PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ETANOL CENGKEH (Eugenia caryophyllata Thunb) DALAM SOSIS UNTUK PENGHAMBATAN KERUSAKAN OKSIDATIF LEMAK
FRISKA SYAIFUL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb) dalam Sosis untuk Penghambatan Kerusakan Oksidatif Lemak adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2010
Friska Syaiful F251050071
ABSTRACT FRISKA SYAIFUL. Effect of Ethanol Extract of Clove in Sausage to Inhibit the Oxidative Rancidity of Fat. Under direction of C. HANNY WIJAYA and FERI KUSNANDAR Lipid oxidation is responsible to the deterioration of meat and meat products. Sausages are popular processed meats which are easy to experience rancid. The addition of naturally occured antioxidant in spices might be possible to reduce the rancidity in meat products. The effect of ethanol clove extract addition at different concentrations (0, 200, 500 and 800 ppm) to inhibit the lipid oxidation of beef and chicken sausages were studied. The treated sausages were stored at chilling temperature of 4oC for 14 days as weel as at freezing temperature of -10oC for 56 days. Antioxidant activity of ethanol extract of clove were measured before its application to sausages. Lipid oxidation (peroxide and TBA value), fatty acid profile, and microbial growth were determined during the storage period. The result showed that ethanol extract of clove had better antioxidant activity than that of BHT (IC50 of ethanol extract of clove was 33 µg/ml, lower than BHT that was 65 µg/ml). All concentrations significantly reduced (p<0.05) the peroxide and TBA values of sausage compared to the control. Sausage with the addition of 800 ppm showed the lowest lipid oxidation and was sensorically acceptable. Combination of ethanol extract of clove and freezing temperature was more effective than combination of etanol extract of clove storing at chilling temperatur. Keywords : ethanol extract of clove, lipid oxidation, sausage, storage
RINGKASAN FRISKA SYAIFUL. Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb) dalam Sosis untuk Penghambatan Kerusakan Oksidatif Lemak Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA dan FERI KUSNANDAR. Oksidasi lemak merupakan penyebab utama kerusakan pada daging dan produk olahan daging. Sosis adalah produk olahan daging yang sudah cukup populer. Sosis mudah mengalami kerusakan oksidatif yang dapat menyebabkan ketengikan. Antioksidan sintetis seperti BHA dan BHT sering ditambahkan pada sosis untuk menghambat terjadinya oksidasi lemak. Namun karena kecenderungan saat ini untuk menggunakan bahan tambahan alami, sehingga penggunaan rempah-rempah sebagai salah satu bahan alami yang mengandung senyawa antioksidan semakin mendapat perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak etanol cengkeh dalam menghambat oksidasi lemak pada sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan. Perlakuan yang diukur adalah penambahan ekstrak etanol cengkeh pada beberapa konsentrasi (200, 500 dan 800 ppm) dan kontrol (tanpa penambahan ekstrak etanol cengkeh) serta perlakuan lama penyimpanan. Penyimpanan sosis dilakukan pada suhu dingin (4 oC) dan suhu beku (-10oC). Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol cengkeh diukur sebelum diaplikasikan pada sosis. Paramater penghambatan terhadap oksidasi lemak adalah bilangan peroksida, bilangan TBA dan profil asam lemak. Pengukuran dilakukan selama 14 hari untuk sosis yang disimpan pada suhu dingin, sedangkan untuk sosis yang disimpan pada suhu beku pengamatan dilakukan selama 56 hari. Analisa proksimat sosis dan total mikroba dilakukan untuk mengetahui apakah sosis yang dihasilkan memenuhi syarat mutu menurut SNI Tahun 1995. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dua faktor, dimana faktor pertama adalah ekstrak etanol cengkeh dan faktor kedua adalah lama penyimpanan. Uji lanjut yang digunakan adalah uji BNT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol cengkeh memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat. Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol cengkeh lebih baik daripada antioksidan sintetis BHT dan sedikit lebih rendah daripada BHA (nilai IC50 ekstrak etanol cengkeh adalah 33 µg/ml, sedangkan untuk BHA 23 µg/ml dan BHT 65µg/ml). Bilangan peroksida dan TBA dari sosis yang ditambahkan ekstrak etanol cengkeh lebih rendah daripada kontrol. Penambahan ekstrak etanol cengkeh pada konsentrasi 800 mg/kg lebih baik dalam menghambat oksidasi lemak dibandingkan konsentrasi ekstrak etanol lainnya dan campuran antioksidan sintetis BHA dan BHT. Kombinasi penambahan ekstrak etanol cengkeh dan penyimpanan suhu beku lebih efektif dalam mengahambat oksidasi lemak dibandingkan dengan yang dikombinasikan dengan penyimpanan suhu dingin.
Sosis sapi memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi daripada asam lemak jenuhnya. Asam lemak tidak jenuh tertinggi pada sosis sapi adalah asam oleat 1.326.6 mg/100 g sosis. Penambahan ekstrak etanol cengkeh pada konsentrasi 800 ppm dapat menekan oksidasi lemak tidak jenuh sapi terutama asam lemak oleat, linoleat dan linolenat. Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa kadar air, abu, protein dan lemak sosis sapi dan sosis ayam memenuhi syarat mutu sosis berdasarkan SNI. Hasil analisa total mikroba juga menunjukkan bahwa total mikroba pada sosis selama penyimpanan tidak lebih dari 105 koloni/g yaitu batas maksimal jumlah mikoba yang diperkenankan ada pada sosis berdasarkan standar SNI. Kata kunci: ekstrak etanol cengkeh, oksidasi lemak, sosis, penyimpanan
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ETANOL CENGKEH (Eugenia caryophyllata Thunb) DALAM SOSIS UNTUK PENGHAMBATAN KERUSAKAN OKSIDATIF LEMAK
FRISKA SYAIFUL
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sukarno, M.Sc
Judul Tesis
Nama NIM
: Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb) dalam Sosis untuk Penghambatan Kerusakan Oksidatif Lemak. : Friska Syaiful : F 251050071
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc Anggota
Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Sc Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian : 14 Januari 2010
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb) dalam Sosis untuk Penghambatan Kerusakan Oksidatif Lemak. Penulisan tesis ini sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Sc dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang disela-sela kesibukannya masih dapat meluangkan waktu untuk bimbingan, arahan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. Sukarno, M.Sc yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi. Terima kasih tak terhingga diucapkan kepada suami tercinta Firdaus, anakanak (Rania dan Rafi), ayaha Syaiful Kahar, ibu Zuraida Taher, ibu mertua Yohana serta papa H. Sjahrul Djuman dan mama Hj. Zuldjati Sjahrul, atas segala doa, kasih sayang, kesabaran dan pengorbanan yang luar biasa selama penulis menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascarjana IPB. Adinda Yurika, Meilani, A. Taufik dan Mira serta kerabat keluarga lainnya, terima kasih atas dukungan dan doanya. Terima kasih diucapkan kepada Ketua Program Studi Ilmu Pangan (IPN) Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc dan seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Pangan atas segala bantuan, perhatian dan dukungan selama penulis menempuh studi di Program Studi Ilmu Pangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf Laboratorium Departemen Ilmu dan Tekologi Pangan atas segala bantuan dan kerjasamanya kepada penulis. Teman-teman IPN angkatan 2005, khususnya Ahyar, Dian, Fitri, mbak Anti dan Uni Rini, diucapkan terimakasih untuk sukacita dan dukacita selama di IPN. Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membaca. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Bogor, Februari 2010 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 6 Februari 1975, dari ayah Syaiful Kahar dan ibu Zuraida Taher. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No 82 Padang (1981-1987). Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri 7 Padang (19871990), dan Sekolah Menengah Umum di SMA Negeri 2 Padang (1990-1993). Penulis menempuh pendidikan Sarjana di Universitas Sriwijaya Palembang melalui jalur UMPTN (1993-1997) pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian. Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai staf pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang. Setahun kemudian, penulis mendapat kesempatan untuk meneruskan pendidikan S2 di Program Magister Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pangan dengan beasiswa dari DIKTI.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... Hupotesis .........................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Cengkeh ........................................................................................... Oksidasi Lemak ................................................................................ Antioksidan ...................................................................................... Sosis ................................................................................................. Penyimpanan ....................................................................................
4 6 10 13 17
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ............................................................................ Bahan dan Alat ................................................................................. Metode Penelitian ............................................................................. Analisis Data ....................................................................................
20 20 20 30
HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Cengkeh ................................. Uji Organoleptik Sosis ..................................................................... Proksimat Sosis ................................................................................ Bilangan Peroksida ........................................................................... Bilangan TBA .................................................................................. Profil Asam Lemak .......................................................................... Analisa Mikrobiologi ........................................................................
32 33 35 36 40 43 45
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
48
LAMPIRAN ...............................................................................................
53
xi
DAFTAR TABEL 1
Halaman Senyawa volatil dari cengkeh yang diekstrak dengan heksan (%) ............ 5
2
Kandungan zat gizi dari cengkeh (per 100g bahan)..................................
5
3
Komposisi asam lemak daging ayam dan daging sapi (%) ......................
7
4
Aktivitas antioksidan beberapa rempah-rempah di Indonesia ..................
12
5
Syarat mutu sosis berdasarkan SNI 01-3820.1995 ..................................
14
6
Formulasi dasar dalam pembuatan sosis sapi . .........................................
23
7
Aktivitas antioksidan ekstrak cengkeh, BHA dan BHT ...........................
32
8
Kadar proksimat sosis sapi .....................................................................
36
9
Kadar proksimat sosis ayam ...................................................................
36
10 Komposisi asam lemak sosis sapi sebelum dan sesudah disimpan pada suhu 4 oC selama 14 hari (mg AL/kg) .....................................................
44
11 Komposisi asam lemak sosis sapi sebelum dan sesudah disimpan pada suhu -10 oC selama 56 hari (mg AL/kg) .................................................. .
44
12 Total mikroba pada sosis sapi dan sosis ayam yang disimpan pada suhu dingin 4 oC selama 14 hari (log koloni/g) ............................................... .
46
13 Total mikroba pada sosis sapi dan sosis ayam yang disimpan pada suhu 4 oC selama 56 hari (log koloni/g) .......................................................... .
46
xii
DAFTAR GAMBAR 1
Halaman Rumus bangun eugenol .......................................................................... 4
2 Mekanisme antioksidan dari eugenol ......................................................
6
3
Reaksi antara TBA dan MDA membentuk komplek TBA-MDA ............
9
4
Diagram alir proses ekstraksi antioksidan cengkeh .................................
22
5
Diagram alir pembuatan sosis .................................................................
24
6
Rata-rata skor kesukaan terhadap rasa dari (1) sosis sapi dan (2) sosis ayam ......................................................................................................
34
Rata-rata skor kesukaan terhadap aroma dari (1) sosis sapi dan (1) sosis ayam ......................................................................................................
35
8
Bilangan peroksida dari sosis sapi yang disimpan pada suhu 4 oC ....... ...
38
9
Bilangan peroksida dari sosis sapi yang disimpan pada suhu -10 oC ..... ..
38
10 Bilangan peroksida dari sosis ayam yang disimpan pada suhu 4 oC .........
39
11 Bilangan peroksida dari sosis ayam yang disimpan pada suhu oC ..........
39
12 Bilangan TBA dari sosis sapi yang disimpan pada suhu 4 oC ........ ........
41
13 Bilangan TBA dari sosis sapi yang disimpan pada suhu oC ..... ..............
41
14 Bilangan TBA dari sosis ayam yang disimpan pada suhu 4 oC ......... .....
42
15 Bilangan TBA dari sosis ayam yang disimpan pada suhu oC .... .............
42
7
xiii
DAFTAR LAMPIRAN 1
Halaman Formulir pengujian hedonik .............................................................. 53
2
Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT rasa sosis sapi .......................
54
3
Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT aroma sosis sapi ...................
54
4
Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT rasa sosis ayam .....................
55
5
Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT aroma sosis ayam .................
55
6
Bilangan peroksida sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu 4 oC (meq O2/kg) .................................................................
56
Bilangan peroksida sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu beku (meq O2/kg) ..................................................................
57
Bilangan TBA sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu 4 oC (mg MDA//kg) .......................................................................
58
Bilangan TBA sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu beku (mg MDA//kg) .......................................................................
59
7
8
9
10 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis sapi selama penyimpanan pada suhu 4 oC . .........................................
60
11 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis sapi selama penyimpanan pada suhu -10 oC .......................................
61
12 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis ayam selama penyimpanan pada suhu 4 oC ........................................
62
13 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis ayam selama penyimpanan pada suhu -10 oC ....................................
63
14 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan TBA sosis sapi selama penyimpanan pada suhu 4 oC .................................................
64
15 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan TBA sosis sapi selama penyimpanan pada suhu -10 oC ..............................................
65
xiv
16 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan TBA sosis ayam selama penyimpanan pada suhu 4 oC .................................................
66
17 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan TBA sosis ayam selama penyimpanan pada suhu -10 oC ..............................................
67
xv
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kerusakan yang sering terjadi pada produk pangan selama penyimpanan adalah reaksi oksidasi lemak.
Oksidasi lemak tidak hanya
menyebabkan perubahan pada rasa, aroma dan warna, tetapi juga dapat menyebabkan penurunan nilai gizi pada produk pangan dan pada kondisi tertentu dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik. Reaksi oksidasi non enzimatis (autoxidation) dapat terjadi apabila lemak, terutama asam lemak tidak jenuh bereaksi dengan oksigen yang ada di udara. Daging dan produk olahannya merupakan komoditi pangan hasil ternak yang bersifat mudah mengalami oksidasi.
Hal ini disebabkan karena daging
mempunyai kandungan lemak yang cukup tinggi. Kecepatan oksidasi daging berbeda-beda, antara lain tergantung pada komposisi dari asam lemak penyusunnya dan keseimbangan antara antioksidan dan prooksidan. Daging dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi terutama PUFA (polyunsaturated fatty acid) seperti daging babi, ikan dan ayam cenderung lebih mudah teroksidasi (Sebranek et al. 2005). Oksidasi lemak daging menghasilkan produk oksidasi primer dan sekunder seperti hidroperoksida, radikal-radikal bebas, malonaldehida (MDA), epoksi, alkana, hidrokarbon, alkohol dan asam-asam. Terjadinya peningkatan pada bilangan peroksida atau senyawa-senyawa turunannya terutama MDA, dapat menyebabkan ketengikan (rancidity) dan dapat dideteksi secara sensori. Menurut Rahman (2007), ketengikan pada daging dapat dideteksi pada nilai MDA 1-2 mgMDA/kg daging. Salah satu produk olahan daging yang cukup terkenal adalah sosis. Di Indonesia sosis yang banyak beredar di pasaran adalah sosis yang terbuat dari daging sapi dan daging ayam. Sosis seperti produk olahan daging lainnya sangat mudah mengalami kerusakan oksidatif, sehingga biasanya sosis disimpan pada suhu rendah (chilling atau freezing) dan selama pengolahan ditambahkan senyawa antioksidan. Senyawa antioksidan sintetis yang biasa ditambahkan dalam produk sosis
adalah
BHA
(Butylated
Hydroxyanisole)
dan
BHT
(Butylated
Hydroxytoluene). Namun karena kecenderungan masyarakat saat ini untuk
2
menggunakan bahan tambahan pangan alami, sehingga eksplorasi dan penggunaan sumber antioksidan alami mulai mendapat perhatian. Beberapa jenis rempah seperti sage dan rosemary berpotensi sebagai antioksidan dan luas digunakan pada produk daging. Namun rempah-rempah ini kurang efektif dibandingkan BHA dan BHT.
