PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA, DAN TENAGA KERJA TEHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
ADRIAN PRAMA ARTA WARAT WATOR
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013
Adrian Prama Arta Warat Wator H14090113
ABSTRAK ADRIAN PRAMA ARTA WARAT WATOR. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Dibimbing oleh DEWI ULFAH WARDANI. Pembangunan ekonomi merupakan proses meningkatkan kesejahteraan dengan salah satu indikator keberhasilannya diukur dari pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menganalisis pengaruh dari anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Metode analisis yang digunakan adalah uji kointegrasi Engel-Granger dan Error Correction Mechanism (ECM). Hasil menunjukan (1)realisasi anggaran belanja pemerintah subsidi sangat berfluktuatif dipengaruhi harga minyak mentah dunia. Transfer daerah merupakan belanja pemerintah yang paling besar. Realisasi investasi swasta dipengaruhi krisis pada perekonomian dunia. (2) Dalam jangka panjang variabel subsidi dan inflasi memiliki hubungan negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan investasi swasta memiliki hubungan positif signifikan. Jangka pendek variabel investasi swasta, belanja modal, transfer daerah dan tenaga kerja memiliki hubungan positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan Subsidi dan Inflasi memiliki hubungan negatif. Kata kunci : pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah, investasi swasta, tenaga kerja, ECM.
ABSTRACT ADRIAN PRAMA ARTA WARAT WATOR. The Effect Of Government Spending, Private Investment, And Labor On Economic Growth In Indonesia. Supervised by DEWI ULFAH WARDANI. Economic development is the process of improving the welfare of any one indicator of success is measured economic growth The analytical method is use Engel-Granger cointegration test and Error Correction Mechanism (ECM). The result shows that (1)the realization of the government budget subsidies fluctuated greatly affected the world price of crude oil. Transfer area is the biggest government spending. Realization of private investment in the crisis affected the world economy. (2) The long-term variable subsidy and inflation has a negative significant relationship to economic growth, while private investment have a significant positive relationship In the short term variables inflation and subsidies have negative significantly relationship to economic growth, while private investment, government capital expenditure, the transfer area, and labor force has a significant negative. Keywords: economic growth, government spending, private investment, labor, ECM
PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
ADRIAN PRAMA ARTA WARAT WATOR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Nama : Adrian Prama Arta Warat Wator NIM : H14090113
Disetujui oleh
Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan kasih, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pengeluaran pemerintah, Investasi Swasta, dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”. Skripsi ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa adanya dukungan, bimbingan, bantuan, serta doa dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Keluarga Yoseph Marton Ata Wator (ayah) dan Heni Irianti, SPd (ibu), kedua adik saya Helena Naramurti dan Valentinus Pati Wator, serta saudara yang telah memberikan banyak ilmu hidup, semangat, doa, dukungan moral dan spiritual hingga akhir penulisan skripsi ini. 3. Dosen, staf penunjang dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama masa perkuliahan. 4. Teman sebimbingan Nila, Rina, Gresila, Dan Intan yang selalu saling mendukung menyelesaikan tulisan ini. 5. Saudara terkasih yang telah berjuang bersama menjalani kuliah di IPB Ronald, Afif, Murdani, Fardi, Cahna, Dery. Saudara alam tempat berbagi kecerian dan dukungan keluarga besar KAREMATA FEM IPB. Terima kasih untuk saudara satu atap Bagaz dan Jajang telah berbagi dalam hal apapun selama ini. Pakuan Teguh Bang Nanang, Fahmi, Bronson, Ardhi, Taufik, Bram, Fuad, Rheza, Kunto, Distia, Meiyora, Farhana, Puspita, Farrah, Friska terimakasih telah membuat cerita perjalanan hidup yang sangat berkesan selama ini. Dan seluruh IE’46 yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Penulis mengucapkan terima kasih atas semua hari terindah yang telah kita lewati bersama. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca dan akan memberikan suatu sumbangsih bagi Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Adrian Prama Arta Warat Wator
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
4
Teori Pertumbuhan Sollow
4
Perhitungan Pendapatan Nasional
4
Anggaran Belanja Pemerintah
5
Belanja Barang Pemerintah
5
Belanja Modal Pemerintah
6
Pembayaran Cicilan dan Bunga Utang
7
Transfer ke Daerah
7
Subsidi
8
Investasi Swasta
9
Angkatan Kerja
9
Tingkat Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
10
Penelitian Terdahulu
10
Kerangka Pikir Konseptual
12
Hipotesis Penelitian
13
METODE PENELITIAN
13
Jenis dan Sumber Data
13
Metode Analisis
14
Regresi Semu dan Regresi terkointegrasi
15
Uji Stasioner Data
15
Error Correction Mechanism (ECM)
16
Defini Operasional
17
Pertumbuhan Ekonomi
17
Belanja Barang
17
Belanja Modal
17
Pembayaran Cicilan dan Bunga Utang
17
Transfer Daerah
18
Subsidi
18
Tenaga Kerja
18
Investasi Swasta
18
Inflasi
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
18
Perkembangan Anggaran Belanja Pemerintah dan Investasi Swasta
18
Model Jangka Panjang
23
Model Jangka Pendek
27
SIMPULAN DAN SARAN
34
Simpulan
34
Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
46
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis dan Sumber Data Uji Augmented Dickey Fuller (Uji ADF) Uji Philip-Perron (Uji PP) Residual Test Model Jangka Panjang Uji Autokorelasi, Heteroskedastisitas, linearitas, dan normalitas Model Jangka Pendek
14 23 24 25 25 28 29
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5.
Kurva Keseimbangan Harga Dengan Subsidi Kerangka Pemikiran Realisasi Anggaran Modal PJP Pertama (Repelita III, IV, dan V) Realisasi Anggaran Modal PJP Kedua (Repelita VI dan VII) Realisasi Anggaran Modal RPJM 2005-2009 Dan 2010-2012
8 12 19 19 20
DAFTAR LAMPIRAN 1. Data Investasi, Anggaran Belanja Pemerintah, dan Tenaga Kerja dan Inflasi 2. Residual Test 3. Model Jangka Panjang 4. Breusch-Goldfrey Serial LM Test (Uji Autokorelasi) 5. Hasil Pengujian Arch Test (Uji Heteroskedastisitas) 6. Hasil Pengujian Ramsey RESET Test (Uji Linearitas) 7. Hasil Uji Normalitas 8. Hasil Model Jangka Pendek (Model ECM)
38 39 40 41 42 43 44 45
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Termasuk dalam tujuan pembangunan ekonomi yaitu, upaya mewujudkan perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja, penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena ekonomi yang diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator berhasilnya proses pembangunan ekonomi. Untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dibutuhkan peran pemerintah, swasta, dan tenaga kerja. Mulai tahun 1982 terjadi reformasi ekonomi di Indonesia. Reformasi ini diakibatkan perubahan arah perekonomian yang sebelumnya tergantung kepada sumberdaya alam yaitu minyak dan gas bumi, beralih kepada berkembangnya sektor industri. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan kepada tujuan dan realisasi anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja menuju pengembangan sektor industri (Wardhana, 2004). Oleh karena itu perlu dilihat mulai periode tahun 1982 sampai dengan realisasi tahun 2012 perkembangan dan pengaruh dari anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja kepada pertumbuhan ekonomi. Peran pemerintah sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena mencakup dalam menyediakan kebutuhan publik dan pelayanan kepada masyarakat yang tidak dapat disediakan oleh pihak swasta. Peran ini tertuang dalam pengeluaran pemerintah yaitu Anggaran belanja pemerintah yang setiap tahun dilaporkan sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disingkat APBN. Belanja pemerintah tersebut merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN dilaksanakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sesuai dengan kemampuan menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional yang berkelanjutan. Termasuk peran pemerintah dalam meningkatkan sumberdaya manusia (SDM) melalui kualitas pendidikan, kesehatan, dan perluasan kesempatan usaha atau lapangan pekerjaan. Anggaran ini merupakan modal pembangunan infrastruktur dan fasilitas penunjang kegiatan perekonomian bagi masyarakat seperti jalan raya, jembatan, rumah sakit, gedung sekolah, pasar, bantuan langsung pada masyarakat ataupun subsidi pendapatan. Anggaran belanja pemerintah adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah. Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis dirinci dalam bentuk belanja modal, belanja barang, pembayaran cicilan dan bunga utang, dan subsidi. Transfer ke daerah adalah bagian dari belanja pemerintah dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian. Investasi swasta merupakan faktor penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta adalah segala bentuk kegiatan menanam
2
modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman Modal ini diawasi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dibentuknya lembaga pengawas BKPM adalah untuk mengatur kebijakan yang dapat meningkatkan minat investasi di Indonesia dan meningkatkan pelayanan, fasilitas, dan advokasi pelaksanaan penanaman modal. Melalui investasi swasta terjadi aliran modal yang berdampak kepada perubahan iklim bisnis, dan tentunya mengurangi hambatan kurangnya modal pembangunan yang terjadi di Indonesia. Tenaga kerja merupakan modal bagi bergeraknya roda pembangunan. Pertumbuhan tenaga kerja merupakan faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar akan menambah tingkat produksi, karena untuk dapat menggerakan sistem produksi sangat diperlukan peran tenaga kerja yang mengatur dan mengoperasikan sistem tersebut. Dengan berjalan sistem produksi dengan baik maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan tenaga kerja yang semakin besar juga bearti menggambarkan ukuran pasar domestik yang semakin luas, meningkatkan konsumsi domestik. Tanpa adanya tenaga kerja sistem produksi tidak dapat dijalankan. Dijelaskan pentingnya peran pemerintah dalam anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk dapat melihat lebih lanjut pengaruh dari anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi maka, perlu dilakukan penelitian berjudul Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, Dan Tenaga Kerja Tehadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Rumusan Masalah Kebijakan pemerintah sebagai perangkat kebijakan ekonomi makro untuk mencapai sasaran pembangunan yaitu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. fungsi stabilisasi ekonomi makro di dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Sebagai stabilisator ekonomi, APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal, diupayakan dapat berfungsi secara optimal untuk meredam siklus bisnis atau fluktuasi ekonomi, atau dengan kata lain bersifat kontra-siklis (countercyclical). Hal tersebut berarti bahwa dalam kondisi perekonomian yang lesu, pengeluaran pemerintah yang bersifat autonomous, khususnya belanja barang dan jasa serta belanja modal, dapat memberikan stimulasi kepada perekonomian untuk tumbuh lebih tinggi. Meningkatnya anggaran belanja pemerintah meningkatnya sarana dan prasaran penunjang, pelayanan pemerintah yang lebih luas akan menstimulasi masuknya investasi swasta. Meningkatnya investasi swasta akan meningkatkan lapangan pekerjaan baru. Meningkatnya produktifitas, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Nota Keuangan 2012). Data menunjukan anggaran belanja Pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja tahun 1982 sampai 2012 menunjukan peningkatan. Data anggaran belanja pemerintah dirinci berdasarkan jenis Belanja Pemerintah Pusat yang terdiri dari belanja barang pemerintah, belanja modal pemerintah, pembayaran cicilan dan bunga utang, transfer daerah, dan subsidi masing-masing mengalami peningkatan. Anggaran belanja barang pemerintah rata-rata meningkat sebesar Rp4 404 miliar setiap tahunnya. Anggaran belanja modal pemerintah mengalami
3
peningkatan rata-rata sebesar Rp5 349 miliar setiap tahunnya. Pembayaran cicilan dan bunga utang negara rata-rata meningkat sebesar Rp3 949 miliar setiap tahunnya. Peningkatan yang paling besar terdapat pada anggaran transfer daerah, rata-rata sebesar Rp15 151 miliar per tahun. Anggaran belanja subsidi rata-rata meningkat sebesar Rp6 704 miliar per tahun. Akumulasi anggaran belanja pemerintah secara keseluruhan meningkat rata-rata Rp35 559 miliar per tahunnya sampai tahun 2012. Data ini menunjukan upaya dari pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Seperti yang dijelaskan diatas peningkatan pengeluaran pemerintah akan menstimulsi peningkatan masuknya investasi swasta. Investasi Swasta adalah modal pembangunan yang terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Data menunjukan terjadi peningkatan secara signifikan mulai tahun 1982 sampai tahun 2007 dalam investasi swasta. Laju pertumbuhan mulai tahun 1982 sampai dengan tahun 2007 rata-rata meningkat Rp20 026 miliar per tahun. Terjadi peningkatan sebesar 27 kali lipat dalam 30 tahun sampai tahun 2012. Semakin berkembangnya investasi swasta akan membuka lapangan pekerjaanTenaga kerja berdasarkan golongan umur dari lima belas tahun sampai enam puluh lima tahun, dan berdasarkan kegiatan yang dilakukan selama satu minggu terakhir. Tenaga kerja termasuk sebagai modal pembangunan juga digambarkan terus mengalami peningkatan setiap tahun. Selama 30 tahun mulai tahun 1982 sampai dengan tahun 2012. Jumlah tenaga kerja meningkat rata-rata sebesar 211.32 ribu pekerja setiap tahun. Anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, maupun tenaga kerja yang terus meningkat selama 30 tahun ini seharusnya sejalan dengan laju pertumbuhan yang merupakan indikator keberhasilan dari proses pembangunan. Sebagaimana anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tersebut. Akan tetapi data menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia berfluktuasi, bahkan sempat mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 1997 yaitu -13.31 persen. Permasalahan dalam penelitian ini lebih difokuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan anggaran belanja pemerintah dan investasi swasta dalam rencana pembangunan 30 tahun sampai tahun 2012? 2. Bagaimana pengaruh anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi ? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis perkembangan anggaran belanja pemerintah dan investasi swasta dalam rencana pembangunan 30 tahun terakhir sampai tahun 2012. 2. Menganalisis pengaruh anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi?
