PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENGARUH PEMBERIAN VARIASI DOSIS SEDUHAN BUBUK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) MANGGARAI TERHADAP EFEK LAKSATIF PADA TIKUS PUTIH BETINA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh: Ester Nurani Keraru NIM: 131434045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENGARUH PEMBERIAN VARIASI DOSIS SEDUHAN BUBUK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) MANGGARAI TERHADAP EFEK LAKSATIF PADA TIKUS PUTIH BETINA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh: Ester Nurani Keraru NIM: 131434045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Laut tenang tidak akan pernah membuat pelaut menjadi mahir. ~Anonim
Karya ini saya persembahkan untuk: Tuhan YME dan St. Maria yang telah mengabulkan doa-doa dan senantiasa selalu memberkati perjalanan hidup saya, Alm. Bapak Siprianus Keraru, Almh. Ibu Bibiana Lamus, K Selin, K Agnes, K Yusi, K Pegi, dan Almh. Beni Keraru, Keluarga besar Pendidikan Biologi, khususnya angkatan 2013, Sahabat dan teman-teman terkasih serta Almaterku Universitas Sanata Dharma.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN VARIASI DOSIS SEDUHAN BUBUK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) MANGGARAI TERHADAP EFEK LAKSATIF PADA TIKUS PUTIH BETINA Ester Nurani Keraru NIM: 131434045 Universitas Sanata Dharma Kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai mengandung kafein tinggi yaitu 0.4% b/b yang dapat menstimulasi pergerakan usus untuk mengobati konstipasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian variasi dosis seduhan bubuk kopi Robusta Manggarai terhadap efek laksatif pada tikus putih betina dan dosis yang paling optimum untuk efek laksatif. Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Tikus berjumlah 20 ekor, umur 2-3 bulan, dan bobot badan 100200 gram yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan. Kelompok 1, 2, dan 3 diberi seduhan bubuk kopi dengan dosis peroral 0.15 g, 0.3 g, dan 0.6 g/200gBB; kontrol positif Dulcolax 0.252 mg/200gBB; dan kontrol negatif air hangat 5 ml/200gBB. Semua tikus diinduksi ekstrak daun gambir dua hari dan dipuasakan air minum 18 jam sebelum perlakuan untuk memberikan efek sembelit. Efek laksatif bahan uji diketahui dengan mengamati frekuensi defekasi selama 6 jam dan mengkategorikan konsistensi feses. Variasi dosis seduhan bubuk kopi Robusta Manggarai memiliki efek laksatif pada tikus putih betina yang ditunjukkan oleh nilai rerata frekuensi defekasi lebih tinggi daripada kontrol negatif dan konsistensi feses termasuk kategori normal. Seduhan bubuk kopi Robusta Manggarai pada dosis 0.3 g/200gBB memberikan efek laksatif paling optimum pada tikus putih. Efek laksatif kopi terutama berasal dari metabolit kafein yaitu senyawa theophylline yang merelaksasi otot polos pada saluran pencernaan. Kata kunci: frekuensi defekasi, kafein, konsistensi feses, kopi Robusta Manggarai, laksatif
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
THE EFFECT OF GIVING VARIANCE DOSES OF STEEPED MANGGARAIAN ROBUSTA COFFEE (Coffea canephora) GROUNDS TOWARD LAXATIVE EFFECT ON FEMALE RAT Ester Nurani Keraru Student Number: 131434045 Sanata Dharma University Robusta coffee (Coffea canephora) from Manggarai contains 0.4 wt % of caffeine which can stimulate bowel movement to cure constipation. This research’s aims were to know the effect of giving variance doses of steeped Manggaraian Robusta coffee grounds toward laxative effect on female laboratory rats and the optimum dose for laxative effect. This research was a pure experimental with Completely Randomized Design; 20 rats, age 2-3 months, and 100-200 grams body weight (BW) were used for experiment and divided into 5 treatment groups. Group 1, 2, and 3 were given steeped Manggaraian Robusta coffee grounds with oral doses of 0.15 g, 0.3 g, and 0.6 g/200gBW; positive control was treated with Dulcolax 0.252 mg/200gBW; and negative control was treated with warm water 5 ml/200gBW. Rats were induced by gambier’s leaf extract for 2 days and fasted for drink of water 18 hours before treatment for giving constipation effect. Laxative effect of the experiment substance was known by observing the defecation frequency during 6 hours and feces consistency grouping. Variance of doses of steeped Manggaraian Robusta coffee grounds have laxative effect on female laboratory rats that was showed by the average value of defecation frequency higher than negative control and the feces consistency grouped into normal category. Dose 0.3 g/200gBW of steeped Manggaraian Robusta coffee grounds was the optimum dose for laxative effect on female laboratory rats. Laxative effect of coffee was primary originated from a caffeine’s metabolism namely theophylline compound which was relaxing smooth muscle at laboratory rat’s digestive system. Keywords:
caffeine, defecation frequency, Manggaraian Robusta coffee
viii
feces
consistency,
laxative,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan berkat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Variasi Dosis Seduhan Bubuk Kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap Efek Laksatif pada Tikus Putih Betina”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Pendidikan Biologi. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, dengan rendah hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Retno Herrani, M.Biotech. selaku dosen pembimbing, yang telah memberi semangat dan menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini. 2. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 3. Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc. selaku Kaprodi Program Studi Pendidikan Biologi. 4. Dra. Maslicah Asy’ari, M.Pd. dan Yoanni Maria Lauda Feroniasanti, M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. dan Yoanni Maria Lauda Feroniasanti, M.Si yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengajaran, masukan, dan saran yang sangat bermanfaat. 6. Pak Agus selaku laboran dan Pak Marsono selaku karyawan di Laboratorium Pendidikan Biologi. 7. Pak Pardjiman selaku laboran dan Pak Sarmin selaku petugas cleaning service di Laboratorium Hayati Imono, Farmasi. 8. Bu Agnes Sri Suharti selaku pengurus bagian Ethical Clearance di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT), UGM. 9. Lembaga Kesejahteraan Mahasiswa (LKM), Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan dukungan finansial pada penelitian ini. 10. Kakak-kakak tersayang, Selin, Agnes, Yusi, dan Pegi Keraru serta Mama Sisi dan Tanta Mina yang selalu mendukung dan memberi semangat. 11. Sahabat dan teman-teman terkasih yang telah ikut terlibat dan membantu kelancaran penelitian ini khususnya Icha Ratu, Rista Barut, Yolan dan Yoan Peri, Toto Pagu, Tanto Didimus, Merry Cristi, Widhi (terima kasih untuk sepedanya), Tia Ariana, Anna Maria, Br. Dieng, Ananta Kurniawan, Felis Alegore, Margareta Via, Putri Patty, dan Asa. 12. Seluruh teman Pendidikan Biologi 2013 yang telah memberikan dukungan dan membentuk saya menjadi pribadi yang tangguh. 13. Semua pihak yang telah membantu dengan caranya masing-masing yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi melengkapi tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya. Penulis
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................................................. .i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... .iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ................. vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT .......................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... .xv DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xvi DAFTAR DIAGRAM ......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian................................................................................. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 7 A. Teori Terkait .......................................................................................... 7 1. Defekasi ............................................................................................. 7 2. Konstipasi ......................................................................................... 11 3. Laksatif ............................................................................................. 19 4. Kopi Robusta Manggarai .................................................................. 21 5. Gambir .............................................................................................. 30 6. Tikus ................................................................................................. 31 B. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 33 C. Kerangka Berpikir ................................................................................ 35 D. Hipotesa................................................................................................ 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 38 A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 38 B. Batasan Penelitian ................................................................................ 38 C. Alat dan Bahan ..................................................................................... 41 D. Cara Kerja ............................................................................................ 42 E. Metode Analisa Data ............................................................................ 50 F. Rancangan Pemanfaatan Hasil Penelitian dalam Pembelajaran ........... 51 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 52 A. Hasil ..................................................................................................... 53 1. Frekuensi Defekasi ........................................................................... 53 2. Konsistensi Feses .............................................................................. 56 3. Mula Kerja Bahan Uji....................................................................... 57 B. Pembahasan .......................................................................................... 58
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Pengaruh Pemberian Variasi Dosis Seduhan Bubuk Kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap Frekuensi Defekasi pada Tikus Putih Betina ................................................................... 58 2. Pengaruh Pemberian Variasi Dosis Seduhan Bubuk Kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap Konsistensi Feses pada Tikus Putih Betina ................................................................... 66 C. Hambatan dan Keterbatasan dalam Penelitian ..................................... 68 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 71 A. Kesimpulan .......................................................................................... 71 B. Saran ..................................................................................................... 71 BAB VI IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN UNTUK PEMBELAJARAN ................................................................. 73 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................... 78
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Komposisi kira-kira feses dengan diet rata-rata .................................. .10 Tabel 2.2 Dosis dan mula kerja laksatif alami dan sintetis ................................... 20 Tabel 2.3 Derajat rekomendasi American College of Gastroenterology (ACG), onset kerja, dosis, dan efek samping dari terapi farmakologis konstipasi .............................................................................................. 20 Tabel 2.4 Komposisi kandungan zat dalam buah kopi matang ............................. 25 Tabel 2.5 Komposisi kimia biji kopi Robusta (Coffea canephora) antara sebelum dan sesudah disangrai per 100 gram berat kering ....... 26 Tabel 2.6 Data biologi normal tikus...................................................................... 32 Tabel 3.1 Lembar pengambilan data frekuensi defekasi tikus putih ..................... 49 Tabel 3.2 Lembar pengambilan data konsistensi feses tikus putih ....................... 50 Tabel 4.1 Data konsistensi feses tikus putih betina setelah perlakuan .................. 56 Tabel 4.2 Mula kerja bahan uji ............................................................................. 58
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Morfologi tanaman kopi Robusta (Coffea canephora) .................. 23 Gambar 2.2.a Struktur buah kopi Robusta ............................................................ 24 Gambar 2.2.b Morfologi biji kopi Robusta ........................................................... 24 Gambar 2.3 Tradisi toto kopi di Manggarai ....................................................... 28 Gambar 2.4 Tiga senyawa turunan dari kafein .................................................. 29 Gambar 2.5 Bagan literature map ...................................................................... 35 Gambar 2.6 Diagram alir kerangka berpikir ...................................................... 37 Gambar 4.1 Kondisi feses tikus putih betina sebelum diinduksi gambir ........... 53 Gambar 4.2 Kondisi feses tikus putih betina setelah diinduksi gambir selama 2 hari dan puasa minum 18 jam sebelum perlakuan ........... 53 Gambar 4.3 Feses basah tikus putih betina setelah diberikan perlakuan bahan uji ........................................................................ 57 Gambar 4.4 Tingkatan gilingan bubuk kopi ...................................................... 61 Gambar 4.5 Tingkatan gilingan bubuk kopi Robusta Manggarai ...................... 61 Gambar 4.6 Senyawa theophylline .................................................................... 62
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Data rerata frekuensi defekasi tikus putih betina selama 6 jam Setelah diberikan perlakuan bahan uji ................................................ 54
DAFTAR DIAGRAM Diagram 2.1 Manfaat kopi bagi kesehatan dan pengobatan penyakit .................... 30
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Data Penelitian ................................................................................... 78 A Berat feses tikus putih betina sebelum dan sesudah diinduksi gambir ......................................................... 78 B Frekuensi dan waktu defekasi tikus putih betina ............................. 80 C Konsistensi feses tikus putih betina .................................................. 84 Lampiran II Hasil Uji Statistika terhadap Data Frekuensi Defekasi ..................... 85 A Uji Normalitas ................................................................................. 85 B Uji Homogenitas .............................................................................. 85 C Uji ANOVA Satu Faktor ................................................................. 86 Lampiran III Perangkat Pembelajaran .................................................................. 87 A Silabus .............................................................................................. 87 B Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ................................................ 93 C Materi Pembelajaran dan Artikel Penelitian ................................... 100 D Worksheet Analisis Artikel Penelitian ........................................... 115 E Lembar Penilaian Afektif ............................................................... 119 F Lembar Penilaian Psikomotorik ..................................................... 121 G Lembar Penilaian Kognitif ............................................................ 123 Lampiran IV Dokumentasi Penelitian ................................................................. 133 Lampiran V Ethical Clearance ........................................................................... 136 Lampiran VI Laporan Hasil Uji Kafein dan Serat Kasar pada Bubuk Kopi Robusta Manggarai.......................................... 137
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Konstipasi atau sembelit merupakan masalah kesehatan yang biasanya diremehkan oleh masyarakat karena dianggap sebagai penyakit yang ringan. Namun, bila dibiarkan hingga waktu yang lama, yaitu 12 minggu maka akan menimbulkan penyakit kronis. Menurut Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI), dr. Chudahman Manan, SpPD-KGEH, konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yaitu berkurangnya frekuensi buang air besar dari biasanya yaitu kurang dari tiga kali dalam seminggu dan konsistensi tinja yang lebih keras. Gejala lainnya adalah mengejan, perasaan tertahan saat BAB, perasaan adanya hambatan pada dubur, dan evakuasi feses secara manual (Susilawati, 2010). Wanita lebih beresiko mengalami konstipasi daripada pria. Menurut data dari RSCM dalam Susilawati (2010) selama kurun waktu 1998-2005, dari 2.397 pemeriksaan kolonoskopi, 216 diantaranya atau sekitar 9% terindikasi mengalami konstipasi dan lebih banyak dialami oleh wanita dengan angka perbandingan 4:1. Konstipasi terjadi karena aktivitas fisik kurang, asupan makanan dan minuman yang kurang, sedang dalam diet rendah serat, serta sedang mengonsumsi obat-obatan yang menimbulkan konstipasi dan depresi.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
Menurut Susilawati (2010), terdapat dua cara untuk mengobati konstipasi yaitu terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi dilakukan melalui meningkatkan aktivitas fisik, menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi, meningkatkan konsumsi serat dan minum yang cukup, serta mengatur kebiasaan BAB, seperti menghindari mengejan dan membiasakan BAB setelah makan atau waktu yang dianggap sesuai. Terapi farmakologis dilakukan dengan mengkonsumsi pencahar osmotik (laktulosa) dan pencahar stimulant (bisacodyl dan sodiumpicosuphate) untuk melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik atau gerakan usus. Kopi merupakan salah satu minuman yang bersifat laksatif sehingga dapat digunakan sebagai pencahar. Dalam Kristina (2014) dijelaskan bahwa kandungan kafein dalam kopi berperan sebagai stimulan peristaltik dan bermanfaat dalam mencegah konstipasi. Menurut Yusianto (1999) dalam Panggabean (2011), buah kopi yang sudah matang penuh (fully ripe) mengandung serat dengan jumlah 27,44%. Kandungan serat dalam kopi juga merupakan komponen penting yang berperan sebagai laksatif serat. Laksatif serat
meningkatkan
berat
feses
karena
mengabsorpsi
air,
sehingga
mempercepat propulsi massa (gerakan mendorong tinja/feses). Menurut program Nawacita yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi, kopi adalah salah satu komoditi dalam target Kementrian Pertanian 2016. Berdasarkan
Renstra
Kementrian
Pertananian
2015-2019,
rata-rata
pertumbuhan dalam RPJMN 2015-2019 untuk komoditi kopi yaitu 2,6 %. Selain itu, kopi memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan produk andalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
ekspor di Indonesia. Ada empat jenis kopi yaitu kopi Liberika, kopi Ekselsa, kopi Arabika, dan kopi Robusta. Kopi Liberika dan kopi Ekselsa dikenal kurang ekonomis dan komersial karena memiliki banyak variasi bentuk dan ukuran biji serta kualitas cita rasanya (Rahardjo, 2012). Kopi Arabika dan kopi Robusta memasok sebagian besar perdagangan kopi dunia. Kualitas cita rasa kopi Robusta di bawah kopi Arabika, tetapi kopi Robusta tahan terhadap penyakit karat daun. Oleh karena itu, luas areal tanam kopi Robusta di Indonesia lebih besar daripada luas areal tanam kopi Arabika sehingga produksi kopi Robusta lebih banyak. Kopi Robusta (Coffea canephora) dari Manggarai Timur dinobatkan sebagai kopi terbaik di Indonesia tahun 2015 dengan perolehan nilai 89.03 (Ningtyas, 2015). Dari enam kecamatan yang ada di Manggarai Timur, semuanya memiliki lahan kopi dan areal terluas ada di Kecamatan Poco Ranaka, yaitu 2.365,65 hektar jenis kopi Robusta (Oktora dan Dewanto, 2011). Dewasa ini, tujuan utama masyarakat mengonsumsi kopi adalah agar terhindar dari rasa kantuk dan terjaga. Namun, ternyata ada efek lain yang dirasakan setelah minum kopi yaitu perut mulas dan rasa ingin BAB. Efek tersebut dikenal sebagai efek laksatif atau pencahar. Khasiat kopi sebagai pencahar dapat dioptimalkan jika memperhatikan tiga hal berikut, yaitu waktu, diimbangi dengan konsumsi air putih, dan dosis. Waktu minum kopi yang terbaik adalah pukul 09:30-11:30 dan 13:30-17:00 dimana kadar hormon kortisol sedang rendah (Miller, 2013). Konsumsi kopi ketika kadar hormon
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
kostisol tinggi akan mengganggu jam biologis tubuh. Efek kafein pada tubuh dapat dihilangkan atau dinetralkan dengan konsumsi air yang cukup, yaitu minimal dua gelas air putih untuk mengganti segelas kopi. Tujuannya adalah agar dicapainya keseimbangan cairan dalam tubuh (Masdakaty, 2015). Pada tahun 2015, European Food Safety Authority (EFSA) mempublikasikan Scientific Opinion on the Safety of Caffeine yang menganjurkan bahwa asupan kafein dari berbagai sumber maksimal 400 mg per hari dan aman untuk mengonsumsi kafein dengan dosis tunggal sebanyak 200 mg (ISIC, 2016). Sebelumnya telah dijelaskan bahwa setelah mengkonsumsi kopi maka akan terjadi gerakan peristaltik pada usus besar sehingga perut terasa mulas lalu berdefekasi. Hal ini terjadi karena kopi memiliki efek laksatif atau pencahar. Namun, belum diketahui secara ilmiah berapa dosis kopi yang dibutuhkan agar defekasi bersifat normal dan aman bagi metabolisme tubuh. Normalnya defekasi ditentukan oleh frekuensi defekasi dan konsistensi feses, Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui dosis kopi yang tepat agar manfaat laksatif kopi dapat memberikan pengaruh defekasi yang normal bagi tubuh. Dengan demikian, kopi diharapkan dapat menjadi salah satu referensi obat untuk konstipasi. Penelitian ini berjudul PENGARUH PEMBERIAN VARIASI DOSIS SEDUHAN BUBUK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) MANGGARAI TERHADAP EFEK LAKSATIF PADA TIKUS PUTIH BETINA.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaruh pemberian variasi dosis seduhan bubuk kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap efek laksatif pada tikus putih betina? 2. Manakah dosis seduhan bubuk kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai yang memberikan efek laksatif paling optimum pada tikus putih betina?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh pemberian variasi dosis seduhan bubuk kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap efek laksatif pada tikus putih betina 2. Mengetahui dosis seduhan bubuk kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai yang memberikan efek laksatif paling optimum pada tikus putih betina
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang manfaat sifat laksatif kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai untuk mengobati konstipasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
