PENGARUH PENGGUNAAN MODEL BRAIN BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMPN 5 Ciamis) Yaya Sunarya e-mail:
[email protected] Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif penggunaan model brain based learning dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik, serta untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik terhadap penggunaan model brain based learning dalam pembelajaran matematika. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen, dengan populasi penelitiannya adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMPN 5 Ciamis. Dua kelas diambil secara acak sebagai sampel, kelas eksperimen menggunakan model brain based learning dan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran langsung. Terpilih kelas VIII A sebagai kelas eksperimen dengan jumlah peserta didik sebanyak 41 orang dan kelas VIII D sebagai kelas kontrol dengan jumlah peserta didik sebanyak 40 orang. Instrumen yang digunakan berupa soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik dan angket motivasi belajar peserta didik. Teknik analisis data menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh positif penggunaan model brain based learning dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Motivasi belajar peserta didik terhadap penggunaan model brain based learning dalam pembelajaran matematika menunjukan motivasi belajar yang tinggi. Kata Kunci : Model Brain Based Learning, Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik, Motivasi Belajar Peserta Didik ABSTRACT This study aims to determine the effect of the positive use of brain based learning models in the learning of mathematics to mathematical creative thinking abilities of learners, and to know the motivation of learners to use models of brain based learning in mathematics. The method used in this study is an experimental research method, the study population was all students of class VIII SMPN 5 Ciamis. Two classes were randomly taken as samples, experimental class using a model of brain based learning and control classes using direct instructional model. Selected class VIII A as a class experiment with the number of learners as many as 41 people and class VIII D as a class control the number of students by 40 people . The instrument used is a matter of creative thinking test of mathematical ability and motivation questionnaire learners. Analysis using two different test average. The results of the research and analysis of the data shows that there is a positive influence use models of brain based learning in mathematics learning of the mathematical creative thinking abilities of
1
learners . Motivation of learners to use models of brain based learning in mathematics showed high motivation to learn. Keywords : Models of Brain Based Learning, Creative Thinking Ability of Mathematical Students, Learning Motivation of Students PENDAHULUAN Peranan pendidikan dalam kehidupan sangat penting. Pendidikan menjadi tempat yang sangat strategis untuk meningkatkan sumber daya manusia dan menjadi sarana dalam membangun karakter bangsa. Melalui pendidikan akan lahir generasigenerasi penerus yang berkualitas dan diharapkan membawa perubahan yang lebih baik bagi kemajuan bangsa dan
negara di masa yang akan datang. Oleh karena itu
pendidikan dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Adapun kompetensi lulusan yang diharapkan adalah sesuai dengan Permendiknas No. 23 tahun 2006, salah satunya yaitu menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik adalah kemampuan berpikir kreatif, hal ini dikarenakan kemampuan tersebut sangat diperlukan oleh peserta didik mengingat bahwa dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat dan memungkinkan siapa saja bisa memperoleh banyak informasi secara cepat dan mudah dari berbagai sumber. Hal ini mengakibatkan cepatnya perubahan tatanan hidup secara global. Jika peserta didik tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kreatif maka mereka tidak akan mampu mengolah, menilai dan mengambil informasi yang dibutuhkannya untuk menghadapi tantangan tersebut. Salah satu pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah melalui pembelajaran matematika, karena matematika merupakan ratu dari segala ilmu. Seperti yang dinyatakan oleh Tim MKPBM (2001: 17)” Matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi pelayan ilmu”. Hal tersebut dapat diartikan bahwa matematika adalah ilmu yang mendukung semua ilmu yang ada. Melalui pembelajaran matematika peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, mengonstruksi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi, dan mencoba-coba. Sesuai dengan pendapat Sumarmo, Utari (2010:4)