4
Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya adalah : 1. Bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan khususnya yang berkaitan dengan anggaran belanja pemerintah, investasi, dan ketenagakerja. 2. Memberikan informasi aktual bagi pihak lainnya sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih jauh atau sebagai pelengkap penelitian lain. 3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana pembelajaran dalam memahami perkembangan investasi swasta, belanja pemerintah, tenaga kerja dalam mendukung pertumbuhan ekonomi secara mendalam. Ruang Lingkup Penelitian Cakupan dari studi yang dilakukan pada tulisan ini bersifat nasional, menggunakan data investasi swasta, belanja pemerintah dalam APBN Republik Indonesia, dan tenaga kerja dalam kurun waktu tahun 1982 sampai dengan 2012. Penelitian ini juga melihat bagaimana pengaruh investasi swasta, yaitu penanaman modal luar negeri dan penanaman modal dalam negeri terhadap kinerja perekonomian di Indonesia. Data tenaga kerja merupakan data nasional per tahun digunakan untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi secara agregat nasional Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Teori Pertumbuhan Sollow Teori pertumbuhan ekonomi Solow dalam Mankiw (2005), pada dasarnya bertujuan untuk menerangkan faktor-faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi dan sumbangan relatif dari berbagai faktor ini dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Teori pertumbuhan ekonomi Solow menunjukan bagaimana tiga jenis input, yaitu modal, teknologi, dan tenaga kerja menentukan tingkat kegiatan ekonomi, dan peranan modal dan perkembangan tekologi dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Dengan mengetahui jumlah permintaan dan penawaran barang dan jasa. Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja. Model tersebut dinyatakan dalam bentuk umum sebagai berikut: Y = F ( K, L ) Perhitungan pendapatan nasional Dalam perhitungan pendapatan nasional atau produk domestik bruto dikenal terdapat pendekatan pengeluaran, yaitu pendekatan dimana produk nasional atau produk domestik bruto diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai
5
pasar dari seluruh permintaan akhir (final demand) atas output yang dihasilkan di dalam perekonomian, diukur dengan harga pasar yang berlaku. Produk nasional bruto adalah penjumlahan nilai pasar dari permintaan sektor rumah tangga untuk barang-barang konsumsi dan jasa-jasa (C), permintaan sektor bisnis untuk barangbarang investasi (I), pengeluaran pemerintah untuk barang-barang dan jasa-jasa (G), dan pengeluaran luar negeri untuk ekspor dan impor (X-M). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = C + I + G + (X-M) Dimana : Y = Pendapatan nasional (GDP) C = Nilai pasar pengeluaran konsumsi barang-barang dan jasa-jasa oleh rumah tangga I = Nilai pasar untuk investasi G = Nilai pasar pengeluaran pemerintah untuk barang-barang dan jasa-jasa X = Nilai pasar pengeluaran atas barang-barang dan jasa-jasa diekspor M = Nilai pasar pengeluaran untuk barang-barang dan jasa-jasa yang diimpor Anggaran Belanja Pemerintah Belanja Barang Pemerintah Belanja barang adalah pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja barang ini terdiri dari belanja pengadaan barang dan jasa, belanja pemeliharaan, dan belanja perjalanan. Pengadaan barang dan jasa merupakan pengeluaran yang antara lain dilakukan untuk membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis pakai seperti Alat Tulis Kantor (ATK), pengadaan/penggantian peralatan kantor, langganan daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang bersifat non-fisik dan secara langsung menunjang tugas pokok fungsi Kementerian/Lembaga, pengadaan kantor yang nilainya tidak memenuhi syarat nilai kapitalisasi minimum yang diatur Pemerintah Pusat dan pengeluaran jasa nonfisik (contoh biaya pelatihan dan penelitian). Belanja pemeliharaan adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan asset tetap atau asset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja, contoh: pemeliharaan tanah, pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Belanja perjalanan merupakan pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi dan jabatan
6
Belanja Modal Pemerintah Belanja modal adalah pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah asset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi asset tetap atau asset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila : a. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan asset tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat, dan kapasitas. b. Pengeluaran tersebut melebihi minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah. c. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual. d. Pengeluaran tersebut dilakukan sesudah perolehan aset tetap atau aset lainnya dengan syarat pengeluaran mengakibatkan masa, manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang dimiliki bertambah serta pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi asset tetap / asset lainnya.
1.
2.
3.
4.
5.
Ada lima kategori utama belanja modal yaitu : Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah, serta lain-lain yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah tersebut siap pakai. Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran yang diperlukan untuk pengadaaan alat-alat dan mesin-mesin yang dipergunakan dalam kegiatan pembentukan modal termasuk biaya untuk penambahan, penggantian dan peningkatan kualitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari dua belas bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran yang digunakan untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembentukan modal untuk pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai termasuk di dalamnya pengadaan berbagai barang kebutuhan pembangunan gedung dan bangunan. Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan prasarana dan sarana termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dalam kondisi siap pakai. Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan, misalnya belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah.
7
Pembayaran Cicilan Dan Bunga Utang Menurut Barsky, et. Al ekonom Klasik/Neo Klasik mengindikasikan bahwa kenaikan utang luar negeri untuk membiayai pengeluaran pemerintah hanya menaikkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang tidak akan mempunyai dampak yang signifikan akibat adanya crowding-out, yaitu keadaan di mana terjadi overheated dalam perekonomian yang menyebabkan investasi swasta berkurang yang pada akhirnya akan menurunkan produk domestik bruto. Kelompok Neo Klasik berpendapat bahwa setiap individu mempunyai informasi yang cukup, sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran pemerintah yang dibiayai oleh utang luar negeri akan meningkatkan konsumsi individu. Pembayaran pokok utang dan cicilannya dalam jangka panjang akan membebankan kenaikan pajak untuk generasi berikutnya, dengan asumsi bahwa seluruh sumber daya secara penuh dapat digunakan, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan mendorong permintaan swasta menurun, sehingga kaum Neo Klasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi full employment, defisit anggaran pemerintah yang permanen dan penyelesaiannya dengan utang luar negeri akan menyebabkan investasi swasta tergusur (Rachmadi 2013). Transfer ke Daerah Transfer ke Daerah adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Kebijakan dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Bagi Hasil merupakan bagian daerah yang bersumber dari penerimaan yang dihasilkan oleh daerah (by origin), baik penerimaan perpajakan, maupun penerimaan sumber daya alam. Dana Alokasi Umum diberikan kepada daerah dengan tujuan terutama untuk mengatasi kesenjangan horisontal (horizontal imbalance) antardaerah, dan dialokasikan dalam bentuk block grant. Namun demikian, penggunaan DAU harus disesuaikan dengan prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah, yang merupakan tugas dan kewenangan daerah. DAK dialokasikan kepada daerah untuk memenuhi kebutuhan khusus dengan memperhatikan ketersediaan dana dari APBN. Kriteria kebutuhan khusus tersebut meliputi, pertama, kebutuhan yang tidak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus alokasi umum, kedua, kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional, dan ketiga, kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh daerah penghasil. Berdasarkan kriteria kebutuhan khusus tersebut, DAK dibedakan atas DAK dana reboisasi (DAK DR) dan DAK nondana reboisasi (DAK Non-DR). Dana otonomi khusus dan penyesuaian dialokasikan ke daerah sejak tahun 2002. Dana otonomi khusus disediakan khusus untuk Provinsi Papua, sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yaitu setara dua persen dari alokasi DAU nasional, yang
8
penggunaannya diarahkan terutama untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Dana penyesuaian yang dialokasikan ke daerah mencakup dana penyesuaian murni dan ad-hoc. Dana penyesuaian murni dialokasikan sebagai pelaksanaan kebijakan agar penerapan formula DAU tidak menimbulkan adanya daerah yang memperoleh DAU lebih kecil dari DAU tahun sebelumnya ditambah dana penyesuaian murni tahun sebelumnya (hold harmless). Dana penyesuaian murni ini secara bertahap diupayakan pengurangannya untuk mempercepat tujuan DAU sebagai alat pemerataan kemampuan keuangan antardaerah. Transfer ke Daerah ditetapkan dalam APBN, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atas nama Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran untuk tiap jenis Transfer ke Daerah dengan dilampiri rincian alokasi per daerah. Subsidi Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada perusahaan Negara, lembaga pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak agar harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Terdiri dari Belanja Subsidi Lembaga Keuangan, Belanja Subsidi BBM, Belanja Subsidi Non BBM-Harga/Biaya, Belanja Subsidi Non BBM– Bunga Kredit, Belanja Subsidi Non BBM – Pajak, Belanja Subsidi Non PajakLainnya, dan Belanja Subsidi PSO. P S
B P*
t-1 A
t-0
C
P Max Excess demand D Qs Q* Qd Q Sumber : Kajian Terhadap Reformasi Kebijakan Subsidi Gambar 1 Kurva Keseimbangan Harga Dengan Subsidi Gambar 1 menunjukan Mekanisme kerja subsidi dalam menciptakan harga jual yang terjangkau oleh masyarakat. pengurangan subsidi dari titik t0 ke titik t1 akan menurunkan keseimbangan output, menaikan harga yang dibayar konsumen dan menurunkan harga yang diterima produsen. Sebaliknya jika subsidi ditingkatkan dari titik t1 ke titik to maka harga yang dibayar konsumen akan turun dan meningkatkan harga yang diterima produsen. Penetapan subsidi setiap tahun bertujuan untuk meringankan beban masyarakat yang kurang atau tidak mampu guna memperoleh Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik murah, beras murah, pupuk murah, dan lainnya. Untuk menjaga APBN yang sehat dan
9
meningkatkan dana untuk pembangunan, maka subsidi perlu dikurangi secara bertahap sejalan meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia dengan meyakini subsidi tersebut betul-betul diperuntukan bagi rakyat kurang atau tidak mampu sesuai sasaran. Investasi Swasta Dornbusch & Fischer berpendapat bahwa investasi adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa mendatang Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro (1981) adalah: 1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia; 2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja dan keahliannya; 3. Kemajuan teknologi. Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar produk (output) dan pendapatan di kemudian hari. Untuk membangun itu seyogyanya mengalihkan sumber-sumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya untuk investasi dalam bentuk ”capital formation” untuk mencapai tingkat produksi yang lebih besar. Investasi di bidang pengembangan sumberdaya manusia akan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, sehingga menjadi tenaga ahli yang terampil yang dapat memperlancar kegiatan produktif.
Angkatan Kerja Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15 – 64 tahun yang sudah bekerja, yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. Angkatan kerja dikelompokan menjadi empat golongan, yaitu : 1. Mereka yang bekerja penuh adalah angkatan kerja yang aktif menyumbang tenaganya dalam kegiatan produksi. 2. Pengangguran terbuka atau open uneployment adalah mereka yang sama sekali tidak bekerja, tetapi sedang mencari pekerjaan (sewaktu-waktu siap bekerja) 3. Setengah menganggur atau under unemployment adalah mereka yang bekerja tidak sesuai dengan pendidikan/keahlian atau tidak menggunakan sepenuhnya tenaga karena kekurangan lapangan pekerjaan. Contoh, seorang sarjana bekerja tidak sesuai dengan pendidikannya. 4. Pengangguran tersembunyi/tersamar atau disebut disguise employment artinya suatu pekerjaan dikerjakan oleh pekerja yang berlebihan sehingga mereka tidak bekerja maksimal.
