 4. Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional. 5. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum. 6. Memiliki jaringan laboratorium nasio-nal yang komprehensif dan kuat yang berkolaborasi dengan jaringan global. 7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk. Dengan prinsip ini, seharusnya pengamanan obat dan makanan di Indonesia sudah mendekati “zero accident”. Menurut Sampurno (2001:8) BP POM didukung sumberdaya manusia professional sebanyak 3000 orang pada tahun 2001. BP POM (2009:1-5) juga memiliki sistem tek-nologi informasi canggih (IT System) dan sebanyak 31 laboratorium dan Balai POM yang tersebar
luas lebih dari 26 propinsi, seharusnya zero accident ini dapat tercapai. Namun pada kenyataannya tidak demikian. Kasus beredarnya obat flu dan demam yang tidak layak gunakan beberapa tahun lalu (2004-2006) baru terkuak setelah ada anggota masya-rakat yang meninggal. Menurut data yang dikutip dari internet tentang Surat Keputusan BP POM (2006:1), telah terjadi bencana kematian sebanyak 13 orang di Cianjur, 2 orang di Palang-karaya, 15 orang di Palu, dan 20 orang di Jayapura karena meminum obat-obatan tersebut. Musibah ini tidak akan terjadi jikalau BP POM telah bekerja dengan baik, dengan tidak meloloskan uji sample saat permintaan ijin mem-produksi obat-obatan tersebut. SURAT KEPUTUSAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) REPUB-LIK INDONESIA untuk menghimbau penggunaan obat tersebut dikeluarkan setelah terjadi tragedi. Selain persoalan obat-obatan yang ada, tentang peredaran makanan yang mengandung zat berbahaya, menurut kutipan internet, pernyataan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Pusat (2009: 1), “Indah Sukmaningsih menyata-kan, sekitar 30 prosen (sepertiga) makanan kemasan yang dipasar-kan bebas di Indonesia, diindi-kasikan mengandung zat ber-bahaya. Bahkan dari 28 jenis produk makanan yang diteliti lembaganya bersama para akhli dari Universitas Indonesia (UI), ternyata terdapat 10 jenis produk diantaranya terbukti mengan-dung zat berbahaya seperti melamin dan zat berbahaya lainnya, ungkap Sukmaningsih di Cipanas Garut, Jabar, Jumat”. Informasi ini menunjukkan bahwa ada transaksi di masyarakat di mana beredar makanan tidak layak makan yang tidak terdeteksi Badan POM. Dalam hal beredarnya obat dan makanan impor yang tidak layak konsumsi, menurut Sampurno (2001: 8) dalam suatu kutipan internet,
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
183
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
“Mengenai banyaknya peredaran obat dan makanan dari luar negeri di dalam negeri, ia mengatakan, dengan begulirnya era pasar bebas sesungguhnya kita tidak dapat menahan peredaran makanan asing masuk ke Indonesia. Sebagaimana negara-negara lain tidak dapat menahan produk makanan yang datang dari Indonesia yang saat ini telah tersebar di 100 negara”. Dapat dimengerti bahwa lem-baga ini tidak dapat mencegah atau menghapus secara murni kehadiran atau beredarnya obat palsu, obat terlarang, makanan tidak laik makan dan sebagainya. Tetapi, BP POM akan dapat lebih optimal mencegahnya bila bekerja lebih baik/efektif dalam melakukan pengawasan dan penertiban yang lebih baik. Saat ini BP POM telah menye-diakan layanan secara elektronik ada yang full online tetapi ada juga yang tidak full online. Dalam kutipan internet yang dikeluarkan BP POM (2006:1) bahwa pengurusan ijin yang dulu tiga hari saat ini sudah bisa satu hari, tetapi untuk produk impor masih tidak full onlinekarena memerlukan verifikasi lapangan. Pengurusan ijin ini memang makin cepat dan mudah, tetapi, apakah ada kepastian bahwa obat dan makan-an yang didaftarkan aman untuk di konsumsi? Pada kenyataannya, YLKI menyatakan bahwa 30% produk makan-an yang beredar termasuk kategori berbahaya. Dilihat dari segi tugas dan fungsi BP POM, tanggung jawab terhadap adanya kenyataan 30% produk makanan yang berkategori berbahaya tidaklah terjadi, karena menurut Sukirman, bahwa tugas BP POM (2006:1), “Pertama, Badan POM melaku-kan uji coba dan pemeriksaan terhadap obat-obatan dan bahan makanan yang masuk dan keluar Indonesia. Kedua, melakukan registrasi terhadap jenis obat-obatan dan bahan makanan. Ketiga, memberikan izin edar terhadap obatobatan dan bahan makanan yang semuanya telah diuji langsung oleh Badan POM”.
184
Dengan ketiga tugas BP POM, semua jenis obat dan makanan yang beredar seharusnya sudah aman untuk dikonsumsi, jika ketiga tugas BP POM yang ada telah berjalan baik. Mencermati adanya tragedi pere-daran bebas obat berbahaya, makanan yang dikategorikan berbahaya, dan tugas BP POM dalam pemeriksaan dan pengujian obat dan makanan yang dilakukan BP POM sebelum beredar di masyarakat, dapat dinyatakan bahwa BP POM belum memiliki kinerja yang optimal. Jika dilihat dari proporsi jumlah makanan yang berkategori mengandung bahan berbahaya sebesar 30%, maka kinerja BP POM adalah sebesar 70%. Mengingat tugas BP POM yang menjamin keaman-an obat dan makanan yang aman dikonsumsi masyarakat, maka kinerja 70% masih tergolong rendah. Kinerja BP POM yang diperkira-kan hanya 70% sangatlah menarik untuk diteliti. Rendahnya kinerja BP POM dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Dari segi faktor internal, antara lain bahwa kinerja organisasi tidak terlepas dari kinerja kelompok atau individu, sehingga ren-dahnya kinerja BP POM tidak terlepas dari rendahnya kinerja karyawannya. Masalah kinerja individu dalam suatu organisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor dan dapat diidentifikasi sesuai dengan keadaan organiasi dan individu di dalam organisasi. Rendahnya kinerja Badan POM dipengaruhi oleh banyak hal. Dilihat dari aspek perilaku organisasi, kinerja suatu organisasi dipengaruhi oleh aspek indi-vidu, kelompok, dan organisasi. Kinerja indiviidu dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti motivasi, komitmen dan kemam-puan diri. Dari segi kelompok, kinerja kelompok antara lain dipengaruhi oleh norma, kohesivitas dan kerjasama kelom-pok. Dari segi organisasi kinerja orga-nisasi ditentukan oleh kepemimpinan, budaya organisasi, struktur organisasi dan berbagai aspek lainnya. Dengan mengkaji berbagai aspek yang mem-pengaruhi kinerja organisasi dapat
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
diketahui aspek apa saja yang perlu dikembangkan organisasi. Oleh karena terdapat berbagai faktor yang mem-pengaruhi kinerja organisasi, peneliti tertarik untuk mengakaji kinerja individu dan berbagai faktor yang mempengaruhi-nya. Identifikasi Masalah Dari uraian latarbelakang ma-salah di atas dapat diidentifkasi per-masalahan kinerja individu pegawai POM sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh langsung/tidak langsung kemampuan kognitif terhadap kinerja karyawan 2. Apakah ada pengaruh langsung/tidak langsung motivasi berprestasi terhadap kinerja karyawan 3. Apakah ada pengaruh langsung/tidak langsung komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan 4. Apakah ada pengaruh langsung/tidak langsung kerjasama terhadap kinerja karyawan 5. Apakah ada pengaruh langsung/tidak langsung perilaku kepemimpinan terhadap kinerja karyawan 6. Apakah ada pengaruh langsung/tidak langsung struktur organisasi terhadap kinerja karyawan 7. Apakah ada pengaruh langsung/tidak langsung kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan 8. Apakah ada pengaruh langsung/tidak langsung pengembangan diri terhadap kinerja karyawan 9. Apakah ada pengaruh langsung/tidak langsung kemampuan kognitif terhadap kinerja karyawan Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikas masalah, maka penelitian yang dilakukan harus mempertimbangkan banyak faktor yang memengaruhi Kinerja, namun jika penelitian dilakukan dengan mempertim-bangkan semua faktor yang me-mengaruhi Kinerja, maka
lingkup pene-litian menjadi sangat luas, dan tak mungkin dilakukan pada saat yang sama, mengingat keterbatasan kemampuan, waktu, dana, dan sumberdaya yang diperlukan. Dalam usaha mendapatkan hasil kajian yang lebih tajam dan mendalam perlu dibuat pembatasan masalah. Peneliti akan memfokuskan penelitian pada faktor yang memengaruhi Kinerja Karyawan yaitu Perilaku Kepempinan, Kemampuan Kognitif Karyawan, dan Kepuasan Kerja Karyawan. Perumusan Masalah Atas dasar pembatasan masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah penelitian diformalisasikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh langsung Peri-laku Kepemimpinan terhadap Kepuas-an Kerja Karyawan. 2. Apakah ada pengaruh langsung Kemampuan Kognitif terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. 3. Apakah ada pengaruh langsung Perilaku Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan. 4. Apakah ada pengaruh langsung Kemampuan Kognitif Karyawan terhadap Kinerja Karyawan. 5. Apakah ada pengaruh langsung Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak, baik secara teoretis maupun praktis, yaitu: 1. Memberi gambaran tentang model sebabakibat antara Kinerja Karya-wan dengan Perilaku Kepemim-pinan, Kemampuan Kognitif Karya-wan, dan Kepuasan Kerja Karya-wan, secara teoretik dan praktik. 2. Memberi gambaran tingkat pengaruh Perilaku Kepemimpinan, Kemam-puan Kognitif Karyawan, Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
185
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Memberi kontribusi bagi pengem-bangan khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang Manajemen Organisasi yang difokuskan pada bidang Penga-wasan, Penelitian, Edukasi (Pendi-dikan) Masyarakat, serta peranannya sebagai Referensi Ilmiah atas Obat dan Makanan. 4. Menjadikan hasil penelitian sebagai pembanding empirik dalam upaya pendalaman kajian-kajian teori Kinerja, Kepuasan Kerja, Perilaku Kepemimpinan, dan Kemampuan Kognitif. 5. Memberi masukan kepada Badan POM untuk menyusun kebijakan dan peraturan untuk meningkatkan Kinerja di Badan POM, dengan memfokuskan pada faktor-faktor yang paling besar kontribusinya dalam memengaruhi Kinerja karyawannya. 6. Berguna bagi peneliti sebagai pemenuhan salah satu persyaratan dalam mendapatkan gelar Doktor Manjemen Pendidikan, yang akan meningkatkan dan mengembangkan kemampuan professional di bidang manajemen, khususnya manajemen pendidikan. 3.
