PENGARUH PEMBERIAN MADU DAN KAYU MANIS (Cinnamomun burmanii) TERHADAP KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II
SKRIPSI SANKIKI RIHAYANTI MALAU
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN SANKIKI RIHAYANTI MALAU. D14080174. 2012. Pengaruh Pemberian Madu dan Kayu Manis (Cinnamomun burmanii) terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih Penderita Diabetes Mellitus Tipe II. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Ir. B. N. Polii,SU. : Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi batas normal yang diakibatkan oleh tubuh kekurangan insulin atau mengalami resistensi insulin. Penyakit ini sudah menjadi penyakit yang mendunia yang dapat menyerang semua lapisan masyarakat dan semua umur. Penyakit DM ini menjadi perhatian dunia karena prevalensinya dari tahun ke tahun semakin meningkat dan penyakit DM ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan risiko gangguan kardiovaskular yang dapat meningkatkan mortalitas di dunia saat ini, khususnya di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur pengaruh tingkat pemberian kayu manis, madu dan campuran madu dan kayu manis terhadap kadar gula darah tikus penderita DM tipe II. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Satwa Harapan Blok A, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan hewan model; Laboratorium Nutrisi Pedaging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutri dan Teknologi Pakan untuk pembuatan ransum kontrol dan uji proksimat. Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2011 hingga bulan Maret 2012. Penelitian ini menggunakan 45 ekor tikus putih galur Sprague dawley yang positif DM II dengan umur satu bulan dan bobot badan 100 g. Tikus tersebut terbagi menjadi lima kelompok perlakuan, masing-masing kelompok perlakuan terbagi menjadi tiga kali pengulangan. Grup pertama (K) yaitu grup yang diberikan ransum kontrol dan air minum, grup kedua (M) yaitu grup yang diberikan ransum kontrol dan madu 1 ml/ekor, grup ketiga (CM) yaitu grup yang diberikan ransum kontrol dan kayu manis 0,004 g/ekor, grup keempat (C1M) yaitu grup yang diberikan ransum kontrol, madu 1 ml dan kayu manis 0,004 g dan grup yang kelima (C2M) yaitu grup yang diberikan ransum kontrol, madu 1 ml dan kayu manis 0,008g dan masingmasing perlakuan terdiri dari sembilan ekor hewan model. Masa perlakuan dilakukan selama dua hari. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL faktorial intime. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah konsumsi karbohidart dan kalori yang masuk kedalam tubuh dan kadar glukosa darah. Hasil pengukuran konsumsi karbohidrat minimal 5,83 – 7,09 g dengan asupan kalori sebesar 32,16 – 38,64 kalori/ekor/hari. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada 30 menit, 60 menit, 24 jam, 26 jam setelah pemberian perlakuan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SAS 9.1.3. Hasil pengukuran kadar glukosa darah sebelum diinduksi aloksan rata-rata 92,27 ± 26,89 mg/dl, setelah diinduksi aloksan rata-rata kadar glukosa darah 398,13 ± 169,10 mg/dl dan setelah diberikan perlakuan 306,79 ± 177,13 mg/dl.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan kontrol, madu, kayu manis dan
i
campuran madu dan kayu manis memberikan pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kadar glukosa darah (p<0,05) tetapi waktu yang ditetapkan dalam pengambilan data tidak berpengaruh nyata (p>0,05). Pengaruh penginduksian aloksan dengan dosis 125 cc/Kg BB telah mengakibatkan kerusakan sel β pankreas. Perlakuan madu lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pemberian kayu manis kurang efektif dalam penurunan kadar glukosa darah bila kondisi pankreas rusak total. Waktu yang ditentukan yaitu 30 menit, 60 menit, 24 jam dan 26 jam dalam pengambilan data tidak berpengaruh dalam penurunan kadar glukosa darah. Kata-kata kunci: kadar glukosa darah, kayu manis, madu
ii
ABSTRACT Influence of Honey and Cinnamon Supplementation (Cinnamomun burmanii) Toward the Blood Sugar Level of Type 2 Diabetic White Mice Malau, S, R.., B. N. Polii., D. A. Astuti. Diabetes Mellitus (DM) is a disease characterized by blood glucose levels exceeding normal limits due to lack of insulin in the body. This disease has spread globally and the sufferers are from all walks of life and ages, with increasing numbers from year to year. With the new movement of back to nature, nowadays the alternative herbal medicine of diabetes which able to improve blood glucose leval is highly sought after. One alternative focused for the purpose is cinnamon with the honey addition. Cinnamon contains the chemical compounds called cinnamtannin B1 and its water extract acts directly on insulin receptors subunits by activating pi3kinase that will stimulate the translocation of glukosa-4 (glut-4 ) carrier. Honey contains a fructose sugar which could be safely digested by diabetics without the insulin release. The aim of this research is to measure the influence of honey with a mixture of powdered cinnamon in lowering blood sugar level on mice that suffer from aloksan-induced diabetes mellitus type 2. Minimal in carbohydrate consumption measurement result 5,83 up to 7,09 with the caloric intake of 32,16 up to 38,64 calorie/tail/day. Effect of alloxan induction doses of 125 cc/Kg BB caused damage of pancreatic ß cells. Treatment of honey was more effective in decreasing of blood glucose levels when compared with other treatments. Giving cinnamon was less effective in reducing blood glucose levels when the conditions of pancreas are totally damaged . Specified time were 30 minutes, 60 minutes, 24 hours and 26 hours in the data retrieval had no effect in the reduction of blood glucose levels. Keywords : blood sugar level, cinnamon, diabetes, honey
iii
PENGARUH PEMBERIAN MADU DAN KAYU MANIS (Cinnamomun burmanii) TERHADAP KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II
SANKIKI RIHAYANTI MALAU D14080174
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
iv
Judul : Pengaruh Pemberian Madu dan Kayu Manis (Cinnamomun burmanii) terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Nama : Sankiki Rihayanti Malau NIM : D14080174
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
Ir. B. N. Polii, SU. NIP. 19480402 198003 2 001
Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S. NIP.19611005 1985032 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Pruduksi dan Teknologi Peternakan
(Prof Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 195912121986031004
Tanggal Ujian : 14 September 2012
Tanggal Lulus :
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pulau Samosir, Sumatera Utara pada tanggal 01 Oktober 1990. Penulis dalah anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Horasman Malau dan Ibu Derita Masdi Silalahi. Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri 3 Pangururan tahun 1996-2002, dan melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Pangururan dan lulus tahun 2005. Pendidikan Sekolah Menengah Keatas diselesaikan di SMA Negeri 1 Pangururan pada tahun 2008 Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara. Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada tahun 2008 di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan dan magang. Penulis aktif dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) sebagai pengurus di bidang kesenian periode 2010-2011, aktif dalam Persekutuan Oikumene Protestan Khatolik (POPK) Fakultas Peternakan. Penulis sering mengikuti kepanitiaan yaitu divisi PDD (Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi) pada reatret Komisi Kesenian PMK IPB 2009, divisi PDD (Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi) pada perayaan Natal Fakultas Peternakan 2009, Makrab IPTP IPB (2011). Penulis juga pernah mengikuti kepanitian Festival Musik PMK IPB sebagai divisi dana usaha dan kepanitian Komisi Pra Alumni yaitu divisi konsumsi (2012). Penulis pernah mengikuti magang di Balai Inseminasi Buattan (BIB) Lembang tahun 2010. Penulis juga berkesempatan menjadi penerima beasiswa POM (Perkumpulan Orangtua Mahasiswa) IPB (20082009) dan bea siswa BBM (Bantuan Beasiswa Mahasiswa) IPB (2011).
vi
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapakn kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, kasih dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Madu dan Kayu Manis (Cinnamomun burmanii) terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih Penderita Diabetes Mellitus Tipe II”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang pengobatan penyakit Diabates mellitus tipe II. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis pada bulan November 2011 – Maret 2012 yang bertempat di Laboratorium Lapang Genetika dan Pemuliaan Ternak atau kandang Blok A Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Skripsi ini membahas tentang seberapa besar pengaruh dari pemberian madu dengan bubuk kayu manis yang berpotensi dalam memperbaiki kadar glukosa darah pada penderita DM (Diabates Mellitus) Tipe II. Kayu manis yang digunakan mengandung atau yang lebih dikenal dengan proantosianidin jenis A. Aktivitas dari Cinnamtannin B1 yang difokuskan dapat memperbaiki sel β pankreas yang mengalami kerusakan akibat penginduksian aloksan. Masyarakat membutuhkan informasi berupa obat- obat herbal yang dapat menyembuhkan penyakit Diabetes Mellitus khususnya tipe II. Penyakit Diabetes Mellitu Tipe II merupakan jenis penyakit yang sudah menduduki penringkat ke empat di Indonesia dan penyakit ini dapat meyebabkan kematian. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan. Bogor, September 2012 Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .....................................................................................................
i
ABSTRACT........................................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................
v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................
vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL...............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................
xii
PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan .....................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
3
Permasalahan Diabetes Mellitus di Indonesia ........................................ Madu ....................................................................................................... Komposisi Madu ......................................................................... Faktor-faktor Penentu Kualitas Madu ......................................... Peranan Madu pada Penderita Diabetes Mellitus........................ Kayu Manis ............................................................................................. Diabaetes Mellitus................................................................................... Klasifikasi Diabetes Mellitus .................................................................. Metabolisme Glukosa pada Kondisi Diabetes Mellitus .......................... Toleransi Glukosa ................................................................................... Hewan Model .......................................................................................... Aloksan sebagai Bahan Induksi Diabetes Mellitus Tipe II .....................
3 3 4 5 6 7 9 10 13 13 14 15
METODE ............................................................................................................
16
Lokasi dan Waktu ................................................................................... Materi ...................................................................................................... Prosedur .................................................................................................. Penyusunan ransum Tikus........................................................... Analisis Komposisi Nutrien Madu dan Kayu Manis ................. Persiapan Hewan Model ............................................................. Pemberian Pakan dan Perlakuan ................................................. Penyuntikan Aloksan .................................................................. Rancangan dan Analisis Data .................................................................
16 16 16 16 18 18 18 18 19
viii
Peubah yang Diamati .................................................................. Pengukuran Gula Darah .............................................................. Pengukuran Konsumsi BETN, Lemak, Protein, Asupan Kalori .
20 20 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
21
Konsumsi BETN, Lemak dan Protein..................................................... Kadar Glukosa Darah ..............................................................................
21 22
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
31
Kesimpulan ........................................................................................... Saran .....................................................................................................
