VOL. 3, NO. 3, NOPEMBER 2009
JEB VOL. 3, NO. 3, NOVEMBERI 2009: 167-237
PENGARUH PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN JUST IN TIME TERHADAP KINERJA OPERASIONAL DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF Agung Utama dan Fahmy Radhi ASPEK KESEIMBANGAN PASAR PADA FENOMENA KENAIKAN TIKET ANGKUTAN UMUM KERETA API PADA MASA LEBARAN TAHUN 2009 Rudy Badrudin dan Ina Hamsinah MODEL PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN HOME INDUSTRY SEPATU/SANDAL MELALUI PENINGKATAN MODAL, KETERAMPILAN, DAN PERLUASAN PASAR DI KEMASAN KRIAN SIDOARJO Didin Fatihudin, Noto Adam, Misrin Hariyadi, dan Iis Holisin PENGARUH DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Algifari KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI SEBAGAI PEMBENTUK PORTOFOLIO SAHAM Rowland Bismark Fernando Pasaribu FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN NASABAH DALAM PENGGUNAAN AUTOMATIC TELLER MACHINE (ATM) BERSAMA PADA PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO), TBK SURABAYA Lya Dwi Astutik dan Nur Fadjrih Asyik
VOL. 3
NO. 3
Hal 167-237
November 2009
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 3, No. 3, November 2009
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) EDITOR IN CHIEF Djoko Susanto STIE YKPN Yogyakarta EDITORIAL BOARD MEMBERS Baldric Siregar STIE YKPN Yogyakarta
Soeratno Universitas Gadjah Mada
Dody Hapsoro STIE YKPN Yogyakarta
Wisnu Prajogo STIE YKPN Yogyakarta MANAGING EDITORS Sinta Sudarini STIE YKPN Yogyakarta EDITORIAL SECRETARY Rudy Badrudin STIE YKPN Yogyakarta
PUBLISHER Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1406 Fax. (0274) 486155 EDITORIAL ADDRESS Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 Fax. (0274) 486155 http://www.stieykpn.ac.id O e-mail:
[email protected] Bank Mandiri atas nama STIE YKPN Yogyakarta No. Rekening 137 – 0095042814
Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB) terbit sejak tahun 2007. JEB merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN) Yogyakarta. Penerbitan JEB dimaksudkan sebagai media penuangan karya ilmiah baik berupa kajian ilmiah maupun hasil penelitian di bidang ekonomi dan bisnis. Setiap naskah yang dikirimkan ke JEB akan ditelaah oleh MITRA BESTARI yang bidangnya sesuai. Daftar nama MITRA BESTARI akan dicantumkan pada nomor paling akhir dari setiap volume. Penulis akan menerima lima eksemplar cetak lepas (off print) setelah terbit. JEB diterbitkan setahun tiga kali, yaitu pada bulan Maret, Juli, dan Nopember. Harga langganan JEB Rp7.500,- ditambah biaya kirim Rp12.500,- per eksemplar. Berlangganan minimal 1 tahun (volume) atau untuk 3 kali terbitan. Kami memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam mengarsip karya ilmiah dalam bentuk electronic file artikel-artikel yang dimuat pada JEB dengan cara mengakses artikel-artikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta (http://www.stieykpn.ac.id).
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 3, No. 3, November 2009
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
MITRA BESTARI
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) Editorial JEB menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada MITRA BESTARI yang telah menelaah naskah sesuai dengan bidangnya. Berikut ini adalah nama dan asal institusi MITRA BESTARI yang telah melakukan telaah terhadap naskah yang masuk ke editorial JEB selama tahun 2009 (Vol. 3, No. 1, Maret 2009; Vol. 3, No. 2, Juli 2009; dan Vol. 3, No. 3, Nopember 2009). Agus Suman Universitas Brawijaya
Harsono Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Akhmad Makhfatih Universitas Gadjah Mada
Hartono Universitas Sebelas Maret
Bagus Santoso Universitas Gadjah Mada
J. Sukmawati Sukamulja Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Basu Swastha Dharmmesta Universitas Gadjah Mada
Lincolin Arsyad Universitas Gadjah Mada
Catur Sugiyanto Universitas Gadjah Mada
Mudrajad Kuncoro Universitas Gadjah Mada
Edy Suandi Hamid Universitas Islam Indonesia
Ritha Fatimah Dalimunthe Universitas Sumatra Utara
Sugiyanto Universitas Diponegoro
Maryatmo Universitas Atma Jaya Yogyakarta
HM. Wahyuddin Universitas Muhammadiyah Surakarta
Tandelilin Eduardus Universitas Gadjah Mada
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 3, No. 3, November 2009
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
DAFTAR ISI
PENGARUH PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN JUST IN TIME TERHADAP KINERJA OPERASIONAL DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF Agung Utama Fahmy Radhi 167-174 ASPEK KESEIMBANGAN PASAR PADAFENOMENAKENAIKAN TIKETANGKUTAN UMUM KERETAAPI PADA MASA LEBARAN TAHUN 2009 Rudy Badrudin Ina Hamsinah 175-185 MODEL PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN HOME INDUSTRY SEPATU/SANDAL MELALUI PENINGKATAN MODAL, KETERAMPILAN, DAN PERLUASAN PASAR DI KEMASAN KRIAN SIDOARJO Didin Fatihudin Noto Adam, Misrin Hariyadi, dan Iis Holisin 187-191 PENGARUH DEFISITANGGARAN PEMERINTAH TERHADAPPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Algifari 193-201 KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI SEBAGAI PEMBENTUK PORTOFOLIO SAHAM Rowland Bismark Fernando Pasaribu 203-223 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN NASABAH DALAM PENGGUNAAN AUTOMATIC TELLER MACHINE (ATM) BERSAMA PADA PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO), TBK SURABAYA Lya Dwi Astutik Nur Fadjrih Asyik 225-237
PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN ....................... (Agung Utama dan Fahmy Radhi)
Vol. 3, No. 3 November 2009 Hal. 167-174
ISSN: 1978-3116
J URNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN JUST IN TIME TERHADAP KINERJA OPERASIONAL DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF Agung Utama Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Jalan SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur, Yogyakarta 55283 Telepon +62 274 486733, 486402, Fax +62 274 486188
Fahmy Radhi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Jalan Humaniora Nomor 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 548510 – 548515, Fax. +62 274 563212 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT
PENDAHULUAN
The main objective of this study is to examine the effect of TQM and JIT practices on manufacturing plant performance and competitive advantage. Manufacturing companies received either ISO 9000 or ISO 14000 scattered in the geographical area of Java Island are selected purposively as the sample. A number of 60 completed questionnaires are examined with regression analysis to test proposed hypotheses. The results indicate that TQM practices and JIT practices significantly improve organizations performance. Three of four TQM dimensions employed in this study, including management of process quality, human resources management, and information and analysis are significantly improve organizational performance. Similar case occurs to three JIT dimensions including kanban control system, lot size reduction and JIT scheduling are significantly improve organizations performance. The results confirm several previous studies that plant performance significantly improve competitive advantage.
Dalam menghadapi persaingan global, setiap perusahaan dituntut untuk selalu meningkatkan keunggulan kompetitif, baik di pasar domestik maupun di pasar global. Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif, banyak perusahaan menerapkan berbagai model manajemen, di antaranya: Total Quality Management (TQM) dan Just in Time (JIT) (Ramarapu et al. 1994). Berbagai literatur menyatakan bahwa TQM dan JIT merupakan dua praktIk manajemen yang komplementer dan memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan penerapan secara individual. Penelitian ini dilaksanakan pada industri manufaktur karena industri manufaktur merupakan industri yang terdepan dalam inisiatif kualitas (Dertouzos et al. 1989; Womack et al. 1990). Berberapa studi menyatakan bahwa keberhasilan penerapan TQM dan JIT dalam perusahaan dapat memperbaiki kualitas produk dan jasa yang dihasilkan, pengurangan biaya operasional, dan peningkatan kepuasan pelanggan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja keuangan (Kanji, 1998; Flynn et al., 1995, Golhar dan Stamm, 1991). Studi yang dilakukan oleh Kanji (1998) menyimpulkan bahwa
Keywords: TQM, JIT, Manufacturing Performance and Competitive Advantage
167
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 167-174
keberhasilan perusahaan dalam menerapkan TQM dapat menjadikan perusahaan tersebut memiliki kinerja bisnis yang lebih baik dibanding perusahaan yang tidak menerapkan TQM. Hasil studi Flynn et al. (1995) mengemukakan bahwa perusahaan yang menerapkan TQM dan JIT mampu meningkatkan kinerja kualitas produk yang dihasilkan melalui perbaikan kualitas input dan proses. Dalam industri manufaktur, JIT berperan dalam mengurangi biaya persediaan dan dapat memperbaiki tingkat layanan konsumen melalui levelled production, pengurangan set up time, serta lot sizes. Demikian pula studi yang dilakukan oleh Golhar dan Stamm (1991), menyimpulkan bahwa penerapan JIT memberikan manfaat pengurangan biaya persediaan, meningkatkan produktifitas, dan kualitas produk yang lebih baik. Namun, beberapa hasil studi menunjukan adanya keraguan terkait dengan berbagai manfaat yang diperoleh oleh perusahaan yang menerapkan TQM maupun JIT (Filippini, 1997; Taylor dan Baker, 1994; Mc Kinsey, 1992). Studi yang dilakukan Filippini (1997) menyatakan bahwa meskipun penerapan TQM diakui sebagai model manajemen yang dapat memperbaiki kualitas dan meningkatkan kinerja perusahaan yang diukur dengan profit dan market share, tetapi tingkat keberhasilan penerapannya relatif rendah. Tingkat kegagalan penerapan TQM tersebut mencapai hingga 95%. Mc Kinsey (1992), yang meneliti beberapa perusahaan yang menerapkan TQM, menyatakan bahwa 2/3 perusahaan yang diteliti telah menghentikan penerapan TQM karena tidak memberikan kontribusi seperti yang diharapkan. Bahkan (Taylor dan Baker, (1994) menyatakan bahwa selama ini belum ada kesepakatan dari beberapa hasil penelitian empiris yang menguji tingkat signifikansi pengaruh penerapan TQM terhadap kepuasan konsumen yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Demikian pula studi tentang JIT yang dilakukan oleh Flynn et al. (1997) terhadap berbagai perusahaan di Amerika dan Jepang, yang mencakup berbagai perusahaan komponen transportasi, elektronika, serta industri mesin-mesin, didapatkan temuan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan JIT dengan kinerja manufaktur. Mengingat masih terdapatnya kontroversi dari beberapa hasil penelitian tentang penerapan TQM dan
168
JIT, penelitian ini mencoba untuk meneliti pengaruh penerapan TQM dan JIT terhadap kinerja opersional dan keunggulan kompetitif perusahaan manufakturing di Indonesia. Penelitian ini merupakan pengembangan dari model penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Choi dan Eboch (1998) dengan memasukkan variabelvariabel JIT dan TQM serta keunggulan kompetitif yang dikembangkan oleh Taylor dan Baker (1994) dan Filippini (1997). Berdasarkan penjelasan tersebut, permasalahan penelitian ini dirumuskan, yaitu 1) apakah penerapan TQM dan JIT berpengaruh terhadap kinerja perusahaan? dan 2) apakah kinerja perusahaan berpengaruh terhadap keunggulan kompetitif perusahaan? MATERI DAN METODE PENELITIAN Menurut kerangka kerja Baldrige Award (Choi dan Eboch, 1998), terdapat empat area praktik manajemen dalam sistem TQM untuk melakukan perbaikan secara terus menerus serta pencapaian kinerja organisasi yang lebih baik. Keempat area praktik tersebut meliputi: management of process quality, human resources management, strategic quality planning, dan information and analysis. Beberapa penulis menyatakan bahwa praktik TQM memiliki dampak positif pada hasil kualitas dan produktivitas perusahaan (Goetsch dan Davis, 1994). Penerapan TQM mendorong pengurangan tingkat reject produk internal dan eksternal dan production down-time (Bounds et al. (1994). TQM juga mendorong perbaikan dalam total production cycle time, level of inventories, produktivitas, dan delivery lead time. Kanji (1998) menjelaskan bahwa keberhasilan perusahaan dalam menerapkan TQM dapat menjadikan perusahaan memiliki kinerja bisnis yang lebih baik. Pendapat serupa dikemukakan oleh The General Accounting Office (1991) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penerapan manajemen kualitas dengan kinerja organisasi yang diukur dengan berbagai parameter di antaranya perbaikan cycle time (Flynn et al. 1995), kualitas kinerja yang meliputi scrap, rework, dan inspection (Adam 1994), serta kualitas produk dan kinerja organisasi (Ahire 1996). Berdasarkan uraian tersebut, maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN ....................... (Agung Utama dan Fahmy Radhi)
Hipotesis 1:
Penerapan TQM berpengaruh terhadap kinerja perusahaan: Hipotesis 1a: Management of process quality berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hipotesis 1b: Human resources management berpengaruh terhadap kinerja perusahaan Hipotesis 1c: Strategic quality planning berpengaruh terhadap kinerja perusahaan Hipotesis 1d: Information and analysis berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Penerapan JIT difokuskan pada usaha pelaksanaan proses produksi tanpa ada pemborosan (Bicheno, 1991; Brown dan Mitchell, 1991) melalui penyederhanaan proses produksi. Penerapan konsepkonsep manajemen yang difokuskan pada usaha pelaksanaan proses produksi tanpa ada pemborosan atau dikenal dengan konsep JIT tersebut diterapkan melalui berbagai area atau praktik dalam organisasi. Menurut Flynn, Sakakibara, dan Schroeder (1995), terdapat empat area atau praktik manajemen organisasi dalam sistem JIT. Keempat area atau praktik tersebut meliputi: kanban control system, lot size reduction, set up time reduction, serta JIT scheduling. Berbagai literatur menyatakan bahwa JIT menghasilkan beberapa manfaat, seperti memperbaiki fleksibilitas, produktivitas, kualitas, lead time, set up time serta customer responsiveness dan tingkat persediaan (Mia, 2000). Penerapan JIT berhubungan erat dengan penurunan tingkat persediaan serta meningkatkan perputaran persediaan yang berakibat meningkatnya profitabilitas. Penerapan JIT juga mengakibatkan meningkatnya keuntungan finansial melalui penghematan biaya yang disebabkan oleh meningkatnya kualitas produk, pengurangan pemborosan, koordinasi yang lebih baik serta hubungan yang lebih erat antara pelanggan dengan pemasok (Cobb, 1993) dalam Mia (2000). Studi yang dilakukan oleh Golhar dan Stamm (1991) menemukan bukti empiris JIT memberikan manfaat pengurangan persediaan, meningkatnya produktivitas, serta kualitas produk yang lebih baik. JIT akan meningkatkan kinerja kualitas melalui perbaikan proses umpan balik serta pengungkapan permasalahan dalam perusahaan (Flynn
et al. 1995). Fokus JIT terhadap pengurangan lot sizes menyebabkan semakin baiknya proses feedback serta mengurangi potensi produk cacat yang dihasilkan yang diakibatkan oleh permasalahan-permasalahan yang mengakibatkan proses berada di luar kendali (Flynn, Sakakibara dan Schroeder (1995). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dikemukakan adalah: Hipotesis 2: Penerapan JIT memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan: Hipotesis 2a: Kanban controll system memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan Hipotesis 2b: Lot size reduction memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan Hipotesis 2c: Set up time reduction memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan Hipotesis 2d: JIT scheduling memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan yang dapat mempertahankan kinerja di atas rata-rata dalam industri atau perusahaan yang dapat menciptakan nilai (melalui produk atau jasa) bagi pelanggannya yang melebihi biaya penciptaan nilai tersebut, maka perusahaan tersebut akan mencapai keunggulan kompetitif. Beberapa studi menemukan bahwa terdapat hubungan antara kinerja perusahaan dengan keunggulan kompetitif (Sakakibara et al. 1997; Flynn et al. 1995). Kinerja perusahaan dalam penelitian tersebut diukur berdasarkan perceived quality market outcomes yang berfokus pada persepsi manajemen mengenai kualitas produk dan jasa perusahaan terhadap pelanggan, secara relatif, dibandingkan dengan pesaingnya. Penelitian ini dilakukan dengan cara mail survey kepada manajer operasi pada berbagai perusahaan manufaktur di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sampel dipilih dengan metode purposive yaitu perusahaan yang dipilih sebagai sampel penelitian adalah perusahaan yang telah menerapkan sertifikasi ISO, baik ISO 9001 maupun ISO 14000. Data perusahaan diperoleh dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Kementrian Lingkungan Hidup, Profile dan Directory of Indonesian Companies ISO Certificate. 6 th Edition tahun 2006, serta Sucofindo. Total kuesioner yang dikirimkan ke berbagai perusahaan manufaktur tersebut berjumlah 200 kuesioner. Periode pengiriman dan pengembalian kuesioner selama 2 bulan yaitu, awal bulan Juni hingga
169
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 167-174
akhir Juli 2007. Selama periode tersebut, dari sejumlah 200 kuesioner yang dikirimkan, 69 kuesioner di antaranya memberikan respon tetapi yang dapat diolah datanya hanya sejumlah 60 kuesioner sedangkan 9 kuesioner lainnya tidak diisi secara lengkap. Penerapan TQM diukur berdasarkan 31 item pertanyaan yang dikembangkan Choi dan Eboch (1998) sedangkan penerapan JIT diukur berdasarkan 12 item pertanyaan yang dikembangkan Flynn et al. (1995). Seperti halnya variabel penerapan TQM, variabel kinerja perusahaan yang diukur dengan menggunakan 7 item pertanyaan juga diadopsi dari penelitian Choi dan Eboch (1998). Keunggulan kompetitif diukur dengan menggunakan 5 item pertanyaan dikembangkan oleh Flynn, Schroeder, dan Sakakibara (1995). Seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert Likert 5 point. Model analisis dalam penelitian ini menggunakan model analisis regresi linier berganda dengan bantuan SPSS 11,5 for Windows. Model analisis regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis hipotesis 1 dan 2 yang menguji pengaruh penerapan TQM dan JIT terhadap kinerja perusahaan.
HASIL PENELITIAN Hasil analisis regresi terhadap model kinerja perusahaan sebagai fungsi dari penerapan TQM menunjukkan nilai F sebesar 4.668, signifikan pada taraf p = 0.003. Hal ini berarti bahwa dimensi-dimensi pada variabel TQM secara serempak memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya, pengujian hipotesis dengan cara menguji secara statistik masing-masing dimensi pada variabel TQM dalam model regresi tersebut menunjukkan bahwa dari keempat dimensi dalam variabel TQM ternyata hanya tiga dimensi dalam variabel TQM yang signifikan mempengaruhi kinerja perusahaan. Secara ringkas, hasil pengujian semua hipotesis dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini: Hasil analisis regresi terhadap model kinerja perusahaan sebagai fungsi dari penerapan Just In Time (JIT) menunjukkan nilai F sebesar 4.417, signifikan pada taraf p = 0.004. Dengan menggunakan taraf signifikan a = 0.05, nilai tersebut menunjukkan bahwa secara serempak dimensi-dimensi pada variabel JIT (kanban controll system, lot size reduction, set up time reduction, serta JIT scheduling) secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Secara ringkas, hasil pengujian semua hipotesis dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 1 Hasil Uji Hipotesis 1
Hipotesis
Keterangan R
H1a: Management of process quality kinerja H1b: Human resources management kinerja H1c: Strategic quality planning kinerja H1d: Information and analysis kinerja Sumber: Data primer, diolah.
Diterima Diterima Ditolak Diterima
Tabel 2 Hasil Uji Hipotesis 2
Hipotesis
Hasil R
H2a: H2b: H2c: H2d:
Kanban controll system kinerja perusahaan Lot size reduction kinerja perusahaan. Setup time reduction kinerja perusahaan. JIT scheduling kinerja perusahaan
Sumber: Data primer, diolah.
170
Diterima Diterima Ditolak Diterima
PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN ....................... (Agung Utama dan Fahmy Radhi)
PEMBAHASAN Berdasarkan pengujian, temuan untuk Hipotesis 1a ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Choi dan Eboch (1998), Lee et al. (2003) dan Shams-ur Rahman (2001). Management of process quality akan mengarahkan bagaimana proses dalam suatu organisasi didesain, dikelola, dan ditingkatkan agar dapat mencapai kinerja yang lebih baik dan bagaimana proses dalam suatu organisasi mampu menghasilkan output yang memberikan nilai lebih besar daripada inputnya (Prajogo 2003). Management of process quality akan memberikan evaluasi terhadap pendekatan sistem dalam pengendalian kualitas total produk perusahaan yang didasarkan atas process design dan control, mencakup kegiatan-kegiatan seperti orientasi pencegahan, uji kualitas, perbaikan secara berkelanjutan serta pendefinisian pekerjaan karyawan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lee dan Lee (2003) yang menemukan bahwa management of process quality, seperti pengujian sampel produk, maupun pengujian kualitas akan berakibat terhadap kemampuan perusahaan dalam mengurangi scrap level, rework, warranty cost ataupun customer complaints sehingga berakibat pada meningkatnya kinerja perusahaan. Hipotesis 1b yang menguji human resources management ditemukan bahwa variabel ini berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Choi dan Eboch (1998) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara human resources management dengan kinerja perusahaan. Hail ini juga mendukungf hasil penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara human resources management dengan quality result (Lee et al. (2003), kinerja organisasi (Samson dan Terziovski 1999), dan kinerja bisnis (Shams-ur Rahman 2001). Menurut Lee dan Lee (1991), upaya mempertahankan kualitas yang tinggi sangat tergantung pada penggunaan kemampuan dan bakat terbaik sumberdaya manusia yang dimiliki organisasi. Dalam manajemen kualitas, manajemen sumberdaya manusia akan mengarahkan organisasi dalam menciptakan dan memelihara kinerja yang tinggi serta mengembangkan sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi sehingga mampu beradaptasi dengan
perubahan lingkungan. Berdasarkan hasil pengujian Hipotesis 1d ditemukan bahwa information and analysis memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hasil uji hipotesis ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Choi dan Eboch (1998), Shams-ur Rahman (2001) dan Samson dan Terziovski (1999). Information and analysis memiliki peran dalam melakukan evaluasi bagaimana organisasi menjamin ketersediaan informasi dan data yang tepat waktu serta memiliki kualitas tinggi bagi kepentingan seluruh pengguna, misalnya karyawan, pemasok/mitra, serta pelanggan (Lee dan Lee (2003). Kualitas informasi, serta analisis informasi sangat berguna bagi perusahaan dalam memonitor kualitas dan melancarkan kegiatan organisasi (Sureshchandar et al. (2001). Information and analysis memiliki arti penting bagi perusahaan terutama dalam hal scope, validitas, serta penggunaan dan manajemen data dan informasi yang mendasari TQM. Namun, bukti empiris di industri manufaktur Indonesia tidak mendukung teori dan temuan studi yang dilakukan di negara-negara Barat. Salah satu penjelasan fenomena hal ini adalah karena biaya pengolahan informasi di Indonesia masih relatif besar. Infrastruktur teknologi di Indonesia masih relatif belum mapan sehingga sulit untuk menjalin kompatibilitas dengan pihak lain. Akibatnya, analisis informasi menjadi kegiatan yang memerlukan biaya tinggi. Berdasarkan hasil pengujian Hipotesis 2a diketahui bahwa kanban controll system berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hasil uji hipotesis ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Flynn, Sakakibara, dan Schroeder (1995) dan White, Pearson dan Wilson (1999) yang menyatakan kanban controll system memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan yang ditunjukkan oleh meningkatnya kualitas internal, kualitas eksternal, serta semakin baiknya throughput time. Kanban control system akan membantu perusahaan dalam mengendalikan persediaan dalam perusahaan melalui pengendalian persediaan ke pusat kegiatan (shop floor) melalui mekanisme kartu kanban (kanban card) dimana setiap kartu kanban harus selalu digantungkan pada setiap kontainer persediaan, sehingga jumlah persediaan pada setiap shop floor dikendalikan melalui jumlah kartu yang harus tersedia
171
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 167-174
pada setiap shop floor. Kartu ini berfungsi dalam menyediakan informasi yang digunakan oleh setiap pusat kegiatan untuk memberi tanda kepada pemasok agar segera melakukan pengiriman persediaan yang dibutuhkan untuk suatu kegiatan proses produksi. Dengan demikian, dapat dihindarkan penumpukan persediaan yang berlebihan sehingga perusahaan mampu meningkatkan kinerjanya, misalnya kinerja kualitas melalui pengurangan potensi kerusakan bahan yang berdampak pada potensi menurunnya kinerja kualitas perusahaan (Flynn, Sakakibara dan Schroeder 1995). Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 2b diketahui bahwa lot size reduction memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hasil uji hipotesis ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Flynn, Sakakibara, dan Schroeder (1995). Kemampuan perusahaan dalam mengurangi lot size (lot size reduction) berdampak pada meningkatnya kualitas serta kecepatan feed back yang dihasilkan oleh prosesproses yang berlangsung dalam perusahaan. Salah satu manfaat pokok yang didapatkan oleh perusahaan yang menerapkan small lot adalah kemampuannya dalam mencegah timbulnya berbagai masalah kualitas yang tidak terdeteksi. Sekali proses dalam perusahaan mengalami permasalahan out of controll akan sulit bagi perusahaan untuk kembali kepada proses state of control sebelum feed back didapatkan dari pemrosesan keseluruhan lot dalam perusahaan. Oleh karena itu, upaya menjaga jumlah small lots dalam proses-proses yang berlangsung dalam perusahaan akan mengurangi jumlah kecacatan produk yang dihasilkan oleh out of controll process yang terjadi dalam perusahaan. Uji empiris ditemukan bukti yang mendukung Hipotesis 2d sekaligus mengkonfirmasi hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Flynn, Sakakibara, dan Schroeder (1995). Kemampuan perusahaan dalan menyusun jadwal yang efektif (scheduling), serta kemampuannya dalam mengkomunikasikannya di dalam organisasi dan pemasok, akan sangat mendukung keberhasilan penerapan JIT. Kemampuan scheduling yang lebih baik ini meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi pesanan konsumen, menurunkan persediaan, memproduksi dalam ukuran lot yang lebih kecil serta mengurangi barang dalam proses sehingga meningkatkan kinerja perusahaan (Haizer dan Render 2004).
172
Hasil analisis regresi terhadap model keunggulan kompetitif sebagai fungsi dari penerapan kinerja perusahaan menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0.367, signifikan pada taraf p = 0.042. Dengan menggunakan taraf signifikan a = 0.05, nilai tersebut menunjukkan bahwa kinerja perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap keunggulan kompetitif perusahaan dan sekaligus mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Flynn, Schroeder dan Sakakibara (1995). Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja yang tinggi akan mampu mencapai keunggulan kompetitif. Dengan modal kinerja yang baik tersebut, maka perusahaan akan mampu mengembangkan keunggulan kompetitif karena keunggulan kompetitif pada dasarnya berkembang dari nilai yang mampu diciptakan oleh suatu perusahaan di atas rata-rata pasar (Porter, 1985). Perusahaan yang dapat mempertahankan kinerja di atas rata-rata dalam industrinya atau perusahaan yang dapat menciptakan nilai (melalui produk atau jasa) bagi pelanggannya yang melebihi biaya penciptaan nilai tersebut, maka perusahaan tersebut akan mencapai keunggulan kompetitif. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penerapan TQM memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur. Namun demikian, dari empat dimensi TQM yang digunakan dalam penelitian ini, terdapat satu dimensi yang tidak mendapatkan penekanan yaitu human resources management. Penjelasan mengenai hal ini adalah kemungkinan perusahaan menilai bahwa praktik TQM yang terkait dengan sumber daya manusia memiliki relevansi yang rendah sehingga untuk saat ini belum mendapatkan perhatian. Temuan yang hampir sama juga terjadi pada penerapan JIT. Perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian ini kemungkinan masih menerapkan JIT secara parsial. Hal ini dapat dilihat dari indikasi bahwa set up time reduction tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan, kinerja perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap keunggulan kompetitif perusahaan pada perusahaan manufaktur. Selanjutnya, hasil uji
PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN ....................... (Agung Utama dan Fahmy Radhi)
hipotesis dapat diartikan bahwa kinerja perusahaan berpengaruh positif terhadap kemampuan perusahaan dalam mencapai keunggulan kompetitif di industri manufaktur. Saran
and Financial Performance. Singapore Management Review. 55-73. Bicheno,J., 1991. Implementing JIT : How to Cut Waste and Delay in Any Manufacturing Operation, Kempston, Bedford, England: IFS Publications.