DESKRIPSI TEORETIK Teori dasar atau grounded theory yang dipakai sebagai pedoman dalam penelitian adalah teori yang digambarkan dalam bentuk model integratif dari Perilaku Organisasi seperti terlihat dalam Gambar #2.1 di bawah ini. Kinerja (Job Performance) Seseorang yang bekerja sepan-jang hari tanpa menghasilkan produk yang sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan, berarti ia tidak memiliki kinerja pada hari tersebut. Bekerja tidak sama dengan kinerja. Menurut Sonnentag (2002: 5) setuju bahwa saat mendefinisikan kinerja, seseorang harus membedakan aspek tindakan dan akibat (hasil). Dengan konsep kinerja seperti ini, maka kinerja dapat diukur dari tindakan atau
186
perilaku seseorang dan produk atau hasil kerja seseorang dalam tugasnya. Noe, at al (2003: 330) mengata-kan pengertian dan pengukuran kinerja meliputi pendefinisian kinerja yang ber-pusat pada nilai outcomenya. Meng-gunakan outcome yang dapat didefinisi-kan dari frekuensi relatif perilaku yang mencakup kriteria kinerja (seperti kuali-tas, kuantitas, ketepatan waktu), ter-masuk pengukuran perilaku kerja dan hal di luar aspek yang berkaitan dengan perilaku kerja yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan. Pandangan ini juga mengisyaratkan bahwa indikator kinerja adalah hasil dan perilaku. Menurut Armstrong dan Baron yang dikutip oleh Wibowo (2010: 7), kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan ter-sebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Pandangan inipun mengisya-ratkan bahwa indikator kinerja adalah hasil dan perilaku. Menurut Mc Shane dan Von Glinow (2008: 38), kinerja pelaksanaan tugasadalah perilaku yang terarah yang ada dalam kendali individual karyawan yang mendukung tujuan organisasi. Perilaku kinerja pelaksanaan tugas merubah bahan mentah menjadi barang dan jasa atau mendukung dan memelihara aktivitas teknis. Dengan kata lain, Colquitt, Lepine dan Wesson (2009: 38) mengata-kan bahwa kinerja pelaksanaan tugas adalah suatu perangkat kewajiban khas karyawan yang harus dipenuhi, untuk dapat menerima imbalan dan tetap melanjutkan menjadi karyawan. Konteks di atas menekankan bahwa kinerja diukur dari perilaku saat melaksanakan tugas. Menurut Chuck Williams (2008: 280282), analisis kerja adalah proses sistematik
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
yang terarah, untuk mengum-pulkan informasi mengenai aspek yang berkaitan dengan kerja yang penting. Biasanya analisis kerja mengumpulkan empat macam informasi, yaitu: • Kegiatan kerja, misalnya apa yang dilakukan karyawan dan bagaimana, kapan, dan mengapa mereka melakukannya. • Perkakas dan peralatan yang dipa-kai untuk bekerja. • Konteks dalam mana pekerjaan dilakukan, misalnya kondisi kerja yang sebenarnya, atau jadwalnya. • Persyaratan kompetensi karyawan yang dibutuhkan, yaitu pengeta-huannya, ketrampilan, dan abilitas yang diperlukan untuk dapat menger-jakan dengan baik. Uraian kerja atau job decription yang disusun sebagai hasil dari analisis kerja, tersebut di atas biasanya dipakai untuk menilai kinerja karyawan. Baik buruknya kinerja seorang karyawan dinilai dengan persyaratan kerja yang telah tercantum dalam uraian kerja tersebut di atas. Melakukan tugas sesuai dengan uraian kerja tersebut, dinamakan perilaku “in-role”. Menurut Gibson, Ivancevich, Donelly, dan Konopaske (2006: 140). Kadang-kadang karyawan melakukan kegiatan yang menguntungkan orga-nisasi, di luar dan melebihi apa yang tercantum dalam uraian kerja tersebut, dan dinamakan perilaku “outof role”. Kegiatan ini dinamakan juga “organi-zational citizenship behavior” (OCB) atau diterjemahkan “perilaku warga organisasi yang baik”. Dalam konteks di atas, dapat dimaklumi bahwa perilaku kerja terdiri dari perilaku warga orga-nisasi yang baik, dan perilaku warga organisasi yang buruk. Pada Gambar # 2.2. di bawah ini ditampilkan jenis perilaku warga organisasi yang baik. Sedangkan pada Gambar # 2.3. disajikan tampilan jenis perilaku warga yang buruk (tidak produktif). Kedua perilaku ini selalu ada dalam suatu organisasi. Dalam
konteks inilah, maka diperlukan penilaian kinerja, dalam rangka menentukan tindakan organisasi dalam mencapai tujuannya. Jenis perilaku warga organisasi yang baik dibagi menjadi dua, yang pertama yaitu perilaku yan baik bagi sesama karyawan yang meliputi: • Membantu (helping), yaitu sering membantu sesama rekan kerja yang beban kerjanya berat, membantu mereka dengan keperluan-keperluan pribadi, menunjukkan hal-hal yang belum diketahui karyawan baru. • Keterbukaan (courtesy), yaitu selalu memberitahukan kepada sesama rekan kerja apa yang mereka perlukan, tidak merahasiakannya. • Sportivitas (sportmanship), yaitu se-lalu mempertahankan perilaku yang bijaksana, dan toleran, walaupun sesama karyawan kadang-kadang mengganggu, Ketika unit kerjanya mengalami kesulitan, tidak mudah mengeluh, atau mengucapkan keluhan. Perilaku yang baik kepada sesama rekan kerja ini sangat penting bagi terciptanya suasana kerja yang positif, di mana masingmasing karya-wan dapat saling percaya satu sama lain, sehingga tujuan bersama organisasi mudah dicapai. Jenis perilaku warga organisasi yang baik kedua adalah yang menguntungkan orga-nisasi, meliputi: • Dukungan (voice), yaitu tidak segan bersuara demi kebaikan organisasi, misalnya jika diperlukan perubahan. Perilaku warga organisasi yang baik, selalu bereaksi jika ada kebijakan yang kurang baik, dan berusaha memperbaikinya secara konstruktif, tidak secara pasif hanya mengeluh. • Partisipasi (civic virtue), yaitu ikut peduli yang lebih dalam, atas jalannya organisasi, dengan meng-hadiri pertemuan, dan acaraacara yang berkaitan dengan kepentingan organisasi. Membaca dan mengikuti pengumuman-pengumuman organisasi,
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
187
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
dan mengikuti berita-berita yang berpengaruh terhadap jalannya organisasi. • Perwakilan (boosterism), yaitu jika berada di masyarakat di luar tempat kerja selalu menjaga imaji orga-nisasi, menepis pembicaraan-pem-bicaraan yang merugikan organisasi. Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa perilaku warga organisasi yang baik adalah relevan untuk segala pekerjaan tanpa mem-bedakan macam pekerjaannya, dan jelas bermanfaat bagi efektivitas unit kerja atau organisasinya. Dua perilaku tersebut di atas, yaitu kinerja pelaksanaan tugas dan perilaku warga organisasi yang baik menjelaskan tindakan karyawan yang membantu peningkatan kinerja orga-nisasi. Perilaku yang ketiga ini ber-dampak negatif terhadap organisasi. Oleh McShane dan Von Glinow (2008: 39) perilaku tidak produktif, didefinisikan sebagai perilaku karyawan yang atas kemauannya sendiri yang berpotensi langsung atau tidak langsung merugi-kan organisasi. Para ahli Perilaku orga-nisasi menggolongkan perilaku tidak produktif (CWB) menjadi lima kategori, yaitu: • Melecehkan orang lain (abuse of others) • Ancaman (threatening harm) • Kelambatan (tardiness) • Mengerjakan secara salah (doing wok incorrectly) • Pencurian (theft) Colquitt, Lepine, dan Wesson mendefinisikan perilaku tidak produktif (CWB) sebagai perilaku karyawan yang secara sengaja menghambat pencapaian tujuan organisasi. Kata “sengaja” adalah aspek kunci dari definisi ini, yaitu memang demikian yang akan dilakukan karyawan, bukannya dilakukan tanpa sengaja. Walaupun ada banyak macam perilaku yang tidak produktif, hasil penelitian dapat menggolongkannya menjadi empat kategori besar. Keterangan mengenai jenis perilaku tidak produktif adalah sebagai berikut: 188
1. Penyimpangan Properti. (property deviance). Perilaku yang merugikan aset dan milik organisasi, misalnya: a. Sabotase, adalah perusakan secara sengaja terhadap per-alatan fisik proses organisasi, atau hasil produksi perusahaan. b. Mencuri, dapat juga sama merugikannya seperti sabotase. Con-toh yang paling sering adalah pencurian bahan makanan oleh karyawan restoran. 2. Penyimpangan Produksi (production deviance). Tindakan yang ditujukan kepada organisasi khususnya penu-runan efisiensi dan hasil kerja. a. Pemborosan sumberdaya (was-ting resources) adalah bentuk paling umum dari penyimpangan produksi, yaitu karyawan meng-gunakan bahan atau waktu terlalu banyak atau terlalu lama mengerjakannya. b. Kebiasaan buruk (substance abuse). Jika karyawan menya-lahgunakan makanan/minuman yang berpotensi mengurangi kinerja sebelum atau dalam pekerjaan maka efisiensi pro-duksi akan berkurang karena kerja mereka lamban. 3. Penyimpangan Politik (political deviance). Yaitu tindakan yang dituju-kan kepada sesama karyawan, bukan kepada organisasi. a. Penggosip (gossiping) bicara santai mengenai orang lain, di mana kebenarannya tak ter-jamin. Emosi yang ditimbulkan jika seseorang dibicarakan akan mengurangi persaudaraan/hubu-ngan yang harmonis antara kelompok-kelompok kerja. b. Kasar/pemarah (incivility) berkomunikasi secara kasar, tak mengenal tatakrama, dapat merusak suasana kerja yang harmonis, terjadi saling tidak percaya dan persaingan tidak sehat, dapat mengarah kepada penurunan kinerja organisasi.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
4. Penyerangan individu (personal aggression) didefinisikan sebagai tindakan permusuhan baik verbal maupun fisik yang ditujukan kepada karyawan lain. a. Pelecehan (harassment) adalah penyerangan fisik dengan kon-tak fisik atau penyerangan verbal dengan kata-kata yang menusuk perasaan. b. Penyimpangan perilaku (abuse) adalah penyerangan yang dapat melukai karyawan lain secara fisik atau psikologis. Dalam hal ini, perilaku warga organisasi yang buruk merupakan penyimpangan kerja yang disengaja atau tidak disengaja oleh karyawan. Dari pembahasan–pembahasan di atas, dapat didefinisikan: “Kinerja adalah nilai dari seperangkat perilaku individu yang secara positif atau negatif memberi sumbangsih bagi pencapaian organisasi”. Dimensi kinerja adalah 1) unjuk kerja tugas (task performance) yang mencakup indikator rutin dan adaptif, 2) perilaku baik (citizenship behavior) yang mencakup indikator interpersonal dan organisasi, 3) perilaku buruk (counterproductive behavior) yang mencakup penyimpangan properti, penyimpangan produksi, penyimpangan politik, dan penyerangan individu. Perilaku Kepemimpinan (Leadership Styles & Behaviors) Menurut Williams (2008: 347), kepemimpinan dan manajemen dalam suatu organisasi berhubungan erat, tetapi keduanya adalah konsep yang berlainan. Seorang dapat menjadi manajer yang baik, tetapi bukan pemimpin yang baik atau sebaliknya. Kepemimpinan dibutuh-kan untuk melakukan hal-hal yang benar, menciptakan perubahan, memikirkan visi, misi, tujuan jangka panjang, memberi inspirasi dan motivasi untuk pencapaian tujuan. Tetapi manajemen dibutuhkan untuk melakukan hal-hal dengan
benar, mempertahankan status-quo kestabilan, memikirkan rencana dan pemecahan masalah jangka pendek, memberi bim-bingan karyawan agar melakukan pen-capaian tujuan dengan cara yang benar. Organisasi yang efektif membutuhkan kedua-duanya, kepemimpinan dan mana-jemen. Sebagai salah satu aspek yang menentukan efektif tidaknya suatu organisasi, kepemimpinan menjadi bagian yang vital dalam suatu organisasi. Menurut Newstrom (2007: 159), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dan mendukung yang lain untuk bekerja secara bersemangat menuju pencapaian tujuan. Dalam pengertian kepemimpinan ini, terdapat kata proses mempengaruhi, dukungan, dan pencapaian tujuan yang menjadi indikator kepemimpinan. Menurut Jones dan George (2003: 443), kepemimpinan adalah proses oleh mana seseorang menerap-kan pengaruh terhadap orang lain dan menginspirasi, memotovasi dan menga-rahkan kegiatan mereka untuk men-capai tujuan kelompok atau organisasi. Dalam definisi ini terdapat kata pengaruh, penginspirasian, pemotivasi-an, pengarahan, dan pencapaian tujuan yang menjadi indikator kepemimpinan. Colquitt, Lepine dan Wesson (2009: 474) mengatakan, kepemimpin-an didefinisikan sebagai penggunaan wewenang dan pengaruh untuk meng-arahkan kegiatan pengikut menuju pencapaian tujuan. Pengarahan pemim-pin dapat memengaruhi interpretasi atas peristiwa-peristiwa, organisasi kegiatan kerja, komitmen atas tujuan pokok, hubungan pengikut dengan pengikut lainnya, atau kemungkinan kerjasama dan dukungan dari unit kerja lainnya dalam suatu organisasi. Dalam definisi ini terdapat kata penggunaan wewenang dan pengaruh, pengarahan dan pencapaian tujuan sebagai indikator. Menurut Stogdill yang dikutip oleh Gary Yukl (2006: 5), menyimpulkan bahwa banyaknya definisi hampir sama banyaknya dengan orang-orang yang berusaha
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
189
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