31 31
UCAPAN TERIMA KASIH ..............................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
33
LAMPIRAN........................................................................................................
36
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Komposisi Kandungan Madu Dalam 100 g ………………………….. 5
2.
Komposisi Kandungan Kayu Manis Dalam 100 g ………………….... 9
3.
Kualitas Bahan Pakan Tikus Percobaan ...…………………...............
17
4.
Komposisi Ransum Tikus……………………………………………..
17
5.
Hasil Uji Proksimat Nutrien Ransum, Madu dan Kayu Manis ..……... 18
6.
Konsumsi BETN, Lemak dan Protein Oleh Tikus Selama Penelitian...
21
7.
Konsumsi Total Energi Asal, BETN, Lemak dan Protein.....................
21
8.
Kadar Glukosa Normal Hewan Model pada Kondisi Normal dan setelah Diinduksi Aloksan..................................................................... 23 Kadar Glukosa Darah Hewan Model Setelah Pemberian Perlakuan………………........................................................................ 28
9.
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Kayu Manis………………………………………………....................
7
2.
Peranan Hormon Insulin………………………………………………
12
3.
Proses Masuknya Glukosa…………………………………………….
12
4.
Gambaran Kadar Glukosa Darah Pada Waktu yang Berbeda Setelah Pemberian Perlakuan...................……………………………………...
25
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman Hasil Uji Anova Kadar Glukosa pada Perlakuan dan Waktu yang Berbeda .................................................................................................
38
2.
Uji Lanjut dengan Menggunakan Uji Duncan dengan Program SAS 9.1.3.…............................................…………………………………..
38
3.
Kondisi Kandang dan Pemeliharaan Tikus ....………………………...
38
4.
Proses Pengambilan Darah…………..............………………………...
39
5.
Gambar Aloksan, Madu dan Kayu manis……………………………..
39
6.
Konsumsi Kalori Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan .........
40
7.
Konsumsi Lemak Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan........
40
8.
Konsumsi BETN Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan........
41
9.
Konsumsi Protein Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan ......
41
10.
Perhitungan Energi Asal BETN………….........………………………
41
11.
Perhitungan Energi Asal Lemak Kasar......……………………………
42
12.
Perhitungan Energi Asal Protein Kasar ………………………………
43
13.
Kerangka Penelitian…………………………………………………...
42
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit gangguan metabolik dengan karakteristik tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin dan kinerja insulin. Penderita diabetes mellitus mengalami gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Penyakit diabetes mellitus ini merupakan penyakit yang sudah menjadi perhatian dunia bukan karena prevalensinya meningkat dari tahun ketahun, tetapi juga karena penyakit diabetes
mellitus
umumnya
berhubungan
dengan
risiko
utama
gangguan
kardiovaskular yang meningkatkan mortalitas di dunia saat ini khusunya di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang penyakit diabetes mellitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Peningkatan jumlah penderita penyakit diabetes mellitus ini
mengakibatkan
perlunya
mencari
alternatife
cara
pencegahan
dan
penyembuhannya. Madu merupakan produk alam yang dihasilkan oleh lebah untuk dikonsumsi karena mengandung bahan gizi yang sangat essensial. Madu adalah salah satu sumber karbohidrat yang komponen utamanya adalah gula. Gula yang dikandung oleh madu sebagian besar berbentuk monosakarida yaitu fruktosa (levulosa) dan glukosa (dektrosa), selebihnya adalah disakarida, polisakarida dan oligosakarida. Madu menjadi sumber karbohidrat yang istimewa bagi penderita diabetes mellitus karena dalam transportasinya bentuk fruktosa yang masuk ke sel-sel tubuh tidak membutuhkan insulin. Penggunaan tanaman obat mulai mendapatkan perhatian oleh dunia fitofarmaka. Kayu manis (Cinnamomun burmanii) merupakan tanaman obat asli dari Indonesia yang selama ini hanya digunakan untuk bumbu masak oleh ibu rumah tangga. Kayu manis yang memiliki zat aktif yang disebut Cinnamtannin B1 yang dapat mengaktifkan kinerja sel β pankreas untuk memproduksi insulin. Berdasarkan latar belakang di atas, kayu manis yang memiliki zat akti cinnamtannin B1 dan madu yang berupa gula fruktosa mempunyai potensi untuk dijadikan obat pada penderita diabetes mellitus. Penggunaan kombinasi kayu manis
dan madu belum banyak dilakukan untuk memperbaiki kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan dosis yang tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan kayu manis atau madu atau kombinasinya pada hewan model tikus yang menderita diabetes mellitus tipe II. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh tingkat pemberian kayu manis, madu dan campuran bubuk kayu manis dan madu terhadap kadar gula darah tikus yang menderita DM tipe II.
2
TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan DM (Diabetes Mellitus) di Indonesia Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang penyakit DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin dan kinerja dari insulin. Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terurtama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Komplikasi hiperglikemia merupakan keadaan darurat yang dapat terjadi pada perjalanan penyakit diabetes mellitus. Komplikasi hiperglikemia ini sudah menjadi masalah utama yang meningkatkan angka kematian khususnya di Indonesia (Waspadji, 2004). Semakin meningkatnya jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia mendorong para peneliti atau tim medis untuk mencari tahu obat yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Mellitus tipe II. Madu Madu merupakan produk alam yang dihasilkan oleh lebah dengan memanfaatkan tanaman bunga untuk dikonsumsi, karena mengandung bahan gizi yang sangat essensial. Madu bukan hanya merupakan bahan pemanis, atau penyedap makanan, tetapi sering juga digunakan untuk obat-obatan, yaitu sebagai penghilang rasa lelah dan letih, untuk menghaluskan kulit, serta pertumbuhan rambut (Purbaya, 2002; Murtidjo, 1991). Madu dihasilkan oleh lebah madu dengan memanfaatkan bunga tanaman. Madu memiliki warna, aroma dan rasa yang berbedabeda, tergantung pada jenis tanaman yang banyak tumbuh di sekitar peternakan lebah madu. Sebagai contoh madu mangga (rasa yang agak asam), madu bunga timun (rasanya sangat manis), madu kapuk/randu (rasanya manis, lebih legit dan agak gurih), madu lengkeng (rasa manis, lebih legit dan aromanya lebih tajam). Selain itu dikenal pula madu buah rambutan, madu kaliandra dan madu karet (Sarwono, 2001; Suranto, 2004).
3
Kandungan nutrisi dalam madu terdiri dari beberapa jenis gula sederhana, garam mineral dan bahan lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Sihombing, 1994). Penghasil madu adalah lebah dari bahan baku nektar, baik dari bunga maupun bagian lain dari tumbuhan (ekstrafloral). Kadang-kadang madu juga diproduksi dari honeydew, yaitu cairan hasil sekresi serangga yang terdapat dalam jaringan floem. Sekresi tersebut mengandung gula sehingga menarik lebah untuk mengumpulkannya (Gojmerac, 1983). Madu murni menurut Farmakope Indonesia adalah madu yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis mellifera dan spesies lainnya yang telah dimurnikan dengan pemanasan sampai 70°C. Setelah dingin kotoran yang mengapung disaring. Selanjutnya, madu dapat ditambah dengan air secukupnya untuk pengenceran sehingga bobot madu per ml memenuhi persyaratan yang telah dibakukan (Sarwono, 2001). Komposisi Madu Komposisi madu sangat beragam walaupun berasal dari pohon yang sama. Hal ini karena pada hakikanya komposisi dominan yang ada pada madu seperti zat gula, zat kimia, enzim, asam, dan vitamin berasal dari zat yang berbeda. Studi chromatographic membuktikan kebenaran bahwa madu lebah terdiri dari berbagai zat gula. Rasa manis yang ada pada madu mencapai 50 % rasa manis yang terdapat pada gula. Pertambahan jumlah zat gula pada madu secara keseluruhan kadang mencapai 75 – 80 %. Jumlah zat gula inilah yang memberikan keistimewaan rasa pada madu. Zat-zat atau senyawa yang terkandung dalam madu sangat kompleks dan kini telah diketahui tidak kurang dari 181 macam zat atau senyawa dalam madu. Komposisi madu ditentukan oleh dua faktor utama yakni: 1) komposisi nektar asal madu bersangkutan dan 2) faktor-faktor eksternal tertentu. Madu mengandung enzim seperti diastase, invertase, glukosa oksidase, peroksidase, dan katalase yang mengakibatkan madu dapat dikonsumsi secara langsung oleh tubuh tanpa bantuan hormon insulin (Sihombing, 1994).
4
Tabel 1. Komposisi Kandungan Madu Dalam 100 g Komponen
Kandungan (%)
Air
17,2
Fruktosa
38,19
Glukosa
31,28
Sukrosa
1,32
Nitrogen
0,041
Mineral
0,2
Protein
0,3
Sumber : Suarez et al., (2010)
Manfaat mengkonsumsi madu sangat baik karena mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, seperti: Cu, Ma, Si, Cl, Ca, Na, P, Mg, dan Al. Madu juga mengandung vitamin, khususnya dari kelompok B kompleks yaitu B1, B2, B6 dan B3 yang komposisinya berubah-ubah sesuai dengan kualitas nektar dan serbuk sari. Madu juga mengandung gula yaitu fruktosa, glukosa dan sukrosa yang dalam jumlah kecil dapat meningkatkan energi karena kandungan kalori yang tinggi, sehingga menjadi obat paling efektif untuk kelelahan. Madu dapat mengembalikan glukosa oksigen yang digantikan oleh asam laktat selama kelelahan dan juga menghasilkan rasa hangat ( Aden, 2010). Faktor-faktor Penentu Kualitas Madu Glukosa Gula utama dari nektar adalah sukrosa, selama proses gula akan dihancurkan oleh enzim invertase. Selama proses pematangan, gula nektar akan dipecah oleh aktifitas enzim invertase menjadi bentuk gula sederhana yaitu glukosa dan fruktosa. Secara simultan dengan hancurnya sukrosa, gula baru terbentuk (fruktosa dan glukosa), jenis gula ini tidak terdapat pada nektar. Kadar Air Banyaknya air dalam madu menentukan keawetan madu. Madu yang mempunyai kadar air yang tinggi akan mudah berfermentasi. Fermentasi terjadi karena jamur yang terdapat dalam madu. Jamur ini tumbuh aktif jika kadar air dalam
5
madu tinggi. Kandungan air dalam madu dapat diukur dengan suatu alat yang dinamakan hydrometer yang dilengkapi dengan termometer. Selain itu pengukuran air juga dapat menggunakan alat yang dinamakan refractometer. Misalnya kadar air 17,4% refracto indeksnya sebesar 1,493 pada 20 ºC (Sumoprastowo dan Suprapto, 1993). Keasaman Kandungan madu terdapat sejumlah asam organik yang memainkan peranan penting dalam proses metabolisme tubuh. Jenis-jenis asam tersebut adalah asam format, asam asetat, asam sitrat, asam laktat, asam butirat, asam oksalat, dan asam suksinat (Al Jamili, 2004). Warna, Aroma dan Rasa Madu memiliki bermacam-macam warna yang dipengaruhi oleh jenis tanaman asal dan sifat tanah, tetapi proses pemanasan juga mempengaruhi warna. Pemanasan madu yang lama akan membuat warna madu menjadi lebih gelap. Aroma madu berhubungan dengan warna, semakin gelap warna madu maka aromanya makin keras atau tajam (Sumoprastowo dan Suprapto, 1993). Selain warna dan aroma, rasa madu juga merupakan bagian yang penting dalam pemasaran madu dan dapat rusak selama pengolahan (Sihombing, 1994). Peranan Madu pada Penderita Diabetes Mellitus Pengaruh fruktosa terhadap kadar glukosa darah melalui proses sintesa dan pemecahan glikogen yang dikontrol secara kovalen komplek oleh protein phosphorolase dan dephosporilase dengan meregulasi enzim glikogen sintetase dan glikogen phosphorilase. Fruktosa dapat meningkatkan penyimpanan glikogen hati (Ermawati., 2007), sehingga fruktosa lebih baik dari pada glukosa dalam glikogenesis. Glukokinase aktif akan meningkatkan serapan glukosa, penyimpanan glikogen dan mengurangi hyperglikemia postprandial, dan dapat bermanfaat bagi penderita Diabetes Mellitus tipe II (Ermawati, 2007). Fruktosa sebagai sumber karbohidrat terlarut hanya sedikit disimpan sebagai glikogen di hati, hampir semua fruktosa akan dikonversi oleh hati menjadi produk dalam lintasan glikolitik (Linder, 1992) .
