PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GASTER TIKUS WISTAR SELAMA 4 MINGGU
JURNAL MEDIKA MEDIA MUDA
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum
GALIH ARYYAGUNAWAN G2A009106
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2013
LEMBAR PENGESAHAN JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KTI
PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GASTER TIKUS WISTAR SELAMA 4 MINGGU Disusun oleh GALIH ARYYAGUNAWAN G2A009106
Telah disetujui Semarang, 13 Agustus 2013
Pembimbing
dr. Intarniati N.R. SpKF, MSi Med NIP. 197708052008122002
Ketua Penguji
dr. Vega Karlowee Sp.PA NIP. 198001302008122002
Penguji
dr. Kusmiyati Tjahjono DK, M.Kes NIP.195311091983012001
PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GASTER TIKUS WISTAR SELAMA 4 MINGGU Galih Aryyagunawan1, Intarniati N.R2 ABSTRAK
Latar Belakang : Boraks merupakan suatu bahan yang biasa dapat digunakan sebagai zat antiseptik dan pemutih pakaian bagi kebanyakan masyarakat. Namun sekarang ini kegunaannya tidak hanya sebagai zat antiseptik dan pemutih tetapi juga sebagai pengawet makanan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Menurut hasil investigasi dari BPOM di Jakarta, ditemukan sejumlah produk pangan seperti bakso mie basah dan lainnya yang memiliki kandungan boraks. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh boraks dosis bertingkat terhadap perubahan gambaran makroskopis dan mikroskopis pada gaster tikus wistar dengan dosis bertingkat dalam kurun waktu 4 minggu. Metode : Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian post test only control group design. Sampel adalah 21 ekor tikus wistar jantan galur murni yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yang diberikan paparan boraks dengan dosis 300 mg/kgBB, 600 mg/kgBB dan 0 mg/kgBB sebagai kontrol. Setelah 4 minggu diterminasi dan diambil gasternya untuk dilakukan pemeriksaan makroskopis dan mkroskopis. Pengolahan data yang diperoleh akan dilakukan uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis, kemudian dilanjutkan dengan uji beda menggunakan uji beda Mann-Whitney. Hasil : Pemberian boraks dengan dosis 300 & 600 mg/kgBB selama 4 minggu tidak menimbulkan kerusakan mukosa gaster secara makroskopis. Namun, dapat menyebabkan perubahan gambaran mikroskopis sel – sel mukosa gaster yang bermakna dengan uji Kruskal-Wallis (p=0,004). Uji Man-Whitney didapatkan perbedaan yang bermakna pada K-P1 (p=0,007), K-P2 (p=0,007) sedangkan pada P1-P2 tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,068) Kesimpulan : Pemberian boraks peroral dosis bertingkat selama 4 minggu tidak dapat menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa gaster secara makroskopis, tetapi dapat menyebabkan perubahan histopatologis gaster tikus wistar. Perubahan yang dapat terlihat berupa deskuamasi epitel dan erosi epitel. Kata Kunci : Boraks dosis bertingkat, Makroskopis, Histopatologis 1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
2
Staf pengajar Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Diponegoro Semarang
THE EFFECT OF GIVING GRADED DOSES OF BORAX TO CHANGES IN MACROSCOPIC AND MICROSCOPIC PICTURE OF WISTAR RATS GASTER FOR 4 WEEKS
ABSTRACT
Background : Borax is a common ingredient that can be used as an antiseptic and bleaching agent for the most people. But now its usefulness is not only as an antiseptic and bleaching agent but also as a food preservative which is harmful to human health. According to the results of BPOM investigations in Jakarta, found a number of food products such as wet noodles and meatballs and the other that contain borax. Aim : This study aimed to analyze the effect of graded doses of borax to changes in macroscopic and microscopic picture of the gaster wistar rats with graded doses over a period of 4 weeks. Method : This study is an experimental research laboratory with research design post test only control group design. Samples were 21 male wistar rats pure lines that have met the criteria for inclusion and exclusion, given exposure to borax with a dose of 300 mg / kg, 600 mg / kg and 0 mg / kg as a control. After 4 weeks terminated and taken the gastric for macroscopic and microscopic examination. Processing of the data obtained will be non-parametric statistical tests KruskalWallis, followed by a different test using the Mann-Whitney test. Result : Provision of borax with a dose of 300 and 600 mg / kg for 4 weeks did not cause gaster mucosal damage macroscopically. However, it can cause a significant changes in the microscopic picture of cells of the gastric mucosal cells with the Kruskal-Wallis test (p = 0.004). Man-Whitney test found significant differences in K-P1 (p = 0.007), K-P2 (p = 0.007), while the P1-P2 was not found significant differences (p = 0.068) Conclusion : Gradual per oral borax dose for 4 weeks can not cause gastric mucosal damage macroscopically, but can cause gaster histopathologic changes in wistar rats. Changes can be seen in the form of epithelial desquamation and epithelial erosion.