mendefinisikan konsep kepe-mimpinan, Ragamnya definisi kepemim-pinan yang ada tidak terlepas dari berbagai kajian tentang kepemimpinan yang telah dilakukan sejak permulaan abad ke 20. Dua pendekatan utama yang termasuk paling awal adalah “pendekatan ciri” (trait approach) dan “pendekatan perilaku” (behavior appro-ach). Yukl (2006:5) mengemukakan ciri dari pendekatan ciri” (trait approach) bahwa telah banyak pengkajian dilakukan untuk mengidentifikasi ciri yang mem-bedakan pemimpin-pemimpin, tetapi kebanyakan hasilnya tidak memuaskan. Karena para peneliti menemukan bahwa kualitas kepemimpinan ternyata tergan-tung situasi. Namun demikian beberapa ciri positif sebagai penentu keefektifan kepemimpinan dapat diidentifikasi seba-gai berikut: kecerdasan, b) kepercayaandiri, c) kebulatan-hati, d) kejujuran, e) kepandaian bergaul, f) kecerdasan emosional, g) ekstrovert, h) kehati-hatian. Dalam hal perilaku kepemimpin-an, Williams (2008:351) terdapat ragam kepemimpinan yang menekankan perilaku kepemimpinan dalam bentuk gaya kepemimpinan. Schermerhorn dan Osborn (2005: 243) mengatakan bahwa peneliti dari Universitas Ohio State, Universitas Michigan, dan Universitas Texas melakukan banyak sekali penelitian mengenai macam-macam perilaku yang dilakukan para pemimpin dalam menaikkan kepuasan dan kinerja bawahan, yaitu gaya kepemimpinan initiating structure (memulai menyusun struktur) dan consideration (pertim-bangan). Robbin dan Judge (2007: 363) mengatakan bahwa Fiedler menge-tengahkan kepemimpinan situasional yang berorientasi tugas dan hubungan, di mana Steers, Porter dan Bigley (1996: 171-173) mengatakan bahwa ektivitas atau kinerja kelompok tergantung dari interaksi skor LPC dan kesesuaian situasi. Sesuai dengan berbagai teori kepemimpinan ini, dalam konteks perilaku kepemimpinan terdapat gaya kepemimpinan 190
dengan kriteria masing-masing. Dalam teori path-goal theory yang dikembangkan oleh Martin Evans dan Robert House seperti yang dikutip oleh Sweeney (2002,192), mengatakan bahwa terdapat 4 kelompok gaya kepemimpinan yaitu: kepedulian ter-hadap kebutuhan bawahan, mengurai-kan apa yang harus dikerjakan, memberi pengarahan kerja, meminta bawahan menepati aturan dan prosedur, serta menjadwalkan dan mengkoordinasikan pekerjaan, konsul-tasi dengan bawahan, menerima pen-dapat dan saran bawahan, menentukan target pencapaian yang menantang, menekankan kepada perbaikan dan kesempurnaan kinerja, dan menunjuk-kan kepercayaan bahwa bawahan akan mencapai standar yang tinggi. Kepemimpinan dengan teori keputusan normatif yang dikembangkan oleh Vroom, Yetton dan Jago memiliki ciri sebagai kepemimpinan yang mem-pertimbangkan halhal sebagai berikut; membuat keputusan sendiri tanpa meminta masukan dari bawahan, menjelaskan masalah kepada masing-masing bawahan dan mendapat gagasan mereka sebelum memutuskan, mengadakan pertemuan dengan kelom-pok bawahan untuk membicarakan bersama dan mendapat masukan, kemudian memutuskan, membicarakan masalahnya dengan kelompok dan memfasilitasi diskusi mengenai alternatif-alternatif untuk mendapatkan persetujuan kelompok atas suatu pemecahan masalah. Salah satu masalah yang terpenting dari seorang pemimpin yang efektif, adalah tindakannya dalam pengambilan keputusan. Bagaimanakah gayanya mengambil keputusan, apakah semua keputusan diambilnya sendiri atau seluruhnya diserahkan kepada bawahannya. Mengacu kepada teori Keputusan Normatif yang dikembang-kan Vroom, Yetton dan Jago tersebut diatas, sebenarnya gaya pengambilan keputusan ini dapat digambarkan terletak di
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
antara dua tindakan ekstrim tersebut di atas, dan dapat dijelaskan dengan Gambar # 2.4. Menurut Manfred Kets de Vries yang dikutip olehTony Kippenberger (2002:7), kepemimpinan adalah suatu kekayaan, yang terdiri dari seperangkat sifat-sifat-pola perilaku, dan kepribadian -yang membuat orang tertentu lebih efektif dalam mencapai suatu tujuan. Tetapi kepemimpinan juga suatu pro-ses, dalam upaya seorang pemimpin memanfaatkan kemampuannya untuk memengaruhi kelompok orang dalam mengarahkan aktivitasnya menuju tuju-an bersama. Kepemimpinan tak dapat terwujud tanpa pengikut, dan selalu dipengaruhi situasi. Dari pembahasan yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sangat penting bagi suatu organisasi. Menurut Colquitt, Lepine dan Wesson (2009: 499), pemimpin dapat menggunakan berbagai gaya dan perilaku untuk membuat keputusan. Seorang pemimpin yang efektif dapat memerbaiki kinerja dan kesejahteraan bawahannya. Kesejahteraan bawahan berarti juga kepuasan karyawan. Dari beberapa teori yang telah dibahas, termasuk teori dari konsep-konsep historis, antara lain teori Perilaku Kepemimpinanyang dikembangkan Uni-versitas Ohio dan Michigan, teoriKeter-gantungan Situasiyang dikembangkan Fiedler, teoriJalur-Tujuanyang dikem-bangkan Martin dan House, teoriKepemimpinan Situasional yang dikembang-kan Hersey dan Blanchard, Gaya Pengambilan Keputusanyang dikem-bangkan Vroom Yetton dan Jago, dan teori kepemimpinan yang terkini, yaituKepemimpinan Transaksional dan Transformasional, yang dikembangkan oleh Bass dan Riggio, dapat disimpulkan bahwa: Perilaku kepemimpinan didefinisi-kan tindakan/aktivitas seseorang dalam mempengaruhi dan mengarahkan orang lain (bawahannya) untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Indikator perilaku kepe-mimpinan adalah pembimbingan dan pengarahan, penggunaan wewenang dan tanggungjawab,
pengambilan keputusan, penugasan/pendelegasian tugas, membina/komunikasi, dan pemotivasian/pen-dorong kemajuan. Kemampuan Kognitif (Cognitive Ability) Kemampuan Kognitif adalah salah satu bagian dari kemampuan keseluruhan (ability), yang terdiri dari kemampuan kognitif, kemampuan emo-sional, dan kemampuan fisik, seperti dijelaskan dalam gambar #2.5. di bawah. Untuk membatasi agar pene-litian tidak terlalu meluas, maka dalam penelitian ini variabel yang dipilih adalah Kemampuan Kognitif, yang juga merupakan faktor terpenting dalam kerangka penelitian di lembaga yang diteliti. Dalam pelaksanaan pekerjaan seharihari, seseorang dihadapkan ke-pada tugas menganalisis dan meme-cahkan suatu permasalahan. Kemam-puan menganalisis dan memecahkan masalah sangat dipengaruhi oleh ber-bagai hal, termasuk kemampuan kog-nitif. Menurut Gibson, Ivancevich, Donelly, dan Konopakse (2009: 94-95), kemampuanadalah ciri (pembawaan alamiah dari lahir atau sesuatu yang dipelajari), yang memungkinkan sese-orang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisikal. Ketrampilan adalah kompetensi yang berkaitan dengan suatu tugas, misalnya ketrampilan teknis seseorang dalam mengoperasi-kan suatu alat. Abilitas mental biasa-nya disebut Inteligensi. Dalam penelitian ini kemampuan kognitif yang lebih difokuskan untuk pembahasannya. Menurut Chuck Williams (2008: 287), kemampuan kognitif dapat diukur, dan untuk itu ada test untuk menguji seberapakah kemampuan karyawan atau calon karyawan. Test ini dinamakan Cognitive Ability Tests, yaitu untuk mengukur seberapa kemampuan karyawan dalam kecepatan persepsi, komprehensi verbal, kemampuan nume-rik, kemampuan memberi alasan secara umum, atau logika, dan kemampuan spasial. Dengan kata
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
191
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
lain test-test ini menunjukkan seberapa baik dan seberapa cepat seseorang memahami katakata, angka-angka, logika, dan dimensi spasial. Jika test atau ujian ketrampilan spesifik hanya meramalkan kinerja dalam pekerjaan tertentu, maka ujian kemampuan kognitif dapat secara akurat meramalkan kinerja dalam hampir semua macam pekerjaan. Hal ini disebabkan karena orang-orang yang mempunyai kemampuan kognitif dan kemampuan mental yang tinggi, biasanya sangat mampu dalam mempelajari hal-hal baru, memproses informasi yang rumit dan kompleks, memecahkan masalah, serta membuat keputusan, dan kemampuan-kemampuan tersebut adalah sangat penting dalam hampir semua macam pekerjaan. Jika dua referensi di atas memakai istilah kemampuan kognitif, maka untuk hal yang sama Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge menama-kan kemampuan kognitif dengan istilah Intellectual Abilities, dalam hal ini diterjemahkan kemampuan Intelektual. Menurut Robbins dan Judge (2008: 42-43), Intellectual Abilities adalah yang diperlukan untuk melakukan aktivitas mental, yaitu memikir, memberi alasan, dan memecahkan masalah. Manusia dalam kebanyakan masyarakat memberi-kan nilai yang tinggi terhadap inteligensi, ini sangat beralasan, karena biasanya orang yang pandai (berintelijensi tinggi) dapat mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan berpenghasilan lebih tinggi. Orang yang pandai juga kemung-kinan besar muncul sebagai pimpinan dalam suatu kelompok. Menurut Colquitt, Lepine dan Wesson (2009: 337:343), secara umum kemampuan dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok umum, yaitu “kemampuan kognitif”, “kemampuan emosional”, dan “kemampuan fisik”. Kemampuan kognitif adalah kemampuan berkaitan dengan pengambilan dan penerapan pengetahuan dalam memecahkan masalah. Kemampuan kognitif sangat relevan dalam pekerjaan yang dilakukan oleh para karyawan di dalam lembaga yang diteliti, 192
yaitu pekerjaan yang menggunakan informasi untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah. Ada 5 macam kemampuan kognitif, yang relevan dengan macam pekerjaan di lembaga tersebut. Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (2008: 100) dalam bukunya Behavior in Organizations, memberi istilah cognitive intelligence(dalam hal ini diterjemahkan inteijensi kognitif) terhadap yang dimaksudkan cognitive ability, yaitu kemampuan untuk mema-hami gagasan yang rumit, dapat menyesuaikan diri secara efektif dengan lingkungan, mempelajari dari penga-laman, dapat menjelaskan beberapa macam alasan, dan mengatasi ham-batan-hambatan dengan memikirkannya secara mendalam. Cognitive intelligence diakui sebagai salah satu aspek dari intelijensi manusia. Untuk mengukur tingkat kognitif intelijensisecara umum diketahui melalui IQ tests, seperti telah dibahas dalam paragraf sebelumnya. Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2007: 157), menjelaskan menge-nai Inteligensi dan Kemampuan kognitif, demikian; intelijensi (intelligence) adalah kapasitas individual untuk berpikir kon-struktif, memberi alasan dan meme-cahkan masalah. Secara historis intelijensi dipahami sebagai kapasitas yang sudah tertanam dalam diri, diturunkan dari generasi orang tuanya. Tetapi penelitian kemudian menyimpulkan bahwa intelijensi (seperti kepribadian) juga sesuatu yang dipengaruhi ling-kungan. Teori Spearman ini dikembangkan oleh para peneliti lainnya, sehingga dapat disimpulkan adanya 7 kemampuan mental yang paling sering disebut, yaitu: • Kemampuan komprehensi verbal (verbal comprehension) • Kemampuan kefasihan dalam kata (word fluency) • Kemampuan numerik (numerical) • Kemampuan spasial (spatial) • Kemampuan mengingat (memory) • Kecepatan persepsi (perceptual speed) • Kemampuan alasan Induktif (inductive reasoning)
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
William T. Dickens, Senior Fellow The Brookings Institution (2007: 05) dalam makalahnya mengatakan bahwa teori psikologi modern meman-dang cognitive ability sebagai multi-dimensional, dan mengakui bahwa bermacam-macam kemampuan punya korelasi positif. Korelasi positif antar bermacam-macam kemampuan itu telah mengarahkan sebagian besar ahli psikometrik menerima realitas adanya kemampuan kognitif umum (general cognitive ability) = “g” yang diukur dalam skor skala penuh pada pengujian utama kemampuan kognitif atau IQ. Kemampuan kognitif umum ini adalah peramal penting (important predictor) atas keberhasilan dalam hasil akhir suatu kinerja, walaupun masih banyak faktor-faktor lain yang sebetulnya juga menentukan suksesnya suatu kinerja. Mengenai “g” factor tersebut di atas, Colquitt, Lepine dan Wesson (2009:343) mengatakan kemampuan kognitif umum ini dengan istilah kemampuan mental umum (general mental ablity) sebagai “g factor” yang digambarkan dengan Gambar # 2.6. di bawah ini, yaitu yang merupakan perpaduan antara semua macam kemampuan kognitif yang telah dibicarakan di atas. Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat didefinisikan bahwa “Kemampuan kognitif adalah kapabilitas individual yang berkaitan dengan pene-rimaan dan penerapan pengetahuan dalam pemecahan masalah, yang diindikasikan oleh dimensi kemampuan verbal, kemampuan kuantitatif, kemam-puan penalaran atau logika, kemampuan spasial, dan kemampuan perseptual”. Dimensi verbal mencakup indikator pemahaman dan ekspresi tulisan. Dimen-si kemampuan kuantitatif mencakup indikator perhitungan dan penalaran matematik. Dimensi penalaran mencakup indikator kepekaan masalah, penalaran deduktif dan induktif. Dimensi spasial mencakup indikator orientasi spasial dan visualisasi.