10
Tingkat Inflasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Dampak inflasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat terbagi menjadi dua yakni dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari inflasi menyebabkan peredaran dan perputaran barang lebih cepat di masyarakat sehingga produksi barang-barang bertambah, dan keuntungan pengusaha bertambah. Kesempatan kerja bertambah, karena terjadi tambahan investasi yang tercipta berarti membuka banyak lapangan kerja baru sehingga masalah pengangguran dapat berkurang. Ketika inflasinya terkendali dan diikuti dengan pendapatan nominal yang bertambah, maka pendapatan rill masyarakat meningkat. Dampak yang negatif inflasi terhadap perekonomian seperti kenaikan harga kebutuhan hidup, nilai dan kepercayaan terhadap uang akan berkurang. Menimbulkan tindakan spekulasi terhadap investasi portofolio terutama portofolio asing yang paling diminati sehingga berdampak terhadap melemahnya nilai tukar mata uang domestik. Banyak proyek pembangunan macet atau terlantar karena tidak sanggup membayar input dalam proyek yang harganya mengalami peningkatan. Dengan terjadinya inflasi menjadikan minat menabung masyarakat berkurang sebagai akibat dari turunnya nilai mata uang jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan mematikan industri perbankan nasional. Penelitian Terdahulu Kwenka dan Morissey (2000), meneliti tentang pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Tanzania. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dampak dari pengeluaran publik untuk pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan data time series pada Tanzania selama 32 tahun. Menggunakan model pertumbuhan sederhana, mengadaptasi Ram (1986) dimana total pengeluaran pemerintah dipilah ke dalam pengeluaran investasi fisik, pengeluaran konsumsi, dan investasi modal manusia. Metode analisis yang digunakan yaitu metode Error Correction Model untuk analisis keseimbangan jangka pendek dan pendekatan kointegrasi Johansen serta engel-granger. Pengeluaran investasi fisik memiliki dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran konsumsi memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan, dan khususnya tampak terkait dengan peningkatan konsumsi swasta. Pengeluaran atas investasi modal manusia tidak signifikan dalam regresi. Utami (2007), meneliti tentang pengaruh pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Menggunakan data runtun waktu 30 tahun periode 1976 – 2004. Terdapat enam peubah yang digunakan dalam menganalisis pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, pekerja, inflasi, dan investasi swasta. Koefisien pengeluaran rutin pemerintah bernilai negatif menunjukan bahwa apabila pengeluaran pemerintah meningkat maka akan menurunkan atau menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan pengeluaran rutin pemerintah lebih bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar tidak bersifat kontraktif. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kweka dan Morissey (2000), investasi publik (pengeluaran
11
pembangunan pemerintah) tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi karena adanya ketidakefisienan dalam pelaksanaannya. Hubungan yang positif antara investasi swasta dan pertumbuhan ekonomi. Pekerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kenaikan inflasi dalam jangka panjang akan menghambat investasi karena mempersulit harapan-harapan rasional yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil estimasi model jangka pendek diketahui bahwa variabel pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi siginifikan atau berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan. Variabel dummy krisis ekonomi tidak signifikan dalam jangka pendek. Interpretasi hasil estimasi pengeluaran rutin pemerintah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien pengeluaran pembangunan pemerintah bernilai positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Dalam jangka pendek investasi swasta berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pekerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada jangka pendek. Secara keseluruhan inflasi mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Candra (2012), meneliti peranan pengeluaran pemerintah, tenaga kerja dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010. Hubungan dan pengaruh dari variabel independent terhadap variabel dependent yaitu pertumbuhan ekonomi. Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder . Dalam penelitian ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Hasil dari penelitian menunjukkan variabel independent yaitu pengeluaran pemerintah, tenaga kerja dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tidak mempunyai hubungan dengan variabel dependent yaitu pertumbuhan ekonomi, kecuali pertumbuhan ekonomi yang mempunyai hubungan dengan tenaga kerja. Variabel independent berpengaruh positif dan signifikan kecuali variabel penanaman modal dalam negeri yang berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Malau (2005), meneliti pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series yaitu data dari tahun 1984-2003. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan regresi linear berganda. Menggunakan variabel independent pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dengan variabel dependent pertumbuhan ekonomi. Hasil dari penelitian ini pengeluaran rutin berpengaruh negarif terhadap pertumbuhan ekonomi tidak sesuai dengan hipotesa semula yang menyatakan bahwa pengeluaran rutin positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pembangunan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sesuai dengan hipotesa semula yang menyatakan pengeluaran pembangunan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Rustiono (2008), menganalisis pengaruh angkatan kerja, investasi dan belanja pemerintah daerah terhadap PDRB Propinsi Jawa Tengah selama kurun waktu 1985-2006. Penelitian ini menggunakan data runtut waktu tahun 1985-2006 dan menggunakan analisa regresi “Ordinary Least Square” (OLS). Alat analisis dipakai untuk mengetahui pengaruh variabel realisasi penanaman modal asing (PMA), realisasi penanaman modal dalam negeri (PDMN), jumlah angkatan kerja
12
(AK), dan realisasi pengeluaran pemerintah (EXP). Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa angkatan kerja, investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja pemerintah daerah memberi dampak positif terhadap perkembangan PDRB Propinsi Jawa Tengah. Krisis ekonomi menyebabkan perbedaan yang nyata kondisi antara sebelum dan sesudah krisis dan memberi arah yang negatif. Sebagai upaya meningkatkan PDRB Propinsi Jawa Tengah maka diperlukan kebijakan mendorong minat berinvestasi di daerah. Pengembangan usaha sebaiknya diarahkan pada kegiatan yang bersifat padat karya agar mampu menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin. Pada akhirnya peran pemerintah daerah melalui pengeluaran pemerintah yang dapat merangsang peningkatan variabel investasi dan penyerapan angkatan kerja diharapkan mampu meningkatkan kegiatan ekonomi daerah guna tercapainya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat. Kerangka Pikir Konseptual Berdasarkan teori pertumbuhan Sollow bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan fungsi dari akumulasi modal dan tenaga kerja, maka penelitian ini membagai modal pertumbuhan ekonomi dalam peran pemerintah yaitu anggaran belanja dan peran swasta dalam investasi swasta. Anggaran belanja pemerintah berdasarkan format baru tahun 2004 membagi belanja pemerintah berdasarkan jenis belanja menjadi belanja pegawai, belanja modal, belanja barang, cicilan dan bungan utang, subsidi, dan transfer daerah. Belanja pegawai pemerintah tidak dimasukan kedalam variabel penelitian karena anggaran tersebut merupakan konsumsi dari pemerintah dan tidak berperan dalam akumulasi modal dalam kegiatan produksi.
Belanja Pemerintah
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
Tenaga Kerja
13
Metode error correction mechanism (ECM) digunakan akibat dalam data runtut waktu 31 tahun diduga terdapat autokoreklasi pada data menyebabkan data lancung, maka digunakan model ECM agar hasil penelitian yang didapat terbebas dari dugaan terdjadinya hal tersebut. Penelitian ini menggunakan sembilan variabel yaitu pertumbuhan sebagai varibel tetap (Y) dan belanja barang, belanja barang, pembayaran cicilan dan bungan utang, subsidi, dan tranfer daerah, investasi swasta, tenaga kerja,dan inflasi sebagai variabel bebas (X). Hasil dari analisis tersebut dapat digunakan dalam menciptakan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah Indonesia. Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Indoneia, maka dapat diberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis tersebut adalah: 1. Investasi swasta memiliki pengaruh positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. 2. Belanja barang pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. 3. Belanja modal pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. 4. Pembayaran cicilan dan bunga utang memiliki pengaruh negatif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. 5. Subsidi memiliki pengaruh positif dalam keseimbangan jangka pendek terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Subsidi memiliki pengaruh negatif dalam jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi. 6. Anggaran transfer daerah memilik pengaruh positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. 7. Tenaga kerja memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. 8. Tingkat inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap laju pertumbuhan ekonomi.
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data merupakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa lembaga yaitu Kementrian Keuangan Republik Indonesia untuk data realisasi anggaran belanja pemerintah, Bank Dunia untuk data laju pertumbuhan ekonomi per tahun, Dan Badan Pusat Statistika untuk data laju tingkat inflasi dan data tenaga kerja. Data yang tercakup dalam penelitian merupakan data Nasional Republik Indonesia dalam rentang tahun 1982 sampai dengan tahun 2012.
14
Tabel 1 Jenis dan Sumber Data Nomor Variabel penelitian 1 Pertumbuhan ekonomi
Sumber data World Bank (growth domestic product annual) tahun 1982-2012
Satuan Persen
2
Kementrian Keuangan (realisasi APBN) tahun 1982-2012 Kementrian Keuangan (realisasi APBN) tahun 1982-2012 Kementrian Keuangan (realisasi APBN) tahun 1982-2012 Kementrian Keuangan (realisasi APBN) tahun 1982-2012 Kementrian Keuangan (realisasi APBN) tahun 1982-2012 BKPM realisasi PMDN dan PMLN tahun 1982-2012 BPS (proyeksi angkatan kerja kelompok umur 15-64 tahun) tahun 1982-2012 BPS tahun 1982-2012
Miliar rupiah
5
Belanja barang pemerintah Belanja modal pemerintah Pembayaran cicilan dan bunga utang Subsidi
6
Transfer daerah
7
Investasi swasta
8
Tenaga kerja
9
Inflasi
3 4
Miliar rupiah Miliar rupiah Miliar rupiah Miliar rupiah Miliar rupiah Orang
Persen
Metode Analisis Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis EngelGrangger untuk keseimbangan ekonomi jangka panjang, dan model Error Cerrection Mechanism (ECM) untuk keseimbangan ekonomi jangka pendek. Digunakan data tahunan mengenai pertumbuhan ekonomi, investai swasta, tenaga kerja, belanja barang pemerintah, belanja modal pemerintah, pembayaran cicilan bunga utang negara, tranfer daerah, subsidi, dan tingkat inflasi selama periode tahun 1982 sampai tahun 2012. Sebelum metode ECM Konsep terkini banyak dipakai untuk menguji kestasioneran data runtun waktu adalah uji akar unit (unit root test) atau dikenal juga dengan uji Dickey Fuller (DF) dan Uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Jika semua variabel lolos dari uji akar unit, maka selanjutnya dilakukan uji kointegrasi (cointegrasi test) untuk mengetahui keseimbangan atau kestabilan jangka panjang antara variabel-variabel yang diamati dan arah pengaruh yang diberikan oleh variabel-variabel tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu asumsi penting dalam pendugaan parameter model regresi dengan metode kuadrat terkecil (least square) adalah error (residual) yang homoskedastis, artinya ragam peubah tak bebas (Yt) harus konstan (Var(Yt)=𝜎2). Asumsi lainnya adalah tidak ada korelasi antar-error, yang juga bearti tidak ada korelasi diantara peubah Yt dengan Yt-1 atau Yt yang lain (tidak ada autokorelasi)
15