2. Bagi Dunia Pendidikan a. Sebagai
sumber
pembelajaran
pada
materi
gangguan
sistem
pencernaan makanan manusia untuk SMA kelas XI b. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang khasiat
kopi bagi tubuh 3. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat kopi khususnya kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai untuk menyembuhkan konstipasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Terkait 1. Defekasi Defekasi adalah pengeluaran feses dari tubuh melalui anus. Anus memiliki dua otot lingkar (sfingter), yaitu sfingter ani internus yang bekerja secara tidak sadar/involunter (otot polos) dan sfingter ani eksternus yang bekerja secara sadar/volunter (otot rangka/lurik). Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Ketika gerakan massa di kolon mendorong tinja ke dalam rektum maka akan merangsang reseptor regang di dinding rektum sehingga memicu refleks defekasi pada tekanan sekitar 18 mmHg. Bila tekanan ini mencapai 55 mmHg, refleks ini menyebabkan sfingter ani internus melemas sedangkan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter ani eksternus juga melemas maka terjadi defekasi (Pearce, 2013; Ganong, 1995). Jika keadaan tidak memungkinkan defekasi maka pengencangan sfingter ani eksternus secara sengaja (sadar) dapat mencegah defekasi meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika defekasi ditunda maka dinding rektum yang semula teregang secara perlahan melemas, dan keinginan untuk buang air besar mereda sampai gerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke dalam rektum dan kembali meregangkan rektum serta memicu refleks defekasi. Selama periode inaktivitas, kedua sfingter tetap berkontraksi
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
untuk menjamin kontinensia tinja. Inilah alasan defekasi disebut juga sebagai refleks spinalis karena dapat dihambat secara sengaja (sadar) dengan menjaga sfingter eksterna berkontraksi atau difasilitasi dengan merelaksasi sfingter ani dan mengkontraksi otot abdomen (Sherwood, 2011). Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang melibatkan kontraksi otot abdomen (mengejan) dan dorongan ekspirasi kuat melawan glotis yang tertutup (Manuver Valsava) secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraabdomen, yang membantu mendorong tinja. Peningkatan tekanan intra-abdominal diperantarai oleh kontraksi otot pada dinding abdominal (perut) dan diafragma (Sherwood, 2011; Pearce, 2013; dan Silverthorn, 2013). Defekasi dikontrol oleh sistem saraf pusat yang melalui daerah pinggang dan belakang pelvis (sacrum) pada jaringan saraf tulang belakang (Capasso and Gaginella, 1997). Menurut Parker and Parker (2002), tidak ada jumlah yang pasti untuk frekuensi defekasi per hari atau per minggu. Frekuensi defekasi normal bisa jadi adalah tiga kali sehari atau tiga kali seminggu bergantung pada setiap individu. Sheerwood (2011) dan Ganong (1995) menjelaskan bahwa variasi normal frekuensi defekasi di antara individu berkisar dari setiap setelah makan, 3 kali sehari, sekali sehari, setiap 2-3 hari hingga sekali seminggu. Ada pula individu yang mempunyai kebiasaan teratur membuang air besar pada kira-kira waktu yang sama setiap hari. Ada yang melakukan defekasi di pagi hari, karena refleks gastrokolik, yang biasanya bekerja sesudah makan pagi (sarapan). Ada yang membuang air besar setelah pulang kerja; yang lain pada malam hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
karena ada waktu tenang untuk memenuhi kebutuhannya. Waktu atau frekuensi defekasi setiap orang berbeda-beda (Pearce, 2013). 1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Defekasi Defekasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kondisi psikologi; kebiasaan atau kebudayaan; dan kandungan serat dalam makanan yang dikonsumsi. Emosi dan stress dapat meningkatkan motilitas usus dan menyebabkan diare psikosomatis pada beberapa individu tetapi dapat juga menurunkan motilitas dan menyebabkan konstipasi pada individu lainnya. Ketika feses tertahan di dalam kolon, baik karena mengabaikan refleks defekasi secara sadar maupun karena penurunan motilitas, penyerapan air terus berlanjut sehingga feses menjadi kering dan keras yang sulit untuk dikeluarkan. Kerja defekasi ialah soal kebiasaan. Pada orang dewasa, kebiasaan dan faktor kebudayaan memainkan peranan besar dalam menentukan kapan timbul defekasi (Pearce, 2013; Silverthorn, 2013; dan Ganong, 1995). Selulosa, hemiselulosa, dan lignin merupakan komponen penting serat makanan/serat diet. Serat mencapai usus besar dalam keadaan yang pada hakekatnya tidak berubah karena tidak mudah dicerna. Berbagai permen karet, polisakrida alga, dan senyawa peptik juga menyokong serat diet. Jika rendah jumlah serat diet, maka diet dikatakan kekurangan massa (Ganong, 1995). Dua jenis serat yaitu mudah larut (soluble) dan susah larut (insoluble) terdapat pada buah-buahan segar, sayuran seperti kol dan wortel, serta gandum. Serat yang mudah larut dapat bercampur dengan air
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
dan bertekstur lembut seperti jel di dalam usus halus. Serat yang susah larut terus melewati usus dengan tekstur yang hampir tidak berubah, konstan. Struktur massa dan tekstur lembut pada serat membantu mencegah terbentuknya feses yang keras dan kering yang susah dikeluarkan. The American Dietetic Association merekomendasikan untuk mengonsumsi 20 sampai 35 gram serat per hari sehingga terbentuk feses yang bermassa dan bertekstur semi padat (soft) (Parker and Parker, 2002). 1.2 Feses Feses mengandung materi inorganik, jumlah kecil zat nitrogen, terutama musin; juga garam, terutama kalsium fosfat, sedikit zat besi, serabut tumbuh-tumbuhan tidak dicerna (selulosa), sangat banyak bakteri (kebanyakan bakteri mati), lepasan epitelium dari usus, sisa zat makanan lain yang tidak tercerna, dan air. Komposisinya relatif tak dipengaruhi oleh variasi dalam diet (komposisi makanan), karena fraksi besar massa feses tidak berasal dari diet (Ganong, 1995 dan Pearce, 2013). Tabel 2.1 Komposisi kira-kira feses dengan diet rata-rata (Ganong, 1995) Persentase Berat Badan Total Air 75 Padat 25 Persentase Padat Total Selulosa dan serabut lain yang tak dapat dicerna Bervariasi Bakteri 30 Materi inorganik (terutama kalsium dan fosfat) 15 Lemak dan turunan lemak 5 Juga sel mukosa dideskuamasi, mukus dan sejumlah kecil enzim pencernaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
2. Konstipasi 2.1 Definisi Penyakit dan Gejalanya Istilah konstipasi berasal dari kata Latin ‘constipare’ yang berarti „mengumpul‟. Pengertian konstipasi mencakup banyak gejala berbeda-beda yang berhubungan dengan kesulitan mengeluarkan feses (Catto-Smith, 2012). The Rome criteria II diakui sebagai definisi terstandar yang komprehensif untuk konstipasi (Wexner and Duthie, 2006), yaitu: a. Terdapat setidaknya dua dari keluhan-keluhan berikut, tanpa penggunaan laksatif selama ± 12 bulan: 1. Melakukan tekanan yang kuat pada ≥25% defekasi 2. Perasaan bahwa evakuasi feses tidak sempurna (tidak semuanya keluar) pada ≥25% defekasi 3. Feses keras atau menyerupai bentuk pelet pada ≥25% defekasi 4. Kurang dari tiga defekasi dalam seminggu b. Defekasi kurang dari dua kali dalam seminggu berdasarkan pada rutinitas setiap individu. Kriteria-kriteria di atas memenuhi definisi dari konstipasi, bahkan dengan tidak adanya gejala lainnya. Konstipasi terdiri atas dua macam, yaitu primer dan sekunder. Konstipasi primer/fungsional/idiopatik biasanya tidak diketahui penyebabnya atau disebabkan oleh penyakit khusus yang tidak dapat dijelaskan. Konstipasi sekunder/konstipasi organik disebabkan oleh suatu penyakit/kondisi lain, misalnya rendahnya asupan serat, tumor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
pada usus, obat-obatan, Multiple Sclerosis (MS), diabetes melitus, hipotiroid, ansietas, depresi, dan penyakit lainnya (Susilawati, 2010). 2.2 Siapa yang beresiko konstipasi ? Semua orang beresiko mengalami konstipasi. Bila ditinjau berdasarkan gender, wanita lebih beresiko mengalami konstipasi daripada pria. Dalam Wexner and Duthie (2006) dilaporkan bahwa prevalensi tertinggi untuk konstipasi adalah wanita, dengan perbandingan antara wanita dan pria mencapai nilai 1.01 : 1 sampai 3.77 : 1. Wanita lebih sering dilaporkan mengalami konstipasi daripada pria, dengan rasio 20.8% vs. 8.0%, p < 0.05 dan rendahnya frekuensi defekasi, dengan rasio 9.1% vs. 3.2%, p < 0.05. Hal ini dipengaruhi oleh steroid progesteron, kehamilan, dan sarapan. Wexner and Duthie (2006) menjelaskan bahwa konstipasi yang umumnya terjadi pada wanita dipengaruhi oleh menurunnya kadar steroid progesteron secara konstan yang kemungkinan menurunkan tingkat sekresi polipeptida motilin sehingga mempengaruhi pergerakan makanan di usus. Hormon motilin disekresi oleh sel enterokromatin usus yang membantu meningkatkan motilitas usus yaitu pemendekan waktu transit makanan di usus sehingga meningkatkan pula frekuensi defekasi. Pada orang dewasa, motilin diproduksi oleh sistem endokrin (Rochsitasari, 2011). Wanita selama masa kehamilan mengalami konstipasi karena perubahan hormon atau uterus yang menjadi semakin berat sehingga menekan usus. Pengaruh dari mengabaikan/melupakan sarapan terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
timbulnya konstipasi berkorelasi kuat pada wanita karir di Jepang dan gejala-gejalanya sudah tampak pada usia remaja (Kunimoto et al., 1998 dalam Catto-Smith, 2012). Selain itu, hasil observasi dari Fujiwara dan Nakata (2010) dalam Catto-Smith (2012) menunjukkan korelasi positif antara mengabaikan sarapan dan konstipasi pada pelajar-pelajar perempuan di Jepang. 2.3 Penyebab Konstipasi Faktor-faktor penyebab konstipasi (etiologi) (Parker and Parker, 2002; Sherwood, 2011), antara lain adalah: a) Kurang serat dalam makanan Makanan yang rendah serat menghasilkan feses yang kurang bermassa, konsistensi feses rendah, dan feses lebih susah dikeluarkan (Wexner and Duthie, 2006). b) Kurang cairan yang masuk ke dalam tubuh Cairan seperti air dan jus menambah efek cahar (cair) di kolon dan memberi massa pada feses, sehingga pergerakan feses di dalam usus menjadi lebih lembut dan feses mudah dikeluarkan. Orang-orang yang mengalami konstipasi sebaiknya minum air atau jus secukupnya, sekitar 8 gelas per hari (Parker and Parker, 2002). c) Kurang beraktivitas atau kurang berolahraga Konstipasi
sering
terjadi
setelah
seseorang
mengalami
kecelakaan atau selama sakit dimana harus berbaring di tempat tidur dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
tidak dapat beraktivitas. Namun, para dokter belum mengetahui hubungannya dengan tepat (Parker and Parker, 2002). d) Pengaruh obat-obatan Obat-obatan penghilang rasa sakit (khususnya narkotik-obat penenang syaraf) dan antasida untuk penderita epilepsi dapat memperlambat perjalanan dan pergerakan feses (Parker and Parker, 2002). Selain itu, obat-obatan seperti anticholinergics juga dapat menyebabkan konstipasi dengan cara menghambat sinyal atau isyarat dari saraf, sehingga melemahkan koordinasi otot pada kolon (Wexner and Duthie, 2006). e) Perubahan dalam kehidupan seperti kehamilan, penuaan, dan perjalanan Selama kehamilan, wanita mengalami konstipasi karena 1) terjadi perubahan hormon, 2) terjadi gangguan pada kelenjar endokrin, atau 3) rahim menjadi berat sehingga menekan usus. Penuaan juga mengakibatkan ketidakaturan pada usus karena metabolisme yang melambat sehingga menurunkan aktivitas usus dan kekuatan otot. Selain itu, berkurangnya jumlah gigi pada lansia menyebabkan lansia cenderung mengonsumsi makanan yang lembut dan rendah serat (Parker and Parker, 2002). Perjalanan juga merupakan penyebab konstipasi. Hal ini dikarenakan adanya perubahan pada pola makan normal dan rutinitas sehari-hari. Sebuah studi telah dilakukan tentang pengaruh perjalanan menyebrangi Samudera Atlantik terhadap kebiasaan defekasi pada 77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
orang; 40 di antaranya wanita. Studi tersebut menyimpulkan bahwa perjalanan dapat menyebabkan perubahan pada defekasi karena terdapat perbedaan yang signifikan di antara subyek penelitian. Menurut para peneliti, pengaruh perjalanan terhadap penurunan frekuensi defekasi berkorelasi dengan jetlag, perubahan aktivitas fisik dan makanan, serta efek normal dari sebuah perjalanan (dengan pesawat) (Parker and Parker, 2002; Wexner and Duthie, 2006). f) Perubahan motilitas kolon karena emosi Pada beberapa individu, stres dapat menurunkan motilitas dan menyebabkan konstipasi (Silverthorn, 2013). g) Penyalahgunaan laksatif Penyalahgunaan
laksatif
menyebabkan
kolon
mulai
mengandalkan laksatif untuk merangsang defekasi dimana isi perut tidak bergerak jika tanpa bantuan laksatif. Semakin lama, laksatif dapat merusak sel-sel saraf pada kolon sehingga menghambat kemampuan alami kolon untuk berkontraksi. Namun, peran laksatif yang diklaim merusak saraf pada usus masih diragukan (Parker and Parker, 2002; Wexner and Duthie, 2006). h) Mengabaikan keinginan untuk berdefekasi Orang-orang
yang
biasa
mengabaikan
dorongan
untuk
berdefekasi, pada akhirnya dapat berhenti merasakan dorongan tersebut sehingga kemudian menyebabkan konstipasi. Alasan orang-orang menunda atau mengabaikan dorongan untuk berdefekasi antara lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
karena: mereka lebih suka (nyaman) menggunakan toilet rumah untuk berdefekasi, stres atau emosi dengan kesibukannya (memiliki pekerjaan lebih dari satu), dan khusus untuk anak-anak, mereka stres dengan aturan-aturan penggunaan toilet atau mereka tidak ingin menyela permainannya. Ketika feses tertahan di dalam kolon, penyerapan air terus berlanjut sehingga feses menjadi kering dan keras sehingga sulit untuk dikeluarkan (Parker and Parker, 2002; Wexner and Duthie, 2006; Silverthorn, 2013). i) Penyakit/kelainan/gangguan tertentu Penyakit yang berhubungan dengan sistem syaraf pusat seperti Multiple Sclerosis (MS) dan cedera jalur-jalur saraf yang terlibat dapat menyebabkan konstipasi karena terjadi gangguan transmisi informasi untuk refleks berdefekasi. Selain itu, gangguan pada kolon, rektum, dan anus juga dapat mengakibatkan konstipasi (Parker and Parker, 2002; Wexner and Duthie, 2006; Sherwood, 2011). 2.4 Pengobatan Konstipasi Pengobatan dan/atau pencegahan konstipasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Asupan serat dalam makanan Makanan yang mengandung serat dengan ketentuan 20-35 gram/hari membantu memberi bentuk dan massa pada feses. Makanan yang mengandung serat tinggi antara lain: kacang-kacangan, gandum utuh, buah-buahan segar, sayuran seperti asparagus, kol, dan wortel serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
suplemen serat (bran, psyllium, metilselulosa atau polikarbofil) (Lembo et al., 2003 and Locke et al., 2000 dalam Catto-Smith, 2012). Menurut Greenberger and Weisman (2009), kopi merupakan salah satu minuman tinggi serat yang disarankan untuk dikonsumsi ketika mengalami konstipasi selama masa kehamilan. b) Perubahan gaya hidup Gaya hidup seperti minum cukup air, olahraga teratur, dan berusaha untuk tidak mengabaikan dorongan untuk berdefekasi dapat mengobati konstipasi (Parker and Parker, 2002). c) Penggunaan laksatif Bagi kebanyakan orang yang jarang mengalami konstipasi tidak membutuhkan laksatif. Namun, bagi mereka yang telah membuat perubahan gaya hidup dan tetap mengalami konstipasi, para dokter merekomendasikan laksatif atau enema dengan batas waktu tertentu. Pengobatan tersebut dapat membantu melatih kembali gerakan pada usus yang kronis dan lamban. Dokter perlu menetapkan kapan pasien membutuhkan laksatif dan jenis yang terbaik. Laksatif dikonsumsi melalui mulut dan tersedia dalam bentuk cair, tablet, permen karet, bubuk, dan granula. Dalam Parker and Parker (2002) dijelaskan bahwa laksatif tersebut bekerja dengan cara yang berbeda-beda, yaitu: 1) Laksatif yang bekerja untuk memberi bentuk massa pada feses umumnya dianggap paling aman tetapi dapat mengganggu absorpsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
beberapa obat. Nama dagang laksatif ini yaitu Metamucil®, Citrucel®, Konsyl®, dan Serutan®. 2) Beberapa stimulan menyebabkan konstraksi otot pada usus menjadi lebih beritme. Nama dagang laksatif ini yaitu Correctol®, Dulcolax®/Bisacodyl, Purge®, Feen-A-Mint®, dan Senokot®. 3) Pelunak feses memberikan kelembapan pada feses dan mencegah dehidrasi. Penggunaan laksatif jenis ini sering direkomendasikan setelah kelahiran atau pembedahan. Nama dagang laksatif ini yaitu Colace®, Dialose®, dan Surfak®. 4) Minyak pelumas feses memungkinkan feses untuk bergerak lebih mudah di sepanjang usus halus, seperti minyak mineral. 5) Laksatif asin bekerja seperti spons yaitu menarik air ke dalam kolon sehingga feses lebih mudah dikeluarkan. Nama dagang laksatif ini yaitu Milk of Magnesia®, Citrate of Magnesia®, dan Haley‟s M-O®. d) Bulking agents Jenis-jenis bulking agents adalah psilium, metilselulosa, dan polikarbofil. Bulking agents ini bekerja melalui penambahan serat pada tinja (Wexner and Duthie, 2006). Wexner and Duthie (2006) menjelaskan bahwa salah satu langkah pengobatan disarankan oleh dokter terhadap pasien konstipasi adalah menggunakan buku harian tentang kebiasaan berdefekasi yang mencakup catatan frekuensi defekasi dan konsistensi feses.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
3. Laksatif Laksatif adalah obat-obatan yang dapat menyembuhkan konstipasi yaitu dengan memfasilitasi defekasi. Laksatif meningkatkan kadar cairan dalam usus dan secara langsung maupun tidak langsung (oleh karena akumulasi cairan) merangsang pergerakan dalam usus. Berikut adalah beberapa pengelompokkan laksatif. Pengelompokkan berdasarkan unsur kimia (gula dan gula alkohol, polisakarida yang tidak terserap, asam empedu, asam lemak hidroksida, garam inorganik, molekul dengan struktur anthranoid, turunan dipenilmetana), tempat kerjanya (usus halus, usus besar, seluruh bagian usus), cara kerjanya (pembentuk massa, pelumas, osmotik, stimulan, kombinasi beberapa cara kerja), intensitas efek (laksatif/pencahar, pembersih usus), atau asalnya (alamiah, sintetis). Tempat kerja laksatif merupakan kriteria penting, karena konstipasi umumnya adalah masalah pada usus besar sehingga laksatif seharusnya bekerja lebih dominan pada usus besar. Namun, sesungguhnya laksatif bekerja pada beberapa bagian usus dan dapat memberikan efek pada sekresi cairan pada satu tempat dan merangsang pergerakan pada bagian lainnya. Laksatif sangat efektif untuk meningkatkan massa feses dengan mempertahankan kadar air pada feses. Berikut adalah tabel 2.2 tentang dosis dan mula kerja laksatif alamiah maupun sintetis (Capasso and Gaginella, 1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
Tabel 2.2 Dosis dan mula kerja laksatif alami dan sintetis Jenis laksatif Laksatif alami Antraquinnon Minyak jarak Bran (Dedak) Psyllium Garam magnesium Sodium fosfat Minyak mineral Laksatif sintetis Fenolftalein Bisakodil Dantron Garam dioktil sulfosuksinat Sorbitol Laktulosa Metilselulosa Polietilen glikol
Rerata dosis dewasa (oral)
Mula kerja (jam)
250 mg 15 - 60 ml 20 g 4 - 30 g 2 - 30 g 4-8g 15 - 45 ml
6 - 12 2-6 12 - 72 12 - 72 0.5 - 3 0.5 - 3 6-8
60 - 100 mg 30 mg 75 - 150 mg 50 - 500 mg 20 - 50 g 15 - 60 mg 4-6g 3L
6-8 6-8 6 - 12 24 - 72 24 - 48 24 - 48 12 - 72 1
Laksatif umumnya dipelajari dengan menggunaan hewan coba (in vivo) seperti tikus, mencit, marmut dan kelinci. Uji in vivo secara sederhana dilakukan dengan cara mengisolasi hewan coba pada kandang individu dan mengobservasi konsistensi feses (cair atau padat) (Capasso and Gaginella, 1997). Tabel 2.3 Derajat rekomendasi American College of Gastroenterology (ACG), onset kerja, dosis, dan efek samping dari terapi farmakologis konstipasi (Vasanwala, 2009 dalam Sianipar, 2015) Mula Golongan/Obat Dosis Efek Samping Kerja Laksatif stimulan Derivat 6-12 jam 5-10 mg/hari sampai Kram perut, diphenylmethane 3 kali seminggu; 10 flatulens, rasa (seperti Dulcolax) mg/hari per rektal terbakar pada rektal dengan bentuk suppository
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
4. Kopi Robusta Manggarai 4.1 Sejarah Pada zaman tanam paksa (1830-1880), jenis kopi yang ditanam di Indonesia hanya Arabika. Kopi Arabika ditanam dari gunung hingga pantai. Pada tahun 1880, muncul wabah karat daun (Hemileia vastatrix) yang merusak kondisi kopi Arabika di dataran rendah. Dari wabah ini diketahui bahwa kopi Arabika rentan terhadap penyakit terutama jika ditanam di dataran rendah. Lalu didatangkan jenis kopi baru yaitu kopi Liberika namun kurang produktif. Kemudian didatangkan lagi jenis kopi baru yaitu kopi Robusta. Robusta mampu tumbuh di dataran rendah, bahkan hingga 400 m dpl serta tahan terhadap penyakit. Sejak itu, kebanyakan kopi yang dibudidayakan di Indonesia adalah kopi Robusta dengan dominasi sekitar 80% (Dityo, 2015). Kopi Robusta sebagian besar diproduksi di Vietnam, Indonesia, dan Cote d‟Ivoire (Preedy, 2015). Kopi dari Manggarai dikenal dengan bahasa lokalnya yaitu kopi tuang (kopi tuan). Kopi Robusta (Coffea canephora) dari Manggarai Timur dinobatkan sebagai kopi terbaik di Indonesia tahun 2015 dengan perolehan nilai 89.03 (Ningtyas, 2015). Dari enam kecamatan yang ada di Manggarai Timur, semuanya memiliki lahan kopi. Areal terluas ada di Kecamatan Poco Ranaka, yaitu 2.365,65 hektar, ditanami kopi jenis Robusta (Oktora dan Dewanto, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
4.2 Taksonomi Kopi Robusta Klasifikasi botani Kopi Robusta (Preedy, 2015), sebagai berikut: Kingdom
:Plantae
Class
:Dicotyledoneae
Order
:Rubiales
Family
:Rubiaceae
Genus
:Coffea
Species
:Coffea canephora
4.3 Morfologi Kopi Robusta Tanaman kopi Robusta dapat tumbuh hingga tinggi 10 m dan memiliki akar tunggang serta terdapat beberapa akar lebar. Akar kopi Robusta lebih dekat ke permukaan tanah. Pada akar lebar tersebut tumbuh rambut akar, bulu-bulu akar, dan tudung akar. Pada batang kopi terdapat lima jenis cabang yaitu cabang primer (plagiotrop), cabang sekunder, cabang reproduksi (orthotrop), cabang balik, dan cabang kipas (Preedy, 2015 dan Panggaean, 2011). Daun kopi tersusun secara berdampingan di ketiak batang, cabang, dan ranting. Setiap pasangan daun tersusun saling menyilang terhadap pasangan daun berikutnya. Permukaan daun mengkilap, berombak, dan tulang daun menonjol. Daun kopi Robusta berwarna hijau agak terang dan bertekstur lebih tebal dibandingkan dengan daun kopi Arabika. Bunga kopi terbentuk pada akhir musim hujan dan akan menjadi buah hingga siap petik pada awal musim kemarau. Setelah penyerbukan, setiap ketiak daun akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
menghasilkan 2-4 kelompok bunga, yang masing-masing kelompok menghasilkan 4-6 kuntum bunga, sehingga pada setiap ketiak daun terdapat 8-24 kuntum bunga. Kuntum bunga berukuran kecil dan tersusun dari kelopak, mahkota, benang sari, tangkai putik, dan bakal buah (Preedy, 2015 dan Panggaean, 2011).
