Jurnal Fondasi, Volume 5 No 2
2016
PENGARUH PENGGUNAAN PASAK DENGAN VARIASI JARAK (10 cm, 15cm, 20 cm) TERHADAP KUAT LENTUR BALOK LAMINASI BAMBU (Dendrocalamus asper) Zulmahdi Darwis1), Soelarso2) , Derry Wahidayat3)
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jenderal Sudirman km. 03 Cilegon, Banten
[email protected]
INTISARI
Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pasak bamboo dengan 3 variasi jarakpada balok laminasi bambu petung terhadap kuat lentur. Perbandingan ukuran balok antara tinggi dan lebarnya adalah dua banding satu yang berukuran (120 mm x 60 mm) dengan bentangbalok 180 cm. Selanjutnya diuji kekuatan balok dengan metode pembebanan lateral terhadap kapasitas lentur dengan penggunaan 3 buah variasi pasak bamboo dengan jarak yaitu 10 cm, 15 cm, dan 20 cm, untuk bambu laminasi menggunakan kulit luar bambu pada permukaan balok direkatkan menggunakan perekat labor 60# Multi Layer Double Glue Line (MDGL) di sisi balok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan pasak bamboo dengan variasi jarak yaitu 10 cm, 15 cm, dan 20 cm pada balok laminasi terhadap kekuatan dan kekakuan yang berbeda beda. Kekuatan Balok tertinggi adalah benda uji 15 cm dengan nilai rata-rata 11,18 kN,dibandingkan dengan balok jarak pasak 10 cm, dan 20 cm yang memiliki nilai rata-rata secara berurutan 8,99 kN, dan 8,34 kN. Kemudian Pengujianbaloklenturdenganjarakpasak 10 cm, 15 cm, dan 20 cm menghasilkan kekuatan lentur rata-rata secara berututan sebesar 25,739 Mpa, 35,041 Mpa, dan 28,027 Mpa. Hasil dari pengujian ini terdapat perbedaan yang signifikan, yaitu adanya pengaruh penggunaan variasi jarak pasak terhadap kuat lentur balok bamboo laminasi. Keywords: Bambu petung, balok laminasi, kuat lentur, variasi jarak
ABSTRACT
This research is directed to investigate the effect of the usage of pegsbamboo with distances variation on the laminatedbamboopetung beam to the flextural strength.The beam is 2:1 of hight to width ratio and 120 mm x 60mm with longitudinal beam 180 cm. The beam bending strength was measured with lateral loading method for flextural capacity through three variations of bamboo pegs with distances 10 cm, 15 cm, 20 cm, for laminated bamboo with outer skin on the outer beam usage whitewash adhesive glue 60#Multi Layer Double Glue Line (MDGL) on the beam. The result shows that there was effect ofthe laminated bamboo beam due to the variation of pegs with distances 10 cm, 15 cm, 20 cm have differentson the strength and stifness. The 15 cm beam sample recorded the maximum strength 11,18 kN of average load, Through the beam strength comparison pegs with distances 10 cm and 20 cm recorded 8,99 kN, dan 8,34 kN.And then bending beam Testing with pegs 10 cm, 15 cm, and 20 cm recorded the average flextural strength 25.739 Mpa, 35.041 Mpa, and 28.027 Mpa. The results of this test, there is a significant difference, namely the influence of the use of a variation distance peg bamboo to the flextural strength on the laminated bamboo beam. Keywords: Bamboo petung, laminated beam, flextural strength, variation distance pegs
1. PENDAHULUAN Keadaan hutan saat ini semakin memprihatinkan hal ini berdampak langsung akan ketersediaan bahan material alam kayu, kayu kini semakin langka dan menjadi barang mewah. Luas tutupan hutan di Indonesia semakin berkurang, dari semakin sulitnya ketersediaan kayu saat ini masyarakat membutuhkan bahan material pengganti kayu.