Dimensi perseptual kecepatan dan keluwesan menyimpulkan, dan kece-patan mengerti. Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Seorang karyawan yang memi-liki kepuasan kerja diindikasikan oleh berbagai ciri yang ditampilkan seseorang. Menurut Colquitt, Lepine, dan Wesson (2009: 105), kepuasan kerja adalah kondisi emosi yang menyenangkan sebagai akibat dari penilaian kerja atau pengalaman kerja karyawan. Dengan kata lain adalah bagaimana seseorang merasa dan apa yang ia pikir mengenai pekerjaannya. Karyawan dengan kepuas-an kerja yang tinggi merasa sesuatu yang positif ketika ia memikirkan tugasnya atau melakukan tugasnya, sebaliknya karya-wan dengan kepuasan kerja yang rendah merasa sesuatu yang negatif ketika ia memikirkan tugasnya atau melakukan tugasnya. Menurut Locke (1976: 1304) yang dikutip oleh Saari dan Judge (www.utm.edu/staff/mikem/documents/jobsat isfaction.pd), kepuasan kerja adalah kondisi yang menyenangkan atau rasa emosi positif sebagai akibat dari penilaian pekerjaan atau penga-laman kerja seseorang. Jadi ketika menilai pekerjaan seseorang, seperti juga menilai sesuatu yang sangat penting bagi seseorang, maka pikiran dan perasaan, keduaduanya terkait. Menurut Mullins (2005: 700), kepuasan kerja adalah konsep yang kompleks dan multifaset, yang dapat berarti lain-lain untuk bernacam-macam orang. Kepuasan kerja biasanya dikait-kan dengan motivasi, tetapi sifat dari hubungan ini tidak jelas. Kepuasan tidaklah sama dengan motivasi, kepuasan kerja lebih cenderung sebagai sikap (attitude), sesuatu yang bersifat internal dalam diri orang. Kepuasan kerja dapat berkaitan dengan perasaan pribadi mengenai keberhasilan, baik kuantitatif atau kualitatif. Wexley dan Yukl (1998:)/(http:// id.wikipedia.org/wiki/Kepuasan_Kerja) mengar tikan kepuasan kerja sebagai “the way an
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
193
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara karyawan merasakan dirinya atau pekerjaannya. Dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karier, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan. Menurut Schemerhorn, Hunt, dan Osborn (2007: 162), kepuasan kerja adalah derajad di mana seseorang merasa positif atau negatif mengenai pekerjaannya. Hal ini adalah suatu sikap atau reaksi emosional terhadap tugas seseorang, serta kondisi fisik dan sosial dari tempatnya bekerja. Menurut Kreitner, dan Kinicki (2007: 192), kepuasan kerja adalah reaksi perasaan atau emosi mengenai beberapa faset pekerjaan seseorang. Definisi ini menyiratkan bahwa kepuas-an kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Tetapi seseorang dapat relatif puas terhadap salah satu aspek pekerjaannya, dan tidak puas dengan satu atau beberapa aspek lainnya dari pekerjaannya. Pada umumnya karyawan puas jika pekerjaannya memberikan nilai-nilai yang mereka hargai. Nilai-nilai adalah hal-hal yang orang ingin mencari dan meraihnya secara sadar atau tidak sadar. Menurut Luthans (2005: 212), sepanjang 5 tahun mengidentifikasi karakteristik kepuasan kerja yang paling penting, disimpulkan lima karakteristik yaitu: kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, pengawasan dan rekan kerja. Dari uraian Luthans (2005: 212-214) tentang karakteristik kepuasan kerja, dapat disajikan uraian ringkas sebagai berikut:
194
a. Kepuasan karena pekerjaan itu sendiri. Mengacu kepada perasaan karyawan mengenai tugas yang dijalankan, apakah tugas itu menan-tang, menarik, mulia, dan memakai ketrampilan yang tinggi, dan tidak membosankan, berulang-ulang, dan tak menyenangkan. b. Kepuasan karena penggajian. Meng-acu kepada perasaan karyawan mengenai gajinya, apakah sebesar yang diharapkan, aman, cukup untuk membiayai pengeluaran rutin dan membeli barangbarang mewah. Kepuasan penggajian didasarkan perbandingan penggajian yang ia terima dan yang ia harapkan. c. Kepuasan karena kesempatan pro-mosi. Berkaitan dengan perasaan-nya bagaimana kebijakan kenaikan jabatan dan pelaksanaannya, ter-masuk apakah kenaikan-kenaikan jabatan sering dilakukan, adil dan didasarkan atas kecakapan. Ber-lainan dengan penggajian, beberapa karyawan mungkin tak menghendaki kenaikan jabatan yang sering, karena hal ini akan membawa penambahan tanggung jawab dan jam kerjanya. Tetapi kebanyakan karyawan meng-hargai kenaikan jabatan, Karena dapat memberi peluang kepada pengem-bangan pribadi, gaji yang lebih baik, dan gengsi yang lebih tinggi. d. Kepuasan karena Pengawasan.Mengacu kepada perasaan karyawan terhadap atasannya, termasuk apakah atasannya kompeten, ramah, dan mudah didekati. Kebanyakan karya-wan menanyakan dua pertanyaan mengenai atasannya: (1) Dapatkah ia membantu saya mendapatkan hal-hal yang saya hargai? Dan (2) Apakah mereka itu disenangi orang? Per-tanyaan pertama menyangkut apakah atasan memberi penghargaan atas kinerja yang baik, membantu karya-wan dengan sumberdaya yang diperlukan, dan melindungi karyawan jika ada gangguan yang tak diharap-kan. Pertanyaan kedua menyangkut apakah atasan punya kepribadian yang baik, serta
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
nilai-nilai dan keya-kinan yang sama dengan karyawan. e. Kepuasan karena Rekan Sekerja. Mengacu kepada perasaan karyawan terhadap rekanrekan sekerjanya, apakah mereka pintar, bertanggung jawab, suka menolong, menyenang-kan, menarik, dan tidak sebaliknya yaitu malas, suka gosip, tidak menye-nangkan, dan menjemukan. Pertanyaan yang sama ditanyakan mengenai rekan sekerjanya, apakah mereka dapat membantu melakukan pekerjaan karena tiap karyawan selalu bergantungan dalam bekerja dengan rekan sekerjanya. Kedua apakah mereka ramah dan suka menolong penting sekali, karena sebagian besar waktu karyawan itu adalah bersama-sama dengan rekan sekerjanya, seperti mereka adalah anggota keluarganya. Sesuai dengan uraian di atas, Colquitt, Lepine dan Wesson (2009: 110) hasil dari beberapa penelitian yang dilakukan beberapa menyatakan bahwa di antara ke lima hal karakteristik kepuasan kerja, “pekerjaan itu sendiri” yang paling memengaruhi kepuasan kerja secara keseluruhannya. Seperti terlihat dari Gambar #2.7. Karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi merasa sesuatu yang positif ketika ia memikirkan tugasnya atau melakukan tugasnya, sebaliknya karya-wan dengan kepuasan kerja yang rendah merasa sesuatu yang negatif ketika ia memikirkan tugasnya atau melakukan tugasnya. Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap Kinerja,dan menurut penelitianpenelitian yang telah dilakukan terkini, Kepuasan Kerja mempunyai pengaruh positif yang moderat terhadap kinerja. Demikian juga kinerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja, jika pening-katan kinerja dikaitkan dengan pemberian penghargaan yang lebih baik. Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat didefinisikan: “Kepuasan kerja adalah kondisi emosi yang menye-nangkan individu terhadap pekerjaannya atau pengalaman kerjanya”, yang diindi-kasikan oleh keadaan
emosi terhadap gaji, terhadap promosi jabatan, terhadap supervisi, terhadap rekan kerja dan terhadap pekerjaan itu sendiri. KERANGKA BERPIKIR Dari deskripsi teoretik, serta hasil penelitian yang relevan yang telah diuraikan di atas, berikut ini disajikan kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini. Kerangka berpikir ini menguraikan pengaruh perilaku kepemimpinan (X1) terhadap kepuasan kerja karyawan (X3) dan kinerja karya-wan (X4), pengaruh kemampuan kognitif karyawan (X2) terhadap kepuasan kerja karyawan (X3) dan kinerja karya-wan (X4), serta pengaruh kepuasan kerja karyawan (X3) terhadap kinerja karyawan (X4). 1. Pengaruh Perilaku Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Dari berbagai teori mengenai kepemimpinan dan perilaku kepemim-pinan yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa Perilaku Kepemim-pinan didefinisikan sebagai “tindakan/ aktivitas seseorang dalam memengaruhi orang lain (termasuk bawahannya) untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan”. Indikator perilaku kepemim-pinan adalah pembimbingan dan penga-rahan (leading & directing), penggunaan wewenang, pengambilan keputusan, penugasan/pendelegasian tugas, hubungan/berkomunikasi, pemotivasian/mendorong kemajuan. Seorang pemimpin yang efektif dapat memerbaiki kinerja dan kesejah-teraan karyawan bawahannya. Jika karyawan sejahtera maka karyawan tersebut mendapat kepuasan, dalam konteks penelitian ini adalah kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan dapat terdiri dari unsur “penggajian”, “promosi”, “pengawasan”, “rekan sekerja”, dan “pekerjaan itu sendiri”. Kepuasan kerja karyawan dapat mencakup salah satu atau beberapa atau semua dari 5 unsur tersebut di atas. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diduga Perilaku Kepemim-pinan
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
195
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
berpengaruh positif langsung terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. 2. Pengaruh Kemampuan Kognitif Karyawan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Dalam pembahasan pemba-hasan di atas, kemampuan kognitif adalah yang paling utama untuk semua macam pekerjaan. Dalam banyak penelitian yang dilakukan oleh para peneliti selama bertahun-tahun, kemam-puan kognitif juga disimpulkan mem-punyai korelasi yang sangat kuat terhadap kinerja. Menurut Colquitt, Lepine dan Wesson (2009: 355) orang-orang yang mempunyai kemampuan kognitif umum yang tinggi (yaitu yang mempunyai IQ yang tinggi) cenderung lebih baik dalam proses pembelajaran dan pengambilan keputusan, sehingga dapat menja-lankan pekerjaannya lebih efektif, yang berdampak terhadap kinerja yang lebih baik. Demikian juga menurut Newstrom (2007: 208-209), pekerjaan yang dilaku-kan secara efektif dan menghasilkan kinerja yang baik juga memengaruhi kepuasan kerja karyawan, karena salah satu unsur kepuasan kerja karyawan adalah kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diduga Kemampuan Kognitif Karyawan berpengaruh positif langsung terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. 3. Pengaruh Perilaku Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan Dari berbagai teori mengenai kepemimpinan dan perilaku kepemim-pinan yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Perilaku Kepemimpinan didefinisikan sebagai “tindakan/aktivitas seseorang dalam memengaruhi dan mengarahkan orang lain (termasuk bawahannya) untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan”. Seorang pemimpin yang efektif dapat memerbaiki kinerja dan kesejah-teraan bawahannya, antara lain Perilaku Kepemimpinan Transformasi-onal berpengaruh positif yang moderat terhadap Kinerja. 196
Dari uraian tersebut di atas, maka diduga Perilaku Kepempinan berpengaruh positif langsung terhadap Kinerja Karyawan. 4. Pengaruh Kemampuan Kognitif Karyawan terhadap Kinerja Karyawan Dalam banyak penelitian yang dilakukan oleh para peneliti selama bertahuntahun, kemampuan kognitif disimpulkan mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap kinerja. Menurut Colquitt, Lepine dan Wesson (2009: 355) Orang-orang yang mempunyai kemampuan kognitif umum yang tinggi (yaitu yang mempunyai IQ yang tinggi) cenderung lebih baik dalam proses pembelajaran dan pengambilan kepu-tusan, sehingga dapat menjalankan pekerjaannya lebih efektif, yang berdampak terhadap kinerja yang lebih baik. Dari uraian tersebut di atas, maka diduga Kemampuan Kognitif Karyawan berpengaruh positif langsung terhadap Kinerja Karyawan. 5. Pengaruh Kepuasan Kerja Karya-wan terhadap Kinerja Karyawan Dari pembahasan-pembahasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap Kinerja, dan menurut penelitian-penelitian yang telah dilakukan terkini, kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif yang moderat terhadap kinerja. Demikian juga kinerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja, jika peningkatan kinerja dikaitkan dengan pemberian penghargaan yang lebih baik. Dari uraian tersebut di atas, maka diduga Kepuasan Kerja Karyawan berpengaruh positif langsung terhadap Kinerja Karyawan. HIPOTESIS Berdasarkan Kerangka Berpikir yang telah diuraikan di atas disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Perilaku Kepemimpinan (X1) berpengaruh langsung positif terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (X3).