Ahn et al. (2002) melaporkan
bahwa ekstrak rosemary kurang efektif dibandingkan BHA (Butylated Hydroxyanisole) dan BHT (Butylated Hydroxytoluene) dalam menekan oksidasi pada daging sapi masak. Selain itu penggunaan ekstrak rempah-rempah dalam konsentrasi tinggi dapat mempengaruhi rasa dan aroma dari produk yang dihasilkan sehingga dapat mengurangi penerimaan konsumen, sehingga efektivitas penggunaan antioksidan dari rempah-rempah ditentukan oleh kemampuannya dalam menghambat oksidasi lemak dan secara sensori dapat diterima. Cengkeh (Eugenia caryophylata
Thunb) merupakan salah satu jenis
rempah yang sudah sejak lama digunakan sebagai sumber flavor alami dalam berbagai produk pangan, seperti daging dan produk olahan daging, ikan dan ayam. (Sulieman et al. 2007). Cengkeh juga dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antioksidan dari cengkeh lebih baik dari rempah-rempah lainnya seperti rosemary, sage, oregano, pala, jahe dan hampir sama kuat dengan antioksidan sintetis BHA dan BHT (Lee dan Shibamoto 2001, Gulcin et al. 2004, Nasar et al. 2007, Phoupuritham et al. 2007). Namun efektivitasnya dalam mencegah terjadinya reaksi oksidasi lemak pada sistem pangan terutama produk olahan daging, belum banyak dipelajari. Kombinasi antara penggunaan antioksidan dan penyimpanan pada suhu rendah memberikan efek penghambatan yang lebih baik terhadap oksidasi lemak. Penelitian yang dilakukan oleh Karimova et al. (1998) dan Marcincah et al. (2003), menunjukkan bahwa penambahan vitamin E dan ekstrak rosemary pada produk olahan daging dan penyimpanan pada suhu pembekuaan dapat menekan proses oksidasi lemak. Namun pada penyimpanan suhu rendah proses oksidasi hanya diperlambat, tidak benar-benar dihambat. Kenyataannya beberapa radikal lemak yang bersifat larut, lebih stabil terhadap suhu rendah dan menyebabkan oksidasi (Kanner 1994).
3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penambahan ekstrak etanol cengkeh yang mengandung antioksidan dalam menghambat oksidasi lemak pada sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu rendah. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah diharapkan ekstrak etanol cengkeh dapat digunakan sebagai antioksidan pada sosis sapi dan sosis ayam menggantikan antioksidan sintetis BHA dan BHT.
Hipotesis Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol cengkeh dapat menghambat oksidasi lemak pada sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu rendah.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Cengkeh Cengkeh (Eugenia caryophylata Thunb) tergolong ke dalam famili Myrtaceae.
Tanaman ini banyak terdapat di bagian timur Indonesia seperti
Ternate, Tidore, Motar dan Bacan. Merupakan tanaman tropis berakar tunggang, bercabang panjang dan kuat. Tinggi tanaman dapat mencapai 20 meter dan dapat bertahan hidup hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman cengkeh mempunyai sifat khas karena hampir semua bagian pohon mengandung minyak, terutama bunga, batang dan daun.
Kandungan
minyak cengkeh pada bagian-bagian tanaman tersebut bervariasi jumlahnya namun kadar minyak yang paling tinggi terdapat pada bagian bunga. Bunga cengkeh mengandung 15-20% minyak cengkeh, batang mengandung 5-7%, sedangkan daun mengandung sekitar 3% (Peter 2001). Hasil analisa ekstrak bunga cengkeh dengan GC-MS seperti yang dilaporkan oleh Nasar et al. (2007) menunjukkan bahwa komponen utama pada minyak cengkeh adalah eugenol (Tabel 1). Eugenol (1-hidroksi 2-metoksi 4-alil benzena) adalah senyawa golongan hidrokarbon teroksidasi (oxygenated hydrocarbon) yang merupakan cairan minyak tidak berwarna atau sedikit kekuningan, mudah menguap, akan menjadi coklat jika kontak dengan udara dan berasa getir. g/mol.
Mempunyai rumus molekul C10 H1202 dan bobot molekul 164.2
Eugenol mempunyai flavor rempah-rempah dengan rasa yang sangat
pedas dan panas, sehingga banyak digunakan sebagai flavor dalam produk rokok, minuman tidak beralkohol, berbagai produk pangan serta kosmetik (Bedoukian 1967). Rumus bangun eugenol ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Rumus bangun eugenol (Ogata et al. 2000).
5
Tabel 1 Senyawa volatil dari cengkeh yang diektrak dengan heksan (%) Senyawa Jumlah p-Cymene 0.90 5-Hexene-2-one 0.67 Thymol 0.87 Eugenol 71.56 Eugenol acetat 8.99 Caryophyllene oxide 1.67 Guaiol 0.90 Benzene-1-butylheptyl 0.55 Nootkatin 1.05 Isolongifolanone 0.86 Hexadecanoic acid 0.50 9,17-Octadeca-dienal 0.24 Octadecanoic acid butyl ester 0.33 Phenol-4-(2,3-dihydro-7-methoxy-3-methyl-50.98 (1-propenyl)-2-benzofurane Dodecatrionoic acid-3,7,11-trimethyl ethyl ester 0.38 Vitamin E acetate 0.43 Sumber: Nasar et al. (2007)
Disamping sebagai sumber flavor alami, cengkeh juga mengandung zat gizi seperti protein, vitamin dan mineral. Komposisi kandungan gizi dari cengkeh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan zat gizi dari cengkeh (per 100 g bahan) Komposisi USDA Air (g) 6.86 Kalori (kcal) 323 Protein (g) 5.98 Lemak (g) 20.06 Karbohidrat (g) 61.22 Abu (g) 5.88 Ca (g) 0.646 P (mg) 105 Na (mg) 243 K (mg) 1102 Fe (mg) 8.68 Thiamin (mg) 0.115 Riboflavin (mg) 0.267 Niacin (mg) 1.458 Asam askorbat (mg) 80.81 Vitamin A (RE) 53 Sumber: Farrell (1990)
6
Cengkeh telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang cukup baik. Menurut Rajalaksmi dan Narasimhan (1995), antioksidan dari cengkeh bekerja sebagai penangkap radikal-radikal bebas dengan mendonasikan hidrogen atau elektron ke radikal bebas dan mengkonversinya menjadi produk yang lebih stabil (non radikal). Eugenol adalah senyawa utama yang bertanggungjawab terhadap kekuatan
aktioksidan
dari
cengkeh.
Eugenol
memiliki
90%
aktivitas
penghambatan terhadap radikal bebas dan efektif pada sistem emulsi minyak dalam air (Naveena et al. 2006). Mekanisme penghambatan dari eugenol terhadap reaksi autooksidasi dapat dilihat pada Gambar 2 (Ogata et al. 2000).
Gambar 2. Mekanisme antioksidan dari eugenol.
Mannie (1999) dan Lambert et al. (2001), melaporkan bahwa minyak cengkeh juga mempunyai aktivitas antimikroba.
Minyak cengkeh dilaporkan
dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif. Minyak cengkeh yang diaplikasikan pada daging sapi segar dan sosis fermentasi efektif menghambat pertumbuhan bakteri E. Coli. Efek penghambatan terhadap mikroba ini disebabkan karena cengkeh mengandung senyawa terpenoid yang dapat merusak membran sel mikroba, sehingga pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Lebih lanjut dilaporkan oleh Lee dan Shibamoto (2001), bahwa komponen aroma utama pada cengkeh yaitu eugenol, dilaporkan juga mempunyai aktivitas antijamur.
Oksidasi Lemak Lemak merupakan komponen penting pada makanan.
Lemak pada
makanan akan memberikan nutrisi, energi dan nilai sensoris pada makanan. Makanan dengan kandungan lemak yang tinggi lebih disukai karena lemak memberikan rasa dan aroma yang lebih baik pada makanan.
Lemak juga
7
merupakan sumber vitamin larut lemak (A, D, E dan K) dan lemak dari beberapa sumber mengandung omega 3 (ω3-polyunsaturated fatty acid) yang dapat mengurangi resiko penyakit cardiovaskuler, hipertensi dan arthritis (Echarte et al. 2001). Daging dan produk olahan daging sangat rentan terhadap proses oksidasi karena kandungan lemaknya yang cukup tinggi. Menurut Jensen et al. (1997) proses oksidasi lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kandungan lemak dan profil asam lemaknya, adanya katalis dan komponen yang bersifat prooksidan (metal, mioglobin, haemoglobin), kandungan antioksidan dalam jaringan (tokoferol),
proses
pengolahan
(pencampuran,
pemanasan)
dan
kondisi
penyimpanan (waktu, suhu dan pengemasan). Jumlah dan komposisi asam lemak pada daging berbeda-beda tergantung pada asal ternaknya, genetik, jenis kelamin, makanan dan lingkungannya. Daging ayam secara umum memiliki kandungan PUFA yang lebih tinggi dibandingkan daging sapi, dimana rasio PUFA/SFA pada ayam adalah 0.65 sedangkan daging sapi 0.12 (Tabel 3). Tabel 3 Komposisi asam lemak daging ayam dan daging sapi (%) Asam lemak Daging ayam Daging sapi C14:0 1.3 2.5 C15:0 0.5 C16:0 23.2 24.5 C17:0 0.3 1.0 C18:0 6.4 18.5 C20:0 0.5 Total SFA 31.2 47.5 C14:1 0.2 0.5 C16:1 6.5 3.1 C18:1 41.6 40.0 C20:1 0.5 Total MUFA 48.3 44.1 C18:2 18.9 5.0 C18:3 1.3 0.5 Total PUFA 20.2 5.5 PUFA/SAFA 0.65 0.12 Lain-lain 0.3 2.5 Sumber: Varnam dan Sutherland (1995)
8
Baik asam lemak jenuh maupun asam lemak tidak jenuh dapat mengalami oksidasi. Namun asam lemak tidak jenuh lebih mudah teroksidasi dibandingkan asam lemak jenuh karena adanya ikatan ganda yang sangat tidak stabil. Semakin meningkat derajat ketidakjenuhan dari asam lemak semakin meningkat juga kecepatan oksidasinya, misalnya adalah kecepatan oksidasi dari asam lemak C18 pada suhu 25 oC. (C18:1),
asam
Kecepatan oksidasi dari asam stearat (C18:0), asam oleat linoleat
(C18:2)
dan
asam
linolenat
(C18:3)
adalah
1:100:1200:2500 (Shahidi 1992) Proses pengolahan juga sangat berpengaruh terhadap stabilitas lemak. Proses
pengolahan
(pemotongan,
penggilingan
dan
pemanasan)
dapat
menyebabkan kerusakan pada sistem membran dan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam terjadinya oksidasi pada lemak intrasellular, terutama phospolipid. Marcincah et al. (2005), melaporkan bahwa nilai TBA pada daging yang diolah menjadi sosis lebih tinggi daripada daging mentahnya yang disimpan selama 14 hari. Berbagai cara dilakukan untuk melindungi lipid terhadap proses oksidasi, antara lain adalah penambahan antioksidan, penyimpanan suhu rendah, menghindari kontak dengan udara (vacuum packaging dan modified atmosphere ) dan mengeliminir faktor-faktor yang dapat mengkatalis proses oksidasi. Antioksidan dapat memperpanjang umur simpan dari makanan-makanan yang berlemak. Penyimpanan produk daging dan olahannya pada suhu rendah dapat menghambat terjadinya oksidasi lemak, sehingga umur produk yang disimpan pada suhu rendah lebih panjang dari pada yang disimpan pada suhu ruang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu rendah, selain dapat menghambat pertumbuhan mikroba juga dapat mengurangi terjadinya oksidasi lemak. Menurut Eneji et al. (2007), penyimpanan daging sapi segar selama 6 hari dalam ruang pendingin (8-9 oC) masih memberikan karakteristik warna dan aroma yang baik, sedangkan daging yang disimpan pada suhu beku (-10 oC) masih baik mutunya hingga 16 hari.
9
Tingkat oksidasi lemak pada produk pangan dapat diukur dengan menganalisa kehilangan materi lipid misalnya asam lemak atau trigliserida. Dapat juga dilakukan dengan mengukur produk oksidasi lemak baik primer maupun sekunder.
Beberapa metode pengukuran oksidasi lemak antara lain adalah
bilangan peroksida, diena terkonjugasi, bilangan oktanal, Thiobarbituric Acid Reactive Substances (TBARS), angka anisidin serta produk berfloresen (Pokorny et al. 2001). Hidroperoksida merupakan produk primer dari autooksidasi yang tidak berwarna dan tidak berbau, bersifat labil dan mudah terurai menjadi produk sekunder seperti aldehida, alkohol, keton dan asam.
Metode titrasi dengan
iodometrik telah lama digunakan untuk mengukur senyawa hidroperoksida (ROOH) dan peroksida (ROOR) yang terbentuk. Prinsip pengukurannya adalah reduksi dari hidroperoksida oleh ion iodida (I-). Senyawa I2 yang dilepas oleh hidroperoksida menggambarkan konsentrasi dari hidroperoksida yang terbentuk, yang dapat diketahui dari jumlah larutan sodium thiosulfat yang berikatan dengan I2 (Antolovich et al. 2002). ROOH + 2H+ + 2KI
I2 + ROH + H2O + 2K+
ROOR + 2H+ + 2KI
I2 + 2ROH + 2K+
I2 + 2Na2S2O3
Na2S4O6 + 2NaI
Metode TBA merupakan metode pengukuran oksidasi lipid yang paling luas penggunaannya. Menurut Pokorny et al. (2001), prinsip pengukuran angka TBA adalah pengukuran terhadap produk sekunder dari oksidasi lemak yaitu malonaldehida, dimana 1 molekul malonaldehida bereaksi dengan 2 molekul TBA membentuk komplek TBA-MDA. (Gambar 3).
Reaksi TBA dengan
malonaldehida menghasilkan senyawa berwarna yang dapat diukur secara spektrofotometri.
TBA
MDA
TBA-MDA
Gambar 3 Reaksi antara TBA dan MDA membentuk komplek TBA-MDA
10
Antioksidan Menurut Schuler (1990), antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda, memperlambat atau mencegah proses oksidasi (reaksi autooksidasi) pada semua bahan yang mengandung lemak. Secara umum proses oksidasi terjadi dalam tiga fase yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada fase inisiasi, molekul oksigen bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh menghasilkan hidroperoksida dan radikal bebas yang bersifat sangat reaktif. Adanya inisiator seperti logam transisi (besi atau tembaga), enzim lipoksigenase, panas ataupun cahaya dapat meningkatkan laju reaksi pada fase insiasi. Oksidasi kemudian berlanjut pada fase propagasi dimana tejadi autooksidasi. Pada fase terminasi akan terbentuk produk yang tidak reaktif seperti hidrokarbon, aldehida dan keton. Reaksi yang terjadi pada setiap fase adalah sebagai berikut:
Inisiasi
X* + RH
R* + XH
Propagasi
R* + O2
ROO*
Terminasi
ROO* + RH
ROOH + R*
ROO* + ROO*
ROOR + O2
ROO* + R* *
ROOR
*
R + R
RR
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dapat bekerja dengan cara: (1) bereaksi dengan radikal-radikal bebas (antioksidan primer) atau menghambat pembentukan hidroperoksida (antioksidan sekunder), (2) berikatan dengan komplek metal dan (3) mengeliminir oksigen (Marcincah et al. 2005). Antioksidan primer dapat menghambat pembentukan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas, sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil. Kemampuan dalam proses transfer atom hidrogen ini berhubungan dengan gugus fenolik dari antioksidan. Gugus fenol pada antioksidan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas
dari
rantai
peroksida
.
(ROO ),
dengan
reaksi
(Ogata et al. 200): .