6
Kayu Manis Tanaman kayu manis (Cinnamomum burmani Bl) adalah salah satu tanaman yang biasanya digunakan masyarakat sebagai campuran makanan dan jamu. Tanaman kayu manis di Indonesia merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan sudah dikenal luas oleh suku-suku bangsanya, sehingga setiap suku memiliki sebutan khusus untuknya antara lain: Keneel (Jawa), Holim (Melayu), modang siak-siak (Batak), Kuli manih (Minang kabau), Kiamis (Sunda), Cingar (Bali), Onte (Sasak), Kaninggu (Sumba), Kesingar (Nusa Tenggara) (Rismunandar dan Paimin, 2001). Gambar kayu manis dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kayu Manis Sumber : Rismunandar dan Paimin, 2001
Menurut taksonominya, kayu manis diklasifikasikan sebagai berikut (Rismunandar dan Paimin 2001) Kingdom
: Plantae
Divisi
: Gymnospermae
Subdivisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledonae
Sub kelas
: Dialypetalae
Ordo
: Policarpicae
Famili
: Lauraceae
Genus
: Cinnamomum
Spesies
: Cinnamomum burmannii
Pengujian zat aktif sebagai antihyperglisemia
yang terdapat dalam kayu
manis telah dilakukan secara invitro. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan
7
HPLC, spektroskopi ultraviolet dan inframerah. Berdasarkan hasil spektroskopi di dapat bahan aktif yang terdapat dalam kayu manis adalah cinnamtannin B1. cinnamtannin B1 merupakan rangkaian flavan-3-ol atau yang lebih dikenal dengan proantosianidin jenis A. Aktivitas dari cinnamtannin B1 pada kultur sel diuji dengan menggunakan metode reproduksi sel, diferensiasi sel, pengaturan glukosa dan penfosforilan reseptor insulin didalam jaringan adiposit. Hasil menunjukkan bahwa cinnamtannin B1 dapat meningkatkan reproduksi sel β pankreas sekitar dua kali lipat setelah 48 jam percobaan yang dilakukan. Dosis cinnamtannin B1 dalam meningkatkan reproduksi sel β pankreas adalah 100 – 150 g/ml (0,11-017 mM) (Taher, 2005). Pencampuran 0,11 mM cinnamtannin B1 dengan 150-200 g/ml air dapat menginduksi konversi sel preadiposit ke jaringan adiposit, aktivitas ini mirip dengan cara kerja dari hormon insulin. Penggunaan cinnamtannin B1 pada kultur jaringan adiposit dapat meningkatkan penggunaan atau pengambilan glukosa sebanyak 32%. Campuran cinnamtannin B1 sebanyak 0,1 mM dan 100mM hormon insulin dapat merangsang penyerapan glukosa sebanyak 1,8 dan 1,7 kali lipat dari masing-masing bahan. cinnamtannin B1 dan ekstrak air juga dapat merangsang pemfosforilan subunit reseptor insulin. Pemfosforilan reseptor insulin tidak berlaku pada sel 3T3L1 preadiposit. Perangsangan penyerapan glukosa dan pemfosforilan cinnamtannin B1 disekat oleh wortmannin dan cytochalasin B (Taher, 2005). Kayu manis adalah tanaman herbal tua yang sudah dipilih oleh cina sekitar 4000 tahun yang lalu sebagai obat. Di negara Cina mempelajari bahwa tanaman kayu manis mempunyai kandungan kimia yang difokuskan untuk memperbaiki kadar gula dalam darah dan konsentrasi lemak dalam tubuh penderita penyakit diabetes mellitus tipe 2. Hal ini diketahui dari percobaan ektrak kayu manis yang dilakukan secara in vitro dalam meningkatkan produksi insulin. Kayu manis dapat meningkatkan produksi insulin dalam pankreas dan dapat memperbaiki bagian organ yang rusak bagi penderita diabetes (Shen Yan, et al, 2010). Cinnamtannin B1 dan ekstrak air bertindak secara langsung pada subunit reseptor insulin dengan mengaktifkan PI3-kinase yang akan merangsang translokasi pengangkut glukosa-4 selanjutnya
(GLUT-4). Perangsangan atau pengangkut glukosa-4
dapat merangsang
penyerapan glukosa dan memungkinkan
8
pembuangan glukosa oleh jaringan adiposit.
Kajian yang telah dijalankan
menemukan bahwa cinnamtannin B1 berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan untuk mengobati penyakit diabetes tipe 2 (Taher, 2005). Tabel 2. Komposisi Kandungan Kayu Manis dalam 100 g Nutrisi (100 g)
Unit
Jumlah
Air
g
9,5
Kalori
Kcal
355
Karbohidrat
g
79,9
Protein
g
3,9
Lemak
g
3,2
Serat
g
24,4
Abu
g
3,6
Kalsium
Mg
1228,5
Sumber : Farrel (1990)
Diabetes Melitus Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin yang paling umum ditemukan. Diabetes mellitus (DM) adalah kelainan metabolisme tubuh dalam proses pemanfaatan karbohidrat kedalam sel yang ditandai dengan kenaikan gula darah karena kurangnya kadar insulin maupun tidak efisiennya kerja insulin di dalam tubuh. Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia dan glikosuria (Budiyanto, 2002). Adnyana et al.,(2004) juga menambahkan bahwa Diabetes mellitus adalah suatu penyakit hiperglikemia yang bercirikan kekurangan insulin secara mutlak atau penurunan kepekaan sel terhadap insulin. Jung et al., (2006) melaporkan resistensi insulin berkontribusi terhadap peningkatan pelepasan glukosa di hati dan menurunkan pengambilan (uptake) glukosa ke dalam sel adipose. Kondisi ini justru akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia dan kegagalan
pembentukan glikogen. Menurut Ramesh dan
Pugalendi (2006), pada tikus diabetes terjadi penurunan kadar insulin plasma, kadar glikogen hati dan penurunan aktivitas enzim glukokinase.
9
Klasifikasi Diabetes Mellitus a. Diabetes Mellitus Tipe I (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel β pankreas, sehingga tidak memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah (Tjay dan Rahardja, 2002). Diabetes mellitus Tipe I ini merupakan bentuk parah yang disertai ketosis pada keadaan tidak diobati. Diabetes ini sering timbul pada anak-anak dan remaja, tetapi kadang-kadang pada orang dewasa terutama yang tidak kegemukan. Diabetes ini merupakan jenis diabetes mellitus yang mengalami kelainan katabolik tanpa adanya insulin yang bersirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel β pankreas gagal berespon terhadap semua ransangan insulinogenik (Katzung, 1992). b. Diabetes Melitus tipe II (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) Pada kondisi Diabetes mellitus II, insulin masih cukup untuk mencegah terjadinya benda-benda keton sehingga jarang dijumpai ketosis. Diabetes mellitus tipe II tersebut cenderung terjadi pada individu usia lanjut atau usia diatas 40 tahun dan biasanya lebih banyak terjadi padda orang gemuk atau orang-orang yang biasanya hidup makmur dan kurang gerak badan. Diabetes jenis ini tidak tergantung dengan insulin , tidak cenderung untuk terjadi ketoasidosis dan tidak berhubungan dengan adanya antibodi terhadap sel-sel langerhans. Diabetes mellitus Tipe II ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan diabetes mellitus Tipe I, perkembangannya lebih lambat karena terjadi akibat kekurangan insulin relatif (Tjay dan Rahardja, 2002). Kasus diabetes yang paling sering dijumpai adalah diabetes mellitus tipe II, yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin. Jenis diabetes mellitus tipe II merupakan sasaran utama dalam penelitian ini. c. Diabetes Mellitus tipe lain Diabetes mellitus tipe lain dapat disebabkan oleh efek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi dan sindrom genetika lain yang berkaitan dengan diabetes mellitus (Katzung, 1992). d. Diabetes Mellitus Gestasional Diabetes mellitus gestasional yaitu diabetes yang timbul selama kehamilan,
10
artinya kondisi diabetes atau intoleransi glukosa yang didapati selama masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga. Diabetes mellitus gestasional berhubungan
dengan
meningkatnya
komplikasi
perinatal
(disekitar
waktu
melahirkan), dan sang ibu memiliki resiko untuk dapat menderita penyakit diabetes mellitus yang lebih besar dalam jangka waktu 5 sampai 10 tahun setelah melahirkan (Woodley dan Wheland, 1995). Kerja Insulin Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada ( DM Tipe 1) atau bila insulin itu kerjanya tidak baik seperti dalam keadaan resistensi insulin (DM Tipe II), maka glukosa tak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada didalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan jadi lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel ( Suyono, 1992). Selain pengaruh langsung hiperglikemia dalam meningkatkan ambilan glukosa baik ke hati maupun jaringan perifer, hormon insulin juga mempunyai peranan sentral dalam pengaturan konsentrasi glukosa darah. Hormon ini dihasilkan oleh sel-sel beta pada pulau-pulau Langerhans pankreas sebagai reaksi langsung terhadap keadaan hiperglikimia. Konsentrasi glukosa darah menentukan aliran lewat glikolisis, siklus asam sitrat dan pembentukan ATP. Peningkatan konsentrasi ATP akan menghambat saluran K+ yang sensitif terhadapa ATP sehingga menyebabkan depolarisasi membran sel beta, keaaan ini akan meningkatkan aliran masuk Ca2+ lewat saluran Ca2+ terhadap voltase dan dengan demikian mestimulasi eksositosis insulin (Linder, 1992). Secara sistematik peranan insulin seperti Gambar 2.