Regresi Semu dan Regresi Terkointegrasi Penekanan regresi semu adalah pada fakta tidak adanya teori atau logika yang mendasari hubungan kausalitas langsung antara dua atau lebih peubah. Mosteller dan Tukey dalam Juanda (2012) menyatakan bahwa untuk menetukan apakah hubungan antara dua peubah merupakan hubungan sebab-akibat harus memenuhi kriteria : - Kekonsistenan : apakah hubungan tersebut berlaku pada kondisi yang lain juga? - Mekanistik : bagaimana menentukan suatu model yang menggambarkan proses hubungan sebab akibat tersebut ? Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya regresi semu, sebelum mengembangkan model yang menggambarkan hubungan sebab-akibat, peneliti harus mengkaji latar belakang teori hubungan sebab-akibat tersebut. Untuk menganalisis pengaruh investasi swasta, anggaran belanja pemerintah, tingkat inflasi, dan tenaga Kerja terhadap pertumbuhan dengan model berikut. Spesifikasi model 𝐺𝑅𝑂𝑊𝑇𝐻𝑡 = 𝛽𝑜 + 𝛽1 𝐿𝑁𝐶𝐴𝑃𝐼𝑇𝐴𝐿𝑡 + 𝛽2 𝐿𝑁𝐷𝐸𝐵𝑇𝑡 + 𝛽3 𝐿𝑁𝐺𝑂𝑂𝐷𝑆𝑡 + 𝛽4 𝐿𝑁𝑆𝑈𝐵𝑆𝐼𝐷𝐼𝐸𝑆𝑡 + 𝛽5 𝐿𝑁𝑇𝑅𝐴𝑁𝑆𝐹𝐸𝑅𝑡 + 𝛽6 𝐿𝑁𝐼𝑁𝑉𝑇 + 𝛽7 𝐿𝑁𝐿𝐴𝐵𝑂𝑈𝑅𝑡 + 𝛽8 𝐼𝑁𝐹𝑡 + 𝑒𝑡 Dimana : pertumbuhan ekonomi GROWTH LNCAPITAL : belanja modal pemerintah LNDEBT : pembayaran cicilan dan bunga utang LNGOODS : belanja barang pemerintah LNSUBSIDIES : subsidi LNTRANSFER : transfer daerah LNINV : investasi swasta LNLABOUR : tenaga kerja INF : tingkat inflasi
Uji Stasioneritas data Dilakukan uji ADF dan PP, didapat bahwa pertumbuhan ekonomi, investasi swasta, tenaga kerja, belanja barang pemerintah, belanja modal pemerintah, pembayaran cicilan bunga utang negara, transfer daerah, subsidi, dan tingkat inflasi tidak stasioner pada level, tetapi peubah-peubah tersebut stasioner pada diferensiasi pertama. Stasionernya data pada diferensiasi pertama, maka dapat dikatakan terkointegrasi pada derajat satu. Dengan demikian syarat perlu terjadinya hubungan regresi yang terkointegrasi telah dipenuhi. Dilakukan uji formal untuk mengetahui apakah syarat cukup bagi regresi terkointegrasi terpenuhi. Syarat cukup tersebut adalah et harus stasioner, sama dengan prosedur pendekatan klasik (Juanda 2012) yang tahapan pertama adalah membangun model dulu dan kemudian menguji asumsi error.sementara pada pendekatan time series yang berkembang saat ini adalah menguji kestasioneran yang difokuskan pada peubah (X dan Y). Jika pengembangan model ini
16
berdasarkan peubah telah stasioner, maka secara otomatis error-nya juga akan stasioner. Regresi GROWTH terhadap CAPITAL, DEBT, GOODS, SUBSIDIES, TRANSFER, INV, LABOUR, INF dan C. GDP mengacu kepada peubah tak bebas pertumbuhan ekonomi, CAPITAL mengacu pada peubah bebas belanja modal pemerintah, DEBT mengacu pada peubah bebas pembayaran cicilan dan bunga utang, GOODS mengacu kepada peubah bebas belanja barang pemerintah, SUBSIDIES mengacu kepada peubah bebas subsidi, TRANSFER mengacu kepada peubah bebas transfer daerah, INV mengacu kepada peubah bebas investasi swasta, LABOUR mengacu kepada peubah bebas tenaga kerja, INF mengacu kepada peubah bebas inflasi, dan C adalah konstanta. Regresi persamaan sebagai berikut. GROWTH = C + LNCAPITAL + LNDEBT - LNGOODS + LNSUBSIDIES + LNTRANSFER + LNINV + LNLABOUR + LNINF + et Apabila et stasioner maka GROWTH, LNCAPITAL, LNDEBT, LNGOODS, LNSUBSIDIES, LNTRANSFER, LNINV, LNLABOUR, dan INF terkointegrasi. Uji terhadap kestasioneran et dapat dilakukan dengan uji ADF dan PP. Error Correction Mechanism (ECM) Secara ekonomi adanya kointegrasi menunjukan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang (long run equilibrium relationship) antara peubahpeubah. Namun demikian, walaupun terdapat keseimbangan jangka panjang, dalam jangka pendek mungkin saja keduanya tidak mencapai keseimbangan. Artinya, dalam jangka pendek apa yang diinginkan pelaku ekonomi (desired) belum tentu sama dengan apa yang terjadi sebenarnya. Model yang memasukan penyesuaian untuk melakukan koreksi ketidakseimbnagan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang disebut Error Correction Mechanism (ECM). Secara sederhana ECM untuk model GROWTH, LNCAPITAL, LNDEBT, LNGOODS, LNSUBSIDIES, LNTRANSFER, LNINV, LNLABOUR, dan INF adalah sebagai berikut. ∆𝐺𝑅𝑂𝑊𝑇𝐻 = 𝛼0 + 𝛼1 ∆𝐿𝑁𝐶𝐴𝑃𝐼𝑇𝐴𝐿𝑡 + 𝛼2 ∆𝐿𝑁𝐷𝐸𝐵𝑇𝑡 + 𝛼3 ∆𝐿𝑁𝐺𝑂𝑂𝐷𝑆𝑡 + 𝛼4 ∆𝐿𝑁𝑆𝑈𝐵𝑆𝐼𝐷𝐼𝐸𝑆𝑡 + 𝛼5 ∆𝐿𝑁𝑇𝑅𝐴𝑁𝑆𝐹𝐸𝑅𝑡 + 𝛼6 ∆𝐿𝑁𝐼𝑁𝑉𝑡 + 𝛼7 ∆𝐿𝑁𝐿𝐴𝐵𝑂𝑈𝑅𝑡 + 𝛼8 ∆𝐼𝑁𝐹𝑡 + 𝛼9 𝐸𝐶𝑇𝑡 + 𝑒𝑡 Di mana ∆ = diferensi ECTt = 𝑒𝑡−1 = (Yt-1 - 𝑌t-1) = lag 1 periode dari nilai residual yang dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan keseimbangan (error correction component) dari periode waktu sebelumnya (t-1) et = adalah error yang memenuhi asumsi klasik Persamaan merupakan model ECM tingkat pertama (first order error correction model) karena menggunakan lag 1 dari error correction. Tidak tertutup kemungkinan menggunakan ordo lag yang lebih besar dari sehingga memperoleh model ECM tingkat kedua atau tingkat ketiga. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa perubahan GROWTH akibat perubahan CAPITAL, DEBT, GOODS,
17
SUBSIDIES, TRANSFER, INV, LABOUR, dan INF dalam jangka panjang akan diseimbangkan oleh error correction component pada periode sebelumnya. Dalam regresi ini, CAPITAL, DEBT, GOODS, SUBSIDIES, TRANSFER, INV, LABOUR, dan , INF menggambarkan “disturbance” jangka pendek dari CAPITAL, DEBT, GOODS, SUBSIDIES, TRANSFER, INV, LABOUR, dan INF sementara error correction component menggambarkan penyesuaian menuju keseimbangan jangka panjang. Jika 𝛼9 signifikan secara statistik, 𝛼10 merupakan faktor penyesuaian (adjusment factor). Ini bearti apabila fluktuasi dari peubah-peubah yang diamati ternyata menyimpang dari long-run track-nya, maka peubah-peubah tersebut akan melakukan penyesuaian untuk kembali kepada longrun track-nya yang tidak lain adalah track equilibrium-nya di mana sekitar 𝛼9 *100 persen penyesuaian tersebut akan terjadi pada periode pertama dan sisanya pada periode-periode selanjutnya. Definisi Operasional Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia (GDP), yaitu persentase perubahan PDB Indonesia yang merefleksikan kinerja ekonomi dari tahun ke tahun. Data diperoleh dari World Bank dalam satuan persen. Belanja Barang Belanja barang adalah belanja pemerintah yang diarahkan pada pembelian barang-barang hasil produksi dalam negeri. Penyempurnaan peraturan tersebut diharapkan dapat lebih menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi golongan ekonomi lemah dengan jalan lebih mengikutsertakan mereka dalam pembanguan proyek-proyek pemerintah. Sejalan dengan makin banyak proyekproyek yang telah dapat diselesaikan memerlukan biaya operasi dan pemeliharaan yang lebih besar pula. Data merupakan data tahunan yang diperoleh dari Kementrian Keuangan dalam satuan miliar rupiah. Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran pemerintah yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah asset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi asset tetap atau asset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Data merupakan data tahunan diperoleh dari Kementrian Keuangan dalam satuan miliar rupiah. Pembayaran Cicilan Dan Bunga Utang Pembayaran bunga utang adalah pengeluaran pemerintah yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman. Data merupakan data tahunan diperoleh dari Kementrian Keuangan dalam satuan miliar rupiah.
18
Transfer Daerah Pembiayaan untuk daerah sebelum pelaksanaan otonomi daerah dibiayai dari APBN melalui Dana Rutin Daerah (DRD), Dana Pembanguna Daerah (DPD), dan Dana Bagi Hasil (DBH), sedangkan setelah pelaksanaan otonomi daerah disediakan melalui Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Data diperoleh Kementrian Keuangan dalam satuan Miliar Rupiah. Subsidi Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada perusahaan Negara, lembaga pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak agar harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Terdiri dari Belanja Subsidi Lembaga Keuangan, Belanja Subsidi BBM, Belanja Subsidi Non BBM-Harga/Biaya, Belanja Subsidi Non BBM– Bunga Kredit, Belanja Subsidi Non BBM – Pajak, Belanja Subsidi Non PajakLainnya, dan Belanja Subsidi PSO. Data merupakan data tahunan, diperoleh dai Kementrian Keuangan dalam satuan miliar rupiah Tenaga Kerja Merupakan data angkatan kerja berdasarkan golongan umur dari lima belas tahun sampai enam puluh lima tahun, dan berdasarkan kegiatan yang dilakukan selama satu minggu terakhir diluar data pengangguran. Data adalah data tahunan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dalam satuan ribu pekerja. Investasi Swasta Merupakan data realisasi penanaman modal dari pihak swasta yaitu investasi publik diluar anggaran belanja pemerintah, terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Luar Negeri (PMLN). Data adalah data tahunan diperoleh dari Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) dalam satuan miliar rupiah. Inflasi Laju inflasi Indonesia pertahun dihitung berdasarkan persentase perubahan indeks harga konsumen dari tahun ke tahun dalam kurun waktu 30 tahun. Satuan laju pertumbuhan inflasi dinyatakan dalam persen. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Anggaran Belanja Pemerintah dan Investasi Swasta Selama 30 tahun terakhir sampai tahun 2012 terdapat tiga periode Pembangunan Jangka Panjang (PJP), yaitu PJP pertama tahun 1969-1993 dan PJP kedua 1994-2019, tetapi saat belum berakhirnya PJP kedua pemerintah kemudian mengeluarkan PJP tahun 2005-2025. Perbedaan dalam tujuan rencana pembangunan ketiga PJP ini menyebabkan perkembangan realisasi modal pembangunan berbeda pada ketiga RPJP tersebut.
19
80.000,0 70.000,0
repelita III
Repelita IV
Repelita V
Miliar Rupiah
60.000,0 50.000,0
Investasi Swasta Belanja Barang Belanja Modal
40.000,0
Pembayaran Cicilan dan Bunga Utang Transfer Daerah
30.000,0 20.000,0 10.000,0 0,0
Subsidi 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 Tahun
Sumber : Kementrian Keuangan dan BKPM 2013 Gambar 3 Realisasi Anggaran Modal PJP Pertama (Repelita III, IV, dan V) Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Pertama (PJP I), yang telah dimulai sejak tahun 1969, dilaksanakan dalam rangkaian pembangunan jangka lima tahun, yaitu mulai dari Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (Repelita I) sampai Repelita V. Sasaran PJP pertama yang hendak dicapai adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang, yaitu kemampuan dan kekuatan industri yang maju didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh. 250.000,0
Miliar Rupiah
200.000,0
Repelita VI
Repelita VII
Investasi Swasta Belanja Barang
150.000,0
Belanja Modal
100.000,0
Pembayaran Cicilan dan Bunga Utang Transfer Daerah
50.000,0
0,0 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun
Sumber : Kementrian Keuanggan dan BKPM (diolah) Gambar 4 Realisasi Anggaran Modal PJP Kedua (Repelita VI dan VII) Tujuan PJP kedua tahun 1993-2019 adalah pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju dan mandiri tidak dapat dilepaskan dari penguasaan ilmu
Subsidi
20
pengetahuan dan teknologi (Iptek). Pengembangan iptek harus dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga mampu menghadapi tantangan-tantangan pembangunan di masa depan. 600000,0
PJM 2005-2009
PJM 2010-2014
Miliar Rupiah
500000,0
Investasi Swasta Belanja Barang
400000,0 Belanja Modal
300000,0 200000,0
Pembayaran Cicilan dan Bunga Utang
100000,0
Transfer Daerah
0,0
Subsidi 2005
2006
2007
2008 2009 Tahun
2010
2011
2012
Sumber : Kementrian Keuangan dan BKPM (diolah) Gambar 5 Realisasi Anggaran Modal RPJM 2005-2009 dan 2010-2012 Tujuan RPJP 2005-2025 Perekonomian dikembangkan berorientasi dan berdaya saing global melalui transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif sumberdaya alam melimpah menjadi perekonomian yang berkeunggulan kompetitif dengan prinsip-prinsip dasar: mengelola secara berkelanjutan peningkatan produktivitas nasional melalui penguasaan, penyebaran, penerapan, dan penciptaan (inovasi) ilmu pengetahuan dan teknologi. Investasi swasta mengalami peningkatan pada akhir Repelita ketiga tahun 1983 sebesar Rp13 741 miliar akan tetapi dua tahun kemudian mengalami pengurangan realisasi menjadi sebesar Rp1 030 miliar. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya laju inflasi pada dua tahun tersebut yaitu sebesar dari 9.48 persen menjadi 11.79 persen. Pada Repelita kelima tahun 1988-1993 yaitu akhir PJP pertama Investasi swasta mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini terjadi akibat adanya tujuan pemerintah dalam pembangunan sektor industri. Untuk dapat meningkatkan sektor industri pemerintah membuat kebijakan meringankan tarif untuk berinvestasi di Indonesia. Investasi meningkat dari Rp1 030 miliar pada tahun 1985 sampai Rp71 691 miliar pada tahun 1990. Tujuan PJP kedua meningkatkan kemandirian IPTEK maka investasi swasta merupakan andalan, karena melalui upaya meningkatkan investasi swasta selain terjadi aliran modal dana tetapi juga terjadi transfer teknologi, informasi, dan pengetahuan. Upaya meningkatkan investasi swasta dilakukan dengan kebijakan pemerintah sampai tahun 1997 yaitu mengeluarkan lagi paket deregulasi sebagai kelanjutan dari deregulasi-deregulasi sebelumnya. Paket deregulasi ini antara lain berisi penurunan tarif, penyederhanaan prosedur, penanaman modal, dan kebijaksanaan perkreditan. Tujuan utama keseluruhan deregulasi tersebut adalah peningkatan daya saing ekonomi Indonesia dalam menghadapi globalisasi ekonomi serta untuk memperlancar arus distribusi