ROO
+ ArOH
ROOH + ArO
.
sebagai
berikut
11
Berdasarkan sumbernya, antioksidan terbagi menjadi dua kelompok yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetis. Antioksidan alami dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau lebih komponen makanan, (b) substansi yang terbentuk dari hasil reaksi selama pengolahan, dan (c) senyawa antioksidan bahan tambahan makanan yang diisolasi dari sumber alami (Pratt dan Hudson 1990). Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, herba, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan dan sayur-sayuran. Penggunaan rempah-rempah sebagai antioksidan secara langsung adalah dengan mengekstrak kandungan minyak atsiri yang terkandung dalam rempah tersebut, kemudian ditambahkan ke dalam bahan pangan yang akan diawetkan. Sedangkan penggunaan secara tidak langsung sering dilakukan secara tidak sengaja, misalnya sebagai bumbu masak untuk penyedap rasa. Fardiaz et al. (1992), meneliti ekstrak antioksidan alami dari 23 jenis rempah-rempah yang dibandingkan aktivitasnya dengan menggunakan oksigen meter. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Wijen, cengkeh dan kunyit menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling tinggi dibandingkan dengan rempah-rempah lain yang diuji. Beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa ekstrak rempah-rempah mempunyai efektivitas yang cukup baik dalam menghambat autooksidasi lemak pada produk pangan, tetapi penggunaan antioksidan dari rempah-rempah ini masih sangat terbatas. Hal ini berhubungan dengan salah satu syarat sifat suatu senyawa antioksidan yang dapat digunakan dalam beberapa pereaksi yaitu tidak berasa dan berbau. Menurut Rajalaksmi dan Narasimhan (1996), antioksidan alami mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan antioksidan sintetis. Kelebihan antioksidan alami yaitu lebih diterima konsumen karena bukan merupakan produk dari reaksi-reaksi bahan kimia, sedangkan kekurangannya adalah lebih mahal karena memerlukan pemurnian (agar lebih efektif dan memiliki sifat yang seragam), kemanan sering tidak diketahui, serta dapat membawa warna, rasa dan aroma rempah-rempah (over taste dan off flavor) pada produk.
12
Tabel 4 Aktivitas antioksidan beberapa rempah-rempah di Indonesia Rempah-rempah Faktor Protektif (FP) R* Adas 5.31 0.65 Bawang bombay 1.42 0.19 Bawang merah 2.45 0.30 Bawang putih 3.89 0.59 Biji pala 3.61 0.73 Cabe merah 4.91 0.65 Cabe rawit 2.35 0.44 Cengkeh 7.95 0.98 Daun salam 1.83 0.31 Jahe 2.77 0.38 Jinten 5.99 0.74 Kapulaga 2.04 0.34 Kayu manis 3.34 0.68 Kemangi 5.40 0.72 Kemiri 2.78 0.42 Kencur 1.85 0.25 Ketumbar 2.16 0.38 Kunyit 5.27 0.88 Lada hitam 3.32 0.52 Lada putih 3.44 0.54 Seledri 2.74 0.41 Sereh 2.32 0.31 Wijen 5.74 1.08 R* perbandingan FP sampel dengan FP BHT Sumber: Fardiaz et al. (1992)
Aktivitas antioksidan pada tanaman dan sistem biologis dapat ditentukan secara cepat dan mudah dengan radikal bebas DPPH.
Metode DPPH dapat
digunakan untuk menentukan aktivitas antioksidan dari sampel padat yang belum diekstraksi ataupun cair, sampel yang larut air, larut lemak, tidak larut atau yang terikat pada dinding sel (Prakash 2001). Prinsip pengukuran aktivitas antioksidan dengan DPPH didasarkan pada kemampuan antioksidan dalam mendonorkan elektron ke radikal bebas DPPH. Radikal DPPH adalah senyawa radikal bebas yang stabil dengan nitrogen pada intinya. Warnanya dapat berubah dari ungu gelap menjadi kuning terang karena terjadinya proses donasi hidrogen atau elektron. Semakin tinggi aktivitas antioksidan dari suatu senyawa maka semakin pudar warna ungu dari radikal DPPH, yang ditunjukkan oleh semakin menurunnya nilai absorbansi pada panjang gelombang 517 nm. (Phoopurithan 2007).
13
Sosis Istilah sosis berasal dari kata latin salsus yang berarti digarami. Menurut SNI (1995), sosis daging adalah makanan yang diperoleh dari campuran daging halus dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu atau bahan tambahan makanan lainnya yang diizinkan, dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. USDA mengklasifikasikan sosis menjadi beberapa kategori yaitu: 1) sosis segar, 2) sosis asap, tanpa dimasak, 3) sosis asap dan dimasak, 4) sosis masak dan 5) sosis kering dan setengah kering (Pearson dan Tauber 1984). Sosis segar berbeda dengan sosis jenis lainnya karena sosis ini tidak mengalami pemeraman (curing) dan dijual dalam keadaan segar tanpa dimasak, sehingga konsumen harus memasak terlebih dahulu produk sosis ini sebelum dikonsumsi. Di Indonesia hanya dikenal satu jenis sosis yaitu sosis emulsi yang terbuat dari daging halus yang membentuk emulsi. Adapun syarat mutu sosis berdasarkan SNI 1995 disajikan pada Tabel 5. Nitrat atau nitrit sering ditambahkan pada proses curing, selain berfungsi untuk mempertahankan warna merah dan memperbaiki flavor daging, juga berperan sebagai antimikroba dan antioksidan.
Nitrat dan nitrit dapat
menghambat pertumbuhan spora Clostridium botulinum dan beberapa bakteri patogen lainnya.
Sedangkan sebagai antioksidan, kedua senyawa ini dapat
menghambat terjadinya oksidasi lemak pada daging yang menyebabkan ketengikan dan perubahan warna pada daging menjadi coklat (Fista et al. 2004). Untuk mengurangi terjadinya oksidasi lemak sosis dan memperpanjang umur simpan biasanya ditambahkan senyawa antioksidan sintetis seperti BHA dan BHT.
Menurut USDA (2000), batas maksimal penambahan BHA dan BHT
masing-masing sebesar 0.01%. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis meliputi bahan dasar, bahan pembantu dan bahan pelengkap yang merupakan bahan penunjang pada produk sosis. Daging merupakan bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan sosis, sedangkan minyak, garam, bahan pemanis dan bumbu-bumbu merupakan bahan pembantu, yang dapat ditambahkan atau tidak. bahan penunjangnya adalah cassing (selubung/selongsong).
Sedangkan
14
Tabel 5 Syarat mutu sosis berdasarkan SNI 01-3820-1995 Kriteria uji Satuan Persyaratan Keadaan: a. Bau Normal b. Rasa Normal c. Warna Normal d. Tekstur Bulat Panjang Air % b/b Maks 67.0 Abu % b/b Maks 3.0 Protein % b/b Min 13.0 Lemak % b/b Maks 25.0 Karbohidrat % b/b Maks 8.0 Bahan tambahan makanan: a. Pewarna dan pengawet Sesuai dengan SNI-0222-1995 Cemaran logam: a. Timbal (Pb) Mg/kg Maks 2.0 b. Tebaga (Cu) Mg/kg Maks 20.0 c. Seng (Zn) Mg/kg Maks 40.0 d. Timah (Zn) Mg/kg Maks 40.0 e. Raksa (Hg) Mg/kg Maks 0.03 Cemaran arsen Mg/kg Maks 0.1 Cemaran mikroba: 5 a. Angka total lempeng Koloni/gr Maks 10 b. Bakteri bentuk Koli APM/gr Maks 10 c. Escherichia coli APM/gr <3 d. Enterococci Koloni/gr 102 e. Clostridium perfringens Negatif f. Salmonella Negatif g. Staphilococcus aureus Koloni/gr Maks 102 a. Daging Daging merupakan bahan baku utama dalam pembuatan sosis. Hampir semua jenis daging dari bagian karkas dapat digunakan, namun karena perbedaan kandungan lemak dan jaringan ikat tiap bagian daging maka penggunaannya disesuaikan dengan mutu produk yang dihasilkan. Untuk sosis sapi jenis daging yang banyak digunakan adalah daging penutup ( top slide), paha depan (chuck) dan daging iga (rib meat) (Elviera 1988). Sedangkan pada sosis ayam sering digunakan daging dada dan daging paha. Daging sapi memiliki daya ikat terhadap air (Water Holding Capacity) dan daya pengemulsi lemak yang baik. Nilai WHC dari daging berpengaruh terhadap mutu dan rendeman sosis yang dihasilkan. Daging yang memiliki jaringan ikat yang tinggi (kolagen) sebaiknya tidak digunakan karena WHC-nya rendah.
15
Berdasarkan daya ikatnya, daging dapat dibagi menjadi daya ikat tinggi (jaringan otot rendah lemak), daya ikat sedang (daging kepala, daging trimming) dan daya ikat rendah (jaringan lemak, kulit, jantung, bibit). b. Lemak Lemak yang terdapat pada sosis bisa berasal dari daging atau lemak yang sengaja ditambahkan.
Lemak yang ditambahkan dapat berupa lemak hewani
maupun lemak nabati. Lemak nabati memiliki aroma yang kurang kuat dari lemak hewani, namun lemak nabati lebih mudah di dapat dan harganya jauh lebih murah, sehingga sering digunakan dalam pembuatan sosis. Penambahan lemak berpengaruh terhadap tekstur sosis yang dihasilkan. Penambahan lemak yang terlalu sedikit akan menghasilkan sosis yang keras dan kering, sedangkan jika terlalu banyak akan menghasilkan sosis yang lunak dan keriput. c. Air Es atau Es Penambahan air dalam bentuk es pada pembuatan sosis sapi bertujuan untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian masa
daging,
memudahkan
ekstraksi
protein
serabut
otot,
membantu
pembentukan emulsi serta mempertahankan suhu adonan akibat pemanasan mekanis. Menurut Pisula (1984), suhu optimum untuk ekstraksi protein serabut otot adalah 4-5 oC, sedangkan suhu untuk mempertahankan kestabilan adonan tidak diperkenankan lebih dari 20 oC. Tekstur dan keempukan produk akhir dari sosis dipengaruhi oleh kandungan air yang ditambahkan. Penambahan air yang terlalu banyak akan menyebabkan tekstur sosis menjadi lunak, sedangkan penambahan air yang terlalu sedikit menyebabkan tekstur sosis menjadi keras (Kramlich 1971). d. Bahan Pengisi dan Pengikat Dalam pembuatan sosis ditambahkan juga bahan pengisi dan bahan pengikat. Penambahan bahan pengisi bertujuan untuk membentuk tekstur yang padat dan kompak, menstabilkan emulsi, mengikat air dan memperbaiki sifat adonan.
Penambahan bahan pengisi juga dapat menambah volume bahan
sehingga dapat mengurangi biaya produksi.
Bahan pengisi yang sering
ditambahkan adalah tepung tapioka, tepung jagung, tepung beras dan tepung terigu pada konsentrasi 2-15% (Heinz dan Hautzinger 2007).
16
Bahan pengikat adalah bahan bukan daging yang dapat mengemulsi lemak dan meningkatkan kapasitas mengikat air, dimana air dan lemak akan terikat oleh protein untuk membentuk suatu emulsi. Bahan pengikat yang umum digunakan adalah susu skim, tepung kedelai, Isolate Soy Protein (ISP), Textured Vegetable Protein (TVP) dan konsentrat kedelai. USDA membatasi penambahan bahan pengisi dan bahan pengikat pada emulsi daging maksimal 3.5%. e. Garam-garam Fosfat Garam-garam polifosfat adalah bahan tambahan kimia yang sering ditambahkan untuk meningkatkan kekenyalan produk. Senyawa ini dapat meningkatkan daya
ikat air dan menstabilkan tekstur daging dengan
meningkatkan kelarutan dari protein. Garam polifosfat juga dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan mengurangi oksidasi lipid. Pada produk sosis, garamgaram polifosfat lebih sering ditambahkan dalam bentuk tepung polifosfat seperti Sodium Tripoly Phosphat (STPP). Hal ini disebabkan karena sifatnya yang lebih mudah larut dalam air dibandingkan garam-garam difosfat. Penambahan dibatasi pada konsntrai 0.05-0.5%. (Heinz dan Hautzinger, 2007). d. Bahan-bahan Lain Bahan-bahan lain yang sering ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah garam dapur dan bumbu-bumbu. Garam merupakan bumbu yang biasa ditambahkan pada sosis.
Penambahan garam bervariasi tergantung dari
penerimaan konsumen terhadap rasa asin, biasanya berkisar antara 1-5%. Sosis yang difermentasi umumnya mengandung garam 3-5 persen, sosis segar 1.5-2 persen dan produk sosis masak mengandung 2-3 persen. Garam berfungsi untuk memberi cita rasa dan mengawetkan sosis.
Sebagai pengawet garam dapat
menurunkan Aw sosis, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Kramlich 1971). Garam dapur juga berfungsi untuk mengekstrak protein miofibril daging, sehingga kakuatan ikatan antara daging yang berdekatan semakin meningkat. Adanya garam juga dapat meningkatkan daya ikat daging terhadap air ( Pearson dan Tauber 1984). Bumbu-bumbu yang ditambahkan pada pembuatan sosis terutama adalah untuk membentuk cita rasa yang khas dan disukai oleh konsumen. Bumbu-bumbu
17
yang digunakan umumnya berupa rempah-rempah seperti bawang putih, bawang merah, lada, pala dan cengkeh.
Rempah-rempah tersebut dapat ditambahkan
dalam bentuk tepung, minyak atsiri ataupun oleoresin. Jumlah yang ditambahkan berbeda-beda tergantung dari jenis sosisnya dan rasa yang ingin ditonjolkan. Beberapa bumbu juga berperan sebagai bahan pengawet dan senyawa antioksidan yang baik, sehingga dapat mengurangi pemakaian bahan-bahan sintetis seperti BHA dan BHT. e. Selongsong Untuk membungkus sosis digunakan selongsong, baik selongsong alami maupun sintetis.
Selongsong alami diperoleh dari saluran pencernaan babi,
domba dan kambing.
Sedangkan selongsong sintetis diklasifikasikan dalam
empat kelompok, yaitu selongsong selulosa, kolagen non edible (tidak dapat dimakan), kolagen edible (dapat dimakan) dan plastic tube (Polivinilklorida dan Polietilen). Selongsong alami mempunyai beberapa kelemahan antara lain: mudah mengalami kerusakan karena mikroorganisme, sehingga setelah dibersihkan perlu dikeringkan atau digarami.
Dalam keadaan basah, selongsong alami mudah
ditembus oleh asap dan cairan sehingga dapat mempengaruhi aroma dan citarasa sosis, terutama pada sosis asap. Penggunaan panas tinggi akan menyebabkan selongsong menjadi lunak dan porus. Selain itu selongsong alami harganya relatif mahal dan ukurannya seringkali tidak seragam (Soeparno 1994). Namun dari segi kemanan pangan, penggunaan selongsong alami lebih aman karena berasal dari bahan alami.
Penyimpanan Salah satu metode pengawetan pangan adalah dengan menggunakan suhu rendah, baik dengan pendinginan maupun pembekuan. Pada penyimpanan dingin (chilling) produk pangan disimpan pada suhu mendekati 0oC, sedangkan pada penympanan beku (freezing), suhu diturunkan hingga jauh dibawah 0oC. Pendinginan biasanya akan mengawetkan pangan hanya dalam beberapa hari atau minggu saja tergantung dari jenis bahan pangannya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan hingga beberapa bulan (Koswara 2006).
18
Penggunaan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba, tetapi beberapa kelompok mikroba seperti kelompok mikroba psikotrof dan psikrofilik masih dapat tumbuh yang pada akhirnya merusak pangan.
Menurut Garbutt
(1997), penggunaan suhu rendah dapat memperpanjang fase lag dari fase pertumbuhan bakteri, sehingga kecepatan pertumbuhannya akan menurun. Daging adalah salah satu pangan yang umumnya disimpan pada suhu rendah, baik dalam bentuk segar maupun olahannya. Penyimpanan daging dan olahannya pada suhu rendah selain bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba juga untuk menekan terjadinya kerusakan daging karena proses oksidasi. Reaksi oksidasi lemak masih terus berlangsung pada suhu rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan oksidasi lemak pada suhu rendah adalah suhu yang digunakan, kandungan lemak, oksigen dan aktivitas air.
Adanya
aktivitas enzim seperti enzim lipoksigenase yang tidak rusak oleh proses blanching, juga dapat memicu terjadinya oksidasi lemak pada suhu rendah (Hui 2006). Menurut Varnam dan Sutherland (1995), kecepatan oksidasi lemak terjadi lebih cepat pada suhu antara -2-(4) oC karena baru sedikit air yang membeku dan akivitas enzim masih tinggi. Oksidasi lemak baru benar-benar berhenti pada suhu -30 oC, dimana hampir semua air telah membeku. Selain itu menurut Kanner (1994), terjadinya oksidasi lemak selama penyimpanan daging pada suhu rendah adalah karena adanya radikal-radikal larut lemak yang lebih stabil pada suhu rendah dan memicu terjadinya oksidasi. Pada penyimpanan beku kandungan phospolipid dan triacilgliserol sangat mempengaruhi kecepatan oksidasi lemak.