Gambar 2.1 Morfologi tanaman kopi Robusta (Coffea canephora). Sumber: http://prgdb.crg.eu Buah kopi membutuhkan waktu setahun agar dapat dipanen. Buah kopi mentah berwarna hijau muda lalu berubah menjadi hijau tua, kuning, dan berwarna merah atau merah tua ketika sudah matang (ripe). Panjang buah kopi Robusta sekitar 8-16 mm. Buah kopi terdiri atas dua bagian yaitu pericarp dan biji kopi. Pericarp tersusun atas (1) kulit (epicarp atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
exocarp), lapisan monoseluler berlapiskan substansi menyerupai lilin yang melindungi buah; biasanya merah, pink gelap, atau kuning; (2) pulpa/daging buah (mesocarp); berdaging, berlendir, dan mengandung senyawa gula yang rasanya manis; dan (3) kulit tanduk endocarp, lapisan tipis dan keras. Lalu biji kopi tersusun atas (1) kulit biji atau perisperm atau spemoderm (dikenal juga sebagai silverskin), yaitu mantel biji dengan kandungan utamanya adalah polisakarida, khususnya selulosa dan hemiselulosa, serta monosakarida, protein, polifenol, mineral dan senyawa mikro lainnya, selain itu, di sini juga terdapat asam klorogenik, lemak, dan kafein yang memberikan karakteristik rasa dan aroma pada kopi ; (2) dua biji yang berbentuk elips atau seperti telur yang mengandung endosperm; dan (3) embrio (Preedy, 2015; Kingston, 2015, dan Panggabean, 2011).
(a)
(b)
Gambar 2.2 a) Struktur buah kopi Robusta (Preedy 2015) dan b) Morfologi biji kopi Robusta (Panggabean, 2011)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
Karakteristik biji kopi Robusta menurut Panggabean (2011) adalah sebagai berikut: biji kopi agak bulat, lengkungan biji lebih tebal dibandingkan dengan jenis Arabika, dan garis tengah (parit) dari atas ke bawah hampir rata. 4.4 Kandungan Senyawa Kopi Kopi Robusta memiliki rasa yang kuat dan asam atau pahit. Kopi Robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi daripada kopi Arabika. Selain itu, juga terdapat antioksidan alami berupa asam klorogenik dalam kadar yang tinggi. Asam klorogenik dihasilkan sendiri oleh kopi sebagai bentuk mekanisme proteksi terhadap hama dan penyakit. Mineral yang terkandung dalam daging buah kopi antara lain abu, Ca, P, Fe, Na, K, Mg, Zn, Cu, Mn, dan B. Buah kopi yang telah matang mengandung komponen zat seperti disajikan pada tabel 2.4 di bawah ini (Panggabean, 2011): Tabel 2.4 Komposisi kandungan zat dalam buah kopi matang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Komponen Air Serat Gula Tanin Mineral Lemak dan resin Senyawa volatile Lain-lain
Jumlah (%) 42,66 27,44 9,46 8,56 3,77 1,18 0,11 6,82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
Tabel 2.5 Komposisi kimia biji kopi Robusta (Coffea canephora) antara sebelum dan sesudah disangrai per 100 gram berat kering (Preedy, 2015) Komponen Polisakarida Sukrosa Lipid Protein Asam amino Asam alipatik Asam klorogenik Kafein Trigonelin Mineral (terutama potasium) Senyawa volatile Air Melanoid
Sebelum disangrai 46.9-48.3 0.9-4.8 8-12 8.5-12 0.2-0.8 1.3-2.2 7.1-12.1 1.7-2.4 0.3-0.9 3-5.4 sedikit 8-12 -
Sesudah disangrai 42.0 0 11.0 7.5 0 1.6 3.8 2.4 0.7 4.7 0.1 0-5 23
Proses kopi pascapanen akan memberikan efek terhadap komponen-komponen dalam kopi. Setelah proses pascapanen, komposisi dan konsentrasi asam klorogenik berubah. Selain itu, total polisakarida menjadi lebih baik terekstraksi dan kandungan lipid meningkat setelah proses pengolahan kopi basah (wet process). Namun, proses kopi pascapanen tidak memberikan efek perubahan terhadap kandungan kafein (Preedy, 2015). 4.5 Pengolahan Kopi Manggarai Kopi Manggarai diproses dengan metode yang sangat umum ditemukan di Indonesia yaitu metode giling basah (semi wet/semi washed method). Setelah dipetik, biji kopi ditumbuk sambil dicampur air untuk memisakan kulit dan biji kopi. Setelah itu, biji kopi dijemur selama 4 hari. Kopi selanjutnya ditumbuk kembali untuk membersihkan biji kopi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
menghilangkan kulit tanduknya. Biji kopi disangrai dengan metode dark roasting, yaitu disangrai dengan api sedang pada kompor atau tungku hingga biji kopi berwarna hitam serta mudah dikunyah. Biji kopi didinginkan hingga suhu ruangan lalu digiling dengan alat giling atau ditumbuk dengan lumpang dan alu berukuran besar hingga diperoleh tekstur bubuk kopi yang diinginkan (Masdakaty, 2015). 4.6 Penyeduhan Kopi Air yang digunakan untuk menyeduh kopi adalah air bersih dan segar yang dididihkan hingga suhu 93-950C, lalu diseduhkan ke dalam bubuk kopi selama 3-5 menit. Bubuk kopi akan muncul ke permukaan membentuk kerak. Ketika waktu penyeduhan telah selesai, digunakan sendok bersih untuk memecahkan kerak tersebut (Kingston, 2015). Masyarakat Manggarai biasanya menyeduh kopi dengan air mendidih. Air mendidih dituangkan ke dalam gelas yang telah berisi 1 hingga 1 ½ sdm (tergantung selera) bubuk kopi lalu diaduk-aduk. Kopi dapat diminum ketika masih panas atau ketika sudah hangat. Selesai menikmati kopi, gelasnya (umumnya gelas kaca bening) ditelungkupkan sehingga ampas kopi yang mengendap di dasar gelas akan meninggalkan jejak seperti garis-garis kopi pada dinding gelas. Jejak tersebut dipercaya mengandung pesan atau informasi di masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tradisi ini dikenal dengan nama toto kopi (meramal dengan kopi) (Anggo, 2016).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Gambar 2.3 Tradisi toto kopi di Manggarai (Anggo, 2016) 4.7 Konsumsi Kopi Komponen yang paling dikenal dan berpengaruh dari kopi adalah kafein. Kafein dapat membahayakan jika dikonsumsi berlebihan. Menurut SNI 01-7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian (Arwangga dkk 2016). Selain memperhatikan kandungan kafeinnya, konsumsi kopi sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat. Kortisol adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Salah satu fungsinya adalah menaikkan tekanan darah sehingga secara alami
kesiagaan
tubuh
(alertness)
mencapai
level
maksimalnya.
Konsentrasi hormon ini meningkat pada pukul 08:00-09:00, 12:00-13:00, dan 17:30-18:30. Konsumsi kopi (kafein) tidak dianjurkan pada waktu tersebut karena kesiagaan tubuh telah disuntikkan secara alamiah, “naturally caffeinating” oleh kortisol sehingga belum membutuhkan kafein.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
Waktu yang paling tepat untuk mengonsumsi kopi adalah ketika konsentrasi kortisol turun yaitu pada pukul 09:30-11:30 dan 13:30-17:00 (Miller, 2013). 4.8 Hubungan antara Konsumsi Kopi (Kafein) dan Defekasi Ketika mengonsumsi kopi, kafein diabsorpsi melalui saluran pencernaan dan dapat tinggal di dalam sistem tubuh selama empat hingga enam jam. Sesampainya di hati, kafein dipecah menjadi 3 senyawa. Paraxanthine adalah senyawa dengan jumlah paling banyak, berfungsi untuk meningkatkan pemecahan lemak dalam aliran darah. Theobromine adalah senyawa dengan jumlah sedang, berfungsi memperluas pembuluh darah dan meningkatkan produksi urin. Theophylline adalah senyawa dengan jumlah sedikit, berfungsi untuk merelaksasi otot halus pada saluran pencernaan dan pernapasan (Kingston, 2015).
Gambar 2.4 Tiga senyawa turunan dari kafein (Kingston, 2015)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
Kopi adalah minuman stimulan (perangsang). Konsumsi kopi berkafein dapat menstimulasi atau mengaktifkan pergerakan usus dan melunakkan feses, dimana efeknya 60% lebih kuat daripada air dan 23% lebih kuat daripada kopi decaf (kopi tak berkafein) pada manusia normal. Penelitian Müller et al. (2012) melaporkan bahwa konsumsi kopi espresso pascaoperasi adalah cara murah dan aman untuk mengaktifkan pergerakan usus setelah pembedahan kolon. Müller et al. mengijinkan pasien untuk melakukan treatment yaitu meminum 3 gelas kopi setiap hari (100 ml pada pukul 08:00, 12:00, dan 16:00), yang dimulai pada pagi hari setelah pembedahan dengan memperhatikan standar kualitas dan kuantitas kopi espresso (Preedy, 2015).
Elective colonic surgery Coffee consumption Activation of bowel motility
Decreace of the frequency of postoperative headache
Shortening of recovevry time
Decrease of postoperative urinary retention
Diagram 2.1 Manfaat kopi bagi kesehatan dan pengobatan penyakit (Preedy, 2015) 5. Gambir Gambir (Unicaria gambir (Hunter) Roxb) merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Sumatera dan Kalimantan (Jastra dan Atman, 2016).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
5.1 Kandungan Senyawa Kimia Gambir Ekstrak atau getah daun gambir yang telah dikeringkan merupakan produk yang dikenal sebagai gambir. Senyawa utama yang dikandung oleh gambir adalah catechin dan asam catechutannat yang merupakan sumber asam tanin alami dengan persentase masing-masing 7-33% dan 20-55%. Catechin (C15H14O6) bersifat dapat larut dalam air panas (Jastra dan Atman, 2016). 5.2 Manfaat Gambir Rebusan daun muda dan tunas gambir dapat digunakan sebagai obat diare. Gambir diketahui dapat merangsang keluarnya getah empedu sehingga dapat membantu kelancaran proses dalam perut dan usus (Jastra dan Atman, 2016). Namun, jika pemanfaatan gambir berlebihan maka mengakibatkan sembelit karena tingginya kandungan tanin (20-55%) dapat menyebabkan terabsorpsinya cairan dalam lumen usus (Ghan, 2002 dalam Sundari dan Winarno, 2010).
6. Tikus 6.1 Ciri Biologis Tikus Tikus (Rattus norvegicus) adalah hewan nokturnal, sehingga pencahayaan di dalam ruangannya perlu diatur yaitu 12 jam gelap dan 12 jam terang. Tikus memiliki sifat coprophagous, yaitu memakan fesesnya sendiri. Tikus lebih mudah beradaptasi dalam kandang individu (Syamsudin dan Darmono, 2011; Sharp and Villano, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
Tabel 2.6 Data biologi normal tikus (Syamsudin dan Darmono, 2011) No. Perihal 1. Konsumsi pakan per hari 2. Konsumsi air minum per hari 3. Bobot badan dewasa - Jantan - Betina 4. Siklus etrus (menstruasi) 5. Suhu rektal 6. Waktu transit GI 7. Volume urin
Nilai 5 g/100 gBB 8-11 ml/100 gBB 300-400 g 250-300 g 5 hari (polyetrus) 37,50C 12-24 jam 5.5 ml/100 gBB/hari
6.2 Sistem Pencernaan Penelitian tentang pencernaan dan nutrisi pada umumnya menggunakan tikus laboratorium karena menyerupai sistem pencernaan pada manusia. Sistem pencernaan pada tikus terdiri atas oropharynx, kelenjar ludah, esophagus, lambung, hati, pankreas, usus halus, usus besar, dan anus (Sharp and Villano, 2012). 6.3 Nutrisi Kebutuhan nutrisi pada tikus bervariasi tergantung pada siklus hidup omnivore, tujuan penelitian, lingkungan, status mikrobiologi, dan genetik. Nutrisi tikus terdiri atas karbohidrat, protein, mineral, vitamin, serat, lemak, dan air. Nutrisi tersebut disediakan dalam bentuk pakan standar yang biasa disebut BR2. Tikus lebih menyukai rasa manis dan asin daripada rasa pahit dan asam. Air minum diberikan secara ad libitum. Tikus dapat meminum air 1/4 hingga 1/3 bobot badan setiap hari tergantung pada kondisi suhu lingkungan tempat tinggalnya. Contohnya, pada suhu 220C tikus dapat mengonsumsi air melebihi pakan sekitar 20% dan pada suhu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
300C tikus dapat mengonsumsi air dua kali lebih banyak dari konsumsi pakan per bobot badan (Sharp and Villano, 2012). 6.4 Feses Feses tikus dapat dikumpulkan dalam pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah senyawa tertentu diekskresikan melalui saluran pencernaan. Feses dapat langsung dikumpulkan dari bagian penampung feses pada kandang metabolik. Namun, feses tersebut dapat tercampur oleh urin, rambut, dan air minum. Selain itu, tikus merupakan hewan coprophagic dan akan memakan feses langsung dari anusnya baik di kandang yang beralaskan kawat maupun sekam. Sifat ini diketahui berdampak signifikan terhadap keberadaan mikrobia usus dan nutrisi serta dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan pertambahan bobot badan tikus. Waktu paling tepat untuk mengumpulkan feses adalah di pagi hari, karena feses lebih berat atau paling banyak ketika kondisi gelap (Sukow et al., 2005). B. Penelitian yang Relevan Berikut adalah penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini: 1. “Randomized Clinical Trial on the Effect of Coffee on Postoperative Ileus Following Elective Colectomy” oleh Müller, et al. (2012). Penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi kopi espresso pascaoperasi adalah cara murah dan aman untuk mengaktifkan pergerakan usus setelah pembedahan kolon.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
2. “Efek Laksatif Jus Daun Asam Jawa (Tamarindus indica Linn.) pada Tikus Putih yang Diinduksi dengan Gambir” oleh Sundari dan Winarno (2010). Pada penelitian ini, gambir digunakan untuk memberikan efek sembelit pada tikus putih. Gambir dengan dosis 600 mg/200gBB diberikan selama 2 hari yang ditentukan berdasarkan uji pendahuluan. Gambir mengandung banyak tanin yang berkhasiat sebagai antidiare. Pemberian gambir dalam jumlah berlebihan pada tikus normal menyebabkan terabsorpsinya cairan dalam lumen usus sehingga menyebabkan sembelit. Kontrol positif yang digunakan adalah Dulcolax dengan dosis 0.26 mg/200gBB. Efek laksatif diketahui dengan menggunakan metode transit intestinal yaitu mengevaluasi apakah suatu bahan uji bersifat laksatif dengan melihat rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan coba. Kesimpulan dari penelitian ini adalah jus daun asam Jawa bersifat laksatif pada tikus putih jantan galur Wistar. 3. “Uji Khasiat Rimpang Bengle (Zingiber purpureum Roxb.) sebagai Laksansia pada Tikus Putih” oleh Nuratmi, Sundari, dan Widowati (2005). Pada penelitian di atas, efek laksatif diketahui dengan mengamati frekuensi defekasi dan konsistensi feses selama 6 jam. Tikus yang digunakan mempunyai karakterisasi feses normal. Kontrol positif adalah minyak jarak dengan dosis 1 ml/100gBB. Kesimpulan dari penelitian ini adalah rimpang bengle mempunyai khasiat sebagai laksatif pada tikus putih betina galur Wistar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
Berikut adalah gambar 2.5 yang menunjukkan kebaruan penelitian ini terhadap penelitian-penelitan relevan yang telah dilakukan.
Gambar 2.5 Bagan literature map C. Kerangka Berpikir Konstipasi merupakan gangguan pada sistem pencernaan manusia yang sering diremehkan namun bila tidak segera diatasi dapat menjadi kronis. Konstipasi lebih banyak dialami oleh wanita. Untuk mengobati konstipasi dapat ditempuh melalui terapi farmakologis dengan pencahar atau laksatif. Berdasarkan asalnya, terdapat dua jenis laksatif yaitu laksatif sintetis dan alami. Kopi adalah jenis laksatif alami karena mengandung kafein yang dapat menstimulasi pergerakan usus dan serat kasar yang dapat memberi massa pada feses. Kelebihan kopi diantaranya adalah salah satu minuman yang paling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
digemari oleh masyarakat, mudah diperoleh karena dibudidayakan di berbagai tempat, dan praktis dalam penyajiannya. Kopi Robusta Manggarai merupakan kopi berkualitas dengan kandungan kafein yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai terapi pengobatan konstipasi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Variasi Dosis Seduhan Bubuk Kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap Efek Laksatif pada Tikus Putih Betina”. Penelitian ini menggunakan 3 variasi dosis kopi yang dicobakan ke tikus putih betina. Efek laksatif kopi pada tikus putih diketahui dengan mengamati frekuensi defekasi dan konsistensi feses. Berikut adalah gambar 2.6 yang menunjukkan kerangka berpikir dalam bentuk diagram alir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
Gambar 2.6 Diagram alir kerangka berpikir D. Hipotesa 1. Pemberian variasi dosis seduhan bubuk kopi Robusta (Coffea canepora) Manggarai berpengaruh terhadap efek laksatif pada tikus putih betina. 2. Seduhan bubuk kopi Robusta (Coffea canepora) Manggarai pada dosis 0.6 g/200gBB memberikan efek laksatif paling optimum pada tikus putih betina.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni. Rancangan penelitian ini tergolong Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor. Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variasi dosis seduhan bubuk kopi Robusta Manggarai (0.15 g, 0.3 g, dan 0.6 g/200 gBB). Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu frekuensi defekasi dan konsistensi feses. Variabel kontrol/kendali yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis kopi, kondisi hewan uji (tikus putih) yang mencakup bobot badan, jenis kelamin, galur, umur, kandang, serta jenis dan volume pakan dan minuman. B. Batasan Penelitian Batasan dalam penelitian ini adalah: 1. Kopi Jenis kopi yang digunakan adalah kopi Robusta (Coffea canephora). Kopi Robusta diperoleh dari Manggarai, Flores, NTT dalam bentuk bubuk kopi. Pengolahan kopi menurut budaya di Manggarai
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
sebagai berikut: biji kopi diproses dengan metode semi-giling basah (semi wet/semi washed method), disangrai dengan metode dark roasting lalu ditumbuk atau digiling hingga diperoleh bubuk kopi dengan tekstur yang diinginkan. 2. Seduhan bubuk kopi Seduhan bubuk kopi dibuat dengan menambahkan air mendidih suhu 93-950C ke dalam bubuk kopi selama 3-5 menit. 3. Dosis kopi Dasar penetapan variasi dosis kopi adalah SNI 01-7152-2006 tentang batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman yaitu 150 mg/hari dan 50 mg/sajian. Variasi dosis kopi dibuat dengan tidak melebihi batas maksimum kafein dalam minuman per hari pada manusia yaitu 25 g, 12.5 g, dan 6.25 g. Dosis tersebut lalu dikonversikan ke dosis untuk tikus putih sehingga diperoleh variasi dosis sebagai berikut: 0.6 g, 0.3 g, dan 0.15 g/200gBB. 4. Efek laksatif Efek laksatif diketahui dengan cara menghitung frekuensi defekasi selama 6 jam setelah diberi perlakuan dan mengamati konsistensi feses. Konsistensi feses ditentukan oleh kandungan air dalam feses dengan menghitung selisih berat feses basah dengan berat feses kering (dalam %), yang dikategorikan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
normal (n) dengan kadar air 45-56 %, agak lembek (al) dengan kadar air 57-68 %, lembek (l) dengan kadar air 69-80 %, dan cair (c) dengan kadar air > 80 % (Nuratmi dkk, 2005). 5. Tikus putih Tikus putih yang digunakan adalah tikus berjenis kelamin betina, galur Wistar dengan bobot badan 100-200 g, umur 2-3 bulan. Setiap kelompok perlakuan terdiri atas 4 ekor tikus maka jumlah tikus yang digunakan adalah 20 ekor. 6. Efek sembelit Efek sembelit terhadap tikus diinduksi dengan pemberian seduhan ekstrak gambir sebanyak 600 mg/200gBB selama dua hari dan puasa minum 18 jam sebelum perlakuan. 7. Perlakuan kontrol Penelitian ini menggunakan dua kelompok kontrol yaitu kontrol positif dan negatif. Kontrol positif merupakan obat yang umumnya digunakan untuk mengobati sembelit yaitu Dulcolax dengan dosis 0.252 mg/200 gBB. Kontrol negatif yang digunakan adalah air hangat dengan dosis 5 ml/200 gBB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
C. Alat dan Bahan 1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain set kandang metabolik, timbangan analitik, gelas beker, tabung ukur, gelas arloji, corong kaca, sendok tanduk, termometer, panci, kompor, spoit, dan sonde oral. 2. Bahan a. Hewan uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih betina galur Wistar, umur 2-3 bulan dengan bobot badan 100-200 gram yang diperoleh dari Lembaga Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Unit IV, UGM, Yogyakarta. b. Bahan induksi sembelit Ekstrak gambir adalah getah daun gambir yang telah dikeringkan. Ekstrak gambir diperoleh dari industri rumah tangga milik Candra Alfamedya di Karangsari, Gang Kenanga, No.267, RT 46/RW 05, Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta. c. Bahan uji Bahan uji yang digunakan adalah bubuk kopi Robusta yang diperoleh dari Manggarai, Flores, NTT. Bubuk kopi Robusta tersebut secara khusus telah diolah oleh masyarakat Manggarai sendiri untuk mempertahankan
kekhasannya.
pengolahan kopi tersebut.