21
penyediaan berbagai barang dan jasa kebutuhan rakyat. Langkah-langkah deregulasi tersebut juga menunjukkan kesungguhan Indonesia di dalam melaksanakan kesepakatan World Trade Organization (WTO), Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) secara konsisten. Investasi swasta terus meningkat mulai tahun 1994 Rp105 696 miliar menjadi Rp218 291 miliar pada tahun 1997. Akan tetapi saat terjadi krisis asia puncaknya tahun 1998 dan laju inflasi menyentuh nilai 53.39 persen investasi berkurang sampai pada tahun 1999 menjadi sebesar Rp139 095 miliar. Kemudian secara siginifikan investasi swasta turun pada tahun 2004, berkaitan dengan bencana alam besar yang melanda Aceh, Yogyakarta, dan Papua menyebabkan beberpa investor menarik dana investasinya. Kerusakan sarana dan fasilitas penunjang produksi pada ketiga daerah tersebut dan sekitarnya menyebabkan realisasi investasi swasta turun signifikan menjadi Rp78 264 miliar. Awal Pembangunan Jangka Menengah (PJM) 2005-2009 investasi swasta meningkat signifikan dari Rp182 021 miliar tahun 2005 menjadi Rp526 213 miliar tahun 2007. Hal ini disebabkan semakin pesatnya perkembangan perekonomian dunia saat ini merupakan salah satu pemicu terbukanya hubungan satu negara dengan negara lain, yang ditandai dengan tingginya laju aliran barang dan jasa antar negara. Perundingan dan perjanjian perdagangan bebas di beberapa kawasan telah mempercepat aliran barang dan jasa antar negara di kawasan tersebut, seperti NAFTA (North America Free Trade Agreement), EFTA (European Free Trade Association), dan DR-CAFTA (The Dominican Republic– Central America Free Trade Agreement). Perjanjian perdagangan bebas tersebut dilakukan dengan cara menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan di bidang perdagangan, baik dalam bentuk hambatan tarif maupun nontarif. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan dan memperkuat kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi. Investasi swasta sangat dipengaruhi oleh keadaan perekonomian negara tujuan dan asal dari investasi. Hal ini ditunjukan turun investasi swasta sampai pada tahun 2009 menjadi Rp150 170 miliar. Hal ini terjadi akibat krisis keuangan global yang melanda Amerika dan Eropa. Krisis ini menyebabkan investor menarik investasi mereka untuk melakukan perbaikan perekonomian di negara asal mereka. Sejalan dengan rencana PJP kedua, belanja modal pemerintah digunakan untuk mempercepat penyediaan sarana dan prasarana fisik yang menunjang kemandirian pembangunan. Belanja modal terealisasi meningkat dari Rp12 291 miliar pada awal PJP kedua tahun 1994 menjadi Rp64 900 pada akhir Repelita ketujuh tahun 2004. Belanja modal tersebut digunakan untuk kegiatan investasi pemerintah melalui penyediaan sarana dan prasarana pembangunan dalam bentuk tanah, peralatan, dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan serta belanja modal fisik lainnya Belanja modal pemerintah meningkat secara signifikan dimulai dari tahun 2006 sampai tahun 2008. Anggaran tersebut digunakan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah pasca bencana alam, seperti gempa bumi dan tsunami yang menimpa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias, Sumatera Utara pada penghujung tahun 2004, gempa bumi di Papua, gempa bumi yang menimpa Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya, sampai tahun 2008, realisasi belanja modal secara nominal mengalami peningkatan yaitu dari sebesar Rp54 952 miliar pada tahun 2006 menjadi
22
Rp64 289 miliar pada tahun 2007, dan kemudian sekitar Rp72 773 miliar pada tahun 2008. Anggaran belanja barang pemerintah di PJP pertama juga mengalami peningkatan yang besar. Realisasi anggaran ini meningkat dari sebesar Rp1 952 miliar pada tahun 1982 sampai tahun 1993 yaitu akhir PJP pertama menjadi sebesar Rp13 785 miliar. Selain disediakan untuk pengadaan barang-barang kebutuhan departemen dan lembaga non departemen, juga dipergunakan untuk biaya pemeliharaan sarana dan peralatan kerja. Kenaikan yang cukup berarti pada anggaran ini yaitu untuk menunjang perluasan kegiatan operasional pemerintahan dalam pembangunan dan penyediaan anggaran pemeliharaan yang lebih memadai. Pada PJP pertama laju peningkatan pembayaran bunga dan cicilan utang pemerintah meningkat paling besar diantara anggaran belanja pemerintah yang lain. Akhir repelita kelima pembayaran cicilan dan bunga utang merupakan anggaran belanja pemerintah yang paling besar terealisasikan yaitu sebesar Rp17 163 miliar. Hal ini terjadi akibat adanya pengaruh eksternal terutama turunya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing. Dalam hal pembayaran cicilan dan bunga utang luar negeri sejak awal orde baru pemerintah bertekad untuk memenuhi setiap kewajiban yang jatuh tempo, sehingga anggaran tersebut terus meningkat. Pembayaran bunga utang dalam kurun waktu 2006-2011 secara nominal menunjukkan peningkatan, namun porsinya terhadap belanja pemerintah pusat hingga tahun 2011 cenderung menurun. Secara nominal pembayaran bunga utang mengalami peningkatan sebesar Rp24 089 miliar, atau tumbuh rata-rata Rp4 817 miliar per tahun, dari Rp82 495 miliar pada tahun 2006, kemudian mencapai Rp106 584 miliar di tahun 2011. Realisasi anggaran belanja pemerintah pada PJP pertama yang sangat fluktuatif adalah anggaran subsidi. Nilai tersebut terus berubah akibat adanya pengaruh eksternal, jumlahnya sangat ditentukan oleh pergerakan harga minyak mentah Indonesia di pasaran internasional. Realisasi anggaran ini sangat ditentukan oleh volume bbm yang dikonsumsi di dalam negeri, kedua hal ini tentunya akan saling memberikan dampak kepada realisasi anggaran subsidi yang terus berubah. Pada akhir Repelita VI anggaran subsidi merupakan anggaran belanja pemerintah yang paling besar dibandingkan anggaran belanja pemerintah lainnya sebagaimana ditunjukan pada Gambar 4, realisasi anggaran subsidi meningkat dari sebesar Rp3 335 miliar tahun 1996 menjadi sebesar Rp65 916 miliar pada tahun 1999. Kenaikan ini diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang juga memberikan subsidi Non-BBM berupa subsidi pangan, listrik, dan obat-obatan. Subsidi-subsidi diberikan berkaitan dengan upaya memperkuat jaringan pengaman sosial (JPS), sebagai upaya untuk meredam dampak sosial akibat krisis ekonomi, terutama bagi penduduk miskin. Pada PJP kedua transfer daerah adalah anggaran belanja pemerintah yang meningkat signifikan hingga akhir Repelita ketujuh. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah tahun 2000 meningkatnya transfer daerah adalah upaya meningkatkan pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diupayakan untuk lebih memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya. Untuk itu, upaya pembangunan daerah dilakukan antara lain melalui peningkatan kemampuan keuangan daerah termasuk pemberian bantuan dana pembangunan
23
daerah, Selain bantuan kepada Dati I, bantuan juga diberikan kepada Dati II berupa bantuan umum dan bantuan khusus. Realisasi transfer daerah meningkat dari Rp33 075 miliar pada tahun 2000 menjadi Rp129 712 miliar pada akhir repelita ketujuh tahun 2004. Gambar 5 menunjukan terus berlanjutnya peningkatan alokasi anggaran belanja ke daerah sampai tahun 2012 antara lain berkenaan dengan lebih tingginya penerimaan dalam negeri, yang membawa konsekuensi pada lebih tingginya Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Selain itu, peningkatan alokasi anggaran belanja ke daerah tersebut juga berkaitan dengan adanya penyesuaian persentase DAU, yaitu dari semula 25 persen dari pendapatan dalam negeri (PDN) neto sampai dengan tahun 2003, menjadi 25.5 persen dari PDN neto dalam tahun 2004 dan tahun 2005, dan selanjutnya menjadi 26.0 persen dari PDN neto dalam tahun 2006. Peningkatan alokasi anggaran belanja ke daerah yang cukup signifikan tersebut diharapkan semakin meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam pembiayaan pembangunan daerah, sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Model Jangka Panjang Pada bagian ini akan dibahas hasil dari aktivitas pengolahan data mengenai pengaruh anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, dan pekerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Menggunakan alat analisis Error Correction Mechanism (ECM) akan diinterpretasikan pengaruh masing-masing modal pembangunan dalam jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang. Model jangka panjang menjelaskan kesimbangan ekonomi dalam proses Pembangunan Jangka panjang (PJP) kurun waktu 25 tahun. Uji stasioner Pengujian data dilakukan dengan menggunakan unit root test yang dikembangkan oleh Dickey-Fuller, atau lebih dikenal Augmented Dickey-Fuller Test (ADF) test dan Philip-Perron test. Hasil pengujian data yang dilakukan disajikan dalam Tabel 2 dan 3 sebagai berikut : Tabel 2 Uji Augmented Dickey Fuller (Uji ADF) Variabel t-stat Growth Inf Lncapital Lndebt Lngoods Lninv Lnlabor Lnsubsidies Lntransfer
Tanpa Prob
-1.839959 -2.749398 2.794306 2.723061 2.637126 0.546329 0.4141778 1.278598 2.532808
0.0633 0.0077 0.9980 0.9976 0.9971 0.8284 0.7960 0.9454 0.9961
t-stat
Intersep Prob
-3.903515 -4.591616 -0.010105 -3.199805 -1.185770 -1.871875 -3.030209 -0.643353 0.294084
0.0056 0.0010 0.9499 0.0299 0.6673 0.3404 0.0434 0.8460 0.9737
Tren dan intersep t-stat Prob -3.914450 -4.510890 -5.294436 -2.381075 -3.901254 -2.302371 -5.231529 -2.413342 -2.622135
0.0238 0.0060 0.0011 0.3812 0.0250 0.4200 0.0011 0.3650 0.2740
24
Lanjutan tabel 2 -7.151744 0.0000* -7.016741 0.0000* D(growth) -6.714810 0.0000* -6.590267 0.0000* D(inf) -2.995317 0.0042* -4.295227 0.0026* D(lncapital) -3.565972 0.0009* -4.489592 0.0013* D(lndebt) -3.865724 0.0004* -5.376329 0.0001* D(lngoods) -6.340757 0.0000* -6.327638 0.0000* D(lninv) -7.040926 0.0000* -6.951116 0.0000* D(lnlabor) D(lnsubsidies) -5.449966 0.0000* -5.885509 0.0000* -2.606522 0.0111* -3.766229 0.0083* D(lntransfer) *Signifikan pada derajat kepercayaan 5 persen
-6.878252 -6.470270 -4.074848 -4.196516 -5.233361 -7.518475 -6.885698 -4.699564 -3.622557
0.0000* 0.0001* 0.0190* 0.0133* 0.0012* 0.0000* 0.0000* 0.0042* 0.0459*
Tabel 3 Uji Philip-Perron (Uji PP) Variabel
Tanpa t-stat Prob
Intersep t-stat Prob
-1.735857 0.0782 Growth -3.903515 0.0056* -2.574061 0.0119* -4.601182 0.0009* Inf 6.165612 1.0000 Lncapital 0.479538 0.9831 2.190640 0.9916 -3.784692 0.0076 Lndebt 4.649957 1.0000 -0.681612 0.8366 Lngoods 1.162457 0.9331 -1.758737 0.3928 Lninv 0.896429 0.8965 Lnlabor 2.986786 0.0476 1.748625 0.9780 Lnsubsidies -0.414587 0.8943 4.654260 1.0000 Lntransfer -0.711362 0.8289 -16.93916 0.0000* -16.53502 0.0001* D(growth) -20.38099 0.0000* -20.63748 0.0001* D(inf) -3.423539 0.0013* -3.980938 0.0048* D(lncapital) -3.592720 0.0008* -4.545266 0.0012* D(lndebt) -4.250824 0.0001* -5.096252 0.0003* D(lngoods) -6.552889 0.0000* -7.220362 0.0000* D(lninv) -8.493024 0.0000* -8.868286 0.0000* D(lnlabor) D(lnsubsidies) -5.232669 0.0000* -5.966760 0.0000* -3.973997 0.0003* -6.415186 0.0000* D(lntransfer) *signifikan pada derajat kepercayaan 5 persen
Tren dan intersep t-stat Prob -3.959391 -4.521316 -1.523781 -2.444539 -2.804067 -2.160434 -4.598539 -2.958936 -2.162943 -17.67313 -21.22043 -4.337689 -5.396460 -5.075538 -11.43114 -10.45920 -5.799373 -6.309439
0.0216* 0.0059* 0.7985 0.3511 0.2068 0.4932 0.0049 0.1597 0.4918 0.0000* 0.0000* 0.0094* 0.0007* 0.0016* 0.0000* 0.0000* 0.0003* 0.0001*
Hasil dari pengujian menunjukkan sebagian besar variabel dalam penelitian tidak stasioner pada level. Hanya variabel Growth dan Inflasi yang stasioner dengan derajat kepercayaan 10 persen. Hasil uji dengan menggunakan Uji ADF dan Uji PP menunjukan bahwa semua data mulai stisioner setelah didifferent pada derajat pertama. Varibel-variebel tersebut stasioner pada derajat kepercayaan 5 persen. Tabel di atas menunjukan hasil bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini stasioner pada derajat yang sama, yaitu pada different pertama. Data yang digunakan memenuhi syarat untuk diaplikasikan pada model ECM.