Phospolipid akan lebih mudah
teroksidasi dibandingkan triacilgliserol. Hal ini disebabkan karena phospolipid mengandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi terutama asam lemak linoleat dan arakidonat.
Asam-asam lemak ini berada pada membran sel,
sehingga apabila terjadi kerusakan pada membran misalnya karena terbentuknya kristal-kristal es dan adanya katalis seperti oksigen, enzim, pigmen hem dan logam, akan memacu terjadinya oksidasi (Varnam dan Sutherland (1995). Menurut Hui (2006), salah satu efek negatif dari penyimpanan pada suhu beku adalah terjadinya kerusakan sel akibat terbentuknya kristal-kristal es dan
19
dehidrasi, sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara lemak dengan oksigen yang pada akhirnya dapat meningkatkan laju oksidasi. Suhu yang baik untuk pembekuan daging adalah antara -12-(-24) oC. Pembekuan cepat dilakukan pada suhu -24-(-40) oC. Pembekuan cepat dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit, sedangkan pembekuan lambat biasanya berlangsung 30-72 jam.
Pembekuan cepat untuk penyimpanan dalam jangka
waktu yang lama tidak menguntungkan karena kristal-kristal es yang kecil makin lama menjadi besar sehingga menyebabkan dekstruksi pada daging. Sebaliknya pembekuan lambat lebih baik karena proses destruksi tidak saja pada sel daging tetapi juga pada sel mikroba (Syarief et al. 1993).
20
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan dan Laboratorium Pengolahan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Ruminansia Besar Departemen Ilmu Produksi Ternak Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2008 sampai dengan Desember 2009.
Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah bunga cengkeh kering, daging sapi, daging ayam serta antioksidan sintetis BHA dan BHT. Bahan kimia yang dibutuhkan untuk ekstraksi dan analisa adalah etanol, metanol, DPPH (2,2-diphenyl-1-pycrylhydrazyl), HCl, kloroform, asam asetat glasial, KI, Na2S2O3, TBA, standar internal C17 (heptadecanoic acid), NaOH, Na2SO4, boron trifluorida, NaCl, NaOH, Na2SO4, CUSO4. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah timbangan analitik, ultra turax, sentrifuse, blender, spektrofotometer, waterbath, pH meter, penetrometer, alat penggiling daging, kertas saring, cawan porselen dan alat-alat gelas untuk analisa.
Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam 2 tahap.
Penelitian tahap pertama
mencakup ekstraksi antioksidan dari bunga cengkeh kering dan analisa aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH, sedangkan penelitian tahap kedua mencakup penentuan konsentrasi ekstrak etanol cengkeh yang akan ditambahkan pada sosis dengan uji organoleptik dan aplikasi konsentrasi terpilih. Sebelum penyimpanan dilakukan analisis proksimat, sedangkan selama penyimpanan dilakukan analisis bilangan peroksida, bilangan TBA, profil asam lemak dan total mikroba.
21
Persiapan Sampel Bunga cengkeh kering disortasi. Kemudian dihaluskan dengan blender dan diayak menggunakan saringan 32 mesh.
Sampel yang sudah halus
dimasukkan dalam plastik dan disimpan pada suhu ruang sebelum diekstrak antioksidannya.
Ektraksi Antioksidan Cengkeh Ekstraksi komponen antioksidan cengkeh dilakukan menurut metode Gulcin et al. (2004). Sebanyak 20 gram bubuk cengkeh dicampurkan dengan 400 ml etanol dan dipanaskan pada suhu 70oC selama 2 jam sambil diaduk. Campuran kemudian disaring dengan saringan vakum menggunakan kertas saring Whatman No.1.
Etanol diuapkan dengan vakum evaporator pada suhu 50oC, hingga
dihasilkan ektrak pekat. Ekstrak dimasukkan dalam botol gelap dan disimpan dalam lemari pembeku (-10oC).
Diagram alir proses ekstraksi antioksidan
cengkeh dapat dilihat pada (Gambar 4).
Pengujian Aktivitas Antioksidan Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH menurut Gulcin et al. (2004).
Aktivitas antioksidan dari ekstrak cengkeh ditentukan
dengan mengukur konsentrasi radikal bebas DPPH sebagai berikut: sebanyak 1 ml ekstrak cengkeh ditambahkan 3.9 ml larutan DPPH (0.025g/l) dalam metanol, kemudian dikocok. Absorbansi diukur setelah 30 menit pada temperatur ruang pada panjang gelombang 517 nm. Sebagai blanko digunakan metanol dengan pengerjaan yang sama seperti tersebut di atas. BHA dan BHT digunakan sebagai kontrol positif. Aktivitas
antioksidan
ditentukan
dengan
menghitung
persentase
penghambatan dari ekstrak cengkeh pada tiap-tiap konsentrasi dan selanjutnya ditentukan nilai IC50nya. Aktivitas Penghambatan DPPH (%) = A0 - A1 A0 Dimana: A0
= Absorban tanpa esktrak
A1 = Absorban dengan esktrak
x 100
22
IC50 adalah konsentrasi ektrak cengkeh yang dapat menghambat 50% radikal DPPH.
Nilai IC50 ditentukan dengan menggunakan persamaan regresi antara
konsentrasi ekstrak cengkeh dengan % penghambatan terhadap radikal DPPH (Dasgupta dan Bratati, 2004).
Bubuk cengkeh (20 g)
Ditambahkan etanol 96% (400 ml)
Dipanaskan pada suhu 70 0C, selama 2 jam sambil dikocok
Disaring dengan kertas Whatman No. 1 Dievaporasi dengan vakum evaporator pada suhu 50 0C
Uji aktivitas antioksidan
Ekstrak pekat cengkeh Aplikasi pada sosis
Gambar 4 Diagram alir proses ekstraksi antioksidan cengkeh
Pembuatan Sosis Sapi Daging sapi (daging ayam yang telah dibuang tulangnya) dipotong-potong dan dicuci. Curing dengan menambahkan nitrat dan garam selama lebih kurang 24 jam pada suhu 4 oC.
Selanjutnya daging dicuci dan digiling dengan alat
penggiling daging (grinder). Daging giling dicampur dengan bahan-bahan selain
23
daging seperti minyak sawit (5%), garam (1.5%) dan STPP (0.5%), tepung tapioka (10%), susu skim (3.5%), es dan air es (30%), bumbu-bumbu (2%) dan ektrak cengkeh (200, 500, 800 dan 1000 ppm). Sosis tanpa penambahan ekstrak cengkeh digunakan sebagai kontrol, sedangkan campuran antioksidan sintetis BHA+ BHT dengan perbandingan 1:1 sebanyak 200 ppm digunakan sebagai pembanding positif. Setelah bahan-bahan tercampur sempurna, lalu dimasukkan ke dalam selongsong sintetis. Sosis dimasak dalam air panas pada suhu sekitar 85-90 oC selama 45 menit. Setelah selesai pemasakan, sosis didinginkan secara cepat dan dikemas vakum.
Selanjutnya dilakukan uji organoleptik. Proses
pembuatan sosis dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan formulasi yang digunakan dalam pembuatan sosis terinci pada Tabel 6.
Tabel 6 Formulasi dasar dalam pembuatan sosis. Komposisi Daging Komponen selain daging (dari berat daging) Minyak Nabati Es dan air es Tepung Tapioka Susu Skim STPP Garam Bawang putih Merica Jahe
Jumlah (%) 100
5 30 10 3.5 0.5 3 1 0.5 0.5
Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan pada sosis sebelum penyimpanan dengan tujuan untuk menentukan konsentrasi ekstrak cengkeh yang dapat ditambahkan pada sosis. Uji organoleptik menggunakan uji hedonik terhadap atribut rasa dan aroma sosis menggunakan 30 orang panelis. Skala penilaian 1-5, dimana kriteria penilainnya adalah (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) biasa, (4) suka, (5) sangat suka. Konsentrasi terpilih adalah yang memiliki skor rata-rata 3-5.
24
Daging sapi/ayam
Pemotongan
Pencucian
Nitrat 0.2 μg/g, Garam 1.5%
Curing (40 C, 24 jam)
Pencucian
Penggilingan Es dan Air es, Garam, Bumbu, Skim, Tapioka, Minyak
Pencampuran
Ekstrak cengkeh, BHA, BHT
Pengisian casing (p 10 cm, d 1.5 cm) Pemasakan 85-90 0 C, 45 menit
Sosis masak
Pengemasan vakum
Penyimpanan
Gambar 5 Diagram alir aplikasi ekstrak cengkeh pada sosis.
25
Pengujian Mutu Sosis Pengujian mutu
dilakukan pada sosis sapi dan sosis ayam setelah
ditambahkan ekstrak cengkeh pada konsentrasi terpilih hasil uji organoleptik. Analisis meliputi pengukuran bilangan peroksida, bilangan TBA dan profil asam lemak selama penyimpanan yang bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan ekstrak cengkeh terhadap penghambatan oksidasi lemak sosis. Analisis proksimat sebelum penyimpanan dan analisis total mikroba, bertujuan untuk mengetahui apakah sosis yang dihasilkan memenuhi syarat mutu sosis menurut SNI Tahun 1995. Pengamatan dilakukan pada hari ke-1, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 untuk sosis yang disimpan pada suhu dingin (4 oC), sedangkan untuk sosis yang disimpan pada suhu beku (-10 oC), pengamatan dilakukan pada hari ke-1, 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49 dan 56.
Prosedur Pengujian Mutu Bilangan Peroksida a. Ekstraksi Lemak Ekstraksi lemak dan penentuan bilangan peroksida dilakukan menurut metode dari Aguirrezabal et al. (2000). Sampel sebanyak 10 g dihomogenisasi dengan 100 ml kloroform menggunakan ultra turax 3x30 detik.
Selanjutnya
disaring dengan kertas Whatman No. 1. Tambahkan 20 ml air ke dalam filtrat, diamkan pada suhu ruang hingga terjadi pemisahan fase kloroform.
Fase
kloroform dikumpulkan dalam labu terpisah dan ditambahkan 1 g Na2SO4, sentrifuse selama 5 menit pada 2100g.
Ekstrak lemak selanjutnya dianalisis
bilangan peroksidanya.
b. Penentuan Bilangan Peroksida Sebanyak 15 ml asam asetat glasial dan 1 ml larutan KI jenuh ditambahkan ke dalam 10 ml ekstrak lipid. Campuran diagitasi dan didiamkan pada ruang gelap selama 5 menit. Selanjutnya dititrasi dengan 0.02 N larutan sodium tiosulfat, tambahkan indikator pati. sebagai meg oksigen/kg sampel.
Bilangan peroksida dinyatakan
26
Bilangan TBA Pengujian TBA dilakukan menurut metode dari Tarladgis et al. (1960) (dalam Apriyantono et al. 1989). Prinsip pengukuran angka TBA adalah pengukuran terhadap produk sekunder dari oksidasi lipid yaitu malonaldehida, dimana reaksi TBA dengan malonaldehida menghasilkan senyawa berwarna yang menyerap pada panjang gelombang 528 nm, sehingga bisa diukur secara spektrofotometri. Sebanyak 10 gram sampel ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke dalam waring blender, ditambahkan 50 ml aquadest dan dihancurkan selama 2 menit.
Dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu distilasi sambil dicuci
dengan 47,5 ml aquadest. Ditambahkan + 2,5 ml HCl 4 M sampai pH menjadi 1.5. Tambahkan batu didih dan pencegah buih (anti foaming egent) secukupnya dan pasanglah labu distilasi pada alat distilasi.
Distilasi dijalankan dengan
pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit pemanasan. Aduk merata distilat yang diperoleh, pipet 5 ml distilat ke dalam tabung reaksi bertutup. Tambahkan 5 ml pereaksi TBA (0,02 M), tutup dan campur merata lalu panaskan selama 35 menit dalam air mendidih.
Buat blanko dengan
menggunakan 5 ml aquadest dan 5 ml pereaksi, lakukan seperti penetapan sampel. Dinginkan tabung reaksi dengan air pendingin selama + 10 menit kemudian diukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol.
Bilangan TBA dinyatakan dalam mg malonaldehid per kg
sampel. Bilangan TBA = 7.8 x D
Profil Asam Lemak a. Ekstraksi Lemak Sebelum ditentukan profil asam lemaknya, lemak diekstrak terlebih dahulu dari sampel sosis. Sampel sebanyak 5 g dihancurkan dan ditambahkan 6-20 mg Standar Internal C17 serta 30 ml pelarut, yang merupakan campuran kloroformmetanol (2:1). Macerasi selama 1-1.5 jam, kemudian disaring. Ekstrak kembali filtratnya dengan 20 ml pelarut kloroform-metanol selama 1 jam. Supernatan dipisahkan dan ditambahkan dengan 4 ml NaCl 0.88%.
Diamkan
hingga
27
terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah dipisahkan dan disaring sambil dilewatkan melalui Na2SO4 anhidrous. Pekatkan ekstrak lemak dengan gas N2. Ekstrak lemak selanjutnya dimetilasi (Folch et al. 1957 dalam Horng et al. 2002).
b. Derivatisasi Asam Lemak Derivatisasi asam lemak didasarkan dengan metode dari Appelquist (1968) dalam Sampels et al. (2004) dengan sedikit modifikasi. Ekstrak lemak disaponifikasi dengan 1.5 ml 0.5 N larutan NaOH dalam dry methanol pada suhu 80 oC selama 5 menit. Tambahkan 2 ml boron trifluorida (BF3)-metanol dan panaskan pada suhu 80 oC selama 25 menit. Setelah dingin tambahkan 3 ml NaCl jenuh dan diekstrak dengan 1.5 ml heksan.
Lapisan atas yang terbentuk
dikumpulkan dalam tabung terpisah dan dihembus dengan gas N2. Asam lemak methyl ester (FAME) siap diinjek ke GC.
c. Analisis Profil Asam lemak Kandungan dan komposisi FAME dianalisa dengan GC dengan kondisi sebagai berikut (Horna et al. 2002): Kolom
: Fused sillica (panjang 30 m dan diameter 0.25 mm).
Suhu kolom
: Temperatur awal 180 oC selama 1 menit, kemudian o
dinaikkan menjadi 190 o
1 C/menit.
C dengan kecepatan
o
Suhu 190 C dipertahankan selama
2 menit, kemudian dinaikkan kembali menjadi 210 o
C dengan kecepatan 1 oC/menit dan dipertahankan
selama 9 menit. Suhu detektor
: 250 oC.
Suhu injektor
: 250 oC.
Gas pembawa
: Nitrogen dengan kecepatan aliran 0.6 ml/detik.
Untuk identifikasi asam lemak dalam sampel dilakukan dengan mencocokkan waktu retensi peak asam lemak sampel dengan waktu retensi peak standar. Untuk menghitung jumlah asam lemak jenuh maupun tidak jenuh dilakukan perhitungan sebagai berikut:
28
Menghitung Retension Factor (RF) dari masing-masing asam lemak dengan rumus: RF AL A
= Area SI dalam SE x Area ALA dalam SE
Konsentrasi ALA dalam SE Konsentrasi SI dalam SE
membandingkan waktu retensi (rt) asam lemak yang terdapat dalam sampel dengan waktu retensi asam lemak dalam standar eksternal.
menghitung asam lemak yang teridentifikasi dalam sampel (mg asam lemak A per gram sampel), dengan rumus sebagai berikut: mg AL A/g sampel = Area AL A Area SI Dimana:
x RF AL A x mg SI g sampel
RF AL A
= Retension Faktor asam lemak A
SI
= Standar Internal
SE
= Standar Eksternal
Total Mikroba (Total Plate Count) Analisis total mikroba dilakukan menurut prosedur dari Fardiaz (1992). Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup yang telah disterilisasi dan ditambahkan 9 ml larutan pengencer steril secara aseptik, sehingga dihasilkan sampel dengan pengenceran 10-1. Sampel tersebut kemudian divorteks. Pipet sampel sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan pengencer steril, sehingga dihasilkan pengenceran 10-2. Pengenceran 10-3, 10-4 dan seterusnya dilakukan dengan cara yang sama. Dari tiap-tiap pengenceran dipipet 1 ml dan dimasukkan secara aseptis ke dalam cawan petri. Selanjutnya ditambahkan media agar PCA (Plate Count Agar) steril sebanyak 5-10 ml. Setelah media agar membeku, cawan perti diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 oC selama 2 hari. Perhitungan total mikroba dilakukan dengan menggunakan Standar Plate Count (SPC).