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
2. Kemampuan Kognitif Karyawan (X2) berpengaruh langsung positif ter-hadap Kepuasan Kerja Karyawan (X3). 3. Perilaku Kepempinan (X1) ber-pengaruh langsung positif terhadap Kinerja Karyawan (X4). 4. Kemampuan Kognitif Karyawan (X2) berpengaruh langsung positif ter-hadap Kinerja Karyawan (X4). 5. Kepuasan Kerja Karyawan (X3) berpengaruh positif langsung ter-hadap Kinerja Karyawan (X4). Hipotesis penelitian di atas di digambarkan dalam model hipotetik penelitian seperti pada Gambar #2.8
X1 Perilaku Kepemimpinan
X3 Kepuasan Kerja Karyawan
X4 Kinerja Karyawan
X2 Kemampuan Kognitif Karyawan
Gambar # 2.8 Model Hipotetik METODOLOGI PENELITIAN Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkap ada atau tidaknya pengaruh Perilaku Kepemim-pinan, Kemampuan Kognitif Karyawan, terhadap Kepuasan Kerja Karyawan dan terhadap Kinerja Karyawan, serta Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan di Badan POM. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui atau mengkaji hal-hal sebagai berikut: 1. Pengaruh Perilaku Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan; 2. Pengaruh Kemampuan Kognitif Karyawan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan; 3. Pengaruh Perilaku Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan; 4. Pengaruh Kemampuan Kognitif Karyawan terhadap Kinerja Karyawan; 5. Pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan
Penelitian dilaksanakan di Jakarta pada bulan Juni-September 2010. Metode penelitian yang diguna-kan adalah metode survey dengan teknik analisis jalur (path analysis). Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan dari Balai Besar Badan POM Yogyakarta. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik random sampling sebanyak 55 sampel dari jumlah kerangka sampel sebanyak 112. Data penelitian dikum-pulkan melalui instrumen penelitian yang terdiri dari kuesioner (opinion-naire) dan test. Kuesioner (opinionnaire) digu-nakan untuk mengumpulkan data Kinerja Karyawan, Perilaku Kepemim-pinan, dan Kepuasan Kerja Karyawan. Sedangkan tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang Kemampuan Kognitif. Jumlah butir yang sahih dari instrumen kinerja karyawan ada sebanyak 32 dengan reliabilitas 0,87, untuk instumen perilaku kepemimpinan ada sebanyak 28 butir dengan reliabilitas 0,88, dan untuk instrument kepuasan kerja sebanyak 28 butir dengan reliabilitas 0,91. Sedangkan untuk instrument kemampuan kognitif ada sebanyak 38 dengan reliabilitas 0,82. Untuk keperluan pengujian hipo-tesis teoretik disusun hipotesis statistik sebagai berikut: 1. H0 : p31 ≤ 0 H1 : p31 > 0 2. H0 : p32 ≤ 0 H1 : p32 > 0 3. H0 : p41 ≤ 0 H1 : p41 > 0 4. H0 : p42 ≤ 0 H1 : p42 > 0 5. H0 : p43 ≤ 0 H1 : p43 > 0 HASIL PENELITIAN Deskripsi Data Data penelitian tentang variabel Perilaku Kepemimpinan (X1), Kemam-puan
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
197
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Kognitif Karyawan (X2), Kepuasan Kerja Karyawan (X3), dan variabel Kinerja Karyawan (X4), dideskripsikan dalam bentuk statistik deskriptif, yaitu nilai rata-rata (X), simpangan baku (SD), modus (Mo), median (Me), yang disajikan dalam bentuk tabel berikut: Tabel # 4.5. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi
Rentang Skor Skor Teoreti Empiri Rerata SD Modus Media n k k 32-160 114-142 132,15 6,84 136,50 140,00 25-125 47-107 71,25 16,89 56,96 69,00
Kinerja (X4) Perilaku Kepemimpinan(X 1) Kemampuan 0-26 6-23 15,74 3,32 16,55 16,20 Kognitif (X2) Kepuasan Kerja 28-140 54-113 85,73 14,23 93,41 86,81 (X3)
Pengujian Persyaratan Analisis Data penelitian yang disajikan pada tabel di atas harus diperiksa apakah berdistribusi normal dan linier. Rangkuman uji normalitas dan uji linieritas disajikan pada tabel berikut: Pengujian Signifikansi dan Linieritas Regresi Dari persamaan regresi masingmasing jalur, signifikansi dan linieritasnya diuji dengan uji varians dalam uji signifikansi dan linieritas regresi. Rangkuman dari analisis varians sesuai dengan uji signifikansi dan linieritas regresi tertera dalam Tabel # 4.12 dan 4.13 sebagai berikut: Tabel # 4.6. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Variabel X3 atas X1
L(0,95,53) 0,1195
Lilifors 0,1177
X3 atas X2
0,1195
0,0965
X4 atas X1
0,1195
0,1012
X4 atas X2
0,1195
0,0879
X4 atas X3
0,1195
0,1182
Kesimpulan Berdistribusi normal Berdistribusi normal Berdistribusi normal Berdistribusi normal Berdistribusi normal
Tabel # 4.12. Rangkuman Uji Signifikansi Regresi Persamaan Jalur X3 = 42,27 +
198
Fh 58,41
α=0,05 4,02
Ft
α=0,01 7,12
Status Sangat
0,61X1 X3 = 71,66 + 0,89 X2 X4 = 121,88 + 0,14X1 X4 = 122,58 + 0,52 X2 X4 = 120,25 + 0,14 X3
2,41
4,02
7,12
7,67
4,02
7,12
4,25
4,02
7,12
Signifikan Tidak Signifikan Sangat Signifikan Signifikan
4,81
4,02
7,12
Signifikan
Syarat: Jika Fh>Ft,α=0,01, status sangat signifikan Jika Fh>Ft, α=0,05, status Signifikan Jika Fh
Fh
Ft
Status
1.52
α=0,05 1,95
α=0,01 2,56
Linier
1,10
2,18
2,98
Linier
0,49
1,95
2,56
Linier
1,13
2,18
2,98
Linier
0,49
1,88
2,45
Linier
Perhitungan Koefisien Korelasi antar Variabel Rekapitulasi hasil perhitungan Koefisien Korelasi antar Variabel Eksogen terhadap Variabel Endogen adalah sebagai berikut: Tabel # 4.14. Rekapitulasi Uji Signifikansi Koefisien Korelasi No
1 2 4 5 7 8
Koefisien thitung ttabel untuk Status korelasi n = 55 0,05 0,01 r13 0,72 7,60 1,68 2,41 Sangat signifikan r23 0,21 1,55 1,68 2,41 Tidak signifikan r14 0,36 2,77 1,68 2,41 Sangat signifikan r24 0,27 2,06 1,68 2,41 Signifikan r34 0,29 2,19 1,68 2,41 Signifikan r12 0,09 0,65 1,68 2,41 Tidak signifikan
Dari tabel #4.14. tersebut di atas, disusun tabel #4.15. Matriks koefisien korelasi sebagai berikut: Tabel # 4.15. Matriks Koefisen Korelasi X1 X2 X3 X4 X1 1 0,09 0,72 0,36 X2 1 0,21 0,27
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
X3 X4
1
0,29 1
Perhitungan Koefisien Jalur Sesuai dengan karakteristik model hipotetik penelitian di mana terdapat dua variabel endogen, maka terdapat dua struktur model hipotetik penelitian, yaitu struktur-1 dan struktur-2. Dengan struktur masing-masing variabel endogen, dilakukan perhitungan koefisien jalur. Struktur 1 untuk perhitungan koefisien jalur p31, dan p32,. Struktur-2 untuk perhitungan koefisien jalur p41, p42, dan p43. Struktur Model Hipotesis secara keseluruhan sebagai berikut: X1 Perilaku Kepemimpinan
X3
X4
Kepuasan Kerja Karyawan
Kinerja Karyawan
X1 Perilaku Kepemimpinan
X2 Kemampuan Kognitif Karyawan
X4 Kinerja Karyawan
X3 Kepuasan Kerja Karyawan
Gambar # 4.7 Struktur 2 Model Hipotetik Penelitian Dari gambar Struktur 1 dan Struktur2, di atas, serta Koefisien Korelasi yang telah diketahui dari Matriks Tabel # 4.11, disusun Persamaanpersamaan sebagai berikut, untuk menghitung Koefisien jalur p: Untuk Struktur 1 r13= p31 + p32 x r12 0.09 p32 r23= p31 x r12 + p32
0,72 = p31
+
0,21 = 0,09 p31 + p32
Untuk Struktur 2 X2 Kemampuan Kognitif Karyawan
Gambar # 2.8 Model Hipotetik Penelitian Struktur 1, dan Struktur 2 sebagai berikut: X1 Perilaku Kepemimpinan
X3 Kepuasan Kerja Karyawan
r14= p41 + p42 x r12 + p43 x r13 0.09p42 + 0,44 p43 + p43 x r23 r24= p41 x r12+ p42 + 0,28 p43 r34= p41 x r13+ p42 x r23 + p43 p42+ p43
0,36 = p41
+
0,27 = 0.09 p41 + p42 0,14 = 0,44 p41 + 0.28
Hasil Perhitungan untuk Struktur 1 dan Struktur 2 Dari perhitungan koefisien jalur diperoleh besaran koefisien jalur seba-gai berikut: p31 = 0,7011, p32 = 0,1452, p41 = 0,3445, p42 = 0,2408, p43 = -0,0086 Model Empiris berdasarkan hasil perhitungan koefisien jalur ter-sebut di atas adalah sebagai berikut:
X2 Kemampuan Kognitif Karyawan
Gambar # 4.6 Struktur 1 Model Hipotetik Penelitian © 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
199
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011 X1 Perilaku Kepemimpinan
p41 (r14 )
0,3445 (0,36) p31 (r13 )
0,7011 (0,72) X3 p43 (r34 ) Kepuasan Kerja -0,0086 (0,29) Karyawan
X4 Kinerja Karyawan
diterima dan H1 ditolak, dalam hal ini koefisien jalur tidak signifikan. Sesuai temuan ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif tidak berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja. Sehingga jalur p32 dapat dihilangkan.
p32 (r23 )
0,1452 (0,21) X2
p42 (r24 )
0,2408 (0,27)
Kemampuan Kognitif Karyawan p = koefisien jalur r = koefisien korelasi
Gambar # 4.8 Model Empiris sesuai Hipotesis Penelitian dengan hasil perhitungan koefisien jalur dan koefisien korelasi. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis penelitian dengan analisis jalur dilakukan dengan membandingkan harga thitung dari koefi-sien jalur dengan ttabel. Jika thitung dari koefisien jalur p > dari nilai ttabelnya, maka hipótesis diterima dan sebaliknya. Untuk menghitung nilai koefisien jalur dari masing-masing jalur yang terdapat dalam model hipotesis penelitian yang diajukan, digunakan harga koefisien korelasi dari masing-masing regresi jalur yang terdapat pada tabel #4.11 di atas, sebagai berikut: a. Pengujian Hipotesis Penelitian 1, Ho: p31≤ 0; H1: p31> 0 Dari perhitungan diperoleh p31 = 0,7011, thitung= 7,0216> ttabel p31 = 2,4100 untuk dk = 53 pada α = 0,01, maka Ho ditolak dan H1 diterima, dalam hal ini koefisien jalur adalah sangat signifikan. Sesuai temuan ini dapat disimpulkan bahwa perilaku kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kepuasan kerja. Artinya, penyesuaian perilaku kepemimpinan akan meningkatkan kepuasan kerja. b. Pengujian Hipotesis p32≤ 0; H1: p32> 0 Dari perhitungan 0,1452, thitung= 1,0480< untuk dk = 53 pada α 200
c. Pengujian Hipotesis Penelitian 3, Ho: p41≤ 0; H1: p41> 0 Dari perhitungan diperoleh p41 = 0,3445, thitung= 2,6720 > ttabel p41 = 1,6800 untuk dk = 53 pada α = 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima, dalam hal ini koefisien jalur adalah signifikan. Sesuai temuan ini dapat disimpulkan bahwa perilaku kepemimpinan ber-pengaruh positif langsung terhadap kinerja. Artinya, peningkatan perilaku kepemimpinan meningkatkan kinerja. d. Pengujian Hipotesis Penelitian 4, Ho: p42 ≤ 0; H1: p42 > 0 Dari perhitungan diperoleh p42 = 0,24081,thitung= 2,6720 > ttabel p42 = 1,6800 untuk dk = 53 pada α = 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima, dalam hal ini koefisien jalur adalah signifikan. Sesuai temuan ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif berpengaruh langsung positif terhadap kinerja. Artinya, peningkatan kemam- puan kognitif akan meningkatkan kinerja puan kognitif akan meningkatkan kinerja.