Ketersediaan yang melimpah di alam ini adalah bambu. Tanaman bambu merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis dan mudah untuk dibudidayakan. Bambu dapat tumbuh di daerah yang beriklim kering hingga yang beriklim basah, dari dataran rendah hingga ke daerah pegunungan dan biasanya di tempattempat terbuka yang daerahnya bebas dari
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa |
97
Jurnal Fondasi, Volume 5 No 2
genangan air. Tanaman ini dikenal dengan pertumbuhan yang cepat, dimana bambu dengan kualitas baik dapat diperoleh antara umur 3,5-5 tahun. Sedangkan kayu hutan kebanyakan baru siap tebang setelah lebih dari 30 tahun (Morisco, 2006). Di Provinsi Banten tanaman bambu sudah banyak digunakan masyarakat untuk membangun rumah, furniture, dan kerajinan tangan lainnya, hal tersebut dibuktikan dengan telah berdirinya komunitas Banten Creative Community yang bergerak dibidang pembudidayaan dan pemanfaatan tanaman bambu untuk masyarakat Banten, tetapi untuk pemanfaatan bambu dengan cara laminasi masih belum ditekuni. Kini pola pemanfaatan bambu yang mulai dikembangkan adalah pengolahan bambu secara laminasi. Beberapa kelebihan dari penggunaan bambu laminasi yang membuat bambu tersebut menjadi salah satu pilihan penting yang sangat menguntungkan antara lain pembuatan bambu laminasi dapat menggunakan campuran bahan dasar bambu dari bambu dengan mutu baik hingga bambu dengan mutu buruk. Hal ini tentu sangat menguntungkan baik dari segi ekonomis maupun dari segi kelestarian bambu itu sendiri, karena semua bagian dari bambu yang baik maupun yang buruk dapat digunakan. (Syahrir,2014). Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Zulmahdi, 2009) didapat penggunaan perekat labur 30#MDGL, 40#MDGL dan 60#MDGL pada balok bambu laminasi tidak ada perbedaan signifikan terhadap kekuatan geser dan kekakuan. Pembuatan bilah-bilah laminasi tidak menggunakan pasak tapi menggunakan perekat labur. Penggunaan pasak pada pembuatan bilah-bilah laminasi bambu mengurangi pemakaian perekat dan waktu pelaksanaan pembuatan. Penelitian yang akan diusulkan adalah pembuatan balok bambu laminasi dengan bilah-bilah disatukan dengan menggunakan variasi jarak pasak, sehingga didapat penggunaan jarak pasak yang mempunyai kekuatan optimum dan ekonomis dalam pembuatan. Perbandingan ukuran atau dimensi balok antara tinggi balok dan lebarnya yaitu 2 : 1 berukuran (12 cm x 6 cm) dengan 3 buah variasi jarak pasak 10 cm, 15 cm, 20 cm. Selanjutnya diuji kekuatan balok tersebut 98
2016
terhadap kekuatan lentur, dimana balok lamina mempunyai sifat lemah terhadap kuat lentur dengan tipe keruntuhan lentur. 2. TINJAUAN PUSTAKA A. BAMBU PETUNG Bambu dengan nama botani Dendrocalamus asper Backer Ex. Heyne di Indonesia dikenal dengan nama bambu petung. Di berbagai daerah, bambu yang termasuk jenis ini dikenal dengan nama buluh ketong, buluh swanggi, bambu batueng, tering betung, betong, bulalotung, awi beitung, jajang betung, pring petung, pereng petong, tiing petung, au petung, bulo paturig dan awo petung. Bambu petung termasuk dalam famili Graminae dan banyak terdapat di Asia tropika. Jenis bambu petung dapat tumbuh dengan baik di tempat mulai dataran rendah sampai daerah dataran dengan ketinggian 2000 m di atas permukaan laut (mdpl). Jenis ini dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan tanah yang cukup subur, terutama di daerah yang beriklim tidak terlalu kering (PPHH, 2000). Di Kabupaten Pandelang penyebaran bambu paling berkembang salah satunya adalah bambu petung atau lebih dikenal dengan