Terdapat beberapa area yang belum dijadikan obyek analisis dalam penelitian ini dan berpotensi menjadi obyek analisis penelitian di masa mendatang. Penelitian berikutnya dapat mengkaji membandingkan antara kinerja perusahaan pada perusahaan yang menerapkan TQM dan JIT secara bersama-sama dengan perusahaan yang hanya menerapkan TQM atau JIT saja karena beberapa literatur menyatakan bahwa sinergi antara penerapan TQM dengan JIT akan lebih meningkatkan kinerja perusahaan. Di samping itu, penelitian ini juga tidak menguji pengaruh kinerja perusahaan dalam memediasi pengaruh TQM dan JIT terhadap keunggulan kompetitif perusahaan. Penelitian selanjutnya dapat menganalisis TQM dan JIT sebagai variabel mediasi terhadap kinerja perusahaan.
Bounds,G., Yorks, L., Adam, M., dan Ranney, G. 1994. Beyond Total Quality Management: Toward Emerging Paradigm, Mc-Graw Hill, New York.
DAFTAR PUSTAKA
Filippini, R. 1997. Operations Management Research: Some Reflections on Evolution , Models and Empirical Studies in OM. International Journal Of Operations and Productions Management.17, 655-670
Adam,E.E. 1994. Alternative Quality Improvement Practices and Organization Performance. Journal of. Operations Management. 12, 27-44. Ahire, S.L., Golhar, D.Y. dan Waller, M.A. 1996. Development and Validation of TQM Implementation Construct. Decision Science. 27(1), 23-56. Anderson, E.W., Fornell, C., Lehmann, D.R. 1994. Customer Satisfaction, Market Share, and Profitability: Findings from Sweden. Journal of Marketing 58 (3). 53-66.
Brown, K.A. and Mitchell, T.R. 1991. A Comparison of Just In Time and Batch Manufacturing : The Role of Performance Obstacles. Academy of Management Journal. 34, 906-917. Choi., Thomas Y. dan Eboch, Karen. 1998. The TQM Paradox: Relations Among TQM Practises, Plant Performance, and Customer Satisfaction. Journal of Operations Management, 59-75. Dertouzos, M.L., Lester, R.K., Solow, RM. 1989. Made in America: Regaining the Productive Edge. MIT Press, Cambridgem, M.A.
Flynn,B.B., Sakakibara,S., Schroeder, R.G. 1995. Relationship between JIT and TQM: Practices and Performance. Academy Management Journal. 38, 1325-3160. Flynn, B.B., Schroeder, R.G. and Sakakibara, S. 1994. A Framework For Quality Management Research and An Associated Measurement Instrument. Journal of Operation Management. 9, 168-183.
Arawati, Agus, 2001. A Linear Sructural Modelling of Total Quality Management Practises in Manufacturing Companies in Malaysia. Total Quality Managemant 12 (5). 561-573.
G.A.O., 1991. Management Practises: US Companies Improve Performance Through Quality Efforts. General Accounting Office, Washington, D.C.
Arawati, A., dan Abdullah, A. 2001. The Mediating Effect of Customer Satisfaction on TQM Practises
Golhar,D.Y. and C.L. Stamm. 1991. The Just In Time Philosophy: A Literature Review. International
173
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 167-174
Journal of Production Research. 29 (4), 657676. Goetsch, D.L., Davis, S. 1994. Introduction to Total Quality Productivity and Competitiveness. Merill, New York. Kanji, G.K. 1996. Implementation and Pitfalls of Total Quality Management. Total Quality Management. 7, 331-343. Lee, S.M., Rho, B.H., and Lee, S.G. 2003. Impact of Malcolm Baldrige National Quality Award Criteria on Organizational Quality Performance. International Journal of Production Research. 41 (9), 2003-2020. Mia, L. 2000. Just In Time Manufacturing, Management Accounting System, and Profitability. Accounting and Business Research. 30 (2), 137151. Prajogo, D., 2003. The Comparative Analysis of TQM Practices and Quality Performance Between Manufacturing and Services Firms. International Journal of Service Industry Management. 16 (03), 27-41. Ramarapu, Narender K., Satish Mehra and Mark N. Frolick. 1994. A Comparative Analysis and Review of JIT Implementation Research. Journal of Operation and Management. 15 (1), 39-49. Heizer, J. dan Render, B. 2004. Operations Management. Seventh Edition, Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey. Samson, D dan Terziovski, M. 1999. The Relationship Between Total Quality Management Practices and Operational Performance. Journal of Operations Management. 17, 393-409. Flynn, B.B, Sakakibara, S., Schroeder, R.G., and Morris, W.T. 1997. The Impact of Just In Time Manufacturing and Its Infrastructure on Manufacturing Performance. Management Science. 43 (9), 1246-1257.
174
Shams-ur Rahman., 2001. Total Quality Management Practices and Business Outcome: Evidence from Small and Medium Enterprises in Western Australia. Total Quality Management. 12 (2), 201210. Sun, H. 2001. Comparing quality Management Practices in Manifacturing and Services Industries: Learning Opportunities, Quality Management Journal. 53-71. Sucofindo 2005. Sertifikasi ISO: 9001. http:// www.sucofindo.co.id Taylor, S.A., dan Baker, T.L. 1994. An Assessment of The Relationship Between Service Quality and Customer Satisfaction in the Formation of Consumer’s Purchase International Journal of Retailing 70 (2), 163-178. White, R.E., Pearson, J.N., dan Wilson, J.R., 1999. JIT Manufacturing: A Survey of Implementations in Small and Large U.S. Manufacturers. Management Science. 45 (1), 1-15. Womack, J.P., Jones, D.T., Roos,D., 1990. The Machine that Change the World, Rawson Associates, New York.
ISSN: 1978-3116 ASPEK KESEIMBANGAN PASAR PADA FENOMENA KENAIKAN TIKET ............... (Rudy Badrudin dan Ina Hamsinah)
Vol. 3, No. 3 November 2009 Hal. 175-185
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
ASPEK KESEIMBANGAN PASAR PADA FENOMENA KENAIKAN TIKET ANGKUTAN UMUM KERETA API PADA MASA LEBARAN TAHUN 2009 Rudy Badrudin Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail:
[email protected]
Ina Hamsinah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Makassar Jalan Borong Raya No. 1 Makassar
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Ticket ascension phenomenon train public transport on lebaran’s term year 2009 reverential market imbalance factors, which is train transportation market experience requisition excess so bargaining power stronger PT KAI than passengers so price will go on rise as more expensive until on course requisition excess as big as zero (0). Lebaran’s ticket markup becomes excelsior because PT KAI is corporate monopolistic so passengers doesn’t have option for inland with other train because really no competitor PT KAI. Passengers just gets to accept gets whatever lebaran’s ticket ascension without gets to do ticket bid price. Inland for society draws near lebaran becomes essential base teologis’s approaching and sosiologis. Therefore, passengers requirement that gets bearing with medium and prasarana is public transport ought to being noticed by government as servant of society requirement. Its mean, to look for firm gain not only pass through sell markup just because extant other alternative. To PT KAI that have no direct competitor, ticket markup will only disadvantage pemudik because no acquired service ascension passengers.
Lebaran merupakan nama lain dari hari raya Idul fitri untuk masyarakat Indonesia yang juga sebagai hari besar umat Islam. Dalam merayakan lebaran, berbagai tradisi, perilaku, dan kejadian dilakukan umat Islam ataupun oleh mereka yang merayakannya, seperti membuat ketupat, membeli baju baru, dan mudik ke kampung halaman. Di Indonesia sendiri, merayakan lebaran sudah menjadi tradisi rutin setiap tahun sehabis berpuasa selama sebulan. Apalagi pada saat itulah kegiatan pemerintahan, perkantoran swasta, dan pendidikan mengalami libur yang lumayan panjang sehingga tradisi tersebut biasanya digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia untuk mudik ke kampung halaman agar dapat berkumpul kembali dengan keluarga dan sanak saudara. Tradisi lebaran telah menjadi daya tarik sebagian besar masyarakat menengah ke bawah terutama yang bermata pencaharian sebagai pedagang, khususnya pedagang makanan dan pakaian untuk mencari keuntungan lebih karena pada saat lebaran itulah menjadi ladang emas bagi pedagang untuk menjual barang dagangannya karena pada saat lebaran masyarakat menjadi lebih konsumtif. Tradisi lebaran juga telah menjadi daya tarik bagi perusahaan jasa angkutan darat, udara, maupun laut untuk mencari keuntungan lebih dengan cara
Keywords: market imbalance, lebaran’s ticket, monopolistic
175
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 175-185
menaikkan harga tiketnya rata-rata sebesar 10% - 100% dari harga tiket untuk hari-hari biasa. Walapun harga tiket mengalami kenaikan harga yang luar biasa tetapi tidak membuat pemudik menolak menggunakan angkutan umum tersebut (Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, 2007). Tradisi mudik lebaran yang melekat erat dengan Idul Fitri berdampak pada mobilitas manusia yang keluar dari Jakarta akan meningkat menuju kota-kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur ataupun menuju Pulau Sumatera. Para pemudik pulang kampung untuk sejenak keluar dari kepenatan hidup di Ibu Kota Jakarta. Demikian juga para pemudik di belahan wilayah lain seperti Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara akan mudik ke sebagian besar wilayah Jawa dan Madura. Berdasarkan data Departemen Perhubungan Republik Indoenesia, total para pemudik yang mudik ke kampung halaman pada tahun 2009 diperkirakan sekitar 27,25 juta orang dan akan menggunakan angkutan umum, sepeda motor, dan modil pribadi (Kompas, 11 September 2009). Pemudik yang menggunakan angkutan umum sebanyak 16,25 juta, sedangkan sepeda motor dan mobil pribadi sebanyak 11 juta orang. Dalam kondisi seperti itu, saatnya pemerintah memberikan yang terbaik kepada pemudik (Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2008). Sarana dan prasarana jalan perlu disiapkan sejak dini untuk memberikan kemudahan bagi pemudik mencapai kampung halaman. Manajemen lalu lintas diperlukan untuk mengatur kelancaran mudik Lebaran (Kompas, 12 September 2009). Momentum Lebaran jangan dimanfaatkan pengusaha angkutan umum untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari pemudik. Intervensi pemerintah tetap diperlukan untuk mengatur tarif tak terkecuali tiket kereta api yang notabene merupakan produk negara karena diselenggarakan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai badan usaha milik negara (BUMN) karena kereta api merupakan angkutan umum Lebaran yang dianggap aman dan murah bagi pemudik (Masyarakat Transportasi Indonesia, 2004). Menurut data posko layanan lebaran 2009, penumpang jasa angkutan kereta api mengalami lonjakan dari tahun-tahun sebelumnya rata-rata sebesar 400.000 penumpang. Hal ini memperlihatkan bahwa keinginan masyarakat untuk mudik ke kampung halaman dengan menggunakan kereta api sangat besar.
176
Hal ini juga membuktikan bahwa jasa angkutan kereta api masih sangat digemari oleh masyarakat meskipun di sisi lain harga tiketnya mengalami kenaikan. Selain tiket angkutan kereta api, pemerintah harus melakukan pengaturan juga untuk tiket angkutan umum lainnya seperti bus, pesawat, dan angkutan laut agar tidak merugikan pemudik (Swantoro, 2007). Berdasarkan uraian dalam Latar Belakang Masalah yang menjelaskan tentang fenomena kenaikan tiket angkutan umum kereta api pada masa lebaran tahun 2009 tinjauan aspek keseimbangan pasar maka rumusan masalahnya adalah “mengapa terjadi fenomena kenaikan tiket angkutan umum kereta api pada masa lebaran tahun 2009? Berdasarkan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui fenomena kenaikan tiket angkutan umum kereta api pada masa lebaran tahun 2009. Manfaat Penelitian ini adalah 1) berdasarkan segi teori, sebagai sumbangan dalam mengembangkan teori ekonomi Keseimbangan Pasar; 2) berdasarkan segi praktik, sebagai sumbangan bagi pemerintah dalam mengelola manajemen lalu lintas angkutan umum darat, udara, dan laut khususnya di waktu lebaran; dan 3) sebagai sumbangan referensi bagi peneliti berikutnya secara lebih luas dan rinci. MATERI DAN METODE PENELITIAN Pada awalnya mudik merupakan istilah yang digunakan oleh orang-orang Jawa, yang kemudian menjadi populer di masyarakat Indonesia. Kata mudik diduga berasal dari kata “udik” yang berarti arah hulu sungai, pegunungan, atau kampung/desa. Orang yang pulang ke kampung disebut “me-udik”, yang kemudian disingkat menjadi mudik. Jadi pada esensinya, pengertian kata mudik itu adalah (orang-orang yang tinggal di kota) yang berlayar ke hulu sungai, pulang ke kampung. Beberapa tahun belakangan ini, mudik menjadi satu fenomena sosial-keagamaan yang menarik untuk diperbincangkan, karena telah menjadi tradisi yang fenomenal di lingkungan umat Islam Indonesia, terutama pada hari-hari lebaran. Perbincangan terhadap fenomena ini menjadi penting karena nuansa yang terkandung di dalamnya yang dapat dianalisis dari pendekatan teologis dan sosiologis (http:// www.beritaindonesia.co.id/visi-berita/ makna-mudiklebaran-2).
ASPEK KESEIMBANGAN PASAR PADA FENOMENA KENAIKAN TIKET ............... (Rudy Badrudin dan Ina Hamsinah)
Kajian teologis dimaksudkan untuk melihat akar dan praktik mudik sebagai tradisi keagamaan sedangkan kajian sosiologis dimaksudkan untuk melihat gejala-gejala sosial yang muncul dalam tradisi tersebut. Sesuai ajaran Islam, Idul Fitri adalah sebuah hari raya keagamaan yang dilaksanakan selepas menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan (Kompas, 19 September 2009). Idul Fitri merupakan hari kemenangan, karena telah berhasil menundukkan hawa nafsu selama bulan Ramadhan. Pada hari Idul Fitri, kemenangan itu dirayakan dengan mengumandangkan takbir, tahmid, dan tasbih untuk membesarkan, memuji, dan menyucikan Allah SWT yang dilanjutkan dengan salat sunat Ied. Di Indonesia, istilah lebaran lebih populer daripada Idul Fitri. Sejalan dengan perubahan istilah yang digunakan, makna dan tradisi lebaranpun meluas dari Idul Fitri. Selain takbiran dan salat Ied, dalam lebaran ada tradisi halal bi halal, nyadran, dan mudik. Dalam waktu yang relatif panjang itulah umat Islam di Indonesia berlebaran, berhalal bi halal atau bersilaturrahmi ke tetangga, sanak-famili, dan handaitolan sambil saling meminta/memberi maaf, serta melaksanakan ziarah ke kuburan para leluhur dan anggota keluarga yang sudah lebih dahulu meninggal dunia. Orang-orang kota yang berasal dari udik, tentu saja merasa tidak afdol jika kegiatan halal bi halal dan nyadran itu hanya dilakukan di kota, karena sebagian besar sanak-keluarga dan kuburan leluhurnya ada di udik. Untuk itu mudik menjadi satu keharusan dan menjadi bagian dari tradisi lebaran di negeri ini. Berdasarkan pendekatan teologis, jelas bahwa kedua tradisi ini -berhalal bi halal dan nyadran- di kampung halaman memiliki dasar doktrinal yang jelas dalam Islam. Halal bi halal dalam arti bersilaturahmi untuk saling meminta/memberi maaf adalah bagian dari akhlak Islam yang berkaitan dengan dua kebaikan sekaligus, yaitu untuk mengeleminir dosa-dosa antara sesama manusia dan menjadi media untuk memperkuat tali persaudaraan antara sesama muslim. Kegiatan ziarah ke kubur, pada dasarnya adalah suatu kegiatan keagamaan yang dapat mengingatkan orang pada kematian. Tentu saja, mengingat mati itu penting bagi setiap pribadi muslim agar mereka mempersiapkan bekal menuju kematian itu (http://www.analisadaily.com). Berdasarkan pendekatan sosiologis, tradisi mudik lebaran menjadi sangat fenomenal di Indonesia
karena terkait dengan politik pembangunan yang berdampak terhadap ketimpangan dalam distribusi pendapatan (Surabaya News, 16 September 2009). Kota menjadi lumbung duit yang cukup menggiurkan, sedangkan desa dibiarkan miskin sehingga arus urbanisasi mengalir deras. Kaum urban inilah yang kemudian rame-rame mudik lebaran. Mereka menjadikan hari lebaran sebagai musim mudik, karena hanya inilah momentum yang tersedia sebab di hari lain mereka sangat sibuk dengan pekerjaan. Mudik merupakan satu sarana untuk redistribusi ekonomi yang selama ini terpusat di Jakarta (http://www.terranet.com). Sejumlah transaksi yang semula terlaksana hanya di Jakarta sekarang tersebar di wilayah-wilayah lain. Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai individu-individu dan masyarakat membuat pilihan, dengan atau tanpa penggunaan uang, dengan menggunakan sumber-sumber daya yang terbatas tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan mendistribusikannya untuk kebutuhan komsumsi, sekarang dan di masa datang, kepada berbagai individu dan golongan masyarakat (Samuelson, 1995). Ilmu Ekonomi terbagi dua, yaitu ekonomi mikro dan ekonomi makro. Ekonomi mikro yaitu cabang ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku individu-individu, yaitu perilaku konsumen, produsen, dan pasar. Ekonomi makro yaitu cabang ilmu ekonomi yang mempelajari keseluruhan perekonomian baik suatu negara/daerah seperti pendapatan nasional, inflasi, kemiskinan, dan neraca. Masalah pokok dalam perekonomian disebabkan adanya kelangkaan atau kekurangan akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan masyarakat dengan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat. Di satu pihak keinginan masyarakat relatif tak terbatas sementara di lain pihak sumber-sumber daya atau faktor-faktor produksi yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang/jasa tersebut relatif terbatas. Faktor-faktor poduksi adalah benda-benda yang disediakan oleh alam atau diciptakan oleh manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang/jasa yang berupa 1) tanah dan sumber alam yang meliputi tanah, berbagai jenis barang tambang, dan hasil hutan; 2) tenaga kerja yang meliputi jumlah maupun keahlian/ keterampilan; 3) modal/kapital; dan 4) keahlian dan kemampuan pengusaha untuk mendirikan dan mengembangkan berbagai kegiatan usaha.
177
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 175-185
Beberapa penentu permintaan adalah 1) harga barang; 2) harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut; 3) pendapatan konsumen (rumahtangga) dan pendapatan rata-rata masyarakat; 4) corak distribusi pendapatan dalam masyarakat; 5) cita rasa masyarakat; 6) jumlah penduduk; dan 7) ramalan keadaan di masa datang (Sukirno, 2005). Makin murah harga suatu barang/jasa (dari P1 ke P2) maka makin banyak permintaan terhadap barang/jasa tersebut (dari Q1 ke Q2) , sebaliknya makin mahal harga suatu barang/jasa (dari P2 ke P1) maka makin sedikit permintaan terhadap barang /jasa tersebut (dari Q2 ke Q1). Pengaruh faktor lain selain harga terhadap permintaan dijelaskan sebagai berikut. Hubungan antara sesuatu barang dengan berbagai jenis-jenis barang lainnya dapat dibedakan kepada 3 golongan, yaitu 1) barang lain itu merupakan pengganti; 2) barang lain itu merupakan pelengkap; dan 3) kedua barang tidak mempunyai kaitan sama sekali (barang netral). Sesuatu barang dinamakan barang pengganti bagi barang lain apabila barang tersebut dapat menggantikan fungsi barang lain tersebut. Kopi dan teh adalah barang yang dapat saling menggantikan fungsinya. Seorang yang suka minum teh selalu dapat menerima minuman kopi apabila teh tidak ada. Harga barang pengganti dapat mempengaruhi permintaan barang yang dapat digantikannya. Sekiranya harga barang pengganti bertambah murah maka barang yang digantikannya akan mengalami pengurangan dalam permintaan.
P
---------
-----
P1 - - - - - -
Q1
Q2
P2 - - - - - - - - - - - -
0
Gambar 1 Kurva Permintaan Barang/Jasa
178
Q
Suatu barang yang selalu digunakan bersamasama dengan barang lainnya maka barang tersebut dinamakan barang pelengkap bagi barang lain tersebut. Gula adalah barang pelengkap pada kopi atau teh. Karena pada umumnya kopi dan teh yang diminum harus dibubuhi gula. Kenaikan atau penurunan permintaan barang pelengkap selalu sejalan dengan perubahan permintaan barang yang dilengkapinya. Permintaan terhadap beras dan buku tulis tidak mempunyai hubungan sama sekali, maksudnya perubahan permintaan dan harga beras tidak akan mempengaruhi permintaan buku tulis, begitu juga sebaliknya. Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan pendapatan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang. Berdasarkan sifat perubahan permintaan yang berlaku apabila pendapatan berubah maka barang dibagi menjadi 4 bagian, yaitu barang inferior, barang esensial, barang normal, dan barang mewah. Barang inferior adalah barang yang banyak diminta oleh orang-orang yang berpendapatan rendah. Jadi kalau pendapatan bertambah tinggi maka permintaan terhadap barang inferior akan berkurang, contoh ubi kayu akan diganti oleh beras jika pendapatan konsumen naik. Barang esensial adalah barang yang tidak akan mengurangi atau menambah permintaan perubahan walaupun pendapatan konsumen berubah, contoh barang kebutuhan pokok (sembako). Suatu barang dinamakan barang normal apabila barang tersebut mengalami kenaikan dalam permintaan sebagai akibat dari kenaikan pendapatan, contoh televisi dan peralatan rumah tangga. Barang mewah adalah jenis barang yang dibeli konsumen apabila konsumen tersebut berpendapatan menengah ke atas atau tinggi, contoh motor dan mobil. Ramalan konsumen bahwa harga akan menjadi mahal pada masa akan datang akan mendorong konsumen untuk membeli lebih banyak barang pada sekarang, contoh harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan dinaikkan oleh pemerintah pada suatu saat akan mendorong masyarakat atau pengusaha untuk menimbun BBM.
ASPEK KESEIMBANGAN PASAR PADA FENOMENA KENAIKAN TIKET ............... (Rudy Badrudin dan Ina Hamsinah)
Gambar 3 Pergeseran Kurva Permintaan Pengaruh Bukan Harga
Gambar 2 Pergerakan Kurva Permintaan Pengaruh Harga Penawaran adalah berbagai jumlah barang yang ditawarkan pada berbagai tingkat harga tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran adalah 1) harga barang itu sendiri; 2) harga barang lain; 3) biaya produksil 4) tujuan perusahaan; dan 5)Tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 2005). Hubungan antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan menggambarkan hukum penawaran yaitu makin tinggi harga suatu barang maka semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh penjual begitu juga sebaliknya dengan asumsi cateris paribus. Hal ini dapat digambarkan dalam kurva sebagai berikut:
komplementer (pelengkap) seperti yang telah dijelaskan di permintaan. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh faktorfaktor produksi yang akan menimbulkan biaya produksi sehingga akan mempengaruhi jumlah barang/jasa yang dihasilkan perusahaan. Kenaikan biaya produksi akan menimbulkan penutupan perusahaan dan jumlah penawaran barang akan berkurang begitu juga sebaliknya. Tujuan perusahaan yang berbeda menimbulkan efek yang berbeda terhadap penentuan tingkat produksi. Dengan demikian, penawaran juga akan berbeda sesuai tujuan yang ingin dicapai. Kemajuan teknologi dapat mengurangi biaya produksi mempertinggi produktifitas, mutu, dan menciptakan barang-barang baru. Hal Ini akan mendorong kenaikan penawaran.
0 Gambar 4 Kurva Penawaran Barang/Jasa Pengaruh faktor lain selain harga terhadap penawaran dijelaskan sebagai berikut. Harga barang lain adalah harga barang-barang yang saling bersaingan atau bersubtitusi dan barang-barang yang
0 Gambar 5 Pergeseran Kurva Penawaran Pengaruh Bukan Harga
179
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 175-185
Terjadinya kesepakatan transaksi (deal) antara pembeli dan penjual disebut keseimbangan harga (Gambar 6). Pada keseimbangan pasar, penjual akan menjual barang dengan harga PE dan jumlah QE dan pembeli akan membeli dengan harga PE dan jumlah QE. Oleh karena itu, PE disebut dengan harga keseimbangan dan QE disebut dengan jumlah keseimbangan. Apabila di pasar harga yang terjadi di atas PE maka pasar akan mengalami kelebihan penawaran. Pada posisi kelebihan penawaran, bargaining power pihak pembeli lebih kuat daripada pihak penjual sehingga harga akan terus menurun menjadi lebih murah sampai pada posisi kelebihan penawaran sebesar nol (0) pada harga PE. Apabila di pasar harga yang terjadi di bawah PE maka pasar akan mengalami kelebihan permintaan. Pada posisi kelebihan permintaan, bargaining power pihak penjual lebih kuat daripada pihak pembeli sehingga harga akan terus naik menjadi lebih mahal sampai pada posisi kelebihan permintaan sebesar nol (0) pada harga PE. Teori Cobweb menjelaskan siklus harga dan produksi yang naik turun dalam jangka waktu tertentu, yang pada dasarnya dibedakan menjadi 1) siklus dengan fluktuasi yang jaraknya tetap; 2) siklus yang menuju titik keseimbangan; dan 3) siklus yang menjauhi titik keseimbangan. Kondisi keseimbangan yang terjadi di pasar tentunya menjadi relatif tidak stabil apabila ada kekuatan-kekuatan yang mendorong harga dan jumlah barang yang pada akhirnya akan mencapai keseimbangan baru. Berkaitan dengan aspek ini, di pasar ada kemungkinan akan terjadi kelebihan barang yang ditawarkan (surplus) dan kekurangan barang yang ditawarkan atau kelebihan barang yang diminta (shortage).