Penelitian 2, Ho:
e. Pengujian Hipotesis Penelitian 5, Ho: p43 ≤ 0; H1: p43 > 0 Dari perhitungan diperoleh p43 = 0,0086, thitung= -0,0630< ttabel p43 = 1,6800 untuk dk = 53 pada α = 0,05, maka Ho diterima dan H1 ditolak, dalam hal ini koefisien jalur tidak signifikan. Sesuai temuan ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja. Sehingga jalur p43 dapat dihilangkan.
diperoleh p32 = ttabel p32 = 1,6800 = 0,05, maka Ho
Model Empiris Setelah Uji Hipotesis Sesuai dengan hasil Uji Hipotesis, disimpulkan bahwa dari 5 jalur yang terdapat pada model hipotesis, hanya 3 jalur yang
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
signifikan, dan layak dipertahankan yaitu lalur X1-X3, X1-X4, dan X2-X4. Sedangkan 2 jalur lainnya, X2-X3, dan jalur X3-X4 yang tidak signifikan dapat dihilangkan. Dengan dihilangkannya jalur X3-X4 tersebut, maka dilakukan perhitungan ulang pengujian struktur dan tripping, apakah jalur lainnya masih signifikan. Dari uji thitung untuk p41 dan p42. didapat bahwa jalur X1-X4 sangat signifikan dan jalur X2-X4 signifikan. Rekapitulasi koefisien korelasi dan koefisien jalur Dari perhitungan koefisien jalur, dan perhitungan ulang pengujian struktur, dapat dirangkum koefisien jalur dan koefisien korelasi, seperti tertera dalam tabel #4.16 di bawah: Tabel # 4.16. Rangkuman Koefisien Jalur dan Koefisien Korelasi Koefisien t tabel Kesimpula pgab p error t hitung n 0.05 0.01 r p p31 0.701 Sangat 1.68 2.41 0.72 0.25 0.86 7.02 signifikan p32 0.14 Tidak 0.21 1.05 signifikan p31-tripping Sangat 0.72 0.72 signifikan p41 0.34 2.67 Sangat 0.36 0.18 0.90 signifikan p42 0.24 1.81 Sangat 0.27 signifikan p43 -0.01 -0.06 Tidak 0.29 signifikan p41-tripping 2.54 Sangat 0.36 0.33 0.18 0.91 signifikan P421.75 Signifikan 0.24 tripping 0.27 Jalur
Model Penelitian Hasil Pengujian Struktur setelah dilakukan tripping
X1 Perilaku Kepemimpinan
p41 (r14 )
0,3357 (0,36) p31 (r13 )
0,7200 (0,72) X3 Kepuasan Kerja Karyawan
X4 Kinerja Karyawan
p42 (r24 )
X2 Kemampuan Kognitif Karyawan
0,2376 (0,27) p = koefisien jalur
r = koefisien korelasi
Gambar # 4.9. Model Empirik Penelitian Lengkap Penjelasan Model Empirik Penelitian Lengkap adalah sebagai berikut: 1. Jalur X1-X3. Perilaku kepemimpinan berpengaruh langsung positif terha-dap kepuasan kerja. 2. Jalur X2-X3. Kemampuan Kognitif tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Jalur ini dapat dihilangkan. 3. Jalur X1-X4. Perilaku kepemimpinan berpengaruh langsung positif terha-dap kinerja. 4. Jalur X2-X4. Kemampuan Kognitif berpengaruh langsung positif terha-dap kinerja. 5. Jalur X3-X4. Kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja, jalur ini dapat dihilangkan. Karena hanya adanya pengaruh langsung yang signifikan antar variabel, dalam penelitian ini, maka hanya pengaruh langsung yang diuraikan sebagai berikut; Pengaruh Langsung Variabel Eksogen terhadap Variabel Endogen Besarnya pengaruh langsung dari masing-masing variabel eksogen terhadap variabel endogen dihitung berdasarkan hasil perhitungan masing-masing koefisien jalur pada tiap jalur. a. Pengaruh Langsung X1, terhadap X3 Tabel # 4.13. Pengaruh Langsung X1 terhadap X3 Variabel
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Pengaruh langsung
201
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011 terhadap X3 Perilaku Kepemimpinan X1
0,5184
Pengaruh langsung perilaku kepemimpinan terhadap kepuasan kerja sebesar 0,5184. Dalam hal ini kontribusi kekuatan pengaruh perilaku kepemim-pinan terhadap kepuasan kerja sebesar 51,84% Secara keseluruhan variabel perilaku kepemimpinan di atas memberikontribusi dalam peningkatan kepuasan kerja hanya sebesar 51,84%. Artinya,masih terdapat faktor lain dengan kontribusi sebesar 48,16%. b. Pengaruh Langsung X1, danX2, terhadap X4 Tabel # 4.14. Pengaruh Langsung X1, dan X2 terhadap X4 Variabel Perilaku Kepemimpinan X1 Kemampuan Kognitif X2
Pengaruh langsung terhadap X4 0,1127 0,0564
Oleh karena jalur p34 tidak signifikan, maka Tabel # 4.14. hanya berisi data tentang pengaruh langsung X1, dan X2, terhadap X4. Sesuai dengan tabel ini didapati bahwa pengaruh langsung perilaku kepemimpinan ter-hadap kinerja sebesar 0,1127, dan kemampuan kognitif terhadap kinerja sebesar 0,0564. Dalam hal ini kontribusi kekuatan pengaruh perilaku kepemim-pinan terhadap kinerja hanya sebesar 11,27%, dan kontribusi kemampuan kognitif terhadap kinerja adalah sebesar 5,64%. Secara keseluruhan kedua variabel perilaku kepemimpinan dan kemampuan kognitif di atas memberi kontribusi dalam peningkatan kinerja hanya sebesar 16,91%. Artinya, masih terdapat faktor lain dengan kontribusi sebesar 83,09%. Urutan variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja berdasar-kan urutan pengaruh langsung adalah perilaku kepemimpinan dan kemam-puan kognitif.
202
Pembahasan Hasil Penelitian Temuan penelitian menunjukkan bahwa model hipotesis penelitian yang diajukan tidak dapat diungkap secara utuh dalam penelitian ini. Hal ini berarti bahwa model hipotesis yang diajukan tidak dapat diterapkan secara langsung kepada semua organisasi. Walaupun demikian, temuan penelitian ini bukanlah sebagai suatu penyangkalan model hipotesis yang diajukan, tetapi hasil penelitian tidak dapat mengungkapkan keutuhan model hipotesis tersebut. Adanya jalur yang tidak signifikan dalam model hipotesis yang diajukan atau ketidak berhasilan penelitian mengungkapkan model hipotesis secara utuh, mungkin dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Perilaku Kepemimpinan ber-pengaruh langsung positif terhadap Kepuasan Kerja Sesuai dengan deskripsi teoretik yang diuraikan dalam Bab II disertasi ini, bahwa seorang pimpinan dengan perilaku yang baik akan dapat memim-pin organisasi secara efektif dan memberikan kepuasan kerja kepada para karyawan, maka telah diduga dan dirumuskan dalam hipotesis penelitian bahwa perilaku kepemimpinan ber-pengaruh langsung positif terhadap kepuasan kerja. Ternyata hipotesis ini benar. Temuan pertama dalam pene-litian menunjukkan bahwa koefisien pengaruh perilaku kepemimpinan (X1) terhadap kepuasan kerja (X3) sebesar 0,72 dengan nilai koefisien thitung sebesar 7,0216. Oleh karena nilai thitung lebih besar daripada t table untuk dk = 53 pada α= 0,01 = 2,41, maka dengan demikian pengaruh langsung positif perilaku kepemimpinan (X1) terhadap kepuasan kerja (X3) dinyatakan sangat signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik perilaku kepemimpinan, maka semakin tinggi kepuasan kerja karyawan. Dalam kenyataannya sesuai dengan kondisi aktual, bahwa para pimpinan bagian
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
yang ada di Balai Besar POM Yogyakarta telah mem-punyai masa kerja yang cukup lama (lebih dari 15 tahun) dan mereka semua telah mendapatkan pendidikan lanjutan serta pelatihan-pelatihan yang bersifat teknis maupun managerial. Dengan demikian maka mereka dapat mem-berikan arahan keteladanan yang baik kepada bawahan. Pada umumnya mereka mempunyai kemampuan sebagai pemimpin transformasional, yang mampu memberikan pengaruh kepada bawahan untuk melakukan tindakan yang ideal, mampu memotivasi dan memberi inspirasi agar bawahan berbuat sebaikbaiknya, memberi stimulasi intelektual kepada bawahan, agar peka terhadap pengetahuan dan perkembangan yang baru, serta mau memperhatikan kepentingan bawahan-nya secara individual. Oleh karena itu perilaku kepemimpinan demikian ini menyebabkan para karyawan yang dipimpinnya merasa senang dan puas. 2. Kemampuan Kognitif tidak berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja Sesuai dengan deskripsi teoretik yang diuraikan dalam Bab II disertasi ini, bahwa diduga dan dirumuskan dalam hipotesis penelitian bahwa kemampuan kognitif berpengaruh langsung positif terhadap kepuasan kerja. Hipotesis ini ternyata tidak sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Temuan ke dua dalam penelitian menunjukkan bahwa koefisien peng-aruh kemampuan kognitif (X2) terhadap kepuasan kerja (X3) sebesar 0,1452 dengan nilai koefisien thitung sebesar 1,0480. Oleh karena nilai thitung lebih kecil daripada t table untuk dk = 53 pada α= 0,05 = 1,68, maka dengan demikian pengaruh langsung kemampuan kognitif (X2) terhadap kepuasan kerja (X3) dinyatakan tidak signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan kognitif tidak berpengaruh langsung terhadap
kepuasan kerja. Hal ini mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut: Kepuasan kerja seseorang berbeda satu dengan yang lain di mana tingkat kepuasan kerja seorang yang memiliki kemampuan kognitif tinggi, lebih rendah dibandingkan individu yang memiliki kemampuan kognitif lebih ren-dah. Seseorang yang memiliki kemam-puan lebih, menginginkan pencapaian yang lebih tinggi, karena belum puas terhadap apa yang ia kerjakan, sedang-kan mereka yang memiliki kemampuan kognitif rendah tidak mematok pen-capaian yang tinggi, karena cenderung telah puas dengan yang ia kerjakan. Hal ini berarti bahwa kemampuan kognitif tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Kesesuaian seseorang dengan pekerjaan yang ada dalam organisasi merupakan salah satu indikasi bahwa ia memiliki kepuasan kerja yang tinggi juga, sehingga ia cenderung akan menetap di organisasi itu. Tetapi hal ini tidak terbukti dalam kajian tentang kemampuan kognitif terhadap kepuasan kerja. Colquitt, Lepine, dan Wesson mengatakan bahwa mereka yang memiliki kemampuan kognitif yang tinggi akan memiliki kesempatan kerja yang tinggi di pasar kerja di manapun, sehingga ia belum tentu cenderung akan menetap di organisasi itu. Dalam hal ini kemampuan kognitif tidak ber-pengaruh positif terhadap kecen-derungannya menetap di organisasi itu yang juga merupakan indikasi atas kesesuaiannya di organisasi itu, serta kepuasan dengan pekerjaannya. Dari dua alasan tersebut di atas, terlihat adanya pengaruh yang bertentangan dalam hal kemampuan kognitif terhadap kepuasan kerja. Oleh karena itu wajar saja hasil penelitian ini tidak dapat mengungkap apakah kemampuan kog-nitif berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Dalam kenyataannya di Badan POM RI termasuk juga di Balai Besar POM Yogyakarta telah mempunyai sistem rekrutmen karyawan yang baku. Tingkat
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
203
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
kemampuan kognitif mereka diketahui melalui tes penerimaan, selain melalui TPA, juga dilakukan tes psikologis oleh lembaga pihak ke 3 yang sudah diketahui kredibilitasnya. Selain daripada itu dilakukan wawan-cara untuk mendapatkan karyawan dengan tingkat kemampuan kognitifnya yang sesuai dengan rincian tugas mereka. Tes kemampuan kognitif seperti tersebut di atas diulangi secara berkala selama masa kerjanya. Sehingga dalam konteks kemampuan kognitif, para karyawan ini telah memenuhi suatu standar kemampuan kognitif yang sama untuk masing-masing jenis tugas mereka. Tetapi Peraturan Kepegawaian yang ada tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap mereka yang lebih tinggi atau lebih rendah hasil tes kemampuan kognitifnya. Dari pengamatan yang ada, indikator kepuasan kerja yang paling dominan dari para karyawan adalah kepuasan ter-hadap penggajian. Sedangkan sesuai dengan peraturan yang ada, besarnya penggajian hanya ditentukan oleh tingkat pendidikan, serta lamanya masa kerja mereka. Dengan demikian pernyataan tersebut di atas menjelaskan mengapa tingkat kemampuan kognitif karyawan tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja, karena kepuasan terhadap peng-gajian merupakan indikator utama dari variabel kepuasan kerja. Oleh karena itu wajar bahwa dalam penelitian ini variabel kemampuan kognitif tidak berpengaruh terhadap variabel kepuasan kerja. 3. Perilaku Kepemimpinan berpeng-aruh langsung positif terhadap Kinerja Sesuai dengan deskripsi teoretik yang diuraikan dalam Bab II disertasi ini diduga dan dirumuskan dalam hipotesis penelitian, bahwa perilaku kepemim-pinan berpengaruh langsung positif terhadap kinerja. Ternyata hipotesis ini benar. Temuan ke tiga dalam penelitian menunjukkan bahwa koefisien peng-aruh perilaku kepemimpinan (X1) terhadap kinerja (X4) sebesar 0,3357 dengan nilai koefisien 204