Peneliti
tidak
terlibat
dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
d. Bahan kontrol Kontrol positif adalah Dulcolax yang diperoleh dari Apotek Farmasi, Universitas Sanata Dharma. Kontrol negatif berupa air hangat suhu 400C. D. Cara Kerja Penelitian dimulai pada tanggal 24 Maret-12 April 2017 di Laboratorium Hayati Imuno, Fakultas Farmasi, Kampus III Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 1. Tahap Persiapan a. Pengajuan Ethical Clearance Ethical clearance (keterangan kelayakan etika) merupakan surat yang menyatakan bahwa penelitian telah memenuhi prinsipprinsip dasar kesejahteraan hewan coba. Penelitian ini telah mendapatkan
persetujuan
dari
Komisi
Ethical
Clearance,
Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tanggal 22 Maret 2017 (Lampiran V). b. Penentuan Dosis Kopi dan Konversi Dosis Variasi dosis kopi yang diberikan kepada manusia adalah 25 g, 12.5 g, dan 6.25 g/50 kgBB/hari. Penentuan dosis yang diberikan ke tikus didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Rumus 4.1 Konversi dosis manusia 70 kg ke dosis tikus 200 g Dosis manusia 50 kg = 12.5 g/hari (dosis perlakuan kelompok 2) Untuk manusia 70 kg =
x 12.5 g = 17.5 g/hari
Untuk tikus 200 g = 17.5 g/hari x 0.018 = 0.315/200gBB= 0.3 g/200gBB Keterangan: Berat badan manusia standar Internasional
= 70 kg
Berat badan manusia standar Indonesia
= 50 kg
Berat badan tikus
= 200 g
Faktor konversi dari manusia ke tikus g
= 0.018
Jadi, variasi dosis bubuk kopi Robusta Manggarai yang diberikan ke tikus putih adalah 0.15 g, 0.3 g, dan 0.6 g/200gBB dengan konsentrasi kafein secara berurutan adalah 0.6 mg, 1.2 mg, dan 2.4 mg.
c. Penetapan Konsentrasi Seduhan Peroral Dasar penetapan konsentrasi seduhan untuk gambir, kopi Robusta, dan Dulcolax, diperoleh melalui rumus sebagai berikut: Rumus 4.2 Konsentrasi seduhan
D x BB = C X V C = (D x BB)/V
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
Keterangan: D = dosis seduhan, g/gBB BB = bobot maksimum tikus, gBB C = konsentrasi seduhan, g/ml V = volume pemberian seduhan peroral, ml Volume dosis peroral untuk setiap tikus berbeda-beda bergantung pada bobotnya. Perhitungan volume dosis peroral/tikus adalah sebagai berikut: Rumus 4.3 Volume seduhan peroral V=(
) x vol. seduhan peroral yang telah ditetapkan (ml)
V=(
) x vol. seduhan peroral yang telah ditetapkan (ml)
d. Adaptasi Hewan Coba Tikus putih betina (Ratus norvegicus) sebanyak 20 ekor diadaptasi selama 10 hari yaitu sejak tanggal 24 Maret - 3 April 2017. Satu ekor tikus putih ditempatkan pada satu kandang metabolik yang telah dilabeli dengan kode RAL (Lampiran IV, no.8). Selama masa adaptasi, tikus diberi 20 g BR2/ekor/hari dan air minum RO di setiap pagi hari. BR2 merupakan jenis pakan standar yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tikus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
e. Induksi Gambir Induksi gambir dilakukan dua hari sebelum diberikan perlakuan bahan uji. Peneliti menimbang berat feses tikus (terhitung sejak pukul 12:30-08:30 WIB) terlebih dahulu untuk memperoleh data kondisi feses normal. Hal ini dilakukan karena pada pukul 12:00 tikus diinduksi dengan ekstrak gambir lalu di hari ketiga pada pukul 09:30 diberikan perlakuan bahan uji. Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui efek sembelit dengan membandingkan kondisi feses sebelum dan sesudah diinduksi gambir dalam rentang waktu yang sama. Tahap-tahap induksi gambir antara lain: 1) Penimbangan bobot setiap tikus 2) Perhitungan volume dosis peroral/tikus Volume dosis peroral untuk seduhan ekstrak gambir adalah 5 ml. 3) Pelabelan spoit-spoit berdasarkan volume dosis peroral 4) Penyeduhan gambir Hasil perhitungan konsentrasi untuk seduhan ekstrak gambir berdasarkan rumus 4.2 adalah 600 mg ekstrak gambir diseduh dalam 5 ml air mendidih. Penyeduhan (lama ekstraksi) dilakukan selama 8 menit agar diperoleh kadar tanin maksimum. Setelah 8 menit, dilakukan penyaringan dengan kain saring untuk memisahkan ampas gambir. Hal ini dilakukan agar seduhan dapat masuk ke dalam spoit dan sonde oral yang akan digunakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
Seduhan didiamkan hingga suhu 400C kemudian dimasukkan ke dalam spoit-spoit yang telah dilabeli. 5) Seduhan gambir diberikan kepada tikus secara oral menggunakan sonde oral yang dipasangkan pada spoit setiap pukul 12:00 WIB. Pemberian oral dilakukan selama 1 menit untuk 1 ekor tikus. 6) Pada hari kedua, setelah diberikan seduhan ekstrak gambir, tikus juga dipuasakan yaitu dengan tidak memberi minum selama 18 jam terhitung sejak pukul 15:30-09:30. Tikus tetap diberi pakan BR2. Hal ini merupakan perlakuan tambahan untuk mengurangi asupan cairan sehingga tikus mengalami sembelit.
2. Tahap Pemberian Bahan Uji Sebelum pemberian bahan uji, peneliti memastikan bahwa tikus sedang mengalami sembelit dengan cara membandingkan berat feses tikus di pagi hari (terhitung sejak pukul 12:30-08:30 WIB) antara sebelum dan sesudah diinduksi seduhan ekstrak gambir selama dua hari. Penurunan berat feses di pagi hari berkorelasi dengan berkurangnya frekuensi defekasi pada tikus. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa tikus sedang mengalami konstipasi (sembelit). Penelitian ini menggunakan 4 ulangan hewan coba sehingga diperlukan 4 hari untuk memberikan bahan uji untuk setiap ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 5 ekor, yang merupakan perwakilan dari kelima kelompok perlakuan yaitu kelompok dosis kopi Robusta maksimum,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
medium, dan minimum serta kontrol positif (Dulcolax) dan negatif (air hangat). Tahap-tahap pemberian bahan uji sebagai berikut: a. Penimbangan bobot setiap tikus b. Perhitungan volume dosis peroral/tikus Dosis tertinggi kopi Robusta Manggarai yaitu 0.6 g/200gBB, diberikan kepada tikus peroral dengan volume maksimum yaitu 5 ml. Dosis kedua yaitu 0.3 g/200gBB, diberikan kepada tikus dengan membagi 2 nilai volume dosis maksimum sehingga diperoleh volume dosis peroral yaitu 2.5 ml. Dosis ketiga yaitu 0.15 g/200gBB, diberikan kepada tikus dengan membagi 4 nilai volume dosis maksimum sehingga diperoleh volume dosis peroral yaitu 1.25 ml. Dulcolax dan air hangat diberikan kepada tikus dengan volume dosis peroral adalah 5 ml. c. Pelabelan spoit-spoit berdasarkan volume dosis peroral d. Tikus dipuasakan yaitu dengan tidak memberi pakan selama 1 jam sebelum pemberian bahan uji. e. Air sebanyak 1000 ml direbus hingga mendidih. Air ini digunakan untuk membuat seduhan kopi dan Dulcolax serta didiamkan hingga suhu 400C untuk kontrol negatif. f. Penyeduhan kopi Robusta Manggarai Penyeduhan dilakukan untuk dosis tertinggi saja. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pembagian volume dosis peroral untuk ketiga kelompok dosis kopi Robusta Manggarai. Hasil perhitungan konsentrasi untuk seduhan bubuk kopi Robusta pada dosis tertinggi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
berdasarkan rumus 4.2 adalah 0.6 g bubuk kopi Robusta diseduh dalam 5 ml air yang nilainya setara dengan 6 g bubuk kopi Robusta diseduh dalam 50 ml air mendidih (93-950C). Dari hasil penyeduhan ini diambil tiga variasi volume dosis peroral kopi Robusta Manggarai yaitu 5 ml, 2.5 ml, dan 1.25 ml. Penyeduhan (lama ekstraksi) dilakukan selama 5 menit lalu dilakukan penyaringan dengan kain saring untuk memisahkan ampas kopi. Hal ini dilakukan agar seduhan dapat masuk ke dalam spoit dan sonde oral yang akan digunakan. Seduhan didiamkan hingga suhu 400C kemudian dimasukkan ke dalam spoit-spoit yang telah dilabeli. g. Melarutkan Dulcolax Dulcolax dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan mortar. Hasil perhitungan konsentrasi untuk seduhan Dulcolax berdasarkan rumus 4.2 diperoleh 0.252 mg Dulcolax diseduh dalam 5 ml air mendidih. Dulcolax dilarutkan selama 5 menit kemudian didiamkan hingga suhu 400C lalu dimasukkan ke dalam spoit-spoit yang telah dilabeli. h. Sebanyak 5 ml air mendidih suhu 400C dimasukkan ke dalam spoit untuk kontrol negatif. i. Seduhan bubuk kopi Robusta Manggarai, Dulcolax, dan air hangat diberikan kepada tikus secara oral menggunakan sonde oral yang dipasangkan di ujung spoit pada pukul 09:30-11:30 WIB. Pemberian oral dilakukan selama 1 menit untuk 1 ekor tikus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
3. Tahap Pengambilan Data a. Pengamatan frekuensi defekasi Frekuensi defekasi diamati selama 6 jam terhitung dari waktu pemberian seduhan bahan uji. Berikut adalah lembar pengambilan data frekuensi defekasi pada tikus:
Tabel 3.1 Lembar pengambilan data frekuensi defekasi tikus putih Hari, tanggal: Tikus 1 Waktu perlakuan:--:-Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
Tikus 2 Waktu perlakuan:--:-Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
Tikus 3 Waktu perlakuan:--:-Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
Tikus 4 Waktu perlakuan:--:-Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
Tikus 5 Waktu perlakuan:--:-Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
Dst ∑ berat basah feses=
∑ berat basah feses=
∑ berat basah feses=
∑ berat basah feses=
∑ berat basah feses=
∑ berat kering feses=
∑ berat kering feses=
∑ berat kering feses=
∑ berat kering feses=
∑ berat kering feses=
b. Pengamatan konsistensi feses Konsistensi feses ditentukan oleh kandungan air dalam feses dengan menghitung selisih berat feses basah dengan berat feses kering (dalam %), yang dikategorikan sebagai:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
normal (n) dengan kadar air 45-56 % agak lembek (al) dengan kadar air 57-68 % lembek (l) dengan kadar air 69-80 % cair (c) dengan kadar air > 80 % Feses tikus yang dikeluarkan setiap defekasi ditimbang berat basahnya lalu dikeringkan selama 19 jam terhitung sejak pukul 16:0011:00 pada suhu 24.9 - 28.4 0C. Berikut adalah lembar pengambilan data konsistensi feses: Tabel 3.2 Lembar pengambilan data konsistensi feses tikus putih
Kelompok Dosis
Total berat feses basah dr ke-4 tikusA
Total berat feses kering dr ke-4 tikus -B
(gram)
(gram)
Kadar air feses-C (A-B) (gram)
Kadar air yg hilang (%)
Ket.*
(C/A x 100 %)
0.15 g/200gBB 0.3 g/200gBB 0.6 g/200gBB Dulcolax Akuades
*Ket. diisi dengan kategori konsistensi feses E. Metode Analisa Data Data frekuensi defekasi dianalisis menggunakan uji statistik. Data tersebut diuji dengan metode Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui kenormalan distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian antar kelompoknya sebagai syarat analisis parametrik. Apabila data terdistribusi normal dan homogen
maka dapat dilanjutkan dengan analisis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
variansi pola searah (ANOVA one way) dengan taraf kepercayaan 95% dan tingkat signifikan ( ) 0.05 untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Hipotesis terhadap uji Anova yaitu Ho: tidak ada perbedaan nilai frekuensi defekasi antar kelompok perlakuan dan Hi: ada perbedaan nilai frekuensi defekasi antar kelompok perlakuan. Data terbukti signifikan bila probabilitas (sig) < 0.05 dan Hi diterima. Data terbukti tidak signifikan bila probabilitas (sig) > 0.05 dan Ho diterima. Jika data terbukti signifikan maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat perbedaan tiap kelompok. Namun, bila data tidak signifikan maka analisis data dicukupkan hingga uji ANOVA one way saja (Siregar, 2014). F. Rancangan Pemanfaatan Hasil Penelitian dalam Pembelajaran Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dalam pembelajaran SMA/MA kelas XI semester II yaitu pada materi “Gangguan Sistem Pencernaan Makanan Manusia” dalam bentuk kegiatan menganalisis artikel penelitian secara berkelompok. Output dari kegiatan pembelajaran tersebut adalah siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah dan sosial, serta mampu menganalisis artikel penelitian yang disajikan dalam bentuk worksheet.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pra penelitian menunjukkan bahwa induksi gambir dua hari sebelum perlakuan belum memberikan efek sembelit yang optimal pada tikus. Berat feses tikus (berkorelasi dengan frekuensi defekasi) yang ditimbang pada pagi hari antara sebelum diinduksi gambir dan dua hari setelah diinduksi gambir tidak berbeda jauh. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya konsumsi air oleh tikus yang dibuktikan oleh volume air pada botol minum yang cepat berkurang. Menurut Sharp and Villano (2012), tikus dapat meminum air 1/4 hingga 1/3 bobot badan setiap hari. Jika suhu lingkungannya meningkat maka konsumsi air juga semakin meningkat bahkan dapat melebihi konsumsi pakan per bobot badan. Berdasarkan teori tersebut, peneliti akhirnya memutuskan untuk mengurangi konsumsi air pada tikus selama 18 jam sebelum perlakuan untuk memberikan efek sembelit. Selain itu, penentuan pengurangan konsumsi air ini juga dilandasi teori dari Parker and Parker (2002) yang menyatakan bahwa salah satu penyebab konstipasi adalah kurangnya cairan yang masuk ke dalam tubuh. Berikut adalah kondisi feses sebelum dan sesudah diinduksi gambir yang diamati pada rentang waktu yang sama.
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
Gambar 4.1 Kondisi feses tikus putih betina sebelum diinduksi gambir. Feses tampak basah, berukuran besar, dan banyak.
Gambar 4.2 Kondisi feses tikus putih betina setelah diinduksi gambir selama 2 hari dan puasa minum 18 jam sebelum perlakuan. Feses tampak kering, berukuran kecil, dan sedikit.
A. Hasil 1. Frekuensi Defekasi Berikut adalah grafik yang menunjukkan rerata frekuensi defekasi pada tikus putih betina selama 6 jam setelah diberikan bahan uji.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
6 5
kali /6 jam
4 3 2 1 0 K3
K2
K1
A
D
Kelompok Dosis
Grafik 4.1 Rerata frekuensi defekasi tikus putih betina selama 6 jam setelah diberikan perlakuan bahan uji Keterangan: K3 = Kopi dosis 0.6 g/200gBB
A = Air hangat, kontrol negatif
K2 = Kopi dosis 0.3 g/200gBB
D = Dulcolax, kontrol positif
K1 = Kopi dosis 0.15 g/200gBB
Grafik 4.1 menunjukkan bahwa dari kelima perlakuan bahan uji, pemberian Dulcolax (kontrol positif) menghasilkan rerata frekuensi defekasi tertinggi selama 6 jam setelah perlakuan. Selain itu, grafik 4.1 juga menunjukkan bahwa di antara ketiga kelompok dosis kopi Robusta Manggarai, dosis kopi 0.3 g/200gBB (K2) memiliki rerata frekuensi defekasi yang lebih tinggi daripada kedua dosis lainnya. Kelompok tikus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
yang hanya diberi air hangat (kontrol negatif) menunjukkan rerata frekuensi defekasi paling rendah di antara kelima kelompok perlakuan. Bahkan terdapat dua ulangan tikus yang tidak mengalami defekasi selama 6 jam setelah diberikan air hangat (Lampiran IB). a. Uji Normalitas dan Homogenitas Uji
normalitas
Kolmogorov-Smirnov
dengan
SPSS
menunjukkan nilai signifikansi Asymp. Sig. (2-tailed) 0.924 lebih besar dari 0.05 (P > 0.05) (Lampiran IIA). Hal ini menunjukkan bahwa data terdistribusi normal sehingga memenuhi syarat untuk dapat dilanjutkan dengan uji homogenitas varian. Uji homogenitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi frekuensi defekasi adalah 0.131 lebih besar dari 0.05 (P > 0.05) (Lampiran IIB). Hal ini menunjukkan bahwa data pengaruh pemberian variasi dosis kopi Robusta Manggarai terhadap efek laksatif pada tikus putih memiliki variansi yang sama (homogen). Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas, data frekuensi defekasi terdistribusi normal dan memiliki variansi homogen. Dengan demikian, data dapat dilanjutkan dengan uji Anova one way. b. Uji ANOVA one way Berdasarkan hasil uji Anova terhadap data frekuensi defekasi diperoleh bahwa nilai probabilitas adalah 0.432 > 0.05 maka Ho diterima dan Hi ditolak (Lampiran IIC). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian variasi dosis kopi Robusta Manggarai memberi efek laksatif pada tikus putih namun tidak berbeda nyata dengan kontrol positif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
(Dulcolax) dan negatif (air hangat).
Oleh karena hasil uji tidak
signifikan, maka tidak dilanjutkan ke uji Tukey. 2. Konsistensi Feses Konsistensi feses ditentukan oleh kandungan air dalam feses dengan menghitung selisih berat feses basah dengan berat feses kering (dalam %). Feses yang dikeluarkan oleh tikus putih setiap defekasi selama 6 jam setelah perlakuan, ditimbang berat basahnya lalu dikeringkan selama 19 jam terhitung sejak pukul 16:00-11:00 pada suhu 24.9 - 28.4 0C. Berikut adalah data konsistensi feses tikus putih setelah perlakuan: Tabel 4.1 Konsistensi feses tikus putih betina setelah perlakuan Kelompok Total berat Dosis feses basah dari ke-4 tikus-A (gram) K1 3.57
Total berat feses kering dari ke-4 tikus-B (gram) 1.89
Kadar air feses-C (A-B) (gram) 1.68
Kadar air yang hilang (%) (C/A x 100 %) 47.05
Ket.
Normal
K2
6.2
3.17
3.03
48.87
Normal
K3
4.99
2.46
2.53
50.70
D
13.65
5.64
8.01
58.68
A 1.59 Keterangan:
1.05
0.54
33.96
Normal Agak lembek Keras
normal (n) dengan kadar air 45-56 %
agak lembek (al) dengan kadar air 57-68 %
lembek (l) dengan kadar air 69-80 %
cair (c) dengan kadar air > 80 % Berdasarkan data pada tabel 4.1 tersebut, kelompok tikus yang
mendapat perlakuan variasi dosis kopi Robusta Manggarai memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
konsistensi feses normal, yaitu kadar air 45-56%. Sementara itu, kelompok tikus pada kontrol positif yang diberi Dulcolax memiliki konsistensi feses agak lembek, yaitu kadar air 57-68%. Kelompok tikus pada kontrol negatif yang diberi air hangat suhu 400C memiliki konsistensi feses keras, yaitu kadar air < 45%.
Gambar 4.3 Feses basah tikus putih betina setelah diberikan perlakuan bahan uji: (a) terdapat feses agak lembek pada kelompok kontrol positif (Dulcolax), (b) feses padat (normal) pada ketiga kelompok variasi dosis kopi Robusta Manggarai, dan (c) kelompok kontrol negatif (air hangat) tidak mengalami defekasi pada 2 ulangan tikus. Sumber: Dokumentasi pribadi.