29
Proksimat Kadar Air (AOAC 1995) Sampel sebanyak 2-5 g ditimbang dan diletakkan dalam cawan aluminium/porselen yang telah diketahui bobot keringnya. o
dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 C selama 3-5 jam.
Selanjutnya Setelah itu
sampel dan cawan diangkat dan didinginkan dalam desikator higga suhu ruang. Timbang bobot akhirnya dengan menggunakan neraca analitik dan lakukan hingga diperoleh bobot cawan dan sampel akhir konstan. Kadar Air (%) = bobot awal sampel (g) – bobot akhir sampel (g) x 100% bobot awal sampel (g) Kadar Abu (AOAC 1995) Sampel sebanyak 2-5 g ditimbang dan diletakkan dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Sebelum diabukan, sampel terlebih dahulu dipanaskan diatas pemanas dekstrusi hingga terbentuk arang dan tidak berasap lagi. Selanjutnya sampel diabukan dalam tanur listrik pada suhu 550 oC hingga terbentuk warna abu-abu. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator.
Timbang bobot akhirnya dengan menggunakan neraca analitik dan lakukan hingga diperoleh bobot cawan dan sampel akhir konstan. Kadar Abu (%)= berat abu (g) x 100% berat sampel (g) Kadar Protein (AOAC 1995) Sampel sebanyak 0.1 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K2SO4, 2 ml H2SO4, batu didih dan didihkan selama 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan aquadest, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi (+ 15 ml) ditampung dengan Erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metal merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metal biru 0.2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N
30
sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6,25.
Kadar protein dihitung
berdasarkan rumus:
Kadar Protein (%)
= (ml HCl x ml blanko) N HCl x 14,007 x 100 x 6,25 mg sampel
Total Lemak (AOAC 1995) Sampel sebanyak 2-5 g ditimbang dengan seksama, kemudian dimasukkan dalam selongsong kertas yang telah dikeringkan dan dialasi dengan kapas. Kemudian sumbat selongsong kertas yang berisi contoh dengan kapas. Setelah itu keringkan selongsong kertas berisi contoh dalam oven + 80 oC selama + 1 jam. Sesudah kering dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dikeringkan dan sudah diketahui beratnya kemudian ditambahkan pelarut heksan secukupnya. Proses dilanjutkan dengan refluks selama 6 jam sampai pelarut yang rutun kembali ke labu berwarna jernih. Selanjutnya pelarut disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 60 menit, dinginkan dan timbang. Ulangi hingga bobotnya tetap. Kadar Lemak (%) = a - b x 100% c Dimana: a = berat labu setelah ekstraksi (g) b = berat labu sebelum ekstraksi (g) c = berat sampel (g)
Analisis Data
Rancangan
percobaan
yang
digunakan
untuk
analisis
data
uji
penghambatan oksidasi lemak dan uji sensori adalah Rancangan Acak Lengkap dua faktori dengan perlakuan konsentrasi ekstrak cengkeh dan lama penyimpanan. Model Linier Aditif dari rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut (Steel and Torrie, 1993):
31
Yijk
= µ + α1 + βj + (µβ)ij + εijk
i
= 1, 2, 3, 4, 5
j
= 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
k
= 1, 2
Dimana: Yijk nilai pengamatan pada faktor perbandingan konsentrasi ekstrak cengkeh taraf ke-i, faktor lama penyimpanan taraf ke j dan ulangan ke-k. (µ, α1, βj) merupakan komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor konsentrasi ekstrak etanol cengkeh dan pengaruh utama faktor lama penyimpanan, (µβ)ij merupakan komponen interaksi dari faktor konsnentrasi ekstrak cengkeh dan lama penyimpanan, sedangkan εijk merupakan pengaruh acak yang menyebar normal. Apabila hasil analisis data berbeda nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji BNT.
32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Cengkeh Uji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol cengkeh (ekstrak cengkeh) diukur berdasarkan % penghambatan DPPH yang dinyatakan dengan IC50. Hasil pengujian menunjukkan bahwa untuk menghambat 50% radikal DPPH diperlukan 33 µg/ml ekstrak cengkeh, sedangkan untuk BHA dan BHT diperlukan 23 µg/ml dan 65 µg/ml BHT (Tabel 7). Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak cengkeh lebih baik dibandingkan BHT dan sedikit lebih rendah dari BHA. Hasil yang serupa dilaporkan oleh Phoopuritham et al. (2007) yang menyatakan bahwa antioksidan dari ekStrak cengkeh pada konsentrasi 0.39μl/ml mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih kuat daripada kayu manis, rosemary, jahe dan sama kuat dengan BHA.
Sementara menurut Gulcin et al. (2004), ekstrak
cengkeh memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat daripada antioksidan BHA, BHT dan α-tokoferol. Hasil penelitian Gulcin et al. (2004) menunjukkan pada konsentrasi 60 μl/ml, persen penghambatan dari ekstrak cengkeh terhadap radikal DPPH adalah sebesar 74%, sedangkan persen penghambatan dari BHA, BHT dan α-tokoferol pada konsentrasi yang sama adalah 62%, 60% dan 31%.
Tabel 7 Aktivitas antioksidan dari ekstrak cengkeh, BHA dan BHT Sampel Ekstrak cengkeh BHA BHT
IC50 (μg/ml) 33 23 65
Persamaan Regresi y = 0.6950x + 27.325 ; R2 = 0.9712 y = 0.8994x + 28.962 ; R2 = 0.9426 y = 0.7003x + 4.3813 ; R2 = 0.9797
Eugenol merupakan komponen aroma utama pada ekstrak cengkeh yang bertanggungjawab terhadap kekuatan aktivitas antioksidannya. Senyawa yang juga ditemukan pada rempah-rempah seperti kayu manis dan pala ini, dapat menghambat oksidasi lemak pada tahap inisiasi maupun propagasi dengan menangkap radikal bebas dari rantai peroksida. Mekanisme penghambatan ini disebabkan oleh terjadinya transfer atom hidrogen dari gugus fenolik senyawa antioksidan terhadap radikal bebas, sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil (Nassar et al. 2007, Aini et al. 2007).
33
Menurut Ogata et al. (2000), kekuatan aktivitas antioksidan kelompok senyawa fenolik sangat ditentukan oleh jumlah dari gugus hidroksil dalam gugus fenol. Sedangkan menurut Aini et al. (2007), adanya gugus yang berikatan pada posisi para dari gugus fenolik sangat menentukan aktivitas antioksidan dari suatu senyawa. Hal ini berhubungan dengan kemudahannya untuk melepaskan atom hidrogen pada gugus hidroksil (OH). Isoeugenol memiliki gugus propenil (-CH=CH-CH3) pada posisi para yang bersifat lebih mudah melepaskan atom hidrogen, sehingga kekuatan aktivitas antioksidan dari isoeugenol lebih baik dari eugenol. Pemilihan pelarut yang akan digunakan dalam ekstraksi antioksidan sangat menentukan kekuatan aktivitas antioksidan dari ekstrak cengkeh Hal ini berhubungan dengan jenis dan jumlah dari komponen-komponen aktif yang ikut terekstrak. Dalam penelitian ini digunakan etanol dalam ekstraksi antioksidan. Menurut Ogata et al. (2000), ekstrak antioksidan yang dihasilkan melalui ekstraksi dengan etanol lebih baik dibandingkan ekstraksi dengan kloroform ataupun air, dimana penghambatan terhadap radikal bebas dari ekstrak etanol lebih baik dari pelarut lainnya. Sukardi (2002) yang melakukan ekstraksi bahan aktif dari rimpang temulawak juga melaporkan bahwa ekstrak etanol lebih kuat daripada ekstrak atil asetat, ekstrak metanol dan ekstrak heksan, berdasarkan kemampuannya dalam menangkap radikal bebas. Selain itu dari segi kesehatan etanol relatif lebih aman dibandingan pelarut lainnya.
Uji Organoleptik Sosis Nilai sensori suatu bahan pangan merupakan indikator penting yang dapat menunjukkan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Penambahan bahan
tambahan
pangan tertentu
seperti antioksidan
diharapkan
tidak
mempengaruhi atribut sensorik dari pangan tersebut yang dapat mempengaruhi penerimaan dari konsumen, terutama terhadap rasa dan aroma. Cengkeh merupakan kelompok rempah yang memiliki rasa dan aroma yang cukup kuat. Menurut Weiss (1997) dalam Suliemen et al. (2007), minyak cengkeh memiliki aroma rempah yang kuat (spicy flavour) dengan rasa yang pedas. Penambahan cengkeh pada konsentrasi tinggi dapat mempengaruhi rasa
34
dan aroma produk pangan yang dihasilkan, sehingga produk menjadi kurang disukai.
Uji organoleptik pada penelitian ini diperlukan untuk mencari
konsentrasi ekstrak cengkeh yang dapat ditambahkan pada sosis dan masih dapat diterima oleh panelis. Konsentrasi ektrak yang diujikan adalah 200, 500, 800 dan 1000 ppm dengan skala penilaian 1-5, dimana kriteria penilaiannya adalah (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) suka, (4) suka dan (5) sangat suka.. Berdasarkan uji hedonik terhadap atribut rasa (Gambar 6) terlihat bahwa semua perlakuan memiliki skor rata-rata diatas 3.0, kecuali untuk sosis sapi yang ditambahkan ekstrak cengkeh 1000 ppm memiliki skor rata-rata 2.5 dan untuk sosis ayam 2.7. Uji hedonik untuk atribut aroma (Gambar 7), juga menunjukkan hasil yang hampir sama, dimana semua perlakuan memiliki skor rata-rata diatas 3.0, kecuali sosis sapi dan sosis ayam yang ditambahkan ekstrak cengkeh 1000 ppm memiliki skor rata-rata 2.83 dan 2.90. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak cengkeh pada konsentrasi 1000 ppm dapat mempengaruhi rasa dan aroma sosis yang dihasilkan, sehingga tidak disukai oleh panelis.
5
Skor Kesukaan Rasa
a
4
a
a
a
b c
3
a
Skor Kesukaan Rasa
5
4
a
b
c
a d
3
2
2
1
1
0
0 0
200
500
800
Konsentrasi (ppm)
1000
BHA/BHT (200)
0
200
500
800
1000
BHA/BHT (200)
Konsentrasi (ppm)
1 2 Keterangan: Superskrip huruf berbeda dalam gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05). Skor penilaian: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) suka, (4) suka dan (5) sangat suka. Gambar 6 Rata-rata skor kesukaan terhadap atribut rasa (1) sosis sapi dan (2) sosis ayam.
35
4
5
a
a
b
a
b
c
3 2 1
Skor Kesukaan Aroma
Skor Kesukaan Aroma
5
0
a
4
a
a
a
3
a b
2 1 0
0
200
500
800
1000
BHA/BHT (200)
0
Konsentrasi (ppm)
200
500
800
1000
BHA/BHT (200)
Konsentrasi (ppm)
1 2 Keterangan: Superskrip huruf berbeda dalam gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05). Skor penilaian: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) suka, (4) suka dan (5) sangat suka. Gambar 7 Rata-rata skor kesukaan terhadap atribut aroma (1) sosis sapi dan (2) sosis ayam. Uji organoleptik menunjukkan bahwa penambahan ekstrak cengkeh pada sosis hingga konsentrasi 800 ppm memberikan skor rata-rata pada rentang skala 3 (biasa), yang berarti sosis yang dihasilkan dapat diterima oleh panelis. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi 800 ppm merupakan konsentrasi maksimum dari ekstrak cengkeh yang dapat ditambahkan pada sosis, sehingga konsentrasi terpilih untuk pengujian antioksidan dari ekstrak cengkeh pada sosis selama penyimpanan adalah 200, 500 dan 800 ppm.
Proksimat Sosis Analisa proksimat sangat penting dilakukan untuk menentukan komponen mayor yang terdapat dalam bahan pangan seperti air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Kadar air merupakan salah satu komponen penting dalam makanan karena selain menentukan mutu produk pangan, juga akan menentukan daya awet (umur simpan) dari produk pangan.
Kadar abu, lemak dan protein penting
diketahui untuk pelabelan nutrisi, investigasi sifat fungsional dan menentukan aktivitas secara biologis (Nielsen 2003). Hasil uji kadar proksimat sosis sapi dan sosis ayam dapat dilihat pada Tabel. 8 dan 9.
36
Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa rata-rata kadar air, abu, protein dan lemak sosis sapi dan sosis ayam memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh SNI Tahun 1995.
Menurut SNI Tahun 1995, sosis haruslah
mengandung air maksimal 67%, lemak masimal 25%, protein minimal 13%, abu maksimal 3%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar proksimat sosis sapi dan sosis ayam tidak terlalu berubah setelah ditambahkan ekstrak cengkeh.
Tabel 8 Kadar proksimat sosis sapi. Sampel Kontrol E. cengkeh 200 ppm E. cengkeh 500 ppm E. cengkeh 800 ppm BHA+BHT
Air 65.09 64.92 64.39 64.61 65.50
Kadar Proksimat (%b/b) Abu Protein 1.85 13.60 2.05 13.98 2.19 13.59 1.96 14.04 1.48 14.10
Lemak 11.55 11.07 11.63 11.47 10.90
Kadar Proksimat (%b/b) Abu Protein 1.47 15.23 1.67 14.80 1.60 14.87 1.78 14.31 1.76 14.95
Lemak 12.88 12.56 12.34 12.93 12.69
Tabel 9 Kadar proksimat sosis ayam. Perlakuan Kontrol E. Cengkeh 200 ppm E. Cengkeh 500 ppm E. Cengkeh 800 ppm BHA/BHT 200 ppm
Air 66.37 65.98 65.64 66.93 66.01
Bilangan peroksida Analisa bilangan peroksida adalah salah satu metode yang umum digunakan untuk melihat terjadinya oksidasi lemak selama penyimpanan dengan mengukur pembentukkan senyawa hidroperoksida. Senyawa hidroperoksida merupakan produk primer dari oksidasi lemak yang terbentuk pada tahap inisiasi maupun propagasi dalam reaksi autooksidasi. Senyawa ini sangat tidak stabil dan mudah mengalami pemecahan membentuk berbagai senyawa turunannya yang dapat menyebabkan off favour pada daging dan olahannya. Gambar 8 dan Gambar 9 memperlihatkan bahwa bilangan peroksida pada sosis sapi yang tidak ditambahkan ekstrak cengkeh (kontrol) lebih tinggi daripada sosis yang ditambahkan ekstrak cengkeh, begitu juga halnya dengan hasil analisa bilangan peroksida dari sosis ayam (Gambar 10 dan 11). Hal ini menunjukkan
37
bahwa ekstrak cengkeh mempunyai kemampuan menghambat oksidasi lemak pada sosis dengan menekan pembentukan senyawa hidroperoksida. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak cengkeh yang ditambahkan, semakin sedikit hidroperoksida yang terbentuk yang ditandai dengan semakin rendahnya bilangan peroksida yang terukur. Namun penggunaan ekstrak cengkeh pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat mempengaruhi rasa dan aroma sosis yang dihasilkan. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa sosis yang ditambahkan ekstrak cengkeh pada konsentrasi 1000 ppm tidak disukai oleh panelis. Penambahan ekstrak cengkeh pada konsentrasi 800 ppm memberikan penghambatan yang lebih baik terhadap oksidasi lemak sosis dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak etanol lainnya dan lebih baik daripada campuran antioksidan BHA dan BHT. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali (2009), yang menjelaskan bahwa ekstrak cengkeh pada konsentrasi 400 ppm yang ditambahkan pada butter oil lebih baik dalam menghambat pembentukan hidroperoksida dibandingkan BHT pada konsentrasi 200 ppm. Kemampuan
ekstrak
cengkeh
dalam
menghambat
pembentukan
hidroperoksida pada sosis disebabkan karena antioksidan dari ekstrak cengkeh mempunyai kemampuan dalam menangkap radikal-radikal bebas, sehingga reaksi lanjut dalam pembentukan hidroperoksida dapat dihambat. Terbentuknya radikal alkil (R.) sebagai hasil pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak jenuh akan memacu terbentuknya radikal peroksi (ROO.) dan dengan adanya oksigen akan membentuk senyawa hidroperoksida. (Antolovich et al. 2002). Kombinasi antara penambahan antioksidan dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat lebih menghambat kecepatan oksidasi lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosis yang ditambahkan ekstrak cengkeh dan disimpan pada suhu beku (-10) lebih baik dalam menghambat pembentukan hidroperoksida dibandingkan yang disimpan pada suhu dingin (4 oC). Sejalan dengan Lee et al. (2006) yang menemukan bahwa nilai peroksida dari daging ayam giling yang ditambahkan antioksidan dari ekstrak rosemary, eritrobat dan sodium sitrat pada penyimpanan beku (-18 oC), lebih baik daripada daging ayam giling pada penyimpanan dingin (4 oC).