bambu kasap, memiliki ciri khas diameter batang yang berukuran besar, warna kulit batang hijau kekuning kunigan, panjangnya bisa mencapai 5-10 m. Tidak sedikit bambu yang dipasok dari daerah tersebut baik untuk dijadikan bahan bangunan, kerajinan tangan, indurstri meubeul dan alat rumah tangga. B. BALOK LAMINASI Balok laminasi dibuat dari lapisan-lapisan kayu yang relatif tipis yang dapat digabungkan dan direkatkan sedemikian rupa untuk menghasilkan balok kayu dalam berbagai ukuran dan panjang (Breyer, 1988:112-116). Beberapa kelebihan yang dimiliki struktur laminasi antara lain: ukuran dapat dibuat lebih tinggi. bentang yang lebih panjang, bentuk penampang dapat dibuat lengkung (curved) dan konfigurasi bentuk lonjong dapat dipabrikasi dengan mudah, dapat dikurangi perubahan bentuk dan reduksi kekuatan oleh cacat kayu dapat dibuat lebih acak (Blass dkk, 1995). Selain itu material yang dipakai dalam balok dapat dipilih dari persedian bahan laminasi yang berkualitas baik dan sifat/karaksteristik alami yang membatasi
| Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jurnal Fondasi, Volume 5 No 2
kapasitas balok mumi (solid wood) dapat diabaikan dalam balok glulam (Breyer. 1988). Berdasarkan material yang dipakai, terdapat balok dengan satu macam material/bahan penyusun dan balok dengan dua macam material penyusun dimana material yang lebih kuat berada di bagian luar, sedangkan yang lebih lemah berada dibagaian dalam (inti/core). Dengan mengikuti konsep di atas. lamina bambu diperoleh dari pengolahan batangan bambu dimulai dari pemotongan, perekatan dan pengempaan hingga diperoleh bentuk lamina dengan ketinggian yang diinginkan. Untuk beberapa hal, sifat-sifat lamina tidak berbeda jauh dengan sifat bambu aslinya. Sifat akhir akan banyak dipengaruhi oleh banyaknya nodia/ruas yang ada pada satu batang dan perekat yang dipergunakan (Widjaja, 1995:12-16). C. PROSES PEREKATAN Menurut Prayitno (1994), dalam pembuatan benda uji penelitian laminasi bambu dikenal dua macam teknik perekatan dengan pengempaan yang dilakukan adalah tipe pengempaan dingin yang sering disebut prepressing atau cold pressing dan tipe pengempaan panas atau hot pressing yang dijalankan dengan suhu dan tekanan tertentu. Kedua tipe pengempaan ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada proses pengempaan dingin diperlukan waktu yang lama tetapi biaya pengempaannya lebih murah, sedangkan proses pengempaan panas waktunya lebih pendek karena dapat menaikkan kapasitas pengempaan tetapi memerlukan biaya yang lebih mahal. Untuk balok laminasi biasanya digunakan tipe pengempaan dingin (cold pressing) karena pada ukuran sebenamya yang relatif besar akan menghalangi penggunaan proses pengempaan panas karena biaya menaikkan suhu pada permukaan yang luas cenderung lebih mahal. Perekatan kayu menggunakan istilah glue spread adalah jumlah perekat yang dilaburkan per satuan luas permukaaan bidang rekat. Jumlah perekat yang dilaburkan menggambarkan banyaknya perekat terlabur agar tercapainya garis perekat yang pejal yang kuat. Satuan luas permukaan rekat ditentukan dengan satuan Inggris yakni seribu kaki persegi (1000 square feet} dengan sebutan MSGL (Multilayer Single Glue Line) yang
2016
dinyatakan dalam satuan pound (Lbs). Bila kedua bidang permukaan dilabur maka disebut MDGL (Multilayer Double Glue Line) atau pelaburan dua sisi (Prayitno, 1996 :12-16), di laboraorium satuan perekat dikonversikan menjadi lebih sederhana yang disebut GPU {grampick up) dengan Bidang rekat dihitung dalam dalam satuan centimeter persegi dengan Persamaan 1:
GPU
S .A ................................. (1) 2048,3
dengan : GPU = Gram Pick Up (dalam gram) S = jumlah perekat yang dilaburkan dalam pound/MSGL ataupound /MDGL A = luas bidang yang akan direkatkan (in persegi) Perlu diperhatikan dalam hal ini adalah waktu ikat/setting time dari bahan perekat dimana adukan perekat sebaiknya dipergunakan segera sesudah pembuatan sehingga daya rekat dan hasil yang diperoleh maksimal. Langkah pengerasan perekatan terdiri dari lima langkah yaitu proses flowing (aliran perekat), transfer (perpindahan dari sisi terlabur ke sisi yang tidak di labur), wetting (pembasahan kayu oleh larutan perekat), serta Solidification (Pengerasan perekat)(Prayitno,1996:21-29). D. Perancangan Balok Laminasi Keruntuhan lentur balok murni akan terjadi pada bagian balok yang mengalami momen lentur maksimal, yaitu pada tengah bentang dimana gaya geser yang terjadi adalah nol. Mengacu pada kemampuan ultimit bahan dalam menahan pengaruh luar maka tegangan yang terjadi haruslah kurang dari tegangan lentur ijin yang telah dikalikan dengan faktor koreksi tertentu. fb Fb . C ........................................ (2) dengan: fb = tegangan lentur aktual Fb = tegangan lentur ijin C = faktor koreksi
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa |
99
Jurnal Fondasi, Volume 5 No 2
2016
Selanjutnya berdasarkan data beban dan lendutan dapat ditentukan nilai kekakuan balok dengan persamaan 7. k=
Gambar 1. Pembebanan Balok 1 Titik
Besarnya tegangan lentur yang terjadi dapat dihitung dengan Persamaan berikut : fb =
M.y ……………………(3) I
dengan: M = momen akibat beban lateral y = jarak garis netral dari sisi terluar tekan balok I = momen inersia penampang transformasi
Gambar 2. Penampang Lintang Balok Laminasi
E. Kekakuan Balok Laminasi Sebagai elemen lentur, maka sudah barang tentu akibat bekerjanya momen akan timbul kelengkungan di sepanjang bentang balok Persamaan 4. Dalam hubungannya dengan momen lentur. berlaku Persamaan 5 dan secara numeris harga kelengkungan dapat diperoleh dari Persamaan 6.
K
1
d ………………………..(4) dx
M ……………………………...(5) EI y 2 y i y i 1 .........................(6) i i 1 x 2
dengan: K= Faktor kelengkungan balok = Kelengkungan balok p = Radius kelengkungan balok M = Momen lentur yang bekerja EI = Faktor kekakuan balok yi-1 = Lendutan di titik sejauh i y, = Lendutan pada titik tinjauan yi+1 = Lendutan di titik sejauh Ax setelah titik i Δx = Jarak titik tinjauan 100
P ……………………………….(7) S
dengan: k: Nilai Kekakuan balok P: Beban yang bekerja S: Defleksi Balok
3. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bambu petung diperoleh daerah Pasir Kalapa - Kab.Pandeglang.jenis perekat thermoset tipe setting dingin atau dapat mengeras dalam suhu ruang yaitu Polyvinyl Asetate (PVAC) yang didapat dari PT.Ligno Speciality Adhesive Tangerang-Banten. B. Peralatan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu peralatan pembuatan benda uji, peralatan pengujian sifatfisika dan mekanika bambu serta balok laminasi. C. Benda uji pendahuluan Benda uji pendahuluan untukmengetahui sifatfisika Ukuran benda uji untuk pengujian sifat fisik bambu mengikuti standar ISO (Intemational Standard Organisation) 221571- 2004. D. Benda Uji Balok Laminasi Benda uji balok laminasi dibuat sebanyak 9 balok ukuran 6 cm x 12 cm dengan 3 variasi jarak pasak 10 cm, 15 cm, 20 cm, masing-masing 3 ulangan dengan menggunakan perekat labur yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya dan menggunakan kulit luar bambu. Tabel 1. Benda uji balok laminasi uji kuat lentur NO.