thitung sebesar 2,5451. Oleh karena nilai thitung lebih besar daripada t table untuk dk = 53 pada α= 0,01 = 2,41, maka dengan demikian pengaruh langsung positif perilaku kepemimpinan (X1) terhadap kepuasan kerja (X4) dinyatakan sangat signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik perilaku kepemimpinan, maka semakin tinggi kinerja karyawan. Dalam kenyataannya sesuai dengan kondisi aktual yang ada di Balai Besar POM Yogyakarta, bahwa para pimpinan bagian yang ada di Balai Besar POM Yogyakarta telah mem-punyai masa kerja yang cukup lama (lebih dari 15 tahun) dan mereka semua telah mendapatkan pendidikan lanjutan serta pelatihan-pelatihan yang bersifat teknis maupun managerial. Dengan demikian maka mereka dapat mem-berikan arahan keteladanan yang baik kepada bawahan. Pada umumnya mereka mampu berperan sebagai pemimpin tranformasional, mampu memberikan pengaruh kepada bawahan untuk melakukan tindakan yang ideal, mampu memotivasi dan memberi ispirasi agar bawahan berbuat sebaik-baiknya. Dengan demikian para karyawan yang dipimpinnya berusaha mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaikbaiknya agar dapat mencapai tingkat kinerja yang tinggi. 4. Kemampuan Kognitif berpeng-aruh langsung positif terhadap Kinerja Sesuai dengan deskripsi teoretik yang diuraikan dalam Bab II disertasi ini diduga dan dirumuskan dalam hipotesis penelitian, bahwa kemampuan kognitif berpengaruh langsung positif terhadap kinerja. Ternyata hipotesis ini benar. Temuan ke empat dalam pene-litian menunjukkan bahwa koefisien pengaruh kemampuan kognitif (X2) terhadap kinerja (X4) sebesar 0,2376 dengan nilai koefisien thitung sebesar 1,7468. Oleh karena nilai thitung lebih besar daripada t table untuk dk = 53 pada α= 0,05 = 1,68, maka dengan demikian
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
pengaruh langsung positif kemampuan kognitif (X2) terhadap kinerja (X4) dinyatakan signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan kognitif seseorang, maka semakin tinggi kinerjanya. Dalam kenyataannya sesuai dengan kondisi aktual yang ada di Balai Besar POM Yogyakarta, selain sistem rekrutmen yang baik, seperti dijelaskan di atas, penempatan karyawan-baru diputar dalam bagian-bagian yang berbeda selama beberapa bulan. Setelah dievaluasi kemudian ditempat-kan di posisi yang sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing (antara lain di laboratorium, atau di lapangan sebagai pemeriksa/penyidik, atau sebagai penyuluh/petugas sertifikasi). Setelah 2 tahun dievaluasi kembali mengenai kecocokan penem-patannya. Karena penempatan yang tepat tersebut, maka mereka mampu memecahkan masalah yang timbul dalam kerangka pemeriksaan dan pengawasan obat dan makanan baik di dalam laboratorium, maupun di luarnya, dengan lebih cepat dan tepat serta akurat. Dengan demikian bagian di mana karyawan tersebut bekerja, akan berkinerja yang lebih baik pula. 5. Kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja Sesuai dengan deskripsi teoretik yang diuraikan dalam Bab II disertasi ini diduga dan dirumuskan dalam hipotesis penelitian, bahwa kepuasan kerja ber-pengaruh langsung positif terhadap kinerja. Ternyata hipotesis ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan. Temuan ke lima dalam penelitian menunjukkan bahwa koefisien peng aruh kepuasan kerja (X3) terhadap kinerja (X4) sebesar -0,0090 dengan nilai koefisien thitung sebesar -0,0630. Oleh karena nilai thitung lebih kecil daripada t table untuk dk = 53 pada α= 0,05 = 1,68, maka dengan demikian pengaruh langsung kepuasan kerja (X3) terhadap kinerja (X4) dinyatakan tidak signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja seseorang, tidak berpengaruh terhadap
kinerjanya. Hal ini mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut: Mengacu kepada pandangan Colquitt, Lepine, dan Wesson yang mengatakan bahwa orang yang merasa puas akan melakukan pekerjaan lebih baik dari orang yang tidak puas, maka seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki kinerja yang tinggi pula. Pada kenyataannya di dunia kerja seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi belum tentu memiliki kinerja yang tinggi, khususnya bagi karyawan yang sudah merasa betah tinggal bersama satu organisasi. Di satu sisi, organisasi tidak begitu mudah membuat mereka tidak betah dan keluar dari organisasi, jika kinerjanya rendah, di sisi lain mereka juga telah berjasa mengembangkan organisasi. Dengan demikian, tidak selalu kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja, atau sebaliknya, khususnya dalam suatu organisasi yang mapan. Organisasi tempat penelitian dilaksanakan adalah organisasi yang sudah mapan, sehingga hasil penelitian yang tidak mengungkap adanya pengaruh yang signifikan dari kepuasan kerja terhadap kinerja tidak menyimpang. Menurut Mc Shane dan Mc Glinow, beberapa penelitian ada yang menunjukkan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja adalah positif, ada penelitian lain yang menunjukkan negatif, tetapi penelitian terakhir menunjukkan adanya hubungan yang sedang (moderate relationship) antara kepuasan kerja dan kinerja. Pernyataan Mc Shane ini memperkuat hasil penelitian yang tidak mengungkap adanya pengaruh yang signifikan dari Kepuasan Kerja terhadap Kinerja. Dalam kenyataan yang ada di Balai Besar POM Yogyakarta, indikator yang paling besar dari varibel kepuasan kerja adalah kepuasan terhadap penggajian, dibandingkan dengan indi-kator kepuasan terhadap promosi, supervisi, rekan sekerja, serta terhadap pekerjaan itu sendiri. Dari
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
205
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
keluh-kesah para karyawan selama beberapa tahun, mula-mula penggajianlah yang paling dikeluhkan, atau demikianlah ketidak puasan mereka. Tetapi selama beberapa tahun ini gaji dan tunjangan para karyawan telah dinaikkan beberapa kali, sehingga saat ini soal penggajian sudah sangat berkurang dikeluhkan. Artinya para karyawan tersebut relatif juga mempunyai cukup kepuasan kerja. Namun demikian kinerja dari Balai Besar POM Yogyakarta, serta Badan POM pada umumnya, secara relatif tidak meningkat secara proporsional dengan kenaikan gaji tersebut. Dari data laporan tahunan 2007, 2008, dan 2009, persentase obat dan makanan yang beredar dalam masyarakat yang tidak memenuhi syarat kelayakan karena diindikasikan mengandung zat ber-bahaya, belum dapat dikurangi (rata-rata13,9%, 12,8%, 14,7%). Hal ini mencerminkan bahwa kinerja BPOM termasuk BB POM Yogyakarta belum meningkat secara signifikan, dalam tugasnya mengawasi beredarnya makanan yang tidak layak, berarti juga bahwa kinerja para karyawannya belum meningkat secara signifikan. Selain alasan tersebut di atas, ada hubungannya dengan budaya lokal, yaitu masyarakat di Yogya pada umumnya kurang mempersoalkan puas atau tidak puasnya dalam bekerja. Mereka lebih memfokuskan kepada apa kewajiban mereka dalam pekerjaan. Mereka menyadari bahwa dalam bekerja, kewajiban utamanya adalah harus loyal kepada pemerintah dan negara, serta menghasilkan kinerja yang baik, karena BBPOM Yogyakarta juga merupakan lembaga pemerintah (contohnya abdi-dalem kraton Yogyakarta). Oleh karena itu kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja. Demikianlah beberapa penjelasan-nya, mengapa dalam penelitian ini ditemukan kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja.
206
KESIMPULAN,IMPLIKASI, DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian disimpulkan bahwa: 1. Perilaku kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kepuasan kerja. 2. Perilaku kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kinerja. 3. Kemampuan Kognitif berpengaruh langsung positif terhadap kinerja. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan bahwa perilaku kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kepuasan kerja, demikian juga perilaku kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kinerja. Kemampuan kognitif berpengaruh langsung positif terhadap kinerja, tetapi kemampuan kognitif tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Dengan demikian implikasi hasil penelitian ini adalah upaya meningkatkan kinerja karyawan di BBPOM Yogyakarta dapat dilakukan melalui peningkatan perilaku kepemimpinan, serta peningkatan kemampuan kognitif. Sedangkan upaya peningkatan kepuasan kerja karyawan dapat dilakukan melalui peningkatan perilaku kepemimpinan. Implikasi secara menyeluruh sebagai berikut: 1. Upaya Peningkatan Perilaku Kepemimpinan dalam Meningkat-kan Kepuasan Kerja dan Kinerja. Pemimpin yang mampu memberi-kan kepemimpinan yang positif, akan mengarahkan dan membuat bawahan termotivasi dan terinspirasi bekerja. Khususnya perilaku kepemimpinan transformasional mampu menginspirasi dan memotivasi bawahan bekerja lebih giat, serta meningkatkan perilaku karyawan yang lebih baik bagi keperluan organisasi. Umpan balik yang diterima pimpinan dari perilaku bawahan mem-berikan kepuasan kerja atas apa yang dihasilkan oleh pekerjaannya itu sendiri, sehingga mampu menjadikan semua
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
target pekerjaan organisasi yang dipim-pinnya dapat tercapai. Hal ini berarti bahwa terselesaikannya semua tujuan organisasi meningkatkan kinerja karya-wan dan pimpinan, diharapkan kinerja organisasipun dapat meningkat. Untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja melalui peningkatan perilaku kepemimpinan, diperlukan ber-bagai tindakan yang mampu meng-hasilkan pimpinan yang dapat memo-tivasi dan menginspirasi bawahannya. Karena kepuasan kerja dan kinerja pimpinan akan dicapai bila bawahannya termotivasi dan terinspirasi melakukan tugasnya, Untuk memperoleh pimpinan yang dapat memotivasi dan menginspi-rasi bawahannya, diperlukan upaya yang antara lain adalah meningkatkan input kualitas pimpinan, mengem-bangkan kemampuan pimpinan yang sudah ada, mempersiapkan persemaian calon pemimpin, memperjelas sasaran/ tujuan organisasi yang harus dicapai, melaksanakan monitoring dan evaluasi berkala, dan menetapkan nilai-nilai organisasi yang harus dikembangkan. 2. Upaya Peningkatan Kemampuan Kognitif dalam Meningkatkan Kinerja Keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya ditentukan oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah kemampuan sumberdaya manu-sia organisasi, termasuk juga kemam-puan kognitif karyawan serta pimpinan-nya. Dalam pelaksanaan tugasnya, seorang pemimpin bekerja melalui orang lain, oleh karena seorang pemimpin harus mampu mengkoor-dinasi kegiatan dan antar bagian organisasi dan mencari berbagai jalan keluar yang optimal dalam memecah-kan permasalahan yang dihadapi. Ia harus memiliki kemampuan nalar yang tinggi yaitu seorang yang memiliki kemampuan kognitif yang tinggi agar mampu menganalisis dan mensintesis berbagai masalah untuk didelegasikan / ditugaskan kepada bawahan.