11
Gambar 2. Peranan Hormon Insulin Sumber Linder, 1992
Gambar 2. Menunjukkan peranan insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah. Dalam kondisi normal ketika glukosa atau karbohidrat masuk kedalam tubuh maka glukosa dalam darah meningkat. Peningkatan glukosa akan ditangkap oleh sinyal dari sel β pankreas sehingga memproduksi insulin. Insulin akan menghantarkan glukosa untuk masuk ke dalam sel hati, sel otot dan jaringan adiposa. Glukosa yang berada dalam sel akan disimpan atau disintesis menjadi glikogen oleh hormon insulin baik di sel hati, sel otot dan jaringan adiposa. Masuknya glukosa dalam sel selain dipengaruhi oleh hormon insulin terdapat juga peran glukosa transporter dalam memasukkan glukosa ke dalam sel. Mekanisme masuknya glukosa ke dalam sel dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses Masuknya Glukosa Sumber : Linder, 1992
12
Gambar 3 menunjukkan bahwa masuknya glukosa ke dalam sel otot rangka dan ke jaringan adiposa hanya melalui pembawa di membran plasma yang dikenal sebagai glukosa transporter. Glukosa transporter ini adalah glukosa transporter 4 atau yang lebih dikenal dengan istilah GLUT 4. GLUT 4 ini ditemukan pada jaringan adiposa dan otot serang lintang (otot rangka dan jantung). Glukosa akan masuk ke dalam sel akibat proses kerjasama dari hormon insulin dengan GLUT 4. GLUT 4 menjadi pintu pembuka jalannya glukosa untuk masuk ke dalam sel akibat perantaraan hormon insulin. Pengangkut-pengangkut tersebut diinsersikan ke dalam membran plasma sebagai respon terhadap peningkatan sekresi insulin, sehingga terjadi peningkatan pengangkutan glukosa ke dalam sel. Apabila sekresi insulin berkurang, GLUT4 tersebut sebagian ditarik dari membran sel dan dikembalikan ke simpanan intrasel. Metabolisme Glukosa pada Kondisi DM Masuknya glukosa ke dalam darah, meningkatkan kadar glukosa darah, yang menyebabkan tersekresinya insulin dari pankreas dan menurunkan sekresi glukagon. Kondisi ini menyebabkan peningkatan pengambilan glukosa oleh hati, urat-urat daging dan jaringan lemak, juga merangsang sintesis glikogen dalam hati dan urat daging dengan jalan mengurangi cyclic Adenin Monofosfat (cAMP) dan proses fosforilasi atau sintesis glukogen yang aktif. Sintesis dan penyimpanan glikogen terbatas secara fisik, oleh karena sifat molekul glikogen yang sangat voluminous (terhidrasi) dan diperkirakan bahwa tidak lebih dari 10-15 jam setara energi glukosa dapat disimpan dalam hati (sekitar 100 g). Dalam kondisi pengambilan/konsumsi glukosa maksimal ada kemungkinan lebih banyak lagi glikogen (sekitar 0,5 g) yang diencerkan dalam massa jaringan yang lebih besar, disimpan dalam urat daging (Linder, 1992). Toleransi Glukosa Respon tubuh terhadap influks glukosa diet dimonitor untuk menentukan toleransi glukosa. Toleran atau tidak, ditentukan oleh tingkat kesanggupan mekanisme untuk menghilangkan kelebihan glukosa dalam darah. Toleransi glukosa biasanya diukur dengan mengikuti konsentrasi glukosa darah selama 15 menit sampai 2 atau 3 jam setelah pemberian glukosa peroral sebanyak 50-100 g setelah 13
dipuasakan semalam. Bentuk kurva yang dihasilkan ditentukan oleh (1) kapasitas tubuh mengekpresikan insulin yang cukup; (2) ketersediaan faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk peningkatan insulin dan kerjanya; (3) tingkat katabolisme insulin; (4) ada atau tidaknya antagonis insulin; (5) adanya/terbebasnya faktor-faktor penghambat regulasi (counterregulator) seperti glukagon, yang akan menghambat penurunan glukosa darah kalau kerja insulin selesai (Linder, 1992). Tingkat pembebasan insulin dan efeltivitasnya menentukan kecepatan glukosa darah mencapai puncaknya dapat dicapai dengan 160 mg/dl setelah 30-60 menit. Beberapa mekanisme yang sama menentukan waktu yang dibutuhkan untuk menormalkan kembali kadar glukosa darah 70-105 mg/dl selama 1,5-2 jam. Kalau kadar glukosa darah melebihi 180 mg/dl, maka ada glukosa yang akan keluar melalui urin karena tubuli ginjal tidak dapat lagi menyerap kembali glukosa tersebut secara cepat (Linder, 1992). Hewan Model Hewan model mempunyai kontribusi yang sangat penting dalam mempelajari penyakit yang akan diaplikasikan pada manusia. Percobaan mengenai diabetes mellitus dengan menggunakan hewan model didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut pada manusia (Nugroho, 2006). Terdapat lima macam jenis tikus putih (Albino normal rat, Rattus norvegicus) yang biasa digunakan dalam penelitian yaitu Long Evans, Osborne Mendel, Sherman, Sprague Dawley, dan Wistar. Tikus Sprague Dawley betina jarang sekali digunakan sebagai hewan percobaan karena kondisi hormonal yang berfluktuasi pada waktu beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberi respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Tikus Sprague Dawley memiliki ciri-ciri berwarna albino putih, berkepala kecil, dan ekornya lebih panjang daripada badannya dan pertumbuhan dari tikus Sprague Dawley akan menurun setelah 100 hari. Keuntungan menggunakan hewan model tikus Sprague Dawley adalah yang mempunyai anatomi yang hampir sama dengan manusia, dapat bertahan hidup dengan baik dalam kondisi laboratorium, memiliki karakteristik imunologis yang mirip dengan manusia, secara ekonomi mudah didapatkan, memiliki ukuran yang
14
lebih besar dari tikus mencit dan wistar sehingga mudah untuk digunakan sebagai penelitian (Haris, 2009). Aloksan Sebagai Bahan Induksi Diabetes Mellitus Tipe II Aloksan adalah substrat yang secara struktural adalah derivat pirimidin sederhana. Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada larutan encer. Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang percobaan. Aloksan juga bahan yang mudah didapatkan dan harganya yang ekonomis. Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel beta pankreas yang memproduksi insulin karena terakumulasinya aloksan secara khusus melalui transporter glukosa. Aloksan yang dapat diberikan secara intervena, intraperitioneal, atau subkutan. Dosis pemberian aloksan adalah 125 mg/kgBB. Kondisi hewan model sebelum melakukan penyuntikan ini harus dalam keadaan puasa. Hewan model sebelum diinsuksi aloksan harus terlebih dahulu dipuasakan selam 16 jam. Waktu pengukuran kadar glukosa darah dilakukan tiga hari setelah penyuntikan. Pengukuran kadar glukosa darah harus dalam keadaan puasa selama 16 jam sebelum pengukuran kadar glukosa darah (Yuriska, 2012).
15
MATERI DAN METODE Lokasi dan waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu pada bulan November 2011Maret 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Satwa Harapan Blok C Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum kontrol, madu, kayu manis dan 45 ekor tikus putih galur Sprague dawley yang positif DM II dengan umur satu bulan dan bobot badan 100 g. Tikus model yang digunakan mengalami DM tipe II akibat peyuntikan aloksan. Bahan lain yang digunakan adalah NaCl, aloksan, alkohol 70 %. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus, tempat pakan dan air minum, alat digital pengukur gula darah (Blood glucose Test Mater GlucoDrTM), penyaring kayu manis, blender natioanal, kapas, masker, spoit 1 ml, sarung tangan, alat tulis, kamera, komputer dan prog SAS. Prosedur Penyusunan Ransum Tikus Penyusunan ransum dilakukan di laboratorim Nutrisi Pedaging Departemen INTP, Fakultas Peternakan dan pembuatan pellet pakan dilakukan di industri pakan indofeed, Bogor. Penyusunan pakan ini dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan segala bahan pakan yang dibutuhkan. Bahan atau formulasi pakan yang digunakan adalah sebagai berikut:
16
Tabel 3. Kualitas Bahan Pakan Tikus Percobaan Bahan
BK
PK
LK
SK
Ca
P
EM
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(Kkal/g)
Jagung
89,74
8,51
3,59
2,5
0,01
0,28
3,620
Dedak padi
87,7
13
8,64
13,9
0.08
1,39
1,900
88,10
46,90
2,66
5,90
0.37
0,71
2,550
91,90
55
7,52
0,7
7,19
2.88
2,750
DCP
90
0
0
0
16
21
0
NaCl
90
0
0
0
0.3
0
0
CaCO3
90
0
0
0
38
0
0
Bungkil Kedelai Tepung Ikan
Sumber : Hartadi et al.(1990)
Tabel 4. Komposisi Ransum Tikus Bahan
Jumlah
PK
LK
SK
Ca
P
BETN
EM
BK
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(Kkal/kg)
Jagung
45
3,83
1,71
1,13
0
0,13
33,39
1,485
Dedak padi
33
4,29
1,65
3,96
0,02
0,07
20,13
6,27
Bungkil kedelai Tepung ikan
12
5,40
0,06
0,36
0,02
0,04
4,86
3,06
6
1,80
0,12
0,06
0,39
0,17
3,54
165
DCP
1
0
0
0
0,22
0
0,90
0
Garam
2
0
0
0
0,01
0
1,80
0
CaCO3
1
0
0
0
0,38
0
0,90
0
15,32
3,54
5,51
1,04
0,41
65,52
2,583
Total Keterangan
: BK: Bahan Kering; PK : Protein Kasar; LK: Lemak Kasar SK: Serat Kasar; BETN: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen; EM: Energi Metabolis.