Jarak
Ukuran Balok Uji
Pasak
L
B
H
1.
10 cm
180 cm
6 cm
12 cm
2.
15 cm
180 cm
6 cm
12 cm
3.
20 cm
180 cm
6cm
12 cm
| Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jurnal Fondasi, Volume 5 No 2
diharapkan terjadi keruntuhan lentur.Setting up pengujian selengkapnya ditunjukkan dalam Gambar 4.
B
cm
H
180
2016
12 cm
6 cm
Gambar 3. Penampang Lintang Balok Laminasi
Pengujian balok laminasi dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman KEMENPUPUSKIM Cileunyi – Bandung pada tumpuan sederhana (sendi-rol) dengan dua buah titik pembebanan pada jarak sepertiga bentang bebas. Pengekangan lateral disediakan untuk mencegah adanya kontribusi pengaruh tekuk torsi lateral. Dari setting ini
Gambar 4. Setting up pengujian Sumber: Zulmahdi (2010)
Secara umum penelitianmengikuti bagan berikut:
pelaksanaan alir sebagai
Mulai
Pengumpulan data dan literatur Pengadaan alat dan Bahan Uji Bambu Petung (Dendrocalamus asper)
Penyiapan specimen uji sifat fisik Pengujian specimen sifat fisik dan mekanik Bambu Petung (Dendrocalamus asper)
Pengolahan, perawatan bahan uji Pembuatan bahan uji balok laminasi bambu dengan variasi jarak pasak 10 cm, 15 cm, dan 20 cm dengan perekat labur #60MDGL
Analisa Hasil Pengujian sifat fisik
Tidak
Cek Hasil Balok Laminasi Ya
Analisa Hasil Pengujian: kekuatan Lentur optimum balok bambu laminasi dengan salah satu jarak pasak
Kumpulan data pengujian
Pengujian Lentur balok laminasi bambu Kesimpulan dan saran
Selesai
Gambar 5. Bagan Alir Pelaknsanaan Penelitian
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa |
101
4. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SifatFisika Pemeriksaan kadar airdankerapatan dilakukan dengan menggunakan oven di Laboratorium Teknik Sipil FT.Untirta. Sampel yang digunakan pada pengujian ini adalah bagian ujung bambu, tengah bambu, dan pangkal bambu. Tabel 2. Presentase rata-rata kadar air bambu
NO
Bagian Bambu
Rata-Rata
Petung
Kadar Air %
1.
Ujung
17,37%
2.
Tengah
19,39%
3.
Pangkal
17,30%
Sumber : Analisis Penulis, 2016 Tabel 3. Presentase rata-rata kerapatan bambu NO Bagian Bambu Rata-Rata Petung
Kerapatan(g/cm³)
1.
Ujung
0.66
2.
Tengah
0.60
3.
Pangkal
0.50
Sumber : Analisis Penulis, 2016
B. Kekuatan Balok Laminasi
Berdasarkan hasil pengujian lentur baloklaminasidiperoleh hasil kekuatan balok laminasi, rekapitualasi beban dan grafik maksimum dapat dilihat pada tabel 4 dan Gambar 5,6,7, dari tabel dan gambar ditarik kesimpulan untuk balok laminasi dengan pengaruh penggunaan pasak didapat beban maksimum tertinggi adalah pada balok 15cm dengan beban maksimum rata-rata 11180 N. Beban maksimum rata-rata terendah pada balok 10cm sebesar 8340 N.