Untuk meningkatkan kemampuan kognitif pimpinan dalam menangani organisasi, diperlukan penguasaan ruang lingkup dan tujuan organisasi, keterlibatan dalam melaksanakan pekerjaan yang sulit, akses informasi dan teknologi, penyegaran penge-tahuan, melaksanakan tugas yang menyita tenaga berpikir dan berbagai kegiatan lainnya. Penyediaan kesem-patan dan fasilitas bagi pimpinan untuk mengikuti dan menerapkan kegiatan di atas, merupakan upaya untuk mening-katkan kemampuan kognitif. Jika kemampuan kognitif pimpinan perlu ditingkatkan seperti dijelaskan dalam uraian di atas, tak kalah pen-tingnya kemampuan semua karyawannya perlu ditingkatkan pula, karena pening-katan kemampuan kognitif untuk semua unsur sumber daya manusia harus seimbang mulai dari tingkat atas sampai karyawan tingkat terbawah, agar output berupa kinerja organisasi akan dapat ditingkatkan pula.
3. Upaya Peningkatan Kinerja Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh perilaku kepemimpinan dan kemampuan kognitif, faktor-faktor tersebut merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kinerja para karyawan BBPOM Yogyakarta. Keber-hasilan suatu organisasi sangat ditentu-kan oleh kinerja karyawannya. Upaya peningkatan kinerja karyawan BBPOM Yogyakarta adalah dengan cara meren-canakan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan kinerja secara terukur dan berkelanjutan. Dengan demikian upaya peningkatan kinerja merupakan kegiatan yang terintegrasi dalam kegiatan rutin, antara lain dengan mengirimkan karyawan mengikuti prog-ram-program pelatihan yang diselenggarakan di dalam maupun di luar BP POM. Saran Mengacu kepada uraian tentang implikasi penelitian dalam bentuk upaya
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
207
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
peningkatan perilaku kepemimpinan, kemampuan kognitif dalam mening-katkan kepuasan kerja dan kinerja, dapat disarankan hal berikut: 1. Perilaku kepemimpinan a. Rekrutmen/Pemilihan Pemilihan karyawan sebagai calon pimpinan, serta pemilihan para pimpinan, dilakukan yang lebih ketat, dan obyektif, melalui prosedur perek-rutan/pemilihan yang telah disepakati dan telah ditentukan sebagai prosedur yang baku di Badan POM, harus dihindari cara-cara yang tidak obyektif, seperti mementingkan koneksi, sistem famili, dan pengaruh dari eksternal. b. Pendidikan dan Pelatihan Badan POM yang mengarahkan misinya untuk menjadi Knowledge based Organization, harus menekankan kepada dua aspek penting, yaitu Know-ledge Management dan Learning Process. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan program Pendidikan dan Pelatihan. Silabus yang dapat disaran-kan adalah: i. Pembimbingan dan Pengarahan kepada bawahan, ii. Penggunaan wewenang, iii. Pengam-bilan keputusan, iv. Penugasan / pende-legasian tugas, v. Membina hubungan dan komunikasi dalam organisasi, vi. Memotivasi dan mendorong kemajuan para karyawan. Hal ini perlu dilakukan agar semua indikator yang tercakup dalam variabel Perilaku kepemimpinan dapat ditingkatkan secara signifikan. 2. Kemampuan Kognitif a. Rekrutmen/Pemilihan Rekrutmen karyawan dan pemi-lihan para pimpinan yang lebih ketat dan obyektif, selain prosedur yang sudah baku yang telah diterapkan di Badan POM, maka penekanan ter-hadap pengujian mengenai kemampuan kognitif, misalnya TPA, tes Bahasa Inggris, serta tes psikologis lebih diperhatikan. b. Pendidikan dan Pelatihan 208
Badan POM yang mengarahkan misinya untuk menjadi Knowledge based Organization, harus menekankan kepada dua aspek penting, yaitu Knowledge Management dan Learning Process. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan program Pendidikan dan Pelatihan. Silabus yang dapat disarankan adalah: i. Pemahaman verbal. ii. Kecerdasan kuantitatif (angka), iii. Penalaran induktif dan deduktif, iv. Kemampuan Spasial yang meliputi orientasi dan visualisasi spasial, v. Kecepatan Perseptual. Hal ini perlu dilakuakan agar semua dimensi yang menyangkut variabel Kemampuan kognitif dapat ditingkatkan secara signifikan. c. Penugasan Karyawan Pemberian tugas baru disesuai-kan dengan tingkat kemampuan para karyawan, sesuai dengan hasil testing selama mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh Badan POM. Selain daripada itu perlu dilakukan evaluasi tingkat kemampuan karyawan secara berkala. 3. Kepuasan Kerja Sesuai dengan hasil penelitian ini Kepuasan kerja hanya dipengaruhi oleh Perilaku Kepemimpinan, tetapi tidak memberi pengaruh terhadap kinerja, namun tetap harus diperhatikan indikator-indikatornya yaitu: i. Penggajian yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Badan POM, diterapkan, ii. Prosedur promosi jabatan dilakukan secara benar dan adil iii. Supervisi terhadap kinerja karyawan dilakukan secara proporsional iii. Hubungan antar sesama karyawan dijaga keharmonisannya, serta iv. Prosedur kerja sesuai dengan Job Description serta Uraian Kerja yang telah dibakukan agar dijalankan secara konsisten. 4. Kinerja Kinerja yang merupakan fokus dari penelitihan ini, hanya dipengaruhi oleh Perilaku Kepemimpinan dan Kemampuan Kognitif, telah dijelaskan di atas. Namun semua dimensinya yaitu i. Unjuk Kerja rutin
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
dan adaptif, ii. Perilaku Baik, serta iii. Perilaku Buruk terhadap organisasi, perlu diperhatikan secara terus-menerus. Untuk mengatasi masalah kinerja yang tidak dipengaruhi oleh kepuasan kerja sesuai dengan hasil penelitian ini, yang disebabkan budaya lokal, dapat disarankan adanya rotasi karyawan dari beberapa unit Badan POM RI ke unit lainnya, misalnya dari BBPOM di provinsi lain ke Yogyakarta dan sebaliknya, untuk beberapa tingkatan eselon.
DAFTAR PUSTAKA Bass,
B.M. dan Riggio, R.E. Transformational Leadership. 2nd Ed. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, 2006. Coleman, V.I., and W.C. Borman. “Investigating the Underlying Structure of the Citizenship Performance Domain”. Human Resource Management Review 10 (2000). Colquitt J.A., LePine A.L., Wesson M.J. Organizational Behavior, Improving Performance and Commitment in the Workplace.New YorkMcGraw Hill International, 2009. Cummings T.G., Worley C.G. Organizational Development & Change. Mason,Ohio. Thomson South Western, International student Edition, 8th edition, 2005. Djaali dan Pudji Muljono. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta. PT. Gramedia, 2008. Fraenkel & Wallen. How to Design and Evaluate Research in Education.2nd Edition .Boston, McGraw Hill, 1993 Gibson J. L., Ivancevich J. M., Donelly, Jr. J. H., Konopaske R. Orga-nizations Behavior, Structure, Processes.11th Edition. New York. McGraw Hill International Edition, 2009. Greenberg J., Baron R.A. Behavior in Organizations, 8th edition. Upper
Saddle River, Pearson Education, Inc. Prentice Hall International Edition, 2003. Jones G.R. Organizational Leadership. New York, Mc Graw Hill, 2003. Kreitner R.,Kinicki A. Organizational Behavior. 7thedition. New York. McGraw Hill International Edition, 2007. Le Pine, J.A., Colquitt, J.A., and Erez, A, “Adaptability to Changing Task Contexts: Effects of General Cognitive Ability, Conscien-tiousness, and Openness to Experience”. Personnel Psychology 53, (2000). Luthans, Fred Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill Education (Asia), 2005 M.T. Laffaldano and P.M. Muchinsky, “Job Satisfaction and Job Performance: A Meta-Analysis”. Psychological Bulletin 97 (1985). McShane, Von Glinow. Organizational Behavior.4th edition . New York. McGraw Hill International Edition, 2008. Motowidlo, S.J. “Some Basic Issues Related to Contextual Perfor-mance and Organizational Citizenship Behavior in Human Resource Management”. Human Resource management review 10 (2000). Mullins L.J. Management and Organizational Behavior.7th Edition .England, Pearson Education Limited, Prentice Hall, 2005. Newstrom J.W. Organizational Behavior: Human Behavior at Work.12th edition New York. McGraw Hill International Edition, 2007. Noe Reymond A., Human Resource Management. New York: McGraw-Hill Book Company, 2003.. Podsakoff, P.M., S.B. McKenzie, J.B. Paine and D.G. Bachrach. “Organizational Citizenship Behaviors: A Critical Review of the Thoetical and Empirical
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
209
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Literature and Suggestions for Future Research”. Journal of Management 26 (2000). Pulakos, E.D. Arad, S, Donovan, M.A., dan Plamandon. K.E., ”Adaptability in the Workplace: Development of a Taxonomy of Adaptive Performance”. Journal of Applied Psychology 85, 2000. Robbins S.P., Judge T.A. Organizational Behavior,12th Edition . Upper Saddle River N.J. Pearson International Edition, 2007. Ronny Kountour. Metodologi Penelitian.Edisi Revisi. Jakarta Penerbit LPPM, 2007 Sackett, P.R., and C.J. DeVore. “Counterproductive Behavior at Work”. In Hand book of Industrial Work, and Organizational. Psychology Vol. 1, Eds. N.Anderson D.S. Ones, H.K. Sinangil, and C.Viswesvaran. Thousand Oaks, C.A: Sage 2001. Schemerhorn J.R., Hunt J.G., Osborn R.N. Organizational Behavior.9th ,10th.Edition. Hoboken, NJ., John Wiley & Sons Inc, 2005. Schwab, D.P. and L.L.Cummings. “Theories of Performance and Satisfaction: A Review” Industrial Relations 9, (1970). Sonnentag, Sabine. Psychological Management of Individual Performance. New York: John Wiley and Son, 2002. Steers R.M., Porter L.W., Bigley G.A. Motivation and Leadership at Work. McGraw-Hill Series in Management 1996. Stogdill, R.M. “Personal Factors Associated with Leadership: A Survey of the Literature”. Journal of Applied Psychology 54 (1948). Sweeney P.D., McFarlin D.B. Organizational Behavior Solution for Management. New York. McGraw Hill Irwin International Edition, 2002.
210
T.A.Judge et al. “The Job Satisfaction-Job Performance relationship: A Qualitative and Quantitative Review”. Psychological Bulletin 127 (2001) Wibowo, Manajemen Kinerja Edisi Ketiga. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2010 Williams, Chuck. Effective Management.Mason, Ohio.Thomson South Western, 2008. Yukl, Gary. Leadership in Orga-nizations. 6th Edition. Upper Saddle River N.J.Pearson International Edition, 2006. Website (http://produkjelek.wordpress.com/).30 Persen Produk Makanan Di Indonesia Termasuk Kate-gori Berbahaya. 2009 (http://www.wartaekonomi.co.id/index.php?o ption=com_content&view=article&id=2 295%3Abadan-pengawas-obat-danmakanan-mau-cepat-tapi-tetap-selamat&catid=55%3Aegovumum&Itemid=71 &showall=1) Badan Pengawas Obat dan Makanan: Mau Cepat, tapi Tetap Selamat. 2009. http://www.bloggaul.com/agungsetiawan24/re adblog/31230/daftar-obat-terlarangsurat-keputusan-badan-pom) Badan POMSurat Keputusan, Kamis 19 Januari 2006, Daftar Obat Terlarang (http://writing.colostate.edu/guides/research/s urvey/) Colorado State University. Surveys. (http://www3.brookings.edu/views/articles/di ckens/200705pdf) Dickens, W.T., (http://www.express exec.com) Kippenberger, Tony, Leadership Styles (Oxford, UK: Capstone Publishing, 2002) (http://www.utm.edu/staff/mikem/documents/ jobsatisfaction.pdf) Saari, Lise M, Judge, Timothy A., Employee Attitude and Job Satisfaction / (http://tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/sam purno/index.shtml) Sampurno, H.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Bekerja Melebihi Panggilan Tugas. Jakarta, 2001 (http://www.amca.com/articles/articlelayoffs.html) McGee-Cooper, A., and G. Looper. “Lessons on Layoffs: Managing in Good Times to Prepare for Bad Times”. N.D. August 17, 2005 (http://proquest.com) Hecker, D. “Occupational Employment Projection to 2012”. Monthly Labor Review 127, 2004 (http://id.wikipedia.org/wiki/Kepuasan_Kerja ) Wexley, K.N., and Yukl, L.A. Organizational Behavior and Personnel Psychology. Boston: Richad D. Irwin, Inc., 1988./ (http://putrawan.com) I Made Putrawan, Causal Research by Path Analysis, Pengembangan Alat Ukur Non Tes dalam Penelitian Kuantitatif, Sampling Dalam Penelitian Kuantitatif, Hakikat Hipotesis dalam Penelitian Kuantitatif, Perumusan masalah dan Penentuan Metode Penelitian. PPs Universitas Negeri Jakarta 2007.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
211