38
Peroksida (meq O2/kg)
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 1
4
6
8
10
12
14
Hari Pengamatan 0 ppm 800 ppm
200 ppm BHA+BHT
500 ppm
Gambar 8 Bilangan peroksida dari sosis sapi yang disimpan pada suhu 4oC.
Peroksida (meq O2/kg)
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 1
7
14
21
28
35
42
49
56
Hari Pengamatan 0 ppm 800 ppm
200 ppm BHA+BHT
500 ppm
Gambar 9 Bilangan peroksida dari sosis sapi yang disimpan pada suhu -10oC.
39
Peroksida (meq O2/kg)
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 1
4
6
8
10
12
14
Hari Pengamatan 0 ppm 800 ppm
200 ppm BHA+BHT
500 ppm
Gambar 10 Bilangan peroksida dari sosis ayam yang disimpan pada suhu 4oC.
Peroksida (meq O2/kg)
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 1
7
14
21
28
35
42
49
56
Hari Pengamatan 0 ppm 800 ppm
200 ppm BHA+BHT
500 ppm
Gambar 11 Bilangan peroksida dari sosis ayam yang disimpan pada suhu -10 oC.
40
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ekstrak cengkeh, lama penyimpanan dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap bilangan peroksida, baik pada pada sosis sapi maupun sosis ayam.
Uji lanjut BNT untuk perlakuan penambahan ekstrak cengkeh
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara sosis kontrol dengan sosis yang ditambahkan ekstrak cengkeh pada konsentrasi yang berbeda. Sedangkan uji lanjut BNT untuk perlakuan lama penyimpanan menunjukkan perbedaan pada setiap waktu pengamatan. Hasil analisa sidik ragam dan uji lanjut BNT dapat dilihat pada Lampiran 10-13.
Bilangan TBA Metode lain yang sering digunakan dalam menentukan status oksidasi lemak adalah analisa bilangan TBA. Metode ini didasarkan atas pengukuran produk sekunder dari oksidasi lemak, yaitu malonaldehida (MDA) yang merupakan produk sekunder dari oksidasi lemak. Dari Gambar 12-15 terlihat bahwa sosis sapi maupun sosis ayam yang ditambahkan ekstrak cengkeh memiliki bilangan TBA yang lebih rendah dibandingkan sosis yang tidak ditambahkan ekstrak cengkeh. Konsentrasi 800 ppm memberikan penghambatan yang lebih baik terhadap pembentukan MDA dibandingkan dengan konsentrasi lainnya dan lebih baik daripada campuran antioksidan
BHA dan BHT.
Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak cengkeh
memiliki aktivitas antioksidan untuk menghambat oksidasi lemak. Menurut Lee dan Shibamoto (2001), komponen aroma utama pada cengkeh yaitu eugenol, eugenol asetat dan benzyl alkohol dapat menghambat pembentukan MDA pada minyak ikan kod sebesar 88%, 79% dan 63% pada konsentrasi160 µg/ml. Rata-rata bilangan TBA sosis yang tidak ditambahkan ekstrak cengkeh dan disimpan pada suhu dingin 4 oC adalah 0.20-1.45 mg MDA/kg untuk sosis sapi dan 0.22-1.59 mg MDA/kg untuk sosis ayam, sedangkan sosis yang ditambahkan ekstrak cengkeh rata-rata bilangan TBAnya lebih rendah dari 1 mg MDA/kg. Hal ini menunjukkan bahwa sosis yang ditambahkan ekstrak cengkeh belum mengalami ketengikan. Menurut Erkman dan Bozkurt (2004), ketengikan pada sosis baru dapat dideteksi secara sensori pada bilangan TBA > 1 mg MDA/kg.
41
TBA (mg MDA/kg)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 1
4
6
8
10
12
14
Hari Pengamatan 0 ppm 800 ppm
200 ppm BHA+BHT
500 ppm
Gambar 12 Bilangan TBA dari sosis sapi yang disimpan pada suhu 4 oC.
TBA (mg MDA/kg)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 1
7
14
21
28
35
42
49
56
Hari Pengamatan 0 ppm 800 ppm
200 ppm BHA+BHT
500 ppm
Gambar 13 Bilangan TBA dari sosis sapi yang disimpan pada suhu -10 oC.
42
TBA (mg MDA/kg)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 1
4
6
8
10
12
14
Hari Pengamatan 0 ppm 800 ppm
200 ppm BHA+BHT
500 ppm
Gambar 14 Bilangan TBA dari sosis ayam yang disimpan pada suhu 4 oC.
TBA (mg MDA/kg)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 1
7
14
21
28
35
42
49
56
Hari Pe ngamatan 0 ppm 800 ppm
200 ppm BHA+BHT
500 ppm
Gambar 15 Bilangan TBA dari sosis ayam yang disimpan pada suhu -10 oC.
43
Stabilitas sosis yang disimpan pada suhu beku lebih baik daripada yang disimpan pada suhu dingin. Hal ini sejalan dengan hasil peneilitian dari Rao et al. (1996), dimana daging giling yang disimpan pada suhu dingin (4 oC) selama 6 hari memberikan nilai TBA 0,21-0.53 mg MDA/kg, sedangkan pada penyimpanan beku (-10 oC) selama 90 hari memberikan nilai TBA 0.44-0.52 mg MDA/kg. Kombinasi antara penambahan ekstrak cengkeh dan penyimpanan pada suhu rendah dapat lebih menekan kecepatan oksidasi lemak. Sebranek (2005) melaporkan bahwa penambahan ekstrak rosemary pada konsentrasi 1500 dan 2500 ppm mampu menghambat oksidasi dari sosis babi selama penyimpanan beku (-20 oC) selama 112 hari dan lebih baik daripada BHA/BHT pada konsentrasi 200 ppm. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak cengkeh, lama penyimpanan dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap bilangan TBA, baik pada sosis sapi maupun sosis ayam. Uji lanjut BNT untuk perlakuan pemberian ekstrak cengkeh memperlihatkan bahwa kontrol berbeda dengan keempat perlakuan lainnya. Sedangkan hasil uji lanjut BNT untuk perlakuan lama penyimpanan menunjukkan bahwa penyimpanan hari ke-1 berbeda dengan hari pengamatan berikutnya. Hasil analisa sidik ragam dan uji lanjut BNT untuk analisa bilangan TBA dapat dilihat pada Lampiran 14-17.
Profil Asam Lemak Salah satu metode untuk menentukan profil asam lemak dari minyak atau lemak adalah dengan teknik kromatografi gas (GC).
Dibandingkan teknik
kromatografi lainnya seperti kromatografi kertas (PC) dan kromatografi lapis tipis (TLC), teknik pemisahan dengan kromatografi gas adalah yang paling cepat dan tepat karena tidak memerlukan uji tambahan, tetapi untuk senyawa-senyawa tertentu yang bersifat non volatil seperti asam-asam lemak, harus diderivatisasi terlebih dahulu sehingga menjadi senyawa yang bersifat volatil. Penentuan profil asam lemak pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan profil asam lemak dari sosis sapi tanpa penambahan ekstrak cengkeh (kontrol) dan sosis sapi yang ditambah ekstrak cengkeh selama penyimpanan. Analisa profil asam lemak setelah penyimpanan hanya dilakukan
44
pada konsentrasi terpilih yaitu perlakuan penambahan ekstrak cengkeh 800 ppm dan kontrol sebagai pembanding. Pemilihan sosis uji 800 ppm didasarkan pada hasil terbaik dari uji bilangan peroksida dan bilangan TBA. Berdasarkan hasil analisa profil asam lemak (Tabel 10 dan 11) terlihat bahwa sosis sapi sebelum penyimpanan mengandung asam lemak tidak jenuh sebesar 57,70% lebih tinggi dibandingkan asam lemak jenuhnya yaitu sebesar 42.30%. Asam lemak tidak jenuh tertinggi pada sosis sapi adalah asam oleat (C18:1) sebesar 1.329 mg/100 g sosis. Menurut Varnam dan Sutherland (1995) dan Chow (2000), daging sapi memiliki kandungan asam oleat yang lebih tinggi daripada asam lemak lainnya. Kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih besar pada sosis sapi memungkinkan sosis tersebut mudah mengalami oksidasi. Tabel 10 Komposisi asam lemak sosis sapi yang disimpan pada suhu 4 oC selama 14 hari (mg AL/100 g) Asam lemak Sebelum Setelah penyimpanan (14 hari) Penyimpanan EC3 Kontrol C 10:0 1.4 0.0 0.0 C 12:0 5.3 24.8 10.0 C 14:0 61.2 34.3 24.2 C 14:1 9.2 0.0 0.0 C 16:0 942.7 761.7 578.2 C 16:1 53.5 21.6 15.9 C 18:0 334.3 129.5 86.3 C 18:1 1329.6 1011.6 814.7 C 18:2 399.1 345.0 250.8 C 18:3 45.7 31.4 0.0 Tabel 11 Komposisi asam lemak sosis sapi yang disimpan pada suhu -10 oC selama 56 hari (mg AL/100 g) Asam lemak Sebelum Setelah penyimpanan (14 hari) Penyimpanan EC3 Kontrol C 10:0 1.4 0.0 0.0 C 12:0 5.3 2.0 1.8 C 14:0 61.2 52.1 43.3 C 14:1 9.2 0.0 0.0 C 16:0 942.7 836.1 594.4 C 16:1 53.5 34.3 31.7 C 18:0 334.3 81.6 130.5 C 18:1 1329.6 1335.9 946.7 C 18:2 399.1 295.1 212.5 C 18:3 45.7 37.0 14.8
45
Berdasarkan hasil analisa komposisi asam lemak terlihat bahwa terdapat penurunan jumlah asam lemak tidak jenuh dari sosis baik dengan perlakuan penambahan ekstrak cengkeh maupun tanpa ekstrak cengkeh (kontrol), yaitu asam lemak C16:1, C18:1, C18:2 dan C18:3., dimana penurunan dari keempat asam lemak tidak jenuh tersebut lebih besar terjadi pada perlakuan kontrol dibandingkan dengan perlakuan penambahan ekstrak cengkeh.
Hasil ini
menunjukkan bahwa ekstrak cengkeh dapat menekan oksidasi lemak tidak jenuh dari sosis sapi. Ansorena dan Astiasaran (2004), melaporkan bahwa asam lemak tidak jenuh dari sosis fermentasi yang ditambahkan minyak olive dan antioksidan (BHA/BHT) lebih stabil dibandingkan kontrolnya. Diperkuat oleh Amin (2008), dimana penurunan jumlah asam lemak tidak jenuh C18:2 dan C18:3 pada jambal patin yang tidak ditambahkan ekstrak sirih lebih besar dibandingkan jambal patin dengan perlakuan ekstrak sirih. Asam lemak tak jenuh lebih mudah teroksidasi jika dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Oksidasi dari asam lemak tak jenuh akan menghasilkan monohidroperoksida, bishidroperoksida, hidroperoksiperoksida dan hidroperoksi diperoksida serta isomernya. Oksidasi lebih lanjut akan menghasilkan senyawa aldehid, keton, asam, alkohol, hidrokarbon, lakton, senyawa siklik, dimer maupun polimer (Shahidi et al. 1997). Penambahan ekstrak cengkeh pada sosis sapi dapat menghambat pembentukan senyawa hidroperoksida maupun turunanannya, yang ditandai dengan hasil analisa bilangan peroksida dan bilangan TBA yang lebih rendah dibandingkan dengan sosis sapi kontrol.
Analisa Mikrobiologi Analisa total mikroba sosis pada penelitian ini bertujuan untuk melihat jumlah mikroba yang tumbuh pada sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan sehingga dapat diketahui mutu mikrobiologisnya. Menurut SNI Tahun 1995, sosis emulsi tidak boleh mengandung mikroba lebih dari 105 koloni/g. Tabel 12 dan 13 menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan sosis sapi dan sosis ayam mengandung mikroba rata-rata 102 koloni/g. Mikroba pada sosis ini dapat berasal dari daging yang digunakan dalam pembuatan sosis ataupun peralatan yang digunakan. Menurut James (2002), daging segar setelah
46
pemotongan dapat mengandung mikroba 10 1 -104 koloni/g.
Pada akhir
penyimpanan rata-rata jumlah mikroba yang tumbuh pada sosis sapi dan sosis ayam kurang dari 104 koloni/g baik sosis yang disimpan pada suhu dingin maupun beku, kecuali untuk sosis sapi dan sosis ayam yang tidak ditambahkan ekstrak cengkeh pada penyimpanan suhu dingin, jumlah mikroba pada penyimpangan hari ke-14 lebih dari 104 koloni/g. Jumlah ini masih dibawah standar yang ditetapkan oleh SNI.
Hal ini menunjukkan bahwa sosis sapi dan sosis ayam belum
mengalami kerusakan mikrobiologis dan masih aman untuk dikonsumsi. Tabel 12 Total mikroba pada sosis sapi dan sosis ayam yang disimpan pada suhu 4 oC selama 14 hari (log koloni/g). Perlakuan Penyimpanan (hari) 1 4 6 8 10 12 14 Sosis Sapi Kontrol 2.36 3.06 3.38 3.83 3.99 4.21 4.03 200 2.24 2.75 3.26 3.69 3.89 3.95 3.98 500 2.16 2.78 3.08 3.56 3.70 3.89 3.99 800 2.22 2.75 2.99 3.34 3.57 3.72 3.82 BHA+BHT 2.13 2.76 2.95 3.29 3.58 3.76 3.91 Sosis Ayam Kontrol 2.39 2.96 3.34 3.70 3.92 3.89 4.01 200 2.29 2.83 3.26 3.59 3.81 3.89 3.99 500 2.26 2.80 3.03 3.43 3.68 3.84 3.90 800 2.20 2.75 3.02 3.29 3.51 3.75 3.56 BHA+BHT 2.24 2.54 2.91 3.39 3.67 3.62 3.84 Tabel 13 Total mikroba pada sosis sapi dan sosis ayam yang disimpan pada suhu -10 oC selama 56 hari (log koloni/g). Perlakuan Penyimpanan (hari) 1 7 14 21 28 35 42 49 56 Sosis Sapi Kontrol 2.30 2.80 3.21 3.73 3.75 3.86 3.95 3.80 3.91 200 2.20 2.53 2.89 3.07 3.46 3.76 3.91 3.83 3.79 500 2.23 2.50 2.70 2.95 3.18 3.53 3.75 3.82 3.75 800 2.15 2.47 2.62 2.79 3.00 3.27 2.98 3.27 3.44 BHA+BHT 2.02 2.47 2.69 2.90 3.20 3.42 3.08 3.32 3.43 Sosis Ayam Kontrol 2.46 2.66 3.09 3.45 3.72 3.83 3.51 3.65 3.96 200 2.24 2.54 2.92 3.12 3.29 3.45 3.26 3.48 3.94 500 2.18 2.23 2.75 2.92 3.29 3.34 3.00 3.31 3.82 800 2.22 2.02 2.51 2.74 2.98 3.27 2.85 3.22 3.47 BHA+BHT 2.11 2.38 2.67 2.87 3.09 3.27 2.92 3.29 3.45
47
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Ekstrak etanol cengkeh memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat. Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol cengkeh lebih baik daripada antioksidan sintetis BHT dan sedikit lebih rendah daripada BHA (nilai IC50 ekstrak etanol cengkeh adalah 33 µg/ml, sedangkan untuk BHA 23 µg/ml dan BHT 65µg/ml). Bilangan peroksida dan TBA dari sosis yang ditambahkan ekstrak etanol cengkeh lebih rendah daripada kontrol. Penambahan ekstrak etanol cengkeh pada konsentrasi 800 mg/kg lebih baik dalam menghambat oksidasi lemak dibandingkan konsentrasi ekstrak etanol lainnya dan campuran antioksidan sintetis BHA dan BHT, secara sensori sosis masih disukai.