0 Gambar 6 Keseimbangan Pasar
180
Proses penyesuaian pasar menuju keseimbangan akan dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain 1) permintaan yang berubah dan penawaran tetap; 2) pnawaran yang berubah dan permintaan tetap; dan 3) permintaan dan penawaran yang berubah secara simultan. Dalam jangka panjang, perusahaan dapat berubah ukuran rencana, dan meninggalkan atau masuk ke industri atau pasar. Posisi ekuilibrium jangka panjang perusahaan adalah apabila titik minimum dari biaya ratarata jangka panjang sama dengan harga. Perusahaan harus beroperasi pada titik minimum kurva biaya ratarata jangka panjang. Oleh karena itu, proses penyesuaian kurva penawaran jangka panjang di industri dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu 1) industri dengan biaya yang konstan dengan kurva penawaran jangka panjang yang horizontal; 2) industri dengan biaya yang meningkat dengan ciri mempunyai slope kurva penawaran jangka panjang positif; dan 3) industri dengan biaya yang menurun dengan ciri slope kurva penawaran jangka panjang yang negatif. Di antara ketiga tipe industri tersebut, yang paling umum berlaku adalah industri dengan biaya yang meningkat. Suatu perekonomian harus memutuskan siapa yang akan menikmati hasil aktivitas ekonomi -disebut sebagai masalah for whom. Hasil aktivitas ekonomi akan dinikmati oleh masyarakat yang didistribusikan melalui pasar. Seperti telah yang dijelaskan sebelumnya, pasar merupakan tempat interaksi antara pembeli dan penjual dalam melakukan tawar-menawar (negosiasi) untuk bersepakat membeli dan menjual pada harga dan jumlah keseimbangan. Pasar sebagai kumpulan sejumlah pembeli dan penjual individual mempunyai karakteristikkarakteristik tertentu. Karakteristik tersebut muncul karena masing-masing pembeli dan penjual individual mempunyai perilaku individual yang berbeda pula. Ada karakteristik pasar tertentu dimana dalam pasar tersebut hanya terdapat satu penjual dari suatu produk (barang atau jasa) yang tidak mempunyai alternatif produk pengganti (substitusi). Pasar dengan karakteristik tersebut disebut dengan pasar monopoli. Mengingat dalam pasar monopoli hanya terdapat satu penjual dari suatu produk (barang atau jasa) yang tidak mempunyai alternatif produk pengganti (substitusi) maka dalam pasar monopoli tidak ada persaingan dari penjual lain. Dalam kehidupan perekonomian yang faktual, sangat jarang mendapatkan penjual yang tidak menghadapi persaingan dari penjual lain. Meskipun dalam suatu
ASPEK KESEIMBANGAN PASAR PADA FENOMENA KENAIKAN TIKET ............... (Rudy Badrudin dan Ina Hamsinah)
pasar misalnya hanya terdapat satu penjual sehingga tidak ada persaingan secara langsung dari penjual lain, tetapi penjual tunggal tersebut akan menghadapi persaingan secara tidak langsung dari penjual lain yang menghasilkan produk yang dapat merupakan alternatif produk pengganti yang tidak sempurna Penjual dapat menjadi penjual tunggal yang tidak mempunyai alternatif produk pengganti (substitusi) karena di dalam pasar -penjual tunggal berada- terdapat faktor-faktor yang mencegah penjualpenjual lain untuk memasuki pasar tersebut yang disebut dengan faktor penghambat (barrier to entry). Ada dua jenis faktor penghambat, yaitu faktor penghambat teknis dan faktor penghambat legal (technical and legal barrier to entry) (Gisser, 2001). Faktor penghambat teknis ada tiga, yaitu apabila penjual tunggal menghasilkan dan menjual produk dengan kondisi biaya marjinal (marginal cost atau MC) dan biaya rata-rata (average cost atau AC) yang menurun pada berbagai kemungkinan tingkat produk; apabila terbatasnya pasar dibanding skala produksi penjual; dan apabila produsen menguasai faktor produksi strategis yang digunakan dalam menghasilkan produk. Faktor penghambat legal ada tiga, yaitu apabila penjual tunggal menghasilkan dan menjual produk dengan pemberian hak monopoli oleh pemerintah untuk menghasilkan dan menjual produk tersebut; apabila penjual tunggal menghasilkan produk dengan pemberian hak paten oleh pemerintah untuk menghasilkan produk tersebut; dan apabila penjual tunggal menghasilkan produk dengan pemberian hak franchise oleh penjual lain untuk menghasilkan produk dengan merk tersebut di suatu wilayah. PT. KAI merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang jasa angkutan yang mempunyai tujuan utama memperoleh laba maksimum. Hal itu sesuai dengan bentuk BUMN yang berstatus Perseroan Terbatas (Persero) sesuai UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang dalam Pasal 12 dijelaskan bahwa maksud dan tujuan pendirian Persero adalah menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdayasaing kuat dan mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Apabila diperhatikan lebih rinci maka PT. KAI sesungguhnya telah menerapkan sistem monopoli dalam penentuan harga tiket. Hal ini dimungkinkan karena PT. KAI tidak memiliki pesaing langsung dalam usahanya atau dengan kata
lain sebagai satu-satunya perusahaan yang bergerak dalam bidang perkeretaapian sehingga memungkinkan memperoleh keuntungan mutlak (Setyawati dkk. 2004). Dalam bisnis transportasi, usaha di jasa angkutan kereta api sangat menguntungkan, karena tidak adanya pesaing langsung dalam usaha tersebut. Tidak seperti jasa angkutan darat bis (Perum Damri) yang telah memiliki banyak perusahaan pesaing yang bergerak dalam bidang ini, seperti Eka, Sumber Kencono, Mira, Kramat Djati, dan sebagainya. Di samping itu, dalam jasa angkutan udara (PT. Garuda Indonesia) juga telah memiliki banyak perusahaan pesiang yang bergerak dalam bidang jasa ini, seperti Wing, Lion, Air Asia, Mandala, dan sebagainya. Adanya pesaing langsung yang dihadapi Perum Damri dan PT Garuda Indonesia telah menyulitkan kedua perusahaan jasa tersebut dalam memperoleh keuntungan mutlak, tidak seperti PT. KAI yang mutlak menguasai jasa angkutan kereta api (Masyarakat Transportasi Indonesia, 2008). Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila jasa angkutan kereta api PT KAI memperoleh keuntungan super normal karena sifat monopoli yang dimiliki PT KAI. Monopoli yang dilakukan PT KAI mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp 196 miliar pada tahun 2008 sebagai dampak kebijakan manajemen PT. KAI untuk menaikkan harga tiket lebaran untuk seluruh jenis kereta api. Sistem monopoli yang diterapkan PT KAI (perusahaan BUMN) mampu menghasilkan keuntungan super normal yang akan meningkatkan pendapatan negara yang disumbangkan PT. KAI melalui keuntungan penjualannya maupun juga pajaknya. Meskipun PT KAI mampu memperoleh keuntungan super normal karena kebijakan kenaikan harga tiket khususnya tiket angkutan lebaran tetapi layanan terhadap penumpang PT KAI terasa tidak mengalami peningkatan (Masyarakat Transportasi Indonesia, 2006). Demikian juga PT KAI terkadang mengabaikan masalah sarana dan prasarana serta keselamatan penumpang kereta api ini. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa PT KAI seolah hanya memikirkan untuk meraup keuntungan semata melalui monopoli tersebut tanpa memperhatikan kepentingan konsumen. Jenis angkutan lebaran di Indonesia meliputi darat; sungai, danau, dan penyeberangan; kereta api; laut; dan udara. Meskipun kereta api menjadi sarana
181
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 175-185
angkutan lebaran yang banyak dipilih pemudik dari tahun ke tahun karena diangap paling murah dibandingkan sarana angkutan lainnya tetapi ada perbedaan proporsi pemudik yang menumpang sarana angkutan lebaran seperti simpulan sementara penelitian berikut ini, yaitu: H1: ada perbedaan proporsi jumlah pemudik yang menumpang angkutan darat pada tahun 2008 dan 2009. H2: ada perbedaan proporsi jumlah pemudik yang menumpang angkutan sungai, danau, dan penyeberangan pada tahun 2008 dan 2009. H3: ada perbedaan proporsi jumlah pemudik yang menumpang angkutan kereta api pada tahun 2008 dan 2009. H4: ada perbedaan proporsi jumlah pemudik yang menumpang angkutan laut pada tahun 2008 dan 2009. H5: ada perbedaan proporsi jumlah pemudik yang menumpang angkutan udara pada tahun 2008 dan 2009. HASIL PENELITIAN Untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah mengapa terjadi fenomena kenaikan tiket angkutan umum kereta api pada masa lebaran tahun 2009, maka berikut ini ditunjukkan Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai dasar pembahasan.
Berdasarkan Tabel 1, nampak jumlah pemudik lebaran tahun 2008 dan 2009 urutan 3 besar adalah menggunakan angkutan darat (±40%), angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (±22%), serta angkutan kereta api (±20%). Sedang pemudik yang menggunakan angkutan udara dan laut masing-masing sekitar 10% dan 6%. Apabila dilihat dari pertumbuhan pemudik lebaran tahun 2008-2009 nampak yang mengalami pertumbuhan paling besar adalah pemudik yang menggunakan angkutan udara, kemudian angkutan laut, angkutan sungai, danau, dan penyeberangan, angkutan kereta api, dan angkutan darat. Di antara kelima jenis angkutan lebaran tersebut, angkutan kereta api merupakan jenis angkutan yang diselenggarakan oleh satu-satunya perusahaan jasa angkutan, yaitu PT KAI sebagai perusahaan monopolis. Sedangkan jenis angkutan angkutan udara, angkutan laut, angkutan sungai, danau, dan penyeberangan, dan angkutan darat tidak diselenggarakan oleh perusahaan tunggal tetapi oleh banyak perusahaan jasa angkutan, baik jasa angkutan lebaran yang diselenggarakan oleh pemerintah (BUMN) maupun swasta. Berdasarkan pendapat masyarakat bahwa kereta api merupakan angkutan umum Lebaran yang dianggap aman dan murah bagi pemudik sedang PT KAI sebagai penyelenggara jasa angkutan kereta api adalah monopoli maka pemudik tidak mempunyai pilihan untuk mudik dengan jasa angkutan kereta api lainnya. Artinya, pemudik tidak mempunyai kekuatan untuk menolak kenaikan tarif lebaran untuk angkutan kereta api berapapun besarnya.
Tabel 1 Jumlah Pemudik Lebaran Tahun 2008 dan 2009
Sumber: Departemen Perhubungan (Kompas, 28 September 2009). Data diolah.
182
ASPEK KESEIMBANGAN PASAR PADA FENOMENA KENAIKAN TIKET ............... (Rudy Badrudin dan Ina Hamsinah)
Berdasarkan Tabel 2, nampak pertumbuhan jumlah sarana angkutan lebaran tahun 2008-2009 semuanya mengalami penurunan, kecuali sarana angkutan lebaran kereta api dan angkutan laut. Sebagai satu-satunya sarana angkutan lebaran di darat di samping angkutan darat yang pertumbuhan sarananya menurun maka pertumbuhan pemudik yang menggunakan angkutan kereta api lebih besar daripada pertumbuhan sarana angkutan kereta api itu sendiri.
PEMBAHASAN Berdasarkan pembahasan Tabel 1 dan Tabel 2, maka disimpulkan pada masa lebaran terjadi ketidakseimbangan pasar angkutan kereta api karena permintaan kursi keretaapi untuk pemudik lebih besar daripada penawaran kursi kereta api dari PT KAI. Oleh karena itu, PT KAI lebih kuat dalam melakukan negosiasi pasar dengan cara menaikkan tarif angkutan
Tabel 2 Jumlah Sarana Angkutan Lebaran Tahun 2008 dan 2009
Sumber: Departemen Perhubungan (Kompas, 28 September 2009). Data diolah.
Tabel 3 Hasil Pengujian Hipotesis dengan Uji Beda Dua Proporsi
Sumber: Tabel 1 dan 2.
Pengujian hipotesis untuk mengetahui signifikan tidaknya perbedaan proporsi dilakukan dengan alat Uji Beda Dua Proporsi pada tingkat signifikansi sebesar 0,05 dan hasilnya disajikan sebagai berikut:
lebaran sebesar 10% untuk tarif kereta api ekonomi dan antara 50% - 100% untuk kereta api bisnis dan eksekutif. Berarti penentuan harga tiket lebaran untuk angkutan kereta api dan juga angkutan lebaran lainnya diserahkan pada mekanisme pasar sesuai dengan Peraturan Menteri
183
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 175-185
Perhubungan Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penentuan Tuslah Tarif Angkutan Umum Lebaran yang mengatur tuslah tiket batas atas dan batas bawah, sedang harga tiket non ekonomi diserahkan pada mekanisme pasar (http://nasional.vivanews.com). Logika ekonomi dalam menaikkan tarif (harga produk) diimbangi dengan peningkatan layanan untuk pemudik tetapi yang terjadi pada PT KAI tidak demikian bahkan justru menurunkan layanan kepada pemudik. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya lagi layanan makanan dan minuman untuk pemudik yang menggunakan kereta api bisnis dan eksekutif per 1 Agustus 2009. Apabila pembahasan Tabel 1 dan Tabel 2 diuraikan dengan menggunakan Gambar 6 tentang Keseimbangan Pasar maka akan nampak seperti Gambar 7 berikut ini:
menerima berapapun kenaikan tiket lebaran tanpa dapat melakukan penawaran harga tiket. Berdasarkan Tabel 3, semua hipotesis penelitian diterima, artinya ada perbedaan proporsi jumlah pemudik yang menumpang angkutan darat; sungai, danau, dan penyeberangan; kereta api; laut; dan udara pada tahun 2008 dan 2009. Hal ini menguatkan fenomena kenaikan tiket angkutan umum khususnya kereta api pada masa lebaran tahun 2009 disebabkan faktor ketidakseimbangan pasar, yaitu pasar angkutan kereta api mengalami kelebihan permintaan sehingga bargaining power PT KAI lebih kuat daripada pemudik sehingga harga akan terus naik menjadi lebih mahal. Dengan demikian, anggapan bahwa angkutan kereta api menjadi pilihan pemudik karena murah dan aman dari tahun 2008 ke 2009 tidak berubah karena ada perbedaan proporsi jumlah pemudik yang menumpang kelima jenis angkutan lebaran tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
0 Gambar 7 Ketidakseimbangan Pasar Berdasarkan Gambar 7, nampak di pasar harga yang terjadi di bawah PE maka pasar akan mengalami kelebihan permintaan. Pada posisi kelebihan permintaan, bargaining power pihak penjual (PT KAI) lebih kuat daripada pihak pembeli (pemudik) sehingga harga akan terus naik menjadi lebih mahal sampai pada posisi kelebihan permintaan sebesar nol (0) pada harga PE. Kenaikan harga tiket lebaran menjadi semakin tinggi karena PT KAI adalah perusahaan monopoli sehingga pemudik tidak mempunyai pilihan untuk mudik dengan kereta api perusahaan non PT KAI karena memang tidak ada pesaing sejenis PT KAI. Pemudik hanya dapat
184
Fenomena kenaikan tiket angkutan umum kereta api pada masa lebaran tahun 2009 disebabkan faktor ketidakseimbangan pasar, yaitu pasar angkutan kereta api mengalami kelebihan permintaan sehingga bargaining power PT KAI lebih kuat daripada pemudik sehingga harga akan terus naik menjadi lebih mahal sampai pada posisi kelebihan permintaan sebesar nol (0) pada harga PE. Kenaikan harga tiket lebaran menjadi semakin tinggi karena PT KAI adalah perusahaan monopoli sehingga pemudik tidak mempunyai pilihan untuk mudik dengan kereta api lain karena memang tidak ada pesaing PT KAI. Pemudik hanya dapat menerima berapapun kenaikan tiket lebaran tanpa dapat melakukan penawaran harga tiket. Saran Mudik bagi masyarakat menjelang lebaran menjadi penting berdasarkan pendekatan teologis dan sosiologis. Oleh karena itu, kebutuhan pemudik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana angkutan umum hendaknya diperhatikan oleh pemerintah sebagai pelayan kebutuhan masyarakat. Penentuan harga tiket angkutan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah
ASPEK KESEIMBANGAN PASAR PADA FENOMENA KENAIKAN TIKET ............... (Rudy Badrudin dan Ina Hamsinah)
seperti PT KAI, Perum Damri, PT Garuda Indonesia, PT Pelni dalam masa lebaran hendaknya tidak menggunakan mekanisme pasar karena sebagai perusahaan negara pasti ada upaya melayani kebutuhan masyarakat di samping mencari keuntungan. Artinya, untuk mencari keuntungan perusahaan tidak hanya melalui kenaikan harga jual saja karena masih ada alternatif lain. Untuk PT KAI yang tidak mempunyai pesaing langsung, kenaikan harga tiket hanya akan merugikan pemudik karena tidak ada kenaikan layanan yang diperoleh pemudik.
DAFTAR PUSTAKA Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Propinsi Jawa Timur. (2007). Rencana Operasi Angkutan Lebaran. Surabaya. Gisser, Micha. (2001). Intermediate Price Theory: Analysis, Issues, and Applications, McGrawHill.
Masyarakat Transportasi Indonesia. 2006. Reformasi Mendasar Perkeretaapian Indonesia Melalui Penyempurnaan RUU Perkeretaapin. Jakarta.. _____________. 2008. Menempatkan Kembali Keselamatan Menuju Transportasi yang Bermartabat. Jakarta. Samuelson, Paul A. dan William D. (1995). Nordhaus. Economics. Edisi 15. McGraw-Hill Book Company. Sekretariat Negara. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penentuan Tuslah Tarif Angkutan Umum Lebaran. Sekretariat Negara. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Setyawati, Endang, dkk. (2004). Ekonomi Mikro Pengantar. Editor: Soeratno. BP STIE YKPN. Yogyakarta.
Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. (2008). Info HubDat. Jakarta.
Sukirno, Sadono. (2005). Teori Ekonomi Mikro. Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
http://nasional.vivanews.com.
Surabaya News, 16 September 2009.
http://www.analisadaily.com.
Swantoro. Aris. 2007. “Tanggung Jawab Pengusaha Angkutan Terhadap Kerugian Penumpang Akibat Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Pengemudi”. Jurnal Perkotaan. Vol. 1. No. 1.: 67-76.
http://www.beritaindonesia.co.id/visi-berita/ maknamudik-lebaran-2. http://www.terranet.com. Kompas, 11 September 2009. Kompas, 12 September 2009. Kompas, 14 September 2009. Kompas, 19 September 2009. Masyarakat Transportasi Indonesia. 2004. Transportasi yang Berkelanjutan. Jakarta..
185
.
ISSN: 1978-3116 MODEL PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN......................... (Didin Fatihudin, Noto Adam, Misrin Hariyadi, dan Iis Holisin)
Vol. 3, No. 3 November 2009 Hal. 187-191
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
MODEL PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN HOME INDUSTRY SEPATU/SANDAL MELALUI PENINGKATAN MODAL, KETERAMPILAN, DAN PERLUASAN PASAR DI KEMASAN KRIAN SIDOARJO Didin Fatihudin Noto Adam, Misrin Hariyadi, dan Iis Holisin Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya Jalan Sutorejo Nomor 59, Surabaya Telepon +62 31 3811966, Fax. +62 31 3813096 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT This study analysis home industry shoe open toe-slliper in Krian Kemasan, Sidoarjo Regency. Existence home industry as strong industry although crisis of macroeconomic. Home industry potential can increase to social welfare. The development can pass trough capital, skill, and marketing. Four access street economic powering pass trough government, which human resources, technology, market extensive, and relation for capital. Look for friend like as government, bank, trade, and industry department. Keywords: development models, shoe and toe-slliper industry, capital, skill, market
PENDAHULUAN Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pembangunan daerah sebagai padanan dari Regional development adalah upaya pembangunan yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan pemerataan hasil-hasilnya menuju terwujudnya
kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan aspek pembangunan, pengelolaan pembangunan dapat sesuai dengan perioritas masalah dan kebutuhan masyarakat lokal di daerah dengan melibatkan aktif masyarakat di daerah yang bersangkutan. Pemberdayaan masyarakat secara komprehensif harus mencakup aspek ekonomi, sosial budaya, dan politik. Khusus pemberdayaan ekonomi masyarakat dibutuhkan empat akses minimal yang harus diperoleh masyarakat melalui fasilitas pemerintah, yakni 1) akses terhadap sumberdaya; 2) akses terhadap teknologi, yaitu metode dan teknik pelaksanaan kegiatan dengan cara yang lebih baik dan efisien, termasuk akses dalam mendayagunakan prasarana dan sarana produksi dan peningkatan keterampilan berusaha; 3) akses terhadap informasi pasar dan kemudahan pemasaran hasil usaha; dan 4) akses terhadap sumber pembiayaan melalui bantuan dan skim kredit untuk modal usaha ekonomi produktif. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tersebut mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, serta meningkatkan peran serta masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan klasifikasi industri berdasarkan skala penggunaan tenaga kerjanya, yaitu 1) industri besar apabila
187
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 187-191
menggunakan tenaga kerja lebih dari 100 orang; 2) industri sedang apabila menggunakan tenaga kerja antara 20 hingga 99 orang; 3) industri kecil apabila menggunakan tenaga kerja antara 5 hingga 19 orang; dan 4) industri rumah tangga apabila menggunakan tenaga kerja kurang dari 5 orang. Departemen Perdagangan memberikan klasifikasi industri berdasarkan aspek permodalan, bahwa suatu usaha disebut usaha kecil apabila permodalannya kurang dari Rp 25 juta. Departemen Koperasi sependapat dengan Bank Indonesia, yang menggolongkan pengusaha kecil berdasarkan kriteria omzet usaha tidak lebih dari Rp 2 milyar dan kekayaan (tidak termasuk tanah dan bangunan) tidak lebih dari Rp 600 juta (Kuncoro, 2006). Menurut UU No. 9 Tahun 1995 pengertian tentang usaha kecil adalah 1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; 2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milyar; 3) milik warganegara Indonesia; 4) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar; dan 5) berbentuk badan usaha orang perseorangan, tidak berbadan hukum, atau berbadan hukum, termasuk koperasi. Kabupaten Sidoarjo banyak terdapat industri kecil antara lain sepatu sandal kulit/imitasi di Kelurahan Kemasan Kecamatan Krian, sepatu sandal di Wedoro, Punokawan. Industri di Sidoarjo masih dihadapkan pada persoalan pokok yang menyita perhatian dan penanganan serius semua pihak, antara lain 1) lambatnya pertumbuhan ekonomi; 2) rendahnya pendapatan masyarakat; 3) kurang berkembangnya kelembagaan pembangunan daerah dan masyarakat; dan 4) lemahnya akses informasi. Oleh karena itu, perlu dicanangkan program-progran pemberdayaan masyarakat yang mengarah kepada pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat saat ini, yaitu 1) adanya pengembangan usaha ekonomi pedesaan; 2) penguatan lumbung pangan masyarakat; 3) pemasyarakatan dan pemanfaatan teknologi tepat guna; dan 4) peningkatan partisipasi dan peran serta masyarakat. Menurut data statistik Kadinda dan Deperindag Kabupaten Sidoarjo (2007), di Kelurahan Kemasan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo terdapat kurang
188
lebih 60 usaha produksi sepatu/sandal kulit yang dimiliki masyarakat setempat. Usaha lain berupa pot bunga, menjahit, bordir, kue, kerajinan, asesoris, kain sarung, dansebagainya. Khusus penguasaha sepatu/ sandal disinyalir sebagian produsen sepatu/sandal kulit dimiliki beberapa orang saja.. Penelitian ini hanya dilakukan di penguasaha sepatu/sandal saja yang ada di Kelurahan Kemasan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi pengembangan penguasaha kecil menengah ke depan. Berdasarkan latar belakang masalah usaha kecil sepatu/sandal di Kemasan Krian Sidoarjo yang telah dikemukakan, maka masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut 1) bagaimana hasil produksi pengusaha kecil sepatu sandal di Kemasan Krian Sidoarjo; 2) apa permasalahan yang dihadapi pengusaha kecil sepatu sandal di Kemasan Krian Sidoarjo; 3) apa harapan/ kebutuhan pengusaha pengusaha kecil sepatu sandal di Kemasan Krian Sidoarjo; dan 4) apa upaya yang harus dilakukan untuk membantu pemecahan masalah yang dihadapi pengusaha kecil sepatu sandal di Kemasan Krian Sidoarjo. Tujuan penelitian ini untuk 1) mendata hasil produksi pengusaha kecil sepatu sandal di Kemasan Krian Sidoarjo; 2) mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi pengusaha kecil sepatu sandal di Kemasan Krian Sidoarjo; 3) mengumpulkan data harapan/kebutuhan para pengusaha pengusaha kecil sepatu sandal di Kemasan Krian Sidoarjo; dan 4) mencari upaya yang harus dilakukan untuk membantu menangani kesulitan-kesulitan yang dihadapi pengusaha kecil sepatu sandal di Kemasan Krian Sidoarjo. MASALAH DAN PEMBAHASAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu penelitian yang menjelaskan fenomena apa adanya (Hussey,1997), yaitu menjelaskan keberadaan dan prospek usaha pengusaha kecil sepatu/ sandal di Kemasan Krian Sidoarjo. Karena lokasi pengusaha kecil berdekatan dan terkonsentrasi di tiga dusun, yaitu Mojosantren, Kemasan, dan Semaji, maka pengusaha kecil yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 50 pengusaha kecil dari jumlah keseluruhan kurang lebih 100 pengusaha kecil. Teknik sampling yang digunakan adalah Convenience sampling, yakni teknik sampling berdasarkan pada aspek
MODEL PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN......................... (Didin Fatihudin, Noto Adam, Misrin Hariyadi, dan Iis Holisin)
kemudahan saja. Teknik ini merupakan bagian dari NonProbability sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi langsung dengan menyusun pedoman wawancara terbuka dan tertutup yang berupa angket. Pengusaha kecil sepatu/sandal langsung didatangi satu persatu secara bergantian dengan tujuan agar data yang diperoleh lebih akurat, lebih meyakinkan untuk diolah, dan dianalisis. Setelah data terkumpul kemudian diolah, ditabulasikan, ditafsirkan, dan dianalisis berdasarkan pedoman penafsiran data dengan rentang angka frekuensi dan persentase, yaitu 1-25% sebagian kecil, 26-49% kurang dari setengahnya, 50% setengahnya, 51-75% lebih setengahnya, dan 76100% sebagian besar. Adapun penyajian hasil penelitian digambarkan dalam bentuk diagram lingkar dan tabel untuk memudahkan dalam penafsiran data, analisis data, pembahasan hasil penelitian, dan pengambilan simpulan. Pengusaha kecil sepatu dan sandal di Kelurahan Kemasan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo berjumlah antara 60-100 UKM, tepatnya di Dusun Mojosantren, Kemasan dan Semaji. Sebagian besar (90%) berlokasi di Mojosantren. Sebagian besar (84%) jumlah karyawan yang bekerja di industri sepatu sandal tersebut antara 16-26 orang berasal dari anggota keluarga dan tetangga dekatnya dan 1-2 orang tenaga ahli dari luar daerah. UKM tersebut memproduksi sepatu kulit, sepatu imitasi, sepatu sandal, sandal wanita, dan kelom ayu. Rata-rata kapasitas produksinya antara 300-360 kodi pertahun atau 7200 pasang sepatu/ sandal. Tahun berdirinya UKM sepatu sandal di Kemasan ini ada yang mulai berdiri tahun 1970 sampai dengan 1980an, tetapi yang paling banyak (86%) berdiri antara tahun 1990-2000 an. Berarti UKM ada yang sudah berdiri belasan tahun bahkan puluhan tahun. UKM yang sudah memiliki SIUP dan NPWP baru 17 UKM atau kurang dari setengah (34%) sedang 33 UKM (66%) belum memiliki NPWP dan SIUP. UKM yang memiliki merek sendiri hanya 14 (28%) saja sedang 36 UKM (72%) membuat merek sesuai pesanan toko/ konsumen. Secara organisasi, UKM ini telah mempunyai perkumpulan yang berfungsi sebagai forum komunikasi yang pertemuannya di lakukan setiap hari Rabu pukul 19.00 pada minggu ke IV setiap bulan. Beberapa kendala yang menjadi hambatan/ kesulitan UKM sepatu sandal di Kemasan Krian Sidoarjo untuk berkembang maju adalah 1) pengucuran
dan peluang pinjaman modal dari lembaga keuangan (bank) masih terkonsentrasi kepada tiga orang pemilik UKM sepatu yang dianggap sudah mapan sedang UKM lainya kurang diperhatikan; 2) masih memerlukan tambahan modal, tetapi keinginan sebagoan besar UKM kalau dapat tanpa jaminan; 3) pada umumnya, UKM sepatu tidak memiliki modal sendiri untuk membeli bahan baku produksi, tetapi diberi pinjaman oleh toko bahan baku atau toko pembeli produk dengan hanya modal kepercayaan saja; 4) belum memiliki toko/gerai bersama semacam out factory yang dapat menjual produknya dengan harga pabrik; 5) pembelian bahan baku dilakukan oleh masing-masing UKM, tidak ada kebersamaan dalam pembelian, padahal jika membeli secara bersama harga bahan baku akan jauh lebih murah; 6) masih membutuhkan institusi mitra/mitra perorangan untuk memperluas jaringan pemasaran dan penjualan hasil produk UKM; 7) hampir semua UKM tidak memiliki catatan khusus keuangan semacam laporan keuangan misalnya semacam arus kas, rugi laba apalagi neraca, sehingga sulit untuk membedakan mana keuangan keluarga dan mana keuangan usaha ; 8) belum ada pelatihan khusus dari lembaga pendamping tentang desain model sepatu/sandal untuk UKM sepatu di Kemasan; 9) banyak sepatu impor China membanjiri pasar lokal dan harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga sepatu lokal buatan UKM sepatu di Kemasan; dan 10) kasus lumpur Lapindo sangat berpengaruh terhadap volume penjualan sepatu produk UKM yang mengakibatkan banyak toko-toko kerajinan tas dan sepatu di Tanggulangin tutup. Harapan dan kebutuhan para UKM sepatu/sandal di Kemasan Krian Sidoarjo adalah 1) pemerintah agar membatasi sepatu impor terutama dari China; 2) ada tambahan modal dari perbankan apabila perlu ada kredit tanpa jaminan; 3) ada pembinaan rutin dan terintegrasi UKM dari lembaga terkait, misalnya asosiasi pembuat sepatu, Kadinda, Pemda, dan Koperasi; dan 4) ada lembaga mitra yang membantu memperluas jaringan pemasaran/penjualan. Ketersediaan dan kesinambungan bahan baku banyak dan mudah diperoleh. Tenaga kerja juga mudah diperoleh, kebanyakan berasal dari anggota keluarga dan tetangganya. Untuk modal investasi maupun mdal kerja, UKM sepatu/sandal masih memerlukan tambahan, tetapi untuk sementara masih dapat dipinjami dari pengusaha, tetapi bukan dalam bentuk uang tetapi
189
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 187-191
dalam bentuk bahan baku produksi seperti sol, lem, kulit, dan imitasi. Cara pembayaran tagihan yang jatuh tempo antara dua minggu sampai satu bulan. Ada keinginan untuk menambah modal dari pinjaman, tetapi tidak memiliki jaminan yang dipersyaratkan lembaga keuangan/perbankan. UKM sepatu/sandal mau pinjam asal tanpa agunan. Apabila rumah dijadikan agunan UKM menyatakan keberatan. Selama ini antara target dan realisasi penjualan selalu hampir sama dengan pesanan toko/konsumen. Penjualannya mencapai angka antara 300-360 kodi pertahun. Hal ini berarti produksi hanya berdasarkan pesanan saja sehingga volume penjualan relatif tetap. Keinginan UKM meningkatkan volume penjualan sangat tinggi, tetapi UKM tidak memiliki informasi dan akses untuk bekerjasama dengan siapa dan lembaga apa. Usaha untuk membantu diupayakan sesuai dengan kebutuhan UKM, misalnya dicarikan perbankan yang bersedia memberi pinjaman kepada UKM dengan tingkat suku bunga sangat rendah dengan cicilan dalam jangka panjang, sehingga UKM tidak merasa keberatan dalam mengembalikan pinjaman tersebut. Begitu pula dalam peningkatan keterampilan para karyawannya coba dicarikan asosiasi atau institusi profesional yang mampu memberikan pelatihan khusus dalam produksi sepatu/sandal, sehingga model, bentuk, maupun desain produknya tidak ketinggalan oleh perubahan yang cepat dari selera konsumen. Jaringan pemasaran juga dapat difasilitasi untuk dipertemukan dengan perusahaan besar yang khusus berbisnis dalam pemasaran produk baik dalam negeri maupun ke luar negeri untuk di ekspor. Peran intitusi pemerintah kesannya masih berjalan sendiri-sendiri dalam pembinaan UKM. Antarinstitusi tidak ada komunikasi dan program yang terintegrasi. Agar usaha UKM sepatu sandal di Kemasan Krian Sidoarjo berkembang secara mandiri dan dapat meningkatkan pendapatan, maka diupayakan pencarian kemitraan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara pembuatan model pembinaan/ pengembangan, pendampingan, pelatihan, dan evaluasi dalam 1) permodalan/keuangan dengan cara dicarikan lembaga mitra keuangan/Bank/BUMN yang mau membantu meminjamkan uang dengan tanpa jaminan atau pembuatan buku kecil cara mudah memahami tentang keuangan dan prosedur pengajuan kredit dan penyelesaiannya; 2) keterampilan dengan cara dicarikan
190
lembaga pelatihan desain/model inovasi produk sepatu yang profesional untuk melatih keterampilan para karyawannya; 3) pemasaran/penjualan dengan cara dicarikan jaringan pemasaran baru, misalnya toko-toko dan supermarket atau dibuatkan semacam buku petunjuk praktis strategi pemasaran produk dan perilaku konsumen. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka simpulan penelitian ini adalah: 1) UKM sepatu/sandal banyak terdapat di Kemasan Krian Sidoarjo, tetapi sebagian besar masih belum mampu mandiri, baik aspek produksi, permodalan, skill, maupun perluasan pemasan. Ijin usaha seperti SIUP dan pemilikan NPWP masih banyak yang belum mempunyai. Volume produksi dan penjualan hanya sebatas jumlah pemesanan dari toko/konsumen saja, tidak dapat lebih daripada itu. Ketidakberanian pinjam uang ke perbankan disebabkan karena prospek usaha yang belum menentu. Kreativitas model sepatu/sandal juga masih memerlukan pembinaan. Jaringan pemasaran juga perlu difasilitasi bekerjasama dengan penguasaha lain yang lebih luas. Kapasitas dan target produksi maupun penjualan perlu ada peningkatan lebih dari 360 kodi pertahuan.