Key Words : Gradual dose of borax, Macroscopic, histopatologic
PENDAHULUAN Boraks atau sodium tetraborate decahydrate biasanya digunakan dalam berbagai produk misalnya pada produk insektisida, fungisida, herbisida, detergen, bahan tambahan dalam pembuatan kaca, keramik serta boraks juga dapat dilarutkan di dalam air dan digunakan untuk membersihkan emas dan perak.1 Namun banyak pedagang makanan yang mencampurkan bahan kimia tersebut ke dalam makanan agar makanan yang dibuat lebih awet dan tahan lama. Meskipun menurut permenkes RI Nomor 33 tahun 2012 yaitu tentang boraks dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan kimia yang dilarang digunakan dalam produk makanan, akan tetapi pada kenyatannya masih banyak bentuk penyalahgunaan dari zat tersebut.2,3 Senyawa boraks apabila terkonsumsi dalam konsentrasi tinggi racunnya akan mempengaruhi kerja syaraf dan boraks juga merupakan zat yang bersifat karsinogenik. Boraks umumnya tidak dimetabolisme di dalam tubuh, hal ini disebabkan oleh karena diperlukan energi yang besar untuk memecah ikatan antara oksigen dan boron. 4,5,6 Banyak penelitian yang meneliti efek boraks terhadap tubuh, akan tetapi peneliti belum pernah menemukan penelitian mengenai efek boraks terhadap gaster secara makroskopis dan mikroskopis pada tingkat hewan coba. Gaster dipilih sebagai organ yang diteliti dengan pertimbangan bahwa lambung merupakan organ yang paling sensitif terhadap kekurangan oksigen dan zat toksik. Dosis perlakuan pertama (300 mg/kgBB/hari) diambil seabagai acuan dosis berasal dari hasil penelitian Shinta Silvia yang menyatakan bahwa pada dosis tersebut telah terjadi perubahan gambaran makroskopis pada semua kelompok perlakuan. Sedangkan dosis perlakuan dua (600 mg/kgBB/hari) didapat dari dua kali dari dosis perlakuan pertama.7 Pemeriksaan makrsokopis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu lup, sedangkan pada pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan menggnakan sistem skoring Barthel Manja.8
METODE Rancangan penelitian ini adalah only post tes control group design yang menggunakan hewan coba sebagai obyek percobaan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium F-MIPA Universitas Negeri Semarang selama 4 minggu yaitu pada bulan Maret 2013 hingga April 2013, sedangkan interpretasi hasil patologi anatomi sampel gaster dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Data merupakan data primer, yaitu data berasal dari penelitian perubahan makroskopis dan mikroskopis gaster tikus wistar dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang diberi paparan boraks peroral dosis bertingkat. Besar sampel digunakan berdasarkan rumus WHO (1993), jumlah sampel setiap kelompok perlakuan minimal 5 ekor tiap kelompok. Pada penelitian kali ini dibutuhkan total 21 ekor tikus dengan rincian 5 ekor untuk diteliti dan 2 sisanya sebagai cadangan. Tiap tikus wsitar telah masuk kriteria inklusi. Variabel bebas pada penelitian ini adalah boraks peroral dosis bertingkat dan variabel tergantung gambaran makroskopis dan mikroskopis gaster tikus wistar. Analisis data yang digunakan yaitu uji non parametrik Kruskal-Wallis dan uji beda Mann-Whitney. HASIL Pada hasil pemeriksaan makroskopis dengan menggunakan bantuan lup, pada semua kelompok perlakuan dan kontrol tidak dijumpai adanya perubahan mukosa secara
signifikan
dan
masih
dijumpai
rugae
–
rugae
pada
mukosa
gaster.Sedangkan pada pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan sistem skoring Barthel Manja, dilakukan uji normalitas untuk menilai sebaran data dan didapatkan nilai p sesuai dengan tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas No.
Kelompok
P
1
Kontrol
0,000
2
Perlakuan 1
0,777
3
Perlakuan 2
0,314
Dari tabel diatas didapatkan nilai p pada kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2 memiliki sebaran data yang normal yaitu p=0,777 dan p=0,314 dimana sebagai syarat nilai p memiliki sebaran data yang normal (p>0,05). Sedangkan nilai p pada kelompok kontrol memiliki nilai sebaran data yang tidak normal (p<0,05). Dikarenakan adanya salah satu varians dengan distribusi data yang tidak normal, maka uji analisis dilakukan dengan menggunakan uji non parametrik KruskalWallis. Pada uji non parametrik Kruskall-Wallis diperoleh nilai p=0,004 (p<0,05) yang memiliki arti terdapat perbedaan yang bermakna antara 2 kelompok perlakuan. Untuk mengetahui kelompok mana saja yang mempunyai perbedaan maka harus dilakukan analisis dengan menggunakan uji beda Mann-Whitney, dan didapatkan nilai seperti tabel 2 berikut. Tabel 2. Hasil Uji Beda Antara Kelompok Variabel
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Kontrol
0,007
0,007
Perlakuan 1
-
0,068
Dari hasil uji beda Mann-Whitney diatas, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan perlakuan 1 (p=0,007), kelompok kontrol dengan perlakuan 2 (p=0,007), dan pada kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 2 (p=0,068) tidak terdapat perbedaan yang bermakna.