2
Pembelajaran matematika diarahkan untuk mengembangkan (1) kemampuan berpikir matematis yang melalui: pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koneksi matematis; (2) kemampuan berpikir kritis, kreatif serta sikap yang terbuka dan obyektif; (3) disposisi matematis atau kebiasaan dan sikap belajar berkualitas yang tinggi. Berdasarkan pendapat tersebut, pembelajaran matematika dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Pada kenyataannya, kondisi pembelajaran matematika saat ini masih belum memenuhi harapan yang diinginkan, baik proses maupun hasil pembelajarannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, diantaranya sebagai berikut. 1. TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study) mencatat data bahwa peringkat prestasi matematika siswa kelas VIII (SMP) di Indonesia pada tahun 2009 berada di peringkat ke-38 dari 42 negara dengan skor 386, turun 11 poin dari hasil TIMSS pada 2007 yaitu 397 (Litbang Kemendikbud, 2011). 2. Survei PISA (Programme for International Student Assesment) tahun 2009, Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 negara yang disurvei dengan skor ratarata kemampuan matematika siswa di Indonesia yaitu 371. Skor tersebut masih di bawah rata-rata internasional yaitu 496 (Litbang Kemendikbud, 2011). Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan matematika di Indonesia masih tergolong rendah karena skor yang diperoleh masih di bawah rata-rata skor internasional. Hal ini berarti kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik di Indonesia masih tergolong rendah. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Sugilar, Hamdan (2012) pada peserta didik MTs Negeri Cikembar pada kelas VII B sebagai kelas kontrol mengunakan model pembelajaran konvensional dan kelas VII A sebagai kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran generatif. Hasil penelitian menunjukan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik tergolong rendah, semua itu terlihat dari hasil pretes pada kelas kontrol sebanyak 37 peserta didik termasuk pada kategori kurang kreatif, selanjutnya hasil postes menunjukan 26 peserta didik kurang kratif, 11 peserta didik cukup kreatif . Sementara hasil pretes kelas eksperimen 35 peserta didik termasuk pada kategori kurang kreatif,
3
selanjutnya hasil postes menunjukan 8 peserta didik kurang kreatif, 22 peserta didik cukup kreatif, 4 peserta didik kreatifnya baik dan 1 peserta didik kreatifnya sangat baik. Oleh karena itu perlu suatu perbaikan dalam proses pembelajaran matematika untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematiknya. Selain kemampuan berpikir kreatif matematik, salah satu faktor keberhasilan pembelajaran adalah motivasi belajar peserta didik selama pembelajaran matematika berlangsung. Menurut A.M., Sardiman (2012:75) Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegaitan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Kemampuan berpikir kreatif matematik merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi, sehingga dalam mengembangkannya memerlukan kinerja otak yang optimal. Otak yang optimal adalah otak yang mampu mengoptimalkan semua potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, diperlukan suatu pembelajaran yang mampu mengoptimalkan kinerja otak. Pembelajaran ini disebut brain based learning. Menurut Jensen, Eric (2008:12) “Brain based learning adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar”. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh positif penggunaan model brain based learning dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik, serta untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik terhadap penggunaan model brain based learning dalam pembelajaran matematika. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini, salah satunya penelitian yang dilaporkan oleh Fauziah Ulfa, Popi (2013) dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Adaptif Matematik Peserta Didik” (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 2 Warungkiara Kabupaten Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013). Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh positif model pembelajaran brain based learning terhadap peningkatan kemampuan penalaran adaptif matematik peserta didik, dan pada penerapan model pembelajaran brain based learning peserta didik memiliki kemandirian belajar tinggi.