MODEL PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN......................... (Didin Fatihudin, Noto Adam, Misrin Hariyadi, dan Iis Holisin)
DAFTAR PUSTAKA _________. 2005. Usaha Kecil dan Menengah/Home Industry di Sidoarjo. Bank Jatim. 2007. Petunjuk Teknis memperoleh Kredit untuk Usaha Kecil dan Menengah. Surabaya. Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2005. Survei Industri Besar dan Sedang di Jawa Timur. Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2005. JawaTtimur Dalam Angka.
Suparyanto,W. 2004. Study Kelayakan Usaha, Alfbeta, Bandung Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Pusat Daerah. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, 2005, Sidoarjo dalam Angka ; Statistik Industri di Sidoarjo. Dirjen Dikti Depdikbud RI., Pedoman Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat oleh Perguruan Tinggi, Edisi VII Tahun 2004. Jakarta Hermawan, Asep, 2006, Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif, Grasindo, Jakarta. Indriantoro, Nur, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, BPFE Yogyakarta. Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat Jawa Timur. 2005. Pengembangan Masyarakat Jawa Timur. Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan, UPP STIM YKPN, Yogyakarta Kotler, Philip, 2004. Manajemen Pemasaran edisi Millenium, Prenhalindo, Jakarta Lembaga Penelitian, 2004. Kemitraan Usaha Besar Kecil UGM, Yogayakarta 2004 Purnomo, 1994, Kebijakan Pembinaan Koperasi dan Pengusaha Kecil Dalam Repelita VI, Departemen Koperasi dan PPK, Kanwil Provinsi Yogyakarta
191
.
PENGARUH DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN .................... (Algifari)
Vol. 3, No. 3 November 2009 Hal. 193-201
ISSN: 1978-3116
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENGARUH DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Algifari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT This study examine the effect of deficit spending on macroeconomic indicators in Indonesia. The pumppriming theory state that deficit spending has positive effect on economic growth. Richardian equivalence hypotheses state that deficit spending has no effect on consumption expenditure. Deficit spending has negative effect on investment (crowding-out). This study use data years 1990-2007. The hypotheses are tested by using Partial Adjustment Model (PAM). The results indicate that deficit spending has negative effect on economic growth in the same period and positive effect in the next period. Deficit spending has no effect to consumption expenditure and investment (no crowding-out). Keywords: deficit spending, pump-priming theory, Richardian equivalence, crowding-out
PENDAHULUAN Kontroversi tentang perlunya pemerintah melakukan kebijakan defisit anggaran belanja sampai saat ini masih terjadi. Setiap pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) selalu muncul perdebatan tentang defisit yang terjadi pada anggaran tersebut. Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003,
menjelaskan bahwa defisit anggaran pemerintah adalah selisih kurang antara pendapatan negara dan belanja negara dalam tahun anggaran yang sama. Hyman (2005) mendefinisikan defisit anggaran pemerintah adalah kelebihan pengeluaran pemerintah dari penerimaan pemerintah yang berupa pajak, fee, dan pungutan retribusi yang diperoleh pemerintah. Besarnya defisit ditentukan dalam persentase terhadap Produksi Domestik Bruto (PDB) pada tahun anggaran yang bersangkutan. Dengan menggunakan cara tersebut dapat diperoleh gambaran beban utang yang dimiliki pemerintah terhadap pendapatan nasional. Menurut PP No. 23 Tahun 2003 tersebut, anggaran pemerintah dapat mengalami defisit tidak melebihi 3% dari PDB. Perbedaan pendapat tentang dampak kebijakan defisit anggaran pemerintah terhadap perekonomian terjadi dalam teori maupun hasil penelitian empiris. Pump-priming theory menyatakan bahwa defisit anggaran pemerintah diperlukan untuk mendorong kegiatan ekonomi nasional agar perekonomian terhindar dari kondisi resesi yang berkepanjangan. Melalui kebijakan pembiayaan defisit anggaran pemerintah dimungkinkan tercipta lapangan kerja (employment creation). Jika lapangan kerja dapat diciptakan maka akan meningkatkan daya beli masyarakat dan permintaan aggregat meningkat. Hal ini akan merangsang pengusaha untuk meningkatkan produksinya. Kenaikan permintaan aggregat dapat juga terjadi melalui peningkatan pengeluaran masyarakat. Pandangan ekonom Keynesian menyatakan bahwa
193
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 193-201
kebijakan defisit anggaran pemerintah yang dibiayai dengan pemotongan pajak mengakibatkan wajib pajak merasa penghasilan setelah pajak meningkat. Peningkatan pendapatan setelah pajak ini akan direspon dengan melakukan pengeluaran yang lebih banyak. Kenaikan pengeluaran akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa dan akan mendorong aktivitas ekonomi. Richardian equivalence hypothesis menyatakan bahwa defisit anggaran pemerintah tidak akan berpengaruh terhadap ekonomi makro. Hipotesis ini didasarkan pada anggapan bahwa masyarakat memiliki asa nalar (rational expectation) terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Bagi masyarakat yang rasional, kebijakan pemerintah menempuh anggaran defisit dengan memotong pajak memberikan dampak kenaikan pendapatan setelah pajak untuk saat ini. Namun pada masa yang akan datang, pemerintah perlu membayar cicilan dan bunga atas utang yang terakumulasi teraebut. Cara yang ditempuh oleh pemerintah biasanya dengan menaikkan pajak. Jadi penurunan pajak saat ini dipandang oleh konsumen hanya memberikan pendapatan sementara (transitory income) saja dan pada masa yang akan datang akan “diambil kembali” oleh pemerintah. Dengan demikian, konsumen tidak akan meningkatkan pengeluarannya saat ini. (Mankiw, 2005). Ekonom Klasik berpandangan bahwa defisit anggaran pemerintah dapat merugikan perekonomian. Defisit anggaran pemerintah dengan menurunkan tarif pajak akan meningkatkan suku bunga dan menurunkan investasi swasta sehingga pertumbuhan ekonomi akan turun (crowding-out). Namun dalam penelitian Eisner (1989) pada perekonomian Amerika pada periode tahun 1956-1984 memperoleh bukti bahwa defisit anggaran pemerintah berpengaruh positif terhadap investasi domestik. Dengan kata lain, pada periode tersebut kebijakan defisit anggaran pemerintah mengakibatkan “crowding-in” bagi perekonomian. erdasarkan kontroversi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kebijakan defisit anggaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
194
MATERI DAN METODE PENELITIAN Pemerintah Indonesia selalu melaksanakan kebijakan anggaran defisit. Pada masa pemerintahan Orde Baru, secara konsep anggaran pemerintah berimbang, namun secara substansi kebijakan anggaran yang ditempuh pemerintah adalah defisit. Defisit anggaran belanja pemerintah pada masa pemerintahan Orde Baru ditutupi dengan utang luar negeri. Pasca pemerintahan Orde Baru, defisit anggaran pemerintah ditutupi dengan utang dari dalam dan luar negeri. Apakah anggaran pemerintah defisit akan membahayakan perekonomian? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, baik secara teoritis maupun hasil penelitian empiris dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama berpendapat bahwa defisit anggaran pemerintah dapat berpengaruh positif terhadap perekonomian. Chrystal dan Thornton (1988) berpendapat bahwa defisit anggaran pemerintah diperlukan untuk mencapai dua tujuan ekonomi makro, yaitu pengerjaan penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Teori Pump-priming menyatakan bahwa defisit anggaran pemerintah diperlukan untuk menyelamatkan perekonomian dari kondisi resesi. Abimanyu (2005) berpendapat defisit anggaran pemerintah merupakan stimulus fiskal yang bersifat ekspansif. Kebijakan fiskal ekspansif diperlukan apabila perekonomian pada kondisi lesu, yang ditandai dengan menurunnya investasi swasta. Pada kondisi inilah peranan pemerintah sangat diperlukan sebagai stimulator ekonomi. Hasil penelitian empiris juga banyak ditemukan simpulan bahwa defisit anggaran pemerintah dapat berpengaruh positif terhadap perekonomian. Penelitian empiris yang dilakukan oleh Bafadal, dkk (2005) untuk perekonomian Indonesia menggunakan data tahun 1980-2003 diperoleh simpulan bahwa kenaikan defisit anggaran pemerintah akan meningkatkan ekspor neto dan menurunkan pengangguran. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: defisit anggaran pemerintah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Kelompok kedua berpendapat bahwa defisit anggaran pemerintah memiliki sedikit pengaruh atau bahkan tidak berpengaruh terhadap output nasional. Kebijakan defisit anggaran pemerintah hanya pemindahan penguasaan sumberdaya dari swasta
PENGARUH DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN .................... (Algifari)
kepada pemerintah. Menurut hipotesis Richardian Equivalence, kebijakan defisit anggaran pemerintah yang ditempuh melalui penurunan beban pajak tanpa menurunkan pengeluaran pemerintah, direspon masyarakat dengan tidak meningkatkan konsumsi yang dapat meningkatkan permintaan agregatif. Kenaikan pendapatan disposabel masyarakat akibat penurunan pajak digunakan masyarakat untuk meningkatkan tabungan. Masyarakat memiliki ekspektasi bahwa pada tahun yang akan datang pemerintah meningkatkan pajak untuk membayar utang saat ini sehingga kebijakan defisit anggaran belanja pemerintah tidak berpengaruh terhadap perekonomian. Penelitian secara empiris dilakukan oleh Adji (1995) yang dikutip Maryatmo (2004) menggunakan data perekonomian Indonesia tahun 1971-1992 menyimpulkan bahwa utang pemerintah tidak berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat. Saleh (2002) melakukan penelitian tentang pengaruh defisit anggaran pemerintah terhadap perekonomian Indonesia menggunakan data tahun 1969-1997 menyimpulkan bahwa defsit anggaran pemerintah yang dibiayai dengan utang luar negeri tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumahtangga. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: defisit anggaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap konsumsi rumahtangga. Kelompok ketiga berpendapat bahwa kebijakan defisit anggaran pemerintah dapat berdampak negatif bagi perekonomian. Menurut pandangan ekonom Klasik, dalam perekonomian berada pada kondisi full employment, kebijakan defisit anggaran pemerintah yang bersifat permanen akan mengganggu investasi sektor swasta (crowding out). Kunarjo (2001) menguraikan dampak negatif kebijakan defisit anggaran pemerintah bagi perekonomian. Dampak negatif ini dapat dilihat dari pengaruhnya terhadap indikator ekonomi makro utama, yaitu pertumbuhan ekononi, laju inflasi, dan pengangguran. Defisit yang terjadi pada anggaran pemerintah berarti pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif. Pengeluaran pemerintah yang terjadi saat ini untuk membiayai proyek yang menggunakan daya sangat besar, misalnya membangun infrastruktur, akan menghasilkan output dalam waktu yang relatif lama, sementara saat ini pemerintah sudah mengeluarkan yang antara lain
membayar upah buruh. Hal ini akan meningkatkan daya beli masyarakat dan permintaan masyarakat kerhadap output meningkat. Kenaikan permintaan output tidak diimbangi dengan kenaikan penawaran akibat adanya time lag antara pengeluaran pemerintah untuk proyek dengan output proyek tersebut mengakibatkan hargaharga naik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa defisit anggaran pendapatan dan belanja pemerintah berakibat meningkatnya laju inflasi. Pada masa ketika perekonomian mengalami kenaikan harga (inflasi) akan muncul usaha pemerintah atau bank sentral untuk menurunkan laju inflasi. Kebijakan yang dipilih oleh bank sentral biasanya dengan menaikkan suku bunga. Suku bunga merupakan salah satu faktor yang menentuan tinggi rendahnya investasi, di samping faktor lain seperti regulasi pemerintah dan keamanan. Kenaikan suku bunga berdampak terhadap menurunnya gairah perusahaan melakukan investasi. Menurunnya investasi akan mengurangi kemampuan perekonomian menciptakan lapangan kerja dan pada akhirnya akan menimbulkan pengangguran. Berdasarkan uraian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: defisit anggaran belanja berpengaruh negatif terhadap investasi perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis pengaruh defisit anggaran belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi selama periode penelitian untuk membuktikan teori Pump-priming; 2) menganalisis pengaruh defisit anggaran belanja pemerintah terhadap pengeluaran rumahtangga untuk membuktikan hipotesis Ricardian Equivalence; dan 3) menganalis pengaruh defisit anggaran pemerintah terhadap investasi untuk membuktikan adanya crowding-out. Penelitian ini menggunakan data runtut waktu dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2007 mengenai Produksi Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi, defisit anggaran belanja pemerintah (dalam persentase terhadap PDB atas dasar harga berlaku), konsumsi rumahtangga (dalam persentase terhadap PDB atas dasar harga berlaku), investasi perusahaan (dalam persentase terhadap PDB atas dasar harga berlaku), dan ekspor neto (dalam persentase terhadap PDB atas dasar harga berlaku). Data diambil dari laporan Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Departemen Keuangan tahun 1990 sampai dengan tahun 2007. Periode
195
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 193-201
penelitian dibagi menjadi dua, yaitu tahun 1990-2000 dan tahun 2001-2007. Data mengenai defisit anggaran pemerintah tahun 1990-2000 menggunakan penerimaan pembangunan dan tahun 2001-2007 menggunakan data defisit anggaran pemerintah, yaitu selisih antara penerimaan pemerintah dan belanja pemerintah. Model yang digunakan untuk menganalisis pengaruh defisit anggaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, konsumsi rumahtangga, investasi perusahaan, dan ekspor neto adalah persamaan regresi. Dalam setiap persamaan regresi terdapat dua variabel dummy, yaitu D1 dan D2. Variabel dummy tersebut menerangkan periode penelitian. Agar kedua variabel dummy tersebut dapat dimasukkan ke dalam persamaan, maka model regresi yang digunakan adalah model regresi tanpa intersep. Tujuan penggunaan model regresi tanpa intersep ini adalah untuk menghindari terjadinya masalah kolinearitas sempurna (dummy variable trap) (Gujarati, 2003). Model regresi yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan replikasi dari model regresi yang digunakan oleh Eisner (1989) mengenai Budget Deficit: Rhetoric and Reality, yaitu: DGNPDEFt = b 01X1 + b 02 X 2 + b1DGNPDEFt -1 + b 2 u t + b3 PAHESt −1 + ε t
DGNPDEFt adalah pertumbuhan ekonomi tahun t, X1 dan X2 adalah variabel dummy untuk tahun 1956-1966 dan tahun 1967-1985, DGNPDEFt-1 adalah pertumbuhan ekonomi tahun t-1, u adalah tingkat pengangguran tahun t, dan PAHES adalah defisit anggaran pemerintah tahun t sebagai persentase dari Gross National Product (GNP) pada tahun t. DCOM t = b 01X1 + b02 X 2 + b1PAHESt −1 + b 2 DMBt −1 + ε t
DCOMt adalah persentase komponen GNP terhadap GNP pada tahun t, X1 dan X2 adalah variabel dummy untuk tahun 1956-1966 dan tahun 1967-1985, PEHESt-1 adalah defisit anggaran pemerintah tahun t-1 sebagai persentase dari GNP tahun t-1, dan DMBt-1 adalah persentase uang inti terhadap GNP pada tahun t-1. Komponen GNP adalah konsumsi rumahtangga, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto. Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Partial Adjustment Model (PAM), sehingga tidak perlu lagi melakukan pengujian terhadap
196
stasioneritas data. Nilai koefisien kelambanan (lag) variabel dependen berada antara 0 dan 1 dan harus signifikan secara statistik dengan tanda koefisien positif (Insukindro, 2001). Berikut ini model yang digunakan untuk menguji pengaruh defisit anggaran penerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dan komponen-komponennya. Model untuk menganalisis pengaruh defisit anggaran belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi:
grw t = g1D1 + g 2 D2 + g 3grw t -1 + g 4def + g 5def t −1 + ε t Model untuk menganalisis pengaruh defisit anggaran belanja pemerintah terhadap konsumsi rumahtangga:
con t = c1D1 + c 2 D 2 + c3con t -1 + c 4 def + c5def t −1 + ε t Model untuk menganalisis pengaruh defisit anggaran belanja pemerintah terhadap investasi perusahaan:
inv t = v1D1 + v 2 D 2 + v 3inv t -1 + v 4def + v5def t −1 + ε i Keterangan: grw: pertumbuhan ekonomi def: defisit anggaran pemerintah (% terhadap PDB) con: konsumsi rumahtangga (% terhadap PDB) inv: investasi perusahaan (% terdadap PDB) D1 = 1: 1990-1999 dan D1 = 0: 2000-2007 D2=0: 1990-1999 dan D2=1: 2000-2007 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian Eisner (1989) pada ekonomi Amerika tahun 1956-1983 menyimpulkan bahwa defisit anggaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Waluyo (2005) melakukan penelitian terhadap perekonomian Indonesia menggunakan data tahun 1970-2004 menyimpulkan bahwa defisit anggaran pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan defisit yang dibiayai dengan obligasi pemerintah tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Saleh (2002) melakukan penelitian tentang pengaruh defisit anggaran pemerintah terhadap perekonomian Indonesia menggunakan data tahun 1969-1997 menyimpulkan bahwa defsit anggaran
PENGARUH DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN .................... (Algifari)
pemerintah yang dibiayai dengan utang luar negeri tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pergerakan defisit anggaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1990 sampai dengan 2007 seperti tampak pada Gambar 1. Selama tahun 1990-2007, pergerakan defisit dan pertumbuhan ekonomi tidak searah. Ketika defisit turun, pertumbuhan ekonomi naik. Namun ketika defisit naik, pertumbuhan ekonomi turun. Untuk mencari bukti empiris secara matematis hubungan antara defisit anggaran belanja pemerintah dengan pertumbuhan
ekonomi dilakukan menggunakan persamaan regresi. Tabel 1 berikut ini menunjukkan hasil perhitungan terhadap data defisit anggaran pemerintah dan perumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1990-2007. Pertumbuhan ekonomi tahun t diregres dengan pertumbuhan tahun t-1, defisit anggaran pemerintah tahun t dan tahun t-1. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa defisit anggaran pemerintah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun bersangkutan dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun berikutnya. Koefisien regresi D1 dan D2 tidak signifikan.
Gambar 1 Perkembangan Defisit Anggaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi, 1990 - 2007
Tabel 1 Hasil Regresi Defisit Anggaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi
***Signifikan pada α = 1%
197
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 193-201
Hasil penelitian Eisner (1989) pada ekonomi Amerika tahun 1956-1983 menyimpulkan bahwa defisit anggaran pemerintah berpengaruh positif terhadap konsumsi rumahtangga pada tahun berikutnya. Penelitian Adji (1995) yang dikutip dalam Maryatmo (2004) menggunakan data perekonomian Indonesia tahun 1971-1992 menyimpulkan bahwa utang pemerintah tidak berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat. Saleh (2002) melakukan penelitian tentang pengaruh defisit anggaran pemerintah terhadap perekonomian Indonesia menggunakan data tahun 1969-1997 menyimpulkan bahwa defsit anggaran pemerintah yang dibiayai dengan utang luar negeri tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konsumsi rumahtangga, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hasanah (2003) dalam peneltiannya tentang pengaharuh defisit anggaran pemerintah terhadap perekonomian di Indonesia menggunakan data tahun 1969-1997 memperoleh bukti bahwa defisit anggaran pemerintah berpengaruh positif terhadap konsumsi rumahtangga. Pergerakan defisit anggaran pemerintah dan konsumsi rumahtangga Indonesia selama periode tahun 1990 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 2. Secara grafis pergerakan defisit anggaran pemerintah memiliki arah yang sama dengan pergerakan konsumsi rumahtangga. Untuk mengetahui pengaruh defisit anggaran belanja pemerintah terhadap konsumsi rumahrangga dilakukan uji statistik menggunakan model regresi.
Gambar 2 Perkembangan Defisit Anggaran Pemerintah dan Konsumsi Rumahtangga, 1990 - 2007 Hasil perhitungan terhadap data observasi tentang defisit anggaran pemerintah dengan konsimsi rumahtangga di Indonesia tahun 1990-2007 dapat dilihat pada Tabel 2. Konsumsi rumahtangga pada tahun t diregres dengan konsumsi rumahtangga pada tahun t1, defisit anggaran pemerintah pada tahun t, dan defisit anggaran pemerintah pada tahun t-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit anggaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap konsumsi rumahtangga saat ini maupun konsumsi rumahtangga pada tahun berikutnya. Koefisien regresi D1 dan D2 tidak signifikan.
Tabel 2 Hasil Regresi Defisit Anggaran Pemerintah dan Konsumsi Rumahtangga
***Signifikan pada α = 1%
198
PENGARUH DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN .................... (Algifari)
Hasil penelitian Eisner (1989) pada ekonomi Amerika tahun 1956-1983 menyimpulkan bahwa defisit anggaran pemerintah berpengaruh positif terhadap investasi perusahaan pada tahun berikutnya (crowding-in). Hasanah (2003) dalam penelitiannya menemukan bukti empiris bahwa defisit anggaran pemerintah berpengaruh positif terhadap tingkat bunga domestik. Kenaikan tingkat bunga domestik akan menurunkan investasi perusahaan (crowding-out). Perkembangan defisit anggaran pemerintah dan investasi perusahaan selama periode tahun 1990 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 tersebut terlihat pergerakan defisit anggaran pemerintah yang tidak searah dengan pergerakan investasi perusahaan. Artinya, ketika defisit anggaran pemerintah turun, investasi perusahaan naik. Sebaliknya, ketika defisit anggaran pemerintah naik, investasi perusahaan turun. Pengujian secara statistik pengaruh defisit anggaran pemerintah terhadap investasi perusahaan di Indonesia dilakukan dengan meregres variabel investasi perusahaan terhadap defisit anggaran pemerintah. Hasil pemrosesan terhadap data observasi dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa defisit anggaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap investasi perusahaan pada tahun yang bersangkutan maupun tahun berikutnya. PEMBAHASAN
Gambar 3 Perkembangan Defisit Anggaran Pemerintah dan Investasi Perusahaan, 1990 - 2007
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata pertumbuhan ekonomi antara periode 1990-2000 dan periode 20012007. Koefisien regresi kelambanan (lag) variabel pertumbuhan ekonomi (grw) adalah 0,673 dan signifikan menunjukkan bahwa model PAM yang digunakan berhasil dalam mengestimasi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1990-2007. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata pertumbuhan ekonomi antara periode 1990-2000 dan periode 20012007. Koefisien regresi kelambanan (lag) variabel
Tabel 3 Hasil Regresi Defisit Anggaran Pemerintah dan Investasi Perusahaan
***Signifikan pada α = 1%
199
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 193-201
konsumsi rumahtangga (con) adalah 0,796 dan signifikan menunjukkan bahwa model PAM yang digunakan berhasil dalam mengestimasi faktor yang mempengaruhi konsumsi rumahtangga pada perekonomian Indonesia periode 1990-2007. Hasil penelitian ini mendukung Ricardian Equivalence Hypotesis bahwa defisit anggaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap konsumsi rumahtangga. Hal ini disebabkan adanya aspek asa nalar (rational expectation) dari masyarakat terhadap kebijakan defisit anggaran pemerintah. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3 tidak menunjukkan adanya crowding-out maupun crowding- in pada perekonomian Indonesia selama periode tahun 1990-2007. Koefisien regresi D1 dan D2 tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata pertumbuhan ekonomi antara periode 1990-2000 dan periode 20012007. Koefisien regresi kelambanan (lag) variabel investasi (inv) adalah 0,869 dan signifikan menunjukkan bahwa model PAM yang digunakan berhasil dalam mengestimasi faktor yang mempengaruhi investasi perusahaan pada perekonomian Indonesia periode 1990-2007. SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Kebijakan pemerintah melaksanakan defisit pembiayaan anggaran banyak menimbulkan kontroversi. Banyak ekonom yang berpendapat bahwa defisit anggaran pemerintah dapat berpengaruh buruk bagi perekonomian. Namun banyak juga ekonom yang berpendapat bahwa defisit anggaran pemerintah diperlukan sebagai stimulus bagi perekonomian, sehingga perekonomian dapat berjalan dengan baik. Kedua argumentasi ini sama-sama mendapat dukungan dari hasil penelitian empiris. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh defisit anggaran belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi untuk kasus perekonomian Indonesia dalam perode tahun 1990 sampai dengan tahun 2007. Untuk mengetahui pengaruh defisit anggaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dan komponen-komponennya digunakan model regresi. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa 1) defisit anggaran belanja
200
pemerintah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun yang sama dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun berikutnya. Hasil empiris ini sesui dengan teori pumppriming bahwa defisit anggaran pemerintah diperlukan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi; 2) defisit anggaran belanja pemerintah tidak berpengaruh terhadap konsumsi rumahtangga pada tahun yang sama maupun pada tahun berikutnya. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis Ricardian Equivalence bahwa defisit anggaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap konsumsi rumahtangga; dan 3) defisit anggaran belanja pemerintah tidak berpengaruh terhadap investasi perusahaan pada tahun yang sama maupun pada tahun berikutnya. Pada perekonomian Indonesia tidak terdapat gejala crowding-in maupun crowding-out selama tahun penelitian. Keterbatasan Penelitian ini hanya menggunakan data pada periode tahun 1990 sampai dengan tahun 2007. Pada penelitian selanjutnya akan lebih baik lagi jika menggunakan data untuk periode yang lebih lama, sehingga hasil penelitian lebih mendekati pada kondisi yang sebenarnya. Komponen pertumbuhan ekonomi yang diduga dipengaruhi oleh defisit anggaran belanja pemerintah hanya konsumsi rumahtangga dan investasi saja. Pada penelitian selanjutnya juga perlu menguji pengaruh defisit anggaran belanja pemerintah terhadap variabel ekonomi makro yang lain, seperti ekspor, impor, cadangan devisa, tingkat bunga, dan laju inflasi.