17
Analisis Komposisi Nutrien Madu dan Kayu Manis Madu yang dicampur dengan bubuk kayu manis terlebih dahulu dilakukan penggilingan kayu manis dengan menggunakan mesin penggiling. Masing-masing bahan seperti bubuk kayu manis dan madu kemudian dianalisis jumlah kalorinya dengan Bom Kalorimeter di Laboratorium Industri Pakan Institut Pertanian Bogor. Tabel 5. Hasil Uji Proksimat Komposisi Nutrien dari, Madu dan KayuManis. Bahan
Bahan Kering (%)
Protein Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
Serat Kasar (%)
Kayu Manis*
94,17
7,66
6,07
25,53
Madu**
63,73
1,16
0,87
-
Keterangan : *) Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor **) Laboratorium Nutrisi dan Biologi Radiasi , PAU, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Persiapan Hewan Model Tikus sebanyak 45 ekor dipelihara dalam kandang dan terlebih dahulu ditimbang bobot badannya ± 98,6 - 100 g/ekor kemudian diberi pakan sejumlah 10 g/ekor/hari dan memberikan air minum ad libitum. Adaptasi terhadap pakan dan lingkungan atau kandang yang baru dilakukan selama ± 14 hari Penyuntikan Aloksan Hewan model sebanyak 45 ekor yang sudah beradaptasi dengan lingkungan baru dipuasakan selama 16 jam sebelum dilakukan penyuntikan aloksan dengan dosis 125 cc/Kg BB (Yuriska, 2012). Penyuntikan aloksan pada tikus tepatnya di bagian subkutan. Cara penyuntikan subkutan adalah menentukan lokasi penyuntikan yaitu 1/3 atas lengan atas atau 1/3 atas paha atas sekitar pusat atau 1/3 bagian dorsal. Kulit diangkat sedikit dengan cubitan ringan oleh tangan kiri kemudian jarum ditusukkan mengarah ke atas kira-kira sudut suntikan 45o. Setelah penyuntikan aloksan tikus dipuasakan lagi selama satu jam kemudian baru diberikan pakan dan minuman selama lima hari. Pemberian pakan dilakukan satu kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00 WIB dengan jumlah pakan yang diberikan 10 g/ ekor. Pemberian perlakuan yaitu madu dengan tambahan kayu manis sesuai dengan dosis yang sudah ditentukan diberikan selama dua hari setelah tikus percobaan mengalami Diabetes
18
mellitus tipe II pada pukul 08.00 WIB. Hari kelima hewan model dipuasakan selama 16 jam lagi dan kemudian dilakukan pengukuran kadar glukosa darah tikus. Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL fac torial intime dalam waktu yang sama dengan dua faktor. Faktor pertama terdiri dari lima jenis perlakuan yaitu: K
= Kelompok kontrol yang diberi ransum kontrol dan air minum biasa.
M
= Kelompok yang diberi ransum kontrol + madu sebanyak 1 ml/ ekor
CM
= Kelompok yang diberi ransum kontrol + kayu manis sebanyak 0,004 g/ekor
C1M
= Kelompok yang diberi ransum kontrol + madu 1 ml/ekor + kayu manis 0,004 g/ekor
C2M
= Kelompok yang diberi ransum kontrol + madu 1 ml/ekor + kayu manis 0,008 g/ekor
Faktor kedua adalah waktu pengambilan data (empat titik) yaitu 30 menit, 60 menit, 24 jam, dan 26 jam setelah pemberian perlakuan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) model matematika yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Yijk = µ + αi + γij + ωk + γjk + αωik +€ijk Keterangan : Yijk µ αi γij
= Nilai pengamatan untuk perlakuan pemberian madu yang dicampur dengan bubuk kayu manis terhadap tikus yang mengalami kadar gula darah tinggi = Rataan kadar gula darah = Pengaruh faktor perlakuan (kontrol, kayu manis 0,004 g, madu 1 ml, kayu manis 0,004 g + 1 ml madu dan kayu manis 0,008 g + 1 ml madu) = Komponen acak perlakuan
ωk = Pengaruh waktu Pengamatan γjk
= Komponen acak waktu pengamatan
αωik = Pengaruh interaksi antara perlakuan dengan waktu €ijk = Komponen acak dari interaksi antara perlakuan dengan waktu
19
Peubah yang Diamati Peubah yang diamati yaitu kadar glukosa darah tikus dalam keadaan normal, setelah diinduksi aloksan dan setelah pemberian perlakuan. Sebelumnya dilakukan pengukuran konsumsi karbohidrat, protein dan lemak dan asupan kalori. Gula Darah Pengukuran gula darah dilakukan pada keadaan tikus sehat, setelah diinduksi aloksan dan setelah pemberian perlakuan. Pengamatan dilakukan pada menit ke 30, 60, 24 jam dan 26 jam stelah dicekok dengan perlakuan (Adnyana et al. 2004). Pengukuran glukosa darah dilakukan dengan menggunakan alat Blood glucose Test Mater GlucoDrTM. Darah diambil dari bagian arteri caudalis yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70%. Darah yang sudah diambil disentuhkan ke alat glukometer. Kadar glukosa akan terbaca dilayar
GlucoDrTM
setelah 11 detik
pengamatan dalam satuan mg/dl. Konsumsi Karbohidrat, Lemak, Protein dan Asupan Kalori
Pengukuran konsumsi karbohidrat, lemak kasar dan protein kasar dilakukan
dengan cara perkalian konsumsi bahan kering dan bahan perlakuan dengan jumlah kandungan karbohidrat dari pakan untuk karbohidrat. Begitu juga dengan perhitungan lemak dan protein. Hasil konsumsi bahan kering dan bahan perlakuan dikalikan dengan kandungn protein kasar untuk konsumsi protein. Konsumsi lemak juga dihitung dengan cara perkalian bahan kering pakan dan bahan perlakuan dengan jumah protein kasar. Asupan kalori dihitung dengan cara karbohidrat dikalikan dengan 4,1 satuan kalori/g, untuk lemak dikalikan 9,1 satuan kalori/g, dan protein dikalikan 4 satuan kalori/g.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum, madu, kayu manis dan campuran antara madu dan kayu manis yang diberikan pada hewan model selama satu bulan penelitian, seperti tertera pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Konsumsi BETN, Lemak, dan Protein Tikus Selama Penelitian Perlakuan
Bahan Kering (g)
BETN (g)
Lemak (g)
Protein (g)
K
8,90
5,83
0,31
1,36
M
9,88
7,09
0,45
1,37
CM
8,90
5,83
0,44
1,36
C1M
9,88
7,04
0,45
1,37
C2M
9,89
7,09
0,45
1,37
Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M = ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012).
Tabel 7. Konsumsi Total Energi asal BETN, Lemak Kasar, dan Protein Kasar Perlakuan
Energi Asal BETN
Energi Asal
Energi Asal
Total Energi
(kal)
LK (kal)
PK (kal)
(kal/ekor/hari)
K
23,90
2,82
5,44
32,16
M
29,07
4,09
5,48
38,64
CM
23,90
4,00
5,44
33,34
C1M
28,86
4,09
5,48
38,43
C2M
29,07
4,09
5,48
38,64
Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M = ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012).
Hasil pada Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan jumlah karbohidrat atau total asupan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak yang masuk ke dalam tubuh tikus. Pemberian pakan dilakukan setiap harinya dalam waktu kurang lebih satu bulan dan pemberian perlakuan dilakukan selama dua hari pengamatan. Bagi penderita penyakit diabetes mellitus tipe II jumlah asupan makanan sangatlah berpengaruh 21
terhadap status kalori yang ada di dalam tubuh. Jumlah kalori asal karbohidrat yang dikonsumsi akan sangat berpengaruh terhadap kadar glukosa darah, karena pada penderita diabtes mellitus tipe II mengalami resistensi insulin, sehingga apabila jumlah glukosa banyak masuk kedalam tubuh akan mengakibatkan penumpukan glukosa darah pada darah. Pembuatan hewan model diabetes tipe II ini dengan cara penyuntikan aloksan dengan dosis 125 mg/ kg BB. Penyuntikan aloksan mengakibatkan kerusakan sel β pankreas. Kerusakan sel β pankreas ini mengakibatkan hormon insulin tidak diproduksi dengan baik. Resistensi insulin mengakibatkan asupan karbohidrat dan kalori yang masuk ke dalam tubuh tidak bisa diantarkan ke sel, sehingga glukosa menumpuk di darah. Akibatnya kadar glukosa dalam darah meningkat seperti yang terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe II. Hal ini lah yang mengakibatkan konsumsi karbohidrat yang diberikan tidak dapat di metabolisme di dalam tubuh tikus untuk menjadi ATP, sehingga glukosa yang berasal dari pakan menumpuk di dalam darah. Kebutuhan karbohidrat dari pakan bagi seekor tikus dengan berat 98,6 g – 100 g adalah 3,6 – 4,5 g (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Jumlah karbohidrat minimal yang dikonsumsi oleh masing-masing tikus selama penelitian sebesar 5,83 – 7,09 g. Jumlah karbohidrat yang masuk kedalam tubuh tikus melebihi dari batas normal yaitu 3,6 – 4,5 g. Bila dibanding dengan yang disarankan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) jumlah karbohidrat yang masuk kedalam tubuh hewan model sudah diatas batasan normal tetapi bukanlah menjadi salah satu penyebab kadar glukosa darah meningkat. Total asupan kalori yang masuk ke dalam tubuh tikus berkisar antara 32,16 – 38,64 kalori/ekor/hari yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Jumlah kalori ini belum melebihi batas normal kalori yang dibutuhkan tikus untuk pertumbuhan. Jumlah kalori yang dibutuhkan tikus untuk pertumbuhan adalah 60 kalori (NRC, 1995). Hal ini menunjukkan jumlah asupan kalori asal karbohidrat, lemak dan protein belum menjadi penyebab penyakit diabetes mellitus.