3. Mula Kerja Bahan Uji Selama pengambilan data, diperoleh data tambahan mengenai mula kerja bahan uji, yaitu sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
Tabel 4.2 Mula kerja bahan uji Ulangan K3 K2 K1 A 1 1:22 0:13 0:14 2 0:40 1:16 1:08 1:07 3 0:57 0:11 0:40 4 1:00 1:39 1:45 2:08 Keterangan: (-) tidak mengalami defekasi
D 1:22 2:26 0:22 -
Mula kerja bahan uji diketahui dengan menghitung selisih antara waktu defekasi pertama kali dengan waktu pemberian bahan uji. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa K2 (kopi dosis 0.3 g/200gBB) merupakan bahan uji dengan mula kerja laksatif tercepat dimana tikus mulai berdefekasi pada menit ke 0:11 dan 0:13 setelah diberikan kopi Robusta Manggarai peroral. B. Pembahasan 1. Pengaruh Pemberian Variasi Dosis Seduhan Bubuk Kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap Frekuensi Defekasi pada Tikus Putih Betina Berdasarkan
data
pada
grafik
4.1,
perlakuan
Dulcolax
menghasilkan rerata frekuensi defekasi yang lebih tinggi di antara perlakuan lainnya. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa dosis K2 (0.3 g/200gBB) menghasilkan defekasi dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dosis K1, K3, dan kontrol negatif (air hangat). Hal ini menunjukkan bahwa kopi pada dosis K2 memiliki efek laksatif yang efektif karena rerata frekuensi defekasi yang ditimbulkan lebih tinggi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
dibandingkan dengan kontrol negatif (air hangat) walaupun tidak sekuat atau seefektif Dulcolax. Kafein dan Dulcolax memiliki persamaan yaitu jenis laksatif stimulan yang bekerja pada kolon. Dalam penelitian Rao dkk (1998) dijelaskan bahwa kopi yang berkafein menstimulasi pergerakkan pada kolon, 60% lebih kuat daripada air. Dosis K2 pada tikus putih merupakan hasil dari konversi dosis kopi pada manusia yaitu 12.5 g bubuk kopi per hari yang setara 2 sdm bubuk kopi. Pada umumnya, masyarakat membuat segelas kopi dengan menyeduh 1 sdm bubuk kopi dengan air mendidih. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mengonsumsi 2 gelas kopi per hari dapat mengobati konstipasi pada wanita. Dalam 12.5 g bubuk kopi Robusta Manggarai terkandung 50 mg kafein dimana sesuai dengan SNI 01-71522006 tentang batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman untuk manusia yaitu 50 mg/sajian dan 150 mg/hari. Kopi Robusta Manggarai dikenal sebagai kopi pa’it (berarti kopi pahit). Hal ini sesuai dengan teori bahwa kopi Robusta memiliki rasa yang kuat dan asam atau pahit serta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi daripada kopi Arabika (Panggabean, 2011). Berdasarkan hasil pengujian sampel bubuk kopi Robusta Manggarai di LPPT UGM, diketahui bahwa kandungan kafein pada 100 gr bubuk kopi adalah 0,4 % b/b yang berarti bahwa dalam 1 gram bubuk kopi terdapat 4 mg kafein (Lampiran IV). Komponen dalam kopi Robusta yang menstimulasi terjadinya defekasi adalah kafein atau nama senyawa kimianya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
1,3,7-Trimethylxanthine. Menurut Kingston (2015), ketika mengonsumsi kopi, kafein diabsorpsi melalui saluran pencernaan dan dapat tinggal di dalam sistem tubuh selama empat hingga enam jam. Sesampainya di hati, kafein dipecah menjadi 3 senyawa yaitu paraxanthine, theobromine, dan theophylline. Jumlah senyawa theophylline lebih sedikit dibandingkan dengan kedua senyawa lainnya. Senyawa theophylline berfungsi untuk merelaksasi otot halus pada saluran pencernaan dan pernapasan (Kingston, 2015). Selain senyawa theophylline, kandungan triasilgliserol atau lemak nabati (minyak) pada kopi juga mempengaruhi efektivitas kopi sebagai laksatif. Minyak dapat menjadi pelumas feses sehingga memungkinkan feses untuk bergerak lebih mudah di sepanjang usus lalu keluar melalui anus. Kelompok tikus yang diberi kopi dosis K2 memiliki rerata frekuensi defekasi yang tinggi namun tidak sekuat Dulcolax. Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhinya yaitu kondisi kopi dan kondisi hewan coba.
a. Kondisi kopi Bubuk kopi Robusta Manggarai yang digunakan memiliki tingkatan gilingan (levels of grind) bervariasi, yaitu medium, medium-fine, dan fine seperti ditunjukkan pada gambar 4.4 dan 4.5 berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
Gambar 4.4 Tingkatan gilingan bubuk kopi (Kingston, 2015)
Gambar 4.5 Tingkatan gilingan bubuk kopi Robusta Manggarai, yaitu: a) medium, b) medium-fine, dan c) fine Sumber: Dokumentasi pribadi Tingkatan gilingan tersebut diperoleh karena biji kopi tidak digiling dengan grinder khusus kopi melainkan dengan alat giling pada umumnya. Kingston (2015) menjelaskan bahwa alat giling domestik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
tidak dapat menggiling biji kopi yang telah disangrai hingga level fine. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa bubuk kopi memiliki bagian yang area permukaannya sedikit luas. Hal ini mempengaruhi kadar kafein yang terkandung dalam minuman kopi. Hasil gilingan kopi yang lebih halus memberikan area permukaan yang lebih luas bagi kopi untuk bercampur dengan air sehingga ekstraksi kafein lebih sempurna (Kingston, 2015). Semakin sedikit kafein yang terekstraksi maka semakin sedikit kafein yang masuk ke dalam tubuh tikus. Ketika sampai di hati, kafein diubah menjadi senyawa theophylline dalam jumlah yang sangat sedikit. Senyawa theophylline berfungsi untuk merelaksasikan otot halus pada saluran pencernaan. Dengan demikian, jika jumlah kafein yang dapat masuk ke dalam tubuh sedikit maka jumlah senyawa theophylline yang dipecah juga sedikit. Hal tersebut menghasilkan frekuensi defekasi yang rendah.
Gambar 4.6 Senyawa theophylline (Kingston, 2015)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
Mula kerja kafein. Iwata (2015) menjelaskan bahwa kafein mulai memberikan efek pada 15-20 menit setelah diminum. Hal ini dibuktikan oleh data pada tabel 4.2 dimana K2 (kopi dosis 0.3 g/200gBB) merupakan bahan uji dengan mula kerja laksatif tercepat. Tikus mulai berdefekasi pada menit ke 0:11 dan 0:13 setelah diberikan kopi Robusta Manggarai peroral. Mula kerja kopi ini mengindikasikan bahwa stimulansi kafein terhadap defekasi lebih dominan pada menit ke 1520 kemudian mulai menurun. Hal tersebut dibuktikan dengan jeda waktu yang lama antara defekasi pertama dengan defekasi selanjutnya yaitu sekitar 1-3 jam bahkan 5 jam kemudian (Lampiran IB) dimana sejalan dengan Kingston (2015), bahwa kafein tetap tinggal dalam sistem tubuh selama 4-6 jam. Rendahnya kandungan gula alami yang juga berperan untuk mengobati kontipasi Laksatif adalah obat-obatan yang menyembuhkan konstipasi yaitu dengan memfasilitasi defekasi. Unsur-unsur kimia yang tergolong kelompok laksatif adalah gula, gula alkohol, polisakarida yang tidak diserap, asam empedu, asam lemak hidroksida, garam inorganik, molekul dengan struktur anthranoid, dan turunan dipenilmetana (Capasso and Gaginella, 1997). Biji kopi mentah mengandung gula tebu atau sukrosa sebanyak 0.9-4.8 g/100 g (Preedy, 2015). Namun kadar sukrosa menjadi berkurang bahkan nol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
setelah disangrai (roasted) sehingga kopi disebut sebagai minuman tanpa kalori. Kemampuan kopi untuk mengaktifkan pergerakan kolon dilakukan oleh kafein saja, sedangkan Dulcolax mengandung sukrosa dan laktosa dalam setiap tabletnya. Sukrosa dan laktosa tersebut berada pada dosis harian maksimum yang dianjurkan untuk pengobatan konstipasi pada orang dewasa dan anak di atas 10 tahun. Hal inilah yang menyebabkan frekuensi defekasi pada kelompok kopi lebih rendah daripada kelompok Dulcolax.
b. Kondisi tikus putih Asupan pakan berbeda-beda Tikus putih (Ratus norvegicus) yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bobot badan yang bervariasi yaitu 100-200 gram. Tikus diberi pakan BR2 setiap sehari sekali. Menurut Syamsudin dan Darmono (2011), tikus mengonsumsi 5 g pakan/100 gBB per hari. Dengan bobot badan tikus yang bervariasi maka konsumsi pakan setiap tikus pun berbeda-beda sehingga jumlah feses yang disimpan sebelum defekasi di bagian distal (ujung) usus besar yaitu rektum pada setiap tikus pun berbeda. Hal ini dapat mempengaruhi variasi frekuensi defekasi pada tikus. Tikus merupakan hewan nokturnal Tikus adalah hewan nokturnal sehingga pencahayaan di dalam ruangan laboratorium diatur secara otomatis yaitu 12 jam terang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
dan 12 jam gelap. Metabolisme tikus lebih aktif pada kondisi gelap atau pada malam hari, sedangkan penelitan ini dilakukan pada siklus terang tikus. Hal tersebut menyebabkan metabolisme tikus terhadap kopi kurang efektif sehingga mempengaruhi frekuensi defekasi. Sukow et al. (2005) menjelaskan bahwa feses tikus paling banyak dihasilkan ketika kondisi gelap. Puasa pada tikus Pada penelitian ini, tikus dipuasakan dari pakan selama 1 jam sebelum perlakuan. Tujuannya adalah untuk mengurangi pengaruh makanan terhadap absorpsi bahan uji. Puasa selama 1 jam ini kurang cukup
untuk
mengosongkan
isi
lambung
tikus
karena
ada
kemungkinan masih terdapat makanan di lambung, mengingat GI transit time pada tikus yang lumayan lama yaitu 12-24 jam. Adanya makanan
pada
saluran
pencernaan
dapat
mempengaruhi
bioavailabilitas obat dari suatu produk obat oral. Bioavailabilitas adalah tingkat sejauh mana suatu obat atau zat lain diserap dan beredar dalam tubuh. Zat-zat makanan yang mengandung asam amino, asam lemak, serta nutrien yang lain dapat mempengaruhi pH usus dan kelarutan dari obat (Shargel et al., 2005 dalam Sulistiawati, 2008). Dengan demikian, frekuensi defekasi yang rendah pada kelompok perlakuan kopi dapat dipengaruhi oleh waktu puasa yang kurang lama sehingga absorpsi bahan uji kurang optimum. Pada umumnya, absorpsi suatu obat berlangsung lebih cepat bila lambung dan saluran cerna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
bagian atas berada dalam keadaan bebas dari makanan (Sulistiawati, 2008). 2. Pengaruh Pemberian Variasi Dosis Seduhan Bubuk Kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap Konsistensi Feses pada Tikus Putih Betina Data penelitian menunjukkan bahwa konsistensi feses pada kelompok perlakuan kopi lebih baik daripada kelompok kontrol positif dan negatif. Konsistensi feses pada kelompok perlakuan Dulcolax termasuk kategori agak lembek dengan kadar air 57-68%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kandungan laktosa maksimum pada obat. Sementara itu, konsistensi feses pada kelompok perlakuan air hangat memiliki kadar air yang kurang dari 45% (keras) karena air tidak memiliki sifat laksatif apalagi jika dikonsumsi dalam volume yang rendah. Konsistensi feses pada kelompok perlakuan kopi termasuk kategori normal yaitu kadar air 45-56% dan paling baik ditunjukkan oleh dosis 0.6g/200gBB. Hal ini dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: a. Kandungan dalam Kopi Serat Berdasarkan hasil uji dengan metode Gravimetri di LPPT UGM, diketahui bahwa dalam 100 gram bubuk kopi Robusta Manggarai terdapat 37.34% serat kasar (Lampiran IV). Pada kopi, jenis serat yang berperan dalam defekasi adalah serat yang mudah larut (soluble fiber) yaitu hemiselulosa dan pektin (Tejasari dkk, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
Serat tersebut dapat bercampur dengan air dan bertekstur lembut seperti jel di dalam usus halus sehingga mencegah terbentuknya feses yang keras (Parker and Parker, 2002). Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsistensi feses normal pada kelompok tikus yang diberikan kopi Robusta Manggarai. Ganong (1995) menjelaskan bahwa serat mencapai usus besar dalam keadaan yang pada hakekatnya tidak berubah karena tidak mudah dicerna. Serat tergolong ke dalam polisakarida yang tidak dapat diserap dimana merupakan salah satu unsur kimia yang bersifat laksatif. Senyawa tanin Yusianto (1999) dalam Panggabean (2011) menyatakan bahwa dalam 100 gram buah kopi matang terdapat 8.56 % tanin. Larutan kopi memiliki kandungan tanin di dalamnya yang merupakan ragam senyawa polifenol yang cenderung larut dalam air (Annisa dan Pintadi, 2013). Tanin memiliki kekuatan untuk mengikat protein sehingga mempunyai kemampuan untuk mengabsorpsi sari makanan. Hal ini dapat mengurangi kadar air pada feses sehingga konsistensi feses normal. Lemak Kopi yang telah disangrai (roasted coffee) mengandung lipid dengan kadar 11 gram dalam 100 gram berat kering (Preedy, 2015). Dalam kandungan lipid tersebut terdapat 78.8 % triasilgliserol atau lemak nabati (Belitz and Grosch, 1999). Dari keseluruhan makanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
yang dikonsumsi, lemak yang berhasil diabsorpsi oleh tubuh maksimal 95% lalu sisanya 5% tidak diserap sehingga dikeluarkan dalam bentuk feses. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ganong (1995) bahwa lemak dan turunan lemak merupakan salah satu penyusun persentasi padat pada feses. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kandungan lemak pada kopi mempengaruhi konsistensi feses normal pada tikus. b. Tambahan asupan cairan dari minuman tikus Menurut Parker and Parker (2002), cairan seperti air menambah efek cahar (cair) di kolon dan memberi massa pada feses. Selama pengambilan data dalam penelitian ini, minum tikus tidak dipuasakan dan asupan minum antar tikus berbeda-beda. Dengan demikian, air minum turut berperan dalam membentuk konsistensi feses yang normal. C. Hambatan dan Keterbatasan dalam Penelitian 1. Hambatan: Kelarutan Bahan Uji Gambir dan Dulcolax merupakan merupakan bahan uji yang sukar larut dalam air. Untuk mengatasi hambatan pada kelarutan gambir, peneliti memperpanjang waktu seduh hingga 8 menit sehingga semakin banyak tanin yang terlarut. Untuk mengatasi hambatan pada kelarutan Dulcolax, peneliti meningkatkan jumlah Dulcolax yang dilarutkan dalam air. Satu butir tablet Dulcolax mengandung 5 mg Bisacodyl. Dalam DrugBank (2014), dijelaskan bahwa nilai water solubility Bisacodyl sangat kecil yaitu 0.00127 mg/mL. Peneliti menggunakan 8 butir Dulcolax (40 mg Bisacodyl) sehingga diperoleh nilai kelarutan 0.0508 mg/mL yang setara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
dengan 0.254 mg/5 mL. Hal ini dilakukan agar memenuhi dosis Dulcolax untuk tikus putih. 2. Keterbatasan a. Pengolahan Kopi Pengolahan kopi masih dilakukan secara tradisional menurut cara orang Manggarai dan peneliti tidak terlibat langsung. Hal ini menyebabkan keterbatasan analisis data dimana hanya dapat dikaitkan dengan data hasil uji kandungan senyawa kimia bubuk kopi di LPPT UGM dan prosedur penyeduhan kopi yang telah dilakukan oleh peneliti. Peneliti belum dapat menelisik hingga ke pengaruh proses pengolahan kopi secara keseluruhan. b. Pengeringan Feses Pengeringan feses dilakukan secara alami yaitu dengan menempatkan feses basah dalam ruangan laboratorium selama 19 jam. Peneliti
menggunakan
Laboratorium
Hayati
Imono
sebagai
laboratorium utama dan Laboratorium Biologi untuk situasi khusus. Suhu ruangan di kedua laboratorium tersebut berbeda, yaitu 24-280C pada Laboratorium Hayati Imono dan 27-280C pada Laboratorium Biologi. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak air pada feses yang menguap dalam rentang waktu yang sama. Selain itu, pengeringan feses selama 19 jam berlaku untuk semua feses tanpa memperhitungkan waktu defekasi atau waktu penimbangan berat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
basah. Dengan demikian dapat mempengaruhi data berat kering dan konsistensi feses. c. Pengamatan dilakukan pada siklus terang tikus Peneliti memberikan perlakuan dan pengamatan berdasarkan waktu yang tepat untuk mengonsumsi kopi yaitu pukul 09:30-11:30. Rentang waktu tersebut termasuk ke dalam siklus terang atau 12 jam terang tikus yang telah diatur otomatis di Laboratorium Hayati Imono. Hal ini mempengaruhi metabolisme bahan uji karena metabolisme tikus lebih aktif di malam hari atau pada kondisi gelap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan analisis dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemberian variasi dosis seduhan bubuk kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai memiliki efek laksatif pada tikus putih betina yang ditunjukkan oleh nilai rerata frekuensi defekasi yang lebih tinggi daripada kontrol negatif (air hangat) dan konsistensi feses termasuk kategori normal. 2. Seduhan bubuk kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai pada dosis 0.3 g/200gBB memberikan efek laksatif paling optimum pada tikus putih betina.
B. Saran 1. Pengolahan kopi sebaiknya dikontrol dari sejak panen hingga menjadi bubuk dan peneliti terlibat langsung. Proses menyangrai dan menggiling biji kopi sebaiknya menggunakan peralatan berstandar khusus kopi. 2. Perlu diamati juga frekuensi defekasi tikus setelah pemberian gambir dalam rentang jam tertentu. 3. Sebaiknya menggunakan CMC Na 1 % sebagai suspending agent agar bahan uji seperti gambir dan Dulcolax dapat terlarut sempurna. 4. Perlu penambahan jam pengamatan frekuensi defekasi dan sebaiknya pengamatan dilakukan pada siklus gelap tikus.
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
5. Perlu penambahan jam pengamatan frekuensi defekasi dan sebaiknya pengamatan dilakukan pada siklus gelap tikus. 6. Pengamatan efek laksatif dapat dicoba dengan metode lain seperti metode transit intestinal. Metode ini digunakan untuk mengevaluasi apakah suatu bahan uji bersifat laksatif dengan melihat rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan coba.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB VI IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN UNTUK PEMBELAJARAN
Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada pembelajaran Biologi di Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XI semester ganjil, pada materi Gangguan Sistem Pencernaan Makanan. Kompetensi Dasar (KD) yang ingin dicapai berdasarkan kurikulum 2013 adalah sebagai berikut: KD 3.7
: Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem pencernaan makanan dalam kaitannya dengan nutrisi, bioproses dan gangguan fungsi yang dapat terjadi pada sistem pencernaan makanan manusia
KD 4.7
: Menyajikan laporan hasil uji zat makanan yang terkandung dalam berbagai jenis bahan makanan dikaitkan dengan kebutuhan energi setiap individu serta teknologi pengolahan pangan dan keamanan pangan Pembelajaran ini dikemas dalam bentuk kegiatan diskusi secara
berkelompok dalam satu kali pertemuan (2 x 45 menit). Pada kegiatan diskusi, siswa diminta untuk menganalisis beberapa artikel penelitian tentang uji khasiat jenis tanaman tertentu untuk mengobati gangguan sistem pencernaan makanan manusia yaitu konstipasi. Hasil analisis disajikan dalam bentuk worksheet lalu dipresentasikan di depan kelas. Workshheet yang disediakan oleh guru berisikan panduan-panduan untuk menganalisis artikel sehingga mempermudah siswa dalam berdiskusi.
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
Sebelum
kegiatan
belajar
mengajar
berlangsung,
guru
harus
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP memuat materi pembelajaran, Workshheet, Lembar Penilaian Afektif, Lembar Penilaian Kognitif, dan Lembar Penilaian Psikomotorik. Perangkat pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran III A-G.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Anggo, P., 2016, “Kabupaten Manggarai Timur Firdaus bagi Penikmat Kopi”, https://www.manggaraitimurkab.go.id, diunduh tanggal 12 Desember 2016. Annisa, H. dan Pintadi, H., 2013, “Pengaruh Konsetrasi Kopi Hitam terhadap Perubahan Warna pada Resin Komposit Hybrid’, Insisiva Dental Journal (IDJ) Vol.2 No.1, https://journal.umy.ac.id/, diunduh tanggal 20 Juni 2017. Arwangga A. F., Asih, 1. A. R. A., dan Sudiarta, I. W., 2016, “Analisis Kandungan Kafein pada Kopi di Desa Sesaot Narmada Menggunakan Spektroffotometri UV-VIS”, Jurnal Kimia 10 (1), Januari 2016: 110-114, https://ojs.unud.ac.id/, diunduh tanggal 16 November 2016. Belitz, H. D. and Grosch, W., 1999, Food Chemistry, 2nd edition, translation from the fourth German edition by M.Burghagen et al, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, New York. Capasso, F. and Gaginella T. S., 1997, Laxatives: a particular guide, SpringerVerlag Italia, Milano, pp. 2-4, 11-12, 21, 36, 63-64. Catto-Smith, A. G., 2012, Constipation – Causes, Diagnosis and Treatment, InTech, Croatia, pp. 4-8, 103, 119. Dityo, P., 2015, “Robusta dan Arabika”, http://wikikopi.com/robusta-arabika/, diakses tanggal 14 Maret 2017. Drugbank, 2014, Bisacodyl, https://www.drugbank.ca/drugs/DB09020, diunduh tanggal 8 Februari 2017. Ganong, W.F. 1995, Review Of Medical Physiology, diterjemahkan oleh Petrus Andrianto, EGC, Jakarta, hal. 477-485. Greenberger, N. and Weisman, R., 2009, 4 Weeks to Healthy Digestion: A Harvard Doctor’s Proven Plan for Reducing Symptoms of Diarrhea, Constipation, Heartburn, and More, McGraw-Hill, New York. ISIC, 2016, “Guidelines on caffeine intake”, http://www.coffeeandhealth.org/, diakses tanggal 24 Oktober 2016. Iwata, R., 2015, Coffee Gives Me Superpowers, Andrews McMeel Publishing, Kansas City. Jastra, Y. dan Atman, 2016, Produksi Gambir: Strategi Meningkatkan Produksi Gambir, Plantaxia, Yogyakarta. Kementrian Pertanian, 2015, Paparan Biro Perencanaan http://pertanian.go.id., diunduh tanggal 10 Mei 2016.