4
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan dua buah kelompok. Alasan digunakan metode eksperimen karena penelitian ini menggunakan hubungan sebab akibat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMPN 5 Ciamis. Dua kelas diambil secara acak sebagai sampel, kelas eksperimen menggunakan model brain based learning dan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran langsung. Terpilih kelas VIII A dengan jumlah peserta didik 41 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII D dengan jumlah peserta didik 40 orang sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dan angket motivasi belajar peserta didik yang diberikan diakhir setelah semua proses pembelajaran selesai. Soal tes kemampuan berpikir kreatif digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang pembelajarannya menggunakan model brain based learning dan model pembelajaran langsung. Soal-soal berupa materi lingkaran yang meliputi indikator kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (fleksibility), keaslian (originality) dan keterincian (elaboration). Tipe soal berbentuk uraian dengan jumlah 5 soal dan skor maksimal 20. Penyusunan soal diawali dengan penyusunan kisi – kisi soal dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci jawaban masing- masing butir soal. Setelah penyusunan selesai kemudian soal tersebut diujicobakan terlebih dahulu diluar populasi yang telah menerima materi lingkaran yaitu kelas IX E. Kemudian dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif peserta didik dilakukan diuji validitas dengan korelasi produk moment angka kasar dan dilanjutkan dengan uji-t dengan tarap nyata 1%. Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak, maka dilakukan uji reliabilitas soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Selain melaksanakan tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik, penulis juga menyebarkan angket untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik setelah pembelajaran dengan menggunakan model brain based learning. Angket berisi pernyataan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik yang meliputi aspek motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Adapun indikatornya yaitu ada hasrat dan keinginan berhasil, ada dorongan dan kebutuhan
5
dalam belajar, ada harapan dan cita-cita masa depan, ada penghargaan dalam belajar, ada kegiatan yang menarik dalam belajar, dan ada lingkungan yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik. Angket disebarkan kepada peserta didik setelah proses pembelajaran dengan model brain based learning selesai. Dalam penyusunannya disesuaikan dengan indikator di atas dengan jumlah pernyataan sebanyak 30. Selanjutnya angket motivasi belajar peserta didik ini diujicobakan pada kelas VIII F. Setelah itu hasil skor angket peserta didik yang telah diujicobakan di kelas VIII F diuji validitasnya dengan korelasi produk moment angka kasar dan dilanjutkan dengan uji-t dengan tarap nyata 1%. Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak, maka dilakukan uji reliabilitas angket motivasi belajar peserta didik. Dari pengujian validitas angket motivasi belajar diperoleh 5 pernyataan yang tidak valid jadi jumlah pernyataan yang digunakan adalah 25 pernyataan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik pada kelas eksperimen yang diklasifikasikan berdasarkan nilai KKM, sebanyak 22 orang atau 53,66% dinyatakan memenuhi KKM. Sedangkan 19 orang atau 46,34% masih belum memenuhi KKM. Kemudian berdasarkan kriteria skor tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik sebanyak 22 orang atau 53,66% memiliki kemampuan berpikir kreatif matematik dengan kriteria baik. Kemudian sebanyak 13 orang atau 31,71% memiliki kemampuan berpikir kreatif matematik dengan kriteria sedang. Sebanyak 5 orang atau 12,19% memiliki kemampuan berpikir kreatif matematik dengan kriteria kurang. Sebanyak 1 orang atau 2,44% memiliki kemampuan berpikir kreatif matematik dengan kriteria buruk. Sedangkan kriteria sangat baik tidak ada. Hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik pada kelas kontrol yang diklasifikasikan berdasarkan nilai KKM, sebanyak 5 orang atau 12,5% dinyatakan memenuhi KKM. Sedangkan 35 orang atau 87,5% masih belum memenuhi KKM. Kemudian berdasarkan kriteria skor tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik sebanyak 5 orang atau 12,5% memiliki kemampuan berpikir kreatif matematik dengan kriteria baik. Kemudian sebanyak 23 orang atau 57,5% memiliki kemampuan berpikir kreatif matematik dengan kriteria sedang. Sebanyak 11 orang atau 27,5%
6