25
Uji Kointegrasi Setelah diperoleh hasil dari uji stasioner data sebagai syarat perlu dari regresi terkointegrasi, maka selanjutnya adalah bahwa residual dari model juga harus stasioner. Kestasioneran residual (et) model merupakan syarat cukup dari regresi yang terkointegrasi. Nilai et yang stasioner diakibatkan oleh trend suatu variabel yang saling meniadakan dengan variabel lainnya. Dalam ekonometrika variabel yang terkointegrasi dikatakan dalam kondisi keseimbangan jangka panjang. Model ECM mensyaratkan kestasioneran residual et. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa residual (et) yang digunakan dalam penelitian ini stasioner. Seluruh residual (et) telah stasioner pada level dengan tingkat kepercayaan 1%. Tabel 4 Residual Test Peubah Et
Uji ADF (Max-Lag = 7) t-statistic Probability -6.227220 0.0001
Uji PP t-statistic Probability -6.139058 0.0001
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa regresi tersebut merupakan regresi yang terkointegrasi dengan terpenuhinya syarat cukup dan syarat perlu. Disamping itu kekhawatiran akan terjadinya regresi semu tidak terbukti dengan kondisi hasil uji stasioneritas dan uji kointegrasi. Implikasi dari uji kointegrasi ini adalah bahwa perubahan-perubahan yang saling terkointegrasi dapat dikatakan berada dalam long run equilibrium dan mempunyai hubungan jangka panjang. Tabel 5 Model Jangka Panjang Variabel C LNCAPITAL LNGOODS LNDEBT LNSUBSIDIES LNTRANSFER LNINV LNLABOUR INF R-squared Durbin-Watson
Koefisien -4.776344 0.923025 -0.646495 -0.159787 -1.8876685 1.007197 0.977462 0.968628 -0.271090 0.883468
Probabilitas 0.5481 0.3489 0.5119 0.8453 0.0009* 0.2943 0.0635* 0.2964 0.0000* 1.941149
*siginifikan pada taraf nyata 10 persen Tabel 5 menunjukan bahwa model dalam keseimbangan ekonomi jangka panjang, terdapat tiga variabel peubah bebas yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Varibel tersebut adalah tingkat investasi swasta, anggaran subsidi, dan tingkat inflasi. Koefisien variabel investasi swasta
26
memiliki t-statistik yang signifikan pada derajat kepercayaan 10 persen. Sementara variabel bebas subsidi, dan tingkat inflasi memiliki t-statistik yang signifikan pada derajat kepercayaan 1 persen. Variabel belanja modal, belanja barang, pembayaran cicilan dan bunga utang, transfer daerah, dan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan eknomi jangka panjang. Subsidi Tujuan pemerintah dalam anggaran subsidi ialah agar masyarakat memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan tingkat harga yang lebih rendah. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka, anggaran subsidi secara bertahap akan dikurangi. Pada negara-negara berkembang sumberdaya pemerintah yang dikeluarkan untuk subsidi merupakan hambatan untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan secara fundamental merusak masa depan. Variabel subsidi berdasarkan model jangka panjang memiliki hubungan negatif pada pertumbuhan ekonomi. Sebesar 1.887 persen, dapat dikatakan setiap kenaikan anggaran subsidi sebesar 1 persen, maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1.887 persen. Teori ekonomi menjelaskan anggaran subsidi berhubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Subsidi sering tidak efisien dan dapat diganti dengan cara yang lebih baik untuk melindungi bagian paling rentan dari populasi (IMF, 2013). Pricing policy BBM yang ditempuh pemerintah saat ini, menimbulkan paling tidak 5 bentuk dampak negatif. Terjadi target error dalam pemberian subsidi BBM, sebesar 25 persen, 40 persen, 35.2 persen, 92 persen dan 93 persen masing-masing untuk jenis premium, solar, minyak tanah, minyak bakar dan minyak diesel (Basri, 2002) 1. Terjadi inefisiensi dalam penggunaan Penyelundupan BBM; 2. 3. Beban APBN semakin berat; 4. Terjadi distorsi harga pada barang dan jasa yang menggunakan BBM sebagai input produksi; 5. Pertamina terhambat untuk melakukan ekspansi usaha Inefisiensi penggunaan dalam energi akan berdampak dalam jangka panjang terhadap perekonomian dan lingkungan hidup. Energi terutama BBM merupakan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Harga minyak dunia akan terus meningkat karena ketersediaanya yang semakin langka. Usaha pemerintah dalam memberikan subsidi yang tidak sesuai target kepada masyrakat berpendapatan rendah akan menyebabkan pemborosan penggunaan sumberdaya BBM. Penggunaan yang tidak ramah lingkungan akan berdampak pada keadaan lingkungan. Rusaknya lingkungan akan mengganggu kegiatan produksi, meningkatkan biaya produksi, ataupun mengurangi output produksi, khususnya sektor pertanian. Dibutuhkan reformasi subsidi yang dapat menyebabkan alokasi sumberdaya yang lebih efisien. Alokasi ini akan membantu memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dalam jangka panjang. Bentuk reformasi ini dapat dilakukan dengan menghapus subsidi energi, juga dapat memperkuat insentif untuk penelitian dan pengembangan hemat energi dengan teknologi alternatif.
27
Anggaran subsidi merupakan beban APBN, karena anggaran tersebut dapat digunakan untuk anggaran yang lebih meningkatkan kegiatan ekonomi dalam jangka panjang. Anggaran untuk meningkatkan pendidikan, infrastruktur, ataupun pengembangan teknologi untuk energi alternatif. Investasi Swasta Investasi swasta merupakan pilar pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, karena mampu memberikan multiplier effect yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi pada berbagai sektor. Model keseimbangan jangka panjang menunjukkan nilai koefisien 0.977 bernilai positif. Sesuai teori, Investasi swasta memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Interpretasi dalam model ini setiap kenaikan investasi swasta sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.977 persen. Investasi dalam jangka panjang menyebabkan adanya aliran informasi dan teknologi yang meningkatkan produktifitas lebih mandiri. Minat berinvestasi dipengaruhi oleh banyak hal dalam perekonomian jangka panjang diantaranya kestabilan politik negara tujuan, keamanan negara tujuan investasi, keadaan perekonomian seperti tingkat inflasi, termasuk kebijakan pemerintah yang dapat menarik investasi. Inflasi Inflasi sering didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Inflasi dapat disebabkan melemahnya nilai tukar rupiah. Ketersediaan barang dan jasa yang tidak mencukupi akibat turunya output produksi ataupun jalur distribusi yang terhambat. Meningkatnya harga BBM dan tarif dasar listrik. Gejolak harga di pasar komoditi internasional, serta tingginya harga minyak mentah dunia memang diperkirakan akan tetap memberikan tekanan terhadap inflasi dalam negeri. Tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan menurunnya investasi di Indonesia. Dengan kenaikan harga barang tersebut, perekonomian akan mengalami ketidakstabilan secara menyeluruh dan akan mempengaruhi prilaku pemerintah dan masyarakat. Ketidakstabilan ini menyebabkan para investor menarik investasi mereka. Pada model keseimbangan jangka panjang diinterpretasikan inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0.271 persen, dapat dikatakan setiap kenaikan inflasi 1 persen maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.271 persen. Inflasi dalam teori jangka panjang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Model Jangka Pendek Setelah memenuhi uji kointegrasi sehingga terbukti regresi tersebut bukanlah regresi palsu melainkan regresi yang terkointegrasi yaitu regresi yang seimbang pada jangka panjang, maka untuk mengetahui bagaimana keseimbangan jangka pendek maka dilakuakn model ECM yang terlebihi dahulu harus memenuhi uji-uji berikut.
28
Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antar bagian diobservasi dalam periode waktu tertentu (time series) atau ruang tertentu (cross section). Pengujian terhadap keberadaan dari autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlattion LM test. Hasil uji menunjukan nilai probabilitas nilai f-statistik lebih besar dari 𝛼 = 5 persen, dimana hasil uji autokorelasi menunjukan probabilitas sebesar 0.1165 lebih besar dari 𝛼 = 5 persen sehingga persamaan ECM yang dihasilkan tidak mempunyai masalah autokorelasi Uji Heteroskedastisitas Homoskedastisitas terjadi apabila distribusi probabilitas tetap sama dalam semua observasi data (x), dan varians setiap residual sama untuk semua nilai variabel-variabel penjelas. Penyimpangan dari asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Untuk mengetahui keberadaan heteroskedastisitas digunakan uji ARCH test dengan bantuan program eviews. Dengan menggunakan uji ARCH test nilai probabilitas nilai f-statistik lebih besar dari 𝛼 = 5 persen, dimana hasil uji heteroskedastisitas menunjukan probabilitas sebesar 0.8107 lebih besar dari 𝛼 = 5 persen dengan demikian persamaan ECM yang dihasilkan tidak mempunyai masalah heteroskedastisitas. Uji Linearitas Pada uji linearitas terlihat bahwa probabilitas nilai F-statistik lebih besar dari α = 5 persen, dimana hasil uji linearitas menunjukkan probabilitas sebesar 0,6746 lebih besar dari α = 5 persen dengan demikian, persamaan ECM yang dihasilkan tidak mempunyai masalah linearitas. Uji Normalitas Pada uji normalitas Tabel 6 menunjukan bahwa probabilitas nilai statistik Jarque-Bera lebih besar dari 𝛼 = 5 persen, dimana hasil uji normalitas menunjukan probablitas sebesar 0.803791 lebih besar dari 𝛼 = 5 persen oleh sebab itu berdasarkan hasil uji normalitas diketahui bahwa error term terdistribusi normal. Tabel 6 Uji Autokorelasi, Heteroskedastisitas, Linearitas, dan Normalitas Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test : F-statistic 1.505440 Prob. F(2,20) Obs*R-squared 4.299030 Prob. Chi Square(2) ARCH Test : F-statistic 0.058881 Prob. F(1,28) Obs*R-squared 0.063105 Prob. Chi-Square(1) Ramsey RESET Test : F-statistic 0.111960 Prob. F(1,21) Log likelihood ratio 0.176260 Prob.ChiSquare(1) Normality Test : Jarque-Bera 0.436832 Probability
0.2486 0.1165 0.8101 0.8017 0.7416 0.6746 0.803791
29
Hasil estimasi model ECM memiliki kriteria sebagai model ECM yang baik karena koefisien variabel et-1 memiliki nilai statistika yang cukup tinggi, sehingga model tidak saja memiliki hubungan jangka pendek namun juga memiliki hubungan dalam keseimbangan jangka panjang. Model jangka pendek menjelaskan keseimbangan ekonomi dalam proses pembangunan tahunan sampai proses Pembangunan Jangka Menengah (PJM) lima tahun. Pada model ECM terdapat enam variabel bebas, yaitu investasi swasta, belanja modal, subsidi, transfer daerah, tenaga kerja, dan inflasi yang memilki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Setiap variabel berpengaruh signifikan pada taraf kepercayaan 5 persen. Sementara model menunjukan variable bebas belanja barang dan pembayaran cicilan dan bunga utang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Tabel 7 Model Jangka Pendek Variabel Koefisien C -0.308775 D(LNCAPITAL) 2.472578 D(LNGOODS) -1.336122 D(LNDEBT) -0.401740 D(LNSUBSIDIES) -1.760623 D(LNTRANSFER) 2.324513 D(LNLABOUR) 1.459714 D(LNINV) 1.077301 D(INF) -0.264603 ET(-1) -1.085745 R-squared Durbin-Watson stat *signifikan pada taraf nyata 5 persen
Probabilitas 0.5280 0.0281* 0.2662 0.7343 0.0004* 0.0503** 0.0221* 0.0133* 0.0000* 0.0000* 0.945401 1.588392
Belanja Modal Variabel belanja modal berpengaruh siginifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Belanja modal pemerintah digunakan dalam upaya meningkatkan pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan teknologi, termasuk pada pembiayaan rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah pasca bencana. Interpretasi dari model jangka pendek besarnya pengaruh belanja modal pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi adalah 2.472 persen, dapat dikatakan kenaikan belanja modal pemerintah sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2.472 persen. Dalam teori ekonomi belanja modal pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kenaikan realisasi belanja modal yang cukup signifikan pada rentang waktu tersebut menunjukkan besarnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur di tanah air. Selain dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat dengan pembangunan infrastruktur, pengalokasian belanja modal juga dimaksudkan untuk dapat mendukung dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pelayanan dasar. Upaya pemberian dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kenaikan realisasi belanja modal yang
30
cukup signifikan pada rentang waktu 30 tahun ini, terbukti telah mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Subsidi Variabel subsidi memiliki pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek sebesar 1.336 persen, dapat dikatakan bahwa dengan menigkatnya anggaran subsidi pemerintah sebesar 1 persen akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1.336 persen. Tidak seusai dengan hipotesis awal, secara teori dalam jangka pendek anggaran subsidi pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Subsidi terdiri dari subsidi energi dan subsidi non energi. Subsidi energi terbagi menjadi subsidi BBM dan subsidi listrik. Subsidi non energi terdiri dari subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, PSO, kredit program, subsidi minyak goreng, subsidi kedele, subsidi pajak yang digolongkan dalam subsidi non-energi. Anggaran subsidi untuk energi lebih besar dibandingkan subsidi nonenergi. Rata-rata 80% anggaran subsidi merupakan subsidi untuk energi, dan sebesar 70% dari anggaran subsidi energi dianggarkan untuk subsidi BBM. Subsidi energi juga menyebabkan ketidaksetaraan, karena lebih besar memberikan keuntungan kepada kelompok berpenghasilan tinggi yang merupakan konsumen energi terbesar. Rata-rata 20 persen dari rumah tangga berpenghasilan tertinggi di Negara berpenghasilan rendah menangkap 43 persen dari subsidi BBM. (IMF, 2013). Sejalan dengan Hasil dari Susenas 2007 menunjukkan bahwa 70 persen dari subsidi BBM dinikmati oleh 40 persen rumah tangga menengah ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian subsidi BBM cenderung memperburuk distribusi pendapatan. Sejak awal tahun 2005, Pemerintah telah melakukan penyesuaian harga BBM tiga kali (Maret dan Oktober 2005, serta Mei 2008). Penyesuaian harga BBM tersebut bukan hanya ditujukan untuk mengatasi masalah defisit APBN, tetapi juga sebagai instrumen yang efektif untuk memperbaiki distribusi pendapatan. Kenaikan harga BBM atau pengurangan subsidi kenyataannya tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Implikasi penting dari fakta tersebut, pengurangan subsidi BBM akan memberikan dampak positif terhadap perbaikan distribusi pendapatan, terlepas dari bagaimana kemudian penghematan BBM digunakan. Kebijakan Pemerintah menetapkan bahwa dana penghematan BBM yang bersumber dari pengurangan subsidi BBM dialokasikan kepada pos bantuan sosial dan infrastruktur, yang benefitnya dinikmati oleh keluarga miskin. Penghematan anggaran sebagai akibat kenaikan harga BBM terutama digunakan untuk program proteksi keluarga miskin dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT). Dampak penyesuaian harga BBM memungkinkan Pemerintah untuk meningkatkan anggaran pendidikan, program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Anggaran sektor kesehatan juga mengalami peningkatan yang signifikan, dan sebagian besar kenaikan ini digunakan untuk membiayai program Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin. Sama hal dengan subsidi BBM, Analisis lebih lanjut untuk subsidi tarif dasar listrik pada kelompok rumah tangga menunjukkan bahwa subsidi listrik makin regresif. Subsidi makin banyak dinikmati oleh kelompok rumah tangga bukan miskin dibandingkan kelompok yang miskin. Besarnya subsidi listrik menghilangkan akses rumah tangga miskin untuk mendapatkan listrik, karena
31
alternatif sumber energi makin mahal. Anggaran subsidi pupuk berdasarkan Sensus Ekonomi 2003, kepemilikan tanah pertanian pangan makin timpang, sehingga diperkirakan bahwa sebagian besar subsidi dinikmati oleh petani pemilik tanah, yang sebagian besar bukan keluarga miskin. Akibatnya, peningkatan subsidi pupuk akan memperburuk distribusi pendapatan. Kebijakan Subsidi secara teori dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dalam jengka pendek, akan tetapi dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah. Tujuan pemerintah dalam jangka panjang secara berkala anggaran subsidi terus disesuaikan dengan keadaan perekonomian. Penggurangan anggaran subsidi harus dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan bukan hanya pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pemerataan distribusi pendapatan. Upaya pemerintah memberikan subsidi akan menyebabkan ketergantungan masyarakat kepada anggaran tersebut. Kenaikan harga akibat pengurangan anggaran subsidi akan memberikan dampak sosial yang besar pada masyarakat. Pengurangan subsidi menyebabkan harga naik dan berdampak kepada komoditas lain sehingga terjadi inflasi. Terjadinya inflasi memberikan dampak sosial akibat masyarakat semakin tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup yang lebih pokok. Transfer Daerah Anggaran belanja pemerintah untuk transfer ke daerah dalam kurun waktu 30 tahun tidak terlihat adanya penurunan anggaran, akan tetapi terjadi perubahan laju peningkatan anggaran mulai tahun 2001 menjadi lebih besar meningkat sampai tahun 2012. Peningkatan ini terkait dengan adanya kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah yang mulai ditetapkan pada tahun 2001. Menunjukan upaya pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Setiap daerah memiliki keunggulan komparatif, regulasi ini akan meningkatkan potensi masing-masing daerah yang memiliki perbedaan tersebut. Dalam jangka pendek hal ini menujukan pengaruh yang positif, bagaimana peningkatan anggaran trasfer ke daerah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Variabel anggaran pemerintah untuk transfer ke daerah memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 2.324 persen. Setiap peningkatan anggaran pemerintah sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2.324 persen. Teori ekonomi menjelaskan anggaran pemerintah untuk transfer ke daerah memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penetapan kebijakan desentralisasi fiskal melalui anggaran transfer daerah menyebabkan meningkatnya konsentrasi masing-masing daerah dalam mengelola dan mengembangkan potensi daerah. Terjadi persaingan antar daerah dengan penetapan kebijakan tersebut menyebabkan semakin dinamisnya perekonomian daerah. Persaingan dalam menarik investor, imigrasi penduduk, persaingan komoditas yang lebih kompetitif, termasuk persaingan untuk mendapatkan dana dari pusat yang lebih besar. Persaingan ini tentunya akan meningkatkan produksi masing-masing daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan desentralisasi ini meningkatkan keinginan setiap daerah untuk mengelola keuangan secara mandiri dengan pemekaran wilayah dan semakin memperluas pintu untuk melakukan penyelewengan dana dari oknum yang tidak bertanggung jawab.