Gambar 7. Diagram kolom kekuatanbalok Tabel 4. Rekapitulasi Beban dan Momen Maksimum Nama Benda Uji
Beban Maksimum (KN)
10cmA 10cmB 10cmC 15cmA 15cmB 15cmC 20cmA 20cmB 20cmC
9.66 7.03 8.34 12.02 10.44 11.08 8.9 8 10.06
Rata-Rata Beban Maksimum (KN)
8.34
11.18
8.99
Lendutan mm
17.10 28.44 25.40 20.52 20.48 17.06 13.46 23.32 22.32
Sumber: Analisa Penulis, 2016
C. Kekakuan Balok Laminasi Nilai kekakuan adalah perbandingan antara beban dengan lendutan. Perbandingan kekakuan balok laminasi dengan variasi jarak pasak pada balok laminasi bilah yang ditinjau keruntuhan lentur.Besarnya nilai kekakuan menunjukan tingkat daktilitas dari suatu balok. Semakin kaku suatu balok maka semakin tidak daktail balok tersebut. Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa variasi jarak pasak berpengaruh terhadap kekakuan balok, ini dapat dilihat dari ratarata nilai kekakuan dari setiap jarak relatif sama dan tidak jauh berbeda. Nilai dari tabel juga memperlihatkan bahwa balok dengan jarak pasak 10cm mempunyai nilai rata-rata kekakuan yang paling kecil0.40KN/mm. Nilai dari tabel juga memperlihatkan bahwa balok 10cm lebih daktail dibandingkan balok 15cm dan 20cm, hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata kekakuan yang lebih kecil dibandingkan balok 15cmdan 20cm.
Gambar 6. Grafik hubungan beban – lendutan jarak pasak 15 cm
102
| Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jurnal Fondasi, Volume 5 No 2
2016
Gambar 6. Grafik hubunganKekakuan – Lendutanjarak pasak 10 cm Tabel 5. Rekapitulasi Kekakuan Balok Bambu Nama Benda Uji
Beban Maksimum (KN)
10cmA 10cmB 10cmC 15cmA 15cmB 15cmC 20cmA 20cmB 20cmC
9.66 7.03 8.34 12.02 10.44 11.08 8.9 8 10.06
Rata-Rata Beban Maksimum (KN)
Momen Maksimum (KNmm)
Rata-Rata Momen Maksimum (KN-mm)
3864.00 2812.00 3336.00 4808.00 4176.00 4472.00 3560.00 3200.00 4024.00
8.34
11.18
8.99
3337.33
4485.33
3594.67
Kekakuan (KN/m²)
0.56 0.32 0.33 0.59 0.51 0.66 0.66 0.34 0.45
Rata-rata Kekakuan
0.40
0.58
0.48
Sumber: Analisa Penulis, 2016 D. KuatLentur
Nilai kapasitas lentur balok kayu atau yang biasadisebut modulus of rupture (MOR) dan modulus ofelastic (MOE) (Gere dan Timoshenko, 1985). Tegangan lentur (MOR) maksimum pada balok jarak 15 cm dengan rata-rata 35,041 Mpa, dibandingkan dengan jarak 10 cm dan 20 cm secara berturut-turut mengasilkan nilai rata-rata 25,739 Mpa, dan
28,027 Mpa. Untuk nilai modulus elastisitas (MOE) maksimum juga ada pada balok jarak 15 cm dengan rata-rata 11761,03 Mpa, dibandingkan dengan jarak 10 cm dan 20 cm secara berturut-turut mengasilkan nilai rata-rata 8537,87 Mpa, dan 9421,37 Mpa Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pengaruh variasi jarak pasak nilai yang didapatrata-rata berbeda.