memiliki kemampuan berpikir kreatif matematik dengan kriteria kurang. Sebanyak 1 orang atau 2,5% memiliki kemampuan berpikir kreatif matematik dengan kriteria buruk. Sedangkan kriteria sangat baik tidak ada. Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model brain based learning sebesar 13,44 lebih besar dari rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung sebesar 11,55. Selain itu, bisa dikatakan bahwa model brain based learning lebih baik dari pada model pembelajaran langsung. Untuk melihat apakah perbedaannya signifikan atau tidak dilanjutkan dengan uji statistik menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu uji-t. Uji persyaratan analisis berkaitan dengan syarat-syarat dalam pengujian hipotesis. Uji normalitas kelas eksperimen menghasilkan nilai chi kuadrat yaitu 3,81. 2 2 Dengan taraf nyata ∝= 1% diperoleh hitung = 3,81< daftar = 11,3 artinya sampel berasal
dari populasi berdistribusi normal. Uji normalitas pada kelas kontol menghasilkan nilai 2 2 chikuadrat 3,14. Dengan ∝= 1% diperoleh hitung = 3,14< daftar = 11,3 artinya sampel
berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji homogenitas varians diperoleh Fhitung=1,36. Dengan db1 = 40, db2 = 39, dan taraf nyata ∝= 1% diperoleh Fhitung = 1,36< F0,01(40/39) = 2,13 artinya kedua varians homogen. Uji hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu diperoleh t hitung 3, 23 . Ternyata pada α = 1% t hitung 3, 23 >t ( 0 , 99 )( 79 ) = 2,38, artinya ada pengaruh
positif penggunaan model brain based learning dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Berdasarkan hasil pengisian angket motivasi belajar oleh peserta didik dapat diketahui bahwa motivasi belajar peserta didik pada penggunaan model brain based learning memiliki rata-rata skor 83,63. Sehingga berada pada interval nilai
≥ 75 atau
83,63 > 75. Hal ini menunjukan bahwa peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi pada penggunaan model brain based learning dalam pembelajaran matematika. Pembahasan Pembelajaran di kelas eksperimen menggunakan model brain based learning. Dalam proses pembelajarannya, model brain based leraning melalui tujuh tahap yaitu pra pemaparan, persiapan, inisiasi dan akuisisi, elaborasi, inkubasi dan memasukan
7
memori, verifikasi dan pengecekan keyakinan serta perayaan dan integrasi. Pada tahap pra pemaparan, peta pikiran (mind map) mengenai materi yang akan dipelajari yaitu lingkaran, mulai dari hubungan sudut pusat dan sudut keliling, besar sudut keliling, panjang busur, luas juring dan luas tembereng dipajang di dinding kelas. Peta pikiran (mind map) ini diberikan beberapa hari sebelum pembelajaran dimulai. Menurut Sugiarto, Iwan (2004:75) “Peta pikiran adalah teknik meringkas bahan yang perlu dipelajari, dan memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik grafik sehingga lebih mudah memahaminya”. Selanjutnya membangun hubungan yang positif dengan peserta didik agar tercipta suasana nyaman saat pembelajaran yaitu melalui pemberian kesan yang menarik pada saat perkenalan. Kemudian peserta didik disarankan membawa air minum agar tidak kekurangan cairan/ dehidrasi ketika pembelajaran berlangsung. Selanjutnya menyampaikan tujuan pembelajaran serta membimbing peserta didik untuk menuliskan dan mengisi lembar target/sasaran yang harus di capai dalam pembelajaran. Kemudian peserta didik melakukan senam otak (brain gym) seperti mengerakan jari-jari tangan kanan dan kiri ke arah yang berlawanan. Misalnya menggunakan kelingking di tangan kiri dan jempol di tangan kanan. Pada saat tangan bergerak ke kanan maka tangan kanan menggunakan jempol dan tangan kiri menggunakan kelingking. Sedangkan pada saat bergerak ke kiri maka tangan kanan menggunakan kelingking dan tangan kiri menggunakan jempol. Dengan melakukan senam otak diharapkan terciptanya suasana yang menyenangkan dan bermanfaat juga untuk menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri. Selain itu, bisa juga dengan visualisasi metode menghitung. Pada tahap pra pemaparan, peserta didik hanya memperhatikan sekilas peta pikiran (mind map) yang dipajang, sehingga mereka kurang memahaminya. Pada saat melakukan senam otak (brain gym) peserta didik menunjukan antusiasme akan kegiatan tersebut. Hal ini dikarenakan senam otak (brain gym) memberikan suasana yang menyenangkan terhadap peserta didik. Akan tetapi, tahap ini memerlukan perhitungan waktu yang tepat karena peserta didik ingin melakukannya lagi. Kemudian musik yang digunakan untuk mengiringi senam otak terkadang tidak terdengar oleh peserta didik yang berada di belakang karena mempertimbangkan kondisi kelas yang saling berdekatan akan mengganggu pembelajaran di kelas yang lain.