Kombinasi
penambahan ekstrak etanol cengkeh dan penyimpanan suhu beku lebih efektif dalam mengahambat oksidasi lemak dibandingkan dengan yang dikombinasikan dengan penyimpanan suhu dingin. Sosis sapi memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi daripada asam lemak jenuhnya. Asam lemak tidak jenuh tertinggi pada sosis sapi adalah asam oleat 1.326.6 mg/100 g sosis. Penambahan ekstrak etanol cengkeh pada konsentrasi 800 ppm dapat menekan oksidasi lemak tidak jenuh sapi terutama asam lemak oleat, linoleat dan linolenat. Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa kadar air, abu, protein dan lemak sosis sapi dan sosis ayam memenuhi syarat mutu sosis berdasarkan SNI. Hasil analisa total mikroba juga menunjukkan bahwa total mikroba tidak lebih dari 10 5 koloni/g yaitu batas maksimal jumlah mikoba yang diperkenankan ada pada sosis berdasarkan standar SNI. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keterkaitan uji bilangan peroksida dan TBA dengan uji organoleptik, sehingga dapat diketahui ambang batas nilai peroksida dan TBA yang masih dapat diterima secara sensori.
48
DAFTAR PUSTAKA Aguirrezabal MM, Mateo J, Dominguez MC, Zumalacarregui JM. 2000. The effect of paprika, garlic and salt on rancidity in dry sausages. Meat Science 54:77-81. Ahn J, Grun IU, Fernando LN. 2002. Antioxidant properties of natural plant extracts containing polyphenolic compounds in cooked ground beef. Journal of Food Science. 67(4):1364-1365. Ali HFM. 2009. Assesment of freeze dried hydrodistilled extracts from clove, caraway and coriander herbs as natural preservatives for butter oil. International Journal of Dairy Science 4(2):67-73. Amin I. 2008. Aplikasi ekstrak daun sirih dalam menghambat oksidasi lemak jambal patin [tesis].Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ansorena D, Astiasaran I. 2004. Effect of storage and packaging on fatty acid composition and oxidation in dry fermented sausages made with added olive oil and antioxidant. Meat Science 67:237-244. Antolovich M, Prenzler PD, Patsalides E, McDonald S, Robards K. 2002. Methods for testing antioxidant activity. Analyst 127(1):183-198. Anonim. 1989. Meat and meat products, determination of moisture content. Internatinal standars orginisation. Di dalam: Aguirrezabal MM, Mateo J, Dominguez MC, Zumalacarregui JM. The effect of paprika, garlic and salt on rancidity in dry sausages. Meat Science 54:77-81. AOAC. 1995. Official methods of analysis. Ed ke-16. Association Official Analytical Chemists.
Washington DC:
Cow CK. 2000. Fatty acids in food and their health implications. Ed ke-2. New York: Marcel Decker. Chaieb K, Zmantar T, Ksouri R, Hajlaoui H, Mahdouani K, Abdelly C, Bakhrouf A. 2007. Antioxidant properties of the essential oil of Eugenia caryophylata and its antifungal activity against a large number of clinical Candida spesies. Mycoses 50(5):403-406. Dasgupta N, Bratati De. 2004. Antioxidant activity Piper betle L. leaf in vitro. Food Chemistry 88(2):219-224. Divchova YG, Ivanev SK, Ivanov SA. 1992. Oxidation of methyl oleate in the presence of eugenol and isoeugenol. Di dalam: Peter KV, editor. Handbook of herbs and spices. 2001. New York: Woohead Publishing Limited.
49
Dugan LR. 1985. Natural antioxidants. Di dalam: Simic MG, Karel M, editor. Autooxidation in food and biological systems. New York: Plenum Press. Eneji CA, Ikpeme CE, Ubua J. 2007. Effect of refrigeration and frozen storage on the self life of beef puchased from local markets and abattoir in calabar metropolis Nigeria. Pakistan Journal of Nutrition 6(6):576-581. Erkmen O, Bozkurt H. 2004. Quality characteristics of retailed sucuk (Turkish dry fermented sausage). Food Technology Biotechnology 42(1):63-69. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Fardiaz D, Anwar E, Puspitasari NH, Wijaya H, Santalisa S. 1992. Kajian karakteristik komponen aktif bahan pangan: Antiosidan rempah-rempah. Bogor: Pusat Antar Universitas IPB. Fista GA, Bloukas JG, Siomas AS. 2004. Effeck of leek and onion on processing and quality characteristies of Greek tradisional sausages. Meat Science 6:163-172. Folch J, Less M, Sloane-Stanley GB. 1957. A Simple method for the isolation and purification of total lipids from animal tissues. Di dalam: Horng LJ, Hui LY, Chun-Chin C. Effect of dietary fish oil on fatty acid composition, lipid oxidation and sensory prorty of chicken frankfurters during storage. Meat Science 60:161-167. Gulcin I, Sat IG, Beydemir S, Elmastas M, Kufrevioglu OI. 2004. Comparison of antioxidant activity of clove (Eugenia caryophylata Thunb) buds and lavender (Lavandula stoechas L). Food Chemistry 87:393-400. Heinz G, Hautzinger P. 2007. Meat processing technology for small to medium scale producers. Bangkok: Food Agriculture Organization of the United Nation. Hui YH. 2006. Handbook of food science, technology and engineering. New York: CRC Press. Kanner J. 1994. Oxidation processes in meat and meat products. implication. Meat Science 36:169-189.
Quality
Kochlar SP, Rosell JB. 1990. Detection, estimation and evaluation of antioxidant in food system. Di dalam: Hudson BJF, editor. Food antioxidant. . New York-London: Elsevier Applied Science. Lambert RJW, Skandamis PN, Coote PJ, Nychas GJE. 2001. A study of minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano assential oil, thymol and carvacrol. Journal of Applied Microbiology 91(3):453-462.
50
Lee KG, Shibamoto T. 2001. Antioxidant property of aroma extract isolated from clove buds (Syzygium aromaticum (L.) Merr et Perry.). Food Chemistry 74:443-448. Lee S, Faustman C, Djordjevic D, Faraji H, Decker EA. 2006. Effect of antioxidants on stabilization of meat products fortified with n-3 fatty acids. Meat Science 72:18-24. Mannie E. 1999. Natural antimicrobial ingredients for meat products. Di dalam: Naveena BM, Muthukumar M, Sen AR, Babji Y, Murthy TRK. Improvement of self life of bufffalo meat using lactic acid, clove oil and vitamin C during retail display. Meat Science 74:409-415. Nasar MI, Gaara AH, El-Gharab AH, Farray ARH, Shen H, Hug E, Mabry TJ. 2007. Chemical constituents of clove (Syzygium aromaticum, Fam. Myrtaceae) and their antioxidant activity. Naveena BM, Muthukumar M, Sen AR, Babji Y, Murthy TRK. 2006. Improvement of self life of buffalo meat using lactic acid, clove oil and vitamin C during retail display. Meat Science 74:409-415. Nielsen SZ. 2003. Food Analysis. Academic/Plenum Publisher.
Ed ke-2.
New York: Kluwer
Ogata M, Hoshi M, Urano S. Endo T. 2000. Antioxidant activity of eugenol and related monomeric and dimeric compunds. Chem Pharm Bull 48(10):1467-1469. Pearson AM, Tauber FW. 1984. Procesed meat. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Peter KV. 2001. Handbook of herbs and spices. Publishing Limited.
New York: Woohead
Phoupuritham P, Thongngam M, Yoksan R, Suppakul P. 2007. Antioxidant and radical scavenging activities of selected plant extracts and possible application in active packaging. https://pindex.ku.ac.th/file_research/AntioxidantActivity_Revised.pdf Pisula A. 1984. Meat processing. Rome Italy: FAO. Pokorny J, Yanishlieva N, Gordon M. 2001. Antioxidant in Food Practical Application. Rome Italy: Woodhead Publishing Limited. Prakash A. 2001. Antioxidant activity. Medallion Laboratories. Analytical Progress 19(2).
51
Rahman S. 2007. New York.
Handbook of food preservation.
Ed ke-2.
CRC Press.
Rajalaksmi D, Narasimhan S. 1996. Food antioxidants: sources and methods of evaluation. Di dalam: Madhavi DL, Deshpande SS, Salunkhe DK (ed). Food antioxidants technological, toxicological and health perspectives. . New York: Marcel Dekker Inc. Rao VK, Kowale BW, Babu NP, Bisht GS. 1996. Effect of cooking and storage on lipid oxidation and development of cholesterol oxidation products in water buffalo meat. Meat Science 43(2):179-185. Schuler P. 1990. Natural antioxidant exploited commercially. Di dalam: Hudson BJF, editor. Food antioxidant. New York-London: Elsevier Applied Science. Sebraneks JG, Sewalt VJH, Robbins KL, Houser TA. 2005. Comparison of natural rosemary extract and BHA/BHT for relative antioxidant effectiveness in pork sausage. Meat Science 69:289-296. Shahidi. 1992. Prevention of lipid oxidation in muscle foods by nitrite and nitrite free composition. Di dalam: Channon HA, Trout GR. Effect of tocopherol concentration on rancidity development during frozen storage of a cured and uncured processed pork product. Meat Science 62:9-17. Shan B, Chai YZ, Sun M, Corte H. 2005. Antioxidant capacity of 26 spice extract and characterization of their phenolic constituents. Journal Agriculture Food Chemistry 53(20):7749-7759. Soeparno. 1994. Ilmu dan teknologi daging. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan prosedur statistika. Suatu pendekatan biometik. Ed ke-2. Alih bahasa Bambang Sumatri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sulieman. AME, El Boshra IMO, El Khalifa EAA. 2007. Nutritive value of clove (Syzygium aromaticum) and detection of antimicrobial effect of its buds oil. Research Journal of Microbiology 2(3):266-271. Susanti S. 1991. Perbedaan karakteristik fisikokimiawi dan histologi daging sapi dan daging ayam [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi penyimpanan pangan. Ed ke-1. Bogor: Penerbit Arcan Kerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi IPB.
52
Tarladgis BG, Watts BM, Yonathan MT, Dugan L. 1960. A Distillation method for the quantitative determination of malonaldehyde in rancid foods. Di dalam: Apriyantono A, Fardiaz O, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S, editor. Petunjuk laboratorium analisis pangan. Bogor: IPB Press. Toda S, Ohnishi M, Kimura M, Toda T. 1999. Inhibitory effects of eugenol and related compounds on lipid peroxidation induced by reactive oxygen. Di dalam: Peter KV, editor. Handbook of herbs and spices. New York: Woohead Publishing Limited. USDA. 2000. Code of federal regulation title 9, chapter III, part318.7. Approval of substances for use in preparation of products. Di dalam: Sebraneks JG, Sewalt VJH, Robbins KL, Houser TA. Comparison of natural rosemary extract and BHA/BHT for relatif antioxidant effectiveness in pork sausage. Meat Science 69:289-296. Varnam AH, Sutherland JP. 1995. Meat and meat products. Technology, chemistry and microbiology. London: Chapman and Hall. Yilmas I, Simsek O, Isikh M. 2002. Fatty acid composition and quality characteristics of low-fat cooked sausages made with beef and chicken meat, tomato juice and sunflower oil. Meat Science 62:253-258. Weiss EA. 1997. Essential oil crops. Di dalam: Sulieman. AME, El Boshra IMO, El Khalifa EAA. Nutritive value of clove (Syzygium aromaticum) and detection of antimicrobial effect of its buds oil. Research Journal of Microbiology 2(3):266-271
53
Lampiran 1. Formulir Pengujian Hedonik
Uji Hedonik Nama Panelis Tanggal Pengujian Jenis Contoh Instruksi
: : : Sosis Sapi : Nyatakan skor penilaian anda pada kolom di bawah ini.
Karakteristik Rasa Aroma Keterangan: 1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Biasa 4. Suka 5. Sangat suka
495
324
155
386
511
220
54
Lampiran 2 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT rasa sosis sapi. Nilai Pembedaan Source E. cengkeh Blok Duncan Grouping A A A A B C
N 30 30 30 30 30 30
DF
Type III SS
5 29
38.0000 57.5333
Mean 3.7333 3.7333 3.7000 3.6333 3.1000 2.5000
Mean Square 7.6000 1.9839
F Value 14.56 3.80
Pr > F <.0001 <.0001
Perlakuan BHA+BHT Kontrol 200 500 800 1000
Means with the same letter are not significantly different.
Lampiran 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT aroma sosis sapi. Nilai Pembedaan Source E. cengkeh Blok
Duncan Grouping A A A B B C
N 30 30 30 30 30 30
DF
Type III SS
5 29
14.5111 41.2444
Mean 3.7333 3.5333 3.5000 3.2667 3.2667 2.8333
Perlakuan BHA+BHT Kontrol 200 500 800 1000
Means with the same letter are not significantly different.
Mean Square 2.9022 1.4222
F Value 7.32 3.59
Pr > F <.0001 <.0001
55
Lampiran 4 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT rasa sosis ayam. Nilai Pembedaan Source E. cengkeh Blok Duncan Grouping A A A B C D
N 30 30 30 30 30 30
DF
Type III SS
5 29
25.3511 70.5611
Mean 3.8333 3.6667 3.6667 3.4000 3.1333 2.7333
Mean Square 5.0722 2.4331
F Value 9.49 4.55
Pr > F <.0001 <.0001
Perlakuan Kontrol BHA+BHT 200 500 800 1000
Means with the same letter are not significantly different.
Lampiran 5 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT aroma sosis ayam. Nilai Pembedaan Source
DF
E. cengkeh Blok
Duncan Grouping A A A A A B
5 29
N 30 30 30 30 30 30
Mean 3.6000 3.6000 3.5667 3.4667 3.3667 2.9000
Type III SS 10.8500 48.2500
Perlakuan 200 Kontrol BHA+BHT 500 800 1000
Means with the same letter are not significantly different.