75
Pramusren,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Kingston, L., 2015, How To Make Coffee: The Science Behind the Bean, Abrams Image, New York. Kristina, S. A., 2014, “Minum Kopi Baik untuk http://farmasi.ugm.ac.id., diunduh tanggal 20 April 2016.
Kesehatan”,
Masdakaty, Y., 2015, “Menghilangkan Efek Kafein di Malam Hari”, https://majalah.ottencoffee.co.id, diunduh tanggal 12 Desember 2016. Masdakaty, Y., 2015, “Mengenal Macam-Macam Proses Pengolahan Kopi”, https://majalah.ottencoffee.co.id, diunduh tanggal 12 Desember 2016. Miller, S. L., 2013, “The Best Time for Your Coffee”, http://neurosciencedc.blogspot.co.id/2013/10/the-best-time-for-yourcoffee.html, diakses tanggal 30 desember 2016, pukul 12.16 pm. Müller SA, Rahbari NN, Schneider F, Warschkow R, Simon T, von Frankenberg M, et al., 2012, “Randomized clinical trial on the effect of coffee on postoperative ileus following elective colectomy”. Br J Surg, 99:1530–8 Ningtyas, I., 2015, “Kopi Manggarai Timur Dinobatkan Kopi Terbaik 2015”, https://m.tempo.co/read/news/2015/10/20/201711103/kopi-manggaraitimur-dinobatkan-kopi-terbaik-2015, diakses tanggal 9 Juni 2016. Nuratmi, B., Sundari, D., dan Widowati, L., 2005, “Uji Khasiat Rimpang Bengle (Zingiber purpureum Roxb.) sebagai Laksiana Tikus Putih”, Media Litbang Kesehatan Volume XV Nomor 3 Tahun 2010, Oktora, S. dan Dewanto, H., 2011, “Kopi Manggarai yang Merana”, http://bisniskeuangan.kompas.com, diakses tanggal 9 Juni 2016. Panggabean, E., 2011, Buku Pintar Kopi, Agromedia Pustaka, Jakarta. Parker, J. N. and Parker P. M., 2002, The 2002 Official Patient’s Sourcebook on Constipation: A Revised and Updated Directory for the Internet Age, ICON Group International, Inc., USA, pp. 11-21. Pearce, E. C., 2013, Anatomy and Physiology for Nurses, diterjemahkan oleh Sri Yuliani Handoyo, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 234-242. Preedy, V. R., 2015, Coffee In Health And Disease Prevention, Elsevier Inc., USA, pp. 6-7, 19, 78, 249, 493-494. Rahardjo, P., 2012, Kopi, Penebar Swadaya, anggota IKAPI, Jakarta. Rao SS, Welcher K, Zimmerman B, Stumbo P. “Is coffee a colonic stimulant?” Eur J Gastroenterol Hepatol 1998;10:113–8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
Rochsitasari, N., 2011, “Neurotransmiter dan hormon yang berperan pada motilitas saluran cerna”, http://eprints.undip.ac.id/31168/2/Bab_1.pdf, diunduh tanggal 8 Februari 2017. Sharp, P. and Villano, J., 2012, The Laboratory Rat, 2nd ed., CRC Press, US, pp. 1-11, 61. Sherwood, L., 2011, Human Physiology: From Cells To Systems, 6th Edition, diterjemahkan oleh Brahm U. Pendit, EGC, Jakarta, hal. 688-697. Sianipar, N. B., 2015, “Konstipasi pada Pasien Geriatri”, Cermin Dunia Kedokteran (CDK) 231/ vol. 42 no. 8, 575, www.kalbemed.com, diakses tanggal 26 April 2016. Silverthorn, D. U., 2013, Human Physiology: An Integrated Approach, 6th Edition, diterjemahkan oleh Staf Pengajar Departemen Fakultas Kedokteran FKUI, EGC, Jakarta, hal. 723-764. Siregar, S., 2014, Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi dengan Perhitungan Manual dan Aplikasi SSPS Versi 17, Bumi Aksara, Jakarta. Sukow, M.A., Weisbroth, S. H., and Franklin, C. L., 2005, The Laboratory Rat, 2nd ed., Elsevier Inc., USA, pp. 600. Sulistiawati, 2008, Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, http://repository.usd.ac.id, diunduh tanggal 5 Mei 2017. Sundari, D., dan Winarno, W. M., 2010, “Efek Laksatif Jus Daun Asam Jawa (Tamarindus indica Linn.) pada Tikus Putih yang Diinduksi dengan Gambir”, Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 3 Tahun 2010, http://ejournal.litbang.depkes.go.id, diunduh tanggal 24 Mei 2016. Susilawati, D., 2010, “Cara Tepat Atasi Sembelit”, http://ftp.unpad.ac.id/, diunduh tanggal 2 Mei 2016. Syamsudin dan Darmono, 2011, Farmakologi Eksperimental: buku ajar, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Tejasari, Sulistyowati, Djumarti, dan Sari, R. A. A., 2010, “Mutu Gizi dan Tingkat Kesukaan Minuman Kopi Dekafosin Instan”, AGROTEK Vol. 4, No. 1, Hal. 91-106, https://jurnal.unej.ac.id/, diunduh tanggal 14 Juni 2017. Wexner, S. D. and Duthie G. S., 2006, Constipation: Etiology, Evaluation, and Management, Springer-Verlag, London, pp. 4-5, 15-16, 26-27, 36, 44, 135, 137.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
LAMPIRAN I: DATA PENELITIAN A. Berat Feses Tikus Putih Betina Sebelum dan Sesudah Induksi Gambir Tabel 1 Data Kelompok Ulangan ke-3 berdasarkan RAL
Kelompok Dosis
A3 D3 K3.3 K1.3 K2.3
Berat feses di pagi hari terhitung sejak pukul 12:3008:30 (sebelum induksi gambir).
Hasil penimbangan bobot tikus utk perhitungan dosis peroral gambir (3 April 2017).
Berat feses keesokkan pagi harinya terhitung sejak pukul 12:3008:30. Hari ke-1 setelah diinduksi gambir.
Berat feses keesokkan pagi harinya terhitung sejak pukul 12:3008:30. Hari ke-2 setelah diinduksi gambir dan puasa minum 18 jam.
3.64 g 6.82 g 3.02 g 5.97 g 7.71 g
128 gBB 133 gBB 105 gBB 125 gBB 170 gBB
3.52 g 4.40 g 2.59 g 3.92 g 5.89 g
1.50 g 4.36 g 2.38 g 2.57 g 6.49 g
Tabel 2 Data Kelompok Ulangan ke-4 berdasarkan RAL
Kelompok Dosis
K1.4 A4 K3.4 K2.4 D4
Berat feses di pagi hari terhitung sejak pukul 12:3008:30 (sebelum induksi gambir).
Hasil penimbangan bobot tikus utk perhitungan dosis peroral gambir (4 April 2017).
Berat feses keesokkan pagi harinya terhitung sejak pukul 12:3008:30. Hari ke-1 setelah diinduksi gambir.
Berat feses keesokkan pagi harinya terhitung sejak pukul 12:3008:30. Hari ke-2 setelah diinduksi gambir dan puasa minum 18 jam.
4.67 g 5.63 g 6.16 g 6.86 g 6.74 g
102 gBB 143 gBB 141 gBB 129 gBB 142 gBB
2.84 g 4.40 g 4.04 g 5.24 g 4.50 g
2.79 g 3.13 g 3.56 g 2.22 g 3.51 g
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
Tabel 3 Data Kelompok Ulangan ke-2 berdasarkan RAL
Kelompok Dosis
K2.2 D2 K1.2 A2 K3.2
Berat feses di pagi hari terhitung sejak pukul 12:3008:30 (sebelum induksi gambir).
Hasil penimbangan bobot tikus utk perhitungan dosis peroral gambir (5 April 2017).
Berat feses keesokkan pagi harinya terhitung sejak pukul 12:3008:30. Hari ke1setelah diinduksi gambir.
Berat feses keesokkan pagi harinya terhitung sejak pukul 12:3008:30. Hari ke-2 setelah diinduksi gambir dan puasa minum 18 jam.
2.95 g 3.53 g 3.28 g 2.67 g 4.94 g
103 87** 123 120 135
1.94 g 2.76 g 2.65 g 1.66 g 4.21 g
3.05 g* 2.78 g 2.72 g 2.83 g* 2.21 g
Tabel 4 Data Kelompok Ulangan ke-1 berdasarkan RAL
Kelompok Dosis
K1.1 K2.1 K3.1 A1 D1
Berat feses di pagi hari terhitung sejak pukul 12:3008:30 (sebelum induksi gambir).
Hasil penimbangan bobot tikus utk perhitungan dosis peroral gambir (10 April 2017).
Berat feses keesokkan pagi harinya terhitung sejak pukul 12:3008:30. Hari ke-1 setelah diinduksi gambir.
Berat feses keesokkan pagi harinya terhitung sejak pukul 12:3008:30. Hari ke-2 setelah diinduksi gambir dan puasa minum 18 jam.
4.46 g 2.73 g 5.09 g 3.22 g 4.22 g
100 96** 155 103 151
4.75 g 3.19 g 4.08 g 3.54 g 6.87 g
2.60 g 2.20 g 3.78 g 2.53 g 1.83 g
Keterangan: *berat feses tercampur oleh urin, air, dan rambut tikus **nafsu makan dan minum tikus tidak meningkat selama adaptasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Frekuensi dan Waktu Defekasi Tikus Putih Betina Tabel 5* Kelompok Ulangan ke-3 berdasarkan RAL pada tanggal 5 April 2017 Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 (A3) (D3) (K3) (K1) (K2) Waktu Waktu Waktu Waktu Waktu perlakuan: 10:00 perlakuan:10:01 perlakuan:10:02 perlakuan: 10:03 perlakuan: 10:04 Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
11:23 11:24 11:59 12:05 12:06 13:08 13:15 14:49
0.73 0.27 0.7 0.65 0.41 0.73 2.32 1.03
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
11:24 14:48 14:58
0.3 0.38 0.23
10:17 12:48 15:08
0.11 0.37 0.48
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
10:17 11:33 13:55 15:29
0.26 0.92 0.76 0.62
frek. defekasi: 0
frek. defekasi: 8
frek. defekasi: 3
frek. defekasi: 3
frek. defekasi: 4
∑ berat basah feses=0 ∑ berat kering feses=0
∑ berat basah feses= 6.84 ∑ berat kering feses=2.03
∑ berat basah feses=0.91 ∑ berat kering feses=0.45
∑ berat basah feses=0.96 ∑ berat kering feses=0.52
∑ berat basah feses=2.56 ∑ berat kering feses=1.16
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 6* Kelompok Ulangan ke-4 berdasarkan RAL pada tanggal 6 April 2017 Tikus 1 (K1) Waktu perlakuan:10:20
Tikus 2 (A4) Waktu perlakuan:10:21
Tikus 3 (K3) Waktu perlakuan: 10:22
Tikus 4 (K2) Waktu perlakuan: 10:23
Tikus 5 (D4) Waktu perlakuan: 10:24
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
Berat Basah Feses (g)
11:28 14:54
0.08 0.24
11:28 15:38 15:40 15:59 16:10
0.36 0.15 0.25 0.17 0.1
11:02 12:32 14:02 15:36
0.49 0.51 0.39 0.96
11:39 11:43 13:55 15:19 15:57
0.33 0.16 0.36 0.26 0.49
frek. defekasi: 2 ∑ berat basah feses=0.32 ∑ berat kering feses=0.17
frek. defekasi: 5 ∑ berat basah feses=1.03 ∑ berat kering feses=0.72
frek. defekasi: 4 ∑ berat basah feses=2.35 ∑ berat kering feses=1.16
frek. defekasi: 5 ∑ berat basah feses=1.6 ∑ berat kering feses=1.02
Waktu Defekasi
12:50 0.45 13:02 1.36 13:05 0.83 13:08 1.71 15:06 0.72 16:10 0.4 frek. defekasi: 6 ∑ berat basah feses=5.47 ∑ berat kering feses=2.96
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 7** Kelompok Ulangan ke-2 berdasarkan RAL pada tanggal 7 April 2017 Tikus 1 (K2) Waktu perlakuan: 09:50 Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
10:01 15:49
0.81 0.47
frek. defekasi: 2 ∑ berat basah feses=1.28 ∑ berat kering feses=0.54
Tikus 2 (D2) Waktu perlakuan: 09:51 Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
10:13 0.11 12:14 0.32 14:01 0.63 15:50 0.28 frek. defekasi: 4 ∑ berat basah feses=1.34 ∑ berat kering feses=0.65
Tikus 3 (K1) Waktu perlakuan: 09:52 Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
10:32 0.21 12:54 0.26 13:59 0.2 15:16 0.23 frek. defekasi: 4 ∑ berat basah feses=0.9 ∑ berat kering feses=0.53
Tikus 4 (A2) Waktu perlakuan: 09:53 Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
frek. defekasi: 0 ∑ berat basah feses=0 ∑ berat kering feses=0
Tikus 5 (K3) Waktu perlakuan: 09:54 Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
10:51 11:55 15:50
0.18 0.82 0.29
frek. defekasi: 3 ∑ berat basah feses=1.29 ∑ berat kering feses=0.58
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 8** Kelompok Ulangan ke-1 berdasarkan RAL pada tanggal 12 April 2017 Tikus 1 (K1)
Tikus 2 (K2)
Tikus 3 (K3)
Tikus 4 (A)
Tikus 5 (D)
Waktu perlakuan: 09:30
Waktu perlakuan: 09:31
Waktu perlakuan: 09:32
Waktu perlakuan: 09:33
Waktu perlakuan: 09:34
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
11:15 14:44
0.45 0.94
frek. defekasi: 2 ∑ berat basah feses=1.39 ∑ berat kering feses=0.67
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
11:10 0.14 12:22 0.39 15:06 0.23 frek. defekasi: 3 ∑ berat basah feses=0.76 ∑ berat kering feses=0.45
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
10:32
0.44
frek. defekasi: 1 ∑ berat basah feses=0.44 ∑ berat kering feses=0.27
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
11:41 13:53
0.21 0.35
frek. defekasi: 2 ∑ berat basah feses=0.56 ∑ berat kering feses=0.33
Waktu Defekasi
Berat Basah Feses (g)
frek. defekasi: 0 ∑ berat basah feses=0 ∑ berat kering feses=
Ket.: *pengeringan di Lab. Hayati Imono (suhu 24-280C ** pengeringan di Lab. Hayati Imono dan Lab. Biologi (suhu 24-280C)
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Konsistensi Feses Tikus Putih Betina Tabel 9 Hasil Perhitungan Konsistensi Feses pada Tikus Putih Betina Setelah Perlakuan Total berat feses basah dari ke-4 tikus-A
Total berat feses kering dari ke-4 tikus -B
Kadar air fesesC
Kadar air yang hilang (%)
(gram)
(gram)
(A-B) (gram)
(C/A x 100 %)
0.15 g/200gBB
3.57
1.89
1.68
47.05882353
Normal
0.3 g/200gBB
6.2
3.17
3.03
48.87096774
Normal
0.6 g/200gBB
4.99
2.46
2.53
50.70140281
Normal
Dulcolax Akuades
13.65 1.59
5.64 1.05
8.01 0.54
58.68131868 33.96226415
Agak lembek Keras/Pelet
Kelompok dosis
Ket.
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
LAMPIRAN
II:
HASIL UJI STATISTIKA FREKUENSI DEFEKASI
TERHADAP
A. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
FREKUENSI_DE FEKASI
N Normal Parameters
a,,b
20
Mean
3.0500
Std. Deviation Most Extreme Differences
2.06410
Absolute
.123
Positive
.123
Negative
-.105
Kolmogorov-Smirnov Z
.549
Asymp. Sig. (2-tailed)
.924
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
B. Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances FREKUENSI_DEFEKASI
Levene Statistic
2.100
df1
df2
4
Sig.
15
.131
DATA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
C. Uji ANOVA Satu Faktor ANOVA FREKUENSI_DEFEKASI
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
17.200
4
4.300
Within Groups
63.750
15
4.250
Total
80.950
19
F
1.012
Sig.
.432
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
LAMPIRAN III PERANGKAT PEMBELAJARAN A. Silabus SILABUS SMA IPA Satuan pendidikan : SMA/MA Mata Pelajaran
: Biologi
Kelas/ Semester
: XI/II
Alokasi waktu
: 2 x 45 menit
Kompetensi Inti 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, cinta damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kompetensi Dasar 1.1 Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang sistem pencernaan makanan pada manusia
Materi Pokok Gangguan Sistem
Kegiatan Pembelajaran Mengamati
Pencernaan Makanan Mengamati video berita Manusia
tentang konstipasi, diare serta gambar-gambar
Penilaian Lembar
Alokasi
Sumber
Waktu
Belajar
2 x 45 menit
- Gambar
penilaian
- Video
afektif
- Artikel penelitian
tentang gangguan sistem
- Materi ajar
disiplin, tanggungjawab,
pencernaan makanan
- Buku
kerjasama, toleran, santun,
manusia
2.1 Berperilaku ilmiah: jujur,
teks
BIOLOGI untuk
responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai
Menanya
SMA/MA
bagian dari solusi atas
Melalui video dan
Kelas XI
berbagai permasalahan dalam
gambar tentang
setiap tindakan dan dalam
gangguan sistem
melakukan
pencernaan makanan
percobaan/pengamatan dan
manusia, siswa
diskusi baik di dalam
termotivasi untuk kritis
kelas/laboratorium maupun di
sehingga dapat membuat
luar kelas/laboratorium
pertanyaan-pertanyaan
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.7 Menganalis hubungan antara struktur jaringan penyusun
seperti:
Tes
Faktor-faktor apa
Tertulis
organ pada sistem pencernaan
saja yang
(Menjo-
makanan dalam kaitannya
menyebabkan
dohkan
dengan nutrisi, bioproses dan
terjadinya gangguan
dan
gangguan fungsi yang dapat
sistem pencernaan
Uraian)
terjadi pada sistem
makanan manusia?
pencernaan makanan manusia
Gejala-gejala apa
Lisan
sajakah yang timbul jika mengalami gangguan sistem pencernaan makanan?
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.7 Menyajikan laporan hasil uji
Bagaimana upaya
zat makanan yang
pengobatan dan/atau
terkandung dalam berbagai
pencegahan yang
jenis bahan makanan
dapat dilakukan
dikaitkan dengan kebutuhan
manusia agar tidak
energi setiap individu serta
mengalami gangguan
teknologi pengolahan
sistem pencernaan
pangan dan keamanan
makanan?
pangan Mengumpulkan Data Berdiskusi dalam
Lembar
kelompok untuk
penilaian
mengidentifikasi jenis
afektif
gangguan sistem pencernaan makanan dalam artikel penelitian Mengumpulkan informasi dari berbagai sumber yang mencakup:
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
faktor-faktor penyebab, gejala-gejala yang timbul, dan langkahlangkah pengobatan dan/atau pencegahan terhadap jenis gangguan sistem pencernaan yang
Lembar
dibahas dalam artikel
penilaian
penelitian
psikomotorik
Menalar Berdiskusi dalam kelompok untuk menganalisis data dari artikel penelitian
Mengkomunikasikan
Lembar
Menyajikan hasil
penilaian
analisis artikel penelitian worksheet
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam bentuk worksheet Mempresentasikan worksheet analisis artikel penelitian di depan kelas
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Satuan Pendidikan : SMA/MA Mata Pelajaran
: Biologi
Kelas/ Semester
: XI/ II
Materi Pokok
: Gangguan Sistem Pencernaan Makanan Manusia
Alokasi waktu
: 2 x 45 menit
A. Kompetensi Inti 3. Memahami,
menerapkan,
dan
menganalisis
pengetahuan
faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Kompetensi Dasar 3.7 Menganalis
Indikator Pencapaian Kompetensi
hubungan
antara 3.7.1 Siswa dapat menjelaskan jenis-
struktur jaringan penyusun organ
jenis
pada
pencernaan makanan manusia.
sistem
makanan
pencernaan
dalam
kaitannya 3.7.2 Siswa
gangguan
dapat
dengan nutrisi, bioproses dan
faktor-faktor
gangguan fungsi yang dapat
gangguan
terjadi pada sistem pencernaan
makanan manusia.
makanan manusia
sistem
menganalisis penyebab
sistem
pencernaan
3.7.3 Siswa dapat menjelaskan gejalagejala
gangguan
sistem
pencernaan makanan manusia. 3.7.4 Siswa
dapat
langkah-langkah terhadap
menguraikan pengobatan
gangguan
sistem
pencernaan makanan manusia. 3.7.5 Siswa
dapat
langkah-langkah terhadap
menguraikan pencegahan
gangguan
sistem
pencernaan makanan manusia. 4.7 Menyajikan laporan hasil uji zat 4.7.1 Siswa dapat menganalisis artikel makanan yang terkandung dalam
penelitian tentang uji khasiat
berbagai jenis bahan makanan
tanaman
untuk
mengobati
dikaitkan
gangguan
sistem
pencernaan
energi
dengan
setiap
teknologi
kebutuhan
individu
pengolahan
dan keamanan pangan
serta pangan
makanan manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
C. Tujuan Pembelajaran 3.7.1.1 Siswa dapat menjelaskan jenis-jenis gangguan sistem pencernaan makanan manusia dengan benar setelah mengamati video berita dan gambar-gambar gangguan sistem pencernaan makanan manusia. 3.7.2.1 Siswa dapat menganalisis faktor-faktor penyebab gangguan sistem pencernaan makanan manusia dengan benar melalui diskusi kelompok. 3.7.3.1 Siswa dapat menjelaskan gejala-gejala pada gangguan sistem pencernaan makanan manusia dengan benar melalui worksheet kelompok. 3.7.4.1 Siswa dapat menguraikan langkah-langkah pengobatan terhadap gangguan sistem pencernaan makanan manusia dengan tepat melalui worksheet kelompok. 3.7.5.1 Siswa dapat menguraikan langkah-langkah pencegahan terhadap gangguan sistem pencernaan makanan manusia dengan tepat melalui worksheet kelompok. 4.7.1.1 Siswa dapat menganalisis artikel penelitian tentang uji khasiat tanaman untuk mengobati gangguan sistem pencernaan makanan manusia dengan benar melalui worksheet kelompok.