22
Kadar Glukosa Darah Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus model pada saat keadaan normal dan setelah diinduksi aloksan dengan dipuasakan terlebih dahulu selama 16 jam, tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Kadar Gukosa Darah Hewan Model pada Kondisi Normal dan setelah Diinduksi Aloksan Kelompok hewan
Kadar glukosa darah normal
Kadar glukosa darah
model
(mg/dl)
diinduksi aloksan (mg/dl)
K
72,00 ± 1,00
360,67 ± 220,30
M
102,00 ± 44,03
479,33 ± 209,00
CM
103,67 ± 15,31
520,30 ± 106,02
C1M
108,33 ± 53,26
265,33 ± 12,86
C2M
99,33 ± 30,46
365,00 ± 184,58
Rata-rata
92,27 ± 26,89
398,13 ± 169,10
Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M = ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012).
Kadar glukosa darah hewan model dalam keadaan normal setelah dipuasakan selama 16 jam menunjukkan kadar glukosa yang normal yaitu dengan rata-rata 92,27 ± 26,89 mg/dl. Hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian sebelumnya (Taguchi, 1985) yang mengatakan bahwa kadar glukosa normal pada tikus jantan dengan galur Spraque dawley 105,20 ± 14,2 mg/dl. Hewan yang masih dalam keadaan sehat atau normal ini diberikan ransum standar sebanyak 10 g/ekor/hari. Kadar glukosa yang normal ini terjadi karena proses metabolisme glukosa dalam tubuh berlangsung dengan baik. Hewan model dalam keadaan normal atau belum mengalami kerusakaan sel β pankreas yang memiliki hormon insulin sehingga masih dapat berperan aktif dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dalam tubuh. Metabolisme karbohidrat dalam tubuh tidak terlepas dari peranan hormon insulin. Masuknya glukosa ke dalam darah pada hewan normal akan mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat dan menyebabkan tersekresinya hormon insulin dari sel β pankreas. Hormon insulin akan bekerja mengantarkan glukosa yang masuk ke
23
semua sel yang membutuhkan, sehingga keadaan glukosa dalam darah tetap normal dan mengakibatkan hewan model tetap dalam keadaan sehat. Metabolisme hewan model akan berubah ketika mengalami gangguan pada sel β pankreas. Kadar glukosa darah akan meningkat jika tidak ada hormon insulin yang disekresikan oleh sel β pankreas. Sel β pankreas yang mengalami kerusakan akibat penyuntikan aloksan akan dapat disembuhkan kembali, namun ada yang mengalami kerusakan total sehingga pankreas tidak dapat menghasilkan hormon insulin. Hal ini disebabkan oleh cara dan dosis penyuntikan aloksan yang kurang tepat. Kadar glukosa darah hewan model ini mengalami peningkatan setelah dilakukan penyuntikan dengan aloksan. Kadar glukosa darah dari semua perlakuan meningkat menjadi lebih dari 105 mg/dl dalam keadaan puasa. Kadar glukosa darah pada hewan model setelah diinduksi aloksan mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu rata-rata 398,13 mg/dl atau aloksan dapat meningkatkan kadar glukosa darah hewan model sekitar 432,60 % dibandingkan dengan kadar glukosa darah tikus pada keadaan normal sebelum diinduksi aloksan. Hal ini menunjukkan bahwa efek penginduksian aloksan dengan dosis 125 mg/kgBB berhasil mengakibatkan hewan model menderita diabetes mellitus. Penelitian sebelumnya yang menggunakan hewan model juga mengalami peningkatan kadar glukosa darah pada tikus dengan cara penginduksian aloksan melalui subkutan (Studiawan dan Santoso, 2010). Penyuntikan aloksan mengakibatkan kerusakan sel β pankreas secara total sehingga produksi insulin semakin sedikit, dan berakibat pada peningkatan kadar glukosa darah yang permanen. Yuriska (2012), mengatakan aloksan juga berpotensi merusak substansi esensial di dalam sel β pankreas sehingga menyebabkan berkurangnya granula-granula reseptor insulin. Kerusakan sel β pankreas setelah diinduksi oleh aloksan sama kondisinya dengan penderita diabetes mellitus tipe II. Pemilihan penggunaan aloksan dalam membuat hewan model diabetes mellitus tipe II dilatar belakangi oleh aloksan yang mudah didapatkan, harganya murah dan cepat mengakibatkan resistensi insulin. Selain aloksan terdapat juga senyawa aktif yang dapat menyebabkan diabetes mellitus yaitu streptozotosin. Streptozotosin dapat digunakan untuk menghasilkan hewan model mengidap diabetes mellitus tipe I dan diabetes mellitus tipe II, tetapi penggunaan streptozotosin ini lebih
24
suulit didapatkkan, hargannya yang lebih l mahall, dan pengggunaanya berbeda deengan alloksan. Perbbedaan pennggunaan aloksan den ngan streptoozotosin lebbih terlihat pada w waktu yang relatif lebihh lama. Penggunaan streptozotos s sin ini dilakkukan padaa saat heewan modeel atau tikuss berumur 2 hari setellah kelahiraan, dan padda umur deelapan saampai sepulluh minggu tikus tersebbut mengalaami gangguuan respon tterhadap glu ukosa daan sensitivittas sel β terhhadap glukoosa (Nugroh ho, 2006). Hasil pengukurann kadar gluukosa darah dilakukan sebanyak s em mpat kali seetelah peemberian perlakuan yaaitu pada menit m ke 30, menit kee 60, 24 jaam dan 26 jam, deengan tujuaan ingin melihat m kineetika glukosa terhadapp waktu. G Gambaran antara a w waktu pengam mbilan dataa dengan pem mberian perrlakuan terllihat seperti Gambar 4. Kadar gluukosa mg/dl 500 400
K
300
M
200
CM C1M
100
C2M
0 30 menit
60 m menit
24 jjam
26 jam
Waktu peengambilan data
G Gambar 4. Gambaran G Kaadar Glukosa Darah Paada Waktu yang y Berbeda Setelah Peemberian Peerlakuan Keeterangan : K = ransum konntrol + air biassa; M = ransum kontrol + madu; m CM = raansum kontrol + r kontro ol + kayu mannis 0,004 g + madu 1 ml; C2M C = kayyu manis 0,0004 g; C1M = ransum rannsum kontrol + kayu manis 0,008 g + maadu 1ml; (Hasiil perhitungann, 2012).
Berdaasarkan hassil uji statisstik, waktu u yang ditettapkan dalaam pengam mbilan daata tidak berrpengaruh terhadap t pennurunan kadar glukosaa darah tikuss percobaan n (P > 0,,05). Pengaambilan wakktu yang singkat ini sejalan s denngan penelittian sebelum mnya (A Adnyana ett al.,2004) yang mengggunakan buah b menggkudu sebaggai antidiab betes. K Kadar glukoosa darah mulai m dari menit ke 30 3 sampai 26 jam setelah pemb berian peerlakuan tiddak menunjuukkan adanyya penurunaan pada sem mua perlakuuan. Pengrussakan seel β pankreaas oleh pembberian aloksan menunjukkan keruusakan perm manen.
25
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini diduga bahwa pemberian kayu manis 0,004 g dan madu 1 ml dengan waktu yang singkat yaitu 30 menit, 60 menit, 24 jam dan 26 jam tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam penurunan kadar glukosa darah pada tikus penderita diabetes mellitus tipe II. Obat herbal adalah jenis obat yang tidak dapat dilihat khasiat atau hasilnya dalam waktu yang singkat. Penelitian sebelumnya dengan menggunakan bahan herbal lainnya dalam menurunkan kadar gula darah dilakukan selama 3 bulan dengan alasan karena respon obat herbal tidak sama dengan respon dari obat kimia yang dapat dilihat hasilnya secara singkat (Gunawan, 2011). Pengaruh pemberian perlakuan yaitu madu, kayu manis dan interaksi antara kayu manis dengan madu pada tikus yang mengalami diabetes mellitus tipe II. Kadar glukosa darah setelah pemberian perlakuan terlihat pada Tabel 10.
26
Tabel 9. Kadar Glukosa Darah Hewan Model Setelah Pemberian Perlakuan Jenis perlakuan
Kadar gula darah tikus putih (mg/dl) Kadar glukosa
30 menit
60 menit
24 jam
26 jam
Rata-rata
diinduksi aloksan K
360,67 ± 220,30
360,67 ± 220,30
360,67 ± 220,30
360,67 ± 220,30
360,67 ± 220,30
360,67 ± 220,30d
M
479,33 ± 209,00
264,33 ± 188,88
252,66 ± 180,28
289,33 ± 242,46
251,00 ± 171,03
264,33 ± 169,29c
CM
520,30 ± 106,02
314,00 ± 170,27
421,00 ± 60,83
311,83 ± 157,03
399,67 ± 250,36
353,67±160,82b
C1M
265,33 ± 12,86
433,50 ± 27,57
331,00 ± 204,27
297,00 ± 158,37
409,00 ± 268,23
361,64 ± 176,26b
C2M
365,00 ± 184,58
476,67 ± 58,59
460,67 ± 73,92
492 ± 53,84
485,33 ± 44,64
458,92 ± 57,96a
Rata-rata
398,13 ± 169,10
309,43 ± 173,09
313,87 ± 172,78
275,07 ± 163,45
329,00 ± 209,58
306,79 ± 177,13
Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M = ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012).
