PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN BERBAHAN KULIT KOPI FERMENTASI DENGAN METODE FLUSHING TERHADAP BOBOT LAHIR ANAK SAPI BALI DI KABUPATEN REJANG LEBONG Zul Efendi dan Dedi Sugandi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian KM 6,5 Bengkulu 38119
ABSTRACT Assessment supplemental feeding fermented coffee leather with flhusing method implemented in the Village Air Meles District East Curup Rejang Lebong District from January to December 2013. The assessment aims to get the formula for cattle feed flushing in Rejang Lebong District. The design used was a randomized block design (RBD) with three treatments and seven replications . Cattle used is seven months pregnant Bali cows as much as 21 tails. Parametersmeasured were calf birth weights and feed consumption. Date were analyzed by analysis of variance and if there is a real difference , followed by a further test of DMRT. The results showed that the two treatments (supplementary feeding in the form of fermented coffee leather 2.4 kg/head/day of rice bran plus 1,6 kg/head/day) were significantly different (P< 0,05) with the first treatment (with no additional feed), the third treatment (supplementary feeding in the form of fermented coffee leather 2,4 kg/head/day of rice bran plus 0,8 kg/head/day and cassava 0,8 kg/head/day) were significantly different (P < 0,05) with the first treatment (with no additional feed ) while the second treatment did not differ significantly (P > 0,05) with all three treatments. Feed consumption in the second and third treatment also significantly different (P< 0,05) with the first treatment, while the second treatment did not differ significantly (P > 0,05) with all three treatments. Keywords:supplementaryfeed, coffeeleather, fermentation, flushing, birthweights
PENDAHULUAN Data tahun 2010 jumlah ternak sapi di Provinsi Bengkulu sebanyak 103.262 ekor. Dari 103.262 ekor sapi di Provinsi Bengkulu, sebanyak 7.744 ekor terdapat di Kabupaten Rejang Lebong (BPS, 2011). Peluang untuk mengembangkan sapi di Kabupaten Rejang Lebong masih cukup besar dengan dukungan potensi pakan tambahan dari limbah kulit kopi dan ubi kayu yang banyak terdapat disana. Kabupaten Rejang Lebong mempunyai luas tanaman kopi Robusta mencapai 16.014 ha dengan produksi 6.534,00 ton atau 445 kg/ha dan kopi Arabika mencapai 1.915 ha dengan produksi 2.609,28 ton atau 1.711 kg/ha (BPS, 2011). Kopi termasuk tanaman yang menghasilkan limbah hasil sampingan pengolahan yang cukup besar yang berkisar antara 50 - 60 persen dari hasil panen berupa kulit kopi. Bila hasil panen kopi sebanyak 1.000 kg kopi segar berkulit, maka yang menjadi biji kopi hanya sekitar 400 – 500 kg dan sisanya berupa kulit kopi yang bisa sebagai salah satu bahan dasar untuk pembuatan pupuk kompos (Puslitkoka, 2005).Kulit kopi juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Dengan produksi kopi di Kabupaten Rejang Lebong yang mencapai 9.143,28 ton, maka akan dihasilkan limbah kulit kopi sebanyak 4.571,54 – 5.485,97 ton. Dengan limbah kulit kopi melimpah dan dapat dimanfaatkan untuk pakan sapi, maka tanaman kopi sangat mendukung untuk pengembangan ternak sapi. Luas panen ubi kayu di Provinsi Bengkulu tahun 2010 mencapai 3.714 ha dengan produksi 43.848 ton. Sedangkan Kabupaten Rejang Lebong mencapai 1.253 ha dengan produksi 14.806 ton (BPS, 2011). Ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Pemanfaatan ubi kayu sebagai pakan ternak telah banyak dilakukan. Namun penggunaannya dibatasi karena adanya asam sianida yang bersifat racun jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu dalam keadaan segar. Untuk dijadikan pakan, ubi kayu dicacah terlebih dahulu kemudian dikeringkan dengan sinar matahari sampai kandungan bahan kering 80 - 90%. Dengan pengeringan mampu menurunkan kadar asam sianida hingga 90% sehingga aman untuk pakan serta meningkatkan waktu simpan untuk persediaan di musim kemarau (Suharsono, 2011). Sapi memiliki kemampuan untuk mengolah bahan pakan yang tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia menjadi produk sumber pangan dan sandang seperti daging dan kulit (Mathius, 2009).Mathius et al.,(1983) menyatakan bahwa kurangnya jumlah dan nilai gizi yang diberikan petani menyebabkan pertumbuhan sapi tidak dapat berkembang sesuai dengan potensi genetiknya. Metode flushing merupakan pemberian pakan tambahan yang berkualitas baik pada dua bulan sebelum dan dua bulan sesudah melahirkan. Hubungan kualitas pakan dengan keadaan reproduksi sebelum dan
sesudah beranak menurut Achmad (1983) yaitu pemberian energi yang tinggi sebelum dan sesudah beranak dapat memperpendek selang/jarak beranak, Bahan pakan yang diberikan ternak sapi diantaranya kulit kopi dan ubi kayu. Tujuan pemberian pakan dengan metode flushing adalah menjaga kondisi induk sapi agar tetap sehat dan segera dapat bunting lagi sehingga akan memperpendek jarak kelahiran. Disamping itu petumbuhan anak sapi akan baik sehingga akan meningkatkan bobot lahir anak sapi. Kondisi badan yang tetap cukup bagus pada sapi induk setelah laktasi sekitar 2 bulan, akan mempercepat terjadinya estrus kembali (Wiyono dan Aryogi. 2007).
METODOLOGI Pengkajian ini dilaksanakan di Desa Air Meles Bawah, Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu pada bulan Januari sampai dengan November tahun 2013. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga perlakuan dan tujuh ulangan (Gomes, 1995) dan kalau terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan DMRT. Sapi yang digunakan adalah induk sapi Bali yang bunting tua sebanyak 21 ekor. Perlakuan dalam pengkajian ini adalah (i) hijauan pakan ternak (jerami padi) sebanyak 10% dari berat badan, (ii) hijauan pakan ternak (jerami padi) sebanyak 10% dari berat badan ditambah fermentasi kulit kopi 2,4 kg dan dedak 1,6 kg/ekor/hari, (iii) hijauan pakan ternak (jerami padi) 10% dari barat badan ditambah kulit kopi fermentasi 2,4 kg dan dedak 0,8 kg serta ubi kayu 0,8 kg/ekor/hari. Pakan tambahan diberikan pada induk yang sedang bunting tua (dua bulan sebelum melahirkan sampai dua bulan setelah melahirkan). Pakan yang disusun untuk perlakuan pada induk sapi selama pengkajian ini dilakukan pengujian laboratorium untuk mengetahui kandungan nutrisinya. Hasil analisis proksimal terhadap pakan yang diberikan selama pengkajian disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Pakan Perlakuan. No
Kandungan Nutrisi I (Kontrol)
1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8
Hijauan Bahan Kering (%) Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Pakan Tambahan Kadar Air (%)* Protein Kasar (%)* Lemak (%)* GE (%)* Serat Kasar (%)* Abu (%)* Ca (%)* P (%)*
Perlakuan II
III
47,59 4,04 31,62 0,53
47,59 4,04 31,62 0,53
47,59 4,04 31,62 0,53
0 0 0 0 0 0 0 0
16,64 10,36 6,20 3552 23,59 12,49 0,33 0,99
19,44 7,79 2,58 3247 14,62 8,75 0,25 0,45
Keterangan: * adalah Hasil analisis proksimat di laboratorium Balitnak 2013.