Tabel 9. Rekapitulasi nilai MOR dan MOE Balok Bambu Laminasi NO
Nama Benda Uji
Pprop (N)
Lendutan (mm)
MOR (Mpa)
RataRata
MOE (Mpa)
Rata-Rata
1
10cmA 10cmB 10cmC 15cmA 15cmB 15cmC 20cmA 20cmB 20cmC
5830 5670 6630 7980 6210 8860 5530 6050 6650
7.7 11.02 12.06 9.26 8.12 10.04 7.12 12.08 9.08
30.1875 21.968 25.06 37.56 32.63 34.94 27.81 25.00 31.27
25.739
10647.32 7235.424 7730.876 12118.65 10754.695 12409.736 10922.14 7042.89 10299.07
8537.87
2 3
Sumber: Analisa Penulis, 2016
35.041 28.027
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa |
11761.03 9421.37
103
5. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembehasan dan tujuan terhadap penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut: 1. Pengujian balok lentur dengan jarak pasak 10 cm, 15 cm, dan 20 cm menghasilkan kekuatan lentur rata-rata secara berututan sebesar 25,739 Mpa, 35,041 Mpa, dan 28,027 Mpa. Hasil dari pengujian ini terdapat perbedaan yang signifikan, yaitu adanya pengaruh penggunaan variasi jarak pasak terhadap kuat lentur balok bamboo laminasi. 2. Rata-rata kerusakan-kerusakan balok laminasi ada pada bagian sambungan pasak balok laminasi dimana beberapa pasak terlepas dari bilah-bilah balok bamboo laminasi. 3. Balok dengan jarakpasak 15 cm memiliki nilai rata-rata kekakuan lebih besar dibandingkan dengan balok jarak pasak 10 cm, dan 20 cm yang memiliki nilai rata-rata secara berurutan 0,40kN/mm, 0,58 kN/mm, dan 0,48 kN/mm. Nilai tersebut memperlihatkan bahwa balok 10cm lebih daktail dibandingkan balok 15cm dan 20cm, hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata kekakuan yang lebih kecil dibandingkan balok 15cm dan 20cm. B. SARAN Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian bambu: 1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan variasi jarak pasak yang dipasang secara vertikal, atau pengujian lateral pada balok dengan posisi pasak dalam keadaan vertical terhadap penampang balok. 2. Penelitian ini juga dapat dilanjutkan dengan penambahan titik pemebanan menjadi 2 titik dengan tujuan mendapatkan nilai lentur balok murni. 3. Untuk aplikasi bambu sebagai bahan konstruksi, disarankan digunakan untuk kolom dan balok pada rumah sederhana. 4. Pabrikasi balok laminasi ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau, untuk memperoleh kadar air bambu yang optimal sesuai anjuran dari pabrik pembuatan perekat agar terjadi perekatan 104
yang maksimal antar bambu yang dilaminasi, dimana batasan kadar air tersebut sulit tercapai apabila pabrikasi dilakukan pada musim penghujan. 5. Dalam pengolahan bamboo untuk pabrikasi balok laminasi sebaiknya factor keselamatan perlu diperhatikan sehingga kecelakaan dapat dihindari akibat tertusuk bamboo terutama pada saat proses pengelupasan kulit dalam dan buku bamboo dapat dihindari, bila perlu menggunakan sarung tangan. 6. DAFTAR PUSTAKA Blass, H.J. P. Ane, B.S. Choo, R. Gorlacher, D.R. Griffiths, B.O. Hilso, P. Raacher dan G Steek, (Eds), 1995, Timber Engineering Step I, First Editon, Centrum Hout, The Nedherland. Breyer, D.E., 1998, Design of Wood Structures, Second Edition, Mc Graw-Hill, New York. Gunawan, Purnawan, 2007 Pengaruh Jenis Perekat Terhadap Keruntuhan Lentur BalokLaminasi Galar Dan Bilah Vertikal Bambu Petung. Fakultas Teknik UNS, Surakarta. Morisco, 2006, Teknologi Bambu, Bahan Kuliah, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak diterbitkan). PPHH,
2000. Himpunan Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan.Bogor Prayitno, T.A, 1994, Perekatan Kayu KTM 650, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Prayitno, T.A., 1995, Pengujian Sifat Fisika dan Mekanika Menurut ISO, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak diterbitkan). Prayitno, T.A. 1996, Perekatan Kayu, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
| Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jurnal Fondasi, Volume 5 No 2
2016
Widjaja, W. S., 1995, Perilaku Mekanika Batang Struktur Komposit Lamina Bambudan Phenol Formaldehida, Thesis S2, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak diterbitkan). Zulmahdi D, 2009, Pengaruh Perekat Labur Terhadap Kuat Geser Balok Bambu laminasi, Jurnal Teknika, Juli 2009, Cilegon, Hal 11-20.
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa |
105