27
Hasil pengamatan dari 30 menit sampai dengan 26 jam setelah pemberian perlakuan terlihat perbedaan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan kadar glukosa darah setelah diinduksi aloksan yaitu menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan kadar glukosa darah setelah diinduksi aloksan. Secara statistik perlakuan yang diberikan berpengaruh menurunkan kadar glukosa darah (P < 0,05). Kadar glukosa darah pada perlakuan kontrol dengan konsumsi BETN sebanyak 5,83 g setelah diinduksi aloksan yaitu 360,67 ± 220,30 mg/dl. Pada perlakuan kontrol hewan model hanya diberikan air minum saja sebanyak 1 ml dan pengukuran kadar glukosa darah hanya dilakukan pada 30 menit pertama. Pengukuran kadar glukosa darah pada hewan kontrol dilakukan satu kali karena asumsi datanya sama. Perlakuan madu (1ml/ ekor) dengan konsumsi BETN sebanyak 7,09 g memberikan respon yang lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan perlakuan kayu manis dengan dosis bertingkat. Pemberian madu memberikan penurunan kadar glukosa darah sampai 264,33 ± 169,29 mg/dl atau sekitar 33,61 % dibandingkan sesaat setelah diinduksi aloksan, namun masih tinggi bila dibandingkan kadar glukosa normal. Madu yang diberikan dengan tujuan sebagai sumber karbohidrat yaitu dari kandungan fruktosanya dengan mudah dapat diserap sel tubuh tikus yang menderita Diabetes mellitus tipe II, terlihat pada hasil perlakuan yang hanya diberikan madu mengalami penurunan kadar glukosa darah walaupun tidak mencapai normal. Pengamatan pemberian madu yang dijadikan sebagai sumber karbohidrat yaitu dari kandungan fruktosanya bagi hewan model terlihat sedikit lebih segar walaupun dalam keadaan diabetes dibandingkan dengan yang lain dan pada hewan jenis perlakuan ini yang lebih lama bertahan hidup. Hewan model pada jenis perlakuan madu ini masih memiliki glikogen yang disimpan didalam sel hati yang bisa digunakan apabila tidak tersedia lagi glukosa yang dihantarkan oleh hormon insulin ke sel dan ke jaringan adiposa. Perbedaan pengaruh yang diberikan oleh perlakuan madu ini juga dapat disebabkan karena pemberian fruktosa dapat meningkatkan C-peptida yang dapat mempengaruhi resistensi insulin. Mekanisme pemberian fruktosa menyebabkan keseimbangan energi positif yang dapat berdampak pada peningkatan berat badan. Penimbunan
28
dalam adiposit mengakibatkan konsentrasi asam lemak non-esterified meningkat dan akibatnya dapat menurunkan sensifitas insulin melalui peningkatan kandungan lipida intramyocelluler dalam sel otot tempat reseptor insulin berada (Ermawati, 2007). Pada perlakuan kayu manis (CM) dengan konsusmi BETN sebanyak 5,83 g menunjukkan kadar glukosa darah yang mengalami penurunan sekitar 11,17 % bila dibandingkan kadar glukosa darah setelah diinduksi aloksan. Senyawa aktif di kayu manis berupa cinnamtannin B1 dengan dosis 0,004 g/ekor masih belum mampu menurunkan kadar glukosa darah. Disamping itu tingkat kerusakan sel β pankreas yang lanjut mengakibatkan insulin tidak dapat diproduksi. Kayu manis mengandung zat aktif yang disebut cinnamtannin B1 bertindak secara langsung pada reseptor insulin subunit dengan mengaktifkan PI3-kinase yang akan merangsang translokasi pengangkut glukosa 4 (Taher,2005). Tikus yang diberi perlakuan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C1M) dengan konsumsi BETN sebanyak 7,04 g mengalami penurunan kadar glukosa darah sekitar 9,16 % dibandingkan dengan kadar glukosa darah sesaat setelah diinduksi aloksan. Perlakuan kayu manis 0,008 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C2M) dengan konsumsi BETN sebanyak 9,89 memberikan respon yang berbeda yaitu menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah sekitar 13,24 % dibandingkan dengan kadar glukosa darah setelah diinduksi aloksan. Perlakuan kayu manis (CM) dengan dosis 0,004 g/ekor dan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C1M) lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan perlakuan kayu manis 0,008 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C2M). Konsumsi BETN yang sebanyak 9,89 g mengandung banyak glukosa sehingga mengakibatkan kadar glukosa semakin meningkat di dalam darah, sehingga dengan dosis kayu manis 0,008 g tidak dapat lagi di metabolismekan di dalam tubuh tikus yang sudah mengalami kerusakan sel β pankreas, sehingga kadar glukosa darah meningkat bila dibangkan dengan kadar glukosa setelah diinduksi aloksan. Dosis kayu manis yang diberikan sebanyak 0,004 g dengan bobot badan 100 g mengacu dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Azima et al. (2004). Hasil yang didapatkan sangatlah berbeda dengan penelitian sebelumnya (Azima et al.,2004) terlihat jelas pada hasil glukosa darah hewan model setelah diberikan perlakuan tidak memberikan penurunan kadar
29
glukosa darah sampai pada batas normal yaitu dibawah 105,20 ± 14,2 mg/dl (Taguchi, 1985). Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi pada perlakuan kayu manis 0,004 g/ekor (CM) dan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor
(C1M) tidak
bermakna secara statisktik karena hasil kadar glukosa darah yang didapatkan memiliki standar deviasi yang tinggi. Standar deviasi yang tinggi ini antara lain diakibatkan respon yang diberikan dari setiap hewan model yang bervariasi terhadap kadar glukosa darah. Kadar glukosa yang berbeda-beda ini juga disebabkan karena penyamarataan waktu pada ke 45 ekor tikus selama percobaan. Seharusnya waktu harus diatur supaya setiap hewan bisa mendapatkan waktu yang sama selama pengamatan. Terjadinya penurunan kadar glukosa darah pada perlakuan kayu manis 0,004 g/ekor (CM) dan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C1M) dalam jumlah yang sedikit dan peningkatan kadar glukosa darah pada perlakuan kayu manis 0,008 g/ekor dan madu 1ml/ekor (C2M) ini diduga akibat cinnamtannin B1 yang terdapat dalam kayu manis sebenarnya mempunyai dosis optimal dalam menggertak kerja hormon insulin. Dugaan lain yaitu adanya pengaruh dari penyuntikan aloksan yang mengakibatkan kerusakan permanen pada sel β pankreas. Kerusakan yang permanen ini mengakibatkan zat aktif yang terdapat dalam kayu manis yaitu cinnamtannin B1 tidak mampu untuk memperbaiki kerusakan sel β pankreas. Selain pengaruh dari penyuntikan aloksan, kenaikan kadar glukosa darah dari hewan model ini juga dapat diakibatkan karena faktor stress. Hewan model mengalami stress ketika dilakukan pengambilan darah pada bagian ekor secara berulang kali. Kondisi stres ini dapat menyebabkan hiperglikemia sesaat. Dilaporkan juga bahwa obat-obatan yang bersifat sitotoksik terhadap sel β pankreas dan penyakit pada pankreas dapat memicu terjadinya diabetes melltius atau kadar glukosa darah meningkat (Handayani, 2005).
30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengaruh penginduksian aloksan dengan dosis 125 cc/Kg BB telah mengakibatkan kerusakan sel β pankreas. Perlakuan madu lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pemberian kayu manis kurang efektif dalam penurunan kadar glukosa darah bila kondisi pankreas rusak total. Waktu yang ditentukan yaitu 30 menit, 60 menit, 24 jam dan 26 jam dalam pengambilan data tidak berpengaruh dalam penurunan kadar glukosa darah. Saran Metode penyuntikan dan dosis aloksan perlu diperbaiki. Kerusakan sel β pankreas oleh aloksan dengan dosis yang kurang tepat dapat mengakibatkan sel tidak dapat mengalami regenerasi sehingga insulin sama sekali tidak dapat di produksi. Ransum yang diberikan seharusnya semipurified diet supaya jumlah glukosa dapat ditekan dengan menanambahkan kandungan fruktosa.
31
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkatNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. B. N. Polii, SU sebagai dosen pembimbing skripsi yang utama. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.Dr.Ir. Dewi Apri Astuti, MS. Sebagai dosen pembimbing skripsi kedua dan kepada Ir. Andi Murfi, Msi. sebagai dosen pembimbing akademik. Terima kasih kepada Dr.Ir. Salundik, Msi dan Prof. Dr.Ir.I. Komang G. Wiryawan sebagai dosen penguji. Penulis mengucapakan terima kasih kepada kedua orang tua, Ayah Horasman Malau dan Ibu Derita Masdi Silalahi yang telah memberikan doa, dukungan moral maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan kewajiban belajar selama ini. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk saudara terkasih Ladistar, Eni, Masrina, Torkis, Duon dan Merrys terima kasih untuk doa dan dukungan dan motivasinya selama menjalankan perkuliahan dan selama pengerjaan tugas akhir berlangsung. Terima kasih juga kepada rekan sepenelitian saya Gigih Y. Perwira, terim kasih untuk dukungan, bantuan dan semangatnya selama penelitian dan pengerjaan tugas akhir ini. Terima kasih penulis sampaikan untuk Astra, Ayu Lestari, Paingat, Amudi, Erti, Ester, Regina, Atik, Nanda, Innesya, IPTP 45 yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih untuk sahabat Ruth, Handrio dan Immanuel yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis selama perkuliahan dan pelaksanaan tugas akhir ini. Kepada temanteman Gunawan, Tiur, Ria, Chastro, Fitrina, Hisar, Riko, Cheant, Debora, Eksas, Christine, Verawati, Christini, Puyun, Leo, Liber, Gio, Kopral 45, Felichazqizorhe, teman-teman Pondok Putri YN Weny, Dora, Posma, Viva, Lidia, Dita, Heny, Putri, Melly, Mellysa, Rizky, Wirda, Rara, Ester, Septi, Dian, Satriani, Evi, Febi, Nella, Christina, Gusti, Nikita teman- teman Persekutuan Oikumene Protestan Katolik Fapet dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih sudah menjadi sahabat yang selalu memberikan dukungan, kerjasama, semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan tugas akhir ini dengan baik. Terima kasih kepada semua dosen dan staf yang ada di
32
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, masyarakat dan seluruh pembaca.
33
DAFTAR PUSTAKA Aden, R. 2010. Manfaat dan Khasiat Madu. Hanggar Kreator, Yogyakarta. Adnyana, K. I., E. Yulinah, Andreanus, E. Soemardji, M. I. Komolosasi, J. I. Iwo, Sigit & Suwendar. 2004. Uji aktivitas antidiabetes ekstrak etanol mengkudu (Morinda citrifolia L.). J. Farma dan Toksik. 29 (2) :2004 -2043. Al Jamili, S. 2004. Khasiat madu dalam Al-qur’an & Sunnah. Jakarta: Cendikia Sentra Muslim. American Diabetes Mellitus Association. 2004. Clinical Practice Recomendation. USA : Johnson and Johnson Company. Azima, F., D. Muchtadi, F. R. Zakaria, & B. P. Priosoeryanto. 2004. Potensi anti hiperkolesterol ekstrak cassia vera (Cinnamomun burmanii Nees ex Blume). J. Teknologi dan Industri Pangan. 15 (2) : 0216-2318. Budiyanto, M. A. K. 2002. Efek hipolipidemik dan hipoglikemik. Nata de coco sglu pada tikus wistar. Disertasi. Universitas Airlangga, Surabaya. Ermawati, D. 2007. Pengaruh suplementasi fruktosa terhadap profil glukosa darahdan profil lipida darah pasien diabetes mellitus tipe II. Skripsi. Fakultas Kedokteran Unibraw, Malang. Farrel, K.T. 1990. Spice, Condiments and Seasoning. 2nd edition. New York: Nostrand Reinhold. Gojmerac,W. L. 1983. Bees, Beekeeping, Honey, and Pollination. The AVI Publishing Co. Inc. Westport. USA. Gunawan, E.S. 2011. Pengaruh pemberian ekstrak kayu manis (Cinnamomun burmanii) terhadap gambaran mikroskopis hepar, kadar SGOT dan SGPT darah mencit BALB/C yang diinduksi paracetamol. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang. Haris, R. A. 2009. Efektivitas penggunaan iodin 10%, iodin 70% dan iodin 80% dan NaCL dalam percepatan penyembuhan luka pada punggung tikus jantan Sprague Dawley. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiah Surakarta, Surakarta. Hartadi, H., S. Reksokadiprodjo & A. D. Tillman. 1990. Tabel komposisi pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada. Universitas Press Yogyakarta. Jung U. J., M. K. Lee, Y. B. Park, S. M. Jeon, & M. S. Choi. 2006. Antihyperglycemic and antioxidant properties of caffeic acid in db/ db mice. J. Pharmacol and Experiment Therapeutics 318:476-483. Katzung, B. G. 1992. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Linder, M. C. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Karbohidrat. Dalam : Maria C. Linder, editor. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia-Press: 2758.