PEMBAHASAN Pada pengamatan perubahan mukosa gaster secara makroskopis tidak ditemukan adanya perubahan atau kerusakan secara kasat mata. Sedangkan gambaran mikroskopis, secara teoritis seharusnya kelompok kontrol tidak mengalami perubahan pada gambaran histopatologis. Namun pada penelitian ini, ternyata terjadi perubahan gambaran histopatologis berupa deskuamasi epitel. Perubahan ini dapat terjadi diakibatkan faktor – faktor lainnya selain boraks, antara lain faktor stres dan faktor imunitas tikus wistar.Pada kelompok perlakuan yang diberi boraks dosis bertingkat, terjadi perubahan histopatologis yang nyata sesuai dengan hipotesis yang telah disampaikan penulis. Perubahan yang terjadi meliputi deskuamasi epitel, erosi eptiel dan ulserasi epitel. Namun pada penelitian ini tidak didapatkan ulserasi pada epitel mukosa gaster. Hasil uji beda antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang bermakna yaitu antara kelompok kontrol dengan P1 (p = 0,007) dan antara kontrol dengan P2 (p = 0,007). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa boraks yang digunakan pada dosis subletal selama 4 minggu dapat mempengaruhi gambaran histopatologis mukosa gaster dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi boraks. Sedangkan pada hasil uji beda antara kelompok perlakuan P1 dan P2 (p=0,068) tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Pada penelitian ini kelompok P1 memiliki derajat perubahan yang lebih besar dari kelompok P2, sedangkan P2 memiliki derajat perubahan yang lebih berat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dari uji beda dapat disimpulkan bahwa ada hubungan dosis – respon yaitu hanya dengan dosis 300 mg/kgBB saja sudah dapat menimbulkan kerusakan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data tidak dijumpai perubahan makroskopis tetapi didapatkan perubahan histopatologis gaster tikus wistar pada kelompok perlakuan yang diberikan boraks peroral dengan dosis 300 mg/kgBB/hari dan 600 mg/kgBB/hari, sedangkan pada kelompok kontrol ada beberapa yang mengalami deskuamasi epitel. Hal ini dipengaruhi oleh faktor – faktor lain seperti fsktor stres, daya tahan tikus dan lain – lainnya. Selain itu juga diperoleh hubungan dosis dengan perubahan gambaran histopatologis gaster tikus wistar, dimana dengan dosis 300 mg/kgBB saja sudah dapat menyebabkan kerusakan. Saran Sebaiknya dilanjutkan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh gaster terhadap pemberian boraks, dikarenakan sedikit sekali referensi yang bisa dijadikan acuan pada penelitian baru mengenai boraks. Dan juga diakukan penelitian lebih lanjut terhadap gambaran makroskopis dengan cara variasi dosis dan waktu yang lebih lama dari penelitian ini. Selain itu perlu dilakukan studi epidemiologi mengenai keracunan boraks di masyarakat. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terimakasih kepada dr. Intarniat N.R. Sp.KF, Msi Med yang telah banyak memberikan saran dalam pembuatan karya tulis ilmiah. Tidak lupa juga kepada dr. Vega Karlowee Sp.PA selaku konsultan PA dan ketua penguji dan dr. Kusmiyati Tjahjono DK, M.Kes selaku penguji. Serta pihak – pihak lain yang telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA 1. Pongsavee M. Effect of Borax on Immune Cell Proliferation and Sister Chromatid Exchange in Human Chromosomes. Journal of ccupational Medicine and Toxicology. 2009,4:27. 2. BPOM RI. Bahan Tambahan Ilegal – Boraks, Formalin, Rhodamin B dalam Foodwatch Sistem Keamanan Pangan Terpadu. 2004 3. Penyalahgunaan
formalin
dan
boraks
dalam
bakso.
(repository.usu.aca.id/bitstream/123456789/33347/6/Abstract.pdf) 4. National Pesticide Information Center. Boric Acid Technical Fact Sheet. Available at: http://npic.orst.edu/factsheets/borictech.pdf . 5. Unites States Enviromental Protection Agency. Health Effects Support Document
for
Boron.
Available
at:
http://www.epa.gov/ogwdw/ccl/pdfs/reg_determine2/healtheffects_ccl2reg2_boron.pdf 6. Forest Health Protection USDA Forest Service. Human Health and Ecological Risk Assessment for Borax Final Report Available at : http://www.fs.fed.us/foresthealth/pesticide/pdfs/022406_borax.pdf 7. Silvia S. Uji Toksisitas Subkronis Boraks (Sodiium tetraborate) Pada Hati dan Ginjal Mencit (Mus musculus L.) Galur Swiss Webster. 8. Barthel M, Hapfelmeier S, Quintanilla – Martinez L Kremer M, Rohde M, Hogardt M, et al. Pretreatmen of mice with streptomycin provides a Salmonella enteric serovar typhimurium colitis model allows analysis of both pathogen and host. [homepage on the internet] c2003 [cited 2009 Jan 31]. Available from http://iai.asm.org/egi/content/full/71/52839