8
Tahap selanjutnya adalah tahap persiapan. Pada tahap ini, peserta didik diberikan apersepsi berupa pertanyaan yang dapat menstimulus mereka sehingga mampu mengingat kembali materi yang sudah dipelajari sebelumnya. Kemudian peserta didik menanggapi dan menjawab pertanyaan yang diberikan. Setelah itu, peserta didik diberikan motivasi dan penjelasan mengenai materi yang akan dipelajari serta berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Jensen, Eric (2008:486) “Otak belajar paling baik khususnya dari pengalaman konkret terlebih dahulu”. Oleh karena itu, dengan belajar dari pengalaman konkret atau berkaitan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik dapat lebih memahami materi yang akan dipelajari. Akan tetapi kesadaran dan keinginan sendiri untuk belajar lebih penting karena akan menciptakan belajar yang bermakna. Pada tahap ini, respon peserta didik dalam menanggapi dan menjawab pertanyaan dari peneliti cukup baik walaupun ada sebagian peserta didik yang tidak memberikan tanggapan. Selanjutnya adalah tahap inisiasi dan akuisisi. Pada tahap ini, peserta didik dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan anggota tiga atau empat orang tiap kelompoknya. Lalu, peserta didik diberikan penjelasan awal tentang materi yang akan dipelajari . Penjelasan awal dilakukan dengan melibatkan peserta didik dengan cara mengisi bahan ajar yang telah diberikan dan mempresentasikannya di depan kelas. Meskipun masih ada peserta didik yang kurang berpartisipasi dan memperhatikan, namun kegiatan ini berjalan dengan baik. Kemudian Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dibagikan kepada tiap kelompok untuk didiskusikan oleh masing-masing kelompok. Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap elaborasi. Tahap ini adalah tahap pemrosesan. Elaborasi membutuhkan kemampuan berpikir dari peserta didik, dan inilah saatnya membuat kesan intelektual tentang pembelajaran. Peserta didik melakukan diskusi kelompok, memberikan pendapat serta melakukan interaksi dengan anggota kelompok lainnya untuk mengisi LKPD. Menurut Piaget (Suprihatiningrum, Jamil, 2013:24) “Pengetahuan datang dari tindakan. Jadi perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya”. Oleh karena itu interaksi sangat diperlukan untuk mengembangkan kognitif peserta didik yaitu melalui pembelajaran berkelompok. Pada saat mengerjakan LKPD terlihat interaksi antar anggota kelompok masih kurang
9
berjalan dengan baik, oleh karena itu perlu diberikan arahan dan bimbingan sehingga peserta didik dapat terbiasa berinteraksi dengan anggota kelompok yang lainnya. Kemudian mempersilakan peserta didik dari salah satu kelompok untuk mempresentasikan LKPD di depan kelas. Selanjutnya kegiatan diskusi dibimbing oleh peneliti agar berjalan dengan lancar. Namun pada kenyataannya, diskusi kurang berjalan dengan lancar karena masih ada peserta didik yang tidak memperhatikan dan malah mengobrol dengan peserta didik lainnya pada saat diskusi sedang berlangsung. Oleh karena itu dituntut untuk lebih aktif mengondisikan peserta didik. Setelah kegiatan diskusi selesai, lalu masuk ke tahap inkubasi dan memasukkan memori. Menurut Jensen, Eric (2008:488) “Tahap ini menekankan pentingnya waktu istirahat dan waktu untuk mengulang kembali”. Otak itu belajar paling efektif dari waktu ke waktu, bukan langsung pada suatu saat. Selain itu juga Windura, Sutanto (2011:89) menyatakan bahwa pengulangan dalam kegiatan belajar sangat penting untuk menghindarkan ‘pelunturan ingatan’ yang cepat. Pada tahap ini, peserta didik diberikan waktu untuk perenungan tanpa bimbingan dan berdiskusi dengan temannya tentang materi yang sedang dipelajari. Selanjutnya melakukan peregangan serta relaksasi bersama-sama dengan diringi musik. Pada tahap ini peserta didik terlihat relaks dan senang karena adanya waktu istirahat dengan diiringi musik relaksasi. Tahap berikutnya adalah tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan. Pada tahap ini, peserta didik mendapatkan