32
Investasi Swasta Variabel Investasi swasta berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1.07 persen, dapat dikatakan dengan meningkatnya investasi swasta yang ditanamkan di Indonesia sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1.07 persen. Teori ekonomi menjelaskan investasi swasta memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Besarnya investasi yang masuk mempercepat proses pembangunan baik dalam infrastruktur, penciptaan lapangan pekerjaan, meningkatkan kualistas sumberdaya manusia, dan transfer teknologi. Dalam jangka pendek meningkatnya investasi merupakan modal langsung dalam pembangunan seperti pembangunan pabrik manufaktur yang meningkatkan lapangan pekerjaan. Infrastruktur jalan atau jembatan yang mendukung industri. Penyediaan faktor-faktor produksi seperti alat-alat berat berupa mesin industri. Investasi swasta tersebut akan meningkatkan output dari sistem produksi. Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja pada suatu daerah dipengaruhi oleh proses demografi penduduk. Proses ini dipengaruhi oleh keadaan alam, minat migrasi, dan ketimpangan dari kepadatan penduduk. Krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan terjadinya PHK dimana-mana, hal ini meningkatkan jumlah pengangguran pada saat itu. Perusahaan juga banyak yang bangkrut akibat tidak dapat bertahan dalam krisis, menutup lapangan pekerjaan pada masyarakat. Bencana alam besar di Aceh tahun 2004, kemudian gempa Jogja dan Papua tahun 2006 juga menyebabkan berkurangnya jumlah tenaga kerja. Tidak hanya menelan korban jiwa dalam jumlah yang besar, tetapi juga membuat kegiatan perekonomian lumpuh akibat kerusakan yang dialami, dengan rusaknya lapangan usaha masyarakat yang ada. Peningkatan jumlah faktor produksi tenaga kerja dapat meningkatkan produktifitas dalam jangka pendek. Model jangka pendek menunjukan variabel tenaga kerja memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengaruh tersebut ditunjukan dengan besar koefisien variabel 1,459, apabila terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,459 persen. Terdapat titik maksimum peningkatan tenaga kerja dapat meningkatkan produktifitas, dengan melewati titik tersebut penambahan tenaga kerja tanpa peningkatan faktor produksi lain akan menurunkan produktifitas atau inefisiensi produksi. Model jangka panjang menunjukan tenaga kerja tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Produksi lebih diarahkan kepada faktor produksi yang padat modal dengan menciptakan teknologi produksi yang lebih tinggi. Meningkatnya informasi dan teknologi menyebabkan industri saat ini dan masa depan merupakan industri yang padat modal, dengan kata lain mesin-mesin industri menggantikan sebagian besar peran pekerja dalam proses produksi. Beberapa penelitian mengatakan bahwa investasi berpengaruh negatif terhadap tenaga kerja, hal ini karena sebagian besar bentuk investasi kepada industri padat modal. Oleh karena itu diarahkan berbagai program pemerintah untuk meningkatkan inovasi dalam wirausaha. Program-program pemerintah juga harus mendorong usaha kecil menengah untuk dapat berkembang dalam persaingan global, karena usaha tersebut dapat menyediakan lapangan pekerjaan.
33
Inflasi Peningkatan harga secara agregat dalam jangka pendek dapat mengurangi konsumsi masyarakat. Dalam jangka pendek tingkat inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Besarnya pengaruh tingkat inflasi pada pertumbuhan ekonomi sebesar 0.204 persen, dapat juga dikatakan bahwa apabila tingkat inflasi meningkat sebesar 1 persen maka pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan turun sebesar 0,204 persen. Secara teori, tingkat inflasi akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Apabila terjadi peningkatan yang signifikan dari inflasi maka akan menyebabkan krisis ekonomi. Krisis tersebut apabila kemudian dihadapkan dengan pendapatan masyarakat dalam rupiah yang tetap, berimbas pada kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Utang luar negeri dalam rupiah melonjak karena adanya kemerosotan nilai tukar rupiah, harga BBM/tarif listrik naik, tarif angkutan naik, perusahaan tutup atau mengurangi produksinya karena tidak bisa menjual barangnya dan beban utang yang tinggi, dan Pemberhentian Hak Kerja (PHK) terjadi di mana-mana, dan pemerintah sulit untuk menutup APBN. Belanja Barang Peningkatan Belanja barang tidak terlepas dengan perkembangan jumlah dan jenis kegiatan yang membutuhkan dukungan pembiyaan operasional dan pemeliharaan, seperti reorganisasi dan pemekaran satuan kerja, pembukaan kantor baru perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Sejalan dengan semakin besar upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan publik termasuk dalam hal birokrasi semestinya semakin meningkat produktifitas masyarakat. Saat ini, birokrasi belum banyak mengalami perubahan mendasar. Banyak permasalahan yang dihadapi pada masa-masa sebelumnya, belum terselesaikan. Pemberian pelayanan publik yang bermutu dan penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur penyalahgunaan kekuasaan adalah sedikit dari sasaran pembangunan yang belum dapat dicapai. Permasalahan ini makin meningkat kompleksitasnya dengan terjadinya perubahan besar terutama yang disebabkan oleh desentralisasi, demokratisasi, globalisasi dan revolusi teknologi informasi World Bank, dalam World Development Report 2004, memberikan stigma bahwa layanan publik di Indonesia sulit diakses oleh orang miskin, dan menjadi pemicu ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang pada akhirnya membebani kinerja ekonomi makro yaitu membebani publik (masyarakat). Terjadi ketimpangan distribusi pendapatan dan ketimpangan dalam kesempatan usaha pada masyarakat, karena ditutup oleh pelayanan pemerintah yang sulit diakses. Pembayaran Cicilan dan Bunga Utang Anggaran pembayaran cicilan dan bunga utang dalam APBN merupakan tanggung jawab pemerintah, dan termasuk dalam anggaran rutin yang sudak memiliki ketetapan perjajian. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perkembangan realisasi pembayaran bunga utang dalam kurun waktu tersebut. Pertama, perkembangan indikator ekonomi makro terutama tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI 3 bulan) dan nilai tukar rupiah. Kedua, kebijakan dalam pengelolaan utang, seperti penerbitan Surat Utang Negara (SUN), dan debt buyback serta debt switching yang berpengaruh pada beban bunga utang dalam
34
negeri. Ketiga, moratorium bunga utang luar negeri yang diberikan negara-negara kreditur berkaitan dengan rehabilitasi dan rekonstruksi NAD dan Nias pasca bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami. Faktor-faktor tersebut merupakan cara pemerintah dalam menutupi defisit anggaran yang dibiayai dengan utang, sedangkan dalam proses pembayaran pokok dan bunga utang tersebut menjadi beban pada APBN. Beban tersebut menyebabkan ketidakleluasaan pemerintah dalam meningkatkan anggaran yang lebih produktif. Dari output terlihat bahwa koefisien et signifikan secara statistik. Ini berarti bahwa model spesifikasi ECM adalah valid. Nilai koefisien et sebesar 1.085 menunjukan bahwa fluktuasi keseimbangan jangka pendek akan dikoreksi menuju keseimbangan jangka panjang, dimana sekitar 10.85 persen proses adjusment-nya terjadi pada bulan tahun pertama (merupakan data pertahun) dan 89.15 persen proses adjusment terjadi pada tahun-tahun selanjutnya. Nilai koefisien error corection term (et) sebesar -1.085 menunjukan bahwa disekuibrium periode sebelumnya terkoreksi pada periode sekarang sebesar 1.085 persen. Error correction term menunjukan seberapa cepat ekuilibruim tercapai kembali ke keseimbangan jangka panjang.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Realisasi anggaran belanja pemerintah yang paling berfluktuatif adalah anggaran subsidi karena sangat mengikuti harga minyak mentah dunia. Transfer daerah merupakan anggaran belanja pemerintah yang paling besar, anggaran ini terus meningkat mulai tahun 2000 sejak adanya kebijakan otonomi daerah. Perkembangan belanja barang dan belanja modal pemerintah terus meningkat, akan tetapi mulai tahun 2005 realisasi belanja modal lebih besar meningkat dibandingkan belanja barang. Realisasi investasi swasta berfluktuatif karena dipengaruhi oleh krisis pada perekonomian dunia yang mempengaruhi minat berinvestasi. Melihat dari hasil pengolahan dan estimasi menggunakan alat analisis ECM model, dapat disimpulkan bahwa tidak semua kebijakan anggaran belanja yang dianggarkan oleh pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Terdapat variabel yang berpengaruh tidak sesuai dengan teori hipotesis awal penelitian. Model jangka panjang menjelaskan hanya tiga variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu investasi swasta, subsidi, dan inflasi. Sedangkan dalam model jangka pendek terdapat enam variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu investasi swasta, belanja modal, subsidi, transfer daerah, tenaga kerja, dan inflasi.
35
SARAN Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat diberikan rekomendasi berupa saran dalam upaya peningkatan peran anggaran belanja pemerintah, investasi swasta, dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yakni : 1. Pemerintah terus mengembangkan regulasi meningkatkan daya tarik swasta masuk ke Indonesia, dengan memperhatikan keseimbangan investasi dalam bentuk padat modal ataupun investasi padat karya agar tidak menggeser peran tenaga kerja. 2. Meningkatkan anggaran belanja modal yang dapat berpengaruh dalam ekonomi jangka panjang yaitu peningkatan dalam pendidikan, infrastruktur jangka panjang, peningkatan SDM, informasi dan teknologi. 3. Mengurangi anggaran subsidi kepada masyarakat secara bertahap dan mengalihkan anggaran pada pembangunan infrastruktur atau belanja modal pemerintah yang lebih produktif. Hal ini akan meningkatkan produktifitas dan kemandirian masyarakat, serta menjaga keadaan lingkungan hidup dalam jangka panjang. 4. Pemerintah menciptakan program-program pengembangan lapangan pekerjaan, pelatihan dan pendidikan untuk berwirausaha kepada masyarakat agar membuka lapangan pekerjaan lebih luas. 5. Penelitian dapat dikembangkan terkait perkembangan anggaran transfer daerah terus meningkat seiring berkembanganya kapasitas fiskal daerah dalam Dana Alokasi Umum terhadap beban APBN.