PENGARUH DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN .................... (Algifari)
DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, Anggito. (2005). Kebijakan Fiskal dan Efektivitas Stimulus Fiskal di Indonesia: Aplikasi Model Makro-MODFI dan CGE-INDORANI. Jurnal Ekonomi Indonesia No. 1 Juni 2005. Anderson, Clay J. (1944). The Depelopment of the Pump-Priming Theory. The Journal of Political Economy, Vol. 52, No. 2. The University of Chicago Press. Chrystal, K. Alec dan Thornton Daniel L. (1988). The Macroeconomic Effects of Deficit Spending: A Review. Econpapers. Departement of Business, Economics, Statistics, and Informatics. Orebro University. Swedia. Eisner, Robert. (1989). Budget Deficit: Rhetoric and Reality. The Journal of Economic Perspectives. Vol. 3 No. 2. American Economic Association. Gujarati, D. (2003). Basic Econometrics. Fourth Edition. Mc.Grow-Hill, New York.
Maryatmo. (2004). Dampak Moneter Kebijakan Defisit Anggaran Pemerintah dan Peranan Asa Nalar dalam Simulasi Model Makro-Ekonomi Indonesia, 1983:1-2002:4. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2004. Saleh, Samsubar. (2002). Pengaruh Kebijakan Defisit Anggaran Pemerintah terhadap Perekonomian Indonesia. Disertasi. Program Doktoral Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Tidak dipublikasikan. Samuelson, Paul A. (1940). The Theory of Pump-Priming: Reexamined. The American Economic Review, Vol. 30, No.3. American Economic Association. Williams, John H. (1942). Deficit Spending. The American Economic Review, Vol. 30 No. 5. American Economic Association. Williamson, Stephen D. (2008). Macroeconomics. Third Edition. Pearson Education, Inc. USA.
Hasanah, Erni Ummi. Pengaruh Defisit Anggaran terhadap Perekonomian: Studi Kasus Indonesia. (2003). Tesis Magister Sains Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Tidak dipublikasikan. Hyman, David N. (2005). Public Finance: A Contemporary Application of Theory to Policy. International Student Edition. South-Western. Ohio. Insukindro dkk. (2001). Modul: Ekonometrika Dasar dan Penyusunan Indikator Unggulan Ekonomi. Bahan Lokakarya Ekonometrika dalam rangka Penjajakan Leading Indikator Export di KTI. Tidak dipublikasikan. Makassar. Kunarjo. (2001). Defisit Anggaran Negara. Majalah Perencanaan Pembangunan Edisi 23 Tahun 2001. Mankiw, n. Gregory. (2007). Macroeconomics. Sixth Edition. Worth Publishers. New York.
201
.
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI............... (Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Vol. 3, No. 3 November 2009 Hal. 203-223
ISSN: 1978-3116
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI SEBAGAI PEMBENTUK PORTOFOLIO SAHAM Rowland Bismark Fernando Pasaribu Asian Banking Finance and Informatics Institute of Perbanas Jalan Perbanas, Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta 12940 Telepon +62 21 527 8788 ext. 33, Fax. +62 21 522 2645 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT
PENDAHULUAN
This study aimed to a stock portfolio formed with composite of companies market (PER, PBV, ROE, EPS, PSR, and B/M, VaR) and accounting performance (ROE, and EPS) also their market capitalization in Indonesia Stock Exchange period 2003-2006. Some clarification need to achieved, such as: real difference among variabel refer to their market capitalization and influence of predictor to stock return. The result show; a) Levenne-test confirmed there is no significant influence relatively to variabel refer to their market capitalization; b) Simultaneously, the predictors have a significant influence to stock return in each period, but partially only 4 variable having an significant effect to return i.e (VaR, B/ M, and PER, and PBV). Hereinafter, the performance of selected portfolio (based on their rank) were evaluated (Sharpe-Index, Treynor-Index, and Jensen-Apha). The evaluation result conclude that stock portfolio formed refer to their market capitalization and composite of market and accounting performance do not at moment’s notice guarantee will yield an consensus of subject about accepted risk which reliable versus expected return.
Teori portofolio modern dimulai dengan karya fundamental Markowitz, yang memberikan definisi matematika yang jelas terhadap risiko dalam analisis portofolio. Penelitian sebelumnya belum ada yang mampu memberikan penjelasan matematis untuk fakta bahwa diversifikasi mengurangi risiko dalam portofolio saham. Markowitz sendiri tidak secara aktual menggunakan kata risiko dalam penelitiannya, tetapi menggunakan varians dalam tingkat pengembalian sebagai kuantitas yang diharapkan minimal dan di satu sisi memaksimalkan tingkat pengembalian. Penelitiannya tetap menjelaskan alat analitis utama dalam memilih portofolio optimal. Dalam praktisnya, sebahagian besar kinerja manajer portofolio telah hampir selesai dalam hal persiapan input untuk model Markowitz (forecast untuk tingkat pengembalian dan varians portofolio), dan dalam menginterpretasikan output model tersebut. Pada tahap perkembangan selanjutnya, terdapat banyak pendekatan yang melatarbelakangi pembentukan portofolio saham (dapat dari sisi kinerja pasar, informasi akuntansi, atau periode formasi pembentukan). Dengan pendekatan kinerja pasar, indikator yang digunakan bisa mengacu kepada kinerja rasio B/M, rasio P/B, rasio P/E, dan kapitalisasi pasar. Sedangkan pendekatan data informasi akuntansi dapat mengacu kepada kinerja tahunan aspek profitabilitas emiten (ROE, ROA, EPS, atau rasio E/P). Intuisi bahwa kinerja indikator pasar dan informasi data akuntansi dapat dimanfaatkan sebagai
Keywords: Indonesia Stock Exchange, portfolio performance, value at risk, sharpe ratio, treynor-index, jensen alpha
203
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 203-223
pembentukan portofolio saham adalah karena pengaruhnya yang signifikan terhadap tingkat pengembalian saham. Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa terdapat reaksi harga yang signifikan sebagai respons terhadap informasi earnings emiten terhadap pasar (Desyetti, 1998; Affandi dan Utama, 1998; Beza dan Na’im, 1998; Utami dan Suharmadi, 1986). Intuisi yang sama juga terjadi pada penelitian terdahulu perihal pengaruh kinerja pasar terhadap tingkat pengembalian saham, yakni signifikansi pengaruh terhadap tingkat pengembalian saham. Beberapa di antaranya adalah ukuran perusahaan (Banz, 1981; Reinganum, 1981), rasio P/E (Basu, 1983), rasio P/B (Stattman, 1980; Rosenberg et al. 1985; Chan et al. 1991). Fama dan French (1992) juga membuktikan bahwa size dan rasio P/B membantu menjelaskan variasi dalam tingkat rata-rata tingkat pengembalian saham. Chan dan Chui (1996) memberikan tambahan bukti bahwa tidak terjadi hubungan antara beta dan tingkat pengembalian rata-rata, dan hanya rasio P/B yang berpengaruh signifikan terhadap ratarata tingkat pengembalian saham. Di Indonesia, beberapa penelitian terdahulu (Utama dan Dewiyani, 1999; Utama dan Santosa, 1998) menjelaskan pengaruh rasio P/E, rasio P/B, ukuran perusahaan, dan koefisien beta terhadap tingkat pengembalian saham kontemporer. Penelitian mereka menyatakan bahwa beberapa rasio tersebut memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat pengembalian saham. Utama dan Santosa (1998) menjelaskan hubungan antara rasio P/B dan tingkat pengembalian saham, hasil penelitiannya adalah hubungan negatif antara kedua variabel. Utama dan Dewiyani (1999) melakukan investigasi pengaruh koefisien beta, ukuran perusahaan, PBV, dan PER terhadap rata-rata tingkat pengembalian saham. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keempat variabel memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian saham dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. O’Shaugnessy (1997) melakukan evaluasi terhadap kinerja beragam portofolio yang dibentuk dengan menggunakan data pasar dan data akuntansi. O’Shaugnessy membentuk portofolio berdasarkan indikator PER, PBV, PSR, dan ROE serta selanjutnya mengevaluasi kinerja portofolio tersebut dan menyatakan bahwa portofolio saham yang terdiri dari
204
saham dengan PER, PBV, PSR yang rendah, dan ROE yang tinggi memiliki kinerja yang baik. Fitriani dan Utama (2001) mereplikasi penelitian tersebut dengan hasil kinerja portofolio dengan PER, PBV, dan PSR yang rendah memiliki kinerja yang lebih baik dibanding portofolio dengan PER, PBV, dan PSR yang tinggi. Penelitian ini mencoba mereplikasi penelitian Fitriani dan Utama (2001) dengan menambahkan indikator rasio B/M, ROE dan EPS dalam pembentukkan portofolio saham. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam hal periode penelitian, klarifikasi pendahuluan dengan Levennetest, uji signifikansi multiregresi dan penggunaan Value at Risk sebagai indikator risiko portofolio. Berdasarkan uraian pendahuluan maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut 1) apakah terdapat perbedaan yang nyata perihal tingkat pengembalian saham, rasio P/E, rasio P/B, ROE, rasio E/PS, rasio P/S, dan rasio B/M, dan VaR yang dikaitkan dengan kapitalisasi pasar emiten; 2) bagaimana pengaruh PER, PBV, ROE, EPS, PSR, dan rasio B/M, VaR serta kapitalisasi pasar terhadap tingkat pengembalian saham; 3) kinerja return portofolio terbaik berdasarkan masing-masing indikator (PER, PBV, ROE, EPS, PSR, rasio B/M, dan Value at Risk) masing-masing periode penelitian; dan 4) kinerja portofolio terbaik berdasarkan indeks Sharpe, Jensen-alpha, dan indeks Treynor, Tujuan penelitian ini adalah 1) mengklarifikasi perbedaan nyata variabel penelitian dalam hal kapitalisasi pasar; 2) mengklarifikasi pengaruh PER, PBV, ROE, EPS, PSR, dan rasio B/M, VaR serta kapitalisasi pasar terhadap tingkat pengembalian saham; 3) melakukan pemeringkatan tingkat pengembalian portofolio berdasarkan masing-masing indikator pembentukan (PER, PBV, ROE, EPS, PSR, rasio B/M, dan Value at Risk); dan 4) melakukan evaluasi kinerja portofolio sharpe ratio, Jensen Ratio, dan indeks Treynor. MATERI DAN METODE PENELITIAN Hubungan price earning ratio (P/E) terhadap tingkat pengembalian saham. Rasio P/E dihitung dengan membagi harga penutupan saham dengan EPS perusahaan saat ini. Pelaku pasar menggunakan rasio P/E sebagai alat untuk mengidentifikasi peluang
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI............... (Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
investasi yang bagus. Intuisi ini muncul karena rasio P/E dianggap merefleksikan pertumbuhan earning masa mendatang yang diharapkan secara relatif terhadap tingkat earning kontemporer. PER dihitung dengan menggunakan rumus: PER = Harga penutupan Saham / EPS Rasio P/E yang tinggi juga merefleksikan faktorfaktor eksogen yang tidak berhubungan kepada fundamental perusahaan seperti 1) ekses likuiditas di pasar yang mengarah kepada inflasi rasional dan irrasional dalam harga asset; 2) ekses permintaan dan atau shock preferensi untuk jenis asset saham dimaksud; dan 3) negatif shock temporer terhadap earning. Konsekuensinya P/E secara luas tergantung pada sektor industri, siklus bisnis, perdagangan saham, likuiditas saham, kualitas estimasi earning, dan seterusnya. Basu (1977) menunjukkan bahwa portofolio yang terbentuk oleh saham dengan rasio P/ E yang rendah memiliki kinerja yang lebih baik dibanding portofolio yang terbentuk oleh saham dengan PER yang tinggi. Penelitian Trevino dan Robertson (2002) menunjukkan bahwa rasio P/E saat ini tidak memiliki korelasi dengan sub-sequent rata-rata return jangka pendek (3 tahun). Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa berinvestasi pada saham dengan PER yang tinggi mengarah kepada tingkat pengembalian jangka panjang yang semakin rendah (jangka waktu > 5 tahun) atau dengan kata lain, secara historis, rasio P/E yang sangat tinggi akan diikuti dengan tingkat pengembalian saham yang rendah baik jangka pendek atau jangka panjang. Hubungan price book ratio (P/B) terhadap tingkat pengembalian saham. Rasio P/B merepresentasikan harga pasar dari satu uni modal fisik perusahaan. Semakin tinggi harga ini, maka semakin menguntungkan bagi modal perusahaan. Sebagai contoh, emiten sektor teknologi memiliki rasio P/B yang sangat tinggi karena kapital mereka secara relatif kecil dikaitkan dengan earning yang diharapkan. Dengan mengkonstruksi (mengambil modal tetap) ke dalam perhitungan, P/B lebih rendah dibanding P/E (<10) dan lebih merekleksikan variasi harga saham daripada rasio P/E (Stowe et.al, 2004). PBV dihitung dengan formula: PBV = Harga Pasar per Lembar Saham Biasa / Ekuitas per Saham
Untuk perusahaan yang berjalan baik, umumnya ratio PBV mencapai di atas satu, menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari pada nilai bukunya. Semakin tinggi ratio PBV semakin tinggi perusahaan dinilai oleh pemodal relatif dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan di perusahaan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan semakin tinggi PBV semakin tinggi tingkat kepercayaan pasar terhadap prospek perusahaan, maka akan menjadi daya tarik bagi investor untuk membelinya. Sehingga permintaan akan saham tersebut akan naik, kemudian mendorong harga saham naik. Hubungan ROE dan EPS terhadap tingkat pengembalian saham. Pengembalian modal perusahaan (ROE) merupakan salah satu ukuran yang dipakai untuk menilai kinerja keuangan perusahaan. Menurut Ross et.al (2006) kinerja keuangan perusahaan merupakan suatu ukuran yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pengembalian atas modal yang ditanamkan pemilik saham. Pengembalian modal perusahaan merupakan ukuran seberapa besar laba yang dihasilkan atas seluruh investasi dalam modal yang dilakukan oleh pemilik modal perusahaan. ROE merupakan salah satu rasio dalam profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba dari setiap modal yang ditanamkan pemilik perusahaan. Pengembalian atas ekuitas/modal sendiri dihitung dengan membandingkan antara laba bersih terhadap ekuitas perusahaan. Formula yang digunakan untuk melakukan perhitungan return on equity (ROE) adalah sebagai berikut: ROE = Laba Bersih / Modal Sendiri Laba yang dihasilkan atas investasi berbentuk modal perusahaan dalam rasio keuangan yang dikenal return on equity atau ROE mengukur pengembalian absolut yang akan diberikan perusahaan kepada para pemegang saham atau pemilik perusahaan (Ross et.al, 2006). ROE yang semakin tinggi menunjukkan bahwa investasi yang dilakukan pemilik perusahaan menghasilkan return saham yang semakin tinggi. Selanjutnya, rasio E/P merupakan salah satu rasio keuangan yang berpengaruh positif terhadap harga saham, hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin besar EPS maka laba setelah pajak yang dihasilkan juga
205
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 203-223
semakin baik, sehingga harga saham perusahaan tersebut semakin meningkat. Hubungan price to sales ratio (P/S) terhadap tingkat pengembalian saham. Rasio P/S sangat berguna, bahkan bagi perusahaan yang mengalami financial distress, karena nilai penjualan selalu positif. Pendapatan dari penjualan tidak mudah untuk dimanipulasi sebagaimana halnya EPS dan nilai buku yang secara signifikan dipengaruhi oleh konvensi akuntansi. Rasio P/S tidak se-volatile multiplier P/E. Hal inilah yang membuat rasio P/S lebih reliable dalam analisis valuasi pada saat earning untuk tahun tertentu sangat tinggi atau sangat rendah dibanding rata-rata jangka panjang. Rasio P/S sangat berguna untuk valuasi saham dalam industri yang dewasa atau musiman serta perusahaan tanpa data historis earnings. Rasio ini juga sering digunakan untuk menilai manajemen investasi perusahaan dan kemitraan. Seperti rasio P/E dan P/B, penelitian empiris menyatakan bahwa perbedaan dalam P/S secara signifikant terkait terhadap perbedaan dalam rata-rata perbedaan tingkat pengembalian saham jangka panjang. Formula yang digunakan untuk melakukan perhitungan rasio P/S adalah sebagai berikut: Rasio P/S = Nilai Pasar Ekuitas / Penjualan Hubungan rasio b/m terhadap tingkat pengembalian saham. Penelitian empiris di masa lalu telah menyajikan bukti-bukti yang membantah prediksi model CAPM-nya Sharpe (1964), Lintner (1965) dan Black (1972) bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan secara lintas sektor adalah linier di dalam beta. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa penyimpangan dari risiko trade-off dan tingkat pengembalian CAPM memiliki hubungan diantara variable-variabel lainnya; ukuran perusahaan (Banz, 1981), earning yield (Basu, 1977 dan 1983), leverage (Bhandari, 1988) dan rasio nilai buku perusahaan terhadap nilai pasarnya (Stattman, 1980; Rosenberg et al., 1985; Chan et al., 1991). Secara umum, terdapat hubungan positif antara tingkat pengembalian saham dan earning yield, arus kas yield dan rasio BE/ME serta hubungan negatif antara tingkat pengembalian saham dan ukuran perusahaan (Fama dan French, 1992). Secara khusus Basu (1977, 1983), Banz (1981), Reinganum (1981), Lakonishok dan Shapiro (1986), Kato
206
dan Shallheim (1985) dan Ritter (2003), melakukan studi empiris mengenai pengaruh earning yield dan ukuran perusahaan terhadap tingkat pengembalian saham. Hasil penelitian mereka beragam dalam hal arah hubungan dan signifikansi pengaruh. Fama dan French (1992,1993) berpendapat bahwa ukuran perusahaan dan BE/ME memainkan suatu peran dominan dalam menjelaskan perbedaan tingkat pengembalian diharapkan cross-sectional perusahaan non-finansial. Namun, Barber dan Lyon (1997), menyatakan bahwa hubungan antara ukuran perusahaan, rasio BE/ME, dan tingkat pengembalian saham adalah sama untuk perusahaan keuangan dan non-keuangan. Mereka mengusulkan suatu model alternaitf yang memasukkan terlepas dari faktor pasar, faktor berhubungan dengan BE/ME. Bukti bahwa proksi perusahaan dan BE/ME untuk sensitivitas faktor risiko dalam tingkat pengembalian adalah konsisten dengan rational-pricing untuk peran ukuran perusahaan dalam tingkat pengembalian rata-rata. Ukuran perusahaan dapat menjadi proksi untuk risiko kelalaian dan BE/ME dapat menjadi indikator pada prospek relatif perusahaan. Tidak sama dengan model CAPM, model Fama dan French bukan suatu model keseimbangan. Belum ada teori yang mengatakan apa yang memunculkan faktor SMB dan HML. Sebagaimana pendapat Cochrane (1996 dan 2001) bahwa model asset-pricing yang menggunakan tingkat pengembalian portofolio sebagai suatu faktor mungkin dapat menjelaskan tingkat pengembalian asset secara memadai, tetapi tidak mampu menjelaskan faktor tersebut secara parsial karena model ini tetap meninggalkan pertanyaan yang tak terjawab perihal tingkat pengembalian berdasarkan faktor tersebut. Beberapa peneliti sampai sekarang mencoba untuk memberi suatu penjelasan untuk faktor ukuran perusahaan (SMB) dan BE/ME (HML) dalam 3FM dan terutama mengapa saham dengan rasio BE/ME yang tinggi menghasilkan return yang tertinggi. Fama dan French (1993) menyajikan beberapa tes yang menyatakan bahwa rasio BE/ME dan ukuran perusahaan pada kenyataannya adalah proksi untuk loading perusahaan atas faktor risiko yang memiliki harga tertentu: Pertama, mereka menunjukkan bahwa harga pada saham yang memiliki rasio BE/ME yang tinggi dan ukuran perusahaan yang kecil cenderung untuk untuk bergerak ke atas dan ke bawah bersama-
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI............... (Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
sama dengan cara yang adalah suggestive dari suatu faktor risiko yang umum. Kedua, mereka menemukan bahwa loading atas faktor biaya portofolio adalah nol berdasarkan ukuran (SMB) dan rasio book-to-market (HML) bersama dengan suatu nilai tertimbang portofolio pasar menjelaskan kelebihan tingkat pengembalian pada suatu kumpulan portofolio bookto-market dan size. Pendek kata, mereka membantah bahwa asosiasi antara karakteristik ini (ukuran, BE/ME) dan tingkat pengembalian meningkat sebab karakteristik tersebut adalah proksi untuk faktor risiko yang tidak bisa didiversifikasi. Sebaliknya Lakonishok et al. 1994 (selanjutnya disingkat dengan LSV) menyatakan bahwa tingkat pengembalian yang tinggi diasosiasikan dengan saham dengan BE/ME yang tinggi dihasilkan oleh investor yang salah meramalkan tingkat pertumbuhan earning masa lalu perusahaan. Mereka menyarankan bahwa para investor terlalu optimis mengenai perusahaan yang telah berprestasi baik dan terlalu pesimis mengenai perusahaan yang belum berprestasi. LSV juga saham dengan BE/ME yang rendah lebih menarik daripada saham dengan BE/ME yang tinggi dan karenanya menarik investor naïve yang menaikkan harga dan menurunkan tingkat pengembalian yang diharapkan dari saham-saham ini. Penelitian LSV ini didukung oleh Gregory et al. (2003) untuk negara Inggris, Bundo (2006), Rogers dan Sekurato (2007) untuk negara Brazil. Fama dan French (1995) di dalam usaha mereka untuk menjelaskan model tiga faktor yang didukung oleh hal berikut: 1) Membantah bahwa sejak harga rasional saham adalah potongan harga dari tingkat penghasilan masa depan yang diharapkan (arus kas bersih), dan kalau faktor risiko ukuran perusahaan dan BE/ME dalam tingkat pengembalian (tingkat perubahwan harga saham yang tidak diharapkan) adalah hasil pada pricing rasional maka kemudian faktor tersebut diarahkan oleh faktor umum dalam fluktuasi earning yang diharapkan yang berhubungan kepada ukuran perusahaan dan BE/ME; 2) Jika tentu saja ukuran dan BE/ME dihubungkan dengan profitabilitas, maka hal tersebut menyatakan bahwa ada suatu faktor yang terkait dengan ukuran dan BE/ME dalam variabel fundamental yang mungkin mendorong ke arah suatu faktor risiko pada hubungan antara ukuran perusahaan dan BE/ME dalam tingkat pengembalian; dan 3) Fakta
bahwa faktor umum di dalam tingkat pengembalian mencerminkan faktor umum di dalam earning yang menyatakan bahwa faktor pasar, ukuran perusahaan dan BE/ME di dalam earning adalah sumber faktor yang berhubungan di dalam tingkat pengembalian. Namun usaha mereka untuk menjelaskan model 3FM belum begitu berhasil. Mereka menunjukan kegagalan mereka pada permasalahan kesalahan pengukuran data earning perusahaan. Knez dan Ready (1997) menggunakan prosedur Fama dan Macbeth (1973) yang sempurna dalam rangka mengisolasi pengamatan yang berpengaruh untuk membantu membongkar mengapa ukuran dan bookto-market seolah bermanfaat untuk menjelaskan variasi cross-sectional dalam tingkat pengembalian. Mereka menemukan bahwa premi risiko pada ukuran perusahaan yang diperkirakan Fama dan French (1992) sepenuhnya menghilang manakala dilakukan pengamatan paling ekstrim 1% per bulan. Mereka juga menunjukkan bahwa hal nilai rata-rata negatif koefisien ukuran perusahaan bulanan yang dilaporkan oleh Fama dan French dapat diterangkan secara keseluruhan dengan koefisien paling ekstrim selama 16 bulan. Pada sisi lain, Daniel dan Titman (1997), menemukan bukti bahwa premi tingkat pengembalian pada saham dengan kapitalisasi yang kecil dan BE/ME yang tinggi tidak muncul karena co-movement pada saham-saham ini dengan faktor yang bersifat pervasive. Hal tersebut adalah lebih kepada karakteristik daripada struktur kovarian (risiko) pada tingkat pengembalian yang tampak untuk menjelaskan variasi cross-section dalam tingkat pengembalian saham. Harus dicatat bahwa karakteristik model dimaksud adalah bertentangan dengan dalil Modigliani dan Miller (1958), maka jika kita ingin melakukan mengambil model penetapan harga berdasarkan karakteristik secara lebih serius, harus dipikirkan kembali sebahagian besar pemahaman mengenai keuangan perusahaan (Daniel, Titman 1997). Lebih dari itu, Daniel et al. (2001) menolak model 3 faktor Fama dan French untuk kasus negara Jepang, tetapi gagal untuk menolak model karakteristik. Gregory et al. (2003) berdasarkan hasil penelitian mereka di Inggris tidak menemukan bukti untuk menyarankan bahwa nilai portofolio lebih penuh risiko dibanding daya tariknya. Beberapa nilai strategis di Inggris mampu menghasilkan kelebihan tingkat pengembalian yang tidak nampak berhubungkan
207
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 203-223
dengan faktor risiko yang diketahui saat ini. Penafsiran mereka adalah bahwa hasil penelitian mereka lebih konsisten dengan penjelasan yang mis-pricing dibanding suatu risiko yang masuk akal. Qi (2004) menyatakan bahwa kedua model (CAPM dan 3FM) memiliki daya penjelas yang cukup bagus. Secara statistik tidak ada superioritas antara model yang satu dengan yang lainnya dalam hal kinerja ke 2 model. Tapi hal ini dibantah oleh Bundoo (2006), Rogers dan Securato (2007), bahwa untuk kategori emerging market, model 3FM menghasilkan kemampuan yang baik dalam menjelaskan pengaruh ukuran perusahaan dan rasio BE/ME dan pasar dalam memprediksi tingkat pengembalian saham yang diharapkan emiten. Penelitian O’Shoughnessy (1997) menggunakan gabungan antara kinerja pasar dan informasi data akuntansi dalam melakukan pembentukan portofolio seperti PER, PBV, PSR, dan ROE. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa portofolio saham dengan PER, PBV, PSR yang rendah serta ROE yang tinggi memiliki kinerja yang lebih baik dibanding portofolio yang memiliki kinerja akuntansi yang tinggi. Cara pembentukan portofolio seperti ini kemudian dilanjutkan oleh Fitriani dan Utama (2001) yang melakukan pembentukan portofolio dengan mengacu kepada nilai PER, PBV, PSR, dan ROE. Perbedaannya pada alat evaluasi kinerja portofolio (mengikutsertakan pengukuran indeks Sharpe atas portofolio yang terbentuk). Hasil penelitiannya kinerja portofolio dengan PER, PBV, dan PSR yang rendah lebih baik dibanding portofolio dengan PER, PBV, dan PSR yang tinggi. Ukuran populer terhadap risiko adalah volatilitas, namun demikian masalah utama dengan volatilitas adalah tidak memperhitungkan arah dari pergerakan investasi sehingga: suatu saham mungkin saja sangat volatile oleh karena secara mendadak harganya berfluktuasi naik. Bagi seorang investor, risiko adalah odds kehilangan uang dan Value at Risk didasarkan atas hal ini. Dengan menganggap bahwa investor sangat peduli terhadap odss kerugian besar, maka dengan menggunakan VaR, para investor dapat menentukan kebijakan investasi mereka, baik yang bersifat pasif (VaR sebagai laporan rutin), defensif (VaR digunakan untuk alat kontrol risiko) maupun pendekatan aktif, dimana laporan VaR dapat digunakan
208
untuk mengendalikan risiko dan maksimisasi profit seperti alokasi modal, dana investasi, dan sebagainya. Kalkulasi VaR dalam periode harian harus menggunakan besaran return dan standar deviasi harian. Untuk menghitung besaran VaR, dapat digunakan 3 metode (Crouchy, Galai, dan Mart, 2001) yaitu: variance-covariance, historical simulation dan monte carlo simulation. Dalam penelitian ini akan digunakan metode variance-covariance dalam kalkulasi VaR. Rumus yang digunakan untuk kalkulasi risiko menggunakan VaR adalah: Skenario 1 VaR individu saham = 1,65ó x Nilai nominal investasi VaR Portofolio Saham = 1,65 x “Xt.Ót+1.X t Skenario 2 VaR individu saham = 2,33ó x Nilai nominal investasi VaR Portofolio Saham = 2,33 x “Xt.Ót+1.X t Keterangan: Besaran 1,65 adalah indikator á sebesar 5% Besaran 2,33 adalah indikator á sebesar 1% Xt adalah jumlah investasi atau posisi nominal investasi Ót+1 adalah estimasi terhadap matriks variance-covariance return saham dalam portofolio Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, penelitian ini mencoba mengkaitkan antara kapitalisasi pasar saham dengan tinggi rendahnya masing-masing rasio indikator acuan pembentuk portofolio (PER, PBV, ROE, EPS, PSR, dan rasio B/M) baik aspek return maupun risikonya. Untuk melakukan penelitian ini, dibutuhkan data keuangan per emiten berupa (harga saham, market value, dan book value) periode harian, IHSG, dan SBI-1 bulan periode 2003-2006, sehingga data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data historis. Data diperoleh dengan pendekatan sebagai berikut; 1) untuk data keuangan per emiten, dan data IHSG selama periode tahun 2003-2006 diperoleh dengan cara men-download melaui website Bursa Eefek Jakarta (BEJ) yaitu hhtp://www.jsx.co.id. Adapun kriteria emiten yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 1) telah terdaftar di BEJ sejak tahun 2002; 2) pernah tergabung ke dalam Indeks LQ-45; 3) tidak pernah di delisting selama periode penelitian; dan 4) perdagangan harian saham pasif selama 1 tahun fiskal
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI............... (Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
maksimal 4 periode perdagangan (20 hari) dan tidak secara berturut-turut. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 63 emiten yang menjadi sampel penelitian. Penelitian ini membentuk portofolio saham berdasarkan klasifikasi kapitalisasi pasar dan PER, PBV, ROE, EPS, PSR, dan rasio B/M sesuai dengan hasil penelitian terdahulu. Nilai median keseluruhan sampel digunakan sebagai breakpoint untuk menetapkan perbedaan antara 2 kategori. Emiten dengan kapitalisasi pasar kurang dari nilai median dianggap sebagai emiten dengan kapitalisasi pasar yang kecil dan sebaliknya mereka yang lebih besar dari nilai median dianggap sebagai emiten dengan kapitalisasi pasar besar. Klasifikasi saham berdasarkan PER, PBV, ROE, EPS, PSR, dan rasio BE/ME juga akan membagi saham ke dalam 2 kategori yang didasarkan nilai median keseluruhan indikator per tahun yaitu kategori tinggi dan kategori rendah. Dengan menggunakan jenis klasifikasi tersebut, maka dimungkinkan untuk membentuk 36 portofolio, yakni High PER, Low PER, High PER-Big MarCap, Low PER-Big MarCap, High PER-Small MarCap, Low PER-Small MarCap, High PBV, Low PBV, High PBV-Big MarCap, Low PBV-Big MarCap, High PBV-Small MarCap, Low PBV-Small MarCap, High ROE, Low ROE, High ROE-Big MarCap, Low ROE-Big MarCap, High ROE-Small MarCap, Low, ROE-Small MarCap, High EPS, Low EPS, High EPS-Big MarCap, Low EPS-Big MarCap, High EPS-Small MarCap, Low EPS-Small MarCap, High PSR, Low PSR, High PSR-Big MarCap, Low PSR-Big MarCap, High PSR-Small MarCap, Low PSR-Small MarCap, High B/ M, Low B/M, High B/M-Big MarCap, Low B/M-Big MarCap, High B/M-Small MarCap, dan Low B/M-Small MarCap. Sebelum dilakukan pembentukan portofolio akan dilakukan dua uji-pendahuluan awal perihal signifikansi variabel penelitian dikaitkan dengan kapitalisasi pasarnya. Selanjutnya signifikansi pengaruh dan koefisien determinasi (adjusted R²) dari prediktor terhadap return saham. Berikut ini merupakan sistematika pre-test, yaitu Uji Levenne test. Untuk mengetahui signifikansi variabel penelitian dikaitkan dengan kapitalisasi pasarnya maka akan dilakukan pengujian dengan levenne-test dengan hipotesis: H1 : Varians populasi adalah identik (varians populasi variabel kapitalisasi pasarnya besar kecil adalah sama).