D. Materi Pembelajaran 1) Materi Pokok : Gangguan Sistem Pencernaan Makanan Manusia 2) Submateri
: a. Macam-macam Gangguan Sistem Pencernaan Makanan Manusia b. Faktor-faktor Penyebab Gangguan Sistem Pencernaan Makanan Manusia c. Gejala-gejala pada Gangguan Sistem Pencernaan Makanan Manusia d. Langkah-langkah Pengobatan dan/atau Pencegahan Gangguan Sistem Pencernaan Makanan Manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
E. Pendekatan, Model, dan Metode 1) Pendekatan
: saintifik
2) Model
: cooperative learning
3) Metode
: diskusi kelompok
F. Langkah Kegitan Pembelajaran Tahap
Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran Pendahuluan
Apersepsi
Mengucap salam
Mengecek kehadiran siswa
Proses
Alokasi
Saintifik
Waktu 20 menit
Guru menayangkan video berita Mengamati tentang konstipasi, diare serta gambar-gambar atau foto-foto gangguan sistem pencernaan makanan manusia.
Motivasi
Guru menceritakan tentang “Pengaruh Perjalanan (Travelling) terhadap Sistem Pencernaan”. Hal ini dilakukan agar memotivasi dan membangkitkan rasa ingin tahu siswa untuk bertanya: Mengapa perjalanan jauh dapat menyebabkan konstipasi?
Orientasi
Guru menanggapi jawaban siswa. Guru menayangkan/ menuliskan pokok bahasan yang akan dibahas dan tujuan
Menanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
pembelajaran. Tahap Inti
Guru meminta siswa
60 menit
membentuk kelompok (terdiri atas 3-4 orang). Guru menjelaskan cara mengerjakan worksheet kelompok. Guru meminta perwakilan kelompok untuk mengambil artikel penelitian dan worksheet kelompok. Siswa membaca artikel
Mencoba
penelitian. Siswa lalu berdiskusi dalam kelompok dan mengumpulkan berbagai informasi untuk kelengkapan worksheet dari berbagai sumber seperti buku dan internet. Siswa menganalisis pada
Menalar
artikel penelitian. Siswa menganalisis atau mengolah data yang diperoleh dari berbagai sumber lalu mengaitkannya dengan data pada artikel penelitian. Guru memilih beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil
Mengkomunikasikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
worksheet kelompok di depan kelas. Guru memberikan klarifikasi dan penguatan terhadap presentasi siswa. 10
Penutup Rangkuman
Siswa bersama guru
menit
merangkum materi yang telah dibahas selama pembelajaran. Refleksi
Guru menanyakan perasaan dan manfaat yang diperoleh siswa setelah mengikuti pembelajaran.
Tindak Lanjut
Guru memberitahukan siswa untuk mempersiapkan diri untuk ulangan harian di pertemuan selanjutnya. Guru menutup pelajaran dengan mengucap salam.
G. Media, Alat/Bahan dan Sumber Belajar 1) Media
: gambar, video, artikel penelitian
2) Alat/Bahan
: proyektor (LCD), papan tulis, spidol
3) Sumber Belajar
: Worksheet kelompok, Buku Biologi SMA Kelas XI, internet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
H. Penilaian Aspek yang
Teknik
dinilai
Penilaian
Sikap
Pengetahuan
Bentuk Instrumen
Waktu Penilaian
Lembar
Rubrik penilaian,
Selama proses
observasi
kriteria nilai, dan
KBM berlangsung
lembar penilaian
dan diskusi
afektif.
kelompok.
Kisi-kisi soal, soal,
Hasil worksheet
kunci jawaban,
kelompok dan tes
rubrik penilaian, dan
tertulis
- Worksheet kelompok - Tes Tertulis (Menjodohkan
lembar penilaian
dan Uraian)
kognitif.
Keterampilan Presentasi
Rubrik penilaian,
Pada saat
worksheet
kriteria nilai, dan
presentasi
kelompok
lembar penilaian
worksheet
psikomotorik.
kelompok
Yogyakarta, 8 Maret 2017 Mengetahui
Kepala Sekolah SMA
Guru Mata Pelajaran Biologi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
C. Materi Pembelajaran dan Artikel Penelitian
GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN MAKANAN Gangguan sistem pencernaan makanan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pola makan yang salah, program diet yang ekstrim, bulimia (memuntahkan makanan dengan sengaja), gaya hidup, memakan makanan dengan zat aditif berbahaya, mengonsumsi makanan yang tidak bernutrisi, makanan yang tidak higienis, atau proses pemasakan dan penyimpanan makanan yang salah (Irnaningtyas, 2013). Gangguan sistem pencernaan makanan antara lain sebagai berikut: 1. Sariawan (stomatitis aftosa), luka pada mulut yang berbentuk bercak warna putih kekuningan dengan permukaan agak cekung, dapat disebabkan oleh luka tergigit, mengonsumsi makanan/minuman panas, alergi, kekurangan vitamin C dan zat besi, kebersihan mulut tidak terjaga, kelainan pencernaan, faktor psikologis, atau kondisi tubuh yang tidak fit (Irnaningtyas, 2013). 2. Muntah (emesis/vomitus), pengeluaran paksa isi lambung melalui mulut dan muntah psikogenik, muntah akibat faktor emosi, termasuk yang menyertai peradangan atau bau yang memualkan atau pada situasi stres lainnya (Irnaningtyas, 2013). 3. Konstipasi (sembelit) dan obstipasi (konstipasi parah), pengerasan tinja yang berlebihan atau lambatnya pergerakan feses melalui usus besar sehingga sulit buang air besar. Gejala-gejalanya antara lain: melakukan tekanan yang kuat pada perut ketika defekasi, timbul perasaan bahwa evakuasi feses tidak sempurna (tidak semuanya keluar), feses keras atau menyerupai bentuk pelet, defekasi kurang dari 3 atau 2 kali dalam seminggu berdasarkan pada rutinitas setiap individu. Hal tersebut dapat disebabkan oleh makanan yang kurang berserat (buah dan sayuran), defekasi yang ditunda terlalu lama, kurang cairan yang masuk ke dalam tubuh, kurang beraktivitas atau berolahraga, pengaruh obat-obatan tertentu, perubahan dalam kehidupan seperti kehamilan penuaan dan perjalanan, emosi, penyalahgunaan laksatif, serta penyakit/kelainan/gangguan tertentu. Konstipasi dapat dicegah dengan cara mengubah pola makan menjadi lebih sehat, rajin berolahraga, banyak minum air putih, membiasakan buang air besar secara teratur, dan tidak mengabaikan dorongan untuk berdefekasi. Konstipasi dapat diobati dengan laksatif (pencahar) (Irnaningtyas, 2013; Aryulina, dkk, 2010; Wexner and Duthie, 2006; Parker, J and Parker P, 2002; Sherwood, 2011; Silverthorn, 2013). 4. Gastritis (radang lambung) atau maag adalah gangguan pencernaan yang berupa peradangan mukosa lambung. Gastritis dapat disebabkan oleh asam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
lambung yang berlebihan, makan tidak teratur, mikroorganisme, terus-menerus mengonsumsi obat-obatan anti nyeri golongan AINS seperti aspirin, alkohol, pola tidur yang tidak teratur, dan stres. Selain itu, banyak faktor lain yang menyebabkan terjadinya gastritis misalnya karena mengalami operasi besar, kecelakaan yang menimbulkan trauma, bakteri, ataupun karena penyakit lain. Gejala-gejala antara lain rasa perih atau sakit seperti perut terbakar pada perut bagian atas, mual, mulas, muntah, kehilangan selera makan, dan kembung. Untuk mengurangi resiko terkena gastritis, hendaknya kita makan secara teratur, menghindari minuman beralkohol dan rokok, dan mengganti obatobatan penghilang rasa nyeri dengan golongan lain, seperti acetaminophen (Irnaningtyas, 2013; Aryulina, dkk, 2010). 5. Diare adalah gangguan pencernaan yang terjadi akibat pergerakan yang cepat dari materi tinja di sepanjang usus besar. Penderita diare akan mengalami rangsangan terus-menerus untuk buang air besar paling sedikit tiga kali dalam 24 jam namun feses lembek atau masih mengandung air yang berlebihan. Gejala lainnya yaitu mual, muntah, mulas, nyeri pada perut, demam, dan terdapat tanda-tanda dehidrasi. Diare dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti virus, bakteri, protozoa, dan helminthes, alergi (fruktosa dan laktosa), kelebihan vitamin C, mengonsumsi alkohol atau buahbuahan tertentu. Penderita diare akan cepat sembuh dalam beberapa hari dengan mengonsumsi makanan dan air yang cukup, dan dapat ditambahkan pula garam elektrolit pada air yang diminum. Namun, penyakit ini akan menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam jiwa jika tanpa perawatan. Langkah-langkah pencegahan diare antara lain hindari makanan dan minuman yang tidak bersih, cuci tangan pakai sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar, rebus air minum terlebih dahulu, gunakan air bersih untuk memasak, buang air besar di jamban serta pengelolaan sampah dengan benar (Irnaningtyas, 2013; Aryulina, dkk, 2010; Kemenkes RI, 2011). 6. Flatus, keluarnya gas dari saluran pencernaan melalui rektum lalu anus atau juga bersendawa. Gas berasal dari udara yang tertelan, atau hasil produksi dari bakteri di saluran pencernaan/kolon berupa gas hidrogen dan metana akibat mengonsumsi banyak gula dan polisakarida atau gas dari difusi darah yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Nitrogen adalah gas dengan komposisi terbesar, diikuti dengan karbon dioksida. Gas-gas lainnya adalah berupa oksigen, sulfida, dan amonia. Secara normal, orang akan mengeluarkan gas satu liter setiap harinya. Selain itu, penyebab terbentuknya flatus adalah konstipasi, obat-obatan dan suplemen, kondisi kesehatan, dan perubahan hormon (Irnaningtyas, 2013; Aryulina, dkk, 2010). 7. Pankreasitis atau radang kelenjar pankreas, dapat disebabkan oleh luka pada pankreas atau adanya batu empedu yang menghambat akhir saluran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
pengeluaran pankreas. Pankreatitis dapat menjadi penyakit kronis akibat mengonsumsi alkohol dalam jangka waktu lama, atau karena adanya enzimenzim pencernaan yang menyerang dan merusak pankreas beserta jaringanjaringan di sekitarnya. Sebagian besar penderita pankreatitis akut dirawat di rumah sakit, karena hanya bisa makan dari cairan infus saja (Irnaningtyas, 2013; Aryulina, dkk, 2010). 8. Apendisitis adalah peradangan apendiks (umbai cacing), lebih dikenal dengan penyakit usus buntu. Gangguan ini terjadi akibat penyumbatan oleh bahan tinja yang mengeras dan tersangkut di dalam apendiks yang berakibat pembengkakan dan terisi pus (nanah) atau jaringan mati. Selain itu, juga disebabkan oleh bakteri. Usus buntu memang bukan merupakan alat pencernaan dan fungsinya juga belum diketahui secara pasti, namun jika terjadi peradangan pada organ tersebut akan menimbulkan gejala-gejala seperti mual, muntah, dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Umumnya apendisitis ditangani dengan pembedahan untuk mencegah terjadinya bengkak atau peradangan pada selaput rongga perut (peritonitis). Jika tidak diangkat dengan pembedahan, maka apendiks akan pecah dan menumpahkan isinya yang mengandung kuman (Irnaningtyas, 2013; Aryulina, dkk, 2010). 9.Malnutrisi, keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi. Malnutrisi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan penyakit seperti kwashiorkor dan marasmus (Kurang Energi Protein-KEP, biasa terjadi pada balita) (Irnaningtyas, 2013). 10. Malabsorpsi, penyerapan nutrisi yang buruk dari saluran pencernaan ke dalam aliran darah sehingga menyebabkan kekurangan gizi (Irnaningtyas, 2013). 11. Parositis (gondongan/mumps), suatu penyakit menular yang menyebabkan pembengkakan kelenjar ludah (kelenjar parotid) pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah, disebabkan oleh virus Paramyxovirus (Irnaningtyas, 2013). 12. Peritonisitis, peradangan pada peritoneum (jaringan tipis yang melapisi organ-organ yang terletak di dalam rongga perut). Peradangan dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus, bahan kimia iritan, dan benda asing (Irnaningtyas, 2013). 13. Kolik abdomen, gangguan aliran normal isi usus di sepanjang traktus intestinal, ditandai dengan kram dan nyeri hebat pada perut yang mungkin disertai dengan mual dan muntah. Biasanya disebabkan oleh peradangan (Irnaningtyas, 2013). 14. Ulkus peptikum, luka (peradangan kronis) pada lapisan lambung dekat duodenum (bagian teratas dari usus halus), disebabkan oleh infeksi bakteri Helicobacter pylori (Irnaningtyas, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
15. Gastroenterisitis (flu perut), peradangan pada saluran pencernaan lambung dan usus halus yang mengakibatkan kombinasi diare, muntah, dan kejang perut. Gastroenterisitis disebabkan oleh virus atau bakteri (Irnaningtyas, 2013). 16. Xerostomia, gejala mulut kering akibat berkurangnya produksi ludah. Berkurangnya produksi ludah terjadi akibat adanya gangguan saraf pusat, saraf kelenjar ludah, dan perubahan elektrolit ludah. Xerostomia dapat disebabkan oleh tumor otak, radang selaput otak, obat-obatan tertentu, penyakit ginjal dan kencing manis, rasa takut/cemas, serta depresi (Irnaningtyas, 2013). 17. Karies gigi, penyakit infeksi yang merusak struktur gigi, atau gigi menjadi berlubang. Karies gigi dapat disebabkan oleh bakteri penghasil asam (Irnaningtyas, 2013). 18. Hepatitis¸penyakit peradangan hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, keracunan alkohol, karbon tetraklorida, atau obat penenang tertentu (Irnaningtyas, 2013). 19. Gastroesophageal reflux disease (GERD) atau asam lambung disebabkan oleh otot di ujung esofagus tidak tertutup dengan baik (meregang secara tidak normal atau melemah), kelebihan berat badan, faktor keturunan, stres, konsumsi obat-obat tertentu, hiatus hernia, hamil, gastroparesis, dan konsumsi makanan yang mengandung banyak lemak. Gejala-gejalanya antar lain nyeri ulu hati (heartburn) kronis yang kadang-kadang menyebar sampai ke tenggorokan disertai rasa asam di mulut dengan frekuensi 2 atau 3 kali seminggu atau lebih, nyeri dada, kesulitan menelan (disfagia), batuk kering, suara serak dan/atau sakit tenggorokan, terasa tak nyaman / ada benjolan di tenggorokan, regurgitasi (mual-muntah) makanan atau cairan asam lambung (acid reflux). Langkah-langkah pencegahannya adalah dengan mengubah gaya hidup, antara lain: berpikiran positif, kurangi stres, hindari makan dan minum terlalu cepat, hindari makanan pedas dan asam, istirahat yang cukup, posisi tidur sebaiknya dengan sedikit menaikkan kepala supaya tidak terjadi refluks asam ke esofagus, menurunkan berat badan karena kelebihan lemak akan memberikan tekanan pada perut, gunakan pakaian atau ikat pinggang yang longgar (Mediskus, 2017). 20. Sendawa (burping/belching) adalah keluarnya gas dari saluran cerna (kerongkongan atau lambung) ke mulut yang disertai adanya suara dan kadang-kadang bau. Timbulnya suara tersebut disebabkan oleh getaran udara/gas pada katup kerongkongan saat keluarnya gas. Hal ini merupakan hal yang umum dan bisa terjadi pada siapa saja. Sendawa merupakan usaha untuk melepaskan udara yang terperangkap dalam lambung yang biasanya menimbulkan ketidaknyamanan di saluran cerna. Sendawa setelah makan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
merupakan hal yang normal, namun jika terjadi terus-menerus maka perlu diperiksakan. Penyebab sendawa: makan/minum terlalu cepat, menelan udara, minum minuman berkarbonasi, mengonsumsi obat-obatan tertentu seperti metformin, cemas, serta merupakan gejala penyakit maag atau terdapat gangguan pada esofagus (Forumsains). 21. Nyeri ulu hati (Heartburn) merupakan nyeri di daerah epigastrium. Nyeri ulu hati ditandai dengan timbulnya rasa terbakar di dada. Sensasi terbakar ini biasanya terjadi sesudah mengonsumsi makanan tertentu dan akan semakin terasa ketika berbaring atau membungkuk. Nyeri ulu hati merupakan gejala dari suatu penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh gangguan saluran cerna bagian atas seperti GERD (Rachmawati, 2013; Astuti, 2017). 22. Intoleransi laktosa Laktosa adalah gula susu yang dipecah oleh enzim laktase, suatu enzim pencernaan yang terdapat dalam usus halus. Intoleransi laktosa adalah berkurangnya kemampuan untuk mencerna laktosa, yang disebabkan oleh kekurangan enzim laktase. Gejala-gejala intoleransi laktosa meliputi antara lain: perut kembung (banyak gas), sakit perut, dan diare. Intoleransi laktosa sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik, dimana penderita mempunyai laktase lebih sedikit dibanding orang normal. Penyebab lainnya adalah gastroenteritis, infeksi parasit, dan defisiensi besi. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat intoleransi laktosa, dapat dilakukan berbagai hal seperti membaca label pangan dengan seksama, pembatasan jumlah susu yang dikonsumsi, dan pemilihan produk-produk susu. Penderita intoleransi laktosa dianjurkan untuk mengkonsumsi produk susu fermentasi seperti keju matang (mature atau ripened cheeses), mentega atau yoghurt, produk susu bubuk, produk susu yang mengandung banyak lemak atau susu bebas laktosa seperti produk kedelai (Badan POM RI, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
Pustaka Acuan: Aryulina, D., Muslim, C., dan Manaf, S., 2010, BIOLOGY 2A for Senior High School Grade XI Semester 1, ESIS, Jakarta. Astuti, W. S., 2017, “Berdamai dengan GERD (Nyeri Uluhati)”, Tribun Jogja, Minggu Pahing, 26 Februari 2017, http://farmasi.ugm.ac.id/files/piotribun/2017-2-26-168594Berdamai-DenganGERD---Nyeri-Ulu-Hati.pdf, diunduh pada tanggal 11 April 2017. Badan POM RI, 2008, “Kenali Intoleransi Laktosa Lebih Lanjut”, InfoPOM, Vol. 9, No. 1, Edisi Januari 2008, http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/010 8.pdf, diunduh pada tanggal 17 April 2017. Forumsains, “Gas Saluran Cerna: Sendawa, Kembung, Kentut”, http://www.forumsains.com/kesehatan/gas-saluran-cerna-sendawa-kembungkentut/, diakses pada tanggal 17 April 2017. Irnaningtyas, 2013, BIOLOGI untuk SMA/MA Kelas XI Kelompok Peminatan Matematika dan Ilmu Alam, Erlangga, Jakarta. Kementrian Kesehatan RI, 2011, “Pengendalian Diare di Indonesia”, Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan, Volume 2, Triwulan 2, http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buleti n-diare.pdf, diunduh pada tanggal 21 April 2016. Mediskus, 2017, “Penyakit GERD: Defenisi, Gejala, Penyebab, Pengobatan”, http://mediskus.com/penyakit/penyakit-gerd-definisi-gejala-penyebabpengobatan, diakses pada tanggal 11 April 2017. Parker, J. N. and Parker P. M., 2002, The 2002 Official Patient’s Sourcebook on Constipation: A Revised and Updated Directory for the Internet Age, ICON Group International, Inc., USA, pp. 11-21. Rachmawati, V., 2013, Skripsi: “Hubungan Faktor Stres Psikososial dengan Keluhan Nyeri Ulu Hati pada Pasien Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi”, Fakultas Kedokteran, Universitas Jember, http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/13269, diunduh pada tanggal 17 April 2017. Sherwood, L., 2011, HUMAN PHYSIOLOGY: FROM CELLS TO SYSTEMS, 6th Edition, diterjemahkan oleh Brahm U. Pendit, EGC, Jakarta, hal. 688-697. Silverthorn, D. U., 2013, HUMAN PHYSIOLOGY: AN INTEGRATED APPROACH, 6th Edition, diterjemahkan oleh Staf Pengajar Departemen Fakultas Kedokteran FKUI, EGC, Jakarta, hal. 723-764. Wexner, S. D. and Duthie G. S., 2006, Constipation: Etiology, Evaluation, and Management, Springer-Verlag, London, pp. 4-5, 15, 16, 26-27, 36, 44, 135, 137.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
ARTIKEL-ARTIKEL PENELITIAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
D. Worksheet Analisis Artikel Penelitian
WORKSHEET ANALISIS ARTIKEL PENELITIAN Nama Anggota Kelompok
: 1. 2. 3. 4.