soal-soal latihan. Saat peserta didik mengerjakan soal tersebut, guru mengamati seluruh peserta didik jika ada yang mengalami kesulitan. Setelah soal latihan selesai dikerjakan peserta didik saling menukarkan jawaban dengan teman sebangku dan mengecek pekerjaan yang dikerjakan teman sebangkunya tersebut. Kemudian, tahap selanjutnya yaitu tahap perayaan dan integrasi. Pada tahap ini peserta didik dibimbing untuk menyimpulkan materi yang baru saja dipelajari. Lalu, peserta didik diberikan Pekerjaan Rumah (PR) atau Tugas Individu dan memberi tahu peserta didik tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya agar peserta didik belajar lebih dulu di rumah. Selanjutnya membimbing peserta didik untuk mengecek lembar target/ sasaran yang sudah ditulis oleh peserta didik pada saat sebelum pembelajaran dimulai. Setelah mengecek lembar target/sasaran, bersama-sama, peserta didik melakukan perayaan kecil, misalnya dengan bertepuk tangan.
10
Pada tahap ini, peserta didik memperlihatkan rasa senangnya setelah belajar matematika. Tahap ini berjalan dengan baik meskipun masih ada peserta didik yang tidak aktif mengikutinya. Selain permasalahan-permasalahan yang sudah diungkapkan, permasalahan umum pada model brain based learning yaitu membutuhkan alokasi waktu yang lebih banyak dibandingkan model pembelajaran langsung. Terkadang alokasi waktu yang digunakan pada penggunaan model brain based learning tidak cukup dalam satu pertemuan. Kemudian peneliti juga merasa kesulitan dalam menjelaskan hal-hal yang terbilang baru untuk peserta didik, misalnya peta pikiran, senam otak dan presentasi di depan teman-teman yang lainnya. Walaupun demikian, pada saat pembelajaran berlangsung peserta didik terlihat lebih semangat dan termotivasi untuk belajar matematika. Pembelajaran di kelas kontrol menggunakan model pembelajaran langsung. Model pembelajaran langsung terdiri dari lima fase, yaitu fase menjelaskan dan menetapkan tujuan, fase mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, fase memberikan latihan dan memberikan bimbingan, fase memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik serta fase memberikan latihan lanjutan. Pada fase pertama yaitu menjelaskan dan menetapkan tujuan, peneliti dalam hal ini sebagai guru memberikan apersepsi berupa menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan, dan mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari peserta didik pada pertemuan sebelumnya yang berkaitan dengan materi yang akan diberikan sebagai upaya untuk mempersiapkan peserta didik. Setelah itu peneliti memotivasi peserta didik dengan menyebutkan manfaat mempelajari materi yang akan dibahas sehingga peserta didik terlihat semangat untuk mengikuti pembelajaran. Fase ini berjalan dengan baik. Fase kedua adalah fase mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan. Pada fase ini peneliti sebagai guru memberikan penjelasan tentang materi lingkaran secara langsung kepada peserta didik dengan menyajikan informasi tahap demi tahap. Penjelasan materi lingkaran didemonstrasikan oleh peneliti pada peserta didik dengan menggunakan media white board dan slide persentasi powerpoint materi lingkaran. Fase ini berjalan cukup baik meskipun masih ada peserta didik yang tidak memperhatikan secara seksama apa yang disampaikan oleh peneliti. Selain itu, terlihat sebagian peserta
11
didik merasa bosan dan mengantuk. Hal ini terjadi pada pertemuan pertama hingga pertemuan keenam. Fase yang ke tiga yaitu fase memberikan latihan dan memberikan bimbingan. Peserta didik diberikan LKPD dan dikerjakan dengan adanya bimbingan dari peneliti jika peserta didik mengalami kesulitan. Peran peneliti pada tahap ini adalah membimbing peserta didik yang merasa kesulitan untuk menyelesaikan LKPD sehingga peserta didik yang belum paham terbantu untuk dapat menyelesaikan LKPD. Pada fase ini peneliti melihat peserta didik cukup antusias meminta bimbingan dari peneliti atau dari temannya yang lebih paham. Fase keempat yaitu fase memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik. Dalam fase ini, peserta didik mengerjakan LKPD di papan tulis sedangkan yang lainnya memeriksa jawabannya sendiri dan memeriksa jawaban peserta didik yang menulis di papan tulis. Jika ada yang belum dimengerti, peserta didik boleh bertanya pada peserta didik lainnya yang sudah mengerjakan soal tersebut. Fase ini bertujuan untuk mengcek pemahaman peserta didik tentang materi yang telah disajikan oleh peneliti. Pada fase ini peneliti berkeliling untuk mengecek kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal sehingga terlihat pemahaman setiap peserta didik pada materi yang telah disajikan. Namun beberapa peserta didik terlihat masih kurang memahami materi yang sudah disampaikan hal ini terlihat dari jawaban peserta didik yang masih kurang tepat. Fase kelima adalah fase memberikan latihan lanjutan. Peneliti memberikan soal pada peserta didik dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada permasalahan yang relevan. Pada fase ini, masih ada peserta didik yang kesulitan menerapkan konsep pada soal yang berbeda. Hal ini disebabkan peserta didik masih belum paham betul materi yang telah dijelaskan. Diakhir, guru dan peserta didik bersama-sama membahas soal tersebut. Pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, peserta didik diberikan postes setelah kompetensi dasar yang diteliti selesai diajarkan. Soal-soal yang digunakan baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol sama yaitu tes kemampuan berpikir kreatif matematik. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kelas eksperimen memiliki nilai postes yang lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Rata-rata skor postes untuk kelas eksperimen yaitu 13,44 sedangkan rata-rata skor postes kelas kontrol 11,55. Kemudian dari hasil pengolahan data, skor postes dikaitkan dengan pencapaian KKM yaitu 75 atau
12
setara dengan 15 pada tes kemampuan berpikir kreatif matematik. Skor postes kemampuan berpikir kreatif matematik di kelas eksperimen lebih banyak yang mencapai KKM yaitu 53,66%
sedangkan skor postes kemampuan berpikir kreatif
matematik di kelas kontrol hanya 12,5%. Sehingga terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara persentase ketercapaian KKM di kelas eksperimen dan kontrol. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen yang menggunakan model brain based learning lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran langsung. Dalam proses pembelajarannya, model brain based learning menekankan pada upaya pemberdayaan potensi otak dengan mendesain otak secara alamiah untuk belajar. Model brain based learning mampu mengoptimalkan kinerja otak peserta didik sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik yang merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus dimiliki oleh peserta didik. Selain itu juga, dalam model brain based learning menekankan adanya belajar
bermakna,
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan Hal ini sejalan dengan teori belajar bermakna yang dikemukakan Ausubel dan teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget. Ausubel (Suprihatiningrum, Jamil, 2013:30) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Kemudian menurut Suprihatiningrum, Jamil (2014:09) mengemukakan bahwa piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Berdasarkan analisis pernyataan angket motivasi belajar
peserta didik yang
dihitung berdasarkan aspek yang dinilai dan indikatornya diperoleh hasil sebagai berikut. Pada aspek motivasi intrinsik, 84,24% peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi. Hasil tersebut diperoleh dari rata-rata persentase ketiga indikator motivasi intrinsik. Pada indikator pertama yaitu ada hasrat dan keinginan berhasil menunjukan bahwa 85,37% peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi. Kemudian pada indikator kedua yaitu ada dorongan dan kebutuhan dalam belajar menunjukan bahwa 81,50% peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi. Pada indikator ketiga yaitu ada harapan dan cita-cita masa depan, 85,85% peserta didik memiliki motivasi belajar