Pengkajian ini diawali dengan melakukan fermentasi kulit kopi dengan menggunakan probiotik starbio, gula merah dan pupuk urea. Prosedur fermentasi kulit kopi adalah dengan menumpuk kulit kopi diatas terpal atau lantai yang bersih lalu ditaburi dengan starbio, gula merah dan urea, kemudian ditambahkan air secukupnya dan diaduk hingga mencapai kelembaban 60%. Tumpukan kulit kopi tersebut ditutup atau dimasukkan kedalam karung plastik dan ditutup rapat dan dibiarkan selama dua minggu sehingga proses fermentasi berlangsung dengan sempurna. Setelah dua minggu proses fermentasi akan selesai dan sebelum diberikan pada ternak sapi terlebih dahulu kulit kopi tersebut diangin-anginkan untuk menghilangkan uap nitrogennya. Parameter yang diamati selama pengkajian ini adalah: a) Bobot lahir anak sapi yang diperoleh dengan menimbang anak sapi pada saat lahir, b) konsumsi hijauan dan pakan tambahan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Wilayah Desa Air Meles Bawah berada di Kecamatan Curup Timur Kabupaten Rejang Lebong dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah dengan Desa Talang Ulu dan Kesambe Baru Kecamatan Curup Timur, Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kelurahan Air Bang Kecamatan Curup Tengah, Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Desa Sukaraja dan Sidorejo Kecamatan Curup Timur dan Curup Tengah, Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Desa Air Meles Atas Kecamatan Selupu Rejang. Jarak wilayah Desa Air Meles Bawah ke Ibu Kota Kecamatan Curup Timur 2 Km. sedangankan jarak wilayah Desa Air Meles Bawah ke Ibu Kota Kabupaten Rejang Lebong sekitar 4 Km dan jarak Ibu Kota Provisi sekitar 90 Km. Luas Desa Air Meles Bawah adalah 270 ha terdiri atas 24 ha lahan sawah dan 246 ha lahan darat. Berdasarkan penggunaannya, lahan Desa Air Meles Bawah terbagi ke dalam beberapa jenis penggunaan, yaitu lahan sawah irigasi, lahan sawah irigasi ½teknis, lahan perkebunan kopi, pekarangan, luas pemukiman dan perkantoran dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. No. A. 1 2 B. 1 2 3 4 5 6
Tata Guna Lahan Desa Air Meles Bawah Kec. Curup Timur Kab. Rejang Lebong. Jumlah
Tata Guna Lahan
(ha)
Lahan Sawah Irigasi Teknis Irigasi ½ Teknis Jumlah (A) Lahan Darat Pekarangan Perkebunan kopi Luas Pemukiman Luas kuburan Perkantoran Lain-lain Jumlah (B) Total (A + B)
(%)
17 7 24
6,3% 2,6%
24 103 104 1 14
8,9% 38,15% 38,52% 0,37% 5,19%
246 270
100.00
Penduduk Desa Air Meles Bawah pada tahun 2013 sebanyak 3.589 jiwa terdiri dari laki-laki 1.782 jiwa perempuan 1.807 jiwa. Berdasarkan mata pencaharian, sebagian besar penduduk Desa Air Meles Bawah adalah petani sekitar 80,97%. Selain sebagai petani, penduduk yang bermata pencarian PNS dan peternak persentasenya yaitu sekitar 7,7% dan 2,72%. Kondisi tersebut sebanding dengan kondisi lahan di Desa Air Meles Bawah yang sebagian besar merupakan lahan pertanian. Berdasarkan komoditi pertanian luas lahan tanaman padi dan palawija di Desa Air Meles Bawah yaitu seluas 17 ha, tanaman jagung sekitar 10 ha, tanaman ubi-ubian seluas 7 ha, tanaman sayur-sayuran 12 ha, tanaman cabe sekitar 10 ha, tanaman terong sekitar 3 ha dan perkebunan kopi sekitar 18 ha. Pada umumnya lahan pertanian tersebut merupakan lahan milik sendiri.