Hari, tanggal
: BIBLIOGRAFI PENULIS
a. Penulis b. Judul
c. Nama jurnal, buletin, atau website d. Tanggal publikasi (dan halaman, bila ada)
: _____________________________________________ : _____________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ : _____________________________________________ : _____________________________________________ ______________________________________________
TUJUAN PENELITIAN (tulislah dengan kata-kata yang Anda pahami)
PROSEDUR PENELITIAN (tulislah dalam bentuk bagan alir dengan kata-kata yang Anda pahami)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
ANALISIS DATA (tulislah dengan kata-kata yang Anda pahami)
KESIMPULAN (tulislah dengan kata-kata yang Anda pahami)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
TANGGAPAN KELOMPOK TERHADAP ARTIKEL
a. Buatlah dua pertanyaan yang muncul setelah membaca artikel
: ______________________________________________ ________________________________________________ ________________________________________________ ________________________________________________ ________________________________________________
b. Apakah ada topik untuk penelitian lebih lanjut?
: ______________________________________________ ________________________________________________ ________________________________________________
c. Buatlah daftar kata- :_______________________________________________ kata atau istilah ________________________________________________ yang mungkin sulit ________________________________________________ Anda pahami Pada artikel yang telah Anda analisis di atas terdapat latar belakang masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian tersebut. Latar belakang masalah pada artikel tersebut adalah adanya gangguan sistem pencernaan makanan pada manusia. Dengan menggunakan poin-poin di bawah ini, jelaskan dengan lugas gangguan sistem pencernaan tersebut! Gunakan buku dan/atau internet sebagai sumber referensi. Sertakan sumber referensi di setiap penjelasan yang berasal dari karya orang lain, seperti contoh berikut: Diare adalah gangguan pencernaan yang terjadi akibat pergerakan yang cepat dari materi tinja di sepanjang usus besar (Irnaningtyas, 2013). a. Jenis gangguan : _____________________________________________ sistem pencernaan _______________________________________________ b. Faktor-faktor penyebab (3)
: _____________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________
c. Gejala-gejala (3)
: _____________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
d. Langkah pencegahan (3)
: _____________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________
e. Langkah pengobatan (3)
: _____________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
E. Lembar Penilaian Afektif PENILAIAN AFEKTIF Materi
: Gangguan Sistem Pencernaan Makanan Manusia
Kelas/Semester
: XI/II Lembar Penilaian Afektif
No.
Nama Siswa
Aspek yang dinilai Berpikir Disiplin Kerjasama Teliti kritis
Jumlah Nilai Jujur Skor
1. 2. 3. 4. 5. dst Kategori Skor: 3 = Baik 2 = Cukup 1 = Kurang Rubrik Penilaian Sikap No. 1.
2.
3.
Aspek yang Indikator penilaian dinilai Disiplin Masuk kelas tepat waktu, berpakaian rapi dan sopan, serta menyelesaikan tugas tepat waktu. Jika hanya 2 indikator yang terlihat. Jika hanya 1 indikator yang terlihat. Berpikir Mengajukan pertanyaan-pertanyaan terhadap hal baru kritis kepada guru maupun teman sejawat, menjawab pertanyaan guru maupun teman sejawat dengan antusias, dan mengklarifikasi jawaban/pendapat teman maupun guru. Jika hanya 2 indikator yang terlihat. Jika hanya 1 indikator yang terlihat. Kerjasama Berkontribusi dalam penyelesaian tugas kelompok, mengahargai pendapat teman, dan mematuhi keputusan diskusi kelompok. Jika hanya 2 indikator yang terlihat. Jika hanya 1 indikator yang terlihat.
Skor 3 2 1 3
2 1 3
2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
4.
5.
Teliti
Jujur
Menggarisbawahi poin-poin penting dalam artikel penelitian, memperhatikan hal-hal kecil pada data artikel penelitian seperti angka dan satuan pada tabel atau grafik, dan membaca artikel penelitian beberapa kali. Jika hanya 2 indikator yang terlihat. Jika hanya 1 indikator yang terlihat. Tidak melakukan plagiarisme dalam mengerjakan tugas, melaporkan hasil worksheet analisis artikel penelitian apa adanya, dan tidak menyontek. Jika hanya 2 indikator yang terlihat. Jika hanya 1 indikator yang terlihat.
Jumlah skor maksimum = 15
Kriteria nilai: 76 – 100 = A (Sangat Baik) 51 – 75 = B (Baik) 26 – 50 = C (Cukup) 1 – 25 = D (Sangat Kurang)
3
2 1 3
2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
F. Lembar Penilaian Psikomotorik
PENELITIAN PSIKOMOTORIK A. Kinerja Praktikum Lembar Penilaian Observasi Praktikum Nama Kelompok
Jumlah skor
Nilai
Kekompakkan kelompok
Mengajukan pertanyaan atau pendapat (bagi audience)
Menjawab pertanyaan (bagi pemateri)
Materi presentasi
Aspek yang dinilai
Penyajian
No.
1. 2. 3. 4. 5. dst Kategori Skor: 3 = Baik 2 = Cukup 1 = Kurang Rubrik Penilaian Praktikum No. 1.
2.
3.
Aspek yang dinilai Penyajian
Materi presentasi
Menjawab pertanyaan (bagi pemateri)
Indikator Penilaian Suara lantang, ekspresif, dan melakukan gerak tubuh atau demonstrasi untuk memperjelas isi presentasi. Jika hanya 2 indikator yang terlihat. Jika hanya 1 indikator yang terlihat. Materi presentasi lengkap, kalimat lugas/mudah dipahami, dan runtut. Jika hanya 2 indikator yang terlihat. Jika hanya 1 indikator yang terlihat. Jawaban sesuai dengan pertanyaan, dapat langsung menjawab pertanyaan atau tidak terlalu lama berdiskusi untuk menjawab pertanyaan, dan jawaban disertai dengan referensi akurat. Jika hanya 2 indikator yang terlihat. Jika hanya 1 indikator yang terlihat.
Skor 3 2 1 3 2 1 3
2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
4.
5.
Mengajukan pertanyaan atau pendapat (bagi audience) Kekompakkan kelompok
Pertanyaan dikemukakan dengan kalimat lugas, pertanyaan bersifat kritis, dan bertanya tanpa disuruh. Jika hanya 2 indikator yang terlihat. Jika hanya 1 indikator yang terlihat. Pembagian materi presentasi secara merata, pembagian tugas untuk menjawab pertanyaan secara merata, dan semua anggota kelompok memiliki satu pemikiran (tidak ada miskomunikasi). Jika hanya 2 indikator yang terlihat. Jika hanya 1 indikator yang terlihat.
Jumlah skor maksimum = 15
Kriteria nilai: 76 – 100 = A (Sangat Baik) 51 – 75 = B (Baik) 26 – 50 = C (Cukup) 1 – 25 = D (Sangat Kurang)
3
2 1 3
2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G. Lembar Penilaian Kognitif I. ULANGAN HARIAN
A. KISI-KISI Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Kompetensi Inti
:: Biologi : XI/II :
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Kompetensi Dasar: 3.7 Menganalis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem pencernaan makanan dalam kaitannya dengan nutrisi, bioproses dan gangguan fungsi yang dapat terjadi pada sistem pencernaan makanan manusia 4.7 Menyajikan laporan hasil uji zat makanan yang terkandung dalam berbagai jenis bahan makanan dikaitkan dengan kebutuhan energi setiap individu serta teknologi pengolahan pangan dan keamanan pangan 123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.7.1 Siswa dapat menjelaskan jenis-jenis gangguan sistem pencernaan makanan manusia.
V V V V V V V V V V
Mencipta (C6)
Mengevaluasi (C5)
Menganalis C4)
Menerapkan (C3)
Memahami (C2)
Indikator
Mengingat (C1)
Dimensi Kognitif
Nomor Soal
Kunci Jawaban
I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 I.6 I.7 I.8 I.9 I.10
Bentuk Soal
Jumlah Soal
Menjodohkan
10
3.7.2 Siswa dapat menganalisis faktor-faktor penyebab gangguan sistem pencernaan makanan manusia.
V
II.a
Terlampir
Uraian
1
3.7.3 Siswa dapat menjelaskan gejala-gejala gangguan sistem pencernaan makanan manusia.
V
II.b
Terlampir
Uraian
1
V
II.c
Terlampir
Uraian
1
3.7.4 Siswa dapat menguraikan langkah-langkah pengobatan terhadap gangguan sistem pencernaan makanan manusia. 3.7.5 Siswa dapat menguraikan langkah-langkah pencegahan terhadap gangguan sistem pencernaan makanan manusia.
124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
B. SOAL-SOAL ULANGAN HARIAN I. Jodohkan soal di sebelah kiri dengan jawaban yang tepat di sebelah kanan! (poin 20) 1. Gastroesophageal reflux disease (GERD) atau asam lambung 2. Sendawa 3. Parositis
a. Infeksi virus atau bakteri E.coli b. Dapat dicegah dengan makan secara teratur dan menghindari minuman beralkohol dan rokok c. Penyerapan nutrisi yang buruk
4. Konstipasi
d. Mulut kering karena produksi ludah berkurang
5. Diare
e. Disebabkan oleh virus Paramyxovirus
6. Xerostomia
f. Penyumbatan bahan tinja yang
7. Gastritis
g. Terlalu banyak mengonsumsi gula dan polisakarida
8. Flatus 9. Nyeri ulu hati 10. Malnutrisi
h. Dapat dicegah dengan mengatur posisi tidur dengan sedikit menaikkan kepala i. Peradangan pada saluran pencernaan lambung dan usus halus j. Rasa terbakar di dada setelah mengonsumsi makanan tertentu dan semakin terasa ketika berbaring atau membungkuk k. Kram dan nyeri hebat pada perut l. Defekasi ditunda terlalu lama m. Ketidakseimbangan antara pengambilan makanan dan kebutuhan gizi n. Kurangi konsumsi bir dan minuman bersoda karena banyak mengandung gas karbondioksida o. Peradangan pada peritoneum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126
II. URAIAN (@ 10 poin) Berikut adalah tiga macam gangguan pada sistem pencernaan manusia, yaitu Gastroesophageal reflux disease (GERD) atau asam lambung, konstipasi atau sembelit, dan diare. Pilihlah salah satu dari ketiga macam gangguan pada sistem pencernaan manusia, lalu: a. Analisislah 3 faktor penyebabnya b. Jelaskan 3 gejalanya c. Uraikan 3 langkah pencegahannya
C. KUNCI JAWABAN: I. Menjodohkan 1. H 2. N 3. E 4. L 5. A 6. D 7. B 8. G 9. J 10. M
II. Uraian Gastroesophageal reflux disease (GERD) atau asam lambung a. Faktor penyebabnya: otot di ujung esofagus tidak tertutup dengan baik (meregang secara tidak normal atau melemah), kelebihan berat badan, faktor keturunan, stres, konsumsi obat-obat tertentu, hiatus hernia, hamil, gastroparesis, dan konsumsi makanan yang mengandung banyak lemak. b. Gejala-gejalanya: nyeri ulu hati (heartburn) kronis yang kadang-kadang menyebar sampai ke tenggorokan disertai rasa asam di mulut dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127
frekuensi 2 atau 3 kali seminggu atau lebih, nyeri dada, kesulitan menelan (disfagia), batuk kering, suara serak dan/atau sakit tenggorokan, terasa tak nyaman / ada benjolan di tenggorokan, regurgitasi (mual-muntah) makanan atau cairan asam lambung (acid reflux). c. Langkah-langkah pencegahannya adalah dengan mengubah gaya hidup, antara lain: Berpikiran positif, kurangi stres, hindari makan dan minum terlalu cepat, hindari makanan pedas dan asam, istirahat yang cukup, posisi tidur sebaiknya dengan sedikit menaikkan kepala supaya tidak terjadi refluks asam ke esofagus, menurunkan berat badan karena kelebihan lemak akan memberikan tekanan pada perut, gunakan pakaian atau ikat pinggang yang longgar. Konstipasi atau Sembelit a. Faktor penyebabnya: Makanan yang kurang berserat, mengabaikan dorongan defekasi atau ditunda terlalu lama, kurang cairan yang masuk ke dalam tubuh, kurang beraktivitas atau berolahraga, pengaruh obat-obatan tertentu, perubahan dalam kehidupan seperti kehamilan, penuaan, dan perjalanan, emosi, penyalahgunaan laksatif, serta penyakit/kelainan/gangguan tertentu. b. Gejala-gejalanya: Melakukan tekanan yang kuat pada perut ketika defekasi, timbul perasaan bahwa evakuasi feses tidak sempurna (tidak semuanya keluar), feses keras atau menyerupai bentuk pelet, defekasi kurang dari 3 atau 2 kali dalam seminggu berdasarkan pada rutinitas setiap individu. c. Langkah-langkah pencegahan: asupan makanan yang mengandung serat dengan ketentuan 20-35 gram/hari untuk membantu memberi bentuk dan massa pada feses, minum cukup air, olahraga teratur, dan tidak mengabaikan dorongan untuk berdefekasi. Diare a. Faktor penyebabnya: infeksi mikroorganisme seperti virus, bakteri, protozoa, dan helminthes, alergi (fruktosa dan laktosa), kelebihan vitamin C, mengonsumsi alkohol atau buah-buahan tertentu. b. Gejala-gejalanya: rangsangan terus-menerus untuk buang air besar dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam, feses tidak berbentuk (unformed stools) atau cair, mual, muntah, mulas, nyeri pada perut, demam, dan terdapat tanda-tanda dehidrasi. c. Langkah-langkah pencegahan: hindari makanan dan minuman yang tidak bersih, cuci tangan pakai sabun sebelum makan dan sesudah buang air
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128
besar, rebus air minum terlebih dahulu, gunakan air bersih untuk memasak, buang air besar di jamban serta pengelolaan sampah dengan benar. D. Rubrik Penilaian Kognitif Nomor Bentuk Soal Skor Soal 2 Menjodohkan
1-10 0 10
7 a 3 0 10 Uraian 7 b 3 0 10 c 7 3
Aspek Siswa dapat menjawab satu soal dengan benar. Siswa tidak menjawab dengan benar atau tidak menjawab sama sekali. Siswa mampu menjawab dengan benar dan lengkap 3 faktor penyebab gangguan/penyakit yang telah dipilih. Siswa hanya mampu menjawab dengan benar 2 faktor penyebab gangguan/penyakit yang telah dipilih. Siswa hanya mampu menjawab dengan benar 1 faktor penyebab gangguan/penyakit yang telah dipilih. Siswa tidak memberikan jawaban yang benar dan tepat. Siswa mampu menjawab dengan benar dan lengkap 3 gejala dari gangguan/penyakit yang telah dipilih. Siswa hanya mampu menjawab dengan benar 2 gejala dari gangguan/penyakit yang telah dipilih. Siswa hanya mampu menjawab dengan benar 1 gejala dari gangguan/penyakit yang telah dipilih. Siswa tidak memberikan jawaban yang benar dan tepat. Siswa mampu menjawab dengan benar dan lengkap 3 langkah pencegahan terhadap gangguan/penyakit yang telah dipilih. Siswa hanya mampu menjawab dengan benar 2 langkah pencegahan terhadap gangguan/penyakit yang telah dipilih. Siswa hanya mampu menjawab dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129
0
benar 1 langkah pencegahan terhadap gangguan/penyakit yang telah dipilih. Siswa tidak memberikan jawaban yang benar dan tepat.
E. Penilaian Tes
No
Nama Siswa
Butir Soal Menjodohkan Uraian Jumlah Nilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 a b c Skor Siswa Skor
1 2 3 4 5 dst. Jumlah skor maksimum = 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130
II. WORKSHEET ANALISIS ARTIKEL PENELITIAN Rubrik Penilaian Worksheet Analisis Artikel Penelitian No. A.
B.
C.
Aspek yang dinilai Bibliografi penulis
Tujuan penelitian
Prosedur Penelitian
Indikator Penilaian
Skor
Semua komponen lengkap.
5
Hanya tiga komponen yang lengkap.
4
Hanya dua komponen yang lengkap.
3
Hanya satu komponen yang lengkap.
2
Semua komponen tidak ditulis.
0
Tujuan penelitian sesuai dengan yang ditulis dalam artikel, ditulis dengan kata-kata sendiri yang mudah dipahami dan singkat.
10
Tujuan penelitian sesuai dengan yang ditulis dalam artikel, ditulis dengan kata-kata sendiri yang mudah dipahami namun berbelit-belit.
7
Tujuan penelitian sama persis dengan yang ditulis dalam dalam artikel (tidak ditulis dengan kata-kata sendiri).
5
Tujuan penelitian tidak sesuai dengan yang ditulis dalam artikel.
2
Tujuan penelitian tidak ditulis.
0
Prosedur penelitian lengkap, dibuat dalam bentuk bagan alir, runtut, ditulis dengan kata-kata sendiri yang mudah dipahami, dan menggunakan kalimat pasif.
10
Prosedur penelitian lengkap, dibuat dalam bentuk bagan alir, runtut, ditulis dengan kata-kata sendiri yang mudah dipahami, namun tidak menggunakan kalimat pasif.
8
Prosedur penelitian lengkap, dibuat dalam bentuk bagan alir, runtut, namun ditulis sama persis dengan yang tertera dalam artikel. Atau
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131
Prosedur penelitian kurang lengkap, dibuat dalam bentuk bagan alir, runtut, dan ditulis dengan katakata sendiri yang mudah dipahami. Prosedur penelitian kurang lengkap dan ditulis sama persis dengan yang tertera dalam artikel.
D.
Analisis Data
Prosedur penelitian tidak ditulis.
0
Analisis data disajikan secara lugas, dengan menghubungkan hasil pengamatan dengan teori dan prosedur penelitian, serta ditulis dengan katakata sendiri yang mudah dipahami.
25
Analisis data disajikan secara berbelit-belit, dengan menghubungkan hasil pengamatan dengan teori dan prosedur penelitian, serta ditulis dengan katakata sendiri yang mudah dipahami.
20
Tidak semua data/hasil penelitian dianalisis (kurang lengkap analisisnya) dan ditulis dengan kata-kata sendiri yang mudah dipahami. Analisis data hanya seputar menceritakan kembali data/hasil pengamatan dan langkah kerja.
E.
F.
G.
Kesimpulan
Tanggapan kelompok terhadap artikel
3
15
10
Analisis data tidak ditulis.
0
Kesimpulan ditulis singkat, menjawab tujuan penelitian, dan ditulis dengan kata-kata sendiri yang mudah dipahami.
10
Kesimpulan menjawab tujuan penelitian, ditulis dengan kata-kata sendiri yang mudah dipahami, namun ditulis dengan panjang dan berbelit-belit.
7
Kesimpulan tidak menjawab tujuan penelitian.
5
Kesimpulan tidak ditulis.
0
Semua komponen lengkap.
10
Semua komponen ada, namun kurang lengkap.
8
Hanya dua komponen yang lengkap.
6
Hanya satu komponen yang lengkap.
3
Semua komponen tidak ditulis
0
Uraian tentang gangguan sistem pencernaan makanan manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132
H.
Substansi
Setiap satu substansi yang benar diberi skor 3. Terdapat 5 substansi di dalam worksheet.
15
Sumber referensi
Setiap substansi yang disertakan dengan sumber referensinya akan diberi skor 1. Terdapat 5 substansi di dalam worksheet.
5
Tata tulis
Sesuai EYD
7
Rapi
3
Jumlah skor maksimum = 100
Kriteria nilai: 76 – 100 = A (Sangat Baik) 51 – 75 = B (Baik) 26 – 50 = C (Cukup) 1 – 25 = D (Sangat Kurang)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN IV: DOKUMENTASI PENELITIAN Sumber: Dokumentasi Pribadi
1) Buah kopi Robusta ditumbuk
2) Kopi Robusta dijemur selama ±4 hari
3) Setelah dijemur, biji kopi Robusta ditumbuk lagi untuk mengeluarkan kulitnya.
4) Biji kopi Robusta siap disangrai.
5) Kopi Robusta disangrai dengan api tungku. Untuk ukuran 1 kg, kopi Robusta disangrai selama 30 menit hingga berwarna hitam.
133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6) Biji kopi Robusta yang telah disangrai lalu didinginkan.
7) Alat giling kopi
8) Kopi Robusta yang telah digiling.
9) Tikus putih betina ditempatkan pada kandang individu jenis kandang metabolik yang telah diberi kode RAL.
10) Seduhan gambir disaring agar terpisah dari ampasnya.
11) Seduhan kopi Robusta disaring agar terpisah dari ampasnya.
134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12) Ketiga Bahan Uji: Kopi Robusta, Dulcolax, dan Air
13) Bahan uji dimasukkan ke dalam spoit sesuai dosis peroral/tikus lalu dipasang dengan sonde oral.
14) Bahan uji dimasukkan ke dalam tubuh tikus putih betina secara oral.
15) Kondisi kandang metabolik untuk pengamatan frekuensi defekasi tikus putih betina.
16) Kondisi feses tikus putih betina yang masih basah.
17) Kondisi feses tikus putih betina yang telah kering.
135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136
LAMPIRAN V ETHICAL CLEARANCE
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137
LAMPIRAN VI LAPORAN HASIL UJI KAFEIN DAN SERAT KASAR PADA BUBUK KOPI ROBUSTA MANGGARAI