Uji pengaruh PER, PBV, ROE, EPS, PSR, dan rasio B/M terhadap return menggunakan kerangka kerja multiregresi dengan model sebagai berikut: Ri(t)
βPER i(t) + βPBV i(t) + βROE i(t) + = a +β βEPS i(t) + βPSR i(t) + βB/M i(t)
Keterangan: Rit = Rata-rata return emiten i periode t PER = Rasio P/E emiten i periode t PBV = Rasio P/B emiten i periode t ROE = Tingkat pengembalian ekuitas saham emiten i periode t EPS = Rasio E/P emiten i periode t PSR = Rasio P/S emiten i periode t B/M = Rasio B/M emiten i periode t Variabel dependen dalam persamaan regresi adalah nilai rata-rata return saham emiten. Variabel independent adalah PER, PBV, ROE, EPS, PSR, dan rasio B/M. Dengan menggunakan model regresi, akan dilakukan uji F-simultan dan t-parsial. Untuk mengantisipasi terjadinya selisih jumlah saham yang membentuk tiaptiap portofolio, maka uji F dan uji t dilakukan secara parsial pertahun. Evaluasi dilakukan hanya pada portofolio yang memiliki peringkat tertinggi berdasarkan kriteria tingkat pengembalian (nilai rata-rata harian), tingkat risiko portofolio (risk reduce), dan nilai kapitalisasi pasar portofolio dengan menggunakan alat ukur IndeksSharpe, Indeks-Treynor, dan Jensen-Alpha. Treynor pertama kali menunjukkan metode ini di tahun 1965 untuk mengukur kinerja suatu portofolio. Treynor mengemukakan bahwa risiko terdiri dari dua komponen yaitu risiko yang timbul akibat fluktuasi pasar dan risiko yang muncul dari fluktuasi unik sekuritas individual dari suatu portofolio (Reilly dan Brown, 2000). Selanjutnya diasumsikan bahwa portofolio terdiversifikasi dengan optimium karenanya risiko unik sekuritas individual dapat diabaikan. Melalui asumsi ini, Treynor mengukur kinerja portofolio berdasarkan risiko sistematis atau beta yang merupakan risiko fluktuatif relatif terhadap risiko pasar (Sharpe, Alexander dan Bailey, 1999). Pengukuran dengan metode Treynor diformulasikan sebagai berikut (Jones, 2000):
209
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 203-223
Treynor Indeks = (Erp – Rf) / âp ER(p) : Expected Return Portfolio Rf : Risk Free Rate βp : Beta Portfolio Semakin tinggi nilai positif rasio Treynor, makin baik kinerja portofolio. Jensen pertama kali memperkenalkan metode ini dalam mengukur kinerja investasi Reksa Dana pada tahun 1968. Metode Jensen mengukur kinerja investasi suatu portofolio yang didasarkan atas pengembangan CAPM. Menurut Jones (2000:587) perhitungan dengan metode Jensen diformulasikan sebagai berikut: αρ = (Rp – Rf) – [β βp(Rm – Rf)] αρ Rp Rf βp
: : : :
Jensen Alpha Return Portfolio Risk Free Rate Beta Portfolio
Kinerja dari portofolio dapat dilihat dari nilai alpha, dimana apa bila alpha bernilai positif berarti menunjukkan kinerja portifolio yang lebih tinggi daripada kinerja pasar. Pengukuran kinerja suatu reksadana dapat dilakukan dengan dua metode koefisien indeks yaitu, Indeks Sharpe dan Indeks Treynor. Pengukuran dengan metode indeks Sharpe, didasarkan pada apa yang disebut premium atas risiko atau risk premium. Risk premium adalah perbedaan (selisih) antara return rata-rata portofolio dan investasi bebas risiko. Indeks Sharpe membagi risk premium dengan standar deviasi portofolio selama pengukuran, dimana standar deviasi merupakan risiko total. Dengan demikian, Shape mengukur risk premium yang dihasilkan dari setiap unit risiko yang ada. Dengan perhitungan tersebut, semakin tinggi nilai pengukuran, semakin baik kinerja yang dihasilkan. Pengukuran Indeks Sharpe diformulasikan sebagai berikut :
waktu pengukuran ój = standar deviasi portfolio j selama jangka waktu pengukuran HASIL PENELITIAN Pada bagian ini akan diuraikan deskripsi statistik variabel pembentuk portofolio saham selama periode penelitian. Berdasarkan Tabel 1, diperoleh informasi bahwa rata-rata tingkat pengembalian harian saham selama periode penelitian semakin menurun hampir 0,29% selama periode penelitian, yakni dari 0,52% pada tahun 2003 menjadi 0,23% pada tahun 2006. Menurunnya tingkat pengembalian saham juga dilengkapi oleh menurunnya tingkat pengembalian ekuitas tahunan emiten (meski sempat meningkat 3,74% pada tahun 2004) dari 13,86% pada 2003 menjadi hanya 5,94% pada 2006. Selain ROE, yang ikut mengalami penurunan adalah tingkat risiko harian saham, yakni dari 10,45% pada 2003 menjadi 7% pada 2006. Sedangkan untuk indikator lainnya (PER, PBV, EPS, PSR, B/M dan kapitalisasi pasar) rata-rata memiliki pola yang fluktuatif dimana setelah penurunan yang terjadi pada periode 2004-2005, hampir semuanya mengalami peningkatan pada tahun 2006. Untuk variabel PER misalnya, setelah mengalami penurunan pada tahun 2004, rata-rata price earning ratio sampel mengalami peningkatan hingga mencapai lebih dari 100% pada tahun 2006 c.b.y (compare base year 2004). Tabel 1 Deskripsi Statistik
Sj = (Ri - Rf ) / σj Sj = Indeks Sharpe Rj = return rata-rata portfolio j selama jangka waktu pengukuran Rf = return rata-rata aset bebas risiko selama jangka
210
Berdasarkan Tabel 2 diperoleh informasi bahwa berdasarkan klasifikasi pada kapitalisasi pasar emiten (kapitalisasi pasar yang besar dan kecil), memang terjadi perbedaan pada seluruh nilai rata-rata indikator
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI............... (Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
pembentuk portofolio. Selama periode penelitian diperoleh informasi berikut: 1) tingkat pengembalian saham dengan kapitalisasi kecil lebih besar dibanding return saham berkapitalisasi besar; 2) price earning ratio emiten yang berkapitalisasi pasar besar lebih besar dibanding PER emiten dengan kapitalisasi pasar yang kecil untuk tahun 2004 dan 2005, hal sebaliknya terjadi pada periode 2005 dan 2006; 3) PBV, ROE, EPS, dan PSR emiten berkapitalisasi besar lebih tinggi dibanding emiten dengan kapitalisasi yang kecil; 4) dan rasio B/ M dan VaR emiten berkapitalisasi besar lebih rendah dibanding emiten dengan kapitalisasi kecil. Berdasarkan informasi tersebut akan dilakukan analisis untuk mengetahui apakah perbedaan tersebut memang nyata atau tidak dengan menggunakan data standar deviasi dan standar error. Berdasarkan uji Levenne
selama periode penelitian diperoleh hasil sebagai berikut: 1) untuk periode 2003, berdasarkan nilai sig.F diperoleh tiga indikator yang memang varians populasinya tidak identik antara emiten berkapitalisasi besar dan kecil (PBV, EPS, dan rasio B/M); 2) pada 2004, terdapat empat indikator yang varians populasinya tidak identik antara emiten berkapitalisasi besar dan kecil (return, PBV, EPS, dan rasio B/M); dan 3) untuk periode 2005, terdapat empat indikator yang varians populasinya tidak identik antara emiten berkapitalisasi besar dan kecil (return, ROE, rasio B/ M, dan VaR); pada tahun 2006, terdapat empat indikator yang varians populasinya tidak identik antara emiten berkapitalisasi besar dan kecil (return, PBV, rasio B/M, dan VaR).
Tabel 2 Hasil Uji Levenne Varians dan Uji Beda Rata-rata
211
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 203-223
212
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI............... (Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis
213
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 203-223
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh informasi sebagai berikut; 1) secara simultan, seluruh prediktor (PER, PBV, ROE, EPS, PSR, B/M, VaR, dan Log MarCap) berpengaruh signifikan (sig.F < á0,05) terhadap return saham selama periode penelitian; 2) secara parsial hanya 4 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap return saham, yakni VaR (2003-2004), rasio B/M (2004), serta PER dan PBV (2006); 3) kemampuan seluruh variabel dalam menjelaskan variasi return saham sangat memadai dengan kisaran sebesar 55,67%-84,02%; dan 4) dengan mengacu kepada ketentuan Durbin-Watson, kecuali tahun 2004 (inconclusive), dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi pada persamaan multiregresi. Berdasarkan Tabel 4, dapat disimpulkan tidak terjadi gejala multikolinearitas pada persamaan multiregresi karena nilai VIF <10 dan nilai Tolerance > 0,1 pada
seluruh prediktor selama periode penelitian. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui dampak multiplier prediktor memiliki arah yang negatif dan positif terhadap tingkat return saham harian emiten selama periode penelitian. Misalnya untuk nilai ratarata konstanta sebesar -0,66% ceteris paribus, berarti tingkat pengembalian saham akan menurun sebesar 0,66%. Pada PER, peningkatan positif, ceteris paribus justru akan menurunkan nilai return saham sebesar 0,0002%. Sementara rasio PBV memiliki multiplier effect positif (ceteris paribus) terhadap return saham, dimana peningkatannya akan memberikan kenaikan return sebesar 0,112%. Demikian seterusnya untuk prediktor return yang lain, dimana fluktuasi positif pada prediktor akan meningkatkan nilai return dan sebaliknya jika yang terjadi adalah fluktuasi negatif.
Tabel 4 Hasil Uji Multikolinearitas
Tabel 5 Sensitivitas Indikator
214
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI............... (Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Untuk mengetahui pola asosiasi antara variabel independen dan dependen, digunakan pengukuran pearson correlation. Berikut adalah hasil olah data empiris:
Dikaitkan dengan aspek likuiditas pasar, berikut adalah peringkat portofolio berdasarkan nilai kapitalisasi pasarnya (Tabel 7). Portofolio High ROE-
Tabel 6 Hasil Korelasi Pearson
Berdasarkan Tabel 6, dapat dinyatakan beberapa hal berikut 1) PER memiliki pola asosiasi moderat (r=0,61) yang positif dan signifikan dengan return (2006), hasil ini serupa dengan penelitian Fitriani dan Utama (2001) yang menyatakan hubungan positif yang signifikan antar ke 2 variabel; 2) PBV memiliki asosiasi yang lemah dan tidak signifikan terhadap return saham. Hasil empiris ini mendukung penelitian Utama dan Santosa (1998) serta Utama dan Dewiyani (1999), khusus untuk periode 2004-2005; 3) PSR memiliki asosiasi positif yang signifikan pada periode 2003; rasio B/M memiliki asosiasi positif yang signifikan untuk periode 20042005. Kapitalisasi pasar justru memiliki asosiasi negatif yang signifikan terhadap tingkat pengembalian saham emiten; 4) VaR memiliki asosiasi positif yang signifikan pada tingkat pengembalian saham selama periode penelitian (2003-2006). Hal ini semakin memperkuat adagium bahwa semakin tinggi return, semakin tinggi pula potensi risiko yang muncul.
Big MarCap memiliki nilai kapitalisasi pasar terbesar selama 2 periode, yakni 3,8 triliun (tahun 2003) dan 9,8 triliun (tahun 2006); sementara untuk tahun 2004 portofolio High EPS-Big MarCap adalah yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar dengan nilai sebesar Rp 5,9 triliun; untuk tahun 2005, portofolio High PER-Big MarCap adalah yang terbesar dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp 11,67 triliun.
215
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 203-223
Tabel 7 Peringkat Portofolio Berdasarkan Nilai Kapitalisasi Pasar (Juta Rupiah)
216
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI............... (Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Tabel 8 Peringkat Portofolio Berdasarkan Nilai Rata-rata Return Harian Per Periode (%)
217
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 203-223
Berdasarkan nilai rata-rata return harian (Tabel 8), portofolio low PBV-Big MarCap memiliki nilai return harian tertinggi yakni sebesar 0,74% pada tahun 2003. Tahun 2004 portofolio high PSR-Small MarCap memiliki nilai return tertinggi untuk 2 periode dengan tingkat return sebesar 0,71% (tahun 2004) dan 0,33% (tahun 2006). Periode berikutnya adalah portofolio High PBVSmall MarCap dengan tingkat return harian sebesar 0,51%. Data dan informasi beta serta varian saham selanjutnya digunakan untuk pembentukan estimasi matrik varian-kovarian1 untuk per portofolio selama periode penelitian. Dalam menghitung besaran VaR 95%, akan dilakukan simulasi investasi dimana proporsi alokasi dana dilakukan berdasarkan asumsi equally weighted yang sama besar untuk jumlah investasi sebesar Rp 100 juta. Adapun untuk pemeringkatan dilakukan dengan mengacu kepada risk reduce (Jumlah individual VaR – VaR Portofolio). Hasil pemeringkatan dapat dilihat pada Tabel 9. Selama 4 tahun terakhir terdapat 3 portofolio yang memiliki persentase risk reduce terbesar, yakni portofolio low-ROE (2003 dan 2004), high B/M (2005), dan low EPS- small MarkCap
218
(2006). Untuk tahun 2003, dengan membentuk portofolio yang mengacu kepada indikator saham yang memiliki ROE yang rendah, nilai risiko investasi harian sebesar Rp 100 juta berkurang sebesar Rp 7,9 atau sebesar Rp 3,07 juta dibanding jika Untuk tahun 2003, nilai VaR sebesar Rp 3,26 juta pada low-ROE portofolio menggambarkan potential loss yang dapat terjadi dalam periode harian dengan probabilitas 95%. Dengan indikator VaR yang sama, dapat disimpulkan bahwa terdapat 5% probabilitas tingkat kerugian akan melebihi Rp 3,26 juta dalam periode harian. Portofolio low-ROE mampu mengurangi potential loss harian hampir Rp 8 juta. Tahun 2004 nilai VaR portofolio low-ROE juga masih memiliki persentase risk reduce harian terbesar yaitu sebesar Rp 8,1 juta dengan nilai VaR portofolio sebesar Rp 3,05 juta. Selanjutnya pada tahun 2005, portofolio high B/M memiliki persentase risk reduce terbesar yaitu 68,22% (atau Rp 6,8 juta) dengan VaR portofolio sebesar Rp 3,2 juta. Pada tahun 2006, portofolio low ROE-Small MarCap memiliki persentase risk reduce terbesar (71,83%) dengan nilai VaR harian sebesar Rp 7,15 juta.
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI............... (Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Tabel 9 Peringkat Portofolio Berdasarkan Risk Reduce VaR Per Periode (%)
219
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 203-223
Berdasarkan kriteria Treynor-Index, selama 3 tahun periode penelitian, kinerja portofolio belum maksimal (ditunjukkan dengan indeks portofolio yang masih negatif). Sampai tahun 2006, hanya portofolio Low EPS-Small MarCap yang menunjukkan perkembangan kinerja yang baik (dari -0,0871 menjadi 0,6753) sementara 2 portofolio lainnya belum mencapai level positif. Hal ini berarti expected return portofolio masih lebih kecil dibanding risk free rate sehingga bila dikomparasi terhadap risiko fluktuatif relatif terhadap risiko pasar menghasilkan nilai indeks yang negatif. Tabel 10 Evaluasi Kinerja Portofolio
portofolio selama periode penelitian masih inferior terhadap risiko sistematisnya yang disatu sisi berfungsi sebagai multiplier pada kinerja pasar. Mengacu kepada Indeks-Sharpe, secara umum premi risiko dari seluruh portofolio masih tinggi selama periode penelitian. Bahkan portofolio Low-ROE yang memiliki kemampuan risk reduce tertinggi selama 2 periode (2003 dan 2004) masih belum mampu menghasilkan nilai Indeks Sharpe yang positif. Atau dengan kata lain, tingkat pengembalian portofolio masih lebih rendah dibanding return rata-rata aset bebas risiko. Berdasarkan hasil evaluasi dengan 3 alat ukur dapat diperoleh informasi bahwa aspek kapitalisasi pasar, tidak serta merta menjamin portofolio yang terbentuk akan menghasilkan suatu konsensus perihal accepted risk yang reliable versus tingkat pengembalian yang diharapkan. Pernyataan ini semakin dikonfirmasi bila kriteria pembentukkan porfolio mempertimbangkan kinerja pasar dan informasi kinerja akuntansi emiten. SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN IMPLIKASI Simpulan
Dengan pendekatan Jensen-Alpha, kinerja dari portofolio dapat dilihat dari nilai alpha; dimana apabila alpha bernilai positif berarti menunjukkan kinerja portofolio yang lebih tinggi daripada kinerja pasar. Berdasarkan hasil data empiris, diperoleh perkembangan yang fluktuatif untuk kinerja portofolio. Untuk tahun 2003 misalnya, nilai apha dari dua portofolio menunjukkan angka negatif (low ROE dan high ROE-Big MarCap) yang berarti kinerjanya masih dibawah kinerja pasar. Kinerja ini masih belum membaik pada periode berikutnya (2004). Baru pada tahun 2005, dua dari tiga portofolio menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dari kinerja pasar (high PER-Big MarCap dan high PBV-Small MarCap). Tahun 2006, kinerja portofolio kembali memburuk dibanding kinerja pasar. Secara ringkas dapat dikatakan tingkat pengembalian
220
Penelitian ini bertujuan untuk membentuk portofolio saham dengan mengacu kepada kinerja pasar saham (PER, PBV, ROE, EPS, PSR, dan rasio B/M, VaR) dan informasi akuntansi kinerja emiten (ROE, dan EPS) serta kapitalisasi pasar. Sebelum sampai kepada tahap membentuk portofolio berdasarkan kriteria tersebut, dilakukan beberapa klarifikasi seperti: perbedaan nyata antara tingkat pengembalian pada portofolio yang memiliki kapitalisasi besar dan kecil. Selanjutnya menghitung pengaruh signifikan kinerja pasar dan akuntansi tersebut terhadap tingkat pengembalian saham. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan return portofolio yang terjadi tidak seluruhnya memiliki pengaruh yang signifikan, hasil konfirmasi kedua, menyatakan bahwa secara simultan seluruh prediktor berpengaruh signifikan terhadap return saham selama periode penelitian tapi secara parsial hanya 4 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap return saham, yakni VaR, rasio B/M, serta PER dan PBV; kemampuan seluruh variabel dalam menjelaskan variasi return saham juga cukup tinggi. Berdasarkan hasil evaluasi
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI............... (Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
portofolio menunjukkan aspek kapitalisasi pasar, kinerja pasar dan informasi kinerja akuntansi emiten tidak serta merta menjamin portofolio yang terbentuk akan menghasilkan suatu konsensus perihal accepted risk yang reliable versus tingkat pengembalian yang diharapkan. Keterbatasan Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut 1) periode penelitian hanya 4 tahun, dimana periode pembentukkan portofolio hanya tahunan; 2) dalam penelitian ini tidak diikutsertakan kriteria antara saham yang losser dan winner; 3) penggunaan kriteria risiko portofolio hanya mengacu kepada value at risk 95%; dan 4) informasi kinerja akuntansi hanya tingkat pengembalian ekuitas (ROE) dan earning per share (EPS).
DAFTAR PUSTAKA Affandi, U dan Siddharta Utama. 1998. Uji Efisiensi Bentuk Setengah Kuat Pada Bursa Efek Jakarta. Manajemen Usahawan Indonesia Banz, Rolf W. 1981. The Relationship Between Return and Market Value of Common Stock. Journal of Financial Economics. Vol. 9, pp. 3-18. Barber, Brad M. and John D. Lyon. 1997. Firm size, bookto-market ratio and security returns: A holdout sample of financial firms. Journal of Finance, Vol. LII, No 2. Basu, S. 1977. Investment Performance of Common Stocks in Relation to Their Price-Earning Ratios: A Test of the Efficient Market Hypothesis. Journal of Finance, 12: 129-156.
Implikasi Berdasarkan keterbatasan penelitian tersebut, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran atau implikasi bagi penelitian selanjutnya, yaitu 1) jika dimungkinkan menambah periode pembentukkan portofolio, misalnya: bulanan, triwulan, kwartal, dan per semester sehingga dapat memberikan informasi yang lebih komprehensif mengenai kinerja portofolio yang terbentuk dengan pendekatan yang digunakan; 2) menambah kriteria saham pembentuk porfolio, seperti saham yang termasuk dalam kategori winner dan looser; 3) menambah ukuran risiko portofolio, misalnya: VaR 90%,VaR 99%. Atau opsi risiko lainnya seperti risiko sistematik portofolio, risiko unik portofolio, atau total risiko portofolio; dan 4) informasi akuntansi perusahaan bisa ditambah dengan rasio price to cash flow (PCF), EBITDA, EVA, dan aspek pendapatan residual emiten
______. 1983. The relationship between earnings yield, market value, and return for NYSE common stocks: Further evidence. Journal of Financial Economics 12, 129-156. Bhandari, L. 1988. Debt / Equity Ratio and Expected Common Stock Returns: Empirical Evidence. Journal of Finance, 43: 507-528. Black, Fisher. 1972. Capital Market Equilibrium with Restricted Borrowing. Journal of Business 45: 444-455. Bundoo, Sunil K. 2006. An Augmented Fama and French Three-Factor Model: New Evidence From An Emerging Stock Market. Department of Economics & Statistics, University of Mauritius. Reduit, Mauritius. Chan L., Hamao Y., dan Lakonishok J. 1991. Fundamentals and Stock Returns in Japan. Journal of Finance, Vol. XLVI, No 5. Chan, A dan A.P. Chui. 1998. An Empirical Re-Examination of The Cross-section of Expected Returns: UK Evidence. Journal of Business Finance and Accounting, 23:1435-1452.