Bobot Lahir Anak Sapi Rata-rata bobot lahir anak sapi Bali yang diberikan pakan tambahan dua bulan sebelum dan sesudah melahirkan (metoda Flushing) dapat dilihat pada tabel 3.Dari tabel 3. dilihat gambaran bahwa pemberian pakan tambahan berupa kulit kopi yang difermentasi ditambah dengan dedak padi, baik yang ditambah dengan ubi kayu maupun yang tidak, dapat meningkatkan bobot lahir anak sapi Bali. Tabel 3 Rata-rata bobot lahir anak sapi, konsumsi hijauan dan pakan tambahan induk sapi Bali. No 1 2 3
Perlakuan Kontrol KF + dedak KF + dedak + ubi kayu
Berat lahir (kg) 14,90b 18,00a 17,70a
Konsumsi Hijauan (kg) 40,0a 29,5b 30,0b
Konsumsi Pakan Tambahan (kg) 3,2 3,5
Keterangan : KF= kulit kopi fermentasi Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjuk kan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Berdasarkan uji statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa bobot lahir anak sapi Bali pada perlakuan kedua (pemberian pakan tambahan berupa kulit kopi fermentasi 2,4 kg/ekor/hari ditambah dedak padi 1,6 kg/ekor/hari) memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) bila dibandingkan dengan bobot lahir anak sapi Bali yang tidak diberikan pakan tambahan. Begitu juga dengan bobot lahir anak sapi pada perlakuan ketiga (pemberian pakan tambahan berupa kulit kopi fermentasi 2,4 kg/ekor/hari ditambah dedak padi 0,8 kg/ekor/hari dan ubi kayu 0,8 kg/ekor/hari) juga memberikan pengaruh nyata (P<0,05) bila dibandingkan dengan bobot lahir anak sapi Bali pada perlakuan pertama/kontrol (yang tidak diberikan pakan tambahan). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan dua bulan sebelum melahirkan menghasilkan bobot lahir anak sapi Bali yang lebih berat dari pada bobot lahir anak sapi pada kontrol (yang induknya tidak diberikan pakan tambahan). Hal ini disebabkan oleh pemberian pakan tambahan membantu pemenuhan kebutuhan induk sapi yang sedang bunting terhadap nutrisi zat makanan karena kandungan zat gizi dari pakan tambahan (protein dan energy metabolism) yang tinggi dibandingkan dengan kandungan zat gizi dari hijauan saja. Ini juga didukung oleh pendapat dari Toelehere (1981) dalam Pasambe (2000) bahwa Pertumbuhan anak dipengaruhi oleh faktor tata laksana pemberian pakan pada induk, produktivitas ternak sebesar 95% dipengaruhi oleh faktor non genetik yaitu pengelolahan pakan, kesehatan dan sebagian kecil dipengaruhi faktor genetik. Hal ini memberikan gambaran bahwa kondisi badan induk sebagai salah satu faktor lingkungan tempat anak dilahirkan dengan bertambah baiknya kondisi badan induk, akan mampu mensuplai kebutuhan air susu secara optimal selama menyusui. Sedangkan bobot lahir anak sapi Bali pada perlakuan kedua (pemberian pakan tambahan berupa kulit kopi fermentasi 2,4 kg/ekor/hari ditambah dedak padi 1,6 kg/ekor/hari) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan ketiga (pemberian pakan tambahan berupa kulit kopi fermentasi 2,4 kg/ekor/hari ditambah dedak padi 0,8 kg/ekor/hari dan ubi kayu 0,8 kg/ekor/hari). Tapi walaupun demikian bobot lahir anak sapi Bali pada perlakuan kedua lebih tinggi bila dibandingkan dengan bobot lahir anak sapi Bali pada perlakuan ketiga. Rata-rata bobot lahir anak sapi Bali pada perlakuan kedua adalah 18,0 kg sedangkan rata-rata bobot lahir anak sapi Bali pada perlakuan ketiga yaitu 17,7 kg. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein kasar dan energi metabolis dari pakan tambahan pada perlakuan kedua lebih tinggi dari pada kandungan protein kasar dan energy metabolis dari pakan tambahan pada perlakuan ketiga. Kandungan protein kasar dan energy metabolis pakan pada perlakuan kedua adalah 10,36% dan 3552 kkal, sedangkan protein kasar dan energy metabolis pakan tambahan pada perlakuan ketiga adalah 7,79% dan 3247 kkal. Hasil pengkajian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Pongsapan et.al Tahun 1993 terhadap induk sapi bali yang dibiarkan merumput dan disuplemen dengan daun gamal sebayak 3 kg/ekor/hari memperoleh bobot lahir anak sapi seberat 14,46 kg.