34
Mattjik, A. A., & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid 1. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB) Press, Bogor. Murtidjo, B. A. 1991. Memelihara Lebah Madu. Kanisius, Yogyakarta. National Research Council. 1995. Nutrient Requirement of Laboratory Animals, Fourt Revised Edition. National Academy Press, Washington D.C. Nugroho, A. E. 2006. Hewan percobaan diabetes melitus: Patologi dan mekanisme aksi diabetogenik. J. Biodiversitas. 4:378-382. Purbaya, J. R. 2002. Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami. Pionir Jaya, Bandung. Ramesh, B. & K.V.Pugalendi. 2006. Antihyperglycemic effect of umbelliferone in streptozotocin-diabetic rats. J. Med Food 9 (4) : 562–566. Rismunadar, F & B. Paimin. 2001. Kayu Manis Budi daya & Pengolahan. Jakarta: Penebar swadaya, Jakarta. Sarwono, B. 2001. Kiat mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Agro Media Pustaka. Shen Yan., M. Fukushima, Y. Ito, E. Muraki, T. Hosono, T. Seiki & T. Ariga. 2010. Verification of the antidiabetic effects of cinnamon (Cinnamomun zeylanicum) using insulin uncotrolled type 1 diabetic rats and cultured adipocytes. J. Biosel 14 (12): 2418-2445. Sihombing, D.T. H. 1994. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Smith, J.B. & M. Soesanto. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta. Universitas Indonesia Salemba 4 : 37-48. Studiawan, H. & M. H. Santoso. 2005. Uji aktivitas penurunan kadar glukosa darah ekstrak daun Eugenia polyantha pada mencit yang diinduksi aloksan. Skripsi. Fakultas Farmasi. Unuversitas Airlangga. Surabaya. Suarez, A., S. Tulipani, S. Romandani, E. Bertoli, & M. Battino. 2010. Contribution of honey in nutrition and human health. J. Nutr Metab 3: 15-23. Suarsana, I. N., B. P. Priosoeryanto, T. Wrediyanti, & M. Bintang. 2010. Sintesis glikogen hati dan otot pada tikus diabetes yang diberi ekstrak tempe. J. Veteriner ISSN : 1411-8327. Suranto, A. 2004. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Agromedia Pustaka, Tangerang. Suyono, S. 1992. Upaya pencegahan primer diabetes dan sekunder dalam mengantisipasi ledakan penderita diabetes menjelang abad ke 21. Pidato Pengukuhan guru besar FKUI Ed., Mosby, London :523-539. Sumoprastowo, R. M & R. A. Suprapto. 1993. Beternak Lebah Madu Moderm. Jakarta : Bhratara. Taguchi, Y. 1985. Experimental Animals. Tokyo: Clea Japan, Inc. Taher, M. 2005. Isolation and invitro antidiabetic properties of a poanthocyanidin from Cinnamomun zeylanicum. Tesis. Universiti Teknologi Malaysia, Malaysia. 35
Tjay, T. H & K. Raharja. 2002. Obat- obatan Penting, Khasiat, Penggunan dan EfekEfek Sampingnya Edisi Kelima. PT Elax Media Komputindo, Jakarta. Yuriska, A. F. 2012. Efek aloksan terhadap kadar glukosa darah tikus wistar. Skripsi. Fakultas Kedoteran. Universitas Diponegoro Semarang, Semarang. Waspadji, S. 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Woodley, M. & A. Whelan. 1995. Pedoman Pengobatan. Edisi 1. Yayasan Essentia Medica. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.
LAMPIRAN
36
Lampiran 1. Hasil Uji Anova Kadar Glukosa pada Perlakuan dan Waktu yang Berbeda Pengamatan
DF
Type I SS
Rata-rata
F Value
Pr > F
4
882996,93
220749,23
21,43
<,0001
10
553497,63
55349,76
5,37
0,0004
Jam
3
24762,18
8254,05
0,80
0,5053
r(jam)
6
58079,41
9679,90
0,94
0,4852
12
68999,47
5749,96
0,56
0,8533
Perlakuan r(perlakuan)
perlk*jam
Lampiran 2. Uji Lanjut dengan Menggunakan Uji Duncan dengan Program SAS 9.1.3. Perlakuan
Rata-rata
pengulangan
Grup duncan
M
458,92
12
A
Kontro
367,63
12
B
CM
353,67
12
B
C1M
264,33
12
C
C2M
100
12
D
Lampiran 3. Kondisi Kandang dan Pemeliharaan Tikus (a) Posisi Punyusunan Kandang, (b) Kandang Perlakuan, (c) Pencampuran Bahan Ransum Kontrol, (d) Proses Pelleting
(a) Posisi Penyusunan Kandang
(b) Kandang Perlakuan
37
(c) Pencampuran Bahan Ransum Kontrol
(d) Proses Pelleting
Lampiran 4. Proses Pengambilan Darah (a) Pengambilan Darah, (b) Pengukuran Glukosa Darah,
(a) Pengambilan Darah
(b) Pengukuran Glukosa Darah
Lampiran 5. Aloksan, Madu dan Kayu Manis (a) Bahan Aloksan, (b) Bahan Madu, (c) Kayu Manis
(a) Bahan Aloksan
(b) Bahan Madu
38
(c) Bahan Kayu Manis Lampiran 6. Konsumsi Kalori Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan Perlakuan Kontrol
Kalori (Kkal) 8,9g x 2,58 Kkal/g
= 22,96
M
(1,54g x 3,29 Kkal/g) + 22,96
= 28,02
CM
(0,004g x 4,14 Kkal/g) + 22,96
= 22,97
C1M
(0,004g x 4,14 Kkal/g) + (1,54g x 3,29 Kkal/g) + 22,96 = 28,03
C2M
(0,008g x 4,14 Kkal/g) + (1,54g x 3,29 Kkal/g) + 22,96 = 28,05
Lampiran 7. Konsumsi Lemak Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan Perlakuan Kontrol
Konsumsi Lemak (g/ekor/hari) 8,9g x 3,54%
= 0,31
M
(1,54g x 0,87%) + 0,31
= 0,45
CM
(0,004g x 6,07%) + 0,31
= 0,44
C1M
(0,004g x 6,07%) + (1,54g + 0,87%) + 0,31g = 0,45
C2M
(0,008g x 6,07%) + (1,54g + 0,87%) + 0,31g = 0,45
39
Lampiran 8. Konsumsi BETN Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan Bahan
BETN (g)
Kontrol
8,9g x 65,52%
= 5,83
(1,54g x 82,4%) + 5,83
= 7,09
CM
(0,004g x 79,8%) + 5,83
= 5,83
C1M
(0,004g x 79,8%) + (1,54g x 82,4%) + 5,83 = 7,04
C2M
(0,008g x 79,8%) + (1,54g x 82,4%) + 5,83 = 7,09
M
Lampiran 9. Konsumsi Protein Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan Bahan
Protein Kasar (g)
Kontrol
8,9g x 15,32%
= 1,36
M
(1,54g x 1,16%) + 1,36
= 1,37
CM
(0,004g x 7,66%) + 1,36
= 1,36
C1M
(0,004g x 7,66%) + (1,54g x 1,16%) + 1,36
= 1,37
C2M
(0,008g x 7,66%) + (1,54g x 1,16%) + 1,36
= 1,37
Lampiran 10. Perhitungan Energi Asal BETN Bahan
Energi Asal BETN (kal)
Kontrol
5,83g x 4,1 kal = 23,90
M
7,09g x 4,1 kal = 29,07
CM
5,83g x 4,1 kal = 23,90
C1M
7,04g x 4,1 kal = 28,86
C2M
7,09g x 4,1 kal = 29,07
Lampiran 11. Perhitungan Energi Asal Lemak Kasar Bahan
Energi Asal LK (kal)
Kontrol
0,31g x 9,1 kal = 2,82
M
0,45g x 9,1 kal = 4,09
CM
0,44g x 9,1 kal = 4,00
C1M
0,45g x 9,1 kal = 4,09
C2M
0,45g x 9,1 kal = 4,09
40
Lampiran 13. Perhitungan Energi Asal Protein Kasar Bahan
Energi Asal PK (kal)
Kontrol
1,36g x 4 kal = 5,44
M
1,37g x 4 kal = 5,48
CM
1,36g x 4 kal = 5,44
C1M
1,37g x 4 kal = 5,48
C2M
1,37g x 4 kal = 5,48
41
Lampiran 14. Kerangka Penelitian 45 ek ekor tikus
Dikandangkan dengan 15 kelompok kadang, dengan masing masing kandang 3 ekor dan diberikan ransum standart sebanyak 10 g/ekor dan adabtasi selama 2 minggu
Tetap dipelihara selam 5 hari dengan pemberian pakan standart sebanyak 10g/ekor
Pada hari kelima dipuaskan kembali selama 16 jam
Dipuaskan selama 16 jam
Dipuasakan selama 1 jam dan diberikan makan kembali 10g/ekor
Pengukuran kadar glukosa darah sebanyak 15 ekor tikus perwakilan
Glukosa darah 45 ekor tikus diukur untuk indikator glukosa darah
Penyuntikan aloksan melalui subkutan
Pemberian perlakuan pada hari pertama
Diberikan pakan 10 g/ekor dan minum
Dipuasakan kembali selama 16 jam
Pengukuran glukosa darah setelah 30 dan 60 menit pemberian perlakuan Pemberian perlakuan dan pengukuran glukosa darah pada jam ke 24 dan 26 setelah pemberian perlakuan 42