13
yang tinggi. Kemudian pada aspek motivasi intrinsik, 82,83% peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi. Hasil tersebut diperoleh dari rata-rata persentase ketiga indikator motivasi ekstrinsik. Pada indikator pertama yaitu ada penghargaan dalam belajar, 83,54% peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi. Kemudian pada indikator kedua yaitu ada kegiatan yang menarik dalam belajar menunjukan bahwa 81,71% peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi. Pada indikator yang ketiga yaitu ada lingkungan yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik menunjukan bahwa 83,23% peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar peserta didik terhadap penggunaan model brain based learning menunjukan motivasi belajar yang tinggi. Adapun persentase keseluruhan dari hasil perhitungan motivasi belajar peserta didik terhadap penggunaan model brain based learning yaitu 83,63%.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data serta pengujian hipotesis disimpulkan bahwa: 1. Ada pengaruh positif penggunaan model brain based learning dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik; 2. Motivasi belajar peserta didik pada penggunaan model brain based learning dalam pembelajaran matematika menunjukan motivasi belajar yang tinggi. Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Kepala sekolah diharapkan memberi dukungan sarana dan prasarana serta memberikan
arahan kepada guru mata pelajaran matematika untuk menggunakan
model pembelajaran yang mampu mengoptimalkan potensi otak peserta didik serta menyenangkan yaitu dengan model brain based learning; 2. Guru dan calon guru hendaknya
selalu
berimprovisasi
menggunakan
model
pembelajaran
yang
menyenangkan, bermakna serta menuntut keaktifan peserta didik. Salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif adalah model brain based learning. Dengan menggunakan model brain based learning peserta didik dapat terlibat secara aktif sehingga mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik dan
14
meningkatkan motivasi belajar; 3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengungkapkan lebih dalam lagi efektivitas model brain based learning dalam pembelajaran matematika dengan bahasan yang lebih luas dan sesuai dengan karakteristik peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional (2006). Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud (2011). Survey Internasional TIMSS [Online]. Tersedia : http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/surveiinternasional-timss [20 Desember 2013] Departemen Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud (2011). Survey Internasional PISA [Online]. Tersedia :http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/surveiinternasional-pisa [20 Desember 2013] Jensen, Eric (2008). Brain Based Learning Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak Cara Baru dalam Pengajaran Dan Pelatihan (Edisi Revisi). Terjemahan Narulita Yusron. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sardiman, A.M. (2012). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Depok : PT. Rajagrafindo Persada. Sugiarto, Iwan (2004). Mengoptimalkan Daya Kerja Otak dengan Berpikir Holistik & Kreatif. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sugilar, Hamdan. (2012). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Disposisi Matematika Siswa Madrasah Tsanawiyah melalui Pembelajaran Generatif. Tesis UPI. Bandung: Tidak diterbitkan. Sumarmo, Utari. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Artikel. FDMIFA UPI. Bandung. Suprihatiningrum, Jamil (2013). Strategi Pembelajaran Teori & Aplikasi. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media. Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. UPI Bandung : JICA. Windura, Sutanto (2011). Be An Absolute Genius!. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
15