Konsumsi Pakan Hasil perhitungan rata-rata konsumsi hijauan dan pakan tambahan induk sapi sejak dua bulan sebelum melahirkan sampai induk sapi melahirkan dari tiga perlakuan yang berbeda disajikan pada Tabel 3. Dari analisis yang dilakukan didapatkan bahwa konsumsi hijauan induk sapi bunting pada perlakuan pertama berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan kedua maupun perlakuan ketiga. Konsumsi hijauan induk sapi yang sedang bunting yang dipelihara menurut kebiasaan petani adalah sekitar 40,0 kg/ekor/hari, sedangkan konsumsi hijauan pada induk sapi yang diberikan pakan tambahan cenderung turun 30 – 35% atau sekitar 29,5 – 30,0 kg/ekor/hari. Hal ini disebabkan oleh induk sapi sudah diberikan pakan tambahan berupa campuran kulit kopi fermentasi, dedak padi dan ubi kayu sebelum induk sapi tersebut diberikan pakan hijauan, sehingga konsumsi hijauannya cenderung berkurang. Sedangkan konsumsi pakan tambahan pada induk sapi Bali bunting memperlihatkan bahwa induk sapi pada perlakuan kedua relative lebih sedikit bila dibandingkan dengan konsumsi pakan tambahan pada induk sapi Bali bunting perlakuan ketiga, hal ini disebabkan karena palatabilitas induk sapi Bali lebih tinggi pada perlakuan ketiga yang didalamnya ditambahkan dengan ubi kayu. Diduga karena ubi kayu mempunyai kadar air yang masih tinggi dan rasanya masih manis sehingga induk sapi lebih menyukainya dibandingkan pakan yang lainnya.
KESIMPULAN 1.
2.
Pemberian pakan tambahan pada induk sapi bunting dua bulan sebelum melahirkan berupa kulit kopi fermentasi 2,4 kg/ekor/hari ditambah dedak 1,8 kg/ekor/hari (P2) maupun kulit kopi fermentasi 2,4 kg/ekor/hari ditambah dedak padi 0,8 kg/ekor/hari dan ubi kayu 0,8 kg/ekor/hari (P3) berbeda nyata terhadap (P<0,05) dengan induk sapi yang hanya diberikan hijauan saja, sedangkan perlakuan P2 berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan P3. Konsumsi hijauan pada perlakuan kedua (P2) dan perlakuan ketiga (P3) berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan pertama (P1), sedangkan (P2) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P3.
DAFTAR PUSTAKA BPS Bengkulu. 2011. Bengkulu Dalam Angka 2011. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bengkulu dengan Badan Pusat Statistik (BPS)Provinsi Bengkulu. Bengkulu. Achmad, P. 1983 . Problem Reproduksi pada Ruminansia Besar di Yogyakarta. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar, Cisarua, 6-9 Desember 1982. pp: 139-147. Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Bogor.Abdoellah, S dan A.Wardani. 1993. Impact of Cocoa Development on Marginal Gomes KA and Gomes AA, 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian edisi kedua. Universitas Indonesia. Mathius. I-W., M.Rangkuti dan L.P.Batubara. 1983. Pemanfaatan Jerami Kacang Tanah Sebagai pakan Domba in Pros. Seminar pemanfaatan Limbah Pangan dan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak. Lembaga Kimia Nasional. LIPI Bandung. p: 143-151. Mathius. I-W. 2009. Produk Samping Industri Kelapa Sawit dan Teknologi Pengayaan Sebagai Bahan Pakan Sapi yang terintegrasi. Dalam: Sistem Integrasi Ternak Tanaman: Padi-Sawit-Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian 2009. Fagi et al., (Eds). Pasambe. D, Sariubang. M, Nurhayu. A, Bahar. S, dan Chagidja, 2000. Pengaruh Perbaikan Pakan Pada Induk Sapi Bali Terhadap Pertambahan Bobot Badan Pedet Yang Sedang Menyusui. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. 2 Pongsapan. P, M. Sariubang, dan A. Prabowo, 1993. Pengaruh suplementasi daun gamal pada sapi Bali betina terhadap tingkat kelahiran dan berat lahir anak pertama. J. Ilmiah Penelitian ternak Gowa 2(2) : 103 106 Puslitkoka, 2005. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka, Jakarta. Suharsono, 2011. Penambahan Pakan Tanaman Ubi Kayu Terbukti Tingkatkan Bobot Badan Ternakhttp://www.ugm.ac.id/new/id/news/ 3244-penambahan-pakan-tanaman-ubi-kayu-terbuktitingkatkan-bobot-badan-ternak.xhtmldiakses 6 juli 2012 jam 5.15 Wiyono,D.B, Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Perbaikan Sapi Potong, 2007.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian Departemen Pertanian 2007