221
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 203-223
Cochrane, J. H. 1996. A Cross-Sectional Test of an Investment Based Asset Pricing Model. Journal of Political Economy 104, 572-621. _________________ 2001. Asset Pricing. Princeton University Press. Crouchy, Michael; Dan Galai; dan Robert Mark. 2001. Risk Management. New York: Mc-Graw Hill. Daniel K., Titman S. 1997. Evidence of the Characteristics of Cross Sectional Variation in Stock returns. Journal of Finance, Vol. 52, No. 1,1-33. Desyetti. 1998. Kaitan Pengumuman Laba Akuntansi Dengan Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham Di Pasar Modal Indonesia. Tesis (Tidak Dipublikasikan), Universitas Indonesia. Fama, E. and MacBeth, J. 1973. Tests of the Multiperiod Two-Parameter Model. Journal of Financial Economics, Vol. 1, 43-66. Fama, Eugene F, dan Kenneth R. French. 1992. The cross section of expected returns. Journal of Finance, Vol. XLVII, No. 2. _________________ 1993. Common risk factors in the returns on stocks and bonds. Journal of Financial Economics 33, 3-56. _________________ 1995. Size and Book-to-Market Factors in Earnings and Returns. Journal of Finance, Vol. L, No.1. Gregory A., Harris R., Michou M. 2003. Contrarian investment and macroeconomic risk. Journal of Business Finance and Accounting, 30(1) & (2), 0306-686X. Jones, Charles P., 2000, Investments: Analysis and Management, 7th Edition, John Wiley & Sons Inc., New York. Kato, K., and J. Shallheim. 1985. Seasonal and Size anomalies in the Japanese stock market. Journal of Financial and Quantitative Analysis 20,
222
243-260. Knez, P., dan M. Ready. 1997. On the robustness of size and book-to-market in cross-sectional regressions. Journal of Finance, Vol. LII, No. 4. Lakonishok J., Shleifer A. and Vishny R. 1994. Contrarian investment, extrapolation, and risk. Journal of Finance, 49, 1541-1578. Lakonishok, Josef and Alan C. Shapiro. 1986. Systemaitc Risk, Total Risk, and Size as Determinants of Stock Market Returns.” Journal of Banking and Finance. 10:1, pp. 115-132. Lintner, John. 1965. The valuation of risk assets and the selection of risky investments in stock portofolios and capital budgets, Review of Economics and Statistics 47, 13-37 Modigliani, Franco, and Merton H. Miller, 1958, The cost of capital, corporation finance, and the theory of investment, American Economic Review 48, 261-297. O’Shoughnessy, J.P. 1997. What Works on Wall Street. New York: McGraww-Hill Co. Qi, Howard. 2004. An Empirical Study Comparing the CAPM and the Fama-French 3-Factor Model. SSRN Papers – Id556671. Reilly K.F. and Brown C.K., 2000, Investment Analysis and Portofolio Management, The Dryden Press, USA. Reinganum, Marc R. 1981. A New Empirical Perspective on the CAPM. Journal of Financial and Quantitative Analysis. 16:4, pp. 439-462. Ritter, Jay R. 2003. Investment banking and securities issuance, Handbook of the Economics of Finance, (edited by George M. Constantinides, Milton Harris, and Rene Stulz), Elsevier Science B.V.
KINERJA PASAR DAN INFORMASI AKUNTANSI............... (Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Rogers, Pablo dan José Roberto Securato. 2007. Comparative Study of CAPM, Fama and French And Reward Beta Approach In The Brazilian Market. SSRN Papers – Id1027134. Rosenberg, B., Reid, K. and Lanstein, R. 1985. Persuasive evidence of market inefficiency. Journal of Portofolio Management, 11, 9-17. Ross, Stephen. A, Randolph W. Westerfield, dan Bradford D. Jordan. 2006. Corporate Finance Fundamentals. 7th Edition. McGraw-Hill Irwin Sharpe, William F. 1964. Capital asset prices: A theory of market equilibrium under conditions of risk. Journal of Finance, 19, 425-442. Sharpe, William F., Gordon J. Alexander, & Jeffery V. Bailey, 1999, Investasi, Terjemahan oleh Hanry dan Agustiono, Edisi Revisi, Jilid I, Penerbit Prehallindo, Jakarta. Stattman, Dennis. 1980. Book Values and Stock Returns, The Chicago MBA: A Journal of Selected Papers 4, 25-45. Stowe, John. D, Thomas R. Robinson, dan Jerald E. Pinto. 2004. Analysis of Equity Investment: Valuation. United Book Press, Inc., Baltimore, MD Trevino, R. and F. Robertson “P/E Ratios and Stock Market Returns” Journal of Financial Planning (February 2002) Utama, S dan A.B. Santosa. 1998. Kaitan Antara Rasio Price/Book dan Imbal Hasil Saham Pada Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi, 1:127-140. Utama, S dan L. Dewiyani. 1999. An Empirical Examination of the Cross-Section Expected Return: Indonesia Evidence. Asia Pacific Journal of Finance, Vol.2 Issue: 183-190. Utami, W dan Suharmadi. 1998. Pengaruh Informasi Penghasilan Perusahaan Terhadap Harga Saham Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi, 1: 255-268.
223
.
ISSN: 1978-3116 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN ............... (Lya Dwi Astutik dan Nur Fadjrih Asyik)
Vol. 3, No. 3 November 2009 Hal. 225-237
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN NASABAH DALAM PENGGUNAAN AUTOMATIC TELLER MACHINE (ATM) BERSAMA PADA PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO), TBK SURABAYA Lya Dwi Astutik Nur Fadjrih Asyik Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya Jalan Menur Pumpungan No. 30, Surabaya 60118 Telepon +62 31 5947505, 5947840, 5941650, Fax +62 31 5932218
ABSTRACT
PENDAHULUAN
This research investigates influence services which consist of reliability, responsiveness, assurance, emphaty, and tangibles simultaneously and partially to customer satisfaction using Joint-ATM at PT Bank Tabungan Negara (Persero), Surabaya. The analysis using F-test shows significance level at 1%, so the influence reliability, responsiveness, assurance, emphaty, and tangibles simultaneously to customer satisfaction is significant. Multiple determination coefficient (R square) is 0,803, it shows that contribution from service quality consist of reliability, responsiveness, assurance, emphaty, and tangibles simultaneously to customer satisfaction is 80,3% dan 19,7 % influenced by another factors. Partially, significancy level from t-test shows that reliability is 0,001, responsiveness is 0,000, assurance is 0,004, emphaty is 0,001, and tangibles is 0,001, it shows that reliability, responsiveness, assurance, emphaty, and tangibles partially has influence to customer satisfaction.
Perkembangan perekonomian dan kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat menuntut persaingan bisnis yang semakin ketat bagi perusahaan-perusahaan, baik yang menghasilkan produk barang maupun jasa. Perusahaan saling bersaing mencari cara dan sarana yang dapat dipilih. Salah satu di antaranya adalah pemilihan dan penggunaan teknologi informasi yang tepat yang dapat membantu pengembangan bisnis mereka pada khususnya bank dan sekaligus memberi solusi masalah yang tepat. Banyak cara yang sudah dilakukan oleh bank-bank yang ada di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi yang semakin mutakhir demi menunjang bisnisnya, mulai dari kemudahan transaksi online perbankan sampai pada transaksi penarikan melalui Automatic Teller Machine (ATM). ATM merupakan sebuah peralatan telekomunikasi elektronik yang terkomputerisasi yang memungkinkan para nasabah bank menggunakan salah satu metode komunikasi yang aman guna mengakses rekening bank mereka secara langsung, membayar tagihan telepon dan listrik, atau melakukan penarikan tunai dan memeriksa saldo rekening mereka tanpa melibatkan petugas teller. Sebagai salah satu bank pemerintah yang terus berupaya meningkatkan layanan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan khususnya di bidang layanan nasabah agar tercapainya kepuasan nasabah
Keywords: customer satisfaction, reliability, responsiveness, assurance, emphaty, tangibles
225
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 225-237
yang tinggi (Neal, 2004), PT Bank Tabungan Negara, Tbk. juga memiliki produk layanan jasa berupa ATM yang tergabung dengan Lintas Arta dalam program ATM BERSAMA yang terdiri atas 70 bank yang ada di Indonesia. INFO BANK (2003) mengungkapkan bahwa perbankan di era sekarang sudah tidak bisa lepas dari perkembangan teknologi. Karena itu apabila hendak mengembangkan institusi perbankan, tidak dapat mengesampingkan faktor teknologi apalagi nasabah semakin kritis dalam memilih bank. Bank yang tidak mampu memberi layanan yang cepat dan baik maka secara cepat dan lambat akan ditinggal oleh nasabahnya. Oleh karena itu, PT Bank Tabungan Negara, Tbk. (BTN) bekerja sama dengan PT Artajasa Pembayaran Elektronik dalam program ATM BERSAMA berusaha memahami, mencari informasi, dan menggunakan teknologi dalam menunjang kelangsungan program-program yang dimiliki sekarang ini. Harapannya dapat menjadi perusahaan perbankan yang sehat berkembang secara wajar serta memiliki manajemen dan sumberdaya yang profesional sehingga perhatian pihak manajemen mengenai kepuasan nasabah tidak boleh terlepas karena nasabah merupakan faktor terpenting (www.btn.co.id). Penelitian Margaretha (2007) menunjukkan bahwa ATM BERSAMA mempengaruhi tingkat kepuasan nasabah dengan faktor pendukung yang meliputi faktor reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles. Di samping itu, ATM BERSAMA tidak hanya mempengaruhi tingkat kepuasan nasabah tetapi keuntungan (profit) yang didapat dari biaya administrasi pembuatan kartu ATM hingga biaya operasional mesin ATM. Sedangkan penelitian lain menjelaskan pentingnya pengukuran kinerja non keuangan yaitu pada layanan jasa operasional ATM yang dijalankan pada suatu bank (Dendawijaya, 2000). Pentingnya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasaan inilah yang sangat diperhatikan oleh perusahaan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan di bidang non keuangan yaitu pada layanan jasa pembuatan ATM dengan program jaringan ATM BERSAMA pada PT BTN yang memberi pengaruh terhadap tingkat kepuasan nasabah. Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengukur sejauh mana pengaruh faktor reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles terhadap tingkat kepuasan nasabah dalam penggunaan
226
jasa jaringan ATM BERSAMA. Berdasarkan penjelasan pada pendahuluan maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah faktor reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles berpengaruh secara simultan (bersama-sama) terhadap tingkat kepuasan nasabah dalam penggunaan jaringan ATM BERSAMA pada PT BTN Tbk?; apakah faktor reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles berpengaruh secara parsial (individu) terhadap tingkat kepuasan nasabah dalam penggunaan jaringan ATM BERSAMA pada PT BTN Tbk? Berdasarkan pendahuluan dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh faktor reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles secara simultan terhadap tingkat kepuasan nasabah dalam penggunaan jaringan ATM BERSAMA untuk menguji pengaruh faktor reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles secara parsial terhadap tingkat kepuasan nasabah dalam penggunaan jaringan ATM BERSAMA. MATERI DAN METODE PENELITIAN Menurut Januar (2005), ATM adalah suatu sistem layanan yang diberikan bank kepada nasabahnya secara elektronik dengan menggunakan komputer untuk mengupayakan penyelesaian-penyelesaian secara otomatis dari sebagian fungsi yang biasanya dilakukan oleh teller. Fasilitas ini merupakan produk retail artinya fasilitas yang diberikan kepada nasabah perorangan dengan tujuan utama memberi kemudahan kepada nasabah untuk dapat menarik uang tunai (withdrawl) di seluruh Indonesia dan dapat melakukan transaksi lain tanpa harus antri di loket dengan sebuah host yaitu sebuah komputer yang terhubung ke jaringan yang berisi master atau data informasi. Salah satu kunci dalam menjalankan ATM adalah kartu plastik. Kartu plastik merupakan alat penggerak ATM yang digunakan dengan kode rahasia atau sering disebut PIN (Personal Identification Number) yang mengenalkan pemakai pada mesin. Boyle (1998:5) membedakan ATM menurut fungsi dan modelnya. Jenis ATM menurut fungsinya dapat dibedakan menjadi liimited service ATM dan full sevies ATMadala mesin ATM ini hanya berfungsi sebagai penarikan uang tunai saja. Full service ATM. ATM jenis ini mempunyai fungsi lebih lengkap, antara lain berfungsi sebagai penarikan uang tunai, penyetoran
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN ............... (Lya Dwi Astutik dan Nur Fadjrih Asyik)
uang tunai, tempat pembayaran, pengecekan saldo, pemindahan (transfer), dan fungsi pembuatan laporan. Personal Identification Number (PIN) merupakan nomor rahasia pribadi yang diberikan pihak bank kepada nasabah dan hanya diketahui oleh nasabah yang bersangkutan yang digunakan untuk mengakses transakasi sesuai fasilitas yang tersedia di ATM. Bank menetapkan PIN dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu PIN ditetapkan oleh bank dan PIN ditetapkan sendiri oleh nasabah. Terdapat tiga tipe produktivitas operasional ATM menurut Januar (2005), yaitu distribution productivity, consumer productivity, dan staff productivity. Distribution productivity, efisiensi suatu bank dapat mengakibatkan bertambah atau hilangnya pangsa pasar konsumen yang begitu besar. Perbankan elektronik dapat menjadi kunci dari produktivitas distribusi sejak biaya untuk membangun dan mengoperasikan kantor. Dalam menentukan lokasi dan jumlah ATM, manajemen harus selalu ingat bahwa layanan meliputi juga kenyamanan lokasi dan waktu layanan. Faktor produktivitas lebih penting daripada penghematan dalam biaya operasi yaitu bahwa ATM dapat didirikan dan dapat menjangkau nasabah yang belum dijangkau oleh pesaing. Consumer productivity, bank harus memenuhi beberapa kriteria ketika mengembangkan ATM-nya. Pendekatan pemasaran dan sistem keamanan yang baik mengakibatkan penerimaan konsumen terhadap ATM menjadi tinggi, dan keuntungan yang didapat dari ATM harus lebih terlihat oleh konsumen. Staff productivity, bank harus memberi motivasi kepada karyawannya jika ingin berhasil dalam program ATM-nya. Karyawan dapat menjadi lebih bertanggung jawab dalam penyampaian layanan secara pribadi kepada nasabah dengan mendesain kembali pekerjaannya. Bank harus mengetahui reaksi karyawan terutama karyawan pada bagian teller sehingga manusia tidak merasa terancam dengan adanya ATM, karena pengadaan ATM sebenarnya tidak ditujukan untuk mengganti fungsi teller manusia tetapi lebih untuk memindahkan atau mengurangi kepadatan nasabah pada saat melakukan transaksi perbankan secara rutin. PT Aplikanusa Lintas Artha atau sering dikenal dengan Lintas Arta merupakan provider komunikasi data di Indonesia, dan lembaga independen yang berperan sebagai koordinator ATM-BERSAMA. Lintas Arta menyediakan pusat suitsing jaringan ATM dan
memberi layanan konsep ATM. Lintas Arta adalah institusi pertama penyedia layanan konsep ATM bersama di Indonesia dan berpengalaman menyelenggarakan jasa jaringan ATM. Konsep ATM BERSAMA merupakan solusi dalam mengembangkan jaringan ATM BERSAMA dengan meningkatkan utilitas terminal ATM karena terminal ATM milik suatu bank tidak hanya digunakan oleh bank pemilik terminal tetapi juga dapat digunakan oleh bank lain anggota ATM BERSAMA dengan settlement transaksi antarbank melalui fasilitas kliring Bank Indonesia dengan jaringan (line networking) ATM-BERSAMA. ATM BERSAMA merupakan fasilitas layanan kartu bagi nasabah tabungan dan giro yang digunakan oleh anggota peserta kliring Bank Indonesia yang ikut serta dalam program jaringan ATM BERSAMA. ATM Bersama adalah salah satu jasa Lintas Arta di bidang perbankan yang mengakomodasi dan melayani perbankan di bidang layanan jasa ATM sehingga nasabah dapat bertransaksi lebih dari 12.000 mesin ATM di seluruh Indonesia yang ditandai dengan logo ATM BERSAMA. Konfigurasi ATM BERSAMA menurut koneksi terminal ATM dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu ATM BERSAMA front-end dan ATM BERSAMA back-end. ATM BERSAMA front end adalah terminal milik bank dan pengisian uang olah bank dikoneksikan ke host Lintas Arta dengan mengoperasikan dan memonitor terminal ATM tersebut, sedangkan ATM BERSAMA back end adalah terminal ATM BERSAMA yang terkoneksi ke host bank dioperasikan dan dimonitor oleh bank yang bersangkutan. Ditinjau dari database bank, ATM BERSAMA bersifat full online. Hubungan full online terjadi jika bank telah mempunyai host dan aplikasi untuk mengoperasikan terminal ATM dan melakukan verifikasi data kartu, data PIN, dan data rekening di sisi host bank sendiri dengan konfigurasi 1 (satu) link ke host Lintas Arta. Anggota ATM BERSAMA adalah Bank peserta kliring Bank Indonesia yang terdiri atas beragam bank mulai dari bank pemerintah, bank asing, bank pembangunan daerah, dan bank swasta. Jumlah bank yang telah bergabung adalah sebanyak 70 bank dengan terminal lebih dari 12.000 mesin ATM. ATM BERSAMA menyediakan layanan 24 jam untuk pengoperasian terminal ATM Link front end, host, dan layanan pelanggan. Dalam layanan pelanggan ATM bersama
227
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 225-237
telah tersusun divisi-divisi yang bertugas mengatur dan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap prosedur standar operasional ATM bersama. Produktivitas operasional ATM BERSAMA menghasilkan kebijakan pokok operasional ATM BERSAMA yakni mengatur pokok-pokok kegiatan mulai dari penyediaan fitur pada ATM BERSAMA, Cash Opname ATM, proses Cut Off, Pelaporan, layanan klaim dan komplain ATM, settlement transaksi ATM BERSAMA, aspek security. Pengertian kepuasan menurut Kotler (1997: 3637) adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesan terhadap kinerja akan hasil suatu produk dan harapan, dan kepuasan pengguna adalah keadaan emosional yang menyenangkan dengan cara pengguna memandang pekerjaan mereka.Adapun fungsi kepuasan para pengguna secara historis sering dianggap bahwa para pengguna yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik. Dalam kehidupan sehari-hari, memang sering ada hubungan positif antara kepuasan pengguna yang tinggi dan prestasi pengguna yang tinggi, tetapi tidak selalu cukup kuat dan tidak signifikan. Ada banyak pengguna dengan kepuasan kerja tinggi tidak menjadi pengguna yang produktivitasnya tinggi, tetapi hanya sebagai pengguna rata-rata. Kepuasan pengguna itu sendiri bukan merupakan suatu motivator yang kuat. Bagaimanapun juga kepuasan kerja perlu untuk memelihara pengguna agar lebih tanggap terhadap lingkungan motivasional yang diciptakan. Pengguna atau pelanggan atau yang biasa disebut customer yang diangkat kali ini adalah nasabah.‘Kepuasan pengguna pada suatu perusahaan tidak hanya bergantung pada suatu unit kinerja saja, tetapi menjadi satu kesatuan dengan faktor pendukung lainnya. Kepuasan pengguna ini dapat diukur melalui kualitas jasa yang ditawarkan yang terdiri atas beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan nasabah seperti dikemukakan oleh Margaretha (2007). Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : Terdapat pengaruh faktor Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy, dan Tangibles secara simultan (bersama-sama) terhadap tingkat kepuasan nasabah dalam penggunaan jaringan ATM BERSAMA. H2a : Terdapat pengaruh faktor Reliability secara simultan (bersama-sama) terhadap tingkat
228
H2b :
H2c :
H2d :
H2e :
kepuasan nasabah dalam penggunaan jaringan ATM BERSAMA. Terdapat pengaruh faktor Responsiveness secara simultan (bersama-sama) terhadap tingkat kepuasan nasabah dalam penggunaan jaringan ATM BERSAMA. Terdapat pengaruh faktor Assurance secara simultan (bersama-sama) terhadap tingkat kepuasan nasabah dalam penggunaan jaringan ATM BERSAMA. Terdapat pengaruh faktor Empathy secara simultan (bersama-sama) terhadap tingkat kepuasan nasabah dalam penggunaan jaringan ATM BERSAMA. Terdapat pengaruh faktor Tangibles secara simultan (bersama-sama) terhadap tingkat kepuasan nasabah dalam penggunaan jaringan ATM BERSAMA.
Jenis penelitian yang digunakan adalah survey, yaitu penelitian dengan mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Djarwanto, 1996). Pengambilan sampel diharapkan dapat mewakili keberadaan populasi yang ada, sehingga hasilnya dapat digeneralisasikan dan dapat diambil simpulan (Purwanto dan Surwanto, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah para nasabah pengguna jaringan ATM BERSAMA sehingga ditetapkan yang berhak menjadi responden adalah nasabah lama yang memiliki kartu ATM BERSAMA yang ada di wilayah kantor Bank Tabungan Negara Cabang Surabaya dengan frekuensi penggunaan ATM BERSAMA lebih dari 3 kali dalam 1 bulan. Dalam penelitian ini terdapat 6 variabel yaitu 5 variabel independen dan 1 variabel dependen dan penelilti menggunakan sampel sebanyak 125 orang. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Purposive sampling, karena dalam pendekatan ini disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Adapun penilaian terhadap jawaban responden tersebut akan diberi penilaian, mengingat data-data dalam penelitian ini merupakan data kualitatif yang dikuantitatifkan maka peneliti menggunakan skala interval dengan rating nilai 1-5 dengan variabel independen (variabel bebas) yang terdiri atas Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy, dan Tangibles, sedangkan variabel dependen (variabel terikat) yaitu kepuasan nasabah.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN ............... (Lya Dwi Astutik dan Nur Fadjrih Asyik)
Dalam upaya pengumpulan data dan keterangan lain yang berhubungan dengan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode antara lain (Indriantoro dan Supomo, 2001). Survei pendahuluan merupakan tahap yang pertama dalam prosedur pengumpulan data. Pada tahap ini, peneliti berusaha mengenali obyek penelitian. Sistem-sistem yang terdapat di dalamnya serta prosedur-prosedur yang diterapkan dan digali sehingga di dapat gambaran umum perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang kemudian ditemukan suatu rumusan masalah. Setelah melakukan survei pendahuluan, mengetahui permasalahan yang ada dan merumuskan masalah, maka langkah selanjutnya peneliti mengumpulkan dan mempelajari tulisan-tulisan, artikelartikel ilmiah, dan literatur-literatur ilmiah yang berisi konsep dasar dan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan tersebut dan digunakan sebagai landasan teoretis untuk pemecahan masalah. Studi lapangan dilakukan setelah studi kepustakaan dan merupakan kelanjutan dari survey pendahuluan. Dalam melakukan studi lapangan, peneliti mencari dan mendapatkan data secara langsung dari bank. Beberapa kegiatan dalam studi lapangan antara lain, observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung pada obyek penelitian; Interview yaitu mengumpulkan data dengan melakukan interview secara langsung dengan pihak intern perusahaan yaitu pada karyawan customer service; Kuisioner yaitu diberikan kepada pihak-pihak respondensi yaitu nasabah lama PT Bank Tabungan Negara yang memiliki kartu ATM BERSAMA dengan frekuensi penggunaannya lebih dari 3 kali dalam 1 bulan untuk mengetahui pengaruh penggunaan jaringan ATM BERSAMA terhadap tingkat kepuasan nasabah; dan dokumentasi yaitu merupakan teknik pengumpulan data dari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan obyek penelitian untuk bukti adanya permasalahan yang dihadapi dalam penelitian. Teknik analisis data yang diperoleh pada penelitian ini akan dianalisis menggunakan analisis deskriptif yang digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul, diedit, dan ditabulasikan ke tabel, kemudian pembahasan data dalam angka dan prosentase ke masing-masing faktor (Nugroho, 2005) dan analisis kuantitatif yang digunakan untuk menghitung dengan model regresi
linier berganda yang menggambarkan pengaruh faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan nasabah dalam penggunaan ATM BERSAMA dengan persamaan: K = a + b1Rb + b2Rp + b3A+ b4E + b5T+ e Keterangan: K = Kepuasan Nasabah dalam penggunaan ATM BERSAMA Rb = Reliability (Keandalan) Rp = Responsiveness (Tanggapan) A = Assurance (Jaminan) E = Emphaty (Empati) T = Tangibles (Wujud Fisik) a = Konstanta b1, b2, b3, b4,b5 = Koefisien regresi e = Standard Error
HASIL PENELITIAN Uji validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Suatu instrumen pengukur dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur (Umar, 2003:78). Pengujian dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12.0. Tujuan dari uji validitas data adalah untuk melihat apakah variabel atau pertanyaan yang diajukan mewakili segala informasi yang seharusnya diukur atau validitas menyangkut kemampuan suatu pertanyaan atau variabel dalam mengukur apa yang harus diukur. Uji validitas dilakukan atas item-item pertanyaan pada kuesioner yaitu dengan jalan menghitung koefisien korelasi dari tiap–tiap pertanyaan dengan skor total yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan angka kritis r product moment. Bila koefisien korelasinya lebih besar dari pada nilai kritis maka suatu pertanyaan dianggap valid (Ariani, 2000). Hasil uji validitas data sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
229
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 225-237
Indikator
Rb1 Rb2 Rb3 Rb4 Rp1 Rp2 Rp3 Rp4 A1 A2 E1 E2 T1 T2 T3 K
Corrected Item-total Correlation ( R hitung ) 0,622 0,595 0,618 0,433 0,475 0,585 0,708 0,717 0,659 0,561 0,575 0,596 0,433 0,566 0,577 0,886
Rtabel
Keterangan
0,3383
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
grafik, yaitu grafik Normal P-P Plot of regresion standard, dengan pengujian ini disyaratkan bahwa distribusi data penelitian harus mengikuti garis diagonal antara 0 dan pertemuan sumbu X dan Y. Grafik tersebut disajikan dalam Gambar 1 berikut: Dependent Variable: Kepuasan Nasabah 1.0
0.8
Expected Cum Prob
Tabel 1 Hasil Analisis Uji Validitas Instrumen
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Sumber: Data primer, diolah.
Sumber: Data primer, diolah. Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil pengujian validitas terhadap butir-butir pertanyaan seluruhnya valid, karena nilai rhitung tiap-tiap butir pertanyaan lebih besar dari pada nilai r kritis( 0,3383). Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan cara one shot methode atau pengukuran sekali saja. Untuk mengukur reliabilitas dengan melihat cronbach alpha. Suatu konstruk atau variabel dapat dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60 (Ghozali, 2005). Berdasarkan hasil uji reliabilitas nilai cronbach alpha dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Hasil Analisis Uji Reliabilitas Instrumen
Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,913
N of Items 16
Sumber: Data primer, diolah. Berdasarkan hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha sebesar 0,913 lebih besar 0,60 yang berarti butir-butir pertanyaan tersebut reliable. Dalam pengujian ini menggunakan pendekatan
230
Gambar 1 Grafik Pengujian Normalitas Data Menutut Santoso (2001:214) jika penyebaran data (titik) di sekitar sumbu diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi Normalitas. Dari grafik 1 dapat diketahui bahwa distribusi data mengikuti garis diagonal antara 0 (nol) dengan pertemuan sumbu Y (Expected Cum. Prob.) dengan sumbu X (Observed Cum Prob.). Hal ini menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal. Cara yang digunakan untuk mendeteksi adanya gejala multikolinieritas dilakukan dengan melihat pada nilai Varian Inflation Factor (VIF) dan Toleransi (TOL) dari variabel independen dalam penelitian. Dengan pendekatan ini disyaratkan bahwa nilai VIF tidak boleh melebihi 5 dan nilai toleransi harus berkisar mendekati 1. Nilai VIF dan toleransi disajikan dalam Tabel 3 berikut ini:
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN ............... (Lya Dwi Astutik dan Nur Fadjrih Asyik)
Tabel 3 Nilai Variance Inflation Faktor dan Nilai Tolerance Variabel Bebas Reliability Responsiveness Assurance Empathy Tangibles Konstanta F hitung Prob. F R R2
Koefisien Regresi 0,062 0,108 0,099 0,124 0,066 1,132 96,720 0,000 0,896 0,803
Prob.
r
0,001 0,000 0,004 0,001 0,001
0,311 0,414 0,260 0,308 0,297
Sumber: Data primer, diolah. Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada nilai VIF yang melebihi 5 sehingga dapat disimpulkan tidak ada gangguan multikolinieritas. Asumsi klasik kedua yang diuji adalah ada tidaknya autokorelasi yang dilihat dari besarnya nilai Durbin Watson. Uji autokorelasi Durbin Watson dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linier ada korelasi kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka diidentifikasi terjadi masalah autokorelasi. Regresi yang baik adalah regresi yang tidak terjadi autokorelasi. Dalam penelitian
ini data yang digunakan bukan data time series atau data yang diambil pada waktu tertentu, sehingga untuk Uji Autokorelasi tidak dilakukan (Sekaran, 1992). Pendeteksian adanya heteroskedastisitas dengan menggunakan bantuan SPSS 12.0. Menurut Santoso (2001: 210), jika sebaran titik-titik berada di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y dan tidak membentuk pola yang jelas, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.Grafik pengujian Heteroskedaktisitas tersebut disajikan pada gambar 2 berikut:
Scatterplot
Regression Studentized Residual
Dependent Variable: Kepuasan Nasabah
2
1
0
-1
-1
0
1
2
3
Regression Standardized Predicted Value
Sumber: Data primer, diolah. Gambar 2 Heteroskedastisitas pada Regresi Linier Berganda
231
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 225-237
Gambar 2 menunjukkan bahwa tidak ada tingkat korelasi serius, hal ini terlihat sebaran titik-titik berada di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y dan tidak membentuk pola yang jelas, maka dapat disimpulkan tidak ada gejala heterosdaktisitas. Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara eksplisit dapat diketahui bahwa model regresi tidak ada masalah dengan asumsi klasik maupun normalitas distribusi data penelitian. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor yang digunakan dalam model penelitian yaitu layanan yang terdiri atas reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles terhadap kepuasan nasabah secara linier. Hasil pengujian menggunakan software komputer program SPSS 12.0 disajikan pada Tabel 4 berikut ini: Berdasarkan data Tabel 4 menunjukkan bahwa persamaan regresi yang didapat adalah: K = 1,132+0.062Rb+0.108Rp+0.099A+0.124E+0.066T Berdasarkan persamaan regresi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu konstanta (a) = 1,132, menunjukkan bahwa jika layanan yang terdiri atas reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles = 0, maka kepuasan nasabah akan sebesar 1,132.