Mean Square 2.1700 1.6637
F Value 5.02 3.85
Pr > F <.0001 <.0001
56
Lampiran 6 Bilangan peroksida sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu 4 oC (meq O2/kg). Perlakuan Sosis Sapi Kontrol 200 500 800 BHA+BHT Sosis Ayam Kontrol 200 500 800 BHA+BHT
Penyimpanan (hari) 6 8 10
1
4
0.60 0.45 0.30 0.15 0.20
0.90 0.60 0.45 0.30 0.40
1.10 0.70 0.60 0.50 0.55
1.43 0.89 0.80 0.60 0.70
0.65 0.40 0.30 0.25 0.35
0.85 0.55 0.50 0.35 0.50
1.24 0.60 0.54 0.50 0.54
1.64 0.94 0.75 0.70 0.65
12
14
1.70 1.07 0.99 0.69 0.89
1.75 1.55 1.10 0.84 1.10
1.94 1.65 1.29 1.00 1.03
1.60 0.99 0.78 0.75 0.80
1.90 1.49 1.14 1.00 1.20
2.04 1.70 1.35 1.05 1.19
57
Lampiran 7 Bilangan peroksida sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu -10 oC (meq O2/kg). Perlakuan Sosis Sapi Kontrol 200 500 800 BHA+BHT Sosis Ayam Kontrol 200 500 800 BHA+BHT
Penyimpanan (hari) 21 28 35
1
7
14
0.34 0.20 0.15 0.15 0.20
0.50 0.39 0.35 0.25 0.35
0.74 0.59 0.50 0.40 0.49
0.90 0.79 0.67 0.50 0.70
1.40 1.10 0.90 0.69 0.85
0.30 0.25 0.20 0.20 0.20
0.60 0.50 0.40 0.29 0.40
0.87 0.69 0.60 0.40 0.54
1.10 0.90 0.75 0.55 0.68
1.44 1.07 0.99 0.75 0.89
42
49
56
1.78 1.24 1.10 0.90 0.99
2.06 1.47 1.24 0.99 1.18
1.93 1.29 1.39 1.14 1.34
1.82 1.61 1.44 1.28 1.38
1.90 1.35 1.09 0.90 1.09
2.13 1.59 1.20 1.09 1.20
1.85 1.72 1.28 1.20 1.33
1.89 1.46 1.40 1.24 1.39
58
Lampiran 8 Bilangan TBA sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu 4 oC (mg MDA/kg). Perlakuan Sosis Sapi Kontrol 200 500 800 BHA+BHT Sosis Sapi Kontrol 200 500 800 BHA+BHT
Penyimpanan (hari) 8 10
1
4
6
0.20 0.18 0.18 0.17 0.18
0.31 0.27 0.23 0.21 0.23
0.41 0.37 0.30 0.28 0.34
0.59 0.42 0.40 0.36 0.41
0.22 0.20 0.19 0.19 0.20
0.33 0.27 0.22 0.20 0.25
0.47 0.39 0.38 0.31 0.45
0.58 0.46 0.42 0.38 0.45
12
14
0.71 0.53 0.45 0.44 0.46
1.01 0.87 0.67 0.62 0.70
1.45 1.01 0.84 0.73 0.94
0.78 0.59 0.53 0.49 0.58
1.28 0.95 0.70 0.60 0.76
1.59 1.03 0.87 0.75 0.98
59
Lampiran 9 Bilangan TBA sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu -10 oC (mg MDA/kg). Sosis Sapi Kontrol 200 500 800 BHA+BHT Sosis Ayam
Kontrol 200 500 800 BHA+BHT
1
7
14
21
28
35
42
49
56
0.16 0.15 0.14 0.14 0.16
0.32 0.26 0.22 0.20 0.22
0.45 0.30 0.28 0.25 0.29
0.70 0.46 0.41 0.32 0.42
0.87 0.63 0.59 0.42 0.59
1.09 0.75 0.64 0.55 0.68
1.16 0.94 0.78 0.75 0.85
1.28 1.09 0.9 0.83 1.03
1.34 0.96 1.01 0.91 1.11
0.18 0.14 0.14 0.15 0.14
0.36 0.27 0.25 0.19 0.24
0.47 0.36 0.30 0.28 0.33
0.76 0.45 0.40 0.36 0.43
0.87 0.62 0.61 0.48 0.61
1.12 0.80 0.57 0.58 0.74
1.23 0.99 0.80 0.72 0.92
1.31 1.06 0.95 0.86 1.07
1.42 1.15 1.05 0.88 1.09
60
Lampiran 10 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis sapi selama penyimpanan pada suhu 4 oC. Nilai Pembedaan Source
DF
E. cengkeh Penyimpanan E. Cengkeh*Penyimpanan
4 6 24
Type III SS
Mean Square 1.25112441 1.48472142 0.02356584
5.00449763 8.90832854 0.56558017
F Value
Pr > F
509.38 604.49 9.59
<.0001 <.0001 <.0001
12
14
1.75b 1.55c 1.10f 0.84h 1.10f
1.94a 1.65bc 1.29e 1.00fg 1.03f
R-Square = 0.994098 Duncan Grouping N Mean Perlakuan A 14 1.34350 SK B 14 0.98686 SEC1 C 14 0.78893 SEC2 D 14 0.69471 SS E 14 0.58236 SEC3 Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Duncan Grouping A B C D E F G
N 10 10 10 10 10 10 10
Mean 1.38190 1.26650 1.06950 0.88240 0.68770 0.52790 0.33900
Penyimpanan ke-14 ke-12 ke-10 ke-8 ke-6 ke-4 ke-1
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Perlakuan
Kontrol 200 500 800 BHA+BHT
1
4
0.60jk 0.45lm 0.30no 0.15p 0.20p
0.90gh 0.60jk 0.45lm 0.30no 0.40mn
Penyimpanan (hari) 6 8 10 1.10f 0.70ij 0.60jk 0.50lm 0.55kl
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
1.43d 0.89gh 0.80hi 0.60jk 0.70ij
1.70b 1.07f 0.99fg 0.69ij 0.89gh
61
Lampiran 11 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis sapi selama penyimpanan pada suhu -10 oC. Nilai Pembedaan Source
DF
E. cengkeh Penyimpanan E. Cengkeh*Penyimpanan
4 8 32
Type III SS 3.37374327 18.92950900 1.05345433
Mean F Square Value 0.84343582 532.97 2.36618863 1495.21 0.03292045 20.80
Pr>F <.0001 <.0001 <.0001
R-Square = 0.996960
Nilai Pembedaan: Duncan Duncan Grouping N A 14 B 14 C 14 D 14 E 14
Mean 1.27383 0.96517 0.85989 0.83056 0.69922
Perlakuan Kontrol 200 500 BHA+BHT 800
Means with the same letter are not significantly different.
Nilai Pembedaan: Duncan Duncan Grouping N A 10 B 10 B 10 C 10 D 10 E 10 F 10 G 10 H 10
Mean 1.50580 1.41850 1.38820 1.20260 0.98660 0.71140 0.54320 0.36780 0.20750
Penyimpanan ke-56 ke-49 ke-42 ke-35 ke-28 ke-21 ke-14 ke-7 ke-1
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Perlakuan
Kontrol 200 500 800 BHA+BHT
1
7
14
0.34s 0.20tu 0.15u 0.15u 0.20u
0.50r 0.39s 0.35s 0.25t 0.35s
0.74op 0.59q 0.50r 0.40s 0.49r
Penyimpanan (hari) 21 28 35 0.90m 1.40ef 0.79no 1.10k 0.67p 0.90m 0.50r 0.69p 0.70p 0.85mn
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
42
49
1.78c 2.06a 1.93b 1.24hi 1.47e 1.29gh 1.10k 1.24hi 1.39ef 0.90m 0.99l 1.14jk 0.99l 1.18ij 1.34fg
56 1.82c 1.61d 1.44e 1.28gh 1.38ef
62
Lampiran 12 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis ayam selama penyimpanan pada suhu 4 oC. Source
DF
E. cengkeh Penyimpanan E. Cengkeh*Penyimpanan
4 6 24
Type III SS
Mean Square 5.19075723 1.29768931 9.53865389 1.58977565 0.74083797 0.03086825
F Value 516.75 633.06 12.29
Pr > F
12
14
1.90b 1.49d 1.14fg 1.00h 1.20f
2.04a 1.70c 1.35e 1.05gh 1.19f
<.0001 <.0001 <.0001
R-Square = 0.994351
Nilai Pembedaan Duncan Grouping A B C C D
N 14 14 14 14 14
Mean 1.41507 0.95271 0.76314 0.74457 0.65507
Perlakuan Kontrol 200 500 BHA+BHT 800
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Duncan Grouping A B C D E F G
N 10 10 10 10 10 10 10
Mean 1.46310 1.34310 0.98280 0.93440 0.68290 0.54800 0.38850
Penyimpanan ke-14 ke-12 ke-10 ke-8 ke-6 ke-4 ke-1
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Perlakuan
Kontrol 200 500 800 BHA+BHT
1
4
0.65mnl 0.40pq 0.30qr 0.25r 0.35qr
0.85ij 0.55no 0.50op 0.35qr 0.50op
Penyimpanan (hari) 6 8 10 1.24f 0.60mno 0.54no 0.50op 0.54no
1.64c 0.94hi 0.75jkl 0.70klm 0.65lmn
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
1.60c 0.99h 0.78jk 0.75jkl 0.80jk
63
Lampiran 13 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis ayam selama penyimpanan pada suhu -10 oC. Source E. cengkeh Penyimpanan E.Cengkeh*Penyimpanan
DF 4 8 32
Type III SS 4.00183416 18.06723680 1.10384864
Mean Square 1.00045854 2.25840460 0.03449527
F Value 888.71 2006.14 30.64
Pr>F <.0001 <.0001 <.0001
R-Square = 0.997819
Nilai Pembedaan Duncan Grouping A B C C D
N 18 18 18 18 18
Mean 1.33994 1.05800 0.87639 0.85628 0.73322
Perlakuan AK AEC1 AEC2 AS AEC3
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Duncan Grouping A A B C D E F G H
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Mean 1.47390 1.47350 1.44010 1.26330 1.02690 0.79310 0.61930 0.43670 0.22810
Penyimpanan ke-56 ke-49 ke-42 ke-35 ke-28 ke-21 ke-14 ke-7 ke-1
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Perlakuan
Kontrol 200 500 800 BHA+BHT
1
7
0.30q 0.25qr 0.20r 0.20r 0.20r
0.60n 0.50o 0.40p 0.29q 0.40p
14
Penyimpanan (hari) 21 28 35
0.87l 1.10j 1.44e 0.69m 0.90l 1.07j 0.60n 0.75m 0.99k 0.40p 0.55no 0.75m 0.54no 0.68m 0.89l
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
1.90b 1.35f 1.09j 0.90l 1.09j
42 2.13a 1.59d 1.20i 1.09j 1.20i
49
56
1.85b 1.89b 1.72c 1.46e 1.28gh 1.40ef 1.20i 1.24hi 1.33fg 1.39ef
64
Lampiran 14 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan TBA sosis sapi selama penyimpanan pada suhu 4 oC. Source
DF
Mean Square 4 0.60595580 0.15148895 6 5.13094809 0.85515801 24 0.41459720 0.01727488
E. cengkeh Penyimpanan E. Cengkeh*Penyimpanan
Type III SS
F Value
Pr > F
142.73 805.72 16.28
<.0001 <.0001 <.0001
12
14
1.01b 0.87d 0.67ef 0.62fg 0.70e
1.45a 1.01b 0.84d 0.73e 0.94c
R-Square = 0.993997
Nilai Pembedaan Duncan Grouping A B C D E
N 14 14 14 14 14
Mean 0.66686 0.52036 0.46693 0.43614 0.40064
Perlakuan SK SEC1 SS SEC2 SEC3
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Duncan Grouping A B C D E F G
N 10 10 10 10 10 10 10
Mean 0.99210 0.77540 0.51630 0.43370 0.34000 0.24870 0.18110
Penyimpanan ke-14 ke-12 ke-10 ke-8 ke-6 ke-4 ke-1
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Perlakuan 1 Kontrol 200 500 800 BHA+BHT
0.20st 0.18t 0.18t 0.17t 0.18t
4
6
Penyimpanan (hari) 8 10
0.31nop 0.41jklm 0.59gh 0.27pdrs 0.37klmn 0.42jkl 0.23rst 0.30nopa 0.40jklm 0.21st 0.28opqr 0.36lmn 0.23rst 0.34mno 0.41jklm
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
0.71e 0.53hi 0.45j 0.44jk 0.46ij
65
Lampiran 15 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan TBA sosis sapi selama penyimpanan pada suhu -10 oC. Source
DF
E. cengkeh Penyimpanan E.Cengkeh*Penyimpanan
Type III SS
4 8 32
1.11430471 9.46446196 0.33630749
Mean Square 0.27857618 1.18305774 0.01050961
F Value
Pr > F
329.41 1398.95 12.43
<.0001 <.0001 <.0001
R-Square = 0.996526 Nilai Pembedaan
Duncan Grouping A B C D E
N 14 14 14 14 14
Mean 0.817889 0.614444 0.594111 0.559000 0.483944
Perlakuan SK SEC1 SS SEC2 SEC3
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Duncan Grouping A B C D E F G H I
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Mean 1.06620 1.03830 0.89540 0.73940 0.61920 0.46030 0.31190 0.24450 0.14970
Penyimpanan ke-56 ke-49 ke-42 ke-35 ke-28 ke-21 ke-14 ke-7 ke-1
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Perlakuan 1
7
14
Penyimpanan (hari) 21 28 35
Kontrol 0.16wx 0.32r 0.45q 0.70lm 0.87hi 200 0.15x 0.26rstu 0.30rs 0.46q 0.63no x tuvw rst 500 0.14 0.22 0.28 0.41q 0.59op x uvwx stu 800 0.14 0.20 0.25 0.32r 0.42q wx tuv rst q BHA+BHT 0.16 0.22 0.29 0.42 0.59op Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
1.09d 0.75kl 0.64no 0.55p 0.68mn
42
49
56
1.16c 0.94g 0.78jk 0.75kl 0.85hi
1.28b 1.09b 0.97ef 0.83ij 1.03e
1.34a 0.96g 1.01ef 0.91gh 1.11cd
66
Lampiran 16 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan TBA sosis ayam selama penyimpanan pada suhu 4 oC. Source
DF
E. cengkeh Penyimpanan E. Cengkeh*Penyimpanan
4 6 24
Type III SS
Mean Square 0.88465277 0.22116319 5.82238129 0.97039688 0.70848743 0.02952031
F Value 89.71 393.63 11.97
Pr > F <.0001 <.0001 <.0001
R-Square = 0.988498
Nilai Pembedaan Duncan Grouping A B B C D
N 14 14 14 14 14
Mean 0.74814 0.55379 0.52493 0.47329 0.41729
Perlakuan AK AEC1 AS AEC2 AEC3
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Duncan Grouping A B C D E F G
N 10 10 10 10 10 10 10
Mean 1.04490 0.85640 0.59360 0.45700 0.39850 0.25500 0.19900
Penyimpanan ke-14 ke-12 ke-10 ke-8 ke-6 ke-4 ke-1
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Perlakuan
Kontrol 200 500 800
1
4
0.22mno 0.20no 0.19no 0.19o 0.20no
0.33lm 0.27mno 0.22mno 0.20no 0.25mno
Penyimpanan (hari) 6 8 10 0.47ijk 0.39kl 0.38kl 0.31mn 0.45jk
0.58hi 0.46jk 0.42kl 0.38kl 0.45jk
BHA+BHT Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
0.78ef 0.59hi 0.53hij 0.49hijk 0.58hi
12
14
1.28b 0.95cd 0.70fg 0.60gh 0.76fg
1.59a 1.03c 0.87de 0.75f 0.98c
67
Lampiran 17 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan TBA sosis ayam selama penyimpanan pada suhu -10 oC. Source
DF
E. cengkeh Penyimpanan E. Cengkeh*Penyimpanan
4 8 32
Type III SS 1.31984373 9.83765422 0.38061167
Mean F Square Value 0.32996093 422.27 1.22970678 1573.72 0.01189411 15.22
Pr > F <.0001 <.0001 <.0001
R-Square = 0.996962
Nilai Pembedaan Duncan Grouping A B C D E
N 18 18 18 18 18
Mean 0.857500 0.647444 0.618833 0.561944 0.500500
Perlakuan AK AEC1 AS AEC2 AEC3
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Duncan Grouping A B C D E F G H I
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Mean 1.11770 1.04830 0.93050 0.75900 0.63720 0.47730 0.34940 0.26280 0.15300
Penyimpanan ke-56 ke-49 ke-42 ke-35 ke-28 ke-21 ke-14 ke-7 ke-1
Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
Perlakuan
Kontrol 200 500 800
1
7
0.18t 0.14t 0.14t 0.15t 0.14t
0.36op 0.27r 0.25rs 0.19st 0.24r
14
Penyimpanan (hari) 21 28 35
42
49
0.47m 0.76jk 0.87i 1.12de 1.23c 1.31b 0.36op 0.45mn 0.62l 0.80j 0.99g 1.06ef 0.30pqr 0.40no 0.61l 0.57l 0.80j 0.95gh 0.28qr 0.36op 0.48m 0.58l 0.72k 0.86i 0.33pr 0.43mn 0.61l 0.74jk 0.92hi 1.07ef
BHA+BHT Means with the same letter are not significantly different. Alpha = 0.05
56 1.42a 1.15d 1.05f 0.88i 1.09ef