DAFTAR PUSTAKA Biro Komunikasi Dan Layanan Informasi Departemen Keuangan. APBN 2012 Perpaduan Hasil Kerja Keras Menghimpun Penerimaan Dan Upaya Bijak Membangun Indonesia Sejahtera Dan Berkeadilan. Jakarta : Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Candra EW. 2012. Analisis Peranan Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja Dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-2010. [Jurnal Ilmiah]. Malang : Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Univeritas Brawijaya Depatemen Perdagangan Republik Indonesia. 2010 . Pelayanan Publik, Good Governance, dan AAUPB Dalam Diskresi. [itjen-depdagri.go.id] Direktorat Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan . 1982 . Nota Keuangan 1982 dan RAPBN 1983. Jakarta : Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan. 1985. Nota Keuangan Republik Indonesia Tahun 1985. Jakarta :Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan. 1998. Nota Keuangan 1998 dan RAPBN 1999. Jakarta : Kementrian Keuangan Republik Indonesia
36
Direktorat Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan. 2004 . Nota Keuangan 2004 dan RAPBN 2005. Jakarta : Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan. 2008 . Nota Keuangan 2008 dan RAPBN 2009. Jakarta : Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan. 2012 . Nota Keuangan 2012 dan RAPBN 2013. Jakarta : Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan. Kajian Terhadap Reformasi Kebijakan Subsidi : Subsidi BBM. Jakarta : Kementrian Keuangan Republik Indonesia IMF. 2013 . IMF Calls for Global Reform of Energy Subsidies: Sees Major Gains for Economic Growth and the Environment. [ www.imf.org] Juanda, Bambang. 2012. Ekonometrika Deret Waktu : Teori dan Aplikasi. Bogor : IPB Press Kweka, J. P. Dan O. Morissey. 2000. Government Spending and Economic Growth in Tanzania, 1965-1996. Credit Reserch Paper, 00/6:1-37 Malau CM. 2005. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. [Skripsi]. Medan : Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara Mankiw NG. 2005. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. Jakarta : Erlangga Mangkoesoebrata, G. 1993. Ekonomi publik . Yogyakarta : BPFE. Edisi ketiga Rachmadi AL. 2013. Analisis Pengaruh Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia studi kasus tahun 2001-2011. Jurnal Ilmiah Rustiono D. 2008. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Tengah. [Tesis]. Semarang : Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Univesitas Dipenogoro Todaro MP, Stephen CS. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan. Hendri Yelfi [Penerjemah]. Jakarta: Erlangga. Utami D. 2007. Analisis Pengaruh Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran. Pembangunan Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. [Skripsi]. Bogor : Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Wardana A. 2004. Economic Reform In Indonesia : The Transition From Resource Dependence to International Compititiveness. Di dalam : Heru Subiayantoro, PH.D, Dr. Singgih Riphat, APU. Kebijakan Fiskal Pemikiran, Konsep, dan Implementasi. Jakarta : Kompas. Hlm 13-31 Worl Bank. 2003 . World Development Report 2004 "Making "Services Work For Poor People". [www.wdronline.worldbank.org]
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1 Data Investasi Swasta, Anggaran Belanja Pemerintah Berdasarkan Jenis, Tenaga Kerja, Laju Inflasi Variabel Pertumbuhan Ekonomi
Tahun 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
0.011 0.084 0.072 0.035 0.060 0.053 0.064 0.091 0.090 0.089 0.072 0.073 0.075 0.084 0.076 0.047 -0.131 0.008 0.049 0.036 0.045 0.048 0.050 0.057 0.055 0.063 0.060 0.046 0.062 0.065 0.067
Tenaga kerja (Ribu Pekerja) 5.491 6.998 6.395 2.933 4.030 6.407 4.205 4.404 7.580 7.334 3.930 8.316 8.370 8.636 8.819 8.960 2.923 1.785 8.400 11.397 9.193 4.593 5.998 10.586 10.639 10.994 11.195 11.383 11.653 11.737 12.042
Tingkat Inflasi 0.095 0.118 0.105 0.047 0.058 0.093 0.080 0.064 0.078 0.094 0.075 0.097 0.085 0.094 0.080 0.062 0.584 0.205 0.037 0.115 0.119 0.066 0.062 0.105 0.131 0.064 0.098 0.048 0.051 0.054 0.053
Investasi Swasta (Miliar Rupiah) 5.530,2 13.741,8 3.459,9 1.030,3 9.099,1 12.243,6 12.724,0 16.739,7 71.691,5 55.532,9 50.989,5 56.577,7 105.696,1 129.682,9 170.807,7 218.291,6 196.570,2 139.095,7 229.285,8 213.401,0 117.356,6 172.376,1 78.264,8 182.021,8 306.188,7 526.213,6 164.601,1 150.170,9 208.018,8 246.792,1 148.167,5
Belanja Barang 1.952 2.196 4.704 4.870 5.162 6.759 8.685 9.067 8.877 10.918 13.509 13.785 14.157 14.184 20.009 32.849 51.966 35.148 19.210 19.862 25.554 28.843 32.798 33.060 55.992 54.511 55.964 80.668 97.597 142.829 138.482
Anggaran Belanja Pemerintah (Miliar Rupiah) Pembayaran Belanja Modal cicilan dan Transfer Daerah Bunga Utang 2.277 648 722,7 3.807 745 913 4.384 1.238 2.489 5.632 3.323 2.649 2.811 5.058 2.815 1.892 8.204 3.011 2.446 11.040 3.577 3.896 11.924 3.887 6.748 12.816 4.376 8.799 12.838 5.383 10.220 14.524 6.909 12.546 17.163 6.875 12.291 18.402 7.729 12.452 22.109 8.834 13.066 27.491 9.392 13.811 29.697 13.085 13.507 66.236 13.085 16.446 42.909 29.936 19.444 50.068 33.075 20.697 87.142 81.055 24.119 87.667 98.204 43.657 65.351 120.314 69.400 62.486 129.712 61.101 57.651 150.516 54.952 82.495 220.850 64.289 79.806 253.263 72.773 88.430 292.434 75.871 93.782 308.585 80.287 88.383 344.728 140.953 106.584 378.419 168.126 123.072 470.410
Subsidi 1.006 659 363 1.231 641 1.271 471 1.201 3.748 1.643 1.391 2.306 2.295 2.066 3.335 17.377 57.598 65.916 62.746 77.444 43.628 43.899 91.530 120.708 107.627 150.214 275.292 138.082 192.707 237.195 208.850
39
Lampiran 2 Residual Test Null Hypothesis: ET has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.227220 -4.296729 -3.568379 -3.218382
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(ET) Method: Least Squares Date: 05/23/13 Time: 12:37 Sample (adjusted): 1983 2012 Included observations: 30 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
ET(-1) C @TREND(1982)
-1.064826 0.485372 -0.024595
0.170995 0.476027 0.026819
-6.227220 1.019630 -0.917076
0.0000 0.3170 0.3672
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.592845 0.562685 1.270873 43.60820 -48.17887 19.65688 0.000005
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.114771 1.921786 3.411925 3.552045 3.456750 1.657324
40
Lampiran 3 Model Jangka Panjang Dependent Variable: GDP Method: Least Squares Date: 05/23/13 Time: 12:27 Sample: 1982 2012 Included observations: 31 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNCAPITAL LNGOODS LNDEBT LNSUBSIDIES LNTRANSFER LNINV LNLABOUR INF
-4.776344 0.923025 -0.646495 -0.159787 -1.876685 1.007197 0.977462 0.968628 -0.271090
7.830310 0.964366 0.969732 0.809116 0.489762 0.937457 0.500212 0.905641 0.043858
-0.609982 0.957131 -0.666674 -0.197483 -3.831828 1.074393 1.954097 1.069550 -6.181062
0.5481 0.3489 0.5119 0.8453 0.0009 0.2943 0.0635 0.2964 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.883468 0.841093 1.586584 55.37944 -52.98052 20.84875 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
5.343548 3.980080 3.998743 4.415062 4.134453 1.941149
41
Lampiran 4 Breusch-Goldfrey Serial LM Test (Uji Autokorelasi) Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.505440 4.299030
Prob. F(2,18) Prob. Chi-Square(2)
0.2486 0.1165
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 05/23/13 Time: 12:44 Sample: 1983 2012 Included observations: 30 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LNCAPITAL) D(LNGOODS) D(LNDEBT) D(LNSUBSIDIES) D(LNTRANSFER) D(LNINV) D(LNLABOUR) D(INF) ET(-1) RESID(-1) RESID(-2)
0.133636 -0.384431 -0.603047 -0.582217 0.157348 0.521943 -0.323295 0.144796 0.026437 -0.436688 0.794419 -0.025346
0.475466 1.042916 1.235688 1.206468 0.418522 1.135461 0.444950 0.583358 0.032859 0.325493 0.486707 0.257578
0.281063 -0.368612 -0.488025 -0.482580 0.375961 0.459675 -0.726587 0.248212 0.804553 -1.341620 1.632234 -0.098403
0.7819 0.7167 0.6314 0.6352 0.7113 0.6513 0.4768 0.8068 0.4316 0.1964 0.1200 0.9227
0.143301 -0.380237 1.282921 29.62594 -42.37995 0.273716 0.983598
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
-2.60E-16 1.092001 3.625330 4.185809 3.804632 2.004755
42
Lampiran 5 Arch Test (Uji Heteroskedastisitas) Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.058881 0.063105
Prob. F(1,27) Prob. Chi-Square(1)
0.8101 0.8017
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 05/23/13 Time: 12:43 Sample (adjusted): 1984 2012 Included observations: 29 after adjustments Variable C RESID^2(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
1.085129 0.047167
0.353731 0.194380
3.067664 0.242653
0.0049 0.8101
0.002176 -0.034780 1.439407 55.94110 -50.67577 0.058881 0.810108
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1.141350 1.415010 3.632812 3.727108 3.662344 1.946167
43
Lampiran 6 Ramsey RESET Test (Uji Linearitas) Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio
0.111960 0.176260
Prob. F(1,19) Prob. Chi-Square(1)
0.7416 0.6746
Test Equation: Dependent Variable: D(GDP) Method: Least Squares Date: 05/23/13 Time: 12:42 Sample: 1983 2012 Included observations: 30 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LNCAPITAL) D(LNGOODS) D(LNDEBT) D(LNSUBSIDIES) D(LNTRANSFER) D(LNINV) D(LNLABOUR) D(INF) ET(-1) FITTED^2
-0.365642 2.501944 -1.118553 -0.344712 -1.783644 2.210247 1.070300 1.577960 -0.270540 -1.086195 0.001897
0.520297 1.072003 1.360306 1.206072 0.432903 1.191835 0.406334 0.697893 0.034593 0.200500 0.005668
-0.702756 2.333897 -0.822280 -0.285814 -4.120194 1.854490 2.634040 2.261034 -7.820632 -5.417435 0.334604
0.4907 0.0307 0.4211 0.7781 0.0006 0.0793 0.0164 0.0357 0.0000 0.0000 0.7416
0.945721 0.917153 1.345146 34.37892 -44.61185 33.10444 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.186667 4.673389 3.707457 4.221229 3.871817 1.586488
44
Lampiran 7 Uji Normalitas
9
Series: Residuals 8
Sample 1983 2012 Observations 30
7 6 5 4
Mean
-2.60e-16
Median
-0.179191
Maximum
1.891290
Minimum
-2.268899
Std. Dev. Skewness
3
1.092001 -0.010621
Kurtosis
2.409225
Jarque-Bera
0.436832
Probability
0.803791
2 1 0 -2.5
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
45
Lampiran 8 Model Jangka Pendek (Model ECM) Dependent Variable: D(GDP) Method: Least Squares Date: 05/23/13 Time: 12:40 Sample (adjusted): 1983 2012 Included observations: 30 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LNCAPITAL) D(LNGOODS) D(LNDEBT) D(LNSUBSIDIES) D(LNTRANSFER) D(LNINV) D(LNLABOUR) D(INF) ET(-1)
-0.308775 2.472578 -1.336122 -0.401740 -1.760623 2.324513 1.077301 1.459714 -0.264603 -1.085745
0.480716 1.044415 1.168010 1.167160 0.417804 1.116225 0.396684 0.588294 0.029029 0.195994
-0.642324 2.367428 -1.143931 -0.344203 -4.213989 2.082478 2.715769 2.481269 -9.115254 -5.539698
0.5280 0.0281 0.2662 0.7343 0.0004 0.0503 0.0133 0.0221 0.0000 0.0000
0.945401 0.920832 1.314943 34.58150 -44.69998 38.47881 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.186667 4.673389 3.646665 4.113731 3.796084 1.588392
46
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Adrian Prama Arta Warat Wator lahir di Depok pada tanggal 18 Juli 1991. Penulis merupakan anak pertama dari dari tiga bersaudara dari pasangan Yoseph Marton Ata Wator dan Heni Irianti. Pada tahun 1998 penulis terdaftar sebagai siswa SDN Beji 06 Depok dan tamat pada tahun2003. Se-tamat dari SD, penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 2 Depok. Pada tahun 2006 penulis meneruskan pendidikannya ke SMA Negeri 5 Depok. Setelah tamat SMA pada tahun 2009, penulis menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu kuliah di Institut Pertanian Bogor lewat jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima untuk mengikuti program strata-1 di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Bogor. Selama masa perkuliahan penulis aktif pada organisasi pencinta alam KAREMATA FEM IPB. Kepala divisi Climbing periode 2011-2012, ketua pelaksana Diklatsar Karemata tahun 2012, Ketua pelaksana Napak Tilas Pendakian bersama Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) tahun 2011. Pernah meraih prestasi dalam bidang olahraga Juara tiga futsal KotaDepok tahun 2006. Juara tiga sepakbola Sportakuler 2010, Juara satu Futsal Sportakuler 2011, juara 1 Atletik Estafet 1600 meter putra Sportakuler 2011, dan Juara dua Futsal Sportakuler 2012. Juara satu Futsal IE Cup Periode 2012 dan 2013. Juara satu Futsal Mapala Kota Bogor 2011.