Koefisien regresi Reliability (b1) = 0,062, menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara reliability dengan kepuasan nasbah, hal ini berarti jika variabel reliability naik 1 satuan maka kepuasan nasabah akan naik sebesar 0,062 dengan asumsi variabel yang lainnya konstan. Koefisien regresi Responsiveness (b2) = 0,108, menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara responsiveness dengan kepuasan nasabah, hal ini berarti jika variabel responsiveness naik 1 satuan maka kepuasan nasabah akan naik sebesar 0,108 dengan asumsi variabel yang lainnya konstan. Koefisien regresi Assurance (b3) = 0,099, menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara assurance dengan kepuasan nasabah, hal ini berarti jika variabel assurance naik 1 satuan maka kepuasan nasabah akan naik sebesar 0,099 dengan asumsi variabel yang lainnya konstan. Koefisien regresi Empathy (b4) = 0,124, menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara empathy dengan kepuasan nasabah, hal ini berarti jika variabel empathy naik 1 satuan maka kepuasan nasabah akan naik sebesar 0,124 dengan asumsi variabel yang lainnya konstan, dan Koefisien regresi Tangibles (b 5 ) = 0,066, menunjukkan arah hubungan positif (searah) antara tangibles dengan kepuasan nasabah, hal ini berarti jika variabel tangibles naik 1 satuan maka kepuasan nasabah akan naik sebesar 0,066 dengan asumsi variabel yang lainnya konstan.
Tabel 4 Rekapitulasi Hasil Uji Regression
Sumber: Data primer, diolah
232
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN ............... (Lya Dwi Astutik dan Nur Fadjrih Asyik)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui prosentase kontribusi variabel layanan yang terdiri atas reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles secara bersama-sama terhadap kepuasan nasabah. Hasil pengujian koefisien determinasi disajikan pada Tabel 5 berikut:
reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles secara bersama-sama terhadap kepuasan nasabah adalah signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa suatu mutu kualitas disebut sangat baik, jika penyedia jasa memberi layanan (reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles) yang melebihi
Tabel 5 Koefisien Determinasi
Sumber: Data primer, diolah.
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa R square (R2) sebesar 0,803 atau 80,3% yang berarti bahwa sumbangan atau kontribusi dari kualitas layanan yang terdiri atas reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles secara bersama-sama terhadap variabel kepuasan nasabah adalah besar. Sedangkan sisanya (100 % - 80,3 % = 19,7 %) dipengaruhi oleh faktor lainnya. Koefisien korelasi berganda digunakan untuk mengukur keeratan hubungan secara simultan antara variabel kualitas layanan yang terdiri atas reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles secara bersama-sama terhadap kepuasan nasabah. Koefisien korelasi berganda ditunjukkan dengan (R) sebesar 0,896 atau 89,6 % yang berarti bahwa korelasi atau hubungan antara variabel kualitas layanan yang terdiri atas reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles secara bersamasama terhadap variabel terikat kepuasan nasabah secara bersama-sama memiliki hubungan yang kuat. Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas yaitu variabel kualitas layanan yang terdiri atas reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles bersama-sama terhadap kepuasan nasabah dengan taraf signifikan 5%. Berdasarkan hasil output didapat tingkat signifikan 0,000, maka pengaruh variabel bebas yang terdiri atas
harapan pelanggan/nasabah. Mutu atau kualitas disebut baik jika penyedia jasa memberi layanan yang setara dengan yang diharapkan oleh pelanggan, sedangkan mutu disebut jelek jika pelanggan memperoleh layanan yang lebih rendah dari harapannya. Dengan demikian, pencapaian kepuasan pelanggan memerlukan keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan dan apa yang diberikan, sehingga kualitas yang diberikan merupakan perbandingan dari layanan yang diharapkan dan diterima. Uji t dalam penelitian ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen secara sendiri-sendiri (parsial) terhadap variabel dependen. Hasil pengujian disajikan pada Tabel 6 berikut:
233
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 225-237
Tabel 6 Pengujian Parsial (Uji t)
Sumber: Data primer, diolah. PEMBAHASAN Dengan menggunakan tingkat signifikasi a = 5% dapat dilihat hasil perhitungan program SPSS 12.0 pada tabel 6 diperoleh tingkat signifikansi reliability sebesar 0,001 (lebih kecil dari a=0,050). Dengan demikian pengaruh reliability terhadap kepuasan nasabah secara parsial adalah signifikan. Hal ini dikarenakan nasabah merasa bahwa kemampuan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Surabaya untuk mewujudkan layanan yang dijanjikan, dapat diandalkan dan dilaksanakan secara akurat. Dengan kemampuan yang dapat diandalkan untuk memberikan jasa layanan seperti ketepatan dan keakuratan ATM bersama dalam penarikan uang tunai, kemudahan persyaratan kepemilikan ATM, kemudahan fasilitas yang disediakan serta kemudahan dalam melakukan transaksi lewat ATM Bersama membuat nasabah akan merasa senang dalam penggunaan ATM bersama milik PT Bank Tabungan Negara (Persero). Dengan demikian semakin banyak kemudahankemudahan yang dapat diperoleh dalam penggunaan ATM bersama tersebut, tentunya akan membuat nasabah semakin merasa senang. Dengan menggunakan tingkat signifikasi a = 5% dapat dilihat hasil perhitungan program SPSS 12.0 pada tabel 6 diperoleh tingkat signifikansi responsiveness sebesar 0,000 (lebih kecil dari a=0,050). Dengan demikian pengaruh responsiveness terhadap kepuasan nasabah secara parsial adalah signifikan. Hal ini dikarenakan kecepatan dan ketepatan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Surabaya untuk membantu dan menyediakan layanan yang tepat telah dirasakan oleh nasabah. Nasabah umumnya menginginkan dalam
234
melakukan transaksinya dengan menggunakan ATM bersama dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan tepat. Misalnya kecepatan layanan dalam transfer rekening, kemudahan layanan dalam transaksi pembayaran, jaringan ATM bersama di seluruh wilayah Indonesia ataupun kecepatan karyawan menghubungi nasabah bila ATM sudah jadi. Dengan demikian semakin tanggap suatu penyedia jasa dalam melayani konsumen atau nasabah maka konsumen/nasabah tersebut akan semakin senang. Dengan menggunakan tingkat signifikasi a = 5% dapat dilihat hasil perhitungan program SPSS 12.0 pada tabel 6 diperoleh tingkat signifikansi assurance sebesar 0,004 (lebih kecil dari a=0,050). Dengan demikian pengaruh assurance terhadap kepuasan nasabah secara parsial adalah signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan pengetahuan dan kemampuan PT Bank Tabungan Negara (Persero) dalam menyampaikan rasa kepercayaan dan keamanan dalam menggunakan ATM bersama telah meyakinkan nasabah. Nasabah merasa percaya atas jaminan keamanan yang dijanjikan (misal: ketepatan saldo apabila terjadi kartu tertelan) oleh karyawan Customer Service PT Bank Tabungan Negara (Persero) Surabaya. Pada dasarnya setiap nasabah menginginkan jaminan yang tinggi akan keamanan dana yang dimilikinya. Semakin tinggi jaminan yang diberikan membuat nasabah tidak merasa was-was akan kehilangan dana atau tidak dapat menggunakan dana yang dimilikinya sehingga nasabah merasa aman atas dana yang dimilikinya. Dengan menggunakan tingkat signifikasi a = 5% dapat dilihat hasil perhitungan program SPSS 12.0
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN ............... (Lya Dwi Astutik dan Nur Fadjrih Asyik)
pada tabel 6 diperoleh tingkat signifikansi empathy sebesar 0,001 (lebih kecil dari a=0,050). Dengan demikian pengaruh empathy terhadap kepuasan nasabah secara parsial adalah signifikan. Hal ini dikarenakan nasabah merasa bahwa pihak PT Bank Tabungan Negara (Persero) Surabaya peduli dan perhatian secara individu kepada pelanggan. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Surabaya memperhatikan dan selalu mendengarkan keluhan-keluhan nasabah dan berusaha untuk menyelesaikan atas keluhan-keluhan tersebut, misal: penyelesaian kartu tertelan pada lokasi terminal ATM di kantor cabang anggota pemilik terminal ATM dengan menunjukkan identitas resmi dan mengisi formulir pengambilan kartu tertelan pada cabang pemilik terminal ATM. Dengan adanya perhatian yang dilakukan tersebut membuat nasabah merasa puas atas layanan penggunaan ATM Bersama pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Surabaya. Dengan menggunakan tingkat signifikasi a = 5% dapat dilihat hasil perhitungan program SPSS 12.0 pada tabel 6 diperoleh tingkat signifikansi tangibles sebesar 0,001 (lebih kecil dari a=0,050). Dengan demikian pengaruh tangibles terhadap kepuasan nasabah secara parsial adalah signifikan. Hal ini dikarenakan nasabah merasa bahwa fasilitas fisik ATM bersama yang dimiliki oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Surabaya telah sesuai dengan harapan nasabah misalnya tentang lokasi mesin ATM yang mudah dijangkau oleh nasabah, fasilitas mesin ATM yang terjamin, dan kesiapan mesin ATM setiap waktu sehingga nasabah dapat melakukan transaksinya kapan saja tanpa terganggu ketidaklancaran mesin ATM. Koefisien determinasi parsial ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor manakah yang paling berpengaruh dari keseluruhan variabel kualitas layanan yang terdiri atas reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan korelasi parsial maka dapat diperoleh koefisien determinasi parsial dengan penjelasan sebagai berikut: koefisien determinasi parsial variabel Reliability = 0,096721, berarti sekitar 9,67% yang menunjukkan besarnya kontribusi reliability terhadap kepuasan pelanggan; koefisien determinasi parsial variabel Responsiveness = 0,171396, berarti sekitar 17,14% menunjukkan besarnya kontribusi responsiveness terhadap kepuasan pelanggan; koefisien determinasi parsial variabel Assurance = 0,067600,
berarti sekitar 6,76% yang menunjukkan besarnya kontribusi asurance terhadap kepuasan pelangga; koefisien determinasi parsial variabel Emphaty = 0,094864, berarti sekitar 9,49% yang menunjukkan besarnya kontribusi emphaty terhadap kepuasan pelanggan; dan koefisien determinasi parsial variabel Tangible = 0,088209 hal ini berarti sekitar 8,82 % yang menunjukkan besarnya kontribusi tangible terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh yang dominan adalah responsiveness karena mempunyai koefisien determinasi parsial paling besar. Hal ini mengindikasi bahwa nasabah PT Bank Tabungan Negara pada umumnya menginginkan suatu bentuk layanan yang cepat yang diberikan oleh PT Bank Tabungan Negara. Bentuk layanan yang cepat dewasa ini menjadi kebutuhan yang utama seiring dengan tuntutan perilaku masyarakat modern saat ini. Demikian juga dengan penggunaan ATM bersama nasabah menginginkan kecepatan dan ketepatan dalam melakukan transaksinya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil output uji F didapat tingkat signifikan 0,000 yang kurang dari á = 5%, maka pengaruh variabel bebas yang terdiri atas reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles secara bersama-sama terhadap kepuasan pelanggan adalah signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa suatu mutu kualitas dikatakan baik, jika penyedia jasa memberi layanan (reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles) yang melebihi harapan pelanggan/nasabah. Sebaliknya mutu disebut jelek jika pelanggan memperoleh layanan yang lebih rendah dari harapannya. Berdasarkan hasil uji t untuk mengetahui terdapat pengaruh atau tidak dari masing-masing variabel layanan (reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles) terhadap kepuasan nasabah diketahui semua variabel layanan tersebut mempunyai pengaruh terhadap kepuasan nasabah. Hal ini diindikasikan dengan tingkat signifikansi yang diperoleh dari variabel-variabel layanan yaitu untuk reliability sebesar 0,001, responsiveness sebesar
235
JEB, Vol. 3, No. 3, November 2009: 225-237
0,000, assurance sebesar 0,004, emphaty sebesar 0,001, dan tangibles sebesar 0,001 lebih kecil dari á = 5 % maupun á = 1 %. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepuasan nasabah tergantung pada wujud layanan yang dijanjikan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Surabaya. Nasabah melihat bagaimana bentuk layanan seperti (reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles) yang akan diterimanya. Jika semakin baik bentuk layanan tersebut, maka kepuasan yang diterima nasabah juga akan semakin baik. Layanan tersebut meliputi beberapa faktor yang terdiri atas reliabilitas/keandalan yaitu kemampuan melayani nasabah secara tepat dan akurat, responsiveness/daya tanggap yaitu keinginan untuk melayani nasabah secara cepat dan tepat, assurance/jaminan yaitu pengetahuan dan kesantunan karyawan serta kemampuan mereka untuk menyampaikan rasa percaya dan keamanan, emphaty/empati yaitu ketentuan tentang perhatian atau kepedulian kepada konsumen serta memberikan perhatian secara individual kepada konsumen, tangibles/wujud fisik yaitu penampilan dari fisik, perlatan, karyawan, dan material. Melihat dari hasil koefisien determinasi parsial dapat disimpulkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh yang dominan adalah responsiveness karena mempunyai koefisien determinasi partial paling besar. Hal ini mengindikasi bahwa nasabah PT Bank Tabungan Negara pada umumnya menginginkan suatu bentuk layanan yang cepat dan tepat yang diberikan oleh PT Bank Tabungan Negara seiring dengan tuntutan perilaku masyarakat modern saat ini yang menginginkan kecepatan dan ketepatan dalam melakukan transaksinya. Saran PT Bank Tabungan Negara Surabaya hendaknya tetap memperhatikan dan tetap meningkatkan kualitas layanan yang dirasakan oleh pelanggan dalam semua faktor yang terdiri atas reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles. sehingga PT Bank Tabungan Negara Surabaya perlu memberikan pengarahan kepada karyawannya. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel yang banyak diminati nasabah atau yang mempunyai pengaruh dominan adalah responsiveness. Hal ini ditunjukkan dari koefisien determinasi parsial yang
236
paling besar sehingga perlunya PT Bank Tabungan Negara Surabaya untuk melakukan pelatihan agar karyawan dapat bersikap ramah dan sopan dalam melayani nasabah dan kepuasan nasabah penggunaan ATM bersama tetap selalu terjaga. Secara rutin melakukan penelitian untuk mengetahui tanggapan nasabah terhadap kualitas layanan sehingga dapat diketahui kekurangan apa yang perlu diperbaiki dan memperoleh masukan dari nasabah baik berupa kritik maupun saran yang bermanfaat bagi kepuasan nasabah PT Bank Tabungan Negara Surabaya. Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti yang lain yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut dengan sampel dan waktu yang berbeda dan melakukan pengembangan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Boyle, W.M. 1998. ATM: What They are and How They Work, ATM Security Hand Book, illinois, Bank Administration Institute. Dendawijaya, L. 2000. Manajemen Perbankan, Cetakan kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta. Djarwanto. 1996. Mengenal Beberapa Uji Statistik Dalam Penelitian, Liberty, Yogyakarta. Ariani, D.W. 2000. Pengendalian Kualitas Statistik, Andy, Yogyakarta. Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Cetakan IV, Andi, Semarang. http//www.BTN.co.id. Indriantoro, N. dan Bambang Supomo. 2001. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta. Januar, Y. 2005. Penerapan non financial measurement pada Penilaian Kinerja Operasi ATM Bank “X” cabang Lumajang. PERBANAS, Surabaya.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN ............... (Lya Dwi Astutik dan Nur Fadjrih Asyik)
INFO BANK, 2004. ATM BERSAMA Layanan Semakin Mudah, Jakarta. Kottler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis Perencanaan Implementasi dan Pengendalian, Edisi sembilan, Salemba Empat, Jakarta. Margaretha, M. 2007. Dampak Penggunaan Automatic Teller Machine (ATM) Bersama terhadap profit dan kepuasan nasabah, UNAIR, Surabaya. Neal, J. 2004. Panduan Evaluasi Kinerja Karyawan, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta. Nugroho, B.A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS, Andi, Yogyakarta. Purwanto, S. & Surwanto. 2004. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern, Salemba Empat, Jakarta. Santoso, S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametik, PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Sekaran, U. 1992. Research Methods for Business: A Skill Building Approach. Second Edition. John Wiley & Sons, Inc. Umar, H. 2000. Metode Riset Akuntansi Terapan, Ghalia Indonesia, Jakarta.
237
ISSN: 1978-3116 Vol. 3, No. 3, November 2009
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
INDEKS PENULIS DAN ARTIKEL JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007 Harjanti, Theresia Tri dan Eduardus Tandelilin, pp. 1-10, Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth Opportunity, Profitability, dan Business Risk pada Struktur Modal Perusahaan Manufaktur di Indonesia: Studi Kasus di BEJ. Dewi, Kurnia, pp. 11-22, Pengaruh Pengetahuan tentang Taktik Pemasang Iklan, Penghargaan Diri, Kerentanan Konsumen, dan Pengetahuan Produk Konsumen pada Skeptisme Remaja terhadap Iklan Televisi. Khasanah, Mufidhatul, pp. 23-31, Analisis Nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) pada Investasi di Kabupaten Sleman, Tahun 2000-2004. Yusuf, Muhammad, pp. 33-48, Metodologi Event Study: Telaah Metodologi di Bidang Ekonomi dan Keuangan. Kusumawati, Rini, pp. 49-58, Pengaruh Image, Kualitas yang Dipersepsikan, Harapan Nasabah pada Kepuasan Nasabah dan Pengaruh Kepuasan Nasabah pada Loyalitas Nasabah dan Perilaku Beralih Merek Norpratiwi, AM Vianey, pp. 59-65, Aspek Value Added Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum. Vol. 1, No. 2, Juli 2007 Puspitasari, Christiana Rini, pp. 67-75, Dampak Ekonomi Pembangunan Perumahan Casa Grande di Kabupaten Sleman Terhadap Masyarakat di Luar Perumahan, Tahun 2000-2005 (Studi Kasus di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman) Estikasari, Ni Nengah Ami Estikasari, pp. 77-86, Pengaruh Pendukung Online pada Web Site Penyedia Layanan Telekomunikasi dalam Meningkatkan Loyalitas Pelanggan Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin, pp. 87-97, Analisis Deskriptif Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005
ISSN: 1978-3116 Vol. 3, No. 3, November 2009
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Prajogo, Wisnu, pp. 99-103, Interpersonal Network: Keterkaitannya dengan Personality dan Kinerja Berdasarkan Sudut Pandang Social Resources Theory Algifari, pp. 105-112, Analisis Pertumbuhan Ekspor Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi Supriyanto, Y, pp. 113-118, Kontroversi Penggunaan Risk-Adjusted Discount Rates (RADR) untuk Mendiskontokan Cash Flows dalam Capital Budgeting Vol. 1, No. 3, Nopember 2007 Anatan, Lina dan Fahmy Radhi, pp. 119-133, The Effect of Environmental Factors, Manufacturing Strategy and Technology on Operational Performance: Study Amongst Indonesian Manufacturers Ciptono, Wakhid Slamet, pp. 135-146, Triple-R Strategy of Reformation—Revitalization, Reflection, and Realization: in Memory of 10 Years of Reformation and 100 Years of National Awakening [2008] Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin, pp. 147-160, Analisis Deskriptif Struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005 Astuti, Kurnia dan Budiono Sri Handoko, pp. 161-173, Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Kebutuhan Investasi, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Sleman Fachrunnisa, Olivia, pp. 175-186, Identifikasi Pentingnya Komunikasi Nonverbal di Organisasi Purnamawati, Astuti, pp. 187-192, Pengukuran Tingkat Keunggulan Komparatif Barang Ekspor Indonesia Vol. 2, No. 1, Maret 2008 Maryatmo, R., pp. 1-8, Strategi Bisnis Eceran (Studi Kasus di Yogyakarta) Windayani, Santi, pp. 9-28, Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Penggunaan Informasi Kinerja dalam Penganggaran Prajogo, Wisnu, pp. 29-35, Pengaruh Proactive Personality pada In-Role dan Extra-Role Performance (Kasus pada Sebuah Perguruan Tinggi di Yogyakarta) Sardjito, Bambang dan Osmad Muthaher, pp. 37-49, Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating Raharjo, Achmad, pp. 51-55, Prospek Pengembangan Industri Komponen dan Perakitan Otomotif di Kabupaten Sleman
ISSN: 1978-3116 Vol. 3, No. 3, November 2009
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Fatmawati, Sri, pp. 57-65, Pemerataan Kepemilikan Saham dan Keadilan: Kebijakan Pemecahan Saham Vol. 2, No. 2, Juli 2008 Dominanto, Nedi Nugrah, pp. 67-75, Perbedaan Sikap Terhadap Iklan, Merek, Dan Niat Beli Konsumen pada Iklan dengan Fear Appeal Tinggi dan Rendah pada Partisipan Wanita Suparmono, pp. 77-94, Analisis Optimasi Faktor Produksi Budidaya Udang Galah di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman Fajar, Siti Al, pp. 95-100, Model Kepemimpinan Baru dalam Mengelola Diversitas Angkatan Kerja dalam Rangka Meraih Keunggulan Bersaing Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 101-113, Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2003-2006 Fatmawati, Sri, pp. 115-126, Kerjasama Perdagangan Regional (AFTA): Kajian Ekonomi Terhadap Perdagangan Barang Indonesia Manoppo, Yosua Pontolumiu, pp. 127-144, Pengaruh Kualitas Inti, Kualitas Hubungan, Risiko yang Dipersepsikan, dan Harapan Konsumen pada Loyalitas Pelanggan dan Komplain Pelanggan pada Salon Kecantikan “X” yang Ada di Yogyakarta Vol. 2, No. 3, Nopember 2008 Anwar, Andlie Liano, pp. 145-158, Analisis Pengaruh Pendukung Online Website Layanan Operator Seluler pada Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Operator Seluler di Indonesia Edy, pp. 159-174, Pengaruh Budaya Organisasional dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Perawat “Rumah Sakit Mata Dr. YAP” Yogyakarta dengan Motivasi dan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Pemediasi Sukmawati, Ferina, pp. 175-194, Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja Fisik, dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pertamina (Persero) UPMS III Terminal Transit Utama Balongan, Indramayu Rosalina, Willy Lutfiani, pp. 195-216, Pengaruh Kecerdasan Emosional Perawat terhadap Perilaku Melayani Konsumen dan Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu Rosidi, Abidarin, pp. 217-232, Iklan Industri Kecil Melalui Word Wide Web (WWW) di Daerah Istimewa Yogyakarta: Masalah Efektifitas Isi dan Desain Iklan Badrudin, Rudy, pp. 233-246, Dampak Krisis Keuangan Amerika Serikat terhadap Perdagangan Internasional Indonesia
ISSN: 1978-3116 Vol. 3, No. 3, November 2009
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Vol. 3, No. 1, Maret 2009 Sari, Dessy Puspita, pp. 1-10, Pengaruh Persepsi Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan pada Niat Pembelian Ulang Konsumen Soeroso, Amiluhur, pp. 11-19, Manfaat Ekonomi Konservasi Barang Pusaka Kebudayaan: Kasus Gedung Peninggalan De Javasche Bank Yogyakarta Wijaya, N.H. Setiadi, pp. 21-30, Sumberdaya Manusia (SDM) Pembelajar: Menggapai Kinerja dan Daya Saing Organisasi yang Lebih Tinggi Sarwoko, pp. 31-39, Pengaruh Blok-Blok Perdagangan Bebas Regional terhadap Perdagangan Bilateral Indonesia: Menggunakan Model Gravitasi, Tahun 2003-2007 Arista, Fany dan Baldric Siregar, pp. 41-60, Peran Rasio Keuangan dalam Memprediksi Laba di Masa Depan Sayono, Jusup Agus, Ujang Sumarwan, Noer Azam Achsani, dan Hartoyo, pp. 61-80, Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Kepemilikan, Penggunaan, Pembayaran, dan Peluang terjadinya Gagal Bayar dalam Bisnis Kartu Kredit Vol. 3, No. 2, Juli 2009 Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 81-89, Koreksi Bias Koefisien Beta Di Bursa Efek Indonesia Handayani, Asri Wening, pp. 91-105, Pola Atribut yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen dalam Membeli Rumah di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2008 Badrudin, Rudy, pp. 107-117, Dampak Kegiatan Investasi terhadap Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kabupaten Sleman Pasca Otonomi Daerah Wijaya, Tony, pp. 119-131, Model Empiris Perilaku Berwirausaha Usaha Kecil Menengah di DIY dan Jawa Tengah Mustholihah, Siti, pp.133-143, Peran Dana Penguatan Modal dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha Anggota Kelompok Pembudidaya Ikan Lele di Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman Paluruan, Astrid Rona Novianty dan Baldric Siregar, pp. 145-166, Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi Laporan Keuangan Dimoderasi oleh Akrual Diskresioner Jangka Pendek dJangka Panjang.
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 3, No. 3, November 2009
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PEDOMAN PENULISAN
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) Ketentuan Umum 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan. 2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail. 3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa naskah tersebut belum pernah dipublikasikan. Pernyataan tersebut dilampirkan pada naskah. 4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial Secretary Jurnal Akuntansi & Manajemen (JAM) Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 O Fax. (0274) 486155 e-mail:
[email protected] Standar Penulisan 1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm. 2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama pada lembar terpisah di bagian akhir naskah. 3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point. 4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 15 halaman termasuk gambar dan tabel. Urutan Penulisan Naskah 1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal 15 kata. Untuk kajian pustaka, di belakang judul harap ditulis Suatu Kajian Pustaka. Judul ditulis dengan huruf kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak di tengah-tengah tanpa titik. 4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapi dengan nomor kode pos, nomor telepon, fax, dan e-mail.
ISSN: 1978-3116 Vol. 3, No. 3, November 2009
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14.
Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris. Abstrak mengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Badrudin (2006); Subagyo dkk. (2004). Materi dan Metode ditulis lengkap. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengujian hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran jika dipandang perlu. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga penelitian dapat dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana. Ilustrasi: a. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar (foto) diberi nomor urut. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf kapital, dengan jarak 1 spasi b. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi. c. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.). d. Gambar/Grafik dibuat dalam program Excel. e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik. f. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasional (SI). Daftar Pustaka a. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semua penulis, tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jika mengambil artikel dalam buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit, dan tempat. b. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%. c. Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada JAM/JEB berikut ini:
Jurnal Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. “Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review: 57-67.
ISSN: 1978-3116 Vol. 3, No. 3, November 2009
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Buku Paliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince. Prosiding Pujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao yang diamoniasi dengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk Mendukung Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (Lustrum VIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. Fakutas Peternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 54-60. Artikel dalam Buku Leitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid Metabolism of The Rat. In: G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry and Nutrition. Academic Press. INC., New York. Skripsi/Tesis/Disertasi Assih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor Motivasional dan Tingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S-3 UGM. Yogyakarta. Internet Hargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries and Fisheries, Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html. Diakses 15 September 2005. Dokumen [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka Tahun 2005.
Mekanisme Seleksi Naskah 1. 2. 3.
Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah diterima atau ditolak. 4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah (MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit. 5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke Editorial Board Members dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi), dan tidak diterima/ditolak). 6. Apabila ditolak, Editorial Board Members membuat keputusan diterima atau tidak seandainya terjadi ketidaksesuaian di antara MITRA BESTARI. 7. Keputusan penolakan Editorial Board Members dikirimkan kepada penulis. 8. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan. 9. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan oleh Editorial Board Members ke Managing Editors. 10. Contoh cetak naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan. 11. Naskah siap dicetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.